Anda di halaman 1dari 155

MACAM MODEL METODE

PEMBELAJARAN EFEKTIF
August 2, 2014 teguhtwLeave a comment

Populernya model metode pembelajaran ceramah dan 41 model pembelajaran


yang sering terlupakan….

Berikut akan saya paparkan macam-macam metode pembelajaran yang efektif


untuk dapat dilaksanakan. Khususnya para pendidik atau juga para calon
pendidik. Selama ini kita hanya familiar atau bahkan selalu hanya menggunakan
metode seperti ceramah. padahal banyak sekali selain metode tersebut yang dapat
digunakan dan efektif dalam usaha meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap materi yang kita sampaikan dan pada akhirnya tujuan dari pembelajaran
yang sudah kita tetapkan di awal tercapai dengan baik dan akan tecipta
pembelajaran yang berkualitas serta tercipta pengalaman-pengalaman yang
menarik.

Selanjutnya anda dapat mengklik metode di bawah ini, karena dalam micro
teaching di daftar mata kuliah saya dan termasuk kedalam pembahasan
kependidikan jadi disini akan dijelaskan secara singat untuk masing-masing
metode tersebut.

1. EXAMPLE NON EXAMPLE


Contoh dapat dari kasus/ gambar yang relevan dengan KD
2. PICTURE NON PICTURE

3. NUMBERED HEADS TOGETHER


(Kepala bernomor, Spencer Kagan 1992)
4. COOPERATIVE SCRIPT
(Dansereau Cs 1985)
5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
(Modifikasi dari number heads)
6. STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Tim siswa kelompok prestasi
7. JIGSAW -MODEL TIM AHLI
(Aronssn – Braney – Stephen – Sikes – and Snapp 1978)
8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
Pembelajaran berdasarkan masalah
9. ARTIKULASI

10. MIND MAPPING


11. MAKE – A MATCH
mencari pasangan (lorna Curran 1994)
12. THINK PIR AND SHARE

13. DEBATE

14. ROLE PLAYING

15. GROUP INVESTIGATION


Sharan 1992
16. TALKING STICK

17. BERTUKAR PASANGAN

18. SNOWBALL THROWING

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING


Siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya
20. COURSE REVIEW HORAY

21. DEMONSTRATION DAN EKSPERIMEN


( Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen )
22. EXPLISIT INSTRUCTION
Pengajaran langsung ( Rosenshina and Stevens 1986 )
23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
Kooperative membaca dan menulis (Steven and Slavin 1995)
24. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN
BESAR)
oleh Spencer Kagan
25. COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

26. WORD SQUARE

27. SCRAMBLE

28. TAKE AND GIVE

29. CONSEPT SENTENCES

30. COMPLETTE SENTENCE

31. TIME TOKEN AREND 1998

32. PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993

33. ROUND CLUB (KELILING KELOMPOK)


34. TARI BAMBU

35. DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STRAY TWO STRAY)


SPENCER KAGAN 1992)

36. STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK (SAS)

37. PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

38. NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

38. INQUIRY

39. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

40. BERBASIS PROYEK DAN TUGAS

41. PEMBELAJARAN BERBASIS JASA DAN LAYANAN (SERVICE


LEARNING)

Model Pembelajaran EXAMPLE NON EXAMPLE

EXAMPLE NON EXAMPLE

1. Pengertian

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and
non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai
media pembelajaran. Metode Example non Example adalah metode yang
menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang
bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang
disajikan.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat
menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai
apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non
Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih
dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah
dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas
rendah seperti :

a. kemampuan berbahasa tulis dan lisan,


b. kemampuan analisis ringan, dan
c. kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya
Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui
OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita
gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di
belakang dapat juga melihat dengan jelas.

B. Ciri-ciri

Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada
siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di
luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu
sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa
secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-
example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu
materi yang sedang dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari
suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep
adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya
daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap
example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju
pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
C Kelebihan dan Kekurangan.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain:
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
Example non Example
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter
dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

1. Langkah-langkah :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa
untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai
7. Kesimpulan

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model
Pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu bentuk model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan
interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Picture
and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model
apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap
proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu
yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap
pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang
diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses
pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses
pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan
gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta
dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam
menggunakan Power Point atau software yang lain.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif
picture and picture adalah sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama di antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses
pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir
dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai
berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi
Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka
siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping
itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga
sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru
memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses
pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi
yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan
teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar
lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan
materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam
proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru
atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy
kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam
perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau
mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara
langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara
adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas
yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau
dimodifikasi.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD
dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa
dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM
semakin menarik.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan
penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk
mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa
hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.
7. Kesimpulan/rangkuman
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai
penguatan materi pelajaran

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture and Picture:


Kelebihan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek
bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir,
4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
5. Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu
2. Banyak siswa yang pasif.
3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas.
4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

KESIMPULAN
Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model
Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses
pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses
pembelajaran.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif
picture and picture adalah sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama di antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai
berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan
materi.
4. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk mengurutkan gambar-gambar
secara logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan/rangkuman

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan


strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran
yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran
serta berdiskusi untuk memecahkan masalah

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe


pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam
Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah


sebagai berikut :
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan
waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29)
menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok


Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis
kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-
masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah
yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah


Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan
yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat
umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban


Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan


Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim
(2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada
siswa untuk lebih siap dalam menguasai materi serta belajar menerima
keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam model ini siswa dituntut
untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok
bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih
model pembelajaran yang sesuai.

Metode Belajar Cooperative script


metode belajar Cooperative script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan
secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.


2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat
ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7.

Kelebihan:

 Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.


 Setiap siswa mendapat peran.
 Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

 Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu


 Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga
koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
model pembelajaran Kepala bernomor struktur

Model pembelajaran Kepala bernomor struktur

1. Pengertian
Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui
model pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif
menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan
pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan atau
anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar kooperatif dapat saling
menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang
berprestasi tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang


pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas
dan semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil
belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads
Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran
sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5
siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk
didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk
mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran
kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok
dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili
kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa.
Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual
dalam dalam diskusi kelompok.

Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih


mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di
depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan
dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa
bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas
tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk
oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini
menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam
mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung
melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta
berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam
pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Kepala


bernomor struktur)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan
memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu.
Ciri-ciri pembelajaran kepala bernomer struktur sebagai berikut:
1) Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi
siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima
orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai
nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
2) Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran
tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan
dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat
kesulitan yang bervariasi pula.
3) Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama
untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam
timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing
pertanyaan.
4) Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap
kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus
menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari
kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan.
Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

3. Langkah – langkah Kepala bernomor struktur

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas
yang berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor
dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan
seterusnya
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh
keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama
dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa
saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5. Kesimpulan
4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kepala bernomor struktur

5. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan
a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Mampu memperdalam pamahaman siswa.
c. Melatih tanggung jawab siswa.
d. Menyenangkan siswa dalam belajar.
e. Mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
f. Meningkatkan rasa percaya diri siwa.
g. Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama.
h. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
i. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
j. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat
pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2) Kelemahan
a. Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai jelek kepada anggotanya
(bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi)
b. Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya
untuk mencarikan jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang
membantu dan dibantu .
c. Apabila pada satu nomer kurang maximal mengerjakan tugasnya, tentu saja
mempengaruhi pekerjaan pemilik tugas lain pada nomer selanjutnya.

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS


(STAD)

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS


(STAD)

Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua


model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur
tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas
bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman
dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD


1. Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim
kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang berbeda (heterogen)

2. Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 ) menyatakan bahwa :pembelajaran


kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa bekerja sama.

3. Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa


: pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki pembelajaran selama ini. Pertama,beberapa penelitian membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial,menumbuhkan
sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,serta dapat meningkatkan harga
diri.kedua,pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar,berfikir,memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
keterampilan.

2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu


yang dikerjakan

dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota


kelompok

mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama

diantara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan


keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan


secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif


sebagai

a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai


kompetensi

dasar yang akan dicapai.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,


baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan gender.

c. Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

4. Sintaks Model Pembelajaran STAD

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti

Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah Indikator Tingkah laku guru


Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa mengkomunikasikan
kompetensi dasar

yang akan dicapai serta


memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi


kepada siswa
Menyajikan informasi

Langkah 2
Guru menginformasikan
pengelom-pokkan
Siswa

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa


ke
Guru memotivasi serta
dalam kelompok- kelompok memfasilitasi kerja siswa
belajar dalam kelompok-kelompok
belajar

Langkah 4 Membimbimg kelompok


belajar Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang

materi pembelajaran yang


telah dilaksanakan

Langkah 5
Evaluasi

Guru memberi penghargaan


hasil belajar

individual dan kelompok

Langkah 6
Memberikan penghargaan

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya


di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi
kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri
atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau
perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan
kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran
melalui diskusi dan kuis.
Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain :

a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota


kelompok

d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota


kelompok

lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat


menjawab

kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.

f. Guru memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki


nilai/poin

g. Guru memberikan evaluasi.

h. Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh

kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap
kuis.

Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas


ketentuan

pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD

Skor Kuis Poin peningkatan


Lebih dari 10 point di bawah skor dasar 5

1-10 point di bawah skor dasar 10

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20


Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30

Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar 30

Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar

(Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)

Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin


peningkatan

yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh
poin

peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok.


Penghargaan

kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok

Kriteria Nilai Perkembangan


Excellent 22,6 – 30

The best teams 15,1 – 22,5

Good teams 7,6 – 15,0

General teams ≥7,5

(Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD

A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) :

a) Meningkatkan kecakapan individu

b) Meningkatkan kecakapan kelompok

c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya


e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu:

b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran


anggota yang pandai lebih dominan.

1. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi


Belajar Siswa

Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat
menciptakan kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian
diharapkan terjadi interaksi antara guru dan siswa yang pada umumnya akan
merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih memahami dan
mengerti konsep-konsep fisika secara benar.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara


konsisten baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
dan resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran menjadi lebih panjang
(Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas dalam kegiatan
pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan motivasi
dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model
pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman
sosial sebab mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota
kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi
yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan
kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan
model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa
yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan
model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk memahami materi yang
disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan
penerapan model pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
student-teams.html#ixzz2uZXKTNWl
Model Pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw

1. Pengertian

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot


Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada
kelompoknya.Pada model pembelajaran jigsaw ini keaktifan siswa (student
centered) sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil
yang beranggotakan 3-5 orang yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli.

Dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa


kelompok belajar yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan
menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah
kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk
dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan
mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap
angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami
topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama
dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk
mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan
memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi
yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian
kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa
yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok
ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn
diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap
anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap
siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya
para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan
saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah
yang biberikan.

1. Langkah- Langkah dalam metode jigsaw

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur
seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Jigsaw, yaitu:
1. Awal kegiatan pembelajaran
a. Persiapan
1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan
Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum, memotivasi siswa dan
menjelaskan tujuan dipelajarinya topik tersebut.
2. Materi
Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa
bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap
kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin dicapai
dan yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli
Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan 3-5
orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis kelamin,
maupun latar belakang sosialnya
4. Menentukan Skor Awal
Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis
sebelumnya atau nilai akhir siswa secara individual pada semester
sebelumnya.
2.

Rencana Kegiatan
1. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-
masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam
kelompok ahli.
2. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan
mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan
banyaknya kelompok.
3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan
topik yang didiskusikannya.
4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua
topik.
5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor
kelompok atau menghargai prestasi kelompok.
3. Sistem Evaluasi
Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:
1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik.
2. Membuat laporan mandiri atau kelompok.
3. Presentasi
Materi Evaluasi
– Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh mahasiswa.
– Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.

1. Kelebihan

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran


Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok
ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat

3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara
dan berpendapat.

1. Kelemahan

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :

1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol
jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar
memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota
kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru
mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan


mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga
ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat,
kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat
tersampaikan secara akurat.

3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang
menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya
diskusi.

4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
jigsaw.html#ixzz2uZXP82Tt

4/21/2012
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM
BASED INTRODUCTION)

PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH


Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster
University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968.
(Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah
besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian,
tiga sekolah medis lain – University of Limburg di Maastricht (Belanda),
University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika)
mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain
program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi
untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al,
2006))

Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk
meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning
(PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses
konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini.
Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses
yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut
metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan
kontektual mempengaruhi pembelajaran.

A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Suherman (2003: 7)


Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di
dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran


adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa
berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang
digunkan dalam proses pembelajaran.

Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses
dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.

Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya
berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh
pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa
dalam mencapai keterampilan self directed learning.

Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri,
artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang
sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu
mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya
itu.

Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah
adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi
siswa untuk terus belajar.

Muslimin Ibrahim (2000:7)


Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini
difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru
mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses
pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran


berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan
pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat
kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru

B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran


yang berkaitan dengan PBL

1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran


tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak
kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih
diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi
bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam
mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan
bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan
antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi
baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak
hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana
informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.

2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.


Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila
pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum
mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi
dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan
(what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan
(did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada
pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan
metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan
metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni
menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan
masalah masuk akal?

3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip


ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk
memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah
merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan
penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai
dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan
pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami
kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995).
Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi
peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori
fisika ( misalnya, Clement, 1990).

Bridges (1992) dan Charlin (1998)


Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah
menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin
akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran
disusun berdasarkan masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa
bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga
setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada
delapan tahapan, yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
5. memilih cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa
membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong
mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu
mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang
digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

Berikut langkah-langkah PBM.


1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan
dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan
dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap
penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang
mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan
di kelas.

Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah


sebagai berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam
kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam
menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi
pemecahan masalah nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi
yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat


Tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang penyebab masalah atau ide-ide
tentang bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau
menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain
yang perlu ditangani.

3. Daftar apa yang dikenal.


Buat pos berjudul “Apa yang kita ketahui?” pada selembar kertas. Kemudian
temukan informasi yang terkandung dalam skenario.

4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.


Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda
ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang
grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi,
tes, atau mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai
informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.
5. Daftar apa yang dibutuhkan.
Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah.
Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: “Apa yang kita perlu tahu?”
Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat
konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi.
Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk informasi lebih lanjut.
Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan
terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.

6. Daftar tindakan yang mungkin.


Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: “Apa yang harus kita
lakukan?”. Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin
termasuk mempertanyakan ahli, mendapatkan data online, atau mengunjungi
perpustakaan.

7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.


Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan
menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda
kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat
mengidentifikasi laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin
akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa
masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau
pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.

8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau
solusi lainyang tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang.
Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan
presentasi multimedia dengan menggunakan gambar, grafik, atau suara.

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)


Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu
pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan
sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain,
menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan
masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana
penyelesaian.
b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan
mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan
refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti
halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah
direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya
ketrampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dn membantu siswa
menjadi pebelajar yang mandiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang
tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada
siswa

2. Merancang situasi masalah yang sesuai


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa
untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan
motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik ( berdasarkan pada pengalaman dunia
nyata siswa ), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat,
memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.

3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya
dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model
pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan
peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas.

B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk
memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini adalah
kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi
pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah
adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang mencengangkan dan
menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah tersebut.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok belajar kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan
kerja sama di anatara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah
secara bersama.

3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.


a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber,
siswa diberi pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan
menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk
memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-
ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai
sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan
jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap
penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan
peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas
guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap akhir
pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang
mereka gunakan.

C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen


Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk
mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan
sehingga terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melakukan
aktivitasnya.

D. Asesmen dan evaluasi


Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil (
paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative
yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria
penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal
pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria
penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas.
Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan
menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan


tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa
terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar (
learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan
ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan
sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan
sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat
digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatihv
Siswa sebagai problem solverv
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv
Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ø
memonitor pembelajaranØ
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø
menjaga agar siswa terlibatØ
mengatur dinamika kelompokØ
menjaga berlangsungnya prosesØ
peserta yang aktifØ
terlibat langsung dalam pembelajaranØ
membangun pembelajaranØ
menarik untuk dipecahkanØ
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang
dipelajariØ

Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran


berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-
keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.

Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang
diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka
akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan
reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


Pemanfaatannya

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai


berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah


sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik
dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi
terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu
yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi
persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru
tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda,”
(hal. 419).
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk
menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa
sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak
perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru
untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi

F. Kesimpulan

Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an
di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang


keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-
tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan
terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat
dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam
pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka
perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah
yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan
aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa


melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar
yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok,
disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah
seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan,
mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya
kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan
pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka
dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar


menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers pengetahuan
baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,

Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses konstruktif


dan bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi
pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi
pembelajaran.

Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah :


1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa

Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :


1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut.


A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi masalah yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang
diperoleh pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai


berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah


sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

1. Pengertian

Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan
mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah
jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa
membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area
yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang
tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada.

Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat
kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak
kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan
lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa..

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara
mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa
juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini


membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan
lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya
siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.

Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-
an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map
memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar
dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk
memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide
tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang
dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya
memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.

Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa


menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja
otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat
meningkatkan daya ingat hingga 78%.

Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping

 Catatan biasa :

a. Catatan Biasa

b. Hanya berupa tulisan-tulisan saja

c. Hanya dalam satu warna

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama


f. Statis

 Mind mapping :

a. Peta pikiran

b. Berupa tulisan, simbol, dan gambar

c. Berwarna warni

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif

f. Membuat individu menjadi kreatif

Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat
yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan
adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk
mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun
secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya
memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang
dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena
berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya.
Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada
saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam
proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar
siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004.
Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)

Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong
yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di
tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan
gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi
kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja
otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan
ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah
menangkap dan menguasai materi pelajaran.

Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap
suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan
kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar
dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan.
Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari
gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-
masing garis.

Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan


awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja
kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).

Langkah-langkah pembelajarannya :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.

3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua


orang.

4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang
baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-
catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.

5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil


wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah
menyampaikan hasil wawancaranya.

6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami


siswa.

7. Kesimpulan/penutup.

2. Prinsip Dasar Mind Mapping

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan


kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan
menggunakan teknik pohon.

3. Kelebihan dan Kekurangan mind mapping

Beberapa manfaat memiliki mind maping antara lain :

a. Merencana

b. Berkomunikasi

c. Menjadi Kreatif

d. Menghemat Waktu
e. Menyelesaikan Masalah

f. Memusatkan Perhatian

g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran

h. Mengingat dengan lebih baik

i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien

j. Melihat gambar keseluruhan

Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul


dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.

Kekurangan model pembelajaran mind mapping:

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

KESIMPULAN

Jadi model pembelajaran mind mapping adalah suatu model pembelajaran untuk
menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak.
Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak
cabang. Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk
pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan
dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan


kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan
menggunakan teknik pohon.
Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara
mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa
juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini


membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan
lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya
siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.

Kelebihan :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul


dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.

Kekurangan :

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

METODE MAKE A MATCH

METODE MAKE A MATCH

1. PENGERTIAN
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa
kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses
pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan
siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya
tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok
diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar
sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap
oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan
jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah dilakukan evaluasi terhadap


hasil belajar siwa tenyata dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa
belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa .
Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran
yang dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup
penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk
mengukur keterampilan siswa .

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam


pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan
kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba
dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a
match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius,


falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27).
Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan
hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang
harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses
kelompok (Lie, 2003:30)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan
metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari
pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa.
Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin.

2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI


Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai
berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu
yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak
dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman,
yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu
yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode
make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan
dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran
lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses
pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari
pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari
pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa,
“Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong
royong dan kerja sama kelompok.”

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa,
di antaranya sebagai berikut:
1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar
secara klasikal 87,50% .
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them
move)
5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada metode ini. Di samping manfaat
yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match
berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak
bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang
muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali.
Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri
kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa
diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa
sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung
bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan metode make a match,
siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal.
Dengan metode pencarian kartu pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan
menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode
make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan
dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran
lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses
pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari
pasangan kartunya masing-masing.

Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian
sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam
diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang
kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan
dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke
arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi
berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan
metode make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di
antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini
sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa
pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat
pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan imajinasi; memiliki semangat
mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang
menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar;
karakteristik mata pelajaran.

Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Strategi think –pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagai adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa.

1. Pengertian
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan
waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di
universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think
pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang
menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan
lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan
think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

1. Langkah-langkah

Langkah 1 : Berpikir ( thinking )

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan


pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah.

Langkah 2 : Berpasangan ( pairing )

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang
telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan
jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu
masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3 : Berbagi ( sharing )

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan


keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling
ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian
pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur
Tjokrodihardjo, (2003).

Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi


berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran
ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar
menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan
pembelajaran

Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair and Share adalah sebagai


berikut :
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan


guru.

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan

mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil


diskusinya.

5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok


permasalahan

dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

1. Kelebihan TPS (Think-Pair-Share)

1. Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.

2. Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.

3. Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota


kelompok.

4. Interaksi lebih mudah.

5. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.

6. Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan
idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

7. Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam kelas.

8. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam


komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam
kelompok kecil.

9. Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi


secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya,
membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai
salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
10. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh
kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

11. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan
pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan
masalah.

12. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam
kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

13. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya


dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

14. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran.

15. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode


pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan
tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan
sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru
menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

16. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap
pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan.
Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan
tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

17. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat
memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih
baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

18. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan


siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang
disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan
melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode
pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode
konvensional.

19. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran


konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-
benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru
sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru.
Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan
terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

20. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar
yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar
siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil
yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

21. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang
diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja
sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima
pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

1. Kelemahan TPS (Think-Pair-Share)

1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.

2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.

3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu


pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang
seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

4. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

5. Lebih sedikit ide yang muncul.

6. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.

7. Menggantungkan pada pasangan.

8. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok,


karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.

9. Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.

10. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.

11. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran


berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

12. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai
dengan taraf berfikir anak
13. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan
ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok,
hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.

14. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah
dan waktu yang terbatas.

15. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

16. Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling
mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

MODEL PEMBELAJARAN DEBAT

Model pembelajaran DEBAT

A. PENGERTIAN DEBAT
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara
perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah
dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif
seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi.
Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari
debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri.

Contoh lain debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar kandidat
legislatif dan debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan
menjelang pemilihan umum.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di
tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai
pertandingan dengan aturan (“format”) yang jelas dan ketat antara dua pihak yang
masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan
oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan pemenang
dari sebuah debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil
menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
B. DEBAT KOMPETITIF DALAM PENDIDIKAN
Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif tidak bertujuan
untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti kemampuan
untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan
pendapat yang berbeda, dan kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan
dalam bahasa asing).
Namun demikian, beberapa format yang digunakan dalam debat kompetitif
didasarkan atas debat formal yang dilakukan di parlemen. Dari sinilah muncul
istilah “debat parlementer” sebagai salah satu gaya debat kompetitif yang populer.
Ada berbagai format debat parlementer yang masing-masing memiliki aturan dan
organisasinya sendiri.
Kejuaraan debat kompetitif parlementer tingkat dunia yang paling diakui adalah
World Universities Debating Championship (WUDC) dengan gaya British
Parliamentary di tingkat universitas dan World Schools Debating Championship
(WSDC) untuk tingkat sekolah menengah atas.
Kompetisi debat bertaraf internasional umumnya menggunakan bahasa Inggris
sebagai pengantar. Tidak ada bantuan penerjemah bagi peserta manapun. Namun
demikian, beberapa kompetisi memberikan penghargaan khusus kepada tim yang
berasal dari negara-negara yang hanya menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua (English as Second Language – ESL).
Negara-negara yang terkenal dengan tim debatnya antara lain Inggris, Australia,
Irlandia, dan Amerika Serikat. Di Asia, negara yang dianggap relatif kuat antara
lain Filipina dan Singapura.
1. Debat kompetitif di Indonesia
Di Indonesia, debat kompetitif sudah mulai berkembang, walaupun masih
didominasi oleh kompetisi debat berbahasa Inggris. Kejuaraan debat parlementar
pertama di tingkat universitas adalah Java Overland Varsities English Debate
(JOVED) yang diselenggarakan tahun 1997 di Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung, dan diikuti oleh tim-tim dari berbagai wilayah di P. Jawa. Kejuaraan
debat se-Indonesia yang pertama adalah Indonesian Varsity English Debate
(IVED) 1998 di Universitas Indonesia. Hingga kini (2006), kedua kompetisi
tersebut diselenggarakan setiap tahun secara bergilir di universitas yang berbeda.
Sejak 2001, Indonesia telah mengirimkan delegasi ke WSDC. Delegasi tersebut
dipilih setiap tahunnya melalui Indonesian Schools Debating Championship
(ISDC) yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional bekerjasama
dengan Association for Critical Thinking (ACT).

2. Berbagai gaya debat parlementer


Dalam debat kompetitif, sebuah format mengatur hal-hal antara lain:
1. jumlah tim dalam satu debat
2. jumlah pembicara dalam satu tim
3. giliran berbicara
4. lama waktu yang disediakan untuk masing-masing pembicara
5. tatacara interupsi
6. mosi dan batasan-batasan pendefinisian mosi
7. tugas yang diharapkan dari masing-masing pembicara
8. hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pembicara
9. jumlah juri dalam satu debat
10. kisaran penilaian
Selain itu, berbagai kompetisi juga memiliki aturan yang berbeda mengenai:
Penentuan topik debat (mosi) – apakah diberikan jauh hari sebelumnya atau hanya
beberapa saat sebelum debat dimulai (impromptu)
Lama waktu persiapan – untuk debat impromptu, waktu persiapan berkisar antara
15 menit (WUDC) hingga 1 jam (WSDC)
Perhitungan hasil pertandingan – beberapa debat hanya menggunakan victory
point (VP) untuk menentukan peringkat, namun ada juga yang menghitung selisih
(margin) nilai yang diraih kedua tim atau jumlah vote juri (mis. untuk panel
beranggotakan 3 juri, sebuah tim bisa menang 3-0 atau 2-1)
Sistem kompetisi – sistem gugur biasanya hanya digunakan dalam babak elimiasi
(perdelapan final, perempat final, semifinal dan final); dalam babak penyisihan,
sistem yang biasa digunakan adalah power matching
Format debat parlementer sering menggunakan peristilahan yang biasa dipakai di
debat parlemen sebenarnya:

Topik debat disebut mosi (motion)


Tim Afirmatif (yang setuju terhadap mosi) sering disebut juga Pemerintah
(Government), tim Negatif (yang menentang mosi) disebut Oposisi (Opposition)
Pembicara pertama dipanggil sebagai Perdana Menteri (Prime Minister), dan
sebagainya
Pemimpin/wasit debat (chairperson) dipanggil Speaker of The House
Penonton/juri dipanggil Members of the House (Sidang Dewan yang Terhormat)
Interupsi disebut Points of Information (POI)

a. Australian Parliamentary/Australasian Parliamentary (“Australs”)


Gaya debat ini digunakan di Australia, namun pengaruhnya menyebar hingga ke
kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan di Asia, sehingga akhirnya disebut
sebagai format Australasian Parliamentary. Dalam format ini, dua tim
beranggotakan masing-masing tiga orang berhadapan dalam satu debat, satu tim
mewakili Pemerintah (Government) dan satu tim mewakili Oposisi (Opposition),
dengan urutan sebagai berikut:
Pembicara pertama pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara pertama pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara kedua pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara kedua pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Oposisi – 7 menit
Pidato penutup pihak Oposisi – 5 menit
Pidato penutup pihak Pemerintah – 5 menit

Pidato penutup (Reply speech) menjadi ciri dari format ini. Pidato penutup
dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua dari masing-masing tim (tidak
boleh pembicara ketiga). Pidato penutup dimulai oleh Oposisi terlebih dahulu,
baru Pemerintah.
Mosi dalam format ini diberikan dalam bentuk pernyataan yang harus didukung
oleh pihak Pemerintah dan ditentang oleh Pihak Oposisi, contoh:
(This House believes that) Globalization marginalizes the poor.
(Sidang Dewan percaya bahwa) Globalisasi meminggirkan masyarakat miskin.
Mosi tersebut dapat didefinisikan oleh pihak Pemerintah dalam batasan-batasan
tertentu dengan tujuan untuk memperjelas debat yang akan dilakukan. Ada aturan-
aturan yang cukup jelas dalam hal apa yang boleh dilakukan sebagai bagian dari
definisi dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Tidak ada interupsi dalam format ini.
Juri (adjudicator) dalam format Australs terdiri atas satu orang atau satu panel
berjumlah ganjil. Dalam panel, setiap juri memberikan voting-nya tanpa melalui
musyawarah. Dengan demikian, keputusan panel dapat bersifat unanimous
ataupun split decision.
Di Indonesia, format ini termasuk yang pertama kali dikenal sehingga cukup
populer terutama di kalangan universitas. Kompetisi debat di Indonesia yang
menggunakan format ini adalah Java Overland Varsities English Debate (JOVED)
dan Indonesian Varsity English Debate (IVED).

b. Asian Parliamentary (“Asians”)


Format ini merupakan pengembangan dari format Australs dan digunakan dalam
kejuaraan tingkat Asia. Perbedaannya dengan format Australs adalah adanya
interupsi (Points of Information) yang boleh diajukan antara menit ke-1 dan ke-6
(hanya untuk pidato utama, tidak pada pidato penutup). Format ini juga mirip
dengan World Schools Style yang digunakan di WSDC.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam ALSA English Competition (e-Comp)
yang diselenggarakan (hampir) setiap tahun oleh ALSA LC [[Universitas
Indonesia].

c. British Parliamentary (“BP”)


Gaya debat parlementer ini banyak dipakai di Inggris namun juga populer di
banyak negara, sebab format inilah yang digunakan di kejuaraan dunia WUDC.
Dalam format ini, empat tim beranggotakan masing-masing dua orang bertarung
dalam satu debat, dua tim mewakili Pemerintah (Government) dan dua lainnya
Oposisi (Opposition), dengan susunan sebagai berikut:
Opening Government: Opening Opposition:
Prime Minister Leader of the Opposition
Deputy Prime Minister Deputy Leader of the Opposition
Closing Government: Closing Opposition
Member of the Government Member of the Opposition
Government Whip Opposition Whip

Urutan berbicara adalah sebagai berikut:


Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 7 menit
Deputy Prome Minister – 7 menit
Deputy Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Government Whip – 7 menit
Opposition Whip – 7 menit

Setiap pembicara diberi waktu 7 menit untuk menyampaikan pidatonya. Di antara


menit ke-1 dan ke-6, pembicara dari pihak lawan dapat mengajukan interupsi
(Points of Information). Bila diterima, pembicara yang mengajukan permintaan
interupsi tadi diberikan waktu maksimal 15 detik untuk menyampaikan sebuah
pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh pembicara tadi sebelum
melanjutkan pidatonya.
Juri dalam debat BP bisa satu orang atau satu panel berjumlah ganjil. Di akhir
debat, juri menentukan urutan kemenangan dari peringkat 1 sampai 4 untuk debat
tersebut. Dalam panel, keputusan sebisanya diambil berdasarkan mufakat. Bila
mufakat tidak tercapai, Ketua Panel akan membuat keputusan terakhir.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kompetisi Founder’s Trophy yang
diselenggarakan oleh Komunitas Debat Bahasa Inggris Universitas Indonesia
setiap tahun.

d. Format World Schools


Format yang digunakan dalam turnamen World Schools Debating Championship
(WSDC) dapat dianggap sebagai kombinasi BP dan Australs. Setiap debat terdiri
atas dua tim, Proposisi dan Oposisi, beranggotakan masing-masing tiga orang.
Urutan pidato adalah sebagai berikut:
Pembicara pertama Proposisi – 8 menit
Pembicara pertama Oposisi – 8 menit
Pembicara kedua Proposisi – 8 menit
Pembicara kedua Oposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Proposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Oposisi – 8 menit
Pidato penutup Oposisi – 4 menit
Pidato penutup Proposisi – 4 menit

Pidato penutup (reply speech) dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua
masing-masing tim (tidak boleh pembicara ketiga) dan didahului oleh pihak
Oposisi dan ditutup oleh pihak Proposisi.
Aturan untuk interupsi (Points of Information – POI) mirip dengan format BP.
POI hanya dapat diberikan antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada
POI dalam pidato penutup.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan Indonesian Schools Debating
Championship (ISDC). Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan
kompetisi debat juga menggunakan format ini.

e. American Parliamentary
Debat parlementer di Amerika Serikat diikuti oleh dua tim untuk setiap debatnya
dengan susunan sebagai berikut:
Government
Prime Minister (PM)
Member of the Government (MG)
Opposition
Leader of the Opposition (LO)
Member of the Opposition (MO)
Debat parlementer diadakan oleh beberapa organisasi berbeda di Amerika Serikat
di tingkat pendidikan menengah dan tinggi. National Parliamentary Debate
Association (NPDA), American Parliamentary Debate Association (APDA), dan
National Parliamentary Tournament of Excellence (NPTE) menyelenggarakan
debat parlementer tingkat universitas dengan susunan pidato sebagai berikut:
Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 8 menit
Member of the Government – 8 min
Member of the Opposition – 8 min
Leader of the Opposition Rebuttal – 4 min
Prime Minister Rebuttal – 5 min

California High School Speech Association (CHSSA) dan National Parliamentary


Debate League (NPDL) menyelenggarakan debat parlementer tingkat sekolah
menengah dengan susunan pidato sebagai berikut:

Prime Minister – 7 menit


Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Leader of the Opposition Rebuttal – 5 menit
Prime Minister Rebuttal – 5 menit

Dalam semua format tersebut kecuali CHSSA, interupsi berupa pertanyaan dapat
ditanyakan kepada pembicara keempat pidato pertama, kecuali pada menit
pertama dan terakhir pidato. Dalam format CHSSA, keenam pidato semuanya
dapat diinterupsi.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler
yang menggunakannya.

3. Debat kompetitif selain debat parlementer


Debat Proposal
Dalam gaya Debat Proposal (Policy Debate), dua tim menjadi penganjur dan
penentang sebuah rencana yang berhubungan dengan topik debat yang diberikan.
Topik yang diberikan umumnya mengenai perubahan kebijakan yang diinginkan
dari pemerintah. Kedua tim biasanya memainkan peran Afirmatif (mendukung
proposal) dan Negatif (menentang proposal). Pada prakteknya, kebanyakan acara
debat tipe ini hanya memiliki satu topik yang sama yang berlaku selama setahun
penuh atau selama jangka waktu lainnya yang sudah ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan debat parlementer, debat proposal lebih mengandalkan
pada hasil riset atas fakta-fakta pendukung (evidence). Debat ini juga memiliki
persepsi yang lebih luas mengenai argumen. Misalnya, sebuah proposal alternatif
(counterplan) yang membuat proposal utama menjadi tidak diperlukan dapat
menjadi sebuah argumen dalam debat ini. Walaupun retorika juga penting dan
ikut memengaruhi nilai setiap pembicara, pemenang tiap babak umumnya didasari
atas siapa yang telah “memenangkan” argumen sesuai dengan fakta pendukung
dan logika yang diberikan. Sebagai konsekuensinya, juri kadang-kadang
membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil keputusan karena semua fakta
pendukung harus diperiksa terlebih dahulu.
Di Amerika Serikat, Debat Proposal adalah tipe debat yang lebih populer
dibandingkan debat parlementer. Kegiatan ini juga telah dicoba dikembangkan di
Eropa dan Jepang dan gaya debat ini ikut memengaruhi bentuk-bentuk debat lain.
Di AS, Debat Proposal tingkat SMU diselenggarakan oleh NFL dan NCFL. Di
tingkat universitas, debat ini diselenggarakan oleh National Debate Tournament
(NDT), Cross Examination Debate Association (CEDA), National Educational
Debate Association, dan Great Plains Forensic Conference.
Debat Proposal terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing dua orang
dalam tiap debatnya. Setiap pembicara membawakan dua pidato, satu pidato
konstruktif (8 atau 9 menit) yang berisi argumen-argumen baru dan satu pidato
sanggahan (4, 5, atau 6 menit) yang tidak boleh berisi argumen baru namun dapat
berisi fakta pendukung baru untuk membantu sanggahan. Biasanya, sehabis setiap
pidato konstruktif, pihak lawan diberikan kesempatan untuk melakukan
pemeriksaan silang (cross-examination) atas pidato tersebut. Setiap isu yang tidak
ditanggapi oleh pihak lawan dianggap sudah diterima dalam debat. Dewan juri
secara seksama mencatat semua pernyataan yang dibuat dalam suatu babak
(sering disebut flow).
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler
yang menggunakannya.
Lincoln-Douglas Debate
Nama gaya debat ini diambil dari debat-debat terkenal yang pernah dilakukan di
Senat Amerika Serikat antara kedua kandidat Lincoln dan Douglas. Setiap debat
gaya ini diikuti oleh dua pedebat yang bertarung satu sama lain.
Argumen dalam debat ini terpusat pada filosofi dan nilai-nilai abstrak, sehingga
sering disebut sebagai debat nilai (value debate). Debat LD kurang menekankan
pada fakta pendukung (evidence) dan lebih mengutamakan logika dan penjelasan.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler
yang menggunakannya.

C. KEGIATAN LAIN YANG SERUPA


Model United Nations
Model United Nations adalah kegiatan yang banyak dilakukan di tingkat sekolah
dan universitas di dunia. Dalam kegiatan ini, peserta memainkan peran sebagai
delegasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mewakili negara tertentu (dalam
kompetisi internasional, negara yang diwakili umumnya bukan negara asal
sebenarnya dari tim tersebut).
Di Indonesia, kegiatan ini relatif belum berkembang. Namun, Jakarta International
School (JIS), sebuah sekolah internasional di ibukota, memiliki kegiatan
ekstrakurikuler ini.
Moot court
Kompetisi Moot court biasa dilakukan oleh mahasiswa hukum di tingkat
universitas.
D. MODEL PEMBELAJARAB DEBATE
Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok
kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati
oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan
salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu
seterusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan
menambahkannya bila perlu.
E. MODEL PEMBELAJARAN DEBAT AKTIF
Membuat pembelajaran yang menarik dan sekaligus mengaktifkan siswa banyak
sekali caranya. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan model debat
aktif.

Model debat aktif


Model pembelajaran debat aktif merupakan modifikasi dari model-model diskusi
terbuka yang terjadi di kalangan kampus. Bagaimana membawa suasana debat
tersebut di pada jenjang pendidikan yang lebih rendah. Dimana pelaku debat
adalah siswa SD yang belum banyak menguasai konsep atau argumentasi yang
kuat untuk mempertahankan pendapatnya?
Model pembelajaran debat aktif tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
Buatlah sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap materi yang telah kita
berikan sebelumnya. Misalnya “ayam sebenarnya juga termasuk binatang
carnivora (pemakan daging)”.
Bentuk siswa dalam 2 kelompok besar di dalam kelas.
Satu kelompok adalah sebagai kelompok “PRO” atau pendukung pernyataan
tersebut, sementara satu kelompok yang lain adalah sebagai kelompok KONTRA
atau kelompok yang menolak pernyataan tersebut.
Silahkan tanyakan kepada kelompok PRO, mengapa mereka mendukung
pernyataan tersebut. Alasan-alasan apa yang menguatkan pernyataan tersebut?
Sementara untuk kelompok KONTRA harus mempertahankan pendapatnya
tersebut juga disertai dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.
Atur lalu-lintas debat agar tidak terjadi “Debat kusir”.

F. LANGKAH LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


1. Guru membagi dua kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya
kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh
kedua kelompok diatas
3. Setelah selesai membaca materi guru mrnunjuk salah satu anggota kelompok
pro untuk berbicara, saat itu ditanggapi atau dibantah oleh kelompok kontra.
Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan
pendapatnya
4. Sementara siswa menympaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide darisetiap
pembicaraan dipapan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum terungkap
6. Dari data-data yang ada di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan atau rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
G. KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT
1. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah
diberikan.
2. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan.
3. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

H. KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


1. Ketika menyampaikan pendapat saling berebut
2. Saling adu argument yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi
3. Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai
berargumen hanya diam dan pasif.

MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

Ibarat pakaian yang penuh variasi lengkap dengan berbagai corak warna dan
modelnya, semua itu adalah dengan tujuan agar si pemakai merasa nyaman, aman,
terlindung, juga agar merasa percaya diri dan dihargai/dihormati orang lain. Orang
lain yang memandang cara berpakaian pun akan merasa senang, simpati, bahkan
mungkin tertarik akan performa dan potongan/model pakaian tersebut. Maka
secara lugas dapat dikatakan bahwa tujuan daripada berpakaian sudah tercapai.

Demikian juga dengan pembelajaran. Banyak ragam strategi pembelajaran,


pendekatan, metode pembelajaran dan juga model pembelajaran. Tujuan
dilaksanakannya berbagai macam strategi pembelajaran, metode pembelajaran
dan model pembelajaran adalah agar guru/pendidik lebih mudah, lebih efektif dan
efisien dalam menerapkan suatu pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai secara maksimal.
Bagi peserta didik akan menimbulkan perasaan senang, termotivasi, tertantang
sehingga pembelajaran pun menjadi lebih bermakna dan PAIKEM (Pembelajaran
Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan ). Tidak ada lagi pembelajaran
yang monoton dan menjemukan.
Khusus model pembelajaran, ternyata jumlahnya cukup banyak. Hal ini karena
selalu ada inovasi-inovasi baru yang dilakukan oleh kalangan guru/pendidik, ahli
pendidikan dan kaum cerdik cendikiawan baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
Efektif atau tidaknya suatu model pembelajaran diterapkan, tidak ditentukan oleh
kecanggihan suatu model pembelajaran saja, karena pada prinsipnya tidak ada
satu model pembelajaran pun yang terbaik. Model pembelajaran yang terbaik
adalah model pembelajaran yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dari
sekian model pembelajaran, berikut penulis sampaikan salah satu contoh model
pembelajaran yakni model pembelajaran Artikulasi.

1. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan


berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan
model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima
pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut
siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil
yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas
mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep
pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Artikulasi
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua
orang.
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru
diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan
kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya
dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil
wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami
siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
3. Kelemahan dan kelebihan Pembelajaran Artikulasi
Kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran artikulasi ini antara lain:
A. Kelemahannya:
a. Untuk mata pelajaran tertentu
b. Waktu yang dibutuhkan banyak
c. Materi yang didapat sedikit
d. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e. Lebih sedikit ide yang muncul
f. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

B. Kelebihannya:
a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b. Melatih kesiapan siswa
c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
d. Cocok untuk tugas sederhana
e. Interaksi lebih mudah
f. Lebih mudah dan cepat membentuknya
g. Meningkatkan partisipasi anak

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
artikulasi.html#ixzz2uZYtdYcN

Model Pembelajaran Role Playing

Model Pembelajaran Role Playing

A. Metode Role Playing


adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada apa yang diperankan.
B. Tujuan pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran
dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya
menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik
didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati
oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-
masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul
dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta
masalahnya.

C. langkah-langkah model pembelajaran role playing


Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario
pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut,
pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk
melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran
yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan
dan refleksi.

D. Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran Role Playing


Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk ‘menghadirkan’
peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di
dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar
peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun
kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/
alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran ini
lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan
bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan
dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing
murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain
itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana
pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).

Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai
dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002). Lebih lanjut prinsip
pembelajaran PKn standar kompetensi memahami kebebasan berorganisasi, dan
menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan
suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan
melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan
lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam
pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses
pembelajaran tidak mungkin terjadi
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan,
manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat
memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan
ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari.
Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk
kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan
karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan
merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa,
sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)
E. kelebihan dan kekurangan role playing

Kelebihan Metode Role Playing

Kelebihan metode Role Playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi,


mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.
Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu,
kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:

1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.


2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam
situasi dan waktu yang berbeda.
3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu
melakukan permainan.
4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping
merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
5) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis
dan penuh antusias
6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat
memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan
siswa sendiri
8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat
menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja

Kelemahan Metode Role Playing

Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia tidak ada yang
sempurna,semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat metode
Role Playing dalam dalam cakupan cara dalam prooses mengajar dan belajar
dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan.

Kelemahan metode role palying antara lain:

1. Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak


2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun
murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerlukan suatu adegan tertentu
4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan,
bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan
pengajaran tidak tercapai
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-role-
playing.html#ixzz2uZYxvua6

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION


MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran


kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan
yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui
internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para
siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa
untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif
dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian
atau enquiri, pengetahuan atauknowledge, dan dinamika kelompok atau the
dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini
adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan
memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang
diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok
saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling
bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.

Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk
melakukan metode Group Investigationadalah:

1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat


kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari
informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian
siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk
mengerjakan lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif.

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka


butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan
mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran Guru.

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-


kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa
mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam
interaksi kelompok.

Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi


beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik
yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan
atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang
mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya di depan kelas.

1. Langkah-Langkah dalam Menggunakan Model Group Investigation

Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007),


dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang
biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task
oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas
dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah
dipilih dari langkah 1 diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b).
pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi
yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik
yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada
langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang
menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir


Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok
dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok


terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap
siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

1. Tahapan-tahapan Dalam Group Investigation

Enam Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group


Investigationdapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh
(2005:29-30):

Tahap I
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk
memberi kontribusi apa yang akan mereka
Mengidentifikasi topik
selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan
dan membagi siswa ke
heterogenitas.
dalam kelompok.
Kelompok akan membagi sub topik kepada
Tahap II seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
Merencanakan tugas. bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
Tahap III mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan
dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam
Membuat penyelidikan. pengetahuan baru dalam mencapai solusi
masalah kelompok.
Tahap IV
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
Mempersiapkan tugas yang akan dipresentasikan di depan kelas.
akhir.
Tahap V
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Mempresentasikan tugas Kelompok lain tetap mengikuti.
akhir.
Tahap VI
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
telah diselidiki dan dipresentasikan.

1. Ciri-Ciri Model Group Investigation


Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit diterapkan
dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-ciri,
yakni sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationberpusat pada


siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga
siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

2. pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan


berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat,
saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok
bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

3. pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsiswa dilatih


untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua
kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

4. adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

5. pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsuasana


belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini
dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya
dalam membahas materi pembelajaran.

1. Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation

Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model pembelajaran group


investigation juga mempunyai kelemahan dan kelebihan, yakni sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran model group investigation:

1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki


dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan
pendapatnya.
5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation:

Model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang


kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga
membutuhkan waktu yang lama.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
group-investigation.html#ixzz2uZZPsRyR

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

1. Pengertian
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat
mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan
lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).

Jadi ,model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model


pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student
oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan
memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa
secara maksimal.dan menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran., Belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di
dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran
yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil
penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan
dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut
tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul
dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator,
moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi
siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan
pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan
akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Bertukar


Pasangan)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu dia akan
memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu. Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46)
mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

3. Langkah-langkah pembelajarannya
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk
pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok
yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini
saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan
kepada pasangan semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

4. Keunggulan dan Kelemahannya


Keunggulan :
1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat
pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya
(bila kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada
temannya untuk mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.

5. Contoh model pembelajarannya


Pada Kompetensi Dasar (KD) Menaati Peraturan Perundang-undangan Nasional.
misalnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok masing masing mempunyai
tugas berbeda. Misalnya mempelajari sikap kritis terhadap peraturan perundangan
yang tidak mengakomodasi aspirasi rakyat , sikap patuh terhadap peraturan
perundangan nasional.
Kemudian masing-masing anggota kelompok membentuk kelompok
baru,sehingga kelompok baru tersebut tersebut berisi siswa dari grup sikap kritis
dan sikap patuh dan seterusnya.
Dalam kelompok baru tersebut setiap siswa menerangkan apa yang telah
dipelajari.Ada penilaian antar siswa dalam kelompok baru tersebut. Meliputi
keaktivan, dalam diskusi serta kemampuan menerangkan dan kemampuan
menjawab pertanyaan.

KESIMPULAN
Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat
mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan
lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).
Dan ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Bertukar
Pasangan) Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk
pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok
yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini
saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan
kepada pasangan semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

Keunggulan :

1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.


2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat
pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.
Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya
(bila kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada
temannya untuk mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
bertukar-pasangan.html#ixzz2uZZWKdYa

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

Pengertian model pembelajaran snowball throwing


Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing
yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai
model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang
digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara
sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran siswa Pkn, model Snowball Throwing ini memadukan pendekatan
komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.

Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis,
karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara.
Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan
melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan
mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan
dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau
informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks.
Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu
dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks
komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan lingkungan pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari
guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti
bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa
menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk
bola tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.

Kesimpulan:
Penggunaan pendekatan pembelajaran snowball throwing dalam meningkatkan
keaktifan belajar siswa ini dirasakan cukup efektif karena mampu menumbuh
kembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam diri siswa.
Di sini siswa akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara
cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan
analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai
persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam model pembelajaran snowball throwing ini kurang tepat digunakan
untuk mata pelajaran atau bidang study ilmu pengetahhuan social. Karena ilmu
pengetahuan social adalah ilmu yang cakupan materi pembelajarannya sangat
luas, membutuhkan pengembangan yang mendalam karena materinya selalu
berkembang. Sedangkan di sini pembelajaran hanya berkutat pada pengetahuan
siswa saja. Jadi, yang lebih tepat menggunakan model pembelajaran snowball
throwing ini adalah jenis-jenis mata pelajaran ilmu pengetahuan alam atau eksak
yang cenderung menggunakan rumus yang relatif tetap. Guru akan lebih mudah
mengarahkan jalannya pembelajaran di kelas.

Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Penngetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
snowball-throwing.html#ixzz2uZZZU5Zc

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model


pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat
pada rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih
siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam
merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu
pembelajaran pada apresiasi drama akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara
aktif ikut serta baik itu dalam kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi
sastra sebagai pelakunya.

Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/KD.
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya,
misalnya melalui bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup
Kelebihan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan
ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.

Kekurangan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining:


1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif
Kesimpulan
Dalam Model pembelajaran ini akan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkap apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang materi
pembelajaran yang akan dipresentasikan maka siswa akan lebih bisa mengerti dan
mampu memahaminya untuk mengungkapkan ide, selain itu juga dapat mengajak
peserta didik mandiri dalam mengembangkan potensi mengungkapkan gagasan
berpendapat.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pengertian-model-
pembelajaran-student.html#ixzz2uZZdtnxx
MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY

MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY

1. Pengertian

Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model


pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan
menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar maka
siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau yel-yel lainnya yang
disukai.

Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model
pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana
pembelajaran di dalam kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para
siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model pembelajaran course
review horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara benar
maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel
yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa
itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode
pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal
dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah
dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan
jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus
langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.

Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini


pengujian pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi
nomor untuk menuliskan jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu
mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus langsung segera
menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.

Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara
terarah maka seiring dengan perkembangan dunia pendidikan
pembelajaran Corse Review Horay menjadi salah satu alternative sebagai
pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Pembelajaran
Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke
dalam kelompok-kelompok kecil.

Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu


pembelajaran dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa
menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk
menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda
benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui Pembelajaran
Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Course Review Horay

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan


tanya jawab

3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.

4. Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak


sesuai dengan kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.

5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya


didalam kartu atau kotak yang nomornya disebutkan guru.

6. Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu
atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.

7. Bagi yang benar,siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung


berteriak horay atau menyanyikan yel-yelnya.

8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak
horay .

9. Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau


yang banyak memperoleh horay.

10. Penutup

C. Kelebihan Model Pembelajaran Corse Review Horay

a. Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun


kedalamnya.
b. Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan
sehingga suasana tidak menegangkan.
c. Siswa lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung
menyenangkan
d. Melatih kerjasama

D. Kelemahan Model Pembelajaran Course Review Horay

a. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan


b. Adanya peluang untuk curang
Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-course-review-horay.html#ixzz2uZZtkw00

 Model Pembelajaran Talking Stick


 Model Pembelajaran Talking Stick
 Sejarah Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya


digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang
berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan
antarsuku), sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini :The
talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means
of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in
council circles to decide who had the right to speak. When matters of great
concern would come before the council, the leading elder would hold the
talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had
to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after
him would take it. In this manner, the stick would be passed from one
individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick
was then passed back to the elder for safe keeping.
Artinya:

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku


Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat
berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang
mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan
membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan
pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya.
Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang
lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke
ketua/pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan
secara bergiliran/bergantian.

B. Talking Stick Sebagai Model Pembelajaran

Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model


pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang
tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari
materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan
bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara,
pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan
membuat siswa aktif. Langkah-langkah penerapannya dapat dilakukan
sebagai berikut.
1. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.
2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari
materi pelajaran.
4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
5. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari
isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.
6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota
kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok
yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru.
7. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota
kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
8. Guru memberikan kesimpulan.
9. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun
individu.
10. Guru menutup pembelajaran.

C. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).

Kekurangan:
Membuat siswa gelisah, gundah gulana dan lain2 (becanda).

D. Kesimpulan

1. talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara


(berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.
2. Model pembelajaran ini membuat anak didik ceria, senang, dan melatih
mental anak didik untuk siap pada kondisi dan siatuasi apapun

 Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-talking-stick.html#ixzz2uZZyAQpF
 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN

 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN
 Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi dan Eksperimen ialah suatu
upaya atau praktek dengan menggunaka peragaan yang di tujukan pada
siswa yang tujuannya ialah agar supaya semua sisiwa lebih mudah dalam
memahami dan mempraktekan dari apa yang telah di perokehnya dan
dapat mengatasi sutu permasalah apabila terdapat perbedaan .

Metode Demonstrasi

1. Pengertian Metode Demonstrasi

Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi ialah metode mengajar


dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau
untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan
tertentu pada siswa.

Untuk memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat di lakukan


oleh guru atau anak didik itu sendiri. Metode Demonstran cukup baik
apabila di gunakan dalam penyampaian bahan pelajaran fiqih, misalnya
bagaiamana cara berwudu, shalat, memandikan orang mati, tawaf pada
waktu haji,dan yang lainnya.

2. prinsip-prinsip metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Menciptakan suasana/hubungan baik dengan siswa sehingga ada


keinginan dan kemauan dari siswa untuk menyaksikan apa yang
didemonstrasikan;
b. Mengusahakan agar demonstrasi itu dapat jelas bagi siswa yang
sebelumnya tidak memahami, mengingat siswa belum tentu dapat
memahami apa yang dimaksud dalam demonstrasi karena keterbatasan
daya ingat;
c. Memikirkan dengan cermat sebelum mendemonstrasikan suatu pokok
bahasan/topik tertentu tentang adanya kesulitan yang akan ditemui siswa
sambil memikirkan dan mencari cara untuk mengatasinya.
Aspek penting dalam metode demonstrasi:
a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar bila alat yang
digunakan untuk mendemonstrasikan tidak dapat diamati dengan seksama
oleh siswa;
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti oleh aktivitas di
mana siswa sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadikan aktivitas
mereka sebagai pengalaman yang berharga;
c. Tidak semua hal yang didemonstrasikan di dalam kelas, misal alat
terlalu besar;
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis;
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan landasan teori dari apa
yang akan didemonstrasikan;
f. Persiapan dan perencanaan yang matang
g. Metode belajar sebagai tindakan dan langkah konkrit tidak dapatlepas
dari filosofi yang mendasarinya. Dasar filosofi ini bersifat lebih abstrak
yang melihat totalitas manusia sebagai pelaksana pendidikan baiksebagai
pendidik maupun peserta didik. Sebagai pendidik, manusia mempunyai
tanggung jawab untuk mentransfer dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan pada peserta didik. Sebagai
peserta didik, manusia dilihat sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan sumber dayanya, baik aspek penalarannya,
aspek sikap hatinya maupun aspek keterampilan perilakunya. Sebagai
khalifah/wakil Allah di muka bumi, manusia harus mencerminkan sifat-
sifat Ilahiyah dalam kehidupan dunia di muka bumi ini. Untuk dapat
memerankannya manusia harus mengembangkan
potensinya baik dari segi intelektualnya, moralnya maupun profesionalnya.
Pengembangan ini tidak lain melalui proses pendidikan

3. Adapun aspek yang penting dalam menggunakan Metode Demonstrasi


adalah:

a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar apabila alat yang di
Demonstrasikan tidak bisa di amati dengan seksama oleh siswa. Misalnya
alatnya terlalu kecil atau penjelasannya tidak jelas.
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak di ikuti oleh aktivitas di
mana siswa sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadi aktivitas
mereka sebagai pengalaman yang berharga.
c. Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas karna sebab alat-alat
yang terlalu besar atau yang berada di tempat lain yang tempatnya jauh
dari kelas.
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan landasan teori dari apa
yang akan di Demonstrasikan.

Dan adapun sebaiknya dalam Mendemonstrasikan pelajaran tersebut guru


harus terlebih dulu Mendemonstrasikan dengan sebaik-baiknya, baru di
ikuti oleh murid-muridnya yang sesuai dengan petunjuk.

4. Adapun dalam metode demonstran ini memiliki kelebihan dan ada juga
kekurangannya sebagaimana yang akan di paparkan di bawah ini.

Kelebihan metode demonstran adalah:

• Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat yang di anggap
penting oleh guru dapat di amati
• Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang di
Demonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan
mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain
• Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses
belajar
• Dapat menambah pengalaman anak didik
• Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan
• Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pengajaran lebih jelas dan
kongkrit
• Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap
siswa karna ikut serta berperan secara langsung.

Setelah melihat beberapa keuntungan dari metode demonstransi tersebut,


maka dalam bidang setudi agama, banyak hal-hal yang dapat di
demonstrasikan terutama dalam bidang ibadat, seperti pelaksanaan shalat,
zakat dan yang lainnya.
Apabila teori menjalankan ibadah yang betul dan baik telah di miliki oleh
anak didik, maka guru harus mencoba mendemonstrasikan di depan para
murit. Dan apabila anak didik sedang mendemonstrasikan ibadah, guru
harus mengamati langkah dari langkah dari setiap gera-gerik murid
tersebut,
sehingga apabila ada kesalahan atau kekurangannya guru berkewajiban
memperbaikinya. Tindakan mengamati segi-segi yang kurang baik lalu
memperbaikinya akan memberikan kesan yang dalam pada diri anak didik,
karna guru telah memberi pengalaman kepada anak didik baik bagi anak
didik yang menjalankan Demonstrasi ataupun bagi yang menyaksikannya.

Dari segi kelemahan atau metode demonstran adalah:

• Memerlukan waktu yang cukup banyak


• Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang
efesien
• Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-
bahannya
• Memerlukan tenaga yang tidak sedikit
• Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif.

5. Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode demonstrasi adalah:

a. Perencanaan
Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah ;
a. Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang
di harapkan dapat tercapai setelah metode demontrasi berakhir
b. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
di laksanakan
c. Memperhitungkan waktu yang di butuhkan
d. Selama demonstrasi berlangsung guru haru intropeksi diri apakah:
• Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas oleh siswa
• Apakah semua media yang di gunaka telah di tempatkan pada posisi
yang baik, hingga semua siswa dapat melihat semuanya dengan jelas
• Siswa di sarankan membuat catatan yang dianggap perlu
e. Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak didik
b. Pelaksanaannya:
Hal-hal yang mesti di lakukan adalah:
1. Memeriksa hal-hal tersebut di atas untuk kesekian kalinya
2. Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa
3. Mengingat pokok-pokok materi yang akan di demonstrasikan agar
mencapai sasaran
4. Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya mengikuti demonstrasi
dengan baik
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif
6. Menghindari ketegangan

6. Evaluasi:

Dalam kegiatan evaluasi ini dapat berupa pemberian tugas, seperti


membuat laporan,menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut,
baik di sekolah ataupun di rumah.

7. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode demonstrasi


tersebut adalah:
• Rumuskan secara spesific yang dapat di capai oleh siswa.
• Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan demontrasi secara
teratur sesuai dengan skenario yang telah di rencanakan.
• Menyipkan peralatan yang di butuhkan sebelum demonstrasi dimulai.
• Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut sesuai dengan
kenyataan sebenarnya.

B. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Metode Eksperimen adalah Metode atau cara di mana guru dan murit
bersama-sama mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk
mengetahui pengaruh atau akibat dari sesuatu aksi.
Sedangkan menurut Ramayulis, dalam bukunya “Metodologi pendidikan
agama Islam” mendefinisikan bahwa Metode Eksperimen ialah suatu
metode mengajar yang di lakukan murid untuk melakuka percobaan-
percobaan pada mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat tidak memberikan pengertian jelas,
ia hanya mengatakan bahwa Metode Eksperimen adalah metode percobaan
yang biasanya di lakuka dalam mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Departeman Agama memberi definisi bahwa Metode
Eksperimen adalah peraktek pengajaran yan melibatkan anak didik pada
pekerjaan akademis, latihan dan pemecahan masalah atau topik seperti:
shalat, puasa, haji, pembangunan masarakat dan lain-lainnya.

b. Metode Eksperimen dalam pendidikan Agama Islam


Hal yang menarik tentang metode ini dalam pendidikan agama Islam ialah
bahwa metode ini ada kolerasinya dengan pendidikan agama Islam
terutama bidang studi fiqih.
Kongkritnya adalah Ketika ingin membuktikan apakah segenangan air
termasuk air suci atau air najis atau air yang suci tidak mensucikan, maka
hal ini harus di buktikan secara langsung dan di adakan penelitian secara
ilmiah, maka metode Eksperiman dapat membuktikannya dengan tepat.

c. Target metode Eksperimen

Adapun target Metode Eksperimen adalah


1) Murit dapat membuktikan kebenaran riil dari teori-teori hukum yang
berlaku
2) Diharapkan dengan metode ini murit dapat kepuasan dari hasil
belajarnya

d. Langkah-langkah metode eksperimen


• Menerangkan Metode Eksperimen
• Membicarakan terlebih dahulu permasalahan yang seknifikasi untuk di
angkat
• Sebelum guru menetapkan alat yang di perlukan langkah-langkah apa
saja yang harus di variebel-variebel apa yang harus di kontrol
• Setelah eksperimen di lakukan guru harus mengumpulkan laporan,
memproses kegiatan, dan mengadakan tes untuk menguji pemahaman
murit

e. Kelebihan dan kekurangan Metode Eksperimen ialah:


1) Kelebihannya

• Menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan sendiri sebuah


permasalahan
• Dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik

2) Segi kekurangannya

• Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini


• Murid yang kurang mempunyai daya intelektual yang kuat kurang baik
hasilnya.

Sebaiknya Metode Eksperimen ini di terapkan bagi pelajaran-pelajaran


yang belum di ajarka atau di terangkan oleh metode lain sehingga Metode
Eksperimen ini terasa benar fungsinya bagi siswa.

Hal-hal yang Perlu di perhatikan dalam melakukan Metode Eksperimen


adalah sebagai berikut;
1. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang di butuhkan
2. Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen
3. Sebelum di laksanakan eksperimen siswa terlebih dahulu di berikan
penjelasan dan petunjuk-petunjuk seperlunya

1. Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan


percobaan yang telah di rencanakan bila hasilnya belum memuaskan dapat
di ulangi lagi untuk membuktikn kebenaranya
2. Setiap kelompok atau individu dapat melaporkan hasil percobaanya
secara tertulis.

C. Metode Demonstrasi dan Eksperimen

Metode Demonstrasi Dan Eksperimen ini cocok digunakan apabila:


1. Untuk memberikan latihan keterampilan tertetu pada siswa.
2. Untuk memudahkan penjelasan yang di berikan agar siswa langsung
mengetahui dan dapat terampil dan melakukannya.
3. Untuk membantu siswa dalam memahami sesuatu proses secara cermat
dan teliti.

Keuggulan Metode Demonstrasi dan Eksperiaen ini adalah:

a. Perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya pada anak yang di


Demonstrasikan atau di Eksperienkan
b. Memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk ingatan yang
kuat dan keterampilan dalam berbuat
c. Hal-hal yang menjadi teka-teki siswa dapat terjawab melalui eksperimen
d. Menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil kesimpulan karena
mereka mengamati secara langsung jalannya proses demonstrasi yang di
adakan atau eksperimen.

Kelemahan Metode Demonstrasi dan Eksperimen adalah:


1. Persiapa dan pelaksanaannya memakan waktu lama
2. Metode ini tidak efektif apabila tidak di tunjang dengan peralatan yang
lengkap sesuai dengan kebutuhan
3. Sukar di laksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk
melaksanakannya

Saranya Untuk Metode Demonstrasi dan Eksperimen


1. Lakukan Metode Demonstrasi dan Eksperimen dalam hal-hal yang
bersifat praktis dan urgent dalam masarakat
2. Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar murid-murid
mendapatkan pengertian yang jelas, pembentukan sikap serta kecakapan
praktis
3. Usahakan agar semua anak dapat mengikuti demonstrasi dan
eksperimen
4. Berilah pengertian sejelas-jelasmya landasan teori dari apa yang hendak
di demonstrasikan maupun di eksperimenkan

Kesimpulan

Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan


menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu dengan jalan
mendemonstrasikan terlebih dulu kepada siswa
Metode ini dapat menghilangkan varbalisme sehingga siswa akan semakin
memahami materi pelajaran. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan agar metode ini dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

Metode Eksperimen adalah suatu metode di mana murid melakukan


pekerjaan akademis dalam mata pelajaran tertentu dengan menyaksikan
peragaan-peragaan tersebut.
Namun yang perlu di perhatikan oleh guru tentang Metode Demonstrasi
dan Eksperimen ialah karna kedua metode ini memiliki kekurangan dan
kelebihan.


Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-
demonstrasi-dan-eksperimen.html#ixzz2uZaOCi2m
 Model pembelajaran Explicit instruction
 Model pembelajaran Explicit instruction
 Pengertian

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar


siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.

Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat


membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh
informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan
mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan
Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu
:”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and
knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes
here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru
menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung
jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab
yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan,
menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang
dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa
untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari
serta memberikan umpan balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses


belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang
sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction
model was specifically designed to promote student learning of procedural
knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be
taught in a step-by-step fashion.”

Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is


a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation
and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA
direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a
learning environment that businesslike and task-oriented.” Hal yang sama
dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27), bahwa suatu pelajaran
dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1)
penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)
pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi
tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4)
mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan
latiham mandiri.

B. Prinsip

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya


algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar
siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
Sintaknya adalah:
1. sajian informasi kompetensi,
2. mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural,
3. membimbing pelatihan-penerapan,
4. mengecek pemahaman dan balikan,
5. penyimpulan dan evaluasi,
6. refleksi.
C. Kesimpulan
Model pembelajaran explicit instruction merupakan model pembelajaran
secara langsung agar sisiwa dapat memahami serta benar-benar
mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktiv dalam suatu
pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat cocok diterapakan
dikelas dalam materi tertentu yang bersifat dalil pengetahuan agar proses
berpikir siswa dapat mempunyai keterampilan procedural.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.

 Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-explicit-instruction.html#ixzz2uZaSlNPM

MODEL PEMBELAJARAN CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and


Composition)

A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC


Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis
secara koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC
(Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran
khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan
ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini


dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu
dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected
(keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model
shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur)
dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan
ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga
terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model
pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan.

Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar
untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan
(Learning to live together), (Depdiknas, 2002).

B. Langkah – Langkah Pembelajaran CIRC


Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang
suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media
lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa
untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru,
dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal.
Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha
melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada
dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta
menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan
memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-
tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih
berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa
merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.
Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan
hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap
menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC
Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan
kebutuhan anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar
anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir
anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis
(bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan
anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah
belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru
dalam mengajar (Saifulloh, 2003).

D. Kekurangan Model Pembelajaran CIRC


Kerurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang
menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata
pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip
menghitung.

E. Kesimpulan
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model
ini siswa dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam
kehidupan dengan materi yang dijelaskan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-circ-
cooperative.html#ixzz2uZamkHzS

MODEL PEMBELAJARAN INSIDE – OUTSIDE – CIRCLE (LINGKARAN


BESAR – LINGKARAN KECIL)
Teknik mengajar lingkaran besar dan lingkaran kecil (inside – outside – circle)
dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa
agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan.
Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan
yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antar siswa. Salah satu
keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas yang memungkinkan
siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat danteratur.
Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.

Langkah-langkah :
1. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri
membentuk lingkaran kecil dan menghadap ke luar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama
menghadap ke dalam.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil
danhttp://www.scribd.com/doc/50827028/73/INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE-
LINGKARAN-KECIL-LINGKARAN-BESAR besar berbagi informasi.
Pertukaran informasi bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan.
4. Kemudian siswa yang di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang
di lingkaran besar bergeser, satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi
demikian seterusnya.

Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang
berbeda dengan singkat dan teratur.

Kelebihan :
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang bersamaan.
Kekurangan :
Membutuhkan ruang kelas yang besar.Ø
Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau, juga
rumit untuk dilakukan.Ø

Materi yang cocok dengan model pembelajaran.


1. IPA kelas 5 Bab V
Penyesuaian Makhluk Hidup
a. Penyesuaian diri pada hewan
1. Penyesuaian diri untuk memperoleh makanan.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari musuhnya.
b. Penyesuaian diri pada tumbuhan
1. Penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari musuhnya.

Alasan :
Pada pembelajaran dengan menggunakan model outside – inside – circle
(lingkaran besar – lingkaran kecil) ini. Terlebih dahulu guru menyampaikan
informasi dengan menjelaskan isi materi (penyesuaian makhluk hidup). Menurut
saya materi penyesuaian makhluk hidup sangat cocok untuk model outside –
inside – circle (lingkaran besar – lingkaran kecil). Karena materi ini sering
ditemui anak dalam kehidupan sehari-hari, melalui penjelasan dari guru tentang
penyesuaian makhluk hidup maka anak memadukan apa yang dilihatnya dalam
kehidupan sehari-hari dengan informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga
pada saat anak membentuk lingkaran besar dan lingkaran kecil yang selanjutnya
anak akan menyampaikan informasi, anak mudah mengingat informasi yang akan
dia sampaikan kepada teman pasangannya, materi ini juga memiliki cakupan
isi/materi yang cukup banyak sehingga memudahkan guru untuk membagi materi
sesuai dengan siswa yang membentuk lingkaran, karna masing masing-masing
anak membawa informasi yang berbeda untuk teman pasangannya.

2. IPA Kelas 5 Bab XIV


Sumber Daya Alam
a. Sumber Daya Alam di Lingkungan Sekitar
1. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
b. Penggunaan Sumber Daya Alam
1. Mineral
2. Kegiatan manusia yang mengubah permukaan bumi

Alasan :
Pada pembelajaran menggunakan model outside – inside – circle (lingkaran besar
– lingkaran kecil). saya materi ini cocok untuk model inside (outside – circle)
(lingkaran besar – lingkaran kecil) karena materinya dapat dikembangkan oleh
anak berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka. Misalnya : materi tentang
kegiatan manusia yang mengubah permukaan bumi, jika guru menggunakan soal
pertanyaan dalam pertukaran pikiran dan informasi untuk setiap anak, maka
mempermudah pekerjaan guru dalam membuat pertanyaan, pertanyaan yang sama
dapat diberikan kepada beberapa anak, karena kemungkinan jawaban yang akan
mereka dapat dari teman pasangannya berbeda. Dengan model pembelajaran
outside – inside – circle materi akan mudah dipahami oleh anak karena materi ini
dapat disampaikan dengan singkat dan eratur, misalnya berkaitan dengan sumber
daya alam yang dapat diperbaharui, dan tidak dapat diperbaharui, sehingga
dengan model pembelajaran outside – inside – circle ini cakupan materi yang
cukup luas dapat dipahami dan dikembangkan oleh anak.

3. Pendidikan kewarganegaraan kls XI Semester II


Pentingnya nilai dalam kehidupan
Pentingnya nilai dalam kehidupan bangsaØ
Pancasila sebagai sumber nilaiØ
a. Pancasila sebagai sumber nilai hokum
b. Pancasila sebagai sumber nilai etik
Menurut saya materi ini cocok dan bias digunakan dalam model pembelajaran
IOC dikarnakan materi yang disampaikan tidak terlalu sulit dan melatih tingkat
pemikiran siswa karna yang dibahas dalam materi ini menyangkut kehidupan
sehari-hari dan bangsa.

Contoh RPP model pembelajaran ini :


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
Model pembelajaran IOC

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan


Kelas / semester : XI / (dua)
Hari / tanggal :
Alokasi Waktu : 2 JP x 40 menit

St standar Kompetisi :
Menganalisis pentingnya nilai dalam kehidupan

K kompetisi Dasar :
Mendiskripsikan pentingnya nilai dalam kehidupan bangsa
Mendeskripsiskan pancasila sebagai sumber nilai
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma hokum
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma etik

A. Indikator :
Menjelaskan pentingnya nilai pancasila dalam kehidupan

B. Tujuan pembelajaran :
1. memahami pentingnya nilai dalam kehidupan
2. Mengetahui pentingnya nilai pancasila sebagai norma hukum
3. Mengetahui pentingnya pancasila sebagai sumber nilai etik

C. Materi pembelajaran :
• LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI semeeter II
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh,
orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai
buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah
berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam
kehidupan sehari-hari.
pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan,
kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma
moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
pancasila adalah nilai moral
D. Metode Pembelajaran
1. Kerja kelompok
2. Presentasi
3. Diskusi
4. Tanya jawab
E. Langkah-langkah Pembelajaran :
1. Pendahuluan
1) Salam, sapa dan berdo’a bersama
2) Apersepsi tentang materi
3) Membagi kelompok yng anggotanya 4 orang secara heterogen berdasarkan
tingkat kemampuan membaca.
2. Kegiatan Inti
1) Menjelaskan pembagian tugas kelompok
2) Guru memberikan wacana / kliping sesuai topic pembelajaran
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kerja.
4) Mempresentasikan / membaca hasil kelompok.
3. Kegiatan akhir
1) Guru menyimpulkan materi bersama murid
2) Penutup

F. Sumber bahan :
– Buku paket buku paket pendidikan kewarganegaraan kelas XI semester II
– LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI semeeter II
– Kliping tentang pentingnya nilai dalm kehidupan berbangsa dan bernegara

G. Penilaian
– Test perbuatan dalam kegiatan
– Tes lisan

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
inside-outside.html#ixzz2uZauLNPm

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING (TEBAK


KATA)

A. Pengertian
Metode ini berguna untuk kelas yang aktif dalam kelas. Pengertian aktif terdapat 2
(dua) macam, yaitu:
1. aktif dalam arti selalu atau suka berbicara meski tidak dalam pembelajaran,
2. aktif dalam arti siswa mau dan mampu berfikir dan bertanya jika menemukan
kesulitan.
Dalam buku Cooperative Learning PAIKEM oleh Agus Suprijono menjelaskan
pembelajaran aktif yaitu; Pembelajaran adalah proses belajar dengan
menempatkan peserta didik sebagai center stage performance, dengan proses
pembelajaran yang menarik sehingga siswa dapat merespon pemelajaran dengan
suasana yang menyenangkan. Sedangkan aktif adalah siswa atau peserta didik
mampu dan dapat bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Maka dari itu, berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan
lingkungan sekitar atau tidak terbatas pada empat dinding kelas. Melainkan
pembelajaran dapat terlaksana dengan pendekatan lingkungan menghapus
kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta terhadap lingkungan sekitar.
Sedikit contoh metode Pembelajaran Aktif yaitu dengan Metode Tebak kata.
Model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran yang menggunakan
media kartu teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki.
Permainan tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal
teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain
anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep
pelajaran IPS dalam ingatan siswa. Jadi, guru mengajak siswa untuk bermain
tebak kata dengan menggunakan media kartu dari kertas karton dalam mata
pelajaran IPS.

Dalam menerapkan metode permainan ada beberapa hal yang harus disiapkan
adalah sebagai berikut :
1. siapkan materi yang akan di sampaikan.
2. siapkan bahan ajar yang di butuhkan.
3. siapkan kata kunci yang akan di pertanyakan.
Media: :
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang
mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran
5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti
dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan di telinga.

Langkah-langkah :
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan
pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2
cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau
diselipkan ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang
tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam
kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di
dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu
boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh
mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
6. Dan seterusnya
CONTOH KARTU:
BERDASARKAN SIKAP YANG DITUNJUKKAN.
• tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif
• yang dicari adalah kambing hitam bukan peraturannya yang mungkin salah.

TIPE BUDAYA POLITIK APAKAH AKU…?

JAWABAN:

TIPE BUDAYA POLITIK MILITAN

B. Prinsip atau Ciri-Ciri


• Pembelajaran berlangsung menyenangkan
• Siswa diarahkan untuk aktif
• Menggunakan media kartu
C. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pemanfaatannya
• Kelebihannya :
a. anak akan mempunyai kekayaan bahasa.
b. Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
c. Siswa menjadi tertarik untuk belajar
d. memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa.
• Kekurangannya :
a. memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan.
b. Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju
karena waktu terbatas.
D. Kesimpulan
Jadi, mopdel pembelajaran Tebak Kata merupakan salah satu model pembelajaran
Cooperative Lerning, dengan proses pembelajaran yang menarik agar siswa
menjadi berminat atau tertarik untuk belajar, mempermudah dalam menanamkan
konsep-konsep dalam ingatan siswa. Selain itu siswa juga diarahkan untuk aktif,
yaitu siswa atau peserta didik mampu dan dapat bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
cooperative-learning.html#ixzz2uZaxj99D

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

 Pengertian

Model pembelajaran Word Square merupakan pengembangan dari metode


ceramah yang diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui pengelompokkan
metode ceramah yang diperkaya yang berorientasi kepada keaktifan siswa dalam
pembelajaran sebagaimana disebutkan oleh Mujiman (2007)
Model Pembelajaran Word Square merupakan model pembelajaran yang
memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam
mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip seperti mengisi Teka-
Teki Silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada namun disamarkan dengan
menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf/angka penyamar atau
pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran.Tinggal
bagaimana Guru dapat memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat
merangsang siswa untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka pengecoh bukan
untuk mempersulit siswa namun untuk melatih sikap teliti dan kritis.

Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang
dapat dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini
merupakan kegiatan belajar mengajar dengan cara guru membagikan lembar
kegiatan atau lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.

Instrument utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan
atau kalimat yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom
yang telah disediakan.

 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Word Square

Langkah-langkah Model Pembelajaran Word Square adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh.

3. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai


jawaban secara vertikal, horizontal maupun diagonal.

4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.

CONTOH JAWABAN (Untuk Mapel PKn)

S Y E N I E K K K
A G U A N D M E N
N B A R T I R T D
G A N R N R S U S
U D G T U T G R Z
I O O L S A I U I
N R P A I P A N F
I A S O L I O A U
S R I N H B C N U
CONTOH SOALNYA :

1. Asas dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat


orang tersebut dilahirkan disebut asas…

2. Negara Indonesia memakai asas kewarganegaraan berdasarkan keturunan


yang disebut asas ius…

3. Seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan dari dua Negara yang


berbeda disebut…

4. Hak dimiliki seseorang untuk memilih kewarganegaraannya disebut hak…

5. Penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kelahiran dan…

 Kekurangan dan Kelebihan Model Pmebelajaran Word Square

Beberapa kelebihan dari model pembelajaran Word Square yaitu:

1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

2. Melatih untuk berdisiplin.

3. Dapat melatih sikap teliti dan kritis.

4. Merangsang siswa untuk berpikir efektif.

Model pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan penguat siswa terhadap
materi yang disampaikan. Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan
mencari jawaban dalam lembar kerja. Dan tentu saja yang ditekankan disini
adalah dalam berpikir efektif, jawaban mana yang paling tepat.

Sedangkan beberapa kekurangan dari model pembelajaran word square yaitu:

1. Mematikan kreatifitas siswa.

2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.

3. Siswa tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan


atau potensi yang dimilikinya.

Dalam model pembelajaran ini siswa tidak dapat mengembangkan kreativitas


masing-masing, dan lebih banyak berpusat pada guru. Karena siswa hanya
menerima apa yang disampaikan oleh guru, dan jawaban dari lembar kerja pun
tidak bersifat analisis, sehingga siswa tidak dapat menggali lebih dalam materi
yang ada dengan model pembelajaran word square ini.
Dari penjelasan tentang model pembelajaran word square maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran word square adalah suatu pengembangan dari metode
ceramah namun untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang telah
disampaikan maka diberikan lembar kerja yang didalamnya berisi soal dan
jawaban yang terdapat dalam kotak kata. Membutuhkan suatu kejelian dan
ketelitian dalam mencari pilihan jawaban yang ada dengan tepat. Namun
sebagaimanan model pembelajaran yang lainnya, model pembelajaran word
square mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari model
pembelajaran ini yaitu siswa hanya menerima bahan mentah dari guru dan tidak
dapat mengembangkan kreativitasnya, karena siswa hanya dituntut untuk mencari
jawaban bukan untuk mengembangkan pikiran siswa masing-masing. Sedangkan
kelebihannya yaitu meningkatkan ketelitian, kritis dan berfikir efektif siswa.
Karena siswa dituntut untuk mencari jawaban yang paling tepat dan harus jeli
dalam mencari jawaban yangada dalam lembar kerja.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
word-square.html#ixzz2uZb6Ll3H

Model pembelajaran Scramble

Model Pembelajaran Scramble tampak seperti Model Pembelajaran Word Square,


bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah
dituliskan namun dengan susunan yang acak, nah siswa nanti bertugas
mengkoreksi ( membolak-balik huruf ) jawaban tersebut sehingga menjadi
jawaban yang tepat/ benar.
Model pembelajaran scramble tampak seperti model pembelajaran word square,
bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah
dituliskan, namun dengan susunan yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi
(membolak-balik huruf) jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat /
benar.

Kelebihan Model pembelajaran Scramble :


1. Memudahkan mencari jawaban
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut
3. Semua siswa terlibat
4. Kegiatan tersw dapat mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
5. Melatih untuk disiplin

Kekurangan model pembelajaran scramble


1. Siswa kurang berfikir kritis
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lainnya
3. Mematikan kreatifitas siswa
4. Siswa tinggal menerima bahan mentah

Langkah-langkah Model pembelajaran scramble :


1. Guru menyajikan materi sesuai topic, misalnya guru menyajikan materi
pelajaran tentang “Tata Surya”
2. Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru membagikan lembar kerja
dengan jawaban yang diacak susunannya.
3. Media yang digunakan dalam model pembelajaran scramble :
4. Buat pertanyaan yang sesuai dengan TPK
5. Buat jawaban yang diacak hurufnya

Media :
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci (jawaban)
dari pertanyaan pada kolom A!

Kolom A

1. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …


2. … digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
3. Uang … saat ini banyak dipalsukan
4. Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai …
5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai

6. Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata uang asing disebut …
7. Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai …
8. dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut …
9. perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening di bank untuk
membayar sejumlah uang disebut …

Kolom B

1. TARREB ……………………………. ( Contoh : jawaban yang


benar……BARTER )
2. GANU …………………………………
3. TRASEK ………………………………
4. KISTRINI ………………………………
5. LIRI ………………………………………
6. SRUK …………………………………
7. MINALON ………………………….
8. SAKSITRAN …………………………
9. KEC ……………………………………

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
scramble.html#ixzz2uZbB3HCM
MODEL PEMBELAJARAN

TAKE AND GIVE

1. Pengertian Model Pembelajaran Take and Give

Model Pembelajaran menerima dan memberi (Take and Give) merupakan model
pembelajaran yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi
pelajaran yang diberikan guru dan teman sebayanya (siswa lain).

Kelebihan :

 Siswa akan lebih cepat memahami penguasaan materi dan informasi


karena mendapatkan informasi dari guru dan siswa yang lain.
 Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan penguasaan siswa akan
informasi.

Kelemahan:

 Bila informasi yang disampaikan siswa kurang tepat (salah) maka


informasi yang diterima siswa lain pun akan kurang tepat.

1. Media Model Pembelajaran Take and Give

a) Siapkan Kartu dengan ukuran 10 x 15 cm untuk sejumlah siswa.

b) Setiap kartu berisi nama siswa, bahan belajar (sub materi) dan nama yang
diberi informasi, kompetensi dan sajian materi.

1. Contoh Kartu :

NAMA SISWA :

SUB MATERI :

NAMA YANG DIBERI :


3. dst.

1. Langkah-langkah Umum
2. Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.
3. Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang sudah direncanakan
selama 45 menit.
4. Untuk memantapkan penguasaan siswa akan materi yang sudah dijelaskan,
setiap siswa diberikan satu kartu untuk dipelajari (dihapal) selama 5 menit.
5. Kemudian guru meminta semua siswa berdiri dan mencari teman pasangan
untuk saling menginformasikan materi yang telah diterimanya. Tiap siswa
harus mencatat nama teman pasangannya pada kartu yang sudah diberikan.
6. Demikian seterusnya sampai semua siswa dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing (take and give).
7. Guru mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran take and give
dengan memberikan siswa pertanyaan yang tidak sesuai dengan kartunya
(kartu orang lain).
8. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama mengenai materi pelajaran.
9. Guru menutup pelajaran.

1. Materi Pembelajaran IPA yang Sesuai untuk Model Pembelajaran


Take and Give
2. Materi Pelajaran IPA kelas 5

 Bab I Alat Pernafasan

Sub Materi : Alat pernafasan pada manusia

 Bab II Pencernaan Makanan Pada Manusia

Sub Materi : Alat pencernaan pada manusia

 Bab V Penyesuaian Diri Makhluk Hidup terhadap Lingkungannya.

Sub Materi : Cara hewan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2. Materi Pelajaran IPA kelas 6

 Bab 1 Ciri Khusus Makhluk Hidup

Sub Materi : ciri khusus hewan terhadap lingkungannya.

 Bab 4 Keseimbangan Ekosistem

Sub Materi : kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan


ekosistem.
 Bab 11 Energi dalam kehidupan Sehari-hari

Sub Materi : guna energi listrik dalam rumah tangga

1. Alasan Pemilihan Materi yang Sesuai

Pemilihan materi yang sesuai untuk model pembelajaran take and give adalah
materi yang mengandung informasi yang singkat, jelas dan padat. Hal ini
dikarenakan model pembelajaran ini lebih menekankan pada unsur ingatan
dengan materi yang ringan dan mudah serta membutuhkan pemahaman yang
cepat. Pembelajaran model ini pun tidak memerlukan pemahaman materi dengan
teknik pelajaran praktek maupun diskusi.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-take-
and-give.html#ixzz2uZbEwKLz

Model Pembelajaran Consept Sentence

Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan


aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan
peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga
proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh
pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta
dipraktekkan pada saat mengajar.
Pengertian
Consepct sentence merupakan salah satu teknik dari cooperative Learning,dimana
siswa belajar dengan kelompoknya untuk membuat beberapa kalimat sesuai
dengan kata kunci yang telah diberikan oleh guru kepada siswa.Pembentukan
kelompok didasarkan pada kartu kata yang dimiliki oleh setiap siswa.Setiap siswa
membentuk satu kalimat yang telah dipelajari sebelumnya.Consecptsentence ini
dibuat seperti games sehingga siswa bersemangat untuk memenangkan games
ini.Setiap kelompok akan membahas pola kalimat yang telah diberikan oleh guru
,setelah diberikan batas waktu tertentu ,maka setiap kelompok harus mengirim
wakil dari masing-masing kelompok sebanyak dua orang kedepan .Wakil dari
kelompok diharuskan membuat beberapa dari kata kunci yang ada berdasarkan
kata kunci yang telah diberikan
Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik
mereka mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu
mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas
kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-
perbaikan secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai
satu tim, dalam hal :
• Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok
• Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
• Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan
setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan
• Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-tugas yang akan datang
supaya lebih berhasil.

Ciri-ciri
Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata
kunci sesuai materi yang disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara
heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ topik yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan
minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
consept-sentence.html#ixzz2uZbLHxbH

Model Pembelajaran Complete Sentence

1. Pengertian
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran mudah dan
sederhana di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna
dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia.

Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :


1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku
atau modul dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum
lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang
tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta
membaca sampai mengerti atau hafal.
8. Kesimpulan.A

2. Prinsip/ ciri-ciri Complete sentence


a. Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap, sehingga makna/
arti kalimat tersebut belum dapat dimengerti
b. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragrap, dan belum
sempurna serta belum dimengerti maknanya
c. Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan
d. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/ kata asing.
e. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan

3. Kelebihan/kekurangan model pembelajaran complete sentence


a. Kelebihan
1. Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata dalam kalimat
2. Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan
rumpang/tidak jawabannya.
3. Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi

b. Kekurangan
1. Guru kurang kreatif dan inovasi dalam membuat soal
2. Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata,
karena biasanya hanya kata hubung.
3. Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.

4. Kesimpulan
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang
sederhana di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna
dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Model pembelajaran ini
sebenarna mempermudah guru namun terkadang gurunya kurang inovatif dan
kreatif dalam membuat soalnya. Dan siswanya kurang terpacu untuk mencari
jawabannya karena hanya tinggal menebak kaata-kata yang rumpang yang
jawabannya telah disediakan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
complete-sentence.html#ixzz2uZbQhplK

PEMBELAJARAN TIME TOKEN

PEMBELAJARAN TIME TOKEN

1. MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN


Model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh
kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses
pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan
siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami sebuah perubahan ke arah
yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham
menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang proses
belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain
mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak
siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan
ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam
sama sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30
detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan
kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon.
Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa
yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih
memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.

B. LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS


Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran Time Token Arends ini
adalah sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3. Guru memberi tugas pada siswa.
4. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per
kupon pada tiap siswa.
5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum
berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon.
Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa
yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih
memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian
seterusnya hingga semua anak berbicara.
6. Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk membacakan puisi secara
bergiliran dan siswa yang lain mengomentari puisi yang dibaca siswa
dengan menggunakan kupon berbicara)

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN


TIME TOKEN ARENDS
Kelebihan Model Time Token Arends
– Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.
– Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
– Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
– Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek
berbicara)
– Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
– Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan,
berbagi, memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik
– Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
– Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama
terhadap permasalahan yang ditemui.
– Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
– Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
– Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
– Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses
pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai
jumlah kupon yang dimilikinya.
– Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran

Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur


yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk
menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama
sekali.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang
digunakan dengan tujuan agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran
diskusi, time token digunakan agar siswa aktif bertanya dalam berdiskusi.
Dengan membatasi waktu berbicara misalnya 30 detik, diharapkan siswa
secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Time Token


Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative
learning / CL).
3. Tiap siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik
per kupon. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
4. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap
tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran
dengan siswa lainnya.
5. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang
masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
6. Demikian seterusnya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-time-
token.html#ixzz2uZc6sCmJ

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU KELILING KELOMPOK

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU KELILING KELOMPOK


Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu
mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan
pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control
dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.

Model pembelajaran ini dimaksudkan agar masing-masing anggota kelompok


mendapat serta pemikiran anggota lain.

v Kelebihan Round Club Atau Keliling Kelompok

1) Adanya tanggung jawab setiap kelompok

2) Adanya pemberian sumbnagan ide pada kelompoknya

3) Lebih dari sekedar belajar kelompok

4) Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat, pandangan serta


hasil pemikiran

5) Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya dari pada satu kepala

6) Dapat membina dan memperkaya emosional

v Kekurangan Round Club Atau Keliling Kelompok

1) Banyak waktu yang terbuang dalam pembelajaran keliling kelompok

2) Suasana kelas menjadi rebut

3) Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang memerlukan pengayaan

v Langkah-langkah pembelajaran

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar

2) Guru membagi siswa menjadi kelompok

3) Guru memberikan tugas atau lembar kerja

4) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan


memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka
kerjakan
5) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya

6) Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum


jamk atau dari kiri ke kanan

v unsur-unsur yang perlu diperhatikan

1) Setiap kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi


mereka

2) Ketika suatu kelompok mempresentasikan hasil dari deskripsinya, maka


kelompok lain lebih bertanya dari hasil deskripsi materinya

3) Setelah selesai dari kelompok yang satu maka yang lainnya atau kelompok
selanjutnya yang mempresentasikan dan yang alinnya bisa mengajukan
pandangan dan pemikiran anggota lainnya

4) Kegiatan tersebut terus-menerus sampai kelompok yang terakhir yang


silaksanakan arah perputaran jarum jam

Contoh RPP model pembelajaran ini :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA )

Tema : Perubahan Sifat Benda

Kelas/Semester : V/II

Alokasi Waktu : 2 X 35 Menit

A. Standar Kompetensi

Mengenal berbagai macam perubahan sifat-sifat benda

B. Kompotensi Dasar

Mengetahui perubahan sifat ada yang dapat kembali dan ada yang tidak dapat
kembali ke wujud semula.

C. Indikator
1. Menjelaskan perubahan sifat benda dan factor-faktor yang
mempengaruhinya

2. Mengetahui sifat-sifat benda

3. Menjelaskan macam –macam perubahan sifat benda

D. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat mengetahui perubahan sifat benda dan factor-faktor yang

mempengaruhinya

2. Siswa dapat mengetahui sifat-sifat benda


3. Siswa dapat mengetahui macam-macam perubahan sifat benda.

E. Materi Pokok

Perubahan sifat-sifat benda

F. Metode Pembelajaran

1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demosntrasi
4. Tugas kelompok
5. Evaluasi

G. Sumber dan Media Pembelajaran

a. Sumber

1.Buku IPA saling Temas, kelas 5, Penerbit Intan Pariwara

2.Buku Sains IPA, kelas 5, Penerbit Erlangga

b. Media Pembelajaran

Bahan-bahan buat percobaan seperti :

1. Tanah liat 6. Buah

2. Batu bara 7. Paku

3. Kertas 8. Air
4. Korek api 9. Gula

5. Lilin

H. Langkah-langkah Pembelajaran

1. Kegiatan awal ( ± 5 menit )

a. Guru memberi salam, berdo’a, menanyakan kabar siswa dan mengabsen


siswa.

b. Guru dan siswa menyiapkan materi atau bahan pelajaran

c. Guru memberitahukan indicator dan tujuan yang akan di capai setelah


pembelajaran

d. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab

2. Kegiatan Inti (± 60 menit )

a. Guru menjelaskan materi pelajaran

b. Guru memberikan contoh bagaimana perubahan sifat benda tersebut

c. Guru menjelaskan sifat-sifat benda seperti bentuk, warna, kelenturan,


kekerasan dan bau

d. Guru menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi perubahan sifat benda

e. Guru mendemostrasikan bagaimana penyebab perubahan sifat benda itu


dapat terjadi

f. Guru menjelaskan dan mendemostrasikan macam-macam perubahan sifat


benda

g. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa secara lisan

h. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

i. Siswa disuruh untuk mengisi table-tabel yang ada di buku paket hal.71 dan
74 dan menyalinnya di buku tugas.

j. Siswa disuruh memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang


sedang mereka kerjakan
k. Siswa dalam kelompok lain juga disuruh ikut memberikan kontribusinya dan
dilaksanakan searah dengan perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

3. Kegiatan akhir (± 5 menit )

a. Guru memberikan motivasi dan penguatan

b. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan tentang materi yang


dipelajarinya.

c. Guru melakukan evaluasi dengan memberikan soal-soal untuk PR

d. Guru menutup pelajaran

I. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan tes dan tulisan

1. Tes lisan : – ketepatan jawaban

– keseriusan dan konsentrasi dalam menyimak

Bentuk tes : Tanya jawab

2. Tes tertulis : – tugas kelompok

– evaluasi

Bentuk istrumen : tes isian

J. Evaluasi

SOAL :

1. Proses perubahan dari cair ke padat disebut ?

a. memhuap

b. membeku

c. menyublim

d. mencair

e. mengembun
Sumber :

http://rumahdesakoe.blogspot.com

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
round-club-atau.html#ixzz2uZcCRIFb

PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993

A. Pengertian
Pair check (pasangan mengecek) adalah model pembelajaran berkelompok atau
berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Model ini
menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan. Banyak
kelebihan maupun kelemahan.
Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model
pembelajaran ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan
memberi penilaian.
B. prinsip model pembelajaran Pair Cheks
prinsipnya adalah sebagai berikut :
1. Siswa berkelompok berpasangan sebangku,
2. salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan,
3. pengecekan kebenaran jawaban,
4. bertukar peran
4. penyimpulan,
5. evaluasi
6. refleksi.

Berikut ini langkah dari model pair check


1. Guru menjelaskan konsep
2. Siswa dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu ti ada 2
pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang
patner.
3. Guru membagikan soal kepada si patner
4. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap
soal yang benar pelatih memberi kupon.
5. Bertukar peran. Si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih
6. Guru membagikan soal kepada si patner
7. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap
soal yang benar pelatih memberi kupon.
8. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama
lain.
9. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaaban dari berbagai soal
dan tim mengecek jawabannya.
10. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah
C. Langkah-langkah Pembelajarannya, sebagai berikut :
1). Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan
mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam
menilai.
2). Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3). Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4). Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
5). Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah
pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat
lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihannya
1. Dipandu belajar melalui bantuan rekan
2. Menciptakan saling kerjasama di antara siswa
3. Increases comprehension of concepts and/or processesMeningkatkan
pemahaman konsep dan / atau proses
4. menmemenimelatih berkomunikasi
Kekurangannya
1. memerlukan banyak waktu
2. memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap konsep untuk menjadi pelatih.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pair-cecks-spencer-kagen-
1993.html#ixzz2uZcOcgGX

Model Pembelajaran Tari Bambu

Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan agar siswa saling berbagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu
singkat secara teratur, strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan
pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa.Meskipun namanya Tari
Bambu tetapi tidak menggunakan bambu. Siswa yang berjajarlah yang
diibaratkan sebagai bambu.

Langkah-Langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri
berjajar . Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas.
Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara
yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena
diperlukan waktu relatif singkat.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama
3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran
pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser.
Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan yang baru untuk
berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan..

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-tari-
bambu.html#ixzz2uZcS0HYt

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

1. Pengertian
Menurut definisi, “belajar otentik” berarti pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata dan proyek-proyek dan yang memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi dan membahas masalah-masalah ini dengan cara yang relevan
untuk mereka.

Pendekatan ini sangat berbeda dari kelas tradisional “kuliah”, di mana profesor
memberikan fakta-fakta mahasiswa dan konten lain yang siswa kemudian harus
menghafalkan dan ulangi pada tes. misalnya, siswa tidak hanya harus terhubung
sejarah pasca-Perang Sipil untuk peristiwa terkini dan kehidupan mereka sendiri,
mereka juga harus membantu mengajar kelas dan didorong untuk memberikan
pandangan mereka sendiri pada peristiwa sejarah. Akibatnya, mereka menjadi
sejarawan.

Otentik belajar juga merupakan pendekatan untuk pembelajaran yang kokoh


didasarkan pada penelitian tentang belajar dan kognisi. Satu secara luas teori
belajar diadakan, konstruktivisme, mendalilkan bahwa siswa belajar terbaik
dengan terlibat dalam tugas-tugas belajar otentik, dengan mengajukan pertanyaan,
dan dengan menggambar pada pengalaman masa lalu. Singkatnya, untuk belajar
terjadi bagi siswa, itu harus dilakukan dengan cara dan di tempat yang relevan
dengan “nyata” kehidupan mereka, baik di dalam maupun di luar kelas.

Pembelajaran otentik (authentic learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran


yang memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara
bermakna konsep-konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah
nyata dan proyek yang relevan dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino,
1999). Istilah ‘otentik’ berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised
Unabridged Dictionary, 1998). Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa
pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat
kemampuan.
belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa
untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan
hubungan dalam konteks yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-
proyek yang relevan dengan peserta didik (Donovan, Bransford, & Pellegrino,
1999). Istilah yang otentik didefinisikan sebagai asli, benar, dan nyata (Webster’s
Revisi lengkap Dictionary , 1998). Kamus, 1998Jika belajar adalah otentik, maka
siswa harus terlibat dalam masalah belajar asli yang mendorong kesempatan bagi
mereka untuk membuat koneksi langsung antara material baru yang sedang
dipelajari dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis pengalaman akan
meningkatkan motivasi siswa. Bahkan, sebuah “tidak adanya keterlibatan yang
berarti keturunan rendah di sekolah dan menghambat [belajar] transfer”
(Newmann, Secada, & Wehlage, 1995). Siswa harus mampu menyadari bahwa
prestasi mereka peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke pengalaman
kelas, pengetahuan, keyakinan, dan keingintahuan dan belajar otentik
menyediakan sarana untuk menjembatani elemen-elemen dengan kelas belajar.
Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau
buatan, tetapi mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam cara-cara yang
didasarkan pada realitas. Kekuatan sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah
kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan menyentuh motivasi
intrinsik mereka (Mehlinger, 1995).

instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh berbeda daripada metode
tradisional pengajaran. Literatur menunjukkan bahwa pembelajaran otentik
memiliki beberapa karakteristik kunci.
• Belajar adalah berpusat pada tugas-tugas otentik yang menarik bagi peserta
didik.
• Siswa terlibat dalam eksplorasi dan penyelidikan.
• Belajar, paling sering, adalah interdisipliner.
• Belajar sangat erat hubungannya dengan dunia di luar dinding kelas.
• Siswa menjadi terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan-order kemampuan
berpikir lebih tinggi, seperti menganalisis, sintesis, merancang, memanipulasi dan
mengevaluasi informasi.
• Siswa menghasilkan produk yang bisa dibagi dengan pemirsa di luar kelas.
• Belajar adalah siswa didorong dengan guru, orang tua, dan para ahli di luar
semua membantu / pembinaan dalam proses pembelajaran.
• Pembelajar menggunakan perancah teknik.
• Siswa memiliki peluang untuk wacana sosial.
(Donovan et al;., 1999 Newman & Associates, 1996; Newmann et al;., 1995
Nolan & Francis, 1992).

2. Prinsip Pembelajaran Otentik


pengalaman belajar otentik menganut prinsip yaitu:
• Ruang kelas ber-berpusat. Pada berpusat-kelas pelajar, fakultas memperhatikan
apa yang siswa membawa mereka ke dalam kelas, masing-masing pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan keyakinan. Siswa didorong untuk mengajukan
pertanyaan, terlibat dalam wacana sosial, dan menemukan jawaban mereka sendiri
Dalam pengaturan ini, peran profesor bergerak lebih dari seorang “konstruktor-
co” pengetahuan dari pemberi konten.. Marc Richards pernyataan bahwa “Pada
akhirnya, kita semua akan sejarawan profesional, pelajar, dan guru bersama-
sama” menggambarkan bagaimana ia struktur kelas untuk menjadi pembelajar
berpusat. Juni Dodd juga menegaskan bahwa peserta didik dia mengambil tengah
panggung di kedua membangun dan program pengajaran dan mereka sendiri
“mini” kursus.
• Mahasiswa adalah pembelajar aktif. Sama seperti peran perubahan profesor,
peran mahasiswa harus berubah sehingga mereka melakukan lebih dari pasif
duduk dan mendengarkan ceramah profesor mereka. Mereka harus menjadi
peserta aktif dalam proses pembelajaran, dengan menulis, membahas,
menganalisis dan mengevaluasi informasi. Singkatnya, siswa harus mengambil
tanggung jawab lebih untuk pembelajaran mereka sendiri, dan menunjukkan
kepada profesor mereka dengan cara lain dari pada ujian. mahasiswa Marc
Geisler, misalnya, menunjukkan pemahaman mereka tentang Shakespeare dengan
melakukan interpretasi kelompok mereka sendiri dan kinerja Pekerjaan Bard’s.
Tag Stan juga berpendapat bahwa “siswa harus ditantang untuk membuat seni,
untuk membuat, untuk melakukan, dan untuk berpartisipasi dalam humaniora
melalui karya mereka sendiri, bukan hanya dengan mempelajari apa yang orang
lain lakukan.”
• Ini menggunakan tugas yang otentik. Ini mungkin tampak jelas, tetapi
pengalaman belajar otentik harus menggabungkan tugas-tugas otentik. Ini adalah
tugas, yang, sebisa mungkin, memiliki “dunia nyata” yang berkualitas untuk
mereka dan siswa menemukan orang yang relevan dengan kehidupan mereka.
siswa Juni Dodd mengambil peran instruktur dalam Pengantar ke kelas
Pendidikan Jarak Jauh, bergiliran isi kursus mengajar satu sama online lainnya,
dan membuat program mereka sendiri secara online berdasarkan proses desain
instruksional. Profesor Dodd bekerja dengan masing-masing siswa untuk
menyesuaikan proyek ini berdasarkan kerja masa lalu mereka dan pengalaman
pendidikan serta potensi untuk pengiriman aktual instruksi dalam kehidupan
profesional mereka.

3. Ciri Pembelajaran Otentik


Pembelajaran otentik sangat berbeda dengan metode-metode pembelajaran yang
tradisional. Ciri-ciri pembelajaran otentik:
• Belajar berpusat pada tugas-tugas otentik yang menggugah rasa ingin tahu siswa.
Tugas otentik berupa pemecahan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan
siswa;
• Siswa terlibat dalam kegiatan menggali dan menyelidiki;
• Belajar bersifat interdisipliner;
• Belajar terkait erat dengan dunia di luar dinding ruang kelas;
• Siswa mengerjakan tugas rumit yang melibatkan kecakapan berpikir tingkat
tinggi, seperti menganalisis, mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi
informasi;
• Siswa menghasilkan produk yang dapat dibagikan kepada audiens di luar kelas;
• Belajar bersifat aktif dan digerakkan oleh siswa sendiri, sedangkan guru,
orangtua, dan narasumber bersifat membantu atau mengarahkan;
• Guru menerapkan pemberian topangan (scaffolding), yaitu memberikan bantuan
seperlunya saja dan membiarkan siswa bekerja secara bebas manakala mereka
sanggup melakukannya sendiri;
• Siswa berkesempatan untuk terlibat dalam wacana dalam masyarakat;
• Siswa bekerja dengan banyak sumber;
• Siswa seringkali bekerja bersama dan mempunyai kesempatan luas untuk
berdiskusi dalam rangka memecahkan masalah.

4. Kesimpulan
belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa
untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan
hubungan dalam konteks yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-
proyek yang relevan dengan peserta didik. Istilah yang otentik didefinisikan
sebagai asli, benar, dan nyata (Webster’s Revisi lengkap Dictionary , 1998). Jika
belajar adalah otentik, maka siswa harus terlibat dalam masalah belajar asli yang
mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat koneksi langsung antara
material baru yang sedang dipelajari dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis
pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa. Bahkan, sebuah “tidak adanya
keterlibatan yang berarti keturunan rendah di sekolah dan menghambat [belajar]
transfer” (Newmann, Secada, & Wehlage, 1995). Siswa harus mampu menyadari
bahwa prestasi mereka peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke
pengalaman kelas, pengetahuan, keyakinan, dan keingintahuan dan belajar otentik
menyediakan sarana untuk menjembatani elemen-elemen dengan kelas belajar.
Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau
buatan, tetapi mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam cara-cara yang
didasarkan pada realitas. Kekuatan sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah
kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan menyentuh motivasi
intrinsik mereka (Mehlinger, 1995).
instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh berbeda daripada metode
tradisional pengajaran.

5. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan
– Siswa tidak merasa jenuh terhadap pembelajaran karena pembelaaran dapat
terjadi dimana saja.
– Siswa mempunyai keterampilan yang lebih dalam menganalisis wacana social
– Siswa mempunyai pengalaman belajar yang mumpuni dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya
– Pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga memungkinkan siswa memahami
materi secara utuh

b. Kekurangan
– Pembelajaran Otentik cenderung hanya dapat dilakukan pada siswa yang
memiliki taraf intelegensi diatas rata-rata sehingga pembelajaran berjalan secara
aktif
– Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan pembelajaran otentik, karena
materi yang sesuai dengan pembelajaran otentik bersifat studi social
– Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga ektra dari siswa untuk melaksanakannya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-otentik-
outentic-learning.html#ixzz2uZcbsNg1

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT


Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan
diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan
dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada
siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-
kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat
pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk
memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran


kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000:
28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok
dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada
konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29)
menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis
kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-
masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah
yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan
yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat
umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim
(2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah


sebagai berikut :
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan
waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada
siswa untuk lebih siap dalam menguasai materi serta belajar menerima
keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam model ini siswa dituntut
untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok
bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih
model pembelajaran yang sesuai.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
numbered-head_21.html#ixzz2uZcgQ9Hv

Model Pembelajaran Inquiry

Model Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni penciptaan situasi-situasi


sedemikian rupa sehingga siswa mengambil peran sebagai ilmuwan. Dalam
situasi-situasi ini siswa berinisiatif untuk mengamati dan menanyakan gejala
alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa yang mereka lihat,
merancang dan melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teori-teori
mereka, menganalisis data, menarik kesimpulan dari data eksperimen, merancang
dan membangun model, atau setiap kontribusi dari kegiatan tersebut di atas.

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto dalam Trianto (2009) menyatakan
bahwa, Inquiry merupakan perluasan proses discovery, yang digunakan lebih
mendalam, inkuiry yang dalam bahasa InggrisInquiry berarti pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi.

Gulo, (2005) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah :


1. Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar

2. Keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar

3. Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan
dalam proses inkuiri.

Kondisi Umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi


siswa adalah :

1. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa


berdiskusi.

2. Inkuiri berfokus pada hipotesis

3. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta )

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai


berikut:

1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berfikir.

2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan

3. Penanya , menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat

4. Administrator, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan kelas

5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang


diharapkan

6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas

7. Rewarder, memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam


proses ilmiah kedalam waktu yang relative singkat, Hasil penelitian Schlenker
dalam joice dan weil (1992) menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat
meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berfikir kreatif dan siswa
menjadi trampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Inquiry

Strategi pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang


menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang
dipertanyakan (Sanjaya, 2009). Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan
melalui tanya jawab antara guru dan siswa.

Menurut Sanjaya (2009) bahwa strategi pembelajaran inquiry, memiliki beberapa


ciri utama, yaitu:

1. Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk


mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara
verbal, akan tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari
materi pelajaran itu sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang
sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat
percaya diri. Dalam strategi pembelajaran inquiry, guru bukan sebagai
sumber belajar tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
3. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis.

Strategi Pembelajaran Inkuri efektif apabila :

1. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu


permasalahan yang ingin dipecahkan.

2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep
yang sudah jadi,akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

3. Jika proses pembelajaran berangkat dari ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

4. Jika akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki


kemamuan dan kemampuan berpikir.

5. Jika siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh
guru.

6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang
berpusat pada siswa.

Prinsip–prinsip Penggunaan Inquiri

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan inquiri menurut
Sanjaya (2009).

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual


Tujuan utama dari strategi inquiri adalah pengembangan kemampuan berfikir.
Dengan demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses
pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh mana
siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa
beraktivitas mencari dan menemukan.

2. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara
siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan
lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru
bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri.

3. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inquiri adalah guru
sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan
pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berfikir.

4. Prinsip Belajar untuk Berfikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berfikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh
otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berfikir adalah pemanfaatan
dan penggunaan otak secara maksimal.

5. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai


kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru
adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukan.

Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Gulo (2005) menyatakan bahwa, inkuiri tidak hanya mengembangkan


kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan
emosional dan keterampilan.

Secara umum proses pembelajaran SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai


berikut :

1. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa

b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk


mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan
setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai
dengan merumuskan kesimpulan

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan


yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan
masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran
inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui
proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai
jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada
setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat
mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan
yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk


menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan
data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan
intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang
kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh


berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Langkah – langkah menerapkan model pembelajaran inquiry didalam kelas :

1. Membentuk kelompok-kelompok inkuiri. Masing-masing kelompok dibentuk


berdasarkan rentang intelektal dan keterampilan-keterampilan social

2. Memperkenalkan topik-topik inkuiri kepada semua kelompok. Tiap


kelompok diharapkan memahami dan berminat mempelajarinya.

3. Membentuk posisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik, yakni


pernyataan apa yang harus dikerjakan. Mungkin terdapat satu atau lebih solusi
yang diusulkan terhadap masalah pokok.

4. Merumuskan semua istilah yang terkandung di dalam proposisi kebijakan.

5. Menyelidiki validitas logis dan konsisten internal pada proposisi dan unsur-
unsur penunjangnya.

6. Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur proposes

7. Menganalisis solusi solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok

8. Menilai proses kelompok.

Kemudian pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya


intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru
kepada siswanya.

Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:

1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing


siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan
pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan
dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi
siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan
pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari
guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan
ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik
melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan
masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh


pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui
lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru
harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafoldingyang diperlukan oleh siswa.

2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).

Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman
belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini
menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi
kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan
menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah
yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak
diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah
adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan
mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung
bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada
kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah
ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara


lain:

a. Waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga


melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum,

b. Karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang


diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada
dalam kurikulum,
c. Ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda,
sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang
diperoleh siswa,

d. Karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada
kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang
diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan.

3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan (modified free inquiry approach)

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri
sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas.
Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap
diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam
pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk
diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini
menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh
bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing
dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar
siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat
menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak
langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan
yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

Keunggulan dan Kelemahan SPI

1. Keunggulan :

a. SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada


pengembangan aspek kognitif kognitif,afektif dan psikomotor secara
seimbang,sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

b. SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.

c. SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi


modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan.

d. SPI dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-
rata.Artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat
oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2. Kelemahan

a. SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran,maka akan sulit mengontrol


kegiatan dan keberhasilan siswa

b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur


dalam kebiasaan siswa dalam belajar

c. Kadang kadang dalam implementasimnya,memerlukan waktu yang panjang


sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Selama ketentuan keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa


menguasai materi pelajaran,maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap
guru.

Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Suchman

Berdasarkan uraian pembelajaran inkuiri umum, kita dapat melihat bahwa waktu
dan sumber yang tersedia merupakan permasalahan dalam pembelajaran.
Menanggapi permasalahan ini, Richard Suchman mengembangkan suatu
pembelajaran inkuiri yang telah dimodifikasi. Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Suchman tentang model inkuiri ini menunjukkan bahwa
keterampilan inkuiri siswa meningkat dan motivasi belajarnya juga meningkat.

Dahlan dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, Suchman berkeyakinan bahwa


siswa akan menyadari tentang proses penyelidikannya dan mereka dapat
diajarkan tentang prosedur ilmiah secara langsung. Selajutnya, Suchman
berpendapat tentang pentingnya membawa siswa pada sikap bahwa semua
pengetahuan bersifat tentative. Joyce dalam Trianto (2009) menyatakan, bahwa
teori Suchman dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya

2. Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi


tersebut.

3. Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.

4. Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan


jawabannya “ya’ atau “tidak”.

5. Membuat kesimpulan dari data-data yang diperolehnya.

Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman menggunakan pertanyaan-


pertanyaan yang diajukan pada siswa sebagai alternative untuk prosedur
pengumpulan data.
Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Kardi dalam Trianto(2009) mempunyai
kelebihan, yaitu :

1. Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu


yang singkat ini memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan
cepat, dan pelatihan mereka akan terampil melakukan inkuiri.

2. Lebih efektif dalam semua bidang di dalam kurikulum.

Perbedaan utama antar inkuiri Suchman dengan Inkuiri umum terletak pada
proses pengumpulan data.

Suchman mengembangkan suatu motode penemuan baru yang menuntun siswa


mengumpulkan data melalui bertanya, maka dari itu model pembelajaran inkuiri
menurut Schuman harus memperhatikan :

1. Struktur Sosial Pembelajaran. Suasana kelas yang nyaman merupakan hal


yang penting dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaan-pertanyaan
harus berasal dari siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Kerja sama guru dengan siswa, siswa dengan siswa diperlukan juga adanya
dorongan secara aktif dari guru dan teman. Dua atau lebih siswa yang bekerja
sama dalam berfikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika dibanding bila
siswa bekerja sendiri.

2. Peran Guru. Pembelajaran inkuiri Suchman, peran guru memonitor


pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses inkuiri, tidak sama dengan
permainan tebakan. Hal ini memerlukan dua aturan penting, yaitu : Pertanyaan
harus dapat dijawab “ya” atau “tidak” dan harus diucapkan dengan suatu cara
siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan;
Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru
memberikan jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk
menemukan jawabannya sendiri.

3. Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya menanamkan konsep , misalnya


konsep IPA Biologi pokok bahasan saling ketergantungan pada siswa, tidak cukup
hanya sekedar ceramah. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi
kesempatan untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsep-konsep
dari fakta-fakta yang dilihat dari lingkungan dengan bimbingan guru.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari


tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam
Trianto (2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:

Tahap Pembejaran Inkuiri

Fase Perilaku Guru


Guru membimbing siswa mengidentifikasi
1. Menyajikan pertanyaan atau
masalah dan masalah dituliskan di papan.
masalah
Guru membagi siswa dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing siswa dalam
2. Membuat hipotesis menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memproiritaskan
hipotesis mana yang menjadi prioritas
penyelidikan.
Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menentukan langkah-langkah yang
3. Merancang percobaan sesuai dengan hipotesis yang akan
dilakukan . Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah percobaan
4. Melakukan percobaan untuk Guru membimbing siswa mendapatkan
memperoleh informasi informasi melalui percobaan
Guru memberi kesempatan kepada setiap
5. Megumpulkan dan menganilisis
kelompok untuk menyampaikan hasil
data
pengolahan data yang terkumpul.
Guru membimbing siswa dalam membuat
6. Membuat kesimpulan
kesimpulan.

Kesimpulan

Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara


maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar , mengembangkan sikap percaya pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Namun dalam penerapannya,
pembelajaran inkuiri ini memiliki kelemahan seperti adanya kesulitan dalam
mengontrol siswa, ketidaksesuaian kebiasaan siswa dalam belajar, kadang
memerlukan waktu yang panjang dalam pengimplementasiannya, dan sulitnya
dalam implementasi yang dilakukan oleh guru bila keberhasilan belajar
bergantung pada siswa.

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut orientasi,


merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, merumuskan kesimpulan.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
inquiry.html#ixzz2uZcmpOn0

Metode Pembelajaran Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode ini diprogramkan pemerintah RI mulai tahun 1974. Regu yang dipimpin
oleh Dr. A.S. Broto pada waktu itu telah menghasilkan Metode SAS. Menurut
A.S. Broto khususnya disediakan untuk belajar membaca dan menulis permulaan
di kelas permulaan SD. Lebih luas lagi Metode SAS dapat dipergunakan dalam
berbagai bidang pengajaran. Dalam proses operasionalnya metode SAS
mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan : Struktural
menampilkan keseluruhan; Analitik melakukan proses penguraian; Sintetik
melakukan penggabungan kembali kepada bentuk Struktural semula. Landasan
linguistiknya bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini
ialah kalimat; bahwa bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Landasan
pedagogiknya; (1) mengembangkan potensi dan pengalaman anak, (2)
membimbing anak menemukan jawab suatu masalah. Landasan psikologisnya :
bahwa pengamatan pertama bersifat global (totalitas) dan bahwa anak usia
sekolah memiliki sifat melit (ingin tahu).

Prosedur penggunaan Metode SAS

1. Mula membaca permulaan dijadikan dua bagian


Bagian pertama Membaca permulaan tanpa buku
Bagian pertama Membaca permulaan buku
2. Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan dari pengajar sebagai
kontak permulaan.
3. Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan,
muncullah kalimat anak-anak yang sesuai dengan gambar.
4. Membaca kalimat secara structural
5. Membaca permulaan dengan buku
6. Membaca lanjutan
7. Membaca dalam hati

Segi baiknya
a. Metode ini dapat sebagai landasan berpikir analisis.
b. Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah
mengikuti prosedur dan akan dapat cepat membaca pada kesempatan berikutnya
c. Berdasarkan landasan linguistik metode ini akan menolong anak. menguasai
bacaan dengan lancar.

Segi lemahnya
1) Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif dan terampil serta
sabar
Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk kondisi pengajar saat ini.
2) Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini untuk
sekolah sekolah tertentu dirasa sukar.
3) Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajar di perkotaan dan tidak di
pedesaan
4) Oleh karena agak sukar menganjarkan para pengajar metode SAS maka di
sana-sini Metode ini tidak dilaksanakan.
Teknik pelaksanaan Metode SAS ialah keterampian memilih kata kartu kata dan
kartu kalimat. Sementara anak-anak mencari huruf, suku kata, kata., pengajar
dengan sebagian anak yang lain. Menempel-empelkan kata kata yang tersusun
menjadi kalimat yang berarti. Begitu seterusnya sehingga semua anak mendapat
giliran untuk menyusun kalimat, membacanya dan yang paling mengutpnya
sebagai ketreampilan menulis. Media lain selain papan tulis, papan panel, papn
tali, OHP (Over Head Projector) dapat juga digunakan.
Metode Struktural Analitik Sintetik
Menurut Supriyadi (1996) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita
yang disertai dengan gambar, yang didalamnya terkandung unsur struktur analitik
sintetik. Metode SAS menurut Djauzak (1996) adalah suatu metode pembelajaran
menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai
mengajar menulis dengan menampilkan cerita yang diambil dari dialog siswa dan
guru atau siswa dengan siswa.
Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis huruf,
kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat. Proses operasional metode SAS
mempunyai langkah-angkah dengan urutan sebagai berikut :

(1) Struktur yaitu menampilkan keseluruhan,

(2) Analitik yaitu melakukan proses penguraian,

(3) Sintetik yaitu melakukan penggabungan pada struktur semula. Demikian


langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pembelajaran menulis permulaan
dengan metode SAS, sehingga hasil belajar itu benar-benar menghasilkan Struktur
Analitik Statis. (Subana : 176).

Kegiatan pembelajaran menulis permulaan dengan metode Struktural


Analitik Sintetik (SAS) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Guru bercerita atau berdialog dengan siswa.


2. Memperlihatkan gambar yang berhubungan dengan isi cerita.
3. Menulis beberapa kalimat sebagai kesimpulan dari isi cerita.
4. Menulis satu kalimat yang diambil dari isi cerita.
5. Menulis kata-kata sebagai uraian dari kalimat.
6. Menulis suku-suku kata sebagai uraian dari kata-kata.
7. Menuliskan huruf –huruf sebagai uraian dari suku-suku kata.
8. Mensintesiskan huruf-huruf menjadi suku-suku kata.
9. Menyatukan kata-kata menjadi kalimat.
Agar siswa memiliki kemampuan menulis, maka setiap langkah tersebut
dilakukan oleh siswa dengan cara menyalin tulisan yang ditulis guru dalam setiap
langkah pembelajaran.
Demikian langkah-langkah yang dilakukan dalam menulis permulaan
dengan metode SAS sehingga hasil belajar ini benar-benar menghasilkan struktur
analitik sintetik.
Bagaimana menunjukkan bahwa untuk menentukan jenis tulisan yang
harus diajarkan pada saat siswa belajar menulis permulaan bukan pekerjaan yang
sederhana. Guru harus dapat menentukan jenis tulisan yang akan diajarkan.
Menurut Hagin (Lovitt, 1989 : 227), ada lima alasan perlunya diajar
menulis huruf cetak lebih dulu pada awal belajar menulis :
1. Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana.
2. Buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga anak-anak tidak perlu
mengakomodasikan dua bentuk tulisan.
3. Tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca daripada tulisan dengan huruf
sambung.
4. Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja karena huruf-huruf
tersebut berdiri sendiri-sendiri.
Dengan memperhatikan berbagai alasan tersebut di atas maka alangkah
baiknya pada awal belajar menulis ini siswa diajar menulis dengan menggunakan
huruf cetak lebih dulu

1. Pengertian Warga Negara


Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian darisuatu penduduk
yang menjadi unsur negara.
AS. Hikam mendefinisikan bahwa warga negara merupakan terjemahan dari
citizen adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.

Sementara itu, status warga negara Indonesia telah dibicarakan dalam UU RI


Pasal 4 no.12 tahun 2006, yang menjadi warga negara Indonesia adalah:
1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
bersdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
negara indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah seorang warga negara
asing dan ibu warga negara Indonesia.
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tsb.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayangya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia.
7. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia.
8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang di akui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tsb berusia 18 tahun atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
kewarganegaraan ayah ibunya.
10. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah Indonesia selam ayah dan ibunya
tidak di ketahui.
11. Anak yang di wilayah Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki
kewarganegaraan atau tidak di ketahui keberadaanya.
12. Anak yang dilahirkan diluar wilayah Indonesia dari seorang ayah da ibu warga
negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tsb dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah di kabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau janji setia.
2.Asas Kewarganegaraan
Pada umumnya, asas dalam menentukan kewarganegaraan dibedakan antara asas
ius sanguinis dan asas ius soli.
a. Ius soli
Asas ius soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut
daerah atau negara tempat dimana ia dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, maka ia akan menjadi warga
negara A, walaupun orangtuanya warga negara B. Asas ini di anut oleh negara
Inggris, Mesir Amerika Serikat dan lain-lain.
b. Ius sanguinis
Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
menurut pertalian darah atau keturunan dari orang tsb.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, tetapi orangtuanya warga negara
B, maka orang tsb tetap menjadi warga negara B.(asas ini dianut leh RRC)

3.Pengertian Pewarganegaraan (Naturalisasi)


Pewarganegaraan atau naturalusasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi
negara asing setelah memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Didalam UU RI No.12 tahun 2006, permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin.
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertampat tinggal di wilayah
negara Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun
tidak berturut-turut.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UUD
negara Republik Indonesia tahun 1945.
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana 1 tahun atau lebih.
6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadii
berkewarganegaraan ganda.
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap.
8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Didalam natuarlisasi istimewa dapat diberikan bagi mereka (warga asing) yang
telah berjasa kepada negara RI. kemudian mereka mengucapkan sumpah atau janji
setia (tidak perlu memenuhi syarat sebagai mana dalam naturalisasi biasa). Cara
ini diberikan oleh presiden dengan persetujuan DPR RI.

4.Problematika status kewarganegaraan


Apatride merupakan istilah untuk orang-orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan. Sedangkan Bipatride merupakan istilah yang digunaklan untuk
orang-orang yang mempunyai status kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah
lain dikenal dengan dwikewarganegaraan. Sementara yang dimaksud dengan
multipatride adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan status
kewrganegaraan seseorang yang memiliki 2 atau lebih status kewarganegaraan.

Kondisi seseorang dengan status dwikewarganegaraan, sering terjadi pada


penduduk yang tinggal di daerah perbatasan diantara 2 negara.
Dalam menentukan status kewarganegaraan, pemerintah lazim menggunakan
stelsel aktif dan stelsel pasif.

Berkaitan dengan kedua stelsel tersebut, sesorang warga negara dalam suatu
warga negara pada dasarnya mempunyai hak opsi dan hak repudiasi.
1. Hak opsi, adalah hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel
aktif)
2. Hak repudiasi, adalah hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam
stelsel pasif)
3. Cara Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
Pada umumnya ada 2 kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga
negara yang memperoleh status kewrganegaranya melalui stelsel pasif dikenal
juga warga negara by opertion of law dan warga negara yang memperoleh status
kewarganegaraannya melali stelsel aktif atau dikenal dengan by registration.

1. Seseorang warga negara juga bisa kehingan kewarganegaran Indonesia. UU RI


No.12 tahun 2006 pasal 23, menyatakan bahwa seseorang bisa kehiolngan
kewarganegaraan indonesia apabila memenuhi hal-hal berikut :
2. Memperoleh kewarganegaran lain atas kemauannya sendiri.
3. Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaran lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.
4. Dinyatakan hilang kewarganegaraanya oleh Presiden atas permohonannya
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal diluar negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak
menjadi tanpa kewarganegaraanya.
5. Bertempat tinggal diluar wilayah negara Indonesia selama 5 tahun terus
menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun
berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi
warga negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia di wilayah
kerjanya meliputi tempat tingal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik
Indonesia tersebut telah memberitahukan kepada yang bersangkutan, sepajang
yang tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat memperoleh
kembali kewrganegaraannya apabila memenuhi syarat-syarat seperti yang tertera
dalam pasal 31 dan 32. UU RI No.3 tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 UU
No. 62 tahun 1958 yaitu :
1. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan karena 5 tahun berturut-turut
tinggal diluar negeri tanpa keterangan, dapat memperoleh kewarganegaraan RI
kembali jika ia bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan kartu ijin masuk dan
menyatakan ingin kembali menjadi warga negara Indonesia
2. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Rikarna sebab lain, dapat
memperoleh kembali kewarganegaraan RI jika ia mlaporkan diri dan menyatakan
keterangan untuk kembali ke kewarganegaaan RI kepada perwakilan RI dinegara
tempat tinggalnya dalam jangka waktu 1 tahun terhitung sejak tanggal
diundangkannya UU No.3 tahun 1976 pada 5 April 1976.
5.Kedudukan Warga Negara di Indonesia
Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia, Kedudukan warga negara pada
dasarnya adalah sebagai pilar terwujudnya Negara. Sebagai sebuah negara yang
berdaulat dan merdeka Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dengan
negara lain di dunia, pada dasarnya kedudukan warga negara bagi negara
Indonesia diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang
kewarganegaraan, yaitu :

1. UUD 1945
Dalam konteks UUD 1945, Kedudukan warga negara dan penduduk diatur dalam
pasal 26 yaitu :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang warga Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di
Indonesai.
3. Hal-hal mengenai warga negara penduduk di atur dengan UU.
2. UU No. 3 tahun 1946
Undang-undang No.3 ialah tentang warga negara dan penduduk negara adalah
peraturan derivasi dibawah dibawah UU 1945 yang digunakan untuk menegakan
kedudukan Negara RI dengan warga negaranya dan kedudukan penduduk negara
RI.

3. UU No. 62 tahun 1958


UU No.62 tahun 1958 merupakan penyempurnaan dari UU tentang kewarga
negaraan yang terdahulu. UU No. 62 tahun 1958 tenang kewarganegaraan RI
merupakan produk hukum derivasi dari pasal 5 dan 144 UUD RI 1950 yang
sampai saat ini masih berlaku dan tetap digunakan sebagai sumber hakum yang
mengatur masalah kewarganegaraan di Indonesai setelah kurang lebih 48 tahun
berlaku, dan saat ini dinilai sudah tidak sesuai lagi. Pernasalahan
kewarganegaraan yang semakin kompleks ternyata tidak mampu ditampung oleh
undang-undang ini.

4. UU No.12 tahun 2006


RUU Kewarganegaraan yang baru ini memuat beberapa subtansi dasar yang lebih
revolusioner dan aspiratif, seperti :
1. Siapa yang mnjadi warga negara Indonesia
2. Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
3. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia
4. Syarat dan tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia
5. Ketentuan pidana
6.Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
Warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan kewajibannya. Setiap individu
mendapat perlakuan yang sama dari negara. Ketentuan ini secara tegas termuat
dalam konstitusi tertinggi kita, yaitu UUD 1945 Bab X sampai Bab XIV pasal 27
sampai pasal 34. berikut ini dijelaskan secara lebih rinci terntang persamaan
kedudukan warga negara, dalam berbagai bidang kehidupan.

1. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah


Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pasal ini juga
memperlihatkan kepada kita adanya kepedulian adanya hak asasi dalambidang
hukum dan politik.

2. Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan


(ekonomi)
Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini
memencarkan persamaan akan keadilan sosial dan kerakyatan. Ini berarti hak
asasi ekonomi warga negara dijamin dan diatur pelaksanaanya.

3. Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul (politik)


Pasal 28 E ayat (3) menetapkan warga negara dan setiap orang untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal ini mencerminkan bahwa negara
Indonesia bersifat demokratis dan memberi kebebasan yang bertanggung jawab
bagi setiap warga negaranya untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam bidang politik.

4. Persamaan dalam HAM


Dalam Bab X A tentang hak asai manusia dijelaskan secara tertulis bahwa negara
memberikan dan mengakui persamaan setiap warga negara dalam menjalankan
HAM. Mekanisme pelaksanaan HAM secara jelas ditetapkan melalui pasal 28 A
sampai dengan pasal 28 J.
5. Persamaan dalam agama
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Berdasar pasal ini tersurat jelas
bahwa begara menjamin persamaan setiap penduduk untuk memeluk agama
sesuai dengan keinginannya. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME
dijalankan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

6. Persamaan dalam upaya pembelaan negara


Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Lebih lanjut, pasal 30 UUD
1945 memuat ketentuan pertahanan dan keamanan negara. Kedua pasal tersebut
secara jelas dapat kita ketahui bahwa negara memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap warga negara yang ingin membela Indonesia.

7. Pesamaan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan


Pasal 31 dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak dan kedudukan yang sama dalam masalah pendidikan dan kebudayaan. Kedua
pasal ini menunjukan bahwa begitu konsen dan peduli terhadap pendidikan dan
kebudayaan warga negara Indonesia. Setiap warga negara mendapat porsi yang
sama dalam kedua masalah ini.

8. Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan sosial


Persamaan kedudukan warga negara dalam perekonomian dan kesejahteraan
diatur dalam Bab XIV pasal 33 dan 34. pasal 33 mengatur masalah perekonomian
nasional yang diselenggarakan berdasar atas asas kekeluargaan dengan prinsip
demokrasi ekonomi untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Selanjutnya
pasal 34 memuat ketentuan tentang kesejahteraan sosial dan jaminan sosial diman
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 1) dan negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak (pasal 3).

7Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara di Indonesia


Dalam NKRI, semua warga negar mempunyai kedudukan yang sama
dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, agama dan pertahanan
keamanan.

Berikut ini dijelaskan lebih lanjut wujud persamaan kedudukan warga negara di
indonesia dalam berbagai bidang kehidupan.
1. Bidang ekonomi
Setiap individu memiliki kesamaan untuk melakukan usaha ekonomi seperti
berdagang, bertani, berkebun, menjual jasa, dsb. Untuk memenuhi dan
meningkatkan taraf hidupnya.
2. Bidang budaya
Setiap warga negara mempunyai kesamaan hak dalam mengembangkan seni,
misalnya berkreasi dalam seni tari, seni lukisseni musik seni pahat seni bangunan
dsb.
3. Bidang politik
Setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni individu berhak memilih,
menjadi anggota salah satu partai, atau mendirikan partai politik.
4. Bidang hukum setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama, yakni
berhak untuk mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di depan
pengadilan, dsb.
5. Bidang agama setiap warga negara di berikan kedudukan yang sama dalam
memeluk agama, menjalankan ibadah dan ritual keagamaannya, berpindah agama
ataupun belajar tentang agama tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Sebagai warga negara yang baik serta guna terwujudnya persamaan harkat dan
martabat warga negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita wajib saling
menghargai , menghormati prinsip persamaan kedudukan sesama warga negara.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-pembelajaran-
struktural-analitik.html#ixzz2uZctBaXr

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur


sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar.
A. Pengertian pembelajaran terpadu
Menurut guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Sebelas Maret (UNS) Solo Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. (Pikiran Rakyat,
11 April 2003) kurikulum terpadu adalah suatu pendekatan untuk
mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas mata pelajaran
yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan
metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapabidang mata
pelajaran yang sesuai.
Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya
dapat saling dipertukarkan. Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah
satu startegi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang
bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan
dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9dalam Ahmad). Selanjutnya dijelaskan
bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry, yaitu
melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming
dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja
secara kelompok dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri.

Collins dan Dixon (1991:6 dalam Ahmad) menyatakan tentang pembelajaran


terpadu sebagai berikut :
integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the
driving force in the curriculum.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak
berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses
dan isi (materi) lebih dari satu
bidang studi pada waktu yang sama.
Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan
perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan
meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan
yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan
belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas
untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian,
fakta, dan peristiwa yang otentik.
Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna
bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-
pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang
sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam
intramata pelajaran maupun antarmata pelajaran.
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses
mempunyai beberapa ciri yaitu :
1. berpusat pada siswa (student centered)
2. proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung
3. pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas.

Jadi, sesuai dengan pengertian-pengertian di atas, bahwa dengan adanya


pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna disini
memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata
yang menghubungkan antarkonsep dalam intramata pelajaran maupun antarmata
pelajaran. Pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa
dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk
pembuatan keputusan. Setiap siswa memerlukan bekal pengetahuan dan
kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini diharapkan diperoleh
melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar di
sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam mencapai kecakapan
untuk berkarya. Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih
luas dibanding hanya sekedar keterampilan.
B. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut
:
1. Pembalajaran terpusat pada anak
Pembalajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak,
karena pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran
yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara
kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan manemukan konsep serta
prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan
perkembangannya.
2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang
membentuk semacam jalinan antarskemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga
akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang
nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan
konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi
lebih bermakna.hal ini diharapkan dapat berakibat pada kemampuan siswa untuk
dapat menerapakan perolahan belajaranya pada pemecahan masalah-masalah yang
nyata dalam kehidupannya.
3. Belajar melalui proses pengalaman langsung
Pada pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa secara langsung
pada konsep dan prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar dengan
melakukan kegiatan secara langsung. Sehingga siswa akan memahami hasil
belajarnya secara langsung dan kemudian siswa akan memahami hasil belajarnya
sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar informasi
dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang membimbing
kearah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta
dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
4. Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquiry
(penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi.
Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat keinginan, minat, dan
kemampua siswa sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus-
menerus.
5. Sarat dengan muatan keterkaitan
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian
suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut
pandang yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami
suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan
membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian
yang ada.

C. Tujuan Pembelajaran Terpadu


Pembalajaran terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran
yang telah
ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
1. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna,
2. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan
informasi,
3. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang
diperlukan dalam kehidupan,
4. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi,
komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain,
5. Meningkatkan minat dalam belajar,
6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

D. Kemanfaatan Pembalajaran Terpadu


Ada beberapa manfaat dalam menggunakan pembelajara terpadu, yaitu :
1. Memungkinkan anak mengekplorasi dan mengekpresikan pengetahuan dan
keterampilannya melalui berbagai kegiatan.
2. Meningkatkan pemahaman anak secara komprehensif.
3. Meningkatkan kecakapan berpikir anak
4. Banyak topik yang tertuang di setiap mata pelajaran mempunyai keterkaiatan
konsep dengan yang dipelajari siswa.
5. Pada pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memanfaatkan
keterampilannya yang dikembangkan dari mempelajari keterkaitan antarmata
pelajaran.
6. Pembelajaran terpadu melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan
inter dan antarmata pelajaran, sehingga siswa mampu memproses informasi
dengan cara yang sesuai daya pikirnya dan memungkinkan berkembangnya
jaringan konsep-konsep.
7. Pembalajaran terpadu membantu siswa dapat memecahkan masalah dan
berpikir kritis untuk dapat dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi
nyata.
8. Daya ingat (retensi) terhadap materi yang dipelajari siswa dapat ditingkatkan
dengan jalan memberikan topik-topik dalam berbagai ragam situasi dan berbagai
ragam kondisi.
9. Dalam pembelajaran terpadu transfer pembelajaran dapat mudah terjadi bila
situasi pembelajaran dekat dengan situasi kehidupan nyata.
10. Meningkatkan interaksi sosial anak.
11. Meningkatkan profesionalisme guru.

E. Model-model pembelajaran terpadu

1. Pembelajaran Terpadu Tipe Terhubung (Connected)


Connected Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggabungkan
secara jelas satu topik dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep
lainnya, satu kemampuan dengan kemampuan lainnya, kegiatan satu hari dengan
hari lainnya, dalam satu mata pelajaran.
Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung
(connected) :
Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan
konsep jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dan kemampuan/indikator
yang digabungkan;
2. kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada
indikator;
3. siswa memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep sehingga
transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok
dikembangkan terus-menerus;
4. siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang
dijelaskan dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman,
tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.

b. Kekurangan
1. model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum
menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
2. model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah
dilaksanakan secara mandiri;
3. bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan
konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya
atau karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global
jadi terabaikan.

2. Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba (Webbed)


Tahapan atau Langkah untuk membuat rancangan pembelajaran terpadu dengan
model jaring laba-laba di TK, yaitu:
1. mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator setiapbidang
pengembangan untuk masing-masing kelompok usia;
2. mengidentifikasi tema dan subtema dan memetakannya dalam jaring tema;
3. mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan
melalui tema dan subtema;
4. menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan dengan mengacu pada
indikator yang akan dicapai dan subtema yang dipilih;
5. menyusun Rencana Kegiatan Mingguan;
6. menyusun Rencana Kegiatan Harian.
Contoh dari penggunaan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (webbed)
ini adalah : siswa dan guru menentukan tema misalnya air, maka guru-guru mata
pelajaran dapat mengajarkan tema air itu ke dalam sub-sub tema misalnya siklus
air, kincir air, air waduk, air sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam
mata pelajaran matematika, IPS, IPA, dan Bahasa.
a. Kelebihan
1. Siswa adalah diperolehnya pandangan hubungan yang utuh tentang kegiatan
dari ilmu-ilmu yang berbeda;
2. faktor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan
pada minat siswa;
3. siswa dapat dengan mudah melihat bagaimana kegiatan yang berbeda dan ide
yang berbeda dapat saling berhubungan.

b. Kekurangan
1. kecenderungan untuk mengambil tema sangat dangkal sehingga kurang
bermanfaat bagi siswa;
2. seringkali guru terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi
terabaikan;
3. memerlukan keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi
pelajaran.

3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)


Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan
pendekatan lintas bidang ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan
sikap yang tumpangtindih. Dalam konteks pembelajaran TK, Integrated Model
adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan
lintas bidang pengembangan. Model ini berusaha memberikan gambaran yang
utuh pada anak tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang terdapat
dalam bidang-bidang pengembangan.
Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe keterpaduan adalah : Pada awalnya
guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan
dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA
dan Bahasa. Selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap
yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa
mata pelajaran.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dari kemampuan yang
dikembangkan dari berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2. memberikan kegiatan yang lebih terarah pada tiap bidang pengembangan untuk
mencapai kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3. siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik
antar berbagai disiplin ilmu;
4. memperluas wawasan dan apresiasi guru.

b. Kekurangan
1. Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru yang berkemampuan
tinggi dan yakin dengan konsep dan kemampuan yang akan dikembangkan di
setiap bidang pengembangan;
2. kurang efektif karena membutuhkan kerjasama dari banyak guru;
3. sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya,
juga mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait;
4. dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan
guna mencari keterkaitan dan mencari tema.

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu

1. Kelebihan
Kelebihan tersebut didasari oleh beberapa alasan.
1. Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan
mudah memahami sekaligus melakukannya.
2. Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata
pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya.
3. Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan
kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek
kognitif.
4. Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa.
5. Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah
menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.
2. Kekurangan
1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani
mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk
terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran
terpadu akan sulit terwujud.
2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar
peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-
hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menggali dan menemukan).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin
juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan
mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka
penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian
materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode,
penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain
dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan
pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru
lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
6. Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan
salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain,
pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan
atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman,
selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.
G. Cara/Strategi Pembalajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu memadukan
siswa dan memadukan materi-materidari matapelajaran-matapelajaran.
1. Integrasi melalui pemaduan siswa
Cara ini memadukan beberapa kelas menjadi satu kelas, sehingga 1 pembelajaran
kelas diikuti oleh lebih dari satu tungkat usia siswa. Misalnya kelas 1 dan kelas 2
SD diajar matematika bersama-sama. Cara ini tentunya memerlukan keahlian guru
untuk memberikan tugas yang bertingkat sehingga siswa belajar dari yang mudah
menuju tingkat yang lebih sulit. Siswa kelas 1 dapat belajar dari siswa yang lebih
tua dan lebih pengetahuannya, sedangkan siswa yang lebih tua (kelas 2) dapat
mengajarkan pengetahuannya kepada siswa yang lebih muda.
2. Integrasi materi/mata pelajaran
Cara ini memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan
kegiatan pembelajaran. Dalam 1 kegiatan pembelajaran siswa belajar berbagai
mata pelajaran misal matematika, Bahasa, IPA, dan IPS. Cara ini biasanya
dilakukan dengan memadukan topik-topik (tema-tema) menjadi satu kesatuan
tema yang disebut tematik unit. Tematik unit merupakan rangkaian tema yang
dikembangkan dari suatu tema dasar. Sedangkan tema dasar merupakan pilihan
atau kesepakatan antara guru dengan siswa berdasarkan kajian keseharian yang
dialami siswa dengan penyesuaian dari materi-materi yang ada pada kurikulum.
Selanjutnya tema dasar tersebut dikembangkan menjadi banyak tema yang disebut
unit tema (subtema).

H. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu


Pada dasarnya ada 2 tahap yang harus dilalui dalam prosedur pembelajaran
terpadu yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
1. Tahap Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah rangkaian yang memuat isi dan
kegiatan pembelajaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis, yang akan
digunakan sebagai pedoman oleh guru dalam mengelola kegiatan belajar
mengajar. Dalam pembalajaran terpadu perencanaan yang harus dilakukan
seorang guru adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan tema dan unit-unit tema
Pemilihan tema ini dapat dating dari staf pengajar yaitu guru kelas atau
guru bidang studi dan siswa. Biasanya guru yang memilih tema dasarnya dan
dengan musyawarah siswa memilih unit tema. Pemilihan tema dasar yang
dilakukan oleh guru dengan mengaju pada tema dan materi-materi pada pokok
bahasan pada setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum. Tema dapat
juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain, yaitu tema yang dipilih merupakan
consensus antar siswa, misal dari buku-buku bacaan, pengalaman, minat, isu-isu,
yang sedang beredar di masyarakat dengan mengingat ketersediaan sarana dan
sumber belajar yang sesuai dengan tingkat perkembanagn siswa.
1) Tema dasar-Unit tema
Tema dapat muncul dari siswa, kemudian guru yang mengorganisir atau guru
melontarkan tema dasar, kemudian siswa mengembangkan unit temanya.
2) Curah pendapat
Curah pendapat ini bermanfaat untuk memunculkan tema dasar kemudian
dikembangkan menjadi unit tema. Setelah tema dasar dan unit tema dipilih maka
akan terbentuk jaring-jaring.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penentuan tema, yaitu :
• Penentuan tema merupakan hasil ramuan dari berbagai materi di dalam satu atau
beberapa mata pelajaran.
• Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terpadu
dalam materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman
belajar oleh para siswa.
• Tema disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa sehingga asas
perkembangan berpikir anak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
• Tema harus bersifat cukup problematik atau popular sehingga membuka
kemungkinan luas untuk melaksanakan pembelajaran yang beragam yang
mengandung substansif yang lebih luas yang apabila dibandingkan dengan
pembelajaran yang biasa.
Beberapa prosedur pemilihan tema adalah sebagai berikut :
Model ke-1
Pada model ini tema sudah ditentukan atau dipilih oleh guru berdasar pada
beberapa kurikulum beberapa mata pelajaran yang kemudian dapat dikembangkan
menjadi sub-sub tema atau unit tema.
Model ke-2
Pada model ini tema ditentukan bersama antara guru dengan siswa. Meskipun
demikian tema tidak boleh lepas dari materi yang akan dipelajari.
Model ke-3
Pada model ini tema ditentukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
b. Langkah perencanaan aktivitas
Langkah perencanaan aktivitas di sini meliputi : pemilihan sumber, pemilihan
aktivitas, dan perencanaan evaluasi. Evaluasi dalam pembalajaran terpadu
meliputi berikut ini :
1. Janis evaluasi yaitu evaluasi otentik.
2. Sasaran evaluasi berupa proses dan dan hasil belajar siswa.
3. Aspek yang dievaluasi. Keseluruhan aspek kepribadian siswa dievaluasi yaitu
meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4. Teknik-teknik evaluasi yang digunakan meliputi :
a. Observasi (mengamati prilaku hasil belajar siswa) dengan menggunakan daftar
cek atau skala penilaian.
b. Wawancara guru dan siswa dengan menggunakan pedoman wawancara.
c. Evaluasi siswa
d. Jurnal siswa
e. Portofolio
f. Tes prestasi belajar (baku atau buatan guru)
c. Kontrak belajar
Kontrak belajar ini akan memeberikan arah dan isi aktivitas siswa dan merupakan
suatu kesepakatan antara guru dan siswa.
2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu dan Evaluasi
Pada tahap pelaksanan ini langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas siswa
Aktivitas dapat berupa : pengumpulan informasi baik kelompok maupun
individual, membaca sumber, wawancara dengan narasumber, pengamatan
lapangan, eksperimen, pengolahan informasi, dan penyusunan laporan.
b.Kulminasi (Sharing)
Kulminasi (Sharing) dalam bentuk penilaian proses (merupakan dampak dari
proses pembelajaran, dampak pengiring, prosedur formal dan informal terutama
untuk memperoleh balikan) yaitu penyajian laporan, diskusi dan balikan, unjuk
kerja dan pameran, serta evaluasi.

I. Kesimpulan
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam
intramata pelajaran maupun antarmata pelajaran. Disini dituntut keprofesionalan
seorang guru dalam mengkaitkan beberapa materi dalam satu mata pelajaran atau
bahkan dari berbagai macam mata pelajaran. Guru sangat dituntut untuk
berwawasan yang luas, sehingga dalam mengkaitkan antar beberapa mata
pelajaran tidak terpisah-pisah, melainkan menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
terpadu.html#ixzz2uZczpIaO

Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS


PROYEK ATAU TUGAS
1. Pengertian

Pembelajaran berbasis proyek atau tugas adalah metode belajar yang


menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata.

Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) membutuhkan


suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa
didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah
autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa
untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata
(Buck Institue for Eduction, 2001).

Dalam pem bel ajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau pro yek yang
kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian di be rikan bantuan
secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di sam ping itu, penerapan
strategi pembel ajaran berbasis proyek/ tugas ini mendo rong tumbuhnya
kompetensi nurturant seperti kreativitas, ke mandirian, tanggung jawab, keper
cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.
Dari berbagai karakteristiknya, Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori-
teori belajar konstruktivistik.Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat
dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa peserta didik membangun
pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri.

Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi pembelajaran, Pembelajaran


Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai pendekatan penciptaan lingkungan
belajar yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan
keterampilan melalui pengalaman langsung. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis
Proyek dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk alternatif
pemecahan masalah riil tertentu, dan pebelajar mengalami proses belajar
pemecahan masalah itu secara langsung.

Menurut banyak literatur, konstruktivisme adalah teori belajar yang bersandar


pada ide bahwa pebelajar mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam
konteks pengalaman mereka sendiri (Murphy, 1997; Brook & Brook, 1993, 1999;
Driver & Leach, 1993; Fraser, 1995). Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada
kegiatan aktif pebelajar dalam memperoleh pengalaman langsung (“doing”),
ketimbang pasif “menerima” pengetahuan. Dari perspektif konstruktivis, belajar
bukanlah murni fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan para
behavioris, akan tetapi belajar adalah proses yang memerlukan pengaturan diri
sendiri (self-regulation) dan pembangunan struktur konseptual melalui refleksi
dan abstraksi (von Glaserfeld, dalam Murphy, 1997). Kegiatan nyata yang
dilakukan dalam proyek memberikan pengalaman belajar yang dapat membantu
refleksi dan mendekatkan hubungan aktivitas dunia nyata dengan pengetahuan
konseptual yang melatarinya yang diharapkan akan dapat berkembang lebih luas
dan lebih mendalam (Barron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford,
& The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998).

Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek, yang mendasarkan


pada aktivitas dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam
pengetahuan konseptual dan prosedural (Gagne, 1985), yang pada khasanah lain
disebut juga knowing that dan knowing how (Wilson, 1995). Knowing ‘that’ and
‘how’ is not sufficient without the disposition to ‘do’ (Kerka, 1997). Perluasan
dan pendalaman pemahaman pengetahuan tersebut dapat diamati dengan
mengukur peningkatan kecakapan akademiknya.

Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa
dalam belajar, dan memberikan alternatif-alternatif melalui aplikasi, bukti-bukti,
dan argumen-argumen.

2. Katakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas

Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan


pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998).
Sedangkan menurut Buck Institute For Education (1999)dalam Made (2000, 145)
belajar berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu :

1. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja


2. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
3. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
4. Siswa bertanggunga jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang dikumpulkan
5. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu
6. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan
7. Hasil akhir berupa produk dan di evaluasi kualitasnya
8. Kelas memiliki atmosfir yang memberikan toleransi kesalahan dan
perubahan.

3. Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas

Ada lima criteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran


berbasis proyek , lima criteria itu yaitu :

1. Keterpusatan ( centrality)

Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum,
bukan pelengkap kurikulum ,didalam pembelajaran proyek adalah strategi
pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep – konsep inti suatu disiplin
ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana
siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh
karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis
dari konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral kegiatan
pembelajaran dikelas.

1. Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah , yang
mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsip-
prinsip inti atau pokok dari disiplin.

1. Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupadesain,


pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, deskoveri akan
tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi
pengetahuan

1. Bersifat otonomi pembelajaran


Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran
terhadap proyek

1. Bersifat realisme

Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata , berfokus


pada pertanyaanatau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya
berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.

4. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek atau tugas

Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL
yang akan dibuat di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni
persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat
dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut

1. Persiapan

Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat


dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam
mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka
yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu pengerjaannya. Hal ini
akan mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan suatu proyek dan
cukup membantu dalam menjawab pertanyaan, beraktifitas dan berkarya.
Kerangka menjadi sesuatu yang penting untuk dibaca dan digunakan oleh pelajar.
Oleh karenanya, pengajar harus melakukan perannya dengan baik dalam
menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum, mengumpulkan pertanyaan,
mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam menyelesaikan
proyek, dan menyimpannya di dalam web.

1. Penugasan/menentukan topik.

Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan sendiri,
pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya mencari
sumber yang dapat membantu. Dengan berdasar pada referensi alamat web yang
berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan langsung mendapatkan materi yang
berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan proyek. Lalu pelajar berupaya berpikir
dengan kemampuannya berdasar pada pengalaman yang dimiliki, membuat
pemetaan topik, dan mengembangkan gagasannya dalam menentukan sub topik
suatu proyek.

1. Merencanakan kegiatan.

Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar
kelas. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan
sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik dan
menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus
mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan pengajar
berkewajiban menyampaikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua,
sehingga orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam
menyelesaikan proyek.

1. Investigasi dan penyajian.

Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan pada ahlinya melalui e-mail,


memeriksa web site, dan saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta
melakukan survei melalui web. Dalam perkembangannya, terkadang berisi
observasi, eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat dilakukan secara sinkron dan
asinkron melalui chating. Lalu penyajian hasil dapat berupa gambar, tulisan,
diagram matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin, orang tua dan pengajar
berkomunikasi untuk memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh pelajar.

1. Finishing.

Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web, gambar, dan lain-lain. Sebagai
hasil dari kegiatannya. Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan terhadap
proyek untuk pengembangan selanjutnya. Peserta menerima feedback atas apa
yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback online
disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara langsung berkomentar dan
memberikan kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi orang lain.

1. Monitoring/Evaluasi.
Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh
tiap pelajar berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam
pengerjaan proyek.
2. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah metode penyajian bahan


pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat
tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun secara
kelompok.

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran dan memberikan kesempatan peserta didik melakukan sendiri
kegiatan belajar yang ditugaskan. empat prinsip berikut ini akan membantu siswa
dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.

1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang

Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka
menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap
terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat
dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu
rutin.

Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah
mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang
jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan,
mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkanuntuk
menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam tugas selama
pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi
tugas-tugas tersebut secar bermakna.

Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh perhatian pada
tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru
menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai contoh guru dpat
menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di
kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-
petunjuk tentang “apa yang dilakukan” adalah penting guru tidak menyertakan
penjelasan tentang “mengapa” sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses
pembelajaran yang terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru hendaknya
mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan
waktu cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.

1. Menganekaragamkan Tugas-tugas

Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik


tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata
dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik
daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara tugas
yang diberikan di samping hakikat tugas beljar dan strategi-strategi kognitif yang
telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan
multimedia menawarkn berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan
mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk
membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.

1. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada
siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang
dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan
untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan
yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika
tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas
seperti sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik
perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa
memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga
kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas
tersebut atas jerih payah sendiri.

1. Memonitor Kemajuan Siswa

Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas


pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan
untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan proses-proses
kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa
dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat beberfapa siswa
diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a
dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di
antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami tugas
tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok-kelompok
tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara
mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan waktu, hendaknya guru
mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka
dengan umpan balik.

Kompetensi yang dikembangkan selain kompetensi disiplin ilmu (discipline-based


competencies) dan kompetensi interpersonal (interpersonal competencies ) dan
kompetensi intrapersonal ( intrapersonal competencies) dalam diri siswa.
Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan pemahaman konsep, prinsip dan teori
dari disiplin ilmu. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan
berkomunikasi, berkolaborasi, berperilaku sopan dan baik, menangani konflik,
bekerjasama, membantu orang lain, dan menjalin hubungan dengan orang lain dan
masyarakat. Kompetensi intrapersonal mencakup apresiasi terhadap keragaman,
melakukan refleksi diri, disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan diri hidup
sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi.

Kompetensi yang telah diidentifikasi dari pebelajar ini merupakan kompetensi


yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja
merupakan kompetensi yang amat penting di tempat kerja. Karena hakikat kerja
proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan kompetensi tersebut berlangsung
di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan
cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.

6. Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek atau tugas

è Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi.

Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa
suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek.
Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya
keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun daripada
komponen kurikulum yang lain.

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa


menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan
masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan
dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan
belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem-problem yang kompleks.

1. Meningkatkan kolaborasi.

Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan


dan mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989).
Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah
aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa
siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978;
Davidov, 1995).

1. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.

Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk


menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang
diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

1. Increased resource – management skills

Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik menberikan


kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan
membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperi perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.

è Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu :

1. Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan


masalah kedisiplinan , untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara
melatih dan menfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah .
2. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan
masalah.
3. Memerlukan biaya yang cukup banyak
4. Banyak peralatan yang harus disediakan

Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek seorang peserta


didik dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi
masalah , membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek,
meminimaliskan dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat
dilingkungan sekitar , memilih lokasi penelitian yang terjangkau yang tidak
membutuhkan banyak biaya dan waktu.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
berbasis-proyek-atau.html#ixzz2uZd5hMce

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN (SERVICE LEARNING)

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN (SERVICE LEARNING)

A. Pengertian

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah satu bagian dari strategi
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/ CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel, sehingga dapat diterapkan dari
satu permasalahan atau konteks, ke permasalahan atau konteks lainnya.

Jadi dalam pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan mampu memahami makna


materi pelajaran yang diajarkan oleh guru, sehingga siswa memiliki ketrampilan
yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata berkaitan dengan materi yang
diajarkan tersebut. Kehidupan nyata siswa tersebut berkaitan dengan kehidupan
sosialnya, kehidupan pribadinya maupun kehidupan budaya dari lingkungan siswa
tersebut.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni:
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
Jadi pembelajaran kontekstual menitikberatkan pada suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual ini dapat kita temui dalam
pembelajaran berbasis jasa layanan, yakni menempatkan siswa di dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis
sekolah, guna merefleksikan jasa-layanan tersebut. Jadi menekankan hubungan
antara pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain,
pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang
diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dalam
masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.

B. Ciri-ciri
Seperti yang telah kita ketahui di atas, bahwa pembelajaran berbasis jasa layanan
merupakan salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual. Oleh karena
itu, ciri-ciri pembelajaran berbasis jasa layanan harus sesuai dengan cirri-ciri
pembelajaran kontekstual. Cirri-ciri tersebut antara lain:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)


Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan
pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran
akademik, ilmu pengetahuan alam atau sejarah dengan pengalamannya mereka
sendiri, berarti mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan
untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat
proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL

2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)


Pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan
materi pelajaran dengan kehidupan siswa.

3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)


Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri,
melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari
dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri,
memberi kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.

4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu
mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling
berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir
tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu
kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan
masalah, menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan
pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk
meningkatkan kemurnian serta ketajaman pemahaman dalam mengembangkan
sesuatu

6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)


Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan
kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek
kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif
berprestasi, dan sebagainya. Guru dalam pembelajaran kontekstual juga berperan
sebagai konselor dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa
harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)


Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal,
mencapai keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan
dia dibantu oleh gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.

8. Menggunakan penilaian yang autentik (using authentic assessment)


Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan
keterampilan akademik baru dalam situasi nayata untuk tujuan tertentu. Penilaian
autentik merupakan antitesis dari ujian standar, penilaian autentik memberi
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

Penjelasan-penjelasan di atas merupakan ciri-ciri pembelajaran kontekstual, dari


ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis jasa
layanan mengandung ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini diwujudkan dengan kerjasama


kelompok yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari pengetahuan yang baru diketahui
siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui kegiata yang beranfaat untuk
memenuhi kebutuhan dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan tugas
terstruktur).

C. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu pendekatan pembelajaran


yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis
sekolah, guna merefleksikan jasa-layanan tersebut. Jadi menekankan hubungan
antara pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain,
pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang
diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dalam
masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah satu bagian dari strategi
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Pembelajaran berbasis jasa layanan mengandung ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini diwujudkan dengan kerjasama


kelompok yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari pengetahuan yang baru diketahui
siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui kegiata yang beranfaat untuk
memenuhi kebutuhan dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan tugas
terstruktur).

Anda mungkin juga menyukai