Anda di halaman 1dari 188

41 MACAM MODEL METODE

PEMBELAJARAN EFEKTIF
August 2, 2014August 4, 2014 teguhtwLeave a comment

Populernya model metode pembelajaran ceramah dan 41 model pembelajaran yang sering
terlupakan….

Berikut akan saya paparkan macam-macam metode pembelajaran yang efektif untuk dapat
dilaksanakan. Khususnya para pendidik atau juga para calon pendidik. Selama ini kita hanya
familiar atau bahkan selalu hanya menggunakan metode seperti ceramah. padahal banyak sekali
selain metode tersebut yang dapat digunakan dan efektif dalam usaha meningkatkan pemahaman
peserta didik terhadap materi yang kita sampaikan dan pada akhirnya tujuan dari pembelajaran
yang sudah kita tetapkan di awal tercapai dengan baik dan akan tecipta pembelajaran yang
berkualitas serta tercipta pengalaman-pengalaman yang menarik.

Selanjutnya anda dapat mengklik metode di bawah ini, karena dalam micro teaching di daftar
mata kuliah saya dan termasuk kedalam pembahasan kependidikan jadi disini akan dijelaskan
secara singat untuk masing-masing metode tersebut.

1. EXAMPLE NON EXAMPLE


Contoh dapat dari kasus/ gambar yang relevan dengan KD
2. PICTURE NON PICTURE

3. NUMBERED HEADS TOGETHER


(Kepala bernomor, Spencer Kagan 1992)
4. COOPERATIVE SCRIPT
(Dansereau Cs 1985)
5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
(Modifikasi dari number heads)
6. STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Tim siswa kelompok prestasi
7. JIGSAW -MODEL TIM AHLI
(Aronssn – Braney – Stephen – Sikes – and Snapp 1978)
8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
Pembelajaran berdasarkan masalah
9. ARTIKULASI

10. MIND MAPPING

11. MAKE – A MATCH


mencari pasangan (lorna Curran 1994)
12. THINK PIR AND SHARE
13. DEBATE

14. ROLE PLAYING

15. GROUP INVESTIGATION


Sharan 1992
16. TALKING STICK

17. BERTUKAR PASANGAN

18. SNOWBALL THROWING

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING


Siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya
20. COURSE REVIEW HORAY

21. DEMONSTRATION DAN EKSPERIMEN


( Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen )
22. EXPLISIT INSTRUCTION
Pengajaran langsung ( Rosenshina and Stevens 1986 )
23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
Kooperative membaca dan menulis (Steven and Slavin 1995)
24. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)
oleh Spencer Kagan
25. COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

26. WORD SQUARE

27. SCRAMBLE

28. TAKE AND GIVE

29. CONSEPT SENTENCES

30. COMPLETTE SENTENCE

31. TIME TOKEN AREND 1998

32. PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993

33. ROUND CLUB (KELILING KELOMPOK)

34. TARI BAMBU

35. DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STRAY TWO STRAY)


SPENCER KAGAN 1992)
36. STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK (SAS)

37. PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

38. NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

38. INQUIRY

39. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

40. BERBASIS PROYEK DAN TUGAS

41. PEMBELAJARAN BERBASIS JASA DAN LAYANAN (SERVICE LEARNING)

Model Pembelajaran EXAMPLE NON EXAMPLE

EXAMPLE NON EXAMPLE

1. Pengertian

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example
merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media
pembelajaran. Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar
dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir
kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-
contoh gambar yang disajikan.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar
tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.
Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks
analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan
di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas
rendah seperti :

a. kemampuan berbahasa tulis dan lisan,


b. kemampuan analisis ringan, dan
c. kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya

Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP,
Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah
jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat
dengan jelas.

B. Ciri-ciri

Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk
belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua
cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga
dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat
digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat
dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep
yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang
ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang
sedang dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang
sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu
konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya.
Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat
mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
C Kelebihan dan Kekurangan.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain:
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman
konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk
membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep
dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa
bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

1. Langkah-langkah :

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran


2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa
untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai
7. Kesimpulan

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE


MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Picture
and Picture ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model
pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang
digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif
setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat
peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada peserta didik
untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan
metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses
pembelajaran.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran.
Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses
pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu
atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT
dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and
picture adalah sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan
dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu
dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara
seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi
bermakna.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar
mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh
mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator
ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh
peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan
momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari
sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini
belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat
siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya.
Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat
memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan
tertentu.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang
kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa
merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan
indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain
untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan
pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain
dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator
yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.
7. Kesimpulan/rangkuman
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi
pelajaran

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture and Picture:


Kelebihan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan
memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir,
4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
5. Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu
2. Banyak siswa yang pasif.
3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas.
4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
KESIMPULAN
Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar
dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif,
Kreatif, dan Menyenangkan. Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media
dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses
pembelajaran.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and
picture adalah sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan
dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk mengurutkan gambar-gambar secara logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan/rangkuman

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan strategi


pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan
diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian
besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta
berdiskusi untuk memecahkan masalah

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan
oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah sebagai
berikut :
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:
29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam
langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok


Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.
Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras,
suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah


Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban


Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan


Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil
belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih
siap dalam menguasai materi serta belajar menerima keanekaragaman dengan kelompok lain,
karna dalam model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena
setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh
karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.

Metode Belajar Cooperative script

metode belajar Cooperative script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.


2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi /
menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal
ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya,
serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7.

Kelebihan:

 Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.


 Setiap siswa mendapat peran.
 Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.

Kekurangan:

 Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu


 Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya
sebatas pada dua orang tersebut).
model pembelajaran Kepala bernomor struktur

Model pembelajaran Kepala bernomor struktur

1. Pengertian
Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model
pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran
siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada
siswa yang membutuhkan atau anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar
kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa
yang berprestasi tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh


pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang studi
menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih
tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model
ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok
heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru
mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu
nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran
kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri
khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa
memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini
menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok.

Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh
Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung
pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan
alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti
ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008). Menurut Kagan (2007) model
pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,
mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih
produktif dalam pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Kepala bernomor


struktur)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan memilih manakah
model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu.
Ciri-ciri pembelajaran kepala bernomer struktur sebagai berikut:
1) Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa
nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah
siswa di dalam kelompok.
2) Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di
pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat
umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
3) Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk
menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua
anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
4) Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok
yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas,
kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut,
selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan
berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban
tersebut.

3. Langkah – langkah Kepala bernomor struktur

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang
berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan
soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil
kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5. Kesimpulan
4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kepala bernomor struktur

5. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan
a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Mampu memperdalam pamahaman siswa.
c. Melatih tanggung jawab siswa.
d. Menyenangkan siswa dalam belajar.
e. Mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
f. Meningkatkan rasa percaya diri siwa.
g. Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama.
h. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
i. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
j. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati
jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2) Kelemahan
a. Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila
kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi)
b. Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk
mencarikan jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu .
c. Apabila pada satu nomer kurang maximal mengerjakan tugasnya, tentu saja mempengaruhi
pekerjaan pemilik tugas lain pada nomer selanjutnya.

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model


pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatifsiswa didorong
untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah
prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari
temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD

1. Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model


pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang berbeda
(heterogen)

2. Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 ) menyatakan bahwa :pembelajaran kooperatif


adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja
sama.

3. Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa : pembelajaran


kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama
ini. Pertama,beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan
sosial,menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,serta dapat meningkatkan
harga diri.kedua,pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar,berfikir,memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan

dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok

mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama

diantara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai

a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

c. Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

4. Sintaks Model Pembelajaran STAD

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti

Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD


Langkah Indikator Tingkah laku guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa mengkomunikasikan
kompetensi dasar

yang akan dicapai serta


memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi


kepada siswa
Menyajikan informasi

Langkah 2
Guru menginformasikan
pengelom-pokkan

Siswa

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok- kelompok Guru memotivasi serta


belajar memfasilitasi kerja siswa dalam
kelompok-kelompok belajar

Membimbimg kelompok
Langkah 4 belajar Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang

materi pembelajaran yang telah


dilaksanakan

Langkah 5 Evaluasi

Guru memberi penghargaan


hasil belajar

individual dan kelompok


Langkah 6 Memberikan penghargaan

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas
John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5
orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari
berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan
lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya
dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi
dan kuis.

Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain :

a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok

d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok

lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab

kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.

f. Guru memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin

g. Guru memberikan evaluasi.

h. Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh

kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.

Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan


pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD

Skor Kuis Poin peningkatan


Lebih dari 10 point di bawah skor dasar 5

1-10 point di bawah skor dasar 10

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30

Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar 30

Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar

(Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)

Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan

yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin

peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan

kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok

Kriteria Nilai Perkembangan


Excellent 22,6 – 30

The best teams 15,1 – 22,5

Good teams 7,6 – 15,0

General teams ≥7,5

(Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD

A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) :


a) Meningkatkan kecakapan individu

b) Meningkatkan kecakapan kelompok

c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya

e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu:

b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang
pandai lebih dominan.

1. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa

Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat menciptakan
kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian diharapkan terjadi interaksi
antara guru dan siswa yang pada umumnya akan merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila
guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih
memahami dan mengerti konsep-konsep fisika secara benar.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara konsisten baik bagi
siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap
materi pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas
dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan
motivasi dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model
pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab
mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan
anggota kelompok merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-
beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan kesadaran akan perbedaan.
Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan model STAD akan melatih siswa untuk
menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses
pelaksanaannya, kegiatan model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk memahami
materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan
uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan penerapan model
pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-student-
teams.html#ixzz2uZXKTNWl

Model Pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw

1. Pengertian

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model
pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut kepada kelompoknya.Pada model pembelajaran jigsaw ini keaktifan siswa (student
centered) sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 3-5 orang yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli.

Dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar
yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota
kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus
trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap
angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota
kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam
kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing
anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.
Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah
untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok
kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang
telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu
untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli,
sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe
Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi
yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang
positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang
biberikan.

1. Langkah- Langkah dalam metode jigsaw

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji.
Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:
1. Awal kegiatan pembelajaran
a. Persiapan
1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan
Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum, memotivasi siswa dan menjelaskan
tujuan dipelajarinya topik tersebut.
2. Materi
Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa bagian
pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya
konsep materi pembelajaran yang ingin dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli
Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan 3-5 orang yang
heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun latar belakang
sosialnya
4. Menentukan Skor Awal
Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya atau
nilai akhir siswa secara individual pada semester sebelumnya.
2.

Rencana Kegiatan
1. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan
menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
2. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua
sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan topik yang
didiskusikannya.
4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor kelompok atau
menghargai prestasi kelompok.
3. Sistem Evaluasi
Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:
1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik.
2. Membuat laporan mandiri atau kelompok.
3. Presentasi
Materi Evaluasi
– Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh mahasiswa.
– Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.

1. Kelebihan

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw


memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas
menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.

1. Kelemahan

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :

1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru
harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga
ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan
untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini
guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam
menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.

3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan
agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.

4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
jigsaw.html#ixzz2uZXP82Tt

4/21/2012
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED
INTRODUCTION)

PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di
Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974),
karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk
situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain – University of Limburg di Maastricht
(Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika)
mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-
program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana
(Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan
pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam
psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang
berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan
bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang
disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan
kontektual mempengaruhi pembelajaran.

A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Suherman (2003: 7)


Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang
menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu
bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.

Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana
pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.

Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan
dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus
memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed
learning.

Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Departemen Pendidikan Nasional (2003)


Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika
siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan
strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk
menyelesaikan belajarnya itu.

Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk
menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

Muslimin Ibrahim (2000:7)


Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan
untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang
nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers
pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru

B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan
dengan PBL

1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi
oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala
pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan.
Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada
kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi.
Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif.
Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika
belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan
semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana
informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.

2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.


Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan
keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer,
1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan
belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan
evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada
pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan
masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan
memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan
apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?

3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah
tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan
untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius.
Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada
pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan
penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami
kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga
menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-
maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).

Bridges (1992) dan Charlin (1998)


Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah menggariskan
beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi
oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun
berdasarkan masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber
dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa
dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang
banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki
oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan
tahapan, yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
5. memilih cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik
yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan
dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa
melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama
berlangusungnya pemecahan masalah.

Berikut langkah-langkah PBM.


1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba
mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok
Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor
kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi pemecahan masalah nyata, grup Anda akan
harus secara aktif mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat


Tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang penyebab masalah atau ide-ide tentang bagaimana
untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil
penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain yang perlu ditangani.
3. Daftar apa yang dikenal.
Buat pos berjudul “Apa yang kita ketahui?” pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi
yang terkandung dalam skenario.

4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.


Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu
atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk
menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin
harus direvisi sebagai informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.

5. Daftar apa yang dibutuhkan.


Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka
di bawah daftar kedua berjudul: “Apa yang kita perlu tahu?” Beberapa jenis pertanyaan yang
mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu
dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk
informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin
akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.

6. Daftar tindakan yang mungkin.


Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: “Apa yang harus kita lakukan?”.
Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli,
mendapatkan data online, atau mengunjungi perpustakaan.

7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.


Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan
informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin
perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat mengidentifikasi laporan masalah yang lebih.
Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan
masalah. Beberapa masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan
atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.

8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang
tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung
rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan menggunakan
gambar, grafik, atau suara.

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)


Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah
masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang
mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan
dugaan dan rencana penyelesaian.
b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi
dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi
terhadap proses pemecahan masalah.

A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti halnya model-
model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk
membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya ketrampilan menyelidiki, memahami
peran orang dewasa dn membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri Hendaknya difikirkan
dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas
kepada siswa

2. Merancang situasi masalah yang sesuai


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa untuk memilih
masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya
otentik ( berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa ), mengandung teka-teki dan tidak
terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten
dengan tujuan kurikulum.

3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya dan
merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model pembelajaran ini
dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan peralatan, pelaksanaan dapat
dilakukan didalam maupun diluar kelas.

B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk memperoleh
informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini adalah kegiatan penyelidikan
terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri. Oleh karena itu
cara yang baik dalam menyajikan masalah adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang
mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah
tersebut.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan
penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan kerja sama di anatara siswa dan saling
membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi
pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan
untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat
menggunakan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut.
Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi
pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan
untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan
tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak
seperti laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas guru pada tiap akhir
pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap akhir pembelajaran
berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir
mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen


Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk mengendalikan
tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga terciptanya kenyamanan,
kemudahan siswa dalam melakukan aktivitasnya.

D. Asesmen dan evaluasi


Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and
paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan
untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya
harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar
(Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di
kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai
mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan untuk
menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggung jawab
belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar ( learning to learn ), penyelesaian dan
penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam
pembelajaran berbasis masalah guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan
metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu
siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai
berikut:
Guru sebagai pelatihv
Siswa sebagai problem solverv
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv
Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ø
memonitor pembelajaranØ
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø
menjaga agar siswa terlibatØ
mengatur dinamika kelompokØ
menjaga berlangsungnya prosesØ
peserta yang aktifØ
terlibat langsung dalam pembelajaranØ
membangun pembelajaranØ
menarik untuk dipecahkanØ
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajariØ

Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase
perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.

Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar
yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir
tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental
seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.


1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia
lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.


1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar
masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan.
Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada
kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda,” (hal. 419).
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar,
terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan
sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan,
karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya
bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi

F. Kesimpulan

Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah
kedokteran di McMaster University di Kanada.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya
lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik
dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan
terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh
siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah
ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat
memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan
aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja
kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa
seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang
berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan,
melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain,
penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari
sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-
hari.

Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri,
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,
Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses konstruktif dan bukan
penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi pembelajaran, danFaktor-
faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran.

Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah :


1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki
oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa

Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :


1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut.


A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi masalah yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar
yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.


1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.


1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

1. Pengertian

Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya
kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai
banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh
tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa
merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan
dimana kita berada.

Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa
menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan
dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan
daripada menggunakan teknik mencatat biasa..

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat
materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai
teknik mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan
pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind
mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan
semakin kreatif.
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini
dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata
sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat
efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi
di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang
dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan
untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.

Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan
seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan.
Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.

Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping

 Catatan biasa :

a. Catatan Biasa

b. Hanya berupa tulisan-tulisan saja

c. Hanya dalam satu warna

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama

f. Statis

 Mind mapping :

a. Peta pikiran

b. Berupa tulisan, simbol, dan gambar

c. Berwarna warni

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif

f. Membuat individu menjadi kreatif

Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi
kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak
maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik
secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya
memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa
dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang
terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika
berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.
Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi
belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004.
Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)

Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam
posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas
dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping
yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal
bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan
ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan
menguasai materi pelajaran.

Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada
setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis
cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk
tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu
bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari
masing-masing garis.

Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau
untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan (
2 orang ).

Langkah-langkah pembelajarannya :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.

3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.

4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima
dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti
peran. Begitu juga kelompok lainnya.

5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan


teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.

6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa.

7. Kesimpulan/penutup.
2. Prinsip Dasar Mind Mapping

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas,
simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon.

3. Kelebihan dan Kekurangan mind mapping

Beberapa manfaat memiliki mind maping antara lain :

a. Merencana

b. Berkomunikasi

c. Menjadi Kreatif

d. Menghemat Waktu

e. Menyelesaikan Masalah

f. Memusatkan Perhatian

g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran

h. Mengingat dengan lebih baik

i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien

j. Melihat gambar keseluruhan

Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.

Kekurangan model pembelajaran mind mapping:

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan


KESIMPULAN

Jadi model pembelajaran mind mapping adalah suatu model pembelajaran untuk menempatkan
informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti
peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Model pembelajaran Mind Mapping
sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban.
Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas,
simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon.

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat
materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai
teknik mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan
pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind
mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan
semakin kreatif.

Kelebihan :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.

Kekurangan :

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

METODE MAKE A MATCH

METODE MAKE A MATCH

1. PENGERTIAN
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas,
interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang
terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa
bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung
belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh
siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas
permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar
siwa tenyata dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini
tampak pada pencapaian nilai akhir siswa .

Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang
dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan
partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa .

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih
komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan
sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran
dengan metode make a match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini
menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim
(2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa
mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup
lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie,
2003:30)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan
yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode
pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu
siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI


Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk
sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu
yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang bertuliskan soal “sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati
bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match
dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang
yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa
lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa
mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran
kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah
pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya
sebagai berikut:
1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal
87,50% .
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada metode ini. Di samping manfaat yang dirasakan
oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan
mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam
proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah
suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan
mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap
suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan
siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung
bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar penggunaan metode make a match, siswa nampak
lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu
pasangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang
ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match
dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang
yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa
lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa
mencari pasangan kartunya masing-masing.

Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan
keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar
dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa
diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode make a
match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu
menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar
kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan imajinasi;
memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang
menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik
mata pelajaran.

Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Strategi think –pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagai adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

1. Pengertian

Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai
yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi
atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi
penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya . Sekarang
guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan
dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab
kelompok keseluruhan.

1. Langkah-langkah

Langkah 1 : Berpikir ( thinking )

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta
siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

Langkah 2 : Berpasangan ( pairing )

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka
peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu
pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.
Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3 : Berbagi ( sharing )

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas
yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke
pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk
melaporkan. Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).

Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi berpasangan yang
dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran

Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair and Share adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan

mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.

5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan

dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

1. Kelebihan TPS (Think-Pair-Share)


1. Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu
sama lain.

2. Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.

3. Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.

4. Interaksi lebih mudah.

5. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.

6. Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk
didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

7. Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kelas.

8. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi


antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.

9. Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara
berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan
(diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

10. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai


materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang
diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.

11. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan
temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

12. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok,
dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

13. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada menyebar.

14. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.

15. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS
menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang
diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi
dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
16. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat
selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka
siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

17. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi
siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran
dengan model konvensional.

18. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa
malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan
menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton
dibandingkan metode konvensional.

19. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa
yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam
menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar”
materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab
semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

20. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh
siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara
bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

21. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan
dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga
siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui
secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

1. Kelemahan TPS (Think-Pair-Share)

1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.

2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.

3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang
berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat
meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

4. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

5. Lebih sedikit ide yang muncul.

6. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.


7. Menggantungkan pada pasangan.

8. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu
siswa tidak mempunyai pasangan.

9. Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.

10. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.

11. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung
guru melakukan intervensi secara maksimal.

12. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf
berfikir anak

13. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti
dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan
sendiri bagi siswa.

14. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu
yang terbatas.

15. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

16. Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar
siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

MODEL PEMBELAJARAN DEBAT

Model pembelajaran DEBAT

A. PENGERTIAN DEBAT
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan
maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara
formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-
negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan
yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri.

Contoh lain debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar kandidat legislatif dan
debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan menjelang pemilihan umum.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat sekolah
dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan (“format”)
yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah
pernyataan. Debat disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan
pemenang dari sebuah debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil
menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
B. DEBAT KOMPETITIF DALAM PENDIDIKAN
Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif tidak bertujuan untuk
menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti kemampuan untuk mengutarakan pendapat
secara logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan pendapat yang berbeda, dan kemampuan
berbahasa asing (bila debat dilakukan dalam bahasa asing).
Namun demikian, beberapa format yang digunakan dalam debat kompetitif didasarkan atas debat
formal yang dilakukan di parlemen. Dari sinilah muncul istilah “debat parlementer” sebagai
salah satu gaya debat kompetitif yang populer. Ada berbagai format debat parlementer yang
masing-masing memiliki aturan dan organisasinya sendiri.
Kejuaraan debat kompetitif parlementer tingkat dunia yang paling diakui adalah World
Universities Debating Championship (WUDC) dengan gaya British Parliamentary di tingkat
universitas dan World Schools Debating Championship (WSDC) untuk tingkat sekolah
menengah atas.
Kompetisi debat bertaraf internasional umumnya menggunakan bahasa Inggris sebagai
pengantar. Tidak ada bantuan penerjemah bagi peserta manapun. Namun demikian, beberapa
kompetisi memberikan penghargaan khusus kepada tim yang berasal dari negara-negara yang
hanya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English as Second Language – ESL).
Negara-negara yang terkenal dengan tim debatnya antara lain Inggris, Australia, Irlandia, dan
Amerika Serikat. Di Asia, negara yang dianggap relatif kuat antara lain Filipina dan Singapura.
1. Debat kompetitif di Indonesia
Di Indonesia, debat kompetitif sudah mulai berkembang, walaupun masih didominasi oleh
kompetisi debat berbahasa Inggris. Kejuaraan debat parlementar pertama di tingkat universitas
adalah Java Overland Varsities English Debate (JOVED) yang diselenggarakan tahun 1997 di
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, dan diikuti oleh tim-tim dari berbagai wilayah di P.
Jawa. Kejuaraan debat se-Indonesia yang pertama adalah Indonesian Varsity English Debate
(IVED) 1998 di Universitas Indonesia. Hingga kini (2006), kedua kompetisi tersebut
diselenggarakan setiap tahun secara bergilir di universitas yang berbeda.
Sejak 2001, Indonesia telah mengirimkan delegasi ke WSDC. Delegasi tersebut dipilih setiap
tahunnya melalui Indonesian Schools Debating Championship (ISDC) yang diselenggarakan
oleh Departemen Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Association for Critical Thinking
(ACT).

2. Berbagai gaya debat parlementer


Dalam debat kompetitif, sebuah format mengatur hal-hal antara lain:
1. jumlah tim dalam satu debat
2. jumlah pembicara dalam satu tim
3. giliran berbicara
4. lama waktu yang disediakan untuk masing-masing pembicara
5. tatacara interupsi
6. mosi dan batasan-batasan pendefinisian mosi
7. tugas yang diharapkan dari masing-masing pembicara
8. hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pembicara
9. jumlah juri dalam satu debat
10. kisaran penilaian
Selain itu, berbagai kompetisi juga memiliki aturan yang berbeda mengenai:
Penentuan topik debat (mosi) – apakah diberikan jauh hari sebelumnya atau hanya beberapa saat
sebelum debat dimulai (impromptu)
Lama waktu persiapan – untuk debat impromptu, waktu persiapan berkisar antara 15 menit
(WUDC) hingga 1 jam (WSDC)
Perhitungan hasil pertandingan – beberapa debat hanya menggunakan victory point (VP) untuk
menentukan peringkat, namun ada juga yang menghitung selisih (margin) nilai yang diraih kedua
tim atau jumlah vote juri (mis. untuk panel beranggotakan 3 juri, sebuah tim bisa menang 3-0
atau 2-1)
Sistem kompetisi – sistem gugur biasanya hanya digunakan dalam babak elimiasi (perdelapan
final, perempat final, semifinal dan final); dalam babak penyisihan, sistem yang biasa digunakan
adalah power matching
Format debat parlementer sering menggunakan peristilahan yang biasa dipakai di debat parlemen
sebenarnya:

Topik debat disebut mosi (motion)


Tim Afirmatif (yang setuju terhadap mosi) sering disebut juga Pemerintah (Government), tim
Negatif (yang menentang mosi) disebut Oposisi (Opposition)
Pembicara pertama dipanggil sebagai Perdana Menteri (Prime Minister), dan sebagainya
Pemimpin/wasit debat (chairperson) dipanggil Speaker of The House
Penonton/juri dipanggil Members of the House (Sidang Dewan yang Terhormat)
Interupsi disebut Points of Information (POI)

a. Australian Parliamentary/Australasian Parliamentary (“Australs”)


Gaya debat ini digunakan di Australia, namun pengaruhnya menyebar hingga ke kompetisi-
kompetisi yang diselenggarakan di Asia, sehingga akhirnya disebut sebagai format Australasian
Parliamentary. Dalam format ini, dua tim beranggotakan masing-masing tiga orang berhadapan
dalam satu debat, satu tim mewakili Pemerintah (Government) dan satu tim mewakili Oposisi
(Opposition), dengan urutan sebagai berikut:
Pembicara pertama pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara pertama pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara kedua pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara kedua pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Oposisi – 7 menit
Pidato penutup pihak Oposisi – 5 menit
Pidato penutup pihak Pemerintah – 5 menit

Pidato penutup (Reply speech) menjadi ciri dari format ini. Pidato penutup dibawakan oleh
pembicara pertama atau kedua dari masing-masing tim (tidak boleh pembicara ketiga). Pidato
penutup dimulai oleh Oposisi terlebih dahulu, baru Pemerintah.
Mosi dalam format ini diberikan dalam bentuk pernyataan yang harus didukung oleh pihak
Pemerintah dan ditentang oleh Pihak Oposisi, contoh:
(This House believes that) Globalization marginalizes the poor.
(Sidang Dewan percaya bahwa) Globalisasi meminggirkan masyarakat miskin.
Mosi tersebut dapat didefinisikan oleh pihak Pemerintah dalam batasan-batasan tertentu dengan
tujuan untuk memperjelas debat yang akan dilakukan. Ada aturan-aturan yang cukup jelas dalam
hal apa yang boleh dilakukan sebagai bagian dari definisi dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Tidak ada interupsi dalam format ini.


Juri (adjudicator) dalam format Australs terdiri atas satu orang atau satu panel berjumlah ganjil.
Dalam panel, setiap juri memberikan voting-nya tanpa melalui musyawarah. Dengan demikian,
keputusan panel dapat bersifat unanimous ataupun split decision.
Di Indonesia, format ini termasuk yang pertama kali dikenal sehingga cukup populer terutama di
kalangan universitas. Kompetisi debat di Indonesia yang menggunakan format ini adalah Java
Overland Varsities English Debate (JOVED) dan Indonesian Varsity English Debate (IVED).

b. Asian Parliamentary (“Asians”)


Format ini merupakan pengembangan dari format Australs dan digunakan dalam kejuaraan
tingkat Asia. Perbedaannya dengan format Australs adalah adanya interupsi (Points of
Information) yang boleh diajukan antara menit ke-1 dan ke-6 (hanya untuk pidato utama, tidak
pada pidato penutup). Format ini juga mirip dengan World Schools Style yang digunakan di
WSDC.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam ALSA English Competition (e-Comp) yang
diselenggarakan (hampir) setiap tahun oleh ALSA LC [[Universitas Indonesia].

c. British Parliamentary (“BP”)


Gaya debat parlementer ini banyak dipakai di Inggris namun juga populer di banyak negara,
sebab format inilah yang digunakan di kejuaraan dunia WUDC. Dalam format ini, empat tim
beranggotakan masing-masing dua orang bertarung dalam satu debat, dua tim mewakili
Pemerintah (Government) dan dua lainnya Oposisi (Opposition), dengan susunan sebagai
berikut:
Opening Government: Opening Opposition:
Prime Minister Leader of the Opposition
Deputy Prime Minister Deputy Leader of the Opposition
Closing Government: Closing Opposition
Member of the Government Member of the Opposition
Government Whip Opposition Whip

Urutan berbicara adalah sebagai berikut:


Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 7 menit
Deputy Prome Minister – 7 menit
Deputy Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Government Whip – 7 menit
Opposition Whip – 7 menit

Setiap pembicara diberi waktu 7 menit untuk menyampaikan pidatonya. Di antara menit ke-1 dan
ke-6, pembicara dari pihak lawan dapat mengajukan interupsi (Points of Information). Bila
diterima, pembicara yang mengajukan permintaan interupsi tadi diberikan waktu maksimal 15
detik untuk menyampaikan sebuah pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh pembicara tadi
sebelum melanjutkan pidatonya.
Juri dalam debat BP bisa satu orang atau satu panel berjumlah ganjil. Di akhir debat, juri
menentukan urutan kemenangan dari peringkat 1 sampai 4 untuk debat tersebut. Dalam panel,
keputusan sebisanya diambil berdasarkan mufakat. Bila mufakat tidak tercapai, Ketua Panel akan
membuat keputusan terakhir.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kompetisi Founder’s Trophy yang diselenggarakan
oleh Komunitas Debat Bahasa Inggris Universitas Indonesia setiap tahun.

d. Format World Schools


Format yang digunakan dalam turnamen World Schools Debating Championship (WSDC) dapat
dianggap sebagai kombinasi BP dan Australs. Setiap debat terdiri atas dua tim, Proposisi dan
Oposisi, beranggotakan masing-masing tiga orang. Urutan pidato adalah sebagai berikut:
Pembicara pertama Proposisi – 8 menit
Pembicara pertama Oposisi – 8 menit
Pembicara kedua Proposisi – 8 menit
Pembicara kedua Oposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Proposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Oposisi – 8 menit
Pidato penutup Oposisi – 4 menit
Pidato penutup Proposisi – 4 menit

Pidato penutup (reply speech) dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua masing-masing tim
(tidak boleh pembicara ketiga) dan didahului oleh pihak Oposisi dan ditutup oleh pihak
Proposisi.
Aturan untuk interupsi (Points of Information – POI) mirip dengan format BP. POI hanya dapat
diberikan antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada POI dalam pidato penutup.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan Indonesian Schools Debating Championship
(ISDC). Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan kompetisi debat juga
menggunakan format ini.

e. American Parliamentary
Debat parlementer di Amerika Serikat diikuti oleh dua tim untuk setiap debatnya dengan susunan
sebagai berikut:
Government
Prime Minister (PM)
Member of the Government (MG)
Opposition
Leader of the Opposition (LO)
Member of the Opposition (MO)

Debat parlementer diadakan oleh beberapa organisasi berbeda di Amerika Serikat di tingkat
pendidikan menengah dan tinggi. National Parliamentary Debate Association (NPDA),
American Parliamentary Debate Association (APDA), dan National Parliamentary Tournament
of Excellence (NPTE) menyelenggarakan debat parlementer tingkat universitas dengan susunan
pidato sebagai berikut:
Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 8 menit
Member of the Government – 8 min
Member of the Opposition – 8 min
Leader of the Opposition Rebuttal – 4 min
Prime Minister Rebuttal – 5 min

California High School Speech Association (CHSSA) dan National Parliamentary Debate
League (NPDL) menyelenggarakan debat parlementer tingkat sekolah menengah dengan
susunan pidato sebagai berikut:

Prime Minister – 7 menit


Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Leader of the Opposition Rebuttal – 5 menit
Prime Minister Rebuttal – 5 menit

Dalam semua format tersebut kecuali CHSSA, interupsi berupa pertanyaan dapat ditanyakan
kepada pembicara keempat pidato pertama, kecuali pada menit pertama dan terakhir pidato.
Dalam format CHSSA, keenam pidato semuanya dapat diinterupsi.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang
menggunakannya.

3. Debat kompetitif selain debat parlementer


Debat Proposal
Dalam gaya Debat Proposal (Policy Debate), dua tim menjadi penganjur dan penentang sebuah
rencana yang berhubungan dengan topik debat yang diberikan. Topik yang diberikan umumnya
mengenai perubahan kebijakan yang diinginkan dari pemerintah. Kedua tim biasanya
memainkan peran Afirmatif (mendukung proposal) dan Negatif (menentang proposal). Pada
prakteknya, kebanyakan acara debat tipe ini hanya memiliki satu topik yang sama yang berlaku
selama setahun penuh atau selama jangka waktu lainnya yang sudah ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan debat parlementer, debat proposal lebih mengandalkan pada hasil riset
atas fakta-fakta pendukung (evidence). Debat ini juga memiliki persepsi yang lebih luas
mengenai argumen. Misalnya, sebuah proposal alternatif (counterplan) yang membuat proposal
utama menjadi tidak diperlukan dapat menjadi sebuah argumen dalam debat ini. Walaupun
retorika juga penting dan ikut memengaruhi nilai setiap pembicara, pemenang tiap babak
umumnya didasari atas siapa yang telah “memenangkan” argumen sesuai dengan fakta
pendukung dan logika yang diberikan. Sebagai konsekuensinya, juri kadang-kadang
membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil keputusan karena semua fakta pendukung
harus diperiksa terlebih dahulu.
Di Amerika Serikat, Debat Proposal adalah tipe debat yang lebih populer dibandingkan debat
parlementer. Kegiatan ini juga telah dicoba dikembangkan di Eropa dan Jepang dan gaya debat
ini ikut memengaruhi bentuk-bentuk debat lain. Di AS, Debat Proposal tingkat SMU
diselenggarakan oleh NFL dan NCFL. Di tingkat universitas, debat ini diselenggarakan oleh
National Debate Tournament (NDT), Cross Examination Debate Association (CEDA), National
Educational Debate Association, dan Great Plains Forensic Conference.
Debat Proposal terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing dua orang dalam tiap
debatnya. Setiap pembicara membawakan dua pidato, satu pidato konstruktif (8 atau 9 menit)
yang berisi argumen-argumen baru dan satu pidato sanggahan (4, 5, atau 6 menit) yang tidak
boleh berisi argumen baru namun dapat berisi fakta pendukung baru untuk membantu
sanggahan. Biasanya, sehabis setiap pidato konstruktif, pihak lawan diberikan kesempatan untuk
melakukan pemeriksaan silang (cross-examination) atas pidato tersebut. Setiap isu yang tidak
ditanggapi oleh pihak lawan dianggap sudah diterima dalam debat. Dewan juri secara seksama
mencatat semua pernyataan yang dibuat dalam suatu babak (sering disebut flow).
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang
menggunakannya.
Lincoln-Douglas Debate
Nama gaya debat ini diambil dari debat-debat terkenal yang pernah dilakukan di Senat Amerika
Serikat antara kedua kandidat Lincoln dan Douglas. Setiap debat gaya ini diikuti oleh dua
pedebat yang bertarung satu sama lain.
Argumen dalam debat ini terpusat pada filosofi dan nilai-nilai abstrak, sehingga sering disebut
sebagai debat nilai (value debate). Debat LD kurang menekankan pada fakta pendukung
(evidence) dan lebih mengutamakan logika dan penjelasan.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang
menggunakannya.

C. KEGIATAN LAIN YANG SERUPA


Model United Nations
Model United Nations adalah kegiatan yang banyak dilakukan di tingkat sekolah dan universitas
di dunia. Dalam kegiatan ini, peserta memainkan peran sebagai delegasi Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) yang mewakili negara tertentu (dalam kompetisi internasional, negara yang
diwakili umumnya bukan negara asal sebenarnya dari tim tersebut).
Di Indonesia, kegiatan ini relatif belum berkembang. Namun, Jakarta International School (JIS),
sebuah sekolah internasional di ibukota, memiliki kegiatan ekstrakurikuler ini.
Moot court
Kompetisi Moot court biasa dilakukan oleh mahasiswa hukum di tingkat universitas.

D. MODEL PEMBELAJARAB DEBATE


Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk
berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok,
sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh
kelompok lainnya begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan
dan menambahkannya bila perlu.
E. MODEL PEMBELAJARAN DEBAT AKTIF
Membuat pembelajaran yang menarik dan sekaligus mengaktifkan siswa banyak sekali caranya.
Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan model debat aktif.

Model debat aktif


Model pembelajaran debat aktif merupakan modifikasi dari model-model diskusi terbuka yang
terjadi di kalangan kampus. Bagaimana membawa suasana debat tersebut di pada jenjang
pendidikan yang lebih rendah. Dimana pelaku debat adalah siswa SD yang belum banyak
menguasai konsep atau argumentasi yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya?
Model pembelajaran debat aktif tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Buatlah sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap materi yang telah kita berikan sebelumnya.
Misalnya “ayam sebenarnya juga termasuk binatang carnivora (pemakan daging)”.
Bentuk siswa dalam 2 kelompok besar di dalam kelas.
Satu kelompok adalah sebagai kelompok “PRO” atau pendukung pernyataan tersebut, sementara
satu kelompok yang lain adalah sebagai kelompok KONTRA atau kelompok yang menolak
pernyataan tersebut.
Silahkan tanyakan kepada kelompok PRO, mengapa mereka mendukung pernyataan tersebut.
Alasan-alasan apa yang menguatkan pernyataan tersebut?
Sementara untuk kelompok KONTRA harus mempertahankan pendapatnya tersebut juga disertai
dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.
Atur lalu-lintas debat agar tidak terjadi “Debat kusir”.

F. LANGKAH LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


1. Guru membagi dua kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok
diatas
3. Setelah selesai membaca materi guru mrnunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara, saat itu ditanggapi atau dibantah oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya
4. Sementara siswa menympaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide darisetiap pembicaraan
dipapan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum terungkap
6. Dari data-data yang ada di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan atau
rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
G. KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT
1. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.
2. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan.
3. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.

H. KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


1. Ketika menyampaikan pendapat saling berebut
2. Saling adu argument yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi
3. Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya
diam dan pasif.
MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

Ibarat pakaian yang penuh variasi lengkap dengan berbagai corak warna dan modelnya, semua
itu adalah dengan tujuan agar si pemakai merasa nyaman, aman, terlindung, juga agar merasa
percaya diri dan dihargai/dihormati orang lain. Orang lain yang memandang cara berpakaian pun
akan merasa senang, simpati, bahkan mungkin tertarik akan performa dan potongan/model
pakaian tersebut. Maka secara lugas dapat dikatakan bahwa tujuan daripada berpakaian sudah
tercapai.

Demikian juga dengan pembelajaran. Banyak ragam strategi pembelajaran, pendekatan, metode
pembelajaran dan juga model pembelajaran. Tujuan dilaksanakannya berbagai macam strategi
pembelajaran, metode pembelajaran dan model pembelajaran adalah agar guru/pendidik lebih
mudah, lebih efektif dan efisien dalam menerapkan suatu pembelajaran sehingga apa yang
menjadi tujuan pembelajaran akan mudah tercapai secara maksimal.
Bagi peserta didik akan menimbulkan perasaan senang, termotivasi, tertantang sehingga
pembelajaran pun menjadi lebih bermakna dan PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif
Efektif dan Menyenangkan ). Tidak ada lagi pembelajaran yang monoton dan menjemukan.
Khusus model pembelajaran, ternyata jumlahnya cukup banyak. Hal ini karena selalu ada
inovasi-inovasi baru yang dilakukan oleh kalangan guru/pendidik, ahli pendidikan dan kaum
cerdik cendikiawan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Efektif atau tidaknya suatu model pembelajaran diterapkan, tidak ditentukan oleh kecanggihan
suatu model pembelajaran saja, karena pada prinsipnya tidak ada satu model pembelajaran pun
yang terbaik. Model pembelajaran yang terbaik adalah model pembelajaran yang relevan dengan
tujuan yang hendak dicapai. Dari sekian model pembelajaran, berikut penulis sampaikan salah
satu contoh model pembelajaran yakni model pembelajaran Artikulasi.

1. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya
apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain
(pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa
berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam
pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam
kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang
baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Artikulasi
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari
guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti
peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
3. Kelemahan dan kelebihan Pembelajaran Artikulasi
Kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran artikulasi ini antara lain:
A. Kelemahannya:
a. Untuk mata pelajaran tertentu
b. Waktu yang dibutuhkan banyak
c. Materi yang didapat sedikit
d. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e. Lebih sedikit ide yang muncul
f. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

B. Kelebihannya:
a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b. Melatih kesiapan siswa
c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
d. Cocok untuk tugas sederhana
e. Interaksi lebih mudah
f. Lebih mudah dan cepat membentuknya
g. Meningkatkan partisipasi anak

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
artikulasi.html#ixzz2uZYtdYcN

Model Pembelajaran Role Playing

Model Pembelajaran Role Playing

A. Metode Role Playing


adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan
lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
B. Tujuan pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a)
menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan
pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas
dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan
masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan
memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.

C. langkah-langkah model pembelajaran role playing


Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran,
menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa,
penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya,
kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok,
bimbingan penyimpulan dan refleksi.

D. Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran Role Playing

Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran


yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang
kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap .
Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian
memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran
ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada
situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan
menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu
bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).

Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-
temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri
murid (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran PKn standar kompetensi memahami kebebasan
berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak
dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut
dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari
(Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas,
maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang
dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden
practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang
telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup
banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid
kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan
merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita
antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)
E. kelebihan dan kekurangan role playing

Kelebihan Metode Role Playing

Kelebihan metode Role Playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan
bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:

1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.


2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu
yang berbeda.
3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan
pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
5) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh
antusias
6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir
hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan /
membuka kesempatan bagi lapangan kerja

Kelemahan Metode Role Playing

Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia tidak ada yang sempurna,semua ilmu ada
kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat metode Role Playing dalam dalam cakupan cara
dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat
kelemahan.

Kelemahan metode role palying antara lain:

1. Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak


2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini
tidak semua guru memilikinya
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu
adegan tertentu
4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja
dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-role-
playing.html#ixzz2uZYxvua6

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi)
pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran
atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut
para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atauknowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group,
(Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan
respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman
belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika
kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang
melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling
beragumentasi.

Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan
metode Group Investigationadalah:

1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan
memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai
informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang
diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa
yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam
kelas.

3. Peran Guru.

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok


memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan
membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59).
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat
terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya di depan kelas.

1. Langkah-Langkah dalam Menggunakan Model Group Investigation

Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat


dikemukakan sebagai berikut:

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-
kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6
orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan
akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1
diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para
siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.

4. Analisis dan sintesis


Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan
merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas
mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau
kelompok, atau keduanya.

1. Tahapan-tahapan Dalam Group Investigation

Enam Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigationdapat


dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):

Tahap I
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk
memberi kontribusi apa yang akan mereka
Mengidentifikasi topik
selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan
dan membagi siswa ke
heterogenitas.
dalam kelompok.
Kelompok akan membagi sub topik kepada
Tahap II seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
Merencanakan tugas. bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
Tahap III mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan
dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam
Membuat penyelidikan. pengetahuan baru dalam mencapai solusi
masalah kelompok.
Tahap IV
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
Mempersiapkan tugas yang akan dipresentasikan di depan kelas.
akhir.
Tahap V
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Mempresentasikan tugas Kelompok lain tetap mengikuti.
akhir.
Tahap VI Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
telah diselidiki dan dipresentasikan.

1. Ciri-Ciri Model Group Investigation

Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-ciri, yakni sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationberpusat pada siswa, guru


hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam
pembelajaran.

2. pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar
siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok
memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam
memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi
kelompok.

3. pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsiswa dilatih untuk memiliki


kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu
presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam
kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

4. adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

5. pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigationsuasana belajar terasa lebih


efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat
siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi
dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.

1. Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation

Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model pembelajaran group investigation juga


mempunyai kelemahan dan kelebihan, yakni sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran model group investigation:

1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif


dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation mempunyai
pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar
siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation:

Model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks dan
sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu yang lama.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-group-
investigation.html#ixzz2uZZPsRyR

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

1. Pengertian
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup
tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus
kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan
struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et
al., 2003: 206).

Jadi ,model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang
demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam
memberdayakan potensi siswa secara maksimal.dan menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur
dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran., Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam
pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru.
Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan
dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses
pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi
edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator
dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa
akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-
masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.
2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Bertukar Pasangan)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu dia akan memilih
manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu. Dalam hal ini
Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

3. Langkah-langkah pembelajarannya
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya
atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

4. Keunggulan dan Kelemahannya


Keunggulan :
1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran
menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila
kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada temannya untuk
mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.

5. Contoh model pembelajarannya


Pada Kompetensi Dasar (KD) Menaati Peraturan Perundang-undangan Nasional. misalnya siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok masing masing mempunyai tugas berbeda. Misalnya
mempelajari sikap kritis terhadap peraturan perundangan yang tidak mengakomodasi aspirasi
rakyat , sikap patuh terhadap peraturan perundangan nasional.
Kemudian masing-masing anggota kelompok membentuk kelompok baru,sehingga kelompok
baru tersebut tersebut berisi siswa dari grup sikap kritis dan sikap patuh dan seterusnya.
Dalam kelompok baru tersebut setiap siswa menerangkan apa yang telah dipelajari.Ada penilaian
antar siswa dalam kelompok baru tersebut. Meliputi keaktivan, dalam diskusi serta kemampuan
menerangkan dan kemampuan menjawab pertanyaan.

KESIMPULAN
Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup
tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus
kembali ke pasangan semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan
struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et
al., 2003: 206).
Dan ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Bertukar Pasangan) Muslim
Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya
atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

Keunggulan :

1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.


2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran
menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.
Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila
kenyataannya siswa lain kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan meminta tolong pada temannya untuk
mencarikan jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-bertukar-
pasangan.html#ixzz2uZZWKdYa

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

Pengertian model pembelajaran snowball throwing


Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan
berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang menurut asal katanya
berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan
bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara
bergiliran di antara sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran siswa Pkn, model Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif,
integratif, dan keterampilan proses.

Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena
kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga
melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan
demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus
menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka
peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman
kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan
dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan lingkungan
pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian
masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu
dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain
selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.

Kesimpulan:
Penggunaan pendekatan pembelajaran snowball throwing dalam meningkatkan keaktifan belajar
siswa ini dirasakan cukup efektif karena mampu menumbuh kembangkan potensi intelektual,
sosial, dan emosional yang ada dalam diri siswa. Di sini siswa akan terlatih untuk
mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya untuk menghadapi
berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam model pembelajaran snowball throwing ini kurang tepat digunakan untuk mata
pelajaran atau bidang study ilmu pengetahhuan social. Karena ilmu pengetahuan social adalah
ilmu yang cakupan materi pembelajarannya sangat luas, membutuhkan pengembangan yang
mendalam karena materinya selalu berkembang. Sedangkan di sini pembelajaran hanya berkutat
pada pengetahuan siswa saja. Jadi, yang lebih tepat menggunakan model pembelajaran snowball
throwing ini adalah jenis-jenis mata pelajaran ilmu pengetahuan alam atau eksak yang cenderung
menggunakan rumus yang relatif tetap. Guru akan lebih mudah mengarahkan jalannya
pembelajaran di kelas.

Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Penngetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-snowball-
throwing.html#ixzz2uZZZU5Zc

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran dimana
siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya.
Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan
atau pendapatnya sendiri.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang
materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu pembelajaran pada apresiasi drama
akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara aktif ikut serta baik itu dalam kegiatan apresiasi
maupun bisa berupa ekspresi sastra sebagai pelakunya.

Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/KD.
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui
bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup
Kelebihan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada
dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.

Kekurangan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining:


1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif
Kesimpulan
Dalam Model pembelajaran ini akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkap apabila siswa
secara aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan maka
siswa akan lebih bisa mengerti dan mampu memahaminya untuk mengungkapkan ide, selain itu
juga dapat mengajak peserta didik mandiri dalam mengembangkan potensi mengungkapkan
gagasan berpendapat.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pengertian-model-pembelajaran-
student.html#ixzz2uZZdtnxx

MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY

MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY

1. Pengertian

Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang
dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau yel-yel
lainnya yang disukai.

Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam kelas yang
lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model
pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara
benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel yang
disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran
dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan
pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang
mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung
berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.

Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian
pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar
harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.

Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka
seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay
menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman
konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecil.

Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran


dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang
diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling
terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya.
Melalui Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Course Review Horay

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab

3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.

4. Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan
kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.

5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau
kotak yang nomornya disebutkan guru.

6. Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru
dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.

7. Bagi yang benar,siswa memberi tanda check list ( √ ) dan langsung berteriak horay
atau menyanyikan yel-yelnya.

8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .

9. Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak
memperoleh horay.

10. Penutup

C. Kelebihan Model Pembelajaran Corse Review Horay


a. Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
b. Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana
tidak menegangkan.
c. Siswa lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
d. Melatih kerjasama

D. Kelemahan Model Pembelajaran Course Review Horay

a. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan


b. Adanya peluang untuk curang

Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-course-
review-horay.html#ixzz2uZZtkw00

 Model Pembelajaran Talking Stick


 Model Pembelajaran Talking Stick
 Sejarah Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh
penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan
pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku), sebagaimana dikemukakan Carol
Locust berikut ini :The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as
a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council
circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come
before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the
discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick,
and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be
passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The
stick was then passed back to the elder for safe keeping.
Artinya:

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai
alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan
kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat
berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau
menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke
orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan
rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda
seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.

B. Talking Stick Sebagai Model Pembelajaran


Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking
Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk
melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan
membuat siswa aktif. Langkah-langkah penerapannya dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.


2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.
4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
5. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru
mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.
6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok,
setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
7. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak
bisa menjawab pertanyaan.
8. Guru memberikan kesimpulan.
9. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu.
10. Guru menutup pembelajaran.

C. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).

Kekurangan:
Membuat siswa gelisah, gundah gulana dan lain2 (becanda).

D. Kesimpulan

1. talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang
diberikan secara bergiliran/bergantian.
2. Model pembelajaran ini membuat anak didik ceria, senang, dan melatih mental anak
didik untuk siap pada kondisi dan siatuasi apapun

 Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-talking-
stick.html#ixzz2uZZyAQpF
 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN

 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN
 Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi dan Eksperimen ialah suatu upaya atau
praktek dengan menggunaka peragaan yang di tujukan pada siswa yang tujuannya ialah
agar supaya semua sisiwa lebih mudah dalam memahami dan mempraktekan dari apa
yang telah di perokehnya dan dapat mengatasi sutu permasalah apabila terdapat
perbedaan .

Metode Demonstrasi

1. Pengertian Metode Demonstrasi

Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi ialah metode mengajar dengan


menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan
bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa.

Untuk memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat di lakukan oleh guru atau
anak didik itu sendiri. Metode Demonstran cukup baik apabila di gunakan dalam
penyampaian bahan pelajaran fiqih, misalnya bagaiamana cara berwudu, shalat,
memandikan orang mati, tawaf pada waktu haji,dan yang lainnya.

2. prinsip-prinsip metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Menciptakan suasana/hubungan baik dengan siswa sehingga ada keinginan dan


kemauan dari siswa untuk menyaksikan apa yang didemonstrasikan;
b. Mengusahakan agar demonstrasi itu dapat jelas bagi siswa yang sebelumnya tidak
memahami, mengingat siswa belum tentu dapat memahami apa yang dimaksud dalam
demonstrasi karena keterbatasan daya ingat;
c. Memikirkan dengan cermat sebelum mendemonstrasikan suatu pokok bahasan/topik
tertentu tentang adanya kesulitan yang akan ditemui siswa sambil memikirkan dan
mencari cara untuk mengatasinya.
Aspek penting dalam metode demonstrasi:
a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar bila alat yang digunakan untuk
mendemonstrasikan tidak dapat diamati dengan seksama oleh siswa;
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti oleh aktivitas di mana siswa
sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadikan aktivitas mereka sebagai pengalaman
yang berharga;
c. Tidak semua hal yang didemonstrasikan di dalam kelas, misal alat terlalu besar;
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis;
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan landasan teori dari apa yang akan
didemonstrasikan;
f. Persiapan dan perencanaan yang matang
g. Metode belajar sebagai tindakan dan langkah konkrit tidak dapatlepas dari filosofi
yang mendasarinya. Dasar filosofi ini bersifat lebih abstrak yang melihat totalitas
manusia sebagai pelaksana pendidikan baiksebagai pendidik maupun peserta didik.
Sebagai pendidik, manusia mempunyai tanggung jawab untuk mentransfer dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan pada peserta didik.
Sebagai peserta didik, manusia dilihat sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sumber dayanya, baik aspek penalarannya, aspek sikap hatinya
maupun aspek keterampilan perilakunya. Sebagai khalifah/wakil Allah di muka bumi,
manusia harus mencerminkan sifat-sifat Ilahiyah dalam kehidupan dunia di muka bumi
ini. Untuk dapat memerankannya manusia harus mengembangkan
potensinya baik dari segi intelektualnya, moralnya maupun profesionalnya.
Pengembangan ini tidak lain melalui proses pendidikan

3. Adapun aspek yang penting dalam menggunakan Metode Demonstrasi adalah:

a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar apabila alat yang di
Demonstrasikan tidak bisa di amati dengan seksama oleh siswa. Misalnya alatnya terlalu
kecil atau penjelasannya tidak jelas.
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak di ikuti oleh aktivitas di mana siswa
sendiri dapat ikut memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka sebagai pengalaman yang
berharga.
c. Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas karna sebab alat-alat yang terlalu
besar atau yang berada di tempat lain yang tempatnya jauh dari kelas.
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat praktis
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan landasan teori dari apa yang akan di
Demonstrasikan.

Dan adapun sebaiknya dalam Mendemonstrasikan pelajaran tersebut guru harus terlebih
dulu Mendemonstrasikan dengan sebaik-baiknya, baru di ikuti oleh murid-muridnya yang
sesuai dengan petunjuk.

4. Adapun dalam metode demonstran ini memiliki kelebihan dan ada juga kekurangannya
sebagaimana yang akan di paparkan di bawah ini.

Kelebihan metode demonstran adalah:

• Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat yang di anggap penting oleh guru
dapat di amati
• Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang di Demonstrasikan, jadi proses
anak didik akan lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah
lain
• Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar
• Dapat menambah pengalaman anak didik
• Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan
• Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pengajaran lebih jelas dan kongkrit
• Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karna ikut
serta berperan secara langsung.

Setelah melihat beberapa keuntungan dari metode demonstransi tersebut, maka


dalam bidang setudi agama, banyak hal-hal yang dapat di demonstrasikan terutama
dalam bidang ibadat, seperti pelaksanaan shalat, zakat dan yang lainnya.
Apabila teori menjalankan ibadah yang betul dan baik telah di miliki oleh anak didik,
maka guru harus mencoba mendemonstrasikan di depan para murit. Dan apabila anak
didik sedang mendemonstrasikan ibadah, guru harus mengamati langkah dari langkah
dari setiap gera-gerik murid tersebut,
sehingga apabila ada kesalahan atau kekurangannya guru berkewajiban memperbaikinya.
Tindakan mengamati segi-segi yang kurang baik lalu memperbaikinya akan memberikan
kesan yang dalam pada diri anak didik, karna guru telah memberi pengalaman kepada
anak didik baik bagi anak didik yang menjalankan Demonstrasi ataupun bagi yang
menyaksikannya.

Dari segi kelemahan atau metode demonstran adalah:

• Memerlukan waktu yang cukup banyak


• Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efesien
• Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya
• Memerlukan tenaga yang tidak sedikit
• Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif.

5. Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode demonstrasi adalah:

a. Perencanaan
Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah ;
a. Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang di harapkan
dapat tercapai setelah metode demontrasi berakhir
b. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan di laksanakan
c. Memperhitungkan waktu yang di butuhkan
d. Selama demonstrasi berlangsung guru haru intropeksi diri apakah:
• Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas oleh siswa
• Apakah semua media yang di gunaka telah di tempatkan pada posisi yang baik, hingga
semua siswa dapat melihat semuanya dengan jelas
• Siswa di sarankan membuat catatan yang dianggap perlu
e. Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak didik

b. Pelaksanaannya:
Hal-hal yang mesti di lakukan adalah:
1. Memeriksa hal-hal tersebut di atas untuk kesekian kalinya
2. Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa
3. Mengingat pokok-pokok materi yang akan di demonstrasikan agar mencapai sasaran
4. Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya mengikuti demonstrasi dengan baik
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif
6. Menghindari ketegangan

6. Evaluasi:

Dalam kegiatan evaluasi ini dapat berupa pemberian tugas, seperti membuat
laporan,menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah ataupun
di rumah.
7. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode demonstrasi tersebut
adalah:
• Rumuskan secara spesific yang dapat di capai oleh siswa.
• Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan demontrasi secara teratur sesuai
dengan skenario yang telah di rencanakan.
• Menyipkan peralatan yang di butuhkan sebelum demonstrasi dimulai.
• Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

B. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Metode Eksperimen adalah Metode atau cara di mana guru dan murit bersama-sama
mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari
sesuatu aksi.
Sedangkan menurut Ramayulis, dalam bukunya “Metodologi pendidikan agama Islam”
mendefinisikan bahwa Metode Eksperimen ialah suatu metode mengajar yang di lakukan
murid untuk melakuka percobaan-percobaan pada mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat tidak memberikan pengertian jelas, ia hanya
mengatakan bahwa Metode Eksperimen adalah metode percobaan yang biasanya di
lakuka dalam mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Departeman Agama memberi definisi bahwa Metode Eksperimen
adalah peraktek pengajaran yan melibatkan anak didik pada pekerjaan akademis, latihan
dan pemecahan masalah atau topik seperti: shalat, puasa, haji, pembangunan masarakat
dan lain-lainnya.

b. Metode Eksperimen dalam pendidikan Agama Islam

Hal yang menarik tentang metode ini dalam pendidikan agama Islam ialah bahwa metode
ini ada kolerasinya dengan pendidikan agama Islam terutama bidang studi fiqih.
Kongkritnya adalah Ketika ingin membuktikan apakah segenangan air termasuk air suci
atau air najis atau air yang suci tidak mensucikan, maka hal ini harus di buktikan secara
langsung dan di adakan penelitian secara ilmiah, maka metode Eksperiman dapat
membuktikannya dengan tepat.

c. Target metode Eksperimen

Adapun target Metode Eksperimen adalah


1) Murit dapat membuktikan kebenaran riil dari teori-teori hukum yang berlaku
2) Diharapkan dengan metode ini murit dapat kepuasan dari hasil belajarnya

d. Langkah-langkah metode eksperimen


• Menerangkan Metode Eksperimen
• Membicarakan terlebih dahulu permasalahan yang seknifikasi untuk di angkat
• Sebelum guru menetapkan alat yang di perlukan langkah-langkah apa saja yang harus di
variebel-variebel apa yang harus di kontrol
• Setelah eksperimen di lakukan guru harus mengumpulkan laporan, memproses
kegiatan, dan mengadakan tes untuk menguji pemahaman murit

e. Kelebihan dan kekurangan Metode Eksperimen ialah:


1) Kelebihannya

• Menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan sendiri sebuah permasalahan


• Dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik

2) Segi kekurangannya

• Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini


• Murid yang kurang mempunyai daya intelektual yang kuat kurang baik hasilnya.

Sebaiknya Metode Eksperimen ini di terapkan bagi pelajaran-pelajaran yang belum di


ajarka atau di terangkan oleh metode lain sehingga Metode Eksperimen ini terasa benar
fungsinya bagi siswa.

Hal-hal yang Perlu di perhatikan dalam melakukan Metode Eksperimen adalah sebagai
berikut;
1. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang di butuhkan
2. Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen
3. Sebelum di laksanakan eksperimen siswa terlebih dahulu di berikan penjelasan dan
petunjuk-petunjuk seperlunya

1. Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan percobaan yang


telah di rencanakan bila hasilnya belum memuaskan dapat di ulangi lagi untuk
membuktikn kebenaranya
2. Setiap kelompok atau individu dapat melaporkan hasil percobaanya secara tertulis.

C. Metode Demonstrasi dan Eksperimen

Metode Demonstrasi Dan Eksperimen ini cocok digunakan apabila:


1. Untuk memberikan latihan keterampilan tertetu pada siswa.
2. Untuk memudahkan penjelasan yang di berikan agar siswa langsung mengetahui dan
dapat terampil dan melakukannya.
3. Untuk membantu siswa dalam memahami sesuatu proses secara cermat dan teliti.

Keuggulan Metode Demonstrasi dan Eksperiaen ini adalah:

a. Perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya pada anak yang di Demonstrasikan
atau di Eksperienkan
b. Memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk ingatan yang kuat dan
keterampilan dalam berbuat
c. Hal-hal yang menjadi teka-teki siswa dapat terjawab melalui eksperimen
d. Menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil kesimpulan karena mereka
mengamati secara langsung jalannya proses demonstrasi yang di adakan atau eksperimen.

Kelemahan Metode Demonstrasi dan Eksperimen adalah:


1. Persiapa dan pelaksanaannya memakan waktu lama
2. Metode ini tidak efektif apabila tidak di tunjang dengan peralatan yang lengkap sesuai
dengan kebutuhan
3. Sukar di laksanakan bila siswa belum matang kemampuan untuk melaksanakannya

Saranya Untuk Metode Demonstrasi dan Eksperimen


1. Lakukan Metode Demonstrasi dan Eksperimen dalam hal-hal yang bersifat praktis dan
urgent dalam masarakat
2. Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar murid-murid mendapatkan pengertian
yang jelas, pembentukan sikap serta kecakapan praktis
3. Usahakan agar semua anak dapat mengikuti demonstrasi dan eksperimen
4. Berilah pengertian sejelas-jelasmya landasan teori dari apa yang hendak di
demonstrasikan maupun di eksperimenkan

Kesimpulan

Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan
sesuatu dengan jalan mendemonstrasikan terlebih dulu kepada siswa
Metode ini dapat menghilangkan varbalisme sehingga siswa akan semakin memahami
materi pelajaran. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu di perhatikan agar metode ini
dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

Metode Eksperimen adalah suatu metode di mana murid melakukan pekerjaan akademis
dalam mata pelajaran tertentu dengan menyaksikan peragaan-peragaan tersebut.
Namun yang perlu di perhatikan oleh guru tentang Metode Demonstrasi dan Eksperimen
ialah karna kedua metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan.


Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-demonstrasi-dan-
eksperimen.html#ixzz2uZaOCi2m
 Model pembelajaran Explicit instruction
 Model pembelajaran Explicit instruction
 Pengertian
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah.

Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu
siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model
Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal
yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and
knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model
is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran
langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan
pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau
keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang
dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih
menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan
balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa:
“The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of
procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be
taught in a step-by-step fashion.”

Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-


centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration,
guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires
careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and
task-oriented.” Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27), bahwa
suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1)
penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) pemahaman/presentasi materi
ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan
latihan terbimbing, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5)
memberikan latiham mandiri.

B. Prinsip

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural,


langkah demi langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
Sintaknya adalah:
1. sajian informasi kompetensi,
2. mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural,
3. membimbing pelatihan-penerapan,
4. mengecek pemahaman dan balikan,
5. penyimpulan dan evaluasi,
6. refleksi.
C. Kesimpulan
Model pembelajaran explicit instruction merupakan model pembelajaran secara langsung
agar sisiwa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara
menyeluruh dan aktiv dalam suatu pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat
cocok diterapakan dikelas dalam materi tertentu yang bersifat dalil pengetahuan agar
proses berpikir siswa dapat mempunyai keterampilan procedural.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.

 Sumber: :http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-explicit-
instruction.html#ixzz2uZaSlNPM

MODEL PEMBELAJARAN CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)

A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC


Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –
kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif
Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa
Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah
wacana/kliping.

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini dapat
dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat
dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model
nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan),
model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.

Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap
tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu
konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman
belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan.

Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO
dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to
know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be),
dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002).

B. Langkah – Langkah Pembelajaran CIRC


Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau
istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari
keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk
mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan
fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya
konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk
menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa
ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan
memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan
mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti
menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk
diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan,
membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai
sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan
pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya.
Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.

C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC


Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan
anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan
dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai
dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang
dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan
respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar
(Saifulloh, 2003).

D. Kekurangan Model Pembelajaran CIRC


Kerurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan
bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan
mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.

E. Kesimpulan
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model ini siswa dapat
memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dengan materi yang
dijelaskan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-circ-
cooperative.html#ixzz2uZamkHzS

MODEL PEMBELAJARAN INSIDE – OUTSIDE – CIRCLE (LINGKARAN BESAR –


LINGKARAN KECIL)
Teknik mengajar lingkaran besar dan lingkaran kecil (inside – outside – circle) dikembangkan
oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi
pada saat yang bersamaan.
Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang
membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antar siswa. Salah satu keunggulan teknik ini
adalah adanya struktur yang jelas yang memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan
yang berbeda dengan singkat danteratur. Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Langkah-langkah :
1. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri membentuk
lingkaran kecil dan menghadap ke luar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama menghadap ke dalam.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil
danhttp://www.scribd.com/doc/50827028/73/INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE-LINGKARAN-
KECIL-LINGKARAN-BESAR besar berbagi informasi. Pertukaran informasi bisa dilakukan
oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian siswa yang di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang di lingkaran
besar bergeser, satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi demikian
seterusnya.

Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda
dengan singkat dan teratur.

Kelebihan :
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang bersamaan.
Kekurangan :
Membutuhkan ruang kelas yang besar.Ø
Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau, juga rumit untuk
dilakukan.Ø

Materi yang cocok dengan model pembelajaran.


1. IPA kelas 5 Bab V
Penyesuaian Makhluk Hidup
a. Penyesuaian diri pada hewan
1. Penyesuaian diri untuk memperoleh makanan.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari musuhnya.
b. Penyesuaian diri pada tumbuhan
1. Penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari musuhnya.

Alasan :
Pada pembelajaran dengan menggunakan model outside – inside – circle (lingkaran besar –
lingkaran kecil) ini. Terlebih dahulu guru menyampaikan informasi dengan menjelaskan isi
materi (penyesuaian makhluk hidup). Menurut saya materi penyesuaian makhluk hidup sangat
cocok untuk model outside – inside – circle (lingkaran besar – lingkaran kecil). Karena materi ini
sering ditemui anak dalam kehidupan sehari-hari, melalui penjelasan dari guru tentang
penyesuaian makhluk hidup maka anak memadukan apa yang dilihatnya dalam kehidupan
sehari-hari dengan informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga pada saat anak membentuk
lingkaran besar dan lingkaran kecil yang selanjutnya anak akan menyampaikan informasi, anak
mudah mengingat informasi yang akan dia sampaikan kepada teman pasangannya, materi ini
juga memiliki cakupan isi/materi yang cukup banyak sehingga memudahkan guru untuk
membagi materi sesuai dengan siswa yang membentuk lingkaran, karna masing masing-masing
anak membawa informasi yang berbeda untuk teman pasangannya.

2. IPA Kelas 5 Bab XIV


Sumber Daya Alam
a. Sumber Daya Alam di Lingkungan Sekitar
1. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
b. Penggunaan Sumber Daya Alam
1. Mineral
2. Kegiatan manusia yang mengubah permukaan bumi

Alasan :
Pada pembelajaran menggunakan model outside – inside – circle (lingkaran besar – lingkaran
kecil). saya materi ini cocok untuk model inside (outside – circle) (lingkaran besar – lingkaran
kecil) karena materinya dapat dikembangkan oleh anak berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman mereka. Misalnya : materi tentang kegiatan manusia yang mengubah permukaan
bumi, jika guru menggunakan soal pertanyaan dalam pertukaran pikiran dan informasi untuk
setiap anak, maka mempermudah pekerjaan guru dalam membuat pertanyaan, pertanyaan yang
sama dapat diberikan kepada beberapa anak, karena kemungkinan jawaban yang akan mereka
dapat dari teman pasangannya berbeda. Dengan model pembelajaran outside – inside – circle
materi akan mudah dipahami oleh anak karena materi ini dapat disampaikan dengan singkat dan
eratur, misalnya berkaitan dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, dan tidak dapat
diperbaharui, sehingga dengan model pembelajaran outside – inside – circle ini cakupan materi
yang cukup luas dapat dipahami dan dikembangkan oleh anak.

3. Pendidikan kewarganegaraan kls XI Semester II


Pentingnya nilai dalam kehidupan
Pentingnya nilai dalam kehidupan bangsaØ
Pancasila sebagai sumber nilaiØ
a. Pancasila sebagai sumber nilai hokum
b. Pancasila sebagai sumber nilai etik
Menurut saya materi ini cocok dan bias digunakan dalam model pembelajaran IOC dikarnakan
materi yang disampaikan tidak terlalu sulit dan melatih tingkat pemikiran siswa karna yang
dibahas dalam materi ini menyangkut kehidupan sehari-hari dan bangsa.

Contoh RPP model pembelajaran ini :

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )


Model pembelajaran IOC

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan


Kelas / semester : XI / (dua)
Hari / tanggal :
Alokasi Waktu : 2 JP x 40 menit

St standar Kompetisi :
Menganalisis pentingnya nilai dalam kehidupan

K kompetisi Dasar :
Mendiskripsikan pentingnya nilai dalam kehidupan bangsa
Mendeskripsiskan pancasila sebagai sumber nilai
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma hokum
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma etik

A. Indikator :
Menjelaskan pentingnya nilai pancasila dalam kehidupan

B. Tujuan pembelajaran :
1. memahami pentingnya nilai dalam kehidupan
2. Mengetahui pentingnya nilai pancasila sebagai norma hukum
3. Mengetahui pentingnya pancasila sebagai sumber nilai etik

C. Materi pembelajaran :
• LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI semeeter II
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong
memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial
sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan
kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma
moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
pancasila adalah nilai moral
D. Metode Pembelajaran
1. Kerja kelompok
2. Presentasi
3. Diskusi
4. Tanya jawab
E. Langkah-langkah Pembelajaran :
1. Pendahuluan
1) Salam, sapa dan berdo’a bersama
2) Apersepsi tentang materi
3) Membagi kelompok yng anggotanya 4 orang secara heterogen berdasarkan tingkat
kemampuan membaca.
2. Kegiatan Inti
1) Menjelaskan pembagian tugas kelompok
2) Guru memberikan wacana / kliping sesuai topic pembelajaran
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kerja.
4) Mempresentasikan / membaca hasil kelompok.
3. Kegiatan akhir
1) Guru menyimpulkan materi bersama murid
2) Penutup

F. Sumber bahan :
– Buku paket buku paket pendidikan kewarganegaraan kelas XI semester II
– LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI semeeter II
– Kliping tentang pentingnya nilai dalm kehidupan berbangsa dan bernegara

G. Penilaian
– Test perbuatan dalam kegiatan
– Tes lisan

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-inside-
outside.html#ixzz2uZauLNPm

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

A. Pengertian
Metode ini berguna untuk kelas yang aktif dalam kelas. Pengertian aktif terdapat 2 (dua) macam,
yaitu:
1. aktif dalam arti selalu atau suka berbicara meski tidak dalam pembelajaran,
2. aktif dalam arti siswa mau dan mampu berfikir dan bertanya jika menemukan kesulitan.

Dalam buku Cooperative Learning PAIKEM oleh Agus Suprijono menjelaskan pembelajaran
aktif yaitu; Pembelajaran adalah proses belajar dengan menempatkan peserta didik sebagai
center stage performance, dengan proses pembelajaran yang menarik sehingga siswa dapat
merespon pemelajaran dengan suasana yang menyenangkan. Sedangkan aktif adalah siswa atau
peserta didik mampu dan dapat bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Maka dari itu, berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar atau
tidak terbatas pada empat dinding kelas. Melainkan pembelajaran dapat terlaksana dengan
pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta terhadap
lingkungan sekitar. Sedikit contoh metode Pembelajaran Aktif yaitu dengan Metode Tebak kata.
Model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran yang menggunakan media kartu
teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki. Permainan tebak kata dilaksanakan
dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui
permainan tebak kata, selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam
menanamkan konsep pelajaran IPS dalam ingatan siswa. Jadi, guru mengajak siswa untuk
bermain tebak kata dengan menggunakan media kartu dari kertas karton dalam mata pelajaran
IPS.

Dalam menerapkan metode permainan ada beberapa hal yang harus disiapkan adalah sebagai
berikut :
1. siapkan materi yang akan di sampaikan.
2. siapkan bahan ajar yang di butuhkan.
3. siapkan kata kunci yang akan di pertanyakan.
Media: :
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada
jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-
kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan
di telinga.

Langkah-langkah :
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya.
Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca
(dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya
sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila
sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila
belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal
jangan langsung memberi jawabannya.
6. Dan seterusnya

CONTOH KARTU:
BERDASARKAN SIKAP YANG DITUNJUKKAN.
• tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif
• yang dicari adalah kambing hitam bukan peraturannya yang mungkin salah.

TIPE BUDAYA POLITIK APAKAH AKU…?

JAWABAN:

TIPE BUDAYA POLITIK MILITAN

B. Prinsip atau Ciri-Ciri


• Pembelajaran berlangsung menyenangkan
• Siswa diarahkan untuk aktif
• Menggunakan media kartu
C. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pemanfaatannya
• Kelebihannya :
a. anak akan mempunyai kekayaan bahasa.
b. Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
c. Siswa menjadi tertarik untuk belajar
d. memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa.
• Kekurangannya :
a. memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan.
b. Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu
terbatas.
D. Kesimpulan
Jadi, mopdel pembelajaran Tebak Kata merupakan salah satu model pembelajaran Cooperative
Lerning, dengan proses pembelajaran yang menarik agar siswa menjadi berminat atau tertarik
untuk belajar, mempermudah dalam menanamkan konsep-konsep dalam ingatan siswa. Selain itu
siswa juga diarahkan untuk aktif, yaitu siswa atau peserta didik mampu dan dapat bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-cooperative-
learning.html#ixzz2uZaxj99D

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

 Pengertian

Model pembelajaran Word Square merupakan pengembangan dari metode ceramah yang
diperkaya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui pengelompokkan metode ceramah yang diperkaya
yang berorientasi kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran sebagaimana disebutkan oleh
Mujiman (2007)

Model Pembelajaran Word Square merupakan model pembelajaran yang memadukan


kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-
kotak jawaban. Mirip seperti mengisi Teka-Teki Silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada
namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf/angka
penyamar atau pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran.Tinggal
bagaimana Guru dapat memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa
untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka pengecoh bukan untuk mempersulit siswa namun
untuk melatih sikap teliti dan kritis.

Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang dapat
dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini merupakan kegiatan belajar
mengajar dengan cara guru membagikan lembar kegiatan atau lembar kerja sebagai alat untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.

Instrument utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat
yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom yang telah disediakan.

 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Word Square

Langkah-langkah Model Pembelajaran Word Square adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.


2. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh.

3. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban secara
vertikal, horizontal maupun diagonal.

4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.

CONTOH JAWABAN (Untuk Mapel PKn)

S Y E N I E K K K
A G U A N D M E N
N B A R T I R T D
G A N R N R S U S
U D G T U T G R Z
I O O L S A I U I
N R P A I P A N F
I A S O L I O A U
S R I N H B C N U

CONTOH SOALNYA :

1. Asas dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat orang tersebut


dilahirkan disebut asas…

2. Negara Indonesia memakai asas kewarganegaraan berdasarkan keturunan yang disebut asas
ius…

3. Seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan dari dua Negara yang berbeda
disebut…

4. Hak dimiliki seseorang untuk memilih kewarganegaraannya disebut hak…

5. Penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kelahiran dan…

 Kekurangan dan Kelebihan Model Pmebelajaran Word Square

Beberapa kelebihan dari model pembelajaran Word Square yaitu:

1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

2. Melatih untuk berdisiplin.

3. Dapat melatih sikap teliti dan kritis.


4. Merangsang siswa untuk berpikir efektif.

Model pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan penguat siswa terhadap materi yang
disampaikan. Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari jawaban dalam
lembar kerja. Dan tentu saja yang ditekankan disini adalah dalam berpikir efektif, jawaban mana
yang paling tepat.

Sedangkan beberapa kekurangan dari model pembelajaran word square yaitu:

1. Mematikan kreatifitas siswa.

2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.

3. Siswa tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan atau potensi yang
dimilikinya.

Dalam model pembelajaran ini siswa tidak dapat mengembangkan kreativitas masing-masing,
dan lebih banyak berpusat pada guru. Karena siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh
guru, dan jawaban dari lembar kerja pun tidak bersifat analisis, sehingga siswa tidak dapat
menggali lebih dalam materi yang ada dengan model pembelajaran word square ini.

Dari penjelasan tentang model pembelajaran word square maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran word square adalah suatu pengembangan dari metode ceramah namun untuk
mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan maka diberikan lembar
kerja yang didalamnya berisi soal dan jawaban yang terdapat dalam kotak kata. Membutuhkan
suatu kejelian dan ketelitian dalam mencari pilihan jawaban yang ada dengan tepat. Namun
sebagaimanan model pembelajaran yang lainnya, model pembelajaran word square mempunyai
kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari model pembelajaran ini yaitu siswa hanya menerima
bahan mentah dari guru dan tidak dapat mengembangkan kreativitasnya, karena siswa hanya
dituntut untuk mencari jawaban bukan untuk mengembangkan pikiran siswa masing-masing.
Sedangkan kelebihannya yaitu meningkatkan ketelitian, kritis dan berfikir efektif siswa. Karena
siswa dituntut untuk mencari jawaban yang paling tepat dan harus jeli dalam mencari jawaban
yangada dalam lembar kerja.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-word-
square.html#ixzz2uZb6Ll3H

Model pembelajaran Scramble

Model Pembelajaran Scramble tampak seperti Model Pembelajaran Word Square, bedanya
jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan namun
dengan susunan yang acak, nah siswa nanti bertugas mengkoreksi ( membolak-balik huruf )
jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat/ benar.
Model pembelajaran scramble tampak seperti model pembelajaran word square, bedanya
jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan, namun
dengan susunan yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf) jawaban
tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat / benar.

Kelebihan Model pembelajaran Scramble :


1. Memudahkan mencari jawaban
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut
3. Semua siswa terlibat
4. Kegiatan tersw dapat mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
5. Melatih untuk disiplin

Kekurangan model pembelajaran scramble


1. Siswa kurang berfikir kritis
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lainnya
3. Mematikan kreatifitas siswa
4. Siswa tinggal menerima bahan mentah

Langkah-langkah Model pembelajaran scramble :


1. Guru menyajikan materi sesuai topic, misalnya guru menyajikan materi pelajaran tentang
“Tata Surya”
2. Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru membagikan lembar kerja dengan
jawaban yang diacak susunannya.
3. Media yang digunakan dalam model pembelajaran scramble :
4. Buat pertanyaan yang sesuai dengan TPK
5. Buat jawaban yang diacak hurufnya

Media :
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci (jawaban) dari pertanyaan
pada kolom A!

Kolom A

1. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …


2. … digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
3. Uang … saat ini banyak dipalsukan
4. Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai …
5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai …
6. Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata uang asing disebut …
7. Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai …
8. dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut …
9. perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening di bank untuk membayar sejumlah
uang disebut …
Kolom B

1. TARREB ……………………………. ( Contoh : jawaban yang benar……BARTER )


2. GANU …………………………………
3. TRASEK ………………………………
4. KISTRINI ………………………………
5. LIRI ………………………………………
6. SRUK …………………………………
7. MINALON ………………………….
8. SAKSITRAN …………………………
9. KEC ……………………………………

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
scramble.html#ixzz2uZbB3HCM

MODEL PEMBELAJARAN

TAKE AND GIVE

1. Pengertian Model Pembelajaran Take and Give

Model Pembelajaran menerima dan memberi (Take and Give) merupakan model pembelajaran
yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru
dan teman sebayanya (siswa lain).

Kelebihan :

 Siswa akan lebih cepat memahami penguasaan materi dan informasi karena mendapatkan
informasi dari guru dan siswa yang lain.
 Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan penguasaan siswa akan informasi.

Kelemahan:

 Bila informasi yang disampaikan siswa kurang tepat (salah) maka informasi yang
diterima siswa lain pun akan kurang tepat.

1. Media Model Pembelajaran Take and Give


a) Siapkan Kartu dengan ukuran 10 x 15 cm untuk sejumlah siswa.

b) Setiap kartu berisi nama siswa, bahan belajar (sub materi) dan nama yang diberi
informasi, kompetensi dan sajian materi.

1. Contoh Kartu :

NAMA SISWA :

SUB MATERI :

NAMA YANG DIBERI :

3. dst.

1. Langkah-langkah Umum
2. Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.
3. Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang sudah direncanakan selama 45 menit.
4. Untuk memantapkan penguasaan siswa akan materi yang sudah dijelaskan, setiap siswa
diberikan satu kartu untuk dipelajari (dihapal) selama 5 menit.
5. Kemudian guru meminta semua siswa berdiri dan mencari teman pasangan untuk saling
menginformasikan materi yang telah diterimanya. Tiap siswa harus mencatat nama teman
pasangannya pada kartu yang sudah diberikan.
6. Demikian seterusnya sampai semua siswa dapat saling memberi dan menerima materi
masing-masing (take and give).
7. Guru mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran take and give dengan memberikan
siswa pertanyaan yang tidak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
8. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama mengenai materi pelajaran.
9. Guru menutup pelajaran.

1. Materi Pembelajaran IPA yang Sesuai untuk Model Pembelajaran Take and Give
2. Materi Pelajaran IPA kelas 5

 Bab I Alat Pernafasan

Sub Materi : Alat pernafasan pada manusia

 Bab II Pencernaan Makanan Pada Manusia

Sub Materi : Alat pencernaan pada manusia

 Bab V Penyesuaian Diri Makhluk Hidup terhadap Lingkungannya.

Sub Materi : Cara hewan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2. Materi Pelajaran IPA kelas 6


 Bab 1 Ciri Khusus Makhluk Hidup

Sub Materi : ciri khusus hewan terhadap lingkungannya.

 Bab 4 Keseimbangan Ekosistem

Sub Materi : kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

 Bab 11 Energi dalam kehidupan Sehari-hari

Sub Materi : guna energi listrik dalam rumah tangga

1. Alasan Pemilihan Materi yang Sesuai

Pemilihan materi yang sesuai untuk model pembelajaran take and give adalah materi yang
mengandung informasi yang singkat, jelas dan padat. Hal ini dikarenakan model pembelajaran
ini lebih menekankan pada unsur ingatan dengan materi yang ringan dan mudah serta
membutuhkan pemahaman yang cepat. Pembelajaran model ini pun tidak memerlukan
pemahaman materi dengan teknik pelajaran praktek maupun diskusi.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-take-and-
give.html#ixzz2uZbEwKLz

Model Pembelajaran Consept Sentence

Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang
tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling
berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam
arti tujuan pengajaran tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu
mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
Pengertian
Consepct sentence merupakan salah satu teknik dari cooperative Learning,dimana siswa belajar
dengan kelompoknya untuk membuat beberapa kalimat sesuai dengan kata kunci yang telah
diberikan oleh guru kepada siswa.Pembentukan kelompok didasarkan pada kartu kata yang
dimiliki oleh setiap siswa.Setiap siswa membentuk satu kalimat yang telah dipelajari
sebelumnya.Consecptsentence ini dibuat seperti games sehingga siswa bersemangat untuk
memenangkan games ini.Setiap kelompok akan membahas pola kalimat yang telah diberikan
oleh guru ,setelah diberikan batas waktu tertentu ,maka setiap kelompok harus mengirim wakil
dari masing-masing kelompok sebanyak dua orang kedepan .Wakil dari kelompok diharuskan
membuat beberapa dari kata kunci yang ada berdasarkan kata kunci yang telah diberikan
Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka
mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu mengetahui tingkat-
tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara
sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai satu tim, dalam hal :

• Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok


• Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
• Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu
dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan
• Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih
berhasil.

Ciri-ciri
Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai
materi yang disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ topik yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata
kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-consept-
sentence.html#ixzz2uZbLHxbH

Model Pembelajaran Complete Sentence

1. Pengertian
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran mudah dan sederhana di
mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci
jawaban yang tersedia.

Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :


1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau modul
dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca sampai
mengerti atau hafal.
8. Kesimpulan.A

2. Prinsip/ ciri-ciri Complete sentence


a. Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap, sehingga makna/ arti kalimat
tersebut belum dapat dimengerti
b. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragrap, dan belum sempurna serta
belum dimengerti maknanya
c. Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan
d. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/ kata asing.
e. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan

3. Kelebihan/kekurangan model pembelajaran complete sentence


a. Kelebihan
1. Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata dalam kalimat
2. Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan rumpang/tidak
jawabannya.
3. Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi

b. Kekurangan
1. Guru kurang kreatif dan inovasi dalam membuat soal
2. Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata, karena biasanya
hanya kata hubung.
3. Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.

4. Kesimpulan
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang sederhana di mana
siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban
yang tersedia. Model pembelajaran ini sebenarna mempermudah guru namun terkadang gurunya
kurang inovatif dan kreatif dalam membuat soalnya. Dan siswanya kurang terpacu untuk mencari
jawabannya karena hanya tinggal menebak kaata-kata yang rumpang yang jawabannya telah
disediakan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-complete-
sentence.html#ixzz2uZbQhplK

PEMBELAJARAN TIME TOKEN

PEMBELAJARAN TIME TOKEN

1. MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN

Model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari
penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang
demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus
mengalami sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi
bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang
proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka
selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi
bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan
sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi
sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum
berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara
satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang
telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus
bicara sampai semua kuponnya habis.

B. LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS


Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran Time Token Arends ini adalah sebagai
berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3. Guru memberi tugas pada siswa.
4. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap
siswa.
5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau
memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah
bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi.
Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
6. Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk membacakan puisi secara bergiliran dan
siswa yang lain mengomentari puisi yang dibaca siswa dengan menggunakan kupon
berbicara)

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN


ARENDS
Kelebihan Model Time Token Arends
– Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.
– Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
– Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
– Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara)
– Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
– Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan
masukan dan keterbukaan terhadap kritik
– Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
– Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap
permasalahan yang ditemui.
– Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
– Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
– Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
– Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses pembelajaran, karena
semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
– Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran

Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat
digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang digunakan dengan
tujuan agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time token digunakan
agar siswa aktif bertanya dalam berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara misalnya
30 detik, diharapkan siswa secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Time Token


Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL).
3. Tiap siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon. Tiap
siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
4. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap tampil
berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya.
5. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang
kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
6. Demikian seterusnya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-time-
token.html#ixzz2uZc6sCmJ

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU KELILING KELOMPOK

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU KELILING KELOMPOK

Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan
persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-
partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender,
karakter) ada control dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.

Model pembelajaran ini dimaksudkan agar masing-masing anggota kelompok mendapat serta
pemikiran anggota lain.

v Kelebihan Round Club Atau Keliling Kelompok


1) Adanya tanggung jawab setiap kelompok

2) Adanya pemberian sumbnagan ide pada kelompoknya

3) Lebih dari sekedar belajar kelompok

4) Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat, pandangan serta hasil pemikiran

5) Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya dari pada satu kepala

6) Dapat membina dan memperkaya emosional

v Kekurangan Round Club Atau Keliling Kelompok

1) Banyak waktu yang terbuang dalam pembelajaran keliling kelompok

2) Suasana kelas menjadi rebut

3) Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang memerlukan pengayaan

v Langkah-langkah pembelajaran

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar

2) Guru membagi siswa menjadi kelompok

3) Guru memberikan tugas atau lembar kerja

4) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan
dan pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

5) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya

6) Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jamk atau dari
kiri ke kanan

v unsur-unsur yang perlu diperhatikan

1) Setiap kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka

2) Ketika suatu kelompok mempresentasikan hasil dari deskripsinya, maka kelompok lain
lebih bertanya dari hasil deskripsi materinya

3) Setelah selesai dari kelompok yang satu maka yang lainnya atau kelompok selanjutnya
yang mempresentasikan dan yang alinnya bisa mengajukan pandangan dan pemikiran anggota
lainnya
4) Kegiatan tersebut terus-menerus sampai kelompok yang terakhir yang silaksanakan arah
perputaran jarum jam

Contoh RPP model pembelajaran ini :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA )

Tema : Perubahan Sifat Benda

Kelas/Semester : V/II

Alokasi Waktu : 2 X 35 Menit

A. Standar Kompetensi

Mengenal berbagai macam perubahan sifat-sifat benda

B. Kompotensi Dasar

Mengetahui perubahan sifat ada yang dapat kembali dan ada yang tidak dapat kembali ke
wujud semula.

C. Indikator

1. Menjelaskan perubahan sifat benda dan factor-faktor yang mempengaruhinya

2. Mengetahui sifat-sifat benda

3. Menjelaskan macam –macam perubahan sifat benda

D. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat mengetahui perubahan sifat benda dan factor-faktor yang

mempengaruhinya

2. Siswa dapat mengetahui sifat-sifat benda


3. Siswa dapat mengetahui macam-macam perubahan sifat benda.

E. Materi Pokok

Perubahan sifat-sifat benda


F. Metode Pembelajaran

1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demosntrasi
4. Tugas kelompok
5. Evaluasi

G. Sumber dan Media Pembelajaran

a. Sumber

1.Buku IPA saling Temas, kelas 5, Penerbit Intan Pariwara

2.Buku Sains IPA, kelas 5, Penerbit Erlangga

b. Media Pembelajaran

Bahan-bahan buat percobaan seperti :

1. Tanah liat 6. Buah

2. Batu bara 7. Paku

3. Kertas 8. Air

4. Korek api 9. Gula

5. Lilin

H. Langkah-langkah Pembelajaran

1. Kegiatan awal ( ± 5 menit )

a. Guru memberi salam, berdo’a, menanyakan kabar siswa dan mengabsen siswa.

b. Guru dan siswa menyiapkan materi atau bahan pelajaran

c. Guru memberitahukan indicator dan tujuan yang akan di capai setelah pembelajaran

d. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab

2. Kegiatan Inti (± 60 menit )

a. Guru menjelaskan materi pelajaran


b. Guru memberikan contoh bagaimana perubahan sifat benda tersebut

c. Guru menjelaskan sifat-sifat benda seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan dan bau

d. Guru menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi perubahan sifat benda

e. Guru mendemostrasikan bagaimana penyebab perubahan sifat benda itu dapat terjadi

f. Guru menjelaskan dan mendemostrasikan macam-macam perubahan sifat benda

g. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa secara lisan

h. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

i. Siswa disuruh untuk mengisi table-tabel yang ada di buku paket hal.71 dan 74 dan
menyalinnya di buku tugas.

j. Siswa disuruh memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka
kerjakan

k. Siswa dalam kelompok lain juga disuruh ikut memberikan kontribusinya dan dilaksanakan
searah dengan perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

3. Kegiatan akhir (± 5 menit )

a. Guru memberikan motivasi dan penguatan

b. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan tentang materi yang dipelajarinya.

c. Guru melakukan evaluasi dengan memberikan soal-soal untuk PR

d. Guru menutup pelajaran

I. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan tes dan tulisan

1. Tes lisan : – ketepatan jawaban

– keseriusan dan konsentrasi dalam menyimak

Bentuk tes : Tanya jawab

2. Tes tertulis : – tugas kelompok

– evaluasi
Bentuk istrumen : tes isian

J. Evaluasi

SOAL :

1. Proses perubahan dari cair ke padat disebut ?

a. memhuap

b. membeku

c. menyublim

d. mencair

e. mengembun

Sumber :

http://rumahdesakoe.blogspot.com

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-round-club-
atau.html#ixzz2uZcCRIFb

PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993

A. Pengertian
Pair check (pasangan mengecek) adalah model pembelajaran berkelompok atau berpasangan
yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Model ini menerapkan pembelajaran
berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
persoalan yang diberikan. Banyak kelebihan maupun kelemahan.
Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini juga
untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian.
B. prinsip model pembelajaran Pair Cheks
prinsipnya adalah sebagai berikut :
1. Siswa berkelompok berpasangan sebangku,
2. salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan,
3. pengecekan kebenaran jawaban,
4. bertukar peran
4. penyimpulan,
5. evaluasi
6. refleksi.

Berikut ini langkah dari model pair check


1. Guru menjelaskan konsep
2. Siswa dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu ti ada 2 pasangan.
Setiap pasangan dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang patner.
3. Guru membagikan soal kepada si patner
4. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar
pelatih memberi kupon.
5. Bertukar peran. Si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih
6. Guru membagikan soal kepada si patner
7. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar
pelatih memberi kupon.
8. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain.
9. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaaban dari berbagai soal dan tim
mengecek jawabannya.
10. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah

C. Langkah-langkah Pembelajarannya, sebagai berikut :


1). Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan mengerjakan soal
yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam menilai.
2). Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3). Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4). Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
5). Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita
sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih bermakna,
menantang sekaligus menyenangkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihannya
1. Dipandu belajar melalui bantuan rekan
2. Menciptakan saling kerjasama di antara siswa
3. Increases comprehension of concepts and/or processesMeningkatkan pemahaman konsep dan /
atau proses
4. menmemenimelatih berkomunikasi
Kekurangannya
1. memerlukan banyak waktu
2. memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap konsep untuk menjadi pelatih.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pair-cecks-spencer-kagen-
1993.html#ixzz2uZcOcgGX

Model Pembelajaran Tari Bambu


Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan agar siswa saling berbagi informasi pada
saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur, strategi
ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar
siswa.Meskipun namanya Tari Bambu tetapi tidak menggunakan bambu. Siswa yang berjajarlah
yang diibaratkan sebagai bambu.

Langkah-Langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada
cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar
di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan
kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama
3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung
lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing
siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus
sesuai dengan kebutuhan..

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-tari-
bambu.html#ixzz2uZcS0HYt

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

1. Pengertian
Menurut definisi, “belajar otentik” berarti pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
dan proyek-proyek dan yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan membahas
masalah-masalah ini dengan cara yang relevan untuk mereka.

Pendekatan ini sangat berbeda dari kelas tradisional “kuliah”, di mana profesor memberikan
fakta-fakta mahasiswa dan konten lain yang siswa kemudian harus menghafalkan dan ulangi
pada tes. misalnya, siswa tidak hanya harus terhubung sejarah pasca-Perang Sipil untuk peristiwa
terkini dan kehidupan mereka sendiri, mereka juga harus membantu mengajar kelas dan
didorong untuk memberikan pandangan mereka sendiri pada peristiwa sejarah. Akibatnya,
mereka menjadi sejarawan.

Otentik belajar juga merupakan pendekatan untuk pembelajaran yang kokoh didasarkan pada
penelitian tentang belajar dan kognisi. Satu secara luas teori belajar diadakan, konstruktivisme,
mendalilkan bahwa siswa belajar terbaik dengan terlibat dalam tugas-tugas belajar otentik,
dengan mengajukan pertanyaan, dan dengan menggambar pada pengalaman masa lalu.
Singkatnya, untuk belajar terjadi bagi siswa, itu harus dilakukan dengan cara dan di tempat yang
relevan dengan “nyata” kehidupan mereka, baik di dalam maupun di luar kelas.
Pembelajaran otentik (authentic learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara bermakna konsep-
konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek yang relevan
dengan siswa (Donovan, Bransford & Pallegrino, 1999). Istilah ‘otentik’ berarti asli, sejati, dan
nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary, 1998). Pembelajaran ini dapat digunakan
untuk siswa pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat
kemampuan.

belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa untuk


mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan hubungan dalam konteks
yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-proyek yang relevan dengan peserta didik
(Donovan, Bransford, & Pellegrino, 1999). Istilah yang otentik didefinisikan sebagai asli, benar,
dan nyata (Webster’s Revisi lengkap Dictionary , 1998). Kamus, 1998Jika belajar adalah otentik,
maka siswa harus terlibat dalam masalah belajar asli yang mendorong kesempatan bagi mereka
untuk membuat koneksi langsung antara material baru yang sedang dipelajari dan pengetahuan
mereka sebelumnya. Jenis pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa. Bahkan, sebuah
“tidak adanya keterlibatan yang berarti keturunan rendah di sekolah dan menghambat [belajar]
transfer” (Newmann, Secada, & Wehlage, 1995). Siswa harus mampu menyadari bahwa prestasi
mereka peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke pengalaman kelas, pengetahuan,
keyakinan, dan keingintahuan dan belajar otentik menyediakan sarana untuk menjembatani
elemen-elemen dengan kelas belajar. Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta hafalan
dalam situasi abstrak atau buatan, tetapi mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam
cara-cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah
kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan menyentuh motivasi intrinsik mereka
(Mehlinger, 1995).

instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh berbeda daripada metode tradisional
pengajaran. Literatur menunjukkan bahwa pembelajaran otentik memiliki beberapa karakteristik
kunci.
• Belajar adalah berpusat pada tugas-tugas otentik yang menarik bagi peserta didik.
• Siswa terlibat dalam eksplorasi dan penyelidikan.
• Belajar, paling sering, adalah interdisipliner.
• Belajar sangat erat hubungannya dengan dunia di luar dinding kelas.
• Siswa menjadi terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan-order kemampuan berpikir lebih tinggi,
seperti menganalisis, sintesis, merancang, memanipulasi dan mengevaluasi informasi.
• Siswa menghasilkan produk yang bisa dibagi dengan pemirsa di luar kelas.
• Belajar adalah siswa didorong dengan guru, orang tua, dan para ahli di luar semua membantu /
pembinaan dalam proses pembelajaran.
• Pembelajar menggunakan perancah teknik.
• Siswa memiliki peluang untuk wacana sosial.
(Donovan et al;., 1999 Newman & Associates, 1996; Newmann et al;., 1995 Nolan & Francis,
1992).

2. Prinsip Pembelajaran Otentik


pengalaman belajar otentik menganut prinsip yaitu:
• Ruang kelas ber-berpusat. Pada berpusat-kelas pelajar, fakultas memperhatikan apa yang siswa
membawa mereka ke dalam kelas, masing-masing pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
keyakinan. Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan, terlibat dalam wacana sosial, dan
menemukan jawaban mereka sendiri Dalam pengaturan ini, peran profesor bergerak lebih dari
seorang “konstruktor-co” pengetahuan dari pemberi konten.. Marc Richards pernyataan bahwa
“Pada akhirnya, kita semua akan sejarawan profesional, pelajar, dan guru bersama-sama”
menggambarkan bagaimana ia struktur kelas untuk menjadi pembelajar berpusat. Juni Dodd juga
menegaskan bahwa peserta didik dia mengambil tengah panggung di kedua membangun dan
program pengajaran dan mereka sendiri “mini” kursus.
• Mahasiswa adalah pembelajar aktif. Sama seperti peran perubahan profesor, peran mahasiswa
harus berubah sehingga mereka melakukan lebih dari pasif duduk dan mendengarkan ceramah
profesor mereka. Mereka harus menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran, dengan
menulis, membahas, menganalisis dan mengevaluasi informasi. Singkatnya, siswa harus
mengambil tanggung jawab lebih untuk pembelajaran mereka sendiri, dan menunjukkan kepada
profesor mereka dengan cara lain dari pada ujian. mahasiswa Marc Geisler, misalnya,
menunjukkan pemahaman mereka tentang Shakespeare dengan melakukan interpretasi kelompok
mereka sendiri dan kinerja Pekerjaan Bard’s. Tag Stan juga berpendapat bahwa “siswa harus
ditantang untuk membuat seni, untuk membuat, untuk melakukan, dan untuk berpartisipasi
dalam humaniora melalui karya mereka sendiri, bukan hanya dengan mempelajari apa yang
orang lain lakukan.”
• Ini menggunakan tugas yang otentik. Ini mungkin tampak jelas, tetapi pengalaman belajar
otentik harus menggabungkan tugas-tugas otentik. Ini adalah tugas, yang, sebisa mungkin,
memiliki “dunia nyata” yang berkualitas untuk mereka dan siswa menemukan orang yang
relevan dengan kehidupan mereka. siswa Juni Dodd mengambil peran instruktur dalam
Pengantar ke kelas Pendidikan Jarak Jauh, bergiliran isi kursus mengajar satu sama online
lainnya, dan membuat program mereka sendiri secara online berdasarkan proses desain
instruksional. Profesor Dodd bekerja dengan masing-masing siswa untuk menyesuaikan proyek
ini berdasarkan kerja masa lalu mereka dan pengalaman pendidikan serta potensi untuk
pengiriman aktual instruksi dalam kehidupan profesional mereka.

3. Ciri Pembelajaran Otentik


Pembelajaran otentik sangat berbeda dengan metode-metode pembelajaran yang tradisional. Ciri-
ciri pembelajaran otentik:
• Belajar berpusat pada tugas-tugas otentik yang menggugah rasa ingin tahu siswa. Tugas otentik
berupa pemecahan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan siswa;
• Siswa terlibat dalam kegiatan menggali dan menyelidiki;
• Belajar bersifat interdisipliner;
• Belajar terkait erat dengan dunia di luar dinding ruang kelas;
• Siswa mengerjakan tugas rumit yang melibatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti
menganalisis, mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi informasi;
• Siswa menghasilkan produk yang dapat dibagikan kepada audiens di luar kelas;
• Belajar bersifat aktif dan digerakkan oleh siswa sendiri, sedangkan guru, orangtua, dan
narasumber bersifat membantu atau mengarahkan;
• Guru menerapkan pemberian topangan (scaffolding), yaitu memberikan bantuan seperlunya
saja dan membiarkan siswa bekerja secara bebas manakala mereka sanggup melakukannya
sendiri;
• Siswa berkesempatan untuk terlibat dalam wacana dalam masyarakat;
• Siswa bekerja dengan banyak sumber;
• Siswa seringkali bekerja bersama dan mempunyai kesempatan luas untuk berdiskusi dalam
rangka memecahkan masalah.

4. Kesimpulan
belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan hubungan dalam konteks
yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-proyek yang relevan dengan peserta didik.
Istilah yang otentik didefinisikan sebagai asli, benar, dan nyata (Webster’s Revisi lengkap
Dictionary , 1998). Jika belajar adalah otentik, maka siswa harus terlibat dalam masalah belajar
asli yang mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat koneksi langsung antara material
baru yang sedang dipelajari dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis pengalaman akan
meningkatkan motivasi siswa. Bahkan, sebuah “tidak adanya keterlibatan yang berarti keturunan
rendah di sekolah dan menghambat [belajar] transfer” (Newmann, Secada, & Wehlage, 1995).
Siswa harus mampu menyadari bahwa prestasi mereka peregangan luar dinding kelas. Mereka
membawa ke pengalaman kelas, pengetahuan, keyakinan, dan keingintahuan dan belajar otentik
menyediakan sarana untuk menjembatani elemen-elemen dengan kelas belajar. Siswa tidak lagi
hanya mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau buatan, tetapi mereka
pengalaman dan informasi digunakan dalam cara-cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan
sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa
dan menyentuh motivasi intrinsik mereka (Mehlinger, 1995).
instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh berbeda daripada metode tradisional
pengajaran.

5. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan
– Siswa tidak merasa jenuh terhadap pembelajaran karena pembelaaran dapat terjadi dimana
saja.
– Siswa mempunyai keterampilan yang lebih dalam menganalisis wacana social
– Siswa mempunyai pengalaman belajar yang mumpuni dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya
– Pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga memungkinkan siswa memahami materi secara
utuh

b. Kekurangan
– Pembelajaran Otentik cenderung hanya dapat dilakukan pada siswa yang memiliki taraf
intelegensi diatas rata-rata sehingga pembelajaran berjalan secara aktif
– Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan pembelajaran otentik, karena materi yang
sesuai dengan pembelajaran otentik bersifat studi social
– Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga ektra dari siswa untuk melaksanakannya.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-otentik-outentic-
learning.html#ixzz2uZcbsNg1

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)


Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT


Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam
kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada
siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam
langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.
Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras,
suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil
belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah sebagai
berikut :

Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih
siap dalam menguasai materi serta belajar menerima keanekaragaman dengan kelompok lain,
karna dalam model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena
setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh
karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-numbered-
head_21.html#ixzz2uZcgQ9Hv
Model Pembelajaran Inquiry

Model Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni penciptaan situasi-situasi sedemikian rupa


sehingga siswa mengambil peran sebagai ilmuwan. Dalam situasi-situasi ini siswa berinisiatif
untuk mengamati dan menanyakan gejala alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa
yang mereka lihat, merancang dan melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teori-
teori mereka, menganalisis data, menarik kesimpulan dari data eksperimen, merancang dan
membangun model, atau setiap kontribusi dari kegiatan tersebut di atas.

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, Inquiry
merupakan perluasan proses discovery, yang digunakan lebih mendalam, inkuiry yang dalam
bahasa InggrisInquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu
proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.

Gulo, (2005) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah :

1. Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar

2. Keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar

3. Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses
inkuiri.

Kondisi Umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah :

1. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi.

2. Inkuiri berfokus pada hipotesis

3. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta )

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai berikut:

1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berfikir.

2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan

3. Penanya , menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat


4. Administrator, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan kelas

5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan

6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas

7. Rewarder, memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah
kedalam waktu yang relative singkat, Hasil penelitian Schlenker dalam joice dan weil (1992)
menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam
berfikir kreatif dan siswa menjadi trampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Inquiry

Strategi pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban yang
sudah pasti dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2009). Proses berpikir itu sendiri
biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.

Menurut Sanjaya (2009) bahwa strategi pembelajaran inquiry, memiliki beberapa ciri utama,
yaitu:

1. Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan, artinya strategi inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam
proses pembelajaran siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui
penjelasan guru secara verbal, akan tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti
dari materi pelajaran itu sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Dalam strategi pembelajaran
inquiry, guru bukan sebagai sumber belajar tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar
siswa.
3. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis.

Strategi Pembelajaran Inkuri efektif apabila :

1. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan
yang ingin dipecahkan.

2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah
jadi,akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

3. Jika proses pembelajaran berangkat dari ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
4. Jika akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemamuan dan
kemampuan berpikir.

5. Jika siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada
siswa.

Prinsip–prinsip Penggunaan Inquiri

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan inquiri menurut Sanjaya
(2009).

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari strategi inquiri adalah pengembangan kemampuan berfikir. Dengan demikian
, strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses
belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunkan strategi
inquiri bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh
mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan.

2. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun
interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai
proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inquiri adalah guru sebagai
penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berfikir.

4. Prinsip Belajar untuk Berfikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berfikir
(learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri
maupun otak kanan. Pembelajaran berfikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara
maksimal.

5. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan


sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang
untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Gulo (2005) menyatakan bahwa, inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual
tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan.

Secara umum proses pembelajaran SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa

b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai
tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari
langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang
mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa
didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting
dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh
pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses
berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan
jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan
hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan
dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau
informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti
mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan
bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan
dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan


hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu
menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Langkah – langkah menerapkan model pembelajaran inquiry didalam kelas :

1. Membentuk kelompok-kelompok inkuiri. Masing-masing kelompok dibentuk berdasarkan


rentang intelektal dan keterampilan-keterampilan social

2. Memperkenalkan topik-topik inkuiri kepada semua kelompok. Tiap kelompok diharapkan


memahami dan berminat mempelajarinya.

3. Membentuk posisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik, yakni pernyataan apa
yang harus dikerjakan. Mungkin terdapat satu atau lebih solusi yang diusulkan terhadap masalah
pokok.

4. Merumuskan semua istilah yang terkandung di dalam proposisi kebijakan.

5. Menyelidiki validitas logis dan konsisten internal pada proposisi dan unsur-unsur
penunjangnya.

6. Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur proposes

7. Menganalisis solusi solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok

8. Menilai proses kelompok.

Kemudian pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru
terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya.
Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:

1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa
melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi.
Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.
Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar
dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada
bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada
pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik
melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan
menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai
dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada
tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses
inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran
matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang
terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa,
sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafoldingyang
diperlukan oleh siswa.

2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).

Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan
pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah
bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk
diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau
langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan
sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa
dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih
dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri.
Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah
ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:

a. Waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu
yang sudah ditetapkan dalam kurikulum,

b. Karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada
kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum,
c. Ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru
akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa,

d. Karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan
kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau
individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan (modified free inquiry approach)

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya,
yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu
permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani
acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau
menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan
pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh
bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak
terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya
terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri
penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya,
maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang
relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok
lain.

Keunggulan dan Kelemahan SPI

1. Keunggulan :

a. SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek


kognitif kognitif,afektif dan psikomotor secara seimbang,sehingga pembelajaran melalui strategi
ini dianggap lebih bermakna.

b. SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan.

d. SPI dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.Artinya
siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah
dalam belajar.

2. Kelemahan

a. SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran,maka akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dalam kebiasaan
siswa dalam belajar

c. Kadang kadang dalam implementasimnya,memerlukan waktu yang panjang sehingga sering


guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Selama ketentuan keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran,maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Suchman

Berdasarkan uraian pembelajaran inkuiri umum, kita dapat melihat bahwa waktu dan sumber
yang tersedia merupakan permasalahan dalam pembelajaran. Menanggapi permasalahan ini,
Richard Suchman mengembangkan suatu pembelajaran inkuiri yang telah dimodifikasi. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Suchman tentang model inkuiri ini menunjukkan bahwa
keterampilan inkuiri siswa meningkat dan motivasi belajarnya juga meningkat.

Dahlan dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, Suchman berkeyakinan bahwa siswa akan
menyadari tentang proses penyelidikannya dan mereka dapat diajarkan tentang prosedur ilmiah
secara langsung. Selajutnya, Suchman berpendapat tentang pentingnya membawa siswa pada
sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentative. Joyce dalam Trianto (2009) menyatakan,
bahwa teori Suchman dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya

2. Mengidentifikasi komponen-komponen yang berada di sekeliling kondisi tersebut.

3. Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.

4. Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan jawabannya “ya’
atau “tidak”.

5. Membuat kesimpulan dari data-data yang diperolehnya.

Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang


diajukan pada siswa sebagai alternative untuk prosedur pengumpulan data.

Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Kardi dalam Trianto(2009) mempunyai kelebihan,
yaitu :

1. Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu periode pertemuan. Waktu yang singkat ini
memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri dengan cepat, dan pelatihan mereka akan
terampil melakukan inkuiri.

2. Lebih efektif dalam semua bidang di dalam kurikulum.


Perbedaan utama antar inkuiri Suchman dengan Inkuiri umum terletak pada proses pengumpulan
data.

Suchman mengembangkan suatu motode penemuan baru yang menuntun siswa mengumpulkan
data melalui bertanya, maka dari itu model pembelajaran inkuiri menurut Schuman harus
memperhatikan :

1. Struktur Sosial Pembelajaran. Suasana kelas yang nyaman merupakan hal yang penting
dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaan-pertanyaan harus berasal dari siswa agar
proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Kerja sama guru dengan siswa, siswa dengan
siswa diperlukan juga adanya dorongan secara aktif dari guru dan teman. Dua atau lebih siswa
yang bekerja sama dalam berfikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika dibanding bila
siswa bekerja sendiri.

2. Peran Guru. Pembelajaran inkuiri Suchman, peran guru memonitor pertanyaan siswa untuk
mencegah agar proses inkuiri, tidak sama dengan permainan tebakan. Hal ini memerlukan dua
aturan penting, yaitu : Pertanyaan harus dapat dijawab “ya” atau “tidak” dan harus diucapkan
dengan suatu cara siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan;
Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan guru memberikan
jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan siswa untuk menemukan jawabannya sendiri.

3. Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya menanamkan konsep , misalnya konsep IPA
Biologi pokok bahasan saling ketergantungan pada siswa, tidak cukup hanya sekedar ceramah.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk tahu dan terlibat secara
aktif dalam menemukan konsep-konsep dari fakta-fakta yang dilihat dari lingkungan dengan
bimbingan guru.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan
pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam Trianto (2009). Adapun
tahapan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:

Tahap Pembejaran Inkuiri

Fase Perilaku Guru


Guru membimbing siswa mengidentifikasi
1. Menyajikan pertanyaan atau
masalah dan masalah dituliskan di papan.
masalah
Guru membagi siswa dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing siswa dalam
2. Membuat hipotesis menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memproiritaskan
hipotesis mana yang menjadi prioritas
penyelidikan.
Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk menentukan langkah-langkah yang
3. Merancang percobaan sesuai dengan hipotesis yang akan
dilakukan . Guru membimbing siswa
mengurutkan langkah-langkah percobaan
4. Melakukan percobaan untuk Guru membimbing siswa mendapatkan
memperoleh informasi informasi melalui percobaan
Guru memberi kesempatan kepada setiap
5. Megumpulkan dan menganilisis
kelompok untuk menyampaikan hasil
data
pengolahan data yang terkumpul.
Guru membimbing siswa dalam membuat
6. Membuat kesimpulan
kesimpulan.

Kesimpulan

Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan siswa secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar ,
mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Namun dalam penerapannya, pembelajaran inkuiri ini memiliki kelemahan seperti adanya
kesulitan dalam mengontrol siswa, ketidaksesuaian kebiasaan siswa dalam belajar, kadang
memerlukan waktu yang panjang dalam pengimplementasiannya, dan sulitnya dalam
implementasi yang dilakukan oleh guru bila keberhasilan belajar bergantung pada siswa.

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut orientasi, merumuskan masalah,


merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan kesimpulan.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
inquiry.html#ixzz2uZcmpOn0

Metode Pembelajaran Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode ini diprogramkan pemerintah RI mulai tahun 1974. Regu yang dipimpin oleh Dr. A.S.
Broto pada waktu itu telah menghasilkan Metode SAS. Menurut A.S. Broto khususnya
disediakan untuk belajar membaca dan menulis permulaan di kelas permulaan SD. Lebih luas
lagi Metode SAS dapat dipergunakan dalam berbagai bidang pengajaran. Dalam proses
operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan
urutan : Struktural menampilkan keseluruhan; Analitik melakukan proses penguraian; Sintetik
melakukan penggabungan kembali kepada bentuk Struktural semula. Landasan linguistiknya
bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini ialah kalimat; bahwa bahasa
Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Landasan pedagogiknya; (1) mengembangkan potensi
dan pengalaman anak, (2) membimbing anak menemukan jawab suatu masalah. Landasan
psikologisnya : bahwa pengamatan pertama bersifat global (totalitas) dan bahwa anak usia
sekolah memiliki sifat melit (ingin tahu).

Prosedur penggunaan Metode SAS

1. Mula membaca permulaan dijadikan dua bagian


Bagian pertama Membaca permulaan tanpa buku
Bagian pertama Membaca permulaan buku
2. Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan dari pengajar sebagai kontak permulaan.
3. Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan, muncullah kalimat
anak-anak yang sesuai dengan gambar.
4. Membaca kalimat secara structural
5. Membaca permulaan dengan buku
6. Membaca lanjutan
7. Membaca dalam hati

Segi baiknya
a. Metode ini dapat sebagai landasan berpikir analisis.
b. Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah mengikuti
prosedur dan akan dapat cepat membaca pada kesempatan berikutnya
c. Berdasarkan landasan linguistik metode ini akan menolong anak. menguasai bacaan dengan
lancar.

Segi lemahnya
1) Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif dan terampil serta sabar
Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk kondisi pengajar saat ini.
2) Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini untuk sekolah sekolah
tertentu dirasa sukar.
3) Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajar di perkotaan dan tidak di pedesaan
4) Oleh karena agak sukar menganjarkan para pengajar metode SAS maka di sana-sini Metode
ini tidak dilaksanakan.
Teknik pelaksanaan Metode SAS ialah keterampian memilih kata kartu kata dan kartu kalimat.
Sementara anak-anak mencari huruf, suku kata, kata., pengajar dengan sebagian anak yang lain.
Menempel-empelkan kata kata yang tersusun menjadi kalimat yang berarti. Begitu seterusnya
sehingga semua anak mendapat giliran untuk menyusun kalimat, membacanya dan yang paling
mengutpnya sebagai ketreampilan menulis. Media lain selain papan tulis, papan panel, papn tali,
OHP (Over Head Projector) dapat juga digunakan.
Metode Struktural Analitik Sintetik
Menurut Supriyadi (1996) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita yang disertai
dengan gambar, yang didalamnya terkandung unsur struktur analitik sintetik. Metode SAS
menurut Djauzak (1996) adalah suatu metode pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan
atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampilkan cerita yang
diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa.
Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis huruf, kartu suku
kata, kartu kata dan kartu kalimat. Proses operasional metode SAS mempunyai langkah-angkah
dengan urutan sebagai berikut :

(1) Struktur yaitu menampilkan keseluruhan,

(2) Analitik yaitu melakukan proses penguraian,

(3) Sintetik yaitu melakukan penggabungan pada struktur semula. Demikian langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam pembelajaran menulis permulaan dengan metode SAS, sehingga
hasil belajar itu benar-benar menghasilkan Struktur Analitik Statis. (Subana : 176).

Kegiatan pembelajaran menulis permulaan dengan metode Struktural


Analitik Sintetik (SAS) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Guru bercerita atau berdialog dengan siswa.


2. Memperlihatkan gambar yang berhubungan dengan isi cerita.
3. Menulis beberapa kalimat sebagai kesimpulan dari isi cerita.
4. Menulis satu kalimat yang diambil dari isi cerita.
5. Menulis kata-kata sebagai uraian dari kalimat.
6. Menulis suku-suku kata sebagai uraian dari kata-kata.
7. Menuliskan huruf –huruf sebagai uraian dari suku-suku kata.
8. Mensintesiskan huruf-huruf menjadi suku-suku kata.
9. Menyatukan kata-kata menjadi kalimat.

Agar siswa memiliki kemampuan menulis, maka setiap langkah tersebut


dilakukan oleh siswa dengan cara menyalin tulisan yang ditulis guru dalam setiap
langkah pembelajaran.
Demikian langkah-langkah yang dilakukan dalam menulis permulaan
dengan metode SAS sehingga hasil belajar ini benar-benar menghasilkan struktur
analitik sintetik.
Bagaimana menunjukkan bahwa untuk menentukan jenis tulisan yang
harus diajarkan pada saat siswa belajar menulis permulaan bukan pekerjaan yang
sederhana. Guru harus dapat menentukan jenis tulisan yang akan diajarkan.
Menurut Hagin (Lovitt, 1989 : 227), ada lima alasan perlunya diajar
menulis huruf cetak lebih dulu pada awal belajar menulis :
1. Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana.
2. Buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga anak-anak tidak perlu
mengakomodasikan dua bentuk tulisan.
3. Tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca daripada tulisan dengan huruf
sambung.
4. Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja karena huruf-huruf
tersebut berdiri sendiri-sendiri.
Dengan memperhatikan berbagai alasan tersebut di atas maka alangkah
baiknya pada awal belajar menulis ini siswa diajar menulis dengan menggunakan
huruf cetak lebih dulu
1. Pengertian Warga Negara
Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian darisuatu penduduk yang menjadi
unsur negara.
AS. Hikam mendefinisikan bahwa warga negara merupakan terjemahan dari citizen adalah
anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.

Sementara itu, status warga negara Indonesia telah dibicarakan dalam UU RI Pasal 4 no.12 tahun
2006, yang menjadi warga negara Indonesia adalah:
1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau bersdasarkan
perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah
menjadi warga negara Indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu
warga negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah seorang warga negara asing dan ibu
warga negara Indonesia.
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tsb.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayangya meninggal dunia dari
perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia.
7. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia.
8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang di akui
oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tsb berusia 18 tahun atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
kewarganegaraan ayah ibunya.
10. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah Indonesia selam ayah dan ibunya tidak di
ketahui.
11. Anak yang di wilayah Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan
atau tidak di ketahui keberadaanya.
12. Anak yang dilahirkan diluar wilayah Indonesia dari seorang ayah da ibu warga negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tsb dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah di kabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau janji setia.
2.Asas Kewarganegaraan
Pada umumnya, asas dalam menentukan kewarganegaraan dibedakan antara asas ius sanguinis
dan asas ius soli.
a. Ius soli
Asas ius soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau
negara tempat dimana ia dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, maka ia akan menjadi warga negara A,
walaupun orangtuanya warga negara B. Asas ini di anut oleh negara Inggris, Mesir Amerika
Serikat dan lain-lain.
b. Ius sanguinis
Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian
darah atau keturunan dari orang tsb.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, tetapi orangtuanya warga negara B, maka orang
tsb tetap menjadi warga negara B.(asas ini dianut leh RRC)

3.Pengertian Pewarganegaraan (Naturalisasi)


Pewarganegaraan atau naturalusasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi negara asing
setelah memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Didalam UU RI No.12 tahun 2006, permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon
jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin.
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertampat tinggal di wilayah negara Indonesia
paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UUD negara Republik
Indonesia tahun 1945.
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 1
tahun atau lebih.
6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadii
berkewarganegaraan ganda.
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap.
8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Didalam natuarlisasi istimewa dapat diberikan bagi mereka (warga asing) yang telah berjasa
kepada negara RI. kemudian mereka mengucapkan sumpah atau janji setia (tidak perlu
memenuhi syarat sebagai mana dalam naturalisasi biasa). Cara ini diberikan oleh presiden
dengan persetujuan DPR RI.

4.Problematika status kewarganegaraan


Apatride merupakan istilah untuk orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan.
Sedangkan Bipatride merupakan istilah yang digunaklan untuk orang-orang yang mempunyai
status kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah lain dikenal dengan dwikewarganegaraan.
Sementara yang dimaksud dengan multipatride adalah istilah yang digunakan untuk
menyebutkan status kewrganegaraan seseorang yang memiliki 2 atau lebih status
kewarganegaraan.

Kondisi seseorang dengan status dwikewarganegaraan, sering terjadi pada penduduk yang
tinggal di daerah perbatasan diantara 2 negara.
Dalam menentukan status kewarganegaraan, pemerintah lazim menggunakan stelsel aktif dan
stelsel pasif.

Berkaitan dengan kedua stelsel tersebut, sesorang warga negara dalam suatu warga negara pada
dasarnya mempunyai hak opsi dan hak repudiasi.
1. Hak opsi, adalah hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
2. Hak repudiasi, adalah hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif)
3. Cara Mendapatkan dan Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
Pada umumnya ada 2 kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga negara yang
memperoleh status kewrganegaranya melalui stelsel pasif dikenal juga warga negara by opertion
of law dan warga negara yang memperoleh status kewarganegaraannya melali stelsel aktif atau
dikenal dengan by registration.

1. Seseorang warga negara juga bisa kehingan kewarganegaran Indonesia. UU RI No.12 tahun
2006 pasal 23, menyatakan bahwa seseorang bisa kehiolngan kewarganegaraan indonesia apabila
memenuhi hal-hal berikut :
2. Memperoleh kewarganegaran lain atas kemauannya sendiri.
3. Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaran lain, sedangkan orang yang bersangkutan
mendapat kesempatan untuk itu.
4. Dinyatakan hilang kewarganegaraanya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal diluar negeri, dan
dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraanya.
5. Bertempat tinggal diluar wilayah negara Indonesia selama 5 tahun terus menerus bukan dalam
rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya
untuk tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan
setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi
warga negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia di wilayah kerjanya meliputi
tempat tingal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik Indonesia tersebut telah
memberitahukan kepada yang bersangkutan, sepajang yang tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat memperoleh kembali
kewrganegaraannya apabila memenuhi syarat-syarat seperti yang tertera dalam pasal 31 dan 32.
UU RI No.3 tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 UU No. 62 tahun 1958 yaitu :
1. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan karena 5 tahun berturut-turut tinggal diluar
negeri tanpa keterangan, dapat memperoleh kewarganegaraan RI kembali jika ia bertempat
tinggal di Indonesia berdasarkan kartu ijin masuk dan menyatakan ingin kembali menjadi warga
negara Indonesia
2. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Rikarna sebab lain, dapat memperoleh kembali
kewarganegaraan RI jika ia mlaporkan diri dan menyatakan keterangan untuk kembali ke
kewarganegaaan RI kepada perwakilan RI dinegara tempat tinggalnya dalam jangka waktu 1
tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya UU No.3 tahun 1976 pada 5 April 1976.
5.Kedudukan Warga Negara di Indonesia
Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia, Kedudukan warga negara pada dasarnya adalah
sebagai pilar terwujudnya Negara. Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan merdeka Indonesia
mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain di dunia, pada dasarnya kedudukan warga
negara bagi negara Indonesia diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang
kewarganegaraan, yaitu :

1. UUD 1945
Dalam konteks UUD 1945, Kedudukan warga negara dan penduduk diatur dalam pasal 26 yaitu :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang warga Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di Indonesai.
3. Hal-hal mengenai warga negara penduduk di atur dengan UU.
2. UU No. 3 tahun 1946
Undang-undang No.3 ialah tentang warga negara dan penduduk negara adalah peraturan derivasi
dibawah dibawah UU 1945 yang digunakan untuk menegakan kedudukan Negara RI dengan
warga negaranya dan kedudukan penduduk negara RI.

3. UU No. 62 tahun 1958


UU No.62 tahun 1958 merupakan penyempurnaan dari UU tentang kewarga negaraan yang
terdahulu. UU No. 62 tahun 1958 tenang kewarganegaraan RI merupakan produk hukum
derivasi dari pasal 5 dan 144 UUD RI 1950 yang sampai saat ini masih berlaku dan tetap
digunakan sebagai sumber hakum yang mengatur masalah kewarganegaraan di Indonesai setelah
kurang lebih 48 tahun berlaku, dan saat ini dinilai sudah tidak sesuai lagi. Pernasalahan
kewarganegaraan yang semakin kompleks ternyata tidak mampu ditampung oleh undang-undang
ini.

4. UU No.12 tahun 2006


RUU Kewarganegaraan yang baru ini memuat beberapa subtansi dasar yang lebih revolusioner
dan aspiratif, seperti :
1. Siapa yang mnjadi warga negara Indonesia
2. Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
3. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia
4. Syarat dan tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia
5. Ketentuan pidana
6.Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
Warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan kewajibannya. Setiap individu mendapat
perlakuan yang sama dari negara. Ketentuan ini secara tegas termuat dalam konstitusi tertinggi
kita, yaitu UUD 1945 Bab X sampai Bab XIV pasal 27 sampai pasal 34. berikut ini dijelaskan
secara lebih rinci terntang persamaan kedudukan warga negara, dalam berbagai bidang
kehidupan.

1. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah


Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.” Pasal ini juga memperlihatkan kepada kita adanya kepedulian adanya hak asasi
dalambidang hukum dan politik.

2. Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (ekonomi)
Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini memencarkan persamaan akan keadilan
sosial dan kerakyatan. Ini berarti hak asasi ekonomi warga negara dijamin dan diatur
pelaksanaanya.

3. Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul (politik)


Pasal 28 E ayat (3) menetapkan warga negara dan setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratis
dan memberi kebebasan yang bertanggung jawab bagi setiap warga negaranya untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang politik.
4. Persamaan dalam HAM
Dalam Bab X A tentang hak asai manusia dijelaskan secara tertulis bahwa negara memberikan
dan mengakui persamaan setiap warga negara dalam menjalankan HAM. Mekanisme
pelaksanaan HAM secara jelas ditetapkan melalui pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.

5. Persamaan dalam agama


Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.” Berdasar pasal ini tersurat jelas bahwa begara menjamin persamaan setiap
penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keinginannya. Agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan YME dijalankan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

6. Persamaan dalam upaya pembelaan negara


Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.” Lebih lanjut, pasal 30 UUD 1945 memuat ketentuan
pertahanan dan keamanan negara. Kedua pasal tersebut secara jelas dapat kita ketahui bahwa
negara memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang ingin membela
Indonesia.

7. Pesamaan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan


Pasal 31 dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan
kedudukan yang sama dalam masalah pendidikan dan kebudayaan. Kedua pasal ini menunjukan
bahwa begitu konsen dan peduli terhadap pendidikan dan kebudayaan warga negara Indonesia.
Setiap warga negara mendapat porsi yang sama dalam kedua masalah ini.

8. Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan sosial


Persamaan kedudukan warga negara dalam perekonomian dan kesejahteraan diatur dalam Bab
XIV pasal 33 dan 34. pasal 33 mengatur masalah perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasar atas asas kekeluargaan dengan prinsip demokrasi ekonomi untuk kemakmuran rakyat
secara keseluruhan. Selanjutnya pasal 34 memuat ketentuan tentang kesejahteraan sosial dan
jaminan sosial diman fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 1) dan
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak (pasal 3).

7Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara di Indonesia


Dalam NKRI, semua warga negar mempunyai kedudukan yang sama dalam bidang ekonomi,
politik, hukum, sosial, budaya, agama dan pertahanan keamanan.

Berikut ini dijelaskan lebih lanjut wujud persamaan kedudukan warga negara di indonesia dalam
berbagai bidang kehidupan.
1. Bidang ekonomi
Setiap individu memiliki kesamaan untuk melakukan usaha ekonomi seperti berdagang, bertani,
berkebun, menjual jasa, dsb. Untuk memenuhi dan meningkatkan taraf hidupnya.
2. Bidang budaya
Setiap warga negara mempunyai kesamaan hak dalam mengembangkan seni, misalnya berkreasi
dalam seni tari, seni lukisseni musik seni pahat seni bangunan dsb.
3. Bidang politik
Setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni individu berhak memilih, menjadi anggota
salah satu partai, atau mendirikan partai politik.
4. Bidang hukum setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama, yakni berhak untuk
mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di depan pengadilan, dsb.
5. Bidang agama setiap warga negara di berikan kedudukan yang sama dalam memeluk agama,
menjalankan ibadah dan ritual keagamaannya, berpindah agama ataupun belajar tentang agama
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Sebagai warga negara yang baik serta guna terwujudnya persamaan harkat dan martabat warga
negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita wajib saling menghargai , menghormati
prinsip persamaan kedudukan sesama warga negara.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-pembelajaran-struktural-
analitik.html#ixzz2uZctBaXr

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik


dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
A. Pengertian pembelajaran terpadu
Menurut guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret
(UNS) Solo Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. (Pikiran Rakyat, 11 April 2003) kurikulum
terpadu adalah suatu pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus
garis batas mata pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan
metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapabidang mata pelajaran yang
sesuai.
Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya dapat saling
dipertukarkan. Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu startegi pembelajaran
berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat
proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9dalam Ahmad).
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry,
yaitu melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa.
Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar
dari hasil pengalamannya sendiri.

Collins dan Dixon (1991:6 dalam Ahmad) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai
berikut :
integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force
in the curriculum.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam
mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu
bidang studi pada waktu yang sama.
Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya
yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun
emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa
dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk
mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa
yang otentik.
Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal
ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu
kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun
antarmata pelajaran.
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai
beberapa ciri yaitu :
1. berpusat pada siswa (student centered)
2. proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung
3. pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas.

Jadi, sesuai dengan pengertian-pengertian di atas, bahwa dengan adanya pemaduan itu siswa
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi
bermakna bagi siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa
akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
nyata yang menghubungkan antarkonsep dalam intramata pelajaran maupun antarmata pelajaran.
Pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga
siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap siswa
memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini
diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar
di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam mencapai kecakapan untuk
berkarya. Kecakapan ini disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya
sekedar keterampilan.
B. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pembalajaran terpusat pada anak
Pembalajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak, karena pada
dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan
keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Siswa dapat aktif
mencari, menggali, dan manemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang
harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk
semacam jalinan antarskemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga akan berdampak pada
kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep
yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan
mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.hal ini diharapkan dapat berakibat pada
kemampuan siswa untuk dapat menerapakan perolahan belajaranya pada pemecahan masalah-
masalah yang nyata dalam kehidupannya.
3. Belajar melalui proses pengalaman langsung
Pada pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan siswa secara langsung pada konsep
dan prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar dengan melakukan kegiatan secara
langsung. Sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara langsung dan kemudian siswa
akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan
sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang
membimbing kearah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta dan
informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
4. Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquiry (penemuan terbimbing)
yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat
keinginan, minat, dan kemampua siswa sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar
terus-menerus.
5. Sarat dengan muatan keterkaitan
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau
peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi,
yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau
menghadapi kejadian yang ada.

C. Tujuan Pembelajaran Terpadu


Pembalajaran terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah
ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
1. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna,
2. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi,
3. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan
dalam kehidupan,
4. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta
menghargai pendapat orang lain,
5. Meningkatkan minat dalam belajar,
6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

D. Kemanfaatan Pembalajaran Terpadu


Ada beberapa manfaat dalam menggunakan pembelajara terpadu, yaitu :
1. Memungkinkan anak mengekplorasi dan mengekpresikan pengetahuan dan keterampilannya
melalui berbagai kegiatan.
2. Meningkatkan pemahaman anak secara komprehensif.
3. Meningkatkan kecakapan berpikir anak
4. Banyak topik yang tertuang di setiap mata pelajaran mempunyai keterkaiatan konsep dengan
yang dipelajari siswa.
5. Pada pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memanfaatkan keterampilannya yang
dikembangkan dari mempelajari keterkaitan antarmata pelajaran.
6. Pembelajaran terpadu melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan inter dan
antarmata pelajaran, sehingga siswa mampu memproses informasi dengan cara yang sesuai daya
pikirnya dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep-konsep.
7. Pembalajaran terpadu membantu siswa dapat memecahkan masalah dan berpikir kritis untuk
dapat dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi nyata.
8. Daya ingat (retensi) terhadap materi yang dipelajari siswa dapat ditingkatkan dengan jalan
memberikan topik-topik dalam berbagai ragam situasi dan berbagai ragam kondisi.
9. Dalam pembelajaran terpadu transfer pembelajaran dapat mudah terjadi bila situasi
pembelajaran dekat dengan situasi kehidupan nyata.
10. Meningkatkan interaksi sosial anak.
11. Meningkatkan profesionalisme guru.

E. Model-model pembelajaran terpadu

1. Pembelajaran Terpadu Tipe Terhubung (Connected)


Connected Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggabungkan secara jelas
satu topik dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep lainnya, satu kemampuan dengan
kemampuan lainnya, kegiatan satu hari dengan hari lainnya, dalam satu mata pelajaran.
Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung (connected) :
Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan konsep jual
beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dan kemampuan/indikator yang
digabungkan;
2. kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai kemampuan yang tertera pada indikator;
3. siswa memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep sehingga transfer
pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok dikembangkan terus-menerus;
4. siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan
juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan
mengasimilasi gagasan secara bertahap.

b. Kekurangan
1. model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum
menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
2. model ini kurang mendorong guru bekerja sama karena relatif mudah dilaksanakan secara
mandiri;
3. bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan konsep yang terkait
karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau karena terfokus pada keterkaitan
konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.

2. Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba (Webbed)


Tahapan atau Langkah untuk membuat rancangan pembelajaran terpadu dengan model jaring
laba-laba di TK, yaitu:
1. mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator setiapbidang pengembangan untuk
masing-masing kelompok usia;
2. mengidentifikasi tema dan subtema dan memetakannya dalam jaring tema;
3. mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan melalui tema dan
subtema;
4. menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan dengan mengacu pada indikator yang
akan dicapai dan subtema yang dipilih;
5. menyusun Rencana Kegiatan Mingguan;
6. menyusun Rencana Kegiatan Harian.
Contoh dari penggunaan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (webbed) ini adalah :
siswa dan guru menentukan tema misalnya air, maka guru-guru mata pelajaran dapat
mengajarkan tema air itu ke dalam sub-sub tema misalnya siklus air, kincir air, air waduk, air
sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam mata pelajaran matematika, IPS, IPA, dan
Bahasa.
a. Kelebihan
1. Siswa adalah diperolehnya pandangan hubungan yang utuh tentang kegiatan dari ilmu-ilmu
yang berbeda;
2. faktor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa;
3. siswa dapat dengan mudah melihat bagaimana kegiatan yang berbeda dan ide yang berbeda
dapat saling berhubungan.

b. Kekurangan
1. kecenderungan untuk mengambil tema sangat dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi
siswa;
2. seringkali guru terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan;
3. memerlukan keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi pelajaran.

3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)


Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan
lintas bidang ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan sikap yang tumpangtindih.
Dalam konteks pembelajaran TK, Integrated Model adalah model pengembangan kurikulum
yang menggunakan pendekatan lintas bidang pengembangan. Model ini berusaha memberikan
gambaran yang utuh pada anak tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang terdapat
dalam bidang-bidang pengembangan.
Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe keterpaduan adalah : Pada awalnya guru
menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan dalam satu semester dari
beberapa mata pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA dan Bahasa. Selanjutnya dipilih
beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan
tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang menyeluruh dari kemampuan yang dikembangkan
dari berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2. memberikan kegiatan yang lebih terarah pada tiap bidang pengembangan untuk mencapai
kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3. siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik antar berbagai
disiplin ilmu;
4. memperluas wawasan dan apresiasi guru.

b. Kekurangan
1. Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru yang berkemampuan tinggi dan yakin
dengan konsep dan kemampuan yang akan dikembangkan di setiap bidang pengembangan;
2. kurang efektif karena membutuhkan kerjasama dari banyak guru;
3. sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, juga mencari
keterkaitan aspek keterampilan yang terkait;
4. dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari
keterkaitan dan mencari tema.

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu

1. Kelebihan
Kelebihan tersebut didasari oleh beberapa alasan.
1. Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah
memahami sekaligus melakukannya.
2. Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran
yang satu dengan mata pelajaran lainnya.
3. Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya
dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif.
4. Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa.
5. Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah menggunakan belajar
siswa aktif sebagai metode pembelajaran.
2. Kekurangan
1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan
metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan
mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar
penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka
pembelajaran terpadu akan sulit terwujud.
2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang
relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena
model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan
asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menggali dan
menemukan). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau
sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini
akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini
tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan
pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi
kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran
peserta didik.
5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian
terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan
prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk
berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
6. Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah
satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat
mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan
substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan
guru itu sendiri.
G. Cara/Strategi Pembalajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu memadukan siswa dan
memadukan materi-materidari matapelajaran-matapelajaran.
1. Integrasi melalui pemaduan siswa
Cara ini memadukan beberapa kelas menjadi satu kelas, sehingga 1 pembelajaran kelas diikuti
oleh lebih dari satu tungkat usia siswa. Misalnya kelas 1 dan kelas 2 SD diajar matematika
bersama-sama. Cara ini tentunya memerlukan keahlian guru untuk memberikan tugas yang
bertingkat sehingga siswa belajar dari yang mudah menuju tingkat yang lebih sulit. Siswa kelas 1
dapat belajar dari siswa yang lebih tua dan lebih pengetahuannya, sedangkan siswa yang lebih
tua (kelas 2) dapat mengajarkan pengetahuannya kepada siswa yang lebih muda.
2. Integrasi materi/mata pelajaran
Cara ini memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan kegiatan
pembelajaran. Dalam 1 kegiatan pembelajaran siswa belajar berbagai mata pelajaran misal
matematika, Bahasa, IPA, dan IPS. Cara ini biasanya dilakukan dengan memadukan topik-topik
(tema-tema) menjadi satu kesatuan tema yang disebut tematik unit. Tematik unit merupakan
rangkaian tema yang dikembangkan dari suatu tema dasar. Sedangkan tema dasar merupakan
pilihan atau kesepakatan antara guru dengan siswa berdasarkan kajian keseharian yang dialami
siswa dengan penyesuaian dari materi-materi yang ada pada kurikulum. Selanjutnya tema dasar
tersebut dikembangkan menjadi banyak tema yang disebut unit tema (subtema).

H. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu


Pada dasarnya ada 2 tahap yang harus dilalui dalam prosedur pembelajaran terpadu yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
1. Tahap Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah rangkaian yang memuat isi dan kegiatan
pembelajaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis, yang akan digunakan sebagai pedoman
oleh guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Dalam pembalajaran terpadu perencanaan
yang harus dilakukan seorang guru adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan tema dan unit-unit tema
Pemilihan tema ini dapat dating dari staf pengajar yaitu guru kelas atau guru bidang studi dan
siswa. Biasanya guru yang memilih tema dasarnya dan dengan musyawarah siswa memilih unit
tema. Pemilihan tema dasar yang dilakukan oleh guru dengan mengaju pada tema dan materi-
materi pada pokok bahasan pada setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum. Tema
dapat juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain, yaitu tema yang dipilih merupakan consensus
antar siswa, misal dari buku-buku bacaan, pengalaman, minat, isu-isu, yang sedang beredar di
masyarakat dengan mengingat ketersediaan sarana dan sumber belajar yang sesuai dengan
tingkat perkembanagn siswa.
1) Tema dasar-Unit tema
Tema dapat muncul dari siswa, kemudian guru yang mengorganisir atau guru melontarkan tema
dasar, kemudian siswa mengembangkan unit temanya.
2) Curah pendapat
Curah pendapat ini bermanfaat untuk memunculkan tema dasar kemudian dikembangkan
menjadi unit tema. Setelah tema dasar dan unit tema dipilih maka akan terbentuk jaring-jaring.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penentuan tema, yaitu :
• Penentuan tema merupakan hasil ramuan dari berbagai materi di dalam satu atau beberapa mata
pelajaran.
• Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terpadu dalam materi
pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar oleh para siswa.
• Tema disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa sehingga asas perkembangan berpikir
anak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
• Tema harus bersifat cukup problematik atau popular sehingga membuka kemungkinan luas
untuk melaksanakan pembelajaran yang beragam yang mengandung substansif yang lebih luas
yang apabila dibandingkan dengan pembelajaran yang biasa.
Beberapa prosedur pemilihan tema adalah sebagai berikut :
Model ke-1
Pada model ini tema sudah ditentukan atau dipilih oleh guru berdasar pada beberapa kurikulum
beberapa mata pelajaran yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sub-sub tema atau unit
tema.
Model ke-2
Pada model ini tema ditentukan bersama antara guru dengan siswa. Meskipun demikian tema
tidak boleh lepas dari materi yang akan dipelajari.
Model ke-3
Pada model ini tema ditentukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
b. Langkah perencanaan aktivitas
Langkah perencanaan aktivitas di sini meliputi : pemilihan sumber, pemilihan aktivitas, dan
perencanaan evaluasi. Evaluasi dalam pembalajaran terpadu meliputi berikut ini :
1. Janis evaluasi yaitu evaluasi otentik.
2. Sasaran evaluasi berupa proses dan dan hasil belajar siswa.
3. Aspek yang dievaluasi. Keseluruhan aspek kepribadian siswa dievaluasi yaitu
meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4. Teknik-teknik evaluasi yang digunakan meliputi :
a. Observasi (mengamati prilaku hasil belajar siswa) dengan menggunakan daftar cek atau skala
penilaian.
b. Wawancara guru dan siswa dengan menggunakan pedoman wawancara.
c. Evaluasi siswa
d. Jurnal siswa
e. Portofolio
f. Tes prestasi belajar (baku atau buatan guru)
c. Kontrak belajar
Kontrak belajar ini akan memeberikan arah dan isi aktivitas siswa dan merupakan suatu
kesepakatan antara guru dan siswa.
2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu dan Evaluasi
Pada tahap pelaksanan ini langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas siswa
Aktivitas dapat berupa : pengumpulan informasi baik kelompok maupun individual, membaca
sumber, wawancara dengan narasumber, pengamatan lapangan, eksperimen, pengolahan
informasi, dan penyusunan laporan.
b.Kulminasi (Sharing)
Kulminasi (Sharing) dalam bentuk penilaian proses (merupakan dampak dari proses
pembelajaran, dampak pengiring, prosedur formal dan informal terutama untuk memperoleh
balikan) yaitu penyajian laporan, diskusi dan balikan, unjuk kerja dan pameran, serta evaluasi.

I. Kesimpulan
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun
antarmata pelajaran. Disini dituntut keprofesionalan seorang guru dalam mengkaitkan beberapa
materi dalam satu mata pelajaran atau bahkan dari berbagai macam mata pelajaran. Guru sangat
dituntut untuk berwawasan yang luas, sehingga dalam mengkaitkan antar beberapa mata
pelajaran tidak terpisah-pisah, melainkan menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-
terpadu.html#ixzz2uZczpIaO

Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK ATAU


TUGAS
1. Pengertian

Pembelajaran berbasis proyek atau tugas adalah metode belajar yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.

Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) membutuhkan suatu


pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa
dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi
dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini
memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk
nyata (Buck Institue for Eduction, 2001).

Dalam pem bel ajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau pro yek yang kompleks, cukup
sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian di be rikan bantuan secukupnya agar mereka dapat
menyelesaikan tugas. Di sam ping itu, penerapan strategi pembel ajaran berbasis proyek/ tugas
ini mendo rong tumbuhnya kompetensi nurturant seperti kreativitas, ke mandirian, tanggung
jawab, keper cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.

Dari berbagai karakteristiknya, Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori-teori belajar


konstruktivistik.Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang
bersandar pada ide bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks
pengalamannya sendiri.

Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Proyek


dapat dipandang sebagai pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong
pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Proyek
dalam Pembelajaran Berbasis Proyek dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk
alternatif pemecahan masalah riil tertentu, dan pebelajar mengalami proses belajar pemecahan
masalah itu secara langsung.

Menurut banyak literatur, konstruktivisme adalah teori belajar yang bersandar pada ide bahwa
pebelajar mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam konteks pengalaman mereka
sendiri (Murphy, 1997; Brook & Brook, 1993, 1999; Driver & Leach, 1993; Fraser, 1995).
Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada kegiatan aktif pebelajar dalam memperoleh
pengalaman langsung (“doing”), ketimbang pasif “menerima” pengetahuan. Dari perspektif
konstruktivis, belajar bukanlah murni fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan
para behavioris, akan tetapi belajar adalah proses yang memerlukan pengaturan diri sendiri (self-
regulation) dan pembangunan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi (von Glaserfeld,
dalam Murphy, 1997). Kegiatan nyata yang dilakukan dalam proyek memberikan pengalaman
belajar yang dapat membantu refleksi dan mendekatkan hubungan aktivitas dunia nyata dengan
pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan akan dapat berkembang lebih luas
dan lebih mendalam (Barron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The
Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998).

Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek, yang mendasarkan pada aktivitas
dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam pengetahuan konseptual dan prosedural
(Gagne, 1985), yang pada khasanah lain disebut juga knowing that dan knowing how (Wilson,
1995). Knowing ‘that’ and ‘how’ is not sufficient without the disposition to ‘do’ (Kerka, 1997).
Perluasan dan pendalaman pemahaman pengetahuan tersebut dapat diamati dengan mengukur
peningkatan kecakapan akademiknya.

Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa dalam belajar, dan
memberikan alternatif-alternatif melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumen-argumen.

2. Katakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas

Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengalaman
belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998). Sedangkan menurut Buck
Institute For Education (1999)dalam Made (2000, 145) belajar berbasis proyek memiliki
karakteristik yaitu :

1. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja


2. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
3. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
4. Siswa bertanggunga jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang
dikumpulkan
5. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu
6. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan
7. Hasil akhir berupa produk dan di evaluasi kualitasnya
8. Kelas memiliki atmosfir yang memberikan toleransi kesalahan dan perubahan.
3. Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas

Ada lima criteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran berbasis proyek ,
lima criteria itu yaitu :

1. Keterpusatan ( centrality)

Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap
kurikulum ,didalam pembelajaran proyek adalah strategi pembelajaran, pelajaran mengalami dan
belajar konsep – konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat
strategi pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja
proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari
konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas.

1. Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah , yang mendorong pelajar
menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin.

1. Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupadesain, pengambilan


keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, deskoveri akan tetapi aktifitas inti dari
proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan

1. Bersifat otonomi pembelajaran

Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap
proyek

1. Bersifat realisme

Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata , berfokus pada


pertanyaanatau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk
diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.

4. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek atau tugas

Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL yang akan dibuat
di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni persiapan, pembelajaran dan evaluasi,
tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut

1. Persiapan

Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan
informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan pemikiran terhadap proyek
tersebut sesuai dengan kerangka yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu
pengerjaannya. Hal ini akan mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan suatu proyek
dan cukup membantu dalam menjawab pertanyaan, beraktifitas dan berkarya. Kerangka menjadi
sesuatu yang penting untuk dibaca dan digunakan oleh pelajar. Oleh karenanya, pengajar harus
melakukan perannya dengan baik dalam menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum,
mengumpulkan pertanyaan, mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam
menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam web.

1. Penugasan/menentukan topik.

Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan sendiri, pelajar akan
memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya mencari sumber yang dapat
membantu. Dengan berdasar pada referensi alamat web yang berisi materi relevan, pelajar
dengan cepat dan langsung mendapatkan materi yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan
proyek. Lalu pelajar berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar pada pengalaman yang
dimiliki, membuat pemetaan topik, dan mengembangkan gagasannya dalam menentukan sub
topik suatu proyek.

1. Merencanakan kegiatan.

Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar kelas. Pelajar
menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan sub topiknya, merencanakan
waktu pengerjaan dari semua sub topik dan menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam
kelompok, tiap anggota harus mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan
pengajar berkewajiban menyampaikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua, sehingga
orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam menyelesaikan proyek.

1. Investigasi dan penyajian.

Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan pada ahlinya melalui e-mail, memeriksa web
site, dan saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta melakukan survei melalui web. Dalam
perkembangannya, terkadang berisi observasi, eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat
dilakukan secara sinkron dan asinkron melalui chating. Lalu penyajian hasil dapat berupa
gambar, tulisan, diagram matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin, orang tua dan
pengajar berkomunikasi untuk memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh pelajar.

1. Finishing.

Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web, gambar, dan lain-lain. Sebagai hasil dari
kegiatannya. Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan terhadap proyek untuk pengembangan
selanjutnya. Peserta menerima feedback atas apa yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan
pengajar. Fasilitas feedback online disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara
langsung berkomentar dan memberikan kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi orang
lain.
1. Monitoring/Evaluasi.
Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar
berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek.
2. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah metode penyajian bahan pembelajaran yang
diberikan oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat tugas yang harus dikerjakan peserta
didik, baik secara individual maupun secara kelompok.

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan
memberikan kesempatan peserta didik melakukan sendiri kegiatan belajar yang ditugaskan.
empat prinsip berikut ini akan membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar
mandiri yang efektif.

1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang

Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka menggunakan pekerjaan
kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat
mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya
apabila tugas-tugas itu rutin.

Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat
mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan
tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa
yang dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam tugas
selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi tugas-
tugas tersebut secar bermakna.

Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh perhatian pada tujuan
pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada
arahan-arahan procedural. Sebagai contoh guru dpat menghabiskan waktu banyak menjelaskan
kepad siswa di mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya.
Sementar petunjuk-petunjuk tentang “apa yang dilakukan” adalah penting guru tidak
menyertakan penjelasan tentang “mengapa” sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses
pembelajaran yang terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru hendaknya
mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan waktu
cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.

1. Menganekaragamkan Tugas-tugas

Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik tugas pekerjaan
kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan
mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang
efektif mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas beljar dan
strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus,
dan bahan-bahan multimedia menawarkn berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan
mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat jenis
tugas yang sama dari hari ke hari.

1. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa
merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk
penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas
tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa
tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi
tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik
perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai
sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan
pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.

1. Memonitor Kemajuan Siswa

Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan
pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa
memahami tugas mereka dan proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk
pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat beberfapa
siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a dianjurkan agar
guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk
memastikan apakah mereka memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain.
Apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam
kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja
secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi
pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik.

Kompetensi yang dikembangkan selain kompetensi disiplin ilmu (discipline-based


competencies) dan kompetensi interpersonal (interpersonal competencies ) dan kompetensi
intrapersonal ( intrapersonal competencies) dalam diri siswa. Kompetensi disiplin ilmu berkaitan
dengan pemahaman konsep, prinsip dan teori dari disiplin ilmu. Kompetensi interpersonal
mencakup kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berperilaku sopan dan baik, menangani
konflik, bekerjasama, membantu orang lain, dan menjalin hubungan dengan orang lain dan
masyarakat. Kompetensi intrapersonal mencakup apresiasi terhadap keragaman, melakukan
refleksi diri, disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan diri hidup sehat, mengendalikan emosi,
tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi.

Kompetensi yang telah diidentifikasi dari pebelajar ini merupakan kompetensi yang amat
penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan kompetensi yang
amat penting di tempat kerja. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka
pengembangan kompetensi tersebut berlangsung di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok
suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu
keseluruhan.
6. Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek atau tugas

è Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi.

Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun
sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan
pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa
belajar dalam proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain.

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya
bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk
pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber
yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif
dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.

1. Meningkatkan kolaborasi.

Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan


mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja
kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari
sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar
adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif
(Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).

1. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.

Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan
tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik
memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan
membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
tugas.

1. Increased resource – management skills

Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik menberikan kepada siswa
pembelajaran dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan membuat alokasi waktu dan
sumber-sumber lain seperi perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

è Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu :


1. Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan masalah
kedisiplinan , untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan menfasilitasi
peserta didik dalam menghadapi masalah .
2. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.
3. Memerlukan biaya yang cukup banyak
4. Banyak peralatan yang harus disediakan

Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek seorang peserta didik dapat
mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah , membatasi
waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimaliskan dan menyediakan peralatan
yang sederhana yang terdapat dilingkungan sekitar , memilih lokasi penelitian yang terjangkau
yang tidak membutuhkan banyak biaya dan waktu.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-berbasis-proyek-
atau.html#ixzz2uZd5hMce

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN (SERVICE LEARNING)

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN (SERVICE LEARNING)

A. Pengertian

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel, sehingga dapat diterapkan dari satu
permasalahan atau konteks, ke permasalahan atau konteks lainnya.

Jadi dalam pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan mampu memahami makna materi
pelajaran yang diajarkan oleh guru, sehingga siswa memiliki ketrampilan yang dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata berkaitan dengan materi yang diajarkan tersebut. Kehidupan nyata siswa
tersebut berkaitan dengan kehidupan sosialnya, kehidupan pribadinya maupun kehidupan budaya
dari lingkungan siswa tersebut.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Jadi pembelajaran kontekstual menitikberatkan pada suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual ini dapat kita temui dalam pembelajaran
berbasis jasa layanan, yakni menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah, guna
merefleksikan jasa-layanan tersebut. Jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan
dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan
praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.

B. Ciri-ciri
Seperti yang telah kita ketahui di atas, bahwa pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan
salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, ciri-ciri pembelajaran
berbasis jasa layanan harus sesuai dengan cirri-ciri pembelajaran kontekstual. Cirri-ciri tersebut
antara lain:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)


Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan pengajaran
kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan
alam atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, berarti mereka menemukan makna,
dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan
seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL

2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)


Pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas
harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan
kehidupan siswa.

3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)


Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan
kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang
berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa
menggunakan gaya belajarnya sendiri.

4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)


Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi,
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur,
kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberi
keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan
mental untuk meningkatkan kemurnian serta ketajaman pemahaman dalam mengembangkan
sesuatu

6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)


Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan
intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap,
minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dan sebagainya. Guru dalam pembelajaran
kontekstual juga berperan sebagai konselor dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan
siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)


Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai
keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan dia dibantu oleh gurunya
dalam menemukan potensi dan kekuatannya.

8. Menggunakan penilaian yang autentik (using authentic assessment)


Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan
akademik baru dalam situasi nayata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis
dari ujian standar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

Penjelasan-penjelasan di atas merupakan ciri-ciri pembelajaran kontekstual, dari ciri-ciri tersebut


dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis jasa layanan mengandung ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini diwujudkan dengan kerjasama kelompok yang
dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari pengetahuan yang baru diketahui siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui kegiata yang beranfaat untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan tugas terstruktur).

C. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang


mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah, guna
merefleksikan jasa-layanan tersebut. Jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan
dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan
praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic assessment). Pembelajaran berbasis jasa layanan mengandung
ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini diwujudkan dengan kerjasama kelompok yang
dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari pengetahuan yang baru diketahui siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui kegiata yang beranfaat untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan tugas terstruktur).

Penerapan Model Pembelajaran Mind Mapping Pada Materi


Statistika dan Peluang Untuk Siswa Kelas IX SMP

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh guru,
dan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini, peranan guru bukan semata-mata
memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses
belajar lebih memadai. Pembelajaran diartikan sebagai proses belajar yang dibangun guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta
dapat meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
pelajaran.
Namun, pada kenyataannya kadang siswa mengalami kesulitan pada pembelajaran seperti
kesulitan dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya hasil
pembelajaran. Sebab untuk mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, dan
membahas dengan orang lain. Bukan cuma itu, siswa perlu mengerjakannnya yakni
menggambarkan sesuatu degan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba
mempraktekkan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapat.
Salah satu mata pelajaran yang menuntut siswa untuk selalu memusatkan perhatiannya dalam
proses pembelajarannya adalah mata pelajaran matematika. Matematika merupakan mata
pelajaran yang mengutamakan sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan juga
sistematis.
Tetapi, pada kenyataannya dalam proses pemebalajaran yang terjadi dalam dunia pendidikan,
matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang membuat siswa merasa sulit untuk
memusatkan perhatiannya. Hal ini dikarenakan situai belajar yang kurang mendukung dan factor
lainnya adalah karena sarana berpikir dalam pembelajaran matematika haruslah berstruktur,
artinya jika siswa tidak menguasai materi-materi dasar matematika dengan kuat maka siswa akan
merasa sulit untuk mengikuti materi-materi matematika selanjutnya. Sehingga ketika siswa sudah
merasa sulit untuk mencerna materi, siswa akan merasa bosan dan ketika siswa masuk dalam
situasi tes siswa akan merasa kesulitan untuk mengerjakan soal matematika dikarenakan siswa
tidak mempunyai dasar yang kuat dalam mata pelajaran matematika hal ini mengakibatkan mata
pelajaran matematika dicap sebagai mata pelajaran yang sulit.
Masalah yang terjadi ini tidak terlepas dari peranan seorang guru. Guru sebagai fasilitator
dalam kegiatan pembelajaran memegangperanan penting dalam peningkatan kualitas siswa dan
prestasi belajar siswa terutama dalam belajar matematika. Guru harus benar-benar memperhatikan,
memikirkan dan sekaligus merencanakan proses pembelajaran yang menarik bagi siswa, agar
siswa semangat dalam belajar dan mau terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran
tersebut menjadi efektif.
Untuk itu dalam proses pembelajaran matematika guru harus mampu memilih model
pembelajaran yang dapat menjadikan siswa mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat
mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya, sehingga mereka akan lebih termotivasi
untuk belajar matematika dan tidak menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit bahkan
menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan. Dalam
pembelajaran siswa akan lebih termotivasi jika apa yang dipelajarinya menarik perhatiannya,
relevan dengan kebutuhan siswa, menyebabkan mereka puas dan menambah percaya dirinya.
Salah satu model yang mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik, memotivasi
siswa dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi adalah model Mind Map (peta pikiran).
Menurut Iwan Sugiarto (2004:75) Mind Map (peta pikiran) merupakan suatu metode pembelajaran
yang sangat baik digunakan oleh guru untuk meningkatkan daya hafal siswa dan pemahaman
konsep siswa yang kuat, siswa juga dapat meningkat daya kreatifitasnya melalui kebebasan
berimajinasi. Mind Map (peta pikiran) juga merupakan teknik meringkas bahan yang akan
dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik
sehingga lebih mudah memahaminya. Selain kegiatan belajar mengajar akan lebih menarik, siswa
juga akan lebih termotivasi dengan pembelajaran matematika. Sehingga dengan penerapan metode
Mind Map (peta pikiran) dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat meningkatkan
motivasi belajar matematika siswa.
Melihat kurangnya pengusaan siswa terhadap materi matematika khususnya materi statistika
dan peluang, maka dalam penelitian ini peneliti memilih model pembelajaran mind mapping.
Dengan pemilihan model ini, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan
memberi kesan yang kuat kepada siswa.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang
berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Mind Mapping pada materi statistika dan peluang untuk
siswa kelas IX SMP”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah
model pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi
statistika dan peluang untuk siswa Kelas IX SMP?”

C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika materi
statistika dan peluang pada siswa kelas IX SMP.
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat :
1. Bagi guru, dapat meningkatkan dan memperbaiki sistem pembelajaran
di kelas.
2. Bagi siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
khususnya pada pokok bahasan statistika dan peluang.
3. Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah.
dalam rangka memberikan pembelajaran matematika pada khususnya.
4. Bagi penulis: sebagai latihan bagi penulis dalam usaha menyatukan
serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam
bentuk karya ilmiah dan sebagai bahan bandingan atau referensi
khususnya kepada penulis lain yang akan mengkaji masalah yang
relevan.
E. Penjelasan Istilah
1. TML, TML (Total-Mind Learning) merupakan istilah yang mungkin baru untuk anda dan
mungkin juga saya. TML sendiri merupakan suatu langkah revolusioner yang merubah paradigma
kita tentang arti "Belajar". TML ini sendiri hadir sebagai jawaban atas pemahaman manusia
kebanyakan tentang arti belajar dengan memperluas arti belajar itu sendiri dengan
mengoptimalkan segala potensi yang ada namun belum termanfaatkan sehingga pada akhirnya
dapat mengoptimalisasi hasil pembelajaran.
2. Generalisasi, Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan umum.
3. Teknik Radiant Thinking, Radiant thinking adalah rasional dan artistik, tertata dan kreatif,
seperti sebuah pohon

BAB II
PEMBAHASAN
A. Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau
bagaimana informasi diperoleh siswa kemudian bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran
siswa. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan
pemahaman siswa sebagai hasil belajar.
Menurut Herman Hudojo (2005: 83) belajar merupakan proses dalam memperoleh
pengetahuan baru sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku dalam proses belajar terjadi karena interaksi dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2008: 28).
Menurut Nana Sudjana (1987: 28) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kemampuan dan aspek lain yang ada pada diri individu.
Menurut Sardiman (2006: 21) belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar
berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-
individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan,
tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan
penyesuaian diri.
Winkel (2004:59) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan sejumlah
perubahan. Perubahan-perubahan itu bersifat tetap yang meliputi perubahan pengetahuan atau
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha
perubahan tingkah laku seseorang yang terjadi secara sadar, intensional, positif, aktif, efektif dan
fungsional karena interaksi dengan lingkungan sekitarnya, yang mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik yang tidak ditentukan oleh unsur-unsur turunan genetik, tetapi lebih banyak
ditentukan oleh factor-faktor eksternal baik melalui latihan atau pengalaman yang berlaku dalam
waktu yang cukup lama.

B. Pembelajaran
Menurut Mulyasa (2007: 14) pembelajaran merupakan proses yang sengaja direncanakan dan
dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan bantuan bagi terjadinya proses belajar. Guru
berperan sebagai perencana, pelaksana, dan penilai pembelajaran.
Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa
dengan guru, dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan
menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman dkk., 2001: 9).

Menurut Uzer Usman(2002: 4) pembelajaran merupakan proses yang mengandung


serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2005: 57).
Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik
yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2004: 7).
Menurut Oemar Hamalik dalam (http://gurulia.wordpress.com /2009/03/25/pengertian-
pembelajaran/) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusia,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
3. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis
4. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa
5. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik
6. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses interaksi antara
peserta didik, pendidik, sumber belajar dan lingkungan belajar dalam situasi edukatif sehingga
menghasilkan perubahan yang relatif tetap pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai
tujuan pembelajaran.

C. Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Kata itu mempunyai akar kata mathema
yang berarti pengetahuan atau ilmu (Erman Suherman, dkk., 2003: 15).
Menurut James yang dikutip oleh Erman Suherman (2003: 19), mengatakan matematika
adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu Aljabar,
Analisis dan Geometri.
Herman Hudojo (2005: 36) mengartikan matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan
ide-ide atau gagasangagasan, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur secara logis bersifat
abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya.
Menurut Johnson dan Rising (Erman Suherman, 2001: 19) matematika adalah pola
berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, representasinya dengan
symbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi (Erman
Suherman dkk., 2001: 19).
Reys, et al (1998: 2) menyatakan bahwa matematika mempelajari tentang pola dan
hubungan, cara berpikir, seni yang bersifat urut dan konsisten, bahasa yang menggunakan istilah
dan simbol, serta alat yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam bidang lain,
dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.
Soedjadi (2000: 11) menyatakan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang
pembuatnya, sebagai berikut:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematis.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan
dengan bilangan.
4. Matematika adalah pengetahun tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah
ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6. Matematika pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung mengukur, menurunkan
dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi
aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang
dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel
(http://www.lkp2i.org/pdf/smp/Matematika. pdf ).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu
terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang
berkaitan dengan konsepkonsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam
rangkaian urutan yang logis. Jadi matematika merupakan ilmu yang tidak sekedar menghitung
secara teknis dan mekanis, tetapi matematika merupakan suatu ilmu deduktif formal dan abstrak
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika
terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

D. Pembelajaran Matematika
Menurut Idris Harta (2006: 4) pembelajaran matematika ditujukan untuk membina
kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran,
menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap
matematika. Pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi
matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan objektif (Utari Sumarmo, 2004: 5).
Herman Hudojo (2005: 135) menyatakan bahwa pembelajaran matematika berarti
pembelajaran tentang konsep-konsep atau struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang
dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur tersebut.
Sesuai dengan pengertian di atas, pembelajaran matematika seharusnya dilaksanakan secara
terpadu dengan mengoptimalkan peran siswa sebagai pembelajar. Siswa tidak hanya mendapatkan
pemahaman konsep tetapi siswa juga diharapkan memiliki keterampilan dan kreativitas dalam
belajar matematika sehingga mampu menerapkannya dalam menyelesaikanmasalah sehari-hari.
Menurut Utari Sumarmo (2004: 5) pembelajaran matematika diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan
masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan
objektif. Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman
melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan
objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan
siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep (Erman Suherman, 2001: 55).
Tujuan pembelajaran matematika menurut Arini (http://arinimath.
blogspot.com/2008/02/definisi-matematika.html) adalah:
1. Melatih cara berpikir dan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif dalam memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan
antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan


serangkaian kegiatan yang melibatkan pendidik dan peserta didik secara aktif untuk memperoleh
pengalaman dan pengetahuan matematika. Pembelajaran matematika juga merupakan proses
pembentukan pengetahuan dan pemahaman matematika oleh siswa yang berkembang secara
optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang ditetapkan, siswa dituntut aktif, memiliki kemandirian, dan bertanggungjawab selama
mengikuti proses pembelajaran matematika. Dimana guru sebagai perencana pembelajaran,
pelaksana pembelajaran yang mendidik, dan penilai proses hasil pembelajaran.

E. Model Pembelajaran Mind Mapping

Mind Map (peta pikiran) merupakan suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk
membantu siswa dalam menentukan dan menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran,
serta metode yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam
penguasaan konsep dari suatu pokok materi pelajaran. Adapun tahapan dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan metode ini adalah:
1. mempelajari konsep suatu materi pelajaran,
2. menentukan ide-ide pokok,
3. membuat peta pikiran,
4. mempresentasikandidepan kelas.

Dalam mempelajari konsep suatu materi pelajaran siswa dibimbing oleh guru, siswa membaca
seluruh isi materi dan memahami materi secara keseluruhan. Peranan guru hanyalah sebagai
fasilitator dan pembimbing sehingga diharapkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri
atas bimbingan guru. Menentukan ide-ide pokok dalam hal ini siswa aktif menemukan dan
memilih kata-kata kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang telah dipelajari.
Membuat atau menyusun peta pikiran dalam hal ini setelah siswa menemukan seluruh kata-kata
kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang telah dipelajari, kemudian siswa
menyusun kata kunci tersebut menjadi suatu struktur peta pikiran yang paling mudah dipahami
dan dimengerti oleh siswa. Mempresentasikan yang dimaksud adalah aktifitas siswa dalam
menjelaskan materi yang telah dipelajari, serta menuangkan ide peta pikirannya didepan kelas
guna mengkomunikasikan ide dari siswa kepada siswa lain.
Pada pelaksanaan pembelajaran dengan metode Mind Map (peta pikiran) siswa dapat
mengembangkan kemampuan belajar mandiri, siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin
berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan
penemuannya sendiri. Dalam konteks ini siswa mengalami dan melakukannya sendiri. Proses
pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan sendiri suatu
konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide. Setiap individu mempunyai potensi yang harus
dikembangkan, maka proses pembelajaran yang cocok adalah yang menggali motivasi siswa untuk
selalu kreatif dan berkembang.

Pembelajaran dengan metode Mind Map lebih menekankan pada keaktifan dan kegiatan
kreatif siswa, akan meningkatkan daya hafal dan pemahaman konsep siswa yang kuat, serta siswa
menjadi lebih kreatif. Selain kegiatan belajar mengajar akan lebih menarik, siswa juga akan lebih
tekun dalam belajar dan menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, senang mencari dan
memecahkan masalah matematika yang bervariasi, sanggup bekerja mandiri, dan dapat
mempertahankan pendapatnya. Hal ini menguatkan bahwa penerapan metode Mind Map (peta
pikiran) merupakan metode pembelajaran yang cocok digunakan dalam upaya meningkatkan
motivasi belajar siswa. Sehingga ada dugaan bahwa pembelajaran matematika dengan metode
Mind Map (peta pikiran) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

F. Hakikat Mind Mapping ( Peta Pikiran )


Pada tahun 1975, Tony Buzan telah mengembangkan suatu metode pembelajaran dalam dunia
pendidikan yang dapat melatih siswa berpikir dengan lebih berdayaguna, yaitu suatu metode yang
terkenal dengan istilah Mind Mapping (peta pikiran) dan sejak itu metode Mind Mapping (peta
pikiran) berkembang dan telah banyak dipergunakan dalam pembelajaran.
(http://www.tonybuzan.edu.sg/oldsite/mindmap.html)
Menurut Tony Buzan (2004: 68) Mind Mapping (peta pikiran) adalah metode untuk
menyimpan suatu informasi yang diterima oleh seseorang dan mengingat kembali informasi yang
diterima tesebut. Mind Mapping (peta pikiran) juga merupakan teknik meringkas bahan yang akan
dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik
sehingga lebih mudah memahaminya. Mind mapping (peta pikiran) merupakan satu bentuk metode
belajar yang efektif untuk memahami kerangka konsep suatu materi pelajaran.
Iwan Sugiarto (2004: 75) menerangkan bahwa Mind Mapping (petapikiran) merupakan suatu
metode pembelajaran yang sangat baikdigunakan oleh guru untuk meningkatkan daya hafal siswa
dan pemahaman konsep siswa yang kuat, siswa juga dapat meningkatkan daya kreatifitas melalui
kebebasan berimajinasi. Lebih lanjut Iwan Sugiarto (2004: 76) menerangkan bahwa Mind mapping
(peta pikiran) adalah eksplorasi kreatif yang dilakukan oleh individu tentang suatu konsep secara
keseluruhan, dengan membentangkan subtopik-subtopik dan gagasan yang berkaitan dengan
konsep tersebut dalam satu presentasi utuh pada selembar kertas, melalui penggambaran simbol,
kata-kata, garis, dan tanda panah.
Menurut Hudojo, et al (2002: 9) Mind Mapping (peta pikiran) adalah keterkaitan antara
konsep suatu materi pelajaran yang direpresentasikan dalam jaringan konsep yang dimulai dari inti
permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya,
sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran.
Menurut Martin (Basuki, 2000: 22) mengungkapkan bahwa Mind Mapping (peta pikiran)
merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang penting dalam
materi pelajaran.
Sedangkan menurut Arends (Basuki, 2000: 25) menuliskan bahwa Mind Mapping (peta
pikiran) merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah
informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik maka siswa dapat mengingat suatu materi
dengan lebih lama lagi.

Bobbi de Porter dan Hernacki (1999: 152) menjelaskan, Mind Mapping (peta pikiran)
merupakan metode pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana
grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam.
Mind Mapping (peta pikiran) adalah teknik meringkas konsep yang akan dipelajari dan
memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih
mudah memahaminya (Iwan Sugiarto, 2004: 74).
Menurut Eric Jensen (2002: 95) Mind Mapping (peta pikiran) sangat bermanfaat untuk
memahami materi, terutama materi yang telah diterima oleh siswa dalam proses pembelajaran.
Mind Mapping (peta pikiran) bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis
yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang
telah dipelajari.
Menurut Tony Buzan (2004: 68) Mind Mapping (peta pikiran) dapat menghubungkan konsep
yang baru diperoleh siswa dengan konsep yang sudah didapat dalam proses pembelajaran,
sehingga menimbulkan adanya tindakan aktif yang dilakukan oleh siswa. Sehingga akan
menciptakan suatu hasil peta pikiran berupa konsep materi yang baru dan berbeda. Peta pikiran
merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Menurut Hudojo (2002: 25) Melalui proses pembelajaran dengan metode Mind Mapping (peta
pikiran) ini, Guru membimbing siswa mempelajari konsep suatu materi pelajaran. Siswa mencari
inti-inti pokok yang penting dari materi yang dipelajari. Setelah siswa memahami konsep materi
yang dipelajari, kemudian siswa melengkapi dan membuat peta pikiran. Kegiatan berikutnya guru
memberikan contoh soal kemudian dikerjakan oleh siswa, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi yang dipelajari. Sehingga
diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri, siswa memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri dan guru cukup berperan sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran (Mulyasa, 2007: 14)
Menurut teori motivasi ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), siswa akan
termotivasi jika apa yang dipelajarinya menarik perhatiannya, relevan dengan kebutuhan siswa,
apa yang mereka pelajari menyebabkan mereka puas dan menambah percaya dirinya. Dalam
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Mind Mapping, Pertama siswa mempelajari
konsep suatu materi dengan bimbingan guru, dalam kegiatan ini siswa lebih banyak melakukan
kegiatan sendiri sehingga menumbuhkan rasa tekun dalam belajar dan ulet menghadapi kesulitan
pada diri siswa. Kedua menentukan ide-ide pokok, dalam kegiatan ini siswa aktif menemukan dan
memilih kata-kata kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang telah dipelajari
sehingga mengembangkan kemampuan siswa dalam mencari dan memecahkan bermacam-macam
masalah. Ketiga membuat atau menyusun Mind Mapping (peta pikiran), dalam hal ini setelah siswa
menemukan seluruh kata-kata kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang telah
dipelajari, kemudian siswa menyusun kata kunci tersebut menjadi suatu struktur peta pikiran yang
paling mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa sehingga kegiatan ini mengembangkan
kemandirian siswa dalam menyelasaikan tugas. Keempat presentasi didepan kelas,
mempresentasikan yang dimaksud adalah aktifitas siswa dalam menjelaskan peta pikirannya
didepan kelas guna mengkomunikasikan ide dari siswa kepada siswa lain yang pada akhirnya ada
kesempatan cukup bagi siswa untuk mempertahankan dan mempertanggungjawabkan
pendapatnya. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Mind Mapping ini
siswa aktif menyusun inti-inti dari suatu materi pelajaran menjadi peta pikiran. Menurut Tony
Buzan (2008: 171) dalam bukunya yang berjudul “Buku Pintar Mind Mapping” menunjukan
bahwa Mind Map (peta pikiran) ini akan membantu anak:
(1) Mudah mengingat sesuatu;
(2) Mengingat fakta, Angka, dan Rumus dengan mudah;
(3) Meningkatkan Motivasi dan Konsentrasi;
(4) Mengingat dan menghafal menjadi lebih cepat.
Tony Buzan juga menunjukan bahwa siswa akan menghafal dengan cepat dan mudah
berkosentrasi dengan teknik peta pikiran sehingga menimbulkan keinginan untuk memperoleh
pengetahuan serta keinginan untuk berhasil.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa metode Mind Map (peta pikiran) adalah
metode yang dirancang oleh guru untuk membantu siswa dalam proses belajar, menyimpan
informasi berupa materi pelajaran yang diterima oleh siswa pada saat pembelajaran, dan membantu
siswa menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran kedalam bentuk peta atau grafik
sehingga siswa lebih mudah memahaminya.

G. Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Mind Map (Peta Pikiran)


Menurut Ausubel yang dikutip Hudojo (2002: 10) menyatakan bahwa pembelajaran yang
menggunakan Mind Mapping (peta pikiran) dapat membuat suasana belajar menjadi bermakna
karena pengetahuan atau informasi yang baru diajarkan menjadi lebih mudah terserap siswa. Lebih
lanjut Ausubel yang dikutip Hudojo (2002: 10) menerangkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan metode Mind Mapping (peta pikiran), akan membantu siswa dalam meringkas
materi pelajaran yang diterima oleh siswa pada saat proses pembelajaran sehingga menjadi lebih
mudah dipahami oleh siswa.
Menurut Pandley (1994: 45) Metode Mind Mapping (peta pikiran) bertujuan untuk
membangun pengetahuan siswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai teknik untuk
meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep dari suatu materi pelajaran Pandley
(1994: 46) Adapun tahap-tahap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Mind
Mapping sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran tentang materipelajaran yang akan
dipelajari.
2. Siswa mempelajari konsep tentang materi pelajaran yang dipelajari dengan bimbingan guru.
3. Setelah siswa memahami materi yang telah diterangkan oleh guru, guru mengelompokkan siswa
ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan tempat duduk yang berdekatan. Kemudian siswa
dihimbau untuk membuat peta pikiran dari materi yang dipelajari.
4. Untuk mengevaluasi siswa tentang pemahaman terhadap unsur-unsur penyusun bentuk aljabar
guru menunjuk beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil peta pikiran tentang unsur-unsur
penyusun bentuk aljabar dengan mencatat atau menuliskan di papan tulis.
5. Dari hasil presentasi yang ditulis oleh siswa di papan tulis, guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan.
6. Guru memberikan soal latihan tentang materi yang telah dipelajari kepada siswa untuk dikerjakan
secara individu.
7. Pada akhir pembelajaran diadakan tes untuk mengetahui pemahaman konsep dan kemampuan
akademis siswa.
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan metode Mind
Mapping (peta pikiran) adalah metode pembelajaran yang dirancang untuk memberikan siswa
tentang keterampilan berfikir, serta merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat membantu
siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang penting dalam mempelajari suatu materi
pelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi.

H. Strategi Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping)


Belajar berbasis pada konsep peta pikiran (mind mapping) merupakan cara belajar yang
menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada konteks
TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat semua orang
bisa belajar, karena belajar merupakan proses alamiah.
Dari tinjauan Psikologis, belajar merupakan aktivitas pemrosesan informasi, yang dapat
diartikan sebagai proses pembentukan pengetahuan. Menurut Peaget, setiap anak memiliki skema
yang merupakan konsep di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi. Sedangkan menurut Vygotsky, kemampuan kognitif dimediasi
dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu
dan mentransformasi aktivitas mental (Santrock dalam Astutiamin, 2009).
Kenyatannya, bahwa dunia pembelajaran bagi anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang
up to date setiap saat. Ketidakmampuan memproses informasi secara optimal di tengah arus
informasi menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar. Menurut
Yovan dalam Astutiamin (2009), hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua hal utama,
yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya merupakan proses yang saling
berhubungan satu sama lain.
Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari membuat catatan yang tidak efektif.
Sebagian besar melakukan pencatatan dengan menyalin langsung seluruh informasi yang tersaji
pada buku atau penjelasan lisan. Hal ini mengakibatkan hubungan antar ide/informasi menjadi
sangat terbatas dan spesifik, sehingga berujung pada minimnya kreativitas yang dapat
dikembangkan setelahnya. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan
untu mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau bekerja (Yovan
dalam Astutiamin, 2009).
Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling dibutuhkan
adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang merupakan
kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan berbagai informasi dan hubungannya, dalam
format yang sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator pemahaman individu atas
informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya
dengan proses pengingatan (Yovan dalam Astutiamin, 2009).

Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah asosiasi yang kuat antar informasi
dengan interpretasi dari informasi tersebut. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika informasi tersebut
memiliki representasi mental di pikiran.
Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah dengan peta
pikiran (mind mapping). Konsep mind mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan
tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Mind mapping merupakan
tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar
optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind
mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.
Dengan peta pikiran, individu dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki
kemampuan mencatat yang memungkinkan terciptanya “hasil cetak mental. Hal ini tidak hanya
dapat membantu dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan
pemahaman personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain itu mind mapping juga
memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin dipelajari, baik
asosiasi antar sesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan informasi yang telah
tersimpam sebelumnya diingatan (Yovan dalam Astutiamin, 2009).

I. Kelemahan dan Kelebihan metode mind mapping


Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :
a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda
c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk
menulis.
Kekurangan model pembelajaran mind mapping:
a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat
b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar
c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

J. Statistika Dan Peluang


a. Statistika
Statistika adalah ilmu yang merupakan cabang dari matematika. Definisi statistika sendiri
merupakan ilmu yang mempelajari proses pengolahan dan analisis data hingga penarikan
kesimpulan dari data tersebut. Sedangkan statistik merupakan hasil dari proses pengolahan dan
analisis data hingga penarikan kesimpulan dari data dalam bentuk nilai-nilai ukuran.
Kegiatan Statistika meliputi:
1. Mengumpulkan data
2. Menyusun data
3. Menyajikan data
4. Mengolah dan Menganalisis data
5. Menarik kesimpulan
6. Menafsirkan
b. Peluang
Peluang atau keboleh jadian atau dikenal juga sebagai probabilitas adalah cara untuk
mengungkapkan pengetahuan atau kepercayaan bahwa suatu kejadian akan berlaku atau telah
terjadi. Konsep ini telah dirumuskan dengan lebih ketat dalam matematika, dan kemudian
digunakan secara lebih luas dalam tidak hanya dalam matematika atau statistika, tapi juga
keuangan, sains dan filsafat
Peluang dalam konsep matematika: Probabilitas suatu kejadian adalah angka yang
menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Nilainya di antara 0 dan 1. Kejadian yang
mempunyai nilai probabilitas 1 adalah kejadian yang pasti terjadi atau sesuatu yang telah terjadi.
Probabilitas/Peluang suatu kejadian A terjadi dilambangkan dengan notasi P(A), p(A), atau Pr(A).
Sebaliknya probabilitas [bukan A] atau komplemen A, atau probabilitas suatu kejadian A tidak akan
terjadi, adalah 1-P(A).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Belajar
belajar merupakan usaha perubahan tingkah laku seseorang yang terjadi secara sadar, intensional,
positif, aktif, efektif dan fungsional karena interaksi dengan lingkungan sekitarnya, yang mengarah
kepada tingkah laku yang lebih baik yang tidak ditentukan oleh unsur-unsur turunan genetik, tetapi
lebih banyak ditentukan oleh factor-faktor eksternal baik melalui latihan atau pengalaman yang
berlaku dalam waktu yang cukup lama.
b. Pembelajaran
pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik, pendidik, sumber belajar dan
lingkungan belajar dalam situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif tetap pada
pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Matematika
matematika adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan
hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsepkonsep abstrak terstruktur dan terorganisir
secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis.
d. Pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika merupakan proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman
matematika oleh siswa yang berkembang secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, siswa dituntut aktif,
memiliki kemandirian, dan bertanggungjawab selama mengikuti proses pembelajaran matematika.
Dimana guru sebagai perencana pembelajaran, pelaksana pembelajaran yang mendidik, dan
penilai proses hasil pembelajaran.
e. Pembelajaran dengan metode Mind Map lebih menekankan pada keaktifan dan kegiatan kreatif
siswa, akan meningkatkan daya hafal dan pemahaman
konsep siswa yang kuat, serta siswa menjadi lebih kreatif.
f. Hakikat mind mapping
Dengan peta pikiran, individu dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki
kemampuan mencatat yang memungkinkan terciptanya “hasil cetak mental.
g. Kelemahan dan Kelebihan metode mind mapping
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu:
a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang
muncul dikepala anda
c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk
menulis.
Kekurangan model pembelajaran mind mapping:
a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat
b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar
c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan
h. Statistika Dan Peluang
a. Statistika adalah ilmu yang merupakan cabang dari matematika. Definisi statistika sendiri
merupakan ilmu yang mempelajari proses pengolahan dan analisis data hingga penarikan
kesimpulan dari data tersebut.
b. Peluang atau keboleh jadian atau dikenal juga sebagai probabilitas adalah cara untuk
mengungkapkan pengetahuan atau kepercayaan bahwa suatu kejadian akan berlaku atau telah
terjadi.
Dalam pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan pendidik dan
peserta didik secara aktif untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan matematika.
Pembelajaran matematika juga merupakan proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman
matematika oleh siswa yang berkembang secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, siswa dituntut aktif,
kreatif, memiliki kemandirian, dan bertanggungjawab selama mengikuti proses pembelajaran
matematika. Untuk itu dalam proses pembelajaran matematika dibutuhkan model yang mampu
membuat siswa aktif dalam kelas kemudian mampu membangun kreatifitas siswa dan juga mudah
untuk memahami dan mengerti materi secara terstruktur., salah satu model pembelajarannya yaitu
model pembelajaran mind mapping diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar matematika
pada materi statistika dan peluang.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mempunyai beberapa saran yang
perlu dipertimbangkan yaitu:
a. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode Mind Map (peta pikiran) membutuhkan
pengelolaan kelas dan waktu yang baik, sehingga diperlukan perencanaan kegiatan pembelajaran
agar penggunaan waktu dalam pembelajaran dapat lebih efektif.
b. Pembelajaran matematika dengan metode Mind Map (peta pikiran) dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif kegiatan pembelajaran matematika di SMP karena pembelajaran menggunakan
metode ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Mata Pelajaran : Matematika


Kelas / Semester : IV / 2
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
___________________________________________________________________________

I. STANDAR KOMPETENSI:
5. Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat
II. KOMPETENSI DASAR:
Menjumlahkan bilangan bulat
III. INDIKATOR:
Menjumlahkan dua bilangan positif
Menjumlahkan dua bilangan negatif
Menjumlahkan dua bilangan positif dan negatif

IV. TUJUAN PEMBELAJARAN:


Siswa dapat :
Menjumlahkan dua bilangan positif
Menjumlahkan dua bilangan negatif
Menjumlahkan dua bilangan positif dan negatif

V. MATERI AJAR:
* Bilangan Bulat
VI. SKENARIO PEMBELAJARAN:
Metode : Demonstrasi, Diskusi, dan Tanya jawab
VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN:
NO. Kegiatan Siswa Pengorganisasian
Nilai Karakter Alokasi Waktu
1. Pra Kegiatan
Mengucap Salam
Berdoa
Mengamati kehadiran siswa, kerapian, dan kelengkapan pakaian seragam siswa
Religius
Disiplin

5 Menit
2. Kegiatan Awal
apersepsi dan pemberian motivasi belajar kepada siswa
menuliskan topik pembicaraan (indikator)
guru mengajak siswa untuk mengingat sekilas tentang bilangan bulat.

Rasa ingin tahu


3. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru memberi contoh permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan penjumlahan bilangan
bulat negatif dan menuliskannya di papan tulis
Contoh :
” Pak Yanto meminjam uang di bank sebesar Rp5.000.000,00. Pinjam Rp.5.000.000,00, jika
ditulis dengan bilangan negatif menjadi (-5.000.000)”
Siswa menyimak penjelasan guru tentang permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan
bilangan negatif.
Guru memperlihatkan ”Mistar Bilangan” yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk
menjumlahkan bilangan bulat positif dan negatif.
Guru memberikan petunjuk tentang penggunaan ”Mistar Bilangan” tersebut dengan melakukan
teknik ”MaMunSiBa” (Maju Mundur Siap Balik).

Elaborasi
Siswa memperhatikan dengan seksama penggunaan Mistar Bilangan tersebut.
Guru mengajak siswa untuk melakukan penjumlahan bilangan bulat negatif dan positif dengan
menggunakan Mistar Bilangan.
Guru dan Siswa menyanyikan sebuah lagu berjudul ”…………………………………………”
yang berhubungan dengan cara penggunaan Mistar Bilangan dalam menjumlahkan bilangan
bulat positif dan negatif.
Semua siswa mencatat contoh permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan penjumlahan
bilangan bulat positif dan negatif.
Selanjutnya, siswa diminta menuliskan soal-soal yang ada di buku siswa.
Siswa menyampaikan hasil tentang soal-soal yang ada di buku.
Konfirmasi

Siswa lain diberi kesempatan memberikan komentar tentang penggunaan Mistar Bilangan
ataupun menanyakan hal-hal yang kurang jelas.

Rasa ingin tahu


Kreatif

55 Menit
Kegiatan Akhir:
Siswa ditugasi untuk menyelesaikan evaluasi yang dikumpul pada hari itu juga.
Disiplin

10 menit

VIII. ALAT DAN SUMBER BELAJAR:


Mistar Bilangan
Standar isi
Buku Bina Bahasa Indonesia 4b
Lagu
IX. PENILAIAN
Pengamatan (proses pembelajaran)
Tugas
Unjuk kerja
No. Aspek Penilaian Point Bobot Nilai

1. Tes Tertulis (Aspek Kognitif)


Baik 3
Kurang baik 2
Tidak baik 1

2.
Tes Lisan ( Aspek Kognitif)
Logis dan tepat 3
Kurang Logis dan tepat 2
Tidak Logis dan tepat 1

3.
Kinerja (Aspek Afektif)
Mampu 3
Kurang Mampu 2
Tidak Mampu 1

4. Menjawab Pertanyaan sesuai Target Indikator


Mampu
Kurang Mampu
Tidak Mampu
Keterangan
Skor maksimum 4 (3 X 5) = 60

Nilai Perolehan Siswa = (skor perolehan)/(skor maksimum) X 100

CONTOH SKENARIO
PEMBELAJARAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Mata Pelajaran : Matematika


Kelas/Semester : VII SMP/1
Topik/Tema : Bilangan
Sub topic : Operasi Bilangan Bulat dan Mengenal Sifat Operasi
Bilangan Bulat
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Jam pelajaran : Pukul 7.30 – 8.20 WIB

STANDAR KOMPETENSI :
Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam
pemecahan masalah

KOMPETENSI DASAR
Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan

INDIKATOR
1) Bagian-bagian dari bilangan bulat
2) Menentukan letak bulat bilangan pada garis bilangan
3) Operasi tambah, kurang, kali, bagi dan pangkat bilangan bulat termasuk
4) operasi campuran.
5) Sifat perkalian dari urutan bilangan bulat
6) Sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat.
7) Memberikan contoh-contoh operasi bilangan bulat.
8) Menentukan lawan dari masing-masing bilangan bulat
9) Melakukan operasi campuran dari bilangan bulat

Langkah-langkah pembelajarannya

1. Pembukaan (7.30 – 7.40)

1) Guru masuk kelas


2) Guru meminta ketua kelas untuk memimpin doa, sebelum pelajaran dimulai
3) Guru memberikan salam
 Respon yang diharapkan : siswa menjawab salam
4) Guru menertibkan kelas, meminta siswa mengeluarkan buku pelajaran dan merapikan tempat
duduk.
5) Guru mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan (LCD, LEPTOP, Buku ajar,
spidol, dan penghapus whitboard)

2. Pengajaran (7.40 – 8.15) ”materi : operasi bilangan bulat”


1. Guru mengulas sedikit tentang materi SD dan memberikan contoh-
contohnya.
“Lambang Bilangan Bulat”
Lambang bilangan bulat bentuk panjangnya merupakan hasil penjumlahan dari perkalian bilangan
dengan pemangkatan bilangan 10.
Contoh:
2.345 = 2.000 + 300 + 40 + 5
2.345 = 2 ribuan + 3 ratusan + 4 puluhan + 5 satuan
Menentukan Nilai Tempat Bilangan
Contoh:
1) 53.451
Dibaca lima puluh tiga ribu empat ratus lima puluh satu.
2) 212.583
Dibaca dua ratus dua belas ribu lima ratus delapan puluh tiga
3) 2.523.459
Dibaca dua juta lima ratus dua puluh tiga ribu empat ratus lima puluh sembilan
2. Guru meminta siswa membuka buku LKS atau buku paket yang telah
dibelinya, mengenai bab himpunan bilangan bulat, dan meminta siswa
menyebutkan bagian-bagian dari bilangan bulat:
 Respon yang diharapkan: sambil menampilkan gambar dislide, berupa:

siswa menyebutkan
Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari:
a. Bilangan bulat positif (bilangan asli)
b. Bilangan nol
c. Bilangan bulat negatif (lawan bilangan asli)
3. Guru menjelaskan tentang “Sifat Perkalian dari Urutan Bilangan Bulat”
melalui contoh-contohnya
a. Jika a > b, dan c bilangan bulat positif, maka a x c > b x c
Jika a < b, dan c bilangan bulat positif, maka a x c < b x c
Contoh
1) 6 > 2 dan 6 bilangan bulat positif, maka 6x6 > 2x6
2) 5 < 7 dan 3 bilangan bulat positif, maka 5x3 < 7x3
b. Jika a > b, dan c bilangan bulat negatif, maka axc < bxc
Jika a < b, dan c bilangan bulat negatif, maka axc > bxc
Contoh
1) -2 >-6 dan -3 (bilangan bulat negatif), maka -2 x (-3) < -6 x (-3)
2) -3 < 2 dan -5 (bilangan bulat negatif), maka -3 x (-5) > 2x(-5)
c. Jika a > b atau a < b, dan c adalah bilangan nol, maka axc = bxc = 0
Contoh
1) 4 > -2, maka 4 x 0 = -2 x 0 = 0
2) 3 < 5, maka 3 x 0 = 5 x 0 = 0
4. Sesekali guru menanyakan kepada siswa, apakah siswa sudah memahami materi yang disampaikan atau
belum. Jika siswa belum memahami materi yang disampaikan, guru memberikan contoh-contoh yang
sejenis namun berbeda nilainya.
5. Guru menjelaskan tentang “lawan bilangan bulat”
a) Setiap bilangan bulat mempunyai tepat satu lawan yang juga merupakan bilangan bulat
b) Dua bilangan bulat dikatakan berlawanan, apabila dijumlahkan menghasilkan nilai nol.
a + (-a) = 0
Contoh
1) Lawan dari 4 adalah -4, sebab 4 + (-4) = 0
2) Lawan dari -7 adalah 7, sebab -7 + 7 = 0
3) Lawan dari 0 adalah 0, sebab 0 + 0 = 0
6. Guru menjelaskan materi tentang “Operasi bilangan bulat”

 Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat


7. Guru meminta siswa mengerjakan contoh soal penjumlahkan bilangan bulat negatif dengan bilangan
positif dan menyebutka hasil penjumlahannya secara cepat.
Soal:
1) -6 + 8 = 3) -2 + 8=
2) 7 + (-9)= 4) -5+(-3)=
 Respon yang diharapkan : siswa menjawab dengan cepat soal-soal yang ditampilkan dalam slide secara
beramai-ramai
1) -6 + 8 = 2 3) -2 + 8= 6
2) 7 + (-9)= -2 4) -5+(-3)= -8
8. Guru menjelaskan materi tentang “Operasi bilangan bulat” dan bersama-
sama dengan siswa menjawab soal-soal yang telah dibuat guru sebelumnya.

 Perkalian dan pembagian bilangan bulat

Perkalian adalah penjumlahan berulang sebanyak bilangan yang dikalikan.


Contoh:
2x3=3+3=6
Sifat-sifat perkalian suatu bilangan
a. Perkalian bilangan positif dengan bilangan positif, hasilnya positif.
Contoh:
1) 4 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5 = 20
2) 7 x 8 = 56
3) 12 x 15 = 180
b. Perkalian bilangan positif dengan bilangan negatif, hasilnya negatif.
Contoh:
1) 4 x (-5) = (-5) + (-5) +(-5) +(-5) = -20
2) 7 x (-8) = -56
3) 12 x (-15) = -180
c. Perkalian bilangan negatif dengan bilangan positif, hasilnya negatif.
Contoh:
1) -4 x 5 = -(5 + 5 + 5 + 5) = -20.
2) -7 x 8 = -56
3) -12x 15 = -180
d. Perkalian bilangan negatif dengan bilangan negatif, hasilnya positif.
Contoh:
1) -4 x (-5) = -[-5 + (-5) + (-5) + (-5)] = -[-20] = 20
2) -7 x (-8) = 56
3) -12 x (-15) = 180
 Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan.
Kesimpulan:

Pembagian merupakan operasi kebalikan dari perkalian


Contoh
12 : 4 = 3, karena 4 x 3 = 12 atau 3 x 4 = 12
42 : 7 = 6, karena 7 x 6 = 42 atau 6 x 7 = 42
Sifat-sifat pembagian bilangan bulat
a.Pembagian bilangan positif dengan bilangan positif, hasilnya positif
Contoh
1) 63 : 7 = 9
2) 143 : 11 = 13
b. Pembagian bilangan positif dengan bilangan negatif, hasilnya negatif
Contoh:
1) 63 : (-9) = -7
2) 72 : (-6) = -12
c. Pembagian bilangan negatif dengan bilangan positif, hasilnya negatif
Contoh:
1) -63 : 7 = -9
2) -120 : 10 = -12
d. Pembagian bilangan negatif dengan bilangan negatif, hasilnya positif.
Contoh:
1) -72 : (-8) = 9
2) -120 : (-12) = 10
9. Guru meminta siswa membaca dan memahami “Sifat Operasi Hitung
Bilangan Bulat dan operasi campuran”. Jika siswa ada yang tidak memahami
diminta untuk bertanya.

Sifat komutatif

Sifat komutatif (pertukaran) pada penjumlahan dan perkalian.


a+b=b+a
a x b = b x a, berlaku untuk semua bilangan bulat

Contoh:
1) 2 + 4 = 4 + 2 = 6
2) 3 + 5 = 5 + 3 = 8
3) 4 x 2 = 2 x 4 = 8
4) 3 x 2 = 2 x 3 = 6

Sifat asosiatif
Sifat asosiatif (pengelompokan) pada penjumlahan dan perkalian.
(a + b) + c = a + (b+c)
(a x b) x c = a x (bxc), berlaku untuk semua bilangan bulat
Contoh:
1) (2+4) + 6 = 2 + (4+6) = 12
2) (3+6) + 7 = 3 + (6+7) = 16
3) (3x2) x 4 = 3 x (2x4) = 24
4) (3x5) x 2 = 3 x (5x2) = 30

Sifat distributif (penyebaran)

a x (b + c) = (a x b) + (a x c), yang berlaku untuk semua bilangan bulat.


Contoh
1) 4 x (5 + 2) = (4 x 5) + (4 x 2) = 28
2) 5 x (7 + 3) = (5 x 7) + (5 x 3) = 50
Operasi Campuran
Aturan dalam mengerjakan operasi campuran adalah sebagai berikut.
a. Operasi dalam tanda kurung dikerjakan terlebih dahulu.
b. Perkalian dan pembagian adalah setara, yang ditemui terlebih dahulu dikerjakan terlebih dahulu.
c. Penjumlahan dan pengurangan adalah setara, yang ditemui terlebih dahulu dikerjakan terlebih dahulu.
d. Perkalian atau pembagian dikerjakan lebih dahulu daripada penjumlahan atau pengurangan.
10. Guru meminta siswa mengerjakan soal-soal berikut ini di papan tulis:
1.Gambarkan dengan garis bilangan, operasi hitung berikut:
a. 8 – 3 = c. -6 + 3 =
b. 9 – (-5) = d. -3 + -3 =
2. Selesaikan operasi berikut
a. 66 : -3 = b. -27 : 9=
c. 72 : 9 = d. -45 : -5=

3. a. 20 + 30 – 12 =

b. 40 – 10 - 5 =
c. 40 - (10 - 5) =

4. a. 600 : 2O : 5 =

b. 600 : (20 : 5) =
c. 5 x 8 : 4 =

5. a. 5 x (8 + 4) =

b. 5 x 8 -4 =

c. 5 x (8 – 4) =
11. Guru memberikan tugas pekerjaan rumah berupa mengisi lembar LKS yang telah dimiliki siswa ”bab
operasi bilangan bulat” dan harus dikumpul dipertemuan selanjutnya.
3. Penutupan (8.15-8.20)
1) Guru membereskan media belajar yang telah dipakainya
2) Guru mengakhiri kelas dengan salam
 Respon yang diharapkan : siswa menjawab salam

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG MASALAH


Bidang studi Matematika ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai merupakan bidang
studi yang menekankan penguasaan konsep dan algoritma disamping kemampuan memecahkan
masalah. Ditinjau dari aspek materi pelajaran, cakupan atau ruang lingkup pelajaran Matematika
SMK kelas X meliputi: Eksponen dan logaritma, Persamaan dan pertidaksamaan Linier, Sistem
Persamaan dan Petidaksamaan linier, Matrik, Relasi dan Fungsi, Barisan dan Deret, Persamaan
dan Fungsi kuadrat, Trigonometri, Geometri, Limit Fungsi, Statistik dan Peluang (Kurikulum
2013) . Disamping itu Matematika juga bersifat hierarkis artinya suatu materi
merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Bidang studi Matematika mencakup
dimensi pemahaman, terampil dan penerapan terhadap materi yang diajarkan. Peluang sebagai
salah satu materi matematika yang diajarkan dikelas X dirasakan cukup sulit dipahami oleh
siswa kami. Hal ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar pada materi peluang, juga didasarkan
atas keluhan siswa pada pelajaran tahun-tahun sebelumnya.
Peluang
merupakan materi yang lebih banyak menggunakan pemahaman, ketrampilan dan penerapan.
Oleh karena itu apabila siswa kurang aktif bertanya terhadap keterangan guru yang kurang jelas
maka pada kegiatan menyelesaikan soal-soal yang berbeda dengan contoh soal yang diberikan
guru, siswa sering kali tidak bisa menyelesaikannya. Selain itu siswa kurang kreatif dalam
melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan peluang
(Kurikulum 2013). Kenyataan ini sering dijumpai di SMKN 1 Bangil siswa Kelas X. Khususnya
materi Peluang.
Metode pembelajaran kooperatif dipandang sangat cocok, karena siswa ikut aktif berpartisipasi
sedemikian hingga melibatkan intelektual dan emosional dalam proses pembelajaran dalam hal
ini keaktifan berarti keaktifan mental dan keaktifan fisik. Keaktifan mental ini diwujudkan
interaksi antara siswa dan guru, siswa dengan siswa maupun siswa belajar secara individu. Maka
dari itu perlu strategi pembelajaran yang relevan berkaitan dengan konsep Peluang. Dari latar
belakang tersebut, peneliti memutuskan memilih pembelajaran kooperatif dengan model
Numbered Heads Together
sebagai alternatif model pembelajaran untuk memecahkan masalah di atas. Model
Numbered Heads Together
merupakan strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk: 1. Meningkatkan
kemampuan melalui kolaborasi kelompok. 2. Memperbaiki hubungan antar siswa yanga berbeda
latar belakang dan kemampuannya. 3. Mengembangkan cara pemecahan masalah melalui
kelompok. 4. Mendorong proses demokrasi di kelas.
1.2

IDENTIFIKASI MASALAH
1.

Materi peluang adalah materi yang membutuhkan pemahaman yang baik karena dalam materi
peluang kebanyakan soalnya berbentuk soal cerita. 2.

Siswa harus membaca soal dengan baik dan memahami apa yang ditanyakan atau diingikan dari
soal tersebut. 3.

Rendahnya nilai atau hasil belajar siswa kelas X TITL 2 pada materi peluang.

1.3

RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas agar tidak terjadi kerancuan , maka
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1.

Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dengan model


Numbered Heads Together?
2.

Apakah penerapan pembelajaran kooperatif dengan model


Numbered Heads Together
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan materi peluang?
1.4

TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan Penelitian Tindakan Kelas kali ini adalah :
1.

Untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dengan model


Numbered Heads Together
. 2.

Untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif dengan model


Numbered Heads Together
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan materi peluang.
1.5 BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah “
peningkatan hasil belajar
siswa kelas X TITL 2 pada materi peluang.”

1.6

MANFAAT HASIL PENELITIAN


Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi : 1.

Siswa

Meningkatkan kemampuan melalui kolaborasi kelompok.

Mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah melalui kelompok.

Meningkatkan keaktifan dan hasil belajar dalam proses kegiatan belajar di kelas.
2.

Guru Menambah wawasan guru matematika mengenai alternatif model pembelajaran khususnya
model
Numbered Heads Together.
3.

Sekolah Sekolah mendapatkan masukan /informasi tentang alternatif model pembelajaran


Numbered Heads Together
yang dapat digunakan oleh guru lain. 4.

Peneliti a.

Dapat digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar untuk pengembangan ilmu
pendidikan. b.

Untuk lebih lanjut melakukan penelitian tindakan kelas.


1.7

DEFINISI OPERASIONAL
Untuk mempermudah memahami dan menghindari kesalahan terhadap penelitian, perlu
diberikan penjelasan beberapa istilah yang ada dalam penelitian ini. Beberapa istilah yang perlu
ditegaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Metode pembelajaran
Numbered Heads Together(NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. isi pelajaran tersebut. 2.

Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Definisi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan
belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, perubahan tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBS, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan
tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolahan
lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar.
Untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah
suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses
pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah,
berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993: 120) Sehingga menurut penulisan
pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu
lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
2.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam
kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama (Felder, 1994: 2) Wahyuni (2000: 8)
menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran dengan cara
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Setyaningsih (2001: 8) mengemukakan bahwa metode
pembelajaran kooperatif memusatkan aktivitas di kelas pada siswa dengan cara
mengelompokkan siswa untuk bekerja sama dalam proses pembelajaran. Dari tiga pengertian di
atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran
dengan cara mengelompokkan
siswa untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap
kelompok adalah heterogen. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek
belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi secara maksimal dalam
proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif
dalam mendekati permasalahan, mampu mengerjakan tugas, meningkatkan keterampilan
komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri. Dalam proses pembelajaran guru harus
memperhatikan kompetensi dasar materi yang akan diberikan yaitu: 1. Mengusahakan
keikutsertaan sisw
a dalam memahami konsep “peluang”
dalam memecahkan masalah. 2. Meningkatkan keikutsertaan siswa dalam melakukan manipulasi
aljabar
dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan “PELLUANG”
Menurut Wilson (2001), paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum dan
penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan
kepada siswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau model mengajar. Tingkat keberhasilan
belajar yang dicapai siswa dapat dilihat pada hasil belajar yang mencakup ujian, tugas-tugas dan
pengamatan.
2.3 Karakteristik dan Hakikat Pembelajaran Matematika
Karakteristik pelajaran Matematika menekankan penguasaan konsep dan algoritma disamping
kemampuan memecahkan masalah. Oleh karena itu mempelajari Matematika perlu
memperhatikan perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu
topik Matematika. Kemampuan siswa menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh perbedaan
penguasaan subtopik
prasyaratnya dan penguasaan topik baru tergantung pada penguasaan topik sebelumnya. Guru
harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan strandar keberhasilan. Evaluasi
terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai
kompetensi dasar. Guru akan mendapatkan manfaat yang besar untuk melakukan program
perbaikan yang tepat. Strategi pembelajaran kooperatif yaitu strategi pembelajaran membentuk
kelompok kecil yang digunakan unutk melakukan kerja kelompok dan saling membantu untuk
menyelesaikan tugas pembelajaran. Dari berbagai model pembelajaran kooperatif yang ada
misalnya STAD, TGT, JIGSAU dan NHT , yang digunakan adalah model NHT (
Numbered Heads Together
). Model
Numbered Heads Together
(NHT) yang sering dikenal dengan model
Kepala Bernomor
merupakan salah satu model pembelajaran dengan mengelompokkan beberapa siswa dalam satu
kelompok dan masing-masing siswa diberi nomor anggota. Dengan model ini anggota dalam
kelompok berdiskusi menyelesaikan soal dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat
mengerjakan setiap soal yang diberikan. Dengan demikian siswa dapat bertukar pikiran dengan
teman sekelompoknya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki karakteristik utama
sebagai berikut: 1. Bersifat siklis artinya PTK menggunakan siklus berulang
(perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan dan refleksi) sebagai prosedur baku penelitian.
2. Bersifat partisi patoris guru berperan ganda yakni sebagai orang yang meneliti dan sekaligus
yang diteliti. 3. Bersifat kolaboratif atau kooperatif artinya dalam pelaksanaan PTK selalu terjadi
kerja sama antara peneliti dan pihak lain. 4. Menggunakan konteks alamiah artinya kelas sebagai
ajang pelaksaan PTK tidak perlu dimanipulasi demi kebutuhan, kepentingan, dan tercapainya
tujuan penelitian.
Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah siswa dalam kelas dibagi beberapa kelompok
yang heterogen dengan anggota masing-masing 4 atau 5 siswa. Pembagian kelompok
berdasarkan hasil pre-test yang diberikan oleh guru. Kemudian setiap anggota kelompok
diberikan nomor anggota. Setelah itu guru memberikan 10 soal pada setiap kelompok dengan
jenis soal yang sama. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan tepat dan memastikan
tiap anggota kelompok dapat mengerjakan setiap soal yang diberikan. Guru memanggil salah
satu nomor siswa dalam kelompok tertentu untuk mengerjakan salah satu soal yang diberikan.

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Tindakan yang diberikan dalam
Penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Numbered Heads Together
) dengan tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK N 1 Bangil Pasuruan kelas X TITL 2. Mata Pelajaran
Matematika Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. Sekolah ini terletak di jl. Tongkol No. 3
Kecamatan Bangil 67153 Kabupaten Pasuruan.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X TITL 2 SMK N 1 Bangil Kabupaten Pasuruan
Tahun Pelajaran 2013/2014. Adapun alasan pengambilan subjek penelitian adalah : 1.

Rata-rata nilai kelas masih rendah dibandingkan kelas yang lain. 2.

Siswa butuh perhatian lebih dan mudah jenuh. Maka dari itu penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe
NHT (Numbered Heads Together
) diharapkan bisa membangkitkan semangat siswa untuk belajar lebih aktif dan tidak merasa
jenuh.
3.4 Data Penelitian 3.4.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Hasil tes tertulis siswa kelas X TITL 2 SMK N 1 Bangil Pasuruan pada tiap siklus 2.

Data hasil pengamatan (observasi) pada tiap siklus 3.

Catatan Lapangan

3.4.2 Jenis Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil
belajar siswa.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Instrumen
yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : 1.

Silabus Seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas,
serta penilaian hasil belajar. 2.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai


pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi
kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan
belajar mengajar. 3.
LKS (Lembar Kerja Siswa) LKS berisi kumpulan soal-soal atau masalah yang akan digunakan
sebagai bahan diskusi dalam kelompok pada saat pembelajaran berlangsung dengan model
pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
4.

Soal Tes Soal tes dalam penelitian ini berupa isian dan diujikan diakhir pembelajaran yang
berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa didalam memahami materi setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
5.

Lembar Observasi Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung, dalam hal ini
pengamatan secara langsung dilakukan oleh observer dengan mencatat data sebagaimana yang
terjadi dalam keadaan yang sebenarnya dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT
di kelas. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. 6.

Dokumentasi Dokumentasi merupakan metode untuk memperoleh atau mengetahui sesuatu


dengan buku-buku, arsip yang berhubungan dengan yang diteliti. Dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data sekolah dan nama siswa serta foto rekaman proses tindakan penelitian
3.6

Analisis Data 3.6.1

Analisis Data Hasil Belajar


Ketuntasan belajar pada penelitian ini didasarkan pada Kriteria ketuntasan Minimal (KKM)
matematika di SMK N 1 Bangil Pasuruan yaitu seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila
memperoleh nilai minimal 75, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila kelas tersebut
terdapat paling sedikitnya 85% siswa tuntas belajar dari seluruh siswa.Dari uraian, diatas maka
dapat digunakan rumus sebagai berikut: a.

Ketuntasan Individual

b.

Ketuntasan secara klasikal


3.7 Prosedur Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari beberapa siklus. Adapun Langkah-langkah dalam
siklus adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan : adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
meliputi : a)

Membuat perangkat pembelajaran (RPP dan LKS). b)

Membentuk kelompok pembelajaran yang didasarkan pada prinsip pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan cara : -

Menyusun daftar nama berdasarkan kemampuan akademik. Kemampuan akademik yang


digunakan adalah nilai ulangan harian pertama -

Menentukan jumlah anggota setiap kelompok sebanyak 5 orang. c)

Membuat skenario pembelajaran kooperatif tipe NHT d)

Membuat instrumen penelitian yang meliputi alat evaluasi berupa tes disertai jawaban dan
panduan penskoran. e)

Membuat lembar observasi 2. Pelaksanaan tindakan : kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini
disesuaikan dengan rencana yang telah disusun dalam rencana pembelajaran. 3. Observasi dan
evaluasi: kegiatannya adalah melaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan
dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat dan melakukan evaluasi hasil belajar
siswa setelah dilakukan tindakan. 4. Refleksi : pada tahap ini, hasil yang diperoleh pada tahap
observasi dan evaluasi dikumpulkan kemudian dianalisis. Dari hasil tersebut akan dilihat apakah
telah memenuhi target yang ditetapkan pada indikator kerja. Jika belum memenuhi target, maka
penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi
pada siklus sebelumnya akan diperbaiki pada siklus berikutnya.

Alur dari desain Penelitian Tindakan Kelas dapat digambarkan sebagai berikut : Sumber:
Suharsimi Arikunto Sumber: Suharsimi Arikunto

Observasi
(Keterlaksanaan RPP, Aktivitas Guru, dan Aktivitas Siswa)
SIKLUS I
Perencanaan
(Penyusunan RPP, LKS dan pedoman observasi)
Pelaksanaan/Tindakan
(Metode
NHT
)
Refleksi Observasi
(Keterlaksanaan RPP, Aktivitas Guru, dan Aktivitas Siswa)
SIKLUS II
Perencanaan
(Penyusunan RPP, LKS dan pedoman observasi)
Pelaksanaan/Tindakan
(Metode
NHT
)
Refleksi
DAFTAR PUSTAKA
Suharsimi, Arikunto. 1998.
Prosedur Penelitian
. Jakarta: PT Bineka Cipta. Dinas P dan K Propinsi Jawa Timur. Pedoman Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas SMA. Surabaya: Dinas P dan K Propinsi Jawa Timur. 2005.
Departemen Pendidikan Nasional . Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dasar GBPP
Matematika Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2004.
http://darwisbulukumba.blogspot.com/2011/03/proposal-penelitian-matematika.html
http://remenmaos.blogspot.com/2011/08/contoh-proposal-ptk-matematika-smp.html

Selasa, 14 Agustus 2012


Numbered Head Together (NHT)

A. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT


Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads) dikembangkan oleh Spencer
Kagan (1992). Tehnik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Tehnik ini bisa digunakan untuk semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di sekolah-
sekolah adalah Numbered Head Together atau disingkat NHT, tidak hanya itu saja, NHT juga
banyak sekali digunkan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK). Apa dan bagaimana NHT
itu? Bagaimana menerapkannya dan apa saja keunggulannya, baca terus artikel berikut.
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh
Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan
alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti
ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke
dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah
ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan
kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan
belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni
mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan
tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural : Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-
tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social : Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial
siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan
tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
B. LANGKAH-LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN NHT
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam
langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.
Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa
nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah
siswa di dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam
pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.

C. MANFAAT DAN KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN NHT


1. Manfaat model pembelajaran NHT
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang
hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain
adalah :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi


2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi

2. Kelebihan model pembelajaran NHT


Dengan melihat sintaksnya saja, Anda pasti dapat mengira-ngira apa saja kelebihan dari model
ini,sebagaimana dijelaskan oleh Hill (!993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki
kelebihan diataranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam
pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa,
mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa,
meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta
mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Diposkan oleh arfiyadi ahsan di 15.33

Menerapkan Model Pembelajaran; Numbered Heads Together

Oleh Galih Ariffansyah

A. Pendahuluan

Pertama-tama saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan


saya yang telah membantu saya dalam menerapkan model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) ini di kelas PPL 1. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih
kepada dosen PPL 1 saya, Asmi Rusmanayanti, S.Pd. M.Sc. yang telah pertama kali
mengenalkan model pembelajaran ini kepada saya. Dan dengan penuh antusias, saya
mencari diberbagai media, salah satunya internet mengenai model ini. Akhirnya, dengan
modal “paham”, saya langsung mempraktekannya di kelas micro teaching. Pada saat itu,
saya berada di kelas Ibu Dra. Rina Listia, M.Pd.

B. Penerapan NHT di dalam kelas


Apa itu NHT ? NHT adalah suatu strategi model pembelajaran kooperatif yang
menggunakan angka yang diletakkan diatas kepala dengan tujuan untuk memudahkan
guru dalam mengeksplor aktifitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan
informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Strategi
ini pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992.

Pada saat saya memakai metode ini, pertama saya membagi kelas menjadi
beberapa kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok sengaja diberi nomor untuk
memudahkan kinerjakerja kelompok, mengubah posisi kelompok, menyusun materi,
mempresentasikan, dan mendapat tanggapan dari kelompok lain. Setelah itu tiap
kelompok memberikan kesimpulan.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa langkah-langkah yang dapat dilakukan


dalam melaksanakan model ini adalah :

1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa dalam setiap
kelompoknya mendapatkan nomor urut. Pengalaman saya adalah, ketika dalam kelas
PPL 1 saya membuat exercise yang didalamnya ada 5 soal, pertanyaan dimulai dengan
W/H questions. Terdapat 25 siswa didalam kelas sehingga saya membagi mereka
kedalam 5 grup, yang tiap grup beranggotakan 5 orang. Tiap orang ini bertanggung
jawab dengan soal exercise nya.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan permasalahannya.
Tiap kelompok mendiskusikan bersama.

3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap
anggotanya mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor secara random dan siswa yang bernomor tersebut
melaporkan jawabannya. Dalam tahap ini, seluruh kelompok yang bernomor sama yang
dipanggil guru harus siap. Tiap kelompok yang nomornya dipanggil memberikan
jawaban mereka. Apabila tidak bisa menjawab, maka guru dapat memberikan
punishment.

5. Siswa dipersilahkan memberikan tanggapan apabila dirasa jawaban kelompok lain


kurang tepat.

6. Setelah siswa melaporkan hasil, guru mendiskusikan jawaban-jawaban yang telah


dijawab siswa, dan memberi jawaban yang paling benar.

7. Tiap kelompok memberikan kesimpulan (apabila diperlukan).

Adapun kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran ini, yakni:

Kelebihan

1. Setiap murid menjadi siap semua


2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3. Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai
4. Terjadinya interaksi yang tinggi antara siswa dalam menjawab soal
5. Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok, karena adanya nomor yang
membatasi.

Kekurangan
1. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang
lama.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Karena kemungkinan waktu yang
terbatas.

C. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan saya, dengan menerapkan model pembelajaran NHT ini,
keantusiasan siswa dalam mempelajari materi guru sangat tinggi. Karena dirasa menarik
dan “menegangkan’. Siswa diharuskan bertanggung jawab terhadap soal yang diberikan,
sehingga memicu siswa menjadi aktif dalam menjawab. Disamping itu, dalam tiap
kelompok mungkin terdapat siswa yang kurang pandai, dengan model pembelajaran ini,
maka siswa yang kurang pandai dapat berdiskusi dengan siswa yang pandai, sehingga
mereka dapat bersama-sama belajar.

MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)


Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diteraapkan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk
sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu
yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama
tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan
kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Tahap 1 menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa


2. Tahap 2 menyajikan informasi
3. Tahap 3 mengorganisasikan siswa ke dalam beberapa kelompok belajar
4. Tahap 4 membingbing siswa untuk belajar kelompok
5. Tahap 5 melakukan evaluasi
6. Tahap 6 memberikan penghargaan

Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru


1 Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistikyang diperlukan,
pengajuan masalah,
memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa
mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3 Membimbing penyelidikan individual maupun Guru mendorong siswa
kelompok untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen,
untuk mendapat penjelasan
pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa
dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan,
video, model dan membantu
mereka untuk berbagai
tugas dengan kelompoknya.
5 Menganalisa dan mengevaluasi proses Guru membantu siswa
pemecahan masalah melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dalam
proses-proses yang mereka
gunakan.
Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memiliki ciri tersendiri berkaitan
dengan langkah pembelajarannya. Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah
pelaksanaan PBM sebagai berikut:
 Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa)
 Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut. (a)
Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan; (b) Mendefinisikan masalah;
(c) Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki; (d)
Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah; dan (e)
Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah
 Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus
diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di
perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi.
 Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar informasi,
pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.
 Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan.
 Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan
pembelajaran. Hal ini meliputi sejauh mana pengetahuan yang sudah diperoleh
oleh siswa serta bagaimana peran masing-masing siswa dalam kelompok.

. Orientasi siswa pada masalah


- Guru mengajukan masalah dan meminta siswa untuk mempelajari masalah berikut :
Sebuah kantor yang berlantai 23. Seorang Karyawan mula-mula berada di lantai 2
kantor itu. Karena ada suatu keperluan ia turun 4 lantai, kemudian naik 6 lantai. Di lantai
berapakah karyawan itu sekarang berada?
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
- Membagi siswa ke dalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 5 orang siswa yang
memiliki kemampuan heterogen.
- Meminta siswa mengemukakan ide kelompoknya sendiri
tentang menyelesaikan masalah tersebut.
Misalnya kelompok A menggambarkan sebuah gedung berlantai 23 dengan 3 lantai
berada dibawah tanah dan menggambar seorang karyawan yang berada pada lantai 2.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
- Membimbing siswa menemukan penjelasan dan pemecahan masalah yang diberikan oleh
guru.
Misalnya guru memberikan informasi kepada siswa bahwa naik satu lantai dinyatakan
dengan (+ 1) dan turun satu lantai dinyatakan dengan (-1).
Dengan bimbingan guru, siswa menentukan letak karyawan itu di gedung dengan cara :
Karyawan mula-mula berada di lantai 2 kantor itu dinyatakan dengan (+2), kemudian turun
4 lantai dinyatakan (-4), kemudian naik 6 lantai dinyatakan dengan (+6). Secara matematis
diulis : (2) + (-4) + 6 = 4
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
- Mendorong siswa untuk menyajikan hasil pemecahan masalah tersebut dengan cara
menunjuk satu kelompok secara acak untuk menuliskan hasil diskusi kelompok di papan
tulis dan kelompok lain menanggapi hasil penyajian kelompok yang maju.

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


- Membantu siswa mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan masalah yang telah
dipersentasikan di depan kelas. Kemudian bersama dengan siswa menarik kesimpulan
letak karyawan itu berada pada lantai 4 gedung.

Anda mungkin juga menyukai