Anda di halaman 1dari 131

asuhan keperawatan maternitas SC ( sectio caesarea )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalamkeadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Nasib janin yang ditolong secara sectio caesaria sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi. Menurut data di Indonesia dengan pengawasan antenatal yang baik
dari fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 % (Rustam mochtar,
1992).
Menurut data dari rumah sakit putri hijau dalam satu tahun terakhir dari 200 ibu hamil
hampir 70% melahirkan melalui pembedahan atau section caesarea dengan indikasi masalah dalam
persalinan mulai dari masalah ibu seperti panggul sempit sampai masalah pada bayi seperti letak
lintang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkangambaran umum
tentang “ asuhan keperawatan pada klien dengan post sectio caesarea“ di RUMKIT PUTRI HIJAU
TK II
2. Tujuan Khusus
a Mampu mengidentifikasi pasien post sactio caesarea
b Mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan post sactio caesarea,kemudian dianalisa
dan ditentukan masalah keperawatan
c Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d Mampu menerapakan rencana keperawatan yang nyata
e Mampu menilai dan mengevaluasi dari hasil keperawatan yang telah dilakukan pada pasien post
sectio caesarea.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep dasar medik

1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).

2. Etiologi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
a Pada Ibu :
 disproporsi kepala panggul
 Disfungsi uterus
 Distosia jaringan lunak
 Plasenta previa
 His lemah / melemah
b Pada Anak :
 Janin besar
 Gawat janin
 Letak lintang
 Hydrocephalus

3. Jenis- jenis sectio caesarea


1. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis )
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio Caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
− Mengeluarkan janin lebih cepat
− Tidak menyebabkan komplikasi tertariknya vesica urinaria
− Sayatan bisa diperpanjang proximal atau distal.
Kekurangan :
− Mudah terjadi penyebaran infeksi intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik.
− Sering terjadi rupture uteri pada persalinan berikutnya.
b) Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang ( konkaf ) pada segmen bawah rahim, kira –
kira 10 cm.
Kelebihan:
 Penutupan luka lebih mudah.
 Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik.
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum.
 Perdarahan kurang.
 Kemungkinan terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil dari pada cara klasik.
Kekurangan:
 Luka dapat melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah sehingga dapat menyebabkan arteri Uterina
putus sehingga terjadi pendarahan hebat.
 Keluhan pada vesica urinaria post operatif tinggi.
c) Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdomen.

2. Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis )


Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
− Sayatan memanjang ( longitudinal )
− Sayatan melintang ( transversal )
− Sayatan huruf T ( T incision )

4. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
− Fetal distress
− His lemah / melemah
− Janin dalam posisi sungsang atau melintang
− Bayi besar ( BBL≥4,2 kg )
− Plasenta previa
− Kalainan letak
− Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
− Rupture uteri mengancam
− Hydrocephalus
− Primi muda atau tua
− Partus dengan komplikasi
− Panggul sempit
5. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1.Infeksi puerperal ( Nifas )
-Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
-Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
-Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2.Perdarahan
-Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
-Perdarahan pada plasenta bed
3.Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
6. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
 Pemantauan EKG
 Elektrolit
 Hemoglobin/Hematokrit
 Golongan darah
 Urinalisis
 Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
 Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
 Ultrasound sesuai pesanan

B. Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
a Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis
vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus).
b Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial,
hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,
stimulasi simpatis.
c Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/
DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis.
d Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.
e Keamanan
 Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan.
 Adanya defisiensi imun
 Munculnya kanker/adanya terapi kanker
 Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi
 Riwayat penyakit hepatic
 Riwayat tranfusi darah
 Tanda munculnya proses infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul\
a) Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
b) Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
c) Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
d) Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
e) Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
f) Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a) DX 1 : Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi
Kriteria Hasil :
• Conjunctiva tidak anemis
• Acral hangat
• Hb normal
• Muka tidak pucat
• Tidak lemas
• TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-
100 x/menit
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
R/ Pasien paham tentang kondisi yang dialami
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi
darah
3) Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
R/ Mengantisipasi terjadinya syok
4) Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
R/ Cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba perdarahan.

5) Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah


R/ Tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat perdarahan.
b) DX 2 : Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah
maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
• Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
• Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Intervensi:
1) Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah
2) Ukur pengeluaran harian
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang
hilang selama masa post operasi dan harian
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R/Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
4) Evaluasi status hemodinamika
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
5) Pantau intake dan output
R/ dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
c) DX 3 : Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
• Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
• Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
• Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
• Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
• TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-
100 x/menit
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring selama masa akut
R/ Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3) Ajarkan teknik distraksi
R/ Pengurangan persepsi nyeri
4) Kolaborasi pemberian analgetika
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun
sistemik dalam spectrum luas/spesifik
5) Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
R/ Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat
d) DX 4 : Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai
untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat
mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klilen secara optimal.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
R/ Menilai kondisi umum klien.
e) DX 5 : Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan
Kriteria Hasil :
• Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
R/ Jaringan kulit yang mengalami kerusakan dapat mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan
terhadap tekanan serta trauma.
2) Lakukan latihan gerak secara pasif
R/ Meningkatkan mobilisasi
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
R/ maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit
4) jaga kelembaban kulit
R/ untuk tetap menjaga kulit yang sehat agar tetap lembab

f) DX 6 : Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi


Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.\
Kriteria Hasil :
• Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, fungsio laesa
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.
R/Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih
gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
4) Lakukan perawatan luka
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan
rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.

BAB III
LAPORAN KASUS
1. BIODATA
a. Identitas passion
Nama : Ny. T
Jenis kelaminn : perempuan
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMU
Nama suami : Tn. D
Umur : 28 tahun
Alamat : jln samanhudi komplek asim kodim no 22 binjai
Pekerjaan : TNI AD
Pendidikan : SMU
b. Keluhan utama
Nyeri pada luka SC
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Gravida :G1P0A1
2. HPHT : 5-5-2012
3. TTP : 12-2-2013
4. Umur kehamilan : 32 mgg
5. Jenis persalinan : sectio caesaria
6. Plasenta lahir : lahir
7. Penolong : dokter
d. Riwayat menstruasi
Haid bulan sebelumnya bulan mei
Lamanya : 7 hari
Siklus : 30 hari

e. Riwayat kesehatan ibu


1. Riwayat masuk rumah sakit : Ny. T telah dilakukan operasi sectio caesaria sito pada hari jumat
tanggal 8 januari 2013. Ny. T post operasi SC jam 13:00 WIB. Pasien terbaring, tiduran terus dan
mengalami nyeri. Nyerinya dirasakan setelah 4 jam operasi dan hilang timbul. Ny.T merasakan
nyeri pada saat bergerak dengan skala 6. Nyeri dirasakan ketika Ny.T bergerak, Nyerinya seperti
ditusuk tusuk selama 10 menitan, nyeri berada di sekitar abdomen.
2. Riwayat kesehatan yang lalu: klien mengatakan belum pernah hamil dan ini pertama kali klien
hamil dan melahirkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga: Di keluarga Ny. T dan Tn. D tidak mempunyai penyakit menular,
seperti TBC, penyakit menurun seperti DM dan hipertensi.
f. Riwayat kontrasepsi
Klien mengatakan belum ada rencana dalam penggunaan alat KB.
g. Data kebiasaan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Sebelum masuk RS : pasien makan 3 kali sehari, dengan lauk pauk dan sayuran,
minum 4-6 gelas/hari
Saat dikaji : pasien baru makan ½ porsi dan minum 2 gelas setelah
operasi pada jam 13.00 WIB
2. Pola eliminasi
Sebelum masuk RS : pasien mengatakan BAB 1 x/hari dan BAK 4-6 x/hari
Saat dikaji : Ny. T BAK melalui selang kateter dan belum BAB
3. Pola aktivitas
Sebelum masuk RS : pasien mengatakan saat dirumah dia bisa mengerjakan
aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga tanpa bantuan
Saat dikaji : pasien dapat beraktivitas dengan bantuan keluarga
terbaring di tempat tidur belum ada mobilisasi
4. Pola istirahat
Sebelum masuk RS : pasien biasanya tidur selama 7-8 jam/hari tanpa gangguan Saat
dikaji : pasien mengalami gangguan karena nyeri pada luka operasi
dan lingkungan yang ramai serta panas.
5. Pola seksual
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasanya pola seksual 2 hari sekali
Saat dikaji : pasien mengalami gangguan seksual karena nyeri pada luka
operasi.
h. Adaptasi psikologis masa nifas
1) Pola interaksi klien dengan orang (tenaga kesehatan) menggunakan teknik wawancara
2) Ibu merasa senang bayinya lahir dengan selamat
3) Suasana hati klien gelisah, klien mengatakan selalu memikirkan bayinya dan selalu bertanya
tentang keadaan luka operasinya.
4) Klien berharap cepat sembuh dan ingin berkumpul kembali lagi dengan bayi dan keluarganya
i. Riwayat social budaya
Hubungan klien :
a. Hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat baik.
b. Selama di RS, interaksi klien dengan petugas kesehatan baik.
c. Yang paling berarti adalah suami, anak, dan keluarga.
j. Data spiritual
Klien seorang muslim, taat menjalankan sholat 5 waktu
k. Pengetahuan ibu tentang masa nifas
1.perawatan masa nifas: memberikan penjelasan agar mengetahui perawatan pada saat masa nifas
dengan melakukan personal hygiene.
2.perawatan payudara
Dilakukan sambil memperagakan/memberikan penjelasan agar perawatan buah dada dilakukan
setiap hari dengan cara masase dan puting susu ditarik keluar dan berikan HE setiap mandi harus
membersihkan mamae.
3. Perawatan perineum
Setiap kali BAB / BAk perineum ibu harus dibersihkan untuk mencegah terjadinya infeksi, apabila
pakaian dalam basah perlu diganti dengan pakaian dalam yang kering.
l. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : TD 120/80 mmHg, Nadi 89 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu 37,8
o
C
4. Pemeriksaan fisik
5. Kepala : rambut lurus, hitam, panjang sebahu, tidak beruban, tidak ada
luka
6. Muka : simetris, tampak menahan nyeri
7. Mata : bentuk simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
tidak ada gangguan dan alat Penglihatan
8. Hidung : lubang simetris, tidak ada sekret
9. Mulut : gigi masih utuh, lidah masih bersih, nafas tidak bau, bibir tidak
kering, mukosa lembab
10. Telinga : letak simetris, tidak ada serumen, masih berfungsi dengan baik,
tidak ada gangguan pendengaran
11. Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjaran tyroid
12. Dada : bentuk simetris, tidak ada retraksi dada, payudara menonjol
besar, terapa hangat dan kencang, aerola hitam, putting menonjol, ASI belum keluar
13. Abdomen : terdapat luka jahitan SC ± 12 cm secara horizontal, masih dibalut
(hari pertama)
14. ektremitas : tidak ada edema, pada ektremitas atas terpasang IVFD RL 20
gtt/i, bentuk simetris, tidak ada luka
15. kulit : turgor elastic
16. genetalia : terpasang DC 18
m. pemeriksaan laboratorium
tanggal 07-01-2013
No Hasil Nilai normal
1 HB =11,2 gr % Pria 14-15. Wanita 12-16 gr%
2 HT = 34,0% 40-50%
3 Leukosit = 20.800/mm3 4000-10800/mm3
4 Trombosit= 321.000 150000-450000/ microliter darah

n. therapy
No Nama obat Dosis
1 IVFD RL 20 gtt/I
2 Inj ketorolac 1 amp/ 12 jam
3 Inj gentamycin 1 amp/12 jam
4 Inj ceftriaxone 1 amp/12 jam
5 Inj vit c 1 amp/12 jam
6 Inj transamin 1 amp/12 jam
7 Inj alinamin 1 amp/12 jam

DATA FOKUS

- Pasien mengatakan nyeri pada luka SC


- Skala nyeri 4-5 nyeri sedang,
- ekspresi wajah meringis
- Terdapat luka insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm
- KU lemah
- Klien mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawahnya
- Klien mengatakan panas pada luka post SC
- pada luka post SC tampak merah, bengkak
-T: 37,8ºC RR: 24x/I TD: 120/80 mmHg HR: 89 x/i
-HB =11,2 gr %
-HT = 34,0%
-Leukosit = 20.800/mm3
- Trombosit= 321.000
- kekuatan otot +3 dapat melawan gravitasi tapi tidak mampu melawan tahanan

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: SC Nyeri
Pasien mengatakan nyeri
pada luka SC Insisi pada

DO: bagian depan dinding perut

- Skala nyeri 4-5 nyeri


sedang, Terputuenya kontuinitas
- Post op hari ke-1 jaringan
- ekspresi wajah meringis
- Terdapat luka insisi Nyeri
operasi pada daerah
abdomen
- KU lemah
2 DS : Klien mengatakan SC Gangguan mobilitas
susah mengangkat kedua fisik
Insisi pada
tungkai bawahnya
bagian depan perut
DO :
- Post op hari ke-1
Luka post
- KU lemah
operasi SC
- Nampak luka insisi
operasi pada daerah
Kelemahan penurunan sirkulasi
abdomen 12 cm.
-kekuatan otot +3 dapat
melawan gravitasi tetapi
Gangguan mobilitas fisik
lemah
3 DS : Klien mengatakan SC Resiko infeksi
panas pada luka post SC
DO : Pembedahan
- Ku lemah pada bagian depan perut
- Terdapat luka insisi pada
daerah abdomen 12 cm Luka post operasi SC
- pada luka post SC tampak
merah, bengkak Resiko infeksi
T: 37,8ºC RR: 24x/I TD:
120/80 mmHg HR: 89 x/i
HB =11,2 gr %
HT = 34,0%
Leukosit = 20.800/mm3
Trombosit= 321.000

o. diagnosa keperawatan
1. nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operasi ditandai
dengan Pasien mengatakan nyeri pada luka SC, Skala nyeri 4-5 nyeri sedang, Post op hari ke-1,
ekspresi wajah meringis, Terdapat luka insisi operasi pada daerah abdomen, KU lemah.
2. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi SC ditandai dengan Klien
mengatakan panas pada luka post SC, Ku lemah, Terdapat luka insisi pada daerah abdomen 12 cm,
pada luka post SC tampak merah dan bengkak, T : 37,8ºC RR: 24x/I TD : 120/80 mmHg HR: 89
x/I, HB =11,2 gr % HT = 34,0%, Leukosit = 20.800/mm3, Trombosit= 321.000
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi ditandai dengan Klien
mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawah, Post op hari ke-1, KU lemah, Nampak luka
insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm. kekuatan otot +3.

p. Intervensi keperawatan
No diagnosa Tujuan / kriteria Intervensi Rasionalisasi
1 Dx 1 Tujuan : Klien - Kaji intensitas, -Pengkajian yang
dapat beradaptasi karakteristik, dan spesifik membantu
dengan nyeri yang derajat nyeri memilih intervensi
dialami yang tepat
Kriteria Hasil : - Pertahankan tirah -Meminimalkan
-Mengungkapkan baring selama masa stimulasi atau
nyeri dan tegang di akut. meningkatkan
perutnya relaksasi
berkurang -Terangkan nyeri
-Dapat melakukan yang diderita klien -Meningkatkan
tindakan untuk dan penyebabnya. koping klien dalam
mengurangi nyeri melakukan guidance
-Kooperatif -Ajarkan teknik mengatasi nyeri
dengan tindakan distraksi - Pengurangan persepsi
yang dilakukan -Kolaborasi nyeri
-TTV dalam batas pemberian - Mengurangi onset
normal ; Suhu : 36- analgetika terjadinya nyeri dapat
37 0 C, TD : dilakukan dengan
120/80 mmHg, RR pemberian analgetika
:18-20x/menit, oral maupun sistemik
Nadi : 80-100 dalam spectrum
x/menit luas/spesifik
2 Dx 2 Tujuan: Tidak -Kaji kondisi -Perubahan yang
terjadi infeksi keluaran/dischart terjadi pada dishart
selama perawatan yang keluar ; dikaji setiap saat
perdarahan dan jumlah, warna, dan dischart keluar.
luka operasi.\ bau dari luka Adanya warna yang
Kriteria Hasil : operasi. lebih gelap disertai bau
• Tidak ada tidak enak mungkin
tanda – tanda merupakan tanda
infeksi, seperti : infeksi.
merah, panas, -Terangkan pada -Infeksi dapat timbul
bengkak, fungsio klien pentingnya akibat kurangnya
laesa perawatan luka kebersihan luka.
selama masa post
operasi.
-Lakukan -Berbagai kuman dapat
pemeriksaan biakan teridentifikasi melalui
pada dischart. dischart.
-Lakukan perawatan -Inkubasi kuman pada
luka area luka dapat
. menyebabkan infeksi.
-Terangkan pada -Berbagai manivestasi
klien cara klinik dapat menjadi
mengidentifikasi tanda nonspesifik
tanda inveksiobat infeksi; demam dan
peningkatan rasa nyeri
mungkin merupakan
gejala infeksi.
-kolaborasi dengan -mengurangi resiko
dokter dalam infeksi pada klien
pemberian therapy

3 DX3 Tujuan : Kllien


) - Kaji tingkat
) - Mungkin klien tidak
dapat melakukan kemampuan klien mengalami perubahan
aktivitas tanpa untuk beraktivitas berarti, tetapi
adanya komplikasi perdarahan masif perlu
Kriteria Hasil : diwaspadai untuk
klien mampu menccegah kondisi
melakukan klien lebih buruk
aktivitasnya secara 2
mandiri 2) - Kaji pengaruh Aktivitas merangsang
aktivitas terhadap peningkatan
kondisi luka dan vaskularisasi dan
kondisi tubuh umum pulsasi organ
reproduksi, tetapi dapat
mempengaruhi kondisi
luka post operasi dan
berkurangnya energi
3) - Bantu klien untuk
3 - Mengistiratkan klilen
memenuhi secara optimal.
kebutuhan aktivitas
4)
sehari-hari..
4) - Bantu klien untuk - Mengoptimalkan
melakukan tindakan kondisi klien, pada
sesuai dengan abortus
kemampuan imminens, istirahat
/kondisi klien mutlak sangat
5) - Evaluasi diperlukan
perkembangan
kemampuan klien - Menilai kondisi umum
melakukan aktivitas klien.
-
- kolaborasidengan
dokter dalam
pemberian therapy -membantu
obat mempercepat mobilitas
fisik klien

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : Ny. T umur : 24 tahun


No RM : 29 24 34 diagnosa : post section caesaria
No Tgl/hr/ dx Implementasi Evaluasi
1 Tgl 7 -2 -mengkaji intensitas, karakteristik, S= klien mengatakan nyeri sudah
2013 dan derajat nyeri tidak ada
08:00 wib - mempertahankan tirah baring O= klien tampak tenang
DX 1 selama masa akut. A= masalah nyeri teratasi
-menerangkan nyeri yang diderita P= intervensi dihentikan
klien dan penyebabnya.
-mengajarkan teknik distraksi
-berkolaborasi pemberian therapy
obat
H:
- Inj ketorolac 1 amp / 8 jam
Tgl 7-2- -mengkaji kondisi keluaran/dischart S= klien mengatakan masih panas
2013 yang keluar ; jumlah, warna, dan bau pada luka post SC
10:00 wib dari luka operasi. O=pada luka post SC masih tampak
DX 2 H: warna luka masih merah , bengkak merah
dan panas A=masalah resiko infeksi teratasi
sebagian
-menerangkan pada klien pentingnya P=
perawatan luka selama masa post -Kaji pengeluaran pada luka
operasi. -kolaborasi dengan dokter dalam
-melakukan pemeriksaan biakan pada pemberian therapy obat
dischart. I=
-melakukan perawatan luka -mengkaji pengeluaran pada luka
H: perawatan luka dengan mengganti -berkolaborasi dengan dokter dalam
perban pemberian therapy obat
-menerangkan pada klien cara E=masalah resiko infeksi teratasi
mengidentifikasi tanda infeksi obat sebagian
H: klien mengerti tanda – tanda R= kaji kembali luka post SC
infeksi dengan obat seperti merah,
bengkak, bintik-bintik merah
-berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy
H:
- Inj gentamycin 1 amp/ 8jam
- Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
Tgl 7-2- -mengkaji tingkat kemampuan klien S= klien mengatakan sudah bisa
2013 untuk beraktivitas mengankat tungkai bawahnya
12: 00 wib H: klien dapat melawan garvitasi O=klien tampak tenang, tingkat
DX 3 tetapi lemah . kekuatan otot ROM +4 kekuatan otot ROM : +5
-mengkaji pengaruh aktivitas A=masalah gangguan mobilisasi
terhadap kondisi luka dan kondisi fisik sudah teratasi
tubuh umum P=intervensi dihentikan
- membantu klien untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari.
-membantu klien untuk melakukan
tindakan sesuai dengan kemampuan
/kondisi klien
H: klien mampu melakukan aktivitas
dengan bantuan
-mengevaluasi perkembangan
kemampuan klien melakukan
aktivitas
H: tingkat kekuatan otot klien dapat
melawan gravitasi tetapi lemah
-berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy obat
H:
- IVFD RL 20 gtt/i
Tgl 8 -2- -mengkaji kondisi keluaran/dischart S= klien mengatakan tidak panas
2013 yang keluar ; jumlah, warna, dan bau pada luka post SC
08:00 wib dari luka operasi. O=pada luka post SC sudah tidak ada
DX 2 H: warna luka post operasi SC tidak merah dan bengkak T : 36,8ºC TD ;
merah dan tidak bengkak panas 120/80 mmHg HR: 80 x/I RR: 20 x/i
-menerangkan pada klien pentingnya A=masalah resiko infeksi teratasi
perawatan luka selama masa post P= intervensi dihentikan
operasi.
H: klien mengikuti apa yang
diterangkan perawat
-melakukan pemeriksaan biakan pada
dischart.
H: hasil pemeriksaan biakan tidak
terdapat tanda adanya infeksi
-melakukan perawatan luka
H: perawatan luka dengan mengganti
perban
-menerangkan pada klien cara
mengidentifikasi tanda infeksi obat
H : klien mengerti tentang tanda
infeksi obat seperti merah, panas, dah
bintik-bintik merah
-berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy
H:
- Inj gentamycin 1 amp/ 8jam
- Inj ceftriaxone 1gr/12 jam

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu
tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
Seperti disproporsi kepala panggul, Disfungsi uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa, His
lemah / melemah dan pada anak seperti Janin besar. Gawat janin, Letak lintang dan
Hydrocephalus.
Jenis- jenis sectio caesarea
1. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis )
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
b. Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdomen.
2. Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis )
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
− Sayatan memanjang ( longitudinal )
− Sayatan melintang ( transversal )
− Sayatan huruf T ( T incision )
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
− Fetal distress
− His lemah / melemah
− Janin dalam posisi sungsang atau melintang
− Bayi besar ( BBL≥4,2 kg )
− Plasenta previa
− Kalainan letak
− Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
− Rupture uteri mengancam
− Hydrocephalus
− Primi muda atau tua
− Partus dengan komplikasi
− Panggul sempit
Masalah keperawatan yang muncul yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, dan resiko infeksi.
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP POST SECTIO CAESARIA
In ILMU KEPERAWATAN by ROMANTO NICE // 05.24 // Leave a Comment

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP POST SECTIO CAESARIA


A. Definisi
1. Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram (Sarwono, 2009).
2. Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
3. Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
rahim (Mansjoer, 2002).

B. Jenis – Jenis Sectio Caesaria


1. Sectio cesaria transperitonealis profunda.
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim,
bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:

a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.


b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas
segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka
dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal.
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

3. Sectio cacaria ekstra peritoneal.


Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi
dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.

4. Section cesaria Hysteroctomi.


Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:

a. Atonia uteri.
b. Plasenta accrete.
c. Myoma uteri.
d. Infeksi intra uteri berat.

C. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal), indikasi Sectio Caesarea
adalah :
1. Indikasi ibu :
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD.
b. Disfungsi Uterus.
c. Distosia Jaringan Lunak.
d. Plasenta Previa.
2. Indikasi Anak :
a. Janin besar.
b. Gawat janin.
c. Letak Lintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku Obstetri Operatif adalah :

a. Sectio sesarea ke III.


b. Tumor yang menhhalangi jalan lahir.
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico.
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.

D. Komplikasi
1. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine
ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang
terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
2. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal.
3. Pada Bayi :
a. Hipoksia.
b. Depresi pernafasan.
c. Sindrom gawat pernafasan.
d. Truma persalinan.

E. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan
tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat).


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini).


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.

4. Bayi Kembar.
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko
terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin.


a. Kelainan pada letak kepala.
1) Letak kepala tengadah.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.

2) Presentasi muka.
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3) Presentasi dahi.
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.

b. Letak Sungsang.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).

F. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding
uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan
prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun
anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga
darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan
bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi.
Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
G. Pathways
Kesulitan janin untuk keluar secara spontan

(faktor panggul ibu sempit, presbo dan bayi besar)

Indikasi Seksio Caesar

Fisiologi Seksio
Caesar psikologi

Efek anestesi Luka


bedah Rasa takut

Tonus otot uteri Tonus Otot Trauma jaringan Krisis


situasional

Cemas
Kontraksi uterus Kelemahan fisik Pelepasan zat

mediator nyeri

Atonia uteri Resiko Cedera

gangguan mobilitas
fisik

Nyeri akut

Imobilisasi

defisit perawatan diri

perdarahan

volume darah me

Kekurangan
volumecairan

invasi mikroorganisme
Resiko infeksi

H. Tekhnik Penatalaksanaan
1. Bedah Caesar Klasik/Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas segmen bawah
rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi
janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin
keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan
intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut
no.1 dan 2.

2) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.

3) Lapisan III.
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain
catgut no.1 dan 2.

f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul
disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika
vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala
janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem
tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan
intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a. Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut
no.1 dan 2.
b. Lapisan II.
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
c. Lapisan III.
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal.
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas
dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga
cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim.
Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic catgut (no.1 atau 2) dengan
sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG).
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT.
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging (MRI).


Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography (PET).


Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.

5. Uji laboratorium.
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD.
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah.
J. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal.
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet.
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam
lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal.
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih.
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin
jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter
dilepas.
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi
uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung
jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka.
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti
pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca
SC.
7. Jika masih terdapat perdarahan.
a. Lakukan masase uterus.
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2
mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan:
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
10. Obat-obatan lain :
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian
I vit. C.
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan :
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan
hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak
tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen.
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi
gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan
karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai
terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan
kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu
dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam
untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal
pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan.
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian dari orang
terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin
sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta
previa.

a. Identitas atau biodata klien.


Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.

b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
4) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya
akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui
bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan,
tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang
ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan
nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri,
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak
psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak
adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan
apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang
salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput
mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari
telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping
hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa
pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu
feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia
atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
12) Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu
tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma
jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma
jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.
4) Wajah tidak tampak meringis.
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi,
perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik,
distraksi).
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.


Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien.
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.
2) Lakukan latihan gerak secara pasif.
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.
4) Jaga kelembaban kulit.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka bekas operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC/sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang
dengan kriteria hasil :
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung.
2) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
3) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan.
4) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
5) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi.
6) Diskusikan pengalaman/harapan kelahiran anak pada masa lalu.
7) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif.
Jakarta : EGC

Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A. (2002). Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River

Muchtar. (2005). Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

NANDA. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika

Nurjannah Intansari. (2010). Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN SECTIO CAESAREA EX
CHEPALO PELVIK DISPROPORTION DI RUANG IBS RS TUGUREJO
SEMARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A

DENGAN SECTIO CAESAREA EX CHEPALO PELVIK DISPROPORTION

DI RUANG IBS RS TUGUREJO SEMARANG

Disusun oleh:

1. Asrey Fatmalasari Putri (10.5.006)

2. Evi Armadani (10.5.024)


3. Evi Puji Astuti (10. 5.026)

4. Nizar Arfani (10.5.060)

5. Riski Tri Ardian (10.5.064)

AKADEMI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA

SEMARANG

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufiq serta
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok Keperawatan Medikal
Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio Caesarea ex Chepalo Pelvik
Disproportion Di Ruang IBS RS Tugurejo Semarang”. Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok
dan syarat untuk memenuhi nilai dari praktek lapangan KMB II yang dilaksanakan sejak tanggal 9 januari
2012 sampai 18 februari 2012, pada akhir semester III.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara material maupun moril, selama penulis melaksanakan praktik Keperawatan
Medikal Bedah II sampai selesainya pembuatan laporan ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Rahayu Winarti, S.Kep selaku direktur Akademi Keperawatan STIKES Widya Husada Semarang

2. Ns. Dyah Restuning P, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik STIKES Widya Husada Semarang

3. Ibu Komaryatun selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD Tugurejo Semarang

4. Bapak Aris selaku Kepala Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Tugurejo Semarang

5. Ibu Eka selaku pembimbing PKL di Instalasi Bedah Sentral RSUD Tuggurejo Semarang

6. Seluruh staf RSUD Tugurejo Semarang yang telah membantu selama praktik Keperawatan Medikal
Bedah

7. Co Ass anestesi Unnisulla (Catra O. Chrisandi, Budi Istiawan, Prima Pribadi Agusta dan Henri Perwira
Negara) yang telah membantu dalam menjelaskan tentang obat-obat anestesi.

8. Kedua orang tua yang telah membantu doa dan materi sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan
baik

9. Teman-teman seangkatan yang telah ikut membantu selama kegiatan praktik Keperawatan Medikal
Bedah ini sampai selesai

10. Pasien dan keluarga yang telah membantu memberikan informasi

11. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya. Maka dari itu
kritik dan saran dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan laporan kami
selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Medikal Bedah II ini dapat memberi
pencerahan serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Semarang, Februari 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

I.2.Tujuan Pembuatan Makalah

BAB II KONSEP DASAR

2.I. Pengertian Sectio Caesarea

2.2. Etiologi

2.3. Patofisiologi
2.4. Pathway Keperawatan

2.5. Pemeriksaan Penunjang

2.6. Komplikasi

2.7. Pengkajian

2.8. Diagnosa Keperawatan

2.9. Fokus Intervensi, dan Rasional

2.10. Penatalaksanaan

BAB III TINJAUAN KASUS

3.I. Asuhan Keperawatan Pra Operatif di Kamar Bedah

3.2. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah

3.3. Asuhan Keerawatan Post Operatif di Kamar Bedah

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

4.1. Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir
angka operasi Caesar meningkat pesat. Operasi ini kadang-kadang terlalu sering dilakukan sehingga para
kritikus menyebutnya sebagai Panacea (obat mujarab) praktek kebidanan. Semakin modern alat
penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama antibiotik dan tingginya tuntutan terhadap
dokter, menunjang meningkatnya angka operasi Caesar di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia
angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih di atas angka
yang diusul oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan
Caesar nasional (Rahwan,2004). Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka kejadian SC pada
tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat menjadi 38 % pada tahun 2009. (Profil Dikes Propinsi, 2009).

Ada beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun Laporan
Kasus Keperawatan Medikal Bedah II dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny.
A dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di Ruang IBS RSUD Tugurejo Semarang”.

1.2.Tujuan
1. Tujuan umum

Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sectio caesarea
(Pre, Intra dan Post Operatif) di kamar bedah.

2. Tujuan khusus

a) Memahami definisi Sectio Caesarea.

b) Mengetahui Etiologi, Patofisiologi Sectio Caesarea.


c).Mengetahui Manifestasi klinik Sectio Caesarea.

d).Mengetahui penatalaksanaan dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sectio Caesarea.

BAB II

KONSEP DASAR

2.1. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dalam
operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot,
otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu
kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga jahitannya berlapis-lapis.

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Sarwono, 2005, hal. 133).

Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen
dan uterus (Liu, 2007, hal. 227)

Jenis-jenis operasi sectio caesarea :

1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)

a. Sectio caesarea Transperitonealis

 SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

 SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

- Penjahitan luka lebih mudah

- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum

- Pendarahan tidak begitu banyak

- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :

- Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uteri pecah dan
mengakibatkan banyak pendarahan

- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian tidak membuka
cavum abdominal.

2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :

a. Sayatan memanjang (Longitudinal)

b. Sayatan Melintang (Transversal)

c. Sayatan huru T (T insicion)


Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :

a. Sayatan Melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir
selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntungannya
adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di
kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi
sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)

b. Sayatan Memanjang (SC klasik)

Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar
untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap
komplikasi (Dewi Y. 2007. Hal 4)

2.2. Etiologi

1. Indikasi section caesarea

Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)

a. Riwayat sectio caesarea

Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena
dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi
sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan
mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami
ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan
persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin,
american collage of obstetrician and ginecologistc (1999)

b. Distosia persalinan

Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan,
persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir,
kelainan persalinan terdiri dari :

1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong)


Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya upaya
utot volunter selama persalinan kala dua.

2) Panggul sempit

3) Kelainan presentasi, posisi janin

4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin

c. Gawat janin

Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu sectio
caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat
untuk sectio caesarea.

d. Letak sungsang

Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan
terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.

2.3. Patofisiologi

Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion
adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga
sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri
maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion,
persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan
indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan
cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila
terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

2.4. Pathways Keperawatan

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Smeltzer 2001 :
339) :
1. Darah rutin (mis Hb)

2. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa

3. Pelvimetri : menentukan CPD

4. USG abdomen

5. Gula darah sewaktu

2.6. Komplikasi

Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi setiap
prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ; 341)

a. Perdarahan

Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi
rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.

b. Sepsis sesudah pembedahan

Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama persalinan
atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan untuk mengurangi
sepsis.

c. Cedera pada sekeliling stuktur

Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam
ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang singkat dapat
terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding kandung kemih.
* Komplikasi Pada anak

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di
negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 1999).

2.7. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham, F Garry,
2005 : 614)

1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat

2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat

3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik biasanya disertai
anti emetik, misalnya prometazin 25 mg

4. Eriksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam

5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah
pembedahan

6. Ambulasi, satu hari setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan bantuan
orang lain

7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah
pembedahan

8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan
perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia

9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin spekrum luas
setelahjanin lahir

2.8. Pengkajian Fokus

Pengkajian keperawatan Pra bedah di ruangan :

a. Data Subyektif

1. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.


a) Pengertian tentang bedah yang dianjurkan

 Tempat

 Bentuk operasi yang harus dilakukan

 Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.

 Kegiatan rutin sebelum operasi.


 Kegiatan rutin sesudah operasi.

 Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.

b) Pengalaman Bedah Terdahulu

 Bentuk, sifat, rontgen

 Jangka waktu

2. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah

a. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.


b. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
c. Agama dan artinya bagi pasien.
d. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
e. Keluarga dan sahabat dekat

- Dapat dijangkau (jarak)


- Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.

3. Status Fisiologis

a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi


pascabedah.
b. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
c. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
d. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
e. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu
(penggantian sendi, fusi spinal).
f. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
g. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri
setelah operasi.

b. Data Obyektif

1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan
berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan
diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler
atau tubuh.
11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk,
koordinasi waktu berjalan.

Pengkajian pra bedah di kamar bedah :


a. Pengkajian Psikososial

- Perasaan takut/cemas

- Keadaan emosional pasien

b. Pengkajian Fisik

- TTV

- Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan

- Sistem kardiovaskuler

 Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?

 Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?

 Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.

 Kebiasaan merokok, minum alcohol

 Oedema

 Irama dan frekuensi jantung.

 Pucat

- Sistem pernafasan

 Apakah pasien bernafas teratur ?

 Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.

- Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?

- Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?

- Sistem saraf : kesadaran

- Validasi persiapan fisik pasien


 Apakah pasien puasa ?

 Lavement ?

 Kapter ?

 Perhiasan ?

 Make up ?

 Scheren / cukur bulu pubis ?

 Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?

 Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

Pengkajian intra bedah di kamar bedah :

Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah
yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Pengkajian mental

Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut
menghadapi prosedur tersebut.

b. Pengkajian fisik

- Tanda-tanda vital

(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan
ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).

- Transfusi

(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan
observasi jalannya aliran transfusi).

- Infus

(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan
observasi jalannya aliran infuse).

- Pengeluaran urin

Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.


2.9. Diagnosa Keperawatan

A. Diagnosa Umum (Doengoes, 2000)


a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.

c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.

d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik)
dan imobil terlalu lama.

e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)

B. Diagnosa Tambahan (Doengoes, 2000)

 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

 Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.

 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.

 Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.

 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.

 Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi

2.10. Fokus Intervensi dan Rasional

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien

Tujuan : pola nafas klien normal

Intervensi :

- Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali oksigen)

- Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)

- Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler (posisi nyaman, membantu pola nafas efektif)
- Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)

b. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)


Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
1) Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan
elektrolit yang seimbang)

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh) (Nanda Nic Noc,
2005)

Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah leukosit dalam batas
normal

Intervensi :

- Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas/tidak, merah atau hitam

(mengetahui seberapa besar resiko infeksi)

- Inspeksi lebar luka/insisi bedah

- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anestesi

Tujuan : mengatasi masalah gangguan pertukaran gas

Intervensi :

- Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha tingkatan hipoksia
- Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing, ekspirasi memanjang dan
observasi kesimetrisan gerakan dada
- Kaji adanya sianosis
- Auskultasi irama dan bunyi jantung
- Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
- Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
- Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
- Monitor keseimbangan intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)

e. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks

Intervensi :

- Kaji tingkat, skala nyeri

- Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)

- Ajarkan teknik relaksasi (mengurangi nyeri)

- Beri kompres dingin (mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)

- Kolaborasi pemberian obat analgetik (mengurangi nyeri)

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN SECTIO CAESAREA

EX CPD DI IBS RS TUGUREJO SEMARANG

I. Asuhan Keperawatan Pre Operatif di Kamar Bedah


Timbang terima pasien dengan petugas pengantar pasien :
Pada tanggal 31 januari 2012, pukul 9.20 di IBS RS Tugurejo Semarang

1. Biodata Pasien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 32 tahun
c. No. CM : 27. 63. 07
d. Bangsal : Boegenvil
e. Dx. Medis : CPD
f. Tindakan Operasi : SC
g. Jenis Anestesi : Spinal Anestesi
h. Kamar Operasi/Tgl : OK 1/31 januari 2012
i. Ceck list Pre Operatif tentang :
 Gelang identitas : Ada
 Informent Consent : Ada
 Pasien Puasa : 6 – 8 jam
 Premedikasi : Ondansentron 4mg/2ml (mengurangi mual)
 Mandi keramas, Oral hygiene, kuku bersih
 Acsesoris (gelang, kalung, gigi palsu, soft lens) : Tidak ada
 Make-up (lipstik, kitek kuku, eye shadow) :Tidak ada
 Penyakit kronis menahun : Tidak ada
 Catatan Alergi thd : tidak ada

2. Definisi dan Pathways

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Sarwono, 2005, hal. 133).

Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan
uterus (Liu, 2007, hal. 227).

Pathway : Lampiran

3. Pengkajian
a. Status Fisiologis : Baik Tingkat Kesadaran : Composmentis
b. Status Psikososial :
Subyektif :

 Pasien / keluarga sering bertanya tentang operasi (lamanya operasi, dokternya siapa)
 Pasien mengatakan takut menghadapi operasi
Obyektif :

 Pasien kelihatan tegang


 Kulit teraba dingin
 Tremor atau gemetar
 TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36’ C
Data lain :

 Hasil USG dan pelvimetri = CPD (pinggul sempit)


 Hb : 15.5 g/dl
 Gol darah : O
 Gula darah sewaktu : 92

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A

No CM : 27.63.07

Usia :32 thn

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx. Keperawatan TT
Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1. Takut, Cemas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat - Untuk mengetahui


kurangnya tindakan keperawatan kecemasan Ps. tingkat kecemasan dan
pengetahuan, selama 1 x 10 menit (berat, sedang, tepat cara
diharapkan takut,cemas ringan)
ancaman ps. Berkurang atau hilang memberikan asuhan
kegagalan operasi dengan KH : keperawatan
2. Kaji TTV
DS : - Ps. Terlihat rileks - Untuk mengetahui
seberapa tingkat
- Ps. Mengatakan - Ps. Mengungkapkan
kecemasan ps.
takut menghadapi cemas berkurang/hilang
operasi 3. Beri dukungan - membantu
- TTV dalam batas normal
emosional mengurangi
- Ps/keluarga
TD : < 140/90 mmHg kecemasan
sering bertanya
tentang operasi N : 60-90 x/mnt - Membantu
4. Ajarkan teknik
mengurangi
DO : S : 36’-37’ C
relaksasi (tarik nafas
kecemasan
- Ps. Kelihatan RR : 16-24 x/mnt dalam, imajinasi dll)
- Agar ps. Mengetahui
tegang
5. Beri pengetahuan
tentang jalannya
- Kulit teraba dingin tentang jalannya
operasi dan
operasi sectio
kecemasan pasien
- Tremor atau
berkurang
gemetar

- TD : 123/89
mmHg

- N : 92 x/mnt

- RR : 22 x/mnt

- S : 36’ C

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A

No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn

No
Tanggal/ jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx

1 31 jan 2012 - Mengkaji tingkat kecemasan S : - ps. Mengatakan cemas

ps., Memberi ps. Dukungan menghadapi operasi berkurang


09.20
emosional, Mengajarkan ps.
- Ps. Kooperatif
Teknik relaksasi (tarik nafas
dalam), Memberi pengetahuan - Ps. Bertanya tentang lama nya

ke ps. Tentang jalannya operasi operasi, dokternya siapa

sectio O : - Ps. Terlihat aktif bertanya

- Ps. Terlihat melakukan teknik


relaksasi nfas dalam

- Ps. Tidak terlihat tremor

- Kulit masih teraba dingin

- TD : 123/89 mmHg

- N : 92 x/mnt

- S : 36’ C

- RR : 22 x/mnt

EVALUASI

Nama : Ny. A

No CM : 27.63.07

Usia : 32 thn

No Tanggal/jam Evaluasi (SOAP) TT

1 31 jan 2012 S : - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi berkurang

09.30 - Ps. Kooperatif


- Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa

O : - Ps. Terlihat aktif bertanya

- Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam

- Ps. Tidak terlihat tremor

- Kulit masih teraba dingin

- TD : 123/89 mmHg

- N : 92 x/mnt

- S : 36’ C

- RR : 22 x/mnt

A :Masalah cemas, takut belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi Beri dukungan emosional, kaji TTV

II. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah

A. Pengkajian
1. Subyektif : -
2. Obyektif
Pasien sadar dengan spinal anestesi :

 Tidak ada batuk


 Posisi pasien : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
 TD : 115/57 mmHg
 RR : 24 x/menit
 Nadi : 81 x/menit, S: 36’ C
 Lebar luka : 15 cm, Horizontal
 Lama Pembedahan : 15 menit
 Jumlah pendarahan : 500 cc
Data lain : pasien terlihat menangis, gemetar, menggigit bibir.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A

No CM : 27.63.07

Usia : 32 thn

Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN


No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1. Resiko gangguan Setelah dilakukan - Kaji pola nafas ps. - Untuk mengetahui
pola nafas tindakan keperawatan (dalam, dangkal) suplai oksigen sesuai
b/d posisi klien selama 1 x 15 menit kebutuhan
diharapkan resiko
DS :- - Untuk mengetahui
gangguan pola nafas - Monitor TTV
adanya tanda-tanda
DO : dapat dihindari dengan
kegawatan
KH :
- Tidak ada
- Agar obat anestesi
batuk - Pola nafas pasien
tidak mengalir ke otak,
normal (16-24 x/mnt) - Beri ps. Posisi kaki lebih
- posisi ps. jantung, paru-paru
Supinasi, kaki rendah dari kepala
- TTV dalam batas
- Memenuhi
lebih rendah normal
kebutuhan ps. akan O2
dari kepala
TD : < 140/90 mmHg - Beri terapi O2
- TD :115/57
S : 36’ – 37,5’ C
mmHg
N : 60-90 x/mnt
- N : 81 x/mnt
RR : 16-24 x/mnt
- S : 36’ C

- RR : 24 x/mnt
2. Resiko defisit Setelah dilakukan - Observasi pendarahan - Untuk mengetahui
volume cairan tindakan keperawatan banyak cairan yang
tubuh b/d selama 1 x 15 menit keluar dan memberi
Pendarahan diharapkan intake dan cairan masuk
output cairan sesuai/seimbang
DS :-
seimbang dengan KH : dengan cairan yang
DO : keluar
- Output (500cc) =
- Lebar luka 15 Intake > 500cc - Agar tidak terjadi
cm, horizontal defisit volume cairan
- TTV dalam batas
- Jumlah darah : normal TD : 90-140 - Untuk mengetahui
500 cc mmHg, S : 36-37’ C - Monitor intake dan tanda kegawatan
Output
N : 60-90 x/mnt - Menyeimbangkan
- Monitor TTV cairan/darah yang
RR : 16-24 x/mnt
keluar dengan cairan
infuse RL dan NaCl
- Kolaborasi pemberian
cairan elektrolit (RL,
NaCl)

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, letak - Mengetahui


b/d pertahanan tindakan keperawatan luka besar/kecilnya resiko
primer tidak selama 1 x 15 menit infeksi
adekuat (kulit diharapkan resiko
- Mencegah infeksi di
tak utuh, trauma infeksi dapat dicegah - Lakukan tindakan steril
daerah sekitar sayatan
jaringan, insisi dengan KH : (desinfektan, memakai
bedah) - Tidak ada tanda- alat, baju steril)
tanda infeksi (rubor,
DS : -
dolor, colour, kalor,
DO : terdapat fungiolesa)
luka bedah lebar
15 cm,
horizontal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A

No CM : 27.63.07

Usia : 32 thn

No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx

1, 2, 31 jan 2012 - Mengkaji Pola nafas klien S:-


3
09.30 O : - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt,
- Memberi posisi supinasi (kaki
S : 36’ C, N ; 81 x/mnt
lebih rendah dari kepala)
- ps. terlihat terbaring dengan posisi
- Memberi obat anestesi supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
09.32 (antara lumbal 3 dan 4) - terpasang O2 dengan nassal kanul 3
lt/mnt
- Memasang manset tensimeter
- jumlah pendarahan ; 500cc
di ekstremitas atas (sinistra)
- terpasang infus NaCl 500cc
09.34
- Memasang alat pemantau HR
- terpasang inf. RL (guyur 200cc)
dan saturasi O2 di ekstremitas
- Oxytocin 1 A (drip)
atas (dekstra)
- Bledstop 1 A (Bolus)
- Memasang nassal kanul O2
- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc
3lt/mnt (IV)

- Dokter, perawat mencuci - Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

tangan - Tramadol 3 x 100 mg ( IV)

- Lebar luka 15 cm,horizontal (dijahit)


- Dokter, perawat mengenakan

pakaian operasi steril

09.36
- Melakukan desinfektan di

daerah abdomen (yang akan

dioperasi dengan iodyne)

09.40 - Menyiram daerah desinfektan

(yang telah diberi iodyne )

dengan NaCl

- Memasang duk streril

(mengelilingi) abdomen yang

akan di sayat

- Menyayat abdomen sampai 7

lapisan (lebar luka 15 cm,

horizontal)

- Mengeluarkan bayi

- Mensuction darah yang

sebelumnya diguyur NaCl 500

cc

- Memberi cairan elektrolit NaCl

(guyur)

- Mengobservasi pendarahan

- Memantau TTV
09.47

- Memberi cairan elektrolit RL

(guyur 200cc) dan obat sesuai

kolaborasi :
*Oxytocin 1 A (drip)

*Bledstop 1 A(bolus)

*Efedrin 1 A (10 mg) +

Aquabides 4 cc (IV)

*Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

*Tramadol 3 x 100 mg (IV)

- penutupan luka dengan dijahit

- Menutup jahitan luka dengan

kassa steril sebelumnya diberi

iodyne

09.52

EVALUASI

Nama : Ny. A Usia : 32 thn


No CM : 67.23.07

No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT

1. 31 jan 2012 S:-

09.55 O :- - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36’ C, N ; 81 x/mnt

- ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah


dari kepala

- terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt

A : Masalah resiko gangguan pola nafas teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi Beri terapi O2, Monitor TTV, dan posisi


supinasi kaki lebih rendah dari kepala

2. 09.55 S:-

O : - jumlah pendarahan ; 500cc

- terpasang infus NaCl 500cc

- terpasang inf. RL (guyur 200cc)

- Oxytocin 1 A (drip)

- Bledstop 1 A (Bolus)

- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)

- Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

- Tramadol 3 x 100 mg ( IV)

A : Masalah resiko defisit volume cairan teratasi

P : Lanjutkan intervensi Monitor intake dan output, dan


kolaborasi pemberian cairan elektrolit

3. 09.55 S:-

O : - Lebar luka 15 cm, horizontal (dijahit)


A : Masalah resiko infeksi teratasi

P : Lanjutkan intervensi lakukan tindakan steril (desinfektan


dalam mengganti balut)

III. Asuhan Keperawatan Post Operatif di Kamar Bedah


A. Pengkajian
1. Subyektif : Ny. A mengatakan lega operasi sectio telah selesai
2. Obyektif
 TD : 121/68 mmHg
 RR : 22 x/menit, N : 76 x/menit, S : 36’ C
 Lebar luka : 15 cm, horizontal
 Lama operasi : 15 menit
 Jumlah pendarahan : 500 cc
 Posisi ps. : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
3. Standar score
BROMAGE SCORE

No KRITERIA Score Score

1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0

Tidak dapat menekukan lutut tetapi dapat


2 1
mengangkat kaki

Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih


3 2
dapat menekuk lutut

4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3

Keterangan : Jika score <2 maka ps. dapat dipindahkan ke ruangan


Kesimpulan : Ny. A tidak dapat menekkukan kedua lututnya, tetapi mampu mengangkat kaki
keduanya jadi score nya 1 dan bisa di bawa ke ruangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A Usia : 32 thn

No CM : 27.63.07

Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN


No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1. Resiko injury b/d Setelah dilakukan - Anjurkan ps. untuk - Memperlancar


efek anestesi, tindakan keperawatan menggerak-gerakkan peredaran darah,
immobilisasi, selama 1 x 10 menit ekstremitas bawah mempercepat
Kelemahan fisik diharapkan resiko injury mobilisasi
dapat dihindari dengan
DS : - - mencegah resiko
KH : - memasang
cidera (jatuh dari
DO :- ps. dengan penghalang samping
- Fisik kembali normal bed)
posisi supinasi, bed
kaki lebih - Ekstremitas bawah
rendah dari dapat mobilisasi
kepala kembali ( dengan score
< 2)
- ps. terlihat
terbaring
dengan spinal
anestesi (ps.
sadar,
ekstremitas
bawah tidak bisa
bergerak)

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A Usia : 32 thn

No CM : 27.63.07
No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx

1, 2 31 jan 2012 Di Recovery Room dilakukan S:


tindakan sebagai berikut :
10.00 O : -- TD :121/68 mmHg, RR :22
- Memonitoring TTV x/mnt, S : 36’ C, N ; 76 x/mnt

- Memasang nassal kanul O2 2 - ps. terlihat terbaring dengan


lt/mnt posisi supinasi, kaki lebih rendah
dari kepala
- Memberi ps. posisi kaki lebih
rendah dari kepala (supinasi) - terpasang O2 dengan nassal
kanul 2 lt/mnt
- Memasang pengaman samping
bed - terlihat ps. terbaring di bed
dengan penghalang di samping
- Menganjurkan ps. untuk
kanan kiri
mengangkat kaki/menekkukan
lutut - ps. terlihat mencoba
mengangkat kaki, dan bisa
- Mengkaji gerakan ekstremitas
mengangkat kaki setelah ± 3
dengan Bromage Score
menit menggerak-gerakan
ekstremitas bawah, namun
belum dapat menekkukan lutut
(score 1)

EVALUASI

Nama : Ny. A Usia : 32 thn

No CM : 27.63.07

No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT

3. 10.10 S : Ps. kooperatif

O : ps. terlihat mencoba mengangkat kaki, dan bisa mengangkat


kaki setelah ± 3 menit menggerak-gerakan ekstremitas bawah,
namun belum dapat menekkukan lutut (score 1)
A : Masalah resiko injury teratasi (ps. dipindahkan ke ruangan)

P : Lanjutkan intervensi (operkan kepada perawat ruangan) :


untuk menggerak-gerakkan kaki, memasang penghalang bed

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada ny. A dengan sectio caesarea (pre,intra,post) ex CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion/panggul sempit) di IBS RSUD Tugurejo Semarang.

Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan pendekatan
konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul pada asuhan
keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis akan membahas tentang diagnosa
yang muncul, yang tidak muncul, serta dukungan dan hambatan dalam melaksanakan tindakan
keperawatan pada ny. A selama 35 menit.

a. Diagnosa yang muncul


1. Cemas b/d situasi, ancaman pada konsep diri, kurangnya pengetahuan
Kecemasan penulis ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi karena tindakan
operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan hormon pemicu stress (Ibrahim,
2006). Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritasnya
adalah mengurangi kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi normal pasien terhadap ancaman
pembedahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor eksternalnya antara lain ancaman terhadap integritas
biologis dan ancaman terhadap konsep diri (Stuart and Sundeen, 1998).
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif yaitu pasien
sering bertanya tentang jalannnya operasi, dokter yang mengoperasi dan lamanya operasi. Dan data
obyektif yaitu pasien terlihat tremor atau bergetar, kulit teraba dingin, pasien terlihat tegang, TD : 123/89
mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36’ C.
Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan intervensi dan
implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji tingkat kecemasan
pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami memberi pasien dukungan emosional, mengajarkan pasien
teknik relaksasi nafas dalam dan memberi pengetahuan tentang jalannya operasi.
Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil masalah cemas
teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat tremor, pasien melakukan teknik relaksasi
dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas berkurang. Tetapi kami tetap melanjutkan
intervensi untuk tetap memberi dukungan emosional serta mengkaji tanda tanda vital pasien.
2. Resiko gangguan pola nafas b/d posisi klien.
Kami mengambil dan menjadikan diagnosa ini sebagai diagnosa pertama pada intra operatif di kamar
bedah karena, menurut abraham maslow, kebutuhan dasar utama yang harus di penuhi adalah pola
pernafasan. Gangguan pola nafas adalah keadaan vital yang bila tidak segera di tangani akan sangat
beresiko besar bagi pasien.

Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pasien di dapatkan data obyektif sebagai berikut yaitu
diketahui bahwa dilakukan spinal anestesi pada pasien, dimana yang teranestesi adalah daerah sekitar
abdomen ke ekstremitas bawah. Posisi pasien disini sangat diperlukan sebab, bila posisi pasien tidak
dipertahankan yang terjadi adalah obat anestesi bisa naik ke atas daerah sekitar jantung, paru-paru dan
otak yang akan mengganggu pola nafas pasien. Bila pola nafas pasien terganggu maka pasien tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup sesuai kebutuhan, dan saraf-saraf juga tidak mendapat oksigen,
keadaan seperti ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem saraf atau stroke.

Untuk menangani resiko gangguan pola nafas maka implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji
pola napas klien, memberi klien posisi yang lebih tinggi dari kaki, memonitor TTV, dan memberi terapi
oksigen.
Dengan implementasi tersebut, hasilnya dapat diketahui masalah berhubungan dengan resiko
gangguan pola nafas pasien teratasi namun tetap melanjutkan intervensi untuk beri terapi oksigen, jaga
posisi pasien (kaki lebih rendah dari kepala), monitor TTV.

3. Resiko defisit volume cairan b/d pendarahan


Resiko defisit volume cairan penulis angkat sebagai diagnosa prioritas kedua karena selama proses
pembedahan pasien banyak mengeluarkan darah, keadaan itu akan mempengaruhi keseimbangan asam
basa dalam tubuh (stewart). Cairan elektrolit di dalam tubuh berfungsi sebagai proses metabolik dan
mempercepat proses penyembuhan.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan selama intra operasi yaitu pendarahan pasien sebanyak 500
cc, maka perlu dikolaborasikan untuk pemberian cairan elektrolit tambahan melalui IV (intra vena)
seperti cairan NaCl 0,9%, dan Ringer Laktat (RL).
Untuk mengurangi resiko defisit volume cairan intervensi dan implementasi yang kami lakukan
antara lain memonitor jumlah pendarahan, memonitor TTV, mengkolaborasi cairan elektrolit seperti
infuse NaCl 0,9 % (500cc), infuse ringer laktat (guyur 200cc), oxytocin 1 A (drip), Bledstop 1 A (Bolus)
untuk mengatasi pendarahan selama kelahiran, Efedrin 1 A (10 mg) + aquabides 4 cc (IV) sebagai
bronkodilator, Ketorolac 3 x 30 mg (IV) sebagai anti inflamasi.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko defisit volume cairan
dapat teratasi, dan perlu adanya intervensi lanjut yaitu monitor jumlah pendarahan, monitor TTV.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh,
trauma jaringan)
Dalam melakukan operasi, teknik steril sangat diperlukan untuk menghindari kemungkinan infeksi
pada pasien karena terdapat jaringan terbuka akibat insisi bedah.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka 15 cm, horizontal.
Untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan implementasi antara lain
mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi, menggunakan larutan desinfektan sebelum
melakukan insisi, menutup luka dengan jahitan agar kuman patogen dan non patogen tidak masuk
selama jaringan kulit terbuka, dan menutup jahitan dengan balut (kassa steril) yang sebelumnya di beri
larutan desinfektan (iodyne)
Dengan implementasi yang kami lakukan dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko infeksi
teratasi, tetap lanjutkan intervensi melakukan teknik steril (memberi desinfektan saat ganti balut).
5. Resiko cidera b/d efek anestesi, immobilisasi, dan kelemahan fisik
Sikap perawat dalam mendukung safety patient sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan
pasien yang dirawat. Asuhan keperawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kondisi memburuk dan
komplikasi melalui observasi.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain posisi pasien supinasi (kaki lebih
rendah dari kepala), pasien terlihat terbaring dengan spinal anestesi (pasien sadar, ekstremitas bawah
tidak bisa bergerak).

Untuk mengurangi resiko cidera pada pasien maka kami melakukan intervensi dan implementasi
antara lain memberi penghalang samping bed (kanan, kiri) pasien, menganjurkan pasien untuk
menggerak-gerakkan ekstremitas bawah.

Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko cidera teratasi pasien
dapat dipindah ke ruangan ditandai dengan pasien dapat mengangkat kaki tetapi belum dapat
menekkukan lutut dan dikaji dengan bromage score yaitu scorenya 1. Delegasikan keperawat ruangan
untuk tetap melanjutkan intervensi memberi penghalang bed samping.

b. Dx yang tidak muncul


1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi BAB
3. Resiko kurang perawatan diri
4. Gangguan pola tidur
5. Resiko retensi urine
6. Nausea
7. Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan
8. Kerusakan mobilitas
9. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Semua itu tidak kami angkat sebagai diagnosa prioritas karena dalam pengkajian data yang kami
lakukan tidak ada batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa tersebut. Diagnosa tambahan
tersebut akan muncul saat pasien berada di ruangan atau pasien dengan general anestesi. Dan pasien
yang kami kelola menggunakan spinal anestesi, jadi diagnosa yang kami prioritaskan adalah cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi
klien, resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pendarahan, resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh, trauma jaringan) dan resiko cidera
berhubungan dengan immobilisasi, efek anestesi.

c. Dukungan dan hambatan


Keberhasilan penulis dalam mencapai tujuan kepeperawatan tidak lepas dari faktor pendukung yang
ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 35 menit, diantaranya adalah :

1. Kepercayaan yang diberikan oleh perawat klinik kepada penyusun untuk melakukan perawatan pada
pasien selama 35 menit.
2. Kepercayaan pasien terhadap kemampuan perawat dan sikap kooperatif dari pasien selama tindakan
keperawatan.
3. Bimbingan oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan prosedur pelaksanaan
tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi penyusun
adalah :

1. Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penyusun tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan


pada pasien
2. Kurang teliti dalam melakukan pegkajian dan menganalisa data untuk memastikan intervensi yang sesuai
dengan kebutuhan pasien
3. Kurang mendalami dalam melakukan pengkjian terhadap pasien mengenai psikologis dan tingkat
pengetahuan pasien tentang operasi
4. Keterbatasan pengtahuan tentang cara pendokumentasian tindakan keperawatan yang benar dan tepat

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan
Sectio Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion di Ruang IBS RSUD Tugurejo Semarang” dapat
disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,
situasi dan kegagalan operasi, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi pasien, resiko
defisit cairan berhubungan dengan perdarahan, resiko infeksi berhubungan dengan lebar luka
pembedahan, resiko cidera berhubungan dengan tempat (bed), dan resiko injury berhubungan dengan
efek anestesi dan immobilisasi. Pada tahap ini penulis menarik kesimpulan :

 Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dalam penatalaksanaan pasien pre, intra, post operasi yaitu :

- Sebelum operasi dilakukan perawat harus melakukan pengkajian pre operatif awal, rencanakan metode
penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa mungkin melakukan wawancara
terhadap keluarga pasien dan pastikan kelengkapan pemeriksaan pre operatif dan tentukan asuhan
keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum operasi kasus yang banyak terjadi adalah pasien
mengalami kecemasan untuk itu sebagai perawat harus bisa memberi dukungan emosional kepada
pasien, dan mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim-tim bedah.

- Saat pelaksanaan operasi perawat harus memperhatikan status emosional pasien dan memenuhi
kebutuhan pasien akan suplai oksigen, volume cairan tubuh, dan kemungkinan infeksi. Perawat harus
bisa bertindak cepat, tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

- Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan sistem motorik
pasien. Maka dari itu pemantauan secara terus menerus diperlukan guna mengurangi resiko akan cidera
yang akan dialami pasien karena efek anestesi.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre, intra dan
post sectio caesarea di kamar bedah adalah :

1. Bagi Perawat

Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan
keperawatan penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan yang
dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di IBS perlu mengikuti sejumlah pelatihan-pelatihan IBS.

2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang bedah sangat diperlukan maka untuk
akademik bisa menambah jam-jam kuliah sperti kunjungan IBS sesering mungkin, agar mahasiswa dapat
menambah wawasan dan pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa terjun ke lapangan mahasiswa
sudah memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.

DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.

http//:www.SC/sectio-caesarea.html

http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-umilatifah-5199-3-babiip-f.pdf

http://kti-kebidanan.goodluckwith.us/tag/latar-belakang-operasi-sesar
http://aif27.blogdetik.com/2011/07/11/asuhan-kebidanan-pada-ny-%E2%80%98t%E2%80%99-
g2p10001-uk-39-minggu-janin-tunggal-hidup-intra-uteri-letak-kepala-dengan-riwayat-sectio-caesaria-
atas-indikasi-cpd-di-ruang-bersalin-rsia-muslimat-jomba/

http://bankjudul.wordpress.com/2011/03/22/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-kecemasan-
pada-pasien-pre-operasi-apendiktomi-di-bangsal-bedah-brsd-raa-soewondo-pati/

http://eprints.undip.ac.id/18349/1/M_Mukhlis_Rudi_P.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN PADA IBU DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA
Posted by : r heldayani Senin, 30 Juni 2014

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA

A. Konsep Dasar Sectio Caesaria


1. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Mochtar, 1998)

2. Indikasi
a. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia

5) Disproporsi janin panggul


6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat

3. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan
mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda.
Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan
terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
b) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan
membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang
akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka
kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau
dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan
vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau
karena atonia uteri
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga
pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

6. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat
lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan
berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi
efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam
lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi
uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung
jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian
I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan
pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 1999)

1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosit darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi

a. testlakmusmerahberubahmenjadibiru
b. amniosentetis
c. USG ( menentukanusiakehamilan , indekscairanamnionberkurang)
( AriefMonsjoer, dkk, 2001 : 313 )

2. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umurkehamilankurang 37 minggu.
4) Antibiotikprofilaksisdenganamoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5) Memberikantokolitikbilaadakontraksi uterus
danmemberikankortikosteroiduntukmematangkanfungsiparujanin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi
bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Medis
1) Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu,
infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
2) Induksiatauakselerasipersalinan.
3) Lakukan seksio caesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
4) Lakukanseksiohisterektomibilatanda-tandainfeksi uterus beratditemukan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang
rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum
tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan saat ini dan
keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, maksudnya apakah pasien pernah
mengalami penyakit yang sama (plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat
persalinan yang sama (plasenta previa).
e. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan kira-kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada
kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan)
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih, efek-efek
anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
9) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Nyeri akut b/d Luka bekas operasi pada abdomen
2) Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC
3) Kurangnya perawatan diri b/d penurunan kekuatan tubuh
3. Rencana Asuhan

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri akut Dalam 3 x 24  Kaji tingkat,skala,dan  Nyeri tidak selalu ada tetapi
b.d luka jam intensitas nyeri. bila ada harus dibandingkan
bekas Nyeri berkurang dengan gejala nyeri pasien
operasi pada dan terkontrol sebelumnya.
abdomen dengan Kriteria :
Skala nyeri 3
 Mungkin akan mengurangi
Klien tampak
rasa sakit dan meningkatkan
tenang dan
At Atur posisi yang nyaman sirkulasi.
rileks
dan menyenangkan.  Dapat Membantu pasien

Ciptakan lingkungan yang dalam memenuhi kebutuhan

nyaman dan tenang. istirahat yang adekuat.

 Mengurangi rasa nyeri yang


dialami oleh pasien.
Ajarkan tekhnik relaksasi

 Supaya perawat bisa


 Kaji tanda-tanda vital
mengetahui perkembangan
pasien
yang dialami oleh pasien dan
menentukan tindakan
selanjutnya.

 Kenyamanan dan kerjasama


pasien dalam pengobatan
 Kolaborasi dengan dokter prosedur dipermudah oleh
dalam pemberian pemberian analgetik.
Analgetik.

2 Gangguan Dalam 3 x 24 Kaji tingkat mobilitas dari Diharapkan dapat


mobilitas jam gangguan pasien mempermudah
fisik b/d mobilitas fisik pemberian tindakan
nyeri pada teratasi dengan pengobatan selanjutnya
abdomen kriteria hasil :
post op SC
Pasien sudah
 Diharapkan dapat
bisa melakukan Motivasi pasien untuk meningkatkan
aktifitas sendiri , melakukan mobilitas kenyamanan dan ambulasi.
pasien secara bertahap
mengatakan
sudah
 Dapatkan
bisa bergerak.  Pertahankan posisi tubuh meningkatkan posisi
yang tepat fungsional pada tubuh
pasien

 Memampukan
keluarga/orang
Berikan dukungan dan ba
terdekat untuk aktifitas
ntuan keluarga/orang
dalam perawatan pasien
terdekat pada
latihan gerak pasien.  perasaan senang

dan nyaman pada pasien

3 Kurangnya Setelah  Kaji tingkat kemampuan Untuk mengetahui


perawatan dilakukan ASKEP diri dalam perawatan diri kemampuan klien dalam
diri b/d selama 3 x 24 personal hygiene
penurunan jam kurang
kekuatan perawatan diri  Motivasi klien untuk  Mengajarkan klien untuk
tubuh teratasi dengan melakukan aktivitas memenuhi secara mandiri
kriteria hasil : secara bertahap
pasien bisa
menjaga
personal  Libatkan keluarga dalam
 Keluarga adalah orang yang
hygiene pemenuhan kebutuhan
paling penting tepat untuk
nya,kekuatan klien
masalah ini dan membuat
tubuh pasien klien lebih di perhatikan
bisa kembali
normal
 Aliran lochea seharunya
tidak banyak
 Kaji karakter dan jumlah
aliran lochea  Dapat meningkatkan
kemampuan klien
 Ajarkan pasien latihan
bertahap
DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBPSP. Jakarta

Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM

Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of Aminic Fluid Volume.
Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-
SP
KONSEP DASAR PENYAKIT
”SECTIO CAESAREA”

A. Definisi

Sectio Caesarea adalan suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina. (Moctar. R, 1998).

B. Indikasi

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)


2. Panggul sempit
3. Disproporsi sevalo pelvic yaitu ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan pangul
4. Ruptur uteri
5. Partus lama
6. Partus tidak maju
7. Distosia sereviks
8. Preeklamsia, eklamsia dan hipertensi
9. Mal presentase janin :

a. Letak lintang
b. Letak bokong
c. Presentase dahi dan muka
d. Presentase rangkap
e. Gameli

C. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea

1. Sectio Caesarea Transperitonealisis

a. Sectio Caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
1) Kelebihan
a) Mengeluarkan janin lebih cepat
b) Tidak menimbulkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
2) Kekurangan
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominak karena tidak ada reperitonelisasi yang baik
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical
transversal) kira-kira 10 cm.
1) Kelebihan
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan lukan dengan reperitonealisis yang baik
c) Tupang tindih peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum.
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang / lebih kecil.
2) Kekurangan
a) Luka dapat menyebar ke bawah, kiri dan kanan
b) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi

2. Sectio Caesarea Ekstraperitonealisis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan


demikian tidak membuka kavum abdominal.

D. Komplikasi

1. Infeksi puerperal (nifas)


Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik

2. Perdarahan disebabkan adanya :

a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka


b. Atoni uteri
c. Perdarahan pada plasenta

3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonelisis
terlalu tinggi
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah,kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
(Effendy, 1995)

1. Pengkajian data dasar klien (Doengus, 1998)

Riwayat :
- Tinjau kembali catatan perinatal dan intra operasi : tinjau kembali indikasi untuk kelahiran sesarea.
- Catat jenis dari anestesia intra operatif dan obat-obat yang diberikan dalam intra operatif dan
dalam masa penyembuhan / pemulihan jangka pendek ; catat kehilangan darah selama menjalani
prosedur pembedahan.
- Respon klien dan keluarga terhadap pengalaman kelahiran dapat menggambarkan kekecewaan.
- Kondisi dari bayi yang baru lahir atau umur kehamilan pada kelahiran dapat perlu dirawat ke
bagian unit perawatan intensif neonatal (NICU).
- Keluhan gangguan kenyamanan disebabkan oleh trauma pembedahan atau setelah nyeri.

2. Pemeriksaan fisik :

1. Fundus akan benar-benar berkontraksi, akan tetap berada pada umbilicus selama kira-kira 7 hari
post partum dan selanjutnya akan infolusi satu jari per hari.
2. Lochia sedang dan bebas dari bekuan-bekuan yang banyak, aliran yang terakhir lebih lama melalui
kelahiran caecarea dari pada melalui kelahiran vagina.
3. Balutan / verban abdominal kurang sedikit noda / kotor atau tetap kering dan utuh.
4. Pemasangan kateter kemungkinan dipasang selam 24 jam dan akan menglirkan urine jernih dan
kekuning-kuningan.
5. Bunyi usus kemungkinan tidak ada, redub atau berbedah.
6. Kateter parenteral apabilah digunakan, sebaiknya infuse bebas dari tanda-tanda infeksi.
7. Mulut kemungkinan kering, menampilkan efek dari obat-obatan pre-operasi dan anastesi.
8. Abdomen lembut dan tidak tagang.
9. Larutan pencuci lock heparin kemungkinan digunakan sebagai pemberian antibiotik.

3. Pemerikasaan Diagnostik :

1. Pemeriksaan darah lengkap dan Hb, untuk mengkaji perubahan dari tingkat pre-operasi dan
menilai kehilangan darah selama pembedahan.
2. Darah vagina, dan kultur lochia dapat diambil.
3. Urinalisis dengan kultur dan sensitifitas kemungkinan diambil untuk memastikan infeksi saluran
perkemihan.

4. Prioritas keperawatan :

1. Kaji status fisik klien dan tingkat kenyamanan.


2. Mencegah komplikasi post operasi.
3. Memudahkan klien meningkatkan rasa tanggung jawab untuk merawat dirinya dan bayinya.
4. Tingkatkan respon emosional positif terhadap kelahiran dan untuk peran orang tua.

B. Diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan/kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status
kesehatan klien.
1. Diagnosa keperawatan : Perubahan dalam rasa nyaman, nyeri akut.
Tujuan umum : Gangguan kenyamanan dapat dicegah atau berkurang.

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji fisiologi dan lokasi1. Klien tidak dapat mengungkapkan
ketidaknyamanan. Catat tanda-tanda keluhan tentang nyeri dan
verbal dan non verbal. ketidaknyamanan ; walaupun nyeri otot
post operasi mungkin diharapkan, dapat
menampilkan perkembangan
komplikasi.
2. Menolong mengurangi nyeri,
dihubungkan dengan nyeri agar pasien
lebih memahami dan meningkatkan rasa
2. Berikan informasi tentang nyeri dan nyaman pasien.
bantu pasien melakukan teknik distraksi3. Nyeri dapat menimbulkan kurang
dan teknik relaksasi. istirahat dan peningkatan dalam tekanan
darah dan denyut nadi
3. Nilai tekanan darah dan denyut nadi,
catat perubahan tingkah laku. Bedakan
kurang istirahat yang berhubungan4. Relaksasi nyeri dan pengalihan dari
dengan shock dari yang berhubungan sensasi nyeri
dengan nyeri.
4. Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan
dan lakukan pengosokan punggung.
Anjurkan pasien melakukan teknik
relaksasi.

keperwatan : Resiko injuri berhubungan dengan lamanya kelahiran atau rangsangan oksitoksin berlebihan.
um : Komplikasi dicegah atau dikurangi ; tanda-tanda vital, dan pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal
Intervensi Rasionalisasi
1. Tinjau kembali riwayat prenatal dan 1. Adanya faktor-faktor resiko seperti
postnatal terhadap faktor-faktor yang kelelahan miometrial, ketegangan uterus
mendukung klien terhadap komplikasi. yang berlebihan, rangsangan oksitoksin
yang lama, anastesi umum, atau bawaan
tromboplebitis prerenal klien sangat
rentan terhadap komplikasi post opersi.
Sayatan klasik ke dalam uterus
dihubungkan dengan kehilangan darah
intra operasi yang banyak dari pada
sayatan ke dalam segmen uterus bagian
bawah.
2. Peningkatan takanan darah
dapat menandakan berkembangnya atau
berlanjutnya status
hipersesitive magnesium sulfate atau
pengobatan anti hipertensi, hipotensi dan
2. Monitor tekanan darah, nadi dan suhu. takikardi bisa mengambarkan dehidrasi
Catat kedinginan dan kelembaban kulit, dan hipovolemia.
kelemahan atau nadi kecil dan 3. Tingkatkan peristaltic untuk mengurangi
perubahan perilaku. ketidaknyamanan dari penumpukan gas
dimana selama 3 hari setelah kelahiran
sesarea.
4. Membantu mencegah ketidak nyamanan
3. Anjurkan pergerakan dini dan berhubungan dengan ketidaknyamanan
penghindaran pembentukan gas yang berlebihan.
makanan dan sayuran karbonat. 5. Tiap sakit kepala kemungkinan dangan
tusukan spinal dan kemungkinan
4. Palpasi kandung kemih, kemungkinan disebabkan oleh mengalirnya cairan
pengosongan berkala setelah serebrospinal.
pengangkutan kateter.
5. Nilai adanya intensitas sakit kapala 6. Meningkatkan kenyamanan dimana
selama perubahan dari posisi recumbent memperbaiki status spikologis dan
ke posisi berdiri selama 24 jam setelah menambah pergerakan.
anasthesi block subarachroid.
6. Beri analgetik setia 3-4 jam, tingkatkan
dari jadwal intramuskuler dan subkutan
ke jadwal oral.

keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anastesi.


mum : Frekuensi pernapasan dalam batas normal, bunyi paru normal dan vesikuler terdengar.

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji frekuensi nadi dan pernapasan 1. Tachicardy dan peningkatan napas dapat
menandakan hypoksia.
2. Pertahankan jalan udara klien dengan2. Mencegah obstuksi jalan napas.
miringkan kepala.
3. Lakukan auskultasi suara napas. 3. Kurangnya suara napas adalah indikasi
adanya obstruksi oleh mucus atau lidah
dan dapat dibenahi dengan mengubah
posisi ataupun pengisapan. Berkurangnya
suara pernapasan diperkirakan telah
terjadimya atelektasis.
4. Dilakukan untuk memastikan efektivitas
pernapasan sehingga upaya
4. Observasi frekwensi dan kedalaman memperbaikinya dapat segera dilakukan.
pernapasan. 5. Meningkatnya pernapasan, takikardi dan
bradikardi menunjukan kemungkinan
terjadinya hipoksia.
5. Pantau tanda-tanda vital setip 4 jam. 6. Elevasi kepala dan posiisi miring akan
mencegah terjadinya aspirasi muntah,
posisi yang benar akan mendorong
6. Letakan klien pada posisi yang sesuai ventilasi pada lobus paru menurunkan
tergantung pada kekuatan pernapasan. tekanan diafagma.
7. Ventilasi dalam yang aktif membuka
alveolus, mengeluarkan sekresi dari
sistim pernapasan.
8. Dilakukan untuk meningkatkan
7. Lakukan latihan gerak sesegera pengambilan oksigen pengeluaran gas
mungkin pada klien yang reaktif. tersebut.

8. Berikan tambahan oksigen sesuai


kebutuhan.

4. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan


ujuan umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas normal. Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan
pertama ; uterus tetap lembut dan tidak empuk dan lochia bebas dari bau.
Intervensi Rasional
1. Angkat balutan verban abdomen sesuai1. Memudahkan insisi untuk kering dan
indikasi meningkatkan penyembuhan setelah 24
jam pertama menjalani prosedur
pembedahan.
2. Insisi biasanya sudah cukup sembuh
2. Bantu sesuai keperluan dengan untuk pengangkatan benang pada 4-5 hari
mengangkat benang kulit setelah prosedur pembedahan.
3. Mandi sering diijinkan setelah hari ke-2
3. Anjurkan klien untuk mandi air hangat menjalani prosedur kelahiran caesarea
setiap hari. dapat meningkatkan kebersihan dan
dapat merangsang sirkulasi dan
penyembuhan luka
4. Mempertahankan kontraksi miometrial
oleh karena menurunya penyebaran
4. Berikan oxytoksin atau preparat
bakteri melalui dinding uterus,
ergometrium, beri infuse oksitoksin
membantu dalam pengeluaran bekuan
yang sering dianjurkan secara rutin
dan selaput.
untuk 4 jam setelah prosedur
5. Bekterimial lebih sering pada ibu yang
pembedahan.
mengalami ruptur membrane untuk 6 jam
5. Ambil darah vaginal dan kultur urine
atau lebih lama dari pada klien yang
bila infeksi dicurigai.
mempunyai membran tetap utuh sebelum
menjalani kelahiran caesarea,
pemasangan kateter tidak tetap,
mempredisposisi klien untuk
kemungkinan infeksi.
6. Menurunkan / mengurangi kemungkinan
endometritis post partum sebagaimana
halnya dengan komplikasi seperti abses
6. Berikan infus antibiotik profilaksis.
insisi atau trombophlebitis pelvis.

5. Diagnosa keperawatan : Perubahan eliminasi usus, konstipasi


uan umum : Bunyi usus ada, pola eliminasi normal ditetapkan kembali.
Intervensi Rasionalisasi
1. Auskultasi bunyi usus di empat kuadran 1. Biasanya bunyi usus tidak terdengar di
abdomen setiap 4 jam setelah kelahiran. hari pertama setelah prosedur
pembedahan, pusing/pingsan di hari ke
dua dan aktifitas di hari ke tiga.
2. Palpasi abdomen, catat ketegangan atau 2. Distensi atau ketidaknyamanan
ketidaknyamanan. menandakan pembentukan gas dan
penumpukan atau kemungkinan ileus
peralitik.
3. Catat pengeluaran flatus atau sendawa 3. Menandakan pergerakan rectum.
4. Pertahankan tingkat hidrasi dengan 4. Hidrasi membantu mencegah
cairan oral saat bunyi usus ada penyerapan yang berlebihan dari saluran
intestinal dan mencegah konstipasi.
5. Hindari pemberian minuman yang sangat 5. Semua penyumbang pembentukan gas.
panas atau dingin dan yang mengandung
karbohidrat kepada ibu.
6. Anjurkan latihan kaki dan peregangan 6. Pergerakan yang berkembang maju
abdomen, meningkatkan pergerakan dini. setelah 24 jam setelah kelahiran caesarea
meningkatkan peristaktik dalam
pengeluaran serta menghilangkan atau
mencegah nyeri gas.
7. Klien biasanya dapat menerima cairan
7. Berikan cairan oral ketika bunyi usus
oral dengan baik setelah prosedur
ada, tingkatkan dari cairan jernih ke
pembedahan jika pergerakan usus ada.
cairan lengkap.
8. Membentu mencegah atau memperkecil
pembentukan gas.
8. Berikan diet yang tetap protein untuk 24-
48 jam pertama setelah kelahiran
caesarea saat peristaltic.

keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan pasca
melahirkan caesarea.
an umum : Mengatasi kurang pengetahuan dan kurang informasi.
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji tingkat pengetahuan ibu dan keluaga1. Membantu ibu untuk menentukan
,dan identifikasi area kebutuhan belajar. rencana dalam memperoleh informasi.
Tentukan strategi yang cocok untuk
belajar .dokumentasikan aktifitas ibu dan
reaksi.
2. Kaji status fisik ibu, merencanakan2. Ketidaknyamanan berhubungan dengan
kelompok/individu mengikuti pemberian usus, kandung kemih atau insisi yang
obat-obatan atau klien berada dalam biasanya kurang berat setelah post
keadaan nyaman dan istirahat. operasi 3-6 hari, kemungkinan ibu
3. Kaji status spikologi dan respon terhadap berkonsentrasi lebih lengkap pada
kelahiran caesarea dan peran menjadi pembelajaran.
ibu. 3. Kecemasan berhubungan dangan
kemampuan ibu untuk merawat dirinya
4. Kaji kesiapan untuk belajar. sendiri dan anaknya.
4. Selama hari 2-3 post partum, lkien
biasanya menerima untuk belajar.
5. Berikan infirmasi yang berhubungan5. Memudahkan kemandirian, membantu
dangan perawatan diri sendiri. mencegah infeksi dan meningkatkan
penyembuhan.
6. Berikan infirmasi yang berhubungan6. Membantu ibu / keluarga dalam
dabgam perawatan bayi, anjurkan untuk pengawasan tugas yang baru.
mendemonstrasikan kembali.
7. Berikan pengajaran pulang mengenai
kemungkinan komplikasi 7. Dapat mengetahui perdarahan atau
gangguan dalam penyembuhan
memerlukan penilaian selanjutnya oleh
8. Berikan informasi yang berhubungan dokter.
dengan pemeriksaan tindak lanjut post8. Seringkali penilaian post partum bagi ibu
partum. dengan kelahiran seksio caesarea
dijadwalkan pada 1 minggu sampai
sesuai kebutuhan.

7. Diagnosa keperawatan : Kurangnya perawatan diri.


umum : Kebutuhan klien dan bayi terhadap kenyamanan dan kebersihan dasar terpenuhi.
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji beratnya dan lamannya1. Intensitas/kehebatan nyeri mempunyai
ketidaknyamanan. respon emosional dan tingka laku
sehingga kemungkinan ibu tidak mampu
mempokuskan pada aktifitas perawatan
diri sampai kebutuhan fisik terhadap
kenyamanan terpenuhi.
2. Pengalaman nyeri fisik kemungkinan
ditambah dengan keprihatinan emosional
2. Kaji status spikologis yang mempengaruhi keinginan dan
motivasi ibu untuk menerima
kemandirian.
3. Ibu yang menjalani anastesi spinal untuk
berbaring datar tanpa bantal untuk 6-8
jam setelah pemberian anastesi.
3. Kaji jenis anestesis, catat setiap instruksi4. Membantu mencegah komplikasi
atau protocol mengenai pengaturan. pembedahan seperti phlebitis atau
pneumonia yang dapat terjadi ketika
4. Ganti posisi klien setiap 1-2 jam, bantu tingkat ketidaknyamanan dapat
klien dalam latihan pernapasan, mempengaruhi penggantian posisi
pergerakan dan latihan kaki normal klien.
5. Meningkatkan harga diri, meningkatkan
perasaan aman dan nyaman.

5. Berikan bantuan seperlunya dengan6. Memungkinkan beberapa kemandirian


kebersihan (perawatan mulut, mandi, sekalipun ibu tergantung pada balutan
menggosok belakang, perawatan professional.
perineal). 7. Bantuan dalam babarapa interaksi
6. Tawarkan pilihan bila mungkin catat pertama atau hingga keteter intervena
pilihan minuman, penjadwalan mandi. diangkat, mencegah ibu dari gangguan
perasaan atau ketidaknyamanan.
7. Berikan kesempatan kepada ibu untuk8. Melalui hari ke 2-3 post partum ibu
berinteraksi dan memeluk bayinya. bergerak dari fase talking in ke fase
Bantu seperlunya. talking hold.

8. Monior kemajuan dalam peningkatan


tanggung jawab untuk merawat diri dan
bayi serta dalam motivasi psikologi.

C. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa


keperawatan.

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan/ intervensi sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat dengan menerapkan rencana tersebut dalam tindakan nyata.

E. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sisitimatis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. R.U DENGAN POST OPERASI
SECTIO CAESAREA HARI KE-3 DI IRINA D ATAS
RSU Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO

A. Pengkajian

Biodata identitas
1. Identitas pasien
Nama : Ny. R.U
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banjer Linkungan V
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Gorontalo/ Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan :-
No. Med. Reg : 111966
Tanggal MRS : 27-7-2007 Jam 10.30 WITA
Tanggal Operasi : 28-7-2013 Jam 14.00 WITA
Tanggal Pengkajian : 1-8-2013 Jam 08.00 WITA
sa medis : G1P0A0. 19 tahun, hamil 40-41 minggu janin intra uterin tunggal hidup. Letak kepala + gawat janin.
2. Identitas suami
Nama : Tn. R.B
Umur : 21 tahun
Pendidikan Terakhir : STM
Pekerjaan : Karyawan toko
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Gorontalo/ Indonesia
Alamat : Kelurahan Banjer Lingkungan V

B. Pengkajian
1. Keluhan utama.
Rasa nyeri pada daerah luka operasi
2. Riwayat keluhan utama.
Nyeri pada daerah luka operasi dibagian perut (region umbilicalis) dirasakan setelah dilakukan
operasi pada tanggal 28 -07 – 2013. Nyeri dirasakan pasien melakukan pergerakan atau mobilisasi,
nyeri meningkat saat pasien mengejan dan menurun saat pasien berbaring. Nyeri terlokalisasi pada
daerah luka operasi, tidak difus (tidak menyebar), dan berada pada skala 5 (sedang. Durasi nyeri
sekitar 1-2 menit, hilang timbul.
Riwayat kesehatan keluarga.
Di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit Hypertensi, jantung, paru-paru, ginjal, hati,
diabetes.
3. Riwayat reproduksi
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : Teratur
Lamanya haid : 3-4 sehari
Banyaknya : 3x ganti pembalut
4. Riwayat kehamilan
G1 P0 A0 19 thn, hamil 40-41 minggu
HPHT : 11-10-2012
HTP : 18-7-2013
ANC : 4x (di Puskesmas)
TT : 2x (di Puskesmas)
5. Status obstetrikus: P1 A0
6. Riwayat persalinan sekarang
Kala 1 : Sejak tanggal 27-07-2013 jam 10.30 pasien merasakan nyeri perut bagian bawah melingkar sampai
belakang, nyeri dirasakan hilang timbul, pengeluaran lendir bercampur darah lewat jalan lahir.
Dan tanggal 28/7/2013 jam 14.10 di putuskan untuk SC.
Kala 2 : Jam 10.25 bayi lahir section caesarea dengan letak kepala. Lahir bayi perempuan tanggal 28/7/2007
jam 14.25 WITA, BBL 2850 gr, PBL 47 cm, AS 6-7.
Kala 3 : Plasenta lahir lengkap dengan selaput, BPL 500 gr.
Kala 4 : Keadaan umum: baik, kontraksi uterus baik.
Perdarahan : 500 cc
Diuresis : 200 cc
Total : 700 cc
Mulai SC : 14.10 WITA tanggal 28/7/2013
Selesai : 15.35 WITA
Total : 26 jam
7. Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB.
8. Rencana KB
Pasien berencana untuk menggunakan KB suntik.
9. Riwayat Psikososial
Pasien merasa senang menerima bayi yang baru lahir walaupun harus melalui operasi section
caesarea dan bertanya-tanya bagaimana caranya menyusui bayi karena merasa canggung/kaku.
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga/masyarakat adalah baik, pasien aktif mengikuti
kegiatan masyarakat. Pasien tidak mengkhawatirkan pembayaran di rumah sakit karena pasien
terdaftar sebagai peserta Gakin.

C. 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Hendersen


1) Pola napas.
Sebelum sakit : Pasien tidak mengalami gangguan pernapasan
aat dikaji : Pasien tidak mengalami gangguan pernapasan frekwensi 20x/ mnt.
2) Pola makan/minum
ebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu: nasi, sayur, ikan dan buah dan minum air putih 7-8 gelas/
hari.
aat dikaji : Pasien makan makanan bubur yang diberikan dari rumah sakit, porsi dihabiskan dan minum air
putih.
3) Eliminasi
Sebelum sakit : BAB : frekwensi 1-2 kali sehari
BAK : frekwensi 5-6 kali sehari
Saat dikaji : BAB : frekwensi 1 kali sehari
BAK : frekwensi 4-5 kali sehari
4) Pergerakan
ebelum sakit : Pasien dapat melaksanakan aktivitas di rumah sendiri sebagai ibu rumah tangga misalnya
menyapu, memasak, dan lain-lain
aat dikaji : Aktivitas pasien terbatas oleh karena nyeri pada luka operasi, nyeri terasa ditusuk-tusuk apabila
pasien mengejan unutk BAB dan batuk, dan menghilang saat pasien berbaring. Aktivitas pasien di
bantu oleh perawat dan keluarga dengan skor sebagai berikut; mandi: 2, berpakaian/berdandan: 2,
mobilisasi di tempat tidur: 1, ambulasi: 2, dengan keterang untuk skor tersebut sebagau berikut:
0= mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan
alat, 4= tergantung atau tidak mampu.
5) Istirahat dan tidur
ebelum sakit : Pasien tidur siang : 15.00-16.00 WITA, tidur malam: 21.00-06.00 WITA
Saat dikaji : Pasien tidak mengalami kesulitan untuk tidur.

6) Memilih, menggunakan dan melepaskan pakaian


ebelum sakit : Pasien dapat memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian sendiri.
aat dikaji : Pasien dibantu oleh perawat dan keluarga dalam menggunakan dan melepaskan pakaian.
7) Kebersihan dan kesegaran tubuh
ebelum sakit : Pasien mandi 2 kali sehari, menggunakan sabun mandi, keramas 2-3 kali menggunakan shampoo,
sikat gigi 2 kali sehari memakai pasta gigi.
aat dikaji : Pasien dibersihkan di tempat tidur dengan cara diwaslap, menggunakan haduk kecil.
8) Mencegah dan menghindar bahaya
Sebelum sakit : Pasien bisa mencegah dan menghindari bahaya sendiri.
aat dikaji : Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien membatasi gerak dan aktivitasnya.

9) Beribadah sesuai kepercayaan


Sebelum sakit : Pasien rajin mengikuti majelis tahlim.
Saat dikaji : Pasien hanya dapat berdoa di tempat tidur
10) Mengerjakan dan melaksanakan sesuatu untuk memenuhi perasaan
Sebelum sakit : Pasien dapat mengerjakan pekerjaan di rumah.
aat dikaji : Pasien hanya terbaring di tempat tidur, tidak dapat bergerak dengan bebas.
11) Komunikasi
Dalam berkomunikasi baik dengan dokter, perawat dan keluarga, kooperatif serta mau
mengungkapkan perasaanya.
12) Suhu tubuh
Sebelum sakit : Pasien jarang mengalami peningkatan suhu tubuh.
Saat dikaji : Suhu tubuh pasien 36.5 C.
13) Berpartisipasi dalam hal rekreasi
ebelum sakit : Penggunaan waktu senggang dilakukan dengan cara menonton TV bersama keluarga.
Saat dikaji : Pasien tidak dapar berekreasi
14) Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada perkembangan kesehatan.
Saat dikaji : Pasien bertanya-tanya bagaiman cara meneteki bayi.

D. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : baik


2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda-tanda vital : TD 100/mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt, SB: 36,5 C
4. TB/BB : 144 cm/ 48 kg
Head to toe
Kepala : bentuk bulat, rambut hitam, penyebaran merata, tidak rontok, kulit kepala tampak bersih, ekspresi
wajah tampak menahan sakit.
Mata : bentuk simetris kiri dan kanan, konyuntiva tidak anemis, sklesa tidak ikterus.
Hidung : simetris kiri dan kanan tidak ada sekat, nasal soptum terletak di tengah.
Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik.
Mulut/gigi : bibir kering, gusi warna merah muda, gigi idak ada caries, tidak ada perdarahan.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.
Payudara : hyperpigmentasi areola mamae, puting susu menonjol ada pengeluaran ASI.
h. Abdoman
Inspeksi : luka post sectio caesarea panjang +/- 10 cm bentuk luka insisi linea medial inferior di jahit dengan
cat gut. Tanda-tanda REEDA
- Red : tidak ada kemerahan
- Edema : tidak ada pembengkakan
- Ekimosis : tidak ada kebiruan
- Drainase : tidak ada pengeluaran cairan/pus
- Approximaxion : luka jahitan rapat
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada daerah perut (region umbilicalis), dengan skala nyeri : 5 sedang yang
terurai sebagai berikut
Tangisan
Tidak menangis :0
Gerakan
Tidak melakukan gerakan yang negatif :0
Rangsangan emosi
Ringan :1
Postur tubuh
Meletakkan tangan di daerah luka :2
Mengeluh nyeri
Dapat melokalisasi daerah nyeri :2
TFU: pertengahan sympisis-pusat.
Auskultasi : peristaltik usus normal
Perkusi : –
i. Genetalia
Lochia : tampak warna kuning bercampur sedikit darah dan lendir (sanguinolenta)
Kebersihan : baik
Anus : tidak ada hemoroid
j. Ekramitas
Atas : dapat digerakkan tidak ada masalah
Bawah : kaki simetris kiri dan kanan, tidak ada odema, tidak ada varices

E. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium tanggal 28/7/2013


Jenis Hasil Nilai ujian
HB 11.7 gr % 12-16 gr %
Leukosit 8400/mm3 4000-10000/mm3
Trombosit 156 10/L 150-450 10/L
b. Pemeriksaan USG tanggal 28/7/2013
Kesan janin intra uterin tunggal hidup letak kepala aterm

F. Theraphy tanggal 28/7/2013


Cefadoxil 3x1
Metronidasol tab 3x1
Sf 1x1
Diet TKTP
Rawat luka

G. Pegelompokan data

1) Data subjektif
- Ibu mengatakan nyeri pada luka operasi
- Ibu mengatakan tidak bisa bebas bergerak
- Ibu megatakan masih kaku/canggung dalam meneteki bayi

2) Data objektif
- Ekspresi wajah tampak menahan sakit
- Terdapat luka operasi sectio caesarea di abdomen +/- 10 cm ditutupi gaas
- Terdapat nyeri pada daerah abdomen (region umbilicalis) dengan skala nyeri : 5 sedang yang
terurai sebagai berikut:
Tangisan
Tidak menangis :0
Gerakan
Tidak melakukan gerakan yang negatif :0
Rangsangan emosi
Ringan :1
Postur tubuh
Meletakkan tangan di daerah luka :2
Mengeluh nyeri
Dapat melokalisasi daerah nyeri :2
- Aktivitas dibantu perawat dan keluarga dengan skor sebagai berikut; mandi: 2,
berpakaian/berdandan: 2, mobilisasi di tempat tidur: 1, ambulasi: 2, dengan keterang untuk skor
tersebut sebagau berikut: 0= mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu
bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung atau tidak mampu.
- Cara meneteki bayi yang salah bayi diletakkan di atas bantal dan badan ibu membungkuk untuk
meneteki
- TTV TD 100/70 mmHg, N: 80/mnt, R:20x/mnt, SB: 36,5 C.
H. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah

DS
1. : Ibu mengeluh nyeri pada Luka operasi Nyeri
luka 
DO : Terputusnya kontinuitas
- Ekspresi wajah tampak jaringan
menahan sakit 
- Terdapat luka post operasi Menstimuli saraf-saraf
hari ke-3 diabdomen, perifer, menghantar impuls
panjang luka + 10 cm ke otak bagian hipotalamus
ditutup gaas 
- Terdapat nyeri pada daerah Nyeri dipersepsikan
abdomen (region
umbilicalis) dengan skala
nyeri: 5 sedang yang terurai
sebagai berikut Tangisan;
Tidak menangis: 0,
Gerakan; Tidak melakukan
gerakan yang negatif: 0,
Rangsangan emosi; Ringan:
1, Postur tubuh; Meletakkan
tangan di daerah luka: 2,
Mengeluh nyeri; Dapat
melokalisasi daerah nyeri: 2
- TTV: TD100/70 mmhg, N:
80x/mnt, R: 20 x/mnt, SB
36.5
No. Data Etiologi Masalah

2. Keterbatasan aktifitas Tindakan pembedahan Keterbatasan


berhubungan dengan  aktivitas
adanya luka operasi Adanya luka operasi
DS : Ibu mengeluh/ mengatakan 
tidak bisa bergerak dengan Kelemahan fisik
bebas 
DO : Keterbatsan aktifitas
- Terdapat luka operasi
sepanjang + 10 cm ditutupi
dengan gaas
- Aktivitas dibantu perawat
dan keluarga dengan skor
sebagai berikut; mandi: 2,
berpakaian/berdandan: 2,
mobilisasi di tempat tidur:
1, ambulasi: 2, dengan
keterang untuk skor tersebut
sebagau berikut: 0=
mandiri, 1= dibantu
sebagian, 2= perlu bantuan
orang lain, 3= perlu bantuan
orang lain dan alat, 4=
tergantung atau tidak
mampu.
3. Kurangnya pengetahuan Peran baru sebagai ibu Kurang
berhubungan dengan  pengetahuan
kurangnya informasi Kurangnya informasi
tentang langkah-langkah/ tentang teknik/ langkah-
teknik pemberian ASI yang langkah pemberian ASI
benar yang ditandai dengan yang benar
: 
DS : Kurangnya pengetahuan
- Ibu mengatakan masih
kaku dalam meneteki bayi
DO :
No. Data Etiologi Masalah

- Badan ibu membungkuk,


bayi diletakkan di atas
bantal

I. Prioritas Masalah

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan


2. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan adanya luka operasi
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang teknik/langkah-langkah
pemberian ASI yang benar
ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan/
No. Intervensi Rasionalisasi Imp
Keperawatan Kriteria Hasil

1. Nyeri berhubungan Nyeri 1. Ajarkan teknik1. Dapat mengalihkan perhatianTgl. 1-8-20


dengan adanya luka berkurang/ pengalihan pasien terhadap nyeri sehingga Jam 09.00
operasi yang ditandai hilang setelah perhatian nyeri dapat ditoleransi 1. Menga
dengan : diberikan 2. Mengukur TTV 2. Dengan mengukur TTV dapat pengalih
DS : Pasien mengeluh nyeri tindakan mengetahui keadaan umum pasien yaitu m
pada luka keperawatan dan dapat menentukan tindakan panjang
DO : - Eksprei wajah selama 23. Rawat luka post yang tepat tahan
tampak menahan sakit hari dengan operasi hari III 3. Perawatan luka yang baik dapat kemudia
nyeri. kriteria hasil : mempercepat proses melalui
- Nyeri tekan pada– Pasien tidak penyembuhan sehingga nyeri lakukan
daerah luka operasi mengeluh dapat berangsur-angsur hilang. Jam 09.10
- Terdapat luka operasi, nyeri 2. Mengu
panjang + 10 cm– Luka tampak 100/70 m
tertutup gaas kering x/mnt, R
- TTV TD100/70– Ekspresi wajah 36,5C.
mmHg, N: 80 x/mnt, R: tampak tenang Jam 09.30
20 x/mnt, SB 36,5C – TTV dalam 3. Merawa
batas normal dengan
TD : 100/70 dengan
mmHg, N : 80 betadin d
x/m, R : 20 kering,
x/m, SB : kemerata
36,5C pembeng
jahitan ra
2. Keterbatasan aktivitas Kebutuhan 1. Bantu1. Dapat membantu dalamTgl 1-8 201
berhubungan dengan aktivitas pasien dalam memenuhi sebagian kebutuhan Jam 11.00
prosedur pengobatan terpenuhi melakukan dasar pasien dan meningkatkan 1. Mem
dan perawatan ditandai setelah di perawatan diri hubungan terapeutik antara mandi da
dengan: berikan seperti mandi, dan perawat dan pasien
DS : Ibu mengeluh tidak tindakan berpakaian. jam 11.20
dapat bergerak dengan selama 3 hari2. Anjurkan kepada2. Agar kebutuhan pasien terpenuhi2. Menga
bebas. dengan kriteria keluarga unutk serta dapat membantu dalam keluarga
DO : - Terdapat hasil: membantu pasien proses penyembuhan memban
luka operasi epanjang +– Pasien dapat dalam beraktivi
10 cm ditutupi gaas bergerak beraktivitas. hasil k
dengan bebas memban
Diagnosa Tujuan/
No. Intervensi Rasionalisasi Imp
Keperawatan Kriteria Hasil

- Aktivitas dibantu oleh– ADL dapat pasien m


perawat dan keluarga dilakukan sendiri/s
secara mandiri
3. Kurang pengetahuan Ibu dapat 1.Mengajarkan teknik1. Agar dapat menentukanTgl. 1-8-20
berhubungan dengan meneteki menyusui yang berhasilnya menyusui bayi. 1. Menga
kurangnya informasi bayinya benar (pendidikan langkah-
tentang langkah- dengan cara kesehatan) menyusu
langkah/ teknik yang benar dan
pemberian ASI yang dalam posisi
benar ditandai dengan : yang benar dan
DS : Ibu mengatakan masih tidak kaku
kaku dalam meneteki dengan kriteria
bayi hasil.
DO : BadanDS ibu: Ibu mengatakan
membungkuk, bayi sudah tahu cara
diletakkan di atas meneteki yang
bantal benar
DO :
- Meneteki
dengan posisi
duduk dengan
menggendong
bayi yang
benar
KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. O DENGAN POST SC
DI RUANG I RSUD KOTA TASIKMALAYA

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. O
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan : SMP
Alamat : Cigalontang, Tasikmalaya
No. Medrek : 09054461
Diagnosa medik : P2A0 Partus manerus dengan SC atau
gagal drip
Tanggal masuk RS : 09-10-2009
Tanggal pengkajian : 12-10-2009
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. W
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Cigalontang Tasikmalaya.

2. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada luka operasi SC (Sectio Caesarea).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi SC. Nyeri dirasakan seperti disayat benda tajam. Nyeri
bertambah bila bergerak dan berkurang bila beristirahat, nyeri dirasakan terus menerus hingga
mengganggu istirahat klien. Skala nyeri 3 pada sekala 0-5.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien P1A0, 2 tahun yang lalu saat kelahiran anak pertama juga dilakkan SC atas indikasi inertia uteri dan
gagal arip. Klien mengatakan bahwa selama hamil yang kedua ini jarang memeriksa kehamilannya (+ 2
bulan sekali), tetapi pada akhir-akhir kehamilan klien lebih sering memeriksakan kehamilannya ke bidan
dan kadang-kadang ke RS. Klien mendapat imunisasi TT dan tablet multivitamin. Pada tanggal 09-10-
2009 klien datang ke RSUD Tasikmalaya dengan keluhan mules-mules yang semakin sering dan
bertambah kuat, disertai keluar lendir dan sedikit darah dari jalan lahir. Bila saat itu keluaran cairan
banyak dari jalan lahir belum dirasakan ibu dan gerak anak masih dirasakan klien. Kemudian dilakukan
drip tapi gagal. Akhirnya dilakukan operasi SC. Bayi lahir pada hari Senin tanggal 1-10-2009 pukul 22.30
jenis kelamin perempuan. Panjang badan 42,5 cm, berat badan 2825 gr, Apgar 1’. 8, Apgar 5’. 8.
Klien mempunyai riwayat alergi terhadap alergen-alergen tertentu, klien tidak memiliki riwayat
hipertensi selama kehamilan tidak ada. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit berat.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang pernah mengalami operasi SC. Tidak ada riwayat
diabetik, TBC, jantung dan hipertensi di keluarga klien.

6. Pola aktivitas sehari-hari


No Jenis Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1 Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi
- Jenis

- Makanan yang disukai


- Makanan yang tidak disukai
- keluhan
b. minum
- jumlah
- jenis

- 2-3 x/hari
- Nasi, lauk pauk, sayur
- Buah-buahan

- Sayuran

- Tidak ada

- ± 7-8 gelas/hari
- Air putih, teh, susu

- Belum minum
- Masih puasa
2 Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi
- Konsistensi
- Keluhan

b. BAK
- Frekuensi
- Warna
- Keluhan
- 2 hari sekali
- Lancar, padat
- Kadang BAB keras/susah

- Sering 5-6 x/hari


- Kuning jernih
- Tidak ada

Belum BAB

Setelah 12 jam post operasi klien belum bisa BAK spontan (terpasang DC)
3 Aktivitas
Jenis aktivitas
Klien seorang SRT
Setelah 12 jam post operasi klien dilatih ambulasi, miring kanan dan kiri.
4 Istirahat tidur
a. Waktu tidur siang
b. Waktu tidur malam
c. Kebiasaan sebelum tidur
- ±7-8 jam
- ± 1-2 jam
- Tidak ada
- ± 5 jam
- --
5 Personal hygiene
a. Mandi

b. Gosok gigi

c. Mencuci rambut

d. Menggunting kuku
- 2x/hari menggunakan sabun mandi
- 2x/hari dan setiap selesai makan menggunakan pasta gigi
- 2-3 x/minggu, menggunakan shampo
- ± 1 minggu sekali
Belum mandi hanya diseka oleh keluarga

Belum gosok gigi

Belum keramasn

7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, kondisi klien terlihat masih lemah dan sulit untuk
bergerak.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,30C
Respirasi : 20 x/menit
Tinggi badan : 157 cm
BB sekarang : 60 kg
BB sebelum hamil : 49 kg
c. Kepala
Rambut dan kulit kepala bersih, distribusi rambut merata, warna rambut hitam dan tidak mudah
dicabut. Tidak teraba adanya benjolan, lesi dan luka.
d. Muka
Cloasma gravidarum tidak ada, tidak terdapat pitting edema pada dahi, mimik wajah tampak meringis
menahan nyeri.
e. Telinga
Letak simetris, tidak ada seruman, tidak ditemukan peradangan, fungsi pendengaran baik.
f. Mata
Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, fungsi pendengaran baik, pergerakan bola mata ke segala
arah normal, refleks pupil (+).
g. Hidung
Septum di tengah, tidak tampak sekret, passage udara lancar, tidak ada sinus dan polip, fungsi
penciuman baik.
h. Rongga mulut dan gigi
Mukosa mulut lembab, kebersihan baik, gigi lengkap dan tidak ada karies, luka atau lesi (-).
i. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar thyroid peningkatan JVF tidak ada, fungsi
menelan baik.
j. Dada
 Jantung
Bunyi jantung reguler S1 dan S1, tidak ada bunyi jantung tambahan atau mur-mur, irama reguler.
 Paru-paru
Bunyi napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), pergerakan dada simetris, pernafasan reguler, frekuensi
nafas 20 x/menit.
 Payudara
Bentuk payudara simetris, membesar, puting susu menonjol, areola kehitaman dan bersih, tidak
terdapat pembengkakan/ benjolan yang abnormal, produksi ASI belum ada.
k. Abdomen
Tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusar, kontraksi uterus kuat/ baik. Bising usus lemah. Pada abdomen
terdapat luka operasi SC tife trans peritonialis profunda (melintang). Luka jahitan ± sepanjang 15 cm.
kondisi luka post operasi belum diketahui karena masih ditutup verban (POD 1), terdapat strie, blast
tidak teraba.
l. Genetalia
Terdapat lochea rubra, warna merah, berbau amis, jumlah perdarahan ± 90 cc, terpasang kateter.
m. Ekstremitas
 Atas
Terpasang infus RL + 2 amp piton pada lengan kanan, jumlah tetesan 30 tts/menit. Klien mengeluh
terasa nyeri bila digerakan dan dimasukan obat, pergerakan baik.
 Bawah
Tidak terdapat varises dan oedema, homan’s sign (-), reflek patella (+).
n. Pemenuhan kebutuhan seksual
Klien mengatakan bahwa ia tidak akan melakukan hubungan seksual sebelum 40 hari post partum.
o. Pengkajian psikososial
Klien mengatakan merasa senang dengan kelahiran anak kedua, tetapi ia juga merasa khawatir karena
anaknya yang pertama masih kecil (usia 2 tahun). Klien mengatakan merasa takut untuk bergerak/
beraktivitas lukanya akan robek.
p. Pengetahuan tentang perawatan diri/ luka/ penyakit
Klien mengatakan belum mengetahui cara perawatan luka operasi di rumah, klien mengatakan merasa
takut bergerak.
8. Pemeriksaan penunjang
Hematologi tanggal 09-10-2009
HB : 11,3 gr/dl
Leukosit : 14.700/mm3
Trombosit : 343.000/mm3
Hematokrit : 34%
9. Therapi
Cefriaxone : 2x1 gr
Metronidazol : 3x500 mg
Vitamin C : 1x1 amp
Kaltropen supp: 3x1
Ranitidin : 2x1 amp

B. Analisa Data
No Data Kemungkinan Penyebab/ Patofisiologi Masalah keperawatan
1 DS:
- Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi SC
- Klien merasakan nyeri seperti disayat benda tajam
- Klien merasakan nyeri bertambah bila bergerak.
DO:
- Terdapat luka post op SC dengan jenis/tipe trans peritorealis profunda
- Skala nyeri 3
- Mimik muka/ ekspresi wajah meringis menahan nyeri.
Tindakan seksio caesarea

Terputusnya continuitas jaringan

Pengeluaran zat-zat vasoaktif (histamin, bradikinin, serotonin)

Merangsang reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf bebas

Nyeri dihantarkan ke dorsal spinal lord

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan

Gangguan rasa nyaman : nyeri Gangguan rasa nyaman nyeri
2 DS:
-
DO:
- Terdapat luka post op SC Tindakan sectio caesarea

Terputusnya continuitas jaringan

Adanya luka operasi merupakan part dientry mikroorganisme

Resiko tinggi terjadinya infeksi
Resiko tinggi terjadinya infeksi
3 DS:
- Klien mengatakan takut untuk bergerak.
- Klien mengatakan takut jika bergerak lukanya akan robek

DO:
- Klien tampak sulit bergerak
- Klien tampak pucat dan berbaring di tempat tidur
- Kondisi klien tampak lemah
- Aktivitas (ADL) dibantu penuh oleh perawat/ keluarga. Tindakan sectio caesarea

Adanya luka post operasi

Nyeri

Klien takut bergerak karena nyeri bertambah

Imobilisasi

Pengetahuan klien kurang

Keterbatasan aktivitas Keterbatasan aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terangsangnya mediator nyeri akibat terputusnya
continuitas jaringan, yang ditandai dengan:
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi SC
- Klien merasakan nyeri seperti disayat benda tajam
- Klien merasakan nyeri bertambah bila bergerak.
DO:
- Terdapat luka post op SC dengan jenis/tipe trans peritorealis profunda
- Skala nyeri 3
- Mimik muka/ ekspresi wajah meringis menahan nyeri.
2. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kurang pengetahuan iu/klien tentang imobilisasi post SC,
yang ditandai dengan:
DS:
- Klien mengatakan takut untuk bergerak.
- Klien mengatakan takut jika bergerak lukanya akan robek
DO:
- Klien tampak sulit bergerak
- Klien tampak pucat dan berbaring di tempat tidur
- Kondisi klien tampak lemah
- Aktivitas (ADL) dibantu penuh oleh perawat/ keluarga.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka post op SC, yang ditandai
dengan :
DS:
-
DO:
Terdapat luka post op SC

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi rasional
1234
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terangsangnya mediator nyeri akibat terputusnya
kontinuitas jaringan. Tujuan jangka panjang:
- Rasa nyaman klien terpenuhi
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam klien menunjukkan:
- Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang
- Ekspresi wajah rileks
- Skala nyeri 0-1
- Tanda-tanda vital dalam batas normal. 1.1 Atur posisi klien senyaman mungkin misalnya posisi supine.
1.2 Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi (menarik nafas dalam)
1.3 Lakukan distraksi nyeri

1.4 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang dan identifikasi hal-hal yang menimbulkan
kecemasan.
1.5 Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, nadi, respirasi serta catat perubahannya.
1.6 Kolaborasi pemberian analgesik jika rasa nyeri meningkat sesuai program pengobatan.
- Posisi supine mengurangi tekanan pada area operasi sehingga rasa nyeri berkurang.
- Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam membuat otot-otot rileks sehingga nyeri berkurang.
- Distraksi nyeri akan mengalihkan perhatian klien.
- Lingkungan yang nyaman dan tenang akan membuat klien rileks. Kecemasan dapat meningkatkan
persepsi nyeri.
- Rangsang nyeri dapat meningkatkan tanda-tanda vital

- Analgetik memblok pengeluaran gejala genesis akibat terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang mobilisasi post op
SC. Tujuan jangka panjang:
- Klien dapat beraktivitas seperti semula.
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam, klien dapat:
- Melakukan mobilisasi secara bertahap. 2.1 Berikan penjelasan pada klien tentang pentingnya
mobilisasi post SC
2.2 Bantu klien untuk mobilisasi secara bertahap.
- 8 jam pertama miring kanan-kiri
- 24 jam post op belajar duduk berdiri, berjalan jika tidak ada komplikasi. - Meningkatkan pengetahuan
ibu tentang pentingnya mobilisasi sehingga memotivasi ibu untuk melakukannya.
- Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat penyembuhan luka, nyeri berkurang,
klien dapat bergerak atau beraktifitas tanpa adanya keluhan nyeri.
1234
- Klien dapat mobilisasi dari tempat tidur sampai berjalan
- Klien dapat bekerja sama untuk melakukan mobilisasi
- Pemenuhan ADL dengan bantuan minimal.
2.3 Bantu klien dalam memenuhi semua kebutuhannya (bantuan minimal) - Untuk memandirikan ibu
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka post SC. Tujuan jangka
panjang:
- Infeksi tidak terjadi.
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam infeksi tidak terjhadi, dengan kriteria:
- Perbaikan luka baik
- Tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu, nyeri, kemerahan pes atau bengkak tidak ada (REEDA
tidak ada)
- Leukosit hitung jenis sel darah putih dalam batas normal (3,8-10,6 ribu).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal. 3.1 Monitor tanda-tanda vital seperti peningkatan suhu, RR
serta tanda-tanda infeksi.
3.2 Rawat luka infeksi dengan teknik septik dan antiseptik mulai hari ke-3 post op.
3.3 Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat.
3.4 Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva/ tubuh/ area operasi, meminimalkan infeksi
nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung.
3.5 Berikan antibiotik sesuai program pengobatan. - Deteksi dini terhadap adanya tanda-tanda infeksi

- Mencegah masuknya mikroorganisme melalui luka operasi.


- Protein berperan mengganti sel-sel yang rusak dan meningkatkan daya tahan tubuh.

- Mencegah faktor resiko penularan/ menularkan.

- Memblok invasi berkembang biaknya mikroorganisme dengan merubah pH jaringan sesuai dengan
spektrum antibiotik yang digunakan.

E. Tindakan Keperawatan
DX Implementasi Evaluasi
123
1 1.1 Mengatur posisi klien supinasi dan menganjurkan terus kepada klien untuk melakukan mobilisasi
dari mulai duduk sampai turun dari tempat tidur.
1.2 Menganjurkan kepada klien teknik mengurangi nyeri dengan relaksasi nafas dalam.
1.3 Mengajak klien berbicara dan melakukan kegiatan lain untuk melakukan distraksi nyeri.
1.4 Mengatur lingkungan dengan mengatur ventilasi dan membatasi jumlah pengunjung serta
mengganti alat tenun yang kotor.
1.5 Mengobservasi tanda-tanda vital tiap 6 jam.
Hasil: Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Suhu : 36,80C
Respirasi : 20 x/mnt
1.6 Memberikan obat analgetik:
Katropen supp
Tanggal 14-10-2009
S:
- Klien mengatakan nyeri berkurang saat bergerak dan sama sekali tidak nyeri saat istirahat atau duduk.
O:
- Skala nyeri 1
- Ekspresi wajah klien tampak rileks
- TTV dalam batas normal:
TD : 120/80 mmHg
S : 36,40C
N : 90 x/mnt
R : 22 x/mnt
A:
- Masalah teratasi, tujuan tercapai.
P:
- Pertahankan hasil yang sudah dicapai
- Beri reward atas hasil yang telah dicapai klien.

2 2.1 Memberikan penjelasan kepada klien tentang pentingnya mobilisasi post SC


2.2 Membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya dengan bantuan minimal
2.3 Membantu klien untuk mobilisasi secara bertahap:
- 8 jam pertama miring kanan-kiri
- 24 jam post oop belajar duduk, berdiri, berjalan.
Tanggal 14-10-2009
S:-
O:
- Klien sudah dapat berjalan sendiri, tetapi klien tampak masih lemah.
- Pemenuhan ADL klien dilakukan dengan bantuan sangat minimal
A:
- Masalah teratasi
P:
- Anjurkan klien untuk tetap latihan ambulasi beraktivitas eperti biasa di rumah

123
3 3.1 Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi.
3.2 Memberikan pendidikan kesehatan pada klien tentang cara-cara perawatan luka dan perawatan
vulva dan perineum yang benar.
3.3 Melakukan perawatan perineum.
Pada saat dilakukan perawatan, lochea normal, tidak ada tanda-tanda peradangan dan perdarahan tidak
ada/
3.4 Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
3.5 Memberikan obat antibiotik:
Cefriaxone : 2x1 gr. Tanggal 14-10-2009
S:-
O:
- Tidak terdapat tanda infeksi di sekitar luka operasi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal:
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/mnt
S : 36,40C
R : 20 x/mnt
- Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12-10-2009 pukul 15.00 = 13000/mm3
A:
- Masalah teratasi
P:
- Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan saat perawat melakukan perawatan luka
- Ajarkan klien cara-cara perawatan luka di rumah.

F. Catatan Perkembangan
Nama : Ny. O
Umur : 28 tahun
No. CM : 09054461
Diagnosa : Post op SC
DP Tgl/jam SOAPIER Paraf
(1) (2) (3) (4)
DP 1 13-10-09 S :
- Klien mengatakan masih nyeri
O:
- Skala nyeri 2
- TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 36,20C
R : 22 x/mnt
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Bimbing kembali klien dalam melakukan teknik relaksasi
- Lakukan distraksi nyeri dan observasi TTV
- Bimbing klien dalam melakukan mobilisasi
- Atur kenyamanan klien
- Berikan analgetik sesuai jadwal/ program pengobatan
- Jelaskan pada klien bahwa nyeri bersifat fisiologis bila ada luka.
I:
- Membimbing klien dalam melakukan teknik relaksasi
- Melakukan distraksi nyeri dan mengobservasi TTV
- Membantu klien dalam melakukan mobilisasi
- Mengatur kenyamanan lingkungan
- Memberikan analgetik sesuai program pengobatan
- Menjelaskan pada klien bahwa nyeri bersifat fisiologis bila ada luka
E:
- Klien mulai latihan di tempat tidur
- Klien mengatakan nyerinya dapat dikendalikan tapi saat bergerak terasa sangat nyeri sekali
- Klien masih tampak meringis menahan nyeri
(1) (2) (3) (4)
- TTV normal:
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 36,70C
R : 20 x/mnt

DP II S :
- Klien mengatakan masih takut untuk bergerak
- Klien mengatakan khawatir luka operasi akan robek jika terlalu banyak bergerak
O:
- Klien sudah mulai miring kanan dan kiri tanpa bantuan
- Klien bisa bersandar dan bangun tanpa bantuan
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Pertahankan hasil yang telah dicapai oleh klien, beri reinforcement jika klien dapat ambulasi
- Tingkatkan kemampuan ambulasi
I:
- Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap melakukan ambulasi
- Memberikan reward/ pujian atas hasil positif yang dicapai klien
- Menganjurkan klien untuk meningkatkan kemampuan ambulasi.
E:
- Klien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap
- Klien sudah duduk di tempat tidur
- ADL klien sebagian masih dibantu.
DP III S : -
O:
- Luka operasi belum dibuka dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi di sekitar luka operasi.
- TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/mnt
S : 36,70C
R : 20 x/mnt
- Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12-10-2009 = 13000/mm3

(1) (2) (3) (4)


A:
- Masalah belum teratasi, masih beresiko terjadinya infeksi
P:
- Lanjutkan intervensi/ rencana tindakan kepada perawat (ulangi rencana tindakan pada DP III).
I:
- Mengobservasi TTV tiap 6 jam
- Melakukan perawatan perineum dan vulva
- Memberikan antibiotik: cefriaxone 1 gr s/prg TN/
E:
- TTV dalam batas normal:
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/mnt
S : 36,80C
R : 20 x/mnt

Anda mungkin juga menyukai