Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Genus
Plasmodium, dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.Pada manusia dikenal ada
empat genus Plasmodium yaitu, Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan
dunia, karena separuh penduduk dunia beresiko terkena penyakit malaria karena hidup di
negara endemis dengan penyakit malaria (Soedarto, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO), melaporkan sebanyak 149-272 juta
kasus malaria diantara 537.000-907.000 kematian akibat malaria terjadi pada tahun 2010.
saat ini diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus serta kematiaan 1,5-2,7 juta terutama
negara-negara benua Afrika setiap tahunnya.Sebagian besar dari kasus kematian akibat
malaria menimpa anak-anak berusia kurang dari 5 tahun yang hidup di daerah sub-Sahara
Afrika; setiap 30 detik, satu anak Afrika meninggal dunia. Malaria merupakan penyakit
endemis di 105 negara di dunia dan Indonesia termasuk di dalamnya dengan 60%
penduduk yang tinggal didaerah endemis. (WHO, 2013)
Di Indonesia malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat. Kelompok
resiko kematian,yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil. Menurut data diperkirakaan ada 30
juta kasus malaria setiap tahunnya. Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria terjadi di 23
provinsi, 51 kabupaten kota dan 100 desa dengan jumlah penderita 11.597 dan kematian
290 jiwa. Kementrian Kesehatan mengukur tinggi malaria menggunakan “Annual
parasite Incidence”(API). Data dari tahun 2008-2009 perprovinsi dengan API nasional
yang paling tinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua. Pada tahun 2015, diperkirakan
terdapat 214 juta kasus malaria, dimana 400 ribu kasus diantaranya menjadi penyebab
kematian. Di Indonesia sendiri terdapat 417.819 kasus positif malaria pada tahun 2012.
Kasus malaria pada tahun 2013-2016 dengan angka AMI (Annual Malaria Incidence)
pada tahun 2013 yaitu 138 per 1000 penduduk dan angka API (Annual Parasite
Incidence) pada tahun 2014 angka kejadian 50 per 1000 penduduk, tahun 2015 angka
kejadian 54,24 per 1000 penduduk dan tahun 2016 angka kejadian 49,43 per 1000

1
penduduk. Angka jumlah kasus malaria yang dikonfirmasi laboratorium dan kasus positif
malaria di provinsi papua tahun 2016 adalah kasus malaria yang dikonfirmasi
laboratorium tahun 2016 adalah 294.644 kasus dan angka positip malaria tahun 2016
adalah 160.143 kasus (Dinkes Papua,2016).

Tabel 1.1 Data pasien malaria Plasmodium Falciparum di Puskesmas Elly-Uyo

Tahun Golongan Umur Jumlah Jumlah

Pasien Menurut Pasien

Jenis Kelamin

<1 1-4 5-9 10-14 >15 L P

2015 4 27 57 43 232 230 133 363

2016 4 55 78 49 278 268 196 464

2017 6 52 46 75 265 251 193 444

Sumber Data Primer 2015-2017

Menurut data di Puskesmas Elly-Uyo tahun 2015-2017 menunjukan bahwa


malaria yang disebabkan oleh Plasmodium Falcifarum sebanyak 1.271 penderita
berdasarkan data Puskesmas Elly uyo menunjukan bahwa jumlah penderita malaria
Falcifarum meningkat dari tahun 2015-2017 namun pada tahun 2017 sedikit menurun.
Dengan latar belakang diatas dengan masalah terjadinya penyakit malaria yang
meningkat setiap tahun, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul”
Gambaran Plasmodium Falcifarum di puskesmas Elly-Uyo”.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Berapa jumlah penderita penyakit malaria Falciparum di Puskesmas Elly-Uyo?
2. Bagaimana Gambaran pasien malaria falciparum berdasarkan Usia di Puskesmas Elly-
Uyo?
3. Bagaimana Gambaran pasien malaria Falciparum berdasarkan Suku di Puskesmas Elly-
Uyo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Gambaran umum pada kasus penderita
penyakit malaria Falciparum pada pasien di Puskesmas Elly-Uyo.

1.3.2. Tujuan khusus


1. Mengetahui jumlah penderita penyakit malaria Falcifarum di Puskesmas Elly-
Uyo.
2. Mengetahui Gambaran pasien malaria Falciparum berdasarkan Usia di
Puskesmas Elly-Uyo.
3. Mengetahui Gambaran pasien malaria Falciparum berdasarkan Jenis Kelamin di
Puskesmas Elly-Uyo.
4. Mengetahui Gambaran pasien malaria Falciparum berdasarkan suku di
Puskesmas Elly-Uyo.

1.4. Manfaat Penelitian


a) Bagi Kampus (Kampus Poltekes)
Sebagai data dan informasi kepada pihak institusi jurusan Analis kesehatan untuk
penelitian selanjutnya.

3
b) Bagi Institusi (Puskesmas Elly-Uyo)
Sebagai informasi dan masukan data bagi Puskesmas tentang penderita malaria
tropika di Puskesmas Elly-Uyo sebagai pihak Puskesmas dapat memberikan
penyuluhan dan pengobatan malaria.
c) Bagi Peneliti
Diharapkan menjadi pengalaman belajar, bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
data dasar dalam menambah wawasan penelitian selanjutnya.
d) Masyarakat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat tentang penderita malaria
tropika.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori


2.1.1. Defenisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit Plasmodium
falciparum yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami di tularkan melalui nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah manusia.
Spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale (Depkes RI,2008)
Di antara jenis Plasmodium di atas Plasmodium falciparum yang penyebarannya
luas, angka kesakitannya lebih tinggi dan bersifat ganas. Sehingga menyebabkan malaria
berat dan menimbulkan kematian lebih dari 2 juta tiap tahun di seluruh dunia (Irawati,2014)
Penyakit malaria di Papua masih sulit diberantas hal ini berkaitan dengan penataan
lingkungan yang kurang memadai, status ekonomi penduduk yang masih rendah, status gizi
kurang karena masih banyak masyarakat yang hidup dengan status ekonomi yang rendah
sehingga berpengaruh pada pola makan yang sehat, keterbatasan pelayanan kesehatan karena
kurangnya tenaga medis, resistensi obat yang disebabkan karena masyarakat yang tidak patuh
dalam minum obat dan perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup sehat.
Malaria di daerah Papua menyerang semua kelompok umur, seks, etnis, pekerjaan
perkebunan, nelayan, pejabat, pegawai, mahasiswa, pelajar, maupun warga transmigrasi.
Penyakit ini lebih banyak berkonsentrasi di wilaya pedesaan tetapi sering juga menyerang
masyarakat perkotaan. (KemenKesRI,2009)
Pada daerah endemis diagnosa malaria tidak sulit biasanya diagnose di tegakan
berdasarkan gejala klinik. Diagnosa malaria harus di pikirkan pada riwayat demam tinggi
yang berulang apa lagi di ikuti dengan gejala trias yaitu demam. Splenomegaly, dan anemia
(Halim,2006).

5
2.1.2.Toksonomi

Menurut Soedarto(2011), Klasifikasi Plasmodium Falciparum sebagai berikut:


Kingdom : Protista
Subkingdom: Protozoa
Filum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoasida
Ordo : Eucoccidiorida
Family : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : (Plasmodium Falciparum)
Terdapat empat spesies malaria yang menginfeksi manusia, yaitu : Plasmodium falciparum,
P.vivax, P.malariae, P.ovale.

2.1.3. Morfologi
Morfologi Plasmodium di dalam darah memiliki sitoplasma dengan bentuk tidak teratur
pada berbagai stadium pertumbuhan dan mengandung kromatin, pigmen serta granula.
Pigmen malaria ialah suatu kompleks yang terdiri dari protein yang telah di denaturasi, yaitu
hamozoid atau hematin, suatu hasil metabolisme parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit.
Pigmen ini tidak ada pada parasit eksoeritrositik yang terdapat dalam sel hati. Gametosit dapat
di bedakan dari Tropozoit tua karena sitoplasma lebih padat, tidak ada pembelaha kromatin
dan pigmen yang tersebar di tepi.
Pada Plasmodium .falciparum ukuran eritrosit terinfeksi normal, dan sering terdapat lebih
dari satu bentuk cincin di dalam eritrosit. Bentuk tropozoit awal sering terlihat di darah tepi,
sedang skizon banyak terdapat di organ-organ dan otot, jarang/hanya sedikit dapat di temukan
di daerah tepid an bentuknya seperti topi; dengan ukuran lebih kecil dari P.vivax, dan
mengandung lebih banyak merozoit. Di dalam eritrosit kadang ada endapan sitoplasma yang
dinamakan titik maure’s merupakan bercak-bercak merah dengan distribusi ireguler atau
berbentuk celah-celah. Ciri khas lain adalah pada sitoplasma terdapat pseudophodia yang
tampak pada hapusan darah. (Tramuz,2003)

6
Pada sediaan darah tebal atau tipis, parasit akan terlihat dalam beberapa bentuk sesuai
dengan stadiumnya, yaitu bentuk cincin atau tropozoit muda, tropozoit tua (older tropozoit),
skizon muda, skizon matang, dan gametosit. Pada infeksi Plasmodium falciparum eritrosit yang
terinfeksi tidak membesar. Di dalam darah bentuk cincin stadium tropozoit muda Plasmodium
Falciparum sangat kecil, halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. (Susanto
dan Muljono, 2008)

Gambar2. Morfologi Plasmodium falciparum

2.1.4.Gejala Malaria
Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang
intermiten, anemia sekunder dan spenomengali. Gejala didahului oleh keluhan prodromal
berupa malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung. Malaria Falciparum pola panas yang irregular
itu mungkin berkelanjutan sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga tahapan-tahapan yang
klasik tidak begitu nyata terlihat.(Harijanto, 2000)

7
a). Masa tunas dari Plasmodium falciparum yang paling pendek yaitu 12 hari (9-14).
Serangan yang khas terdiri dari beberapa stadium sebagai berikut :

1. Stadium Dingin
Stadium awal penderita mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Stadium ini ber-
langsung selama 15-60 menit.
2. Stadium Demam
Penderita mengalami serangan demam. Gejala-gejala dirasakan sangat panas seperti terbakar
suhu badan meningkat 41C, sakit kepala tambah keras dan mual atau muntah-muntah.
stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
3. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi tempat tidur. Namun
suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawa normal. Stadium
ini berlangsung selama 2-4 jam. Gejala-gejala mlaria klasik tidak selalu ditemukan pada se-
tiap penderita, tergantung pada spesies parasit, umur, dan tingkat imunitas penderita.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dikapiler alat dalam sehingga ada
gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal
disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler. Eritosit yang
mengandung tropozoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang tampak jelas(titik
Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritosit. Plasmodium falciparum merupakan spesies
yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. (Sutanto dan
Muljono, 2018)

b). Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotel, di mana parasite malaria di eleminasi oleh
sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa membesar dan tegang, penderita
merasa nyeri di perut kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak, Bila sediaan limpa di
warnai terlihat stadium parasite lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat
juga ditemukan dalam monosit. Perubahan pada limpa biasanya di sebabkan oleh kongesti.
Kemudian limpa berubah warna jadi hitam karena pigmen yang timbul di dalam eritrosit
yang mengandung parasite dalam darah kapiler dan sinusoid. Eritrosit yang tampak normal

8
mengandung parasitdan butir hemozoin tampakdalam histiosit dalam pulpadan sel epitel
sinusoid. Hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombusdan kapiler dan focus
nekrosis tampak dalam pulpa limpa.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malaria tropika


Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat dan beresiko tinggi menyebabkan kematian. Hasil penelitian
di Amerika menunjukan hasil bahwa status kesehatan itu di pengaruhi oleh lingkungan, perilaku
pelayanan kesehatan, dan herediter keturunan. Belum menyimpulkan bahwa lingkungan
mempunyai andil besar dalam kesehatan, kemudian disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan
dan hereditas dan yang mempunyai andil paling kecil terhadap status kesehatan. Di bawah ini
factor-faktor kejadian malaria antara lain:

1. Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Anak yang bergizi baik justru lebih
sering mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk.
Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan cepat dibandingkan
anak bergizi buruk.

2. Jenis Kelamin
Perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki tetapi apa bila
menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat .jenis kelamin
laki-laki lebih sering terkena malaria di bandingkan perempuan.

3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang tidak mempengaruhi oaring tersebut terkena malaria,
namun aktifitas yang begitu banyak yang dapat membuat orang tersebut terkena malaria

9
2.1.6 Siklus Malaria

Siklus hidup Plasmodium Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,
yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
1. Siklus pada manusia ( Aseksual)
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih ½
jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoid. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000- 30.000 hati. Siklus ini disebut
siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Plasmodium vivax,
dan Plasmodium ovale, sebagian tropozoit tidak berkembang langsung menjadi skizon tetapi
ada yang menjadi bentuk dorma yang di sebut hipnozoid. Hipnozoid tersebut dapat tinggal
di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada suatu saat bila imunitas
tubuh menurun akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoid
yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi
sel darah merah, di dalam sel darah merah parasite akan berkembang dari stadium sampai
skizone (30 merozoid, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini di sebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoid yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya, Siklus ini di sebut siklus eritrositer Selama 2-3
siklus skizogoni darah, sebagian merozoid yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina (Seksual)


Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametozit, di
dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding
luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit ini bersifat infektif dan siap di tularkan ke manusia.

10
Gambar 2.1 siklus hidup Plasmodium (Depkes RI, 2008)

Menurut Harijanto, (2006) Plasmodium Falciparum ini memerlukan 2 siklus yaitu :


1) Siklus diluar sel darah merah(siklus preeritrositer)
Siklus ini berlangsung di dalam sel hati. Perkembangan aseksual dalam hati hanya
menyakut fase praeritosit saja. Tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan
relaps. Stadium dini yang dapat dilhat dalam hati adalah skizon yang berukuran 30 ul
pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang kira-kira 30.000-
40.000 buah.

2) Siklus didalam sel darah merah(eritrositer)


Siklus skizogoni eritrositer yang menimbulkan demam. Bila skizon sudah matang, akan

11
mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 bauh merozoit, dengan jum-
lah rata-rata 16 bauh merozoit. Skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari
pada skizon matang parasit matang yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria Plasmo-
dium falciparum lebih tinggi dari spesies malaria lainnya, kadang-kadang melebihi
500.000/ul darah.

2.1.7.Epidemiologi malaria
Malaria ditemukan di daerah-daerah yang terletak pada posisi 64 lintang utara sampai
32 lintang selatan. Penyebaran malaria pada ketinggian 400 meter di bawah permukaan laut dan
2600 meter diatas permukaan laut Plasmodium falciparum jarang ditemukan di daerah beriklim
dingin tetapi paling banyak ditemukan di daerah tropis.
Epidemiologi malaria merupakan pengetahuaan yang menyangkut studi tentang kejadiaan
(insidensi, prevelensi, kematian) karena malaria, penyebaran atau penularannya pada penduduk
yang tinggal disuatu wilayah pada periode waktu tertentu, beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dalam epidemiologi malaria secara garis besar menyakut 3 hal utama yang
saling berkaitan yaitu inang (host): manusia sebagai inang antara dan nyamuk vector sebagai
inang definitive parasit malaria, penyebab paenyakit (agent): plasmodium dan lingkungan
(environment). (Depkes RI, 2011)

1. Host (Pejamu)
a) Nyamuk Anopheles (Host Definitve)
Vector malaria terdapat 3.000 spesies malaria di dunia yang sudah dikenal dan 450
spesies diantaranya hidup di Indonesia, sejak periode 1919 sampai 2009, dilaporkan terdapat 25
spesies ditemukan positif positif membawa penyakit parasit malaria di Indonesia dengan
penyebaran daerah yang berbeda dan hampir semua spesies bisa hidup ditempat-tempat seperti
pinggir laut, sepanjang pantai, sawah, kali, sungai kebun, hutan, gunung, rawa. (Depkes RI,
2011)
Perilaku nyamuk umumnya berbeda-beda tergantung pada spesiesnya, kebiasaan
menghisap darah berbeda-beda ada yang menghisap darah manusia di sebut antropofilik, ada

12
yang menghisap darah hewan disebut zoofilik dan juga ada yang senang menghisap darah hewan
dari pada darah manusia disebut antropozoofilik. (Arif ddk, 2004)
Nyamuk Anopheles betina aktif menghisap darah hospes pada malam hari, nyamuk
Anopheles Sundaicus paling sering menggigit pada jam 22.00-01.00 dini hari, Anopheles
Maculates mencari darah antara jam 21.00 hingga 03.00, nyamuk Anopheles Barbirostris sering
mencari darah pada jam 23.00-05.00, nyamuk yang biasa menggigit jam 17.00-18.00 adalah
anopheles tesselatus, sebelum jam 24 (20.00-23.00) adalah Anopheles Aconitus, Anopheles
Annularis, Anopheles Kochi, Anopheles Sinensis, Anopheles Vagus, yang menggigit diatas jam
24.00 adalah Anopheles Farauti, Anopheles Coliensis, Anopheles Leucos phyrosis dan Anopheles
Unctullatus. Jarak terbang nyamuk ini antara 0.5-3 km, ada nyamuk masuk ke dalam rumah
hanya menggigit dan setelah itu langsung keluar, ada juga sebelum dan sesudah mengisap darah
manusia akan hinggap pada dinding untuk beristirahat, salah satu yang dapat membedakan
dengan nyamuk yang lain, nyanuk Anopheles sewaktu istirahat menungging. Menurut tempat
untuk mencari darah ada nyamuk yang senang mencari darah di luar rumah yang disebut
eksofagik dan lebih senang mencari darah di dalam rumah atau disebut endofagik. (Depkes RI,
2011)
Nyamuk anopheles betina mempunyai kemampuaan berkembangbiak atau tempat
perindukan, An. Sundaicus, An. Mucalatus tempat perindukannya di muara sungai, spesies ini
tempat berkembangbiaknya langsung kena sinar matahari dan akan meningkat di musim
kemarau, spesies yang berkembangbiaknya di air payau yaitu An. Aconitus, An. Supictus dan
An.Fagus, An. Acunitus, An. Barboritus, An. Anularis tempat perindukan pada air yang tenang
dan sedikit mengalir seperti di sawah-sawah akan meningkat dimusim hujan, ada spesies yang
berkembang biak ditempat teduh terlindung dari sinar matahari yaitu An. Umrosus, An. Vagus.
(Depkes RI, 2011)
Siklus pada nyamuk fase ini biasa disebut fase seksual, setelah nyamuk betina
menghisap darah yang mengandung gametosit, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot motil yang dikenal sebagai ookinet di dalam perut tengah nyamuk,
kemudian menembus dinding tengah nyamuk dan tertanam pada membrane perut luar. Ookinet
pada membrane perut luar akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit, sporozoit ini
bersifat infektif dan siap ditularkan kemanusia apabila nyamuk ini menghisap darah manusia
kembali(Depkes RI, 2011)

13
b) Manusia (Host Intermediate)
Setiap manusia bisa terinfeksi penyakit malaria dan merupakan tempat
berkembangbiaknya agent (parasit Plasmodium). Faktor manusia yang dapat mempengaruhi
penyakit malaria :
 Usia : Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria. Bayi yang tinggal di daerah
endemic malaria mendapat perlindungan maternal yang diperoleh secara transplasenta.
 Jenis kelamin : infeksi parasit plasmodium tidak membedakan jenis kelamin, apabila ibu
hamil terinfeksi malaria akan menyebabkan anemia lebih berat.
 Pendidikan : keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal didaerah
endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.
 Suku : keadaan sosial ekonomi masyrakat yang bertempat tinggal di daerah edemis
malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

2. Agent (Plasmodium)
a) Fase hati
Bila nyamuk anopheles betina yang terinfeksi menggigit manusia, maka parasit malaria
akan ditularkan pada orang tersebut, parasit mengikuti sirkulasi darah dan masuk
kedalam sel hati. Dalam waktu 7-21 hari parasit akan tumbuh dan berkembang biak
menjadi ribuan merozoit, sehingga memenuhi sel hati, proses ini disebut intrahepatic
schizogoni atau skizogoni eksoeritrosit. Lamanya fase ini setiap spesies berbeda-beda,
Plasmodium falciparum membutuhkan waktu 36-48 jam.

b) Fase sel darah merah


Fase ini merupakan fase aseksual, pada saat merazoit dalam sel hati pecah, yang
selanjutnya menginfeksi sel darah merah. Tropozoit akan terus mengalami perkembangan
menjadi merozoit dan pecah membebaskan tropozoit. Siklus ini akan berlanjut sampai 3 kali,
kemudian sebagaian merozoit akan berkembang menjadi bentuk gametosit, dan bila terhisap oleh
nyamuk Anopheles betina siap melakukan perkembangbiakan seksual didalam tubuh nyamuk.
(Depkes RI, 2009)

14
3. Lingkungan (Environment)
a) Lingkungan Fisik
keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Adanya danau air tawar, genangan air hujan, persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan dan
pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria,
karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria, suhu dan curah
hujan juga berperan penting. (Depkes RI, 2008)
Suhu udara sangat mempengaruhi siklus hidup nyamuk, nyamuk merupakan binatang
berdarah dingin dimana suhu lingkungan dapat mempengaruhi proses metabolisme dan siklus
kehidupanya. Semakin tinggi suhu (sampai batas tertentu) semakin pendek masa inkubasi
ekstrinsik, dan semakin rendah suhu masa inkubasi ekstrinsik semakin panjang. Suhu rata-rata
optimum untuk pertumbuhan nyamuk 20C-30C. (Depkes RI, 2008)

Kelembaban udara adalah jumlah uap air yang terdapat dalam udara, pada daerah pantai
kelembaban udara relative tinggi, dikarenakan penguapan air laut relatif besar. Curah hujan dapat
mempengaruhi perkembangan larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa, hujanyang diselingi panas
akan memperbesar kemungkinan perkembangbiakannya nyamuk anopheles. Kecepatan angin
mempengaruhi jarak terbang nyamuk, dan dapat menetukan jumlah kontak nyamuk dengan
manusia.
Pengaruh sinar matahari terhadap perkembanganbiakan larva nyamuk berbeda-beda,
anopheles sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, anopheles hyrcanus lebih suka
berkembangbiak ditempat yang terbuka, sedangkan anopheles barbirostris dapat hidup baik
ditempat yang teduh maupun tempat yang terang. Arus air Anopheles barbirotris menyukai
tempat perindukaan yang airnya mengalir lambat, sedangkan anopheles minismus menyukai
aliran air yang deras dan anopheles letifer menyukai air tergenang. (Depkes RI, 2008)

b) Lingkungan kimiawi
Nyamuk anopheles letifer biasa hidup di tempat yang memiliki pH yang rendah, nyamuk
anopheles sundaicus tumbuhan optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-
18% per seribu. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak pada kadar gambar 40% per seribu,

15
beberapa tempat di Sumatra Utara anopheles sundaicus ditemukan pada air tawar. (Depkes RI,
2008)

c) Lingkungan biologi
Tumbuh-tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan larva diantaranya tumbuhan
bakau, ganggang tumbuhan ini dapat menghalangi sinar matahari masuk atau dapat melindungi
larva nyamuk dari serangan mahluk hidup yang lain. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva
seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lainnya akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya pemeliharaan ternak seperti sapi, babi dan kerbau
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apa bila ternak tersebut dikandang tidak
jauh dari rumah. (Harijanto, 2000)

d) Lingkungan sosial budaya


Kebiasaan untuk berada di luar rumah samapai larut malam, dimana vektornya bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk, kebiasaan penduduk berada di luar
rumah pada malam hari dan juga tidak berpakaian berhubungan dengan kejadian malaria.
Pemakaian kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadiaan
malaria, penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara teratur mempunyai risiko kejadian
malaria. Penelitaian CH2N-UGM (2001) menyatakan bahwa individu yang tidak menggunakan
kelambu saat tidur berpeluangan besar terkena penyakit malaria dibandingan dengan yang
menggunakan kelambu saat tidur.
Obat anti nyamuk hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti
menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, oles maupun secara eletrik untuk mencegah gigitan
Nyamuk (anopheles sp). ( peneliti Subki, 2000), menyatakan bahwa ada hubungan antara
pengguna obat anti nyamuk dengan kejadian malaria.
Pekerjaan hutan merupakan tempat yang cocok bagi peristrahatan maupun
perkembangbiakan nyamuk (pada lubang di pohon-pohon) sehingga menyebabkan vector cukup
tinggi. Penelitian Subki (2000), menyebutkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan yang
berisiko (nelayan, berkebun) dengan kejadian malaria dibandingkan yang tidak berisiko
(pegawai, pedagang).

16
Pendidikan tingkat pendidikan sebenarnay tidak berpengaruh langsung terhadap
kejadiaan malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan
seseorang. Hasil penelitian Rustam (2002), menyatakan bahwa masyarakat yang tingkat
pendidikannya rendah berpulangan terkena malaria dibandingkan dengan yang berpendidikan
tinggi.

2.1.8. Diaknosa malaria


Diaknosa malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi
klinik (termasuk anamnesia), uji serologis, dan di temukannya parasite (Plasmodium) di dalam
darah penderita Manifestasi klinis malaria sering tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain
(demam dengue dan demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisis untuk untuk mendiaknosa
malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu di perlukan
pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis malaria sedini mungkin. Hal ini penting
mengingat infeksi parasite Plasmodium terutama Plasmodium falciparum dapat berkembang
dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian. Cara satu-satunya untuk melakukan diaknosis
malaria adalah mikroskopis, infeksi malaria dapat terjadi sebagai akibat transfuse darah dari
donor yang di infeksi atau merupakan factor komplikasi penyakit lain. Pemeriksaan darah untuk
parasite malaria dapat dilakukan dengan mengambil darah dari jari tangan dan membuat sediaan
darah tebal dan tipis untuk kemudian di pulas dengan giemsa. (Tramuz,2003)
Pemeriksaan malaria secara mikroskopis yang dilihat dari sediaan darah tebal dan tipis di
puskesmas, lapangan atau rumah sakit adalah untuk menentukan:

1. Ada tidaknya parasite malaria (positif atau negative)


2. Spesies dan stadium plasmodium
3. Kepadatan parasite:

(-) : tidak ditemukan parasite dalam 100 LPB


(+) : di temukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : di temukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : di temukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

17
(++++) : di temukan > 10 parasit dalam 1 LPB
(Depkes RI,2008)

2.1.9. Pengobatan malaria


Secara global WHO telah menetapkan di pakainya pengobatan malaria dengan
menggunakan obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan Artemisinin (ART)
telah di pilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu juga artemisinin membunuh plasmodium dalam semua stadium
termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua jenis plasmodium. (Harijanto,2009)

2.1.10. Pencegahan malaria


Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,
kemo-profilaksis yang di anjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh
karena itu untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:
1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (di celupkan pestisida:
pemethrin atau deltamethrin).
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents): gosok, spray, asap, elektrik.
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat mengigit atau harus menggunakan
proteksi.
4. Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk
(Harijanto,2009)

18
2.2 Kerangka teori

Agent Host Enviroment


(P. falciparum) (Manusia yang
terinfeksi

- Fisik
Gejala malaria - Biologi
1. Demam - Kimia
2. Splenomegali
3. Anemia

Pemeriksaan meliputi:
- Pewarnaan sediaan darah
tebal dan tipis

Interprestasi hasil malaria :


+ :di temukan parasite 1-10/100 LPB
++ : di temukan parasite 11-100/100 LPB
+++ : di temukan parasite 1-10/LPB
++++ : di temukan parasite > 10/LPB

19
2.3. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Penderita falciparum : Gambaran malaria


Darah kapiler Falciparum di Puskesmas
1. Umur Elly-Uyo
2. Jenis kelamin
3. Kepadatan parasit

Variabel Antara
- Mikroskop

20
2.4. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Oprasional Alat Hasil Ukur Skala


Ukur/Metode Ukur
1. Penderita Pasien yang dinyatakan Mikrokopis dan 1. Tidak ditemukan parasit Nominal
Malaria positif menderita Mikroskop dalam 100 Lp
Tropika Malaria Tropika 2. + : Ditemukan parasit
berdasarkan pengakuan 1-10 / 100 Lp
penderita 3. ++ : Ditemukan parasit
11-100 / 100 Lp
4. +++ : Ditemukan parasit
1-10 / 10 Lpb
5. ++++ : Ditemukan Parasit
> 10 / Lpb
2. Umur Umur penderita malaria Check List 1. Kanak-kanak (1-9 tahun) Ordinal
Yang di hitung dari 2. Remaja (10-20 tahun)
Tanggal kelahiran 3. Wanita dewasa (20-45-
Tahun)
4. Laki-laki dewasa (20-45-
Tahun)
5. Usia lanjut > 45 tahun
3. Jenis Jenis kelamin penderita Check list 1. Laki-laki Nominal
Kelamin malaria Tropika 2. Perempuan

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan cross sectional
untuk menggambarkankarakteristik penderita penyakit malaria tropika di Puskesmas Elly-
Uyo Tahun 2018

3.2 Waktu dan lokasi penelitian


Lokasi penelitian di lakukan di Puskesmas Elly-Uyo

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Semua penderita malaria yang periksa di laboratorium Puskesmas Elly-Uyo Tahun
2018
3.3.2 Sampel
Sampel adalah semua penderita yang dinyatakan positif malaria Falciparum setelah
memeriksakan darahnya di laboratorium Puskesmas Elly-Uyo pada saat penelitian.

3.4 Alat dan Bahan


Pemeriksaan Sediaan Darah Tepi Malaria
a. Alat
1. Blood lancet
2. Objek glass
b. Bahan
1. Kapas alcohol 70%
2. Giemsa
3. Darah
c. Metode : Mikroskopis

22
3.5 Prosedur
3.5.1 Pemeriksaan Malaria
a. Di bersihkan ujung jari yang akan di tusuk dengan kapas alcohol 70%
b. Di biarkan kering dengan sendirinya
c. Di tusuk ujung jari yang telah di bersihkan, darah yang pertama keluar di lap dengan
kapas kering
d. Darah selanjutnya yang keluar di taruh pada objek glass, satu tetes untuk pembuatan
apusan caranya dengan menggunakan sisi datar dari objek glass, di temple pada darah
posisi 30 derajat di lihat darah menyebar lalu dorong ke depan untuk membuat apusan,
dan 3 tetes untuk darah tebal yaitu di buat lingkaran
e. Setetes darah yang di ambil mencukupi, pada bekas tusukan yang tadi pada jari di
tutup dengan kapas alcohol 70%
f. Darah yang sudah di atas slide di keringkan, setelah kering di warnai dengan giemsa
perbandingan 1:3 (1ml aquadest + 3 tetes giemsa) selama 30 menit
g. Setelah 30 menit sediaan di bilas dengan air bersih, lalu di keringkan
h. Sediaan yang sudah kering di periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x
menggunakan oil imersi
(Gandasoebrata,2009)

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengambilan sampel di lakukan dengan cara observasi, wawancara dengan
pemeriksaan sampel

3.7 Jenis Data


3.7.1 Data Primer
Data yang di ambil secara langsung dalam penelitian seperti:
1. Data karakteristik pasien
2. Data hasil pemeriksaan darah tepi

23
3.7.2 Data Sekunder
Data yang tidak langsung di ambil dalam penelitian tetapi mendukung dalam penelitian
Seperti :
1. Data pasien malaria di Puskesmas Elly-Uyo

3.8 Pengolahan Data


Data di olah dengan menggunakan uji chi-square

3.9 Penyampaian Data


Data di sampaikan dalam bentuk table dan narasi

3.10 Analis Data


Data yang di peroleh dengan program SPSS dengan menggunakan uj chi-squre

24
3.11 Alur Penelitian

Penderita/Pasien

Pengambilan darah
kapiler

Pemeriksaan Malaria

Negatif Positif

Analais Data

Kesimpulan

25
DAFTAR PUSTAKA

Arsin A, 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena Press. Makasar.
( dalam Trientje M. Sawaki. KTI Gambaran Hemoglobin pada Penderita Malaria
Falciparum Di Puskesmas Elly-Uyo Tahun 2015. Poltekes Jayapura)

Depkes RI, 2010. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Ditjen PP dan PL RI.
Jakarta.

Depkes RI, 2001. Pertemuan Koordinasi Tingkat SR dan SSR Kegiataan Intensifikasi
Pengendalian Malaria GF ATM Malaria Round 8 Wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
Dirjen P2PL Depkes RI. Jakarta.

Harijanto, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Soedarto, 2011. Malaria. Sangung Seto. Jakarta.

WHO, 2013. Comparative Study of Antimalaria Effect of Plasmodium falciparum isolates.


Malaria journal 2013 No. 12 volume 80, hal 2-4.

26

Anda mungkin juga menyukai