PROPOSAL TESIS
Oleh :
Fitratur Rahmah
170311861528
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MARET 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tinggi (high-order thinking) sangat dibutuhkan siswa guna memecahkan masalah yang
tingkat tinggi diarahkan untuk mengembangkan (1) kemampuan berpikir matematis yang
matematis; (2) kemampuan berpikir kritis, serta sikap terbuka dan obyektif; serta (3) disposisi
matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas tinggi. Begitu pula menurut NCTM
komunikasi, koneksi, dan representasi yang menunjukkan proses berpikir tingkat tinggi.
matematika working mathematically menyertakan lima proses yang saling berhubungan yang
salah satunya adalah kegiatan reflektif (reflecting), yang merupakan bagian dari proses berpikir
kritis. (Dewey, 1933). Berpikir reflektif adalah proses mental yang kompleks yang menjadikan
subjek berpikir sebagai objek berpikir (PISA, 2000). Menurut PISA, kemampuan berpikir
reflektif penting untuk dilatihkan kepada siswa karena merupakan jantung dari kunci kompetensi
siswa. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir reflektif terbiasa mempertanyakan efektivitas
dan validitas keputusan atau tindakan yang dilakukan. Artinya, ketika siswa menerapkan metode
berpikir reflektif, siswa meninjau kembali metode yang dipilihnya, mengasimilasi dan
mengaitkan dengan sejumlah aspek berdasarkan informasi yang telah dimiliki untuk mengubah
atau mengadaptasi metode tersebut agar menjadi lebih efektif dan mutakhir. Berdasarkan
penjelasan di atas, berpikir reflektif adalah proses berpikir kritis dalam melakukan rangkaian
justifikasi metode dan proses berpikir kreatif dalam aktivitas menciptakan metode yang lebih
Siswa yang berpikir secara reflektif dapat menyadari dan mengendalikan pembelajaran
mereka secara aktif mengakses apa yang mereka ketahui, dan bagaimana mereka menjembatani
antara yang mereka ketahui dan yang perlu mereka ketahui (Sezer, 2008). Peran penting
pemikiran reflektif adalah bertindak sebagai alat untuk mendorong pemikir selama situasi
pemecahan masalah karena ini memberi kesempatan untuk melangkah mundur dan memikirkan
strategi terbaik untuk mencapai tujuan (Rudd, 2007). Dengan kata lain, pembelajaran matematika
di kelas perlu menyentuh juga aspek pemecahan masalah dan dilakukan secara sengaja dan
ini memiliki tahapan pemikiran sebelum sampai pada kesimpulan bahwa panyelesaian yang
digunakan adalah penyelesaian yang tepat. Misalnya dalam pemecahan masalah, langkah
looking back dari Polya (1975) adalah suatu tahap dimana siswa memperoleh kesempatan
berpikir reflektif, yaitu secara sengaja belajar dari pengalaman, apa yang sudah dilakukan dan
Menurut Skemp (1982) bahwa proses berpikir reflektif (reflective thinking) dapat
digambarkan sebagai berikut: (a) informasi atau data yang digunakan untuk merespon, berasal
dari dalam diri (internal), (b) bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan, (c) menyadari
kesalahan dan memperbaikinya, dan (d) mengkomunikasikan ide dengan simbol atau gambar
bukan dengan objek langsung. Dengan melakukan refleksi, siswa dapat mengembangkan
kemampuan berpikir dengan menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya serta pemahaman
Namun kegiatan berpikir reflektif ini sering tidak dilakukan secara efektif diperkenalkan
pada orang (Mason, 2002). Hal ini dapat terlihat bahwa pada kenyataannya dalam suatu
pemecahan masalah tidak semua siswa dapat dengan cepat menemukan solusi, dan jika solusi
tersebut ditemukan, siswa cenderung merasa puas dan mengakhiri proses belajarnya, yang sering
meyakini bahwa penyelesaian yang didapatkan adalah benar. Selama ini kecenderungan siswa
dalam mempelajari matematika fokus pada masalah hafalan rumus dalam menyelesaikan
masalah.
memperoleh beberapa temuan di antaranya: Dalam mengajarnya, guru lebih banyak memberikan
rumus dan konsep matematika yang sudah jadi dan tidak mengajak siswa berpikir untuk
menemukan rumus dan konsep matematika yang dipelajarinya; Hampir lebih dari 60% siswa
menginterpretasi, mengaitkan, dan mengevaluasi. Hal ini menjadikan siswa terbebani dan tidak
nyaman dalam mempelajari matenatika, dan banyak dari siswa merasa bahwa pelajaran
matematika adalah pelajaran yang sangat sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, berpikir refketif
reflektif siswa, maka seorang pendidik harus melakukan serangkaian aktivitas yang bisa
membuat siswa menunjukkan kemampuan berpikir reflektif siswa. Salah satu aktivitas tersebut
dalam proses pembelajaran diperlukan pemecahan dalam setiap masalah yang ada14.
dapat memacu fungsi otak untuk mengembangkan daya pikir siswa secara kreatif dalam
mengenali permasalahan dan mencari alternatif dalam pemecahannya. Tujuan dari belajar
memecahkan masalah adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif secara
rasional, lugas, dan tuntas. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul
Matematika”.
B. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan tingkat berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah matematika
materi.
2. Mendeskripsikan strategi siswa dalam menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan
materi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan informasi yang kompleks antara berbagai proses
mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka berpikir merupakan sebuah proses dan
aktivitas sehingga individu atau siswa bersifat aktif.
Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting dalam pendidikan, belajar, dan
pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud keseriusannya dalam belajar.
Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan atau masalah dalam proses
pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti eksperimen, observasi, dan praktik
lapangan lainnya. Proses berpikir dalam pelaksanaan belajar mengajar para siswa bertujuan
untuk membangun dan membentuk kebiasaan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi dengan baik, benar, efektif dan efisien. Menurut Imam (2003) Tujuan akhirnya
adalah berharap siswa akan menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat
King berpendapat bahwa “Higher order thinking skill include critical, logical, reflective
thingking, metacognitive, and creative thinking”. Yang termasuk dalam kemampuan berpikir
tingkat tinggi adalah kritis, logis, berpikir reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Salah
satu keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif. Lauren Resnick
mendefinisikan berfikir tingkat tinggi sebagai berikut:
a. Berfikir tingkat tinggi bersifat non-algoritmik. Artinya, urutan tindakan itu tidak dapat
sepenuhnya ditetapkan terlebih dahulu.
b. Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Urutan atau langkah-langkah keseluruhan
itu tidak dapat “dilihat” hanya dari satu sisi pandangan tertentu.
c. Berpikir tingkat tinggi sering menghasilkan multisolusi, setiap solusi memiliki
kekurangan dan kelebihan.
d. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan yang seksama dan interpretasi.
e. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan multikriteria, sehingga kadang-kadang
terjadi konflik kriteria yang satu dengan yang lain.
f. Berpikir tingkat tinggi sering melibatkan ketidakpastian. Tidak semua hal yang
berhubungan dengan tugas yang sedang ditangani dapat dipahami sepenuhnya.
g. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengaturan diri dalam proses berpikir. Seorang
individu tidak dapat dipandang berpikir tingkat tinggi apabila ada orang lain yang
membantu di setiap tahap.
h. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penggalian makna, dan penemuan pola dalam
ketidakberaturan.
i. Berpikir tingkat tinggi merupakan upaya sekuat tenaga dan kerja keras.Berpikir tingkat
tinggi melibatkan kerja mental besar-besaran yang diperlukan dalam elaborasi dan
pemberian pertimbangan
Dewey mengemukakan suatu bagian dari metode penelitiannya yang dikenal dengan
berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan
proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak
ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan tujuan dari pendidikan adalah memberikan
kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan
pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif.
Selanjutnya Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah: “active, persistent, and
careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in the light of the grounds
that support it and the conclusion to which it tends”. Jadi, berpikir reflektif adalah aktif, terus
menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang
dipercaya kebenarannya atau format tentang pengetahuan dengan alasan yang
mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang
diketahui dan apa yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperlukan untuk menjembatani
kesenjangan situasi belajar. Sedangkan menurut Gurol definisi dari berpikir reflektif adalah
proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi,
mendapatkan makna mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat
Dewey juga mengemukakan kembali bahwa berpikir reflektif adalah suatu proses mental
tertentu yang memfokuskan dan mengendalikan pola pikiran, ia juga menjelaskan bahwa
dalam hal proses yang dilakukan tidak hanya berupa urutan dari gagasan-gagasan, tetapi
suatu proses sedemikian sehingga masing-masing ide mengacu pada ide terdahulu untuk
menentukan langkah berikutnya. Dengan demikian, semua langkah yang berurutan saling
terhubung dan saling mendukung satu sama lain, untuk menuju suatu perubahan yang
berkelanjutan yang bersifat umum. Berpikir reflektif sebagai mata rantai pemikiran
intelektual, melalui penyelidikan untuk menyimpulkan.
Kesimpulan peneliti mengenai pengertian berpikir reflektif dari beberapa pendapat ahli di
atas adalah siswa harus aktif dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan
permasalahan dengan pengetahuan yang pernah diperolehnya dan mempertimbangkan dengan
seksama dalam menyelesaikan permasalahannya.
c. Refleksi kritis pada diri (mengembangkan perbaikan diri secara terus menerus).
Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali
dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan.
d. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan
dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas
maupun masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam
menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif.
Len dan Kember mengungkapkan berdasarkan Mezirow’s theorical framework bahwa berpikir
reflektif dapat digolongkan ke dalam 4 tahap yaitu :
1. Habitual Action (Tindakan Biasa) atau tindakan biasa merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan sedikit pemikiran yang sengaja.
2. Understanding (Pemahaman) yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah siswa
belajar memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkannya dengan situasi lain.
3. Reflection (Refleksi) yaitu aktif, terus-menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya yang berkisar pada
kesadaran siswa.
4. Critical Thinking (Berpikir Kritis) merupakan tingkatan tertinggi dari proses berpikir
reflektif yang melibatkan siswa, dengan mengetahui secara mendalam alasan seseorang
untuk merasakan berbagai hal. Pada tahap ini siswa mampu memutuskan dan
memecahkan penyelesaian.
B. Memecahkan Masalah Matematika
1. Pemecahan Masalah
Masalah merupakan suatu hal yag harus dipecahkan. Masalah merupakan suatu
situasi atau sejenisnya yang dihadapi seseorng atau kelompok yang menghendaki
keputusan dan mencari jalan untuk mendapat pemecahan. Mayer mendifinisikan
pemecahan masalah sebagai suatu proses banyak langkah untuk menemukan hubungan
antara pengalaman yang pernah didapatkannya dengan masalah yang dihadapinya
sekarang kemudian bertindak untuk menyelesaikannya.
Dalam suatu masalah biasanya ada situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu dalam menyelesaikannya dapat dikerjakan
secara langsung atau tidak. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak
tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai masalah Sehingga pemecahan masalah dapat didefinisikan
sebagai proses mencari pemecahan terhadap masalah yang menantang dan belum atau
tidak serta merta pemecahannya diperoleh yang melibatkan proses berpikir dan
penalaran.
Menurut peneliti pemecahan masalah adalah menyelesaikan suatu persoalan
dengan sungguh-sungguh dengan cara yang diyakini berdasarkan pengetahuan yang
diperolehnya.
METODE PENELITIAN
deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena peneliti berusaha mengungkapkan secara mendalam
tentang berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah. Selain itu pendekatan ini
dikemukakan oleh Moleong (1995) yaitu (1) mempunyai latar alamiah atau kondisi objek
penelitian alamiah, (2) peneliti sebagai instrumen utama, (3) analisis data secara induktif, (4)
teori dari dasar (grounded theory), (5) kaya akan data yang bersifat deskriptif, (6) lebih
mementingkan “proses” daripada hasil, (7) adanya batasan permasalahan yang ditentukan
oleh fokus penelitian, (8) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (9) desain penelitian
yang bersifat sementara, dan (10) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Pada penelitian ini peneliti ingin memaparkan suatu kasus maupun kejadian yang
sistematis sehingga subjek penelitian menjadi lebih jelas. Tujuannya adalah mendeskripsikan
kemampuan berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah garis singggung lingkaran.
Sesuai dengan tujuan tersebut, melalui pendekatan kualitatif peneliti ingin mengungkapkan
fakta secara lisan maupun tulisan dari berbagai sumber data yang didapatkan dari partisipan
yang akan diuraikan dengan jelas dan seringkas mungkin sehingga benar-benar menjawab
permasalahan pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian dan jenis
B. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan dan jenis penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka kehadiran peneliti di lapangan akan sangat diutamakan karena peneliti bertindak
sebagai instrumen dan sekaligus sebagagai pengumpul data. Kehadiran peneliti di lokasi
penelitian akan dilakukan secara terbuka. Secara terbuka maksudnya adalah bahwa status,
tujuan, dan kegiatan peneliti diketahui oleh kepala sekolah, semua guru, dan siswa – siswi
SMA 10 Padang.
C. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA 10 Padang. Pemilihan lokasi ini
pembelajaran di SMA 10 Padang. Sebagai subjek penelitian diambil sebanyak 6 orang siswa
yaitu siswa yang telah mendapatkan materi, subjek penelitian ditetapkan dengan rincian 2
siswa tinggi, sedang , rendah. Penetapan kategori kemampuan matematika siswa akan
didasarkan pada skor hasil uji pendahuluan dan juga mempertimbangkan kemungkinan
pengajar.
D. Data dan Sumber Data
Menurut Lofland sumber data utama (data primer) dalam penelitian dengan
pendekatan kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan (data
sekunder) seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan penelitian ini, akan dijelaskan
mengenai sumber data sebagai tanda bukti terhadap penelitian yang dilakukan
1. Data
Data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar
terlihat dan terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan
terucap. Data dalam penelitian ini berasal dari hasil pengamatan (observasi), hasil tes,
siswa dalam berpikir reflektif dalam memecahkan masalah matematika materi. Sehingga
singgung lingkaran.
b. Pernyataan siswa dalam bentuk lisan dari hasil wawancara secara mendalam.
c. Hasil pengamatan (observasi) terhadap siswa selama penelitian berlangsung,
Sumber data terbagi atas dua yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data seperti
hasil observasi, hasil tes, hasil wawancara guru dan siswa, beck up hasil wawancara,
transkip wawancara, dan foto kegiatan. Sedangkan sumber sekunder merupakan sumber
data yang tidak secara langsung memberikan data kepada peneliti, seperti dokumen
identitas sekolah, biodata siswa yang akan diteliti, nama-nama yang memvalidasi
instrumen, dan lain-lain. Adapun yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini
soal cerita siswa SMA 10 Padang. Menurut Sumadi Suryoboto yang dikutip oleh
dijawab dan perintah-perintah yang harus dijalankan, didasarkan atas jawaban peserta tes
kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau peserta tes yang lain. Pada
penelitian ini tes yang akan digunakan berbentuk tes essay (uraian). Tes essay dipilih
karena dalam menjawab soal matematika siswa dituntut untuk menyusun jawaban secara
terurai. Jawaban tersebut tidak cukup hanya dengan satu atau dua kata saja, tetapi
memerlukan uraian yang lengkap dan jelas. Selain harus menguasai materi yang dujikan,
siswa akan dituntut untuk bisa mengungkapkan dalam kalimat matematika dengan baik.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh E.T Ruseffendi (1992: 337) salah satu kelebihan tes
berbentuk essay yaitu dalam menjawab soal, siswa dituntut untuk menjawab secara rinci
3. Wawancara
Kegiatan wawancara dalam penelitian ini akan direkam dengan menggunakan
tape recorder ataupun alat perekam lainnya. Hal ini dilakukan agar terjamin kesahihan
datanya. Teknik wawancara ini akan digunakan untuk menggali informasi dari siswa
yang menjadi subjek penelitian tentang pemahaman mereka yang spesifik dan mendalam
terstruktur. Dengan kata lain pertanyaan-pertanyaan itu sangat tergantung pada hasil
Dokumentasi dalam penelitian ini akan berupa gambar/ foto hasil penyelesaian
soal cerita siswa selama observasi maupun pada saat dilakukan tes.
F. Analisis Data
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan
kualitatif, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992: 16) meliputi: (1) reduksi
data adalah proses pemilihan hal – hal pokok, penyederhanaan, dan memfokuskan pada hal-
hal yang penting. Dalam hal ini peneliti mencatat hasil wawancara serta mengumpulkan data
tes dan dokumentasi dari informan yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal, (2) penyajian data berupa informasi dalam bentuk teks naratif yang
disusun, diringkas, dan diatur agar mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian
selanjutnya. Peneliti menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat
disimpulkan dan memiliki makna tertentu, (3) penarikan kesimpulan adalah tahap analisis
data yang telah disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui persentase kesalahan-
kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika bentuk cerita
diujicobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas yang nantinya akan menentukan
layak atau tidaknya soal tersebut digunakan dalam pengambilan data penelitian. Untuk
menguji validitas item soal digunakan rumus korelasi produk momen ( r xy ¿ . Setelah
sama atau hampir sama. Untuk mencari reabilitas soal keseluruhan perlu dilakukan analisis
tiap butir soal dengan menggunakan rumus Alpha ( r 10 ). Untuk menentukan reliabilitas
soal tes maka harga r 10 yang diperoleh dari rumus Alpha diinterpretasikan dengan indek
korelasi yaitu :
0 ≤ r 10 <20 = Sangat rendah
20 ≤ r 10< 40 = Rendah
40 ≤ r 10 <60 = Sedang
60 ≤ r 10< 80 = Tinggi
80 ≤ r 10 <100 = Sangat tinggi
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, J. dan Bobis, J. (2005). In Chick, H. L. & Vincent, J. L. (Eds.). Reform Oriented
Teaching Practices: A Survey Of Primary School Teachers: Proceedings of the 29th
Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol.
2, pp. 65-72. Melbourne: Australia.
Choy, S. Chee dan Pou San Oo. 2012.Reflective Thinking and Teaching Practice. Malaysia
International Journal of Instruction Vol. 5, No.1.
Dewey, J. (1933). How we think: A restatement of the Relation of Reflective Thinking to the
Educative Process. Boston: Houghton Mifflin.
Mason,J. (2002). Researching your own Practice; The discipline of Noticing. Routlege Falmer,
New York.
Nindiasari, H., Kusumah, Y., Sumarmo, U., & Sabandar, J. (2014). Pendekatan Metakognitif
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMA. Jurnal Ilmu
Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 1, 80-90.
Noer, S.H. 2008. Problem-Based Learning dan Kemampuan Berpikir Reflektif dalaPembelajaran
Matematika. In Prociding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta.
PISA. (2005). The Definition and Selection of Key Competencies: Executive Summary. [online]
Tersedia di: www.oecd.org/pisa/35070367.pdf . Diakses tanggal 9 Maret 2015.
Phan, H. P.2008.Achievment Goals, The Classroom Environtment, and Reflective Thinking: A
Conceptual Framework. dalam Electronic Jurnal of Reserch in Education Psychology, Vol 6
No. 3.
Sezer, R. (2008). Integration of Critical Thinking Skills into Elementary School Teacher
Education Courses in Mathematics. Education, 128(3), 349-362.
Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU
serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan
Penelitian Hibah Pascasarjana Tahun Ketiga. UPI Bandung