Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA

TYPE 1 THEORIES AND TYPE 2 THEORIES: FROM BEHAVIORISM TO


CONSTRUCTIVISM

Dosen Pengampu Matakuliah:


Dr. Siti Khabibah, M.Pd
Dr. Rini Setianingsih, M.Kes

Disusun oleh
Yuni Ashari Rachmawati (21070785010)
Jayanti Munthahana (21070785011)
Noeri Itsnaniyah (21070785015)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PASCASARJANA
S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
2022
A. PENDAHULUAN
Skema yang dijelaskan dalam Bab 8 terkait dengan model mental, model mental itu
mewujudkan fitur yang dipilih dari dunia luar. Pada tingkat pengetahuan umum model mental
dapat meningkatkan kekuatan kita untuk memahami , memprediksi , dan membuat sesuatu
yang belum ada menjadi ada di dunia nyata. Contohnya seperti pengrajin, teknisian, dan semua
hal tentang desain-desain, mereka menggunakan kemampuan mental models. Mental model itu
biasa dipelajari dan dilatihkan.
Teori adalah model mental yang lebih abstrak dan umum daripada yang dibangun dan
digunakan pada sehari-hari. Terkadang, apa yang diamati, dan penyebabnya, berada di sekitar
pada tingkat abstraksi yang sama. Seperti saat melihat pohon bergoyang dan kita bisa
merasakan anginnya mengenai wajah, dan kita mengetahui bahwa angin yang menyebabkan
pohon tersebut bergoyang. Di lain waktu, ini bukan penyebab.

B. TYPE 1 THEORIES AND TYPE 2 THEORIES


Teori tipe 1 adalah sebuah model mental abstrak, umum, dan teruji dari keteraturan di
dunia fisik. Hal ini disebut dengan law of nature dan kualitas untuk deskripsi ini memiliki
kekuatan penjelasan dan kekuatan prediksi. Semua ilmu pengetahuan alam seperti kimia,
astronomi, metalurgi, genetika, teori elektromagnetik masuk ke dalam teori tipe 1; dan pada
bidang penerapannya masing-masing, teori semacam ini telah sangat berhasil.
Namun, garis besar teori dalam dua bab sebelumnya adalah jenis yang berbeda dari satu
tes yang disebutkan karena itu bukan model keteraturan dalam lingkungan fisik. Untuk
mengakomodasi ini kita perlu memulai kategori baru. Ketika kami melakukannya, kami
menemukan bahwa teori lain juga termasuk di sana
Teori tipe 2 adalah sebuah model keteraturan tentang proses teori tipe 1 terbentuk dan
perencanaan pelaksanaanya berasal dari tipe ini. Contoh teori tipe 2 adalah teori Piaget, teori
Van Hiele tentang pembelajaran matematika, dan Skemp tentang teori kecerdasan. Kemudian,
teori konstruktivisme juga termasuk dalam teori tipe 2.
Teori 1 berhububungan dengan dunia fisik, teori 2 berhubungan dengan pikiran, segala
sesuatu yang tidak terlihat oleh kita tetapi ada pada diri kita. Teori 1 bisa dibangun, diuji, dan
diprediksi. Sebaliknya untuk teori tipe 2 tidak bisa karena ada di dalam pikiran. Pada Teori 1
gampang untuk memanipulasi sikap dari orang lain, jadi kita bisa memanipulasi sikap orang
lain.
C. THEORIES AND METHODOLOGIES
Metodologi itu adalah suatu kumpulan metode untuk membangun (dibangun dan dites)
suatu teori, bersama dengan sebuah pemikiran yang menentukan apakah sebuah metode tepat
atau tidak. Metodologi dan teori hubungannya erat, suatu teori yang baik dibangun dengan
menggunakan metodologi yang tepat. Contoh, Steffe (1977) menuliskan: konstruktivisme,
teori epistemologis, belum menghasilkan teori pembelajaran matematika. Namun, beberapa
prinsip dasar dari konstruktivisme telah digunakan untuk memberikan analogi yang kuat untuk
membuat model dalam pengajaran dan pembelajaran matematika. Steffe menggunakan
metodologi yang disebut dengan teaching experiment.
Ginsburg (1977) juga menyatakan secara eksplisit posisi teoritis dan metodologi.
Dengan menggunakan teori Piaget, Ginsburg mencoba untuk menunjukkan seperti apa
dan bagaimana perkembangan proses berpikir anak dalam menyelesaikan masalah matematika
baik dalam sekolah maupun di luar sekolah. Kemudian metode yang digunakan adalah
wawancara lebih mendalam terhadap anak-anak dalam menyelesaikan bermacam jenis
masalah.
Ketika seorang peneliti tidak memiliki alasan indikasi eksplisit untuk memilih suatu
metodologi yang digunakan, terdapat beberapa alasan yang mungkin terjadi pada pemilihan
metodologi.
1. Peneliti berharap yang membaca tulisannya ini memiliki teori yang sama dan
metodologi yang sama. Hal ini biasanya pada penelitian-penelitian dalam ilmu alam,
seperti listrik dan magnet, kimia, dan fisika anatomi. Penelitian semacam ini menurut
Khun (1970) adalah penelitian ilmu pengetahuan normal.
2. Teori yang secara umum sama tapi digunakan dalam konteks yang berbeda sehingga
metodologi yang digunakan berbeda.
3. Terdapat suatu hasil pengamatan sistematis yang belum disimpulkan sebagai suatu teori,
maka akan dilakukan penelitian sehingga memperoleh teori.
4. Kesimpulan yang diperoleh dan metodologi yang digunakan tidak berkaitan.
Dari keempat alasan di atas Skemp berpendapat, bahwa alasan (2) dan (3) dapat
diterima, (4) tidak bisa diterima, (1) juga bisa dterima, tetapi tidak dalam bidang yang berbeda
hanya pada bidang ilmu pengetahuan alam.

D. TYPE 1 METHODOLOGIES AND TYPE 2 METHODOLOGIES


Metodologi tipe 1 berkaitan dengan pembentukan (membangun dan menguji) model
yang diperlukan delta-satu agar berfungsi dengan baik. Ketika dibangun, model-model ini
adalah teori tipe 1.
Metodologi tipe 2 berkaitan dengan pembentukan (membangun dan menguji) model
tentang bagaimana teori tipe 1 dibentuk, dan bagaimana pelaksanaan rencana dari teori tipe 1
ini. Ketika model ini telah dibentuk maka, model ini adalah teori tipe 2.
Keberhasilan besar ilmu alam di masa lalu menyebabkan asumsi yang tidak terpikirkan
bahwa dengan adopsi metodologi yang serupa untuk pengembangan teori tentang bagaimana
kita berpikir, belajar, dan berhubungan satu sama lain, teori yang sama-sama sehat dan sukses
akan dikembangkan. Jika perbedaan antara kedua jenis teori ini diterima, maka asumsi ini harus
diperiksa dengan cermat, karena secara sepintas, tidak ada alasan mengapa kedua jenis
metodologi ini harus sama. Namun, mereka memiliki kesamaan ini: konstruksi teori tipe 1 dan
tipe 2 adalah aktivitas kecerdasan kita. Jadi Tabel 8.1 pada halaman 110, di mana diringkas
cara-cara di mana model mental dibangun, menawarkan titik awal yang sesuai.
Kolom sebelah kiri Tabel 8.1 sesuai dengan perubahan status skema di delta-satu;
kolom sebelah kanan sesuai dengan aktivitas komparator di delta-dua, menguji bahwa
perubahan ini menjadi lebih baik. Dan seperti yang dikatakan di Bab 8, metodologi itu akan
semakin baik jika menggunakan kombinasi keduanya

E. METHODOLOGIES IN THE NATURAL SCIENCES


Setiap ilmu alam memiliki metodologi yang berbeda. Metodologi yang berbeda
digunakan untuk astronomi dan aerodinamika, dan juga untuk elektronika dan geofisika.
Namun, ilmu-ilmu ini memiliki prinsip-prinsip tertentu secara umum yang sama, dan kesamaan
ini membentuk apa yang disebut metode ilmiah (Popper, 1976). Ini sesuai dengan mode
konstruksi skema yang diringkas dalam Tabel 8.1.
Untuk membangun teori dalam ilmu alam, ketiga mode pembangunan skema sudah
sesuai dan dapat diterima. Tidak ada kekurangan contoh untuk setiap mode. Teori
elektromagnetisme Faraday didasarkan pada pengamatan defleksi jarum kompas
(pembangunan mode 1). Kemunculan setiap generasi ilmuwan baru mencakup studi tentang
penemuan masa lalu (pembangunan mode 2). Dari struktur konseptual yang dibangun dengan
cara ini, pikiran dengan kreativitasnya menghasilkan ide-ide baru. Ide-ide tersebut muncul
dalam berbagai cara, beberapa diantaranya mungkin hampir tidak dianggap ilmiah: seperti
mimpi terkenal Kekule tentang seekor ular yang memakan ekornya sendiri. Hal ini
menginspirasi dia menemukan pengetahuan tentang struktur molekul benzena. Tetapi ilmuwan
terkenal lainnya (lihat Ghisellin, 1952) juga telah mengetes tentang pentingnya intuisi dalam
penemuan mereka sendiri. Kita membutuhkan semua ide yang bisa kita dapatkan untuk sampai
pada penemuan baru dan tidak terlalu khawatir tentang darimana sumbernya.
Yang terpenting adalah bahwa ide-ide baru ini diuji dengan benar sebelum diterima
menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Untuk ini, ketiga mode itu penting: tetapi dalam ilmu-
ilmu alam mode 1 sangat diperlukan. Motto Royal Society, Nemine in Verbo, memberi tahu
kita bahwa bukan hanya dengan kata-kata, tetapi melalui uji eksperimen yang berulang-
ulanglah teori (tipe 1) akhirnya teruji atau tidak.
Hal ini cocok dengan model saat ini. Jika tujuan membangun teori tipe 1 adalah untuk
meningkatkan kekuatan delta-satu yang berhubungan dengan dunia fisik, dunia fisik adalah
tempat teori tipe 1 harus membuktikan keberhasilannya. Kriteria lain yang juga penting, seperti
ekonomi, koherensi, dan kejelasan. Kriteria ini membantu membuat teori lebih bermanfaat,
dengan memfasilitasi perubahan pengetahuan (apa) menjadi pengetahuan (bagaimana).

F. METHODOLOGIES USED IN MATHEMATICS EDUCATION RESEARCH


Metodologi Behavioristik dan Neo-Behaviouristik
Pengaruh dominan yang dilakukan sekolah selama bertahun-tahun di masa lalu kini
telah berkurang, dan relatif sedikit inovasi dalam penelitian yang termasuk dalam behavioristik.
Namun, behavioristik masih memberikan contoh yang baik tentang hubungan antara teori dan
metodologi; dan ada pelajaran penting yang bisa dipelajari dengan menganalisis kesalahan
yang bisa kita lihat sejalan dalam pendekatan behavioris. Jika kita tidak belajar dari ini, kita
berada dalam bahaya dan jatuh ke dalam kesalahan yang sama meskipun dalam penyamaran
baru.
Perkembangan behaviorisme erat kaitannya dengan usaha para psikolog akademis
untuk membangun psikologi sebagai ilmu yang diterima. Sangat bisa dipahami bahwa usaha-
usaha ini diambil sebagai model ilmu-ilmu alam, bahkan pada masa-masa awal lahirnya
psikologi membuktikan kemampuannya dalam memungkinkan kita untuk membentuk
lingkungan fisik sehingga telah menunjukkan tingkat pertumbuhan eksponensial.
Metode karakteristik dalam ilmu fisik adalah:
1. Eksperimen yang dapat diubah, di mana orang lain bisa menguji hasil peneliti individu,
sebagai sebuah peringatan awal terhadap kesalahan eksperimen dan sebagai materi
prasyarat untuk penerimaan secara umum terhadap hasil tersebut.
2. Pengukuran dalam satuan standar, tanpa syarat dan hasil eksperimen (untuk poin 1) tidak
bisa digambarkan secara akurat.
3. Isolasi dan manipulasi variabel bebas, sehingga pengaruh yang terpisah terhadap variabel
terikat dapat diukur.
4. Hasil disajikan dalam pernyataan kuantitatif dan kualitatif.
Untuk menggunakan metode ini dalam penelitian psikolog, penyesuaian sangat
diperlukan (dan selanjutnya dalam penerapan psikologi semacam ini untuk penelitian
pendidikan). Sebagai contoh sederhana, percobaan elektrolisis larutan garam dapat dilakukan
karena dua sampel NaCl dan dua sampel air murni adalah identik; dan gaya gerak listrik dan
arus dapat diukur dengan instrumen uji yang berstandar internasional dengan tingkat akurasi
yang tinggi. Tetapi tidak ada dua orang yang identik; sehingga menjadi perlu untuk bekerja
dengan kelompok subjek, dengan asumsi bahwa perbedaan individu yang mempengaruhi hasil
eksperimen adalah acak, dan bahwa pengaruhnya secara keseluruhan terhadap variabel terikat,
jika dirata-ratakan mendekati nol. Jadi, meskipun eksperimen tidak diharapkan dapat ditiru
dengan subjek tunggal, hal ini diharapkan terjadi pada kelompok subjek yang sebanding. Ini
memperkenalkan perlunya perlakuan statistik sederhana dari hasil. Di luar ini, manipulasi
terpisah dari variabel bebas juga terkadang sulit dicapai dengan kelompok subjek manusia; jadi
sebaliknya, efeknya dihilangkan dari serangkaian ukuran yang mewakili hasil eksperimen
dengan teknik statistik yang lebih canggih seperti analisis varians, analisis faktor. Prosedur lain
yang dirancang untuk memastikan replikabilitas (pengulangan penelitian oleh peneliti lain)
adalah definisi operasional dari variabel-yaitu, dalam hal perilaku yang dapat diamati secara
publik dari eksperimen dan subyek mereka.
Untuk menolak model behavioristik karena sangat mekanis sangat bisa dipahami, tetapi
dalam pandangan saya, bukan alasan yang baik. Carpenter (1979) menunjukan bahwa
“Pertanyaan yang sesuai adalah pragmatis. Model mana yang lebih tepat untuk menjelaskan
dan memprediksi perilaku?” Walaupun metode pengajaran berdasarkan (secara sadar atau
tidak) pada model behavioristik telah memperoleh keberhasilan dalam membawa berbagai
jenis kebiasaan belajar seperti tekanan oleh tikus dan menendang bola ping pong oleh penguin,
merupakan sebuah kenyataan pahit bahwa metode pengajaran berdasarkan model behavioristik
gagal dalam membentuk bentuk belajar yang lebih tinggi tingkatannya, karena manusia sangat
berbeda dari tikus dan penguin laboratorium, dan matematika merupakan contoh yang jelas.
Selain itu, kelemahan model behavioristik yaitu model tersebut tidak berfungsi karena adanya
kritik yang dibuat dengan alasan mereka (behavioristik) mempunyai kesalahan kategori
Dalam membangun model psikologis dan pendidikan yang serupa dengan yang telah
saya buktikan dengan sukses dalam ilmu alam, asumsi implisit telah dibuat bahwa pada
pemeriksaan tampak dipertanyakan. Artinya, jenis objek yang kualitasnya ingin kita temukan,
abstrak, dan wujudkan dalam model kita adalah sama dalam kedua kasus: atau dengan kata
lain, meskipun objek itu sendiri mungkin berbeda, perbedaan ini tidak sedemikian rupa
sehingga diperlukan model yang berbeda. Untuk memberikan analogi; meskipun bahasa
Inggris, Rusia, dan Yunani, ditulis dalam skrip yang berbeda, ini semua terdiri dari seperangkat
simbol dasar dari mana kata-kata dibangun, kata-kata itu kemudian disatukan untuk membuat
kalimat. Jadi, seseorang yang bahasa pertamanya adalah bahasa Inggris tidak perlu membuat
perubahan besar dalam pendekatannya jika dia ingin belajar menulis salah satu dari yang lain.
Cara penulisan Cina dan Jepang, didasarkan pada prinsip yang berbeda. Sedangkan dalam
bahasa Inggris, Rusia, Yunani, huruf-huruf yang terpisah mewakili suara (walaupun agak
longgar), dalam bahasa Cina dan Jepang karakter tersebut mewakili makna. Ini harus dijelaskan
di awal kepada siswa baru bahasa-bahasa ini. Jika tidak ada yang memberitahunya, dan dia
juga tidak pernah mengetahuinya sendiri, dia akan membuat sedikit kemajuan karena
kesalahannya dalam memikirkan jenis tulisan baru seolah-olah berada dalam kategori yang
sama dengan yang sudah dia ketahui.
Kesalahan kategori pertama yang dipercaya melekat pada beberapa model behavioristik
yaitu apakah lingkungan fisik tidak berbeda dengan aktivitas kita dalam membentuk
lingkungan tersebut. Setiap upaya yang dilakukan oleh A untuk membentuk perlaku B
menyatakan beberapa tingkat kehilangan kebebasan untuk B, apakah ini disadari atau tidak.
Hal ini menyebabkan terjadinya kemungkinan bahwa secara sadar atau tidak, B akan berusaha
mempertahankan kebebasannya dengan menolak pembentuk perilakunya. Apakah B bertahan
atau tidak, dan berapa banyak, akan mungkin bervariasi antar individu dan akan bergantung
sebagian pada bagaimana masing-masing menafsirkan keadaan. Ketika faktor ini ada, atau
terdapat kemungkinan yang kuat akan keberadaannya, disarankan untuk mengabaikannya.
Kesalahan kategori kedua dibuat ketika simbol disamakan dengan konsep: ketika suara
atau tanda di atas kertas disamakan dengan maknanya. Bagi seorang behavioris, penyebutan
𝑎(𝑥 + 𝑦) = 𝑎𝑥 + 𝑎𝑦
dan
perkalian bersifat distributif terhadap penjumlahan
adalah dua hal yang berbeda. Tetapi bagi seorang matematikawan, hal tersebut merupakan dua
cara di antara banyak cara berbeda menyatakan makna yang sama; dan bagi seorang pendidik
matematika, yang penting adalah siswa memahami hal ini, memahami artinya dan bisa
menunjukkan bahwa siswa mengaplikasikan skema terhadap contoh yang bervariasi. Jadi
untuk para peneliti dalam pendidikan matematika, perbedaan antara simbol dan konsep hanya
satu bahwa perbedaan tersebut sangat penting untuk diperhatikan.
Kesalahan kategori ketiga dan paling penting yang saya yakini menjadi ciri-ciri model
behavioristik yaitu gagal untuk membedakan antara teori tipe 1 dan tipe 2.

Wawancara Diagnostik dan Eksperimen Pengajaran


Sangat berbeda dengan yang disebutkan sebelumnya, metodologi dan teori, merupakan
hasil kerja Piaget dan koleganya. Sebuah pengakuan yang jelas dan pasti dari metode Piaget,
dan keasliannya, ditemukan dalam Opper (1977). Ringkasannya sebagai berikut.
Pada pertengahan tahun 1920-an, di awal karirnya, Piaget bekerja di laboratorium
psikologi Simon di Paris di mana salah satu tugasnya adalah menstandarkan versi Prancis
dari serangkaian tes penalaran Burt... Saat terlibat dalam pekerjaannya, Piaget menjadi
sangat tertarik pada tanggapan yang salah yang diberikan oleh anak-anak yang lebih
muda dan memutuskan untuk melakukan studi kognitif untuk menemukan alasan yang
mendasari jawaban yang salah pada anak yang lebih muda tersebut dan yang benar pada
anak yang lebih besar. (hal. 90)
Karena tidak ada metode penelitian yang memadai untuk jenis penelitian yang
ingin dia lakukan, Piaget menciptakannya sendiri. Keakraban dengan wawancara klinis
yang digunakan di bidang medis membuatnya merancang metode serupa untuk studi
penalaran pada anak-anak. ... Karakter penting dari metode ini adalah bahwa itu
merupakan situasi pengujian hipotesis, yang memungkinkan pewawancara untuk
menyimpulkan dengan cepat kompetensi anak dalam aspek penalaran tertentu melalui
pengamatan kinerjanya pada tugas-tugas tertentu.... sebagian besar eksperimen
melibatkan situasi konkret dengan objek yang diletakkan di depan anak dan masalah yang
disajikan secara verbal terkait dengan situasi ini.... Pada awal setiap sesi, pewawancara
memiliki hipotesis pemandu tentang jenis pemikiran yang anak akan terlibat dalam....
Untuk setiap item pewawancara kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan terkait
yang bertujuan mengarahkan anak untuk memprediksi, mengamati, dan menjelaskan
hasil manipulasi yang dilakukan pada objek konkret. Prediksi, pengamatan, dan
penjelasan inilah yang memberikan informasi yang berguna tentang pandangan anak
tentang realitas dan proses berpikirnya.
Pewawancara kemudian menguji hipotesis aslinya berdasarkan tanggapan dan
tindakan verbal anak tersebut. Jika klarifikasi lebih lanjut diperlukan, dia mengajukan
pertanyaan tambahan atau memperkenalkan item tambahan. Setiap respons anak yang
berurutan dengan demikian memandu pewawancara dalam pembentukan hipotesis
barunya dan akibatnya dalam pilihan arah eksperimen selanjutnya.
Metodologi selanjutnya mungkin berbeda, poin demi poin, dengan metode yang
dikelompokkan sebagai karakteristik metodologi behavioristik di bagian sebelumnya. Selain
sebuah eksperimen yang bisa digantikan, sekarang kita memiliki wawancara individu, tidak
ada dua individu yang mirip. Selain design eksperimen yang secara baik direncanakan, dan
dijalankan sejauh mungkin terhadap rencana-rencana ini dalam setiap langkah, kita memiliki
eksperimen yang mana hanya situasi awal dan hipotesis yang dipersiapkan dengan baik,
hipotesis dan prosedur baru secara sukses dikenalkan berdasarkan hasil eksperimen sejauh ini.
Selain hasil yang diukur dalam satuan standar juga dihadirkan secara deskriptif. Kadang
kutipan atau keluaran dari respon verbal anak-anak diberikan secara verbal, bersama dengan
kesimpulan orang yang melakukan eksperimen. Selanjutnya, dalam metodologi behavioristik
hasil eksperimen biasanya diberikan dalam bentuk beberapa jenis gambar, seperti sebuah
matriks korelasi, tabel rata-rata dan standar deviasi, analisis varian, bersama dengan level
signifikansi, yang kesimpulannya merupakan hipotesis eksperimen jika dalam hal ini
dikonfirmasi. Sebaliknya, hasil percobaan Piaget disajikan dalam bentuk beberapa pernyataan
umum yang memberikan sintesis atau gambaran umum tentang keadaan akhir dari pemikiran
orang yang melakukan eksperimen, hasil dari modifikasi yang sukses hipotesis asli Piaget
selama pelaksanaan eksperimen. Dan akhirnya, pendekatan Piaget lebih banyak memakan
waktu, berkaitan dengan jumlah subjek dari siapa data dikumpulkan, daripada behavioris.
Jumlah waktu eksperimen yang dibutuhkan merupakan kesulitan praktis utama dalam
penelitian gaya Piaget.
Apa asumsi implisit yang mendasari paradigma yang sangat berbeda ini? Hal ini dapat
diringkas sebagai berikut:
Paradigma Behavioristik. Apa yang kami minati adalah perilaku subjek yang dapat diamati
secara umum, dan ini dibentuk oleh kondisi eksternal terhadap subjek. Kondisi ini bisa
didefinisikan secara operasional, dan dikontrol dengan sebuah tingkatan ketepatan oleh
seorang peneliti atau guru. Faktor-faktor internal pada subjek, dan khususnya faktor-faktor
spesifik pada individu, munculnya secara acak dan bisa dihilangkan dengan teknik statistik
yang sesuai/ tepat.
Paradigma Piaget. Apa yang kami minati adalah proses mental yang memunculkan perilaku
subjek yang dapat diamati, dan hal ini merupakan hasil dari proses internal terhadap subjek.
Proses mental bervariasi antara individu yang berbeda, dan di antara individu yang sama pada
umur yang berbeda; dan perbedaan sama pentingnya dengan kemiripan. Untuk menyelidiki
proses mental, kita butuh kerja sama individu dalam hubungan searah dengan peneliti,
membuat hipotesis tentang proses mental dasar yang diuji terhadap berbagai tingkah laku yang
dapat diamati.

G. TEACHING EXPERIMENTS
Teori Klasik Piaget banyak mempertimbangkan fungsi pengajaran. Dalam konteks
Pendidikan, bagaimanapun hubungan antara pengajaran dan pembelajaran seiring dengan sifat
dan kualitas pembelajaran merupakan salah satu bidang utama yang menjadi perhatian.
Sehingga tidak mengherankan bahwa beberapa peneliti mendasarkan penyelidikannya pada
metodologi pengajaran eksperimen, diantaranya adalah kaum konstruktivis.
Tingkatan 6 prinsip konstruktivisme diberikan oleh Steffe, Richards, dan von
Glassersfeldst (1979).
Pengetahuan dipandang sebagai keterkaitan dengan invarians dalam pengalaman organisme
hidup daripada kesatuan, struktur, dan peristiwa di dunia yang ada secara independent. Operasi
mental adalah bagian dari struktur total dan struktur yang terlihat dalam organisasi operasi.
Perbedaan latar perilaku dari seorang anak dapat diinterpretasikan sebagai kemunculan struktur
kognitif yang sama. Struktur lingkungan belajar harus dipertimbangkan dalam 2 kerangka
acuan. Di satu sisi adalah sistem operasional yang mengendalikan pengalaman anak dan sisi
lain ada konten yang harus dipelajari. Konsep, struktur, keterampilan, atau apapun yang
dianggap ‘pengetahuan’ tidak dapat disampaikan secara instan dari guru ke siswa atau dari
pengirim ke penerima. Mereka harus dibangun, bagian demi bagian, selain elemen yang harus
ada pada subjek.
Ketika pertama kali membaca makalah darimana kutipan ini dikutip, saya menemukan
diri saya dalam posisi karakter Moliere dalam Le Bourgois Gentilhomme, seseorang yang
berbicara prosa sepanjang hidupnya tanpa menyadarinya. Dalam kasus saya sendiri, saya telah
menjadi seorang konstruktivis sejak awal tahun 1960 (Skemp, 1962). Meskipun saya belum
menemukan istilah konstruktivis sampai pertengahan tahun 1970 (Skemp, 1985).
Metodologi ini dapat dianggap sebagai perluasan dari wawancara diagnostic, dimana
tujuannya adalah untuk membuat dan menguji hipotesis tidak hanya tentang sifat pemikiran
anak pada waktu tertentu, tetapi juga tentang bagaimana pemikiran tersebut berkembang dari
tahap satu ke tahap lainnya. Hal tersebut diringkas oleh Steffe (1977) sebagai berikut:
1. Pengajaran harian kelompok kecil untuk anak-anak oleh para peneliti
2. Pengamatan intensif anak-anak secara individu saat mereka terlibat dalam perilaku
matematika
3. Memperlama keterlibatan dengan anak yang sama selama periode dimulai dari sekitar
6 minggu hingga tahun akademik baru.
4. Wawancara diagnostik dengan anak
5. Catatan rinci pengamatan melalui tape recorder dan karya tulis anak
Hal di atas sangat sesuai dengan mode saat ini. Penekanan utama berikutnya adalah apa
yang dapat kita pelajari dengan pemahaman bergantung pada skema yang tersedia saat ini.
Skema tersebut tidak dapat diamati secara langsung pada anak-anak atau pembelajaran lainnya,
mereka harus menjadikan kesimpulan dari respon mereka sendiri (mendeskripsikan secara
individu). Jenis tanggapan yang kita perlukan untuk tujuan ini mencakup: membedakan antara
apa yang telah dipelajari dengan pemahaman dan apa yang baru saja dihafal sebagai aturan
bukan tanggapan tertulis terhadap pertanyaan standar, tetapi jenis yang diperoleh dalam situasi
diagnostic. Jadi, kombinasi pengajaran dengan wawancara diagnostic menawarkan peluang
untuk kesimpulan, baik tentang keadaan skema anak-anak pada berbagai tahap
pembelajarannya dan tentang proses kemajuan dari satu tahap ke tahap lainnya. Pemikiran ini
masuk akal dalam kaitannya dengan Pendidikan. Seperti halnya dengan bidang ilmu
pengetahuan alam bidang utamanya adalah membuktikan apa yang dapat membantu mereka
untuk mencapai dalam dunia fisik. Jadi, bidang utama teori tipe 2 harus menunjukkan nilainya
adalah Pendidikan. Untuk ini, penelitian berdasarkan pengajaran eksperimen dimulai dengan
baik.
Pengalaman saya sendiri di bidang ini menujukkan bahwa dari pendekatan yang sangat
mirip dengan yang dijelaskan oleh Steffe, tetapi kurang intensif, banyak nilai yang masih bisa
dipelajari. Dari tahun 1980 sampai 1985 seorang kolega dan saya bekerja selama satu pagi
dalam seminggu di sekolah dengan anak-anak berusia 5-11 tahun. Tujuan utama kami adalah
pengujian lapangan dan revisi jika diperlukan, metode dan bahan pengajaran berdasarkan teori
yang dijelaskan dalam buku ini. Posisi yang diambil adalah meskipun selalu ada lebih banyak
yang perlu diketahui tentang bagaimana anak-anak belajar matematika, telah tiba waktunya
sekarang kapan akan lebih memberikan manfaat bagi anak-anak yaitu mengartikan teori
menjadi praktik kelas daripada berupaya untuk mengulas teori lebih jauh. Hal ini masih
merupakan pengajaran eksperimen, walaupun tujuannya adalah salah satu pengujian dan
pengembangan kurikulum daripada mengkonstruksi teori dan saya menemukan pengalaman
yang memperjelas dan bermanfaat.
Situasi pengajaran terdiri dari 3 kategori utama: diskusi yang dipimpin oleh pe-
eksperimen, kegiatan anak-anak yang bekerjasama secara berpasangan atau kelompok kecil,
dan permainan matematika yang terdiri atas 2-6 pemain. Diskusi informal anak-anak satu sama
lain tentang apa yang mereka lakukan, dan juga penjelasan yang mereka berikan satu sama
lain, baik sebagai bantuan maupun pembenaran (Gerakan yang dibuat dalam permainan) sangat
bermanfaat. Hal terpenting juga adalah penggunaan materi yang terstruktur secara matematis.
Banyak yang dipelajari dari pengamatan semacam ini yang selanjutnya berdiskusi dengan guru
yang terlibat. Terkadang juga mengajukan pertanyaan kepada anak-anak, seperti “dapatkah
kamu menjelaskan bagaimana kamu mengetahui tentang …?”
Observasi I
Pe-eksperimen (Ainly, J. Komunikasi Personal, 1985) yang telah melakukannya dengan 3 anak
berusia 5 tahun. Dia bertanya kepada mereka jika mereka dapat menjelaskan apa sebenarnya 5
+ 4. Anak pertama menggunakan perhitungan. Dia telah menghitung 5 dari ini, lalu dia
menghitung 4 lagi dan akhirnya dia menghitung semuanya. Anak kedua menggunakan jarinya,
menggunakan metode menghitung langsung. Anak ketiga melihat ke langit-langit. Ketiga anak
memberikan jawaban yang sama yaitu 9. Rekan saya bertanya kepada anak ketiga: “aku bisa
melihat apa yang dilakukan orang lain, tapi aku tidka bisa melihat apa yang kamu lakukan.
Bisakah kamu memberitahu aku?” kemudian anak tersebut menjawab “5 dan 5 adalah 10”. 4
adalah kurang satunya dari 5, sehingga jawabannya juga kurang satunya dari 10 jadi, 9”.

Penjelasan. 2 anak pertama sama-sama pada tahap pembuatan skema, yaitu menggunakan
mode I (pengalaman fisik). Yang kedua memiliki model yang lebih baik daripada yang pertama
karena mengandalkan setidaknya kesadaran intuitif bahwa kumpulan pertama yang disatukan
adalah bagian dari kumpulan yang dihasilkan dari gabungan. Yang ketiga memiliki skema
relasional, darimana dia dapat memperkirakan sesuatu yang sudah dia ketahui (5 + 5 = 10)
untuk membangun hasil yang baru (5 + 4 = 9). Rantai kesimpulan bagus untuk anak berusia 5
tahun. Banyak pengamatan lain yang membuat saya memandang dengan kekaguman tingkat
pemikiran yang mampu dimiliki anak-anak jika kita membiarkan mereka mempertahankan
kemampuan alami mereka (Ginsberg, 1977).
Tindak lanjut yang menarik dari Observasi saya diberikan pengajaran eksperimen
selama beberapa bulan kemudian dengan anak-anak yang berbeda, dalam sekolah yang berbeda
pula.
Observasi II
Dalam aktivitas ini, saya perihatin dengan pengembangan ingatan yang lancar tentang fakta-
fakta tambahan. (terdapat perbedaan antara cara ini dengan belajar hafalan). Situasi disediakan
permainan untuk 2 orang. Satu pemain menyerahkan kartu yang di atasnya tertulis semua
pasangan penambahan nomor, dari 1 + 1 sampai 5 + 5. Pemain ini harus mengatakan hasilnya
jika dia bisa; disisi lain ada yang menggunakan penggaris, ada juga yang menggunakan
keduanya untuk memeriksa hasilnya jika ia ragu untuk mendapatkannya (hasilnya). (Penggaris
terbuat dari 2 lintasan nomor yang berdampingan. Hal tersebut merupakan perwujudan fisik
perhitungan). Guru harus memberikan saya 2 anak yang menggambarkan keterbelakangan
(lamban) berusia 7 tahun.
Anak dengan kartu yang telah diberikan, memiliki jawaban yang benar untuk 5 + 5; dan
juga dicoba untuk kartu selanjutnya adalah 4 + 5. Dia tidak tahu jawabannya. Bukannya
memberitahu, partnernya mengatakan “kamu tahu 5 + 5, ya kan? Kamu baru saja
mengatakannya. Jadi berapakah 4 + 5?”
Penjelasan. Tidak begitu keterbelakang, anak yang terakhir. Dia tidak hanya memiliki skema
relasional, tetapi dia punya pemahaman intuitif tentang perbedaan antara membantu seseorang
untuk membuat hasilnya sendiri dan hanya memberitahunya. Hampir, anak yang berusia 7
tahun menjadi konstruktivis. Ketika saya menghubungkan ini dengan guru mereka sesudahnya,
dia mengatakan “Oh iya. Dia dapat melakukan apapun yang dia mau. Tetapi hanya saja dia
tidak mencoba”. Saya menahan diri untuk tidak mengatakan bahwa hal ini mungkin tergantung
pada apakah dia tertarik atau tidak.
Pada akhirnya, konstruksi teori dan pengembangan kurikulum harus seiring dengan
peningkatan profesionalisme guru itu sendiri. Hal tersebut juga mendorong untuk melaporkan
bahwa pengalaman bekerja sebagai guru selama beberapa tahun juga telah memberikan
pengembangan pendekatan Pendidikan berdasarkan pelayanan di sekolah yang memberikan
prospek yang baik. Dalam hal ini, guru mengembangkan pemahaman teoretis mereka sendiri
dalam kaitannya dengan pengalaman dan kebutuhan kelas mereka sendiri. Bekerja dengan
anak-anak mereka sendiri (murid) di kelas mereka sendiri pula (Skemp, 1983).
DAFTAR PUSTAKA

Skemp, R. R. (1987). The Psychology of Learning Mathematics: Expanded American Edition.


Routledge

Anda mungkin juga menyukai