TUGAS
PSIKOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Dosen Pengampu:
Dr. Siti Khabibah, M.Pd
Disusun Oleh:
Nama NIM
Risky Dwi Yulanda 19070785001
Mia Saskia 19070785011
A. Pendahuluan
Ada sebuah anekdot tentang seorang profesor matematika yang sangat terkenal. Dia
menceritakan pengalamannya ketika menangani audien, kemudian menulis sebuah
pernyataan matematis di papan yang berbunyi: “Tentu, ini adalah jelas”. Melihat tulisan itu
lalu ia berkata lagi, “Paling tidak, saya pikir ini jelas”. Keraguannya semakin bertambah,
kemudian ia berkata “Maafkan saya” dan ia mengambil pensil dan kertas, kemudian keluar
dari ruang kelas sekitar 20 menit. Setelah kembali, dia berkata “Ya, saudara-saudara, ini
memang benar-benar jelas”.
Secara psikologis, yang menjadi daya tarik dari cerita ini adalah tidak adanya
ketepatan dan kemantapan antara pernyataan pertama yang dapat dipercaya dengan
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berpikir. Setelah timbul keraguan, maka tidak akan
ada lagi kepercayaan yang didapat kembali oleh profesor tersebut. Pada pernyataan pertama,
dapat diartikan “Secara intuisi kami dapat menerima kebenaran dari pernyataan itu”. Pada
pernyataan kedua, diartikan bahwa melalui analisis logika, penerimaan secara intuisi pada
pernyataan pertama dibenarkan. Menjadi yakin akan sesuatu adalah satu hal; mengetahui
mengapa sesuatu itu yakin adalah hal lain.
Contoh lain yang serupa misalnya mengalikan 16 dengan 25. Maka akan timbul
pertanyaan. 1) Berapakah jawabannya? 2) Jelaskan bagaimana anda mengerjakannya!
Mungkin untuk menjawab pertanyaan pertama, kita dapat menjawab cepat, tetapi untuk
menjawab pertanyaan kedua, kita akan mengalihkan perhatian dari tugas pertama dan
melibatkan proses mental dalam memperoleh jawaban pertanyaan kedua.
Contoh lainnya yaitu penggunaan kata “is” pada dua kalimat berikut ini. “What I
am writing with is chalk” dan “Chalk is white”. Maka akan timbul pertanyaan 1) Tepatkah
penggunaan kata “is”? 2) Apakah artinya sama? Pertanyaan pertama dapat segera dijawab;
tetapi untuk menjawab pertanyaan kedua kita harus memikirkan penggunaan kata “is”
dalam setiap kalimat.
Pada ketiga contoh di atas, terdapat perbedaan antara dua model fungsi kecerdasan
yaitu intuitif dan reflektif.
LINGKUNGAN LUAR
RESEPTOR
AKTIVITAS MENTAL
INTERVENSI
EFEKTOR
RESEPTOR RESEPTOR
AKTIVITAS MENTAL
INTERVENSI
EFEKTOR
Bahkan, kemampuan ini sangat kurang berkembang pada anak-anak. Berikut ini
dua contoh dari karya Piaget (1928):
Weng (7 tahun): “Meja ini panjangnya 4 meter. Jika ada 3 meja. Berapa panjang
meja sekarang?” “12 meter” “Bagaimana cara menghitungnya?” “Saya menambahkan
2 dan 2 dan 2 dan 2 dan 2, dan 2” “Mengapa harus2?” “Agar tidak mengambil angka
yang lain”
Gath (7 tahun): “Kalian bertiga akan diberi 9 apel. Berapa banyak apel yang
akan kalian terima setiap anak?” “Tiga buah” “Bagaimana kamu menghitungnya?”
“Saya mencoba berpikir”
“Apa?” “Saya mencoba berpikir di kepala” “Apa yang dipikirkan di kepalamu?” “Saya
menghitung … saya mencoba hingga memperoleh 3”
Dengan mengetahui kemampuan anak untuk mengerjakan suatu hal, maka kita
dapat mengetahui bagaimana dia akan mengerjakan hal lain. Tetapi hal ini tergantung
dari perbedaan individu, dan penulis memperoleh jawaban dari seorang anak yang
berusia 6 tahun 10 bulan (mengenai pertanyaan panjang meja) yaitu “12 kaki”. “Bisakah
kamu menjelaskan cara memperolehnya?”. “Baik, saya memulai dari 3, 6, 9, 12”. Untuk
pertanyaan kedua (mengenai membagi apel) yaitu “Tiga”. “Bagaimana cara kamu
memperolehnya?”. “3+3+3 menjadi 9”. Kemudian secara spontan ia menambahkan,
“Cara cepatnya adalah 3 x 3 = 9”
Sekalinya kita dapat merefleksi pada skema kita dan bagaimana kita dapat
menggunakannya, langkah pernting berikutnya dapat kita raih. Kita dapat membuat
suatu skema baru dan membuat rencana baru. Seseorang anak mungkin tidak dapat
menyelesaikan 16 x 25 secara cepat, tetapi setelah diberi petunjuk bahwa 16 x 25 dapat
ditulis menjadi 4 x (4 x 25) = 4 x 100. Sehingga dengan cara yang sama, diharapkan
anak juga dapat menyelesaikan perkalian lain seperti 24 x 25 secara cepat, bahkan
menyelesaikan 25 x 25. Jika seorang anak dapat menyelesaikan semua itu, ini akan
menunjukkan bahwa anak tersebut telah mencapai skema sederhana dan tidak sekedar
jawaban atas pertanyaan tertentu.
Kita dapat mengganti skema lama dengan skema baru. Sebagai contoh: Penulis
menahan rem, sedangkan di sisi lain pembaca menginginkan trailer maju. Hal ini tidak
akan berhasil, oleh karena itu teman pengemudinya menyarankan pendekatan alternatif
yaitu jika pembaca hanya mendorongnya dengan tangan, maka akan mengalami
kesulitan menyetirnya. Kemudian bayangkan jika diri anda sendiri mendorong mobil
dengan menggunakan boat trailer yang digandengkan, maka mobil tersebut juga akan
maju dengan mudah. Substitusi skema ini ternyata berhasil.
Kita dapat membenarkan kesalahan dalam skema yang sudah ada. Ketika kita
berkata ‘saya tahu kalau saya salah,’ hal ini berakibat tidak hanya pada sebuah refleksi
pada metode yang kita punya tetapi juga pada penemuan bagian-bagian kecil yang
mengakibatkan kesalahan, yang biasanya diikuti dengan perubahan secara tersetruktur
pada suatu sistem. Hanya pada bagaimana kita dapat membuat perubahan-perubahan
dalam skema kita, secara utuh atau sebagian detail, masih belum diketahui. Sehingga
diagram masih perlu diberikan tambahan sebagai berikut:
LINGKUNGAN LUAR
RESEPTOR RESEPTOR
AKTIVITAS MENTAL
AKTIVITAS MENTAL
INTERVENSI
INTERVENSI
EFEKTOR EFEKTOR
Metode
Metode
Contoh Contoh
Metode
C. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Kecerdasan intuitif adalah sebuah kecerdasan dimana didasarkan pada respon
terhadap keadaan lingkungan sekitar yang masuk dari reseptor (kelima indra kita)
yang berikutnya diproses menjadi sebuah input.
2. Kecerdasan reflektif adalah sebuah kecerdasan yang menggunakan skema kecerdasan
intuitif untuk melakukan evaluasi dari apa yang dihasilkan dari kecerdasan intuitif.
Dalam proses pengajaran, guru haruslah peka dan bisa mengelola kedua jenis
kecerdasan ini dari siswanya.
3. Ada tiga tugas guru matematika, yaitu:
- Menyesuaikan materi matematika sesuai dengan pengembangan skema
matematis pada siswa
- Menyesuaikan cara penyajian materi sesuai dengan kemampuan berfikir siswa
(intuitif dan hanya penalaran konkrit, atau intuitif, penalaran konkrit dan juga
berpikir formal)
- Meningkatkan kemampuan analitik siswa untuk mencerna ke tahap dimana
mereka tidak lagi tergantung pada guru.
DAFTAR PUSTAKA