KELOMPOK 3
PENDIDIKAN MATEMATIKA
2022
BAB IV
Pada bab ini kita membahas tentang pengertian dari hasil pemikiran secara intuitif dan
secara reflektif. Setiap manusia terlahir dengan memiliki kemampuan yang berbeda
tergantung pemberian perlakuan atau stimulus positif pada masing-masing wilayah
kecerdasan. Hal inilah yang menyebabkan manusia harus mengenal apa yang dimaksud
sebagai kecerdasan intuitif dan kecerdasan reflektif. Kecerdasan erat kaitannya dengan
kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Ketika kita berpikir seseorang sangat
pandai dalam bidang tertentu atau tahu banyak tentang hal itu, kita dapat mengatakan bahwa
ia cerdas. Kita asumsikan bahwa setiap orang lahir dengan sejumlah kemampuan mental,
yang secara genetik kita warisi dari orang tua. Anggaplah factor genetik itu mempengaruhi
kemampuan kita. Dengan kata lain, ada orang yang cerdas, dan beberapa orang tidak.
Namun perlu disadari bahwa setiap manusia lahir dengan dibekali perangkat berpikir yaitu
otak. Otak manusia memiliki wilayah-wilayah kecerdasan, ini berarti sepanjang anak manusia
terlahir dengan memiliki otak, maka ia memiliki potensi untuk menjadi cerdas. Akan tetapi
yang membuat setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda adalah pemberian perlakuan
atau stimulus positif pada masing-masing wilayah kecerdasan.
2. Kecerdasan Intuitif
CAMPUR
TANGAN
RESEPTOR EFEKTOR
LINGKUNGAN LUAR
Akan tetapi, siswa yang masih pada tahap intuitif, biasanya banyak tergantung pada cara
penyajian materi oleh guru. Jika konsep guru yang didapati sangat jauh dari skema yang ada,
mungkin dia tidak mampu mengasimilasikannya, khususnya karena tingkat akomodasi yang
mungkin pada tingkat intuitif lebih rendah daripada yang dicapai dengan refleksi. Maka pada
tahap-tahap awal, guru harus menganalisis konseptual siswa secara cermat sebagai dasar
merencakan pembelajaran, sehingga siswa dapat melakukan sintesa struktur-struktur dalam
ingatannya sendiri. Itulah hal yang harus diperhatikan, tidak peduli apakah pembelajaran
terjadi langsung oleh guru, maupun pembelajaran tidak langsung (dari buku). Pembelajaran
langsung oleh guru mempunyai keuntungan yaitu pertanyaan dapat diajukan, penjelasan dapat
diberikan, dan bahkan keuntungan yang lebih besar bahwa guru yang sensitif dapat
mempersepsikan perkembangan skema tiap siswanya, dan mengajarkan materi yang tepat
sesuai denagn kondisi siswa. Pendekatan ini lebih fleksibel, disesuaikan dengan penguasaan
siswa sehingga tidak harus tepat sesuai rencana yang telah disiapkan.
3. Kecerdasan Reflektif
CAMPUR
TANGAN
RESEPTOR EFEKTOR
LINGKUNGAN LUAR
Ketika kita mampu merefleksi pada skema kita sendiri, langkah penting selanjutnya
dapat dilakukan, yaitu mengkomunikasikannya dan dapat menyusun skema-skema baru.
Seorang anak yang sebelumnya tidak dapat mengerjakan 16 × 25, tetapi setelah diberi
petunjuk bahwa 16 × 25 dapat ditulis menjadi 4 × (4 × 25) = 4 x 100 maka dimungkinkan
dapat langsung menemukan jawabannya yaitu 400. Sehingga dengan cara yang sama,
diharapkan anak juga dapat menyelesaikan perkalian lain seperti 24 × 25 secara cepat,
bahkan menyelesaikan 25 × 25. Jika ia dapat mengerjakan ini semua, itu menunjukkan
bahwa dia telah mendapatkan sebuah skema sederhana dan tidak sekedar jawaban atas
pertanyaan tertentu.
Kita dapat membuat suatu skema baru dan membuat rencana baru. Kita dapat
mengganti skema lama dengan skema baru. Kita dapat membenarkan kesalahan dalam
skema yang sudah ada. Ketika kita berkata “saya tahu kalau saya telah salah”, Ini tidak
hanya berarti membayangkan cara kita yang ada tetapi juga penemuan bagian-bagian
tertentu didalamnya yang mengakibatkan kesalahan, yang biasanya diikuti dengan
perubahan secara tersetruktur pada suatu system. Kita hanya mampu membuat perubahan-
perubahan yang mempertimbangkan skema-skema kita sebagai keseluruhan atau secara
detail, masih belum diketahui. Namun karena kita nyata-nyata bisa berbuat begitu, maka
skema 2 memerlukan penambahan lebih lanjut.
LINGKUNGAN EKSTERN
CAMPUR TANGAN CAMPUR TANGAN
RESEPTOR
AKTIVITAS MENTAL RESEPTOR
AKTIVITAS MENTAL
EFEKTOR EFEKTOR
Pencapaian lebih jauh dari aktifitas refleksi adalah pada generalisasi matematika. Dalam
proses mempelajari penggunaan perpangkatan, contohnya, kita dapat membedakan dua tahap
yang berbeda, baik itu secara langsung maupun melalui beberapa tahap. Contohnya sebagai
berikut:
α2 = α × α
α3 = α × α × α
α4 = α × α × α × α , dan seterusnya
Hal ini dapat dilihat bahwa:
a2 x a3 = a x a x axaxa
= a5
Sehingga siswa dapat membuat sebuah skema umumnya dengan menulis:
a5 x a7 = a12,
Sesudah membentuk dua skema yang bertalian ini. ia juga dapat merumuskannya
yaitu dengan menyatakannya secara simbolik yang membentuk:
am x an = am+n
am an = am – n
Metode
Metode
Contoh Contoh
Metode
Contoh Contoh
d. Metode tersebut diterapkan pada contoh-contoh baru.
Metode
Contoh-contoh Contoh-contoh
yang asli yang baru
Proses generalisasi matematika yang telah diuraikan di atas, adalah suatu aktivitas yang
rumit dan kuat. Rumit, karena melibatkan refleksi dalam bentuk metode yang disatu sisi
mengabaikan isinya. Kuat, karena membuat kemungkinan yang terkendali, terkontrol, dan
akomodasi yang akurat dari skema yang telah ada, tidak hanya dalam merespon tuntutan
untuk berasimilasi pada situasi baru sebagaimana mereka ditemui, tapi karena permintaan
sudah ada sebelumnya, mencari atau membuat contoh-contoh baru untuk menyesuaikan
konsep yang luas.
Contoh yang nyata tentang bilangan. Bilangan yang ada pertama kali adalah bilangan asli.
Sifat-sifat himpunan dari obyek diskrit (dan juga terbilang) dan metode untuk menjumlahkan
dan mengurangi, mengalikan, membagi, dikembangkan selama berabad-abad, diajarkan pada
dekade pertama demikian juga untuk anak-anak sesuai budaya mereka sendiri. Kemudian
berkembang 'pecahan', 'bilangan negatif’, dan aturan yang diberikan sebagai cara yang benar
untuk menambahkan dan mengurangi, mengalikan dan membagi.
a+b=b+a
axb=bxa
a + (b + c) = (a + b) + c
a x (b x c) = (a x b) x c
a x (b + c) = (a x b) + (a x c), di mana a, b dan c adalah bilangan asli
Kontribusi akhir dari guru adalah mengurangi ketergantungan siswa padanya. Contohnya,
ketika seorang anak sedang mengerjakan sebuah teka-teki (jigsaw puzzles) untuk pertama
kalinya, maka ibunya biasa memberi bagian-bagian yang dirasa cocok dengan apa yang telah
dia tempatkan bersama. Tetapi ketika tahap intuitif dan reflektif telah dicapai, maka anak
tidak akan suka jika dibantu dalam mengerjakan, sehingga guru harus memberi kebebasan
kepada siswanya. Setelah seorang siswa mampu menganalisis materi baru untuk dirinya
sendiri, maka dia dapat mencocokan pada skemanya sendiri dengan cara-cara yang paling
berarti bagi dirinya sendiri; dan mungkin mempunyai cara yang sama dengan apa yang
disajikan oleh guru.
Sehingga guru matematika memiliki tiga tugas: menyesuaikan materi matematika dengan
pengembangan skema matematis pada siswa; menyesuaikan cara presentasi dengan model
berpikir yang mampu diterima siswa (intuitif dan hanya penalaran konkrit, atau intuitif,
penalaran konkrit dan juga berpikir formal); dan terakhir, menaikkan secara bertahap
kemampuan analitis siswa ke tahap dimana siswa tidak lagi bergantung pada guru untuk
memahami materi yang disampaikan kepada mereka. Dan meskipun kita memiliki beberapa
dugaan alasan tentang bagaimana mendorong pengembangan terakhir ini, pengetahuan kita
dalam area ini masih jauh dari lengkap. Dalam hal ini, sama seperti yang lain, guru paling
baik adalah guru yang tetap aktif belajar.