Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

TEORI TIPE 1 DAN TEORI TIPE 2:

DARI BEHAVIORISME KE KONSTRUKTIVISME

Dosen Pengampu: Nurwati Jam’an, M.Pd., Ph.D

KELOMPOK 2
Wa Ode Nur Radhiah Ridjalu (220007301073)
Muh. Nurhidayat Abidin (220007301082)
Resky Jayanti Putri ( )

PROGRAM STUDI PASCASARJANA

PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
BAB X

TEORI TIPE 1 DAN TEORI TIPE 2: DARI BEHAVIORISME KE


KONSTRUKTIVISME

A. Toeri Tipe 1 dan Teori Tipe 2

Teori tipe 1 adalah sebuah model mental abstrak, umum, dan teruji dari keteraturan di
dunia fisik. Ini disebut dengan law of nature dan kualitas untuk deskripsi ini memiliki kekuatan
penjelasan dan prediksi. Semua ilmu pengetahuan alam seperti kimia, astronomi, metalurgi,
genetika, teori elektromagnetik masuk ke dalam teori tipe 1.

Teori tipe 2 adalah sebuah model keteraturan tentang proses teori tipe 1 terbentuk dan
perencanaan pelaksanaanya. Contoh teori tipe 2 adalah teori Piaget, teori Van Hiele tentang
pembelajaran matematika, dan Skemp tentang teori kecerdasan. Dan teori konstruktivisme juga
termasuk dalam teori tipe 2.

Teori 1 berhububungan dengan dunia fisik, teori 2 berhubungan dengan pikiran, segala
sesuatu yang tidak terlihat oleh kita tetapi ada pada diri kita. Teori 1 bisa dibangun, diuji, dan
diprediksi. Sebaliknya untuk teori tipe 2 tidak bisa karena ada di dalam pikiran.

B. Teori dan Metodologi


Metodologi itu adaalah suatu kumpulan metode untuk membangun (dibangun dan dites)
suatu teori, bersama dengan sebuah pemikiran yang menentukan apakah sebuah metode tepat
atau tidak. Metodologi dan teori hubungannya erat, suatu teori yang baik dibangun dengan
menggunakan metodologi yang tepat. Contoh, Steffe (1977) menuliskan: “konstruktivisme, teori
epistemologis, belum menghasilkan teori pembelajaran matematika. Namun, beberapa prinsip
dasar dari konstruktivisme telah digunakan untuk memberikan analogi yang kuat untuk membuat
model dalam pengajaran dan pembelajaran matematika. Steffe menggunakan metodologi yang
disebut dengan model pembelajaran eksprimen”.

Ginsburg (1977) juga menyatakan secara eksplisit posisi teoritis dan metodologi. Dengan
menggunakan teori Piaget, saya mencoba untuk menunjukkan seperti apa dan bagaimana
perkembangan proses berpikir anak dalam menyelesaiakn masalah matematika baik dalam
sekolah maupun di luar sekolah. Dan metode yang digunakan adalah wawancara lebih mendalam
terhadap anak-anak dalam menyelesaikan bermacam jenis masalah.

C. Metodologi Tipe 1 dan Metodologi Tipe 2

Metodologi tipe 1 berkaitan dengan pembentukan (membangun dan pengujian) model


yang membutuhkan fungsi delta-one yang baik. Ketika model ini telah dibentuk, maka model ini
adalah teori tipe 1. Metodologi tipe 2 berkaitan dengan pembentukan (membangun dan
pengujian) model tapi lebih kepada bagaimana proses pada teori tipe 1 itu dibentuk, bagaimana
pelaksaan perencanaan dari toeri tipe 1 itu. Ketika model ini telah dibentuk maka model ini
adalah teori tipe 2. Metodologi itu akan semakin baik jika menggunakan kombinasi keduanya
membangun dan pengujian.

D. Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian Pendidikan Matematika


1. Metodologi Behavioristik dan Neo-Behavioristik
Perkembangan behavioristik sangat dekat hubungannya dengan usaha akademik para
psikolog untuk membangun psikologi sebagai ilmu yang diterima. Sangat bisa dipahami
bahwa usaha-usaha ini diambil sebagai model ilmu alam, bahkan pada masa awal lahirnya
psikologi membuktikan kemampuannya dalam memungkinkan kita untuk membentuk
lingkungan fisik, sehingga telah menunjukkan pertumbuhan tingkat eksponensial.
Ciri-ciri metode dalam semua ilmu fisik adalah:
a. Eksperimen yang dapat diubah, di mana orang lain bisa menguji hasil peneliti
individu, sebagai sebuah peringatan awal terhadap kesalahan eksperimen dan sebagai
materi prasyarat untuk penerimaan secara umum terhadap hasil tersebut.
b. Pengukuran dalam satuan standar, tanpa syarat dan hasil eksperimen (untuk poin 1)
tidak bisa digambarkan secara akurat.
c. Isolasi dan manipulasi variabel bebas, sehingga pengaruh yang terpisah pada variabel
bebas bisa diukur.
d. Hasil disajikan dalam pernyataan kualitatif dan kuantitatif.

Untuk menolak model behavioristik karena sangat mekanis sangat bisa dipahami,
tetapi dalam pandangan saya, bukan alasan yang baik. Carpenter (1979) menunjukan bahwa
“Pertanyaan yang sesuai adalah pragmatis. Model mana yang lebih tepat untuk menjelaskan
dan memprediksi perilaku?” Walaupun metode pengajaran berdasarkan (secara sadar atau
tidak) pada model behavioristik telah memperoleh keberhasilan dalam membawa berbagai
jenis kebiasaan belajar seperti tekanan oleh tikus dan menendang bola ping pong oleh
penguin, merupakan sebuah kenyataan pahit bahwa metode pengajaran berdasarkan model
behavioristik gagal dalam membentuk bentuk belajar yang lebih tinggi tingkatannya, karena
manusia sangat berbeda dari tikus dan penguin laboratorium, dan matematika merupakan
contoh yang jelas. Selain itu, kelemahan model behavioristik yaitu model tersebut tidak
berfungsi karena adanya kritik yang dibuat dengan alasan mereka (behavioristik)
mempunyai kesalahan kategori.
a. Kesalahan kategori pertama yang dipercaya melekat pada beberapa model
behavioristik yaitu apakah lingkungan fisik tidak berbeda dengan aktivitas kita dalam
membentuk lingkungan tersebut. Setiap upaya yang dilakukan oleh A untuk
membentuk perlaku B menyatakan beberapa tingkat kehilangan kebebasan untuk B,
apakah ini disadari atau tidak. Hal ini menyebabkan terjadinya kemungkinan bahwa
secara sadar atau tidak, B akan berusaha mempertahankan kebebasannya dengan
menolak pembentuk perilakunya. Apakah B bertahan atau tidak, dan berapa banyak,
akan mungkin bervariasi antar individu dan akan bergantung sebagian pada
bagaimana masing-masing menafsirkan keadaan. Ketika faktor ini ada, atau terdapat
kemungkinan yang kuat akan keberadaannya, disarankan untuk mengabaikannya.
b. Kesalahan kategori kedua dibuat ketika simbol disamakan dengan konsep: ketika
sebuah tanda di atas kertas disamakan dengan maknanya. Untuk behavioristik,
pernyataan a(x + y) = ax + ay dan perkalian bersifat distributif terhadap
penjumlahan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi bagi seorang matematikawan, hal
tersebut merupakan dua cara di antara banyak cara berbeda menyatakan makna yang
sama; dan bagi seorang pendidik matematika, yang penting adalah siswa memahami
hal ini, memahami artinya dan bisa menunjukkan bahwa siswa mengaplikasikan
skema terhadap contoh yang bervariasi. Jadi untuk para peneliti dalam pendidikan
matematika, perbedaan antara simbol dan konsep hanya satu bahwa perbedaan
tersebut sangat penting untuk diperhatikan.
c. Kesalahan kategori ketiga dan yang paling penting karena menjadi ciri-ciri model
behavioristik yaitu gagal untuk membedakan antara teori tipe 1 dan tipe 2.
2. Interview Diagnostik dan Ekxperimen Pengajaran
Berikut ini akan dijelaskan perbedaan paradigma dalam dunia pendidikan sesuai
dengan apa yang dipahami oleh Piaget:
Paradigma Behavioristik. Apa yang kita minati adalah tingkah laku subjek yang dapat
diamati secara umum, dan hal ini dibentuk oleh kondisi eksternal terhadap subjek. Kondisi
ini bisa didefinisikan secara operasional, dan dikontrol dengan sebuah tingkatan ketepatan
oleh seorang peneliti atau guru. Faktor-faktor internal pada subjek, dan khususnya faktor-
faktor spesifik pada individu, munculnya secara acak dan bisa dihilangkan dengan teknik
statistik yang sesuai/tepat.
Paradigma Piaget. Apa yang kita minati adalah proses mental yang muncul pada tingkah
laku subjek yang bisa diamati, dan hal ini merupakan hasil proses internal terhadap subjek.
Proses mental bervariasi antara individu yang berbeda, dan di antara individu yang sama
pada umur yang berbeda; dan perbedaan sama pentingnya dengan kemiripan. Untuk
menyelidiki proses mental, kita butuh kerjasama individu dalam hubungan searah
dengan peneliti, membuat hipotesis tentang proses mental dasar yang diuji terhadap
berbagai tingkah laku yang dapat diamati.

E. Pengajaran Eksperimen
Teori klasik Piaget tidak terlalu berfokus pada fungsi pengajaran. Dalam konteks
pendidikan, hubungan antara pengajaran dan belajar, bersama dengan sifat dasar dan kualitas
belajar, merupakan salah satu fokus kajian. Jadi, sudah biasa jika peneliti mendasarkan
penyelidikan pada metodologi eksperimen pengajaran. Diantaranya adalah penganut
konstruktivis.
Rangkuman enam prinsip konstruktivistik diberikan oleh Steffe, Richards, dan Von
Glassersfeldt (1979). Diantara ciri utama sebagai berikut:
“Pengetahuan dipandang sebagai pesinggungan terhadap invarians dalam pengalaman
organisme hidup daripada kesatuan, struktur dan kejadian dalam sebuah keberadaan dunia
yang independen. Operasi mental merupakan bagian dari sebuah struktur total, dan struktur
dipandang sebagai pengaturan operasi. Perilaku yang berbeda dari seorang anak bisa
ditafsirkan sebagai bawaan dari struktur kognitif yang sama. Susunan lingkungan belajar
harus dipertimbangkan dalam dua kerangka referensi. Pada satu sisi, terdapat sistem operasi
yang mengatur pengalaman anak dan, pada sisi lain, terdapat isi yang bisa dipelajari.
Konsep, struktur, keterampilan, atau apapun yang dipandang sebagai “pengetahuan” tidak
dapat disampaikan dengan instan dari guru ke siswa atau dari pengirim ke penerima.
Pengetahuan harus dibangun, bagian demi bagian, selain elemen yang harus ada pada
subjek.”
Metodologi ini bisa dianggap sebagai perluasan wawancara diagnostik, dimana tujuannya
adalah untuk membuat dan mengetes hipotesis tidak hanya tentang ciri dasar pemikiran anak
pada waktu tertentu, tetapi tentang bagaimana pemikiran tersebut dibangun dari satu tahap ke
tahap lain. Hal ini dirangkum oleh Steffe (1977) sebagai berikut:
1. Peneliti mengajar kelompok kecil anak sehari-hari.
2. Pengamatan intensif terhadap setiap anak sebagaimana meraka ikut serta dalam perilaku
matematika.
3. Memperlama keterlibatan dengan anak yang sama selama enam minggu menuju tahun
akademik baru.
4. Wawancara diagnostik dengan anak,
5. Catatan rinci observasi dengan tape recorder dan hasil kerja tertulis anak.

Pengalaman pribadi dalam bidang ini menyarankan bahwa dari sebuah pendekatan yang
persis sama seperti yang dijelaskan Steffe, tetapi kurang intensif, banyaknya nilai masih bisa
dipelajari. Situasi pengajaran termasuk dalam tiga kategori utama: diskusi yang dipimpin oleh
peneliti, aktivitas siswa dalam kelompok kecil atau berpasangan, dan permainan matematika
untuk 2-6 anak. Diskusi informasi anak dengan yang lain tentang apa yang dikerjakan, dan juga
penjelasan yang mereka berikan kepada yang lain, keduanya sebagai bantuan dan pembenaran
sangat dihargai. Yang penting juga adalah penggunaan materi yang berstruktur matematika. Dari
banyak hal yang dipelajari berasal dari jenis pengamatan tersebut, dan termasuk bagian diskusi
dengan guru.

Anda mungkin juga menyukai