Anda di halaman 1dari 162

Volume III, No.

1, Februari 2017 ISSN 2540 – 9980

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


YAYASAN PERGURUAN TINGGI ISLAM PASAMAN
STAI – YAPTIP PASAMAN BARAT

i
Volume III, No.1, Februari 2017 ISSN 2540-9980

Jalan Bundo Kandung No. 142 Simpang Empat Pasaman Barat

Dewan Redaksi

Penanggungjawab:
Amul Husni Fadlan, S. Psi., M.A
Pimpinan Redaksi:
Istajib Jazuli, M.A
Mitra Bestari:
Prof. Dr. Edi Safri (Guru Besar Ilmu Hadits IAIN Imam Bonjol Padang)
Prof. Dr. Rusydi AM., Lc., M. Ag. (Guru Besar Ilmu Al-Quran IAIN Imam Bonjol Padang)
Prof. Dr. Zulmuqim, M.A (Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam IAIN Imam Bonjol Padang

Penyunting/Editor: Desain Grafis:


Dr. Luqmanul Hakim, M. Ag. Nurul Muttaqin Musa, M.A
Dr. Ikhwandri, M. Pd.
Sekretariat:
Adri SK., M.A
Novialdi, S. Ag.
Mita Fitria, M.A
Meri Haryani, S. Kom
Yosi Eriawati, ME
Ahmad Ghozali, S. Pd.I
Rusdi, S.Pd.I
Sirkulasi & Keuangan:
Suaibatul Aslamiyah, S.Pd.I
Maiza Fitri, SE

Layout:
Istajib Jazuli
Alamat Redaksi:
Kantor LP2M STAI-YAPTIP Pasaman Barat
Jalan Bundo Kandung No. 142 Simpang Empat Pasaman Barat
e-mail: jurnalalkarim.staiyaptip@gmail.com
Jurnal Al-KArim: adalah Jurnal Pendidikan, Ekonomi, Psikologi dan Studi Keislaman dengan kajian
multi-disipliner, terbit dua (2) kali dalam setahun (Februari dan Agustus), yang dikelola oleh LP2M
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI-YAPTIP) Pasaman Barat. Redaksi menerima tulisan yang
relevan, selama mengikuti petunjuk penulisan yang ditetapkan.

ii
Volume III, No.1, Februari 2017 ISSN 2540-9980

Jalan Bundo Kandung No. 142 Simpang Empat Pasaman Barat

PENGANTAR REDAKSI

Puji dan syukur kepada Allah swt., Jurnal Al-Karim Volume III
Nomor 1 Edisi Februari 2017 hadir untuk „menyapa‟ pembaca.
Mulai edisi ini Jurnal Al-KArim mengalami sedikit perubahan
baik dari sisi tata wajah maupun model penulisan, untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan jangka panjang. Tentu dengan terbitnya Jurnal Al-
Karim ini dapat memberikan konstribusi bagi penyebaran dan
pengembangan karya ilmiah intelektual di bidang Pendidikan, Psikologi,
Ekonomi dan Kajian keislamanlainnya.
Jurnal Al-Karim Volume III Nomor 1 Edisi Februari 2017 ini
diawali dengan tulisan M. Irsan Barus yang mengangkat tema
Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra. Selanjutnya,
tulisan Istajib Jazuli mengangkat tema Pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari
dalam Kitab Adab ‘Alim wa Al-Muta’allim tentang Pendidikan Islam.
Selanjutnya Salman mengupas tentang Usaha Guru Dalam Meningkatkan
Efektifitas Belajar Santri Pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Umum Di
Pondok Pesantren (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Darussalam
Kabupaten Pasaman Barat). Berikutnya Yulda Dina Septiana membahas
tentang Kompetensi Paedagogik Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di Smp Negeri 27 Padang.
Adapun Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pasca Sertifikasi di
MTsN Koto Baru Kabupaten Solok ditulis oleh Yusra Nedi. Sri Wardona
mengangkat tema tentang Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam
Meningkatkan Kinerja Dosen. Adapun Fajar Budiman meneliti tentang
Pengaruh Motivasi Mengajar Guru Dan Keterampilan Mengajar Guru
Terhadap Hasil Belajar Siswa Sma Negeri Di Kota Bukittinggi.
iii
Syofrianisda mengkaji tentang Metode Penafsiran Muhammad Ali al-
Shâbuni dalam TafsirRawâi‟ al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-Ahkâm Min al-
Qur’ân”. Terakhir, Fawza Rahmat mengkaji tentang Peranan Zakat,
Infaq, Dan Sadaqah Dalam Pengembangan Usaha Kecil Yang Ada Pada
Operasional Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Redaksi menyadari masih terdapat berbagai kelemahan dan
kekurangan pada penerbitan edisi ini. Masukan dan kritikan dari semua
pihak sangat kami harapkan. Terima kasih.

Simpang Empat, 01 Februari 2017


Pimpinan Redaksi

Dto

Istajib Jazuli, M.A

iv
Volume III, No.1, Februari 2017 ISSN 2540-9980

Jalan Bundo Kandung No. 142 Simpang Empat Pasaman Barat

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
DEWAN REDAKSI ........................................................................... ii
PENGANTAR REDAKSI ................................................................. iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... v

Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra .................. 1


Oleh: Muhammad Irsan Barus

Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari dalam Kitab Adab ‘Alim wa al-


Muta’alim tentang Pendidikan Islam ............................................................. 21
Oleh: Istajib Jazuli

Usaha Guru Dalam Meningkatkan Efektifitas Belajar Santri Pada


Pelajaran Ilmu Pengetahuan Umum Di Pondok Pesantren (Studi
Kasus Di Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Pasaman
Barat) .................................................................................................... 49
Oleh: Salman

Kompetensi Paedagogik Guru Pendidikan Agama Islam Dalam


Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di Smp Negeri 27 Padang ...... 61
Oleh: Yulda Dina Septiana

Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pasca Sertifikasi di


MTsN Koto Baru Kabupaten Solok ..................................................... 77
Oleh: Yusra Nedi

Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Kinerja


Dosen ................................................................................................... 93
Oleh: Sri Wardona

v
Pengaruh Motivasi Mengajar Guru Dan Keterampilan Mengajar
Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Sma Negeri Di Kota
Bukittinggi ........................................................................................... 111
Oleh: Fajar Budiman

Metode Penafsiran Muhammad Ali al-Shâbuni dalam


TafsirRawâi‟ al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-Ahkâm Min al-Qur’ân” ..... 125
Oleh: Syofrianisda

Peranan Zakat, Infaq, Dan Sadaqah Dalam Pengembangan


Usaha Kecil Yang Ada Pada Operasional Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) ..................................................................................... 141
Oleh: Fawza Rahmat

PEDOMAN PENULISAN ................................................................. 155

vi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra


Oleh: Muhammad Irsan Barus

Abstrak
Penelitian dilatarbelakangi oleh maraknya diskusi seputar relasi antara
pendidikan dan modernisasi di berbagai dunia Islam. Azyumardi Azra sebagai tokoh
pendidikan menawarkan format modernisasi pendidikan Islam berbeda dengan
mainstream pemikiran yang umum dan menawarkan konsep yang berbeda.
Tujuan utama penelitian ini untuk mengungkapkan (1) Bagaimana konsep
pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra; (2) Bagaimana konsep modernisasi
pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra; (3) Bagaimana modernisasi komponen
pendidikan Islam tentang tujuan, kurikulum dan lembaga pendidikan Islam.
Penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research)
dengan menelaah teks-teks yang berkaitan dengan pemikiran Azyumardi Azra tentang
pendidikan Islam. Data ditelaah menggunakan analisis isi (content analysis) dengan
berusaha untuk menggali maksud tokoh dalam tataran intern-teks dan ekstern teks
dengan tidak melupakan faktor sosio-historis yang melatarbelakangi pemikiran tokoh
sehingga ditemukan kesimpulan objektif tentang pemikiran tokoh tersebut seputar
modernisasi pendidikan Islam secara komprehensif.
Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Azyumardi Azra memandang
bahwa pendidikan Islam sebagai suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran
Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad Saw agar ia mampu menjalankan
fungsinya sebagai khalifah dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat;
(2) Azyumardi Azra memandang modernisasi pendidikan Islam sebagai reorientasi
pemikiran pendidikan Islam dan restrukturisasi sistem dan kelembagaan sesuai dengan
kerangka modernitas yang sejalan dengan nilai-nilai Islam; (3) Azyumardi Azra
memandang modernisasi komponen pendidikan Islam berkaitan dengan tujuan,
kurikulum dan lembaga. Modernisasi tujuan adalah mengubah paradigma pendidikan
yang hanya mengarah pada hal-hal akhirat semata, untuk kemudian juga
mementingkan kehidupan dunia. Modernisasi kurikulum dilakukan dengan
mengembangkan Islamic studies dalam menyelesaikan permasalahan umat Islam,
mengembangkan ilmu-ilmu humaniora dengan ciri khas Islam serta memasukkan iptek
dalam struktur kurikulum pendidikan Islam. Modernisasi lembaga dilakukan dengan
memperbaiki sarana dan prasarana lembaga pendidikan Islam dengan memadukan
manajemen modern dan kultur masyarakat sekitar.

Kata kunci: Azyumardi Azra, Modernisasi, Pendidikan Islam


Dosen PAI Universitas Medan Area
1 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

A. PENDAHULUAN
Salah satu kajian yang hangat tentang modernisasi dalam dunia
Islam adalah modernisasi pendidikan. Modernisasi pada dasarnya
adalah proses multi dimensional yang kompleks. Pada satu segi
pendidikan dipandang sebagai suatu variabel modernisasi. Dalam
konteks ini, pendidikan dianggap merupakan prasyarat dan kondisi
yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan
mencapai tujuan-tujuan modernisasi. Karena itu, banyak ahli
pendidikan berpandangan bahwa “pendidikan merupakan kunci untuk
membuka pintu ke arah modernisasi.
Pada segi lain, pendidikan sering dianggap sebagai objek
modernisasi. Dalam konteks ini, pendidikan di negera-negara yang
tengah menjalankan program modernisasi pada umumnya dipandang
masih terbelakang dalam berbagai hal, dan karena itu sulit diharapkan
bisa memenuhi dan mendukung program modernisasi. Berdasarkan
hal tersebut, pendidikan harus diperbaharui dan dimodernisasi,
sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan
kepadanya (Azra, 1999).
Harun Nasution melihat bahwa modernisasi pendidikan adalah
sebuah upaya untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan.
Menurutnya, dikotomi ilmu pengetahuan jauh lebih besar efeknya
negatifnya daripada sekularisasi. Dalam hal ini ia mengatakan:
Zaman Yunani Kuno, para saintis dan filosofnya
mengembangkan pemikiran rasional tanpa terikat dengan agama
apapun, sehingga timbul sains dan filsafat yang sekulistik bahkan
ateistik. Kemudian, di zaman klasik Islam (650-1250 M),
dilakukan upaya islamisasi terhadap tradisi Yunani tersebut,
sekaligus perumusan pendidikan yang integralistik antara
pengetahuan umum dan agama oleh para tokoh Muslim. Pasca
Renaisance, pendidikan umum berkembang di Eropa menjadi
sekuler dan ateis kembali seperti yang terjadi pada zaman Yunani
Kuno. Sementara di kalangan Islam sejak pertengahan Islam
(1250-1800 M), mengalami dikotomi ilmu dan pendidikan yang
dualistik. Barat masih terjadi sekularisme, dunia Islam belum
mampu mengatasi dikotomi ilmu dan pendidikan, padahal
2 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

dikotomi lebih besar pengaruhnya daripada sekularisme.


(Nasution, 2003).
Sebagian lagi menganggap umat Islam mundur disebabkan
pencomotan mereka terhadap sistem pendidikan Barat yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Sistem yang dibawa Barat dianggap
membawa manusia ke arah dehumanisasi dan sekularisasi.
Modernisasi Barat dengan segala ratifikasinya gagal membawa
manusia ke arah yang lebih baik. Kegagalan ini sering dikaitkan
dengan kekeliruan epistemologi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang pasca aufklarung dan revolusi industri di Eropa.
Pemikir Barat, dengan paradigma epistemologi “antro-sentris”
hampir sepenuhnya menggusur paradigma “teosentris” (Azra, 1999).
Sistem pendidikan Barat disebut-sebut mengalami krisis yang
akut. Itu tak lain karena proses yang terjadi dalam dunia pendidikan
Barat hanya sekedar pengajaran. Pendidikan yang berlangsung tak
lebih dari sekedar transfer ilmu dan keahlian dalam kerangka tekno-
struktur yang ada. Akibatnya, pendidikan hanya menjadi komoditi
belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan sosial
masyarakat. Pendidikan dibuat hanya untuk melanggengkan
penindasan yag berkesinambungan terhadap orang-orang lemah (F.
O’neil, 1981).
Untuk memperbaiki kesalahan umat Islam yang keliru
mengambil paradigma Barat, mereka kemudian mengusung
perubahan paradigma antrosentris menjadi paradigma teo sentris. Hal
ini juga tidak sepenuhnya disepakati oleh para pemikir pendidikan
Islam. Terjadi “tarik tambang” yang sangat intens di kalangan
pemikir Islam. Pemikir seperti Muhammad Abduh, Sayyid Amir Ali
dan seterusnya, mengembangkan epistemologi ulmu yang lebih
kurang bersifat “antro-sentris” (Muhaimin, 2006). Sementara tokoh
“neo tradisional”, seperti Sayyed Hussen Hasr menganjurkan
epistemologi “teo-sentris” (Cooper, 2000).
Tarik menarik ini membuat munculnya gagasan islamisasi
ilmu pengetahuan yang diprakarsai Ismail al-Faruqi dan Muhammad
Naquib al-Alatas. Islamisasi yang dimaksud adalah upaya untuk
membangun kembali semangat umat Islam dalam berilmu
pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian
rasional-empirik atau semangat pengembangan ilmiah dan filosofis
yang merupakan perwujudan dari sikap concern, loyal dan komitme
terhadap doktrin-doktrin dan nilai-nilai mendasar yang terkandung
3 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

dalam al-Qur’an dan sunnah (Muhaimin, 2006). Selain itu, kajian-


kajian tentang gagasan modernisasi pendidikan Islam dengan
berbagai coraknya tidak hanya berhenti pada beberapa gagasan di
atas (Ramayulis & Nizar, 2010).
Dalam konteks Indonesia, modernisme dan modernisasi sistem
dan kelembagaan Islam berlangsung sejak awal abad ini hingga
sekarang nyaris tanpa melibatkan wacana epistemologis; modernisasi
dan modernisme sistem kelembagaan pendidikan Islam cendrung
diadopsi begitu saja. Sebab itulah, modernisasi yang dilakukan hanya
memunculkan kerumitan-kerumitan baru daripada terobosan-
terobosan yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan, baik dari
segi konsep maupun viabilitas, kelestarian dan kontinuitas (Azra,
1999).
Perdebatan tentang modernisasi pendidikan yang terjadi di
antara para ahli pendidikan Islam, mendorong Azyumardi Azra
terlibat dalam merumuskan gagasan modernisasi pendidikan Islam.
Salah satu pokok pikiran yang tertuang dalam tulisannya adalah buku
Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium baru
yang banyak berbicara tentang modernisasi pendidikan Islam. Azra
mengkritik islamisasi ilmu pengetahuan yang sampai hari ini belum
menemukan benang merahnya. Dalam hal ini ia mengatakan:
“Islamisasi ilmu dan teknologi bukan tidak bermanfaat. Ia
dapat merupakan langkah awal untuk membangun paradigma
lebih “islami”, bukan hanya pada tingkat masyarakat Muslim,
tetapi juga pada tingkat global. Namun jangan sampai hal tersebut
membuat masyarakat Muslim mengabaikan masalah-masalah
berat pada tingkat praksis (Azra, 1999).
Azra juga mengomentari umat Islam yang terlalu mencurigai
iptek yang bersumber dari Barat. Seharusnya Muslim
mengembangkan sikap keterbukaan dengan menghilangkan sikap
reaktif, apalogetik, dan defensif.
“Menyangkut akselarasi pendidikan dan pengembangan
iptek, adalah keniscayaan bagi kaum Muslim mengembangkan
keterbukaan pada sumber iptek dari manapun. Ini berarti
meniscayakan pula penghilangan sikap apologetik, defensif, dan
reaktif dari sebagian Muslim yang masih mencurigai segala
macama iptek yang bersumber dari Barat.” (Azra, 2011).
Untuk mewujudkan pemikiran tentang modernisasi pendidikan
Islam, ia juga menyoroti dan memprakarsai tentang pembaharuan dan
4 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

modernisasi IAIN menjadi universitas Islam (Nata, 2005). Di tambah


lagi perhatiannya kepada modernisasi surau dan pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam yang pertama di Indonesia. Di sisi lain,
secara akademis pemikiran-pemikirannya jelas sedikit banyaknya
telah mempengaruhi pemikiran pendidikan para dosen dan tenaga
pengajar di lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Kapasitasnya
sebagai modernis pendidikan Islam dipertegas dengan
dimasukkannya Azyumardi Azra dalam barisan pemikir dan tokoh
pendidikan Islam di Indonesia oleh Abudin Nata.
Latar belakang masih urgennya membahas tentang modernisasi
pendidikan Islam dan upaya-upaya Azyumardi Azra mengkonsepsi
modernisasi pendidikan Islam yang berbeda dengan mainstream
gagasan modernisasi para tokoh lainnya membuat penulis tertarik
untuk mengkaji pemikiran Azyumardi Azra tentang modernisasi
pendidikan Islam.
Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisis
masalah, maka fokus penelitian ini bertumpu pada bagaimanakah
modernisasi pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra?
Pembahasan ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1)
Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra?; 2)
Bagaimana konsep modernisasi pendidikan Islam menurut
Azyumardi Azra?; 3) bagaimana modernisasi komponen sistem
pendidikan Islam, yaitu tujuan, kurikulum dan lembaga pendidikan
Islam menurut Azyumardi Azra?

B. Tinjauan Pustaka
Adapun kajian tentang pemikiran Azyumardi Azra tentang
pendidikan Islam sangat banyak sekali.
1. Pembaharuan Sistem Pendidikan IAIN Menurut Azyumardi Azra
Dalam buku “Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru. Penelitian dilakukan oleh Muhammad Yusuf
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Fokus
pembahasannya adalah menyoroti pemikiran Azyumardi Azra
tentang pembaharuan IAIN sebagai lembaga pendidikan Islam.
2. Pemikiran Azyumardi Azra Tentang Demokratisasi Pendidikan
Islam. Penelitian tersebut ditulis oleh Istanto (2009) mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

5 |Modernisasi Pendidikan Islam…


Volume III, No. 1, Februari 2017

3. Modernisasi Pendidikan Pesantren dalam Perspektif Azyumardi


Azra. Penelitian ditulis oleh Masrur Efendi (2006) mahasiswa
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
4. Paradigma Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra.
Penelitian yang ditulis Hendra Jaya (2001) mahasiswa IAIN
Imam Bonjol Padang.
Dari keseluruhan penelitian di atas, terlihat secara eksplisit
perbedaan mendasar penelitian penulis dengan penelitian lainnya.
Penelitian di atas adalah sub bagian dari kajian penulis. Mereka tidak
mengkaji pemikiran Azyumardi Azra tentang modernisasi
pendidikan Islam secara komprehensif dari latar belakang
modernisasi pendidikan Islam, konsep modernisasi pendidikan Islam
dan komponen sistem pendidikan Islam yang harus dimodernisasi.
Hemat penulis, mengkaji modernisasi pendidikan menurut seorang
tokoh, harus dimulai dari pandangan dasarnya tentang modernisasi
pendidikan itu sendiri. Hal itulah yang tidak penulis temukan dalam
tulisan-tulisan mereka.

C. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan
(library research) dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan
dari tulisan-tulisan Azyumardi Azra dan sumber-sumber lainnya yang
relevan dengan pembahasan sebagai data sekunder, baik itu berupa
buku, majalah, artikel, makalah, hasil-hasil penelitian ataupun buletin
yang berkaitan dengan penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan analisis isi teks. Analisis isi teks
dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis
isi suatu teks. Isi dalam hal ini dapat berupa kata, arti (makna),
gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat
dikomunikasikan (Martono, 2010). Weber dalam Lexy J. Moleong
mendefinisikan konten analisis isi adalah metodologi penelitian yang
memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari
sebuah buku atau dokumen (Moleong, 2010). Jadi, analisis teks
dalam penelitian ini mengandung makna bahwa untuk menemukan
pemikiran Azyumardi Azra tentang modernisasi pendidikan Islam,
maka kajian difokuskan pada teks-teks yang berkaitan dengan
pendidikan Islam yang mengandung pemikiran Azyumardi Azra.
Sumber data penelitian primer adalah buku yang berkaitan
ditulis oleh Azyumardi Azra seperti (1) Pendidikan Islam; Tradisi dan
6 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Modernisasi Menuju Milenium Baru; (2) Jaringan Ulama Timur


Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII (3) Pergolakan Politik
Islam; Dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post Modernisme;
(4) Perkembangan Modern dalam Islam; (5) Renaisans Islam Asia
Tenggara: Sejarah, Wacana dan Kekuasaan; (6) Esei-esei Intelektual
Muslim dan Pendidikan Islam; (7) Menuju Masyarakat Madani:
Gagasan, Fakta, dan Tantangan; (8) Islam Reformis, Dinamika
Intelektual dan Gerakan; (9) Islam Subtantif Agar Umat Tidak Jadi
Buih; (10) Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekontruksi dan
Demokratisasi; (10) Surau ; Pendidikan Islam Tradisional dalam
Transisi dan Modernisasi; (11) Islam di tengah Arus; (12) Konteks
Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam ; (13) Islam Nusantara:
Jaringan Global dan Lokal.
Sumber data sekunder mencakup materi-materi yang berkaitan
dengan pendidikan Islam seperti buku (1) Ensiklopedi Tokoh
Pendidikan Islam (Ramayulis dan Samsul Nizar); (2) Ilmu
Pendidikan Islam (Zakiah Darajat); (3) Falsafah Pendidikan Islam
(Mohammad al-Toumy al-Syaibany); dan sumber sekunder lainnya.
Teknik pengumpulan data adalah pengumpulan data tertulis
seperti arsip-arsip dan termasuk buku-buku tentang pendapat, teori,
dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
pemikiran Azyumardi Azra tentang modernisasi pendidikan
(Margono, 1997)
Teknik konten analisis dalam kajian ini menurut adalah
sebagai berikut: (Moleong, 2010)
1. Peneliti menelaah teks dalam buku-buku yang dikarang oleh
Azyumardi Azra yang berkaitan tentang pertanyaan penelitian.
2. Peneliti menentukan bagian-bagian atau tema-tema sesuai dengan
kebutuhan dalam penelitian ini dengan membuat klasifikasi
kategori dan definisi konsep-konsep yang mencakup konsep dasar
pendidikan Islam, konsep modernisasi pendidikan Islam serta
modernisasi komponen-komponen pendidikan Islam.
3. Peneliti mengoreksi dan mengecek keabsahan dan reliabilitas
kategori dan konsep
4. Peneliti menginterpretasikan teks-teks yang berkaitan dengan
konsep dasar pendidikan Islam, konsep modernisasi pendidikan
Islam serta modernisasi komponen pendidikan Islam.
5. Peneliti mengambil kesimpulan tentang pemikiran Azyumardi
Azra berkaitan dengan batasan masalah penelitian.
7 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

D. Hasil Penelitian
1. Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra
Azyumardi Azra mengatakan bahwa kalau proses pendidikan
dilaksanakan hanya dianggap sebagai bentuk dari pengajaran, maka
pengajaran akan menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai
implikasinya terhadap kehidupan sosial masyarakat. Menurutnya,
perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan
pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak
didik, di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses
semacam ini, suatu bangsa akan dapat mewariskan nilai-nilai
keagamaan, kebudayaan, pemikiran, dan keahlian generasi mudanya,
sehingga mereka betul-betul siap menyongsong kehidupan (Azra,
1999).
Azra melihat bahwa pengertian pendidikan Islam harus
memadukan antara istilah al-tarbiyah, al-ta’lim dan al-ta’dib.
Pernyataan ini terlihat dari statemennya:
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam
konteks Islam inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim”
dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga
istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut
manusia dan masyarakat serta lingkungan dalam hubungannya
dengan Tuhan saling berkaitan antara satu sama lain. Istilah-
istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan
Islam; “informal”, “formal” dan “nonformal” (Azra, 1999).
Oleh karena itu, Azyumardi Azra sama pada sebuah
kesimpulan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang
diwahyukan Allah kepada Muhammad. Melalui proses pendidikan
seperti itu individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi
supaya ia mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka
bumi dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat
(Azra, 1999)
Pembeda paling kontraks antara pendidikan Islam dengan
pendidikan lainnya adalah pendidikan Islam tidak hanya
mementingkan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia,
tetapi justru membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran
Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas
dari nilai-nilai agama (Azra, 1999).

8 |Muhammad Irsan Barus


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Secara agak rinci ia menjelaskan pendidikan Islam dengan


pendidikan lainnya. Pertama, karakteristik pendidikan Islam adalah
penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan
pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah. Setiap penganut
Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara
mendalam yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam rangka
ibadah untuk kemaslahatan umat manusia. kedua, pengakuan akan
potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu
kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Allah
yang perlu dihormati dan disantuni, agar potensi-potensi yang
dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya. Ketiga,
pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada
Allah dan masyarakat. Pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan
dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan
nyata. Di dalam Islam mengetahui ilmu pengetahuan sama
pentingnya dengan pengamalannya secara konkrit (Azra, 1999).
Azra dengan keras menentang proses pendidikan yang
menunjukkan bahwa otoritas pendidikan hanya miliki guru semata.
Kritik tersebut antara lain,
Penekanan pendidikan Islam pada “bimbingan”, bukan
“pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak
pelaksana pendidikan. Bimbingan yang diberikan harus sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam sehingga anak mempunyai ruang yang
sangat luas untuk mengaktualisasikan segala potensi yang
dimilikinya. Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator atau hanya
sebatas penunjuk jalan ke arah penggalian potensi anak didik.
Guru bukanlah segala-galanya, dan murid hanya botol kosong
yang harus diisi. Guru harus menghormati anak didik sebagai
manusia yang juga memiliki berbagai potensi. Dari kerangka
pengertian dan hubungan antara pendidik dengan anak didik
semacam ini, dapat pula sekaligus dihindari, apa yang disebut
“bangking concept” dalam pendidikan yang banyak dikritik
dewasa ini (Azra, 1999).
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan Islam menurut
Azyumardi Azra adalah suatu proses pembentukan individu
berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah kepada
Muhammad Saw agar dapat mencapai derajat yang tinggi supaya
mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan
berhasil mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pengertian
9 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

ini didasari pada pandangannya bahwa pengertian pendidikan Islam


dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah”,
“ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama.
2. Modernisasi pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra
Hampir menjadi kesepakatan umum bahwa peradaban masa
depan adalah peradaban yang banyak hal didominasi ilmu
(khususnya sains), yang pada tingkat praktis dan penerapannya
menjadi teknologi. Kondisi umat Islam yang tertinggal membuat
Azyumardi Azra tergugah untuk menawarkan ide tentang bagaimana
menjadikan umat Islam mampu bersaing dan menghadapi abad ke-
21.
Azyumardi Azra mengemukakan gagasannya tentang
modernisasi pendidikan Islam yang dihubungkan dengan tantangan
abad 21 dan era globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Azyumardi Azra mengajukan saran-saran supaya
modernisasi pendidikan Islam antara lain dengan pengembangan
kajian Islam sebagai disiplin keilmuan universitas, peningkatan
sumber daya manusia, serta pembentukan-pembentukan sekolah
unggul (Nata, 2005)
Ia mengkritik tentang sifat inklusif dari kaum muslimin
terhadap iptek dan teknologi Barat. Ia mengatakan:
Menyangkut akselarasi pendidikan dan pengembangan iptek,
adalah keniscayaan bagi kaum muslim mengembangkan
keterbukaan pada sumber iptek dari manapun. Ini berarti
meniscayakan pula penghilangan sikap apologetik, defensif dan
reaktif dari sebagian muslim yang masih mencurigai segala
macam iptek yang bersumber dari Barat (Azra, 1999).
Gagasan yang dikemukakan Azra dalam memperbaiki
pendidikan Islam adalah memodernkan pendidikan Islam sesuai
dengan kerangka modernitas. Menurutnya, dengan mengikuti
kerangka modernitas, pendidikan Islam mampu membangkitkan
kaum muslim dalam menghadapi dunia modern. Komentar Azra
tentang hal ini:
Kerangka dasar yang berada di balik “modernisme” Islam
secara keseluruhan adalah bahwa “modernisasi” pemikiran dan
kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum
muslim di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan
Islam—termasuk pendidikan haruslah dimodernisasi.
Sederhananya diperbaharui sesuai dengan kerangka “modernitas”;
10 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam “tradisional”


hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum
muslim dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern (Azra,
1999).
Saat ini era modern telah menimpa seluruh belahan dunia.
Dunia Islam juga tidak bisa luput dari serbuannya. Terpaksa atau
tidak, pendidikan Islam dihadapkan pada tantangan untuk
memberikan solusi dan pemecahan terhadap masalah-masalah
masyarakat. Masalahnya adalah bahwa secara doktrinal Islam sangat
mendukung ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan hadis menciptakan
iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu tetapi kenapa kaum
muslimin lengah dan terlalai? Atau apakah masalah krusial yang
menimpa kaum muslimin?
Jawabannya menurut Azra adalah bahwa kaum muslimin saat
ini telah melupakan sejarah kemajuan iptek di tangan ilmuwan
muslim di masa klasik yang bersumber dari sikap keterbukaan
menerima dan mengkaji berbagai sumber iptek untuk kemudian
mereka kembangkan menjadi iptek universal yang bermanfaat bagi
peningkatan kualitas kehidupan kemanusiaan (Azra, Republika, 21-
07-2011).
Landasan inilah yang membuat kaum muslim patut
mengembalikan rasa percaya diri. Karena sering ada kecurigaan
berlebihan bersumber dari kekhawatiran dan ketakutan berlebihan.
Akhirnya menimbulkan mentalitas tertutup dan mentalitas
terkepung. Akan tetapi, ketidakberdayaan kaum muslim tidak hanya
bersumber dari keterbelakangan pendidikan. Ketidakberdayaan itu
juga terkait dengan berbagai realitas lain Dunia Islam, terutama
dalam bidang politik, sosial, budaya, dan bahkan pemahaman
keagamaan. Karenanya, usaha mengatasi ketidakberdayaan kaum
muslimin mesti juga melibatkan pembenahan dan perbaikan keadaan
sehingga dapat memberikan kondisi kondusif bagi pemberdayaan
dan kemajuan kaum muslimin dalam berbagai bidang (Azra,
Republika, 21-07-2011).
Salah satu perbincangan yang sangat hangat tentang
modernisasi pendidikan Islam adalah islamisasi ilmu dan teknologi.
Menurut Azra, islamisasi ilmu dan teknologi bukan tidak
bermanfaat. Ia merupakan langkah awal untuk membangun
paradigma lebih “islami”, bukan hanya pada tingkat masyarakat
muslim, tetapi juga pada tingkat global. Namun, jangan sampai hal
11 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

tersebut membuat masyarakat muslim mengabaikan masalah-


masalah berat pada tingkat praksis. Kritik inilah yang dilontarkan
Azyumardi Azra dalam menanggapi polemik tentang islamisasi ilmu
pengetahuan yang sangat urgen diselesaikan terlebih dahulu di
kalangan kaum muslimin. Di antara masalah-masalah pokok itu
adalah:
a. Lemahnya masyarakat ilmiah
b. Kurang integral kebijaksanaan sains nasional
c. Tidak memadainya anggaran penelitian
d. Kurangnya kesadaran di kalangan sektor ekonomi tentang
pentingnya penelitian ilmiah
e. Kurang memadainya fasilitas perpustakaan, dokumentasi dan
pusat informasi
f. Isolasi ilmuwan
g. Birokrasi, restriksi dan kurangnya insentif.
Demikianlah beberapa masalah pokok yang dihadapi negara-
negara muslim dalam upaya mengembangkan sains dan teknologi.
Jika negara-negara muslim serius untuk mengatasi ketertinggalan—
atau lebih idealistik lagi membangun kembali peradaban Islam, maka
niscayalah masalah-masalah di atas perlu dipecahkan. Jika tidak,
“rekontruksi peradaban Islam” di masa kini dan mendatang hanya
tinggal slogan.
Selain itu, gagasan tentang integrasi ilmu-ilmu agama dan
ilmu-ilmu umum adalah salah satu wacarna yang juga sangat
menarik perhatian Azra. Namun menurutnya, adalah mungkin
mengembangkan bidang studi Islam kepada bidang ilmu-ilmu sosial
lainnya. Ada sumber-sumber asli yang memadai untuk membuktikan
kebenaran bidang-bidang seperti ekonomi dalam Islam, ilmu politik,
sosiologi, hubungan internasional dan sebagainya.
Bahkan dengan mengutip pendapat Nasr (1981), menurutnya,
sangat mungkin pada saat ini untuk mengembangkan “ilmu-ilmu
pasti” dalam program studi Islam karena Islam memiliki warisan
yang banyak dalam bidang tersebut. Pada zaman klasik dan
pertengahan Islam, “ilmu-ilmu pasti” seperti matematika, astronomi,
kedokteran, kimia, geografi, fisika dan sebagainya sangat
berkembang. Lantaran muncul kesenjangan antara perkembangan
awal ilmu-ilmu pasti dan perkembangan modern, maka yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana menjembatani metodologi dan

12 |Muhammad Irsan Barus


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

konsepnya, sehingga dapat sejajar dengan ilmu-ilmu pasti modern


(Azra, 1999).
Pemaparan di atas mengarah pada sebuah kesimpulan bahwa
modernisasi pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra adalah
reorientasi pemikiran mengenai pendidikan Islam dan restrukturisasi
sistem dan kelembagaan sesuai dengan kerangka modernitas yang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Mengenai reorientasi
pemikiran pendidikan Islam menurutnya, secara doktrinal Islam
sangat mendukung modernisasi. Oleh karenanya, pemikiran tentang
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan tidak terlalu urgen untuk
menyelesaikan permasalahan umat Islam. Begitu juga masalah
integrasi ilmu pengetahuan, menurutnya, dapat diselesaikan dengan
mengembangkan Islamic studies untuk memecahkan masalah-
masalah sosial masyarakat, mengembangkan ilmu-ilmu humaniora
dengan ciri khas Islam karena secara historis dapat dilacak
keberadaannya dan umat Islam harus mengembangkan sikap
keterbukaan pada sumber iptek dari mana pun untuk mereka
kembangkan menjadi iptek universal yang bermanfaat bagi
peningkatan kualitas kehidupan kemanusiaan. Sedangkan mengenai
restrukturisasi kelembagaan, umat Islam harus memperbaiki sarana
dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar dengan
memadukan aspek modernitas dan kultur masyarakat.
3. Modernisasi Komponen Pendidikan Islam Menurut Azyumardi
Azra
a. Modernisasi tujuan Pendidikan Islam
Dalam menetapkan tujuan akhir dari pendidikan Islam, hampir
tidak ditemui perbedaan mendasar antara Azyumardi Azra dengan
tokoh pendapat lainnya. Azra misalnya, ketika merumuskan tujuan
akhir pendidikan Islam berpegang pada surah al-Dzariyat ayat 56 dan
surah Ali Imran 102:
      
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat, 51: 56)
            
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu

13 |Modernisasi Pendidikan Islam…


Volume III, No. 1, Februari 2017

mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran,


3: 102)
Tujuan hidup muslim sebagaimana dijelaskan ayat-ayat al-
Qur’an di atas, juga menjadi tujuan akhir pendidikan Islam, yakni
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu
bertakwa dan mengabdi kepada-Nya. Sebagai hamba Allah yang
bertakwa, maka segala sesuatu yang diperoleh dalam proses
pendidikan Islam itu tidak lain termasuk dalam bagian dari
perwujudan pengabdian kepada Allah Swt.
Kedua ayat ini, biasanya digunakan para ahli pendidikan untuk
menggambarkan tentang akhir dari pendidikan Islam. Hal inilah
yang mendasari bahwa pendidikan Islam bagian yang tak
terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karena itu, tujuan
akhirnya harus selaras dengan tujuan hidup dalam Islam.
Selain tujuan umum itu, terdapat pula tujuan khusus yang lebih
spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai pendidikan Islam.
Menurut Azra, tujuan khusus pendidikan Islam tidak sekedar
idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan, tetapi lebih
mengarah kepada hal-hal yang ingin dicapai dalam tahap-tahap
proses pendidikan sekaligus menilai hasil-hasil yang telah dicapai
(Azra, 1999).
Tujuan-tujuan khusus itu berupa penguasaan anak didik
terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya;
pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan atau dengan istilah
lain kognitif, afektif, dan motorik. Dari tahapan-tahapan inilah
kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yang lebih terperinci lengkap
dengan materi, metode dan sistem evaluasi (Azra, 1999).
Pandangan Azyumardi Azra yang seimbang dan harmonis
tentang manusia dengan hubungannya dengan Allah dan alam
semesta mengarah pada sebuah pandangan bahwa modernisasi
tujuan pendidikan Islam adalah mengubah paradigma pendidikan
yang hanya mengarah kepada hal-hal akhirat semata, untuk
kemudian juga mementingkan kehidupan dunia. Sedangkan
modernisasi tujuan pendidikan Islam secara khusus tidak hanya
sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan,
tetapi lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis.
b. Modernisasi kurikulum pendidikan Islam
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
14 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk


mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sisdiknas, 2003).
Menurut S. Nasution, kurikulum dapat berubah bila terdapat
pendirian baru mengenai proses belajar. Begitu juga perubahan
dalam masyarakat, eksploitasi ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku
tidak lagi relevan dan ancaman serupa itu akan senantiasa dihadapi
oleh tiap kurikulum, betapa pun relevannya pada suatu saat (S.
Nasution, 2009). Menanggapi perubahan kurikulum Azyumardi Azra
mengatakan:
Menurut hemat saya, di zaman modern ini, sistem lembaga
pendidikan tinggi Islam harus diperbaharui; kurikulum harus
ditingkatkan dengan memasukkan topik-topik beragam, berbobot
dan menarik. Beberapa aspek ajaran dan warisan Islam dapat
dipandang sebagai cabang pokok ilmu-ilmu humaniora yang
wilayah studinya mencakup agama, falsafah, etika, spritual,
sastra, seni, arkeologi dan sejarah (Azra, 1999)
Topik-topik kurikulum pendidikan Islam, menurutnya harus
diperluas dengan pengembangan kajian Islamic Studies secara
komprehensif dengan mengembangkan bidang studi Islam kepada
bidang ilmu-ilmu sosial lainnya. Bahkan dengan mengutip pendapat
Nasr (1981), menurutnya, sangat mungkin pada saat ini untuk
mengembangkan “ilmu-ilmu pasti” dalam program studi Islam
karena Islam memiliki warisan yang banyak dalam bidang tersebut.
Dengan mempertimbangkan semua perkembangan itu,
kurikulum pendidikan Islam jelas selain mesti berorientasi kepada
pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama dalam diri anak
didik, kini harus memberikan penekanan khusus pada penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, setiap materi
yang diberikan kepada anak didik harus memenuhi dua tantangan
pokok tadi; pertama, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
kedua, penanaman pemahaman dan pengalaman agama. Hanya
dengan cara ini, pendidikan Islam biasa fungsional dalam
menyiapkan dan membina sumber daya manusia seutuhnya, yang
menguasai iptek dan berkeimanan dan mengamalkan agama.
Gambaran tentang tujuan pendidikan Azyumardi Azra
memberikan pengaruh yang signifikan pada konsepsi modernisasi
kurikulum. Dengan begitu, modernisasi kurikulum pendidikan Islam
menurut Azyumardi Azra dengan tujuan menjadi muslim intelek
15 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

sebagai khalifah di muka bumi, mengamalkan ajaran Islam dalam


rangka mencapai kebahagian di dunia dan akhirat adalah
memasukkan topik-topik beragam, berbobot, dan menarik dengan
mengembangkan Islamic Studies dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan masyarakat, mengembangkan ilmu-ilmu
humaniora dengan ciri khas Islam serta memasukkan iptek dalam
struktur kurikulum pendidikan Islam.
c. Modernisasi lembaga Pendidikan Islam
Pembaharuan terkonsentrasi kepada dua hal, yaitu sistem dan
materi pelajaran. Sistem yang ada pada mulanya sebelum masuk ide-
ide pembaharuan adalah sistem nonklasikal, berubah menjadi sistem
klasikal. Materi pelajaran sebelum masuk ide-ide pembaharuan
terpusat kepada mata pelajaran agama saja, dan setelah diinspirasi
oleh ide-ide pembaharuan mata pelajarannya telah berimbang antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum (Azra, 1999).
Eksperimentasi modernisasi pendidikan Islam terbagi kepada
arus utama. Pertama, sistem dan kelembagaan “pendidikan Islam”
yang merupakan pendidikan umum dengan penekanan seadanya pada
aspek-aspek pengajaran Islam. Kedua, sistem dan kelembagaan yang
banyak hal telah dimodernisasi dan disesuaikan dengan tuntunan
pembangunan. Modernisasi pesantren yang menemukan
momentumnya sejak akhir 1970-an telah banyak mengubah sistem
dan kelembagaan pendidikan pesantern. Perubahan sangat mendasar,
misalnya, terjadi pada aspek-aspek tertentu dalam kelembagaan
(Azra, 1999).
Kenyataan ini memperlihatkan bahwa eksistensi dan fungsi
lembaga pendidikan Islam di era modern, sangat bergantung kepaa
sejauh mana lembaga pendidikan mampu menjawab tantangan
tersebut sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, ia
mengatakan bahwa:
Distingsi itu tidak memadai jika hanya terletak pada guru-
gurunya yang memulai pelajaran dengan ucapan “basmalah” dan
“salam”, atau adanya mushalla dan fasilitas keagamaan lainnya.
Sebagai konsekuensinya, distingsi itu harus dicari dan dirumuskan
pada tingkat epistemologi dan juga aksiologis ilmu-ilmu yang
diajarkan di madrasah. Tetapi, upaya ini bukanlah hal yang mudah.
Persoalannya antara lain adalah tentang bagaimana persisnya dan
sepatutnya secara epistemologi menjelaskan “ilmu-ilmu empiris” atau

16 |Muhammad Irsan Barus


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

“ilmu-ilmu alam” dari kerangka epistemologi Islam tersebut (Azra,


1999).
Artinya, perbedaan lembaga pendidikan Islam dengan lembaga
pendidikan lainnya bukan terletak pada fasilitas keagamaan yang
terdapat di sekolah. Kelengkapan fasilitas yang menunjang proses
kegiatan keagamaan tidak menjamin bahwa lembaga pendidikan
dikatakan islami, melainkan pada aspek pengamalan dan cita-cita
serta semangat yang diemban lembaga pendidikan dalam membina
manusia yang ada di dalamnya.
Pemahaman Azyumardi Azra tentang perlunya modernisasi
pendidikan Islam bisa dipahami dari kinerjanya dalam pengembangan
sarana dan prasana ketika ia menjabat sebagai Rektor UIN Syarif
Hidayatullah. Pada masanya, fasilitas UIN Syarif Hidayatullah
diperbaiki dengan menggunakan desain yang memadukan
keunggulan teknologi canggih, keislaman dan keindonesiaan. Selain
itu, ia juga mengembangkan pusat-pusat studi dan kerja sama seiring
mengembangkan dan memberdayakan kesejahteraan pada civitas
akademika (Abudin Nata, 2005).
Kebijakan-kebijakannya dalam membentuk UIN Syarif
Hidayatullah sejajar dengan lembaga pendidikan umum lainnya bisa
dianggap sebagai pemahamannya terhadap pembaharuan pendidikan
Islam, baik yang menyangkut aspek immaterial, maupun materil.
Dengan kata lain, modernisasi pendidikan Islam tidak hanya cukup
sebagai modernisasi pada aspek psikis saja karena aspek fisik pun
berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk berbuat baik. Di
tambah lagi, ia ingin memadukan unsur-unsur modern dalam
pengelolaan pendidikan Islam baik dari segi bangunannya, maupun
konsep aplikasinya di lapangan (Abudin Nata, 2005).
Melihat dari konsep manajemen yang dilakukan oleh
Azyumardi Azra dan perhatiannya kepada kondisi sosial civitas
akademika UIN Syarif Hidayatullah, dapat dideskripsikan bahwa
dalam pandangan Azyumardi Azra modernisasi lembaga pendidikan
Islam adalah dengan memperbaiki sarana dan prasarana lembaga
pendidikan Islam dengan memadukan manajemen modern dengan
kultur masyarakat. Aspek-aspek ilmu pengetahuan modern dalam
memperbaiki kelembagaan pendidikan Islam harus diadopsi untuk
memperbaiki pengaturan sistem kelembagaan pendidikan Islam yang
tertinggal. Di samping itu, kondisi sosial masyarakat harus

17 |Modernisasi Pendidikan Islam…


Volume III, No. 1, Februari 2017

diperhatikan untuk memudahkan kontekstualisasi ilmu pengetahuan


dengan kehidupan masyarakat.
E. Penutup
Berdasarkan pembahasan mengenai pemikiran Azyumardi
Azra mengenai modernisasi pendidikan Islam, maka dapat
disimpulkan beberapa hal:
1. Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra
Pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra adalah suatu
proses pembentukan individu berdasarkan ajaran Islam yang
diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad Saw dalam mencapai
derajat yang tinggi agar ia mampu menunaikan fungsinya sebagai
khalifah di muka bumi, dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Pengertian ini didasari pada pandangannya bahwa
pengertian pendidikan dalam konteks Islam inheren dengan istilah
“tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama
dengan seluruh totalitasnya.
2. Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra
Modernisasi pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra
adalah reorientasi pemikiran mengenai pendidikan Islam dan
restrukturisasi sistem dan kelembagaan sesuai dengan kerangka
modernitas yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Mengenai
reorientasi pemikiran pendidikan Islam menurutnya, secara doktrinal
Islam sangat mendukung modernisasi. Oleh karena itu, pemikiran
tentang gagasan islamisasi ilmu pengetahuan tidak terlalu urgen
untuk menyelesaikan permasalahan umat Islam. Begitu juga masalah
integrasi ilmu pengetahuan, menurutnya, dapat diselesaikan dengan
mengembangkan Islamic Studies untuk memecahkan masalah-
masalah sosial umat Islam, mengembangkan ilmu-ilmu humaniora
dengan ciri khas Islam karena secara historis dapat dilacak
keberadaannya dalam khazanah peradaban Islam dan umat Islam
harus mengembangkan sikap keterbukaan pada sumber iptek dari
manapun untuk mereka kembangkan menjadi iptek universal yang
bermanfaat bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia. Sedangkan
mengenai restrukturisasi kelembagaan, menurutnya, umat Islam harus
memperbaiki sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar
mengajar dengan memadukan aspek modernitas dengan kultur
masyarakat.
3. Modernisasi komponen Pendidikan Islam Menurut Azyumardi
Azra
18 |Muhammad Irsan Barus
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

a. Modernisasi tujuan pendidikan Islam


Modernisasi tujuan pendidikan Islam menurut Azyumardi
Azra adalah dengan mengubah peradigma pendidikan yang hanya
mengarah kepada hal-hal akhirat semata, untuk kemudian juga
mementingkan kehidupan dunia. Sedangkan modernisasi tujuan
pendidikan Islam secara khusus adalah tidak sekedar idealisasi
ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan, tetapi lebih
mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis.
b. Modernisasi kurikulum pendidikan Islam
Modernisasi kurikulum pendidikan Islam menurut
Azyumardi Azra adalah memasukkan topik-topik beragam,
berbobot dan menarik dalam kurikulum pendidikan Islam dengan
mengembangkan Islamic Studies untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan umat Islam, mengembangkan ilmu-
ilmu humaniora dengan ciri khas Islam, serta memasukkan iptek
dalam struktur kurikulum pendidikan Islam
c. Modernisasi lembaga pendidikan Islam
Modernisasi lembaga pendidikan Islam menurut Azyumardi
Azra adalah memperbaiki sarana dan prasarana lembaga
pendidikan Islam dengan memadukan manajemen modern dengan
kultur masyarakat. Aspek-aspek ilmu pengetahuan modern dalam
memperbaiki kelembagaan pendidikan Islam harus diadopsi
untuk memperbaiki sistem kelembagaan pendidikan Islam yang
tertinggal. Di samping itu, kondisi sosial masyarakat harus
diperhatikan untuk memudahkan kontekstualisasi ilmu
pengetahuan dengan kehidupan masyarakat.

Daftar Kepustakaan
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
---------------------. 2007. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar Pembaharuan Islam
Indonesia. Cet. III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
---------------------. 1999. Konteks Berteologi di Indonesia; Pengalaman
Islam. Jakarta: Paramadina.
---------------------. 2006. Renaisans Islam Asia Tenggara; Sejarah
Wacana & Kekuasaan. Cet. III. Bandung Rosdakarya.
---------------------. 1999. Esai-Esei Intelektual Muslim & Pendidikan
Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
19 |Modernisasi Pendidikan Islam…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Cooper, Jhon, dkk. 2000. Islam and Modernity: Muslim Intellectuals


Respond. Londo: I B. Tauris & Co Ltd. Diterjemahkan oleh
Wakhid Nur Effendi. 2002. Pemikiran Islam: Dari Sayyid Ahmad
Khan Hingga Nasr Hamid Abu Zayd. Jakarta: Penerbit: Erlangga.
Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. XXVI.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
-----------------. 2005. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo.
Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran
dan Gerakan. Cet. XIV. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, S. 2009. Asas-Asas Kurikulum. Cet. X. Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis & Samsul Nizar. 2010. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam;
Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia. Edisi
Revisi. Ciputat: Quantum Teaching.
-----------------------------------. 2010. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah
Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Cet. X. Jakarta:
Kalam Mulia.
O, Neil, William F. Educational Ideologis: Contempory Expressions of
Educational Philosophies. Diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi.
2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Cet. II. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Undang-Undang No 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003

20 |Muhammad Irsan Barus


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab ‘Alim wa


al-Muta’alim tentang Pendidikan Islam
Oleh: Istajib Jazuli*

Abtrak

Akhir-akhir ini, dunia pendidikan sedang menjadi sorotan utama di


berbagai media masa. Di mana hubungan antara pendidik dan peserta didik
yang bernuansa demokratis mengalami pergeseran nilai, pendidik sebagai sosok
transfer of knowledge (transfer ilmu pengetahuan) dituntut untuk professional
(„alim), sementara tuntutan sebagai uswah yang memiliki keshalehan tidak lagi
menjadi tuntutan utama. Jauh-jauh hari sebelum hal tersebut tidak terjadi, K.H.
Hasyim Asy‟ari melalui tulisannya telah menawarkan sebuah konsep pendidikan
yang dapat dipedomani bagi semua pendidik atau calon pendidik untuk dapat
dipraktikan agar dapat menjadi pendidik yang tidak hanya sebagai transfer of
know ledge, tetapi juga sebagai uswatun hasanah.

Kata Kunci: Pemikiran, K.H. Hasyim Asy‟ari, Pendidikan Islam

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat
penting untuk membentuk generasi yang siap mengganti tongkat
estafet generasi tua dalam rangka membangun masa depan. Oleh
karena itu, pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan
baru kepada mereka agar mampu mengantisipasi tuntutan
masyarakat yang dinamis.1
Pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan
kata education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah :
“Education in the sense used here, is a process or an activity
which is directed at producing desirable changes in the behavior
of human being”,2 (pendidikan adalah proses yang berlangsung
untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah
laku manusia).
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan

*) Dosen tetap Prodi MPI STAI-YAPTIP Pasaman Barat


1
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, (Solo: Ramadhan, 1991), h. 9
2
Frederick J.MC.Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication
LTD, 1959), h 4
21 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam
bentuk pendidikan formal maupun non formal.3
Sedang pendidikan Islam menurut Ahmad D. Marimba
adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-
hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.4
Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala
usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia
serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya
kepribadian muslim.5
Menurut Ramayulis, pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan ke dalam dua, yaitu pendidikan dalam arti luas
dan pendidikan sempit. Pendidikan dalam arti luas adalah segala
pengalaman belajar yang dilalui oleh peserta didik dengan segala
lingkungan dan bersifat sepanjang hayat.6 Sedangkan pendidikan
dalam arti yang sempit adalah proses pembelajaran yang
dilaksanakan dilembaga pendidikan formal yang mengandung
sejumlah komponen utama yang harus dipenuhi meliputi tujuan,
materi, metode, alat, media dan evaluasi dimana satu komponen
dengan yang lainnya saling berkaitan.7
Pendidikan pada umumnya dan khususnya pendidikan
Islam, tujuannya tidaklah sekedar proses alih budaya atau ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga proses alih
nilai-nilai ajaran Islam (transfer of Islamic values). Tujuan Islam
pada hakikatnya menjadikan manusia yang bertaqwa, manusia
yang dapat mencapai kesuksesan hidup di dunia dan akherat.8
Sedangkan tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
adalah mengamalkan ilmu pegetahuan yang telah dimiliki. Hal ini
dimaksudkan agar ilmu yang telah dimiliki menghasilkan manfaat

3
HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama,(Jakarta: Bulan Bintang,
1976), h.12
4
Ibid., h. 21
5
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya
media, 1992), h.14
6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 17-18
7
Asnawir dan Usman, Media Pengajaran, (Padang: IAIN “IB” Perss, 1999), h. 21
8
Syafi‟i Maarif, Pendidikan di Indonesia Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1991), h. 43
22 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Oleh karena itu,


apabila seseorang dapat mengamalkan ilmunya dengan baik maka
sungguh ia termasuk orang yang beruntung, begitu pula sebaliknya. 9
Dalam pandangan Islam pendidikan merupakan bagian dari
tugas kekhalifahan manusia yang harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah SWT
menciptakan manusia di muka bumi, yaitu sebagai pemegang
amanah Allah SWT, Allah SWT berfirman:
            

           

)30 :‫ (البقرة‬     


Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal
Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. Albaqarah [2]
ayat 30).10
Oleh karenanya, Islam tentunya memberikan garis-garis
besar tentang pelaksanaan pendidikan tersebut. Islam
memberikan konsep-konsep yang mendasar tentang pendidikan,
dan menjadi tanggung jawab manusia untuk menjabarkan dengan
mengaplikasikan konsep-konsep dasar tersebut dalam praktek
pendidikan.11
Salah satu intelektual muslim atau tokoh pendidikan Islam
yang mengemukakan pemikirannya di bidang pendidikan
terutama pendidikan Islam di Indonesia adalah adalah K.H.
9
Hasyim Asy‟ari, Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim, (Jombang: Al-Turast Islamy,
1435 H), h. 13-14
10
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV.
Diponegoro, 2006), h. 6
11
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 2, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991),
h. 148
23 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
Hasyim Asy‟ari. Pemikirannya di bidang pendidikan dituangkan
dalam karya tulisnya dengan judul Adab al-„Alim Wa al-
Muta‟allim Fima Yahtaju Ilaihi al-Muta‟allim fi Maqamat
Ta‟limihi Wa Ma Yatawaqqafu „Alaihi al-Mu‟allim fi Maqamat
Ta‟limihi (selanjutnya disebut Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim).
Hasyim Asy‟ari lahir di desa Nggedang sekitar dua
kilometer sebelah Timur Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pada
hari Selasa kliwon, tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan
tanggal 14 Pebruari 1871 M. Nama lengkapnya adalah
Muhammad Hasyim ibn Asy‟ari ibn Abd. Al Wahid ibn Abd. Al
Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona ibn Abd. Al
Rahman Ibn Abd. Al Aziz Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak
dari Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri.12
Dipercaya pula bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim
Jawa, Jaka Tinggir dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi
Hasyim Asy‟ari juga dipercaya keturunan dari keluarga
bangsawan.13
Ibunya, Halimah adalah putri dari kiai Ustman, pendidik
Asy‟ari sewaktu mondok di pesantren. Jadi, ayah Hasyim adalah
santri pandai yang mondok di kiai Ustman, hingga akhirnya
karena kepandaian dan akhlak luhur yang dimiliki, ia diambil
menjadi menantu dan dinikahkan dengan Halimah. Sementara
kiai Ustman sendiri adalah kiai terkenal dan juga pendiri
pesantren Gedang yang didirikannya pada akhir abad ke-19.
Hasyim Asy‟ari adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara,
yaitu Nafiah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah,
Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan.
Ketokohan K.H. Hasyim Asy'ari tidak dapat disangsikan
lagi, selain seagai pahwalan nasional, juga dikenal sebagai ulama
pendidik yang tekun dan sangat peduli dengan nasib pendidikan
umat serta berwawasan jauh ke depan. Melalui aktifitas
pendidikan di pesantren Tebuirengnya, ia melancarkan
serangkaian pembaruan pendidikannya sebagai upaya
memberikan landasan dasar bagi modernisasi sistem
kelembagaan pendidikan Islam Indonesia di awal abad ke-20,
yang pengaruhnya sangat kuat mewarnai corak perkembangan

12
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002,) h.152
13
Lathiful Khuluq, Kebangkitan Ulama, Biografi K.H.Hasyim Asy‟ari,
(Yogyakarta: LKIS, 2000), h.14
24 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

dan sistem kelembagaan pendidikan Islam, khususnya pesantren,


di tanah air bahkan hingga kini.14
Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim ditulis dengan
bahasa Arab yang berisi 110 halaman dan terdiri dari 8 bab
pembahasan, yaitu keutamaan ilmu dan ilmuwan serta
keutamaan belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan, akhlak
yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam menuntut ilmu,
akhlak peserta didik terhadap pendidik, akhlak peserta didik
dalam belajar, akhlak yang harus dimiliki oleh pendidik, akhlak
pendidik dalam pembelajaran, akhlak pendidik terhadap peserta
didik, akhlak dalam meanggunakan alat/ media pembelajaran.15
Akhir-akhir ini, dunia pendidikan sedang menjadi sorotan
utama di berbagai media masa. Di mana hubungan antara
pendidik dan peserta didik yang bernuansa demokratis
mengalami pergeseran nilai, pendidik sebagai sosok transfer of
knowledge (transfer ilmu pengetahuan) dituntut untuk
professional („alim), sementara tuntutan sebagai uswah yang
memiliki keshalehan tidak lagi menjadi tuntutan utama. Untuk
itu, kita sering mendengar di media masa ada uknum pendidik
yang melakukan pelecehan seksual, terjadi kekerasan dalam
dunia pendidikan yang pelakunya adalah pendidik, dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Jauh-jauh hari sebelum hal tersebut tidak terjadi, K.H.
Hasyim Asy‟ari melalui tulisannya telah menawarkan sebuah
konsep pendidikan yang dapat dipedomani bagi semua pendidik
atau calon pendidik untuk dapat dipraktikan agar dapat menjadi
pendidik yang tidak hanya sebagai transfer of know ledge, tetapi
juga sebagai uswatun hasanah.
Selain itu, kecenderungan pendidikan akhir-akhir ini hanya
menitik beratkan pada aspek materi semata, kecenderungan
materialisme yang tinggi dapat menyebabkan dunia pendidikan
kehilangan keseimbangan antara aspek material – artificial dan
immaterial – spiritual. Akibatnya, out put yang dihasilkan tidak
jarang melahirkan manusia yang memandang segala sesuatunya
dari sudut pandang materi. Untuk itu dapat kita saksikan bahwa
kejahatan yang besar justru banyak dilakukan oleh orang yang
14
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986) hal. 70.
15
Hasyim Asy‟ari, op. Cit., h. 109 – 110)
25 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
berpendidikan. Hal ini tentunya sangat ironis, karena itu K.H.
Hasyim Asy‟ari menawarkan sebuah konsep pendidikan yang
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah peserta didik
semata, akan tetapi kebutuhan ruhaniah peserta didik juga.
Masalah lain yang selama ini terjadi, terdapat ketidak
seimbangan antara pendidik dengan peserta didik. Peserta didik
dianggap sebagai objek pendidikan dituntut untuk selalu
mengikuti apa yang dikehendaki oleh pendidik. Jika peseta didik
diberikan sangsi atas keterlambatannya untuk mengikuti upacara,
maka tidak demikian halnya apabila yang terlambat adalah
pendidik. Artinya peserta didik dituntut untuk berbuat baik,
sementara pendidik tidak memberikan contoh yang baik.
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari juga memberikan
konsep pendidikan yang menyeimbang antara pendidik dan
peserta didik, yang mana tidak hanya pendidik saja yang dituntut
untuk berakhlak yang baik terhadap pendidik, akan tetapi
sebaliknya pendidikpun harus memberlakukan peserta didik
dengan akhlak yang baik. Misalnya seorang pendidik harus
memiliki rasa tanggung jawab mendidik secara sungguh –
sungguh, tidak hanya yang berkaitan dengan materi
pembelajaran, tetapi lebih dari pada itu, memperhatikan kondisi
peserta didik, menjenguk peserta didik yang sakit, dan
menjenguknya kerumah apabila tidak ada kabar.16
Adapun yang menjadi alasan penulis memilih untuk
mengungkap pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kajian ini
adalah:
a. K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan tokoh besar bahkan
pahlawan nasional yang sudah tidak diragukan lagi
kapasitas akhlak dan intelektualnya, yang mana produk
pemikiannya banyak ditemukan diberbagai bidang
keilmuan
b. K.H. Hasyim Asy‟ari mempunyai pengaruh yang besar
dalam perkembangan pemikiran dan praktik pendidikan
Islam di Indonesia. Melalui pesantren yang didirikannya,
yaitu pesantren Tebu Ireng telah banyak lahir ulama
puritan ditanah jawa khususnya dan hasil karyanya pun
sampai saat ini masih banyak yang mempelajarnya.

16
Ibid., h. 80 – 95
26 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

c. K.H. Hasyim Asy‟ari mempunyai pengaruh sosial yang


besar terhadap masyarakat sekitar khsusnya dan Indonesia
umumnya. Hal ini dapat dilihat dari perannya untuk
membangun umat dengan mendirikan organisasi besar
yang hingga saat ini masih membawa pengaruh yang besar
terhadap masyarakat Indonesia.
d. K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan tokoh yang tidak hanya
sebagai pemikir akan tetapi juga sebagai praktisi
pendidikan. Sehingga buah pemikiran yang dikemukakan
K.H. Hasyim Asy‟ari tidak hanya berdasarkan teori belaka,
tetapi juga berdasarkan pengalamannya sebagai praktisi
pendidikan.
e. Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟alim merupakan kitab
pendidikan yang masih banyak dipakai di pesantren-
pesantren terutama di pulau Jawa.
2. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
Pengertian Pendidikan Islam
b. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
dasar pendidikan Islam.
c. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
Tujuan Pendidikan Islam.
d. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
Materi Pendidikan Islam.
e. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
Metode Pendidikan Islam.
f. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang
evaluasi Pendidikan Islam.
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan yang penulis
gambarkan sebelumnya, penelitian ini bermaksud mengenal
secara lebih dekat dan mendalam pemikiran tokoh yang menjadi
objek bahasan dalam kajian ini, yaitu K.H. Hasyim Asy‟ari yang
meliputi ide – ide atau konsep pemikiran tentang pendidikan
Islam. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai
penelitian tokoh yang sering disebut studi tokoh atau riwayat
hidup individu (individual life history)
27 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
Penelitian tokoh ini merupakan penelitian yang termasuk
dalam penelitian kualitatif.17 Dengan tujuan untuk
mendiskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktifitas
social, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok.18
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)
yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
bermacam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan,
seperti buku-buku, majalah, dokumen catatan dari kisah sejarah
dan lain-lain.19 Sementara menurut Mestika Zed penelitian
pustaka adalah: serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah data penelitian.20
Untuk menelaah terhadap naskah/ tulisan K.H. Hasim
Asya‟ari dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
pendekatan
a. Pendekatan Sosio Histories (sejarah)
Pendekatan sosio histories merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan untuk memahami gejala atau
fenomena masa lalu. Pendekatan sejarah ini merupakan
“pisau” untuk menganalisi berbagai fenomena masa lalu.21
Penelitian dengan pendekatan sejarah ini berbeda dengan
penelitian sejarah secara teknis. Pendekatan yang dimksud
disini merupakan upaya untuk mencapai target yang telah
ditentukan dalam tujuan penelitian.22
Pendekatan sejarah dianggap sangat membantu untuk
mengungkap dan menggambarkan peristiwa masa lalu,
karena tujuannya adalah meneliti peristiwa – peristiwa masa
lalu. Peristiwa sejarah direka ulang dengan menggunakan
17
Arif Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai
Tokoh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 1
18
Nana Syodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2006), h. 20
19
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), h. 28
20
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), h. 3
21
Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktik,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 118
22
Moh. Nazir, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 55
28 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

sumber data primer berupa kesaksian atau pelaku sejarah


yang masih hidup, atau melalui kesaksian berupa catatan
dan dokumentasi (bila pelaku telah wafat).23
b. Pendekatan Tekstual
Penggunaan pendekatan tekstual dipandang sangat
penting mengingat tokoh yang menjadi objek penelitian ini
telah wafat. Sehingga corak pemikiran dari tokoh ini hanya
dapat diamati dan diteliti dalam karya dan naskah atau teks
tertulis lainya yang pernah ia buat. Untuk itu, melalui
pendekatan ini diharapkan akan diperoleh kajian yang
mendalam.
2. Sumber Data
Data – data yang berasal dari kepustakaan pada dasarnya
dapat diklasifikasikan kedalam dua sumber, yaitu data primer dan
data sekunder:
a. Data Primer
Data ini merupakan data yang menjadi sumber utama dala
pengkajian penelitian ini. Dalam hal ini penulis menjadikan
kitab Adab „Alim wa Muta‟allim yang ditulis oleh K.H.
Hasyim Asy‟ari menjadi sumber utamanya
b. Data Sekunder
Data ini merupakan data penunjang yang dijadikan alat
untuk membantu dalam penelitian ini, yaitu berupa buku –
buku atau sumber dari penulis lain yang berhubungan
dengan pembahasan yang penulis bahas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Segala upaya yang dilakukan untuk memenuhi data yang
dibutuhkan dilakukan melalui tahapan – tahapan, yaitu tahap
orientasi, eksplorasi dan vokus.24 Terhadap teks atau naskah –
naskah baik berupa buku, jurnal, makalah, dan dokumen tertulis
lainnya yang berkenaan dengan tokoh K.H. Hasyim Asy‟ari.
Tahap orientasi merupakan tahap untuk memperoleh data
secara umum mengenai tokoh yang akan diteliti. Karena tokoh
yang menjadi objek penelitian dalam tesis ini telah wafat, maka
penulis berusaha mencari informasi dari berbagai tulisan yang
memuat penjelasan tentang tokokoh dalam penelitian ini.

23
Nana Syodih Sukmadinata, op. Cit., h. 63
24
Arif Furchan dan Agus Maimun, op. Cit., h. 47
29 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
Tahap eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data yang
dilakukan secara terarah dan terfokus. Berhubung tokoh yang
menjadi objek penelitian ini merupakan tokoh yang banyak
berperan di berbagai bidang, maka pada tahap ini penulis
mengumpulkan data fakus pada kajian penelitian ini, yaitu yang
berkenaan dengan pendidikan Islam.
Pada tahap terakhir, yaitu tahap terfokus yang berpaya
memahami secara mendalam hasil pemikiran, keberhasilan, dan
keunikan tokoh yang menjadi objek dalam penelitian ini.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam
mengumpulkan data pada penulisan ini adalah metode
dokumentasi. Penggunaan metode ini dirasa tepat mengingat sang
tokoh yang menjadi objek penelitian ini telah wafat dan hanya
meninggalkan karya – karya selama hidupnya.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Basrowi dan Suwandi, pengumpulan data dalam
sebuah penelitian kualitatif merupakan jantung, dan analisis data
merupakan jiwanya. Oleh karena itu, analisis data merupakan
bagian yang amat penting dalam sebuah penelitian, sebab dengan
analisis data, data yang diperoleh dapat berguna dan dapat
memecahkan masalah.25
Data yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah data
kualitatif, oleh karena itu dalam menganalisis data tersebut
menggunakan metode content analysis atau dinamakan analisis
data, yaitu teknik yang dipergunakan untuk menarik kesimpulan
melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dikalikan
secara objektif dan sistematis.26 Metode ini dikenal juga dengan
istilah literature study yang sering digunakan dalam penlitian
kepustakaan.27
Setelah itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut guna
mengkaji secara sistematis dan objektif. Untuk mendukung hal
itu, maka peneliti mengunakan dua metode:
a. Metode Deskriptif

25
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), h. 192
26
Muhajir, Metodologi pendekatan Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
h. 49
27
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h.
61
30 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Metode deskriptif adalah membahas obyek penelitian


secara apa adanya berdasarkan data-data yang diperoleh.
Adapun teknik deskriptif yang digunakan adalah analisa
kualitatif. Dengan analisa ini akan diperoleh gambaran
sistematik mengenai isi suatu dokumen. Dokumen tersebut
diteliti isinya kemudian diklasifikasikan menurut kriteria
atau pola tertentu. Yang akan dicapai dalam analisa ini
adalah menjelaskan pokok-pokok penting dalam sebuah
manuskrip
b. Metode Interpretasi
Metode Interpretasi adalah suatu upaya untuk
mengungkapkan atau membuka suatu pesan yang
terkandung dalam teks yang dikaji, menerangkan pemikiran
tokoh yang menjadi obyek penelitian dengan memasukkan
faktor luar yang terkait erat dengan permasalahan yang
diteliti

C. Hasil Penelitian
1. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pengertian
Pendidikan Islam
Dalam kitab adab al-„alim wa al-Muta‟allim, K.H.
Hasyim Asy‟ari tidak menjelaskan secara ekspilit (jelas), Yang
ada hanyalah sebuah definisinya secara implicit yang berkenaan
dengan pendidikan. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana
yang ia jelaskan dalam kitabnya bahwa pendidikan adalah
sebagai berikut:
‫وجل والعمل بو‬
ّ ‫عز‬ ّ ‫ان حيسن النية ىف طلب العلم أبن يقصد وجو هللا‬
‫ وال‬،‫وإحياء الشرعية وتنوير قلبو وحتلية ابطنو والتقرب من هللا تعاىل‬
‫يقصد بو األغرض الدنيوية من حتصيل الرايسة واجلاره واملال ومباىاة‬
‫األقران وتعظيم الناس لو وننحو ذلك‬
Artinya:
Dalam menuntut ilmu hendaknya memperbaiki niat yaitu
semata-mata mengharap ridha Allah SWT dan mengamalkanya
setelah ilmu itu dipendidiki, mengembangkan syari‟at Islam,

31 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...


Volume III, No.1, Februari 2017
mencerahkan mata hati (batin), dan mendekatkan diri kepada
Allah. Oleh karena itu, dalam upaya mencari ilmu pendidik
tidak sepantasnya menanamkan niat hanya untuk mencari
kesenangan duniawi, seperti jabatan, kekayaan, pengaruh,
reputasi dan lain sebagainya.28

Pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh K.H.


Hasyim Asy‟ari di atas mengindikasikan bahwa yang menjadi
penentu dalam keberhasilan berawal dari niat. Tentunya hal ini
sesuai dengan ajaran Islam yang menempatkan niat pada hal
yang penting dalam melakukan suatu perbuatan untuk dapat
diterima oleh Allah SWT, shalat misalnya berawal dari niat,
wudhu‟, dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Begitu pula dalam menuntut ilmu, niat yang menjadi
penentu utama. Menurut K.H. Hasyim As‟ari ternyata niat
membawa pengaruh yang besar dalam tercapainya pendidikan,
yang mana menuntut ilmu memiliki beberapa penghalang yang
dapat menghalangi antara ilmu itu dan orang yang mencarinya.
Di antara penghalang tersebut adalah:
a. Niat yang rusak
b. Ingin terlihat terkenal
c. Lalai menghadiri majlis ilmu
d. Beralasan banyak kesibukan
e. Menyia-nyiakan kesempatan untuk menuntut ilmu di
waktu kecil
f. Bosan dalam menuntut ilmu
g. Menilai baik diri sendiri
Setelah memperbaiki niat, K.H. Hasyim Asy‟ari
memerintahkan untuk membersihkan hati, sebagaiman yang ia
jelaskan dalam kitabnya:
‫ان يطهر قلبو من كل غش ودنس وغل وحسد وسوء عقيدة وسوء‬
‫ ليصلح بذلك لقبول العلم وحفظو واألطالع على دقائق معانيو‬،‫خلق‬
‫والفهم لغوامضو‬
Artinya:

28
Hasyim Asy‟ari, Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim, (Jombang: Maktabah Turats al-
Islami, 1413 H), h. 25
32 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Membersihkan hati dari berbagai macam kotoran dan


penyakit hati seperti bohong, prasangka buruk, dengki, serta
akhlak-akhlak atau akidah yang tidak terpuji. Hal ini guna
menyiapkan diri dalam menerima, menghafal, serta memahami
ilmu pengetahuan secara lebih baik dan mendalam.29

Hakikat niat adalah bermaksud untuk menyengaja, maka


tempat niat ini terletak di dalam hati. Menurut Jalaluddin
Abdurrahman as-Suyuthi bahwa waktu niat adalah dipermulaan
ibadah. Sedang tempatnya di dalam hati yang bersamaan dengan
perbuatan.30 Sedangkan Al-Baidhawi menyatakan bahwa niat
merupakan ungkapan yang membangkitkan kehendak hati
tentang apa yang dilihat yang bertujuan untuk menarik manfaat
dan menolak kerusakan serta untuk mencari ridha Allah SWT.31
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang
menjadi sentral pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
adalah hati. Penekanan pada hati ini dengan sendirinya
membedakan diri dari corak pemikiran pendidikan
progrisivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang
menyatakan bahwa sentral pendidikan adalah pikiran dan
kecerdasan. Pikiran dan kecerdasan ini merupakan motor
penggerak dan penentu kearah kemajuan sekaligus penuntun
bagi subyek untuk mampu menghayati dan menjelaskan sebuah
program.32
Berkenaan dengan pemikiran pendidikan Islam yang di
kemukakan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari di atas, Samsul Nizar
sependapat dengan K.H. Hasyim Asy‟ari. Ia menjelaskan dalam
bukunya bahwa pendidikan bukanlah semata-mata hanya untuk
menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridha Allah
yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akherat, karena itu hendaknya dalam pendidikan
diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai

29
K.H. Hasyim Asy‟ari, op. Cit., h. 25
30
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Al-Asyba‟ wa An Nazhair, (Indonesia:
Syirkah Nur Asia, tt), h. 17
31
Ibid., h. 22
32
Imama Barnadib, Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan, (Yogyakarta: Ando
Offset, 1986), h. 11
33 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
Islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan
untuk mendapatkan meteri yang berlimpah.33
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa substansi
dalam pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari bukan terletak
pada unsur fisiknya, akan tetapi pada hatinya. Sebagai
pandangan pendidikan yang didasarkan atas hati, pemikiran
K.H. Hasyim Asy‟ari kadang dirasa sulit untuk dipahami,
terutama apabila dikontekskan dalam usaha verifikasi dan
pembuktian ilmiah. Sebab usaha verifikasi dan pembuktian
ilmiah membutuhkan kerangka empiris.
Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang bersifat humanis
dan religius ini, dapat menjadi bahan acuan yang sangat penting
dalam mengembangkan pendidikan yang respec terhadap nilai-
nilai kemanusiaan dan religius. Berbeda dengan konsep
pendidikan di Barat yang hanya menekankan pada aspek
humanis saja dan melupakan aspek religius. Sehingga
pendidikan tersebut hanya bersumber pada ilmu pengetahuan
atau transfer of knowledge saja.

2. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Dasar Pendidikan


Islam
Sama halnya dengan pengertian pendidikan di atas, K.H.
Haysim Asy‟ari juga tidak menjelaskan dengan rinci apa – apa
saja yang menjadi dasar dalam pendidikan Islam. Namun, dapat
dipahami dari uraian K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab adab al-
‟alim wa al-muta‟allim banyak ayat – ayat al-Qur‟an, al-Hadits
Nabi SAW, pendapat para sahabat dan ulama, yang mengadung
hikmah yang dijadikan sebagai hujjah dalam memberikan
penjelasan dari hasil pemikirannya dapat disimpulkan bahwa
K.H. Hasyim Asy‟ari menjadikan al-Qur‟an dan al-Hadits
sebagai dasar pokok pendidikan Islam.
K.H. Haysim Asy‟ari menetapkan al-Qur‟an dan al-
Hadits sebagai dasar pokok pendidikan Islam bukan hanya
memandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan
semata. Namun justru karena kebenaran terdapat dalam dua
dasar tersebut dapat diterima oleh akal manusia dan dapat
dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.

33
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002,) h. 155.
34 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Sebagai pedoman, al-Qur‟an tidak ada keraguan padanya.


Firman Allah SWT:

         

Artinya:
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Qs. Al-Baqarah [2]: 2)

Dan firman Allah SWT yang lainnya:


         
Artinya:
ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayatNya dan supaya mendapat pendidikan orang-orang yang
mempunyai fikiran. (Qs. As-Shaad: 29)
Demikian pula kebenaran hadits sebaga dasar kedua bagi
pendidikan Islam. Firman Allah SWT:
            

    


Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab [33]:21).

Rasulallah SAW bersabda:


‫صلَّى‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول هللا‬ ٌ ِ‫ َح َّدثََبنَا َمال‬:‫ قَ َال‬،‫ب‬
ُ َ َّ ‫ أ‬،ُ‫ك؛ أَنَّوُ بََبلَغَو‬ ٍ ‫ص َع‬ ْ ‫َخبََبَرَ أَبُو ُم‬
ْ‫أ‬
ِ َ‫ لَن ت‬،‫ تََبرْكت فِي ُكم أَمري ِن‬:‫اا علَي ِو وسلَّم قَ َال‬
:‫ضلُّوا َما ََتَ َّسكْتُ ْم ِبِِ َما‬ ْ َْ ْ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ َُّ
ِ ِ ِ
.‫صلى هللا َعلَيو َو َسلم‬ َ ‫ َو ُسنَّةَ نَبِيِّو‬, ‫اب هللا‬
َ َ‫كت‬
Artinya:

35 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...


Volume III, No.1, Februari 2017
Telah menceritkan kepada kami Abu Mus‟ab berkata,
telah menceritkan kepada kami Malik bahwasanya Mus‟ab telah
menyampaikannya, bahwa Rasulallah saw bersabda: telah ku
tinggalkan untukmu dua perkara, tidak akan tersesat kalian
apabila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah
dan Hadits Nabi-Nya Saw.34

Hadits dapat dijadikan dasar pendidikan Islam karena


hadits hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari
ajaran Al-Qur‟an itu sendiri, di samping memang hadits
merupakan sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT
menjadikan Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya
Dalam pendidikan Islam, hadits Rasul mempunyai dua
fungsi, yaitu: (1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang
terdapat dalam al-Qur‟an dan menjelaskan hal-halyang tidak
terdapat didalamnya, (2) Menyimpulkan metode pendidikan dari
kehidupan Rasululllah bersama sahabat, perlakuannya terhadap
anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.
Setelah al-Qur‟an dan Hadits, K.H. Hasyim Asy‟ari
menempatkan perkataan, sikap, dan perbuatan sahabat dan
ulama sebagai dasar pendidikan Islam berikutnya. Dalam
metapkan perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat sebagai
dasar dari pendidikan Islam, K.H. Hasyim Asy‟ari bukan hanya
sekedar mengada ada, akan tetapi Allah SWT sendiri yang
memberikan pernyataan di dalam Al-Quran. Sebagaimana
firman Allah SWT di dalam al-Qur‟an:
      

          

        


Artinya:
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
34
Malik bin Amir, Muwata‟ Imam Malik, (ttp: Yayasan Risalah, 1412 H), Juz 2, h.
70
36 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-


sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Qs. At-Taubah: 100)

3. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Tujuan Pendidikan


Islam
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari tentang tujuan pendidikan
dalam kitabnya dapat disebutkan bahwa tujuan pertama yang
harus dicapai dalam pendidikan Islam adalah tercapainya derajat
ulama yang merupakan suatu keharusan dan tujuan yang harus
dimiliki dan dicapai oleh pendidik maupun anak didik. 35 Hal
tersebut dari uraian K.H. Hasyim Asy‟ari pada awal
penulisannya dalam kitab tersebut.
Firman Allah SWT.
         
Artinya:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Qs. Al-Mujadalah [58]: 11)36

Ibnu Abbas r.a berkata:


‫درجات العلماء فوق املؤمنني بسبعمائة مابني الدرجتني مخسمائة عام‬
Artinya:
Perbandingan antara derajat ulama atas orang – orang
mukmin adalah 1 berbnding 700, dimana antara derajat yang
satu dengan lainnya ditempuh selama 500 tahun.37

Dalam redaksi ayat di atas yang dikutip K.H. Hasyim


Asy‟ari diawal kitabnya cukup menjelaskan kepada kita perihal
derajat kemuliaan dan keutamaan para ulama yang memiliki ilmu
pengetahuan merupakan suatu yang harus diperoleh dalam
menuntut ilmu.
Tujuan selanjutnya adalah kemuliaan ilmu untuk
35
Hasyim Asy‟ari, op. Cit., h. 13
36
Ibid., h. 12
37
Ibid., h. 12-13
37 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
menggapai ridha Allah SWT serta mengamalkan ilmu setelah
ilmu pengetahuan itu diperoleh. Sebagaimana yang dikemukakan
K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya:
‫ابن يقصد وجو هللا عزوجل والعمل بو‬
Artinya:
Menggapai ridha Allah SWT serta bertekad mengamalkan
ilmunya setelah ilmu diperoleh.38

Mencapai ridha Allah dapat dikatakan merupakan tujuan


operasioanal dalam pendidikan. Dimana dalam konsep ini segala
aktifitas yang dilakukan harus bertujuan demi tercapainya ridha
Allah dan kebaikan disisi-Nya.
Tujuan selanjutnya menurut K.H. Hasyim Asy‟ari adalah
beramal baik sesuai dengan ilmu yang diperoleh merupakan
puncak dari segala ilmu. Amal ini juga yang menjadi manifestasi
tujuan setiap orang, karena yang dianggap sebagai buah dari ilmu
adalah amal. Tujuan semacam ini dapat memberi pengaruh yang
signifikan terhadap langkah orang yang berilmu dalam
mengaplikasikan keilmuannya.
Adapun manifestasi dari pengamalan ilmu itu sendiri
adalah sikap, perilaku atau akhlak sang pemilik ilmu. Dalam
islam ilmu bukan hanya dipandang sebagai sesuatu yang cukup
diketahui saja, tapi juga perlu diamalkan sekaligus sebagai bekal
kehidupan akhirat kelak. Secara sederhana tujuan semacam ini
sudah merupakan cerminan pandangan hidup manusia.
Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
memberikan tekanan yang sama kuat antara akhlak dan
intelektualitas. Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
adalah untuk mewujudkan masyarakat yang berilmu dan
berakhlak. Titik tekan pada ilmu dan akhlak itu tampak tersebar
di berbagai tempat dalam karyanya Adab al-„Alim wa al-
Muta‟alim.
Akhlak kepada Allah, ia menyatakan bahwa hendaknya:
a. Aktifitas seorang pendidik dan peserta didik dalam belajar-
mengajar diniatkan kepada Allah semata, bukan karena
tujuan duniawi saja.
b. Menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon

38
Ibid., h. 25
38 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

petunjuk-Nya,
c. Menerima apa adanya pemberian Allah (qana‟ah) dan
sabar dengan segala kondisi dirinya.
Akhlak kepada sesama manusia, khususnya akhlak
pendidik terhadap siswa. Dimana pendidik dipandang sebagai
pribadi yang sangat dihormati, dan menjadi publik figur bagi
keteladanan peserta didiknya baik di kala ia masih hidup maupun
ketika ia sudah meninggal. Selain itu akhlak peserta didik
terhadap teman senasib seperjuangannya juga perlu mendapat
perhatian. Karena dari sini akan tercipta sebuah pemahaman
bahwa peserta didik mempunyai akhlak yang baik kepada teman
sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama
lain.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
merupakan proses membimbing dan membina fitrah manusia
menjadi pribadi yang shaleh. Dengan begitu diharapkan anak
didik mampu memadukan fungsi iman, ilmu dan amal secara
integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia
maupun akhirat.
Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak hanya berorientasi
pada satu sisi kehidupan saja, melainkan dua sisi kehidupan yang
sama-sama punya peranan penting, yaitu dunia-akhirat. Menurut
ajaran Islam keduanya harus dituntut bersama-sama, karena
hidup akhirat merupakan kelanjutan dari kehidupan dunia.
4. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Materi Pendidikan
Islam
Materi adalah salah satu komponen penting yang harus
disesuaikan dalam pendidikan Islam, karena akan menyebabkan
kesalahan yang sangat besar apabila sebuah materi pembelajaran
tidak disusun sedemikaian rupa, maka hakikat dari pada
penggunaan dan penyesuaian materi adalah agar pendidik
mampu terarah dengan baik, tidak hanya sekedar belajar tanpa
meteri yang dipersiapakan dengan matang dan disesuaikan
dengan usia perkembangan pendidik.
K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan kriteria bagi pendidik
tentang materi yang harus dipelajari sebagaimana yang ia
jelaskan dalam kitabnya.

39 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...


Volume III, No.1, Februari 2017

‫ فيحصل اوال‬،‫األول ان يبدأ بفرض عينو‬ ّ :‫ىف آداب املتعلّم ىف دروسو‬


‫ علم‬،‫ علم الفقو‬،‫ علم الصفات‬،‫ علم ذات العالية‬:‫اربعة علوم‬
‫ وجيتهد ىف‬،‫ الثاين ان يتبع فرض عينو بتعليم كتاب هللا العزيز‬.‫األحوال‬
‫فهم تفسريه و سائر علومو‬
Artinya:
Akhlak siswa dalam belajar: pertama, siswa hendaknya
memulai mempelajai ilmu yang fadhu „ain terlebih dahulu.
Adapun ilmu yang tergolong fardhu „ain adalah ilmu tentang
Dzat „Aliyah (tentang Allah), sifat-sifat Allah, Ilmu Fiqih dan
Ilmu yang berkaitan dengan ikhwal maqamat. Kedua: siswa
hendaknya mempelajai ilmu yang mendukung fardhu „ain, yaitu
al-Qur‟an dan al-Hadits Nabi SAW.39

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Ilmu-ilmu yang


dianggap fardhu‟ain menurut K.H. Hasyim Asy‟ari harus lebih
didahulukan dalam urutan mempelajarinya bagi pendidik
dibanding jenis ilmu yang lain. Adapun jenis ilmu yang
hukumnya fardlu‟ain dan harus didahulukan untuk
mempelajarinya adalah: pertama Ilmu dzat, yaitu ilmu yang
mengarahkan kepada keyakinan terhadap Allah adalah Tuhan
Yang Maha Qadim dan Bersih dari segala kekurangan.
Kedua Ilmu Sifat, yaitu ilmu yang mengantarkan kepada
suatu keyakinan bahwa Allah Dzat Yang Maha Agung adalah
bersifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama‟, Bashar, Kalam dan
seluruh hal yang menunjuk kesempurnaan ilmu-Nya.
Adapu tujuan untuk mengetahui sifat-sifat Allah agar
bertambah kecintaan hamba kepada Rabbnya, akan membuatnya
semakin mengagungkan dan membesarkan-Nya, lebih
mengikhlaskan segala harapan dan tawakkal hanya untuk-Nya
dan membuat rasa takutnya kapada Allah semakin mendalam.
Dan kapan pengetahuan dan pemahaman seorang hamba
terhadap nama-nama dan sifat-sifat Rabbnya semakin kuat dan
mendalam, maka akan semakin kuat pula tingkat
penghambaannya kepada Allah, dan akan semakin tulus

39
Hasyim Asy‟ai, op. Cit, 43-44
40 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

sikapnya berserah diri kepada syari‟at Allah, serta dia akan


semakin tunduk kepada perintah Allah dan semakin jauh
meninggalkan larangan-Nya.
Ketiga Ilmu fiqih, yaitu ilmu yang mengantarkan dirinya
pada kesempurnaan ketaatan yang sesuai dengan syari`at Islam
agar dapat beribadah dengan baik dan benar sehingga diterima
oleh Allah SWT.
Keempat Ilmu Ahwal, yaitu maqamat, tipu-tipuan hati dan
pencegahannya serta segala yang berhubungan dengan masalah-
masalah tersebut.
Sedangkan ilmu penunjang untuk mempelajai ilmu yang
bersifat fadhu „ain diatas adalah:
a. Mendalami al-Qur‟an dan Tafsir serta ilmu lain yang
berkaitan dengan al-Qur‟an.
b. Mempendidiki hadits-hadits Rasulallah SAW dan Ilmu
hadits.
c. Ilmu ushul fiqih
d. Ilmu Nahwu dan Sharaf
5. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Metode Pendidikan
Islam
K.H. Hasyim Asy‟ari dalam menggunakan metode
pengajarannya sering menggunakan metode sorongan, wetonan,
tauladan dan hafalan, sebagaimana pada umumnya menjadi
karakteristik dari tradisi Syafi‟iyah dan juga menjadi salah satu
ciri umum dalam tradisi pendidikan Islam klasik. Hal ini dapat
dilihat dari uraian K.H. Hasyim Asy`ari tentang metode sorogan,
Yaitu:
‫ان يراعي نوبتَبو فال يتق ّدم عليها بغري رضا من ىي لو‬
Artinya:
Bersabar menunggu giliran menghadap pendidik dan
tidak boleh mendahului tanpa diperbolehkan oleh orang lain
yang juga akan menghadap pendidik. 40
Penjelasan K.H. Hasyim Asy‟ari di atas menggambarkan
suasana santri sedang belajar besama kiyai dengan
menggunakan metode sorongan.

40
KH. Hasyim Asy‟ari, op. Cit., h. 51
41 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
S or o gan di l a ku ka n s an t ri d en ga menghadap pendidik
atau kiyai. Santri satu demi satu membaca kitab yang akan
dipelajari. Metode ini merupakan metode individual yang
sangat intensif. Buku yang dipelajari berupa kitab
kuning. Dengan metode ini kiyai mengajari santri
struktur kalimat dalam bahasa Arab, mengajarkan tiap
kalimat dengan teliti.
Metode sorogan ini merupakan metode yang digunakan
oleh K.H. Hasyim Asy`ari dalam belajar. Artinya bahwa sistem
pendidikan Islam yang diperhatikan oleh K.H. Hasyim Asy`ari
adalah sistem pendidikan tradisional seperti yang ada di
pesantren. Kecenderungan ini terjadi karena latar belakang
pendidikan K.H. Hasyim Asy`ari adalah pendidikan pesantren.
Sistem ini memungkinkan seorang pendidik mengawasi
dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang peserta
didik dalam menguasai pelajarannya. Pelaksanaan pengajaran
dengan menggunakan metode sorogan akan tersusun
kurikulum individual yang sangat fleksibel dan sesuai dengan
kebutuhan pribadi seorang santri sendiri.
Selain metode sorongan di atas, K.H. Hasyim Asy‟ari juga
mempraktikan metode tauladan untuk memberikan contoh
akhlak yang baik kepada para siswanya. Hal tersebut dapat
dilihat dari uraiannya:
‫ايضا مايعامل بو بعضهم بعضا من افشاء السالم‬ً ‫ان يتعاىد الشيخ‬
‫وحسن التخاطب ىف الكالم والتحابب والتعاون على الرب والتقوى‬
‫وعلى ماىم بصده‬
Artinya:
Membiasakan diri sekaligus memberikan contoh kepada
siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti mengucapkan
salam, berbicara dengan baik dan sopan, saling mencintai
terhadap sesame, tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, dan lain sebagainya.41

Metode keteladanan sering juga di sebut thoriqotu bi al-


uswatun al-hasanah. Nabi Muhammad saw. Sebagai pendidik

41
Ibid., h. 91
42 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

dan pengajar agung telah diberi anugarah predikat oleh Allah


swt sebagai uswatun hasanah. Apabila ittiba‟ kepada Rasul,
maka setiap pendidik atau pendidik muslim seharusnya berusaha
agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi
contoh teladan bagi pendidik khususnya dan masyarakat sekitar
pada umumnya, meskipun diakui bahwa tidak mungkin sama
seperti keadaan Rasulallah. Namun setidak-tidaknya, harus
berusaha kearah itu.
Selain metode di atas, K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan
penekanan pada aspek hafalan. Hal tesebut dapat dilihat pada
bab IV dalam Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim yang
menjelaskan tentang akhlak siswa dalam belajar. Pada halaman
44 dan 46 beberapa kali K.H. Hasyim Asy‟ari menuliskan kata
yahfadzu, hal ini dapat penulis simpulkan bahwa K.H. Hasyim
Asy‟ari dalam mengajar juga menggunakan metode hafalan,
sebagaimana pada umumnya pesantren tradisional.
Secara teori dapat kita bedakan adanya tiga aspek dalam
berfungsinya ingatan, yaitu mencamkan, yakni kesan-kesan,
menyimpan kedan-kesan dan memproduksi kesan-kesan. Atas
dasar inilah biasanya ingatan didefinisikan sebagai kecakapan
untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan.42
Selain metode sorongan, wetonan, teladan, dan hafalan,
K.H. Hasyim Asy‟ari juga mengembangkan sistem musyawarah,
yang pesertanya hanya di ikuti oleh santri senior dan telah
mengikuti seleksi yang ketat. Hal ini dimaksudkan untuk
meregenerasi calon-calon ulama masa depan agar dapat
mengembangkan dan mengamalkan ilmu yang telah mereka
miliki di daerahnya masing-masing. Dan ini memang tebukti,
dari seluruh peserta yang mengikuti sistem musyawarah ini,
seluruhnya menjadi ulama besar yang berguna bagi agama, nusa
dan bangsa.43
Kajian tentang pendidikan Islam yang berhubungan
dengan metode pendidikan memang masih sangat sedikit dalam
kitab ini. Misalnya apakah pendidikan Islam itu hanya berlaku
di pesantren? Apakah pendidikan Islam bisa diterapkan di
sekolah-sekolah formal, perpendidikan tinggi Islam dan
42
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), h. 44
43
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3S, 1994), h. 104
43 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
lembaga-lembaga pendidikan non-formal? Bagaimana
pendidikan Islam yang tepat bagi semua pendidikan Islam yang
tepat bagi semua jenis pendidikan Islam tersebut? Apakah
pendidikan Islam hanya mengatur tentang belajar ilmu-ilmu
agama saja?
K.H. Hasyim Asy`ari ternyata tidak membahas metode
pendidikan Islam dalam kaitan dengan pendidik secara
menyeluruh. Konsep Pendidikan Islam yang ditawarkan oleh
K.H. Hasyim Asy`ari cenderung pada pendidikan klasik, seperti
yang umumnya diterapkan pada pendidikan Islam di pesantren.
Pendidikan Islam tersebut juga terkesan masih sangat terbatas
untuk para subyek pendidikan yang menekuni ilmu-ilmu agama
Islam seperti ilmu tauhid, fiqh dan tasawuf.
6. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang Evaluasi
Pendidikan Islam
Untuk aktifitas balajar, evaluasi marupakan komponen
yang tidak dapat dipisahkan, karena evaluasi merupakam
kontrol sistem dan korelasi kelemahan belajar pada dua belah
pihak antara pendidik dan peserta didik. Dengan evaluasi ini
diharapkan bisa diketahui sampai seberapa jauh pendidik dan
peserta didik bisa menyelesaikan target yang direncanakan,
baik-baik aspek-aspek yang menunjang keberhasilan maupun
perkembangannya, serta bagaimana metode penyelesaiannya.
Evaluasi juga dapat dipergunakan untuk merancang cara
meningkatkan hasil yangtelah dicapai.
Dalam kitabnya K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan tentang
pentingnya evaluasi dalam pelajaran,
‫ان يطلب من الطلبة يف بعض األوقات إعادة احملفوظات و‬
‫ديتحن ضبطهم ملا قدم هلم من القواعد املبهمة و املسائل‬
‫الغريبة و خيتربىم مبسائل تنبين على أصل قرره او دليل ذكره‬
Artinya:
Melakukan evaluasi dengan cara meminta sebagian
waktu pendidik untuk mengulang kembali pembahasan
yang telah pendidik sampaikan serta memberikan
pertanyaan kepada pendidik melalui latihan, ujian, dan
semacamnya untuk mengetahui sejauh mana tingkat

44 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

pemahaman mereka dalam menyerap materi


yang telah disampaikan. 44

Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam proses evaluasi tidak


hanya untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan
peserta didik terhadap materi namun juga untuk mengetahui
sejauh mana upaya internalisasi nilai nilai dalam pendidik bisa
diserap dalam kehidupan sehari hari.
Sebagaimana yang ia jelaskan dalam kitabnya:
‫ان حيافظ على املندوابت الشرعية القولية والفعلية‬
Artinya:
Menjaga (mengamalkan) hal-hal yang dianjurkan oleh
syariat Islam, baik berupa perkataan maupun perbuatan.45

Hal diatas tentunya sesaui dengan tujuan pendidikan yang


dikemukakan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, yaitu:
‫ابن يقصد وجو هللا عزوجل والعمل بو‬
Artinya:
Menggapai ridha Allah SWT serta bertekad mengamalkan
ilmunya setelah ilmu diperoleh.46

K.H Hasyim Asy‟ari sangat menekankan arti penting


evaluasi dalam proses balajar mengajar. Ia secara tegas
menyetakan: “Adalah sangat penting untuk selalu
mendiskusikan hasil belajar denga orang yang lebih
dipercayainya, memperhatikan syiar-syir Islam dan realisasi
Syari‟at, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas, periksalah buku-buku
peserta didik terlebih dahulu bila hendak melanjutkan
mengajar”.47
Pernyataan K.H Hasyim Asy‟ari di atas mengarah pada
pentingnya avaluasi terhadap penguasaan dan beban belajar.

44
Ibid., h. 88
45
Hasyim Asy‟ari, op., Cit., h. 62
46
Ibid., h. 25
47
Hasyim Asy‟ari, op. Cit., h. 60
45 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...
Volume III, No.1, Februari 2017
Peserta didik dituntut untuk bersikap jujur, objektif dan kontinyu
agar diperoleh hasil belajar yang memadai.
Evaluasi dapat dikembangkan lebih jauh, tidak hanya
terbatas pada pengusaan materi, tapi sampai sejauh mana pelajar
dapat mengembangkan daya kreatifitasnya denga
mengembangkan nilai-nilai pendidikan Islam, iman dan ihsan
yang layak dan seharunya dilakukan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Achmadi. 1991. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan.


Yogyakarta: Aditya media
Adi, Rianto. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta:
Granit
Ali, Sayuthi. 2002. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan
Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Arifin, HM. 1976. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama. Jakarta:
Bulan Bintang
Asnawir dan Usman. 1999. Media Pengajaran. Padang: IAIN “IB” Perss
as-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman. tt. Al-Asyba‟ wa An Nazhair.
Indonesia: Syirkah Nur Asia
Asy‟ari, Hasyim. 1413 H. Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim. Jombang:
Al-Turast Islamy
Barnadib, Imama. 1986. Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan.
Yogyakarta: Ando Offset
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rineka Cipta
Departemen Agama RI. 2006. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung:
CV. Diponegoro
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi Tentang
Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3S
Donald, Frederick J.MC. 1959. Educational Psychology. Tokyo:
Overseas Publication LTD
Furchan, Arif dan Agus Maimun. 2005. Studi Tokoh: Metode Penelitian
Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Khuluq, Lathiful. 2000. Kebangkitan Ulama, Biografi K.H.Hasyim
Asy‟ari. Yogyakarta: LKIS
Maarif, Syafi‟i. 1991. Pendidikan di Indonesia Antara Cita dan Fakta.
Yogyakarta: Tiara Wacana
46 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Malik bin Amir. 1412 H. Muwata‟ Imam Malik. ttp: Yayasan Risalah
Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
Bumi Aksara
Muhaimin. 1991. Konsep Pendidikan Islam. Solo: Ramadhan
Muhajir. 1996. Metodologi pendekatan Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin
Nazir, Mohohammad. 1985. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Steenbrink, Karel A. 1986. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan
Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES
Sukmadinata, Nana Syodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Zuhairini dkk. 1991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara

47 |Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari...


Volume III, No.1, Februari 2017

48 |Istajib Jazuli
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

USAHA GURU DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS


BELAJAR SANTRI PADA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN
UMUM DI PONDOK PESANTREN
(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Darussalam
Kabupaten Pasaman Barat)
Oleh: Salman

Abtrak

Kurangnya efektifitas serta minat santri dalam belajar, seperti sering


terlambat masuk sekolah, sering cabut pada waktu belajar, sering permisi tanpa
alasan yang jelas, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah,
faktor kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran, mengelola kelas,
menguasai media pengajaran, menguasai metode pembelajaran dan lain
sebagainya.
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara dengan
kepala, guru, dan santri di Pondok Pesantren Darussalam Pasaman Barat.
Pertama usaha guru dalam meningkatkan efektifitas belajar santri
melalui penguasaan materi pembelajaran dapat dipandang baik. Kedua, usaha
guru dalam meningkatkan efektifitas belajar santri melalui pengelolaan atau
penguasaan kelas juga dipandang baik. Ketiga, Usaha guru dalam
meningkatkan efektifitas belajar santri melalui penggunaan metode
pembelajaran di sini bisa digolongkan baik. Keempat, Usaha guru dalam
meningkatkan efektifitas belajar santri melalui penggunaan media juga sudah
dipandang positif, walaupun dengan berbagai keterbatasan media yang di
sediakan di sekolah. Kelima:kurangnya kesadaran yang berasal dari dalam diri
siswa itu sendiri, fasilitas belajar yang kurang memadai, minimnya
ketersediaan waktu atau jam belajar .

Kata Kunci: Guru, Efektifitas Belajar, Pelajaran Ilmu Pengetahuan


Umum, Pondok Pesantren
A. Latar Belakang Masalah
Guru merupakan kunci sekaligus ujung tombak dalam
mencapai misi pembaharuan pendidikan yang berkualitas. Guru
berada pada titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan
menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang berkualitas.
Artinya seorang guru bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan
dalam pembelajaran, bagaimana seorang guru mengelola kelasnya
sehingga dapat menciptakan kelas yang nyaman, menyenangkan
dalam belajar, dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa yang
tinggi dan dapat mengembangkan kemampuan siswa dengan optimal.

Dosen Tetap Prodi PAI STAI – YAPTIP Pasaman Barat
49 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Dalam hal ini guru dituntut untuk lebih profesional, inovatif dan
proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
Prinsip-prinsip profesional tersebut menunjukkan bahwa guru
sebagai jabatan profesional hanya bisa dimasuki atau dilaksanakan
dengan baik oleh orang yang memiliki kualifikasi dan kompetensi
tertentu. Dari sisi yang lain bagi siapapun, termasuk para guru itu
sendiri, apabila ingin menjadi guru yang profesional dituntut untuk
meningkatkan kualifikasi (misalnya jenjang pendidikan formalnya)
dan kompetensinya agar bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
Adapun indikator dari profesionalitas guru adalah1:
1. Guru menguasai bahan ajar
2. Guru mempunyai kreativitas dalam pembelajaran
3. Guru mampu menggunakan media dan sumber belajar
4. Guru melaksanakan evaluasi pembelajaran
5. Guru mampu melakukan penelitian kelas
6. Guru mampu melaksanakan pembelajaran yang efektif.
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat
besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, dari
tangan guru peserta didik akan dibentuk sesuai dengan potensi yang
ada pada dirinya. Minat bakat kemampuan dan potensi-potensi yang
dimiliki oleh peserta didik digali dan dikembangkan oleh guru, tanpa
bantuan guru, minat bakat, kemampuan dan potensi peserta didik
tidak akan berkembang secara optimal.
Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan yang tujuan utamanya adalah agar siswa dapat
menyerap materi pelajaran. Banyak faktor yang menunjang
keberhasilan proses pembelajaran diantaranya adalah guru, motivasi
siswa, sarana dan prasarana yang memadai, dan metode yang sesuai.
Salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran adalah
dikuasainya materi pembelajaran oleh siswa sebagai subjek belajar.
Dari kutipan di atas mengandung makna bahwa gurulah yang
mengatur mengawasi dan mengelola kelas agar tercapainya proses
belajar mengajar yang berarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Hal
ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Syarifudin Nurdin bahwa
guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar,
memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran

1
Abu Ahmadi, Ahmad Rohani AM, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), h. 158.
50 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan


dan mengevaluasi pembelajaran.2
Disamping itu, efektifitas belajar juga merupakan suatu hal
yang sangat urgen dalam mencapai sebuah tujuan yang ditetapkan.
Seseorang yang memiliki efektifitas belajar yang tinggi dalam
mengerjakan sesuatu, sangat berbeda sekali hasilnya dengan
seseorang yang bekerja dengan efektifitasnya rendah. Anak yang
nilainya rendah, belum bisa dikatakan anak tersebut memiliki
intelegensi yang rendah, bisa saja secara intelegensi mereka memadai
bahkan di atas rata-rata, namun dikarenakan adanya hambatan yang
bersifat instrinsik maupun ekstrinsik menyebabkan mereka tidak
dapat menampilkan kemampuan yang optimal dalam mengikuti
proses pembelajaran di sekolah dengan baik.
Efektifitas belajar merupakan kekuatan mental yang
mendorong terjadinya proses belajar mengajar. Efektifitas belajar
pada diri siswa yang lemah akan mengakibatkan lemahnya kegiatan
belajar. Selanjutnya mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh
karena itu, motivasi pada diri siswa perlu ditingkatkan secara terus
menerus agar siswa selalu memiliki motivasi belajar yang kuat, pada
tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.3
Berdasarkan uraian di atas, jelas sekali bahwa upaya guru
meningkatkan efektifitas belajar pada santri merupakan salah satu
bagian yang penting dalam mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Ketika seorang guru mampu membangkitkan efektifitas
belajar santri, secara tidak langsung kegiatan proses belajar mengajar
akan berjalan lancar, yang mengarah kepada hasil pendidikan yang
maksimal.
Seluruh aktifitas siswa adalah untuk memperoleh hasil belajar
yang baik. Setiap siswa tidak ada yang menginginkan hasil belajar
yang jelek. Dalam upaya memperoleh belajar yang baik tersebut,
tentu diperlukan sekali motivasi belajar yang baik pula. Tidak
tertutup kemungkinan bahwa siswa di pondok pesantren Darussalam
Pinagar Pasaman Barat mempunyai motivasi yang bervariasi dalam
halnya mencari ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke
waktu semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat kedua
fenomena ini kita semakin dihadapkan pada tuntutan akan pentingnya
2
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (IAIN IB
Press Padang, 1999), h. 21
3
Ibid., h. 239
51 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…
Volume III, No. 1, Februari 2017

SDM yang berkualitas dan mampu berkompetensi serta


memunculkan persaingandalamberbagaibidang kehidupan terutama
lapangan kerja. Pendidikan merupakan wadah kegiatan sebagai
pencetak SDM yang berkualitas tinggi.
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu
dasar peningkatan pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan
mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya peningkatan
kualitas manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun
tanggung jawab sebagai warga masyarakat. Ahli-ahli kependidikan
telah menyadari bahwa mutu pendidikan sangat tergantung kepada
kualitas guru dan praktek pembalajarannya, sehingga peningkatan
kualitas pembelajaran merupakan isu mendasar bagi peningkatan
mutu pendidikan secara nasional.
Mengingat peranan atau tugas seorang guru sangatlah berat
sekali. Dengan demikian, guru dituntut mempunyai kompetensi yang
baik dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, terutama
memberikan motivasi kepada anak dengan berbagai macam cara.
Pondok Pesantren Darussalam merupakan pondok pesantren
yang begitu berkembang pesat pada saat ini, yang terletak di
kenagarian Aua Kuniang Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman
Barat. Pondok pesantren ini sangat banyak sekali diminati para orang
tua untuk menjadikan tempat pendidikan bagi anak-anaknya. Ini
terlihat anak yang masuk pertahunnya semakin meningkat. Kemudian
dari segi kualitas lulusan dari pondok ini sudah banyak terlihat yang
mempunyai pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Satu sisi
merupakan kebanggaan besar bagi kita terhadap kemajuan
perkembangan pendidikan keagamaan yang berada di tengah-tengah
masyarakat ini, namun disatu sisi lain, kita masih perihatin terhadap
cara mereka dalam mengikuti pelajaran, khususnya dalam bidang
ilmu pengetahuan umum.
Bila dibandingkan dengan pondok pesantren yang ada di
Kabupaten Pasaman Barat, seperti pondok pesantren al-ikhlas yang
terletak di Simpang Empat, pondok pesantren Nurul Yaqin di Kapar,
pondok pesantren Atlaniyah Ujung Gading sangat jauh sekali
perbedaannya baik desegi jumlah muridnya. Dengan demikian, ini
merupakan keunggulan yang dimiliki pondok pesantren Darussalam
Kabupaten Pasaman Barat ini.
Pondok Pesantren Darussalam ini, sebagaimana penulis
jelaskan di atas, adalah sebuah lembaga pendidikan yang berazazkan
keagamaan, namun mereka bukan berarti tidak ikut belajar ilmu
52 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

pengetahuan umum, misalnya Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris,


Bahasa Indonesia, dan lain sebagainya seperti halnya di tempat
sekolah umum. Namun, di sini tampak bagi penulis adanya
kesenjangan antara cara belajar santri dalam mengikutinya.
Dari segi disiplin waktu misalnya, berdasarkan pengamatan
penulis, masih banyak santri yang terlambat ke sekolah ketika jam
pelajaran umum, bahkan sama sekali masih ada yang tidak masuk
selama pelajaran umum itu berlangsung. Lain halnya dengan mata
pelajaran pondok, terlihat bagi penulis siswa begitu aktif atau giat
dalam mengikutinya.
Hemat penulis, masalah yang demikian akan sangat
bertentangan dengan tuntutan ajaran Islam dan tuntutan zaman.
Dalam ajaran Islam kita harus bisa menseimbangkan antara dunia dan
akhirat. Begitu juga dengan ilmu pengetahuan, antara ilmu agama dan
umum harus dapat diseimbangkan, sehingga tidak terdengar lagi
ditelinga kita, anak lulusan pesantren hanya bisa berceramah
(berdakwah), lulusannya hanya bisa ke Perguruan Tinggi Agama
Islam saja.
Kita juga sama-sama mengetahui, bahwa diantara peranan
para tokoh Islam dalam pendidikan di Sumatera Barat khususnya
adalah mereka memasukkan kurikulum umum di setiap sekolah-
sekolah yang bercirikhas pesantren, guna untuk bisa bersaing pada
dunia global yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan juga menghindari supaya tidak terjadi pemisahan ilmu
pengetahuan umum dengan ilmu pengetahuan agama atau yang
disebut dengan dikotomi ilmu pengetahuan.
Al-qur’an juga menekankan agar ummat Islam mencari ilmu
pengetahuan dengan meneliti alam semesta ini, dan bagi orang yang
menuntut ilmu ditinggikan derajatnya di sisi Allah, bahkan tidak
sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak menetahui.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (sikdisnas)
bab II pasal 3 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak

53 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…


Volume III, No. 1, Februari 2017

mulia, sehat, berilmu. Cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga


Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”4
Tampak jelas bagi kita, bahwa tujuan pendidikan nasional di
atas sejalan dengan tujuan pendidikan agama Islam, kedua-duanya
bertujuan untuk membentuk manusia yang berguna bagi bangsa dan
agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah
ayat 201:
           

 
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan
Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.5

Dari fakta di atas, penulis melihat adanya indikasi


permasalahan yang berhubungan dengan cara belajar santri dalam
mengikuti proses belajar mengajar dalam mata pelajaran ilmu
pengetahuan umum.
B. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Adapun secara khusus tujuan penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengungkap usaha guru dalam meningkatkan efektifitas
belajar santri melalui penguasaan materi pembelajaran di
Pondok Pesantren Darussalam Pasaman Barat?
2. Untuk mengungkap usaha guru dalam meningkatkan efektifitas
belajar santri melalui pengelolaan atau penguasaan kelas di
Pondok Pesantren Darussalam Pasaman Barat?
3. Untuk mengungkap usaha guru dalam meningkatkan efektifitas
belajar santri melalui penggunaan metode pembelajaran di
Pondok Pesantren Darussalam Pasaman Barat?
4. Untuk mengungkap usaha guru dalam meningkatkan efektifitas
belajar santri melalui penggunaan media atau alat
pembelajaran di Pondok Pesantren Darussalam Pasaman
Barat?
5. Untuk mengungkap Hambatan-hambatan efektifitas yang
ditemui oleh guru umum di Pondok Pesantren Darussalam
Pasaman Barat?

4
Undang-Undang Sikdisnas, ( Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 5-6
5
Al-Qur’an dan Terjemahan, op. cit., h. 37
54 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darussalam
Kenagarian Aur Kuning Kecamatan Pasaman Kab. Pasaman Barat,
yang sebelah Baratnya adalah Padang Tujuh, sedangkan sebelah
Timurnya adalah Kenagarian Kajai.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya,
untuk menemukan secara spesifik dan realita tentang apa yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat pada saat itu.6
Artinya penelitian ini hanya menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dari objek yang diteliti, sehingga dapat diketahui
bagaimana efektfitas belajar siswa dalam mata pelajaran umum,
yakni Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS di
Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Pasaman Bara serta usaha
guru secara umum
Sumber data adalah subyek tempat memperoleh data.7
Sumber data dalam penelitian ini adalah, guru-guru, kepala pesantren,
santri.dapat diklasifikasikan kepada dua bagian, yaitu sumber data
primer dan sumber data
Dalam penelitian ini dimaksudkan teknik pengumpulan data
yang peneliti gunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi.

D. Hasil Penelitian
1. Usaha guru dalam meningkatkan efektifitas belajar santri
melalui penguasaan materi pembelajaran di Pondok
Pesantren Darussalam Pasaman Barat
Usaha guru dalam meningkatkan efektfitas belajar santri
melalui penguasaan materi pembelajaran di Pondok Pesantren
Darussalam Pasaman Barat.
Berdasarkan penelitian di tas tampaknya guru bidang studi
umum yang penulis konfirmasi ini sudah menguasai dengan baik
materi-materi bidang studi yang diajarkannya. Hal tersebut
setidaknya dipahami dari beberapa indikasi seperti para siswa
dapat memahami materi-materi yang diajarkan, yang berkenaan
dengan materi yang diajarkan oleh guru tersebut. Kamudian guru
tersebut juga tidak menemui kendala-kendala yang berarti dalam
6
Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 28
7
Suharsimi Arikunto, prosedur Penelitian suatu Pendekatan praktik, (Jakarta
Rineka Cipta, 2001), h. 102
55 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…
Volume III, No. 1, Februari 2017

penguasaan materi-materi ini. Bahkan indikasi lain yang


menunjukkan penguasaan guru bidang studi ini terhadap materi-
materi ini juga ditandai dengan adanya usaha secara pribadi dari
guru yang bersangkutan untuk memperluas dan mengembangkan
materi-materi yang ada dari buku-buku lain. Yakni guru tersebut
tidak hanya mengandalkan penjelasan-penjelasan buku pegangan
itu, seperti yang terdapat dalam buku pelajaran matematika di
pondok pesantren Darussalam Kabupaten Pasaman Barat ini.
Penguasaan materi atau bahan pelajaran oleh guru umum
disini sudah mengarah pada spesifik ilmu kecakapan yang
diajarkannya. Mengingat isi sifat dan luasnya ilmu, maka
semestinya guru harus mampu menguraikan ilmu atau kecakapan
dan apa-apa yang akan diajarkannya ke dalam bidang ilmu atau
meningkatkan efektfitas belajar siswa. Beberapa orang guru
mengatakan: mengajar merupakan pekerjaan dan tugas yang
kompleks dan sulit. Oleh karena tugas dan pekerjaan tersebut
berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan efektfitas belajar
siswa, maka seorang guru harus membuat persiapan, perencanaan
yang baik dan menguasai materi atau bahan yang akan
diajarkannya sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan.

2. Usaha guru dalam meningkatkan efektfitas belajar santri


melalui pengelolaan atau penguasaan kelas di Pondok
Pesantren Darussalam Pasaman Barat.
Usaha guru umum dalam meningkatkan efektfitas belajar
anak melalui pengelolaan kelas sudah bisa dikatakan baik, ini
terlihat bagi penulis sewaktu terjadinya proses belajar mengajar di
sekolah interaksi guru dengan siswa berjalan dengan baik,
suasana kodusif, tidak terlihat bagi penulis anak yang meribut,
atau bersorak-sorak. Namun, sedikit ada keganjalan bagi penulis
sewaktu pergantian jam pelajaran ada beberapa orang yang
permisi sampai pergantian jam pelajaran berikutnya.
Setelah saya komfirmasikan dengan siswa tersebut, ungkapan
siswa tersebut ialah:
Bahwa saya keluar sampai pergantian jam berikutnya, bukan
berarti saya tidak suka dengan gurunya, akan tetapi untuk pribadi
saya lebih mengutamakan pendidikan pesantren. Sebab materi
pesantren ini tujuan utama saya untuk mempelajarinya, sedangkan
materi umum itu sampingan saja, yakni hanya untuk sebagai

56 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

syarat untuk mendapatkan ijazah. Karena untuk pelajaran


dipusatkan kepada pelajaran pesantren saja.8

3. Usaha guru dalam meningkatkan efektfitas belajar santri


melalui penggunaan metode pembelajaran di Pondok
Pesantren Darussalam Pasaman Barat.
Hasil wawancara dan observasi penulis dengan guru bidang
studi umum di atas dapat disimpulkan bahwa metode yang paling
tepat dapat digunakan dalam proses belajar mengajar adalah
menyesuaikan materi ajar dengan metodenya. Seperti metode
diskusi adalah cara penyajian pelajaran, saling tukar menukar
pengalaman, informasi, memecahkan masalah dan dapat juga
terjadi semua siswa aktif. Kemudian metode demonstrasi adalah
cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau
mempertujukan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang di pelajari baik sebenarnya atau tiruan yang
sering disertai dengan penjelasan lisan. Begitu juga dengan
metode problem solving yaitu metode pemecahan masalah yang
muncul dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

4. Usaha guru dalam meningkatkan efektfitas belajar santri


melalui penggunaan media pembelajaran di Pondok
Pesantren Darussalam Pasaman Barat.
Dalam rangka meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
pada pengetahuan umum melalui media pembelajaran.
Berdasarkan keterangan dan informasi diatas, penguasaan
serta penggunaan media pembelajaran oleh guru pata pelajaran
umum di pondok pesantren Darussalam ini masih bervariasi dan
sangat terbatas. Hal tersebut tampaknya lebih disebabkan
keterbatasan media dan sumber belajar yang tersedia di pondok
pesantren Darussalam ini, sehingga mengharuskan guru untuk
membuat dan menyediakan sendiri media yang dibutuhkan, yang
tentunya sesuai dengan swadaya pribadi guru yang bersangkutan
pula. Kondisi seperti ini memang sangat dilematis bagi guru,
dimana ketika ada tuntutan bahwa guru harus menggunakan
media pembelajaran yang efektif guna meningkatkan taraf hasil
belajar siswa, namun disisi lain, ternyata media yang tersedia
masih sangat terbatas dan belum memadai sepenuhnya.
8
Afsanul Insan, Siswi Pesantren Darussalam Pasaman Barat, wawancara,
Pasaman Barat, 20 November 2011
57 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…
Volume III, No. 1, Februari 2017

5. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh guru dalam


meningkatkan efektfitas belajar santri di Pondok Pesantren
Darussalam Pasaman Barat.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam proses
pembelajaran bukanlah hal yang mudah, karena berbagai
komponen yang terkait di dalamnya. Hemat penulis, pelaksanaan
pembelajaran mata pelajaran umum di pondok pesantren
Darussalam ini mengalami berbagai kendala, diantaranya adalah
kurangnya minat siswa untuk mengikuti pelajaran ilmu
pengetahuan umum, fasilitas belajar yang masih terbatas.
Ketersediaan waktu atau jam belajar untuk melakukan
kegiatan belajar mengajar itu sangat menentukan terhadap
lancarnya proses pembelajaran. Apabila waktu yang disekolah itu
sedikit, maka siswa pun akan merasa kurang termotivasi untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar dan apabila waktu
disediakan untuk melakukan kegiatan proses belajar mengajar
banyak maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kegiatan
belajar dan tidak terlepas dari materi yang telah diberikan oleh
guru. Hal ini sesuai dengan ungkapan oleh siswa pondok
pesantren Darussalam Pasaman Barat” waktu yang disediakan
untuk melakukan proses belajar mengajar bidang studi umum
hanya dua jam satu kali pertemuan dalam satu minggu. Dengan
waktu belajar yang disediakan tersebut, masih belum cukup bagi
siswa”.9

E. KESIMPULAN
Usaha guru dalam meningkatkan efektfitas belajar santri
melalui penguasaan materi pembelajaran di Pondok Pesantren
Darussalam Pasaman Barat.Upaya yang dilakukan guru bidang studi
umum untuk meningkatkan efektfitas siswa dalam belajar melalui
penguasaan materi di pondok pesantren Darusssalam Kabupaten
Pasaman Barat ini sudah bisa dikatakan baik.
Hambatan-hambatan efektfitas yang ditemui oleh guru dalam
meningkatkan motivasi belajar santri di Pondok Pesantren
Darussalam Pasaman Barat adalah Kesadaran dan pemahaman
siswa, Fasilitas belajar, ketersediaan waktu atau jam belajar.

9
Fitri Yanti, Siswa Pada Pesantren Darusssalam Pasaman Barat, wawancara,
Pasaman Barat, 29 November 2011
58 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Ketersediaan jam pelajaran di pondok Pesantren Darussalam


Pasaman Barat ini yang masih kurang untuk melakukan proses
belajar mengajar bidang studi umum, yakni hanya dua jam satu kali
pertemuan dalam satu minggu.

Daftar Kepustaka
Abu Ahmadi, Ahmad Rohani AM, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta:
Rineka Cipta, 1996.
Abu Bakar, Muhammad, Hadits Tarbiyah, Surabaya: al-Ikhlas, 1995.
Abu Ja’far al-Azdi al-Hijri, dikenal dengan al-Thahawiy, Musykil al-
Atsar `li al-Thohawiy, Beirut: Muassasah al-Risalah: 1415 H.
Al-Atthar, Sharqiy Muhammad Jamîl (Pentahqiq), Sunan Al-Turmudziy
wa Huwa al-Jami’ al-Mukhtshar min al-Sunan ‘an Rosulillah
SAW wa Ma’rifatuhu al-Sahih wa al-Ma’lul wa mâ ‘alaihi al-
‘amal, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994.
Alex Sobur, Psikologi Umum (Dalam Lintasan Sejarah), Bandung:
Pustaka Setia, 2003.
Al-Maraghi, Ahmade Mustafa, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi,
Semarang: CV Thoha Putra, 1998.
Arifin, H.M, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Dalyono, M , Psikologi Pendidika, Jakarta Rineka Cipta, 2001.
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahan, Semarang: CV.
Thoha Putra, 1989.
Dewa Ketut, Sukardi, Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Di Sekolah,
Surabaya: Usaha Nasional, 1983
Dhofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Pendidikan Remaja, Jakarta: Rineka
Cipta, 2002.
Hamalik, Oemar, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta Bumi Aksara,
1995.
……………….., Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Al-Gesindo,
2000.
.........................., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Hasan Shadility, Jhon M. Echlos, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Ibnu Jauzi, al-‘ilal al Mutanahiyah, Beirut: Pustaka hindiyyah, tt

59 |Usaha Guru dalam Meningkatkan…


Volume III, No. 1, Februari 2017

60 |Salman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

KOMPETENSI PAEDAGOGIK GURU PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA DI SMP NEGERI 27 PADANG

Oleh: Yulda Dina Septiana

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa kompetensi paedagogik dan
kompetensi profesional guru-guru agama di SMP N 27 Padang masih rendah.
Baik dalam hal penguasaan materi dan metodologi pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan deskriptif, yaitu penelitian
yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi di lapangan
yang menjadi objek penelitian sebagaimana adanya tanpa bermaksud
mengkomparasikan atau membandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi paedagogik guru PAI
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 27 Padang melalui
perencanaan pembelajaran telah sesuai dengan permendiknas No.41 tahun 2007
dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan
permendiknas No.41 tahun 2007. Proses pembelajaran mengarah kepada
pembelajaran aktif. Dan evaluasi pembelajaran dilakukan dengan memberikan
tugas dan memberikan bimbingan untuk meningkatkan prestasi siswa.

Kata Kunci: Prestasi belajar, Guru PAI, Kompetensi Paedagogik.

PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan proses untuk meningkatkan harkat
dan martabat manusia, karena dengan pendidikan Islam umat manusia
dapat berkembang sesuai dengan ajaran Islam dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat nantinya. Selain itu, apabila seseorang
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, maka derajatnya
akan ditinggikan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat al- Mujaadilah ayat 11 yang berbunyi:
‫اَّللُ لا ُك ْم‬ ِ ِ‫ين ءا اامنُوا إِذاا قِيل لا ُك ْم تا اف َّس ُحوا ِِف الْ ام اجال‬
َّ ‫س فاافْ اس ُحوا يا ْف اس ِح‬ ‫ا‬
ِ َّ‫َيأايُّها ال‬
‫ذ‬ ‫ا ا‬
‫ا‬
‫ات‬ٍ ‫اَّلل الَّ ِذين ءامنُوا ِمْن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا الْعِْلم درج‬ ِ ِ
‫ا اا ا‬ ‫ْا ا‬ ‫يل انْ ُش ُزوا فاانْ ُش ُزوا يا ْرفا ِع َُّ ا ا ا‬ ‫اوإ اذا ق ا‬
. ‫اَّللُ ِ اا تا ْع املُو او ا ِ ٌري‬
َّ ‫او‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah


) Dosen tetap Prodi PAI STAI – YAPTIP Pasaman Barat
61 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila


dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dikemukakan bahwa” ada dua
golongan orang yang ditinggikan oleh Allah derajatnya, yaitu orang-
orang yang melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan Allah,
serta orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan terutama ilmu
pengetahuan agama dan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari”.1Dengan demikian, orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
yang mendapat keistimewaan di sisi Allah, yaitu dengan ditinggikan
derajatnya.
Pendidikan Islam mengandung dimensi yang universal dan
kompleks, karena bersumber dari ajaran Islam itu sendiri, yaitu Al-qur’an
dan Sunnah. Disebabkan pendidikan Islam bersumber kepada dasar
ajaran Islam, maka pelaksanaan misi pendidikan Islam berorientasi
kepada dimensi pengembangan kehidupan manusia, di antaranya:
1. Dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba
Allah untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai-
nilai Islam.
2. Dimensi kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi yang mendorong
mendorong manusia mengembangkan dirinya dalam pola hubungan
yang serasi dan seimbang dengan Allah. Dimensi inilah yang
melahirkan berbagai usaha agar kegiatan ubudiyahnya senantiasa
berada berada di dalam nilai-nilai agamanya.
3. Dimensi hubungan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi
mendorong manusia untuk berusaha menjadiikan dirinya sebagai
hamba Allah yang utuh dan paripurna dalam ilmu pengetahuan dan
keterampilan, sekaligus menjadi pendukung serta pelaksana
(pengamal) nilai-nilai agamanya.2
Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam
mempunyai dimensi yang cukup luas bagi umat manusia, di mana
dimensinya mencakup kehidupan dunia dan akhirat yang terkandung
melalui aspek aqidah, syari’ah dan akhlak.
1
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dan Said
Bahreisy, (Bandung: al- Ma’rif, 1991), h. 213
2
HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1991), h.31
62 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Di tinjau dari segi latar belakang historisnya, pendidikan Islam


berkembang seiring dengan perkembangan ajaran Islam. Dimana
pendidikan Islam pertama kali dilaksanakan di tempat ibadah dengan
menggunakan sistem halaqah. Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, “
pendidikan Islam dimulai pertama kali di rumah-rumah peribadatan dan
tempat khusus. Di sini umat Islam di tempatkan dalam beribadah dan
hidup sederhana. Tempat-tempat ibadahlah merupakan benih pertama
tumbuhnya sekolah-sekolah atau pendidikan yang terarah, dan para
Rasul Allah beserta para pengikut mereka yang ikhlas, yang tampil
sebagai penyeru kepada agama Allah merupakan guru pertama bagi
umat manusia”.3
Dalam operasionalnya, prinsip utama yang akan dicapai dalam
proses pendidikan Islam terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik
perubahan tingkah laku dari tidak mengetahui kepada mengetahui
maupun perubahan tingkah laku yang tidak baik menjadi lebih baik.
Dengan kata lain, pendidikan Islam bertujuan mengarahkan kehidupan
manusia kepada pola hidup yang sesuai dengan ajaran Islam.
Untuk mencapai perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik,
maka pendidikan Islam sangat perlu dipelajari, digali, dihayati dan
dilaksanakan dalamkehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa
pendidikan Islam sangatlah penting dalam kehidupan, karena pendidikan
Islam mempunyai dua tujuan yaitu menciptakan kebahagiaan hidup baik
di dunia maupun di akhirat nantinya. Dengan demikian tujuan utama
pendidikan Islam adalah untuk menciptakan “insan kamil”, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat bahwa:
Tujuan pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia
yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar
mengamalkan dan menerangkan ajaran Islam dalam berhubungan
dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat
yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup
di dunia dan di akhirat nantinya.4
Tujuan utama penanaman pendidikan agama terhadap individu
adalah menciptakan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat
sekitarnya, dapat mengembangkan ajaran Islam, taat kepada Allah SWT
serta bermanfaat bagi lingkungan. Sebagai konsekuensinya dari hal ini
adalah para pendidik itu sendiri harus betul-betul menjadi teladan bagi

3
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam,
diterjemahkan Oleh Hery Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), h. 204
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1988), h. 40
63 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

peserta didiknya, bagi masyarakat pada umumnya, sehingga pendidikan


Islam berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, mutu pendidikan yang diharapkan oleh
pendidikan Islam adalah pendidikan agama yang dapat dan mampu
mempersiapkan manusia untuk melaksankan amanat yang dipikulkan
kepadanya dalam kehidupan didunia yaitu, semata-mata untuk
menyembah kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Husni Rahim mengemukakan bahawa terdapat beberapa visi dan
obsesi kenapa mutu pendidikan agama Islam harus selalu ditingkatkan,
diantaranya:
1. Usaha peningkatan dan pengembangan pendidikan merupakan
panggilan sejarah dan sekaligus tantangan bagi masa depan
2. Usaha peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam memerlukan
kerja sama (networking) antara berbagai pusat pendidikan yang dapat
dimulai dengan mengembangan madrasah yang dapat memfasilitasi
usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan madrasah di sekitarnya
3. Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia bidang
pendidikan Islam, yang merupakan langkah kunci untuk mencapai
keunggulan.
4. Upaya pendidikan Islam ditujukan untuk membangun peradaban umat
manusia yang didukung oleh pribadi-pribadi yang bermutu.5
Salah satu kegiatan paling penting dalam proses pendidikan
Islam adalah meningkatkan dan menjaga mutu pendidikan agama Islam.
Sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan output dari
sistem pendidikan tersebut yang wujudnya adalah perkembangan atau
kemajuan pada diri peserta didik.
Menurut Ad. Rooijakkers, “suatu sistem dengan input berupa
sarana dan dana yang memadai, jika tidak menghasilkan prestasi dengan
nilai yang diinginkan maka ia adalah sistem pendidikan yang bermutu
rendah. Meskipun seratus persen usia sekolah telah mendapatkan nilai
yang tinggi dan naik kelas, tetapi jika kualifikasi atau prestasi peserta
didik rendah tentu tidak dapat dikatakan bahwa sistem persekolahan
tersebut bermutu dan mendapatkan nilai yang tinggi”.6

5
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001)
12-13
6
Ad. Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Gramedia, 1994),Cet. Ke-
6, h. 87
64 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Prestasi belajar siswa merupakan hal yang amat penting untuk


disadari dan diketahui, agar tidak berbaur dengan pengertian tentang
mutu pendidikan yang sering digunakan orang ketika menilai
kemampuan serta kesungguhan pemerintah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dalam hal ini, mutu dan jumlah sarana
termasuk guru, buku, sarana/prasarana, dan sebagainya sering dijadikan
sebagai indikator mutu pendidikan. Apabila suatu sekolah memiliki
sarana dan prasarana yang memadai, buku yang mencukupi, dan jumlah
peserta didik yang banyak diindikasikan bahwa sekolah tersebut bermutu
tinggi.
Inti dari proses pendidikan yang menggunakan sistem
persekolahan seperti pada madrasah adalah program pengajaran di
kelas. Output dari program pengajaran di kelas adalah kemajuan pada diri
peserta didik. Perkembangan kemajuan tersebut dapat meliputi tiga
aspek, yaitu:
1. Kemampuan intelektual, yang terdiri dari dua hal yaitu yang bersifat
akademik seperti pengetahuan matematika, bahasa dan sebagainya,
dan yang bersifat non akademik seperti kreativitas, kemampuan
berpikir kritis, kemampuan berpikir analistis, dan sebagainya.
2. Watak atau karakteristik pribadi, yang juga terdiri dari dua hal yang
bersifat normatif seperti keimanan, kejujuran, kesopanan dan
sebagainya. Dan yang bersifat normatif seperti kematangan emosi,
sikap ilmiah, keinginan berprestasi, senang bertanya dan sebagainya.
3. Keterampilan praktis, keterampilan praktis yang terdiri dari
kemampuan yang memerlukan koordinasi antara panca indera dengan
gerakan otot yang bersifat fisik maupun yang berkenaan dengan
profesi dan tugas-tugas tertentu. Selanjutnya berkaitan dengan
keterampilan sosial yang kompleks seperti memimpin rapat,
mengkoordinasikan kegiatan, mempengaruhi orang lain dan
sebagainya.7
Suatu sekolah akan dapat dikatakan efektif dan bermutu apabila
prestasi siswa di sekolah tersebut mendapatkan nilai dan mencapai
tingkat perkembangan yang diinginkan pada ketiga aspek di atas.
Kemampuan yang bersifat akademik adalah tingkat penguasaan peserta
didik atas mata pelajaran yang diajarkan, yang dijadikan bekal baik bagi
kehidupan sehari-hari maupun untuk mendalami bidang tersebut lebih
lanjut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Fuad
Ihsan bahwa ”sebuah sekolah dikatakan secara akademik bermutu jika
7
Hasan Langgulung, hakikat pendidikan dan pemberdayaan Tenaga Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1999), Cet. Ke-2, h. 91
65 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

prestasi siswanya dan menguasai dengan baik semua mata pelajaran


yang diajarkan, sesuai dengan nilai yang diinginkan. Yang dimaksud
dengan pengendalian mutu pendidikan di sekolah adalah semua cara
yang perlu ditempuh agar prestasi siswanya jauh lebih tinggi dari nilai
yang sebelumnya yang dihasilkan benar-benar memenuhi standar yang
ditetapkan”.8
Adapun kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menjamin
bahwa setiap prestasi siswa yang dihasilkan memang benar-benar
memenuhi standar yang ditetapkan, khususnya dalam hal penguasaan
bidang akademik (mata pelajaran) yang diajarkan, di antaranya:
1. Menetapkan sistem belajar tuntas, yaitu prosespembelajaran di mana
guru melanjutkan pengajaran ke pokok bahasan yang berikutnya
hanya jika seluruh murid di kelasnya (sekurang-kurangnya sebagian
besar) memang telah menguasai seluruh isi pokok bahasan yang
diajarkan. Jika hal ini benar-benar diterapkan, maka murid yang telah
diajarkannya tersebut kegiatan ini disebut dengan quability
Assurances.
2. Pengecekan terakhir sebelum peserta didik dinyatakan prestasi belajar
siswa meningkat atau menurun. Selain untuk menghindari terjadinya
prestasi belajar siswa menurun, maka guru harus membantu siswanya
supaya lebih giat dalam belajar agar tidak terjadi prestasi belajar
siswanya menurun. Apabila terjadi prestasi belajar siswa menurun di
sekolah, maka guru-guru mengadakan remedial bagi peserta didik
yang mendapatkan nilai yang rendah. Hal ini mengingat bahwa
sangat jarang terjadi di mana seluruh peserta didik betul-betul
menguasai seluruh isi pelajaran. Kegiatan ini disebut dengan quality
control.9
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa jika penguasaan isi pelajaran
tuntas, tanpa diadakan remedial oleh gurunya, maka prestasi belajar
siswanya pun akan meningkat dari prestasi yang sebelumnya. Agar
tidak terjadinya hal yang demikian, maka guru menganjurkan kepada
peserta didiknya supaya lebih meningkatkan lagi cara belajarnya supaya
nantinya mendapatkan nilai atau prestasi yang lebih tinggi.
Tercapai atau tidaknya ketuntasan belajar pada suatu pokok
bahasan yang diajarkan di kelas sangat bergantung kepada banyak hal di
antaranya, kemampuan guru, potensi peserta didik, metode mengajar dan
sistem pengaturan proses pembelajaran. Meskipun banyak faktor yang
menentukan dalam peningkatan mutu pendidikan, namun yang penting
8
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 21
9
Bafadal Ibrahim, Perencanaan Pendidikan, (Jakarta:Bulan Bintang,2002), h. 32
66 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

dalam hal ini adalah perwujudan kinerja tugas dan tanggung jawab guru
dalam mengajar di kelas. Hal ini disebabkan guru merupakan pendidik
utama dalam proses pembelajaran yang mempunyai multi dimensi, di
antaranya:
1. Guru sebagai pengajar, yaitu fungsi yang lebih menekankan tugas
dalam merencanakan melaksanakan pengajaran. Dalam hal ini guru
dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan
teknik mengajar di samping menguasai bahan yang akan
diajarkannya.
2. Guru sebagai pembimbing, yaitu memberikan bantuan kepada anak
didik dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini
menyangkut pengembangan kepribadian peserta didik.
3. Guru sebagai administrator, merupakan jalinan antara ketatalaksanaan
bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Namun
ketatalaksanaan bidang pengajaran lebih menonjol dan lebih
diutamakan bagi profesi guru.10
Terwujud atau tidaknya berbagai fungsi guru sebagaimana
dikemukakan di atas adalah untuk menentukan prestasi belajar siswa di
sekolah tersebut. Untuk itu, guru dituntut berbagai kemampuan untuk
mewujudkan mutu pendidikan yang diharapkan, di antaranya:
1. Kemampuan dibidang kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang
harus dimiliki guru meliputi;
a. Penguasaan bahan pelajaran
b. Pengetahuan mengenai cara mengajar
c. Pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu
d. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling
e. Pengetahuan tentang administrasi kelas
f. Pengetahuan cara menilai hasil belajar peserta didik
g. Pengetahuan tentang kemasyarakatan.
2. Kemampuan dalam sikap, yaitu kesiapan dan kesediaan guru terhadap
berbagai hal yang berkenaan dengan tugas profesinya, meliputi;
a. Sikap menghargai pekerjaannya
b. Sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya
c. Memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil
pekerjaannya.
3. Kemampuan di bidang keterampilan, yaitu kemampuan guru dalam
berbagai keterampilan dan berperilaku meliputi;

10
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar guru dalam proses
belajar mengajar, (Bandung: Rosdakarya, 1992), h. 23
67 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

a. Keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat


bantu pelajaran.
b. Bergaul dan berkomunikasi dengan peserta didik, keterampilan
menyusun persiapan perencanaan pengajaran, keterampilan
melaksanakan administrasi kelas, dan sebagainya.11
Di dalam Undang-undang guru dan dosen juga dijelaskan tentang
guru yang terdapat pada pasal 1 yaitu guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Dalam Undang-undang guru dan dosen, selain menjelaskan
tentang pengertian guru juga menjelaskan tentang kompetensi guru yang
terdapat dalam pasal 10 yang menjelaskan bahwa “Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.12
Berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh guru agama
terangkum dalam beberapa bidang di antaranya:
1. Kompetensi Paedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik, meliputi, pemahaman peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara meluas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (terkait dengan standar
isi, juga dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
4. Kompetensi sosial, kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sejawat pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.13

11
Uzer Usman dan Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. Ke-4, h. 32
12
Undang-undang Guru dan Dosen N0.14 Tahun 2005, h. 6
13
Departemen Agama RI, Lingkup Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: Tim Pokja
Depag, 2006), h. 3-5
68 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Dari pendapat di atas jelaslah bahwa guru merupakan salah satu


kunci utama dalam menentukan mutu pendidikan. Apabila guru memiliki
kemampuan yang memadai dan tinggi serta mewujudkannya dalam
proses pembelajaran, maka mutu pendidikan akan dapat dicapai dengan
baik. Sebaliknya, kurangnya kemampuan guru dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya akan mempengaruhi pula rendahnya mutu
pendidikan. Dengan demikian, guru agama dituntut untuk memiliki
berbagai kompetensi sehingga dapat melaksanakan pengajaran dengan
efektif dan efisien. Menurut Husni Rahim, “kompetensi guru agama
merupakan salah satu faktor penentu efektif atau tidaknya proses
pengajaran pendidikan agama Islam. Tercapai atau tidaknya tujuan
pendidikan agama Islam sangat tergantung kepada kemampuan
(kompetensi) yang dimiliki oleh guru agama.”14
Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap kompetensi
paedagogik dan kompetensi profesional guru-guru agama di SMP N 27
Padang, di peroleh data bahwa guru agama belum menunjukkan
kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional dengan baik
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dari gejala yang terlihat, di
antaranya:
1. Guru agama belum menguasai materi yang akan diajarkan, sehingga
guru agama hanya mendiktekan dan meminta peserta didik
mencatatnya.
2. Kurangnya tanya jawab antara guru dengan peserta didik ketika
terjadinya proses pembelajaran, sehingga tidak dapat diketahui
apakah peserta didik sudah memahami materi atau belum.
3. Guru agama langsung memarahi peserta didik apabila meribut di
dalam kelas.
4. Guru jarang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya tentang materi yang disampaikan.
5. Di akhir kegiatan pembelajaran, guru sering memberikan tugas kepada
peserta didik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis akan
menjadikan SMP Negeri 27 Padang sebagai objek penelitian ilmiah
(tesis) dengan judul “Kompetensi Paedagogik Guru Pendidikan Agama
Islam Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP N 27
Padang”.

METODE
14
Husni Rahim, Prosedur Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. Ke-2, H.73
69 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Penelitian ini merupakan penelitian yang bercorak lapangan


(field research) dengan menggunakan metode kualitatif melalui
pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu
peristiwa atau kejadian yang terjadi di lapangan yang menjadi objek
penelitian sebagaimana adanya tanpa bermaksud mengkomparasikan
atau membandingkan.
Menurut Bogdan dan Taylor seperti dikutif Lexy J. Maleong15
mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif ini
diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh). Metode kualitatif
bertitik tolak dari pandangan fenomenologis yang meletakkan pada
pemahaman makna tingkah laku manusia sebagaimana yang dimaksud
oleh pelakunya sendiri.
Dalam penelitian ini sumber data di bagi dua yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu guru agama yang berjumlah 3
orang, dan siswa kelas VIII berjumlah 20 orang. Sedangkan yang sebagai
sumber data tambahan (sekunder) adalah kepala sekolah dan wakil
kepala sekolah di bidang kurikulum. Teknik dan alat pengumpul data
penulis melakukan observasi, wawancara, dokumentasi.
Adapun langkah yang penulis tempuh untuk menganalisis data
yang terkumpul adalah sebagai berikut :
a. Reduksi data, adalah bagian dari proses analisis yaitu bentuk analisis
untuk mempertegas, memperpendek, membuat focus, membuang hal
yang tidak penting dan mengatur data sehingga dapat dibuat
kesimpulan.
b. Sajian data, adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan
dapat ditariknya suatu kesimpulan penelitian
c. Penarikan kesimpulan/verifikasi, di mana kesimpulan akhir pada
penelitian kualitatif tidak akan ditarik kesimpulan kecuali setelah
proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu
diverifikasi dengan cara melihat atau mempertanyakan kembali sambil
meninjau secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih tepat.16

15
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002), h. 3
16
Farouk Muhammad dan Djali, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PTIK
Press dan Restu Agung, 2005), h. 97-98
70 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Kompetensi Paedagogik Guru PAI Dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Di SMP Negeri 27 Padang Melalui Perencanaan
Pembelajaran.
Berdasarkan data yang penulis peroleh melalui dokumen-
dokumen yang diberikan guru PAI SMP N27 Padang sudah membuat
perencanaan pembelajaran berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Perencanaan pembelajaran tersebut setidaknya terdiri dari
dua kegiatan pokok, yatu membuat silabus dan membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Berdasarkan analisis dan hasil studi dokumentasi yang penulis
lakukan, silabus pendidikan agama Islam yang ada di SMP N 27 Padang
sudah disusun berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007, yang di
dalamnya berisikan identitas mata pelajaran, SK, KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar bahkan sudah ada yang
memasukkan nilai karakter bangsa dan kewirausahaan dalam kolom
silabus yang terakhir.
Secara umum guru PAI SMP N 27 Padang sudah membuat
silabus berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan silabus
tersebut sudah cukup baik karena sudah membuat komponen-komponen
silabus sebagaimana yang terdapat dalam Permendiknas No. 41 Tahun
2007 tersebut, namun masih perlu diadakan penyempurnaan terutama
pada kegiatan pembelajaran, penetapan indikator, penilaian dan
pemilihan sumber belajar.
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan terhadap RPP
ditemukan bahwa RPP mata pelajaran PAI SMP N 27 Padang sudah
memenuhi komponen RPP sesuai dengan Permendiknas No 41 tahun
2007 tentang standar proses. Secara umum guru PAI SMP N 27 Padang
sudah membuat RPP berdasarkan Permendiknas No. 41 tahun 2007
tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
RPP tersebut sudah cukup baik,namun masih perlu penyempurnaan,
pertama, dalam pemilihan metode pembelajaran yang disesuaikan
dengan materi ajar dan kondisi peserta didik, kedua, dalam menentukan
bentuk penilaian dan penentuan instrumen penilaian, dan ketiga,
pemilihan dan penulisan sumber belajar.

71 |Kompetensi Paedagogik Guru…


Volume III, No. 1, Februari 2017

Kompetensi Paedagogik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa


di SMP Negeri 27 Padang Melalui Pelaksanaan Pembelajaran.
Dari hasil observasi yang penulis lakukan di kelas terhadap tiga
orang guru PAI di SMP N 27 Padang selama penelitian, ditemukan
bahwa, kegiatan pendahuluan diawali oleh guru dengan membaca salam
dan membaca do’a secara bersama sebelum memulai pembelajaran.
kegiatan pendahuluan sudah cukup baik dilakukan oleh guru PAI SMP
N 27 Padang , namun masih perlu penyempurnaan terutama dalam
penjelasan tujuan pembelajaran dan penyampaian cakupan materi
pembelajaran. Kedua kegiatan ini belum dilaksanakan oleh guru sebaik
mungkin.
Berdasarkan analisis, wawancara, dan observasi yang penulis
lakukan terhadap kegiatan tiga orang guru PAI SMP N27 Padang
ditemukan bahwa, pelaksanaan proses pembelajaran pada kegiatan
eksplorasi sudah terlaksana dengan cukup baik karena sudah kelihatan
kegiatan pembelajaran sebagaimana yang terdapat pada Permendiknas
No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses. Akan tetapi masih perlu
penyempurnaan terutama dalam melibatkan peserta didik secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dan penggunaan media
pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan terhadap
pelaksanaan kegiatan elaborasi oleh tiga orang guru PAI SMP N27
Padang ditemukan bahwa guru telah memfasilitasi peserta didik untuk
membaca dan menuliskan apa yang mereka temukan dalam kegiatan
eksplorasi.penulisan hasil temuan tersebut adakalanya dituliskan oleh
peserta didik pada lembaran kerja siswa (LKS) yang diberikan oleh guru
atau pada kertas selembar saja.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan terhadap
kegiatan konfirmasi yang dilakukan oleh tiga guru PAI SMP N27 Padang
oleh tiga guru PAI SMP N27 Padang ditemukan bahwa, setiap guru PAI
SMP N27 Padang telah memberikan umpan balik positif dan penguatan
terhadap keberhasilan peserta didik. Umpan balik positif ini sering
dilakukan guru dalam bentuk pemberian pujian terhadap hasil temuan.
Berdasarkan analisis dan hasil observasi yang penulis lakukan,
ditemukan bahwa kegiatan penutup yang dilakukan guru PAI SMP N27
Padang belum maksimal sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007
tentang standar proses, karena secara umum guru baru hanya sampai
pada kegiatan menyimpulkan pelajaran. Sementara penilaian
pembelajaran, rencana kegiatan tindak lanjut, dan menyampaikan

72 |Yulda Dina Septiana


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya belum terlaksana


sebagaimana mestinya.

Kompetensi Paedagogik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa


di SMP Negeri 27 Padang Melalui Evaluasi Pembelajaran.
Penilaian merupakan hal yang paling penting setelah melakukan
pelaksanaan pembelajaran, untuk mengukur keberhasilan proses belajar
mengajar serta untuk mengetahui kesesuaian perencanaan pembelajaran.
Ibu Raini adalah seorang guru PAI mengatakan bahwa evaluasi juga
dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan bisa digabungkan dua atau
tiga kompetensi dasar, setelah peserta didik ulangan harian dilakukan
analisis.17
Hal ini diperkuat lagi oleh Ibu Siti Aisyah mengatakan bahwa
peserta didik yang nilainya tidak mencukupi ketuntasan kriteria minimal
(KKM) diberi remedial/perbaikan, dan bagi peserta didik yang nilainya
di atas ketuntasan kriteria minimal (KKM) diberikan pengayaan. 18begitu
juga dengan Ibu Yusna mengatakan bahwa setiap guru ada yang
memberikan penilaian/evaluasi untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan
materi pokok pada suatu bidang studi tertentu. Dan ada juga setiap guru
yang memberikan penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap hasil
belajar peserta didik yang telah selesai mengikuti pembelajaran dalam
satu caturwulan semester atau akhir tahun.19

Kendala-kendala yang Dihadapi Guru dalam Meningkatkan Prestasi


Belajar Siswa.
1. Lingkungan sekolah
Sebuah lembaga pendidikan seperti sekolah tidak boleh
diartikan sekedar sebuah gedung saja, tempat anak–anak
berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan.
Sekolah sebagai institusi perannya jauh lebih luas dari pada
sekedar tempat belajar.
2. Keadaan guru
Masih kurangnya pemahaman guru terhadap Permendiknas No.
41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah tersebut.

17
Raini, Guru PAI SMP Negeri 27 Padang, Wawancara, Sabtu 20 Juni 2013
18
Siti Aisyah, Guru PAI SMP Negeri 27 Padang, Wawancara, Sabtu 20 Juni
2013
19
Yusna, Guru PAI SMP Negeri 27 Padang, Wawancara, Sabtu 20 Juni 2013
73 |Kompetensi Paedagogik Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

3. Keadaan siswa
Siswa sebagai peserta didik merupakan salah satu input
yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Boleh
dikatakan hampir semua kegiatan di sekolah pada akhirnya
ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan potensi
dirinya. Upaya itu akan optimal jika siswa sendiri secara aktif
berupaya mengembangkan dirinya, sesuai dengan program-
program yang dilakukan oleh sekolah. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menciptakan kondisi agar siswa/peserta didik dapat
mengembangkan diri secara optimal.20Dalam prespektif
pendidikan Islam, peserta didik merupakan subyek dan objek.
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki
sejumlah potensi (kemampuan dasar) dan masih perlu
dikembangkan.
4. Sarana prasana
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan
dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga
menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun
murid-muridnya untuk berada di sekolah. Di samping itu juga
diharapkan tersedianya alat-alat fasilitas belajar yang memadai
secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta
dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses
pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar
maupun murid-murid sebagai pelajar.

Kesimpulan
1. Kompetensi paedagogik guru PAI dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa di SMP Negeri 27 Padang melalui perencanaan
pembelajaran di antaranya:guru-guru sudah dianjurkan untuk
membuat silabus berdasarkan permendiknas No.41 tahun 2007 dan
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan
permendiknas No.41 tahun 2007.
2. Kompetensi paedagogik guru PAI dalam meningkatkan prestasi
belajar Siswa di SMP Negeri 27 Padang melalui pelaksanaan
pembelajaran adalah untuk melihat kehadiran siswa, keaktifan siswa
dalam belajar serta kerajinan siswa dalam belajar di sekolah supaya
bisa meningkakan prestasi belajar belajarnya di sekolah. Proses
pembentukkan manusia yang cerdas, kreatif, mandiri dalam
20
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 121
74 |Yulda Dina Septiana
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

menghadapi kehidupan. Proses ini sangat tergantung kepada


kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam
kelas, di mana guru harus membimbing peserta didik dalam
pembelajaran dan guru harus punya kemampuan dalam menstranfer
ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan juga harus mampu dalam
melatih segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
3. Kompetensi paedagogik guru PAI dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa di SMP Negeri 27 Padang melalui evaluasi
pembelajaran adalah untuk melihat prestasi belajar siswa di sekolah
serta adakah siswa membuat tugas yang di suruh oleh guru di sekolah.
Guru juga ikut serta dalam membimbing prestasi belajar siswa supaya
bisa mendapatkan nilai yang tinggi. Bagi siswa yang tidak
mengerjakan tugas diberi sanksi untuk mengerjakan yang belum
dibuat dikerjakan pada jam istirahat.
4. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa di sekolah, yaitu terdiri dari: lingkungan sekolah,
keadaan guru, keadaan siswa, dan sarana prasarana yang kurang
memadai.

DAFTAR RUJUKAN
Arifin HM, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara,1991
Daradjat, Zakiah, Dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2004
Departemen Agama RI, Lingkup Uji Sertifikasi Guru, Jakarta: Tim
Pokja Depag, 2006
Djali, Muhammad, Farouk, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PTIK
Press dan Restu Agung, 2005
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2006
Ibrahim, Bafadal, Perencanaan Pendidikan, Jakarta:Bulan Bintang,2002
Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dan
Said Bahreisy, Bandung: al- Ma’rif, 1991
Langgulung, Hasan, hakikat pendidikan dan pemberdayaan Tenaga
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1999
Maleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2002
An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan
Islam, diterjemahkan Oleh Hery Noer Ali, Bandung: Diponegoro,
1989

75 |Kompetensi Paedagogik Guru…


Volume III, No. 1, Februari 2017

Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:


Logos, 2001
----------------, Prosedur Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001
Rooijakkers Ad., Mengajar dengan Sukses, Jakarta: Gramedia, 1994
Tabrani A. Rusyan Cece Wijaya dan, Kemampuan Dasar guru dalam
proses belajar mengajar, Bandung: Rosdakarya, 1992
Undang-undang Guru dan Dosen N0.14 Tahun 2005,

76 |Yulda Dina Septiana


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pasca Sertifikasi


di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
Oleh: Yusra Nedi

Abstrak: Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 2005 Pasal 8 menyatakan


guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Selanjutnya pasal 10 ayat 1 menyatakan kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Kompetensi jika dikaitkan dengan sertifikasi guru maka akan
ada keinginan dan harapan bahwa guru yang telah lulus sertifikasi (yang telah
memiliki sertifikat pendidik) akan memiliki kompetensi yang berkualitas, baik
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial.

Kata Kunci: Kompetensi Guru, Sertifikasi

A. Pendahuluan
Upaya percepatan mutu pendidikan merupakan prioritas
utama yang sedang diupayakan oleh pemerintah melalui
departemen yang mengelola pendidikan, yaitu Departemen
Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama sebagai bagian
penting dalam dunia pendidikan Indonesia, menerjemahkan
peningkatan mutu kepada peningkatan kualitas tenaga
kependidikan terutama dari segi kompetensi yang harus
dimilikinya.
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke
and Stone mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai
“descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to
be entirely meanigful” (kompetensi guru merupakan gambaran
kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti).
Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa :
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”1


Dosen Tetap Prodi MPI STAI – YAPTIP Pasaman Barat
1
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2009), h.25
77 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya


pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain,
kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertidak dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya. Dapat juga dikatakan bahwa kompetensi
merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan,
sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari
karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan
tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam
pekerjaan nyata. Jadi, kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-
tugas profesionalnya.2
Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 2005 Pasal 8
menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Selanjutnya pasal 10 ayat 1 menyatakan kompetensi
guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.3Selain itu kompetensi juga menunjukkan kepada tindakan
(kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan secara memuaskan
berdasarkan kondisi yang diharapkan serta dipandang sebagai
pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi.
Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk
meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses
sertifikasi dipandang sabagai bagian esensial dalam upaya
memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji
kompetensi bagi calon atau guru yang ingin memperoleh
pengakuan dan atau meningkatkan kemampuan sesuai
kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi dalam
sertifikasi kompetensi adalah sertifikat kompetensi pendidik.
Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau
2
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
(Bandung: Alfabeta, 2011), h.23
3
Ibid, 29
78 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan


profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.4
Melalui sertifikasi guru diharapkan segala bentuk kinerja guru
dapat ditingkatkan guna mendapatkan kualitas guru yang benar-
benar kompeten dibidangnya. Adapun tujuan dari diadakannya
sertifikasi guru antara lain :
1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak
kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga
kependidikan
3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara
pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen
untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten
4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan
tenaga kependidikan
5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pedidik
dan tenaga kependidikan.5

Merujuk dari tujuan dilaksanakan sertifikasi diatas, dapat


dipahami bahwa tujuan utama diadakannya sertifikasi adalah untuk
memberikan citra yang baik terhadap profesi kependidikan ini dimata
masyarakat, namun disamping itu tujuan diadakannya sertifikasi
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru ataupun tenaga
kependidikan sehingga segala macam bentuk keluhan guru dalam hal
kebutuhan finansial dapat teratasi dan tentunya diharapkan melalui
pemberian kesejahteraan yang layak itu, guru dapat menciptakan
kreasi dan inovasi dalam pembelajaran serta dapat meningkatkan
kenerjanya dari waktu ke waktu.
Kompetensi jika dikaitkan dengan sertifikasi guru maka akan
ada keinginan dan harapan bahwa guru yang telah lulus sertifikasi
(yang telah memiliki sertifikat pendidik) akan memiliki kompetensi
yang berkualitas, baik kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di MTsN Koto
Baru Kabupaten Solok, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik
sebanyak 4 orang guru pada bidang studi PAI yang gelar
kesarjanaannya juga dari fakultas Tarbiyah jurusan PAI (Akidah
akhlak, Fiqih, SKI, Al-Qur’an Hadits) terkait kompetensi pedagogik
4
E. Mulyasa, Op.Cit, h.33
5
E. Mulyasa, Op. Cit, h. 35
79 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

dan profesional memiliki berbagai jawaban yang berbeda. Hasil


wawancara penulis dengan Kepala sekolah yang berada di MTsN
Koto Baru Kabupaten Solok mengatakan bahwa: “Terkait kompetensi
pedagogik dan profesional guru PAI pasca sertifikasi belum
menunjukkan peningkatan yang berarti.”6 Sedangkan hasil
wawancara penulis dengan beberapa guru Pendidikan Agama Islam
yang telah mengikuti sertifikasi guru mengatakan bahwa ada
kemajuan yang dirasakannya setelah mengikuti sertifikasi guru terkait
kompetensi pedagogik dan profesional, kemajuannya di antaranya
bagaimana membuat program pelajaran dengan baik, perangkat
pembelajaran, metode mengajar yang bagus serta bagaimana
mengevaluasi pembelajaran dengan baik. 7
Penulis juga mendapatkan informasi dari sejumlah siswa
bahwa metode pembelajaran dengan guru Pendidikan Agama Islam
yang sudah mengikuti sertifikasi guru belum ada kemajuan yang
berarti dirasakan oleh siswa. Sebagaimana observasi penulis
terhadap metode yang dipergunakan dalam pembelajarannya terlihat
masih monoton, seperti ada guru yang masih kurang kreatif
mengembangkan metode atau model pembelajaran yang
mengaktifkan siswa dalam belajar. Dengan kata lain, masih ada guru
Pendidikan Agama Islam yang lulus sertifikasi mengajarakan materi
pembelajaran dengan satu pendekatan saja yaitu pendekatan mengajar
langsung ( direct learning). Berdasarkan wawancara beberapa orang
siswa ada yang mengatakan ada kemajuan yang dirasakan ketika
belajar Agama dengan guru Pendidikan Agama Islam yang lulus
sertifikasi guru hal ini terbukti siswa merasa senang dan mudah
memahami materi yang telah diberikan guru tersebut.
Beranjak dari permasalahan di atas, dapat dilihat banyak
indikasi terhadap perbedaan pendapat antara Kepala sekolah, guru
Pendidikan Agama Islam serta siswa-siswa yang ada di MTsN Koto
Baru Kabupaten Solok mengenai kinerja guru dalam pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru PAI yang telah disertifikasi terhadap
siswa di sekolah. Terlihat masih kurangnya kompetensi pedagogik
dan profesional guru PAI yang sudah lulus sertifikasi. Kemudian dari
hasil observasi penulis didapatkan bahwa dari segi kompetensi
kepribadian dan sosial, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik

6
Kepala Sekolah MTsN Koto Baru Solok, Wawancara, tanggal 2-4 Maret
2015
7
Guru PAI MTsN Koto Baru Solok yang sudah Mengikuti Sertifikasi Guru,
Wawancara, tanggal 2-4 Maret 2015
80 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

tersebut masih perlu diteliti lebih dalam lagi. Guru tersebut


dilingkungan sekolah terlihat mudah bergaul dengan siswa-siswi
maupun dengan teman sesama guru dan seluruh orang yang ada
dilingkungan MTsN Koto Baru Kabupaten Solok, menjadi teladan,
serta selalu berusaha menampilkan akhlakul karimah dalam
kesehariannya, serta hubungan dengan orang tua siswa juga baik.
Namun itu semua, tentu akan membutuhkan pelelitian lebih jauh lagi
terutama dalam hubungan kemasyarakatan guru-guru tersebut untuk
mengetahui secara lebih komprehensif (keseluruhan) bagaimana
sesungguhnya kompetensi kepribadian dan sosial guru tersebut.
Untuk lebih terangnya pembahasan ini agar tidak
menyimpang dari permasalahan, maka perlu dibatasi pada hal-hal
sebagai berikut :
a. Kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam pasca
sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
b. Kompetensi kepribadian guru Pendidikan Agama Islam pasca
sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
c. Kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam pasca
sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
d. Kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam pasca
sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)


yang dilakukan di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok, dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan data
mengenai situasi dan kondisi yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.8 Deskripsi diseimbangkan oleh analisis
dan interpretasi. Deskripsi yang tidak berkesudahan akan menjadi
campur aduk sendiri. Tujuan analisis adalah untuk mengorganisasi
deskriptif dengan cara membuatnya dapat dikendalikan.9
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah guru
pendidikan agama Islam (aqidah akhlak, fiqih, al-Qur’an hadits dan
Sejarah Kebudayaan Islam) di MTsN Koto Baru Solok yang telah
lulus sertifikasi pada bidang studi yang di ampunya (Pendidikan
Agama Islam) berjumlah 4 orang. Untuk lebih jelasnya lihat tabel :
OBJEK PENELITIAN

8
Ine.I Amirman Yousda, Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Bandung: Bumi
Aksara, 1992), h. 21
9
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2010), h.175
81 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

Bidang Studi Tahun Lulus


No. Nama Guru
Sertifikasi Sertifikasi
1. Drs. Nazaruddin Aqidah Akhlak 2008
2. Yenni Sifon, S.Pd.I Aqidah Akhak 2009
3. Mahfuzah, S.Pd.I Fiqih 2008
4. Hj. Yelisma, S.Pd.I Fiqih 2009

Adapun dalam penelitian ini penulis melakukan teknik


pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung ke
lapangan yang menggunakan seluruh pancaindra dan dilakukan
untuk memperoleh data. Dalam kegiatan observasi ini penulis
menggunakan jenis observasi berperan serta (participant
observation) yang bersifat partisipasi pasif (Passive
participation), yaitu penulis datang ke tempat kegiatan yang
diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut secara
langsung.10
Adapun dalam kegiatan observasi ini penulis
mendeskripsikan tentang kompetensi yang dimiliki oleh guru
MTsN Koto Baru Kabupaten Solok pada bidang studi PAI pasca
diadakannya sertfikasi guru, baik kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial. Penulis Mengobservasi
bagaimana kompetensi guru PAI setelah lulus dari sertifikasi
guru, adakah peningkatan kinerja pasca sertifikasi tersebut atau
belum menunjukkan peningkatan yang berarti (sama saja sebelum
dan sesudah sertifikasi).
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai guru
pendidikan agama Islam untuk mendapatkan data yang jelas
tentang bagaimana kompetensi guru tersebut pasca sertifikasi,
apakah ada peningkatan kinerjanya sesuai dengan ke empat
kompetensi seorang guru profesional yang telah memiliki
sertifkat pendidik.
Sebagai data pendukung penulis juga melakukan
wawancara dengan kepala sekolah mengenai kompetensi yang
dimiliki guru Pendidikan Agama Islam pasca sertifikasi di MTsN
Koto Baru Kabupaten Solok. Mewawancarai waka kesiswaan,

10
Ibid., h. 145
82 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

waka kurikulum, waka sarana dan prasarana, Staff tata usaha,


pegawai perpustakaan, majelis guru, siswa, orang tua siswa,
satpam, masyarakat sekitar dalam memperoleh data yang
berkaitan dengan masalah kompetensi yang dimiliki guru
Pendidikan Agama Islam pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru
Kabupaten Solok. Dalam melakukan wawancara penulis
menggunakan jenis wawancara yang terstruktur serta
menggunakan instrumen sebagai pedoman wawancara.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu.11 Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan
data-data yang bersifat arsip maupun dokumen tertulis, yang
dapat membantu peneliti dalam melengkapi data tentang
kompetensi guru Pendidikan Agama Islam pasca sertifikasi
tersebut. Dalam dokumentasi penulis akan berusaha
memperhatikan dan membandingkan kesesuaian dokumentasi
dengan wawancara dan observasi. Dokumentasi akan memperkuat
temuan di lapangan dan hasil wawancara.
B. Pembahasan
1. Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan
(daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik)
yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain
kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan
tugas/pekerjaannya.12 Kompetensi merupakan perilaku rasional
guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi
ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat
dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu
tujuan.13
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna,
Broke and Stone mengemukakan bahwa kompetensi guru
sebagai “descriptive of qualitative nature of teacher behavior
appears to be entirely meanigful” (kompetensi guru merupakan

11
Sugiyono, Op.cit., h. 329
12
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional guru dan Tenaga Kependidikan,
(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 23
13
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h.129
83 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh


arti). Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan
bahwa : “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.”14
Dari uraian diatas, nampak bahwa kompetensi mengacu
pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan; kompetensi menunjuk pada performance dan
perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu
didalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional
karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance
merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati,
tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.
Sebagai pendidik juga wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional . penjelasan mengenai kulaifikasi ini
sebagai berikut.
Pertama, kualifikasi akademik diperoleh malalui
pendidikan tinggi program kesarjanaan atau program diploma
empat. Kedua, kompetensi meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi pedagogik terkait dengan kesungguhan
dalam mempersiapkan pembelajaran, kteraturan dan ketertiban
dalam menyelenggarakan pembelajaran, kemampuan mengelola
kelas, kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan akademik,
penguasaan media dan teknologi pembelajaran, kemampuan
melaksanakan penilain, objektivitas dalam penilaian dan
berpesepsi positif terhadap kemampuan siswa.
Kompetensi profesional meliputi penguasaan bidang
keahlian yang menjadi tugas pokoknya, keluasan wawasan
keilmuan, kemampuan menunjukkan keterkaitan antara bidang
keahlian yang diajarkan dan konteks kehidupan, penguasaan
terhadap isu-isu mutakhir dalam bidang yang diajarkan,
kesediaan melakukan refleksi dan diskusi permasalah
14
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h.25
84 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

pembelajaran yang dihadapi kolega, kemampuan mengikuti


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan keterlibatan
dalam kegiatan ilmiah organisasi profesi.
Selanjutnya kompetensi kepribadian meliputi
kewibawaan sabagai pendidik, kearifan dalam mengambil
keputusan, menjadi contoh dalam bersikap dab berperilaku,
satunya kata dan perbuatan, kemampuan mengendalikan diri
dalam berbagai situasi dan kondisi serta adil dalam
memperlaukan teman sejawat.
Adapun kompetensi sosial meliputi kemampuan
menyampaikan pendapat, kemampuan menerima kritikan dan
saran, mudah bergaul dengan kalangan sejawat, serta toleran
terhadap keberagaman (pluralisme) di masyarakat.
Adapun kompetensi profesional diperoleh melalui
pendidikan profesi keguruan yang dalam pelaksanaannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2007. Seorang
pendidik profesional dengan berbagai kompetensinya
sebagaimana tersebut, harus tetap dikembangkan dan
diberdayakan melalui program pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif
dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode
etik profesi.15

2. Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.16 Serta
ditopang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu memiliki
15
Abuddin Nata, Op.cit., h.167-168
16
E. Mulyasa, Op.cit.,, h. 33
85 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

kualitas akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serta


memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang
layak.17
Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesioanl. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru
dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa
seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah
lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga
sertifikasi. Dengan bahasa lain sertifikasi merupakan sarana atau
instrument untuk mencapai suatu tujuan. Maka perlu adanya
kesadaran dan pemahaman pada semua pihak bahwa sertifikasi
adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman
ini akan melahirkan aktivitas yang benar bahwa apapun yang
dilakukan adalah untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan
dan keterampilan baru. Jadi sertifikasi guru merupakan
pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi
profesioanl. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai
bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dari berbagai pertanyaan yang telah dijawab dan juga
observasi yang dilakukan diketahui bahwa kompetensi pedagogik
guru PAI pasca sertifikasi belum terlalu baik, ada beberapa aspek
yang tidak jauh berbeda sebelum dan sesudah guru tersebut
sertifikasi serta belum tercapai dengan baik. Pertama dari aspek
pemahaman terhadap berbagai macam karakter peserta didik,
guru-guru PAI pasca sertifikasi belum sepenuhnya dapat
memahami secara menyeluruh karakter peserta didik, karena
banyak aspek yang dilihat. Aspek yang paling mudah dipahami
oleh guru adalah terkait fisik, emosional, dan intelektual. Ini
dikarenakan banyaknya peserta didik dan masing-masingnya
memiliki karakteristik dari berbagai macam aspek yang berbeda-
beda.
Kedua, dalam penerapan pendekatan, strategi, metode dan
teknik dalam pembelajaran belum terlihat keanekaragamannya,
guru-guru PAI pasca sertifikasi lebih mengutamakan
17
Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h.2
86 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

menggunakan berbagai macam bentuk strategi, metode dan teknik


yang bersifat tradisional, seperti metode ceramah, dan lainnya
yang biasa digunakan sebelum guru tersebut lulus sertifikasi.
Sementara penerapan dari berbagai macam pendekatan, strategi,
metode dan teknik belum nampak dilakukan oleh guru-guru
tersebut.
Ketiga, terkait pengembangan kurikulum dan pembuatan
perangkat pembelajaran belum menunjukkan suatu perubahan
yang berarti. Ini dilihat dari perangkat yang dibuat oleh guru-guru
PAI pasca sertifikasi tidak jauh berbeda dari tahun ke-tahun
karena kurikulum yang dipakai masih KTSP, yang dirubah
biasanya identitas sekolah, tanggal dan tahun ajarannya saja.
Sementara yang terpenting dari perangkat pembelajaran tersebut
adalah pengembangan materi, strategi pembelajaran, metode,
teknik dan sumber belajar tidak ditemukan adanya perubahan.
Keempat, terkait penggunaan TIK masih belum terlalu
baik, ini terlihat ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung
guru-guru tersebut tidak menggunakan perangkat TIK dan
menggunakannya ketika ada bantuan dari mahasiswa PL atau
rekan yang lain. Padahal seorang guru idealnya harus bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
perkembangan peserta didik. Faktor usia tidaklah terlalu menjadi
kendala untuk mengatakan tidak bisa menggunakan TIK, karena
konsep belajar itu tidak mengenal usia dan merupakan keharusan
bagi pendidik untuk bisa memanfaatkan TIK untuk kepentingan
pembelajaran. Sehingga tidak terlalu terlihat perbedaan sebelum
dan sesudah guru tersebut sertifikasi, dalam pemanfaatan TIK
untuk kepentingan pembelajaran.
Secara keseluruhan, kompetensi pedagogik guru-guru PAI
pasca sertifikasi belum terlalu baik. Ini terlihat dari beberap aspek
yang belum terpenuhi secara optimal, dan jika dilihat dari
kompetensi guru-guru tersebut sebelum sertifikasi tidak jauh
berbeda dengan kompetensi pasca sertifikasi. Namun terlepas dari
semua itu, guru-guru tersebut telah berusaha menjadi guru yang
profesional sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya selaku
seorang pendidik.
Secara keseluruhan kompetensi kepribadian guru PAI
pasca sertifikasi sudah sesuai dengan apa yang diharapkan baik
sebelum guru tersebut sertifikasi ataupun pasca sertifikasi, ini
terlihat dari semua aspek yang terdapat dalam kompetensi
87 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

kepribadian telah tercapai dengan baik, seperti bertindak sesuai


dengan norma-norma yang berlaku, menampilkan diri sebagai
pribadi yang berakhlak mulia,, menunjukkan etos kerja dan
tanggung jawab terhadap profesinya, serta menjunjung tinggi
kode etik profesi guru.
Secara keseluruhan kompetensi profesional guru PAI
belumlah terlalu baik. Ini dilihat dari beberapa aspek yang belum
tercapai dengan baik dan tidak jauh berbeda dengan keadaan
sebelum beliau disertifikasi. Pertama dari aspek pengembangan
materi pelajaran terkait bidang studi yang diampu belumlah
menunjukkan adanya kreatifitas dalam pengembangan materi
pelajaran tersebut, guru-guru lebih terfokus dengan menggunakan
buku paket yang telah ada tanpa memperkaya dari sumber-
sumber lain. Kedua dari aspek pemanfaatan TIK untuk
kepentingan pengembangan diri belumlah optimal, hanya sekedar
saja. Padahal idealnya seorang guru harus mampu menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman serta dapat menggunakan alat-
alat TIK dengan baik.
Secara keseluruhan kompetensi sosial guru Pendidikan
Agama Islam pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten
Solok sudah seperti yang diharapkan, ini terlihat dari berbagai
macam aspek yang terdapat dalam kompetensi sosial tersebut
telah sesuai dengan apa yang digariskan. Seperti kemampuan
guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi;
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; serta
terlibat dalam organisasi kemasyarakatan dan juga organisasi
yang ada disekolah.
C. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang kompetensi guru
Pendidikan Agama Islam pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru
Kabupaten Solok, maka dapat disimpulkan kompetensi guru
Pendidikan Agama Islam pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru
Kabupaten Solok sudah baik. Namun ada beberapa aspek dari
kompetensi pedagogik dan profesional yang perlu ditingkatkan
lagi, sementara dari segi kompetensi kepribadian dan sosial sudah
sesuai dengan apa yang diharapkan, dengan penjabaran sebagai
berikut:
88 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

1. Kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam


pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
belum terlalu menunjukkan peningkatan yang berarti, ini
terlihat dari beberapa aspek dalam kompetensi pedagogik
yang tidak jauh berbeda sebelum dan sesudah guru
tersebut lulus sertifikasi serta belum tercapai dengan baik.
Seperti dalam memahami karakter peserta didik dari
berbagai macam aspek; penerapan pendekatan, strategi,
metode dan teknik pembelajaran yang mendidik secara
kreatif; pengembangan perangkat pembelajaran yang tidak
jauh berbeda dari tahun ke-tahun serta dalam pemanfaatan
TIK untuk kepentingan pembelajaran masih belum seperti
yang diharapkan.
2. Kompetensi kepribadian guru Pendidikan Agama Islam
pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
sudah seperti yang diharapkan serta terlihat adanya
peningkatan sesudah diadakannya sertifikasi, ini terlihat
dari berbagai macam aspek yang terdapat dalam
kompetensi kepribadian tersebut telah sesuai dengan apa
yang digariskan. Seperti kemampuan guru dalam
bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia; menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat; menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru
dan rasa percaya diri serta berusaha menjunjung tinggi
kode etik profesi guru.
3. Kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam
pasca sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok
belum terlalu menunjukkan peningkatan yang berarti, ini
terlihat dari beberapa aspek dari kompetensi profesional
yang tidak jauh berbeda sebelum dan sesudah guru
tersebut lulus sertifikasi serta belum tercapai dengan baik.
Seperti pengembangan materi pembelajaran yang diampu
secara kreatif belum terlihat dan kemampuan guru dalam
memanfaatkan TIK untuk kepentingan pengembangan diri
juga tidak seperti yang diharapkan, guru-guru tersebut
hanya memanfaatkan TIK seperlunya saja.
4. Kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam pasca
sertifikasi di MTsN Koto Baru Kabupaten Solok sudah
89 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

seperti yang diharapkan serta adanya peningkatan setelah


diadakannya sertifikasi, ini terlihat dari berbagai macam
aspek yang terdapat dalam kompetensi sosial tersebut
telah sesuai dengan apa yang digariskan. Seperti
kemampuan guru dalam bersikap inklusif, bertindak
objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan
jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga dan status sosial ekonomi; berkomunikasi secara
efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; serta
terlibat dalam organisasi kemasyarakatan dan juga
organisasi yang ada disekolah.

D. Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta:
Rineka Cipta, 2005
Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung
:PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 19960

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, 2010
, Standar Komptensi Dan Sertifikasi Guru, Bandung
: PT Remaja Rosda Karya, 2009
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif &
Kualitatif, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010
Faisal, Sanafiah, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta :
Rajawali,1992
Iskandar, Metodologi penelitian pendidikan dan sosial
(Kuaantitatif dan Kualitatif), Jakarta: Gaung Persada
Press
Kurnianto, Rido, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya:
LAPIS-PGMI, 2009
Moleong, Lexy J, Metodologi Peneltian Kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001
Muslich, Masnur, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme
Pendidik, Jakarta: Bumi Aksara, 2007

90 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: KENCANA


PRENADA MEDIA GROUP, 2010
Nawawi, Hadari, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada,
Universitas press,1999
Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, Padang: IAIN IB Press, 1999
Padang Ekspress, Padang : Selasa, 15 Januari 2008
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2013
Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2011
Setiawan, Conny, dkk, “Pendekatan Keterampilan Proses”,
Jakarta : Gramedia Widia Sarana Nasional,1992
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung :


Remaja Rosda Karya, 1995
Sugiyono, Metode Penelitan Pendidikan Pendekatan Kuantitattif,
kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2011
, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),
Bandung: Alfabeta, 2014
Suharnan, Psikologi Kognitif, Surabaya: Srikandi, 2005
Syoudih Sukmadianata, Nana, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005
Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No.14 Th.2005),
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010

UU Sisdiknas 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2003


W. Best, John, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya:
Usaha Nasional,1982

Yousda, Ine.I Amirman, Penelitian dan Statistik Pendidikan,


Bandung: Bumi Aksara, 1992
http://www.Jalanmendaki.co.cc/2007/07sertifikasi-guru.html

91 |Kompetensi Guru…
Volume III, No.1, Februari 2017

92 |Yusra Nedi
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM


MENINGKATKAN KINERJA DOSEN
Oleh: Sri Wardona

Abstrak
Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja dosen, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
manajemen ideal dapat menyebabkan kinerja dosen yang rendah. Kinerja
dosen yang rendah seperti tidak membuat SAP (Satuan Acara Perkuliahan),
tidak optimal mengajar mahasiswa karena mutu SDM yang rendah, tugas
pokok dosen yang tidak jelas, kompensasi yang tidak bijak sistem komunikasi
internal yang minim dan tidak terbuka cenderung membuat dosen merasa
tidak diperdulikan dan bekerja di instansi lain. Mengantisipasi ini perlu
manajemen sumber daya manusia dalam meningkatkan kinerja dosen.
Perekrutan dan penempatan tenaga dosen secara ideal, adanya pelatihan
dan pengawasan terhadap peningkatan kinerja dosen secara berkala,
pemberian kompensasi yang bijak merupakan solusi dalam meningkatkan
kinerja dosen, intinya manajemen sumber daya manusia harus terlaksana
secara ideal. Manajemen sumber daya manusia dari pendekatan
multidimensional menjelaskan bahwa manajemen sangat penting ditinjau
dari pendekatan politik, ekonomi, hukum, sosialkultural, administratif,
teknologikal dan untuk menjawab tantangan manajemen sumber daya
manusia. Tujuannya adalah memberikan kontribusi pada pencapaian
efektifitas organisasi, merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan dan
tantangan-tantangan masyarakat, mempertinggi kontribusi individual
terhadap organisasi. Tujuan ini tercapai oleh pemimpin yang memanajemen
sumber daya manusia yang berbasis view, appreciate, list, understand, dan
evaluate (value).

Kata Kunci: manajemen, sumber daya manusia, kinerja dosen


A. Pendahuluan
Kualitas perguruan tinggi merupakan masalah krusial yang
mencuat akhir-akhir ini. Kualitas lulusan perguruan tinggi sangat
ditentukan oleh leadership dan manajemen yang ditetapkan pada sebuah
perguruan tinggi.1 Rendahnya kualitas lulusan cenderung ditentukan oleh
minimnya kinerja dosen dalam membimbing, mengarahkan dan membina
mahasiswa.
Kinerja dosen dalam suatu institusi pendidikan merupakan faktor
menarik untuk dikaji karena lima alasan. Pertama, dosen merupakan
ujung tombak bagi keberhasilan proses belajar mengajar, tanpa dosen


Dosen Tetap Prodi MPI STAI – YAPTIP Pasaman Barat
1
Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008), h. 30
93| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

yang berkualitas dan rela berkorban mustahil suatu proses belajar


mengajar dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Kedua,
dosen tidak hanya berperan dalam mentransfer ilmu kepada mahasiswa,
tetapi memberikan contoh sikap, prilaku dan kepribadian. Ketiga,
kualitas kinerja dosen bukanlah suatu hal yang final dan tidak dapat
diperbaiki, karena dosen sebagai manusia selalu tumbuh dan berubah
secara dinamis. Keempat, kinerja dosen yang tidak didukung oleh
kompetensi professional maka proses belajar mengajar tidak dapat
berlangsung dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Kelima,
dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmani dan rohani serta kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Rendahnya kinerja dosen dapat dikemukakan seperti tidak
membuat SAP (Satuan Acara Perkuliahan), tidak optimal mengajar
mahasiswa karena mutu SDM yang rendah, seperti mengajar mata kuliah
yang bukan keahliannya, mengajar mahasiswa dengan terburu-buru dan
tidak mencukupi alokasi waktu yang telah ditetapkan karena juga
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil di sekolah. Rendahnya kinerja
dosen juga disebabkan karena tidak adanya pelatihan khusus yang
dilakukan oleh perguruan tinggi dalam meningkatkan kinerjanya, tidak
adanya pengawasan yang dilakukan secara berkala dan minimnya
kompensasi yang diterima di perguruan tinggi tersebut, sehingga
memungkinkan dosen mencari pekerjaan tambahan termasuk bekerja di
berbagai instansi.
Sistem kompensasi yang bijak memberi dosen dengan reward
memadai dan berkeadilan (equitable) bagi kontribusi mereka memenuhi
tujuan organisasional. Reward dapat merupakan salah satu atau
kombinasi hal berikut: (1) bayaran: uang yang diterima orang untuk
melakukan kerja; (2) benefit: rewad finansial tambahan, selain dari pay
(bayaran); (3) reward non finansial: reward non moneter seperti
kesenangan bekerja yang dilakukan atau kepuasan dengan lingkungan
kerja yang memberikan fleksibilitas.2 Minimnya kompensasi yang
diterima oleh dosen, cenderung membuatnya mencari pekerjaan
tambahan. Penghargaan organisasi terhadap kinerja dosen yang minim
membuat dosen tidak bersemangat bekerja dan kurang peduli terhadap
kemajuan organisasi.
Persoalan di atas terjadi karena tidak efektifnya manajemen
sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah

2
Lijan Poltak Sinambela, Manajemen Sumber Daya Manusia; Membangun Tim
Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h. 20-21
94| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian atas


pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran organisasi. Pengadaan tenaga kerja
yang tanpa tes dan tidak mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja
dalam organisasi cenderung terjadi kesalahan dalam penempatan tugas
terhadap dosen dalam mengajar. Dosen tersebut mengajar mata kuliah
yang tidak sesuai dengan keahliannya, tidak memperioritaskan mengajar
mahasiswa karena terikat dengan instansi lain. Pengorganisasian yang
tidak baik memungkinkan suatu perguruan tinggi tidak bekerjasama
secara team, tugas pokok dosen yang tidak jelas, sistem komunikasi
internal yang minim dan tidak terbuka cenderung membuat dosen merasa
tidak diperdulikan. Kondisi ini sangat merugikan perguruan tinggi karena
dosen tidak bersemangat mencapai tujuan organisasi.

B. Pembahasan
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen menurut bahasa berarti pemimpin, direksi, pengurus,
yang diambil dari kata kerja manage yang berati mengemudikan,
mengurus, dan memerintah3. Manajemen adalah kegiatan-kegiatan non
rutin yang menangani gejolak baik positif maupun negatif yang
membutuhkan pemikiran dan aktivitas khusus untuk menyelesaikannya,
termasuk yang bertalian dengan sumber-sumber pendidikan4. Sumber
daya manusia atau human resources adalah penduduk yang siap, mau dan
mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan
organisasional (the people who are ready, willing and able to contribute
to organizational goals). Dalam ilmu kependudukan, konsep ini dapat
disejajarkan dengan konsep tenaga kerja (manpower) yang meliputi
angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
yang bekerja disebut pekerja. Jadi istilah pekerja adalah istilah umum,
meliputi semua pekerjaan.5
Menurut Gary Dessler, manajemen sumber daya manusia adalah
kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalakan
aspek “orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen,

3
Wojowarsito Purwadarminta, Kamus lengkap Indonesia Inggris, (Jakarta: Hasta:
1974), h. 76
4
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
Cet. ke-2, h. 4
5
Taliziduhu Ndraha, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet.. ke-1, h. 7
95| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan dan penilaian.6


Tugas manajemen sumber daya manusia adalah mempelajari dan
mengembangkan cara-cara agar manusia dapat secara efektif
diintegrasikan ke dalam berbagai organisasi guna mencapai tujuannya.7
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.8 Pengertian
manajemen sumber daya manusia menurut beberapa ahli, diantaranya:
1) Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, human resource management
(HRM) refer to the policies, practices and systems that influence
employees’ behavior, attitudes and performance.9 Manajemen
sumber daya manusia adalah pengawasan, pelaksanaan dan system
yang mempengaruhi lingkungan dan performan.
2) Menurut Hall T. Douglas dan Goodale G. Games mengemukakan
manajemen sumber daya manusia adalah “Human resource
management is the process through hican optimal fit is achieved
among the employee, job, organization, and environment so that
employees reach their desired level of satisfaction and performance
and the organization meets it’s goals.10 Manajemen sumber daya
manusia adalah suatu proses melalui mana kesesuaian optimal
diperoleh diantara pegawai, pekerjaan organisasi dan lingkungan
sehingga para pegawai mencapai tingkat kepuasan dan performansi
yang mereka inginkan dan organisasi memenuhi tujuannya.
3) Menurut Edin Flippo seperti yang dikutip Malayu Hasibuan,
Personal managementis the planning, organizing, directing, and
controlling of the procurement, development, compensation,
integration, maintenance, and separation of human resoures to the
end that individual, organizational, and societal objectives are

6
Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Management
7e), Diterj. Oleh Benyamin Molan, (Jakarta: Prenhallindo, 1997), Jilid ke-2, Ed. ke-7,
h. 2
7
Cardoso Gomes Faustino, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:
Andi, 2003), h. 2
8
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 1
9
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, Human Resource Management, (McGraw:
Hill Education, 2015), h. 5
10
Hall T. Douglas dan Goodale G. Games, Human Resources Management,
Strategy, Design and Implementation, (Glenview: Scott Foresmen and Company, 1986),
h. 6
96| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

accomplished.11 Manajemen sumber manusia adalah perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan
tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan
dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk
mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.
4) Basir Barthos mengemukakan bahwa manajemen sumber daya
manusia timbul sebagai masalah baru pada dasawarsa 1960-an.
Manajemen sumber daya manusia mencakup masalah-masalah yang
berkaitan dengan pembinaan, penggunaan dan perlindungan sumber-
sumber daya manusia baik yang berada dalam hubungan kerja
maupun yang berusaha sendiri.12
5) Marwansyah, manajemen sumber daya manusia adalah
pendayagunaan sumber daya manusia dalam organisasi, yang
dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi.13
6) Menurut T. Hani Handoko, manajemen sumber daya manusia adalah
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan
sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu
maupun tujuan organisasi.14
7) Amin Widjaja Tunggal, manajemen sumber daya manusia adalah
fungsi manajemen yang berhubungan dengan rekruitmen,
penempatan, pelatihan dan pengembangan anggota organisasi.15
8) Abdurrahmat Fathoni, manajemen sumber daya manusia adalah
proses pengendalian berdasarkan fungsi manajemen terhadap daya
yang bersumber dari manusia.16
9) Menurut Malayu Hasibuan, manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efesien membantu terwujudnya tujuan.17
11
Malayu Hasibuan SP, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000), h. 11
12
Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia suatu Pendekatan Mikro,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 1
13
Marwansyah, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Alfabeta, 2014),
Cet. ke-3, h. 4
14
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 2001), h. 4
15
Amin Widjaja Tunggal, Manajemen suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), h. 250
16
Abdurrahmat Fathoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-1, h. 8-9
17
Malayu Hasibuan SP, Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), h. 21
97| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, maka dapat penulis


kemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.
b. Rasionalisasi Manajemen Sumber Daya Manusia
Rasionalisasi manajemen sumber daya manusia dapat dilihat dari
segi pendekatan multidimensional dan berbagai tantangan bagi
manajemen sumber daya manusia. Untuk lebih jelasnya dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Pendekatan multidimensional
a) Pendekatan politik
Pendekatan politik terhadap pentingnya pemahaman pentingnya
manajemen sumber daya manusia berangkat dari keyakinan yang
semakin mendalam di kalangan para politis bahwa aset terpenting yang
dimiliki oleh suatu negara oleh suatu bangsa adalah sumber daya
manusianya. Berbagai Negara di dunia yang meskipun tidak memiliki
sumber daya dan kekayaan alam, akan jika mempunyai sumber daya
manusia yang terdidik, terampil, disiplin, tekun, mau bekerja keras dan
setia kepada cita-cita perjuangan bangsanya, ternyata kadang membuat
negara lain kagum kepadanya.18
Logikanya adalah bahwa negara-negara yang sekaligus memiliki
sumber daya, kekayaan alam dan sumber daya manusia lebih mudah lagi
mencapai kemajuan yang didambakan oleh masyarakat. Akan tetapi
sebaliknya sumber daya non manusia dan kekayaan alam melimpah
ternyata tidak banyak artinya tanpa dikelola oleh manusia secara baik.
Artinya sumber daya lain dan kekayaan alam tetap merupakan modal
yang amat berharga.
b) Pendekatan ekonomi
Pendekatan ekonomi merupakan pendekatan yang paling erat
hubungannya dengan pemahaman meningkatnya perhatian semakin
banyak orang pada manajemen sumber daya manusia. Dikatakan
demikian karena sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu
faktor produksi dalam usaha meningkatkan barang atau jasa oleh satuan-
satuan ekonomi. Alasan lain adalah bahwa salah satu kriteria utama yang
digunakan mengukur tingkat kesejahteraan adalah takaran ekonomi. Oleh
karena itu, sering digunakan untuk analisis tingkat mikro. Dalam kaitan
dapat dinyatakan secara kategorikal bahwa melihat manusia sebagai

18
Abdurrahmat Fathoni, op.cit., h. 75-76
98| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

salah satu alat produksi merupakan persepsi yang tidak tepat untuk tidak
mengatakan salah sama sekali.
c) Pendekatan hukum
Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah
semakin tingginya kesadaran para warga masyarakat akan pentingnya
keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing. Semakin
meningkatnya kesadaran demikian biasanya dipandang sebagai salah satu
akibat positif dari tingkat pendidikan daripada masyarakat.
Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah
ketentuan-ketentuan hukum. Artinya, hak para warga dijamin dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Begitu pentingnya perolehan
perolehan hak tersebut sehingga hak yang bersifat asasi biasanya
tercantum dalam konstitusi negara seperti hak menyatakan pendapat, hak
berserikat, hak menganut agama tertentu dan menunaikan ibadah agama
sesuai dengan dokrin agama yang bersangkutan, hak memperoleh
pendidikan dan hak memperoleh pekerjaan yang layak. Akan tetapi di
negara manapun, terlepas dari system politik, system pemerintahan dan
system perekonomian yang berlaku, perolehan dan penggunaan hak
bukanlah tanpa batas. Situasi yang paling ideal adalah apabila para
anggota masyarakat sendiri yang mengetahui bukan hanya batas-batas
haknya itu, akan tetapi tata krama yang berlaku di masyarakat untuk
memperoleh dan menggunakannya.
d) Pendekatan sosialkultural
Pemahaman tentang semakin banyak pihak terhadap manajemen
sumber daya manusia juga memerlukan pendekatan sosialkultural.
Pendekatan ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan harkat
dan martabat manusia. Alasan utama lainnya adalah karena meskipun
benar bahwa teori manajemen, termasuk manajemen sumber daya
manusia, bersifat universal, penerapannya tidak pernah bebas nilai.
e) Pendekatan administratif
Salah satu ciri menonjol dari abad sekarang ini adalah terciptanya
berbagai jenis organisasi. Adapun yang telah dicapai oleh umat manusia,
seperti kemampuan menjelajahi angkasa luar, perkembangan teknologi
yang amat pesat, perluasan memperoleh pendidikan yang semakin tinggi
bagi semua kebanyakan orang, komunikasi dengan berbagai sarana yang
amat canggih, peningkatan taraf hidup banyak orang, pemahaman
tentang kehidupan di dasar laut, wahana angkutan seolah-olah semakin
kecil, kesemuanya itu dicapai dengan pemanfaatan organisasi.
f) Pendekatan teknologikal
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
dampak yang sangat kuat terhadap manajemen sumber daya manusia.
99| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

Dilihat sepintas lalu, dampak tersebut dapat dikatakan bersifat negative


karena kesan yang segera timbul adalah pemanfaatan berbagai hasil
temuan di bidang teknologi berakibat pada berkurangnya yang dilakukan
oleh manusia diambil alih oleh berbagai jenis mesin.
2) Berbagai tantangan bagi manajemen sumber daya manusia
Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh umat manusia di
masa depan adalah untuk menciptakan organisasi yang semakin beraneka
ragam tetapi sekaligus menuntut pengelolaan yang semakin efisien,
efektif dan produktif. Ketergantungan organisasi pada manajemen
sumber daya manusia yang semakin bermutu tinggi akan semakin besar
pula. Tanpa mengurangi pentingnya perhatian yang tepat harus diberikan
pada manajemen sumber-sumber organisasional lainnya. Perhatian utama
harus diberikan pada manajemen sumber daya manusia. Untuk
mewujudkan situasi demikian, perlu peningkatan kesadaran tentang
maksud dari semua kegiatan manajemen sumber daya manusia, yaitu
untuk meningkatkan sumbangan sumber daya manusia terhadap
keberhasilan organisasional.
c. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia mempunyai tujuan tertentu
dalam suatu organisasi. Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah:
1) Tujuan organisasional
Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber
daya manusia dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektifitas
organisasi. Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya
manusia diciptakan untuk dapat membantu para manajer tetap
bertanggung jawab terhadap karyawan. Departemen sumber daya
manusia membantu para manajer dalam menangani hal-hal yang
berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia.
2) Tujuan fungsional
Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada
tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia
menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki
kriteria dari tingkat kebutuhan organisasi.
3) Tujuan sosial
Ditujukan untuk secara etis dan sosial merespon terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui
tindakan meminimasi dampak negative terhadap organisasi. Kegagalan
organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi keuntungan
masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.
4) Tujuan personal

100| Sri Wardona


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian


tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi
individual terhadap organisasi. Tujuan personal karyawan harus
dipertimbangkan jika para karyawan harus dipertahankan, dipensiunkan
atau dimotivasi. Jika tujuan personal tidak dipertimbangkan, kinerja dan
kepuasan karyawan dapat menurun dan karyawan dapat meninggalkan
organisasi.19
d. Peranan Pengelola Sumber Daya Manusia
Pengelola sumber daya manusia di perguruan tinggi terletak di
tangan seorang leadership. Kata leadership atau kepemimpinan dimaknai
dengan kemampuan untuk menggerakkan segala sumberdaya yang ada
pada suatu organisasi, sehingga dapat didayagunakan secara maksimal,
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan adalah
pengaruh antar pribadi yang membujuk atau memotivasi sebuah
kelompok menuju pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan
tertentu.20 Kepemimpinan (leadhership) adalah suatu kemampuan yang
melekat pada diri seorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-
macam faktor, baik faktor-faktor intern maupun ekstern.21
Leadership atau kepemimpinan adalah proses-proses
mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-
peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok
atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk
mencapai sasaran-sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk
mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork,
serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di
luar kelompok atau organisasi.22
Kepemimpinan merupakan prilaku mempengaruhi individu atau
kelompok untuk melakukan sesuatu dalam rangka tercapainya tujuan
organisasi.23 Esensi kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain. Keberhasilan seorang pemimpin sangat
19
Syofyandi Herman, Manajemen Sumber Daya Manusia, (tp: Graha Ilmu, tt), h. 7
20
Gordon B. Davis, Kerangka Dasar Sistem Informasi, (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo, 1999), Cet. ke-11, Judul Asli Management information Systems: Conceptual
Foundations, Structure, and Depelopment, Penerjemah Andreas S. Adiwardana,
Disempurnakan oleh Bob Widyahartono, h. 114
21
Winardi, Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet.
ke-2, h. 47
22
Gary Yulk, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: Prenhallindo, 1998),
Judul Asli Leadership in Organizations, Diterj. Oleh Yusuf Udaya, Edisi ke-3, h. 4
23
Rasmianto, Kepemimpinan Kepala Sekolah Berwawasan Visioner-Transformatif
Dalam Otonomi Pendidikan, Malang: Jurnal el-Harakah, Wacana Kependidikan,
Keagamaan dan Kebudayaan., Fakultas Tarbiyah UIN-Malang Edisi 59, 2003, h. 15
101| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi itu. Kemampuan


seseorang untuk mempengaruhi orang lain dapat dilakukan seseorang
melalui komunikasi, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang memiliki
kemampuan menggerakkan anggota organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan yang diperlukan adalah:
1) Kepemimpinan yang visioner agar penyelenggaraan pendidikan
mampu merespon kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
upaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan
kompetitif
2) Kepemimpinan yang efektif dalam penentuan kebijakan agar proses
pembelajaran yang diselenggarakan pada satuan pendidikan dapat
memberikan jaminan proses pelayanan belajar yang berkualitas dan
mutu lulusan yang kompetitif
3) Ketepatan pemimpin dalam mengambil keputusan agar semua
keputusan yang diambil adalah keputusan yang dibutuhkan, bukan
atas keinginan pihak pengambil keputusan
4) Pendelegasian agar pembagian tugas dalam mensiasati pencapaian
target dapat lebih lincah dan lebih terukur sehingga target dapat
dipenuhi sesuai yang ditetapkan.
5) Sikap demokratik yang dikembangkan pemimpin agar terjaga
kebersamaan dan semangat yang sama untuk memperoleh
keberhasilan dan kesuksesan yang maksimal.24
Tedd Wall seperti yang dikutip oleh Syahrizal Abbas, proses
pembelajaran leadership terkumulasi dalam konsep VALUE. Kata value
merupakan singkatan dari View, Appreciate, List, Understand dan
Evaluate.25 Gabungan kata itu ini merupakan prinsip dasar leadership
dan praktek manajemen yang harus diketahui oleh pimpinan di perguruan
tinggi. Pemahaman terhadap makna dari kata-kata value akan membawa
implikasi pada perubahan sikap pemimpin perguruan tinggi. Pemahaman
terhadap kandungan makna kata value ini diharapkan juga akan menata
dan memperbaiki kembali manajemen perguruan tinggi kearah yang
lebih baik.
View bermakna pandangan atau pendapat. Esensi dari kata view
memandang kepemimpinan dan praktik manajemen dalam persfektif
budaya. Seorang pemimpin harus memahami budaya dimana praktik
manajemen itu dijalankan. Budaya menjadi faktor penting yang

24
Saiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfbeta, 2013),
Cet. ke-7, h. 148
25
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam
di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 31
102| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

mempengaruhi praktik manajemen pada suatu perguruan tinggi, karena


budaya suatu masyarakat belum tentu sama dengan budaya masyarakat
lain. Dalam konteks implementatif seorang pemimpin harus mengetahui
karakter, sikap, prilaku dan budaya yang dianut oleh seluruh sivitas
akademika perguruan tinggi. Dengan memahami budaya, akan
memudahkan seorang pemimpin menerapkan manajemen perguruan
tinggi, karena sesuai dengan nilai budaya yang dianut oleh civitas
akademika suatu perguruan tinggi.
Appreciate bermakna menghargai. Apresiasi terhadap tujuan
leadership dan praktek manajemen harus dilihat secara hati-hati, dengan
mendiskusikan apa yang menjadi tujuan dari praktek manajemen yang
diterapkan pada perguruan tinggi. Appreciate dalam praktek manajemen
mengharuskan seorang pemimpin menghargai orang lain. Penghargaan
yang diberikan pemimpin bukan sekedar keberhasilan atas kinerja
seseorang, tetapi lebih kepada menghargai identitas dan kedudukan
sosial, potensi, kelebihan dan kelemahan, tidak merendahkan dan
memberikan kesempatan untuk melakukan yang terbaik kepada suatu
organisasi atau perguruan tinggi. Perilaku menghargai orang lain yang
ditunjukkan pemimpin perguruan tinggi, akan menciptakan situasi
dimana setiap orang akan merasakan bahwa ia adalah bagian dari
perguruan tinggi dan berusaha untuk melakukan yang terbaik demi
perguruan tinggi. Orang tidak merasakan diskriminasi dalam
menjalankan tugasnya di perguruan tinggi, karena pimpinan perguruan
tinggi melakukan perlakuan yang sama sesuai dengan tugas dan tangung
jawabnya.
Menghargai orang lain yang dilakukan pimpinan perguruan
tinggi, bisa dalam bentuk menempatkan seseorang sesuai dengan
kompetensinya, atau memberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu
pekerjaan. Reward yang diberikan atas kesuksesan suatu tugas dan
tanggung jawab seseorang dapat dikategorikan sebagai bentuk
menghargai orang lain. Pemimpin yang menghargai orang lain adalah
mereka yang memposisikan stafnya bukan sebagai orang yang memiliki
kedudukan inferior dalam struktur suatu organisasi. Mereka adalah sama
kedudukan dalam jajaran organisasi, tetapi berbeda dalam tugas,
kewenangan dan tanggung jawab dalam suatu organisasi.
List bermakna daftar. Dalam konteks ini, seorang pemimpin harus
memiliki daftar skala prioritas apa yang harus dilakukan dalam
menjalankan program kegiatan di perguruan tinggi. Skala prioritas bisa
berupa urutan waktu , maupun materi kegiatan. Tanpa ada skala prioritas
akan menyebabkan perguruan tinggi tidak tepat sasaran dan tidak tepat
waktu dalam menjalankan kegiatannya.
103| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

Understand maksudnya memahami sesuatu. Dalam konteks


understand ini, seorang pemimpin harus sering mendengar dan
memahami saran dan pendapat orang lain. Seorang pemimpin harus lebih
banyak mendengar ketimbang berbicara, karena mendengar akan banyak
diperoleh berbagai masukan dalam rangka memperbaiki kinerja, guna
menjalankan kegiatan perguruan tinggi. Pemimpin juga seorang yang
sering menyelami apa yang dialami staf, sehingga akan lahir kesadaran
untuk memahami realitas staf dalam suatu organisasi.
Evaluation bermakna penilaian. Evaluasi ini bermakna
melakukan penilaian terhadap langkah yang sudah diambil dalam
menjalankan praktek manajemen di perguruan tinggi. Seorang pemimpin
harus melakukan penilaian terhadap langkah yang ditempuh dalam
menetapkan praktik manajemen. Pemimpin perguruan tinggi harus
merefleksikan; tujuan, pembelajaran, adaptasi, kebutuhan dan dukungan
yang diperlukan dalam menerapkan manajemen pada suatu perguruan
tinggi. Evaluasi ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemimpin dalam
menyusun langkah dan strategi, guna mewujudkan manajemen perguruan
tinggi yang didukung oleh sumberdaya yang memadai.

2. Kinerja Dosen
a. Pengertian Kinerja Dosen
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi yang
sesungguhnya. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang dosen dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Menurut Rusman, kinerja adalah suatu wujud perilaku
seorang atau organisasi dengan orientasi prestasi. Berkaitan dengan
kinerja dosen, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan dosen
dalam proses pembelajaran.26
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari
suatu proses. Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja
adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang
didiberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan.27 Kinerja
merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan hasil kerja dengan standar
yang ditetapkan. Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun

26
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,
(Jakarta: Rajawali Press, 2011), Edisi ke-2, Cet. ke-5, h. 50
27
F. Luthants, Organizational Behavior, (New York: McGraw-hill, 2005), h. 165
104| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai


dengan tanggung jawab yang diberikan.28
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
telah disepakati bersama.29 Sedangkan Mathis dan Jackson menyatakan
bahwa kinerja pada dasarnya adalah yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh dosen.30 Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku.31 Sebagai
tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada
pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.
Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan pada perguruan
tinggi dengan tugas utama menstransformasikan, mengembangkan,
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.32 Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa kinerja dosen adalah segala sesuatu
kegiatan dan hasil kerja pendidik di perguruan tinggi.
b. Indikator Kinerja Dosen
Indikator untuk mengukur kinerja dosen secara individu ada lima
indikator. Indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi dosen terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan dosen.
2) Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam
istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang dikerjakan.
3) Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil
output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4) Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi
(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

28
Anwar Prabu Mangkunagara, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), h. 22
29
Vethzal Rivai dan Basri, Performance Appraisal: Sistem yang Tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 50
30
Mathis and Jackson, Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), Terj. Dian Angelia, h. 65
31
Mischael Amstrong, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Alex Media
Komputindo, 1999), h. 15
32
Departemen Agama RI, Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14
Tahun 2005), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. ke-2, h. 3
105| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

5) Kemandirian. Merupakan tingkat seorang dosen yang nantinya akan


dapat menjalankan fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu
tingkat dimana dosen mempunyai komitmen kerja dengan instansi
dan tanggung jawab dosen terhadap kantor.33
c. Tanggung Jawab Dosen
Dosen adalah pendidik yang ada di perguruan tinggi yang
mempunyai tanggung jawab yang kompleks. Tanggung jawab tersebut
berbagai bidang yakni mentransformasikan, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tanggung
jawab dosen di perguruan tinggi sangat beragam. Adapun tanggung
jawab dosen adalah sebagai berikut:
1) Tugas dalam pendidikan dan pengajaran
a) Memberi kuliah, termasuk memberi dan memeriksa ujian,
makalah, dan skripsi.
b) Membantu memberi kuliah dan mempersiapkan bahan-bahan
kuliah.
c) Membantu memeriksa makalah dan skripsi.
d) Menjadi sponsor atau kosponsor dalam penyusunan makalah dan
skripsi.
e) Memimpin dan mengelola laboratorium dan studio.
f) Memimpin dan membimbing praktek di laboratorium atau
praktek kependidikan, praktek bengkel kerja dan praktek di
lapangan.
g) Memberikan laporan praktek.
h) Memberikan latihan response.
i) Memberika bimbingan dan pengajaran remedial.
j) Dan lain-lain.
2) Tugas dalam penelitian
Kegiatan penelitian meliputi:
a) Mengadakan penelitian ilmiah.
b) Membimbing penelitian bagi mahasiswa dalam persiapan skripsi
c) Berpartisipasi dalam seminar dan berbagai kegiatan ilmiah
lainnya.
d) Membimbing penelitian untuk menjurus kepada spesialisasi dan
pembuatan laporan ilmiah.
e) Dan lain-lain.
3) Kegiatan pengabdian kepada lembaga perguruan tinggi dan
pengabdian kepada masyarakat

33
Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Indeks, 2006), h. 260
106| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

a) Pembinaan institusional dan kader ilmiah.


b) Turut menentukan kebijaksanaan dalam kerangka rencana induk
akademik.
c) Pemegang otoritas dalam spesialisasinya.
d) Merencanakan dan melaksanakan pembentukan serta pembinaan
kader.
4) Bimbingan kepada para mahasiswa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan minat mahasiswa di dalam proses pendidikan.
5) Tugas membantu kelancaran perkuliahan, ujian-ujian, dan tugas
lainnya yang dibebankan oleh ketua jurusan.34
Tugas dan tanggung jawab tenaga pengajar di perguruan tinggi
(dosen) banyak ragam dan dimensinya. Pokok-pokok kegiatan yang telah
digariskan di atas hanya merupakan sebagian saja dari begitu banyak
tugas lainnya, khususnya di luar kampus. Hal ini akan terasa jika
perguruan tinggi tersebut membina kerja sama dengan berbagai instansi
atau lembaga, baik dengan departemental maupun dengan non
departemental. Tugas-tugas yang lebih berat sudah siap menanti. Namun,
keadaan ini sudah tentu harus diterima dengan hati terbuka dan penuh
tanggung jawab karena suatu perguruan tinggi tidak mungkin dan tidak
dapat melepaskan diri dari kancah pembangunan baik nasional, regional,
daerah maupun pedesaan. Dengan cara inilah semua bidang keimluan
dan profesionalisme dapat diamalkan untuk menunjang keberhasilan
program pemerintah secara keseluruhan.

C. Kesimpulan
Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian atas pengadaan tenaga
dosen, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan
pemutusan hubungan kerja dengan dosen untuk mencapai sasaran
perorangan, organisasi dan masyarakat. Rasionalisasi manajemen sumber
daya manusia dapat dilihat dari segi pendekatan politik bahwa aset
terpenting yang dimiliki oleh suatu negara oleh suatu bangsa adalah
sumber daya manusianya, dilihat dari pendekatan ekonomi, sumber daya
manusia dipandang sebagai salah satu faktor produksi dalam usaha
meningkatkan barang atau jasa oleh satuan-satuan ekonomi, dilihat dari
pendekatan hukum, meningkatnya kesadaran warga Negara akan hak dan
kewajibannya dipandang sebagai salah satu akibat positif dari tingkat
pendidikan daripada masyarakat, dilihat dari pendekatan sosiokultural
berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia, dilihat dari segi
34
Oemar Hamalik, Manajemen Belajar di Perguruan Tinggi (Pendekatan Kredit
Semester (SKS), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), h. 125-126
107| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

administratif, meningkatnya sumber daya manusia dengan pemanfaatan


organisasi, dilihat dari segi teknologikal, pemanfaatan berbagai hasil
temuan di bidang teknologi berakibat pada berkurangnya yang dilakukan
oleh manusia diambil alih oleh berbagai jenis mesin, Kebijaksanaan
apapun yang dirumuskan dan ditetapkan di bidang sumber daya manusia
dan langkah-langkah apapun yang diambil dalam manajemen sumber
daya manusia itu berkaitan dengan pencapaian berbagai jenis tujuan
untuk dicapai.
Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah dapat mengenali
keberadaan manajemen sumber daya manusia dalam memberikan
kontribusi pada pencapaian efektifitas organisasi. Tujuan lainnya adalah
untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi, secara etis dan sosial merespon terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui
tindakan meminimasi dampak negative terhadap organisasi, membantu
karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang
dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi.
Dosen bertanggung jawab dalam mentransformasikan,
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Peranan pengelola sumber daya manusia adalah memberikan motivasi
dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-
tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian
mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Leadership
dalam memanajemen sumber daya manusia terkumulasi dalam konsep
VALUE. Kata value merupakan singkatan dari View, Appreciate, List,
Understand dan Evaluate.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
telah disepakati bersama. Kinerja dosen perlu ditingkatkan karena dosen
adalah pendidik yang ada di perguruan tinggi yang mempunyai tanggung
jawab yang kompleks. Tanggung jawab tersebut berbagai bidang yakni
mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.

D. Daftar Kepustakaan
Abbas, Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta: Prenada
Media Group, 2008
108| Sri Wardona
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Amstrong, Mischael, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:


Alex Media Komputindo, 1999
Barthos, Basir, Manajemen Sumber Daya Manusia suatu Pendekatan
Mikro, Jakarta: Bumi Aksara, 1990
Davis, Gordon B, Kerangka Dasar Sistem Informasi, Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo, 1999, Cet. ke-11, Judul Asli Management
information Systems: Conceptual Foundations, Structure, and
Depelopment, Penerjemah Andreas S. Adiwardana,
Disempurnakan oleh Bob Widyahartono
Departemen Agama RI, Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI
No. 14 Tahun 2005), Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Dessler, Gary, Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource
Management 7e), Diterj. Oleh Benyamin Molan, Jakarta:
Prenhallindo, 1997
Douglas, Hall T, dan Games, Goodale G, Human Resources
Management, Strategy, Design and Implementation, Glenview:
Scott Foresmen and Company, 1986
Fathoni, Abdurrahmat, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Faustino, Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: Andi, 2003
Hamalik, Oemar, Manajemen Belajar di Perguruan Tinggi
(Pendekatan Kredit Semester (SKS), Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2003
Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber
Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE, 2001
Herman, Syofyandi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu
Luthants, F, Organizational Behavior, New York: McGraw-hill, 2005
Mangkunagara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002
Marwansyah, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Alfabeta,
2014
Mathis and Jackson, Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jakarta: Salemba Empat, 2006, Terj. Dian
Angelia
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2003
Ndraha, Taliziduhu, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, Human Resource Management,
McGraw: Hill Education, 2015
109| Manajemen Sumber Saya Manusia...
Volume III, No. 1, Februari 2017

Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineka


Cipta, 2004
Purwadarminta, Wojowarsito, Kamus lengkap Indonesia Inggris,
Jakarta: Hasta: 1974
Rasmianto, Kepemimpinan Kepala Sekolah Berwawasan Visioner-
Transformatif Dalam Otonomi Pendidikan, Malang: Jurnal el-
Harakah, Wacana Kependidikan, Keagamaan dan Kebudayaan.,
Fakultas Tarbiyah UIN-Malang Edisi 59, 2003
Rivai, Veithzal, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005
-------, dan Basri, Performance Appraisal: Sistem yang Tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi, Jakarta: Indeks, 2006
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Press, 2011
Sagala, Saiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung:
Alfbeta, 2013
Sinambela, Lijan Poltak, Manajemen Sumber Daya Manusia;
Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja,
Jakarta: Bumi Aksara, 2016
SP, Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Bumi Aksara, 2000
-------, Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Bumi
Aksara, 2003
Tunggal, Amin Widjaja, Manajemen suatu Pengantar, Jakarta: Rineka
Cipta, 1993
Winardi, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta,
2000
Yulk, Gary, Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Prenhallindo,
1998, Judul Asli Leadership in Organizations, Diterj. Oleh Yusuf
Udaya

110| Sri Wardona


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

PENGARUH MOTIVASI MENGAJAR GURU DAN


KETERAMPILAN MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL
BELAJAR SISWA SMA NEGERI DI KOTA BUKITTINGGI

Oleh: Fajar Budiman

Abstract
This study aims to look at the influence of teachers' motivation and teaching
skills of teachers on student learning outcomes. Approach is used in this study is
ekplanatif. the number of samples from a population of 276 163 high school
teachers in the country town Bukittinggi. Data collection for the motivation to
teach teachers and teachers' teaching skills using a scale of twigs, while the
student learning outcomes derived from the value that has been documented by
the teacher. Data analysis technique using path analysis. Research findings that
affect the motivation of teachers to teach students learning outcomes and
teaching skills of teachers not significant effect on student learning outcomes.

Key words: Motivation to Teach Teachers, Teaching Skills of Teachers,


Student Learning Outcomes

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh motivasi mengajar guru
dan keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar siswa. Pendekatan
yang digunakan adalah pada penelitian ini adalah ekplanatif. Jumlah
sampel 163 dari populasi 276 guru di Sekolah Menengah Atas Negeri
Kota Bukittinggi. Pengumpulan data untuk motivasi mengajar guru dan
keterampilan mengajar guru mengunakan skala ranting, sedangkan hasil
belajar siswa diperoleh dari nilai yang telah didokumentasikan oleh guru.
Analisis data mengunakan teknik analisis jalur. Temuan penelitian bahwa
motivasi mengajar guru berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan
keterampilan mengajar guru berpengaruh tidak signifikan terhadap hasil
belajar siswa.

Kata Kunci: Motivasi Mengajar Guru, Keterampilan Mengajar Guru,


Hasil Belajar Siswa

PENDAHULUAN
Dewasa ini telah muncul sebuah pa-radoks dalam dunia pendidikan
di negeri ini, dimana para siswa dan orang tua se-makin antusias untuk
mengikuti pen-didikan di sekolah, untuk mendapatkan sekolah yang


Dosen Tetap Prodi PSY STAI – YAPTIP Pasaman Barat
111 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

“bermutu” menjadi semakin penting dan lebih kompetetitif diban-


dingkan pada masa-masa sebelumnya.Ditengah keadaan
yangdisebut,kenyataan menunjukan kualitas hasil pendidikan yang
tersediabelum sebagaimana yang diharapkan.
Bedasarkan hasil studi yang dilakukan Pearson,menunjukan bahwa
kondisi pendidikan Indonesia berada pada peringkat urutan terbawah,
nomor urut 40 dari 40 negara di dunia yang disurvei. Pearson sendiri
mengunakan sejumlah data yang telah dirilis olehlembaga lain, seperti
data PISA tahun 2009, data TIMSS 2007 dan data PIRLS tahun 2006,dan
termasuk pula data tingkatliterasi dan kelulusan yang dikeluarkan pada
tahun 2010 (Srie.go.id, 2013:Febuari 25).
Sebelumnya gambaran hasil pendi-dikan di Indonesia juga telah
sebutkan oleh World Competitiveness Year Book (Istamar Syamsuri,
2010). Berdasarkan hasil survei dari tahun 1997-2007, dari 47 negara
yang disurvei pada tahun 1997 Indonesia berada pada urutan 39, tahun
2002 dari 49 negara yang disurvei, Indonesia berada pada urutan 47, dan
pada 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia menempati posisi ke-
53.
Untuk meningkatkan kualitas pendi-dikan,Wardiman Djoyonegoro (E.
Mulyasa, 2011:3) menyatakan ada bebe-rapa aspek yang mesti
diperhatikan yakninya sarana gedung, buku yang ber-kualitas, dan guru
serta tenaga kepen-didikan yang profesional. Dalam pada itu, Kepala
Badan Pengembangan Sumber Da-ya Manusia Pendidikan Kebudayaan
(BPSDMPK) dan Peningkatan Mutu Pen-didikan (PMP), Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Syahwal Gultom
(Antaranews.com, 2013:Septem-ber 27) menyatakan bahwa hasil uji
kompetensi yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir menunjukan
banyaknya guru yang tidak memahami substansi keil-muan yang dimiliki
maupun pola pembe-lajaran yang tepat diterapkan kepada anak didik,
persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru
yang memenuhi syarat, sedangkan 861.67 guru lainnya belum memenuhi
syarat ser-tifikasi, yakni sertifikat yang menunjuk-kan guru tersebut
profesional, dan saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi,
rata-rata tak sampai 50 persen soal yang bisa dikerjakan.
Dalam aspek yang lain, rendahnya hasil pendidikan di Indonesia juga
diduga dikarenakan rendahnya motivasi yang di-miliki guru dalam
mengajar. Dalam hal ini, Aljazeera (Srie.go.id, 2013: Febuari 25)
menyatakan bahwa masih banyak guru-guru di Indonesia yang melaku-
kan pekerjaan lain di luar mengajar, untuk mendapatkan penghasilan
tambahan. Ke-adaan ini dinilai sebagai salah satu faktor penyebab tidak
112 |Fajar Budiman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

hadirnya 20 persen guru saat mengajar di kelas. Di samping itu,


lemahnya motivasi kerja guru ini juga terlihat dari hasil sejumlah
penelitian (Harian-haluan.com, 2011:November 17), yang
merekomendasikan bahwa program sertifikasi hendaknya lebih ditujukan
pada peningkatan kesadaran guru dalam pe-ningkatan kualitas
pendidikan di Sekolah ataupun di Madrasah.
Profesi mengajar (Guru) tentu tidak dapat disamai oleh suatu profesi
yang lain pun dalam hal keutamaan dan kedu-dukannya.Sebab profesi
pengajar terma-suk semulia-mulia dan seluhur-luhurnya profesi. Oleh
karenanya tugas seorang pengajar tidak hanya sebatas menyam-paikan
materi pembelajaran kepada anak didik, bahkan ia merupakan tugas berat
dan sulit. Tugas tersebut, menuntut dari seorang pengajar sifat sabar,
amanah, ketulusan, dan mengayomi yang di-didiknya (Fu’ad bin Abdul
Aziz asy-Syalhub, 2013:2). Disamping itu, di dalam proses belajar
mengajar tentunya tidak hanya siswa yang dituntut memiliki mo-tivasi
untuk belajar, tetapi guru juga harus memiliki motivasi di dalam
mengajar. Akan pentingnya motivasi kerja guru dalam pembelajaran,
sejauh ini motivasi sering dikatakan sebagai kekuatan pen-dorong bagi
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Apabila para guru tidak
mempunyai motivasi dalam mengajar, tentunya mereka tidak akan
terdorong dan berusaha meningkatkan kemampuannya dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang
dilaku di sekolah sehingga hasil belajar siswa yang diharapkan juga
kurang maksimal.
Didasari atas fenomena yang tersebut di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejauhmanakah penga-ruh antara motivasi
mengajar guru terha-dap hasil belajar siswa melalui keteram-pilan
mengajar guru dan sejauhmanakah pengaruh antara motivasi mengajar
guru dan keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar siswadi SMA
Negeri di Kota Bukittinggi. Sebab, selama ini SMA Ne-geri di Kota
Bukittinggi diasumsikan su-dah cukup memadai dan dapat dijadikan
sebagai “contoh” bagi sekolah-sekolah di sekitarnya.

Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
padadiri seorang (Aris Valentino, 2013:3). Perubahan tersebut berkaitan
dengan pencapaian dalam memperoleh kemam-puan sesuai dengan
tujuan khusus yang direncanakan(Wina Sanjaya, 2008:13).
Berkenaan dengan hal tersebut di atas Bloom menyatakan hasil dalam
konteks belajar adalah bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus
113 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

dirumuskan sebagai hasil belajar siswa (tujuan belajar) yang mana dapat
digolongkan kedalam tiga klasifikasi atau tiga domain, yaitu domain
kognitif, afektif, dan psikomotor (Tim Pengembang MKDP Kurikulum
dan Pembelajaran, 2011:48). Dari pada itu, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan siswa dalam memenuhi
suatu tahapan penca-paian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi
dasaryang direncanakan dengan ditandai berkembangnya penge-tahuan
(kognitif).

Keterampilan Mengajar Guru


Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks, dengan kegiatan
yang se-nantiasa mengintergrasikan berbagai kom-ponen, yakni siswa
dengan lingkungan belajar untuk diperolehnya perubahan pe-rilaku (hasil
belajar) sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu tugas yang
harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan
kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang
selaras dengan tujuan sekolah.
Akan peran guru sebagai pembelajar, Rusman (2011:336),
menyatakan guru adalah profesi yang mengaharuskan me-miliki sifat
atau tabiat profesional. Seba-gaimana lazimnya istilah profesional, ma-ka
guru menurutnya mesti memiliki keah-lian keguruan dengan pemahaman
men-dalam terhadap landasan kependidikan dan memiliki keterampilan
untuk dapat menerapkan teori kependidikan tersebut. Sebab itu
menurutnya, guru dituntut mam-pu merencanakan, melaksanakan, dan
me-nilai pembelajaran.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, E. Mulayasa (2011:14)
jugamenyatakan pembelajaran semestinya diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik de-ngan penyedian ilmu yang tepat dan la-tihan
keterampilan yang mereka perlu-kan, maka haruslah ada ketergantungan
terhadap materi standar yang efektif dan terorganisasi. Untuk itu,
menurutnya di-perlukan peran baru dari para guru, me-reka dituntut
memiliki keterampilan-keterampilan teknis yang memungkinkan untuk
mengorganisasikan materi standar serta mengelolanya dalam
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Terkait dengan
hal tersebut, dimana peran-peran tersebut menurutnya harus mampu
sebagai perencana, pelaksana, dan penilai pembelajaran.Berdasarkan
uraian tersebut, keterampilan mengajar guru ada-lah kemampuan khusus
yang harus dimi-liki oleh guru agar dapat melaksanakan tugas mengajar
secara efektif, efisien dan professional, yang mencerminkan kete-

114 |Fajar Budiman


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

rampilan merencanakan pembelajaran, ke-terampilan melaksanakan


pembelajaran, dan keterampilan menilai pembelajaran.

Motivasi Mengajar Guru


Motivasi merupakan suatu alasan agar orang (bawahan) mau bekerja
keras dan bekerja cerdas sesuai dengan apa yang diharapkan(Husaini,
2010: 249). Schermerhorn, c.s. dalam Winardi (2004: 2) menyatakan
bahwa motivasi untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seorang
individu, yang menjadi sebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi
upaya yang dilaksanakan dalam hal bekerja.
Sementara itu, Luthans (2008: 158) berpendapat bahwa “Motivation is a
process that starts with a physiological or psychological deficiency or
need that activates a behavior or a drive that is aimed at a goal or
incentive”. Motivasi adalah suatu proses yang dimulai dengan
kekurangan kegiatan kehidupan atau ke-butuhan jiwa atau kebutuhan
yang meng-aktifkan perilaku/tekad yang mengarah pada suatu tujuan
atau dorongan.
Dengan demikian maka motivasi mengajar guru adalah serangkaian
daya penggerak yang ada pada guru yang menjadi menjadi sebab
timbulnya ting-kat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam
hal mengajar yang dapat dilihat dari; 1) prestasi; 2) peng-akuan; 3)
pekerjaan itu sendiri, dan; 4) tanggung-jawab.

Penelitian Yang Relevan


Penelitian yang berkaitan dengan hasil belajardapat diketahui dari
penelitianFatmasari (2014).Fatmasari, menyatakan bahwa dari hasil
penelitiannya menun-jukkan bahwa terdapat pengaruh yang po-sitif
motivasi kerjadengan prestasi belajar siswa, kedua terdapat pengaruh
yang positif antarakemampuan mengajar guru dengan prestasi belajar
siswa, ketiga terdapatpengaruh yang positif antara motivasi kerja dan
kemampuan mengajar terhadap prestasibelajar siswa.Sementara Fadhilah
Aulia Rahmi (2014), menyata-kan bahwa motivasi belajar siswa di-
pengaruhioleh persepsi siswa tentang ke-terampilan mengajar guru dan
minat be-lajar terhadap motivasi belajar siswa.Disamping ituSilvi Irani
(2013), menya-takan bahwa keterampilanpengelolaan kelas dan
akuntabilitas pembelajaran guru ekonomi secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap hasil belajar siswa SMK kelompok bisnis dan
manajemen di kota Pariaman.Oleh karena itu, berangkat dari temuan
115 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

penelitian tersebut di atas maka cukup beralasan pada penelitian ini untuk
mengajukanasumsibahwa motivasi mengajar guru dan keterampilan
mengajar guruberpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada pene-litian ini adalah ekplanatif. Artinya
pene-litian ini bertujuan mendapatkan penje-lasan mengenai hubungan
antar variabel motivasi mengajar guru, keterampilan mengajar guru dan
hasil belajar siswa.Penelitian ini dilaksanakan di SMA Ne-geri di Kota
Bukittinggi dengan populasi seluruh guru mata pelajaran yang ber-
statuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Data tentang guru-guru tersebut,
dida-sarkan pada data yang bersumber dari Wakil Kepala sekolah bagian
kurikulum SMA Negeri Kota Bukittinggi tahun 2014. Berdasarkan data
yang ada jumlah kese-luruhan guru yang berstatuskan PNS adalah 276
orang.Teknik pengumpulan data mengunakan kuesioner dengan alat ukur
ranting skala dengan lima skala dan dokumentasi untuk mengumpulkan
data Hasil Belajar Siswa. Metodeyang digu-nakan dalam penarikan
sampel adalah mengunakan pendekatan teknik propor-tionate stratified
random samplingdengan jumlah sampel 163 guru. Pengolahan data
dilakukan dengan analisis jalur.

HASIL PENELITIAN
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan berdasar
pada nilai sig-nifikansi yang diproleh pada masing-masing jalur dalam
model penelitian. Nilai signifikansi yang dianggap memenuhi syarat
suatu hubungan antar variabel yang dianggap signifikan adalah memiliki
nilai p-value dibawah atau sama dengan 0,05 (p≤0,005).
Pengujian dengan analisis jalur dila-kukan untuk memproleh hasil
analisa ter-hadap hubungan antara variabel eksogen dan variabel
endogen yang terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Pengujian terhadap hipotesis 1 menunjukan bahwa pengaruh motivasi
mengajar guru terhadap keterampilan mengajar guru memiliki koefisien
jalur sebesar -,039 dan nilai signifikansi (p) = 0,658 atau tingkat
kesalahan lebih besar dari alpha sebesar 0,05. Hasil tersebut menunjukan
bahwa motivasi mengajar guru tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap keterampilan mengajar guru, dengan demikian hipotesis yang
menyatakan bahwa motivasi mengajar guru berpengaruh terhadap
keterampilan mengajar guru tidak diterima atau ditolak atau Ho diterima.
Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Path Analisys
116 |Fajar Budiman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Variabel eksogen Variabel endogen Koef. P Value Kesimpulan


Motivasi Mengajar Keterampilan Mengajar -,039 0,658 Ho diterima
Guru Guru

Sementara itu, hasil pengujian hipotesis 2 menjelaskan jalur hubungan


motivasi mengajar guru dan keterampilan mengajar guru dengan hasil
belajar siswa memiliki nilai uji F=5,516 dan tingkat signifikasi 0,005
yang lebih kecil dari pada 0,05. Dengan demikian hasil tersebut
menunjukan bahwa motivasi mengajar gu-ru dan keterampilan mengajar
guru ber-pengaruh terhadap hasil belajar siswa se-cara positif dan
signifikan. Namun bila dilihat dari nilai koefisien jalur masing-
masingnya, ternyata yang menunjukan ni-lai koefisien jalur yang
signifikan hanya motivasi mengajar guru dengan nilai koe-fisien sebesar
0,257 dan tingkat signi-fikansi (p)=0,003. Sementara nilai koefi-sien
jalur dari keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar siswa tidak
signi-fikan dengan besaran nilai koefisien jalur 0,126 dengan tingkat
signifikansi (p) = 0,140 yang lebih besar daripada 0,05. Dimana hasil
analisis jalur ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka langkah selanjutnya dilakukan
triming model dan analisis ulang pada penelitian ini untuk mengetahui
hubungan motivasi mengajar guru terhadap hasil belajar siswa setelah
keterampilan mengajar guru tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
hasil belajar siswa dengan mengunakan analisis regresi linier sederhana.
Dimana hasil analisis regresi linier sederhana an-tara motivasi mengajar
guru terhadap hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan
analisis tersebut maka di-ketahui hasil pengujian hipotesisnya yang
menjelaskan hubungan motivasi mengajar guru terhadap hasil belajar
siswa memiliki koefisien regresi (b) 0,170 dan tingkat signifikansi (p) =
0,004 dengan konstanta (a) 66,637 dan besaran nilai koefisien
determinasi sebesar 6,4%. Ini berarti 6,4% terbentuknya hasil belajar
siswa di-pengaruhi oleh motivasi mengajar guru. Sementara93,6%
lainnya dipengaruhi o-leh variabel lain yang tidak dipertim-bangkan
dalam analisis ini.
Maka dengan demikian, model estima-si persamaan regresi linier
sederhananya dapat dirumuskan dengan persamaan beri-kut:

Y = 66,637 + 0,170X + ɛ

Perhitungan variabel penganggu (e) pada persamaan di atas diproleh


berda-sarkan angka pada Tabel 4.
Berdasarkan tabel 4, maka nilai e sebesar:
117 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

PYɛ = 1 − R2X1X2
= 1 − 0,064
= 0,936
=0,967

Dari persamaan di atas maka dapat diinterpertasikan bahwa tanpa adanya


pengaruh motivasi mengajar guru, nilai skala hasil belajar siswa adalah
66,637 dengan asumsi variabel lain yang mem-pengaruhi adalah konstan
(tetap). Semen-tara koefisien regresi linier sederhana sebesar 0,170 dan
nilai sig. 0,004, maka berarti dengan adanya peningkatan sebe-sar satu
satuan motivasi mengajar guru akan meningkatkan 0,170 satuan hasil
belajar siswa.
Tabel 2. Hasil Path Analisis
Variabel Eksogen Variabel Uji F Sig. Koef. P Kesimpulan
Endogen Value
Motivasi Mengajar Hasil Belajar 0,257 0,003 Ho ditolak
Guru Siswa
5.516 .005
Keterampilan 0,126 0,140 Ho diterima
Mengajar Guru

Tabel 3. Koefisien Regresi Linier Sederhana


Model Koef. Regresi t hitung Sig.
1 (constant) 66,637 12,731 .000
MotivasiMengajarGuru .170 2.958 .004

Model Koefisien Determinasi


1 .064
a. Predictors: (Constant), Motivasi Mengajar Guru
Tabel 4.Koefisien Determinasi

PEMBAHASAN
Pengaruh Motivasi Mengajar Guru terhadap Keterampilan
Mengajar Guru
Hasil analisis jalur menunjukan bahwa motivasi mengajar guru tidak
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kete-rampilan mengajar
guru, dimana hal ini ditandai dengan nilai koefisien jalur yang nilai
signifikasnsinya lebih besar daripada 0,05. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh motivasi mengajar guru
terhadap hasil belajar siswa melalui keterampilan mengajar guru tidak

118 |Fajar Budiman


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

memiliki sumbangan efektif. Oleh karena itu, untuk meningkatan hasil


berlajar sis-wa tidak dapat dilakukan dengan cara
mendorong/meningkatkan motivasi meng-ajar guru untuk meningkatkan
keteram-pilan mengajarnya.
Secara empirik penelitian ini se-jalan dengan penelitian Nurbaiti
(2015). Dari hasil penelitiannya memberikan in-formasi bahwa aspek
motivasi dalam pe-nelitian ini terbukti tidak signifikan mem-pengaruhi
Kompetensi Guru SMP Negeri Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan
Hilir.
Menurut Nurbaiti, faktor penyebab tidak berpengaruhnya motivasi
kerja guru terhadap kompetensi guru karena di-sebabkan oleh sebagian
guru merasa bah-wa motivasi bukan hal yang penting da-lam mencapai
kompetensi yang lebih baik. Di samping itu menurutnya, para guru ti-dak
ditanamkan jiwa motivasi untuk me-lakukan inovasi sehingga tingkat
krea-tivitas pegawai masih kurang.
Sementara itu, sebab-sebab ketidak berperannya motivasi
mengajar guru ter-hadap keterampilan mengajar dalam pem-belajaran
menurut Siti Asdiqoh (2012) an-tara lain disebabkan oleh masih banyak-
nya guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini
menurutnya disebab-kan oleh sebagian guru yang belajar di lu-ar jam
kerjanya untuk memenuhi ke-butuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis
apalagi mem-buka internet. Disamping itu menurutnya kurangnya
motivasi guru dalam mening-katkan kualitas diri karena guru tidak di-
tuntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di
perguruan tinggi.

Pengaruh Keterampilan Mengajar Gu-ru Terhadap Hasil Belajar


Siswa
Hasil analisis jalur menunjukan bahwa keterampilan mengajar guru tidak
ber-pengaruh terhadap hasil belajar siswa se-cara signifikan, dimana
dalam hal ini di-tandai oleh nilai signifikansi koefisien ja-lur yang lebih
besar daripada 0,05. Ar-tinya untuk meningkatakan hasil belajar siswa
tidak dapat dilakukan dengan jalan meningkatakan keterampilan
mengajar guru.
Dalam pada itu, menurut I Wayan Subagia (2003) hampir semua
aktivitas a-nak dalam pembelajaran dapat dinyatakan positif, namun,
karena siswa sangat kreatif terkadang guru kewalahan memberikan
tanggapan. Menurutnya, rasa kewalahan guru bisa disebabkan oleh

119 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…


Volume III, No. 1, Februari 2017

pengetahuan guru yang terbatas atau guru merasa ter-desak oleh waktu
untuk menyelesaikan materi pelajaran.
Lebih lanjut ia menyatakan, secara ju-jur guru mengakui bahwa
mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk mem-persiapkan materi
pelajaran, sehingga ke-tika diperkenalkan model-model pembe-lajaran
baru mereka merasa agak tertekan karena harus mempelajari dan
memahami model tersebut dan kemudian mencoba menerapkannya di
kelas. Menurutnya be-berapa guru mengunakan waktu luangnya untuk
melakukan kegiatan lain untuk menolong ekonomi keluarga. Fakta lain
yang mendukung temuan tersebut adalah ditemukannya data bahwa
beberapa guru tidak mau mengajar pada jenjang kelas yang berbeda
dengan alasan tidak mau mempelajari materi yang baru lagi.

Pengaruh Motivasi Mengajar Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa


Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukan bahwa motivasi
mengajar guru berpengaruh secara positif dan sig-nifikan terhadap hasil
belajar siswa. Dimana dalam hal ini ditandai besaran nilai sig. koefisien
regresi yang lebih kecil dari 0,05, dengan sumbangan efektif moti-vasi
mengajar guru terhadap hasil belajar siswa sebesar 6,4%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan ha-sil penelitian Fatmasari (2014).
Hasil pe-nelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif
motivasi kerja dengan prestasi belajar siswa. Dari hasil analisis
menunjukan motivasi kerja guru yang mempunyai kemampuan mengajar
tinggi mempunyai pengaruh yang sig-nifikan terhadap prestasi belajar di
gugus II Sekolah Dasar Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah.
Hasil belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seorang. Perubahan tersebut menurut Aris Valentino
(2013:3), bersifat inten-sional, positif-aktif, dan efektif fungsi-onal.
Keberhasilan suatu sistem pem-belajaran, guru merupakan komponen
yang menentukan. Hal ini disebabkan gu-ru merupakan orang yang
secara langsung berhadapan dengan siswa (Wina Sanjaya, 2008:15).
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka salah satu upaya yang dapat di-
lakukan guru adalah meningkatkan usaha agar bisa memberikan hasil
belajar siswa yang baik, dimana hal tersebut dapat di-buktikan pada
penelitian ini melalui moti-vasi mengajar guru.
Unsur-unsur pemotivasian terhadap bawahan dalam pandangan Hamzah
B. Uno (2013:65), mesti mempertimbangkan tiga unsur yang merupakan
kunci moti-vasi. Di mana, pertama, upaya. Menu-rutnya unsur upaya
merupakan ukuran intesitas. Dalam hal ini apabila seseorang termotivasi
dalam melaksanakan tugasnya ia mencoba sekuat tenaga, agar upaya
120 |Fajar Budiman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

yang tinggi tersebut mengahasilkan ki-nerja yang tinggi pula. Kedua,


tujuan or-ganisasi. Sementara unsur tujuan organi-sasi, menurutnya dapat
dilihat dari ke-jelasan tujuan. Menurutnya, makin jelas tujuan organisasi
maka makin mudah se-tiap personal untuk memahaminya. Unsur terakhir
yang terdapat dalam motivasi menurut Hamzah adalah kebutuhan. Me-
nurutnya, kebutuhan adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan
hasil-hasil tertentu tampak menarik.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil analisis jalur terhadap model yang dispesifikasikan tidak
ditemu-kan bahwa motivasi mengajar guru melalui keterampilan
mengajar guru berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Artinya,
upaya meningkatkan hasil belajar siswa tidak dapat di-lakukan
dengan jalan meningkatkan keterampilan mengajar guru, melalui
peningkatan motivasi mengajar guru.
2. Hasil analisis jalur ditemukan bahwa hasil belajar siswa di SMA
Negeri Kota Bukittinggi tidak dipengaruhi secara langsung oleh
keterampilan mengajar guru. Artinya, upaya pe-ningkatan hasil
belajar siswa tidak da-pat dilakukan dengan cara mening-katkan
keterampilan mengajar guru.
3. Hasil analisis regresi linier sederhana ditemukan bahwa adanya
pengaruh motivasi mengajar guru terhadap hasil belajar siswa.
Artinya, peningkatan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan
jalan meningkatkan motivasi mengajar guru.

SARAN
Untuk meningkatkan hasil belajar sis-wa pada pembelajaran, maka guru
perlu melakukan berbagai kegiatan yang bisa dilakukan melalui evaluasi
diri (por-tofolio) dalam setiap aktivitas pembe-lajaran, melakukan
penelitian, dan menga-dakan lesson study. Disamping itu guru perlu
merencanakan dan memilih model pembelajaran yang tepat dengan
kesedian waktu dan kondisi anak didik. Kemudian daripada itu untuk
meningkatkan hasil belajar siswa maka dapat dilakukan dengan jalan
meningkatkan motivasi mengajar guru. Oleh karenanya, prestasi kerja
guru mesti dihargai, guru diberikan pengakuan (misalnya; guru
berprestasi, guru tauladan, dan lain-lain) serta diberi kesempatan untuk
melaksanakan pembe-lajaran yang telah direncanakannya.

Catatan:
121 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Artikel ini ditulis dari tesis penulis di Program Studi Magister


Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Univer-sitas Negeri Padang
dengan tim pro-motor Prof. Dr. H. Agus Irianto, dan Dr. Hasdi
Aimon, M.Si.

DAFTAR REFERENSI
Aris Valentino. (2013). “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
HasilBelajar Siswa Mata Pelajaran AkuntansiJurusan Akuntansi Di
SMK”. (Online). (http://www.jurnal.untan.ac.id).
E. Mulyasa.(2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung:
PT.RemajaRosdakarya.
. (2011). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Cetakan ke-10.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Fadhila Aulia Rahmi. 2014. “Pengaruh Persepsi Siswa Tentang


Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Melalui
Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2013/2014”. (Online). (http://digilib.unila.ac.id).

Fatmasari. 2014. “Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kemampuan Mengajar


Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Gugus Ii Sekolah
Dasar Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah”.Jurnal
Ilmiah Didaktika Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran.
(Online). ISSN 1411 – 612x. Vol. XIV No. 2, Februari 2014.
(http://pustaka.jurnaldidaktika.org).

Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub. Begini Seharusnya Menjadi Guru:


Panduan lengkap metodologi Pengajaran Cara Rasulullah.
(Jamaluddin: Terjemahan). (2013). Cetakan VI. Jakarta: Darul
Haq.

Hamzah B. Uno. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Edisi ke-tujuh.


Jakarta: PT. Bumi Aksara.

. (2013). Teori Motivasi & Pengukurannya; Analisis


Di Bidang Pendidikan. Cetakan kesepuluh. Jakarta: Bumi Aksara.
122 |Fajar Budiman
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

I Wayan Subagia. 2003. “Masalah-Masalah Penerapan Model


Pembelajaran Sains Dengan Pendekatan Starter Eksperimen (Pse)
Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. (Online). No. 4 TH.
XXXVI Oktober 2003. ISSN 0215-8250.(http://
pasca.undiksha.ac.id).
Istamar Syamsuri. 2010.“Peningkatan Kompetensi Guru Untuk
Meningkatkan Minat Siswa Pada Bidang MIPA”.Makalah
disampaikan dalam Lokakarya MIPAnet 2010, The Indonesian
Network of Higher Educations of Mathematics and Nanutal
Sciences, IPB, Bogor, tanggal 26-27 Juli 2010. (Online).
(http://www.kappa.binus.ac.id).
Luthans, F., 2008. “Organizational Behavior”.Singapura: The McGraw
Hill Companies.Inc.
Nurbaiti. (2015). “Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan Dan Diklat Ter-
hadap Kompetensi Guru SMP Negeri Kecamatan Bangko Ka-
bupaten Rokan Hilir”.Jurnal Economica. (Online). Vol. I No. 1
Januari 2015. (http:// isei-pekanbaru.com).
Rifanah. (2014). “Pengaruh Keterampilan Mengelola Kelas Dan Gaya
Mengajar Guru Terhadap Keaktifan Belajar Siswa Kelas VII
Mata Pelajaran IPS Terpadu Di SMP Negeri Se-Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak”.(Online).(http://journal.unnes.ac.id).

Rusman. (2011). Manajemen Kurikulum. Cet.ketiga. Jakarta: Raja-


grafindo Persada.

Santi Anitaningtyas. (2008). “Pengaruh Persepsi Siswa Tentang


Keterampilan Mengajar Guru dan Motivasi Belajar Terhadap
Prestasi Belajar Kelas 2 SMA Negeri 1 Semarang”. Jurnal
Pendidikan.Tahun ke-12, No. 032:423-
450.(Online).(http://um.ac.id.)

Siti Asdiqoh. (2012). “Motivasi Kinerja Guru”. (online).


(http://www.ijtihad.stainsalatiga.ac.id).

Silvi Irani. (2013).“Pengaruh Keterampilan Pengelolaan Kelas dan


Akuntabilitas Pembelajaran Guru Ekonomi terhadap Hasil Belajar
Siswa SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen di Kota
Pariaman”. (Online). (http://ejournal.unp.ac.id).
123 |Pengaruh Motivasi Mengajar Guru…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Cetakan Keduabelas.


Bandung: Alfabeta.

Usman Husaini. (2010). Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset


Pendidikan. Edisi 3. Cet. II. Jakarta: Bumi Aksara.

Wina Sanjaya. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.


Ed I. Cet I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

. (2009). Kurikulum Dan Pembelajaran; Teori dan


Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Ed I. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar


Proses Pendidikan. Ed I. Cet. 8. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Winardi. (2004). Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen.
Cetakan ke-tiga. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
www.srie.org. 25 Febuari 2013. “Sis-tem Pendidikan Indonesia, Pe-
ringkatTerendahDiDunia”.(online). (http://www.srie.org).

124 |Fajar Budiman


Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Metode Penafsiran Muhammad Ali al-Shâbuni dalam TafsirRawâi’


al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-Ahkâm Min al-Qur’ân”
Oleh: Syofrianisda*

Abstrak: Muhammad Ali al-Shâbuni adalah sosok ulama yang sejak mulanya
telah menggeluti pengetahuan hukum (fiqh) dan inilah yang banyak
mempengaruhi fikiran-fikiran beliau dalam berbagai karya-karya tulisannya,
termasuk tafsir Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsiri Ayât al-Ahkâm min al-Qur'ân. Kitab
tafsir Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsiri Ayât al-Ahkâm min al-Qur'ânmerupakan salah
satu karya monumental al-Shâbuni yang menggunakan metodetafsir
perbandingan (muqaran). Sebab, sumber penafsiran yang digunakan al-Shâbuni
adalah sumber-sumber yang sudah ada, ia telah melakukan usaha
pengkomparasian dengan metode tarjih atau dalam ilmu ushul al-fiqh disebut
dengan talfiq, dan usahanya dalam istinbat hukum adalah usaha wajh al-
istidlal(usaha mencari petunjuk dalil). Sementara, coraknya adalah corak al-
fiqh.

Kata Kunci: Metode Penafsiran,Muhammad Ali al-Shâbuni, Tafsir


Rawâi‟ al-Bayân

Al-Qur‟ân adalah sumber utama dan fundamental bagi agama


Islam, di samping berfungsi sebagai petunjuk,1 ia juga berfungsi sebagai
pembeda. Disadari bahwa al-Qur‟ân menempati posisi sentral dalam
studi keislaman, maka lahirlah niat di kalangan pemikir Islam untuk
mencoba memahami isi kandungan al-Qur‟ân yang dikenal dengan
aktivitas penafsiran (al-tafsir). Kesadaran tersebut telah dimulai sejak
masa turunnya al-Qur‟ân yang dipelopori sendiri oleh Nabi Muhammad
SAW.
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H. seiring dengan
majunya peradaban Islam, lahirlah berbagai mazhab di kalangan umat
Islam. Masing-masing mazhab meyakinkan pengikutnya dengan
menanamkan dan mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai

* Dosen Tetap STAI YAPTIP Pasaman Barat


1
Antara lain dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, moral dan lain-lain.
)٢ ( َ‫ْة فِي ِه ُهدًى ل ِْل ُمتَّقِين‬
َ ‫ذَلِكَ ْال ِكتَابُ ال َري‬
Artinya: Kitab (al-Qur‟ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. (surat al-Baqarah [2] : 2). Dalam ayat ini Allah menamakan al-Qur‟ân dengan
al-kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa al-Qur‟ân diperintahkan
untuk ditulis. Dan taqwa yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan
takut saja.
125 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

maksud itu, tidak jarang mereka menjadikan al-Qur‟ân dan hadis Nabi
sebagai legitimasi-nya.
Hal ini menjadi salah satu penyebab beralihnya bentuk tafsir dari
ma‟tsur menjadi ra‟yu (tafsir melalui pemikiran atau ijtihad akal).
Sebagai contoh, kaum fuqaha‟ yang telah menafsirkan al-Qur‟ân dari
sudut pandang hukum fiqh, seperti al-Qurtubi dalam al-Jami‟ li Ahkâm
al-Qur'ân. Kaum theolog telah menafsirkan al-Qur‟ân sesuai dengan
pemahaman theologis mereka, seperti al-Tafsir al-Kabir karya al-Râzi,
begitu juga kaum sufi yang juga menafsirkan al-Qur‟ân sesuai dengan
pemahaman dan pengalaman batin mereka, seperti Ahmad „Atha „Abd
al-Qâdir dalam karyanya at-Tafsir al-Sufi li al-Qur'ân. Realita ini sesuai
dengan pandangan teori hermeneutika yang menyatakan bahwa seorang
mufassir ketika menafsirkan al-Qur‟ân ia tidak bisa lepas dari pengaruh
konteks sosial, politik, ekonomi, psikologis, teologis, dan lain-lain.
Lebih lanjut sejarah telah mencatat, sejak al-Qur‟ân diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAWhingga sekarang, aktifitas atau dinamika
penafsiran al-Qur‟ân tidak pernah mengalami kemandekan.Sebab, al-
Qur‟ân memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak terbatas,
ia selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tertutup
dalam interpretasi tunggal, sehingga dapat dimaklumi jika kemudian
muncul beragam metode penafsiran yang telah ditawarkan oleh para
mufassir, baik klasik, pertengahan, maupun pada masa modern, yang bila
ditelusuri sejarah perkembangannya akan ditemukan secara garis
besarnya empat metode penafsiran, yakni metode ijmâli (global), metode
tahliliy (analisis), metode muqaran (perbandingan), dan yang terkini
adalah metode maudhu'i (tematik).
Salah satu dari sekian banyak tafsir yang ada adalah tafsir Rawâi‟
al-Bayân fi Tafsiri Ayât al-Ahkâm min al-Qur‟ân karya Muhammad Ali
al-Shâbuni. Salah satu metode yang ditempuh al-Shâbuni, sebagaimana
yang dijelaskan dalam muqaddimah tafsirnya; adalah mengambil
kandungan hukum dan argumentasi-argumentasi dari para ulama
sebelumnya, kemudian ia melakukan al-tarjih di antara dalil-dalil
tersebut.,

Metode Penelitian
Penelitian ini bercorak kepustakaan (library research)yaitu
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data

126 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.2


Sumberprimer dalam pembahasan ini yaitu berupa kitab suci al-
Qur‟an.Sumber sekunder berupa kitab-kitab tafsir seperti: tafsir
karangan Muhammad Ali Al-Shâbuni Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsiri Ayât al-
Ahkâm min al-Qur'ân, danShafwah al-Tafâsir, Tafsir li al-Qur‟ân al-
Karim, dan kitab-kitab tafsir serta buku-buku yang relevan dengan topik
penelitian.

Metode Tafsir
Yang dimaksud dengan metodologi penafsiran ialah ilmu yang
membahas tentang cara yang teratur dan terpikir baik untuk mendapatkan
pemahaman yang benar dari ayat-ayat A;-Qur‟an sesuai kemampuan
manusia.
Metode tafsir yang dimaksud di sini adalah suatu perangkat dan
tata kerja yang digunakan dalam proses penafsiran Al-Qur‟an. Perangkat
kerja ini, secara teoritik menyangkut dua aspek penting yaitu : pertama,
aspek teks dengan problem semiotik dan semantiknya. Kedua, aspek
konteks di dalam teks yang mempresentasikan ruang-ruang sosial dan
budaya yang beragam di mana teks itu muncul.3
Jika ditelusuri perkembangan tafsir Al-Qur‟an sejak dulu sampai
sekarang, maka akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran
Al-Qur‟an ini dilakukan dalam empat cara (metode), sebagaimana
pandangan Al-Farmawi, yaitu: ijmaliy (global), tahliliy (analistis),
muqaran (perbandingan), dan mawdhu‟iy (tematik).4

Sekilas Biografi Muhammad Ali al-Shâbuni


Syekh Muhammad Ali al-Shâbunibersama Syekh Yusuf al-
Qardhawi, ditetapkan sebagai tokoh muslim dunia 2007 oleh DIQA.
Nama besar Syekh Muhammad Ali al-Shâbuni begitu mendunia. Beliau
merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan
dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya.5
2
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004) h. 3
3
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (dari Hermeneutika hingga
Ideologi), (Jakarta, Teraju Cet. I, 2003). h. 196
4
Nashiruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Prima Yasa, 2000) h. 66-77
5
Untuk lebih jelas tentang biografi Muhammad Ali al-Shâbuni ini, silahkan
lihat: Muhammad Ali al-Shâbuni, Shafwah al-Tafâsir, Tafsir li al-Qur‟ân al-Karim,
cetakan ke-1, (Beirut: Dâr al-Kutb al-Islamiyyah, 2002). Bisa juga dilihat pada situs:
127 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Nama lengkapnya adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-
Shâbuni. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M.6Ia
alumni Tsanawiyah al-Syari‟ah. Syekh al-Shâbuni dibesarkan di tengah-
tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil al-Shâbuni, merupakan
salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar
dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di
bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah
memperlihatkan bakat dan kecerdasannya dalam menyerap berbagai ilmu
agama. Di usianya yang masih belia, al-Shâbuni sudah hafal al-Qur‟ân.
Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya
belajar sangat menyukai kepribadiannya.
Selain belajar kepada ayahnya, Ia juga berguru kepada para ulama
terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh
Ahmad al-Shama, Syekh Muhammad Said al-Idhbi, Syekh Muhammad
Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
Untuk menambah pengetahuannya, al-Shâbuni juga sering
mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan
di berbagai Masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar, al-Shâbuni
melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah,
Madrasah al-Tijariyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama
satu tahun. Kemudian ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus
Syari‟ah, Khasrawiya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di
Khasrawiya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi
juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di
Khasrawiya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf
Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir,
hingga selesai Strata satu dari Fakultas Syari‟ah pada tahun 1952. Dua
tahun berikutnya, di Universitas yang sama, ia memperoleh gelar
Magister pada konsentrasi Peradilan Syari‟ah (Qudha al-Syari‟ah).
Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.7
Selepas dari Mesir, al-Shâbuni kembali ke kota kelahirannya,
beliau mengajar di berbagai Sekolah Menengah Atas yang ada di Aleppo.

http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=4. Kemudian lihat juga kata sambutan


Syaikh „Abd Allah al-Khayyath (Khatib Masjid al-Haram dan Penasehat Kementrian
Pengajaran Saudi), yang ditulis dalam kitab Rawâi‟ al-Bayân “Tafsir Ayat al-Ahkâm
Min al-Qur‟ân”, Jilid I, cetakan ke-I, (Jakarta: Dâr al-Kutb al-Islamiyah, 2001), h. 3-5
6
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran:
Muassasah al-Thiba‟ah wa al-Nasyr, 1212 H), h. 470

7
Ibid.
128 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Pekerjaan sebagai guru Sekolah Menengah Atas ini ia lakoni selama


delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1963. Setelah itu, ia mendapatkan
tawaran untuk mengajar di Fakultas Syari‟ah Universitas Umm al-Qura
dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua
Universitas ini berada di kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan
kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun.
Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat
menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, al-Shâbuni pernah
menyandang jabatan ketua Fakultas Syari‟ah. Ia juga dipercaya untuk
mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam.
Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas
Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.8
Di samping mengajar di kedua Universitas itu, Syekh al-Shâbuni
juga sering memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang
bertempat di Masjidal-Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga
digelar di salah satu Masjid di kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung
selama sekitar delapan tahun. Setiap materi yang disampaikannya dalam
kuliah umum ini direkamnya dalam kaset. Bahkan tidak sedikit dari hasil
rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di
Televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syekh al-
Shâbuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.9
Di samping sibuk mengajar, al-Shâbuni juga aktif dalam
organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat
sebagai penasehat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai al-Qur‟ân
dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun.
Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan
melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah
“Shafwah al-Tafâsir”. Kitab tafsir al-Qur‟ân ini merupakan salah satu
tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang
pengarang. Selain dikenal sebagai pengahafal al-Qur‟ân, ia juga
memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu Syari‟ah, dan
ketokohannya sebagai seorang intelektual muslim.
Pemikirannya dituangkan dalam bentuk karya tulis, seperti dapat
dilihat pada kitab Shafwah al-Tafâsir, Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsir Ayat al-
Ahkâm min al-Qur‟ân, al-Tibyan fi „Ulum al-Qur‟ân (Pengantar Studi al-

8
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=4,Ibid.
9
Ibid.
129 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Qur‟ân), Para Nabi dalam al-Qur‟ân, Qabasun min Nur al-Qur‟ân


(cahaya al-Qur‟ân),10 dan lain-lain.

Corak Penafsiran Tafsir Rawâi’ al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-Ahkâm


Min al-Qur’ân”
Kitab Tafsir Rawâi‟ al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-Ahkâm Min al-
Qur‟ân” ini termasuk dalam kategori tafsir al-fiqhiy atau hukum,
dikarenakan tafsir ini secara khusus hanya membahas masalah hukum.
At-Tafsir al-Fiqhiysendiri pada umumnya merupakan penafsiran yang
dilakukan oleh tokoh suatu mazhab tertentu untuk dapat dijadikan
sebagai dalil atas kebenaran mazhabnya.
At-Tafsir al-Fiqhiy ini dapat pula dikatakan sebagai at-Tafsir al-
Ahkam karena corak tafsir ini berorientasi pada hukum Islam (fiqh).
Corak fiqih muncul karena berkembangnya ilmu fiqih dan terbentuknya
mazhab-mazhab fiqih yang setiap golongan berusaha membuktikan
kebenaran pendapatnya lewat penafsiran terhadap ayat-ayat
hukum.Sedangkan ash-Shabuni sendiri tidak berpegang pada satu
madzhab tertentu (at-talfiq), ia mengambil pendapat yang dianggapnya
lebih kuat (at-tarjih) dalam menetapkan sebuah hukum.
Selain ash-Shabuni ada beberapa ulama yang konsen membahas
tafsir hukum ini diantaranya Abu Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razy, seorang
ulama dari Mazhab Hanafi dengan karyanya Ahkamul Qur‟an, Abu Bakr
Muhammad bn Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad
Ma‟afiri Al-Andalusi atau Ibnu Arabi, seorang ulama dari mazhab Maliki
dengan karyanya Ahkam Al-Qur‟an, Abu Abdullah Muhammad bin
Ahmad bin Abu bakr bin Farh Al-Anshaari Al-Khazraji al-Andalulisi,
beliau terkenal dengan dengan sebutan al-Qurtubi, seorang ulama dari
Mazhab Maliki dengan karyanya Aljami‟li Ahkamil qur‟an dan Imadudin
Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ali Ath-Thabri, terkenal dengan
sebutan nama Al-Harasy, seorang ulama dari Mazhab Syafi‟I dengan
karyanya Ahkamul Qur‟an. Namun yang menarik adalah adanya
beberapa kecenderungan pengarang dalam setiap penafsirannya terhadap
ayat-ayat hukum dan ini menjadi ciri khas yang membedakan Rawâi‟ al-
Bayân dengan yang lainnya. Rawâi‟ al-Bayân sendiri adalah tafsir yang
berusaha menampilkan ketetapan hukum dari ayat-ayat hukum.
Sedangkan dalam upaya penetapan hukumnya ash-Shabuni
menggunakan cara al-ahl al-ushul, sebuah penetapan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan ijtihad.

10
Ibid.
130 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Muhammad Ali ash-Shabuni dalam Rawâi‟ al-Bayân-nya dapat


dimasukkan dalam kategori mujtahid fi at-tarjih. Karena dalam
menguraikan atau membahas ayat-ayat hukum ia selalu menyertakan
pendapat-pendapat ulama disertai dengan dalil-dalil yang melandasinya,
kemudian diakhiri dengan tarjih yakni menguatkan (memberikan
penilaian) pendapat mana yang shahih atau kuat dan pendapat mana yang
jauh dari kebenaran. Caranya ini dalam kaca mata ilmu Usul al-Fiqh
disebut dengan at-talfiq.
Gambaran Umum Kitab Tafsir Rawâi’ al-Bayân “Tafsir al-Ayat al-
Ahkâm Min al-Qur’ân”
Amin Suma mengatakan bahwa kitab Rawâi‟ al-Bayân ini terdiri
dari dua jilid, dengan tebal halaman masing-masing 627 dan 637
halaman. Disusun oleh Muhammad Ali al-Shâbuni, salah seorang guru
besar Fakultas Syari‟ah di Jami‟ah Umm al-Qurân Makkah al-
Mukarramah.11 Namun ketika penulis melihat kitab tafsir Rawâi‟ al-
Bayân tersebut terbitan Dâr al-Kutb al-Islamiyah; Jakarta, cetakan
pertama tahun 1422 H / 2001 M, dijumpai jilid I dengan daftar isinya
berjumlah 496 halaman dan jilid II 518 halaman yang memuat 40
pembahasan.12 Ini tampak sedikit berbeda dengan apa yang dipaparkan
oleh Amin Suma dalam bukunya “Pengantar Tafsir Ahkâm”.
Kemudian kitab ini juga berbeda dengan tafsir ayat al-Ahkâm
Muhammad Ali al-Sayis yang tidak memiliki fihris (daftar isi), kecuali
hanya menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas, Rawâi‟ al-Bayân Tafsir
Ayat al-Ahkâm min al-Qurân (berbagai kekaguman keterangan tentang
tafsir ayat-ayat hukum) susunan Ali al-Shâbuni ini memiliki daftar isi
yang gamblang dan lengkap dengan topik-topik yang akan dibahas.
Hanya saja pada daftar isinya tidak disebutkan nomor-nomor ayat dan
nama-nama surat yang akan dibahas.13 Barangkali inilah salah satu
bentuk kekurangan kitab tafsir Rawâi‟ al-Bayân ini dalam perspektif para
mufassir kontemporer saat ini.
Sistematika penyusunan Rawâi‟ al-Bayân adalah mengurutkan
susunan tafsirnya yang dimulai dari surat al-Fâtihah hingga surat al-
Muzammil, dan hanya memfokuskan pada ayat-ayat hukum, sehingga

11
Muhammad Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkâm, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), cetakan ke-2, h. 152
12
Muhammad Ali al-Shâbuni, Rawâi‟ al-Bayân “Tafsir Ayat al-Ahkâm Min al-
Qur‟ân”, Juz I dan II, cetakan ke-I, (Jakarta: Dâr al-Kutb al-Islamiyah, 2001)
13
Amin Suma, Op.cit.
131 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

tidak semua ayat dalam surat ditafsirkan, meskipun demikian ia tetap


menafsirkan sesuai dengan tartib al-mushâfi.

Metode Muhammad Ali al-Shâbuni dalam Tafsir Rawâi’ al-Bayân


“Tafsir al-Ayat al-Ahkâm Min al-Qur’ân”
Pada Muqaddimah tafsir Rawâi‟ al-Bayân Muhammad Ali al-
Shâbuni mengatakan bahwa “sungguh aku berkeinginan kuat untuk
bergabung dengan kelompok orang-orang mulia itu dan meniru jejak
mereka, meskipun aku tidak seperti mereka, dengan harapan semoga aku
dapat berhasil memperoleh sekelumit dari pahala yang mereka peroleh”14
seperti kata seorang penyair:
‫اِإ ا ا َت ش َتا ِإ اْو ِإَتِإ ا َت َت ٌحاا‬,‫َتَفَت شَف ُه ْو اِإ ْو ا َتْواَت ُه ْو َفُه ْو ا ِإ ْوَفَت ُه ْوا‬
Artinya: “Berusahalah menyerupai mereka, kendatipun kamu tidak
seperti mereka, sebab menyerupai orang-orang yang mulia itu
akan membawa kesuksesan”15

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa “aku telah mempunyai


cita-cita luhur, mudah-mudahan Allah SWT memberikan kemudahan
kepadaku untuk mengabdi kepada agama Islam dan ilmu pengetahuan.
Lalu aku mengeluarkan sebagian kitab-kitab yang dapat dimanfaatkan
oleh umat manusia, karena dorongan keyakinanku, bahwa hal ini
merupakan warisan-warisan yang baik (al-baqiyat al-shalihat) yang akan
menjadi simpanan bagi manusia setelah ia meninggal dunia.16
Allah SWT telah memberikan kemudahan kepada al-Shâbuni
untuk dapat bertetangga dengan “negeri yang aman sentosa” (Makkah al-
Mukarramah)17 seraya beliau mengajar pada Fakultas Syari‟ah dan
Dirasah Islamiyah, dan Allah telah berkenan menyediakan untuknya
situasi dan kondisi yang membantunya dalam meluangkan waktu guna
menelaah, belajar, menulis, dan mengarang, sehingga ia diberi oleh Allah
SWT kemuliaan bertetangga dengan Bait Allah al-„Atiq, di negeri yang

14
Rawâi‟ al-Bayân, Jilid I, Op.cit., h. 7
15
Ibid.
16
Ibid.
17
Seperti ungkapannya “maka Allah telah berkenan memberikan kemudahan
kepadaku untuk dapat bertetangga dengan negeri yang aman sentosa, yaitu Makkah al-
Mukarramah, semoga Allah SWT berkenan memelihara dan menjaganya dari semua
kejahatan”. Lihat Rawâi‟ al-Bayân, Ibid., h. 8
132 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

aman dan iman, negeri yang penghuninya telah dikarunia Allah SWT
sejak dulu kala dengan kemanan, ketenangan, dan ketentraman.
Kitab Rawâi‟ al-Bayân ini merupakan kitab yang terakhir ditulis
oleh Muhammad Ali al-Shâbuni yang diterbitkan dalam dua jilid.18 Di
dalamnya terhimpun ayat-ayat tentang hukum secara khusus dalam
bentuk ceramah-ceramah ilmiah yang singkat tapi padat yang dapat
mengkombinasikan antara metode lama dalam kesempurnaan isinya, dan
metode baru dalam kemudahan pemahamannya. Dalam memberikan
ceramah-ceramah tersebut ia menempuh suatu metode yang barangkali
baru, sistematis lagi praktis. Ia bermaksud menggunakan sistematika
yang lembut, disamping ketelitian yang mendalam.19 Kemudian dalam
menyampaikan uraian tentang ayat-ayat hukum pada kitab ini, al-Shâbuni
memperhatikan sepuluh segi,20 yaitu:21
1. Uraian lafaz dengan mengambil saksi dengan pendapat para
mufassirin dan pakar-pakar bahasa Arab.
Contoh: kata al-Sufahâ‟ dalam QS. al-Baqarah: 14222 dan dalam
QS.an-Nisâ‟: 523. Meskipun kata ini secara bahasa memiliki arti
yang sama yakni “tidak cerdas”. Namun, dalam aplikasinya ia
memiliki makna yang berbeda, kata ini dalam surat pertama
diartikan dengan “orang-orang Yahudi, musyrikin, dan
munafiqin”, sementara dalam surat yang kedua diartikan dengan
“orang-orang yang tidak bisa mengelola keuangan atau al-
mubazzirin.”
2. Menjelaskan pengertian global bagi ayat-ayat yang mulia secara
sepintas.
Menurut al-Shâbuni, ijmali adalah dikemas dalam bahasa sendiri,
tidak menggunakan catatan kaki, atau sumber pengambilan
sebagaimana lazimnya tulisan (karya ilmiah). Tujuannya adalah
agar pembaca tidak terganggu perhatiannya dalam memahami
maksud ayat secara ringkas dan menyeluruh.24
18
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya (sub bahasan
gambaran umum kitab tafsir Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsir al-Ayat al-Ahkam min al-
Qur‟ân).
19
Ibid.
20
Tujuannya adalah untuk mempermudah memahami ayat-ayat yang ia
tafsirkan.
21
Rawâi‟ al-Bayân, Ibid.
22
Rawâi‟ al-Bayân, Jilid I, Ibid., h. 86-87
23
Ibid., h. 340
24
Ibid.
133 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

3. Memaparkan asbab al-nuzul ayat, jika memang ada.


Dalam muqaddimah tafsirnya, ia menjelaskan bahwa tidak semua
ayat al-Qur'ân memiliki al-asbab al-nuzul. Oleh karena itu,
iatidak selalu menampilkan al-asbab al-nuzul-nya. Meskipun
demikian, al-asbab al-nuzul termasuk salah satu aspek yang
dibahasnya dalam Rawâi‟ al-Bayân.
4. Menceritakan segi-segi pertalian (munasabah) antara ayat-ayat
terdahulu dan ayat-ayat yang datang kemudian.
Hal ini disebut juga dengan wajh al-munâsabah bain al-ayât (segi
kesesuaian di antara ayat-ayat). Munasabah berangkat dari
pemahaman bahwa ayat dan surat dalam al-Qur‟ân adalah satu
kesatuan yang utuh, memiliki hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat
lain dalam satu surat, atau antara satu surat dengan surat yang
lain.
5. Menjelaskan analisis tentang wajah-wajah bacaan yang
mutawatir.
Al-Shâbuni dalam tafsirnya mengkaitkan qira‟at dengan akibat
hukum dan kesejarahannya, seperti penafsirannya tentang
persoalan hukum wudhu‟ dan tayammum seperti dalam QS. Al-
Maidah: 6

        

      

            

           

        

         

    

134 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub
Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.25

6. Memberikan analisis singkat tentang wajah-wajah I‟rab-nya.


Dalam hal ini al-Shâbuni tampak lebih banyak menerangkan
tarkib (susunan) kata untuk menjelaskan mana yang menjadi al-
mubtada‟, fâ‟il, al-maf‟ul, al-sifat, dan lain-lain.
7. Menjelaskan intisari tafsir, dan ini mencakup rahasia-rahasia dan
faedah-faedah ditinjau dari segi sastra dan pengetahuan-
pengetahuan yang detail.
Kehalusan tafsir dianggap penting oleh al-Shâbuni, dengan alasan
pembaca akan lebih tertarik dan mudah mencerna makna yang
dikandung dalam suatu ayat.
8. Menjelaskan kandungan hukum dan argumentasi-argumentasi
Fuqaha‟ dan men-tarjihdi antara dalil-dalil yang mereka
kemukakan.
Sesuai dengan namanya, maka pembahasan tentang hukum dalam
tafsir ini menjadi sangat penting. Al-Shâbuni dalam tafsirnya
mengambil sumber dari pendapat para sahabat, tabi‟in, kemudian
para imam mazhab. Dalam masalah fiqh, al-Shâbuni mengambil
metode al-talfiq dan al-tarjih, yakni tidak berpegang pada satu
mazhab, dan mengambil pendapat yang lebih kuat.
9. Memaparkan kesimpulan tentang petunjuk-petunjuk ayat-ayat
yang mulia.
Dalam hal ini al-Shâbuni mengemukakan petunjuk-petunjuk yang
diperoleh dari ayat, atau dalam bentuk kesimpulan ringkas yang
biasanya berupa point-point dengan menggunakan nomor 1,2 dan

25
Penafsiran Muhammad Ali al-Shâbuni tentang ayat ini pada kitab Rawâi‟ al-
Bayân, jilid I, h. 421-423
135 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

seterusnya. Ia selalu memuat makna global dan kesimpulan pada


setiap pembahasannya. Jika makna global diletakkan diawal
pembicaraan, maka kesimpulan berada diakhir pembahasan
sebelum al-hikmah al-tasyri‟.26
10. Menuliskan penutup (pembahasan akhir) dan bagian ini meliputi
hikmah disyariatkan ayat-ayat hukum tersebut.
Tujuan dari pembahasan terakhir ini adalah untuk menunjukkan
bahwa pada setiap ayat hukum yang dibahas mengandung
hikmah, dan dapat diambil pelajarannya, sehingga dapat menjadi
pendukung bagi pemberlakuan ayat-ayat hukum. Dalam konteks
inilah al-Shâbuni banyak mengutip pendapat para mufassir
tentang al-hikmah al-tasyri‟.
Kemudian dengan segala kerendahan hati al-Shâbuni mengatakan
bahwa apa yang ada dalam kitab Rawâi‟ al-Bayân tersebut bukanlah jerih
payahnya semata, tetapi merupakan kongkulasi dan persepsi-persepsi
mufassirin yang tersohor, baik yang lama maupun yang baru, dan
merupakan produk otak-otak genius dari pakar-pakar ulama intelek dan
ahli tafsir terkemuka yang tidak tidur dalam rangka mengabdi kitab yang
mulia ini, demi mencari ridha Allah SWT semata. Di antara mereka itu
ada yang ahli fikih, ahli hadis, ahli bahasa, ahli ushul, ahli tafsir, ahli
istinbat hukum dan orang-orang yang menulis kitab tafsir al-Qur‟ân
lainnya.27
Ia tak ubahnya seperti seorang manusia yang melihat berbagai
intan permata dan mutiara-mutiara berharga yang bertaburan di sana sini,
lalu dihimpun dan disusun dalam untaian yang satu. Kemudian ia laksana
orang yang masuk ke dalam pertamanan yang kaya, yang di dalamnya
terdapat buah-buahan yang bagus, bunga-bunga yang indah menawan,
kemudian ia mengulurkan tangannya dengan pelan-pelan seraya
mengambilnya, lalu dikumpulkan dalam sebuah onggokan dan dipasang
dalam sebuah fot bunga, sehingga mengembirakan hati dan
mempesonakan mata.28
Dalam penafsiran al-Shâbuni berusaha menyimpulkan apa yang
dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu dan ulama-ulama belakangan,
dan dikompromikannya antara metode lama dan metode baru, dan ia
tidak menulis suatu keteranganpun, sehingga ia membaca terlebih dahulu

26
Hal ini dapat dilihat pada setiap pembahasan yang dipaparkan oleh Ali al-
Shâbuni pada kitab tafsir Rawâi‟ al-Bayân.
27
Ibid., h. 9
28
Ibid.
136 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

lebih dari lima belas referensi dari beberapa induk referensi tafsir, di
samping juga referensi di bidang bahasa Arab dan hadis. Kemudian ia
tuliskan (muhadharat) tersebut dengan memberikan petunjuk kepada
sumber-sumber pengambilan yang ia kutip dengan segala ketelitian dan
kepercayaan.29
Metode tafsir adalah langkah-langkah yang teratur dan
seperangkat ulasan materi yang disiapkan untuk penulisan tafsir al-
Qur‟ân agar sampai pada maksud dan tujuan.
Al-Shâbuni ketika menafsirkan ayat al-Qur‟ân tentang masalah
Qurban ia melihatnya sebagai jalan untuk taqarrub ila Allah. Selanjutnya
ia mengkaji al-Munasabah al-ayat dan al-asbab al-nuzul-nya,
pembahasan kosa kata dan lafaz, kandungan hukum dengan mengambil
sumber dari hadis, pendapat para ulama guna memperjelas masalah.30
Hampir dari setiap praktek penafsirannya ia selalu menekankan
pada pengambilan sumber-sumber penafsiran yang telah ada. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa karyanya masuk dalam kategori
metode tafsir muqarran (perbandingan).
Sementara itu, terkait dengan corak (al-laun) penafsiran di sini
adalah pemikiran yang mendominasi dari karya-karya mufassir sesuai
dengan kecenderungan atau latarbelakang keahlianya.
Corak penafsiran selama ini yang dikenal antara lain adalah corak
sastra (bahasa), filsafat dan teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fiqh
atau hukum, maka kitab Rawâi‟ al-Bayân karya al-Shâbuni ini termasuk
dalam kategori tafsir fiqh atau hukum. Sebab, karya ini lebih banyak
mengkaji ayat-ayat hukum, dan beliau pun tidak terpaku pada suatu
mazhab tertentu.
Hal yang dapat dilihat dari karya ini adalah penggunaan istinbât
al-hukm, yakni usaha mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya.
Rawâi‟ al-Bayân adalah tafsir yang berusaha menampilkan ketetapan
hukum dari ayat-ayat hukum, dan dalam menetapkan hukum, al-Shâbuni
mengikuti cara yang digunakan ahl al-ushul, yakni penetapan hukum
dapat dilakukan dengan menggunakan ijtihad.
Ijtihad tidak dapat dilakukan manakala kasus yang hendak ditetapkan
hukumnya telah ada dalil yang sharih (jelas) serta qath‟i (pasti). Ijtihad
berlaku ketika suatu kasus belum ada nash hukumnya. Hal ini dapat

29
Ibid.
30
Hal ini dapat dilihat pada jilid I, pembahasan yang ke-40 (mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan menyembelih hewan qurban), surat al-Haj ayat 36-37,
Rawâi‟ al-Bayân,Ibid., h. 482-489
137 |Metode Penafsiran…
Volume III, No. 1, Februari 2017

dilakukan melalui qiyas, istihsan, istishab, atau memperhatikan „urf,


ataupun maslahah al-mursalah.
Al-Shâbuni dalam tafsir Rawâi‟ al-Bayânini terikat dengan
pendapat-pendapat serta mengikuti ijtihad-ijtihad ulama salaf. Sebab, ia
dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan hukum selalu
menyebutkan beberapa pendapat yang berbeda-beda disertai dengan
dalil-dalil dan alasan-alasannya. Selanjutnya, ia mengakahiri
pembahasannya dengan tarjih yakni menguatkan (memberikan
penilaian), pendapat mana yang shahih dan pendapat mana yang jauh
dari kebenaran.
Caranya ini dalam kaca mata ilmu ushul al-fiqh disebut dengan
talfiq.
Sementara itu, ia tidak terikat oleh salah satu mazhab. Salah satu contoh
dalam masalah sihir,31 ia menilai pendapat jumhur lebih kuat ketimbang
pendapat Mu‟tazilah. Kemudian dalam hal wajib tidaknya qadha puasa
sunat yang rusak atau batal, ia lebih memilih Hanafiyah ketimbang
Syafi‟iyah.32 Sementara masalah debu yang suci dalam tayamum, ia
menguatkan pendapat Syafi‟iyah daripada Hanafiyah.33

Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tafsir
Muhammad Ali al-Shâbuni; Rawâi‟ al-Bayân fi Tafsiri Ayât al-Ahkâm
min al-Qur'ân dapat disebut sebagai tafsir perbandingan (muqaran).
Sebab, sumber penafsiran yang digunakan al-Shâbuni adalah sumber-
sumber yang sudah ada, ia telah melakukan usaha pengkomparasian
dengan metode tarjih atau dalam ilmu ushul al-fiqh disebut dengan talfiq,
dan usahanya dalam istinbat hukum adalah usaha wajh al-istidlal(usaha
mencari petunjuk dalil). Sementara, coraknya adalah corak al-fiqh.

Daftar Rujukan
Al-ShâbuniMuhammad Ali, Shafwah al-Tafâsir, Tafsir li al-Qur‟ân al-
Karim, cetakan ke-1, Beirut: Dâr al-Kutb al-Islamiyyah, 2002

31
Pembahasan yang ke-2 (Sihir dalam pandangan Islam), surat al-Baqarah ayat
101-103, Rawâi‟ al-Bayân, jilid I, Ibid., h. 18-66
32
Pembahasan tentang kewajiban puasa bagi kaum muslimin, pada sub bahasan
apakah wajib meng-qadha puasa sunnah apabila dibatalkan. Jilid I, Ibid., h. 165
33
Pembahasan yang ke-32 (hukum-hukum tentang wudhu‟ dan tayammum),
surat al-Maidah ayat 6, jilid I, Ibid., h. 421-431
138 |Syofrianisda
Jurnal al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

-------------- Muhammad Ali, Rawâi‟ al-Bayân “Tafsir Ayat al-Ahkâm


Min al-Qur‟ân”, cetakan ke-I, Jakarta: Dâr al-Kutb al-Islamiyah,
2001
Baidan, Nashiruddin, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 2000
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (dari Hermeneutika hingga
Ideologi), Jakarta: Teraju, 2003
Iyazi, Muhammad Ali,al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum,
Teheran: Muassasah al-Thiba‟ah wa al-Nasyr, 1212 H
SumaMuhammad Amin, Pengantar Tafsir Ahkâm, cetakan ke-2, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002
Zed,Mestika Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004

139 |Metode Penafsiran…


Volume III, No. 1, Februari 2017

140 |Syofrianisda
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

PERANAN ZAKAT, INFAQ, DAN SADAQAH DALAM


PENGEMBANGAN USAHA KECIL YANG ADA PADA
OPERASIONAL BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
Oleh: Fawza Rahmat

Abstrak
Pembahasan ini berjudul Peranan Zakat, Infaq, Dan Sadaqah
Dalam pengembangan Usaha Kecil Yang Ada Pada Operasional Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT). Maraknya usaha kecil yang menjadi penopang ekonomi
masyarakat menjadi sentral dalam penanganan kemiskinan. Apa yang
berperan ketika usaha kecil merupakan isu utama solusi ekonomi kerakyatan
berkaitan dengan agama Islam melalu baitul mal wat tamwilnya?.
Tulisan ini menggunakan metode telaah kepustakaan dengan
menghimpun beberapa sumber terpercaya. Serta menggabungkan dengan
berbagai fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Baitul Maal Wat
Tamwil merupakan sebuah lembaga ekonomi yang menggalang kegiatan
menabung dan memberikan pembiayaan pada pengusaha kecil. Selain itu,
BMT juga dilengkapi dengan kegiatan Baitul Maal yang lebih bersifat sosial.
Bergabungnya dua kegiatan ini sangat dibutuhkan dalam memberdayakan
kaum dhuafa. Dalam operasinya BMT menerapkan sistem syariah.
Baitul Maal Wat Tamwil, yang disingkat dengan BMT merupakan
lembaga pendukung untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha
kecil yang berdasarkan sitem syariah.BMT dapat dan layak digunakan sebagai
mitra usaha bagi aneka pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya,
olehkarena pola kemitraan merupakan bentuk praktis cara berjamaah dalam
melaksanakan semua urusan muamalah. Sumber dana yang berasal dari zakat
infaq dan shadaqah (ZIS) umat Islam merupakan sumber dana yang insyAllah
tidak akan habis karena akan terus bergulir dan berkelanjutan, Masalah
pengelolaan dana tersebut yang penting diformat agar dikelola profesional,
kemanfaatan semakin baik, amanah dalam penggunaannya dan tepat sasaran

Kata Kunci: Zakat, Infaq, Sadaqah, Usaha Kecil, Baitul Maal Wat
Tamwil (Bmt)

A. Pendahuluan
Kehadiran dan keberhasilan bank muamalat Indonesia
untuk terus tumbuh dan berkembang serta selamat dari badai
krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, telah mengilhami
pemerintah untuk memberikan perhatian yang cukup dan
mengaturnya secara luas dalam undang – undang. Hal ini tertuang
dalam UU No 7 tahun 1992 tentang pengembangan bank syariah
dengan sistem bagi hasil, yang kemudian diubah dengan


Dosen Tetap Prodi PSY STAI – YAPTIP Pasaman Barat
141 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

keluarnya UU No 10 tahun 1998 yang lebih mempertegas istilah


“bank berdasarkan perinsip syariah”.namun harapan yang
bertumpu pada BMI ini terhambat oleh UU perbankan, karena
usaha kecil atau mikro tidak mampu memenuhi prosedur
perbankan yang telah dibakukan oleh UU. BMI sebagai bank
umum terkendala dengan prosedur ini. Meskipun misi
keumatannya masih tinggi, namun realita di lapangan mengalami
banyak hambatan baik dari segi prosedur, plafon pembiayaan
maupun lingkungan bisnisnya.Sehingga keadaan ini memberikan
inspirasi kepada pemerintah dan tokoh perbankan untuk
membangun kembali sistem keungan yang lebih dapat menyentuh
kalangan bawah (Grass Rooth) dan memacu segera berdirinya
bank – bank syariah yang lain, baik dalam bentuk windows
syariah untuk bank umu maupun dalam maupun dalam bentuk
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) atau sekarang sesuai
Undang – undang perbankan Syariah tahun 2009 menjadi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.1
Harapan kepada BPRS untuk dapat memberikan
pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah menjadi
semakin besar, mengingat cakupan bisnis bank lebih kecil.
Namun sungguhpun demikian realitanya sistem bisnis BPRS juga
terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang,
yakni para para pemilik modal.komitmen untuk membantu
meningkatkan derajat hidup masyarakat bawah mengalami
kendala, baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari sisi hukum,
prosedur peminjaman bank umum dan BPR sama. Begitu juga
darisegi teknis. Pada hal inilah kendala utama pengusaha kecil,
sehingga harapan besar kepada BPRS hanya menjadi idealita. 2
Permasalahan yang dihadapi BPRS tersebut mendorong
munculnya lembaga keuangan alternatif, yakni sebuah lembaga
yang tidak saja berorientasi bisnis dengan motif laba semata,
tetapi juga bermoti sosial. Lembga yang terlahir dari kesadaran
umat ditakdirkan umtuk menolong kelompok mayaoritas
pengusaha kecil atau mikro serta lembaga yang tidak pada
permainan bisnis untuk kepentingan pribadi, tetapi membangun
kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama dalam

1
M. Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat tamwil, (Yogyakarta: UII Press
2004), hal. 72
2
Ibid, hal. 73
142 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

mengentaskan kemiskinan.lembaga tersebut adalah baitul Maal


Wat Tamwil (BMT).3
BMT adalah salah satu proyek unggulan ICMI . ia
didefinisikan sebagai lembaga Pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil dengan berlandaskan sistem syariah , secara
kelembagaan BMT mendampingi atau mendukung PINBUK
(Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) , sebenarnya PINBUK inilah
lembaga primernya, karena mengemban misi yang lebih luas,
yakni menetaskan usaha kecil . dalam praktek , PINBUK
menetaskan BMT diseluruh Indonesia . Dan pada gilirannya,
BMT menetasakan usaha kecil.Tapi iyu tidak bearti bahwa proses
penetasan (incubation) usaha kecil lalu ditugaskan kepada BMT.
PINBUK juga mempunyai tugas untuk usaha kecil yang telah
berdiri, yakni dengan penyediaan sumber daya yang lain,
misalnya SDM, informasi dan manajemen.
Baitul Maal Wat Tamwil [BMT] dalam operasionalnya
melakukan dua Kegiatan penting yaitu sebagai baitul maal dan
sebagai baitul tamwil. Sebagai baitul maal ( rumah harta), BMT
menjalan kan visi dan misi sosial yaitu lembaga ini dipercaya
mengelola uang ummat dalam bentuk zakat infaq dan shadaqah
sedangkan sebagai baitul tamwil lembaga ini mejalankan visi dan
misi bisnis yaitu dipercaya mengelola uang masyarakat dengan
cara menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat
dengan kelompok sasarannya adalah pengusaha kecil dengan cara
mengembangkan usaha – usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan usaha kecil – bawah dengan cara
antara lain dengan cara mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

3
Ibid, hal. 73
143 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

BAITUL MAAL WATTAMWIL


BMT

BM BT
BAITUL MAAL BAITU TAMWIL
(RUMAH HARTA) (TEMPAT PENGEMBANGAN
KEUANGAN)
VISI & MISI VISI & MISI
SOSIAL BISNIS/ LABA

SUMBER DANA SUMBER DANA


1. SIMPANAN ANGGOTA (POKOK, WAJIB,
1. ZAKAT SUKARELA)
2. INFAQ 2. PINJAMAN
3. SHODAQOH 3. PENYERTAAN
4. HIBAH 4. DONASI/ HIBAH.
5. WAKAF 5. DANA KOMERSIAL LAINNYA
6. JIZYAH
7. RIKAZ
DISTRIBUSI DANA
8. GHONIMAH
1. USAHA PRODUKTIF
9. DANA SOSIAL LAINNYA
2. PEMBELIAN BARANG
3. SEWA DG DIAKHIRI KEPEMILIKAN
DISTRIBUSI DANA 4. KEGIATAN KOMERSIAL LAINNYA.
1. 8 ASHNAF
(FAKIR, MISKIN,AMILIN, MUALLAF, IBNU SABIL,
FISABILILLAH, RIQOB, GHORIMIN) AKAD/ POLA
2. PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM 1. KERJASAMA BAGI HASIL (MUSYAROKAH &
MUDLOROBAH)
3. KEGIATAN SOSIAL & KEAGAMAAN LAINNYA.
2. JUAL BELI (BAI AL-MUROBBAHAH, BAI SALAM,
AKAD/ POLA ISTISHNA).
1. PINJAMAN KEBAJIKAN (QORDHUL HASAN). 3. SEWA DG DIAKHIRI KEPEMILIKAN.
2. HIBAH 4. GADAI.
5. PERWAKILAN ( WAKALAH) DLL.
KELEMBAGAAN KELEMBAGAAN
LAZ, BAZ, UPZ (BDN. HUKUM YAYASAN) KOPERASI JASA KEUANGAN SYARI’AH (KJKS)

Tulisan ini membahas tentang peranan BMT dalam


melaksanakan tugasnya dibidang kegiatan baitul maal yaitu
menerima titipan dana zakat infak dan shadaqah serta
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya, karena
menurut hemat penulis apabila kegiatan baitul maal dan kegiatan
baitul tamwil ini dijalankan oleh BMT dengan optimal maka apa
harapan umat pada latar belakang timbulnya BMT akan tercapai
dengan baik, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah
bagaimanakah peranan zakat infaq dan shadaqah dalam
pengembangan usaha kecil dalam operasional BMT ?

B. Pembahasan
1. Baitul Mal wat Tamwil
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah,
yaitu baitul maal,dan baitul tamwil.baitul maal lebih mengarah
kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non
profit,seperti zakat,infaq,dan shadaqah.sedangkan baitul tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana
komersial.usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan
144 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.2.) hal ini


sejajar dengan pendapat yang dikemukakan oleh heri sudarsono
yang mendefinisikan BMT kedalam 2 fungsi utama:
1) Bait al maal :lembaga yang mengarah kepada usaha - usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit,seperti
halnya zakat,infaq danshadaqah.
2) Bait at tamwil :lembaga ang mengarah pada usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial 4
Syaifuddin A Rasyid mendefinisikan Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT)sebagai kelompok swadaya masyarakat sebagai
lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-
usaha yang produktif dan infestasi dengan sistim bagi hasil untuk
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dalam upaya
pengentasan kemiskinan.5
Prof.Dr.Ir. M.Amin Azis memberikan pengertian BMT
yang lebih mudah untuk dipahami.BMT (Baitul Maal wa
Tamwil)atau padanan kata balai usaha mandiri terpadu adalah
lembaga keuangan mikro yang beroperasi dangan prinsip bagi
hasil,menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil,dalam
rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin.6
Dari beberapa difinisi diata dapat dipahami bahwa BMT
merupakan lembaga keuangan keuangan mikro yang dalam
operasionalnya meerapkan prinsip syari`ah dan memiliki fungsi
sosial dan ekonomi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat
kecil dalam rangka pengentasan kemiskinan.
BMT bersifat terbuka ,indefenden,tidak
partisan,berorientasi pada pengembangan tabungan dan
pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomiyang produktif
bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar,terutama
mikro dan fakir miskin,dan tujuan BMT adalah meningkatkan
kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarak pada umumnya.

4
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta:
Ekonisia, FE. UII, 2003), hal. 84
5
Pinbuk, Pedoman Cara Pendirian BMT, Balai Usaha Mandiri Terpadu,
(Jakarta), hal. 5
6
Ibid, hal. 6
145 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

Sebagai lembaga keuangan mikro yang menghimpun dana


dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat maka BMT
memilikiperan di tengah-tengah masyarakat,yaitu:
1) Motor panggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak
2) Ujung tombak palaksanaan sistim ekonomi syariah.
3) Penghubung kaum ghina(kaya)dan kaum dhu`afa(miskin).
4) sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup
yang barakah,ahsanu`amala,dan salaam melalui spiritual
communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah. 9)
Sedangkan fungsi BMT di masyarakat adalah
1) Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola
menjadi lebih profesional, salaam (selamat,damai dan
sejahtera),dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global.
2) Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang
dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimaldi
dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3) Mengembangkan kesempatan kerja.
4) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar – pasar
produk anggota.
5) Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga – lembaga
ekonomi sosial masyarakat banyak.
2. Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk
kata dasar (masdardari zaka yang bearti berkah, tumbuh bersih
dan baik, karenanya zaka bearti tumbuh dan berkembang, bila
dikaitkan dengan sesuatu juga bisa bearti orang itu baik bila
dikaitkan dengan seseorang. Dari segi istilah fiqh Zakat bearti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan
kepada orng – orang yang berhak .7
Zakat adalah salah satu rukun Islam, yang ditetapkan oleh
Allah SWT. Sebagai kewajiban ibadah dan mengandung unsur
sosial.Sebagai ibadah, zakat dikerjakan untuk menunjukkan
ketundukkan dan ketaatan kepada Allah sesuai dengan ketentuan
dan petunjuk mengenai zakat ini. Zakat sebgai ibadah yang
mengandung unsur sosial bertujuan untuk membantu mengatasi
permsalahan kemiskinan masyarakat. Zakat adalah nama bagi
harta yang dikeluarkan oleh orang kaya kepada mustahiqnya,
7
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press), h.
26
146 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

sebagai hak Allah dan sebagai ibadah. Allah menetapkan


kewajiban zakat, menentukan jenis – jenis harta yang wajib
dizakatkan.
Surat at Taubah 60 dapat dibaca secara jelas bahwa dari
delapan golongan yang berhak menerima zakat, yang pertama
orang fakir atau papa (the distitute).Kedua, orang miskin (the
poor), yaitu orang yang kekurangan.Dapat ditarik kesimpulan
bahwa prioritas zakat adalah untuk golongan fakir dan miskin,
jika sebagian besar dana zakat diperguhakan bagi program
pemberantasan kemiskinan, maka itu sesuai dengan maksud al
Qur`an.
Golongan ketiga dan keempat, amil zakat dan budak atau
orang yang sumber daya insaninya dikuasai atau menjadi hak
milik orang lain, dalamkonteks sekarang barang kali termasuk
pembantu rumah tangga. Sedangkan golongan seterusnya adalah
muallaf dan orang berhutang, atau jelasnya orang yang
tidakmampu membayar hutang. Dua golongan inipun dapat
dikategorikan sebgai miskin, barang kali golongan ke delapan,
yaitu orang yang berada dalam perjlanan, dapat dikategorikan
sebagai miskin juga secara relatif, paling tidak dalam kesulitan
keuangan atau kekurangan sehingga eksistensinya terancam di
rantau orang.
Istilah zakat itu sendiri mempunyai makna ganda, disatu segi
bearti membersihkan. Dalam al Qur`an, terutama dalam ayat –
ayat yang turun di mekah, zakat dalam bentuk kata Islam yang ke
empat,yang dimaksudkan adalah membersihkan harta seseorang,
karena dalam harta seseorang terdapat hak bagi yang miskin, (Qs.
Az-Dzariyat : 19). Dengan membersihkan harta itu dari hak orang
lain, maka hati seseorang akan terbersihkan pula. Dilain pihak
zakat juga bearti tumbuh dan menumbuhkan. Yang dimaksud
dengan menumbuhkan disini adalah menumbuhkan kemanusiaan
atau mengembangkan manusia. Dengan zakat, martabat seseorang
yang merosot karena kemiskinan, dipulihkan.
3. Infaq
Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan
seseorang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang
dikrhendakinya sendiri , atau harta seseorang yang dikeluarkan
untuk kepentingan umm dan tidak perlu menentukan nisab dan
haulnya. Infaq adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang guna
menutupi kebutuhan orng lain, baik berupa makanan, minuman,
147 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

dan sebagainya, mendermakan atau memberikan rezeki atau


karunia atau menafkahkan sesuatu kepada orang berdasarkan dan
hanya karena Allah SWT semata.8
Dalam ajaran Islam, orng yang berinfaq akan memperoleh
keuntungan yang berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.
Orang yang berinfaq dijamin tidak akan jatuh miskin, bahkan
rezekinya akan bertambah dan jalan usahanya akan berkembang.
Dalam surah al Baqarah (2) ayat 261 Allah SWT berfirman “
perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) oleh orang – orang
yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap butir
(tumbuh) seratus.Allah melimpah gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang dia kehendaki .....”.Selain itu, orang yang berinfaq juga akan
mendapat pahala yang besar di akhirat nanti(QS.2:262) dan apa
yang diinfaqkan itu balasannya hanya untuk orang yang berinfaq
(QS.2:272)
Beberapa hadist rasullullah SAW bersabda bahwa infaq
yang paling baik adalah mengenyangkan perut orang lapar
(HR.Al Baihaki dan Anas bin malik), dan diantara amal yang
utama adalah menyambung tali silaturahmi, memberi sesuatu
kepada orng yang tak pernah memberikan (bakhil), dan
memaafkan orang yang pernah menyakiti (H.R.Tabrani dan Muaz
bin jabal). Dari ayat- ayat dan hadist tersebut diatas ulama
sepakat mengatakan bahwa infaq termasuk amal yang sangat
dianjurkan dan sunah hukumnya.
Ketentuan infaq dalam Al Quran, terdapat beberapa
ketentuan yang harus dilakukan dalam berinfaq, diantaranya
dalam berinfaq itu harus dilakukan kepada orang – orang yang
memiliki hubungan yang terdekat dengan orng yang berinfaq,
misalnya, berinfaq kepada kedua orang tua, kerabat terdekat, dan
seterusnya, setelah itu kepada anak – anak yatim, orang – orang
miskin, orng – orang yang sedang dalam perjalanan (QS.2:215).
Orang yang berinfaq hendaknya tidak merasa dirinya lebih
tinggi dari oarang yang diberi infaq. Ia tidak boleh menyakiti hati
orng yang diberinya infaq.misalnya dengan menyebut – nyebut
pemberiannya itu didepan orang lain.(QS.2:262). Orang yang
berinfaq juga tidak berlebih- lebihan infaqny dan juga tidak kikir
jika memang ia mampu memberi infaq yang lebih banyak lagi
8
Nurudin Muhammad Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal,
(Jakarta: PT Grafindo, 2006), h. 9
148 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

(QS.25:67).Selain itu seseorang yang berinfaq hendaknya hanya


mengharapkan keredhaan Allah SWT (QS.2:272) dan untuk
mendekatkan diri kepadaNya(QS.9:99).
Syariat Islam menetapkan etiket atau akhlak bagi orang
yang diberi infaq.Etikaq tersebut antara lain, bahwa orang yang
diberi infaq itu harus mempergunakan pemberian infaq tersebut
untuk hal – hal yang bermanfaat bagi kehidupannya, agamanya
dan masyarakatnyabukan digunakan untuk maksiat atau mubazir,
boros dan lain sebagainya (17:27). Orang – orang yang diberi
infaq ini juga harus menunujukkan rasa terimakasih dihadapan
orang yang memberi sesuatu kepadanya dan pernyataan perlu
akan pemberian itu. Dengan cara demikian, maka orang yang
memberikan sesuatu kepadanya akan merasapuas dan senang,
karena apa yang diberikannya itu berguna bagi yang
bersangkutan.
4. Shadaqah
Shadaqah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh
sesorang kepada orang lain, terutama kepada orang – orang
miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik
jenis, lumlah maupun waktunya.9
Shadaqah dalam konsep Islam mempunyai arti yang luas,
tidak hanya terbatas pada pemberian sesuatu yang sifatnya
material kepada orang – orang yang berhak menerimanya,
melainkan lebih dari itu, shadaqah mencakup semua perbuatan
kebaikan, baik bersifat fisik maupun non fisik.Pada dasarnya,
shadaqah itu hanya dibolehkan apabila benda atau barang yang
disedshdaqahkan milik sendiri, oleh karena itu tidak sah
menyedakahkan sesuatu yang menjadi milik bersama, atau milik
orang lain. Oleh sebab itu pula seseorang isteri tidak dibolehkan
menyedekahkan harta suaminya, tanpa lebih dahulu mendapatkan
izin dasuami itu, tetapi, jika telah berlaku kebiasaan dalam rumah
tangga, bahwa isteri boleh menyedekahkan harta tertentu seperti
makanan, maka ia boleh menyedekahkannya meskipun tidak
minta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Dalam hal ini,
disamping isteri, suamipun mendapat pahala atas usahanya.
Lembaga shadaqah sangat digalakkan oleh ajaran Islam
untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang
lain. Shadaqah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat
9
A. Djazuli, Lembaga Perekonomian Umat, (PT. Raja Grafindo Persada,
2002), h. 4
149 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi
orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk
menyenangkan hati orang lain, termasuk dalam kategori
shadaqah.
Sudah sejak lama konsep zakat infak dan sadaqah (ZIS)
diidealisasikan sebagai panacea untuk memberantas kemiskinan.
ZIS, dalam al Qur`an, memang berkaitan dengan soal kemiskinan.
Dalam rumusan fiqh, zakat, kerapkali disebut juga al ibadah al
maly, yakni pengabdian kepada Allah dalam bentuk
pembelanjaan (al infaq) narga benda.Atau dalam teologi
kontemporer disebut sebagai ibadah yang mengandung dimensi
sosial. Ia merupakan manifestasi hubungan antara manusi sesama
manusia, dengan perinsip mentransfer harta dari yang kaya untuk
yang miskin
5. Pengelolaan zakat , Infaq dan Shadaqah pada Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT)
Kegiatan menghimpun dana adalah kegiatan utama dari
lmbaga keuangan untuk mendapatkan modal agar dapat
menjalankan kegiatan usahanya dengan baik, oleh sebab itu
lembaga keuangan berusaha untuk menawarkan bermacam
produk agar nasabah terpikat hatinya untuk memberikan uangnya
kepada lembaga keuangan tersebut, uang yang dihimpun dari
nasabah tadi oleh lembaga keuangan dipinjamkan lagi ke nasabah
yang membutuhkan uang untu pengembangan usahanya, sehingga
dengan adanya kegiatan ini maka lembaga keuangan mempunyai
kewajiban untuk memberikan balas jasa kepada nasabah yang
meminjamkan uangnya kepada mereka, serta mendapatkan balas
jasa dari nasabah yang meminjam uangnya untuk pengembangan
usahanya tadi,dan selisih dari jasa yang diterimanya dari nasabah
yang memanfaatakan uangnya dikurangi dengan jasa yang harus
dibayarnya kepada nasabah yang telah bersedia meminjamkan
uangnya kepada mereka dari situlah lembaga keuangan
mendapatkan profit.
Zakat, infaq, dan shadaqah adalah salah satu kegiatan
menghimpun dana dari BMT, berbeda dengan penghimpunan
dana diatas yang bertujuan komersial, penghimpunan dana zakat,
infaq dan shadaqah ini bukanlah bertujuan komersial dalam
kegiatan operasional BMT melainkan untuk melaksanakan
kegiatan sosial BMT,karena BMT mempunyai dua fungsi utama
dalam melaksanakan kegiatannya yaitu sebagai lembaga
150 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

keuangan yang bersifat komersial atau mencari laba(baitut


tamwil), dan sebagai lembaga yang bersifat sosial (baitul maal).
Pengelolaan zakat, infaq, dan, shadaqah merupakan
sumber dana terpenting untuk membantu sesama umat Islam, dan
mempunyai potensi yang besar karena merupakan dana yang
tidak akan terputus selama umat Islam masih konsisten dengan
ajarannya. Untuk pengelolaan zakat pada BMT , biasanya BMT
menyediakan satu rekening khusus untuk zakat, infaq, dan,
shdaqah ini, dan bagi nsabah yang akan menyalurkan zakat, infaq
atau shadaqahnya melalui BMT maka BMT akan
memasukkannya ke rekening tersebut.Setelah satu tahun maka
BMT akan menghitung hasil dari uang zakat, infaq dan shadaqah
yang terkumpul kemudian mengalokasikanya untuk kegiatan
sosial BMT,seperti memberi bea siswa kepada anak
dhuafa,membantu pengobatan bagi kaum duafa yang
membutuhkan, memberikan bantuan modal usaha bagi kaum
dhuafa baik untuk pengembangan usahanya maupun untuk
memulai usahanya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat miskin atau kaum dhuafa.
6. Peranan Zakat Infaq dan Shadaqah (Baitul Maal ) dalam
memngembangkan usaha kecil pada operasional Baitul
Maal Wat Tamwil BMT)
Baitul Maal Wat Tamwil, yang disingkat dengan BMT
merupakan lembaga pendukung untuk meningkatkan kualitas
usaha ekonomi pengusaha kecil yang berdasarkan sitem
syariah.BMT dapat dan layak digunakan sebagai mitra usaha bagi
aneka pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya,
olehkarena pola kemitraan merupakan bentuk praktis cara
berjamaah dalam melaksanakan semua urusan muamalah. Sumber
dana yang berasal dari zakat infaq dan shadaqah (ZIS) umat islam
merupakan sumber dana yang insyAllah tidak akan habis karena
akan terus bergulir dan berkelanjutan, Masalah pengelolaan dana
tersebut yang penting diformat agar dikelola profesional,
kemanfaatan semakin baik, amanah dalam penggunaannya dan
tepat sasaran.
Baitul Maal Wat Tamwil merupakan sebuah lembaga
ekonomi yang menggalang kegiatan menabung dan memberikan
pembiayaan padapengusaha kecil. Selain itu, BMT juga
dilengkapi dengan kegiatan Baitul Maal yang lebih bersifat sosial.
Bergabungnya dua kegiatan ini sangat dibutuhkan dalam
151 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

memberdayakan kaum dhuafa. Dalam operasinya BMT


menerapkan sistem syariah.
Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah
kegiatan BMT dalam melaksanakan fungsi sosialnya, atau
sebagai Baitul Maal. Bila fungsi sosial BMT ini dilaksanakan
oleh BMT dengan baik maka kegiatan BMT sebagai Baitul Maal
ini akan mendukung kegiatan BMT sebagai Baituttamwil (fungsi
komersial BMT) yang sasarannya adalah pengusaha kecil karena :
1.Membantu pengusaha kecil (kaum dhuafa) dalam
menanggulangi musibah. Padaumumnya kaum dhuafa sangat
rentan terhadap musibah seperti sakit, kecelakaan dan lain –
lain. Bila musibah ini tidak diatasi, maka mereka akan
menggunakan modal yang didapat dari pembiayaan yang
diberikan oleh BMT kepada mereka untuk mengatasi masalah
tersebut. Oleh karena itu usahanya akan rugi dan BMT juga
akan ikut rugi. Dengan adanya Baitul Maal dalam suatu BMT,
maka pengelola BMT dengan cepat bisa menanggulangi
masalah pengusaha kecil tadi dengan dana ZIS (Zakat , Infaq
dan Shadaqah), sehingga tidak mengganggu modal usahanya.
2.Sebagai dana qardhul hasan untuk mrmulai usaha bagi
pengusaha kecil.
Sebagian kaum dhuafa menjadi miskin karena kehilangan
sumber nafkah mungkin karena sakit atau meninggalnya
pencari nafkah utama, atau hilangnya pekerjaan karena terkena
PHK, tergusur dan lain – lain.Mereka ini perlu dibina untuk
mengembangkan usahanya sendiri. Pada umumnya mereka
belum memiliki keterampilan berusaha. Oleh karena itu
apabilaBMT memberikan pembiayaan kepada mereka maka
BMT akan menanggung resiko yang tinggi bila pembiayaan
mereka ini dimasukan kedalam pembiayaan komersial
BMT.Oleh karena itu pembiayaan untu para pengusaha pemula
ini akan.
3. Menutupi dan membantu pengusaha kecil yang bangkrut.
Baitul Maal bisa juga berfungsi sebagai kolateral (jaminan) bagi
pembiayaan yang diberikan oleh Baituttamwil kepada
pengusaha kecil (dhuafa) terutama dalam sistem ba`i bitsaman
ajil dan murabahah.Bila si pengusaha kecil bangkrut, maka
jaminan dari Baitul Maal bisa diambil oleh Baituttamwil.
4. Sarana mendidik untuk beramal sholeh dan saling tolong
menolong sesama umat Islam. Dengan adanya Baitul Maal,
152 |Fawza Rahmat
Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

maka BMT bisa mendidik anggotanya agar mau berzakat


berinfaq dan bershadaqah sejak dini. Anggota BMT juga
mengetahui untuk apa zakat infaq dan shadaqah mereka
dipergunakan, sehingga mereka merasa bahagia bisa menolong
saudaranya yang lain, baik yang terkena musibah maupun untuk
menumbuhkan usaha baru.bila ada anggota atau nasabah
mempunyai penghasilan yang telah mencapai nisab dan haul
untuk mengeluarkan zakat maal, maka BMT bisa mengarahkan
dan menampung zakat maal ini.
Dengan demikian, kelihatanlah bahwa kehadiran Baitul
Maal sangat penting artinya dan harus berdampingan dengan
Baituttamwil dalam membantu pengusaha kecil (dhuafa) untuk
meningkatkan taraf perekonomian merek, melalui pengembangan
usaha yang mereaka laksanakan sehingga usaha mereka bisa
dipertahankan kelansungan hidupnya. Dari beberapa BMT yang
pernah diwawancarai ada BMT yang hanya melakukan kegiatan
baitul maal saja, seperti hanya menyalurakan bantuan untuk
bencana atau musibah saja ,maka BMT seperti ini tidak biasa
dikatakan BMT tapi lebih cocok diberi nama Baitul Maal saja,
karena hanya menjalankan fungsi sosisal saja dari dua fungsi
BMT yaitu sebagai leembaga keuangan yang berorientasi bisnis
juga berorientasi sosial.
Dilain pihak ada pula BMT yang hanya menjalankan
fungsi bisnisnya saja mereka tidak melakukan kegitan sosialnya
seperti pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah dan BMT yang
hanya melakukan kegiatan bisnisnya sama saja dengan lembaga
keuangan lainnya yang hanya berorientasi hanya kepada profit
saja maka dia lebih cocok hanya diberi nama dengan Baitut
Tamwil saja,sehingga masyarakat tidak mersa tertipu dengan
nama BMT.
BMT yang diharapakan masyarakat terutama masyarakat
pengusaha kecil adalah BMT yang melaksanakan kedua
fungsinya sekaligus dalam operasional nyayaitu sebagai lembaga
komersial dan juga berfungsi sosial sesuai dengan namanya yaitu
BaitulMaal Wat Tamwi (BMT),sehingga masyarakat terutama
umat Islam tidak tertipu dengan lembaga yang hanya meminjam
nama BMT hanya sebagai pelaris nama usahanya belaka..
C. Kesimpulan
Penggabungan Baitul Maal dan Baituttamwil dalam operasional
BMT sangat penting dilaksanakan oleh pengelola BMT agar harapan
153 |Peran Zakat…
Volume III, No. 1, Februari 2017

umat terhadap BMT sebagai lembaga keuangan umat Islam yang


bertujuan membantu masyarakat kecil atau pengusaha kecil (kaum
dhuafa) yang tidak bisa menikmati jasa perbankan,dapat terlaksana
dengan baik, dan masyarakat kususnya umat Islam betul – betul
merasakan bahwa BMT adalah lembaga keuangan syariah milik
mereka, dan mampu membantu mengatasi permasalahan yang
dialaminya terutama dalam hal mendapatkan bantuan modal bagi
pengembangan usaha mereka terutama bagi kaum tak mampu
(dhuafa),karena terlalu sulit bagi mereka untuk memenuhi
persyaratan dan prosedur yang harus dilaluinya untuk menikmati
jasa perbankan tersebut.Batul Maal Wat Tamwillah yang diharapkan
dapat memfasilitasi mereka untuk membantu kesejahteraan dan
kemajuan usaha mereka, agar taraf kehidupan mereka dapat
ditingkatkan.Apabila BMT tidak melaksanakan fungsi sosialnya ini
dengan baik maka harapan masyarakat untuk mengharapakan BMT
sebagai lembaga keuangan alternatif tidak bisa diharapkan,dan BMT
tidak bisa melaksanakan peranan dan fungsinya dengan baik, namun
sebagai lembaga keuangan bersifat bisnis BMT perlu mengelola
keungannya secara professional
D. Rujukan
Aziz Dahlan, Abdul.Ensiklopedi Hukum Islam (edisi 3).Jakarta: PT.
Icktiar Baru Van Hueve.
Daud, Ali Muhammad.1998.Sistem Ekonomi Islam Zakat dan
Waqaf.Jakarta: UI Press.
Djazuli, A.2002.Lembaga Perekonomian Ummat.PT. Raja Grafindo
Persada.
Haroen,Nasrun.2007.Fiqh Muamalah.Jakarta: Gaya Media
Pratama.
M. Ali Nurdin.2006.Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan
Fiskal.PT. Raja Grafindo Persada.
Mardani.2012.Fiqh Ekonomi Syariah.Jakarta: Kencana.
Pinbuk.Pedoman Cara Pembentukan BMT.Jakarta: Balai Usaha
Mandiri Terpadu.
Ridwan. M.2004.Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil.Yogyakarta:
UII Press.
Sudarsono,Hari.2003.Bank dan Lembaga Keuangan
Syari’ah.Yogyakarta: Ekonosia, FE. UII.
Wardi Muslich, Ahmad.2010.Fiqh Muamalah.Jakarta: Amzah.

154 |Fawza Rahmat


Jurnal Al-Karim STAI-YAPTIP Pasaman Barat

PEDOMAN PENULISAN

1. Tulisan merupakan hasil kajian atau hasil penelitian atau book


review tentang masalah-masalah keislaman yang berkaitan dengan
Pendidikan, Psikologi, Ekonomi dan Kajian Keislaman lainnya.
2. Naskah ditulis dalam bentuk essei, berisi gagasan atau analisis
konseptual yang orisinil, yang belum pernah dipublikasikan dalam
penerbitan apapun dan atau tidak dalam proses penerbitan di media
lain.
3. Panjang naskah adalah antara 10-20 halaman kertas kwarto/A.4,
diketik dengan 1,5 spasi atau setara, dengan margin: kiri dan atas 4
cm., serta margin kanan dan bawah 3 cm.
4. Naskah diketik dengan menggunakan huruf/font Times New Roman
untuk Latin, ukuran 12, dan Tradisional Arabic ukuran 18 untuk
tulisan berbahasa Arab, atau ukuran 16 untuk teks Arab kutipan,
seperti kutipan pendapat, dan kutipan ayat dan hadis, sedangkan
dalam catatan kaki (jika ada) maka huruf Latin ukuran font 10 dan
Bahasa Arab dengan font 15.
5. Komponen naskah yang harus ditulis secara jelas secara berurutan
adalah:
a) Judul tulisan
b) Nama penulis, tanpa gelar, dan di sebelah kanan atas nama
penulis diberi footnote dengan tanda (*), di dalamnya dijelaskan
tentang pendidikan terakhir penulis, tempat tugas, dan bidang
studi yang digeluti penulis, serta informasi yang relevan lainnya
c) Abstrak berbahasa asing (Arab-Inggris) dan Abstrak berbahasa
Indonesia (maksimal 100 kata)
d) Kata kunci atau key word dari tulisan
e) Pendahuluan atau prolog
f) Isi (deskripsi dan analisis), yang dapat dibagi kepada beberapa
sub bahasan
g) Kesimpulan
h) Daftar rujukan.
i) Jika tulisan yang dikirim adalah hasil penelitian (riset), maka
harus ditampah dengan memuat; latar belakang, tinjauan pustaka,
tujuan, metode penelitian, dan hasil penelitian.
6. Kutipan harus dijelaskan sumbernya dalam bentuk body note, atau
Footnote.
7. Tulisan harus dilengkapi dengan Daftar Rujukan, yaitu sumber
tertulis yang benar-benar digunakan dalam penulisan naskah. Cara
155 |Pedoman Penulisan
Volume III, No. 1, Februari 2017

penulisan daftar rujukan adalah; nama penulis secara lengkap, yang


mana bagian akhir dari nama penulis ditulis paling awal, dan antara
nama akhir dengan nama selanjutnya diberi batas dengan koma (,);
lalu judul buku yang ditulis italic/miring, kota tempat terbit, nama
penerbit, tahun terbit, cetakan ke. Baris kedua dari buku sumber
harus dimasukkan ke kanan, sejauh 7 spasi. Misalnya:
`Abdul Bâqî, Muhammad Fu’ad, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâzh
al-Qur’ân al-Karîm, Beirût: Dâr al-Fikr, 1987, Cet.I.
8. Tulisan yang akan mendapat prioritas untuk dimuat adalah yang
lulus seleksi oleh tim redaksi menyangkut; a) kebagusan bahasa dan
ketikan, b) kesesuaian dengan bidang ilmu dan topik, orisinilitas,
kedalaman teori, ketepatan metodologi, ketajaman analisis, inovasi,
dan nilai aktual atau kegunaannya, dan c) selama masih tersedia
ruang/halaman. Jika ada tulisan yang lulus seleksi dari sisi poin a-b,
maka tulisan itu akan dimasukkan untuk edisi berikutnya.
9. Naskah yang masuk akan diseleksi, akan diedit tanpa mengubah
substansi, dan yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan.
10. Naskah harus disampaikan kepada tim redaksi dalam bentuk print-
out dan dilengkapi dengan memberikan hardcopy dalam bentuk CD,
atau softcopy melalui flashdisk atau lainnya, atau dengan mengirim
ke email; junalalkarim.staiyaptip@gmail.com
11. Naskah yang sampai ke redaksi akan dibaca tim redaktur, untuk
selanjutnya akan diperoleh hasil dengan kategori; a) diterima mutlak
untuk edisi yang terkini, b) diterima bersyarat/direvisi, c) diterima
tapi ditunda pemuatannya, dan d) ditolak mutlak.
12. Pengiriman tulisan bebas kapan saja, dengan catatan akan dimuat
pada jadual penerbitan Jurnal Al-Karim;
Edisi 1, Februari setiap tahun
Edisi 2, Juli setiap tahun
Sekian.*

156 |Jurnal Al-Karim

Anda mungkin juga menyukai