Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatoglifi membahas studi permukaan epidermal dan
konfigurasinya pada palmar dan plantar. Kata dermatoglyphics berasal dari
kata Yunani dimana "derma" yang berarti kulit dan "glyph" yang berarti
ukiran. Istilah dermatoglyphics pertama kali diciptakan oleh Cummin dan
Midlo pada tahun 1926. Permukaan dermal terbentuk selama bulan ke-3
kehidupan intra uterin dan selesai pada bulan ke-7. Pola sidik jari
ditentukan secara genetik dan sekali terbentuk tidak berubah setelah lahir
atau dengan perubahan lingkungan. Pola sidik jari setiap manusia unik dan
menunjukkan identifikasi pribadi (Bhavana dkk, 2013).
Pengembangan pola dermatoglifi berada di bawah kontrol genetik.
Hal ini terlihat dari kemiripan yang jelas dari dermatoglifi di antara orang-
orang yang berhubungan darah. Setiap kali ada kelainan dalam susunan
genetik orang tua, hal itu diwariskan kepada anak-anak dan tercermin
dalam pola dermatoglifi.
Dermatoglifi memungkinkan sebagai alat bantu diagnostik pada
sejumlah penyakit yang memiliki dasar keturunan yang kuat dan
digunakan sebagai metode untuk skrining anomali. Ada banyak penyakit
diketahui disebabkan oleh gen abnormal, seperti sindrom down, diabetes
melitus, skizofrenia, hipertensi, alzeimer dan lain-lain yang berhubungan
dengan kekhasan pola sidik jari (Bhat dkk, 2014). Dermatoglifi merupakan
salah satu metode yang menunjukkan adanya pola khas sidik jari pada
anak retardasi mental.
Sudut Axial Triradius (ATD) merupakan sudut yang terbentuk antara
titik a, titik t dan titik d pada telapak tangan. Berdasarkan beberapa
penelitian sebelumnya diketahui bahwa sudut ATD memiliki hubungan
dengan beberapa kelainan dan penyakit tertentu. Pada penderita retardasi
mental menunjukkan kisaran sudut ATD <30o sampai >65o (Vashist

Universitas Muhammadiyah Palembang


2

dkk., 2009). Retardasi mental baiknya diidentifikasi pada saat lahir atau
selama awal masa bayi.
Retardasi mental yang juga dikenal sebagai cacat intelektual,
merupakan penyakit kelainan gen. Penyakit ini ditandai dengan tingkat
fungsional intelektual di bawah rata-rata dan keterbatasan yang signifikan
dalam keterampilan hidup sehari-hari (Soetjiningsih dan Ranuh, 2016).
Gen RAB40AL telah dihubungkan dengan Sindrom Retardasi Mental
Martin-Probst X- Linked. Gen ini berperan dalam kejadian abnormalitas
dermatoglifi. Banyak penelitian di luar negeri yang telah mengidentifikasi
pola sidik jari ataupun sudut ATD pada retardasi mental. Salah satunya
penelitian Gaikwat dan Pandhare (2016), memaparkan bahwa terdapat
kekhasan pada sidik jari retardasi mental, dimana pola ulnar loop (59%)
lebih banyak ditemukan dibandingkan kelompok normal. Sedangkan untuk
sudut ATD, penelitian oleh Yamuna dan Dhanalaksmi (2017), bahwa
terjadi peningkatan sudut ATD pada retardasi mental. Untuk di dalam
negeri, penelitian dari Sufitni (2007) menjelaskan bahwa frekuensi pola
arch (3%) pada kelompok retardasi mental dan 0% pada kelompok
normal.
Dermatoglifi kini juga sudah sangat berkembang, khususnya dalam
eksplorasi gambaran pola sidik jari yang khas pada ras-ras atau negara di
dunia. Penelitian Bhasin (2007) melaporkan frekuensi pola whorl tertinggi
pada Mongoloid sebanyak 47%, diikuti Amerika Indian sebanyak 43%, di
Eropa yaitu 36% serta frekuensi paling rendah di Afrika yaitu 27%.
Sedangkan pola loop ditemukan frekuensi yang tertinggi di Afrika 64%,
diikuti Eropa 60%, Amerika Indian 52% dan terendah pada Mongoloid
51%. Frekuensi pola arch tertinggi di Afrika yaitu 9%, diikuti Amerika
Indian 5%, Eropa 4% dan Mongoloid hanya 4%.
Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi corak dan distribusi
dermatoglifi pada anak retardasi mental, sehingga diketahui apakah
terdapat pola sidik jari dan sudut ATD yang khas pada penderita tersebut.
Saat ini, belum ada laporan penelitian dermatoglifi pada anak retardasi

Universitas Muhammadiyah Palembang


3

mental di Palembang, sehingga penulis mengidentifikasi distribusi pola


sidik jari dan sudut ATD pada anak retardasi mental di Palembang.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana distribusi pola sidik jari dan sudut ATD pada anak
retardasi mental di Palembang?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui distribusi pola sidik jari dan sudut ATD pada
anak retardasi mental di Palembang.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui klasifikasi retardasi mental pada anak penderita
retardasi mental di Palembang berdasarkan DSM-IV-TR.
2. Mengetahui distribusi pola sidik jari pada anak retardasi
mental.
3. Mengetahui distribusi besar sudut ATD pada anak retardasi
mental.
4. Mengetahui distribusi pola sidik jari dan sudut ATD yang khas
pada anak retardasi mental.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritik
Dapat menghasilkan informasi yang berguna bagi ilmu
pengetahuan khususnya bidang kedokteran tentang distribusi pola sidik jari
dan sudut ATD yang khas pada anak retardasi mental.

Universitas Muhammadiyah Palembang


4

1.4.2. Manfaat Praktis


1. Dapat menjadi data distribusi pola sidik jari dan sudut ATD
pada anak retardasi mental di Palembang.
2. Sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya.

Universitas Muhammadiyah Palembang


5

1.5. Keaslian Penelitian


Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
Desain
Nama Judul Hasil
Penelitian
Sufitni, Pola Sidik Jari Case Pola sidik jari pada setiap orang,
2007 pada Kelompok control baik retardasi mental maupun
Retardasi Mental normal adalah sama. Perbedaannya
dan Kelompok terletak pada frekuensinya saja.
Normal Perbedaan yang paling mencolok
adalah perbandingan frekuensi pola
arch , yaitu 3% pada kelompok
retardasi mental dan 0% pada
kelompok normal. Rata-rata jumlah
rigi sidik jari kelompok retardasi
mental lebih rendah dibanding
kelompok normal, dengan uji t
berbeda nyata pada p = 0,05.

Bhagwat Study of Palmar Case Peningkatan pola ulnar loop


dan Dermatoglyphics control (68,4%), penurunan pola whorl
Mesram, in Mentally (23,65%), pola arch (4,15%) dan
2013 Retarded radial loop pada anak-anak retardasi
Children mental dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Pola ulnar loop
meningkat secara signifikan di jari
kelingking dan jari tengah pada anak
laki-laki dan perempuan penderita
retardasi mental , namun whorl, arch
dan radial loop berkurang secara
signifikan pada kedua jenis kelamin
dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Nilai rata-rata untuk sudut ATD
meningkat pada anak laki-laki
retardasi mental (kanan-51,79 dan
kiri-51,03) dan perempuan (kanan-
50.15 dan kiri-51.68) dibandingkan
dengan anak laki-laki normal
(kanan-43.77 dan kiri-43.61) dan
perempuan (kanan-43.59 dan kiri-
43.92).

Vashist, Axial triradius as Case Peneliti melaporkan rata-rata sudut


Yadav, a preliminary control ATD individu normal di kisaran
Neelka, diagnostic tool in 44,5o. Sudut ATD yang lebih tinggi
dan patients of mental dilaporkan terjadi pada beberapa
Kumar, retardation kasus retardasi mental. Rentang
2009 sudut ATD normal adalah dari 30o
sampai 65o, dimana beberapa kasus
retardasi mental menunjukkan
kisaran <30o sampai > 65o.

Universitas Muhammadiyah Palembang


6

Soman , Fingerprint Case Ulnar loop memiliki kejadian


Avadhani , Pattern control tertinggi pada kedua kelompok,
Nallatham, Characteristics retardasi mental (54%) dan
Jacob dan Of Intellectually kelompok kontrol (64,3%).
Joseph, Disabled Radial loop (7,8%) pada retardasi
2015 Children - An
mental, sedangkan 3,4% pada
Original Study
kelompok kontrol. Pola arch
terlihat paling sedikit pada
retardasi mental (4%) sedangkan
pada kelompok kontrol yaitu
6,3%. Pola whorl memiliki angka
kejadian yang sama pada kedua
kelompok.

Yamuna Dermatoglyphics Case Pada anak retardasi mental


dan Study In Children control didapatkan pola arch (7%), loop
Dhanalaks With Mental (27%) and whorl (9%) dibandingkan
mi, 2017 Retardation dengan kelompok kontrol. Dalam
pola sidik jari, ada peningkatan
frekuensi ulnar loop yang terlihat
pada kelompok retardasi mental
daripada pola lainnya.
Peningkatan nilai rata-rata sudut
ATD secara statistik pada anak-anak
retardasi mental dari kedua jenis
kelamin diamati dalam penelitian ini.
Sudut ATD pada anak RM diamati
tangan kanan (80,31o) dan kiri (76,6
o
). Pada kelompok kontrol, sudut
ATD mereka rata-rata tangan kanan
(39,46o) dan tangan kiri (39,56o).

Gaikwat Dermatoglyphics Case Ada peningkatan yang signifikan


dan In Mentally control dalam pola ulnar loop (59%) dan
Pandhare, Retarded pengurangan pola whorl (31%) pada
2016 Children retardasi mental dibandingkan
dengan anak normal yaitu ulnar loop
(51,6%) dan whorl (42%)
Ada pelebaran sudut ATD pada
anak-anak retardasi mental (67%)
dibandingkan dengan anak normal
(48,6%).

Kiran, Rai Dermatoglyphics Case Ada korelasi statistik yang signifikan


dan Hegde, as a noninvasive control ditemukan yaitu peningkatan
2010 diagnostic tool in frekuensi loop dan garis lipatan
predicting mental Simian di antara anak retardasi
retardation mental.

Universitas Muhammadiyah Palembang


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Dermatoglifi
Dermatoglifi atau pola sidik jari didefinisikan sebagai gambaran
sulur-sulur dermal yang pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak
tangan dan telapak kaki. Secara anatomis dermatoglifi akan membuat
permukaan kasar pada telapak tangan jari tangan, telapak kaki, dan jari
kaki yang berfungsi dalam membantu proses memegang atau berpijak
sehingga tidak tergelincir. Sidik jari terbentuk pada bulan ke empat di
masa kehamilan dan tidak akan berubah hingga setelah proses kelahiran
(Langman, 2014). Pembentukan dermatoglifi dimulai dengan proliferasi
sel epitel basal epidermis volar pada sekitar minggu ke-10 sampai minggu
ke-11 kehamilan. Sel-sel kemudian membentuk lipatan-lipatan dan
menjadi rigi epidermis. Sidik jari terbentuk dengan bantuan beberapa gen
yang berperan, oleh sebab itu sidik jari bersifat khas pada setiap individu.
Terdapat tiga pola sidik jari secara umum yaitu whorl, arch, dan loop
(Field, 2015). Rata-rata pola sidik jari pada tangan manusia sekitar 5%
dengan pola arch, 25-30% merupakan pola whorl, dan 65-70% adalah pola
sidik jari loop (Suryo, 2001). Penelitian Cummins & Midlo pada tahun
1926 menyebutkan bahwa pola arch pada dermatoglifi kelompok
Mongoloid hanya sekitar 2-3%.
Ada tiga bentuk sidik jari yaitu busur (arch), tabung (loop), dan
lingkaran (whorl). Bentuk pokok tersebut terbagi lagi menjadi beberapa
sub-group yaitu bentuk busur terbagi menjadi plain arch dan tented arch,
bentuk sangkutan terbagi menjadi ulnar loop dan radial loop, sedangkan
bentuk lingkaran terbagi menjadi plain whorl, central pocket loop whorl,
double loop whorl dan accidental whorl. Perbedaan utama dari ketiga
bentuk pokok tersebut terletak pada keberadaan core dan delta pada
lukisan sidik jarinya (Campbel, 2017)

Universitas Muhammadiyah Palembang


8

Gambar 2.1. Titik Core dan Delta


Sumber: Romi dan Devi , 2013

Campbel (2017) menjelaskan pola sidik jari terdiri dari bentuk:


1. Loop (Tabung)
Loop adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau lebih
datang dari satu sisi lukisan, melereng, menyentuh atau melintasi
suatu garis bayangan yang ditarik antara delta dan core, berhenti atau
cenderung berhenti kearah sisi semula. Syarat-syarat (ketentuan) loop:
a. Mempunyai sebuah delta.
b. Mempunyai sebuah core.
c. Ada garis melengkung yang cukup.
d. Mempunyai bilangan garis (Ridge Counting) >= 1.
Bentuk loop terdiri dari 2 jenis, yaitu:
a. Ulnar loop: garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang
searah dengan kelingking, melengkung ditengah pokok lukisan
dan kembali atau cenderung kembali ke arah sisi semula.
b. Radial loop: garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang
searah dengan jempol, melengkung di tengah pokok lukisan dan
kembali atau cenderung kembali ke arah sisi semula.

2. Arch (Busur)
Arch merupakan bentuk pokok sidik jari yang semua garis-
garisnya datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung
mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik
ditengah-tengah. Arch terdiri dari:

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

a. Plain Arch adalah bentuk pokok sidik jari dimana garis-garis


datang dari sisi lukisan yang satu mengalir ke arah sisi yang lain,
dengan sedikit bergelombang naik ditengah.
b. Tented arch (Tiang Busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang
memiliki garis tegak (upthrust) atau sudut (angle) atau dua atau
tiga ketentuan loop.
3. Whorl (Lingkaran)
Whorl adalah bentuk pokok sidik jari, mempunyai 2 delta dan
sedikitnya satu garis melingkar di dalam pattern area, berjalan
didepan kedua delta. Jenis whorl terdiri dari plain whorl, central
pocket loop whorl, double loop whorl dan accidental whorl (Campbel,
2017).

A B C

Gambar 2.2. Pola Sidik Jari Plain Whorl (A), Plain Arch (B) dan Radial Loop (C)
Sumber: Romi dan Devi, 2013

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

Gambar 2.3. Pola Sidik Jari


Sumber: Romi dan Devi, 2013
Keterangan:
A: Simple arch
B: Tented arch
C,D: Loop (Ulnar atau radial)
E: Simple whorl
F: Central pocket whorl
H: Accidental whorl
G: Double loop whorl

2.1.2. Sudut Axial triradius (ATD)


Selain pada sidik jari, pada telapak tangan juga dapat dilihat adanya
suatu gambaran berupa sudut disebut sudut ATD yang menghubungkan
titik triradius di bawah jari telunjuk, triradius distal, dan triradius di
bawah jari kelingking. Sudut ATD merupakan sudut yang terbentuk
antara titik a, titik t, dan titik d. Titik triradius adalah titik yang dibentuk
oleh tiga sulur yang mengarah ketiga arah dengan sudut 120o. Cara

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

perhitungan besar sudut ATD yaitu dengan menentukan letak triradius


pada telapak tangan mulai dari pangkal jari ke II sampai dengan pangkal
jari ke V. Titik triradius diberi nama mulai dari jari ke II = a, jari ke III =
b, jari ke IV = c, jari ke V = d. Titik pada pertengahan pangkal telapak
tangan adalah titik (t). Titik a dan d dihubungkan pada titik t, membentuk
sudut ATD pada telapak tangan. Rata-rata sudut ATD normal adalah
antara 35° – 50° (Aida, 2014). Semakin distal sudut ‘t’ maka sudut ATD
akan semakin melebar.
Pada pola sidik jari dapat kita temukan adanya gambaran triradius.
Adapun yang dimaksud dengan triradius adalah titik pertemuan tiga garis
dari asal yang berbeda. Pada pola arch tidak ditemukan adanya pola
melainkan hanya garis lengkung sehingga tidak ada titik triradius dan bila
mau dilakukan penghitungan garis-garis jumlahnya adalah nol. Tipe loop
hanya mempunyai satu triradius, dekat titik pusat, untuk menghitung
jumlah garis yang dibentuk oleh pola tertentu dengan menghubungkan
pada triradius. Pola whorl ada dua triradius dan penghitungan jumlah garis
bisa dilakukan dua arah dimana biasanya jumlah garis berbeda pada
masing-masing sisi (Sintaningtyas dkk, 2009).
Menurut penelitian oleh Yamuna dan Dhanalaksmi (2017), bahwa
terjadi peningkatan sudut ATD pada retardasi mental. Rentang sudut ATD
normal adalah dari 30o sampai 65o, dimana beberapa kasus retardasi
mental menunjukkan kisaran <30o sampai > 65o (Vashist dkk, 2009).

Gambar 2.4. Sudut ATD pada Telapak Tangan


Sumber: Romi dan Devi, 2013

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

2.1.3. Proses Pembentukan Sidik Jari


Mulvihill dan Smith (1969) menyatakan bahwa 6-8 minggu sesudah
konsepsi mulai terbentuk bakal garis tangan yang berbentuk balon kecil.
Balon kecil ini mulai tertarik ke belakang saat 10-12 minggu sesudah
konsepsi. Garis-garis tangan mulai muncul pada saat 13 minggu sesudah
konsepsi dan pola garis tangan sudah sempurna terbentuk pada usia 21
minggu sesudah konsepsi. Garis-garis tangan ini tidak akan berubah dari
sejak lahir sampai selama hidup bahkan sampai mati. Pola dermatoglifi
antara satu orang terhadap yang lain tidak mungkin mempunyai gambaran
yang persis sama. Pada kelainan yang disebabkan adanya kelainan
kromosom, dermatoglifi menunjukkan kelainan pola, bentuk, ukuran, dan
kompleksitas yang khas, sehingga dermatoglifi dapat dipakai sebagai
pembantu diagnosis.
Sidik jari adalah salah satu bagian yang diperiksa pada dermatoglifi
yang merupakan gambaran yang terdapat pada kulit ujung jari yang
terbentuk sejak embrio dan tetap dipertahankan tanpa perubahan sampai
mati. Gambaran sidik jari khas untuk seseorang, karena perwujudan gen-
gen dalam dirinya. Hal ini mengakibatkan pola gambaran sidik jari ini
dapat dipakai sebagai cap pribadi. Pola dermatoglifi merupakan salah satu
variasi biologis yang berbeda dari satu kelompok ras dengan kelompok
yang lain, antara perempuan dan laki-laki bahkan kembar monozigot.
Sebelum kehamilan 12 minggu, faktor lingkungan dapat mempengaruhi
dermatoglifi. Hal inilah yang menyebabkan banyak ahli yang menduga
setiap gangguan lingkungan sebelum usia 12 minggu kehamilan dapat
mempengaruhi perkembangan embrio dan juga dapat mempengaruhi garis
tangan dan sidik jari. Pola dermatoglifi ini juga tidak akan berubah sejak
usia kehamilan 21 minggu, sehingga sudah sejak lama dermatoglifi
digunakan sebagai alat identifikasi diri (Bhavana dkk, 2013).

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

2.1.4. Definisi Retardasi Mental


Terdapat berbagai macam definisi mengenai retardasi mental. World
Health Organization (Menkes, 1990) menyatakan bahwa retardasi mental
adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Seseorang dikatakan
retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum di bawah normal
2. Terdapat kendala para perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangannya, yaitu di bawah usia
18 tahun
Retardasi mental adalah anak yang mempunyai IQ di bawah 70 atau
75, onset sebelum 18 tahun, dan terdapat keterbatasan pada keterampilan
adaptif (yaitu keterbatasan dalam berkomunikasi, menolong diri sendiri,
home living, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengarahkan diri,
kesehatan, keamanan, fungsi akademik, menggunakan waktu luang dan
bekerja (Soetjiningsih dan Ranuh, 2016).

2.1.5. Klasifikasi Retardasi Mental


Klasifikasi retardasi mental menurut Soetjiningsih dan Ranuh
(2016) terdiri dari:
1. Klasifikasi menurut American Association Mental Deficiency (AAMD)
dan WHO sebagai berikut:

Tabel 2.1. Subklasifikasi Retardasi Mental


Derajat AAMD WHO
Ringan 55-69 50-70
Sedang 40-54 35-49
Berat 25-39 20-34
Sangat Berat 0-24 0-20
Sumber: Soetjiningsih dan Ranuh, 2016

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

2. Menurut Melly Budhiman (1991)


a. Retardasi mental tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak
dini, karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebab
sering adalah kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu
perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada
kelas sosial tinggi atau rendah. Orangtua anak penderita retardasi
mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan karena mereka
melihat sendiri kelainan pada anaknya.
b. Retardasi mental tipe sosiobudaya
Tipe sosiobudaya baru bisa dideteksi ketika anak sudah
mencapai usia sekolah. Diagnosis ditegakkan setelah anak masuk
sekolah dan tidak dapat mengikuti pelajaran yang diberikan.
Biasanya tipe ini dikenal dengan borderline atau retardasi mental
ringan.
3. Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR)
AAMR hanya membagi retardasi mental menjadi 2 kategori yaitu
retardasi mental ringan dan berat.

Tabel 2.2. Perbedaan Kriteria Retardasi Mental Berdasarkan DSM-


IVTR dan AAMR
Derajat DSM-IV-TR AAMR
Ringan 55-69 51-75
Sedang 40-54
Berat 25-39 <50
Sangat Berat <24
Sumber: Soetjiningsih dan Ranuh, 2016

AAMR hanya membedakan retardasi mental ringan dan berat.


Pembagian ini berdasarkan kriteria yang lebih alamiah, antara lain
berdasarkan meningkatnya likehood dari:
a. Penyebab yang dapat diidentifikasi.
b. Komorbid kesehatan, perilaku, dan gangguan psikiatrik.

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

c. Ketidakmampuan untuk mengikuti pendidikan formal.


d. Kebutuhan untuk perwalian nanti kalau sudah dewasa pada
retardasi mental berat.
4. Klasifikasi berdasarkan pendidikan dan bimbingan
Pembagian retardasi mental berdasarkan pendidikan dan
bimbingan terdiri dari:

Tabel 2.3. Klasifikasi berdasarkan Kemampuan untuk Dididik/Bimbingan


Kategori IQ Pendidikan Bimbingan Prevalen
Ringan 55-70 Mampu didik Kadang-kadang 0,9-2,7 %
Sedang 40-54 Mampu latih Terbatas
Berat 25-39 Tidak mampu latih Ekstensif 0,3-0,4 %
Sangat Berat <25 Tidak mampu latih Pervasif
Sumber: Soetjiningsih dan Ranuh, 2016

Retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental


tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan
sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.
Bimbingan untuk retardasi mental tergantung pada tingkat kemandirian
anak. Pada retardasi mental berat, anak perlu bimbingan secara intensif,
sedangkan yang sangat berat perlu bimbingan pervasif.
5. Klasifikasi berdasarkan ada dan tidaknya komorbid
a. Retardasi mental dengan kelainan dismorfik
Lebih mudah untuk menegakkan diagnosis pada tipe ini.
Biasanya disertai dengan gangguan mental dan perilaku.
b. Retardasi mental tanpa kelaian dismorfik
Seringkali didiagnosis pada usia yang lebih tua (saat tuntutan
akademik lebih menonjol), jarang dengan kondisi medis tertentu
dan biasanya nampak seperti orang normal.

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

2.1.6. Faktor Penyebab Retardasi Mental


Menurut Sebastian (2002) dalam Soetjiningsih dan Ranuh (2016)
faktor penyebab Retardasi Mental adalah:
1. Pranatal
a. Chromosomal Aberrastion
1. Sindrom Down
Sekitar 95% kasus sindrom down disebabkan trisomi 21,
sisanya disebabkan oleh translokasi dan mosaic.
2. Delesi
Contoh, sindrom cri-du-chat disebabkan dilesi pada
kromosom 5p3.
3. Sindrom Malforasi akibat mikrodilesi
Contoh, sindrom Prader-Willi (paternal origin) dan
Angelman (maternal origin) terjadi mikrodelesi pada
kromosom 15q11-12, terdapat perbedaan fenotip karena
mekanisme imprinting.
b. Disorders with autosomal-dominant inheritance
Contoh adalah tuberous sclerosis yang disebabkan oleh
mutasi gen pada pembentukan lapisan ektodermal dari fetus. Bila
diagnosis tuberous sclerosis ditegakkan,kedua orangtuanya harus
diperiksa, karena beresiko kejadian dan dapat berulang 50% pada
setiap kehamilan.
c. Disorder with autosomal-recessive inheritance
Sebagian besar penyakit metabolik mengikuti kategori ini,
contohnya adalah phenylketonuria (PKU), penyakit metabolik
yang banyak diketahui. Gangguan ini pertama kali diketahui pada
tahun 1934 oleh Folling pada anak dengan Retardasi Mental.
d. X-linked Mental Retardation
Fragile X syndrome merupakan penyebab kedua Retardasi
Mental, setelah Sindrom Down. Kelainan kromosom terjadi pada
lokasi Xq27,3.
1. Infeksi sitomegalovirus kongenital dapat menyebabkan

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

mikrosefali ganguan pendengaran sensorineural, dan retardasi


psikomotor.
2. Toksoplasmosis congenital mengakibatkan 20% bayi yang
terinfeksi mengalami kelainan hidrosefalus, mikrosefalus,
gangguan perkembangan psikomotor, mata, dan pendengaran.
3. HIV congenital dapat menyebabkan ensefalopati, yang
ditandai oleh mikrosefali, kelainan neurologi progresif,
retardasi mental, dan gangguan perilaku.
e. Zat-zat racun
Zat teratogen yang terpenting pada ibu hamil adalah etanol,
yang dapat menyebabkan fetal alcohol syndrome (FAS). Alkohol
menyebabkan 3 kelainan utama yaitu : 1. Gambaran dismorfik (bila
terpajan pada tahap organogenesis), 2. Retardasi pertumbuhan
prenatal dan pascanatal, 3. Disfungsi susunan saraf pusat (SSP),
termasuk retardasi mental ringan atau sedang, perkembangan
motorik lambat, hiperaktivitas.
f. Toksemia kehamilan dan insufiensi plasenta
Intrauterine growth retardation (IUGR) banyak
penyebabnya. Penyebab yang penting adalah toksemia kehamilan
yang dapat mengakibatkan kelainan pada SSP. Prematuritas dan
terutama IUGR merupakan predisposisi komplikasi perinatal, yang
bisa mempengaruhi SSP dan menimbulkan masalah perkembangan
lainnya.
2. Perinatal
a. Infeksi
Infeksi pada peroide neonatal dapat ,menyebabkan
gangguan perkembangan, misalnya herpes simpleks tipe 2 yang
dapat menyebabkan ensefalitis dan sekuelenya. Infeksi bakteri
yang menyebabkan sepsis dan meningitis dapat mengakibatkan
hidrosefalus.
b. Masalah Kelahiran
Asfiksia berat, prematuritas, trauma lahir, dan gejala-gejala

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

neurologis pada masa bayi harus diwaspadai sebagai faktor risiko


retardasi mental.
c. Masalah perinatal lainnya
Misalnya, pada retinopathy of prematurity (fibroplasias
retrolental) karena pemakaian oksigen 100% pada bayi prematur,
selain mengakibatkan kebutaan juga dapat mengakibatkan
kerusakan SSP dan retardasi mental. Demikian pula,
hiperbillirubinemia dapat menyebabkan kern ikterus dan retardasi
mental.
3. Pascanatal
a. Infeksi, misalnya ensefalitis dan meningitis
b. Zat-zat racun, misalnya keracunan logam-logam berat
c. Penyebab pascanatal lainnya, misalnya tumor ganas pada otak,
trauma kepala pada kecelakaan, hampir tenggelam (near-
drowning)
d. Masalah psikososial, misalnya deprivasi maternal, kurang
stimulasi, kemiskinan
e. Penyebab tidak diketahui
Sekitar 30% penyebab retardasi mental berat dan 50% retardasi
mental ringan tidak diketahui. Kebanyakan anak yang menderita
retardasi mental ini berasal dari golongan sosial dan ekonomi
rendah karena kurangnya stimulasi dari lingkungannya, yang
secara bertahap menurunkan IQ bersamaan dengan terjadinya
maturasi. Demikian pula, keadaan sosial ekonomi rendah dapat
menjadi penyebab organik retardasi mental, misalnya logam berat
yang subklinik dalam jangka waktu lama dapat mempengaruhi
kemampuan kognitif.

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

2.1.7. Hubungan Sidik Jari dan Sudut ATD dengan Retardasi Mental
Perempuan dengan duplikasi Xq bermanifestasi fenotip abnormal
dari perwakan pendek, retardasi mental, dan dismorfis wajah. Namun, ada
perbedaan fenotip perempuan dengan duplikasi (X) karena terbatasnya
disomi fungsional untuk menduplikasikan material pada kromosom X,
perbedaan antar individu pada pola inaktivasi-X dan ekspresi gen mutan
resesif pada kromosom X aktif atau disrupsi gen oleh pengaturan kembali
kromosom.
Gen ZNF711 (OMIM 314990) mengkodekan protein zinc finger
dengan fungsi yang tidak diketahui. Ini memiliki domain potensial amino-
terminal yang diikuti oleh 12 domain Zn-C2H2 berturut-turut yang
berpotensi terlibat dalam aktivasi transkripsi dan pengikatan DNA khusus.
ZNF711 mencakup 7 ekson dan diekspresikan di area otak tertentu dan
pada jaringan saraf. Pada tahun 2009, Tarpey dkk. mengurutkan
pengkodean ekson dari kromosom X pada 208 keluarga dengan
keterbelakangan mental terkait-X. Mereka mengidentifikasi dua mutasi
pemotongan pada gen ZNF711 pada dua keluarga yang tidak terkait.
Sismani dkk. (2013) juga melaporkan seorang pasien dengan beberapa
kelainan bawaan yang memiliki duplikasi 14,8 Mb yang diwariskan dari
ibu sebelum melahirkan, yang mewarisi secara maternal 14,8 Mb Xq13.2-
q21.31 termasuk gen ZNF711.
Kode gen SRPX2 (OMIM 300642) untuk protein pengulang sushi
yang disekresikan dan diekspresikan dalam neuron otak manusia dewasa,
termasuk area rolandic pada kromosom Xq22. Mutasi pada gen SRPX2
telah diidentifikasi bertanggung jawab atas penyakit rolandik yang terkait
dengan dyspraxia oral dan dyspraxia speech dan keterbelakangan mental
pada keluarga di Prancis generasi ke-3.
Gen RAB40AL (OMIM 300405) telah dikaitkan dengan sindrom
retardasi mental Mar-tin-Probst X-linked (XRXSMP; OMIM 300519).
XRXSMP mencakup berbagai fenotipe termasuk gangguan pendengaran
sensorineural bawaan, keterbelakangan mental, perawakan pendek, hernia
umbilikal bawaan, dismorfisme wajah, gigi abnormal, puting susu jarak

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

jauh, dan abnormalitas dermatoglifi. Mutasi yang menyebabkan


abnormalitas dermatoglifi ini terjadi saat embriogenesis pada kehamilan
dalam rentang minggu ke 6-8 sampai minggu ke-21 (Jin dkk, 2015).

2.2. Kerangka Konsep

Organik:
1. Faktor prakonsepsi
2. Faktor pranatal

Embriogenesis

Mutasi gen RAB40AL

Retardasi
mental

Abnormalitas
Dermatoglifi

Pola sidik jari Sudut ATD

Gambar 2.5. Kerangka Teori


Sumber: Soetjiningsih dan Ranuh,2016

Ket: : Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode survey dan pendekatan cross sectional. Rancangan
cross sectional merupakan rancangan penelitian yang pengukuran atau
pengamatannya dilakukan secara simultan pada suatu saat atau sekali
waktu (Sastroasmoro, 2014).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2017 sampai dengan Januari
2018 di Bina Autis Mandiri dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat
Palembang.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh penderita retardasi mental yang
telah didiagnosis oleh dokter menurut kriteria DSM-IV-TR di Bina Autis
Mandiri dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Palembang.

3.3.2. Sampel dan Besar Sampel


Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
total sampling pada semua penderita retardasi mental di Bina Autis
Mandiri dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Palembang.

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


A. Inklusi
1. Anak yang sudah didiagnosis menderita retardasi mental
oleh dokter menurut kriteria DSM-IV-TR melalui rekam
medik.

B. Eksklusi
1. Anak-anak yang memiliki cacat pada tangan yang
menyebabkan sidik jari dan telapak tangan tidak dapat
dicetak.
2. Orang tua atau wali yang tidak mengizinkan anaknya untuk
ikut serta dalam penelitian.

3.4. Variabel Penelitian


Variabel pada penelitian ini meliputi retardasi mental, pola sidik jari
dan besar sudut ATD.

3.5. Definisi Operasional


Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Skala Hasil Ukur
Ukur Ukur
Retardasi Suatu kondisi yang Melihat Rekam Interval Ringan:
Mental ditandai oleh intelegensi catatan medik IQ 55-69
rendah yang rekam medik Sedang:
menyebabkan IQ 40-54
ketidakmampuan Berat:
individu untuk belajar IQ 25-39
dan beradaptasi terhadap Sangat berat:
tuntunan masyarakat IQ<24
atas kemampuan yang (Soetjiningsih
dianggap normal dan Ranuh,
(Soetjiningsih dan 2013)
Ranuh, 2013)

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

Pola Sidik Lekukan yang Identifikasi Lipstik, Nominal 1. Simple


Jari ditimbulkan oleh garis- pola sidik kertas arch
garis paralel yang jari observasi, 2. Tented
membentuk pola pada jari arch
phalanx distal dan tangan, 3. Ulnar loop
palmar (Abdussalam & lup. 4. Radial
Desasfuryanto, 2014) loop
5. Simple
whorl
6. Central
pocket
loop
whorl
7. Double
loop
whorl
8. Accidenta
l whorl
(Campbel,
2017)

Sudut Sudut yang terbentuk Observasi Cap Nominal 1. <35o


ATD antara titik a, titik t, dan telapak 2. 35° – 50°
titik d (Aida, 2014). tangan 3. >50o
dan busur (Aida,
2014)

3.6. Cara Kerja


Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi sidik jari dan sudut ATD. Sedangkan
pada data sekunder yaitu rekam medik. Cara kerjanya sebagai berikut:
A. Data primer
1. Pola sidik jari
a. Dioleskan lipstik pada satu ruas ujung jari tangan bagian
dalam, dengan cara 1 kali olesan menutupi semua permukaan.
Hal ini dilakukan pada kesepuluh jari tangan.
b. Ditempelkan ujung jari yang diberi lipstik di atas kertas
observasi kemudian menekannya sehingga terbentuk cetakan
pola sidik jari.
c. Dianalisis dengan satu orang menggunakan bantuan kaca
pembesar (lup) untuk melihat pola sidik jari yang terbentuk.

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

2. Sudut ATD
a. Ditempelkan telapak tangan pada bantalan stempel yang diberi
tinta secara merata sampai menutupi seluruh permukaaan
telapak tangan.
b. Diletakkan telapak tangan yang telah diberi tinta di atas kertas
observasi kemudian menekannya sehingga terbentuk sidik
telapak tangan.
c. Pada cetakan yang telah terbentuk di kertas observasi, tentukan
titik a, t, dan d.
d. Ditarik garis dari titik a, t, dan d.
e. Ukur sudut ATD yang terbentuk menggunakan busur.

Gambar 3.1. Cara Menentukan Sudut ATD


Sumber: Lakshmana, 2017

B. Data sekunder
Data sekunder penelitian berupa hasil diagnosis retardasi mental
oleh dokter yang dilihat pada catatan rekam medik.

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

3.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat untuk dihitung
distribusi frekuensi pola sidik jari dan besar sudut ATD.

3.8. Alur Penelitian

Populasi

Kriteria Inklusi: Kriteria Eksklusi:


1. Anak yang sudah 1. Anak-anak yang memiliki
didiagnosis menderita cacat pada tangan yang
retardasi mental oleh menyebabkan sidik jari
dokter melalui rekam tidak bisa dicetak.
medik. 2. Orang tua atau wali yang tidak
mengizinkan anaknya untuk
ikut serta dalam penelitian.

Sampel

Pola sidik jari Besar sudut ATD

Analisa data
penelitian

Hasil dan
Pembahasan

Simpulan dan
Saran

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Anak retardasi mental di Yayasan Bina Autis Mandiri dan Yayasan
Pembinaan Anak Cacat Palembang yang didiagnosis retardasi mental
sebanyak 90 orang, namun hanya 78 data yang dapat dianalisis sedangkan 12
data tidak dapat dianalisis dikarenakan terdapat bekas luka pada jari-jari
tangan, responden menolak dan responden tidak hadir saat penelitian.

4.1.1. Usia Anak Retardasi Mental


Distribusi frekuensi usia anak retardasi mental dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Usia Anak Retardasi Mental
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
6-10 25 32,05
11-15 31 39,74
16-20 20 25,64
21-25 2 2,57
Total 78 100

Usia anak retardasi mental pada penelitian ini merupakan usia


saat dilakukannya penelitian, bukan usia pada saat responden
didiagnosis menderita retardasi mental. Usia anak retardasi mental yang
ditemukan pada penelitian ini antara 7-24 tahun. Usia terbanyak adalah
rentang usia 11-15 tahun yaitu 39,74%, sedangkan usia paling sedikit
adalah rentang usia 21-25 tahun sebesar 2,57%.

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

4.1.2. Intelligence Quotient (IQ) Anak Retardasi Mental


Retardasi mental diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu
ringan , sedang, berat dan sangat berat. Klasifikasi retardasi mental ini
didasarkan menurut kriteria DSM-IV-TR.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi IQ Anak Retardasi Mental
Kategori IQ Frekuensi (n) Persentase (%)
Ringan 47 60,3
Sedang 31 39,7
Berat 0 0
Sangat berat 0 0
Total 78 100

Nilai IQ pada penelitian ini didapatkan dari data rekam medik di


bagian kesiswaan yayasan. Nilai IQ dengan frekuensi tertinggi yaitu
pada kategori ringan sebanyak 47 orang (60,3%), sedangkan untuk
frekuensi terendah pada kategori berat dan sangat berat (0%).

4.1.3. Pola Sidik Jari Anak Retardasi Mental

Distribusi pola sidik jari responden dapat dilihat pada tabel 4.3.
Distribusi dihitung berdasarkan jumlah jari tangan, yaitu sebanyak 780
jari tangan.
Tabel 4.3. Distribusi Pola Sidik Jari pada Anak Retardasi Mental
Pola Sidik Jari Frekuensi (n) Persentase (%)
Simple Arch 11 1,4
Tented Arch 32 4,1
Ulnar Loop 455 58,3
Radial Loop 12 1,5
Simple Whorl 204 26,2
Central Pocket Whorl 31 4
Accidental Whorl 6 0,8
Double Loop Whorl 29 3,7
Total 780 100

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

Pola sidik jari pada anak retardasi mental di Yayasan Bina Autis
Mandiri dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat Palembang meliputi ke-
delapan pola sidik jari yaitu, simple arch, tented arch, ulnar loop,
radial loop, simple whorl, central pocket whorl, accidental whorl dan
double loop whorl. Pola sidik jari diperoleh dari lima jari tangan kanan
dan lima jari tangan kiri. Sehingga dari 78 responden didapatkan 780
pola sidik jari. Pola sidik jari terbanyak yaitu pada pola ulnar loop
sebanyak 455 jari tangan (58,3%). Sedangkan frekuensi terendah yaitu
pada pola accidental whorl sebanyak 6 jari tangan (0,8%).

Universitas Muhammadiyah Palembang


29

Tabel 4.4. Distribusi Kombinasi Pola Sidik Jari per Sepuluh Jari
Tangan pada Setiap Anak Retardasi Mental
Jumlah Pola Sidik Jari per Sepuluh Jari Frekuensi Persentase
Tangan (Orang) (%)
1 pola UL 8 10,3
SW 1 1,3
2 pola SW + UL 11 14,1
UL + TA 4 5,1
SW + RL 1 1,3
SA + TA 1 1,3
UL + CPW 3 3,7
UL + DLW 1 1,3
UL + RL 4 5,1
SW + DLW 1 1,3
UL + SA 1 1,3
3 pola DLW + UL + SW 11 14,1
SW + UL + CPW 14 17,9
SW + RL + UL 1 1,3
UL + RL + TA 1 1,3
UL + SW + TA 2 2,5
SA + UL + TA 1 1,3
SW + AW + UL 2 2,5
UL + DLW + TA 1 1,3
UL + TA + CPW 1 1,3
UL + SA + SW 1 1,3
4 pola SA + TA + UL + SW 1 1,3
SW + RL + AW + DLW 1 1,3
SW+ UL + RL + CPW 1 1,3
SW + UL + DLW + CPW 1 1,3
5 pola TA + CPW + SW + UL + RL 1 1,3
AW + SW + CPW + DLW + UL 1 1,3
SW + RL + UL + TA + DLW 1 1,3
Total 78 100
Keterangan:
SA: Simple arch
TA: Tented arch
UL: Ulnar loop
RL: Radial loop
SW: Simple whorl
CPW: Central pocket whorl
AW: Accidental whorl
DLW: Double loop whorl

Universitas Muhammadiyah Palembang


30

Pada tabel 4.4 menjelaskan bahwa setiap individu memiliki


variasi jumlah pola sidik jari pada kesepuluh jari tangannya, mulai dari
1 pola hingga 5 pola sidik jari. Variasi pola sidik jari terbanyak per
sepuluh jari individu yaitu simple whorl, ulnar loop, dan central pocket
whorl (17,9%).

4.1.4. Sudut ATD Anak Retardasi Mental


Sudut ATD pada penelitian dibagi menjadi 3 kategori yaitu <35o,
35o-50o, dan >50o untuk setiap palmar kanan dan kiri. Distribusi
frekuensi sudut ATD palmar kanan dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sudut ATD Palmar Kanan


Sudut ATD (o) Frekuensi (n) Persentase (%)
<35 14 17,9
35 – 50 60 76,9
>50 4 5,2
Total 78 100

Hasil pengukuran untuk sudut ATD palmar kanan didapatkan


terbanyak yaitu sudut 35o-50o berjumlah 60 orang (76,9%) dan paling
sedikit sudut >50o sebanyak 4 orang (5,1%).

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Sudut ATD Palmar Kiri


Sudut ATD (o) Frekuensi (n) Persentase (%)
<35 13 16,7
35 – 50 59 75,6
>50 6 7,7
Total 78 100

Universitas Muhammadiyah Palembang


31

Hasil serupa juga didapatkan untuk sudut ATD pada palmar kiri,
yaitu frekuensi terbanyak pada sudut 35o-50o berjumlah 59 orang
(75,6%) dan frekuensi paling sedikit sudut >50o sebanyak 6 orang
(7,7%).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Sudut ATD berdasarkan Kategori


Retardasi Mental menurut DSM-IV-TR
Palmar Kanan (n) Palmar Kiri (n)
Kategori Total
o o o o o
Retardasi <35 35 -50 >50 <35 35 o -50 o >50 o
Mental N % N % N % n % n % n % n %
Ringan 7 7,43 37 39,4 3 3,2 5 5,3 38 40,42 4 4,25 94 100
Sedang 7 11,3 23 37,1 1 1,61 8 12,9 21 33,87 2 3,22 62 100

Tabel 4.7 menunjukkan hasil distribusi ATD berdasarkan


kategori retardasi mental menurut kriteria DSM-IV-TR yaitu retardasi
mental ringan memiliki frekuensi sudut ATD tertinggi pada besaran
sudut 35o-50o ( kanan: 39,4%; kiri: 40,42%). Retardasi mental sedang
juga menunjukkan hasil yang sama yaitu frekurensi tertinggi pada
besaran sudut 35o-50o (kanan: 37,1%; kiri: 33,87%).

4.2. Pembahasan
Hasil penelitian diperoleh data usia anak retardasi mental yang tertinggi
adalah rentang usia 11-15 tahun yaitu 39,74%. Menurut Sadock dkk (2010)
bahwa insiden tertinggi retardasi mental yaitu pada anak usia sekolah dengan
usia puncak 10 hingga 14 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut
mereka telah dihadapkan kepada tugas belajar akademik yang memerlukan
kemampuan kognitif, sehingga pada usia 10-14 tahun anak retardasi mental
sering dijumpai akibat ketidakmampuan mereka mengikuti proses belajar
dengan baik layaknya anak normal.
Nilai IQ anak retardasi mental pada penelitian ini diperoleh frekuensi
tertinggi pada kategori IQ ringan sebanyak 47 orang (60,3%) dan terendah

Universitas Muhammadiyah Palembang


32

pada kategori berat dan sangat berat (0%). Menurut Soetjiningsih (2016)
bahwa insiden retardasi mental di Indonesia sebesar 1-3% dari jumlah
penduduk dengan kriteria retardasi mental ringan 80%, retardasi mental
sedang 12% dan retardasi mental berat 1%. Pada penelitian ini tidak
ditemukan retardasi mental berat dan sangat berat kemungkinan karena
kebanyakan dari mereka mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang
tidak dapat berjalan dan tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan,
mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit
menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala, sehingga mereka tidak
disekolahkan di YPAC dan YBAM karena tidak mampu untuk mengikuti
proses belajar di sekolah.
Dari identifikasi pola sidik jari pada kesepuluh jari anak retardasi
mental, diperoleh hasil pola sidik jari dengan frekuensi tertinggi yaitu pola
ulnar loop sebanyak 455 jari tangan (58,3%) sedangkan terendah pada pola
accidental whorl sebanyak 6 jari tangan (0,8%). Hasil ini serupa dengan
distribusi persentase pola sidik jari pada orang normal yaitu sekitar 5%
dengan pola arch, 25- 30% merupakan pola whorl, dan 65-70% adalah pola
sidik jari loop (Suryo, 2016). Hal ini kemungkinan adanya faktor genetik dan
lingkungan, walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis lanjutan
bagaimana pewarisan sifat pola sidik jari dan bagaimana lingkungan
mempengaruhinya. Penelitian oleh Bhagwat dan Mesram (2013) yang
memaparkan bahwa terjadi peningkatan pola ulnar loop (68,4%) dan
penurunan pola whorl (23,65%) pada anak retardasi mental. Gaikwat dan
Pandhare (2016) juga memberikan hasil serupa yaitu adanya peningkatan
yang signifikan dalam pola ulnar loop (59%) dan pengurangan pola whorl
(31%) pada retardasi mental dibandingkan dengan anak normal yaitu ulnar
loop (51,6%) dan whorl (42%). Penelitian di Sumatra Utara oleh Sufitni
(2007) memaparkan bahwa persentase pola sidik jari yang paling banyak
pada anak retardasi mental yaitu ulnar loop (60%). Beberapa hasil penelitian
diatas menunjukkan penurunan pada frekuensi whorl tanpa
mengklasifikasikan jenis whorl itu sendiri, dimana hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan yaitu pola whorl yang mengalami penurunan

Universitas Muhammadiyah Palembang


33

frekuensi tersebut adalah tipe accidental whorl. Saat ini penelitian tentang
sidik jari masih sedikit (Dhall dan Kapoor, 2016; Nugraha dkk, 2009;
Nazarabadi dkk, 2007). Kebanyakan penelitian tentang pola sidik jari hanya
membahas 3 pola dasar saja dari 8 pola yang ada, khususnya tentang retardasi
mental. Rata-rata pola sidik jari pada tangan manusia umumnya sekitar 5%
dengan pola arch, 25- 30% merupakan pola whorl, dan 65-70% adalah pola
sidik jari loop (Suryo, 2016). Penelitian Bhasin (2007) melaporkan frekuensi
pola whorl tertinggi pada Mongoloid sebanyak 47%, diikuti Amerika Indian
sebanyak 43%, di Eropa yaitu 36% serta frekuensi paling rendah di Afrika
yaitu 27%. Sedangkan pola loop ditemukan frekuensi yang tertinggi di Afrika
64%, diikuti Eropa 60%, Amerika Indian 52% dan terendah pada Mongoloid
51%. Frekuensi pola arch tertinggi di Afrika yaitu 9%, diikuti Amerika
Indian 5%, Eropa 4% dan Mongoloid hanya 4%.
Pola sidik jari setiap manusia unik dan tidak pernah berubah hingga
hayatnya (Jain dkk, 2002; Eboh, 2017). Sidik jari termasuk pewarisan sifat
genetik dari orang tua, namun dalam penelitian ini tidak dibahas tentang
pewarisan sifat. Setiap individu memiliki variasi pola sidik jari yang berbeda-
beda karena pada dasarnya pembentukan pola sidik jari melibatkan banyak
gen (poligenik) sehingga tidak akan ada individu yang memiliki pola yang
sama bahkan kembar identik sekalipun (Suryo, 2016; Ho dkk, 2016). Dari hal
itu maka seorang individu bisa saja memiliki 1 macam pola sidik jari atau
lebih di kesepuluh jarinya. Pada anak retardasi mental di penelitian ini,
ternyata variasi pola sidik jari terbanyak per-sepuluh jarinya yaitu simple
whorl, ulnar loop, dan central pocket whorl (17,9%). Data ini menunjukkan
bahwa dominansi pola di kesepuluh jari individu anak retardasi mental yaitu
pola ulnar loop dan whorl. Hal ini kemungkinan karena pola dasar
dermatoglifi manusia semuanya berpola ulnar loop, namun ada tujuh gen lain
yang turut berperan, sehingga terjadi variasi pola dermatoglifi (Chastanti,
2009). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Gaikwad dan Pandhare (2016)
bahwa urutan persentase pola sidik jari anak retardasi mental yaitu ulnar loop
(59%) dan whorl (31%).

Universitas Muhammadiyah Palembang


34

Telah diketahui dari berbagai literatur bahwa pola sidik jari yang
menyimpang sangat kuat hubungannya dengan abnormalitas kromosom atau
penyakit genetik, khususnya penelitian tentang retardasi mental (Schaumann
dan Opitz, 1991). Menurut Jin dkk (2015), mutasi gen RAB40AL (OMIM
300405) telah dikaitkan dengan abnormalitas dermatoglifi. Mutasi ini terjadi
saat embriogenesis pada kehamilan dalam rentang minggu ke 6-8 sampai
minggu ke-21, sehingga kemungkinan adanya mutasi gen tersebut
menyebabkan abnormalitas dermatoglifi berupa peningkatan frekuensi pola
ulnar loop dan penurunan pola accidental whorl pada anak retardasi mental.
Namun sampai sekarang belum diketahui dengan jelas dimana letak gen-gen
yang mengatur dermatoglifi. Beberapa kelainan pada autosom maupun
kelainan pada kromosom seks, sama-sama memberikan kelainan pada
dermatoglifi (Bala dkk, 2015).
Hasil pengukuran sudut ATD pada masing-masing palmar kanan dan
kiri memiliki hasil yang sama yaitu frekuensi tertinggi pada sudut 35o-50o
dan terendah pada sudut >50o, nilai rata-rata sudut ATD untuk palmar kanan
yaitu 40,38o dan palmar kiri sebesar 41,26o. Berdasarkan kategorinya, baik
retardasi mental ringan maupun sedang menunjukkan hasil yang sama yaitu
frekuensi tertinggi pada besaran sudut 35o-50o. Hasil ini berbeda dengan
penelitian oleh Bhagwat dan Mesram (2013) dimana nilai rata-rata untuk
sudut ATD meningkat pada anak laki-laki retardasi mental (kanan 51,79o dan
kiri 51,03o) dan perempuan (kanan 50,15o dan kiri 51,68o) dibandingkan
dengan anak laki-laki normal (kanan 43,77o dan kiri 43,61o) dan perempuan
(kanan 43,59o dan kiri 43,92o). Vashist dkk (2009) juga menjelaskan bahwa
beberapa kasus retardasi mental menunjukkan sudut ATD kisaran <30o
sampai >65o. Penelitian lain oleh Yamuna dan Dhanalaksmi (2017)
memaparkan adanya peningkatan nilai rata-rata sudut ATD secara statistik
pada anak-anak retardasi mental, yaitu palmar kanan (80,31o) dan kiri
(76,61o). Rata-rata sudut ATD pada populasi normal adalah antara 35°–50°
(Aida, 2014).
Perbedaan dermatoglifi terjadi pada setiap etnik dan ras. Proses difusi
genetik pada karakteristik fisik dermatoglifi terjadi secara bertahap antara dua

Universitas Muhammadiyah Palembang


35

etnis yang berbeda yang kemudian akan menyebabkan pertukaran ciri fisik
(Zhang dkk, 2010; Bruin, 2014). Besaran sudut ATD cenderung menurun
seiring bertambahnya usia karena telapak tangan tumbuh lebih panjang
daripada lebarnya. Ukuran sudut ATD juga dipengaruhi oleh penempelan
telapak tangan di kertas observasi saat pola dicetak. Tekanan yang diberikan
saat telapak tangan tercetak juga bisa mempengaruhi sudut ATD (Bala dkk,
2015; Phankale dkk, 2012). Sudut ATD pada penelitian ini memiliki hasil
yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dimungkinkan karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi, seperti etnis, ras, usia sampel dan teknis saat
penelitian, sehingga tidak menunjukkan suatu kekhasan sudut ATD pada anak
retardasi mental.

Universitas Muhammadiyah Palembang


36

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
1. Klasifikasi retardasi mental pada penelitian ini yaitu retardasi mental
ringan (60,3%), sedang (39,7%) serta berat dan sangat berat masing-
masing 0%.
2. Distribusi pola sidik jari pada anak retardasi mental yaitu ulnar loop
(58,3%), simple whorl (26,2%), tented arch (4,1%), central pocket whorl
(4%), double loop whorl (3,7%), radial loop (1,5%), simple arch (1,4%),
dan accidental whorl (0,8%).
3. Distribusi besar sudut ATD anak retardasi mental pada palmar kanan yaitu
sudut <35o sebesar 17,9%, sudut 35o-50o sebesar 76,9%, dan sudut >50o
sebesar 5,2%, sedangkan pada plamar kiri yaitu sudut <35o sebesar 16,7%,
sudut 35o-50o sebesar 75,6 %, dan sudut >50o sebesar 7,7%.
4. Frekuensi pola sidik jari tertinggi pada anak retardasi mental didapatkan
pola ulnar loop (58,3%) dan terendah pola accidental whorl (0,8%).
Sedangkan untuk sudut ATD dalam penelitian ini tidak menunjukkan hasil
yang khas, dimana frekuensi tertinggi pada sudut 35 o -50 o (kanan 76,9%
dan kiri 75,6%)

5.2. Saran
1. Dilakukan penelitian dermatoglifi dengan jumlah sampel yang lebih
banyak agar pola sidik jari yang didapatkan juga lebih bervariasi.
2. Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan kelompok kontrol
sebagai pembanding.
3. Dilakukan penelitian dengan mengelompokkan sampel berdasarkan ras
dan etnis.

Universitas Muhammadiyah Palembang


37

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam dan Desasfuryanto, A. 2014. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta:


PTIK Press.

Aida, N. 2014. Analisis sudut atd pada narapidana. 3(1) : 27-33. Available at
jbioua.fmipa.unand.ac.id/index.php/jbioua/article/download/110/102.
Diakses pada tanggal 1 Agustus 2017.

Bala, A., Deswal, A., Sarmah, P.C., Khandalwal, B., dan Tamang, B.K. 2015.
Palmar dermatoglyphics patterns in diabetes mellitus and diabetic with
hypertension patients in Gangtok region. International Journal of
Advanced Research, Volume 3, Issue 4, 1117-1125. Available at
www.journalijar.com. Diakses pada tanggal 16 Januari 2018.

Bhagwat, V.B. dan Meshram, M.M. 2013. Study of palmar dermatoglyphics in


mentally retarded children. Volume 8, PP 23-27 Available at
www.iosrjournals.org. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2017.

Bhasin, M.K. 2007. Genetics of Castes and Tribes of India: Dermatoglyphics.


International Jounal of Human Genetic, 7(2): 175-215. Available at
citeseerx.ist.psu.edu. Diakses pada tanggal 19 September 2017.

Bhat, M., Mukhdoomi, M.A., Shah, B.A., dan Ittoo, M.S. 2014. Dermatoglyphics:
in health and disease - A Review. International Journal of Research in
Medical Sciences 2(1):31-37 . Available at www.msjonline.org. Diakses
pada tanggal 1 Agustus 2017.

Bhavana, D., Ruchi, J., dan Prakash, T. 2013. Study of finger print patterns in
relationship with blood group and gender – a statistical review. Vol. 1(1),
15-17. Available at www.isca.in. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2017.

Bruin, E.I., Graham, J.H., Louwerse. A., dan Huizink, A.C. 2014. Mild
Dermatoglyphic Deviation in Aldocents with Autism Spectrum Disorders
and Average Intellectual Abilities as Compared to Typically Developing
Boys. Autism Research and Treatment. 1-5. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 17 Januari 2018.

Campbell, E.D. 2017. Biometrics future and profit. Biometric Journal. Available
at http://stat,tamu.edu/Biometrics/28/04/20 05. Diakses pada tanggal 3
Agustus 2017.

Chastanti, I. 2009. Pola Multifaktor Sidik Jari pada Penderita Obesitas Di Daerah
Medan dan Sekitarnya. Available at http://repository.usu.ac.id. Diakses
pada tanggal 11 Januari 2018.

Universitas Muhammadiyah Palembang


38

Cummins, H., and Midlo. 1926. Palmar and plantar epidermal ridge
configurations. American Journal of Physical Anthropology. 471-502.
Available at www.iosrjournals.org. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2017.

Dhall, J.K. dan Kapoor, A.K. 2016. Fingerprint Ridge Density as a Potential
Forensic Anthropological Tool for sex Identification. Journal of Forensic
Sciences 61(2): 424-429.. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26418279. Diakses pada tanggal 12
Januari 2018.

Eboh, D.E.O. 2017. Fingerprint patterns in relation to gender and blood group
among students of Delta State University, Abraka, Nigeria. Journal of
Experimental and Clinical Anatomy Vol. 12 Issue 2. Available at
http://www.jecajournal.org. Diakses pada tanggal 18 januari 2018.

Field, A.I. 2015. Fingerprint handbook. Charles C Thomas Publisher, Illinois.

Gaikwat, A.P., dan Pandhare, S.R. 2016. Dermatoglyphics in mentally retarded


children. International Journal of Current Research and Review Vol 8.
Available at www.iosrjournals.org. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2017.

Hall, J.A.Y. dan Kimura. 1994. Dermatoglyphic asymmetry and sexual


orientation in men. Behavioural Neuriscience (2):(2). 1203-1208.
Available at http://people.kzoo.edu/ . Diakses pada tanggal 14 Januari
2018.

Ho dkk. 2016. Genetic Variant Influence on whorl in fingerprint patterns. J Invest


Dermatol, 136(4), 859-862. Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Diakses pada tanggal 17 Januari 2018.

Jain, A.K., Prabhakar, S., dan Pankanti, S. 2002. On the similarity of identical
twin fingerprints. The Journal of Pattern Recognition Society, 35, 2653–
2663. Available at biometrics.cse.msu.edu. Diakses pada tanggal 13
Januari 2018.

Jin, Z., Yu, L., Geng, J., Wang, J., Jin, X., dan Huang, H. 2015. A novel 47,2 Mb
duplication on chromosomal bands Xq21.1-25 associated with mental
retardation. GENE-40493;No. of pages:5;4C: 2, 3. Available at
http://www.elsevier.com/locate/gene. Diakses pada tanggal 17 September
2017.

Kiran, K., Rai, K., dan Hegde, A.M. 2010. Dermatoglyphics as a noninvasive
diagnostic tool in predicting mental retardation. Vol 2. Available at
www.ispcd.org. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2017.

Universitas Muhammadiyah Palembang


39

Lakshmana, N., Nayyar, A.S., Pavani, B.V., Ratnam, M.V.R., dan Upendra, G.
2017. Revival of dermatoglyphics: syndromes and disorders, a review.
Advances in Human Biology Vol 7:2-7. Available at
http://www.aihbonline.com/text.asp?2017/7/2/1/199528. Diakses pada
tanggal 5 Agustus 2017.

Langman, J. 2014. Embriologi kedokteran. Jakarta: EGC.

Mulvihill, J.J., dan Smith, D.W. 1969. The genesis of dermatoglyphics. The
Journal of Pediatrics, 75(4), 579 – 589. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/4309281. Diakses pada tanggal 2
Agustus 2017.

Nazarabadi, M.H., Abutorabi, R.R.R., dan Hosseini, H.B. 2007. Dermatoglyphic


assesment in down and klinefelter syndromes. Iran journal medicine
science, 32(2), 105-109. Available at http://ijms.sums.ac.ir. Diakses pada
tanggal 2 Agustus 2017.

Nugraha, Z.S., Alnur, A., & Hastuti, J. 2009. Pola sidik jari anak-anak sindrom
down di SLB bakhti kencana dan anak-anak normal di Sd Budi Mulia dua
yogyakarta. Jurnal kedokteran dan kesehatan Indonesia. Available at
http://journal.uii.ac.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2017

Phankale, S.V., Mahajan, A.A., dan Doshi, M.A. 2012. Study of ‘atd’ Angle as
Dermatoglyphic Feature in Bronchial Asthma. International Journal of
Health Sciences and Research Vol.2; Issue: 4. Available at www.ijhsr.org.
Diakses pada tanggal 16 Januari 2018.

Penrose, L.S. 1968. Medical significance in fingerprints and related phenomena.


British medical journal, hal : 321-5. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2017.

Robinson, G.C., Miller, J.R., Cook, E.G., dan Bluma. 1966. Broad Thumbs and
Toes and Mental Retardation. American Journal of Diseases of Children
Vol 111. Available at www.iosrjournals.org. Diakses pada tanggal 16
September 2017.

Romi, S., dan Devi, U. 2013. Dermatoglyphic patterns in mentally retarded


children. Available at https://jemds.com. Diakses pada tanggal 5 Agustus
2017.

Sadock, Benjamin J, Virginia A. Sadock. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC

Sastroasmoro, S. 2014. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung


Seto.

Universitas Muhammadiyah Palembang


40

Sintaningtyas, L.J. 2009. Pola Dermatoglifi Tangan pada Pasien Skizofrenia di


Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret

Soetjiningsih dan Ranuh, G. 2016. Tumbuh kembang remaja dan


permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Soman, M.A., Avadhani, R., Nallathamby,R., Jacob, M. dan Josep C.C. 2015.
Fingerprint Pattern Characteristics Of Intellectually Disabled Children -
An Original Study. Nitte University Journal of Health Science Vol. 5,
No.1. Available at nitte.edu.in/journal/december2014/FPCO.pdf . Diakses
pada tanggal 16 September 2017.

Sufitni. 2007. Pola sidik jari pada kelompok retardasi mental dan kelompok
normal. Majalah Kedokteran Nusantara 40(3): 180-191. Available at
scholar.unand.ac.id. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2017.

Suryo. 2016. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yamuna, N., dan Dhanalaksmi, V. 2017. Dermatoglyphics study in children with


mental retardation. Vol 5(1): 3541-46. Available at
https://dx.doi.org/10.16965/ijar.2017.108. Diakses pada tanggal 6 Agustus
2017.

Vashist, M. dkk. 2009. Axial triradius as a preliminary diagnostic tool in patients


of mental retardation. Vol 4 number 1. Available at www.iosrjournals.org.
Diakses pada tanggal 5 Agustus 2017.

Zhang, dkk. 2010. Dermatoglyphics from all chinese ethnic groups reveal
geographic patterning. Volume 5, issue 1. Available at www.plosone.org.
Diakses pada tanggal 18 Januari 2018.

Universitas Muhammadiyah Palembang


41

LAMPIRAN 1

DATA SPSS

1. Tabel SPSS distribusi usia

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 7 2 2.2 2.6 2.6
8 9 10.1 11.5 14.1
9 6 6.7 7.7 21.8
10 8 9.0 10.3 32.1
11 11 12.4 14.1 46.2
12 5 5.6 6.4 52.6
13 6 6.7 7.7 60.3
14 4 4.5 5.1 65.4
15 5 5.6 6.4 71.8
16 6 6.7 7.7 79.5
17 7 7.9 9.0 88.5
18 5 5.6 6.4 94.9
19 2 2.2 2.6 97.4
21 1 1.1 1.3 98.7
24 1 1.1 1.3 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


42

2. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari jempol tangan kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 3 3.4 3.8 3.8
TA 3 3.4 3.8 7.7
UL 39 43.8 50.0 57.7
SW 26 29.2 33.3 91.0
CPW 3 3.4 3.8 94.9
AW 1 1.1 1.3 96.2
DLW 3 3.4 3.8 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

3. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari telunjuk tangan kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 2 2.2 2.6 2.6
TA 1 1.1 1.3 3.8
UL 49 55.1 62.8 66.7
RL 3 3.4 3.8 70.5
SW 20 22.5 25.6 96.2
CPW 1 1.1 1.3 97.4
DLW 2 2.2 2.6 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


43

4. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari tengah tangan kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid TA 1 1.1 1.3 1.3
UL 60 67.4 76.9 78.2
RL 1 1.1 1.3 79.5
SW 14 15.7 17.9 97.4
CPW 1 1.1 1.3 98.7
DLW 1 1.1 1.3 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

5. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari manis tangan kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid TA 2 2.2 2.6 2.6
UL 31 34.8 39.7 42.3
RL 1 1.1 1.3 43.6
SW 34 38.2 43.6 87.2
CPW 8 9.0 10.3 97.4
DLW 2 2.2 2.6 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


44

6. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari kelingking tangan kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 1 1.1 1.3 1.3
TA 4 4.5 5.1 6.4
UL 48 53.9 61.5 67.9
RL 2 2.2 2.6 70.5
SW 21 23.6 26.9 97.4
CPW 1 1.1 1.3 98.7
DLW 1 1.1 1.3 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

7. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari jempol tangan kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 2 2.2 2.6 2.6
TA 7 7.9 9.0 11.5
UL 44 49.4 56.4 67.9
SW 14 15.7 17.9 85.9
AW 2 2.2 2.6 88.5
DLW 9 10.1 11.5 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


45

8. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari telunjuk tangan kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid TA 5 5.6 6.4 6.4
UL 45 50.6 57.7 64.1
RL 2 2.2 2.6 66.7
SW 20 22.5 25.6 92.3
CPW 1 1.1 1.3 93.6
AW 1 1.1 1.3 94.9
DLW 4 4.5 5.1 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

9. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari tengah tangan kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 2 2.2 2.6 2.6
TA 3 3.4 3.8 6.4
UL 56 62.9 71.8 78.2
SW 13 14.6 16.7 94.9
AW 1 1.1 1.3 96.2
DLW 3 3.4 3.8 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


46

10. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari manis tangan kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SA 1 1.1 1.3 1.3
TA 4 4.5 5.1 6.4
UL 31 34.8 39.7 46.2
RL 3 3.4 3.8 50.0
SW 27 30.3 34.6 84.6
CPW 11 12.4 14.1 98.7
AW 1 1.1 1.3 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

11. Tabel SPSS distribusi pola sidik jari kelingking tangan kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid TA 2 2.2 2.6 2.6
UL 52 58.4 66.7 69.2
SW 15 16.9 19.2 88.5
CPW 5 5.6 6.4 94.9
DLW 4 4.5 5.1 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


47

12. Tabel SPSS distribusi derajat IQ

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid RINGAN 47 52.8 60.3 60.3
SEDAN
31 34.8 39.7 100.0
G
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

13. Tabel SPSS distribusi kategori sudut ATD palmar kanan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <35 14 15.7 17.9 17.9
35-50 60 67.4 76.9 94.9
>50 4 4.5 5.1 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

14. Tabel SPSS distribusi kategori sudut ATD palmar kiri

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <35 13 14.6 16.7 16.7
35-50 59 66.3 75.6 92.3
>50 6 6.7 7.7 100.0
Total 78 87.6 100.0
Missing System 11 12.4
Total 89 100.0

Universitas Muhammadiyah Palembang


48

LAMPIRAN 2

DISTRIBUSI POLA SIDIK JARI DAN SUDUT AXIAL


TRIRADIUS (ATD) PADA ANAK RETARDASI MENTAL
DI PALEMBANG

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

Assalamualaikum w.w.
Salam sejahtera bagi kita semua.

Kepada ibu/bapak, saya ucapkan terima kasih atas kesediaanya


meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan ini.
Saya Vonny Alfanda merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang yang sedang mengerjakan penelitian
sebagai salah satu kewajiban untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kedokteran.
Adapun judul penelitian saya adalah Distribusi Pola Sidik Jari dan
Sudut Axial triradius (ATD) pada Anak Retardasi Mental di Palembang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi pola sidik jari dan
sudut ATD pada anak retardasi mental di Palembang. Untuk itu saya memohon
kesediaan ibu/bapak untuk mengizinkan anak ibu/bapak agar dapat ikut serta
dalam penelitian ini, yaitu sebagai responden. Saya akan mengambil
corakan/gambaran pola sidik jari dengan pengolesan menggunakan lipstik pada
kesepuluh jari anak ibu/bapak. Penelitian ini akan dipergunakan dalam ruang
lingkup ilmu kedokteran saja, sehingga identitas responden akan dijaga dan
dirahasiakan sepenuhnya.
Demikianlah, atas kesediaan ibu/bapak saya ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya. Semoga partisipasi anak ibu/bapak dalam penelitian ini
membawa manfaat besar bagi kita semua.

Wassalamualaikum w.w.
Peneliti

Universitas Muhammadiyah Palembang


49

LAMPIRAN 3

SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Saya orang tua/wali yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Nama Anak :
Umur Anak :

Dengan ini mengizinkan anak saya untuk menjadi responden dalam


penelitian ini, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Partisipasi ini saya
lakukan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan/pamrih apapun.

Palembang, Desember 2017

( )

Universitas Muhammadiyah Palembang


50

LAMPIRAN 4

LEMBAR OBSERVASI

Universitas Muhammadiyah Palembang


51

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

A B

C
Gambar 5.1: Pengolesan lipstik pada ujung jari (A); Penempelan palmar pada bantalan cap (B);
Penempelan jari tangan pada lembar obsevasi.

Universitas Muhammadiyah Palembang


52

Simple Whorl Double Loop Whorl

Central Pocket Whorl Accidental Whorl

Gambar 5.2: Contoh cetakan pola sidik jari dari sampel yang terbentuk pada lembar observasi

Universitas Muhammadiyah Palembang


53

Simple Arch Ulnar Loop


(pada tangan kiri)

Tented Arch Radial Loop


(pada tangan kanan)
Gambar 5.2: Contoh cetakan pola sidik jari dari sampel yang terbentuk pada lembar observasi

Universitas Muhammadiyah Palembang


54

Gambar 5.3: Contoh cetakan telapak tangan kanan (foto kanan) dan telapak tangan kiri (foto kiri)
pada lembar observasi untuk menghitung besar sudut ATD dari sampel

Gambar 5.4: Contoh cetakan pola sidik jari dari kesepuluh jari sampel yang terbentuk pada lembar
observasi

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai