Anda di halaman 1dari 8

TUGAS NEUROPSIKOLOGI

Rancangan Rehabilitasi Neuropsikologis: Kasus Alzheimer

Disusun Oleh :
Yohanna Elvira (2013-070-117)
Renisa Tandyasraya (2014-070-048)
Aimee Putri Rusiana (2014-070-139)
Monika Oktaviani (2014-070-216)
Gabriella Mitra Rouli (2014-070-242)
Antonia Jessica Indrasari (2015-070-101)
Janet Wijaya (2015-070-132)

Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta


Fakultas Psikologi
Oktober 2018
Jenis Kasus: Cognitive Disorder - Alzheimer
I. Deskripsi Kasus
Seorang pasien pria berusia 37 tahun mengunjungi klinik rawat jalan, dengan keluhan penurunan
kognitif bertahap yang dimulai sejak 3 tahun sebelumnya. Bekerja sebagai peneliti di bidang industri, dia mulai
membuat kesalahan perhitungan serius yang membuatnya berhenti dari pekerjaannya dan mulai bekerja
sebagai manajer di sebuah perusahaan. Namun, kelupaannya yang sering terjadi disertai dengan gangguan
memori terus menghambatnya menjalankan pekerjaannya, sehingga membuatnya sering berganti pekerjaan.
Selain itu, pasien juga menunjukkan gejala apraksia dan apathy (menunjukkan minat yang rendah untuk
melakukan sesuatu) yang sudah terjadi sejak 2 tahun sebelum kunjungannya ke klinik rawat jalan tersebut;
disorientasi terhadap waktu dan orang juga semakin memburuk, sehingga tidak mungkin baginya untuk
pulang-pergi setiap hari antara tempat kerja dan rumahnya. Pada saat kunjungannya ke klinik tersebut, bukan
hanya dia dipecat dari pekerjaannya baru-baru ini, tetapi juga dia perlu sering diingatkan oleh keluarganya
untuk menjaga kebersihan. Gangguan tidurnya juga menonjol, dimana pasien sering terbangun tengah malam
dan berbicara sendiri (self-talk).
Sebelum kunjungannya ke klinik rawat jalan tersebut, dia telah mengunjungi dua rumah sakit untuk
mengevaluasi dan mengelola gejala - gejala yang muncul pada dirinya, tetapi tidak berhasil. Untuk
pemeriksaan menyeluruh dari gejala-gejalanya, dia segera dirawat di bangsal psikiatri rumah sakit. Hasil
laboratoriumnya tidak mengungkapkan kelainan apa pun, dan tesnya untuk virus human immunodeficiency
dan sifilis semuanya ternyata negatif. Setelah pengakuan psikiaternya, baterai tes neuropsikologi
diimplementasikan untuk mengevaluasi status kognitif pasien. Dia mendapat skor 22 dalam pemeriksaan status
mental, 1 dalam skala rating demensia klinis (CDR), 4,5 dalam Clinical Dementia Rating-Sum of Box score (CDR-
SB). Dalam tes kognitifnya, fungsi bahasanya masih dalam kategori normal, namun menunjukkan penurunan
dalam fungsi recall, dimana dia memerlukan waktu 20 menit lebih lambat untuk mampu melakukan recall
(mengingat kembali) dan recognition.
Hasil MRI menunjukkan adanya atrofi (penyiutan) pada cerebral dan lobus temporalis (khususnya,
medial lobus temporalis) dan hasil PET menunjukkan adanya endapan amiloid beta yang menyebar, paling
dominan di area striatum di otak (Um, Choi, Jung, Park, Lee, & Lim, 2017).
Riwayat pasien, bersama dengan hasil neuroimaging dan hasil tes kognitif, semuanya memenuhi
National Institute of Neurological dan Communicative Disorders and Stroke dan Alzheimer's Disease and
Related Disorders Association Alzheimer (NINCDS-ADRDA) terdapat 16 kriteria untuk kemungkinan penyakit
Alzheimer dengan tingkat bukti yang tinggi. 5 mg donepezil diresepkan, dan pasien dipulangkan pada hari ke 10
dari penerimaannya. Untuk mengontrol penurunan kognitifnya yang terus-menerus bahkan setelah keluarnya
cairan, donepezil meningkat hingga 23 mg dengan kombinasi memantine, yang juga meningkat hingga 20 mg.
Penurunan kognitifnya relatif stabil, tetapi kami menyarankan pasien dan pengasuhnya untuk mengunjungi
klinik secara teratur untuk memantau gejalanya.
II. Gejala-Gejala Neuropsikologis yang Tampak
Berdasarkan kasus yang dijabarkan sebelumnya, gejala - gejala neuropsikologis yang tampak antara lain:
1. Adanya penurunan atau gangguan memori secara bertahap (kemampuan berpikir dan mengingat),
diindikasikan dengan pasien mengalami gejala memory loss (sering lupa akan suatu hal). Gejala ini
didukung dengan hasil tes kognitif pasien yang menunjukkan pasien lebih lambat dalam melakukan recall
dan recognition (mengenal dan mengingat kembali informasi yang sudah dipelajari sebelumnya). Gejala ini
(penurunan memori) juga berpengaruh akan munculnya gejala lainnya, yaitu pasien kehilangan
kemampuan untuk menjaga kebersihan personalnya (dikarenakan pasien lupa akan objek - objek di
sekitarnya dan atau bahkan lupa akan tugas sehari - hari yang perlu dilakukannya).
2. Apraksia (ketidakmampuan melakukan gerakan yang dikehendaki, namun bukan dikarenakan kerusakan
otot tubuh) dan apathy (menunjukkan minat yang rendah untuk melakukan sesuatu).
3. Disorientasi orang dan waktu, sehingga tidak memungkinkan bagi pasien untuk pulang - pergi dari rumah
dan tempat kerjanya.
4. Gangguan tidur terjadi pada pasien yaitu sering terbangun tengah malam dan berbicara sendiri (self-talk).

III. Metode Asesmen


1. Tes Neuropsikologi
Alasan penggunaan tes neuropsikologi adalah dikarenakan tes neuropsikologi dapat mengevaluasi tipe
dan level penurunan kognitif yang dialami oleh pasien (yang menjadi ciri utama gejala yang diderita pasien
alzheimer, termasuk pada kasus di atas), serta juga dapat mengevaluasi kemampuan yang masih dimiliki pasien
(Steckl, 2015). Tes neuropsikologi yang digunakan antara lain :
• ADAS-Cog (Alzheimer's Disease Assessment Scale-Cognitive subscale), yaitu 11 sub-tes yang mengukur
berbagai aspek, antara lain executive functioning (termasuk kemampuan untuk merencanakan,
kemampuan membuat keputusan dan kemampuan untuk mengeksekusi aktivitas sehari - hari), memori
(word recall, word recognition, dsb), bahasa, kemampuan orientasi, praxis (Kueper, Speechly & Odasso,
2018; Kolibas, Korinkova, Novotny, Vajdickova & Hunakova, 2000). ADAS-Cog digunakan bertujuan untuk
mengukur tingkat keparahan dari gejala - gejala utama yang umumnya muncul pada penderita
alzheimer (Kolbas, Korinkova, Novotny, Vajdickova & Hunakova, 2000).
Alasan : Pada kasus di atas, pasien telah didiagnosa menderita alzheimer; oleh karena itu, tes ADAS-cog
digunakan karena bukan untuk mendiagnosa penyakit pasien, namun lebih mengarah pada tingkat keparahan
gejala - gejala alzheimer yang dialami pasien. Contohnya, pada kasus di atas, disebutkan bahwa salah satu
gejala yang muncul adalah disorientasi waktu dan orang, namun tidak dijelaskan tingkat keparahan disorientasi
yang dialami oleh pasien, sehingga dapat menggunakan tes ADAS-cog ini yang juga mengukur tingkat
kemampuan orientasi sang pasien. Contoh lainnya, pada kasus di atas, disebutkan bahwa pasien memerlukan
bantuan keluarganya untuk selalu mengingatkannya menjaga kebersihan personalnya (berkaitan dengan
tugas / fungsi kegiatan sehari - hari); dengan menggunakan tes ADAS-Cog dapat mengevaluasi tingkat
executive functioning pasien, termasuk di dalamnya seberapa besar kemampuan pasien untuk mengeksekusi
aktivitasnya sehari - hari.

IV. Rancangan Rehabilitasi Neuropsikologis


Kaur, Garnawat, Bachtia dan Sachdev (2013) mengemukakan bahwa terdapat empat level penyakit
alzheimer berdasarkan tanda - tanda dan gejala yang muncul pada pasien, yaitu

Level 1 (pre-dementia) Level 2 (mild) Level 3 (moderate) Level 4 (severe)

1. Durasi munculnya gejala 1 - 1. Durasi munculnya gejala 2 - 10 tahun 1. Durasi 1. Durasi


3 tahun 2. Kehilangan memori (memory loss) munculnya munculnya
2. Kesadaran pasien akan yang parah gejala 8-12 gejala lebih
kondisinya sangat minim 3. Penurunan kognitif level 2 atau tahun dari 12
3. Anomia ringan (gejala seterusnya 2. Kerusakan yang tahun
kesulitan menemukan kata 4. Anomia (gejala kesulitan menemukan parah pada 2. Kehilangan
yang tepat untuk diucapkan) kata yang tepat untuk diucapkan) semua fungsi semua
4. Perubahan kepribadian 5. Agnosia (kehilangan kemampuan kognitif kemampuan
5. Penurunan kemampuan untuk mengenali objek, orang, suara, 3. Kehilangan bicara,
memecahkan masalah bentuk, bau) fungsi fisik, koordinasi
(problem solving) 6. Apraksia (ketidakmampuan secara umum, motorik,
6. Penurunan kemampuan melakukan gerakan yang dikehendaki, kekakuan otot memori,
untuk mengatasi situasi sulit namun bukan dikarenakan kerusakan 4. Ketidakmampua kehilangan
7. Emosi berlebihan tidak otot tubuh) n untuk kemampuan
sesuai konteksnya 7. Aphasia (kehilangan kemampuan mengenali untuk
(emotional liability) bahasa yang dipelajari sebelumnya) anggota keluarga mengenali
8. Kehilangan kemampuan 8. Kehilangan kemampuan untuk 5. Ketidakmampua orang lain &
untuk berpikir abstrak melakukan “judgement” / penilaian n untuk dirinya
9. Sering Lupa (forgetfulness) 9. Menunjukkan perilaku aneh (bizzare) melakukan sendiri
10. Kehilangan memori jangka 10. Menunjukkan perilaku agresif / aktivitas sehari - (“sense of
pendek kekerasan hari self”)
11. Kemampuan berbicara 11. Mengembara tanpa tujuan (wander 6. Mengompol
menurun dan penarikan aimlessly)
sosial

Pada kasus diatas, tanda - tanda dan gejala yang muncul pada pasien paling banyak sesuai dengan
tanda - tanda dan gejala alzheimer level 2 (mild dementia), yaitu
● Gejala alzheimer telah muncul pada pasien selama 3 tahun
● Pasien mengalami memory loss (kehilangan memori) yang parah, bahkan untuk melakukan aktivitas
sehari - hari, seperti menjaga kebersihan personal perlu diingatkan terlebih dahulu oleh anggota
keluarganya.
● Pasien mengalami apraksia (ketidakmampuan melakukan gerakan yang dikehendaki, namun bukan
dikarenakan kerusakan otot tubuh)
● Pasien mengalami gangguan kognitif level 2 atau lebih, terlihat dari adanya disorientasi pada pasien
dan ketidakmampuan pasien untuk melakukan pekerjaannya (melakukan kesalahan perhitungan yang
serius, sehingga diberhentikan dari pekerjaannya).
Selain itu, hasil tes kognitif pasien juga mendukung bahwa pasien dalam kasus di atas memiliki gejala dan
tanda - tanda alzheimer level 2 (mild dementia). Hasil tes CDR (clinical dementia rating) atau skala rating
demensia klinis memiliki skor 1 yang setara dengan CDR-SB dengan skor 4.5 menunjukkan bahwa pasien yang
memiliki skor CDR 1 diidentifikasikan sebagai mild dementia (Hughes, Berg, Danziger, Coben & Martin, 1982).
Kaur, Garnawati, Bachtia dan Sachdev (2013) juga mengusulkan rehabilitasi yang sesuai untuk pasien
demensia (alzheimer) berdasarkan empat level yang dikemukakan sebelumnya. Rehabilitasi untuk pasien
demensia (alzheimer) yang berada di level 2, terdiri dari :
Terapi stimulasi kognitif; Konseling; Berjalan; Latihan pernapasan dan relaksasi (yoga, tai chi, dll); Perubahan
ergonomis (lingkungan sekitar pasien berada); Latihan fisik (stretching, pillates, aerobik dan latihan
kardiovaskular lainnya); Latihan keseimbangan; Penggunaan transcutaneous electrical nerve (TNS) untuk
meredakan nyeri.
Oleh karena itu, rancangan rehabilitasi di bawah ini dibuat berdasarkan pada rancangan rehabilitasi
yang dikemukakan oleh Kaur, Garnawati, Bachtia dan Sachdev (2013) untuk pasien alzheimer yang berada di
level 2 (mild), yang juga menyertakan latihan fisik (aerobik, latihan kekuatan, latihan kardiovaskular lainnya).
Selain itu, didasarkan pada Yates, Orrell, Spector dan Argeta (2015), rehabilitasi kognitif untuk penderita
dementia (alzheimer) yang masih berada di tahap awal terdiri dari 7 minggu program dengan 2 sesi tiap
minggu, sehingga total terdapat 14 sesi.

PERTEM AKTIVITAS
UAN KE-

1&2 1. Latihan fisik (stretching) diiringi dengan musik sebagai aktivitas pembuka (warm up) selama kurang
lebih 5 - 10 menit (pertemuan 1 dan 2)
2. Terapi stimulasi kognitif , yaitu (Yates, Orrell, Spector & Argeta, 2015) :
● Diskusi mengenai informasi orientasi (misalnya, “sekarang jam berapa?” , “ini siapa?” (sambil
menunjuk ke anggota keluarganya) (pertemuan ke-1 & ke-2)
● Meminta pasien untuk menyanyikan lagu yang diketahui, guna menstimulasi memori pasien (TePau,
2015) (pertemuan ke-1)
● Metode chunking guna meningkatkan fungsi recall memori (pertemuan ke-2) :
Meminta pasien untuk membuat daftar belanja dengan mengurutkan item - item di dalamnya sesuai
dengan letaknya di supermarket. Kemudian, setelah beberapa saat, terapis menggunakan informasi
isyarat kepada pasien untuk mengasosiasikannya dengan angka (misalnya, 5 ekor ayam) (Kelly & Sullivan,
2015).
3. Diakhiri dengan meminta pasien untuk berjalan bersama untuk jarak dekat (pertemuan ke- 1 dan 2).
3&4 1.a. Latihan pernapasan dan relaksasi (yoga) selama kurang lebih 5 menit sebagai aktivitas pembuka
(pertemuan ke-3)
1.b. Latihan keseimbangan selama kurang lebih 5 - 10 menit sebagai aktivitas pembuka (pertemuan ke-4)
2. Terapi stimulasi kognitif , yaitu (Yates, Orrell, Spector & Argeta, 2015) :
● Diskusi mengenai berita terbaru atau pengetahuan umum (pertemuan 3 & 4)
● Face-name recall, guna meningkatkan fungsi recall memori (pertemuan ke-3) :
Menunjukkan foto diri, keluarga, teman, ataupun orang yang dikenal, dan meminta pasien mengenali
serta menyebutkan nama orang tersebut.
● Object Categorization, guna meningkatkan fungsi recognition memori pada pasien (pertemuan ke-4)
(TePau, 2015) :
Pasien diminta untuk mengkategorikan objek - objek (berupa gambar) yang ditunjukkan kepadanya
3. Diakhiri dengan meminta pasien untuk berjalan bersama untuk jarak dekat (pertemuan ke- 3 & 4)

5&6 1. Latihan fisik (misalnya, stretching, aerobic) diiringi dengan musik sebagai aktivitas pembuka (warm
up) selama kurang lebih 5 - 10 menit (pertemuan 5 dan 6)
2. Terapi stimulasi kognitif (Kelly & Sullivan, 2015) dengan:
● Metode loci, guna meningkatkan fungsi recall memori :
Memvisualisasikan /membayangkan lokasi-lokasi familiar dan benda-benda spesifik terkait lokasi
tersebut. (contohnya, “ bayangkan anda sedang dalam rumah anda, cobalah berjalan ke arah kamar
anda, sebutkan ada barang apa saja di sana, kemudian ke arah dapur, sebutkan benda apa saja di sana”)
● Face-name recall, guna meningkatkan fungsi recall memori :
Menunjukkan foto diri, keluarga, teman, ataupun orang yang dikenal, dan meminta pasien mengenali
serta menyebutkan nama orang tersebut.
3. Latihan pernapasan dan relaksasi dengan meditasi diiringi dengan lagu sebagai penutup (pertemuan 5
& 6)

7&8 1. Latihan pernapasan dan relaksasi sebagai aktivitas pembuka (pertemuan 7 & 8)
2. Terapi stimulasi kognitif , yaitu (Kelly & Sullivan, 2015) :
● Memory Vanishing Cues (pertemuan ke- 7 & 8), guna meningkatkan fungsi recall memori :
Menunjukkan gambar beberapa wajah dengan namanya. Kemudian, setiap wajah ditampilkan dengan
seluruh huruf dari namanya; kemudian, huruf dihilangkan satu per satu dimulai dari kanan ke kiri, hingga
menyisakan huruf pertama nama yang sesuai dengan wajahnya.
Pasien diminta untuk menyebutkan dengan benar nama sesuai dengan wajah yang ditampilkan, namun
tidak boleh menebak - nebak. Apabila pasien tidak memberikan respon (mengindikasikan pasien tidak
mengingat nama sesuai dengan wajah yang ditampilkan), maka kembali ke tahap selanjutnya (menarik
satu persatu huruf dari nama yang sesuai dengan wajah yang ditampilkan), hingga pasien berhasil
menyebutkan nama sesuai dengan wajahnya.
● Memory Forward Cues (pertemuan ke- 7 & 8), guna meningkatkan fungsi recall memori :
Menunjukkan gambar beberapa wajah dengan namanya. Kemudian, setiap wajah ditampilkan dengan
huruf pertama nama yang sesuai dengan wajahnya. Pasien diminta untuk menyebutkan atau menebak
nama yang sesuai dengan wajah yang ditampilkan. Apabila pasien tidak berhasil menebak, maka huruf
kedua dari nama yang sesuai dengan wajahnya ditampilkan; begitupula huruf ketiga dan seterusnya,
hingga pasien dapat menyebutkan dengan benar nama yang sesuai dengan wajahnya.
9 & 10 1. Latihan keseimbangan selama kurang lebih 5 - 10 menit sebagai aktivitas pembuka (pertemuan ke-9
& 10)
2. Terapi stimulasi kognitif , yaitu (Kelly & Sullivan, 2015) :
● Spaced Retrieval (pertemuan ke-9), guna meningkatkan fungsi recall dan retention memori
(mengidentifikasi dan melatih minimal waktu yang diperlukan pasien untuk melakukan recall dan
retention memori) :
Menunjukkan beberapa gambar wajah dengan namanya, seperti pada pertemuan sebelumnya. Namun,
pada pertemuan ini, pasien diminta untuk mengingat nama sesuai dengan wajahnya dalam interval waktu
tertentu (5 detik, 10 detik, 1 menit dan sebagainya). Pasien diminta untuk menyebutkan nama yang
sesuai dengan gambar wajah yang ditampilkan, hingga akhirnya ditemukan rentang waktu minimal,
dimana pasien dapat menyebutkan nama yang sesuai dengan wajahnya dengan benar. Rentang waktu
minimal ini dilatih terus menerus melalui spaced retrieval.
● Mnemonics (pertemuan ke- 10), guna meningkatkan fungsi retention dan recall pada pasien :
Pasien diajarkan untuk mengasosiasikan informasi yang ingin diingatnya dengan gambar visual, cerita,
puisi, akronim dari informasi tersebut (misalnya, nama salah satu anggota keluarga pasien adalah enion,
maka pasien diajarkan untuk mengasosiasikannya dengan gambar visual, yaitu “onion”)
3. Diakhiri dengan meminta pasien untuk berjalan bersama untuk jarak dekat (pertemuan ke- 9 dan
10).

11 & 12 1. Latihan fisik (misalnya, stretching, aerobic) diiringi dengan musik sebagai aktivitas pembuka (warm
up) selama kurang lebih 5 - 10 menit (pertemuan ke- 11 & 12)
2. List/object recall (pertemuan ke- 11 & 12) guna meningkatkan fungsi recall dan retention pada
pasien: Pasien diminta untuk membayangkan suatu situasi di mana ia harus mengerjakan sesuatu,
kemudian diminta untuk membuat daftar apa saja yang harus ia siapkan dan urutan langkah-langkah
yang harus dilakukan. (Misal: bayangkan ingin belanja untuk memasak nasi goreng, apa saja yang
harus dilakukan, bahan-bahan apa yang harus dibeli, dll).
3. Latihan pernapasan dan relaksasi dengan meditasi diiringi dengan lagu sebagai penutup (pertemuan
ke- 11 & 12)

13 & 14 1. Latihan keseimbangan selama kurang lebih 5 - 10 menit sebagai aktivitas pembuka (pertemuan ke-13
& 14)
2. Terapi stimulasi kognitif , yaitu (Kelly & Sullivan, 2015) :
● Metode prompting dan fading (pertemuan ke- 13 & 14), guna meningkatkan ingatan, serta
memandirikan pasien akan aktivitas sehari - hari yang dilakukannya (dalam kasus ini, menjaga
kebersihan personal) :
Pasien diberikan instruksi untuk melakukan aktivitas (baik instruksi verbal atau dicontohkan), kemudian
terapis perlahan - lahan menarik instruksi yang diberikan hingga pasien dapat melakukan aktivitas
tersebut sendiri. Terapis juga meminta keluarga pasien untuk terus menerapkan metode ini kepada
pasien, agar pasien lama - lama terbiasa untuk melakukan aktivitas sehari - hari (dalam kasus ini, menjaga
kebersihan personal) tanpa harus diberikan instruksi terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Cummings, J. L., Frank J.C., Cheey, D., Kohatsu, N.D., Kemp, B., Hewett, L., & Mittman, B. (2002). Guidelines for
managing Alzheimer’s Disease: part II. treatment. American Family Physician, Vol. 65 (12), pp. 2525-2534.
Diakses 4 Oktober 2018 dari pdfs.semanticscholar.org/5568/f078da75fd4be3858c1b7846b7b173c15dc4.pdf
Hughes, C.P., Berg, L., Danigzer, W.L., Coben, L.A., Martin, R.L. (1982). A new clinical scale for the staging of dementia.
British Journal of Psychiatry, 140, pp. 566 - 572. doi: 10.1192/bjp.140.6.566
Kaur, J., Garnawat, D., Bahtia, M.S., & Sachdev, M. (2013). Rehabilitation in alzheimer disease. Delhi Psychiatry Journal,
16(1), pp. 166 - 170. Diakses 19 September 2018 dari http://medind.nic.in/daa/t13/i1/daat13i1p166.pdf
Kelly, M.E., & Sullivan, M. (2015). Strategies and techniques for cognitive rehabilitation: Manual for healthcare
professional [e-book]. Dublin: Trinity College University of Dublin. Diakses 19 September 2018 dari
https://www.alzheimer.ie/Alzheimer/media/SiteMedia/Services/Cognitive-Rehabilitation-
Manual_1.pdf?ext=.pdf
Kolibas, E., Korinkova, V., Novotny, V., Vajdickova, K., & Hunakova, D. (2000). ADAS-cog (Alzheimer's disease
assessment scale-cognitive subscale): Validation of the slovak version. Bratislavske Lekarske Listy, 101(11), pp.
568 - 602. Diakses 19 September 2018 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11218956.
Kueper, J. K., Speechley, M., & Odasso, M. (2018). The alzheimer’s disease assessment scale–cognitive subscale (ADAS-
Cog): Modifications and responsiveness in pre-dementia populations. A narrative review. Journal of Alzheimer's
Disease 63(2), pp. 423 - 444. doi : 10.3233/JAD-170991.
Um Y.H., Choi, W.H., Jung, W.S., Park, Y.H., Lee, C.U., & Lim, H.K. (2017). A case report of a 37-year-old alzheimer’s
disease patient with prominent striatum amyloid retention. Psychiatric Investigation, Vol. 14 (4), 521-524,
diakses pada tanggal 19 September 2018 dari www.ncbi.nlm.nih.gov.
Steckl, C. (2015). Diagnosis of alzheimer's disease: Neuropsychological testing [blog-article]. Diakses 19 September 2018
dari https://www.mentalhelp.net/articles/diagnosis-of-alzheimer-s-disease-neuropsychological-testing/
TePau. (2015). A guide to cognitive stimulation therapy. Diakses 19 September 2018 dari
https://www.tepou.co.nz/uploads/files/resource-assets/a-guide-to-cognitive-stimulation-therapy.pdf
Yates, L.A., Orrell, M., Spector, A., & Orgeta, V. (2015). Service users’ involvement in the development of individual
Cognitive Stimulation Therapy (iCST) for dementia: a qualitative study. BMC Getriatics, 15(4), pp. 1 - 10. Doi :
10.1186/s12877-015-0004-5

Anda mungkin juga menyukai