Anda di halaman 1dari 15

Judul Moderate-to-High Intensity Physical Exercise in Patients with Alzheimer’s Disease: A Randomized

Controlled Trial

Jurnal Journal of Alzheimer’s Disease

Volume &Halaman Vol. 50 Halaman 443-453

Tahun 2016

Kristine Hoffmann, Nanna A. Sobol, Kristian S. Frederiksen, Nina Beyer, Asmus Vogel, Karsten Vestergaard,
Hans Brændgaard, Hanne Gottrup, Annette Lolk, Lene Wermuth, Søren Jacobsen, Lars P. Laugesen, Robert
Penulis
G. Gergelyffy, Peter Høgh, Eva Bjerregaard, Birgitte B. Andersen, Volkert Siersma, Peter Johannsen, Carl W.
Cotman, Gunhild Waldemar and Steen G. Hasselbalch

Reviewer Luh Marcintya Orientini Putri Devi (2002631069)

Tanggal 23 Desember 2020

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas dari program latihan aerobik mulai dari intensitas
sedang hingga intensitas tinggi pada pasien dengan mild Alzheimer’s Disease.
Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 200 pasien dengan Mild Alzheimer’s Disease yang merupakan pasien rawat jalan
dari delapan memory clinic yang terdapat di Denmark yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan (n=107) dan kelompok kontrol
(n=93).
Kriteria Inklusi:
1. Skor Mini Mental State Examination (MMSE) > 19 pada skrining kurang dari 6 minggu terakhir.
2. Berusia antara 50 - 90 tahun.
3. Memiliki caregiver dengan kontak regular (> 1 kali perbulan) yang bersedia untuk ikut berpartisipasi
dalam penelitian.
4. Jika pasien menggunakan obat anti-demensia atau mood stabilizing, pasien harus menggunakan dosis
yang stabil setidaknya selama 3 bulan terakhir.
Kriteria Ekslusi:
1. Pasien dengan penyakit jantung atau penyakit medis lainnya yang kontraindikasi dengan aktivitas
fisik.
2. Pasien dengan penyakit neurologis lain yang mempengaruhi fungsi kognitif (termasuk penyakit
cerebrovascular parah).
3. Penyakit kejiwaan yang parah.
4. Penyalahgunaan alkohol dalam 2 tahun terakhir menurut pedoman nasional.
5. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik rutin dengan intensitas tinggi 2 kali atau lebih seminggu.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian randomized controlled trial (RCT).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah:


Definisi Operasional Variabel - Fungsi kognitif merupakan suatu proses yang berhubungan erat dengan mental manusia yang meliputi
atensi, proses berpikir, pengetahuan, serta memori, dimana jika hal tersebut mengalami gangguan atau
kemunduran maka orang tersebut akan sulit melakukan tindakan-tindakan seperti kehilangan cara
berpikir, daya ingat memburuk, dan kehilangan minat dalam aktivitas fisik.

Dependen - Gangguan psikologi merupakan salah satu permasalah yang rentan dialami penderita Alzheimer.
- Activity Daily Living (ADL) merupakan kemampuan pasien Alzheimer dalam melakukan aktivitas
sehari-sehari secara mandiri.
- Kualitas Hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial,
dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Cara & Alat Mengukur Variabel Untuk mengukur variabel dependen maka digunakan alat ukur berupa:
Dependen Untuk mengukur fungsi kognitif dari subjek digunakan:
- Symbol Digit Modalities Test (SDMT) merupakan penilaian neuropsikologis yang digunakan untuk
menilai kecepatan psikomotor dan atensi. Menggunakan nomor dan simbol dibagian atas halaman tes,
peserta diminta untuk memecahkan kode dengan benar. Jumlah total yang benar dalam waktu 120
detik digunakan sebagai hasil tes.
- The Alzheimer’s Disease Assessment Scale – Cognitive Subscale (ADAS-Cog) adalah suatu skala
penilaian untuk menilai tingkat disfungsi kognitif pada penyakit Alzheimer. Merupakan salah satu
skala kognitif yang paling banyak digunakan dan dianggap sebagai “gold standar” untuk penilaian
Alzheimer. Dimana skala ini mencangkup 11 pertanyaan yang berisikan perubahan suasana hati dan
perilaku yang mungkin terjadi pada penyakit alzheimer.
- The Stroop Color and Word Test (Stroop) didasarkan pada pengamatan bahwa individu dapat
membaca kata lebih cepat daripada mengidentifikasi warna. Tes ini mengukur tingkat disfungsi
kognitif dan atensi.
- Verbal fluency Test merupakan suatu tes skrining singkat yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi
kognitif. Dalam tes ini peserta harus menghasilkan kata sebanyak mungkin dari suatu kategori yang
diberikan dalam waktu tertentu (biasanya 60 detik).
- Mini mental state examination (MMSE) adalah pemeriksaan kognitif yang menjadi bagian rutin
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis Alzheimer. MMSE merupakan pemeriksaan yang terdiri
dari 11 item penilaian yang digunakan untuk menilai atensi dan orientasi, memori, registrasi, recall,
kalkulasi, dan kemampuan bahasa. Rentang skor MMSE adalah 1-30, dengan cut off 24. Skor yang
lebih rendah dari 24 menunjukkan adanya gangguan kognitif.
Untuk mengukur tingkat gangguan psikologi dari subjek digunakan:
- The Hamilton Depression Rating Scale 17 items (HAMD-17) merupakan suatu alat ukur yang
digunakan untuk menilai tingkat keparahan gejala depresi melalui penyelidikan terhadap suasana hati,
perasaan bersalah, gagasan bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi, kecemasan, penurunan berat
badan, dan gejala somatic.
- The 12-item Neuropsychiatric Inventory (NPI-12) adalah suatu kuesioner yang diisi oleh caregiver
untuk menilai mengenai tingkat keparahan gejala neuropsikiatri pasien. Penilaian terdiri dari 12 item
yang pada setiap item terdapat 4 skor penilaian yaitu frekuensi, keparahan, skor total (frekuensi x
keparahan), dan distress caregiver.
Untuk mengukur ADL dari subjek digunakan:
- Alzheimer’s Disease Cooperative Study–Activities of Daily Living Inventory (ADCS–ADL)
merupakan kuesioner yang diisi oleh caregiver untuk menilai kompetensi pasien dengan Alzheimer’s
Disease dalam aktivitas dasar dan kehidupan sehari-hari (ADL).
Untuk mengukur kualitas hidup dari subjek digunakan:
- The European Quality of Life–5 Dimensions (EQ- 5D) adalah suatu skala penilaian yang digunakan
untuk menilai kualitas hidup pasien yang dapat diisi oleh caregiver dan pasien itu sendiri.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
- Latihan Aerobik Intensitas Sedang hingga Tinggi
Latihan dilakukan dalam 3 kali seminggu dalam kelompok yang terdiri dari 2-5 peserta yang diawasi
Definisi Operasional Variabel oleh fisioterapis berpengalaman. Pada 4 minggu pertama dilakukan latihan adaptasi untuk
Independen membiasakan diri berolahraga kepada subjek dan membangun kekuatan terutama pada ekstremitas
bawah (2 kali seminggu) dan senam aerobik (1 kali seminggu). Pada 12 minggu sisanya, subjek
diberikan latihan aerobik mulai dari intensitas sedang hingga tinggi (total 3x10menit dengan sepeda
ergometer, crosstrainer, dan treadmill dengan istirahat 2-5 menit diantara setiap latihan).
Langkah–langkah Penelitian Langkah–langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan subjek penelitian
Subjek penelitian ini berjumlah 200 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian. Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien dengan pasien Alzheimer’s Disease
merupakan pasien rawat jalan dari delapan memory clinic yang terdapat di Denmark.
2. Randomisasi subyek dan pengelompokan subyek
Dengan metode randomized controlled trial pasien secara acak dimasukan ke dalam dua kelompok,
yaitu kelompok perlakuan yang akan diberikan latihan aerobik oleh fisioterapis dan kelompok kontrol
yang diberikan usual treatment oleh memory clinic staff.
3. Pemberian Perlakuan
Perlakuan berbeda diberikan pada masing-masing kelompok. Kelompok perlakuan diberikan latihan
selama 16 minggu, dimana pada 4 minggu pertama diberikan latihan ringan yang bertujuan untuk
adaptasi, kemudian pada 12 minggu terakhir diberikan latihan aerobik 3 kali seminggu dengan
peningkatan intensitas mulai dari sedang hingga tinggi. Kelompok kontrol diberikan perawatan seperti
biasa (tanpa latihan aerobik) oleh memory clinic staff secara rutin. Untuk memastikan kepatuhan dari
kelompok kontrol, peneliti menjanjikan akan memberikan latihan adaptasi selama 4 minggu kepada
kelompok kontrol setelah penelitian berakhir.
4. Penilaian Hasil
Berhasil atau tidaknya intervensi yang diberikan pada kedua kelompok penelitian dinilai dengan
menggunakan beberapa skala penilain yang meliputi:
- Fungsi kognitif: Symbol Digit Modalities Test (SDMT), The Alzheimer’s Disease Assessment Scale –
Cognitive Subscale (ADAS-Cog), The Stroop Color and Word Test (Stroop), Verbal fluency Test, dan
Mini mental state examination (MMSE).
- Gangguan psikologi: The Hamilton Depression Rating Scale 17 items (HAMD-17) dan The 12-item
Neuropsychiatric Inventory (NPI-12).
- Activity Daily Living (ADL): Alzheimer’s Disease Cooperative Study–Activities of Daily Living
Inventory (ADCS–ADL).
- Kualitas Hidup: The European Quality of Life–5 Dimensions (EQ- 5D).
5. Pelaporan
Pelaporan data dilakukan dalam bentuk jurnal dan dipublikasikan pada tahun 2016.
Hasil Penelitian Dari 608 orang yang diskrining untuk kelayakan, 200 orang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam karakteristik dasar antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (Tabel 1). 113 subjek adalah laki-laki (57%) dan sisanya adalah perempuan. Subjek
memiliki usia rata-rata 70,5 tahun, dan skor MMSE rata-rata 24,0.

Sebanyak 190 (96%) subjek menyelesaikan penelitian. 81 dari 107 peserta dalam kelompok intervensi
(76%) menghadiri lebih dari 80% sesi latihan; 83 subjek (78%) berlatih dengan intensitas lebih dari 70%
dari HR maksimal selama sesi latihan; dan 66 subjek (62%) memenuhi kedua kriteria (high exercise
subject). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam demografi awal antara 3 kelompok (kontrol, low, dan
high exercise), namun, proporsi pasien dengan hipertensi arteri lebih besar pada kelompok low exercise,
dan tidak ada pasien yang dirawat dengan beta-blocker memenuhi kriteria high exercise karena mereka
tidak dapat mencapai tingkat lebih dari 70% HR maksimal selama latihan.
Rata-rata (± SD) perbedaan antara kelompok setelah follow-up ditunjukkan pada Tabel 2. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam perubahan dari awal ke saat follow-up antara kelompok pada hasil primer,
meskipun ada 2,5 poin (95% CI –1,1 hingga 6,1; p = 0,179) perbedaan antara kedua kelompok yang
mendukung kelompok intervensi. Ada perbedaan yang signifikan dalam perubahan gejala neuropsikiatri
total yang dinilai dengan NPI, yaitu sebesar 3,5 poin (95% CI, -5,8 hingga -1,3; p = 0,002) dari awal hingga
saat follow-up menunjukkan gejala neuropsikiatri parah pada kelompok intervensi. Efek latihan fisik
tampaknya berpengaruh pada beberapa sub-item dari skala NPI. Tidak ada hasil sekunder lainnya yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam perubahan dari awal hingga follow-up
(Tabel 2).
Ketika follow-up, subjek high exercise (n = 66) berbeda dari kelompok kontrol dengan 4,2 poin pada SDMT
(Symbol Digit Modalities Test) (95% CI, 0,5 hingga 7,9; p = 0,028) (Tabel 2). Pengaruh latihan pada NPI
tetap signifikan pada subjek dengan high exercise, sementara tidak ada efek signifikan lain yang ditemukan
pada hasil sekunder lainnya dalam subjek high exercise terhadap kelompok kontrol. Perbedaan yang
signifikan juga terlihat pada kualitas hidup dalam EQ-5D VAS yang diisi oleh pasien pada subjek high
exercise terhadap kelompok kontrol (4,5 poin, 95% CI, -0,8 sampai 9,8; p = 0,097).

10 subjek drop out dengan alasan tercantum pada Gambar. 1. Secara keseluruhan, 58 efek samping dan 13
efek samping serius dilaporkan (Tabel 3). Satu kejadian fibrilasi atrium diamati selama sesi pelatihan pada
pasien yang tidak memiliki riwayat fibrilasi atrium sebelumnya. Meskipun skenario yang paling mungkin
adalah bahwa peningkatan pemantauan selama sesi pelatihan mengungkapkan fibrilasi atrium paroksismal
yang tidak terdiagnosis, tidak dapat dikesampingkan bahwa latihan tersebut memicu fibrilasi atrium. Efek
samping yang paling umum adalah masalah muskuloskeletal, namun dari 16 kejadian yang dilaporkan,
hanya 6 yang terkait dengan penelitian.

Pembahasan Ini adalah penelitian pertama yang dilakukan secara ketat tentang latihan aerobik intensitas sedang hingga
tinggi pada Mild Alzheimer’s Disease (MAD). Meskipun hasil utamanya negatif, ada beberapa temuan
penting dalam penelitian ini. Kehadiran tinggi (rata-rata: 84%) dan sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan bahwa latihan aerobik adalah intervensi yang layak dan dianggap baik untuk lanjut usia
dengan MAD. Setelah program latihan 16 minggu yang diawasi dengan intensitas sedang hingga tinggi,
gejala neuropsikiatri secara signifikan lebih ringan. Meskipun hasil utama peneliti, SDMT adalah negatif,
peneliti menemukan kemungkinan efek pada kognitif subjek yang mengikuti program latihan. Ini bisa
menunjukkan bahwa latihan fisik mungkin memiliki efek pada kognitif asalkan kehadiran dan intensitas
yang tinggi dipertahankan. Peneliti tidak menemukan efek pada penilaian aktivitas kehidupan sehari-hari
(ADL), gejala depresi, atau kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan. Efek samping yang serius
jarang terjadi dan angka drop out rendah, yang selanjutnya menunjukkan keamanan dan kelayakan
intervensi ini pada pasien dengan MAD.
Temuan peneliti tentang efek intervensi pada gejala neuropsikiatri merupakan temuan yang cukup menarik,
karena Cochrane Review baru-baru ini menyimpulkan bahwa latihan fisik pada gejala neuropsikiatri
memiliki kualitas yang tidak mencukupi, dalam tinjauan itu, beberapa studi intervensi dengan intensitas
rendah atau multimodal yang sebelumnya telah dilakukan menunjukkan bahwa latihan fisik justru
meningkatkan gejala neuropsikiatri, sedangkan dalam penelitian ini justru menunjukkan efek yang
sebaliknya yakni bahwa latihan fisik dapat menghambat atau menunda munculnya gejala neuropsikiatri
yang lebih parah. Perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol cenderung dijelaskan
dengan meningkatnya keparahan gejala yang sudah ada pada kelompok kontrol, yang tidak terjadi pada
kelompok intervensi. Meskipun tidak diuji secara eksplisit, tampaknya ada efek umum pada gejala
neuropsikiatri, tetapi penelitian ini tidak dirancang untuk secara khusus mengatasi masalah ini. Peneliti
tidak menemukan efek yang signifikan pada gejala depresi seperti yang diukur oleh Hamilton Depression
Rating Scale, yang dapat disebabkan oleh prevalensi gejala depresi yang rendah sejak awal pada kedua
kelompok. Peneliti tidak dapat menguji apakah efek pada gejala neuropsikiatri dimediasi oleh latihan itu
sendiri, bantuan perawat, ekspektasi positif tentang intervensi, atau oleh interaksi sosial antara pasien
selama latihan kelompok. Seseorang dapat berspekulasi bahwa efek ini mungkin tidak secara langsung
terkait dengan olahraga.
Temuan negatif pada hasil sekunder lainnya seperti aktivitas kehidupan sehari-hari dan kualitas hidup
mungkin memiliki beberapa penjelasan. Nilai dasar rata-rata yang relatif tinggi pada kedua skala (di atas 70
pada skala EQ5D-VAS, dan skor ADCS-ADL 62 dari 78 poin) mungkin telah membuat hasil ini kurang
sensitif terhadap perubahan. Penjelasan lain yang mungkin untuk efek discrepant pada hasil yang
disebutkan di atas dan gejala neuropsikiatri mungkin adalah gejala neuropsikiatri lebih dapat diterima untuk
intervensi jangka pendek, sementara intervensi dengan durasi yang lebih lama diperlukan untuk
mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada penelitian ini subjek high exercise menunjukkan penurunan yang lebih sedikit pada SDMT
dibandingkan kelompok kontrol. Hubungan neuroprotective yang bergantung pada dosis antara latihan fisik
dan kinerja kognitif secara teori dapat dimediasi melalui pengurangan faktor risiko kardiovaskular atau
perubahan pada neuroprotective lainnya, termasuk peningkatan faktor neurotropik yang diturunkan dari
otak dan pengurangan sitokin pro-inflamasi Namun, terpisah dari analisis SDMT, efek pada kognitif
sebagian besar negatif dalam penelitian ini, dan penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum klaim untuk efek
latihan fisik pada kognisi di MDA dapat dibuat.
Hasilnya bertentangan dengan domain kognitif mana yang paling sensitif terhadap olahraga. SDMT dipilih
sebagai hasil utama karena tes ini sensitif terhadap perubahan yang sangat awal dalam aspek fungsi
eksekutif (kecepatan mental dan atensi) pada Alzheimer’s Disease (AD). Selanjutnya, karena fungsi
eksekutif dianggap sangat sensitif terhadap efek latihan fisik, yang baru-baru ini dikuatkan dalam uji coba
besar pada latihan intensitas sedang pada lansia yang tidak banyak bergerak dimana fungsi eksekutif
meningkat pada subkelompok subjek yang paling mengalami gangguan fungsi kognitif.. Terakhir, dalam
penelitian yang dilakukan secara ketat pada pasien MCI yang melibatkan latihan aerobik intensitas sedang
hingga tinggi, penulis menemukan efek positif pada tes ini. Oleh karena itu, efek yang sangat sederhana dari
latihan pada fungsi kognitif tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan ukuran yang tidak sensitif.
Kurangnya efek pada kognitif mungkin memiliki beberapa alasan lain. Meskipun perubahan dalam fungsi
kognitif telah dibuktikan dalam penelitian dengan ukuran sampel kecil dan jenis latihan fisik yang berbeda,
tetapi dengan durasi yang sama, baru-baru ini telah disarankan bahwa setidaknya enam bulan latihan
diperlukan untuk mendorong perubahan kognitif. Dengan demikian, durasi periode latihan mungkin
penting, seperti yang disarankan oleh laporan terbaru. Seperti yang dinilai dari Skala Aktivitas Fisik untuk
lansia, subjek kurang aktif secara fisik sebelum memasuki penelitian dibandingkan dengan lansia yang
sehat, tetapi mungkin lebih aktif secara fisik daripada populasi AD umum sehingga mengakibatkan bias
pada proses seleksi. Memasukkan pasien yang aktif secara fisik dalam penelitian ini mungkin telah
mengurangi kemungkinan mendeteksi efek menguntungkan dari program latihan.
Selain itu, karena peneliti tidak memantau tingkat aktivitas fisik dalam dua kelompok di luar sesi latihan,
peneliti tidak dapat mengesampingkan bahwa perubahan tingkat aktivitas fisik selain dari intervensi
olahraga mungkin telah mempengaruhi perbedaan hasil (yaitu, peserta dalam kelompok intervensi menjadi
kurang. aktif secara fisik diluar sesi latihan atau peserta kelompok kontrol meningkatkan aktivitas fisik
mereka selama penelitian).
Oleh karena peneliti memilih pasien yang mampu dan mau berpartisipasi dalam program latihan dengan
intensitas sedang hingga tinggi, hasilnya mungkin tidak berlaku untuk populasi pasien Alzheimer secara
umum. Peneliti memilih latihan kelompok karena keefektifan biaya dan kesesuaiannya untuk program
berbasis masyarakat. Intervensi yang menggabungkan interaksi sosial dengan program pelatihan khusus
mungkin optimal, terutama untuk penyakit dengan gejala kompleks seperti AD. Lebih lanjut, menurut
umpan balik dari para peserta, interaksi sosial setidaknya dapat menjelaskan sebagian dari kepatuhan yang
tinggi terhadap program.
Mempertimbangkan efek potensial, beberapa efek samping dari intervensi, dan kurangnya strategi
pengobatan yang efisien pada AD, mungkin ada potensi untuk latihan fisik sebagai terapi tambahan pada
pasien dengan AD. Secara khusus, mengingat efikasi yang terbatas dan tingginya tingkat efek samping dari
pengobatan psikotropika, serta beban gejala neuropsikiatri, program saat ini dapat dianggap sebagai terapi
tambahan dalam latihan komunitas.
Penelitian selanjutnya harus mengklarifikasi efek ketergantungan dosis potensial pada kognitif, serta
mencoba menguraikan efek olahraga dengan efek interaksi sosial. Selain itu, penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan dari penelitian ini, dan juga harus bertujuan untuk menjelaskan
lebih lanjut mengenai mekanisme latihan. Harus diklarifikasi apakah efek menguntungkan bersifat
simptomatik atau modifikasi penyakit, yang tidak kalah penting adalah menentukan pemilihan jenis, dosis,
dan intensitas latihan yang optimal.
Kekuatan penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini menggunakan metode randomized controlled trial yang merupakan gold standard dalam
penelitian eksperimental.
2. Jumlah subjek penelitian besar dan mampu mewakili populasi pasien dengan mild alzheimer’s disease.
Kekuatan Penelitian 3. Pada penelitian ini dijelaskan secara terperinci mengenai karakteristik subjek serta hasil pre dan post
treatment.
4. Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan dalam jurnal, diketahui bahwa tingkat kepatuhan subjek
dalam penelitian ini sangat tinggi sehingga mengurangi kemungkinan adanya bias akibat
ketidakhadiran subjek saat latihan.
Kelemahan Penelitian Kelemahan penelitian ini adalah

1. Seleksi awal pada subjek penelitian kurang diperhatikan sehingga permasalahan kesehatan pada subjek
dan efek samping dari latihan ditemukan dalam jumlah yang cukup besar ketika penelitian telah
berjalan, selain itu nilai rata-rata subjek pada beberapa pengukuran menunjukan keparahan yang cukup
rendah pada tiap variabel yang dinilai sejak sebelum penelitian sehingga kemungkinan mempengaruhi
hasil dari penelitian (bias).
2. Tidak mampu menjelaskan mengenai apakah program latihan fisik yang diberikan atau aspek lain
seperti bantuan caregiver ataupun interaksi sosial selama pemberian intervensi yang memberikan
pengaruh positif pada gejala neuropsikiatri.
3. Peneliti tidak memfollow-up mengenai aktivitas fisik subjek diluar sesi latihan selama waktu
penelitian, sehingga ada kemungkinan bahwa kelompok kontrol melakukan aktivitas fisik yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok intervensi dalam kehidupan sehari-harinya yang kemudian dapat
menyebabkan bias pada hasil penelitian.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil penelitian menunjukkan bahwa bahkan intervensi jangka pendek
Kesimpulan dapat efektif dalam mengurangi gejala neuropsikiatri pasien dengan Mild Alzheimer’s Disease. Selanjutnya,
data menunjukkan bahwa dosis latihan berdampak pada perubahan fungsi kognitif.

Anda mungkin juga menyukai