Anda di halaman 1dari 14

BAB I

SEJARAH DAN DASAR


HUKUM LELANG

SASARAN
PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa


diharapkan mampu :
Ø menjelaskan mengenai sejarah
lelang, sejarah Struktur Organisasi
Unit Lelang; dan
Ø menjelaskan mengenai dasar hukum
lelang yang berlaku bagi pelaksanaan
lelang di Indonesia.
2 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

SEJARAH LELANG

Sejarah Lembaga Lelang

P
ertama, seperti kita ketahui bahwa Indonesia adalah bekas negara
jajahan Belanda yang disebut sebagai Hindia Belanda yang pada
waktu itu penduduk Hindia Belanda menurut pasal 163 ayat (1)
“Indische Stactsregeling” (IS) dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. golongan Eropa
b. golongan Timur Asing
c. golongan Bumiputera
dan terhadap masing-masing golongan penduduk berlaku Hukum Perdata yang
berbeda-beda. Bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum dagang
yang berlaku di Negara Belanda. Bagi golongan Timur Asing berlaku bab-bab
tertentu hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku bagi golongan Eropa.
Sedangkan bagi penduduk asli (golongan Bumiputera) berlaku hukum adat.
Sesuai dengan asas konkordasi maka berbagai bidang hukum perdata yang
diberlakukan bagi penduduk Eropa dan Timur Asing tersebut antara lain mengatur
tentang lelang.
Kedua, Hindia Belanda adalah negara jajahan sedangkan jabatan pejabat
pemerintahan dan perusahaan-perusahaan Belanda di Hindia Belanda dijabat oleh
orang-orang Belanda. Bila terjadi mutasi perpindahan/mutasi pejabat Belanda
tersebut timbul masalah mengenai penjualan barang-barang dari para pejabat
Belanda yang mutasi tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, perlu adanya suatu
lembaga lelang. Akhirnya pemerintah Hindia Belanda berpikir untuk menciptakan
lembaga lelang tersebut, maka pada tahun 1908 terbitlah Staatblad 1908 Nomor
189 tentang Vendu Reglement. Pertimbangan tersebut sangat nyata, apalagi pada
Pasal 5 Vendu Reglement menyatakan permintaan lelang eksekusi dan barang-
barang-barang pindahan untuk diutamakan.
Pada saat itu juga terbentuk institusi yang namanya Inspeksi Lelang, yang
bertanggung jawab dan berada dibawah Menteri Keuangan yang pada waktu itu
disebut Direktuur Van Financient. Pada saat itu juga terdapat Direktorat Jenderal
Pajak yang bernama Inspeksi Keuangan. Namun demikian tidak berarti bahwa
Inspeksi Lelang sama atau sederajat
Dibawah Menteri Keuangan terdapat unit operasionalnya yang disebut
Vendu Kantoren (Kantor Lelang Negeri) yang pada saat itu jumlahnya belum
banyak yaitu berada di beberapa kota antara lain Batavia (Jakarta), Bandung,
Cirebon, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Makassar, Banda Aceh, Medan dan
Palembang.
Selanjutnya pada tahun 1919 dengan keputusan Gubernur Jenderal
Nederlandsch Indie untuk daerah-daerah yang belum terjangkau Vendu Kantoren
(Kantor Lelang Negeri) dan kurangnya pelaksanaan lelang maka diangkatlah
Vendumesteer klas II (Pejabat Lelang Kelas II). Pada waktu itu jabatan
Vendumesteer klas II (Pejabat Lelang Kelas II) dilakukan Pejabat Notaris
setempat, dan secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan dengan meningkatnya
Lelang: Teori dan Praktik 3

pelayanan lelang maka jabatan tersebut ditingkatkan menjadi Kantor Lelang


Negeri Kelas I. Tidak diketahui pasti perubahan penyebutan Vendumesteer
menjadi Juru Lelang dan seterusnya menjadi Pejabat Lelang, diperkirakan pada
tahun 1970-an dalam praktek dan peraturan yang mengatur tentang lelang telah
digunakan istilah Pejabat Lelang.
Tata cara dan prosedur lelang diatur dalam peraturan (reglement)
sedangkan Bea Materai diatur dalam peraturan (verordening) dan kemudian masih
banyak lagi pengaturan-pengaturan yang dilakukan dengan reglement dan
verordening. Pengaturan-pengaturan tersebut belum diatur dalam ordonansi
karena pada tahun itu belum terbentuk lembaga yang disebut Volksraads
(parlemen atau DPR) yang bertugas membentuk ordonansi atau Undang-undang.
Volksraad ini baru dibentuk pada tahun 1926 yang anggotanya dipilih berdasarkan
penunjukan bukan melalui pemilihan. Dengan demikian reglement dan
verordening saat itu dibuat bersama antara Gubernur Jenderal dengan
Hegerechthoof (Mahkamah Agung).

Sejarah Perkembangan Lelang

Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin auctio yang berarti
peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur
Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Beberapa
jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain adalah lelang karya seni,
tembakau, kuda, budak, dan sebagainya.
Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak
1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement, Stbl. 1908 No. 189 dan Vendu
Instructie, Stbl. 1908 No. 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku
hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia.
Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang digolongkan sebagai
suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada
umumnya. Oleh karenanya cara penjualan lelang diatur dalam undang-undang
tersendiri yang sifatnya Lex Spesialis. Kekhususan (spesialisasi) lelang ini tampak
antara lain pada sifatnya yang transparan/keterbukaan dengan pembentukan harga
yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaaan lelang
itu dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang yang mandiri.
Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita tampak
masih dianggap relevan. Hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang untuk
mendukung upaya Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana,
hukum pajak, hukum administrasi negara, dan hukum pengelolaan kekayaan
negara. Perkembangan hukum belakangan ini seperti Undang-undang Hak
Tanggungan (UUHT) No. 4 Tahun 1996, Undang-Undang Perpajakan dan
Undang-undang Kepailitan, serta Undang-Undang Perbendaharaan UU No. 1
tahun 2003 membuktikan ekspektasi masyarakat dan pemerintah yang semakin
besar terhadap peranan lelang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa meskipun sistem
lelang yang diatur dalam Vendu Reglement termasuk salah satu peraturan lama
warisan Belanda, sistem dan konsep dasarnya sebenarnya cukup baik dalam
mendukung sistem hukum saat ini.
4 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

Sejarah Struktur Organisasi Unit Lelang

Berdirinya Unit Lelang Negara dapat dikaitkan dengan lahirnya Vendu


Reglement Stbl. 1908 no. 189 dan Vendu Instructie Stbl. 1908 No. 190 yaitu pada
bulan Februari 1908, sehingga diperkirakan pada saat itulah mulai berdirinya unit
lelang negara. Jumlah unit operasional di seluruh Indonesia (saat itu masih Hindia
Belanda) pada saat itu juga tidak dapat diketahui secara pasti. Demikian halnya
sampai saat terjadinya perubahan Vendu Reglement pada tahun 1940 dengan
S.1940 No. 56 tidak diketahui jumlah unit operasional lelang.
Sejak lahirnya Vendu Reglement tahun 1908, unit lelang berada di
lingkungan Departemen Keuangan dengan kedudukan dan tanggung jawab
langsung di bawah Menteri Keuangan. Adapun struktur organisasi pada masa itu
yaitu di tingkat Pusat adalah Inspeksi Urusan Lelang. Sedangkan, di tingkat
daerah/unit operasional: Kantor Lelang Negeri, pegawainya merupakan pegawai
organik Departemen Keuangan dan Kantor Pejabat Lelang kelas II yang dulu
dijabat rangkap oleh Notaris, Pejabat Pemda Tingkat II (Bupati dan Walikota),
tapi semenjak tahun 1983 seluruhnya dirangkap oleh Pejabat dari Direktorat
Jenderal Pajak.
Selain KLN dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang memberikan jasa
lelang, pada waktu itu terdapat Balai Lelang/Komisioner Lelang Negara yang juga
memberikan Pelayanan Lelang. Balai Lelang ini dikelola oleh swasta dan
berkedudukan di kota-kota besar tertentu di Indonesia seperti Surabaya, Makassar,
Medan, dll. Namun pada tahun 1972, Lembaga Komisioner Lelang Negara
dihapuskan oleh Menteri Keuangan dengan SK No. D.15.4/D1/16-2 tanggal 2 Mei
1972. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dihapuskannya Lembaga
Komisioner Lelang Negara tersebut antara lain adalah :
1. Bahwa dengan Inpres 9 tahun 1970, pemindahtanganan barang-barang yang
dimiliki/dikuasai negara harus dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang sesuai
Undang-Undang.
2. Bahwa pelelangan-pelelangan pada umumnya sudah dapat ditampung dan
diselesaikan oleh Kantor Lelang Negara (KLN) dan atau Kantor-Kantor Lelang
Kelas II.
Pada tahun 1960 terjadi pembentukan Direktorat Jenderal di lingkungan
Departemen Keuangan, dengan ketentuan tiap departemen maksimum mempunyai
5 (lima) Direktorat Jenderal. Maka Unit Lelang digabung dan berada di bawah
Direktorat Jenderal Pajak dengan pertimbangan bahwa :
1. Penerimaan negara yang dihimpun unit lelang negara berupa Bea Lelang yang
merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung.
2. Saat itu baru saja terbentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dimana lembaga lelang sangat
diperlukan dalam pelaksanaan penagihan pajak.
Struktur organisasi dari penggabungan tersebut adalah sebagai berikut :
Di tingkat pusat : Dinas Lelang setingkat eselon III
Di tingkat daerah : Kantor Lelang Negeri Kelas I (setingkat eselon IV). Di
seluruh Indonesia ada 12 KLN kelas I (kecuali Jakarta
merupakan Eselon III) dan Pejabat Lelang kelas II untuk
Lelang: Teori dan Praktik 5

kota-kota dan kabupaten-kabupaten yang belum dibentuk


Kantor Lelang Negeri.
Saat itu yang termasuk Pejabat Lelang Kelas I adalah :
1. Pejabat-pejabat pemerintah yang khusus diangkat untuk itu (Pegawai Negeri
Sipil).
2. Penerima Umum dari Kas Negara (book houdere) yang dihapus tahun 1930.
Yang termasuk Pejabat Lelang Kelas II adalah :
1. Pegawai Negeri Sipil selain Pejabat Lelang Kelas I pada Unit Lelang Negara
yang tugas pokoknya melayani jasa lelang, misalnya Pejabat Lelang Kelas II
yang dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil dari Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak.
2. Orang-orang yang khusus diangkat untuk itu.
Pada tahun 1975, dibentuk Seksi Lelang di tingkat Kanwil Ditjen Pajak
setingkat Eselon IV/a dengan nama Seksi Pembinaan Lelang Bidang Pajak Tidak
Langsung, sedangkan pembinaan yang tadinya disebut sebagai Dinas Lelang
sebutannya diubah menjadi Sub Direktorat Lelang (Eselon III).
Pada tanggal 1 April 1990, Unit Lelang Negara dipindahkan ke
lingkungan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 428/KMK.02/1990 tanggal 4 April 1990.
Di Tingkat Pusat : Sub Direktorat Pembinaan Lelang (eselon III)
Di Tingkat Kanwil : Seksi Bimbingan Lelang (eselon IV) sebanyak 6
kantor.
Di Tingkat Operasional : Kantor Lelang Negara (KLN) sebanyak 18 kantor;
Pejabat Lelang Kelas II sebanyak 108 kantor yang
dijabat rangkap oleh eselon IV kantor operasional
Ditjen Pajak.
Pada tanggal 1 Juni 1991, berdasarkan Keppres 21 tahun 1991 nama
BUPN diganti menjadi BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara).
Terjadi pengembangan dan pengukuhan organisasi unit lelang.
Di Tingkat Pusat : Sub Direktorat Pembinaan Lelang ditingkatkan
menjadi Biro Lelang Negara (eselon II).
Di Tingkat Kanwil : Bidang Lelang (eselon III/a).
Di Tingkat Operasional : - KLN berkedudukan di tiap propinsi :
KLN tipe A (eselon III/b) sebanyak 5 kantor
KLN tipe B (eselon IV/a) sebanyak 22 kantor
- Pejabat Lelang Kelas II berkedudukan di
Kabupaten sebanyak 87 kantor
Pada tanggal 15 Desember 2000 dengan Keppres No 177 Th. 2000,
BUPLN menjadi DJPLN (Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara).
Kepala Badan menjadi Direktur Jenderal.
Di Tingkat Pusat : Biro Lelang Negara menjadi Direktorat Lelang
Negara (eselon II).
Di Tingkat Kanwil : Bidang Lelang (eselon III/a).
6 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

Di Tingkat Operasional : - KLN digabung dengan KP3N (Kantor Pelayanan


Pengurusan Piutang Negara) menjadi KP2LN
(Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara)
berkedudukan di tiap propinsi :
ü KP2LN tipe A (eselon III/a) sebanyak 29
kantor
ü KP2LN tipe B (eselon III/b) sebanyak 27
kantor
- Pejabat Lelang kelas II berkedudukan di kabupaten
yang belum terlayani oleh KP2LN sebanyak ...
kantor

DASAR HUKUM LELANG

Secara garis besar, dasar hukum lelang dapat dibagi dalam dua bagian,
yaitu :
1. Ketentuan Umum
Dikatakan ketentuan umum karena peraturan perundang-undangannya tidak
secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang.
a. “Burgelijk Wetboek” (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Stbl.
1847/23 antara lain Pasal 389.395, 1139 (1), 1149 (1);
b. “Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering/RBG” (Reglement Hukum
Acara Perdata untuk daerah di luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927 No. 227
Pasal 206-228;
c. “Herziene Inlandsch Reglement/HIR” atau Reglement Indonesia yang
diperbaharui/ RIB Stbl. 1941 No. 44 a.1 Pasal 195-208;
d. UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN, Pasal 10 dan 13;
e. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
Pasal 35 dan 273;
f. UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
g. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6;
h. UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia;
i. UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
j. UU No. 1 tahun 2003 tentang Perbendaharaan Indonesia;
k. UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Membayar
Utang;
l. PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
m. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2003 tentang Pemungutan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
2. Ketentuan Khusus, yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tentang tata cara dan prosedur lelang.
Lelang: Teori dan Praktik 7

a. “Vendu Reglement” (Undang-Undang Lelang) Stbl. 1908 No. 189 yang


terdiri dari 49 Pasal;
b. “Vendu Istructie” (Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Lelang) Stbl
1908 No. 190 yang terdiri dari 62 Pasal;
c. Instruksi Presiden No.9 tahun 1970 tentang Penjualan dan atau
pemindahtanganan barang-barang yang dimiliki/dikuasai negara;
d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 jo Nomor
450/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 jo Nomor
451//KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang;
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30
November 2005 tentang Balai Lelang;
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 119/PMK.07/2005 tanggal 30
November 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II.
3. Gambaran Ringkas Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement) Stbl. 1908 No.
189, Instructie Lelang (Vendu Instructie) stbl. 1908 No. 190 dan Peraturan
Pemungutan Bea Lelang untuk Pelelangan dan Penjualan Umum Stbl No. 390.
a. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement) Stbl. 1908 No. 189 jo Stbl.
No.56.
Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement) ini merupakan peraturan-
peraturan yang mengatur tentang Pokok-Pokok Penjualan di Muka Umum
(lelang). Dari 49 Pasal tersebut dapat diperinci dalam Pasal-pasal yang
masih aktif, Pasal-pasal yang tidak efektif dan Pasal yang dihapus/dicabut.
1) Pasal-pasal yang masih aktif ada 27 Pasal, yaitu :
Pasal 1, 1a, 1b, Pasal 2, Pasal 3 (dengan penyesuaian istilah), Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 24, Pasal 30, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal
40 , Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46.
2) Pasal-pasal yang tidak efektif ada 13 Pasal, yaitu :
Pasal 4, Pasal 9, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal
28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, dan Pasal 38.
3) Pasal-pasal yang sudah dihapus/dicabut, yaitu :
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal
36, Pasal 47.
b. Instruksi Lelang (Vendu Instructie) Stbl. 1908 No. 190.
“Vendu Instructie” ini merupakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan Vendu
Reglement dan terdiri dari 62 pasal yang dapat diperinci sebagai berikut:
8 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

1) Pasal-pasal yang masih aktif ada 32 pasal, yaitu masing-masing:


Pasal 1, 7, 8 (dengan penyesuaian istilah), Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18 (sebagian masih aktif),
Pasal 22, Pasal 23 (tidak pernah dilaksanakan), Pasal 24 (sebagian masih
aktif), Pasal 25, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 37,
Pasal 38, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal
46, Pasal 47, Pasal 48 (tidak efektif untuk Kantor Lelang Negara, tetapi
efektif untuk Kantor Pejabat Lelang Kelas II) dan Pasal 60.
2) Pasal-pasal yang tidak efektif ada 25 pasal, yaitu :
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10, Pasal 13 a, b, c, Pasal
19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 28, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 35,
Pasal 36, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal
57, Pasal 58, Pasal 59.
3) Pasal-pasal yang sudah dihapus/dicabut ada 5 pasal, yaitu :
Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 61dan Pasal 62.

RANGKUMAN

Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin auctio yang berarti
peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur
Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi.
Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak
1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement Stbl. 1908 No. 189 dan Vendu
Instructie Stbl. 1908 No. 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku
hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia.
Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang digolongkan sebagai
suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada
umumnya. Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita
tampak masih dianggap relevan. Hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang
untuk mendukung upaya Law Enforcement dan pengelolaan kekayaan negara.
Secara garis besar, dasar hukum lelang dapat dibagi dalam dua bagian,
yaitu:
1. Ketentuan Umum
Dikatakan ketentuan umum karena peraturan perundang-undangannya tidak
secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang.
2. Ketentuan Khusus, yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tentang tata cara dan prosedur lelang.

LATIHAN SOAL
Lelang: Teori dan Praktik 9

Lingkarilah Jawaban Benar atau Salah dari


pernyataan berikut.

1. B–S Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement) Stbl 1908 No. 189


pada saat ini sudah tidak berlaku lagi.

2. B–S Lelang telah dikenal dalam litelatur Yunani sejak tahun 540 SM.

3. B–S Dasar Hukum lelang secara garis besar dibagi dalam 2 bagian yaitu
ketentuan umum dan ketentuan khusus.

4. B–S Secara singkat sejarah unit lelang :


Tahun 1908 – 1970 Kantor Lelang Negeri
Tahun 1970 – 1990 Kantor Lelang Negara
Tahun 1990 – 1991 Kantor Lelang Negara (dalam lingkungan
BUPN)
Tahun 1991 – 2000 Kantor Lelang Negara (dalam lingkungan
BUPLN)
Tahun 2000 – skg Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara
(dalam lingkungan DJPLN)

5. B-S Yang dimaksud dengan Ketentuan Khusus tentang lelang adalah


peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
tentang tata cara dan prosedur lelang.

6. B- S Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Stbl 1908 No. 190 merupakan


peraturan-peraturan yang mengatur tentang pokok-pokok penjualan
di muka umum (lelang)

7. B–S Undang-undang lelang sifatnya adalah Lex Generalis.


8. B–S Yang dimaksud dengan Pejabat Umum adalah Pejabat yang
independen dan profesional.

9. B–S Semua Pasal yang terdapat pada Vendu Instructie dan Vendu
Reglement sampai saat ini masih aktif dipergunakan.

10. B–S Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia


termasuk dalam ketentuan umum tentang lelang.

11. B–S Pada tahun 1908 terbentuk institusi yang bernama Inspeksi
Perdagangan yang bertanggung jawab dan berada dibawah
Direktuur Van Finencient.
10 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

12. B–S Pada Tahun 1919 di daerah-daerah yang belum terjangkau Kantor
Lelang Negeri diangkat Pejabat Lelang Kelas II.

13. B–S Kantor Lelang Negara pada tahun 1908 disebut dengan Vendu
Kantoren.

14. B–S Volksraad yang pada masa itu merupakan nama lain dari DPR
dibentuk pada tahun 1908.

15. B–S Undang-Undang (reglement) adalah hasil pembuatan antara


Gubernur Jenderal dengan Hoggerechtkoof.

16. B–S Lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang
prosedurnya berbeda dengan jual beli biasa sehingga sifatnya lex
specialist.

17. B–S Pada saat lahirnya Vendu Reglement, unit lelang berada dibawah
Menteri Perdagangan.

18. B–S Struktur organisasi Menteri Keuangan pada tahun 1908 adalah
sebagai berikut :
a. tingkat pusat : Inspeksi Urusan Lelang
b. Pejabat Lelang Kelas II

19. B–S Pada 1 April 1990, berdasarkan Keppres 21 Tahun 1991, nama
BUPN diganti menjadi BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara)

20. B–S Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia


termasuk dalam dasar hukum lelang.

Lingkarilah salah satu jawaban yang benar.

1. Apa yang melatarbelakangi pemerintahan Hindia Belanda waktu itu


membuat Undang-Undang ?
a. Menjual barang-barang milik pejabat yang dimutasi.
b. Banyaknya barang inventaris
c. Banyaknya barang rampasan
d. Banyaknya barang selundupan

2. Unit lelang pada waktu itu (1908) berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada:
a. Gubernur Jenderal
Lelang: Teori dan Praktik 11

b. Direktuur Van Financiente (Menteri Keuangan)


c. Berdiri sendiri
d. Direktur Jenderal Pajak

3. Siapa yang dapat diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas I ?


a. Siapa saja boleh
b. Pegawai Negeri Sipil
c. Diutamakan Notaris
d. Pegawai Negeri Sipil pada DJPLN

4. Siapa yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II ?


a. Pegawai Negeri Sipil pada DJPLN
b. PNS bukan Pejabat Lelang Kelas I
c. Pegawai Departemen Keuangan
d. Notaris

5. Mengapa lelang berada dalam reglement dan tidak dalam ordonansi


(undang-undang )?
a. Waktu itu (tahun 1908) belum terbentuk Volksraad (parlemen)
b. Karena tidak disetujui Volksraad
c. Karena lamanya pembahasan antara Pemerintah dengan Parlemen
d. Karena Indonesia jajahan pemerintahan Belanda

6. Yang tidak termasuk dalam dasar hukum lelang adalah :


a. BW (KUH Perdata)
b. ICW (undang-undang Perbendaharaan Indonesia)
c. VR (Vendu Reglement)
d. Undang-undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN.

7. Kekhususan lelang terletak pada :


a. Pembentukan harga yang kompetitif
b. Pembeli dan penjual bertransaksi bersama
c. Parang yang telah dibeli tidak dapat ditukar
d. Pembeli yang tidak puas dapat mengajukan komplain

8. Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak :


a. Tahun 1945
b. Tahun 1908
c. Tahun 1996
d. Tahun 1907
12 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

9. Kata lelang auctio berasal dari bahasa :


a. Inggris
b. Jepang
c. Latin
d. Belanda

10. Dengan Inpres 9 tahun 1970 pemindahtanganan barang-barang yang


dimiliki/dikuasai negara harus dilaksanakan dihadapan :
a. Hakim
b. Penjual
c. Kurator
d. Pejabat Lelang

11. Menurut sejarahnya kata ”lelang” berasal dari :


a. Bahasa Yunani “action”
b. Bahasa Latin “auctio”
c. Bahasa Inggris “auctio”
d. Bahasa Latin “auction”

12. Lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan Indonesia pada


tahun :
a. 1928
b. 1908
c. 1809
d. 1829

13. Lelang, digolongkan sebagai penjualan secara khusus karena :


a. Adanya pembentukan harga yang kompetitif
b. Dipimpin oleh seorang Pejabat Lelang
c. Didahului oleh pengumpulan peminat
d. Semua jawaban benar

14. Pada tahun 1970, kantor lelang berubah nama menjadi :


a. Kantor Lelang Negeri
b. Kantor Pelayanan Lelang
c. Kantor Lelang Negara
d. KP2LN

15. Sejak lahirnya Vendu Reglement tahun 1908, Unit Lelang yang melayani
lelang adalah :
Lelang: Teori dan Praktik 13

a. Kantor Lelang Negeri


b. Pejabat Lelang Kelas II
c. Balai Lelang/Komisioner Lelang Negara
d. Semua jawaban benar

16. Pada tahun 1960 unit lelang digabung dan berada dibawah Direktorat :
a. Direktorat Pajak
b. Direktorat Anggaran
c. Direktorat Lelang
d. Direktorat Bea dan Cukai

17. Peraturan yang termasuk dalam Ketentuan umum dibawah ini adalah :
a. BW (KUHPerdata) Stbl. 1847/23 Pasal 389, 395, 1138 (1), 1149 (1)
b. Vendu Reglement (UU Lelang) Stbl 1908 No. 189
c. ICW (UU Perbendaharaan Indonesia) Stbl. 1941 No. 44 a.1 Pasal 195-
208
d. Jawaban A dan C Benar

18. Pada tahun 1972 Balai Lelang/Komisioner Lelang Negara dihapuskan antara
lain karena :
a. Balai Lelang/komisioner Lelang Negara makin sedikit jumlahnya
b. Pemindahtanganan barang-barang yang dimiliki/dikuasai negara harus
dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang sesuai Undang-Undang.
c. Balai Lelang/Komisioner Lelang Negara berubah menjadi Pejabat
Lelang Kelas II
d. Jawaban A dan C benar

19. Peraturan yang termasuk dalam ketentuan Khusus dibawah ini adalah :
a. KMK No. 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
b. KMK No. 306/KMK.02/2002 tentang Balai Lelang
c. Jawaban A dan B benar
d. Jawaban A dan B salah

20. Pada tahun 1908 sd 1972, Balai Lelang/Komisioner Lelang Negara dikelola
oleh swasta dan berkedudukan di kota-kota besar di Indonesia, kecuali :
a. Surabaya
b. Makassar
c. Jakarta
d. Medan
14 BAB I : Sejarah dan Dasar Hukum Lelang

Jawablah dengan benar !

1. a. Jelaskan mengapa tata cara dan prosedur lelang diatur dalam suatu
reglement?
b. Dari bahasa manakah lelang itu berasal? Apakah artinya?
2. Kapankah lelang resmi masuk ke Indonesia? Proses masuknya lelang ke
Indonesia tersebut ditandai dengan apa?
3. Apakah yang dimaksud lelang merupakan penjualan secara khusus?
Jelaskan!
4. Jelaskan maksud lelang mempunyai fungsi sebagai Law Enforcement!
5. Apakah yang menjadi bukti bahwa konsep dasar lelang adalah cukup baik
dalam mendukung sistem hukum saat ini?
6. Jelaskan sejarah struktur organisasi unit lelang!
7. Sebutkan dasar hukum lelang!
8. Apakah yang dimaksud dengan ketentuan umum dan ketentuan khusus
dalam dasar hukum lelang?
9. Dimanakah letak perbedaan Vendu Reglement (VR) dan Vendu Instructie
(VI)?
10. Atas pasal-pasal yang ada pada VR dan VI ada yang dinyatakan masih aktif
dan sebagian lagi dinyatakan tidak aktif. Apakah yang menjadi dasar filosofi
dan dasar pemikirannya?

Anda mungkin juga menyukai