Anda di halaman 1dari 14

Seorang wanita RM berusia 76 th didiagnosa diabetes dan hipertensi.

Tekanan darahnya, sistolik 140 –


200 mmHg dan diatole 70-104 mmHg. Body mass index (BMI) 32. Obat yang dia minum sbb:
. metoprolol XL 50 mg twice a day
• triamterene 37.5 mg/ HCTZ 25 mg once a day
• furosemide 40 mg once a day
• olmesarten 20 mg every bedtime
• metformin 1 gram twice a day
• clonidine 0.2 mg 4 times a day and as needed
• aspirin 81 mg once a day
• clopidogrel 75 mg once a day
• ezetimibe 10 mg/simvastatin 40 mg once a day

Walaupun minum obat2an tersebut , tekanan darahnya tetap meningkat


Kadar gula darah sewaktu setelah diukur; antara 130 dan 186 mg/dl. Dia mengeluh sering merasa pusing

Pertanyaan:
1. Jelaskan rasionalitas pengobatan pada pasien tersebut
2. Bagaimana farmakoterapi untuk pasien tersebut
3. Informasi apa saja yang diberikan pada pasien

Anamnese :
Tekanan darah : masuk ke dalam kategori hipertensi
Normal : Sistole 110 – 130 mmHg
Diastole 70 – 100 mmHg
Berat Badan : masuk ke dalam kategori obesitas
Normal BMI : < 25

Standar kadar gula darah :


Sewaktu : 100 – 200 mg/dL
Puasa : 70 – 120

Obat – obatan :

• metoprolol : untuk obat hipertensi golongan β bloker


• triamterene : obat hipertensi
• HCTZ : obat hipertensi
• furosemide : untuk obat diuretika
• olmesarten : obat hipertensi gol Aniotensin II receptor blocker
• metformin : obat diabetes (berupa hormon)
• clonidine : antihiperttensi
• aspirin : analgetika
• clopidogrel : antihipertensi
• ezetimibe : penghambat absorbsi kolesterol
• Simvastatin : menurunkan kadar LDL dan kolesterol total dalam darah

Rasionalitas pengobatan pada pasien tersebut : dari segi pengobatan hipertensi menurut saya kurang
rasional karena terdapat 4 jenis obat hipertensi dalam pengobatan tersebut. Yang seharusnya hanya
dapat digunakan 2 jenis pengobatan tetapi bersinergi sehingga dapat bekerja lebih optimal.
Kemudian mengapa tekanan darahnya tetap naik menurut saya hal ini disebabkan karena pasien telah
mengalami resistensi terhadap obat – obat tersebut. Alternatif pengobatan yang dapat dianjurkan
menurut saya adalah mengganti obat jenis lain seperti obat-obatan golongan ACE inhibitor yang pada
terapi ini belum pernah digunakan. Selain hal tersebut, maka penting juga untuk melakukan terapi
nonfarmakologi yaitu memperbaiki pola hidup, yang mungkin sebelumnya pola hidupnya kurang sehat.
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi makanan dengan kadar
garam yang rendah, kurangi makanan pencetus hipertensi, jangan konsumsi alkohol, rokok, stress dll.
Lalu untuk menurunkan BMI- nya maka obat obatan seperti ezetimibe atau simvastatin harus tetap
digunakan karena tingkat obesitas turut mendukung hipertensi.
Kemudian untuk kasus keluhan merasa sering pusing adalah dapat diakibatkan karena tingginya tekanan
darah. Maka obat analgetiknya (Aspirin) akan tetap diperlukan sewaktu-waktu ketika merasa pusing
akibat hipertensi.
Sedangkan untuk obat diabetes bisa pake glibenclamide.

Info yang dapat diberikan :


Pasien harus diberikan terapi obat hipertensi kombinasi agar obat yang diberikan dalam dosis kecil
namun berkhasiat maksimal.
Pasien tersebut harus tetap pake obat diabetesnya agar kadar gula darah tetap terkontrol.
Pasien masih dapat menggunakan aspirin ketika menderita keluhan pusing. Keluhan pusing ini diduga
karena tingginya tekanan darah. (Ketika tekanan darah terlalu tinggi ataupun terlalu rendah maka terasa
pusing).
Obat - obat penurun LDL dan kolesterol juga harus tetap dikonsumsi karena BMI pasien masih tinggi
(kategori obesitas). Faktor kegemukan juga mempengaruhi tekanan darah tinggi.
Terapi non farmakologi harus tetap dilakukan yaitu :
1. Mengonsumsi makanan dengan kadar karbohidrat rendah (menurunkan kadar gula dalam darah)
2. Mengonsumsi makanan dengan kadar garam rendah (menurunkan kadar Na dalam darah)
3. Tidak mengkonsumsi alkohol
4. Tidak mengkonsumsi rokok
5. Olahraga yang cukup
6. Jaga Emosi (Jangan stress)
1. Resep 1
25/7/2011
R/ Furosemid XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR XV
S 1 dd 1
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1-0-0
R/ Diazepam 2 XXX
S 2 dd 1
R/ Aspilet XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd IC
R/ Simvastatin XV
S 0-0-1
R/ Gemfibrozil 300 XV
S 0-0-1

Pro : Tn. A (40 Th)

a. Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung, diabetes mellitus dan
tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b. Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam satu kurun waktu
pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan diagnosa penyerta tekanan darah tinggi,
hiperlipidemia, dan gangguan jantung. Obat-obat yang diresepkan dokter adalah sebagai berikut:
- Furosemid, sebagai antihipertensi golongan diuretik loops diuretik
- KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia akibat penggunaan
diuretik
- Metformin dan glibenklamid sebagai antidiabetes oral
- Diazepam, sedative golongan benzodiazepin
- Aspilet sebagai antiplatelet
- ISDN, sebagai antiangina
- Antasida, untuk menetralkan asam lambung
- Simvastatin dan gemfibrozil sebagai antihiperlipidemia
Furosemid digunakan sebagai agen antihipertensi tunggal, karena hipertensi yang dialami pasien
masih berada pada stage 1 (tekanan diastolik antara 140-159 mmHg). Sehingga penggunaan agen
tunggal umumnya cukup efektif. Penggunaan furosemid (loop diuretik) pada pasien yang memiliki
diagnose penyerta berupa diabetes mellitus dan gagal jantung seperti pada kasus ini, diperbolehkan.
Sehingga pemilihan furosemid dapat dianggap rasional.
Dari segi dosis, umumnya furosemid diberikan sekali sehari (40 mg/hari), yaitu pada pagi hari.
Namun dalam kasus ini, pasien menerima furosemid 40 mg pada pagi hari dan 20 mg pada siang hari
(60 mg/hari). Dosis tersebut masih berada pada dosis yang dianjurkan, terlebih pasien juga menderita
gagal jantung, sehingga dosis yang lebih tinggi diperbolehkan. Waktu pemberian furosemid juga masih
aman, yaitu pada pagi dan siang hari, sehingga resiko terjadinya diuresis nokturnal masih dapat
dihindarkan. (Dipiro; 233-236)
Pemberian KSR/ kalium klorida, sebagai suplemen kalium, dapat dibenarkan, mengingat furosemid
merupakan diuretik yang boros kalium, sehingga dapat memicu terjadinya hipokalemia. (Dipiro; 197).
Disamping kemungkinan terjadinya hipokalemia, pengguna furosemid juga berpeluang mengalami
kekurangan kadar ion-ion lainnya, akibat peningkatan urinasi, seperti natrium (hiponatremia), magnesium
(hipomagnesemia), serta kemungkinan terjadinya gout. (BNF 57; 76)
Pasien dapat dipastikan menderita diabetes mellitus tipe 2, karena dokter hanya meresepkan
andiabetik oral, tanpa insulin. Pasien diberi kombinasi metformin 500 mg tiga kali sehari, dan
glibenklamide 5 mg satu kali sehari.
Metformin merupakan antidiabetik golongan biguanide, yang bekerja dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin dan menurunkan resistensinya. Dan metformin merupakan agen antidiabetik utama
untuk terapi diabetes tipe 2, selama penggunaannya tidak dikontraindikasikan pada pasien tersebut.
Metformin yang dikombinasi dengan glibenklamide, sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi kedua obat
tersebut juga masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk
glibenkalmid, dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Baik metformin maupun glibenklamide dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran cerna
berupa mual, muntah, dan diare. (BNF; 376).
Penggunaan ISDN, Aspilet dan diazepam kemungkinan digunakan untuk terapi gangguan
jantungnya.
Diazepam kemungkinan diberikan untuk memberi efek antiansiolitik dan sedasi yang menenangkan
sehingga, mengurangi beban kerja jantung. Kemungkinan juga untuk mengatasi insomnia yang dapat
disebabkan oleh gemfibrozil. (BNF 57; 693, 146)
Aspilet diberikan sebagai antiplatelet yang dapat mengencerkan dan memperlancar peredaran
darah. ISDN digunakan sewaktu-waktu saat terjadi serangan sesak nafas, atau nyeri dada, atau
serangan angina. ISDN diberikan secara sublingual, untuk mempercepat onset kerja ISDN, dan
mencegah terjadinya metabolism lintas pertama dihati.
Kombinasi simvastatin 10 mg/hari dan gemfibrozil 300 mg/hari dalam dosis tunggal pada malam hari
ditujukan sebagai terapi antihiperlipidemia. Suatu studi menunjukkan bahwa pemberian simvastatin
mampu mengurangi 42% resiko kejadian panyakit jantung koroner pada penderita diabetes mellitus yang
memiliki konsentrasi kolesterol LDL dalam darahnya tinggi. Diabetes mellitus merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Dalam studi ini simvastatin digunakan sebagai agen
tunggal. (Dipiro; 476-479, 1398)
Penggunaan bersamaan simvastatin (golongan statin) dengan gemfibrozil (golongan fibrat)
meningkatkan resiko rhabdomyolisis, sehingga kombinasi tersebut tidak boleh digunakan. (BNF 57; 140)
Penggunaan simvastatin lebih dari 10 mg/hari harus disertai dengan pemantauan klirens
kreatininnya (harus >30 ml/menit). (BNF 57; 813)
Penggunaan antasida kemungkinan sebagai penanganan efek samping obat yang dapat mengiritasi
lambung, sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Aspilet dapat mengiritasi lambung, akibat
adanya penghambatan pada pembentukan prostaglandin. Diazepam dapat menyebabkan
ketidaknyamanan lambung, begitu pun dengan furosemid.
Interaksi obat yang mungkin terjadi pada kasus ini antara lain:
- Jus anggur dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari simvastatin
- Gemfibrozil dapat meningkatkan efek antidiabetik dari sulfonylurea (BNF 57; 746)
c. Saran
Berdasarkan ulasan pustaka diatas dapat disarankan :
- Sebaiknya antihiperlipidemia yang digunakan merupakan agen tunggal, yaitu simvastatin atau
gemfibrozil saja, bukan sebagai kombinasi keduanya. Dan tampaknya penggunaan simvastatin lebih
aman, dibandingkan dengan gemfibrozil. Karena gemfibrozil berinteraksi dengan sulfonylurea, dan
mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemia sulfonylurea.
- Ingatkan pada pasien untuk tidak mengkomsumsi jus anggur selama pasien masih mengkonsumsi
simvastatin
- Sarankan pada pasien untuk melakukan diet karbohidrat dan lemak yang ketat, untuk menjaga suapaya
kadar glukosa dan lipid dalam darah tetap berada pada rentang yang aman
- Sarankan juga pada pasien untuk selalu menyediakan asuapan glukosa cepat (permen, atau minuman
manis) jika sewaktu-waktu terjadi hipoglikemia.
- Pasien juga harus cukup istirahat, dan menghindari kelelahan, untuk menjaga kerja jantung tetap
normal. Pasien juga harus menghindari rokok dan alkohol. Olah raga ringan yang teratur masih
diperbolehkan, sebatas tidak menimbulkan kelelahan.

2. Resep 2
22/7/2011
R/ Captopril 25 XLV
S 3 dd 1
R/ HCT XV
S 1-0-0
R/ Bisoprolol 5 XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ B1 XLV
S 3 dd 1
R/ Meloxicam 15 XV
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd C

Pro : Ny. N (61 Th)


a. Ananmnesa
Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi, sering tremor, dan pegal-pegal pada sekujur badan.
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu konsumsi. 7 item obat tersebut yaitu :
- captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI),
- hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan diuretik golongan tiazid,
- bisoprolol, suatu agen antihipertensi golongan pemblok β yang kardioselektif
- isosorbid dinitrat (ISDN), antiangina golongan nitrat
- tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1
- meloksikam, obat antiinflamasi nonsteroid, yang memiliki sifat antinyeri
- antasida, untuk menetralkan asam lambung

Dengan memperhatikan keluhan yang disampaikan oleh pasien dan obat-obat yang diresepkan oleh
dokter dapat diduga pemberian captopril, HCT, bisoprolol, dan ISDN berhubungan dengan hipertensi dan
keluhan nyeri dada. Nyeri dada, sering menjadi indikasi adanya gangguan jantung. Meski tidak semua
nyeri dada diakibatkan oleh kelainan jantung. Meloksikam dan vitamin B1 ditujukan untuk mengatasi
keluhan nyeri badan. Pasien tidak secara langsung mengeluhkan kondisi yang berhubungan dengan
kelebihan asam lambung, namun dokter meresepkan antasida, hal ini mungkin ditujukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya iritasi lambung yang dapat memicu peningkatan asam lambung.
Jika benar, keluhan nyeri dada pada kasus ini berhubungan dengan gangguan system jantung
seperti halnya angina, maka pemilihan kombinasi antihipertensi berupa captopril (ACE inhibitor), HCT
(diuretik tiazid), dan bisoprolol (β-bloker kardioselektif) relative merupakan pilihan yang tepat. Kombinasi
tersebut sebagaimana disarankan oleh JNC7. Kecuali pasien tersebut memiliki riwayat infark myokardiak,
penggunaan diuretik tidak disarankan.
Disamping diagnose penyerta dalam kasus hipertensi ini yang harus menjadi dasar pemilihan terapi,
faktor usia juga harus dipertimbangkan. Dalam hal ini, pasien telah cukup lanjut usia, yaitu 61 tahun.
Faktor usia lanjut sangat memungkinkan terjadinya pengaruh hipertensi terhadap kerusakan berbagai
organ seperti jantung, hati, ginjal, dan otak. Sehingga pemilihan terapinya harus benar-benar
diperhatikan.
Dosis captopril, pasien menerima captopril 75 mg/hr dalam dosis terbagi tiga, maka dosis tersebut
masih dapat diterima sebagai dosis aman. Begitu pun dengan HCT satu kali sehari pada pagi hari,
merupakan dosis yang lazim. Dalam hal ini perlu diingatkan pada pasien, agar jangan sampai
mengkonsumsi HCT ini pada waktu sore atau malam hari, karena dapat menimbulkan efek diuresis
nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien pada malam hari. Bisoprolol 5 mg satu
kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien harus diingatkan untuk tidak menghentikan
penggunaan obat ini secara mendadak, karena dapat menyebabkan kambuhan hipertensi. (Dipiro; 221).
Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak nafas secara sublingual
cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat daripada secara oral.
ISDN akan dengan cepat mengakhiri serangan angina akut yang ditandai gejala sesak nafas dan nyeri
dada. Terapi captopril akan membantu mencegah serangan angina yang berulang. Pasien yang
menjalani terapi ISDN juga harus diapantau konsentrasi kreatinin serumnya, terutama pada pasien-
pasien yang terindikasi mengalami kerusakan ginjal.
Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor dan salah
satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu anti inflamasi
nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman terhadap
lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal. (Dipiro; 688, 916)
Dosis meloksikam yang diresepkan tampaknya berlebih. Pada kasus nyeri osteoarthritis meloksikam
hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan rheumatoid arthritis dapat
digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan hanya 7,5 mg/hari, maksimum 15
mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia, dosis yang disarankan hanya 7,5 mg/hari.
Sedangkan pada resep tersebut dokter menuliskan 2 kali sehari masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari.
BNF maupun Pharmacotherapy-Dipiro menyebutkan bahwa pemberian meloksikam hanya sekali sehari.
(BNF 57; 552, 559)
Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang
menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga perlu mengkonsumsi antasida. Meskipun
antasida ini hanya bekerja secara local pada lambung, namun tetap perlu diwaspadai interaksinya.
Interaksi mungkin terjadi dengan captopril, dimana absorpsi captopril dapat terhambat, yang
mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi efektif minimumnya dalam darah tak tercapai,
sehingga terapi yang optimum juga tidak tercapai. Disamping itu, akumulasi kation Mg2+ dan Al3+ sangat
mungkin berikatan dengan senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi phophat menurun
dan mengakibatkan hipophosphatemia. Terlebih pasien juga mengkonsumsi diuretik, yang akan
meningkatkan aktivitas urinari, yang dapat semakin meningkatkan resiko hipophosphatemia. (Dipiro;
996).
Penggunaan beberapa item obat secara bersamaan, sangat memungkinkan terjadinya interaksi.
Interaksi yang mungkin terjadi :
- Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan absorpsi captopril, sehingga
antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Harus ada jarak waktu yang cukup antara saat
konsumsi antasida dan captopril, sehingga interaksi keduanya dapat dihindarkan.
- ISDN, meningkatkan efek hipotensif dari captopril, dan bisoprolol
- Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 57; Appendix).
c. Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
- Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah lanjut usia,
kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang berupa kerusakan atau penurunan
fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk
segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila gejala nyeri pada badan telah mereda.
- Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari mengkonsumsi meloksikam juga,
karena meloksikam dapat mengantagonis kerja ISDN
- Antasida sebaiknya tidak digunakan

3. Resep 3
20-7-2011
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1 dd 1
R/ Captopril 50 XLV
S 3 dd 1
R/ furosemid X
S ½-0-0
R/ BC XLV
S 3 dd 1
R/ Amlodipin 5 XV
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50 XXX
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10 XV
S 0-0-1

Pro : Tn. SS (66 tahun)

a. Anamnesa/ diagnose
Pasien dinyatakan mengalami diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, ostheoartritis, dan
sindrom dispepsia.
b. Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
- Metformin, antidiabetes golongan biguanid
- Glibenklamide, antidiabetes golongan sulfonilurea
- Captopril, antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI)
- Furosemid, antihipertensi golongan loop diuretik
- BC/ vitamin B kompleks, suplemen kekurangan vitamin B
- Amlodipin, antihipertensi golongan pemblok kanal kalsium (CCB)
- Na-diklofenak, antiinflamasi nonsteroid
- Simvastatin, antihiperlipidemia golongan statin

Kombinsai metformin dan glibenklamid pada kasus pasien diagnose lain berupa hipertensi
diperbolehkan. Seperti halnya pada kasus resep nomor 2. Dosis kombinasi kedua obat tersebut juga
masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid, dan
2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Penanganan hipertensi dalam kasus ini digunakan kombinasi 3 antihipertensi, yaitu captopril (ACE
inhibitor), furosemid (loop diuretik), dan amlodipin (Pemblok kanal kalsium). Kombinasi tersebut
diperbolehkan. Dosis furosemid merupakan dosis terendah yaitu 20 mg, dengan waktu pemberian yang
tepat yaitu pada pagi hari. Sedangkan dosis captopril merupakan dosis maksimum yaitu 150 mg/hari,
dalam dosis terbagi 3. Sedangkan amlodipin yang diberikan adalah dosis menengah, yaitu 5 mg/hari,
lazimnya 2,5-10 mg/hari. Perlu diperhatikan pasien telah cukup lanjut usianya (66 tahun), captopril
diberikan pada dosis maksimum dikombinasi dengan furosemid, dan amlodipin, akan berpotensi
menimbulkan efek hipotensi. Dengan pemberian furosemid, pasien akan mengalami diuresis, yang
berarti volume darah menurun dan menurun pula tekanan darahnya, sedangkan pemberian ACE inhibitor
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah melalui berbagai mekanisme yang terlibat dalam
pengaturan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS), sehingga resiko hipotensinya semakin
meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah dengan kombinasi dengan amlodipin.
Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233-234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis rendah adalah
untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer. Amlodipin dapat menyebabkan
terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka aktivitas urinary meningkat, sehingga tidak
terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis. Diklofenak
merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan adalah dosis tunggal pada
malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum,
sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien mengalami sindrom dispepsia.
Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada saluran cerna tidak sekuat aspirin, namun
pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu dipertimbangkan, mengingat pasien telah dinyatakan
mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro; 1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi AINS yang
dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk indikasi ini. Tak ada
obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia. Penggunaan
simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B kompleks, yang mengandung
asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan kolesterol dan trigliserida, sehingga akan
membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF 57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi :
- Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan bersama-sama,
cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE inhibitor juga akan bekerja pada sistem kanal
kalsium, meski tidak secara langsung, begitu pun dengan furosemid.
- Captopril berinteraksi dengan makanan, dan menyebabkan absorpsi captopril menurun. (DIF)
c. Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
- Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya dosis captopril
dikurangi
- Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan makanan
- Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep tersebut terdapat
obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan pada saluran cerna, berupa iritasi
lambung (natrium-diklofenak), mual, muntah, diare (metformin dan glibenklamid).Ranitidine dan
antiemetic seperti domperidon atau metoklopramid mungkin perlu diberikan.
- Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non farmakologis, berupa diet makanan
rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
- Pasien juga harus menghindari konsumsi rokok dan atau alcohol
- Olah raga ringan secara teratur sangat dianjurkan
4. Resep 4
27/7/2011
R/ Furosemid XV
S 1-0-0
R/ Aspilet XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1
R/ Diazepam 2 XV
S 0-0-1
R/ Ranitidin XXX
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd C1 ac
R/ Bicnat XLV
S 3 dd 1
R/ Ketocid XLV
S 3 dd 1
R/ FA XLV
S 3 dd 1

Pro : Tn. T (54 Th)

a. Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
b. Analisa Resep
Efek farmakologi masing-masing obat dalam resep :
1) Furosemide adalah salah satu loop diuretik.
2) Aspilet adalah sediaan branded dari asam asetil salisilat 80 mg/ tablet. Asam asetil salisilat pada
dasarnya adalah jenis dari antiinflamasi nonsteroid yang juga sering digunakan sebagai antiplatelet.
3) ISDN 5 atau isosorbid dinitrat 5 mg/tablet, merupakan senyawa nitrat kerja panjang yang sering
digunakan pada penanganan kasus angina.
4) Diazepam 2 mg/tablet. Diazepam merupakan hipnotikum golongan benzodiazepine.
5) Ranitidine, antihistamin H-2
6) Antasida, antasida merupakan sediaan obat basa yang bekerja menetralkan asam lambung. Umumnya
natasida adalah sediaan tablet atau suspense yang mengandung Al(OH)3 atau Mg(OH)2.
7) Bicnat atau natrium bikarbonat merupakan garam, yang membawa sifat basa, dapat digunakan pula
sebagai antasida, alkalinisasi urin, dan untuk mengatasi ketidaknyamanan saluran urin pada penderita
infeksi saluran urin.
8) Ketocid/ ketoprofen 200 mg/kapsul merupakan obat antiinflamasi nonsteroid.
9) FA/ folic acide atau asam folat merupakan suplemen makanan yang berperan penting dalam
pembentukan sel darah merah.

Furosemid merupakan merupakan golongan obat diuretik yang sering digunakan dalam penanganan
kasus hipertensi, namun dalam kasus ini pasien menyatakan tidak menderita hipertensi. Dan pada dosis
yang lebih tinggi furosemide digunakan pada pasien dengan penurunan laju glomerular atau pun pasien
gagal hati.
Dalam kasus ini pasien Tn. T yang telah berusia 54 tahun menerima 9 item obat dalam rentang
waktu satu kali pengobatan, hal ini sangat memungkinkan terjadinya masalah penggunaan obat (DRP)
dan interaksi serta terjadinya reaksi obat merugikan (ROM), antar obat-obat tersebut, maupun dengan
makanan yang dapat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai secara optimum.
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien menyatakan sering sesak nafas, nyeri dada dan
nyeri ulu hati. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada sering menjadi indikator adanya gangguan jantung.
Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN dan furosemid dalam resep
dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai antiinflamasi
nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena adanya penghambatan
pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding lambung. Begitu pun dengan
ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri lambung. Maka pemberian aspilet dalam kasus
ini kurang tepat, karena aspilet dapat memperparah kondisi lambungnya, terlebih dengan adanya efek
antiplatelet obat tersebut, dapat memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi penggunaannya
bersamaan dengan ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan pendarahan lambung.
Walaupun dokter telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk mengatasi nyeri lambungnya,
namun mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat lain yang lebih aman bagi lambung
tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu mengurangi
beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1) Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini memungkinkan
terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut telah dapat dianulir, karena
furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari menjelang tidur.
2) Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga menerima
terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida dan alkali lainnya
akan mempercepat ekskresi aspilet
3) Aspilet dan ketoprofen akan meningkatkan resiko pendarahan (meningkatkan efek antikoagulan) (BNF)
c. Saran
Dari urain diatas dapat saya sarankan :
- Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
mengindikasikan perlunya penggunaan obat tersebut, disamping kemungkinan interaksinya dengan
aspilet, dapat meningkatkan resiko perdarahan.
- Pasien juga tidak mengungkapkan keluhan yang mengindikasikan perlunya penggunaanranitidine dan
antasida, sehingga kedua obat tersebut tidak perlu digunakan

A. KASUS

Tn P 60 th sedang beristirahat di kursi kerjanya tiba tiba tangan nya gemetar(tremor),terasa kaku dan
mengalami bradikinesia,Tn P akhir akhir ini mengalami gangguan tidur dan konstipasi.diketahui Tn P
bekerja sebagai buruh tani dan sering berhubungan dengan penggunaan pestisida.

Bagaimana tata laksana terapinya?

B. ANALISIS KASUS

Dalam analisis kasus digunakan metode SOAP,

SUBJECTIVE (S)

Nama : Tn. P

Usia : 60 tahun

Keluhan : tremor pada tangan, terasa kaku, bradikinesia, gangguan tidur, konstipasi.

OBJEKTIF (O)

Tidak ada

ASSASMENT (A)

Pasien menderita penyakit Parkinson

PLAN (P)

Tujuan terapi:

1. Meminimalkan gejala yang timbul.

2. Mempertahankan kualitas hidup.

Terapi nonfarmakologi

1. Edukasi

2. Memberi support pada penderita.


3. Meningkatkan asupan nutrisi yang baik dan banyak serat.

4. Pelatihan gerak.

Terapi Farmakologi:

Dianalisis dengan 4T + 1W

1. Tepat Indikasi

Nama Obat Indikasi Keterangan

Levodopa Parkinson Tepat Indikasi

Carbidopa Parkinson Tepat Indikasi

2. Tepat Obat

Nama Obat Mekanisme Keterangan

Levodopa Diubah oleh 1-AAD menjadi Tepat Obat


dopamine.

Carbidopa Memblok 1-AAD dijaringan Tepat Obat


perifer.

3. Tepat Pasien

Nama Obat Kontraindikasi Keterangan

Levodopa Epilepsi, tukak lambung, Tepat Pasien


gangguan ginjal berat,
kehamilan dan menyusui.

Carbidopa Epilepsi, tukak lambung, Tepat Pasien


gangguan ginjal berat,
kehamilan dan menyusui.

4. Tepat Dosis

Nama Obat Dosis Standart Dosis dianjurkan

Levodopa 100 - 250 mg 3 X sehari 100 mg

Carbidopa 10 – 25 mg 3 X sehari 25 mg

5. Waspada Efek Samping


Nama Obat Efek Samping Saran

Levodopa Mual, muntah, hipotensi Bila gejala efek samping


postural, mimpi buruk. timbul segera konsultasi
dengan dokter.

Carbidopa Diskinensia, ott kedutan, Bila gejala efek samping


mual, muntah, depresi, timbul segera konsultasi
perubahan mental. dengan dokter.

BAB III

MONITORING DAN KIE

A. RENCANA MONITORING DAN TINDAK LANJUT

1. Memonitoring gejala penyakit yang timbul, apakah mulai membaik atau tidak.

2. Monitoring efek samping obat, jika efek samping obat yang terjadi dan memiliki khasiat keamanan
yang merugikan pasien maka sebaiknya obat diganti degan indikasi yang sama.

3. Terapi non farmakologi terus dilanjutkan, terutama meningkatkan asupan nutrisi yang baik dan
banyak serat agar pasien tidak mengalami konstipasi.

B. KIE (KONSULTASI, INFORMASI, DAN EDUKASI)

1. Pasien diharapkan melakukan diet protein tinggi.

2. Pasien dihimbau untuk menghindari aktifitas yang berlebihan.

3. Hindari minum obat secara bersamaan atau setelah makanan karena menurunkan efek levodopa.

4. Pasien diharapkan taat dalam minum obat.

Anda mungkin juga menyukai