Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS III

DOSEN PENGAMPU :

Sri Rejeki Handayani, S.Si., M.Farm., Apt

Inaratul Rizky Hanifah, S.Farm.,M.Sc.,Apt

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 4 E:

1. Devi Oktaviana Putri 23175195A

2. Evi Setyawati 23175196A

3. Yosefa Maria W. 23175197A

4. Dinda Catur Cahyani 23175198A

5. Lisca deyana Ds 23175199A

6. Venestesia Ayu Suliustita 23175200A

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA

2020
DRP

DRP (Drug Related Problem) merupakan keadaan yang tidak diinginkan pasien
terkait dengan terapi obat serta hal-hal yang mengganggu tercapainya hasil akhir yang
sesuai dan dikehendaki untuk pasien. Tujuh penggolongan DRp menurut Cipolle
adalah penggunaan obat yang tidak diperlukan, kebutuhan akan terapi obat tambahan,
obat yang tidak efektif, dosis terapi yang digunakan terlalu rendah, adverse drug
reactoin, dosis terapi yang trlalu tinggi, dan ketidakpatuhan.
Klasifikasi Drp :
1. Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR)
Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efek samping
atau toksisitas.
2. Masalah pemilihan obat (Drug choice problem)
Masalah pemilihan obat di sini berarti pasien memperoleh atau akan
memperoleh obat yang salah (atau tidak memperoleh obat) untuk penyakit dan
kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan tapi indikasi
tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obat yang
digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.
3. Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)
Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebih
besar atau lebih kecil dar ipada yang dibutuhkannya.
4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem)
Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan/tidak
menggunakan obat sama sekali atau memberikan/menggunakan yang tidak
diresepkan.
5. Interak siobat (Interaction)
Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan yang
bermanifestasi atau potensial.
6. Masalah lainnya (Others)
Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yang
kurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak
jelas(memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak
diketahui penyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium.
Kode-Kode Dalam DRP
KASUS DRP
Pasien B, laki laki 55 tahun, berat badan 85 kg berkunjung ke ugd dengan
keluhan mati rasa di lengan kirinya dan tidak menyebar. Mati rasa terjadi saat makan
malam dan tidak membaik selama 2 jam. Tn B mempunyai riwayat hipertensi,
hyperlipidemia dan gangguan arteri perifer. Terapi yang diberikan selama ini
Lisinopril 5 mg PO per hari, atrovastatin 10 mg PO per hari, dan aspirin 81 mg PO
per hari. TD 146/86mmHg, HR 88 kali/ menit. Pemeriksaan laboratorium: profil
metaboliknya normal dan peningkatan marker jantung, pemeriksaan EKG
menunjukkan depresi segmen ST. Pasien datang ke RS untuk dilakukan repurfusi
invasive.
Diagnosis : Pasien dinyatakan mengalami acute coronary syndrome (ACS).
1. Analisis
Subjek :
Pasien Tn B laki laki 55 tahun, berat badan 85 kg dia mengeluh mati rasa di
lengan kiri dan tidak menyebar. Tn B memliki riwayat hipertensi, hiperlipidemia
dan gangguan arteri perifer.
Dalam kasus ini, pasien menerima 3 item obat, yaitu:
1. Lisinopril 5 mg, antihipertensi golongan ACEI (angiotensin converting
enzyme inhibitor)
2. Atorvastatin 10 mg, antihiperlipidemia golongan HMG CoA reduktase
3. Aspirin 81 mg, sebagai antiplatelet untuk mengatasi gangguan arteri
perifer

Obyek :
TD 146/86mmHg, HR 88 kali/ menit. Pemeriksaan laboratorium : profil
metaboliknya normal dan peningkatan marker jantung, pemeriksaan EKG
menunjukkan depresi segmen ST. Pasien datang ke RS untuk dilakukan repurfusi
invasive.
2. Assessment
Untuk arteri perifer belum ada pengobatan, dapat dilihat dari data objektif
dimana ada peningkatan marker jantung, kemungkinan mati rasa di lengan
disebabkan aliran darah yang tidak terdistribusi. Untuk arteri perifer dapat
direkomendasikan obat golongan statin, vasodilator atau antikoagulan.
3. Planning
- Lisinopril 5 mg, antihipertensi golongan ACEI (angiotensin converting
enzyme inhibitor).
- Atorvastatin 10 mg, antihiperlipidemia golongan HMG CoA reduktase
- Aspirin 81 mg, sebagai antiplatelet untuk mengatasi gangguan arteri perifer
Lisinopril merupakan obat dengan indikasi untuk mengobati tekanan darah
tinggi dan termasuk dalam golongan ACE Inhibitor.ACE inhibitor dapat
bekerja dengan cara menghambat produksi angiotensin dalam tubuh.
Angiotensin merupakan senyawa kimia yang menyebabkan pembuluh darah
arteri mengencang dan menegang.

Pemberian obat lisinopril membuat pembuluh darah menjadi kendur sehingga


darah dapat mengalir lebih mudah dan lancar. Lisinopril diberikan untuk mengurangi
terjadinya infark dan mencegah gagal jantung pada pasien CAD, pemberian dosis
awal harus rendah yaitu dosis awal 2,5mg-5mg sekali dalam sehari. Kemudian untuk
memenuhi target, dosis dinaikkan menjadi 10mg-20mg sekali dalam sehari (Dipiro,
2015).
Atorvastatin merupakan obat yang digunakan sebagai antihiperlipidemia yang
secara kompetitif yang dapat menghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril-coenzim A
(HMG CoA) reductase dengan mencegah konversi mevalonate sehingga dapat
menurunkan kolesterol di hati. Didalam kasus ini, pasien menerima obat yang tidak
diperlukan karena hasil laboratorium tidak menunjukkan adanya peningkatan
trigliserida maupun LDL. Sehingga, atorvastatin tidak diperlukan.
Aspirin digunakan sebagai antiplatelet yang bekerja dengan cara menghambat
produksi tomboksan A2 yang dapat menginduksi agregasi platelet. Secara umum,
aspirin bisa diberikan dengan dosis 75mg-162mg untuk dosis pemeliharaan. Sebagian
besar, efek samping yang diakibatkan oleh aspirin adalah dyspepsia, nausea, dan
meningkatkan resiko pendarahan lambung. Penggunaan aspirin dengan dosis tinggi
(100 mg/hari) bersama dengan golongan ACEI dapat menyebabkan pengurangan
efikasi/khasiat pada golongan ACEI sehingga dapat menurunkan efek ACEI. Akan
tetapi, pada resep digunakan aspirin dalam dosis rendah yaitu 81 mg/ hari sehingga
masih diperbolehkan (Stockley, 2009).
Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata
laksana sindrom koroner akut. Aspirin Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah
untuk dosis awal. Selanjutnya diberikan dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.
Clopidogrel Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut
dimulai dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75
mg per hari.
Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan
metabolisme seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana
dengan pemberian obat penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan HMG
co-A reductase inhibitor. Sediaan yang banyak tersedia adalah simvastatin 40 mg
per hari atau atorvastatin 10-20 mg per hari.
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak
menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik
yang dapat diberikan adalah:Nitrat atau NitrogliserinNitrat, misalnya isosorbide
dinitrate, dapat diberikan secara sublingual apabila tidak ada hipotensi. Obat ini
dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg, sebanyak 3 kali dengan interval 3-5
menit. Pemberian nitrat secara intravena diberikan bolus inisial 12,5-25 mikrogram
dan rumatan 5-10 mikrogram per menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10
mikrogram per menit sesuai kondisi pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi
pemberian nitrat pada pasien yang menggunakan sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya.

Terapi disarankan:
- Penggunaan atorvastatin tidak diperlukan, karena sudah tidak menunjukkan
tanda hyperlipidemia.
- Penggunaan aspirin dan Lisinopril memiliki efek samping yang mungkin
terjadi seperti pendarahan lambung, dyspepsia, dan nausea maka perlu
dimonitoring penggunaanya.
- Pemantauan perubahan EKG menjadi normal.
- Pasien harus diingatkan untuk melakukan terapi non farmakologi, seperti diet
lemak dan garam.
- Pasien tidak boleh mengkonsumsi alcohol.
- Tetap dilakukan pemantauan tensi darah dari pasien
DAFTAR PUSTAKA

Baxter K. 2009. Stockley’s Drug Interaction. Edisi 8. London: Pharmaceutical Press


Dipiro JT. 2015. Pharmacoterapy Handbook. Edisi 9. United States: Mc Graw Hill
Education

Europe, P.C.N., 2013. DRP-classification V5. 01. URL: http://www. pcne.


org/dokumenter/PCNE% 20classification% 20V5. 00. pdf (accessed June 2005).

LAMPIRAN
STOCKLEY 2009

Anda mungkin juga menyukai