Anda di halaman 1dari 18

KASUS 1

Sistem pengadaan obat menggunakan dana APBD di RS “A” kurun waktu 2015-2017
berdasarkan Keputusan Presiden dan Keputusan Gubernur. Pembelian obat dalam jumlah
besar, waktu pengadaan obat cukup lama, frekuensi pembelian 1-2 kali setahun. Dari
pemeriksaan Bawasda Pemerintah Propinsi bulan Juni 2017 ditemukan obat rusak dan
kadaluwarsa senilai
Rp. 82.210.626,00. Adanya penumpukan sejumlah obat, obat yang tidak diresepkan tinggi
dan stock out tinggi. Hal ini dapat diduga bahwa ketersediaan dan efisiensi obat di Rumah
sakit “A” kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RS “A” kurun waktu 2015-2018
sudah berdasarkan Keppres 18 tahun 2017 dan Kepgub 172 tahun tahun 2018 dengan
pelelangan dan penunjukan langsung dengan SPK. Terdapat beberapa hal dari hasil evaluasi
antara lain: waktu pengadaan obat cukup lama (1-3 bulan), frekuensi pengadaan obat kecil
(1-2) kali setahun, prosedur pengadaan melalui beberapa tahapan yang baku. Hal tersebut
mengakibatkan penumpukan obat yang tinggi (tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 54%; 46%;
30%), obat tidak diresepkan tinggi (tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 29,01%; 26,02 %;
16,59%), stock out obat lama (15-276 hari), obat rusak/ kadaluarsa tinggi (tahun 2015; 2016;
2017 nilainya 21,81%; 28,02%; 26,69%), dan nilai TOR setiap tahun rendah (tahun 2015;
2016; 2017 nilainya 3,44; 3,71; 3,88).
Dari pengamatan yang dilakukan di IFRSUD “A” ternyata ketersediaan obat yang ada
didalam DOEN tahun 2017 adalah 57,56 %, anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat
sebesar 6,51 % dari keseluruhan anggaran rumah sakit, persentase kesesuaian jumlah item
obat yang direncanakan dengan kenyataan pakai sebesar 72,73 %, kecocokan antara obat
dengan kartu stock adalah 82,1 %, indikator tingkat ketersediaan obat sebesar 11,47 bulan,
rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien untuk obat
racikan sebesar 20 menit, dan non racikan sebesar 10 menit, persentase nilai obat yang
kadaluwarsa dan rusak adalah 32,21 %, persentase stok mati sebanyak 8 item obat dari 165
item obat yang digunakan dan jika di persentasikan sebesar 4,85%, jumlah item obat tiap
lembar resep adalah 3,23 macam item obat, persentase penulisan obat generik adalah 96,52%,
persentase resep yang tidak terlayani selama tahun 2017 adalah 13,84% dari jumlah semua
total resep, persentase obat yang dilabeli dengan benar adalah 95,1%

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh apoteker RS tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 2
RS. SETIA BUDI adalah rumah sakit swasta dengan kepemilikan Yayasan. Yayasan
tersebut memiliki beberapa usaha yang dikelola, salah satunya RS.SETIA BUDI tersebut. RS.
SETIA BUDI melakukan sistem pembelanjaan obat bersifat jangka pendek dan karena
merupakan rumah sakit yang baru berkembang maka rumah sakit ini lebih mengandalkan
pada dokter dan dokter spesialis tidak tetap. Oleh karena sistem pembelanjaan jangka pendek
maka sistem pengadaan dilakukan menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki oleh rumah
sakit.
RS. SETIA BUDI berencana akan melakukan perencanaan dan pengadaan yang lebih
efektif daripada tahun sebelumnya agar rumah sakit bisa lebih cepat berkembang dengan
kondisi keuangan yang sehat. Berdasarkan hasil evaluasi audit internal dan external yang
dilakukan pada tgl 3 Januari 2019, ternyata didapatkan hasil sebagai berikut:
No. Jenis penilaian Hasil pemeriksaan
1 Sisa obat rusak atau kadaluwarsa 39,78%
2 Stok mati barang 43,81%
3 ITOR 5,77 x
4 Tingkat ketersediaan obat 11,20 bulan
5 Kesesuaian dengan Formularium 73,11%
6 Resep yang tidak terlayani 17,84%
7 Jumlah item obat tiap lembar resep 3,78
8 Kesesuaian obat dengan DOEN 70,03%
9 Kecocokan dengan kartu stok 41,22%
10 Jumlah resep obat generik 60,15%
11 Pelabelan obat 91,12%
12 Kesesuaian perencanaan dengan kenyataan 70,72%
13 Persentase alokasi dana 6,51%

Hasil evaluasi tentang penerapan formularium di RS. SETIA BUDI berdasarkan hasil
pemetaan audit Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang dilakukan pada akhir 2018 ternyata
didapatkan hasil:
No. Indikator Hasil
1 Σ Zat aktif 513
2 Σ Nama dagang 1002
3 Σ Ketersediaan obat generik 17
4 Σ Ketersediaan obat non generik 83
5 Σ Obat essensial 71
6 Σ Obat non essensial 29
7 Σ Obat dengan literature primer 28
8 Σ Obat tanpa literature primer 72
9 Σ Obat nama dagang generik 48
10 Σ Obat nama dagang non generik 52
11 Σ Obat sediaan tunggal 67
12 ΣObat sediaan kombinasi 33

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dan solusi yang akan anda lakukan sebagai apoteker RS SETIA
BUDI untuk membenahi kondisi Instalasi Farmasi RS?
2. Bagaimanakah kondisi pelaksanaan Formularium di RS? Jelaskan solusi yang akan anda
berikan kepada RS. SETIA BUDI!
3. Jelaskan hubungan antara pelaksanaan Formularium RS dengan pengelolaan perbekalan
farmasi bedasarkan data diatas!
4. Bagaimanakah cara melakukan proses pengelolaan perbekalan farmasi di RS SEHAT
berikutnya agar lebih baik! Berikan penjelasan dengan metode-metode efektif pada tiap
tahap pengelolaan!
KASUS 3
Rumah sakit “A” adalah rumah sakit swasta dengan kepemilikan berdasarkan saham.
Pemilik dari rumah sakit secara resmi terdiri dari 5 orang yang memiliki hubungan saudara.
Rumah sakit ini telah didirikan 10 tahun yang lalu. Karena kepemilikiannya memiliki
hubungan persaudaraan sehingga beberapa saudara dan keponakan pemilik juga menjadi
status karyawan di RS, termasuk didalamnya adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit, karena
mereka sadar bahwa Instalasi Farmasi adalah pemicu income rumah sakit yang signifikan. Di
Instalasi Farmasi memiliki 1 orang apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Setelah diadakan penelitian dan pengamatan ternyata didapatkan bahwa terdapat stok
out yang cukup lama sebesar 20-30 hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh sistem pengadaan
yang cukup rumit, karena harus pengajuan dahulu ke bagian Tim Pengadaan. Sistem
perencanaan belum pernah dilakukan dan pengadaan dilakukan dengan cara pengadaan
langsung setiap mingguan. Nilai stok mati dari gudang didapatkan angka 4,3%. Distribusi
obat di bangsal dilakukan dengan secara ODD sehingga pemberian obat ke pasien diberikan
oleh perawat yang ada di bangsal. Jumlah stok expired date dan rusak yang ada di apotek
didapatkan data sebesar 32%, persentase kesesuaian penyimpanan obat sesuai dengan suhu,
no. batch dan ED sebesar 85,3%, persentase nilai ITOR dari Instalasi Farmasi ternyata 5,22
kali per tahun.
Penyimpanan obat di RS “A” dilakukan di gudang sentral, dan floor stock. Hal ini
karena RS “A” belum memiliki depo farmasi. Pelayanan distribusi dari gudang sentral hanya
dapat dilayani pada jam aktif tertentu saja yaitu jam 07.00-16.00. Oleh karena itu petugas
pada apotek sentral harus selalu mengawasi stok nya sehingga pada waktu shift siang dan
shift malam tidak kehabisan stok. Ketersediaan stok yang ada di floor stock dilakukan
secara berkala, minimall setiap 1 bulan sekali untuk melihat kondisi obat dan alkes maupun
jumlah yang tersedia. Kalau dilihat dari gudang sentral sebenarnya juga masih belum sesuai
dengan ketentuan yang berlaku sehingga masih perlu perbaikan dan pembenahan. Hal
tersebut sesuai dengan hasil evaluasi yang didapatkan pada saat akreditasi RS yang terakhir.
Di RS “A” sudah dibentuk Komite Medis dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Formularium versi tahun 2015-2018 adalah Formularium pertama kali yang mereka buat dan
segera akan mengajukan Akreditasi tahap awal. Sangat diharapkan akreditasi tahap pertama
ini titik tolak kemajuan Rumah sakit, sehingga bagian-bagian yang dinilai berusaha keras
untuk mendapatkan angka yang tinggi.

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Bagaimanakah standar gudang sentral yang benar sesuai ketentuan yang ada? Berikan
dengan gambar lay out sebagai penjelasnya!
4. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 4
RS Setia Budi adalah rumah sakit tipe C yang sedang berkembang. Instalasi Farmasi melakukan
perencanaan perbekalan obat dan alat kesehatan setiap 1 tahun sekali di akhir tahun (Bulan
Desember). Instalasi Farmasi tersebut akan melakukan proses perencaanan obat untuk memenuhi
kebutuhan dan mencukupkan stok obat di Gudang. Beberapa sebagian data yang dibutuhkan untuk
menghitung perencanaan obat bulan Desember 2020 adalah sebagai berikut:
Nama obat Pemakaian rata2 Sisa stok Safety Lead time x
stock Pemakaian
rata2
Metformin 500 mg 1185,87 9209 17788 39,53
Concor 2,5 mg 916,53 8630 13748 30,55
Valsartan 80 mg 539,03 4808 8085,5 17,97
Amlodipin 10 mg 265 2518 3975 8,83
Lanzoprazole 30 mg 165,7 1051 2485,5 5,52
Glimepiride 4 mg 176,43 3440 2646,5 5,88
Ranitidine 150 mg 152,9 1506 2293,5 5,1
Omeprazole 20 mg 143,33 1075 2150 4,78
Irbesartan 150 mg 95,5 979 1432,5 3,18
Meloxicam 7,5 mg 38,07 375 571 1,27

Tugas:
1. Tentukan metode perencanaan masing-masing obat diatas dan alasannya di lembar kerja!
2. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dengan menggunakan pola perencanaan tersebut!
3. Lakukan perhitungan perencanaan masing-masing obat dari data tabel diatas!
4. Berikan resume/evaluasi tentang hasil diatas untuk menentukan pola pengadaan yang akan
dilakukan!
KASUS 5
Instalasi Farmasi RSUD “C” Sorong merupakan suatu institusi yang turut
melaksanakan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. RSUD “C” Sorong adalah rumah sakit non BLUD yang ada di daerah salah satu
kabupaten. Perjalanan antara RSUD “C” berjarak kira-kira 3 jam perjalanan dari PBF biasa
berada. Secara umum masalah yang ditemukan di IFRSUD “C” Sorong adalah 1) dalam
proses pengadaaan yang dilakukan belum bisa memenuhi ketersediaan obat karena masalah
kekosongan obat, 2) tidak adanya formularium rumah sakit sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengobatan sehingga sangat mempengaruhi proses seleksi obat dan juga pola
peresapan yang dilakukan, 3) belum terbentuknya Panitia Farmasi dan Terapi.
Dari pengamatan yang dilakukan di IFRSUD “C” Sorong ternyata ketersediaan obat
yang ada didalam DOEN tahun 2018 adalah 74,13 %, anggaran yang yang ada berdasarkan
rancangan tiap awal tahun dan biasa cair pada bulan ke-3 tahun berikutnya. Perencanaan obat
berdasarkan pola konsumsi dalam jangka waktu per tahun dan proses pengadaan
menggunakan pola tender tertutup yang dibagi dalam 4 termin dalam 1 tahun. Penyerapan
anggaran yang digunakan untuk pengadaan per tahun adalah 74,7%. Pasien yang dilayani
sebagian besar adalah pasien JKN dan pasien ASKES PNS. Karena tempat pelayanan
kesehatan didaerah ini masih jarang sehingga rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan
utama. Administrasi rumah sakit mayoritas masih secara manual terutama untuk bagian
Instalasi Farmasi RS, hal ini mungkin karena beberapa karyawan IFRS masih belum
menyesuaikan dengan teknologi baru.
Persentase kesesuaian jumlah item obat yang direncanakan dengan kenyataan pakai
sebesar 70,18 %, kecocokan antara obat dengan kartu stock adalah 42 %, nilai ITOR adalah
5,77 kali, indikator tingkat ketersediaan obat sebesar 11,23 bulan, rata-rata waktu yang
digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien untuk obat racikan sebesar 35
menit, dan non racikan sebesar 21 menit, persentase nilai obat yang kadaluwarsa dan rusak
adalah 33,87 %, persentase nilai obat yang harus dilakukan secara cito 38%, persentase stok
mati sebanyak sebesar 4,85%, persentase penulisan obat generik adalah 96,52%, persentase
resep yang tidak terlayani selama tahun 2018 adalah 13,84% dari jumlah semua total resep,
persentase obat yang dilabeli dengan benar adalah 97,5%

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 6
RSUD. “X” adalah salah satu rumah sakit yang berkembang. Dalam rangka terus
meningkatkan pendapatan RS maka dilakukan analisa terhadap kondisi Instalasi Farmasi. Hal
ini karena pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan
revenue center utama. Mengingat besarnya kontribusi Instalasi Farmasi dalam kelancaran
pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan pemasukan terbesar di RS.
RSUD. “X” ini adalah rumah sakit pemerintah dan sangat diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat apalagi dalam era BPJS, jumlah
pasien baik rawat inap maupun rawat jalan meningkat signifikan. Proses perencanaan dan
pengadaan yang dilakukan oleh apoteker RS berdasarkan Fornas dan Formularium RS.
Ketersediaan item obat yang ada dalam Fornas adalah 58,9% dan 89,7% terhadap
Formularium RS.
Berdasarkan wawancara dengan kepala Instalasi Farmasi dan staf gudang farmasi,
diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang farmasi yang menjadi
dasar pengadaan barang. Selama ini, pengadaan obat rata-rata mingguan, sehingga sering
terjadi adanya pembelian obat tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan pembelian
ke apotek lain. Pada bulan Maret 2009, pembelian cito mencapai 15% dan pembelian obat ke
apotek luar pada bulan Januari-Maret 2018 mencapai sebesar 27%. Hal ini tentu saja sangat
merugikan RS baik dari segi keuangan maupun pelayanan, waktu dispensing time untuk
tunggal sebesar 25 menit dan untuk racikan sebesar 65 menit, proporsi obat diserahkan benar
sebesar 82%, rata-rata waktu PIO yang dilakukan sebesar 5 menit dan waktu antrian pasien
sebesar 45 menit. Setelah dilakukan analisa kepuasan pasien yang dilakukan secara
wawancara kepada pasien langsung ternyata kepuasan pasien tidak terlalu tinggi (57,8%).
Angka yang terendah ada pada faktor pelayanan karena ketidaknyaman ruang tunggu di
Instalasi Farmasi (30,3%), waktu tunggu yang lama (14,7%), antrian pasien yang menumpuk
di ruang tunggu Instalasi Farmasi (7,9%), dll.
Perhitungan stock obat juga masih bermasalah yaitu adanya ketidaksesuaian angka
stok akhir antara stok fisik dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun secara
sistem komputer. Sementara itu, masih ada juga dokter yang membuat resep di luar
standarisasi yang telah ditetapkan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Angka kepatuhan
dokter terhadap Formularium RS adalah 74,3% Hal ini menjadi salah satu penyebab
terjadinya pembelian obat ke apotek luar ataupun tidak terlayaninya resep terutama untuk
pasien tunai karena ketidaktersediaan obat.

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 7
Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang disepakati oleh para staf medis
yang di RS yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengobatan. Oleh karena Formularium
merupakan hal yang penting dalam perjalanan dan perkembangan Rumah Sakit. Hal ini
sangat disadari benar oleh pimpinan dan staf medis di RS “A”, karena RS “A” adalah rumah
sakit yang berkembang sangat pesat baik dari jumlah pasien rawat inap maupun pasien rawat
jalan.
Dalam perjalanan pembuatan Formularium ternyata didapatkan beberapa masalah.
Permasalahan itu diantaranya adalah karena RS “A” adalah rumah sakit swasta yang tidak
memiliki banyak dokter spesialis tetap seperti di RS pemerintah sehingga agak susah untuk
mengatur mereka dengan model reward and punishment, pada rapat proses penyusunan
Formularium banyak dokter yang tidak hadir karena alasan sibuk banyak pasien di RSUD,
banyak obat yang harus melalui sisipan dan revisi pada perjalanannya, ada beberapa dokter
baik spesialis maupun dokter umum yang masuk dan keluar pada masa aktif Formularium,
mayoritas obat yang masuk dalam Formularium adalah obat paten sebesar 83,88%,
persentase obat kombinasi sebesar 38,11%.
Data pengamatan yang ada di lapangan ternyata angka persentase kepatuhan dokter
terhadap Formularium adalah sebesar 58%. Setelah dilakukan rapat KFT ternyata didapatkan
data bahwa banyak dokter melakukan komplain (56,5%) tentang isi dari formularium yang
dianggap tidak sesuai lagi dan perlu diadakan pembaharuan formularium segera. Angka
persentase Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) karena obat sebesar 23%, seperti terjadinya
efek samping obat, interaksi obat, kesalahan pemberian obat, dll. Oleh karena sangat terasa
adanya konflik kepentingan pada pembuatan dan penggunan Formularium.

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan SOP tentang penyusunan formularium baru dan SOP formularium sisipan!
4. Jelaskan kriteria apa saja yang menjadi syarat obat bisa dimasukkan dalam formularium
sisipan!
5. Kapan PFT perlu melakukan revisi dan pembaharuan formularium!
6. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 8
Pada umumnya rumah sakit telah memiliki formularium, tetapi pemanfaatan
formularium sebagai salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan obat masih
belum optimal. Selama ini formularium masih dianggap sebagai dokumen yang hanya
digunakan untuk keperluan kegiatan administrasi (sebagai salah satu dokumen untuk
akreditasi rumah sakit).
Tabel 1. Pengaruh frekuensi revisi formularium RS terhadap obat non
formularium
Indikator Rumah sakit pemerintah Rumah sakit
swasta
A B C D E F G
% pengadaan obat non 31 34 24 7 1 65 3
formularium
% stok obat non formularium 41 27 36 28 1 64 9
Frekuensi revisi 1 4 3 1 4 0 1
Tahun formularium terbaru 2020 2017 2018 2020 2018 2016 2020

Tabel 2. Perbandingan profil formularium RS tipe C di DIY


Rumah sakit Pemerintah Swasta
Indikator A B C D E F G
∑ zat aktif 525 441 382 532 296 513 1575
∑ Nama dagang 619 570 388 686 308 1002 2153
% ketersediaan obat generik 37 35 26 34 50 17 18
% ketersediaan obat non generik 63 65 74 66 50 83 82
% obat essensial 61 41 49 41 71 28 20
% obat non essensial 39 59 51 59 29 72 80
% obat dengan literature primer 61 41 49 41 71 28 20
% obat tanpa literature primer 39 59 51 59 29 72 80
% obat nama dagang generik 31 26 29 27 48 16 13
% obat nama dagang non generik 69 74 71 73 52 84 87
% obat sediaan tunggal 90 77 73 80 90 67 73
% obat sediaan kombinasi 10 23 27 20 10 33 27

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh apoteker RS tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 9
RS. SETIA BUDI SURAKARTA adalah rumah sakit tipe B dengan jumlah bad sebanyak 25
0 dan BOR sebanyak 85 %. RS tersebut sudah melakukan proses perencanaan untuk tahun an
ggaran 2018. Data obat yang direncanakan tersebut adalah data obat tambahan dari perencana
an sebelumnya yang segera akan dilakukan proses pengadaan adalah sbb:
NO NAMA OBAT SATUAN KEMASA HJD JUMLA TOTAL
KEMASAN N (Rp.) H (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7
2. Antalgin tablet 500 mg 1000 tab Botol 45.500 20 910.000
3 Betadine gargle 190 ml botol 21.000 20 420.000
4. Parasetamol 500 mg 1000 tab Botol 12.000 10 120.000
5. Cefixime suspensi 60 ml botol 8.200 35 287.000
6. Gentamycin salep kulit 5 gram tube 450 30 13.500
7. Acyclovir 400 mg 100 tab box 42.000 5 210.000
8. Hydrocortison cream 25 tub box 13.350 10 133.500
9. Amlodipin 5 mg 50 tab box 25.000 50 1.250.000
10. Paracetamol syr 60 ml botol 3500 50 175.000
11. Amoxicilin 500 mg 100 tab box 40.000 10 400.000
12. Amoxicilin syr 60 ml botol 5.500 50 275.000
13. Cefotaxim 1 g 10 vial box 125.000 50 6.250.000
14. Ceftriaxone 1 g 10 vial box 155.000 50 7.750.000
15. Meropex 1 g 1 gram/vial box 675.000 40 27.000.000
16. Taxegram 1 g 1 gram/vial box 175.000 100 17.500.000
17. Broadced 1 g 1 gram/vial box 255.000 75 19.125.000
18. Amoxsan 1 g 1 gram/vial box 37.500 50 1.875.000
19. Cefat 500 mg 100 tab box 985.000 5 4.925.000
20. Amoxsan syr 60 ml botol 28.000 30 840.000

Pertanyaan:
1. Jika dilihat dari data diatas, metode apakah digunakan untuk melakukan proses
perencanaan? Jelaskan!
2. Apakah tujuan melakukan perencanaan? Jelaskan!
3. Metode apakah yang paling cocok digunakan untuk menentukan metode pengadaan
yang tepat? Jelaskan!
4. Jelaskan keuntungan dan kelebihan metode yang anda pilih tersebut!
KASUS 10
Sistem pengadaan obat menggunakan dana APBD di RS “A” kurun waktu 2015-2017
berdasarkan Keputusan Presiden dan Keputusan Gubernur. Pembelian obat dalam jumlah
besar, waktu pengadaan obat cukup lama, frekuensi pembelian 1-2 kali setahun. Dari
pemeriksaan Bawasda Pemerintah Propinsi bulan Juni 2017 ditemukan obat rusak dan
kadaluwarsa senilai
Rp. 82.210.626,00. Adanya penumpukan sejumlah obat, obat yang tidak diresepkan tinggi
dan stock out tinggi. Hal ini dapat diduga bahwa ketersediaan dan efisiensi obat di Rumah
sakit “A” kurang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RS “A” kurun waktu 2015-2018
sudah berdasarkan Keppres 18 tahun 2017 dan Kepgub 172 tahun tahun 2018 dengan
pelelangan dan penunjukan langsung dengan SPK. Terdapat beberapa hal dari hasil evaluasi
antara lain: waktu pengadaan obat cukup lama (1-3 bulan), frekuensi pengadaan obat kecil
(1-2) kali setahun, prosedur pengadaan melalui beberapa tahapan yang baku. Hal tersebut
mengakibatkan penumpukan obat yang tinggi (tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 54%; 46%;
30%), obat tidak diresepkan tinggi (tahun 2015; 2016; 2017 nilainya 29,01%; 26,02 %;
16,59%), stock out obat lama (15-276 hari), obat rusak/ kadaluarsa tinggi (tahun 2015; 2016;
2017 nilainya 21,81%; 28,02%; 26,69%), dan nilai TOR setiap tahun rendah (tahun 2015;
2016; 2017 nilainya 3,44; 3,71; 3,88).
Dari pengamatan yang dilakukan di IFRSUD “A” ternyata ketersediaan obat yang ada
didalam DOEN tahun 2017 adalah 57,56 %, anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat
sebesar 6,51 % dari keseluruhan anggaran rumah sakit, persentase kesesuaian jumlah item
obat yang direncanakan dengan kenyataan pakai sebesar 72,73 %, kecocokan antara obat
dengan kartu stock adalah 82,1 %, indikator tingkat ketersediaan obat sebesar 11,47 bulan,
rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien untuk obat
racikan sebesar 20 menit, dan non racikan sebesar 10 menit, persentase nilai obat yang
kadaluwarsa dan rusak adalah 32,21 %, persentase stok mati sebanyak 8 item obat dari 165
item obat yang digunakan dan jika di persentasikan sebesar 4,85%, jumlah item obat tiap
lembar resep adalah 3,23 macam item obat, persentase penulisan obat generik adalah 96,52%,
persentase resep yang tidak terlayani selama tahun 2017 adalah 13,84% dari jumlah semua
total resep, persentase obat yang dilabeli dengan benar adalah 95,1%

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker RS tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 11
Rumah sakit “A” adalah rumah sakit swasta dengan kelas RS tipe B ‘dengan
kepemilikan berdasarkan saham. Pemilik dari rumah sakit secara resmi terdiri dari 5 orang
yang memiliki hubungan saudara. Rumah sakit ini telah didirikan 10 tahun yang lalu. Karena
kepemilikiannya memiliki hubungan persaudaraan sehingga beberapa saudara dan keponakan
pemilik juga menjadi status karyawan di RS, termasuk didalamnya adalah Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, karena mereka sadar bahwa Instalasi Farmasi adalah pemicu income rumah
sakit yang signifikan. Di Instalasi Farmasi memiliki 1 orang apoteker sebagai Kepala
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 2 orang apoteker pendamping, 15 orang tenaga teknis
kefarmasian, 4 orang tenaga administrasi dan 3 orang tenaga umum.
Rumah sakit “A” mencapai tingkat akreditasi dengan 12 pelayanan, dimana rumah
sakit tersebut memiliki 180 bed dan rata-rata BOR tiap hari adalah 85%. Rumah sakit “ A”
memiliki pelayanan rawat jalan yang terdiri dari 25 ruang poliklinik yang dimana tenaga
dokter yang berprakrek di RS “ A” terdiri dari:
1. Dokter spesialis penyakit dalam : 4 orang
2. Dokter spesialis anak : 3 orang
3. Dokter spesialis syaraf : 2 orang
4. Dokter spesialis obgyn : 3 orang
5. Dokter spesialis bedah umum : 3 orang
6. Dokter spesialis bedah mulut : 1 orang
7. Dokter spesialis bedah plastik : 1 orang
8. Dokter spesialis ortopedi : 1 orang
9. Dokter spesialis THT : 1 orang
10. Dokter spesialis paru : 2 orang
11. Dokter spesialis mata : 1 orang
12. Dokter spesialis kulit dan kelamin : 1 orang
13. Dokter spesialasi radiologi : 1 orang
14. Dokter spesialis anestesi : 2 orang
15. Dokter spesialis patologi klinik : 2 orang
16. Dokter umum : 5 orang
17. Dokter gigi : 3 orang
Setelah diadakan penelitian dan pengamatan ternyata didapatkan bahwa terdapat stok
out yang cukup lama sebesar 20-30 hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh sistem pengadaan
yang cukup rumit, karena harus pengajuan dahulu ke bagian Tim Pengadaan. Sistem
perencanaan belum pernah dilakukan dan pengadaan dilakukan dengan cara pengadaan
langsung setiap mingguan. Nilai stok mati dari gudang didapatkan angka 19,3%. Distribusi
obat di bangsal dilakukan dengan secara ODD sehingga pemberian obat ke pasien diberikan
oleh perawat yang ada di bangsal. Jumlah stok expired date dan rusak yang ada di apotek
didapatkan data sebesar 37%, persentase kesesuaian penyimpanan obat sesuai dengan suhu,
no. batch dan ED sebesar 71,2%, persentase nilai ITOR dari Instalasi Farmasi ternyata 6,8
kali per tahun.
Dalam hal pelayanan dispensing di RS “A”, Instalasi Farnasi dilayani oleh apotek
sentral dan tidak memiliki depo atau apotek satelit. Dengan kondisi tersebut ternyata
dispensing time pelayanan farmasi membutuhkan waktu kira-kira: 50 menit resep tunggal
dan 150 menit resep campuran. Hal ini juga didukung dengan lamanya antrian yang panjang
dan melelahkan. Tingkat kesalahan yang terjadi pada saat melakukan pelayanan ternyata
lumayan sering terjadi dengan berbagai penyebab baik karena waktu tidak mampu membaca
resep, salah mengambilkan obat, dll.
Di RS “A” sudah dibentuk Komite Medis dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Formularium versi tahun 2018-2021 adalah Formularium yang terakhir direvisi. Hasil
pengamatan penggunaan formularium tersebut ternyata angka kepatuhan dokter terhadap
formularium adalah 72,5% dan persentase angka kejadian penolakan resep karena tidak
tersedia obat adalah 27,5%. Kalau sampai terjadi seperti ini maka petugas Instalasi Farmasi
akan membuat salinan resep kepada pasien dan keluarga nya untuk mempersilahkan membeli
ke apotek luar.

Pertanyaan:
1. Apakah yang harus dipersiapkan oleh Ka. Instalasi Farmasi RS “A” dalam melakukan
proses pengelolaan obat?
2. Apakah metode perencanaan dan pengadaan obat yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan
obat dan alkes di RS”A”?
3. Bagaimana cara pengendalian oleh Ka. IFRS “A” dimana rumah sakit belum memiliki
Formularium agar nantinya tidak terjadi stok mati, obat ED dan rusak yang banyak?
KASUS 12
RS SEHAT adalah rumah sakit yang berkembang sangat pesat karena persentase
BOR yang terus meningkat. RS. SEHAT berdiri pada tahun 2015 dan sekarang memiliki
jumlah tenaga farmasi sebanyak 2 orang apoteker dan 10 orang tenaga teknis kefarmasian
dengan dibantu tenaga umum sebagai administrasi 2 orang. RS. SEHAT memiliki jumlah bed
di Instalasi Rawat Inap sebanyak 100 bed dan 7 poli rawat jalan yang terdiri dari 1 ruang poli
umum, 5 ruang poli spesialis dan 1 ruang poli gigi. BOR harian rata-rata per hari adalah 60-
75%.
RS. SEHAT berencana ingin mendapatkan akreditasi RS dari KARS sebanyak 5
pelayanan. Tahap ini merupakan tahap awal proses akreditasi versi KARS, maka tim
managemen ingin mengundang pelatih dan pendamping Asesor sebelum akan dinilai
sebenarnya.. Karena masih tahap 1 maka Instalasi Farmasi belum dinilai tersendiri karena
bergabung dengan Pelayanan Medis . Dilihat dari hasil evaluasi ternyata didapatkan hasil
banyak hal yang menjadi temuan oleh para Asesor (Penilai Akreditasi) seperti masalah
penyimpanan berkas, sarana dan prasarana dan kompetensi tenaga Farmasi dalam pelayanan.
Karena berbagai temuan tersebut diharapkan Instalasi Farmasi RS. SEHAT segera
membenahi yang dianggap kurang.
Penyimpanan berkas yang dievaluasi seperti penyimpanan arsip resep dan laporan.
Sarana dan prasarana yang dianggap kurang dan harus ada perombakan yang lumayan banyak
adalah di gudang farmasi. Hal ini karena ruang gudang farmasi dianggap kurang representatif
dan tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit baik dalam hal
ruangan maupun tata letak penyimpanan produk. Kompetensi tenaga farmasi dianggap
kurang kompeten karena jika dilihat seperti standar waktu pelayanan resep dinilai terlalu
panjang, waktu pelayanan yang sangat panjang sehingga tingkat antrian sangat panjang dan
belum dilakukan Pelayanan Informasi Obat.
Apoteker RS hanya disibukkan dengan pelayanan managemen, pelayanan farmasi
klinik masih berupa angan-angan. Jika dilihat dari boring akreditasi pelayanan farmasi
merupakan salah satu parameter yang dinilai dan mendapatkan porsi yang cukup besar. Oleh
karena itu, apoteker RS SEHAT diminta segera melakukan pembenahan dan mencoba untuk
melakukan implementasi pelayanan farmasi klinik. Diharapkan pada tahun 2019 ini, RS.
SEHAT bisa segera mengirimkan berkas untuk penilaian akreditasi.

Pertanyaan:
1. Sebutkan permasalahan apa saja yang dialami oleh RS. SEHAT? Jelaskan secara rinci!
2. Berikan solusi yang tepat sesuai dengan STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
RUMAH SAKIT!
3. Berikan usulan tentang rencana gudang farmasi baik denah gedung, lay out gudang dan
model penyimpanan obat dan alkes di gudang! Jelaskan secara rinci!
4. Bagaimana cara anda memberikan solusi tentang implementasi pelayanan farmasi klinik di
RS. SEHAT yang belum berjalan? Apakah yang menurut anda menjadi prioritasnya?
KASUS 13
Berdasarkan Keputusan Direksi RS “B” Yogyakarta tentang Pedoman Pelayanan
Farmasi RS “B” Yogyakarta untuk target presisi (kecocokan) data stok di logistik farmasi ≥
90%, hal ini berarti tingkat ketidaksesuaian antara barang di gudang dengan kartu stok dan
komputer harus ≤ 10%, target persentase expired date (ED) sebesar 0%, target turn over ratio
(TOR) gudang farmasi ≥ 36 kali per tahun, target persentase stok akhir gudang farmasi ≤ 3%,
dan target persentase death stock (stok mati) ≤ 5%.
Berdasarkan hasil evaluasi kerja dari inventory perbekalan farmasi untuk sediaan
tablet di Gudang Farmasi “B” Yogyakarta triwulan I tahun 2009, didapatkan persentase
ketidaksesuaian jumlah obat yang ada di gudang dengan kartu stok dan computer sebesar
15,38%, nilai TOR gudang farmasi 9 kali per tahun, nilai stok akhir gudang farmasi 15,43 %,
persentase obat ED pada triwulan I tahun 2016 sebesar 10,32%, sehingga dapat diartikan
masih ditemukannya obat ED pada triwulan I tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa presisi
data stok, persentase obat ED, nilai TOR dan nilai stok akhir tahun belum memenuhi target
rumah sakit. Persentase stok mati sebesar 7,18%.
Evaluasi pelaksanaan formularium ternyata kondisi angka kepatuhan dokter masih
berada posisi yang belum maksimal. Persentase kepatuhan dokter terhadap formularium
sebesar 83%. Hal ini karena di Rumah sakit pengawasan PFT terhadap pelaksanaan
formuarium belum maksimal. Rapat rutin PFT belum dilakanakan secara rutin. Obat yang
terbanyak masuk dalam formularium adalah antibiotik yaitu sebesar 59,73% dari total obat
yang ada. Peresepan obat antibiotik pun sebesar 47,88% adalah obat antibotik.
Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!
KASUS 14
RS”X” adalah rumah sakit tipe B dengan rumah sakit berbasis militer dengan
menggunakan sistem non BLUD. Rumah sakit “X” dengan memiliki apoteker sebanyak 4
orang dimana satu diantaranya adalah sebagai Kepala Instalasi Farmasi RS. RS ”X”
mencapai akreditasi 16 pelayanan pada 3 tahun yang lalu dan tahun depan ini mengajukan
kembali akreditasi yang lebih tinggi dan lebih baik. BOR rata2 di RS ”X” adalah 71% dan
total bed yang dimiliki adalah 132.
Pada saat melakukan persiapan akreditasi tahun depan, Kepala Instalasi Farmasi
melakukan evaluasi terhadap beberapa tahapan pelayanan pengelolaan manajemen obat dan
alkes yang dia pimpin. Hasil yang didapatkan adalah:
1. Tahap seleksi yang tidak sesuai standar adalah kesesuaian dengan Formularium Nasional
(92,51%) dan kesesuaian dengan Formularium Rumah Sakit (78,78%).
2. Tahap Perencanaan dan pengadaan yang sesuai standar adalah persentase alokasi dana
yang tersedia (35,42%) dan yang tidak sesuai standar adalah frekuensi tertundanya
pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang disepakati (123 x atau semua tagihan
tertunda pembayarannya), persentase kesesuaian antara perencanaan obat dengan
kenyataan masing- masing obat (120,43%).
3. Tahap distribusi yang sesuai standar adalah standar Turover Ratio (TOR) sebanyak (10,42
kali), tingkat ketersediaan obat sebesar 13,36 bulan dan yang tidak sesuai ketepatan data
jumlah obat pada kartu stok sebesar (93,75%).
4. Tahap penggunaan yang sesuai standar adalah persentase peresepan dengan nama generik
(90,37%), dan yang tidak sesuai standar adalah jumlah item obat perlembar resep (3,41
lembar), rata-rata waktu yang digunakan melayani resep non racikan (38 menit) dan resep
racikan (73 menit).
Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!

JAWABAN
KASUS 15
RS. “X” adalah salah satu rumah sakit yang berkembang. Dalam rangka terus
meningkatkan pendapatan RS maka dilakukan analisa terhadap kondisi Instalasi Farmasi. Hal
ini karena pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan
revenue center utama. Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran
pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan pemasukan terbesar di RS.
Berdasarkan wawancara dengan kepala Instalasi Farmasi dan staf gudang farmasi,
diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang farmasi yang menjadi
dasar pengadaan barang. Selama ini, pengadaan obat rata-rata mingguan, sehiungga sering
terjadi adanya pembelian obat tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan pembelian
ke apotek luar. Pada bulan Maret 2015, pembelian cito mencapai Rp. 28.466.969,00 dan
pembelian obat ke apotek luar pada bulan Januari-Maret 2015 mencapai Rp. 81.799.636,00.
Hal ini tentu saja sangat merugikan RS baik dari segi keuangan maupun pelayanan.
Perhitungan stock obat juga masih bermasalah yaitu adanya ketidaksesuaian angka
stok akhir antara stok fisik dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun secara
sistem komputer. Sementara itu, masih ada juga dokter yang membuat resep di luar
standarisasi yang telah ditetapkan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Hal ini menjadi
salah satu penyebab terjadinya pembelian obat ke apotek luar ataupun tidak terlayaninya
resep terutama untuk pasien tunai karena ketidaktersediaan obat.
Selain itu pada akhir bulan AprIl 2015 saat dilakukan stock opname, diperolah adanya
obat dan alat kesehatan habis pakai yang telah kadaluarsa yang telah dibeli secara kontrak
yaitu sekitar Rp. 18.447.371,00 dan Rp. 11.875.136,00 dari total merupakan angka untuk obat
yang kadaluarsa.
Tabel 1. Pengelompokan Obat dengan Analisis ABC Berdasarkan Nilai Pemakaian
Periode Januari –Desember 2014

Kelompok Jumlah item obat Persentase (%) Jumlah pemakaian Persentase (%)
A 124 12,31 506.214 69,10
B 176 17,48 154.106 21,04
C 707 70,21 72.240 9,86
Jumlah 1007 100 732.560 100,00

Tabel 2. Pengelompokan Obat dengan Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat
Periode Januari –Desember 2014

Kelompok Jumlah item obat Persentase (%) Jumlah pemakaian Persentase (%)
A 76 7,55 2.782.736.612 70,16
B 169 16,78 801.463.078 20,21
C 762 75,67 382.215.061 9,64
Jumlah 1007 100 3.966.414.751 100,00

Tabel 3. Pengelompokan Obat dengan Analisis ABC Berdasarkan Nilai Kritis Obat
Periode Januari –Desember 2014

Kelompok Jumlah item obat Persentase (%)


A 36 3,57
B 270 26,81
C 701 69,61
Jumlah 1007 100
Tabel 4. Pengelompokan Obat dengan Analisis ABC Berdasarkan Indeks Kritis Obat
Periode Januari –Desember 2014

Kelompok Jumlah item obat Persentase (%)


A 86 8,54
B 461 45,78
C 460 45,68
Jumlah 1007 100

Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!

Anda mungkin juga menyukai