Anda di halaman 1dari 187

Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

2014
Pusdiklat Aparatur dan
Pusat Kesehatan Haji
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

MODUL MATERI INTI 5


PEMBINAAN KESEHATAN
JEMAAH HAJI

MODUL PELATIHAN PETUGAS PENYELENGGARA


KESEHATAN JEMAAH HAJI PUSKESMAS DAN RUMAH
SAKIT

1
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

DESKRIPSI SINGKAT
Sejalan dengan Visi Kementerian Kesehatan RI
yaitu mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup
sehat yaitu kemandirian dapat dicapai melalui
berbagai upaya antara lain penggunaan alat,
metode dan teknologi kesehatan yang tepat guna,
sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat dan biaya kesehatan yang terjangkau.
Hal tersebut membutuhkan model pembinaan
kesehatan yang terbukti efektif untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
termasuk jemaah haji.
Pembinaan kesehatan merupakan upaya
pembinaan holistik yang dilakukan kepada
perorangan atau kelompok calon jemaah haji
secara paripurna pada semua tahap
penyelenggaraan ibadah haji sejak calon jemaah
haji mendaftar, di perjalanan, di tanah suci sampai
kembali ke Tanah Air. Pembinaan kesehatan pada
jemaah haji di Puskesmas dan Rumah Sakit di
tanah air sebelum keberangkatan bertujuan untuk
menciptakan kondisi kesehatan jemaah haji yang
optimal pada saat keberangkatan.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan baik
bagi jemaah haji yang sehat maupun jemaah haji

2
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

risti, dilakukan perawatan dan pembinaan


kesehatan haji. Jemaah hajiyang sudah
melakukan pendaftaran harus melakukan
pemeriksaan kesehatan yang berfungsi sebagai
alat untuk mengetahui status kesehatan dan
menjadi dasar petugas kesehatan untuk
melakukan perawatan dan pembinaan kesehatan.
Kesimpulan dari hasil pemeriksaan kesehatan
sangat berarti karena merupakan penilaian status
kesehatan terhadap seorang calon jamaah haji,
dengan 4 katagori :

1 Mandiri Memenuhi syarat dengan baik


.
2 Observasi Memenuhi syarat dengan
. perhatian
Memenuhi syarat dengan
3 Pengawasan
catatan
.
4 Tunda Tidak memenuhi syarat
.
Dari ke empat katagori ini, semuanya memerlukan
perawatan dan pembinaan,yang mandiri
diharapkan tetap mandiri, sedang kategori
observasi, pengawasan dan tunda dapat
meningkat kategori atau status kesehatannya.
Paling tidak mempertahankan status kesehatan

3
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang telah dicapainya. Sehingga pada saat


jemaah haji berangkat dalam kondisi kesehatan
yang optimal dan dapat menjadi jamaah haji yang
sehat dan mandiri.
Pembinaan kesehatan ini dilakukan oleh petugas
puskesmas dimana jemaah haji berasal selama
masa tunggu keberangkatan.
Jenis kegiatan perawatan tergantung pada aspek
gangguan kesehatan yang disandangnya.
Sedangkan kegiatan pembinaan bersifat KIE
(komunikasi, informasi dan edukasi) ditujukan
kepada kelompok jemaah haji yang dilakukan
sesuai dengan Puskesmas asal wilayahnya.
Diharapkan dari hasil pembinaan dan perawatan
kesehatan tersebut tidak lagi terjadi kasus
pemberangkatan calon jamaah haji dengan status
tunda.
Modul pembinaan kesehatan haji ini selanjutnya
digunakan sebagai acuan dan standar dalam
penyelenggaraan pembinaan kesehatan calon
jamaah haji.

4
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum :

Setelah pembahasan materi ini peserta dapat


melakukan pembinaan kesehatan JEMAAH HAJI
selama masa tunggu keberangkatannya

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu :


1. Menjelaskan konsep dasar pembinaan
kesehatan jemaah haji
2. Menjelaskan sasaran dan metoda
pembinaan kesehatan jemaah haji
3. Menjelaskan manasik kesehatan haji
4. Melakukan kegiatan pembinaan kesehatan
jemaah haji

5
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

POKOK BAHASAN DAN SUB


POKOK BAHASAN

A. Konsep dasar pembinaan kesehatan jemaah


haji:
1. Pengertian
2. KIE dan bimbingan kesehatan
3. Alur pembinaan
4. Indikator pembinaan
B. Sasaran dan metoda pembinaan kesehatan
jemaah haji
1. Pembinaan Individu
2. Pembinaan Kelompok
3. Pembinaan Massal
C. Manasik kesehatan haji
1. Substansi Pembinaan Manasik Kesehatan
Haji
2. Pelaksanaan kegiatan pembinaan manasik
kesehatan haji
D. Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan
jemaah haji
1. Pembinaan kesehatan di institusipelayanan
kesehatan
2. Pembinaan melalui kunjungan rumah
3. Pembinaan Kesehatan Melalui Bimbingan
Manasik Haji
4. PembinaanmelaluiPosbindu

6
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

5. Pembinaan Massal

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN

Untuk memperlacar proses pembelajaran,


disusunlah langkah-langkah sebagai berikut :
A. Langkah 1
1. Kegiatan Fasilitator
a. Kegiatan bina
suasana dikelas
b. Memperkenalkan
diri
c. Menyampaikan
ruang lingkup bahasan
d. Menggali pendapat
pembelajar tentang Pembinaan
Kesehatan Calon Jemaah haji
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis
yang diperlukan
b. Pengemukakan pendapat atas
pertanyaan fasilitator

7
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

c. Mendengar dan mencatat hal-hal


yang dianggap penting

B. Langkah 2

1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan 1, 2,
dan 3 tentang Pengertian Pembinaan,
Tujuan dan Prinsip, Bentuk
Pembinaan dan Pembinaan
Kesehatan sesuai Status Kesehatan
JEMAAH HAJI
b. Memberikan kesempatan kepada
pembelajar untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan pembelajar
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan
menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting
b. Mengajukan pertanyaan sesuai
dengan kesempatan yang diberikan
c. Memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan fasilitator
C. Langkah 3

8
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan 4
dan 5 tentang perencanaan dan
pelaksanan pembinaan sesuai Status
Kesehatan jemaah haji
b. Memberikan kesempatan kepada
pembelajar untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban tas pertanyaan
yang diajukan pembelajar
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan
menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting
b. Mengajukan pertanyaan sesuai
dengan kesempatan yang diberikan
c. Memberikan jawaban atan
pertanyaan yang diajukan fasilitator

D. Langkah 4

1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta kelas menjadi 5 kelompok,
untuk mendiskusikan lembaran kasus
tentang perencanaan dan
pelaksanaan pembinaan

9
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kesehatanjemaah haji pada masa


tunggu keberangkatan
b. Meminta masing-masing kelompok
untuk menuliskan hasil dikusi untuk
disajikan pada flip chart
c. Memberikan bimbingan pada proses
diskusi
2. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok dan
melakukan mendiskusikkan lembaran
penugasan kasus yang diberikan
fasilitator
b. Melakukan proses diskusi dan
menuliskan hasil dikusi untuk
disajikan.

E. Langkah 5
1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta kelas menjadi 5 kelompok,
untuk membuat bahan pembinaan
kesehatanjemaah haji.
b. Meminta masing-masing kelompok
untuk menuliskan skenario kegiatan
pembinaan untuk dimainkan

10
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

c. Memberikan bimbingan pada proses


role play

2. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok dan melakukan
diskusidanmembuatbahankegiatanpem
binaan kasus yang diberikan fasilitator
b. Melakukan proses diskusi dan
membuatskenario hasil untuk
dimainkan.
F. Langkah 6
1. Kegiatan Fasilitator
a. Meminta masing - masing kelompok
mempresentasikan hasil duskusi
b. Memberikan masukan
c. Merangkum hasil proses hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a. Mengikuti proses penyajian hasil
duskusi
b. Berperan aktif dalam proses dengan
bertanya, mengemukakan pendapat/
saran yang berguna dalam proses
prembelajaran

11
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

G. Langkah 6 : Penutup

1. Kegiatan fasilitator
a. Mengevaluasi hasil pembelajaran
dengan cara memberikan beberapa
pertanyaan
b. Memberikan jawaban atas
pertanyaan [bila masih ada]
c. Meminta komentar atau saran bahkan
kritik pada kertas yang telah
disediakan.
d. Menutup acara proses pembelajaran
dengan memberikan apresiasi pada
pembelajar.
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh fasilitator
b. Mengajukan pertanyaan yang diminta
fasilitator sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.

12
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

c. Memberikan komentar, penilaian,


saran bahkan kritik proses
pembelajaran dalam selembar kertas

13
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN I
KONSEP DASAR PEMBINAAN KESEHATAN
HAJI

1. Pengertian
Pembinaan Kesehatan adalah salah satu
rangkaian kegiatanyang terstruktur, yang
dimulai setelah seseorang melakukan
pemeriksaan setelah mendaftar menjadi
jemaah haji di tanah air sampai
keberangkatannya dengan ruang lingkup
kegiatan penerangan, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan haji serta bertujuan
untuk meningkatkan, memelihara kesehatan,
sertamencegah penyakit.
Tujuan dan prinsip pembinaan kesehatan
calon jemaah haji
Pembinaan kesehatan calonjemaah haji
bertujuan untukmewujudkan status
kesehatan yang optimal, sehingga dapat
menunjang perjalanan ibadah haji dengan
lancar dan tanpa kendala [kesehatan]
menjadi haji yang mabrur. Pembinaan
kesehatan calon jemaah haji mengikuti asas
manfaat, kualitas, efektifitas, efisien dan
bertanggungjawab.

14
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Pembinaan kesehatan calon jemaah haji


mengikuti prinsip pencegahan masalah dan
mandiri dan diarahkan untuk memberikan
manfaat maksimal bagi calon jemaah haji.
Seluruh calon jemaah haji dalam wilayah
puskesmas dilakukan pembinaan kesehatan.
Pelaksanaan pembinaan dilakukan sejak
yang bersangkutan terdaftar sampai dengan
saat keberangkatan dan dikoordinasikan
dengan pihak terkait, yaitu; Depag, LSM,
Penyelenggara JPKM, ASKES dan lain-lain.
Adapun aspek dalam pembinaan kesehatan,
meliputi; penasehatan [Konseling]
penyuluhan kesehatan dengan penekanan
pada perilaku untuk hidup bersih dan sehat,
pembinaan gizi haji, konseling kontrasepsi
bagi calon jemaah haji wanita usia subur dan
pengaturan menstruasi dalam pelaksanaan
ibadah haji, latihan kesamaptaan/ kebugaran
jasmani dan aklimatisasi. Dengan demikian,
calon jemaah haji yang sehat dapat
terpelihara kesehatannya, bagi yang sakit
dapat diobati penyakitnya sehingga saat
keberangkatan dalam keadaan kesehatan
yang optimal.
2. KIE dan Bimbingan Kesehatan
Komunikasi, informasi dan edukasi serta
bimbingan kesehatan untukJemaah haji
dilakukan berdasarkan prinsip promosi
kesehatan.

15
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Komunikasi yang efektif adalah kunci dari


keberhasilan pemberdayaan kesehatan pada
jemaah haji. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui media.
Prinsip komunikasi yang perlu diterapkan
adalah :
a. Jelas dan menarik
b. Menghindari kesalahfahaman antara
petugas kesehatan dengan Jemaah haji
atau antar petugas.
c. Keterbukaan
d. Empati
e. Mendengarkan dengan aktif
f. Fokus pada perasaan

Manfaat komunikasiefektif :
a. Menunjukkan kompetensi petugas
kesehatan
b. Mempermudah proses pembinaan
kesehatan jemaah haji
c. Menciptakan hubungan yang baik antara
petugaskesehatandan jemaah haji

16
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

3. Alur pembinaan

Algoritma Pembinaan JEMAAH HAJI

CALON
CALONJEMAAH
JEMAAHHAJI
HAJI

PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN AWAL
AWAL

MANDIRI
MANDIRI OBS,
OBS,PENGAWASAN,
PENGAWASAN,TUNDA
TUNDA

KELOMPOK INDIVIDU
INDIVIDU

PENYULUHAN KONSELING RS
RS
KONSELING
KEBUGARAN PENGOBATAN Dr.
Dr.
PENGOBATAN
RUJUKAN
RUJUKAN

EVALUASI
EVALUASI
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN

TIDAK
ISTITHOAH

YA

17
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

4. Indikator pembinaan
Indikator keberhasilan dalam kegiatan
pembinaan kesehatan haji adalah :
a. Pembinaan personal
Frekuensi kunjungan jemaah haji
kefasilitas kesehatan dalam kurun waktu
tunggu :

1) 10 sd 5 tahun sebelum keberangkatan:


minimal 3 bulansekali
2) 5 tahun sampai dengan 6 bulan
sebelum keberangkatan : minimal 1
bulansekali
3) 6 bulan sampai dengan sebelum
keberangkatan: minimal 2 minggu
sekali

b. Pembinaan kelompok
Kegiatan pembinaan kelompok

1) 10 sampai dengan 2 tahun : minimal 3


bulan sekali
2) 2 tahun sampai dengan sebelum
keberangkatan : minimal 1 bulan sekali

18
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

c. Pembinaan massal
Kegiatan pembinaan massal

1) 10 sampai dengan 2 tahun : minimal 3


bulan sekali
2) 2 tahun sampai dengan sebelum
keberangkatan : minimal 1 bulan sekali

POKOK BAHASAN II
SASARAN DAN METODA PEMBINAAN KESEHATAN
JEMAAH HAJI
Petugas Pemeriksa Kesehatan Jemaah Haji
adalah Tim Pemeriksa Kesehatan Jemaah Haji
yang ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi atas usulan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Dokter yang ditunjuk melakukan pemeriksaan
harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a) Mempunyai SIP.
b) Memiliki kemampuan (kompetensi) dalam
pemeriksaan kesehatan jemaah haji
dengan pendekatan manajemen risiko.
2. Perawat yang ditunjuk membantu
pemeriksaan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

19
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

a) Mempunyai SK jabatan fungsional


sebagai perawat.
b) Memiliki kemampuan (kompetensi) dalam
membantu pemeriksaan kesehatan
Jemaah Haji dengan pendekatan
manajemen risiko.
3. Analis laboratorium kesehatan yang ditunjuk
membantu pemeriksaan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Mempunyai SK jabatan fungsional
sebagai pranata laboratorium kesehatan.
b) Memiliki kemampuan (kompetensi) dalam
membantu pemeriksaan kesehatan
jemaah haji dengan pendekatan
manajemen risiko.
4. Tenaga Administrasi
a) Pendidikan minimal D3
5. Tim Pemeriksa yang di bentuk di tiap
Puskesmas berjumlah sekurang-kurangnya
lima orang, terdiri dari :
a) Satu orang dokter pria atau wanita
b) Satu orang perawat wanita
c) Satu orang perawat pria
d) Satu orang analis laboratorium kesehatan
e) Satu orang tenaga administrasi
6. Tim Pemeriksa Kesehatan Jemaah Haji
Lanjutan yang di bentuk di tiap Rumah Sakit

20
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Rujukan ditetapkan oleh Direktur Rumah


Sakit yang ditunjuk.
7. Tim Pemeriksa yang di bentuk di tiap Rumah
Sakit minimal terdiri dari :
a) Tenaga ahli rujukan :
1) Dokter Spesialis Penyakit Dalam
2) Dokter Spesialis Bedah
3) Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
4) Dokter Spesialis Obstetri-Ginekologi
5) Ahli Gizi
6) Dokter ahli lain yang dibutuhkan

POKOK BAHASAN III


MANASIK KESEHATAN HAJI

1. Substansi Pembinaan Manasik Kesehatan


Haji
Pembinaan kesehatan disampaikan sesuai
status kesehatan jemaah haji
a. PembinaanKesehatanUmum :
1) Peningkatan Kebugaran
Menunaikan ibadah haji adalah
merupakan suatu kegiatan wajib yang
pada prakteknya memerlukan suatu
kondisi fisik yang baik / terlatih.
Haji meliputi perjalanan dari tanah air
[dengan melalui udara atau laut] dan

21
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

pelaksanaan ibadah itu sendiri di Arab


Saudi. Bila dilihat, maka aktivitas
ibadah ini memerlukan kerja fisik yang
cukup berat, karena meliputi :
 Jalan kaki, melalui jalan datar
ataupun mendaki
 Cuaca di Negara Arab Saudi yang
panas dan kering atau dingin dan
kering
Kedua faktor tersebut merupakan
suatu beban/stress terhadap fisik dan
apabila fisik tidak kuat maka dapat
terjadi cedera atau hal-hal yang tidak
diinginkan. Sangat dianjurkan calon
jamaah haji mempunyai kondisi fisik
yang kuat agar dapat mengatasi
stress tersebut diatas. Agar dapat
mencapai kondisi fisik yang baik
berarti harus mempunyai kesegaran
jasmani [physical fitness] yang cukup
baik. Hal ini dapat dicapai dengan
melakukan latihan olahraga yang
dilakukan selama persiapan naik haji.
Program latihan olahraga tersebut
harus benar, terukur dan harus sesuai
dengan usia atau kondisi kesehatan
[misalnya berpenyakit atau tidak].
Sebagai gambaran umum, kesegaran

22
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

jasmani atau physical fitness adalah


kondisi seseorang untuk dapat
melakukan tugas/pekerjaan sehari-
hari tanpa mengalami kelelahan yang
berarti dan masih mempunyai
cadangan tenaga untuk melakukan
pekerjaan yang bersifat mendadak.
Olahraga adalah suatu kegiatan fisik
yang bertujuan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani. Orang yang “Fit”
dan sehat, akan dapat mengatasi
segala beban/stress dan
produktivitasnya akan meningkat.
Latihan olahraga yang dianjurkan
untuk calon jemaah haji adalah
latihan yang bersifat aerobik yaitu
yang bersifat lama dan tidak terlalu
melelahkan.
Manfaat latihan olahraga adalah
sebagai berikut :
a) Meningkatkan kemampuan jantung
dan paru-paru. Hal ini akan
menyebabkan seseorang tidak
mudah merasa lelah, dapat bekerja
dengan lama.
b) Meningkatkan kekuatan otot.
Dengan latihan olahraga, otot akan
mampu mengangkat beban lebih

23
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

berat, sehingga kemampuan


badan meningkat.
c) Meningkatkan kekebalan badan
sehingga tidak mudah jatuh sakit.
d) Mengurangi lemak badan. Pada
olahraga lemak badan dipakai
sebagai energi sehingga menjadi
berkurang. Hal ini berarti badan
menjadi lebih langsing, karena
lemak dibawah kulit lemak dalam
darah [kolestrol] juga akan
berkurang. Sehingga penyempitan
pembuluh darah akan berkurang.
e) Menurunkan berat badan sehingga
menjadi ideal dan hal ini tentunya
akan memperbaiki penampilan.
Penurunan berat badan ini
sebaiknya tidak berlebih 1 kg
dalam 1 minggu.
f) Melebarkan pembuluh darah
sehingga aliran darah menjadi
lancar dan hal ini dapat
mengurangi resiko PJK.
g) Menurunkan tekanan darah tinggi.
Hal ini tentunya sangat bermanfaat
karena resiko terkena “stroke”
sangat berkurang.

24
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

h) Menurunkan kadar gula darah,


karena gula darah dipakai untuk
energi. Hal ini merupakan suatu
hal yang positif untuk membantu
penderita penyakit diabetes, agar
gula darahnya dapat menurun.
i) Mencegah terjadinya osteoporosis
[keropos tulang], terutama pada
wanita pada masa menopause.
Pada saat menopause, terjadi
perubahan perubahan
keseimbangan hormone badan,
sehingga menstruasi berhenti dan
zat kapur [kalsium = Ca] mudah
keluar dari badan. Akibatnya tulang
menjadi keropos dan mudah
patah. Olahraga yang teratur akan
memadatkan tulang sehingga
kekeroposan tulang dapat dicegah.
j) Mengurangi resiko terkena kanker,
terutama pada wanita. Penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang
lebih aktif akan jarang terserang
kanker payudara atau kanker usus.
Cara berolah raga [F.I.T.T]
a) Frekuensi : 3 – 5 X /minggu

25
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

b) Intensitas : 60-90 X DNM [DNM


= 220 – umur]
c) Tempo : 20-60 Menit kontinyu
d) Type : Olahraga aerobik
yang bervariasi
Cara Agar Program Latihan Diikuti
Calon Jemaah haji
a) Pembina olahraga harus aktif dan
mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang :
 Program latihan harus
mudah/enak dilihat.
 Instruksi cara latihan harus jelas
dan cukup banyak
 Latihan olahraga harus
bervariasi.
b) Pakaian :
 Kaos tipis, celana pendek,
celana training spak.
 Topi, kacamata, jangan
dilupakan.
 Sepatu:
 Sepatu berlari/ jalan.
 Tumit tebal
 Lentur

26
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Ringan
 Kaos kaki tebal
c) Peralatan lain:
 Jam tangan
 Penghitung kalori [Calorie
Counter]
 Penghitung denyut nadi [Pulse
Counter]
d) Waktu:
 Pagi hari
 Sore hari
Jangan siang hari/panas
Macam/ Type Olah Raga
Olah raga yang cocok untuk jemaah
haji. Jemaah haji dipersilahkan untuk
memilih olahraga yang sesuai dan
disenanginya, seperti :
a) Jalan kaki
b) Bersepeda
c) Berenang
d) Senam Aerobik
e) Jogging
f) Jalan Cepat

27
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Agar efisien, calon jemaah yang sibuk


dapat memilih olahraga yang paling
efisien, misalnya jalan kaki.
[sesuai dengan petunjuk tentang
olahraga berjalan kaki dibuku
panduan berhaji sehat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal PP & Pl /
Direktorat Sepim-Kesma 2006]
Olahraga yang banyak memakai alat
tidak dianjurkan, karena
membutuhkan banyak biaya dan
pelaksanaannya lebih sulit.

Bersepeda
a) Stasioner
 Mudah, tidak murah
 Celana pendek, ketat [Satin,
lycra] kaos T-shirt
 Sepatu sepeda / jogging
 Putaran 60-80 X / menit, atau
kecepatan + 20-30 km/jam
 Beban disesuaikan
b) Di jalan raya.
 Pakaian sama dengan
bersepeda stasioner

28
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Putaran / kecepatan sam


dengan sepeda stasioner
 Perlu disiplin lalu lintas yang
baik
 Pakailah helm
 Perlengkapan lain : Pompa,
botol, kunci-kunci, kacamata,
topi, stop watch [jam tangan],
penghitung putaran.

Berenang
a) Perlu teknik yang benar-benar
dikuasai
b) Seluruh otot tubuh terlibat
c) Tubuh terapung dalam air, tidak
mungkin cedera, karena tidak
benturan
d) Lama latihan minimal minimal 6
menit, kalau dapat 10 menit
e) Periksalah selalu denyut nadi
f) Tidak perlu peralatan khusus
g) Hati-hati untuk penderita ayan dan
penyakit kulit
h) Baik sekali untuk penderita ashma
i) Banyak unsur rekreasi dan
permainan

29
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

j) Dianjurkan untuk berkelompok,


lebih-lebih berenang dilaut atau
didanau

Aerobic Dance [Senam Aerobik]


Suatu bentuk senam atau tarian
dengan iringan lagu
a) Keuntungan :
 Tidak membosankan
 Segala otot tubuh dapat dilatih
b) Kerugian:
 Perlu latihan untuk kuasai
gerakan
 Orang gemuk susah melakukan
c) Pakaian:
Baju senam [khusus], kaos tipis,
celana training spak, celana
pendek
d) Sepatu:
Sepatu khusus aerobik, lentur,
tebal pada bagian depan [untuk
loncat], ringan& kaos kaki perlu
agak tebal

Jogging
a) Kecepatan lebih dari 8 km/jam

30
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

b) Paling cepat membakar kalori,


paling efisien.
c) Keuntungan : Cepat mendapat efek
latihan, efisien tidak memerlukan
keahlian khusus, tidak perlu
peralatan khusus
d) Kerugian : Resiko cedera pada lutut
da pergelangan kaki, orang gemuk
sukar melakukan – mudah cedera
e) Jalan/ medan : Datar/ mendaki dan
permukaan rata
f) Pakaian : Kaos T-shirt, singlet
bahan katun/satin tipis, Celana
pendek, celana training pak, Topi,
kacamata.
g) Sepatu : Khusus sepatu lari, Ukuran
1 – 2 lebih besar, lentur, ringan,
kaos kaki tebal
h) Ayunan lengan: kebelakang/ depan,
kesamping kiri/ kanan, Siku 900.
i) Cara lari/jalan:Jatuh pada tumit,
badan tegak, bahu santai.
j) Jangan lupa minum ± 500 cc
sebelum latihan.

Jalan Cepat
a) Nama lain :Brisk Walking, fast
walking
b) Kecepatan kira-kira :1-7 km/jam
c) Keuntungan : tidak perlu keahlian
khusus, resiko, cedera kecil, dapat

31
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dilakukan sambil diselingi


pekerjaan lain
d) Kerugian : orang gemuk susah
berjalan cepat – cedera, sebaiknya
datar, permukaan Rata
2) Peningkatan Kualitas Gizi
Definisi Gizi adalah segala sesuatu
tentang makanan dan kaitannya
dengan kesehatan, makanan bergizi
diperlukan untuk menjaga kondisi
tubuh tetap sehat dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.
Zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
adalah :
 Karbohidrat
 Protein
 Lemak
 Vitamin dan mineral
 Air

a) Kebutuhan tubuh terhadap kalori &


Protein selama musim dingin
Pada musim dingin kecukupan
energi ditambah sebanyak 3%
untuk setiap penurunan suhu
lingkungan 100C. Jika kecukupan
energi dan protein dapat dipenuhi

32
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dengan mengkonsumsi aneka


ragam makanan, kecukupan
vitamin dan mineral biasanya
terpenuhi.
Namun dalam keadaan darurat
yang dialami jemaah haji
sebaiknya jemaah mengkonsumsi
tambahan vitamin dan mineral
berupa tablet atau kapsul yang
kadarnya sama dengan angka
kecukupan gizi sehari.
Tambahan vitamin dan mineral
juga diperlukan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit yang umum
diderita pada musim dingin yaitu
batuk-batuk.

Golongan Energi Protein [gram]


Umur [kilokalori]

33
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

[tahun] Pria Wanita Pria Wanita

16 – 19 2500 2000 66 51

20 – 59 3000 2250 55 48

> 60 2200 1850 55 48

b) Pola makan yang sehat bagi


jemaah haji
Pedoman menu 4 sehat 5
sempurna dapat digunakan oleh
jemaah haji yang sehat. Perhatikan
pula pesan-pesan pada Pedoman
Umum Gizi Seimbang.
Kelembaban udara di Arab Saudi
yang selalu rendah akan lebih
rendah lagi pada musim dingin.
Suhu rendah tidak menimbulkan
rasa haus, tetapi kehilangan air
tubuh berupa air seni dan
penguapan melalui kulit besar
sekali. Kulit yang kering
mengakibatkan gatal. Oleh karena
itu perlu mengkonsumsi air
sekurang-kurangnya 2 liter sehari.

34
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Konsumsi buah-buahan segar


perlu diperbanyak.
Tahapan Upaya Peningkatan Pola
makan sehat :
Dirumah
Diperjalanan ke Embarkasi
Di Asrama Embarkasi
Dipesawat Udara
Ditanah Suci / Arab Saudi
Di Jeddah
Di Madinah, Makkah, Arafah,
Mina
 Bagi jemaah yang sakit
c) Kecukupan gizi bagi jemaah haji
Pengamatan kegiatan sehari-hari
jemaah haji menunjukan pola
aktifitas sebagai berikut: ibadah 6
jam, kegiatan lain-lain 11 jam, dan
tidur 7 jam. Kegiatan demikian
dapat dikategorikan pekerjaan
sedang.
Berikut ini contoh menu sehari
dengan kandungan energi 3000
kilokalori dan 55 gram protein :
Sarapan pagi : teh/ kopi susu

35
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Sepulang sholat
subuh:thamis/piring terbang/roti
canay
Makan pagi [pkl. 07.00 – 08.00]:
Nasi, gimbal udang, urapan
Selingan pagi [pkl. 10.30 sebelum
Pergi ke Mesjid] : Juice buah,
biscuit/kacang-kacangan.
Makan siang setelah Sholat
Dhuhur: Nasi Briyani, Donner
kebab [ayam/daging sapi], Juice
buah. Selingan sore setelah sholat
Ashar: Kopi/teh susu, kue donat.
Makan malam setelah sholat
Magrib/ Isya: Nasi/ kentang
goreng/ chapatti, ayam panggang,
ketimun + sambal, kerupuk
d) Pola makan bagi jemaah haji yang
memiliki penyakit atau risiko tinggi
tertentu
Pola makan bagi jemaah haji yang
berpenyakit sama seperti untuk
jemaah haji yang sehat, tetapi
jumlah dan jenis makanan
disesuaikan dengan penyakit yang
dideritanya. Penderita penyakit
diare akut harus menghindari

36
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

makan makanan yang dapat


memperparah diare seperti
makanan berserat, berlemak dan
pedas. Penderita penyakit batuk
pilek harus menghindari makanan
yang merangsang tenggorokan
dan menambah konsumsi buah-
buahan segar.
Penderita penyakit kronis seperti
Diabetes Mellitus, TBC paru,
hipertensi dan penyakit jantung
harus tetap melaksanakan diet
seperti dianjurkan di Indonesia.
Jika penyakitnya tiba-tiba menjadi
lebih parah sebaiknya diberikan
diet sesuai kondisinya oleh dokter
dan ahli gizi.

b. Pembinaan Kesehatan jemaah haji


dengan penyakit
1) Pembinaan JEMAAH HAJI dengan
Penyakit Paru
a) AsmaBronkial
Asma merupakan penyakit yang
dapat timbul pada berbagai usia,
dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Berbagai definisi

37
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

untuk menyimpulkan sifat dan


bentuk penyakit ini tetapi terkadang
tidak menggambarkan karakteristik
penyakit secara keseluruhan.
Definisi yang disepakati bersama
dalam suatu consensus
internasional para ahli asma
mengatakan bahwa asma adalah
suatu kelainan inflamasi kronik
saluran nafas dan sel inflamasi
yang banyak berperan adalah sel
mast dan eosinofil. Individu yang
sensitif inflamasi kronik
menimbulkan gejala-gejala yang
terjadi akibat obstruksi saluran
nafas yang menyeluruh dengan
derajat yang bervariasi dan sering
membaik secara spontan atau
dengan pengobatan. Inflamasi
kronik ini juga menyebabkan
hiperreaktiviti bronkus terhadap
berbagai rangsangan.
Diagnosis :
Diagnosis asma ditegakkan
berdasarkan urutan pemeriksaan
berikut :
 Anamnesia

38
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Pemeriksaan fisik
 Uji faal paru
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan radiologi
 Uji provokasi bronkus
Semua pemeriksaan diatas tidak
harus dilakukan bila dengan
beberapa pemeriksaan saja sudah
dapat ditegakkan. Untuk calon
jemaah haji diharapkan dengan
pemeriksaan 1 dan 2 sudah dapat
ditegakkan karena fasiliti di
Puskesmas dan kota / kabupaten
masih terbatas.
Anamnesis
Secara klinik asma diduga bila ada
gejala mengi, batuk, sesak nafas
dan riwayat pnemonia atau
bronchitis yang berulang. Batuk
yang menetap dan berulang
terutama sesudah pajanan
berbagai zat tertentu, aktiviti,
gangguan emosi dan infeksi virus
sering merupakan gejala asma.
Batuk pada asma biasanya
menjadi lebih berat pada malam
hari.

39
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang
hari, pada saat remisi pemeriksaan
fisik dapat normal, pada ekspirasi
paksa mengi dapat ditemukan. Bila
penyakit makin berat mengi
terdengar baik waktu ekspirasi
maupun inspirasi. Saat serangan
berat terlihat tanda-tanda
kegelisahan sampai kesadaran
menurun, kesukaran berbicara,
takikardi, penggunaan otot bantu
nafas, sinosis, hiperinflasi dan
pulsus paradoksus.
Klasifikasi asma
Asma menurut konsensus
internasional diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, beratnya
penyakit asma dan pola waktu
terjadinya obstruksi saluran nafas.
Klasifikasi berguna untuk diagnosis
dan penatalaksanaan penyakit.
Berdasarkan etiologi terdiri atas
intermiten, ringan, sedang, berat
dan berdasar pola terjadi serangan
terdiri atas : Asma intermiten, asma
persisten, dan brittle asma.

40
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Penatalaksana asma
Asma pada kebanyakan penderita
dapat dikontrol secara efektif
meskipun tidak dapat
disembuhkan. Mencegah atau
mengurangi infeksi kronik dan
menghilangkan faktor penyebab
merupakan target
penatalaksanaan yang utama.
Penatalaksanaan asma berguna
untuk mengontrol penyakit.
Asma dikatakan terkontrol bila :
 Gejala kronik minimal / tidak ada
termasuk gejala asma malam
 Eksaserbasi minimal [jarang]
 Tidak ada kunjungan ke UGD
 Kebutuhan obat agonis -2
minimal [tidak diperlukan]
 Tidak ada keterbatasan aktiviti
termasuk exercise
 Efek samping obat minimal
 Faal paru normal atau
mendekati normal
Tujuan penatalaksanaan asma
adalah :
 Menghilangkan dan
mengendalikan gejala asma

41
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Mencegah eksaserbasi penyakit


 Meningkatkan faal paru
 Mengusahakan tercapainya
tingkat aktiviti normal
 Menghindari efek samping
karena obat
 Mencegah kematian karena
asma
Penatalaksanaan asma hendaklah
dirancang sejak diagnosis
ditegakkan dan cukup dengan
pengobatan sesaat saja. Program
penatalaksanaan asma dapat
dilakukan dalam beberapa bidang
yaitu :
 Pendidikan penderita
 Penilaian dan pemantauan
beratnya penyakit
 Menghindari dan
mengendalikan pencetus asma
 Menentukan rencana jangka
panjang
 Menentukan rencana
pengobatan pada keadaan
eksaserbasi
 Mengusahakan kontrol yang
teratur serta meningkatkan
kebugaran jasmani

42
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Obat-obat anti asma :


Obat yang dapat mengontrol asma
disebut sebagai controller
medications. Obat ini diberikan
setiap hari untuk jangka waktu
yang lama, termasuk dalam
golongan ini adalah inhalasi
kortisteroid, kortikosteroid sistemik,
sodium kromolin, sodium
nedokromil, teofilin lepas lambat,
inhalasi agonis -2 aksi lama,
agonis -2 aksi lama oral ketotifen
dan anti alergi lainnya.
Kortikosteroid inhalasi adalah obat
golongan controller yang paling
efektif pada saat ini.
Obat-obat pelega napas disebut
sebagai reliever yang bekerja
cepat menghilangkan
bronkokonstriksi dan gejala-
gejalanya. Termasuk golongan ini
adalah inhalasi agonis -2 aksi
singkat, kortikosteroid sistemik,
inhalasi anti kolinergik, golongan
xantin, agonis -2 oral.

Pengobatan :

43
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Tahap pengobatan jangka panjang


berdasarkan beratnya penyakit.
Asma interniten
Obat pengontrol : tidak perlu
Obat pelega :
Bronkodilator aksi singkat yaitu
inhalasi agonis -2 bila perlu
Intensiti pengobatan tergantung berat
eksaserbasi
Inhalasi agonis -2 atau kromolin
dipakai sebelum exercise atau
pajanan allergen.
Asma persisten ringan
Obat penyembuh :
 Inhalasi kortikosteroid 200 – 500
mcg / kromolin / nedokromil /
teofilin lepas lambat
 Dapat diberikan agonis -2 aksi
lama atau teofilin lepas lambat
 Obat pelega :
 Inhalasi agonis -2 aksi singkat
bila perlu dan tidak melebihi 3-4
kali sehari.

Asma persisten sedang

44
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Obat penyembuh :
 Inhalasi kortikosteroid 800-2000
mcg
 Bronkodilator aksi lama terutama
untuk mengontrol asma

Obat pelega :
 Inhalasi agonis -2 singkat bila
perlu dan tidak melebihi 3-4 kali
sehari.
Asma persisten berat
Obat penyembuh :
 Inhalasi kortikosteroid 800-2000
mcg atau lebih
 Bronkodilator aksi lama berupa
agonis -2 inhalasi atau oral,
teofilin lepas lambat
 Kortikosteroid oral jangka
panjang
Obat pelega :
 Bronkodilator aksi singkat berupa
inhalasi agonis -2 bila perlu.
Meskipun asma tidak dapat sembuh
tetapi perlu memberi pengetahuan
pada penderita asma untuk
mengendalikan penyakitnya,

45
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sehingga asmanya terkontrol.


Pengobatan dapat berlangsung lama
bahkan terkadang seumur hidup,
tergantung dari berat penyakit dan
gejala-gejala eksaserbasi.
Penambahan atau pengurangan
disesuaikan dengan perubahan gejala
dan fungsi paru. Keberhasilan
pengendalian penyakit asma
tergantung pada banyak faktor antara
lain derajat berat penyakit, obat yang
digunakan, dosis yang dipakai serta
kepatuhan penderita dalam
pemakaian obat. Kepatuhan
pemakaian obat dapat meningkat
apabila obat yang digunakan
mempunyai efektiviti yang besar,
pemakaiannya rendah, dosisnya
sederhana, harganya terjangkau dan
efek samping minimal.
b) PenyakitParu Obstruksi Kronik
[PPOK]
Berdasar Survai Kesehatan
Rumah Tangga [SKRT] dari waktu
ke waktu tampak bahwa sekitar
sepertiga mortaliti dan morbiditi di
negara kita adalah penyakit paru
termasuk didalamnya PPOK.

46
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Merokok merupakan kebiasaan


yang sering ditemukan di desa
maupun di kota dari kalangan
muda sampai tua, keadaan ini
dapat memperburuk permasalah
PPOK, sedangkan saat ini
Indonesia menduduki peringkat ke
empat tertinggi di dunia dalam
mengkonsumsi rokok.
Definisi PPOK yang telah
disepakati adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel
persial. Penyakit paru obstruksi
kronik terdiri dari bronchitis kronik
dan emfisema atau gabungan
keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya 2
tahun berturut-turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.

47
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.
Diagnosis :
Gejala dan tanda PPOK sangat
bervariasi mulai dari tanpa gejala
hingga berat. Diagnosis PPOK
ditegakkan berdasar :
Gambaran klinis :
 Anamnesia
 Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan rutin
 Pemeriksaan khusus
 Anamnesis :
 Riwayat merokok atau bekas
perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang
bermakna ditempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema
pada keluarga
 Faktor predisposisi bayi BBLR,
infeksi saluran napas berulang,

48
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

lingkungan asap rokok dan


polusi udara
 Batuk berulang dengan atau
tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi
mengi
 Pemeriksaan Fisis :
 PPOK dini umumnya tidak ada
kelainan Inspeksi :
 Pursed lips breathing
 Barrel chest
 Penggunaan obat bantu napas
 Hipertropi otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung
kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema
tungkai
 Penampilan pink puffer atau
blue bloater
Palpasi
Pada enfisema fremitus melemah,
sela iga melebar
Perkusi
Pada enfisema hipersonor dan
batas jantung mengecil, letak

49
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diafragma rendah, hepar terdorong


keluar.
Auskultasi
 Suara napas vesikuler normal
atau melemah
 Terdapat ronki dan atau mengi
pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan penunjang :
[bila memungkinkan dapat
dilakukan dipuskesmas]
(1) Pemeriksaan rutin
Faal paru
 Spirometri [VEP1,
VEP1 prediksi, KVP.
VEP1/KVP, APE]
 Uji bronkodilator
Darah rutin [HB, Ht, lekosit]
Radiologi
(2) Pemeriksaan khusus
[bila memungkinkan dapat
dilakukan dipuskesmas]

50
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(a) Faal paru


 Volume residu [VR],
kapasiti residu
fungsional [KRF],
kapasitas paru total
[KPT]
 DLCO
 Raw
 Sgaw
 Variabiliti APE
(b) Uji latih kardiopulmoner
 Sepeda statis
 Jentera
 Jalan 6 menit
 Uji provokasi bronkus
 Uji coba kortikosteroid
 Analisis gas darah
 Radiologi [ CT Scan
resolusi tinggi ]
 EKG
 Ekocardiografi
Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksanaan di
Puskesmas

51
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(1) Mengurangi laju beratnya


penyakit
(2) Mempertahankan PPOK yang
stabil
(3) Mengatasi eksaserbasi ringan
(4) Merujuk ke Spesialis paru atau
rumah sakit rujukan
(5) Melanjutkan pengobatan dari
Spesialis paru atau rumah
sakit rujukan

Penatalaksanaan di Puskesmas
terbagi menjadi:
(1) Penatalaksanaan PPOK stabil,
meliputi :
(a) Pemberian obat-obatan
dengan tujuan mengurangi
laju beratnya penyakit dan
mempertahankan
keadaan stabil yang telah
tercapai dengan
mempertahankan
bronkodilatasi dan
penekanan inflamasi.
(b) Aminophylin / teofilin 100-
150 mg kombinasi dengan

52
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

salbutamol 1 mg atau
terbutalin 1 mg.
(c) Metol prednisolon /
prednison oral bila uji
steroid positif.
(d) Ekspektoran
(e) Mulolitik dan antitusif bila
perlu.
(2) Edukasi di Puskesmas
ditujukan untuk mencegah
bertambah beratnya penyakit
dengan cara menggunakan
obat yang tersedia dengan
tepat, menyesuaikan
keterbatasan aktiviti serta
mencegah eksaserbasi
berhenti merokok.
Menjaga keseimbangan nutrisi
yaitu protein, lemak, dan
karbohidrat diberikan dalam
porsi kecil dan sering.
Pemberian karbohidrat tidak
diberikan secara bebas.
Rehabilitasi dilakukan dengan
latihan bernapas [pussedlips]
ekspektorasi dan otot
pernapasan dan ekstrimisi.

53
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi meliputi derajat
ringan, sedang dan berat.
Eksaserbasi ringan cukup
dengan rawat jalan,
eksaserbasi sedang dapat
diberikan obat-obatan
perinjeksi dilanjutkan dengan
peroral. Sedangkan
eksaserbasi berat dirujuk ke
rumah sakit rujukan bila
memungkinkan kondisi
daruratnya diatasi lebih
dahulu.

Obat-obatan pada
eksaserbasi akut
(a) Penambahan dosis
bronkodilator dan
frekuensi pemberiannya.
Bila terjadi eksaserbasi
berat obat diberikan
secara injeksi, subkutan,
intravena atau per drip,
misal :
 Terbutalin 0,3 ml
subkutan dapat

54
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diulang sampai 3 kali


setiap 1 jam dan
dapat dilanjutkan
dengan pemberian
per drip 3 ampul per
24 jam
 Adrenalin 0,3 mg
subkutan, digunakan
hati-hati
 Aminofilin bolus 5
mg/kgBB [dengan
pengencerannya]
dilanjutkan dengan
per drip 0,5-0,8
mg/kgBB/jam
 Pemberian aminofillin
drip dan terbutalin
dapat bersama-sama
dalam 1 botol cairan
per infus. Cairan infus
yang dipergunakan
adalah Dektrose 5%,
Na CI 0,9% atau
Ringer laktat.
(b) Kartikosteroid diberikan
dalam dosis maksimal,
30 mg/hari dalam 2

55
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

minggu bila perlu dengan


dosis turun bertahap
[tappering off]
(c) Antibiotik diberikan
dengan dosis dan lama
pemberian yang adekuat
[minimal 10 hari sampai
2 minggu], dengan
kombinasi dari obat yang
tersedia. Pemilihan jenis
antibiotik disesuaikan
dengan efek obat
terhadap kuman Gram
negatif dan Gram positif
serta kuman atipik.
Di Puskesmas dapat
diberikan :
Lini I Ampisillin,
Kotrimoksasol,
Eritromisin
Lini II Ampisillin
kombinasi kloramfenikol,
eritromisin kombinasi
kloramfenikol dengan
kotrimoksasol ditambah
dengan eritromisin
sebagai makrolid.

56
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(d) Diuretika
Diberikan pada PPOK
derajat sedang-berat
dengan gagal jantung
kanan atau kelebihan
cairan
(e) Cairan
Pemberian cairan harus
seimbang, pada PPOK
sering disertai
korpulmonale sehingga
pemberian cairan harus
hati-hati.
Rujukan dari Puskesmas ke
Pelayanan Kesehatan yang lebih
tinggi / Rumah Sakit / Spesialis
dilakukan bila :
 Asma / PPOK derajat berat
 PPOK timbul pada usia muda
 Sering terjadi eksaserbasi
 Memerlukan terapi oksigen
 Memerlukan terapi bedah paru
 Sebagai persiapan terapi
pembedahan
Pola Pembinaan:
Faktor resiko :

57
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Riwayat asma / alergi


 Riwayat penyakit paru kronik
 Usia
 Perokok
Faktor Pencetus :
 Alergen
 Kelelahan fisik
 Stress emosional
 Tidak minum obat secara rutin
IntervensiPembinaan :
 Penyuluhan / KIE
 Latihan fisik sesuai status
kesehatan
 Monitoring status kesehatan /
Pemeriksaan Penunjang
 Pengobatan
 Rujukan
2) Pembinaan jemaah haji dengan
Penyakit Jantung
a) Sindroma Koroner Akut
Dahulu para ahli jantung membagi
kelas angina yang lebih berat
sebagai angina pectoris tidak stabil
dan bila terjadi sumbatan total
sebagai infark miokard akut.
Sekarang dipakai istilah baru

58
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sebagai Acute Coronary Syndrome


[sindroma koroner akut /SKA]. SKA
adalah suatu keadaan dimana
terjadi gejala iskemi miokard
[insuffisiensi aliran darah koroner]
yang akut, dengan gambaran sakit
dada yang khas angina. SKA
merupakan suatu keadaan yang
memerlukan tindakan pertolongan
segera secara baik dan benar.
Dalam SKA terdapat 2 bentuk
penggolongan berdasarkan gejala
klinis yang didapat :
(1) SKA tanpa disertai adanya
elevasi dari segmen ST
(a) Angina pectoris tidak stabil
[APTS]/Unstable Angina
Pectoris [UAP] merupakan
bentuk terbesar dari SKA
jenis ini.
(b) NSTEMI [non ST elevasi
myocardial infarction].
Sebagian besar infark
NSTEMI berkembang
menjadi infark yang tidak
disertai gelombang Q [non
Q wave MCI]. Sebagian

59
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kecil menjadi infark yang


disertai gelombang Q [Q
wave MCI].
(2) SKA yang disertai dengan
adanya elevasi segmen ST
STEMI [ST^ elevasi
myocardial infarction].
Sebagian besar SKA ini
berkembang menjadi Q wave
MCI dan sebagian kecil
menjadi non Q wave MCI.

PERBEDAAN ANGINA PECTORIS STABIL, ANGINA


PECTORIS TIDAK STABIL
DAN INFARK MIOKARD
Angina Pectoris
Angina pectoris Tidak Stabil Infark miokard
Stabil [APS] akut [IMA]
[APTS/UAP]
1.Gejala
Sakit dada + +
Lamanya 5-10 menit 10-30 menit
Penjalaran +/- +
Gejala sistemik +/- +
2.EKG
ST depresi +/- +
ST elevasi - -
3.Laboratorium
CK/CKMB Normal Normal Normal
4.Rontgent Normal/abnormal Normal/abnormal Normal/abnormal

60
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Angina Pectoris
Angina pectoris Tidak Stabil Infark miokard
Stabil [APS] akut [IMA]
[APTS/UAP]
5.Pengobatan
Oksigen + + +
Nitrat + + +
Aspirin/ticlopidin + + +
/clopidogrel
Morphine - + +
Heparin - + +/-
Trombolitik - - +
Beta bloker +/- +/- +/-
ACEI +/- +/- +/-
Ca antagonis +/- +/- +/-
Anti ansietas + + +

b) Angina Pectoris Stabil


Angina pectoris adalah suatu
gejala berupa rasa tidak enak pada
daerah dada atau sekitarnya yang
disebabkan iskemia miokard,
sering timbul pada saat aktivitas,
pada keadaan ini belum terjadi
kematian jaringan dari miokard.
Rasa tidak enak didada dapat
berupa seperti tertusuk benda
tajam, rasa tertekan, rasa berat,
rasa panas. Semua rasa tidak
enak tersebut terjadinya pada

61
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

daerah retrosternal. Penjalaran


rasa nyeri dapat terjadi sampai
kelengan kiri sampai ujung
kelingking, dapat pula tembus
kepunggung belakang, rasa
tercekik dileher, rahang bawah,
sampai rasa tidak enak diulu hati
[epigastrium]. Adanya rasa mudah
capek/sesak saat aktivitas dapat
merupakan gejala awal angina
walaupun gejala-gejala angina
yang lain belum tampak.
Bila penderita baru pertama kali
menderita seperti ini, sebaiknya
dirawat dirumah sakit untuk
pengawasan lebih lanjut. Untuk
penderita yang sudah diketahui
menderita angina sebaiknya
dikonsultasikan kedokter ahli
jantung untuk menilai
kemampuannya melaksanakan
ibadah haji.
c) Angina Pectoris Tidak Stabil
[APTS]
Pada dasarnya keluhan angina
merupakan gambaran terjadinya
ketidakseimbangan antara supply
[aliran] dengan demand

62
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

[kebutuhan], beberapa penyebab


yang saat ini diterima sebagai
penyebab gangguan
keseimbangan antara supply dan
demand antara lain : terdapatnya
thrombus pada plak yang terbuka,
terjadinya spasme local dari
pembuluh darah, aterosklerosis
yang dominant, proses inflamasi,
sekunder akibat dipicu keadaan-
keadaan tertentu.
Presentasi klini biasanya timbul
nyeri dada yang lebih dari 20
menit, timbul angina setidaknya
angina kelas 3 CCS, peningkatan
derajat angina yang sudah ada.
Pada pemeriksaan EKG biasanya
didapatkan adanya ST depresi
ataupun adanya T yang terbali,
enzim jantung pada saat ini tidak
menunjukkan adanya kenaikan.
Bila terdapat kenaikan enzim
keadaan ini masuk kedalam
NSTEMI.
Pemeriksaan fisik pada keadaan
ini dapat dalam batas-batas
normal, tetapi dapat juga didapati
keadaan yang tidak normal,

63
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tergantung lamanya angina, factor


pencetus, factor resiko yang ada,
lamanya mendapat pertolongan.
Pengobatan yang diberikan antara
lain, oksigen 2 – 4 L/mnt, preparat
nitrat yang dapat diberikan secara
sub lingual maupun oral [5-10 mg,
tergantung keadaan klinis
diberikan 3x/hr] dan parenteral
[mulai 5Ug]. Morphine boleh
diberikan 2,5 mg intra vena secara
pelan dengan memperhitungkan
efek komplikasinya, diberikan
untuk mengatasi rasa sakit.
Antiplatelet aspirin diberikan 160
mg, antiplatelet lain dapat diberikan
clopidogrel. Heparin diberikan
secara intra vena borum 60 U/kgbb
lalu dosis pemeliharaan dengan
12-15 U/kgbb/jam, dengan menilai
ACT atau APTT dosis dapat
dinaikkan sesuai kebutuhan. Pada
heparin yang low molecular tidak
diperlukan pemeriksaan APTT.
Obat beta bloker, ACEI, Ca
antagonis diberikan sesuai indikasi
yang ditemukan, diberikan laxative
agar penderita tidak mengedan,

64
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

boleh diberikan antiansietas


maupun anti lemak. Penderita
seperti ini dirawat di ruang
intensive cardiac care unit.
Komplikasi yang sering terjadi oleh
karena penderita tidak mencari
pertolongan dengan cepat ataupun
pertolongan yang diberikan tidak
adekwat, maka penderita dapat
masuk kedalam IMA.
d) Infark Miokard Akut [IMA]
Keadaan ini merupakan fase akhir
dari perjalanan proses
penyumbatan pembuluh darah
koroner, dimana terjadi
penyumbatan total dari pembuluh
darah sehingga otot jantung yang
diperdarahi pembuluh tersebut
tidak mendapat “makanan”,
sehingga akan menimbulkan
kematian dari otot tersebut.
Sebagian besar IMA terjadi
disebabkan adanya proses
aterosklerosis yang super impose
dengan proses thrombosis pada
lokasi tersebut. Adanya sakit dada,
adanya ST elevasi, adanya
peningkatan enzim jantung,

65
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

merupakan kriteria adanya IMA,


menurut WHO bila saja ditemukan
2 dari 3 gejala diatas dapat
ditegakkan diagnosis IMA.
Mengenali riwayat penderita
sebelumnya merupakan hal yang
penting. Berkurangnya rasa
sakit/capek/sesak dengan istirahat
ataupun dengan pemberian
nitrogliserin, merupakan gejala
yang khas adanya angina pectoris.
Patofisiologi keadaan ini dapat
dijelaskan secara sederhana, tidak
terdapatnya keseimbangan antara
“supply” [aliran] dan “demand”
[kebutuhan].
Terdapat 3 mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap
timbulnya angina
 Aterosklerosis
 Thrombosis
 Dysfungsi endotel pembuluh
darah/spasme
Biasanya factor tersebut diatas
tidak berdiri sendiri sebagai
penyebab timbulnya angina,
biasanya merupakan factor
gabungan kedua ataupun ketiga

66
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

mekanisme sekaligus. Pada


angina pectoris stabil proses
aterosklerosis memegang peranan
dominant dibandingkan dengan
factor lain, sebaliknya pada
kejadian angina pectoris tidak
stabil maupun infark miokard factor
lain dapat lebih dominant. Faktor-
faktor resiko yang dapat membuat
angina tersebut lebih mudah
bermanifestasi antara lain.
 Faktor yang dapat diubah,
antara lain : Dyslipidemia
[hiperkolesterol, hiper LDL,
hipertrigliserida, hipo HDL],
merokok, DM, hipertensi,
overweight, dsb.
 Faktor yang tidak dapat diubah
antara lain : Usia, sex [jenis
kelamin], keturunan
Pengaruh terbesar dari kejadian
angina adalah pengaruh factor
resiko yang di dapat, oleh karena
itu mengetahui adanya factor
resiko pada penderita merupakan
hal yang penting. Factor pencetus
serangan juga merupakan hal
yang perlu di ketahui, adanya

67
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

peningkatan demand dari otot


jantung, seperti kelelahan, demam,
stress, tidak makan obat rutin,
merupakan pemicu timbulnya
angina yang selama ini
“tersembunyi”.
Obstruksi lumen pembuluh darah
yang terjadi pada angina, tidak
terjadi secara total. Obstruksi yang
semakin besar, sehingga hanya
menyisakan sedikit saja aliran
darah yang lewat dapat
menimbulkan angina pectoris tidak
stabil [APTS], bila berlangsung
terus sampai terjadi obstruksi total
maka terjadilah infark miokard.
Pemeriksaan fisik pada angina
dapat bervariasi, tergantung dari
berapa lama sudah menderita,
banyaknya pembuluh darah yang
terkena, lamanya mendapat
pertolongan. Pada umumnya
penderita dating dengan
kesadaran yang baik. Tekanan
darah dapat normal atau meninggi,
pernafasan dapat normal ataupun
cepat, pemeriksaan jantung, paru,

68
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

abdomen dan ekstremitas dapat


normal saja.
Pemeriksaan alat bantu dengan
EKG, bila kejadiannya baru
berlangsung atau sedang
berlangsung, sering dapat
ditemukan adanya gambaran ST
depresi. Bila kejadian sudah
berlangsung beberapa lama, maka
gambaran EKG dapat terlihat
dalam bentuk normal.
Pemeriksaan enzim jantung belum
didapatkan adanya kenaikan
CK/CKMB atau troponin.
Penatalaksanaan pada kasus ini,
segera berikan oksigen 2-4
liter/menit, sebagai anti angina
dapat diberikan golongan nitrat 3x5
mg [dosis boleh dinaikkan
berdasarkan keadaan penderita],
aspirin diberikan 1 x 60 mg
sebagai anti platelet yang paling
banyak tersedia dan murah, anti
platelet lain adalah triclopidin dan
clopidogrel. Beta bloker, ACEI, Ca
antagonis diberikan berdasarkan
indikasi penderita saat itu. Boleh
diberikan anti ansietas. Dosis obat

69
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang diberikan dapat dinaikkan


sesuai kebutuhan.
Sakit dada yang timbul biasanya
lebih dari 30 menit. Pada EKG
didapatkan adanya elevasi
segmen ST. Laboratorium
menunjukkan adanya peningkatan
enzim CK/CKMB atau troponin.
Pemeriksaan fisik, keadaan umum,
kesadaran tampak compos mentis
ataupun dengan penurunan
kesadaran. Tekanan darah normal
atau hipertensi atau hipotensi,
pernafasan dapat normal atau
bradipnoe atau takipnoe, frekwensi
nadi dapat normal atau bradikardi
ataupun takikardi dan dapat pula
tak teraba pada kasus cardiac
arrest, pernafasan dapat normal
atau takipnoe atau bradipnoe
sampai henti nafas pada kasus
cardiac arrest, JVP biasanya
normal, dapat terjadi peninggian
JVP bila disertai dengan gagal
jantung, auskultasi suara jantung
biasanya normal tetapi dapat
terjadi murmur ataupun adanya
gallop, suara bising nafas normal

70
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tetapi dapat terdengar ronkhi


basah halus bila gagal jantung,
abdomen biasanya dalam batas
normal. Ekstremitas biasanya
dalam batas normal tetapi dapat
terjadi pada perabaan terasa
dingin ataupun sianosis.
Pengobatan yang diberikan hampir
sama dengan kasus APTS, tetapi
pemberian heparin tidak utama,
disesuaikan kasus yang ada.
Thrombolitik merupakan obat
pilihan utama pada kasus ini, jenis
thrombolitik yang banyak beredar
adalah streptokinase diberikan
dengan dosis 1,5 juta IU dalam 1
jam. Thrombolitik jenis lain adalah
r-TPA. Pemberian thrombolitik
harus diberikan sesegera mungkin,
makin cepat diberikan semakin
baik hasil yang bisa diharapkan.
Pemberian oksigen, nitrat
antiplatelet, anti anxietasm laxative,
anti lemak, beta bloker, Ca
antagonis, ACEI, indikasinya sama
seperti pada APTS. Penderita
seperti ini dirawat diruang intensive
cardiac care unit. Komplikasinya

71
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang sering menimbulkan


kematian adalah timbulnya aritmia
maligna [VT/VF] dan syok
kardiogenik.
Pola Pembinaan:
(1) Faktor Resiko :
 Hipertensi
 Hiperkolesterolemia
 Perokok
 DM
 Obesitas
 Usia
(2) Faktor Pencetus :
 Kelelahan fisik
 Stress emosional
 Tidak minum obat secara
rutin
(3) Intervensi Pembinaan :
 Penyuluhan / KIE
 Latihan fisik sesuai status
kesehatan
 Monitoring status
kesehatan/ Pemeriksaan
Penunjang
 Pengobatan
 Rujukan

72
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

3) Pembinaan jemaah haji dengan


Penyakit Metabolic dan Degeneratif
Kriteria diagnosis
a) Gula darah sewaktu > 200 mg/dl +
gejala khas DM.
b) Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
pada 2 kali pemeriksaan saat yang
berbeda.
c) Gula darah 2 jam post prandial >
200 mg/dl setelah pembebanan
glukosa 75 gram.
d) Gula darah puasa > 126 mg/dl
pada 2 kali pemeriksaan pada saat
yang berbeda.

Perbandingan DM tipe 1 dan DM


tipe 2
DM tipe 1 DM tipe 2

Nama lain IDDM NIDDM


Umur Biasa < 40 Biasa > 40 [tak

73
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

[tahun] [tak selalu] selalu]


Keadaan Berat Ringan
klinik saat
ditemukan
Tak ada Insulin cukup
Kadar insulin sampai tinggi
insulin Biasanya Biasanya
Berat kurus normal/gemuk
badan Insulin, diet, Diet, olahraga,
Pengobata olahraga tablet, insulin
n

Pemeriksaan penunjang :
a) Foto dada PA
b) EKG
c) Funduskopi
d) DPL, urinalisis, Gliko-Hb, profil lipid
e) Fungsi ginjal, fungsi hati
Terapi :
a) Diet
b) Latihan jasmani
c) Obat hipoglikemik oral
 Golongan sulfonil urea
 Golongan biguanid
 Golongan penghambat alfa-
glukosidase
d) Insulin

74
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

e) Edukasi

Penyulit
 Hipoglikemia, ketoasidosis DM, koma
HONK
 Makrovaskuler : PJK, CVD
 Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
 Neuropati
 Rentan infeksi

Pola Pembinaan:
Faktor resiko :
 Genetik
 Obesitas
 Hipertensi
 Merokok
Faktor Pencetus :
 Stres fisik / Psikologis
 Pola makan
 Keteraturan minum obat
 Penyakit infeksi
Intervensi Pembinaan :
 Penyuluhan / KIE
 Latihan fisik sesuai status kesehatan
 Monitoring status kesehatan /
Pemeriksaan Penunjang
 Pengobatan

75
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Rujukan

4) Pembinaan jemaah haji dengan


penyakit Geriatri
Gangguan keseimbangan cairan
merupakan penyebab kesakitan dan
kematian yang biasa terjadi pada populasi
usia lanjut. Salah satu gangguan cairan
dan elektrolit yang sering dijumpai adalah
dehidrasi. Data yang berasal dari survei
rumah sakit nasional di Amerika
menunjukkan bahwa dehidrasi
merupakan penyebab utama perawatan
dan kematian pada orang usia lanjut.1,2. Di
RSUPN Ciptomangunkusumo pada tahun
1998 dari pasien geriatri yang di rawat
diruang rawat penyakit dalam, 16,28%
menderita dehidrasi. Selain dapat
menyebabkan kematian, dehidrasi juga
dapat menyebabkan gagal ginjal,
confusion, letargi, jatuh dan trauma, serta
konstipasi dengan skibala.
Dehidrasi didefinisikan sebagai keadaan
berkurangnya cairan tubuh total, biasanya
karena hilangnya cairan tubuh atau
berkurangnya asupan cairan. Hilangnya
cairan akibat diuretik, muntah, atau diare
menyebabkan dehidrasi isotonik atau

76
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dehidrasi hiponatremik, jika cairan dan


elektrolit yang hilang hanya diganti
dengan oleh air saja. Namun pada pasien
geriatri dehidrasi yang sering dijumpai
adalah dehidrasi hipernatremik akibat
berkurangnya asupan cairan.2
Pasien geriatri rentan mengalami
dehidrasi karena beberapa hal terkait
usia, antara lain berkurangnya jumlah
cairan tubuh total terutama pada wanita,
gangguan konservasi air oleh ginjal akibat
menurunnya respons ginjal terhadap
vasopresin. Selain itu pada usia lanjut
rangsang haus juga sudah berkurang
[hipodipsia] atau mereka justru sengaja
mengurangi minum agar tidak mengalami
inkontenensia urin [mengompol] dan
mengurangi frekuensi ke jamban.
Berbagai penyakit dan hendaya juga
meningkatkan kerentanan pasien geriatri
terhadap dehidrasi seperti gerakan
terbatas, penyakit kronik, perubahan
status mental, infeksi, dan penggunaan
diuretik laksan serta polifarmasi.
Mengenali adanya dehidrasi pada pasien
geriatri atau pasien yang berisiko tinggi
mengalami dehidrasi amat penting.
Dengan demikian, pemberian cairan

77
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

secara oral dan atau parenteral dapat


segera dimulai. Sayangnya, gejala dan
tanda dehidrasi pada pasien geriatri
seringkali tidak jelas dan samar-samar
sehingga sering luput dari perhatian dan
berakibat fatal bahkan sampai
mengancam nyawa. Berikut ini akan
dibahas beberapa masalah yang perlu
dipertimbangkan dalam pemberian cairan
pada pasien geriatri dengan dehidrasi.

a) Perubahan Homeostatis Cairan Pada


Orang Usia Lanjut
(1) Cairan Tubuh Total Berkurang
Kadar elektrolit, osmolaritas, dan
vasopresin tidak berubah sejalan
dengan usia. Namun cairan tubuh
total berkurang terutama pada
wanita usia lanjut, yakni dari 60%
pada orang muda menjadi sekitar
50% pada laki-laki usia lanjut dan
45% pada wanita usia lanjut. Hal
ini disebabkan karena
menurunnya massa bebas lemak
[lean body mass] dan
meningkatnya lemak tubuh.
Berkurangnya cairan tubuh

78
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tersebut membuat pasien usia


lanjut rentan mengalami
dehidrasi, apalagi bila asupan
cairan juga berkurang akibat
rangsang haus yang sudah
menurun.1,3
(2) Rangsang haus berkurang
Sistem saraf pusat yang
mengontrol keseimbangan cairan
meliputi vasopresin dan rasa
haus. Rasa haus dan minum
distimulasi oleh dehidrasi sel
pada osmoreseptor di otak Pada
orang usia lanjut, rasa haus dan
kebiasaan minum berkurang oleh
mekanisme yang belum jelas,
diduga oleh karena penglepasan
opioid endogen, suatu stimulan
rasa haus, telah berkurang. Bila
volume cairan ekstrasekuler
berkurang, sistem renin-
angiotensin dan reseptor jantung
menstimulasi keinginan untuk
minum.
Pada orang usia lanjut, kadar
renin-angiotensin menurun,
demikian pula fungsi baroreseptor
berubah. Hal ini mungkin

79
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

berperan terhadap respon rasa


haus yang menurun pada proses
menua normal. Respons renin-
angiotensin dan aldosteron yang
sluggish menyebabkan natrium
disekresi terus menerus secara
tidak tepat, mengakibatkan
deplesi colume cairan
berlangsung terus. Faktor
orofaring yang terganggu pada
usia tua, meliputi gangguan pada
indra pengecap dan distensi
lambung juga ikut mempengaruhi
kebiasaan minum.1,3,4,5,6
(3) Efektivitas Vasopresin Menurun
Vasopresin disekresi bila
osmolaritas plasma meningkat.
Bila cairan tubuh berkurang,
misalnya rasa dehidrasi,
osmolaritas tubuh akan
meningkat yang kemudian diikuti
dengan meningkatnya kadar
vasopresin yang akan
mempertahankan cairan tubuh
dalam keseimbangan [hormon
anti diuretik]. Pada orang usia
lanjut sekresi dan kadar
vasopresin tidak berubah,

80
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

melainkan respons ginjal


terhadap vasopresin yang
berkurang sehingga kemampuan
ginjal memekatkan urin juga
berkurang.3,4,7 Orang usia lanjut
menjadi lebih sering berkemih
terutama pada malam hari.3,9,10
Kondisi tersebut tentu turut
memudahkan pasien geriatri
mengalami dehidrasi.

b) Multipatologi dan berbagai masalah


pada Geriatri
Salah satu ciri khas pasien adalah
adanya berbagai macam penyakit
kronik degeneratif yang umumnya
sudah diderita sejak usia paruh baya,
disertai hendaya [disability] yang
membuat mereka rentan mengalami
penyakit akut seperti infeksi dan
gangguan asupan cairan dan nutrisi.
Adanya penurunan berbagai faal
organ sejalan dengan usia dan
multipatologi tersebut turut serta
menurunkan kapasitas homeostatis
untuk mengatur dan
mempertahankan keseimbangan

81
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

cairan yang sekali lagi akan


memudahkan pasien geriatri
mengalami dehidrasi.
Bila pasien geriatri mengalami infeksi
akut seperti pneumonia atau infeksi
saluran kemih, kehilangan cairan baik
melalui meningkatnya insensible
water loss maupun melalui urin
karena turunnya kemampuan
pemekatan urin, akan mempercepat
terjadinya dehidrasi.
Penyakit seperti diabetes melitus,
diare, perdarahan saluran cerna,
penggunaan diuterik, diabetes
insipidus meningkatkan kehilangan
cairan pada pasien geriatri.
Sementara, pasien dengan gangguan
kesadaran, hambatan bergerak dan
gangguan penglihatan mungkin
mengalami kesulitan untuk
memperoleh asupan cairan yang
cukup. Selain itu pembatasan cairan
secara tidak tepat seperti pada
keadaan edema, insufisiensi ginjal,
hiponatremia juga memudahkan
terjadinya dehidrasi. Kekhawatiran
akan terjadinya inkontinensia urin,
kencing malam, aspirasi paru

82
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

menyebabkan pasien atau pengasuh


pasien secara sengaja mengurangi
asupan cairan. Masalah saluran
cerna seperti gangguan menelan,
efek samping obat [mual, muntah,
cepat kenyang] sering menimbulkan
gangguan asupan cairan.
Apapun penyebabnya, pengkajian
terhadap semua penyebab yang
mungkin menimbulkan hilangnya
cairan dari tubuh atau berkurangnya
asupan cairan harus selalu dilakukan
secara seksama. Perlu diingat bahwa
pada umumnya faktor yang berperan
untuk timbulnya dehidrasi pada
pasien geriatri tidak satu macam,
melainkan beragam.3
(1) Gejala dan Tanda Dehidrasi Pada
Geriatri
Tidak seperti pada anak dan
orang dewasa muda, gejala dan
tanda dehidrasi pada pasien
geriatri sering samar dan tidak
jelas sehingga dapat menyulitkan
tenaga kesehatan dalam
mengenalinya. Hal ini dapat
berakibat fatal bahkan

83
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

mengancam nyawa atau


menimbulkan hendaya [disability]
yang lama pasca dehidrasi.
Beberapa gejala dan tanda yang
dapat digunakan lidah kering, alur
lidah memanjang, keringnya
membran mukosa mulut,
kelemahan otot tubuh bagian
atas, kebingungan atau
kesadaran menurun, kesulitan
berbicara, dan mata cekung. Ke
tujuh gejala tersebut merupakan
indikator yang paling berkolerasi
dengan beratnya dehidrasi.2
Keringnya membran mukosa
mulut juga terdapat pada orang
yang bernapas dengan mulut
atau yang mendapat obat
kolinergik sehingga sulit
digunakan sebagai pegangan.
Konstipasi dan penurunan
abnormal tekanan darah
ortostatik [sistolik turun 20 mmHg
atau lebih, diastolik turun 10
mmHg atau lebih, pada saat
perubahan posisi tidur keduduk
atau duduk ke berdiri] dapat
digunakan sebagai petanda

84
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dehidrasi. Parameter
laboratorium yang dapat
digunakan untuk menentukan
dehidrasi adalah elektrolit
[Natrium] serum, osmolalitas,
rasio ureum serum dan kreatinin,
hematokrit, dan hemoglobin.1,8
(2) Terapi Cairan
Pencegahan dan intervensi dini
adalah terapi paling efektif untuk
dehidrasi. Strategi ini dapat
dicapai melalui pendidikan atau
penyuluhan pasien, keluarga, dan
pengasuh orang usia lanjut agar
dapat mengidentifikasi pasien
geriatri yang berisiko tinggi
mengalami dehidrasi dan
memahami perlunya intervensi
terapi cairan sedini mungkin pada
pasien-pasien tersebut. Pasien
yang berisiko tinggi antara lain
pasien dengan status kognitif
yang terganggu [demensia atau
depresi], status fungsional yang
terganggu [imobilitas, instabilitas,
gangguan penglihatan], tak
mampu minum obat, mengalami
gangguan kesehatan seperti

85
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diare atau panas [demam]. Pada


pasien-pasien tersebut, para ahli
bahkan menyarankan
pemeriksaan natrium serum
secara berkala [misalnya 1 bulan
sekali] agar dapat mendeteksi
dehidrasi secara dini.9
Untuk pasien yang mengalami
dehidrasi, perlu ditetapkan dulu
penyebab hilangnya cairan atau
berkurangnya asupan cairan
melalui anamnesis yang teliti dan
paripurna, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium yang
sesuai agar dapat diberikan terapi
yang tepat. Beratnya defisit cairan
harus diukur dengan evaluasi
tekanan darah, ortostatis, dan
jumlah urin yang keluar.
Pengukuran berat badan
dibandingkan pengukuran berat
badan sebelum dehidrasi [bila
diketahui] mungkin bermanfaat
dalam menentukan derajat
kehilangan cairan.
Besarnya kehilangan cairan
terutama karena hilangnya air
murni [dehidrasi hipertonik] dapat

86
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diperkirakan dengan perhitungan


berikut :1,3,9
Defisit cairan [liter] : Cairan Tubuh
Total yang diharapkan – Cairan
Tubuh Total sekarang
Cairan Tubuh Total sekarang : 0,5
x Berat Badan
Cairan Tubuh Total yang
diharapkan : Kadar Na terukur x
Cairan Tubuh Total sekarang
Terapi cairan pengganti dapat
diberikan secara per oral atau
intravena secara sendiri-sendiri
atau secara kombinasi,
tergantung pada tempat
pelayanan dan beratnya
dehidrasi. Rehidrasi oral adalah
yang terbaik. Pemberian oralit
atau air gula garam dapat
digunakan sebagai rehidrasi oral.
Penggantian cairan intravena
paling baik diberikan di ruang
rawat dimana dehidrasi dapat
dipantau secara ketat.
Langkah pertama dalam terapi
dehidrasi hipernatremik adalah
mengkoreksi kolaps

87
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

hemodinamik yang umumnya


memberikan gejala seperti
hipotensi, ortostatis, dan
berkurangnya jumlah urin yang
keluar. Terapi awal adalah infus
cairan garam isotonik secara
cepat sampai parameter tersebut
diatas stabil. Bila hemodinamik
stabil, diberikan setengah dari
defisit cairan dalam 24 jam
pertama, sedang volume sisanya
diberikan dalam 24 sampai
dengan 72 jam berikutnya. Cairan
pengganti terbaik adalah
Dekstrosa 5% dalam NaCl
0,45%.
Pasien dengan dehidrasi isotonik
seyogyakan diberikan airan NaCl
isotonik sebagai cairan
pengganti. Selain mengkoreksi
defisit cairan, kehilangan cairan
yang masih berlangsung harus
diganti. Kehilangan cairan
tersebut sekitar 2-3 liter perhari
pada usia lanjut yang sehat dan
mungkin lebih besar lagi bila ada
penyakit.

88
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Pengkajian status cairan secara


terus menerus harus selalu
dilakukan untuk memastikan
penggantian cairan yang tepat.
Hal ini meliputi pengukuran
asupan dan keluaran cairan,
berat badan, tekanan darah,
denyut nadi, pemeriksaan
laboratorium seperti ureum,
kreatinin, elektrolit, dan
osmolaritas serum. Pencatatan
jumlah cairan yang masuk dan
keluar dengan teliti penting pula
untuk memastikan bahwa pasien
tidak kelebihan cairan sehingga
dapat terhindar dari volume
overload dan hiponatremia.9
Pemberian cairan pengganti pada
pasien geriatri harus berhati-hati
karena dapat menimbulkan
edema paru atau edema otak bila
diberikan berlebihan atau terlalu
cepat. Pasien dengan gejala
sesak napas, ortopnu, mengalami
perubahan pola tidur atau
confusion yang lebih berat patut
dicurigai mengalami kelebihan

89
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

cairan. Pada kondisi tersebut,


diuretik perlu diberikan.10
Untuk pasien yang berobat jalan,
dokter seyogyanya
menginstruksikan agar pasien
mengkonsumsi cairan sekitar 8-
10 gelas perhari. Penggunaan
diuretik harus selalu dikaji,
apakah pasien betul-betul
membutuhkan diuretik tersebut.
jika tidak, diuretik mungkin dapat
dihentikan karena dapat berperan
untuk terjadinya dehidrasi.
Namun demikian pasien harus
dipantau, apakah ada
penambahan berat badan,
tekanan darah meningkat, atau
tanda-tanda gagal jantung
1,9
kongestif. [Koloid : Natural
Artifisia. Cara pemberian :
Parenteral : sentral atau perifer
Enteral

5) Pembinaan Jemaah haji dengan


Penyakit Jiwa
a) Pengertian dan sumber stres
Kata stres merupakan kata benda.
Menurut kamus umum bahasa

90
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Indonesia, berarti tekanan.


Sedangkan dalam buku Introduction
to psychology, Boston Norman L
Munn menyatakan bahwa stres
adalah tension atau conflict. Dr. Hans
Selye, seorang fisiologi dan tokoh
dibidang stres dari Universitas
Montreal merumuskan stres adalah
tekanan yang dihadapi seseorang
sehingga tubuh melakukan
tanggapan/reaksi penyesuaian
terhadap tuntutan yang dibutuhkan.
Dalam pengertian lain istilah stres
disebut dengan stresor psikososial
yang bermakna setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan
seseorang, sehingga individu tersebut
mengadakan adaptasi atau
menanggulangi stresor yang timbul.
Stresor psikososial mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap
timbulnya gangguan kejiwaan.
Apa sebenarnya yang menjadi
sumber atau sebab-sebab stres ?
Setiap ahli memiliki sudut pandang
yang berbeda-beda sesuai
dengandisiplin ilmu yang ditekuni.

91
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Dalam pandangan holistik, perubahan


perasaan seperti sedih,marah, gelisah
dan lain-lain adalah karena
ketidakseimbangan atau
ketidakserasian dalam hubungan
antara seseorang dengan lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud adalah;
sesama manusia, tumbuh-tumbuhan,
hewan atau dengan alam
sekelilingnya yang nyata [misalnya:
tanah, air, api] maupun yang tidak
nyata [misalnya: Malaikat, Jin, Seitan].
Sedangkan para ahli kesehatan jiwa
memandang sumber-sumber stres
antara lain dilihat dari aspek-aspek
yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan seseorang misalnya;
problem orang tua, perkawinan,
pekerjaan, keuangan, penyakit fisik
dan lain-lain. Secara lebih rinci,
Holmes-Rahe, mengklasifikasikan
sumber-sumber stres secara
terstruktur dan diberikan bobot nilai
[lihat lampiran].
Stres tidak mungkin dihindari dalam
kehidupan setiap orang karena stres
selalu hadir dalam kehidupan. Karena
itu, stres tidak selalu berakibat buruk !

92
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Dari sudut pandang yang positif


[eustres/normostres], maka stres
merupakan kondisi yang penting
untuk perkembangan dan
kematangan jiwa seseorang.
Sedang stres yang menimbulkan
dampak yang buruk atau negatif
disebut dengan istilah distres
sehingga mengakibatkan rasa
ketidaknyamanan atau penderitaan
yang muncul dalam bentuk keluhan
fisik dan psikis.
b) Tahapan dan Gejala Stres
Munculnya gangguan akibat stres,
dipengaruhi banyak faktor yang
meliputi interaksi antara faktor yang
ada didalam diri seseorang
[misalnya : kondisi biologis, fisiologis,
saraf-saraf, hormon dan sistem
kekebalan tubuh] dengan faktor yang
diluar tubuh [misalnya; kualitas dan
kuantitas stresor psikososial,
dukungan keluarga, situasi sosial,
budaya dan politik]. Namun demikian,
sebagaimana yang dikemukakan oleh
psikiater Dr. Robert J. Van Amberg,
tahapan dan gejala stres dapat

93
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diperlihatkan secara umum sebagai


berikut :
(1) Tahap Pertama
Tahapan ini merupakan tingkat
stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan
perasaan semangat besar, energi
berlebihan, kemampuan
menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya, penglihatan lebih
tajam dari biasanya. Tahapan ini
biasanya menyenangkan dan
tanpa disadari akan dapat
menguras cadangan energi.
(2) Tahap Kedua
Pada tahap ini, otot-otot tegang,
terutama diotot leher dan
tengkuk, letih pada waktu bangun
pagi, lelah sesudah makan siang,
lesu menjelang sore, perasaan
tidak bisa santai dan dampak
menyenangkan menghilang.

(3) Tahap Ketiga


Ditandai dengan perasaan
tegang yang semakin meningkat,
gangguan saluran pencernaan,

94
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sakit kepala, pusing


berkepanjangan, gangguan tidur
dan badan dirasakan oyong
seperti mau pingsan.
(4) Tahap Keempat
Tahapan ini sudah makin
menunjukkan keadaan yang lebih
buruk sehingga muncul kesulitan
menghadapi persoalan, mimpi
buruk, merasa tidak berdaya,
berpikir negatif, sulit
berkonsentrasi, perasaan takut
yang tidak dapat dijelaskan dan
dimengerti.
(5) Tahap Kelima
Kondisi semakin memburuk
sehingga tidak dapat
mengerjakan hal-hal yang
sederhana dan rutin, keluhan
pada tahap keempat semakin
parah hingga muncul kepanikan.
(6) Tahap Keenam
Merupakan tahapan puncak stres
dan kondisi gawat darurat. Tidak
jarang, penderita dalam tahapan
ini dibawa ke ICCU karena
munculnya gejala yang

95
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

mengerikan, misalnya; debaran


jantung meningkat keras, sesak
nafas, badan gemetar, banyak
berkeringat, tidak mempunyai
tenaga untuk hal-hal yang ringan.

Berdasarkan tahapan stres tersebut,


tampak adanya menifestasi gejala
fisik dan psikis. Namun demikian,
keluhan fisik lebih mudah
diungkapkan saat menghadapi stres
sehingga mengelabui kondisi mental
emosional yang sesungguhnya.
Munculnya tahapan tersebut, sering
tidak disadari pada awal-awalnya
sehingga yang sering dilaporkan
apabila sudah mencapai tahap
keempat dan seterusnya.
c) Stres dalam Ibadah Haji dan Teknik
Pengelolaannya
(1) Tinjauan stres dalam
pelaksanaan ibadah haji
Ibadah hajiadalah salah satu
rukun islam yang menjadi
dambaan bagi setiap umat islam
untuk dapat melaksanakannya.
Banyak keunikan dan

96
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kekhususan ibadah haji


dibandingkan ibadah lainnya,
yang dapat memunculkan kondisi
stres, karena ibadahnya:
 Dengan mobilitas/pergerakan
yang tinggi [mis: tawaf, sa’i,
lempar jumroh].
 Bersifat masal [banyak orang
dan berasal dari berbagai
penjuru dunia].
 Dalam kurun waktu tertentu
dan terbatas [pada bulan
haji/zulhijjah].
 Dilakukan di lingkungan
alam, sosial dan budaya
yang berbeda dengan
keadaan di tanah air
[Makkah, Arofah, Mina].
Oleh karena itu, diperlukan
adanya beberapa persyaratan
[istito’ah] yang harus dipenuhi
bagi umat islam yang akan
menunaikan ibadah haji. Salah
satunya adalah sehat fisik dan
jiwa. Dengan kata lain ibadah haji
akan tercapai maksud dan
tujuannya secara optimal
[menjadi haji mabrur] jika setiap

97
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

ja’maah membekali kesehatan


fisik dan jiwanya secara optimal
agar dapat mengelola stres yang
dihadapi.
Stres dari rangkaian ibadah haji
akan mengakibatkan setiap
ja’maah melakukan reaksi
penyesuaian. Stres dalam ibadah
haji, tidak selalu berakibat
buruk !. Seorang ja’maah haji
yang mampu mempersiapkan,
mengelola dan memanfaatkan
stres dari rangkaian ibadah haji,
maka ia akan mencapai suatu
tingkat penyesuaian baru
terhadap kemantapan dan
kematangan kepribadiannya
[merupakan salah satu ciri/tanda
tercapainya haji mabrur]. Namun
demikian, jika ja’maah haji
tersebut tidak dapat
mempersiapkan, mengelola dan
memanfaatkan stres dari
rangkaian ibadah haji, maka stres
tersebut akan mempunyai
dampak negatif atau dikenal
sebagai distres [penderitaan],
yang apabila berkelanjutan akan

98
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

menyebabkan berkembangnya
gangguan jiwa.
Gejala yang timbul dari seorang
yang mengalami stres dengan
dampak yang negatif dalam
pelaksanaan ibadah haji,
bentuknya beraneka ragam :
 Mulai dari hanya sekedar
reaksi mental emosional
yang ringan [bahkan terkesan
seperti orang yang normal]
seperti : sering marah-marah,
menjadi tidak sabar, sedih,
cemas, gangguan nafsu
makan, gangguan pola tidur,
kebingungan.
 Sampai dengan timbulnya
reaksi yang jelas terlihat
menjadi suatu gangguan jiwa
seperti gaduh gelisah,
merasa dikejar dosa,
berbicara kacau dan tidak
beraturan bahkan sulit
dipahami, merusak dan
mengganggu diri sendiri
maupun lingkungannya.

99
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Selain gejala yang bersifat


mental emosional tersebut,
dapat timbul gejala stress
dalam bentuk keluhan fisik
misalnya : pusing, sakit
kepala, sakit mag kambuh,
darah tinggi kambuh, asma
kumat, kelainan kulit. Gejala
penyakit seperti ini dikenal
dengan istilah penyakit
psikosomatik, maksudnya
keluhan atau gejala fisik yang
timbul dipengaruhi oleh
kondisi kejiwaannya dalam
menghadapi stress sehingga
pengobatannya tidak cukup
hanya memberikan obat
untuk mengatasi keluhan fisik
yang timbul melainkan perlu
dibantu kondisi kejiwaannya
dalam mengelola stress yang
dialami.
(2) Teknik pengelolaan stres dlm
ibadah haji
Sebagaimana halnya dengan
penyakit-penyakit fisik lain, stres
negatif [distress] sebagai salah

100
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

satu bentuk gangguan kejiwaan


memerlukan teknik pengelolaan
sebagai tindakan pencegahan
agar tidak berkembang
berkelanjutan menjadi gangguan
jiwa yang lebih parah. Namun
demikian, apabila sudah
mencapai stadium lanjut maka
diperlukan bantuan tenaga
professional kesehatan jiwa.
Beberapa kiat yang dapat
dilakukan untuk mengelola stres
dalam pelaksanaan ibadah haji
adalah sebagai berikut :
(a) Meluruskan NIAT bahwa
ibadah haji hanya semata-
mata untuk Allah SWT dalam
rangka mendapat ridho dan
berkahNYA.
(b) Pertahankan dan tingkatkan
sikap TAWAKKAL [berserah
diri] hanya kepada Allah SWT
melalui cara berpikir yang
positif dan optimis dalam
menghadapi segala hal yang
dialami dari setiap rangkaian
ibadah haji [senantiasa

101
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

bersangka baik / husnu


zhon].
Selanjutnya harus senantiasa
SABAR disertai IKHTIAR yang
optimal pada saat :
(a) menghadapi setiap situasi
yang memunculkan stres.
(b) saat mencari jalan keluar
yang positif dan produktif.
(c) serta mempersiapkan diri
menghadapi masalah lain
apabila telah selesai dari satu
masalah.
Misalnya :
(a) Lakukan upaya persiapan
manasik ditanah air secara
optimal.
(b) Pertahankan dan tingkatkan
daya tahan tubuh dengan gizi
yang halal dan baik.
(c) Sesuaikan antara
kemampuan dengan
keinginan ibadah yang akan
dilaksanakan sehingga
jangan mempersulit diri diluar
batas kemampuan.

102
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(d) Jalin silaturahim dengan


memanfaatkan diskusi
terhadap perasaan yang
muncul kepada keluarga atau
kerabat yang tepat secara
positif disertai bermunajat
kepada Allah SWT agar
diberi hikmah atas segala hal
yang dihadapi.
(e) Hindari pelampiasan emosi
yang buruk/negatif dengan
cara memperbanyak zikir
dan sholat.
c. Pembinaan Kesehatan Khusus
1) Pembinaan jemaah haji Wanita
Yang membutuhkan Kontrasepsi
a) Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata:
Kontra berarti mencegah atau
melawan, sedangkan Konsepsi
adalah pertemuan antara sel telur
[sel wanita]
yang matang dan sel sperma [sel
pria] yang mengakibatkan
kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/
mencegah terjadinya kehamilan

103
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sebagai akibat pertemuan antara


set telur yang matang dengan set
sperma tersebut.

b) Cara Kerja Kontrasepsi :


Bermacam-macam tetapi pada
umumnya :
 Mengusahakan agar tidak
terjadi ovulasi
 Melumpuhkan sperma.
 Menghalangi pertemuan set
telur dengan sperma.
c) Pembagian Cara Kontrasepsi
Pada umumnya cara / metoda
Konstrasepsi dapat dibagi
menjadi;
(1) Metode Sederhana :
a) Tanpa alat/obat :
 Senggama terputus
 Pantang berkala

b) Dengan alat/obat :

104
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Kondom
 Diafragma atau cap
 Cream, Yelly dan
cairan berbusa
 Tablet berbusa
[vaginal tablet].
(2) Metoda Efektif :
 Pil KB
 Susuk KB
(3) Metode mantap dengan
cara operasi [Kontrasepsi
Mantap] Pada wanita
[tubektomi], Pada pria
[vasektomi]
Cara-cara kontrasepsi
tersebut mempunyai tingkat
efektifitas yang berbeda-beda
dalam memberikan
pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya
kehamilan.

d) Macam Kontrasepsi Sederhana


Cara kontrasepsi sederhana ialah
: Suatu cara yang dapat
dikerjakan sendiri oleh peserta
keluarga berencana, tanpa

105
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

pemeriksaan medis terlebih


dahulu. Hasil yang dapat
diperoleh dengan cara-cara
kontrasepsi ini tergantung dari
pengetahuan tentang cara kerja
obat, alat yang dipakai, atau cara
kontrasepsi sederhana lainnya
dan penggunaannya secara
tertib.
Pada umumnya keefektifan cara
kontrasepsi sederhana kurang,
dibandingkan dengan cara-cara
lain seperti pil yang diminum,
suntikan atau IUD.
(1) Cara kontrasepsi sederhana
tanpa alat/ obat :
(a) Sanggama terputus [azal
atau coitus interuptus]
Sanggama dijalankan
sebagaimana biasa
tetapi pada puncak
sanggama, alat
kemaluan pria [zakar]
dikeluarkan dari vagina,
sehingga mani keluar di
luar vagina. Cara ini tidak
berbahaya, baik fisik

106
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

maupun mental. Namun


sebenarnya cara ini tidak
dapat diandalkan
sepenuhnya karena :
 memerlukan
penguasaan diri
yang kuat.
 kemungkinan ada
sedikit cairan yang
mengandung
sepermatozoa
tertumpah dari zakar
dan masuk kedalam
vagina sehingga
dapat terjadi
kehamilan, meskipun
sudah dilakukan
pencabutan sebelum
mani menyemprot.

(b) Pantang Berkala


Adalah tidak melakukan
senggama pada masa
subur seorang wanita
yaitu sekitar waktu
terjadinya ovulasi
Masa Subur :
Sel mani dapat hidup

107
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dalam Tuba Falopii


selama 2 x 24 jam
sampai 3 x 24 jam. Sel
telur dapat hidup dalam
Tuba Falopii selama 1 x
24 jam, Persetubuhan
yang dilakukan 2 x 24
jam sebelum dan 1 x
dapat menghasilkan
kehamilan . Oleh karena
itu masa subur adalah :
12 -16 hari sebelum haid
yang akan datang.
Masa Berpantang :
Masa berpantang dapat
dilakukan pada waktu
yang sama dengan masa
subur, tetapi lebih aman
kalau masa berpantang
itu dimulai 18 hari
sebelum haid yang akan
datang.
Biasanya Ovulasi terjadi
pada hari ke 14 sebelum
haid yang akan datang,
tetapi dapat pula lebih
cepat atau lebih lambat2
hari, yakni menjadi hari

108
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

ke 16 atau hari ke 12
sebelum haid yang akan
datang. Sperma dapat
hidup selama 2 x 24 jam,
hal ini dapat digunakan
untuk menentukan saat
permulaan masa
berpantang, yaitu 2 hari
sebelum ovulasi
sehingga masa
berpantang dimulai pada
hari ke 18 sebelum haid
berikutnya.
Sel telur dapat hidup
selama 1 x 24 jam hal
inipun dapat digunakan
untuk menentukan saat
terakhir masa
berpantang, yaitu 24 jam
sesudah owlasi,
sehingga masa
berpantang terakhir
adalah hari ke 11
sebelum haid berikutnya.
Cara menentukan masa
ovulasi: ,
Untuk dapat menentukan
masa ovulasi perlu

109
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diketahui terlebih dahulu


haid yang akan datang.
Untuk mengetahui haid
yang akan datang perlu
diketahui siklus haid.
Untuk mengetahui
lamanya siklus ha,id
perlu dicatat sekurang-
kurangnya 8-12 siklus
haid selama 8 bulan.
contoh:
Siklus haid 26 - 29 hari,
artinya; Siklus terpendek
26 hari siklus terpanjang
29 hari.
Seandainya haid terakhir
jatuh pada tanggal 31
Agustus, maka haid akan
datang pada siklus
terpendek jatuh pada
tanggal 26 September,
dan pada siklus
terpanjang jatuh pada
tanggal 29 September.
Masa Ovulasi :
Pada siklus terpendek :
tanggal 26 - 14 hari =

110
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tanggal 12 September,
lebih cepat atau lebih
lambat 2 hari, jadi owlasi
antara tanggal 10
September - 14
September.
Pada siklus terpanjang :
tanggal 29 - 14 hari =
tanggal 15 September
lebih cepat atau lebih
lambat 2 hari, jadi ovulasi
antar'a tanggal 13
September - 17
September.
Maka : masa ovulasi
pada _iklus haid 26 - 29
hari tersebut terjadi mulai
tanggal 10 September
sampai tanggal 17
September.
Masa Berpantang :
Pada siklus terpendek
mulai tanggal 26 - 18 hari
= 8 September dan
berakhir pada tanggal 26
- 11 = tanggal 15
September. Pada siklus

111
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

terpanjang mulai tanggal


29 - 18 = 11 September
dan berakhir pada
tanggal 29-11 = 18
Septmb.
Maka: Masa berpantang
pada siklus haid 26 - 29
hari mulai tanggal 8
September dan berakhir
pada tanggal 18
September. [lihat label
berikut]

Hari Hari
Apabila
Apabila siklus pertama berakhir
siklus
subur [tidak subur [tidak
terpendek aman] ialah terpanjang aman] ialah
21 hari hari ke 3 21 hari hari ke 10
22 hari hari ke 4 22 hari hari ke 11
23 hari hari ke 5 23 hari hari ke 12
24 hari hari ke 6 24 hari hari ke 13
25 hari hari ke 7 25 hari hari ke 14
26 hari hari ke 8 26 hari hari ke 15
27 hari hari ke 9 27 hari hari ke 17
28 hari hari ke 10 28 hari hari ke 18
29 hari hari ke 11 29 hari hari ke 19
30 hari hari ke 12 30 hari hari ke 19
31 hari hari ke 13 31 hari hari ke 20
32 hari hari ke 14 32 hari hari ke 21

112
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

33 hari hari ke 15 33 hari hari ke 22


34 hari hari ke 16 34 hari hari ke 23
35 hari hari ke 17 35 hari hari e 24.

Misalnya seorang ibu


mempunyai siklus
terpendek 21 hari dan
siklus terpanjang 32 hari,
maka hari pertama masa
berpantang adalah hari
ke 3 sesudah haid dan
terakhir masa
berpantang adalah hari
ke 21 sesudah haid.
Dengan demikian ibu ini
harus berpantang
selama 18 hari yaitu dari
3 hari sesudah haid
sampai 21 hari sesudah
haid. Untuk ibu-ibu yang
mempunyai siklus haid
yang sangat beroariasi
maka metode pantang
berkala tidak tepat tnaka
mereka diharapkan
menggunakan pilihan
metode kontrasepsi lain.
Kerugian cara ini ialah

113
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

masa. puasa
bersanggama sangat
lama sehingga
menimbulkan rasa
kecewa dan kadang-
kadang berakibat
pasangan tersebut tidak
bisa mentaati.
Penentuan masa ovulasi
dapat juga dilakukan
dengan cara lain,
misalnya dengan
mengukur suhu basal.
Cara mengukur suhu
basal adalah sebagai
berikut :
Sediakan thermometer
[alat pengukur suhu]
yang sudah diperiksa
[permukaan air raksa 0]
di dekat tempat tidur.
Agar supaya pengukuran
lebih teliti, harus
digunakan Thermometer
khusus yg disebut
Thermometer suhu
basal.

114
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Tiap-tiap pagi waktu


bangun tidur sebelum
bangkit, suhu badan
diukur dengan
memasukkan
thermometer ke dalam
mulut atau di bawah lidah
selama 5 menit. Suhu ini
disebut suhu basal.
Suhu basal tersebut tiap-
tiap pagi dicatat pada
kertas grafik yang sudah
disiapkan.
Suhu basal ini sebelum
adanya ovulasi lebih
rendah dari pada setelah
terjadi ovulasi, dan
menurun sedikit sehari
sebelum ovulasi
Dapat pula terjadi bahwa
suhu tidak turun dahulu
sehari sebelum ovulasi
akan tetapi meningkat
sedikit demi sedikit tiap
harinya Dlm. hal ini
ovulasi terjadi pada
pertengahan tanjakan
kurve.

115
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(2) Cara kontrasepsi sederhana


dengan alat atau obat.
Maksud penggunaan alat
adalah untuk
menahan/menghalangi
masuknya sperma ke dalam
rongga rahim, sedangkan
penggunaan obat
dimaksudkan untuk
melumpuhkan sperma.
(a) Kondom:
Kondom adalah suatu
karet yang tipis,
berwarna atau tak ber-
warna, dipakai untuk
menutupi zakar yang
berdiri sebelum
dimasukkan ke dalam
vagina sehingga mani
tertampung di dalamnya
dan tidak masuk vagina,
dengan demikian
mencegah terjadinya
pembuahan.
Kondom yang menutupi
zakar juga berguna untuk

116
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

mencegah penularan
penyakit kelamin.
Cara pemakaian
kondom:
Kondom ada yang
ujungnya biasa, ada pula
yang ujungnya berputing.
Sebelum membuka
kondom, tekanlah
ujungnya untuk
mengeluarkan udara
yang ada, agar tersedia
tempat bagi mani yang
akan dikeluarkan
Bukalah gulungan
kondom, sebelum
persetubuhan lalu dipa-
sang pada waktu zakar
sedang berdiri. Sesudah
mani keluar, mani
tertampung di ujung
kondom, dan sewaktu
zakar ditarik keluar,
jagalah jangan sampai
ada cairan yang tumpah.
Pegangilah kondom
pada waktu menarik

117
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

zakar keluar. Buanglah


kondom setelah sekali
'pakai.
Indikasi pemakaian
kondom :
6 minggu sesudah
vasektomi. Kondom perlu
dipakai sampai selama 6
minggu sesudah
vasektomi [sampai mani
tidak mengandung
spermatozoa lagi, yang
dapat diketahui lebih
jelas dengan
pemeriksaan lab].
Sementara menunggu
pemasangan AKDR.
Sementara sedang
menunggu haid untuk
pemakaian pil yang
diminum.
Apabila kelupaan minum
pil dalam jangka waktu
lebih dari 36 jam.
Apabila diduga ada
penyakit kelamin,
sementara menunggu di-

118
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

agnosa yang pasti.


Bersamaan dengan
pemakaian spermicide.
Dalam keadaan darurat
bila tidak ada kontrasepsi
yang tersedia atau yang
dipakai.
Sebagai cara yang dipilih
oleh pasangan-
pasangan tertentu
(b) Diafragma/Cap.
Diafragma terbuat dari
karet yang berbentuk
mangkok, dipakai untuk
menutup serviks,
gunanya untuk
mencegah masuknya
mani ke dalam serviks.
Terdapat dapat
bermacam-macam
ukuran.
Banyak ukuran menurut
besar kecilnya.
Sebaiknya dipakai
dengan mengoleskan
cream atau jelly pada
permukaannya. Alat ini

119
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tidak disediakan oleh


program KB. Nasional.
Diafragma dimasukkan
ke dalam vagina setinggi
mungkin sampai
menutupi mulut rahim.
Dikeluarkan lagi 8 jam
setelah persetubuhan.
Cap :
Bentuknya seperti
diapragma, hanya
besarnya harus disesuai-
kan dengan besar mulut
rahim, yang ditentukan
dengan pemeriksaan
oleh bidan atau dokter.
Diafragma atau cap
jarang dipakai di
Indonesia, karena me-
merlukan dokter atau
bidan untuk mengukur
dan melatih me-
makainya.
(c) Cream, Jelly dan tablet
atau cairan berbusa:
Cream, Jelly dan tablet
atau cairan berbusa,

120
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang disebut juga


spermicide, adalah suatu
bahan kimia yang
menghentikan gerak atau
melumpuhkan
spermatozoa di dalam
vagina, sehingga tidak
dapat membuahi telur.
Bahan kimia yang aktif ini
berbentuk tablet, foam
[busa] atau
cream yang harus
ditempatkan di dalam
vagina setinggi mungkin
dekat cervix. Foam dan
cream juga bertindak
sebagai penghalang
spermatozoa yang
masuk ke dalam cervix
[cara mekanis]. Gbat-
obat tersebut dapat
dipakai sebagai usaha
tunggal untuk
kontrasepsi, tetapi akan
lebih berhasil apabila
disamping itu sang suami
memakai kondom.
Semprotan [douche],

121
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang dapat
menghilangkan daya
kerja spermicide,
janganlah dilakukan
segera setelah selesai
melakukan
persetubuhan, tetapi
tunggulah hingga sedikit-
dikitnya 8 jam sesudah
persetubuhan.
Tablet berbusa
Untuk penggunaan
spermicide yang
berbentuk tablet berbusa
perlu diberitahukan hal-
hal sebagai berikut :
Tablet ini hanya untuk
dimasukkan ke dalam
vagina. Tutuplah kembali
tabung cepat-cepat
setelah mengambil se-
buah tablet untuk
dipakai.
Janganlah digunakan
tablet yang sudah hancur
atau yang sudah
kelihatan noda-noda

122
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kuning, atau yang sudah


ada busanya
[kadaluwarsa].
Tablet harus dimasukkan
setinggi mungkin ke
dalam vagina. Sebaiknya
tablet ini dicelupkan lebih
dahulu ke dalam air
bersih sebelum
dimasukkan ke dalam
vagina.
Persetubuhan baru boleh
dimulai kira-kira 5 menit
sesudah tablet busa
dimasukkan. Bila sampai
1 jam persetubuhan
belum dimulai,
hendaknya ditambah 1
tablet lagi.
Saluran vagina jangan
disemprot [dicuci dengan
air, atau dengan apa
saja] selama sekurang-
kurangnya 8 jam
sesudah persetubuhan,
karena zat kimianya
akan larut dan menjadi
tidak berguna.

123
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Cream atau Jelly.


Cream atau jelly dipakai
dengan atau tanpa
diafragma. Kepada
peserta hendaknya
diberikan penjelasan
sebagai berikut:
Tidak ada perbedaan
antara cream dengan
jelly, daya gunanya sama
saja, meskipun cream
lebih licin daripada jelly.
(d) Foam atau busa.
Jelaskan hal-hal sebagai
berikut :
Foam disediakan dalam
kaleng aerosol bersama
dengan alat untuk
memasukkannya
[aplikator].
Aplikator disi dengan
foam.
Aplikator dimasukkan ke
dalam vagina pada
keadaan berbaring
terlentang.

124
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Tekanlah pendorong
untuk memasukkan foam
di puncak vagina guna
menutupi cervix.
Bila sampai 2 jam
sesudah foam
dimasukkan tidak di-
lakukan persetubuhan,
maka foam harus
ditambah lagi. Janganlah
menggunakan foam
yang kadaluarsa.
Janganlah saluran
vagina disemprot [dicuci
dengan air apa saja]
selama sekurang-
kurangnya 8 jam
sesudah persetubuhan.

e) Cara Kontrasepsi dengan


Metode Efektif
Maksud cara kontrasepsi ini
adalah penggunaan obat,
suntikan, alat yang
mengakibatkan pencegahan
yang efektif terhadap
kemungkinan timbulnya

125
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kehamilan. Untuk menggunakan


cara-cara tersebut perlu
pemeriksaan dokter atau bidan
lebih dahulu.
Metode efektif terdiri atas :
(1) Pil Keluarga Berencana
Cara Kerja :
Pil berisi hormon estrogen
dan progesteron buatan yang
mempunyai pengaruh antara
lain:
 mencegah pengeluaran
hormon dari kelenjar
hipofise yang perlu untuk
owlasi, sehingga tidak
terjadi owlasi.
 menyebabkan
perubahan pada
endometrium, sehingga
endometrium tidak siap
untuk nidasi.
 menambah kepekatan
lendir serviks, sehingga
tidak mudahditembus
oleh
Kadar kedua hormon

126
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

tersebut di dalam pil adalah


rendah tetapi dapat
menimbulkan efek
kontrasepsi, tanpa
menimbulkan gejala
sampingan yang berarti.
Keuntungan :
 Kontrasepsi yang sangat
efektif.
 Tidak mengganggu
senggama
 Reversibilitas [pemulihan
kesuburan] tinggi.
Macam Pil :
(a) Type kombinasi :Tiap
tablet berisi estrogen dan
progesteron dalam dosis
tertentu. Biasanya di
dalam satu rangkaian
terdapat 20, 21 atau 22
tablet.
(b) Type urutan [sequential]
biasanya terdiri dari 21
tablet. Oi dalam
rangkaian tersebut, No.1
2/3 15 atau 16 berisi

127
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

estrogen.Tablet No. 16
atau 17 dan berikutnya
berisi campuran estrogen
dan progesteron.

(c) Type berangkai hampir


sama dengan tipe
kombinasi atau tipe
urutan, ditambah
beberapa tablet
[biasanya 7 buah] yang
berisi vitamin atau
mineral [tidak berisi
hormon
(d) Tipe non kombinasi tiap
tablet mengandung
hormon progesteron
saja. Shg. bi!a
dipergunakan oleh
akseptor yang meneteki
tidak akan mengganggu
produksi Air Susu Ibu
[ASI].
Beberapa hal yang harus
dibicarakan dengan
calonpeserta sebelum
menggunakan pil :

128
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

(a) Pil harus diminum secara


teratur ada beberapa
wanita yang
mengalami perubahan
pada nafsu makannya,
berat badannya
maupun pola hidupnya.
(b) Pada kebanyakan
wanita, bila minum pil
akan mengurangi
keluarnya darah haid.
(c) Selanjutnya tanyakan
kepada yang
bersangkutan [calon
peserta] hal sebagai
berikut :
 Tanggal hari pertama
haid yang terakhir
juga tentang tanggal
lahir anaknya yang
terakhir atau tanggal
keguguran yang
terakhir].
 Apakah ia masih
menyusui bayi yang
berumur kurang dari
6 bulan.

129
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Apakah ada
kemungkinan ia
sedang hamil.
 Apakah pada
kehamilan yang
lampau pernah
menderita sakit
kuning [warna
kuning pada kulit
atau matanya].

Pemeriksaan badan
berkaitan dengan
penggunaan pil
Pemeriksaan badan
disertai pula dengan
anamnese.
Ditanyakan apakah calon
peserta mengalami hal-hal
berikut :
 Kulit kuning atau mala
kuning
 Benjolan pada buah
dada
 Getah abnormal dari
puling susu
 Haid terlalu

130
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

lama/berlebihan
 Terlalu kerap mendapat
haid
 Perdarahan persalinan
 Pembengkakan/rasa
sakit hebat pada betis
 Nafas sesak sesudah
bekerja be rat
 Rasa sakit hebat di dada
 Sakit kepala yang hebat
Pemeriksaan badan :
 Warna kulit dan biji mata
kuning .
 Benjolan pada buah
dada
 Getah abnormal dari
puling susu
 Pelebaran urat darah
pada betis
 Tekanan darah di atas
140/100
 Denyut nadi di atas 120
kali/menit
 Urine reduksi positif
 Urine protein positif
Bila semua jawaban tidak, pil
dapat diberikan oleh bidan.

131
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Cara pemakaian PIL :


Rangkaian pil yang berisi 20,
21 dan 22 tablet. Mulai
diminum pada hari ke lima
haid [harinya harus diingat]
diteruskan sampai habis,
kemudian istirahat dan mulai
lagi dengan rangkaian pH
yang baru pada hari yang
sarna [dalam minggu
berikutnya].
Rangkaian pH yang berisi 28
tablet [tipe berangkai]. Mulai
diminum pada hari pertama
haid dan dHanjutkan terns
tanpa terputus dengan
rangkaian barn, tanpa
menghiraukan ada tidaknya
haid.
Selanjutnya supaya
diperhatikan petunjuk
sebagai berikut :
 Pil diminum pada waktu
yang sama setiap
hari,sebaiknya malam
hari sebelum tidur.
 Bila lupa minum pil, pil

132
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

yang terlupa segera


diminum setelah ingat,
disusul pil yang
seharusnya diminum hari
itu Uadi pada hari itu
minum dua pil, walaupun
waktu minum antara ke
dua pH tersebut sangat
berdekatan.
 Bila lupa minum pil dua
hari berturut-turut, dirinya
harus dianggap tidak
terlindung terhadap
kemungkinan hamil.
Sehingga disamping
minum pH seperti biasa,
ia harus pula memakai
kondom atau cara KB
lainnya [Perhatikan,
apakah haid berikutnya
datang].

 Bila lupa minum pil 3 hari


berturut-turut, mungkin si
Ibu akan mengalami
haid, hentikanlah minum
pil dari bungkus ini dan
mulailah minum pil

133
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

pertama dari bungkus


yang baru pada hari
kelima haid tersebut.
 Oleh karena pil dapat
mengurangi produksi air
susu ibu, maka pada
mereka yang masih mau
menyusui anaknya,
sebaiknya tidak
menggunakan pil
sebagai cara
kontrasepsi.
 Pada wanita yang belum
mendapat haid sejak
melahirkan atau setelah
abortus [keguguran] dan
tidak sedang menyusui
bayinya, setelah nyata
tidak ada kehamilan
[melalui test kehamilan],
pil dapat segera
diberikan.

Indikasi pemakaian pil


Pil dapat diberikan pada

134
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

semua wan ita bersuami


yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
 Tidak sedang hamil.
 Tidak ada kontra indikasi.
Kontra indikasi pemakaian
pil
Pil tidak boleh diberikan pada
wanita yang menderita
 Kanker buah dada dan
organ reproduksi
 Penyakit kuning atau
pernah menderita
penyakit hati dalam tiga
tahun terakhir
 Penyakit pembuluh
darah.
 Tekanan darah tinggi.
 Gangguan jantung atau
lemah jantung
[Dekompensasio kordis]
 Perdarahan abnormal.
 Varises.
 Sakit kepala yang hebat.
 Penyakit kencing manis
[Diabetes mellitus].
 Struma [pembesaran

135
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kelenjar gondok].
 Asma
 Eksema.
Gejala-gejala sampingan
Gejala-gejala sampingan
penggunaan pil kontrasepsi
disebabkan oleh adanya
gangguan keseimbangan
hormon estrogen dalam
tubuh. Gejala- gejala tersebut
baik yang bersifat subyektif
maupun obyektif biasanya
hanya sementara, ringan,
tidak terdapat pada semua
pemakai pil, dan hilang
dengan sendirinya setelah
dua sampai tiga bulan.
Gejala subyektif, misalnya:
perasaan mual, muntah-
muntah, perasaan posing
rasa sakit dan pembesaran
buah dada, nafsu makan
bertambah perasaan lelah,
gelisah, dan mudah
tersinggung.
Gejala obyektif, misalnya :
tekanan darah tinggi, berat

136
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

badanb,_rtambah atau
berkurang, pigmentasi pada
kulit muka [chloasma],
jerawat [acne], keputihan
[kandidiasis vaginal], dan
gangguan pola perdarahan
yaitu : berkurangnya
perdarahan waktu haid
[spotting], dan perdarahan an
tar haid [break "through
bleeding].
Penanggulangan efek
samping.
Hal-hal yang perlu dilakukan
apabila terjadi gejala
sampingan antara lain adalah
sebagai berikut
 Perdarahan di luar haid
[spotting, break through
bleeding]. Bila spotting
ringan berikan
penjelasan kepada
peserta KB bahwa
keadaan tersebut hanya
bersifat sementara.
 Bila agak lama, berikan
pil KB 1-2 tablet sehari,

137
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

selama beberapa hari


sampai spotting hilang,
atau diganti dengan pil
KB dengan kadar
estrogen lebih tinggi.
 Rasa mual.
 Berikan vitamin B6,
ganti'dengan pil yang
mengandung estrogen
lebih rendah atau ganti
dengan cara KB lainnya.
 Chloasma
Hentikan penggunaan
pil, ganti dengan cara KB
lainnya.
 Acne
Ganti dengan pil yang
mengandung estrogen
yang lebih tinggidengan
progestagen yang tidak
bersifat androgenik.
 Kandidiasis vaginal
Berikan antimycotic,
ganti dengan pil yang
mengandung estrogen
lebih tinggi. Dan kalau
tidak menolong, maka

138
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

pemakaian pil dihentikan


semen tara dengan
menggunakan cara KB
lainnya.
 Nyeri kepala
Ganti dengan pil yang
mengandung estrogen
lebih rendah atau
hentikan penggunaan pil,
ganti dengan cara KB
lainnya.

 Penambahan berat
badan
Bila penambahan berat
badan banyak dan
progresif, maka
pemakaian pil sebaiknya
dihentikan, dan ganti
dengan cara KB lainnya.
 Varises/thromboplebitis
Hentikan penggunaan pil
dan peserta KB perlu
mendapat perawatan
khusus.
 Hypertensi
Apabila lebih dari 160/95

139
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

mm Hg, maka
penggunaan pil perlu
dihentikan dan peserta
KB perlu mendapat
perawatan khusus.
 Kegagalan [kehamilan].
Apabila terjadi kegagalan
[kehamilan] pemakaian
pil, sebaiknya pemakaian
pil dihentikan dan
peserta KB supaya
dirujuk ke dokter 1 dokter
spesialis obstetri dan
gineologi [DSOG] untuk
tindakan
penanggulangan.

Pemeriksaan Ulangan
[follow up]
Untuk pertama kali seorang
peserta hanya diberi 1
rangkaian pil dan diminta
datang kembali setelah pil
hampir habis. Pada peserta
yang cocok sesudah
diadakan pemeriksaan
ulangan dapat diberi pil

140
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sekaligus 3 rangkaianuntuk 3
bulan.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan sewaktu
pemberian pil ulangan :
Teliti apakah pil diminum
secara cermat dan teratur
seperti apa yang telah kita
beritahukan. Apakah terdapat
keluhan/hal seperti :
 Sakit kepala yang hebat?
 Napas sesak?
 Jantung berdebar-debar?
 Perdarahan luar biasa
[spotting, Intermenstrual
bleeding]?
 Keluhan spontan
lainnya?

Yang diperiksa pada follow


up ialah :
 Tekanan darah.
 Berat badan.
 Denyut nadi
Pemberian pil dihentikan bila

141
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sementara terdapat :
 Denyut nadi melebihi 100
/menit.
 Radang pembuluh darah
balik [plebitis].
 Tekanan darah lebih daTi
140/100 disertai sakit
kepala yang hebat,
napas sesak atau
berdebar-debar.
 Pertambahan berat
badan yang
progresip.Kasus-kasus
tersebut harus
dikonsultasikan kepada
dokterSetahun sekali
sebaiknya dilakukan
pemeriksaan sebagai
berikut : Kelenjar
gondok [membesar atau
tidak], Ada tidaknya
varises.
Jika terdapat hal-hal tersebut
di atas, dipertimbangkan
untuk menghentikan
pemberian pil dan diganti
dengan kontrasepsi yang

142
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

lain.

(2) Alat Kontrasepsi Dalam


Rahim [AKDR]
Pengertian AKDR :
AKDR : Adalah kontrasepsi
yang terbuat daTi plastik
halus berbentuk spiral
[Lippes Loop] atau berbentuk
lain [Cu T 380-A atau ML Cu
250] yang dipasang di dalam
rahim dengan memakai alat
khusus oleh dokter atau
bidan/paramedis lain yang
sudah dilatih.
(3) Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi Suntikan yang
beredar di Indonesia ada 2
[dua] macam yaitu DMPA
[Depo Medroxy Progesteron
Acetat] yang lazim disebut
DEPO PROVERA dan Net
Oen [Noretisteron Oenathate]
yang lazim disebut
NORISTERAT.
Depo Provera sudah diteliti

143
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dengan hasil memuaskan,


dan telah mendapat
pengesahan dari
Departemen Kesehatan
untuk dapat digunakan dalam
Program KB Nasional,
namun demikian persediaan
masih terbatas.
Depo Provera sebagai
kontrasepsi suntikan
diberikan dengan dosis 150
mg/ 3 cc, sedangkan
Notisterat dengan dosis 200
mg/1cc.
Depo Provera dan Noristerat
hanya berisi progesteron,
tidak mengandung estrogen
seperti pada pil KB.
Cara kerja :
Kontrasepsi suntikan
mencegah kehamilan
dengan cara :
 Menghalangi terjadinya
ovulasi
 Menipiskan
endometrium, sehingga
nidasi tidak mungkin

144
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

terjadi.
 Memekatkan lendir
serviks, sehingga
menghambat perjalanan
spermatozoa melalui
kanalis servikalis.

Beberapa keuntungan
kontrasepsi suntikan :
 Sangat efektif sebagai
kontrasepsi karena
angka kegagalannya
kurang dari 1 % [hampir
sama dengan pil KB].
 Sebagian masyarakat
kita masih menganggap
sebagai obat mujarab
yang diberikan lewat
suntikan.
 Kemungkinan salah atau
lupa memakainya tidak
ada.
 Dapat diberikan pada ibu
yang menyusukan,
karena tidak mengurangi
produksi ASI [Air Susu

145
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Ibu].
 Diberikan setiap 12
minggu sekali.
Saat pemberian
kontrasepsi suntikan.
Kontrasepsi suntikan dapat
diberikan pada:
 Pasca persalinan sampai
40 hari, sebelum
berkumpul dengan
suami.
 Pasca keguguran
sampai 7 hari.
 Interval dengan anak
hidup minimal satu,
sebelum hari kelima
haid.
Cara penyuntikan :
Pada otot [Intra muskuler].
Tempat penyuntikan.
 Pada otot bokong
[gluteus] yang dalam,
bekas suntikan ditutup
dengan plester untuk
mencegah keluamya
obat.

146
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Pada otot pangkal


lengan [deltoid].
Pemilihan calon peserta :
Calon peserta kontrasepsi
suntikan adalah:
 Ibu yang telah
mempunyai anak hidup.
 Tidak ada kehamilan
 Riwayat siklus haid
teratur.
 Tidak terdapat kontra
indikasi.

Kontraindikasi
 Hamil atau diperkirakan
hamil.
 Perdarahan pervagina
yang tidak diketahui
sebabnya.
 Tumor atau keganasan.
 Terdapat penyakit-
penyakit berat seperti
penyakit jantung, paru-
paru kelainan faal hati,
tekanan darah tinggi,

147
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

obesitas, diabetes dan


lain-lain.

Cara pemakaian :
Cara ini baik untuk wanita
'yang menyusui untuk dipakai
segera setelahmelahirkan.
 Suntikan pertama dapat
diberikan dalam waktu
empat minggu setelah
melahirkan [dimulai hari
ke 3-5 setelah
melahirkan].
 Suntikan kedua diberikan
12 minggu kemudian
untuk Depo Provera,
sedangkan noristerat
suntikan kedua diberikan
setelah 8 minggu.
 Suntikan selanjutnya
tetap setiap 12 minggu
untuk Depo Provera
sampai 8 x suntikan
[sekitar dua tahun].
Sedangkan untuk
Noristerat disuntikan
setiap 8 minggu sekali

148
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

sampai empat kali


suntikan, selanjutnya
suntikan diberikan setiap
12 minggu sampai
sekitar dua tahun [9 kali
suntikan].
 Setelah dua tahun bila
perlu dipertimbangkan
ganti cara kontrasepsi
lain.
Efek samping dan
penanggulangannya.
Efek samping.
Efek samping yang mungkin
terjadi karena penggunaan
depo provera adalah
gangguan haid, berupa
amenorea, menoragia,
metroragia, dan spotting.
Sedangkan gangguan bukan
haid berupa pusing, sakit
kepala, mual, muntah, ram
but rontok, jerawat, kenaikan
berat badan, kenaikan
tekanan darah, penurunan
libido, allergi, dan
hiperpigmentasi.

149
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Penanggulangan :
Pada PMPA
Penanggulangan efek
samping karena gangguan
haid sampai saat ini belum
ada yang tepat. Untuk
sementara penanggulangan
yang dianjurkan antara lain
adalah :
 Roborantia.
 Perbaikan gizi makanan.
 Pemberian penjelasan
yang lebih intensif.
Pemberian pil KB 1 - 3 tablet
perhari selama 5 - 7 hari.
Bila dengan cara-cara
tersebut tidak tampak
perbaikan dan diperkirakan
membahayakan, sebaiknya
peserta dirujuk ke
dokter/dokter ahli.
Penanggulangan efek
samping karena gangguan
bukan. haid cukup dengan
penerangan yang lebih
intensif dan mantap. Di
samping itu apabila dianggap

150
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

perlu dapat diberikan


pengobatan symptomatis.
Pada Noristerat
 Perdarahan yang
mengganggu
 Penanggulangannya:
Dengan pil kombinasi 1
tablet/hart [Combined pit
1 dd 1] selama 10 hari.
 Tidak datang haid
[amenorea],
Penanggulangannya.
Tidak diberikan
pengobatan bila tidak
menimbulkan
kegelisahan Amenorea
ditanggulangi dengan pil
kombinasi 2-3 tablet
perhari selama 7 hari.
Dengan atau tanpa
pengobatan, maka
suntikan dihentikan. Bila
timbul kelainan yang
merupakan kontra
indikasi kontrasepsi
suntikan.
Penanggulangannya:

151
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Penyuntikan dihentikan.
Catatan :
Haid, adalah perdarahan
siklik dengan interval 21 - 39
hart, dan lamanya kurang
dari 7 hari.
Amenorea, adalah tidak
terjadinya perdarahan siklik
selama lebih dari 39 hari.
Menoragia, adalah
perdarahan siklik yang lebih
lama dan banyak dari biasa.
Metroragia, adalah
perdarahan yang terjadi di
luar haid. Spotting,
perdarahan yang berupa
tetesan saja.
Kegagalan kontrasepsi
suntikan
Umumnya angka kegagalan
dari penggunaan cara
kontrasepsi suntikan ini
kurang dari 1%.
Bila terjadi kegagalan
[kehamilan] , kontrasepsi
suntikan berikutnya tidak

152
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

diberikan.
Kontrasepsi Susuk
[Norplant].
Konstrasepsi yang populer
dengan nama "Susuk KB" ini
berisi levonorgestrel ,terdiri
dari 6 kapsul yang
diinsersikan di bawah kulit
lengan atas bagian kira-kira
6-10 cm dari lipat siku.
Levonorgestrel adalah suatu
progestin yang telah banyak
dipakai dalam pil KB seperti
ovral dan nordette. Setiap
capsul mengandung 38 mg
levonorgestre!. Setiap hari
keenam kapsul melepaskan
50 mikrogram levonorgestre!.
Dan akan efektif sebagai
kontrasepsi untuk 5 tahun.
Keuntungan :
Banyak alasan dapat
dikemukakan mengapa
Norplant dikembangkan dan
diperkenalkan sebagai cara
KB yang baru. Alasan-alasan
tersebut antara lain:

153
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Norplant merupakan cara


KB yang sangat efektif
dalam mencegah
kehamilan dan dapat
mengembalikan
kesuburan secara
sempurna
 Norplant tidak
merepotkan. Setelah
pemasangan, akseptc
perlu melakukan atau
memikirkan apa-apa
misalnya penggunaan
pil.
 Sekali pasang, akseptor
akan mendapat
perlindungan selama 5
tahun. .
 Norplant cukup
memuaskan. Tidak ada
yang dimasukkan ke
vagina dan tidak
mengganggu
kebahagiaan dalam
hubungan seksual
 Norplant sangat mudah
diangkat kembali. Bila
seorang akseptor

154
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

menginginkan anak lagi,


kesuburannya langsung
dapat kembali setelah
Norplant diangkat.
 Norplant merupakan cara
KB yang ideal bagi ibu
yang tidak mempunyai
anak lagi, akan tetapi
belum siap untuk
melakukan sterilisasi.
Cara Kerja Norplant :
Segera setelah Norplant
dimasukkan kebawah kulit
lengan atas akseptor, secara
tetap sejumlah levenorgestrel
akan dilepaskan. Keadaan
inilah yang melindungi
akseptor dari kehamilan,
selama Norplant tetap di
tempat tersebut.
Lama Norplant Mencegah
Kehamilan
5tahun. Inilah alasan
mengapa norplant disebut
sebagai cara KB jangka
panjang.

155
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Daya perlindungan
Norplant dalam mencegah
kehamilan:
Telah dibuktikan bahwa
Norplant mempunyai daya
perlindungan yang lebih
besar dari pada pil KB.
Dalam pemakaian sehari-hari
hal ini memungkinkan karena
tidak adanya faktor "lupa"
seperti dalam penggunaan
pil. Demikian pula telah
dibuktikan bahwa Norplant
lebih efektif daripada IUD,
kondom dan cara sederhana
lainnya.
Perbedaan antara Norplant
dengan cara KB lainnya : .
Ada beberapa perbedaan
yang kiranya cukup penting
untuk dikemukakan yaitu :
 Norplant hanya
memerlukan 1 kali
kunjungan ke klinik untuk
pemakaian selama 5
tahun. Selama itu tidak
ada sesuatu yang harus

156
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dilakukan oleh akseptor


seperti misalnya pada
penggunaan pil dimana
harus meminum pil
setiap hari ataupun
memikirkan kapan harus
membeli/mendapatkan
pil yang baru.
 Berbeda dengan IUD
atau cara sederhana
lainnya, pemasangan
norplant dilakukan tanpa
melakukan tindakan apa-
apa pada daerah vagina
dan peranakan.
 Berbeda dengan pil,
Norplant tidak
mengandung Estrogen,
dimana zat inilah yang
sering menimbulkan efek
sampingan seperti rasa
mual, muntah, pusing
dan lain-lain.
Indikasi pemakaian
norplant:
Setiap ibu yang sehat dan
tidak ingin hamil dalam waktu

157
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

1 - 5 tahun.
Kontraindikasi pemakaian
norplant:
Hamil atau disangka hamil,
kelainan kardiovaskuler, sakit
kuning, sakit gula, infeksi
panggul, galaktorea,
psikosis/neurosis, riwayat
kehamilan ektopik, riwayat
mola hidatidosa, varices
berat, ibu sedang menyusui.
Saat pemasangan
Norplant:
Pada saat sedang
menstruasi atau 1-2 hari
setelah menstruasi selesai.
{Perhatikan SE. Dirjen
Binkesmas No.
706/BM/DJ/BKKNII/1995
Efek samping Norplant:
Perubahan dalam periode
menstruasi merupakan
keadaan yang paling sering
ditemui. Kadang-kadang ada
akseptor yang mengalami
kenaikan dalam" berat

158
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

badan.
Tindak lanjut setelah
pemasangan Norplant:
Setelah Norplant dipasang,
akseptor dipesan datang dua
minggu kemudian, 13 bulan,
25 bulan, 37 bulan, 49 bulan
dan 61 bulan, atau setiap
waktu bila akseptor
mengalami
keluhan/gangguan/efek
sampingan. Beberapa sebab
seorang akseptor dianjurkan
datang ke klinik sebelum
tanggal yang ditentukan :
 Pemeriksaan rutin pada
waktu pertama kali
menstruasi setelah
pemasangan.
 Bila 2 bulan setelah
pemasangan akseptor
belum mendapat
menstruasi. Hal ini
kadang-kadang terjadi,
sehingga akseptor
menjadi tidak tenang.
Untuk itu sebaiknya

159
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dilakukan test kehamilan.


 Bila akseptor ingin hamil
lagi.
 Bila akseptor akan
pindah alamat, karena
Norplant merupakan
metode yang baru,
tidak semua petugas
dapat melakukan
pengangkatan/
pemasangan Norplant.

1) Pengamatan penyakit menular


sebelum berangkat dan 14 hari
sejak kedatangan ke tanah air
dengan menggunakan Kartu
Kewaspadaan Kesehatan Jemaah
haji [ K3JH ] dan investigasi
lapangan.
2) Administrasi kesehatan haji.
2) PembinaanJemaah
hajimenghadapi musim dingin di
Arab Saudi dan antisipasinya
a)Keadaan penyakit yang berhubungan
dengan suhu udara dingin
1) Hipotermi

160
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Keadaan penurunan suhu


dibawah 35 C karena terpapar
udara dingin terlalu lama.
Pengukuran tidak bisa dilakukan
dengan termometer biasa tetapi
dengan termometer inkubator.
Hipotermi sering berhubungan
dengan penyakit lain seperti :
sepsis, hipoteroid, hipoglikemi,
stroke, sirosis hepatis, dll. Gejala
klinis :
Pasien tampak pucat, dingin
Kram & kaku otot
Bila suhu < 26,7 C : pasien
tidak sadar, pupil miosis,
pernafasan dangkal,
hipotensi & bradikardi
Bila suhu < 25 C : pasien coma
& arefleksi
Laboratorium :
hemokonsentrasi, uremia
ringan & metabolik asidosis
2) Trauma Es [ Suhu dibawah Nol ] :
i) Fostnip [trrauma es lokal
ringan & reversibel], gejala
klinis :

161
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Kulit rasa baal/mati rasa,


pada daerah yang
langsung terpapar nyeri
 Kulit pucat, nyeri, kram
dan kaku otot
 Hampir mempengaruhi
lapisan atas kulit dan
mengenai organ daun
telinga, hidung, pipi, jari-
jari tangan dan kaki
ii) Frostbite [keadaan yang lebih
berat & irreversibel], gejala
klinis :
 Ringan :
 kulit edema dan
eritema disertai sakit
 kulit memperlihatkan
warna biru/abu-abu
 warna merah
dengan rasa panas
dan kering
 Sedang :
 terjadi deskuamasi
dalam waktu 24 jam

162
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Kulit melepuh pada


bagian dorsum
tangan & kaki
 parasestasia,
tenderneus &
nekrosis
 Berat :
 Kerusakan jaringan
subcutaneus
 Kulit melepuh &
berdarah, jaringan
kulit nekrosis
3) Alergi
Jika daya tahan tubuh tidak
prima, misalnya terlalu lelah,
kurangnya istirahat dan gizi yang
buruk dapat memacu reaksi alergi
seperti : Kaligata atau biduran.
4) Gangguan Saluran Pernafasan
Pada keadaan udara dingin dapat
memacu timbulnya gangguan
saluran nafas seperti sesak
nafas, batuk sehingga dapat
menimbulkan : Bronkitis Akut,
Pneumonia & Penyakit Paru
Obstruksi Kronik [PPOK] apalagi

163
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

bila disertai dengan daya tahan


tubuh yang rendah. Begitu pula
dapat memacu timbulnya
serangan Asma Bronkial yang
ringan sampai yang berat.
5) Gangguan Saluran Pencernaan
Pengaruh udara dingin dapat
menyebabkan jemaah tidak
merasa haus, sedangkan
pengeluaran cairan/panas tubuh
cukup besar, sehingga tidak
disadari bahwa jemaah
mengalami dehidrasi. Kadang-
kadang penderita tidak nafsu
makan sehingga penderita
kekurangan cairan dan makanan.
6) Gangguan Neuromuskuler & Otot
Udara yang dingin akan memacu
terjadinya gangguan pada sendi
& otot. Sehingga penyakit yang
tenang dan mungkin sebelumnya
diderita akan muncul kembali.
Terjadi kekakuan dari sendi dan
otot. Bila temperatur turun
dibawah 2 C maka dapat timbul
kristalisasi/pembekuan jaringan
atau sel dibawah kulit sehingga

164
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

dapat menyebabkan kematian


sel-sel.
7) Epistaksis
Keadaan ini kadang-kadang
timbul spontan dan tidak
diketahui penyebabnya. Salah
satu penyebab epistaksis ini
karena pengaruh udara atau
perubahan tekanan atmosfir.
Udara yang panas atau sangat
dingin dapat menyebabkan
terjadinya epistaksis secara
spontan. Ada juga yang
diakibatkan penyakit seperti :
hipertensi, trauma, penyakit
pembuluh darah, dll.
8) Gangguan Mental
Menghadapi musim dingin bagi
para jamaah haji, merupakan hal
baru yang tidak dialami di
Indonesia, sehingga ini
merupakan faktor stressor
eksternal dari perjalanan ibadah
yang dilaksanakan. Ini semua
tergantung pada masing-masing
jamaah apakah dapat mengatasi
atau mengelola kondisi tersebut.

165
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

b)Penatalaksanaan Penyakit & Antisipasi


yang timbul pada musim dingin.
1) Hipotermi :
 Bebaskan jalan nafas,
pasang O2 secara adekuat
 Infus larutan dextrosa 5%,
saline, dextran atau albumin
untuk menghindar syok
 Lakukan
penghangatan/reworming
dengan selimut hangat dan
diruang yang udaranya
cukup memadai.
 Koreksi analisa gas dengan
memberikan b. carbonat bila
pH darah 7,5.
 Atasi penyakit utama yang
menyebabkan hipotermi
misalnya DM, gagal jantung,
uremia, gagal nafas, dll.
 Antibiotika bila diperlukan,
misalnya ada pneumonia
 Bila dalam keadaan berat
dapat dilakukan dialysis
[hemodialisa atau peritoneal
dialysis] dengan dialisa yang

166
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

hangat atau pada suhu


kurang lebih 37 C.
 Bila ada tanda-tanda gagal
nafas pada suhu 20 C segera
lakukan RJP [Resusitasi
Jantung Paru]
2) Trauma Es :
 Pasien ditempatkan dalam
ruangan yang hangat
 Lepaskan baju yang basah
ganti dengan pakaian kering
 Hindari paparan dingin
dengan memberikan selimut
dan pakaian hangat, makan
& minuman hangat dan
ruangan yang bersuhu
hangat
 Tahap awal reworming tubuh
secara menyeluruh, baru
kemudian penghangatan
local
 Rendam dengan air hangat
37 - 40 C dalam waktu 25 -
40 menit atau kompres
dengan air hangat 10 – 30
menit sampai lesi mencair
dan daerah lesi menjadi

167
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

lunak kembali, berwarna


putih dan hilangnya rasa
baal. Bila tidak ada air hangat
selimuti dengan selimut
panas
 Bila hal ini berhasil
dilanjutkan dengan tirah
baring, bagian yang terkena
jejas ditinggikan
 Irigasi ulkus secara aseptik
 Drainage bulla dan balut
secara steril dan dicuci
desinfektan setiap hari
 Fisioterapi
 Bila perlu
amputasi/rekonstruksi atau
simpatektomi regional
 Terapi Meikamentosa :
 Profilaksis tetanus
 Antibiotik [resiko tinggi
dengan beratnya lesi]
 ASA atau/dan NS AIDS
untuk mencegah
trombosis Analgetik bila
nyerinya hebat

168
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Obat-obatan kontroversi
yang lain : tissue
plasminogen activator,
hemodilation vasodilator
 Berikan krim pelembab
sekitar lesi
Penatalaksanaan penyakit-penyakit
lain akibat udara dingin disesuaikan
dengan penatalaksanaan penyakit-
penyakit tersebut disamping
penanganan secara umum untuk
paparan udara dingin.
Antisipasi selama musim dingin :
Dalam menghadapi musim dingin
bagi jamaah haji dilakukan 3 tahap :
1) Sebelum keberangkatan
 Pemeriksaan kesehata yang
lengkap untuk mengetahui
kondisi/status kesehatan
calon jamaah haji
 Tetap menjaga kesehatan
dengan memakan makanan
bergizi, latihan
jasmani/kebugaran secara
teratur untuk meningkatkan

169
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

kualitas fisik dan istirahat


cukup
 Calon jamaah dengan resiko
tinggi, berobat dan
berkonsultasi dengan dokter
secara teratur,
mempersiapkan dan
membawa obat-obat yang
biasa digunakan sesuai
dengan kondisi & penyakit
masing-masing
 Mempersiapkan
perlengkapan untuk dibawah
ke Arab Saudi seperti
jaket/pakaian tebal, pakaian
ihram yang besar dan tebal,
selimut, kaos kaki tebal, krim
pelembab kulit, dll
2) Selama Perjalanan
 Menjaga/memelihara
kesehatan masing-masing
secara optimal
 Mengikuti anjuran yang telah
disampaikan sesuai pesan
dalam penyuluhan

170
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Segera menghubungi
petugas kesehatan bila ada
gangguan kesehatan
3) Setelah berada di Arab Saudi
 Menjaga kesehatan secara
optimal
 Minum yang cukup dalam 1
hari terutama minum hangat
 Makan makanan bergizi
seimbang
 Makanan dan minuman
dalam keadaan hangat
 Menghindari tubuh terpapar
udara dingin
 Istirahat yang cukup 6-8 jam
dan selalu menggunakan
selimut bila tidur
 Pakaian sopan, rapi dan
tebal, pakaian pelindung,
muka hidung, tangan dan
kaki
 Memakai masker/penutup
mulut
 Kegiatan fisik dibatasi
 Segera konsultasi dokter bila
ada keluhan sakit

171
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Untuk pencegahan dapat


minum vitamin C dosis tinggi

2. Pelaksanaan kegiatan pembinaan manasik


kesehatan haji
Manasik haji diselenggarakan oleh
Kementerian Agama. Pelaksanaannya di tiap
Kecamatan sebanyak 3 kali dan di Kabupaten
sebanyak 3 kali, sehingga total adalah 10
kali. Jadwal pelaksanaan ditetapkan oleh
Kanwil Kementerian Agma di tiap wilayah.
Pada setiap rangkaian manasik haji, petugas
kesehatan dari Dinas Kesehatan dan
Puskesmas diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pembinaan kesehatan
kepada Jemaah haji. Pembinaan kesehatan
yang dilakukan pada saat ini bersifat massal.
Dan karena yang mengikuti adalah Jemaah
haji yang sebentar lagi akan berangkat,
substansi pembinaan yang diberikan adalah
untuk memberikan pemahaman dan
wawasan terhadap kondisi di perjalanan dan
tanah suci serta pembinaan perilaku
kesehatan.

172
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

POKOKBAHASAN IV
PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN
KESEHATAN JEMAAH HAJI
a. Pembinaan kesehatan di
institusipelayanan kesehatan
Pembinaan dilaksanakan setelah
jemaah hajimelakukan pemeriksaan di
Puskesmas dan ditegakkan kategori
status kesehatannya serta dilakukan
perawatan melalui kegiatan: konseling,
pengobatan dan rujukan sampai
jemaah haji berangkat menunaikan
ibadah haji. Sehingga jemaah haji
terpantau kondisi kesehatannya dan
berangkat dalam kondisi kesehatan
yang optimal.
Pembinaan yang dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan dapat berupa
pelayanan individual/personal,
kelompok dan massal.
Untuk Pembinaan kelompok dapat
dilakukan oleh Puskesmas dengan
pola kemitraan lintas sektor dan dan
kelompok bimbingan ibadah haji.

173
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Pembinaan ibadah haji di Puskesmas


dilaksanakan terintegrasi dengan
kegiatan Puskesmas yang lain seperti :
1) Pengobatan
2) Promosi Kesehatan
3) Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit
4) Perkesmas (perawatan kesehatan
masyarakat)
5) Pos Bindu atau Pos Lansia Terpadu

Perencanaan kegiatan pembinaan


kesehatan haji dimasukkan dalam
perencanaan tahunan Puskesmas
melalui Rencana Usulan Kegiatan dan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan.
Puskesmas mengadakan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pembinaan
kesehatan haji dan menilai hasil kinerja
dengan membandingkan target dan
cakupan yang diperoleh. Petugas
kesehatan dapat menilai peningkatan
kesehatan personal ibadah haji dari
masing-masing kategori penilaian
kesehatan pada saat periksa pertama
dibandingkan setelah dilakukan
pembinaan kesehatan secara berkala
dalam jangka waktu yang ditetapkan
dan menjelang keberangkatan.

174
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

b. Pembinaan melalui kunjungan rumah


Lamanya waktu tunggu keberangkatan
ibadah haji, mulai dari pendaftaran
sampai ditetapkannya waktu
keberangkatan menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap kesiapan fisik
seorang Jemaah haji. Mungkin pada
saat mendaftar usia Jemaah haji
belummencapai batas lanjut usia, tapi
setelah mendekati waktu
keberangkatan usia sudah tidak muda
dan kekuatan fisik akan berkurang.
Bahkan ada Jemaah haji yang
mempunyai kondisi fisik yang lemah
sehingga tidak mampu untuk datang ke
institusi pelayanan kesehatan agar
mendapatkan perawatan dan
pembinaan. Oleh karena itu diperlukan
suatu kegiatan yang dapat
mengakomodir kebutuhan Jemaah haji
dengan kondisi yang sepertiini.
Puskesmas mengintegrasikan kegiatan
pembinaan kesehatan haji dengan
kegiatan lain yang ada di Puskesmas,
dalam hal ini adalah kegiatan
perawatan kesehata nmasyarakat
(Perkesmas).

175
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Di dalam kegiatan Perkesmas, petugas


kesehatan secara berkala akan
melakukan kunjungan rumah untuk
melakukan pembinaan kepada
Jemaah haji dan memberdayakan
keluarganya sehingga tercapai
peningkatan status kesehatan Jemaah
haji.

c. Pembinaan Kesehatan Melalui


Bimbingan Manasik Haji
Pembinaan kesehatan Jemaah haji
juga dapat diintegrasikan melalui
kegiatan bimbingan manasik haji yang
dilakukan oleh Kementerian Agama.
Jemaah haji akan diperkenalkan dan
dipersiapkan menghadapi rangkaian
ibadah haji
dandiberipengetahuandanwawasanme
ngenaikondisi yang akan dialaminya
saat di perjalanandan di Tanah Suci.
Petugas kesehatan akan memberi
pembinaan kepada Jemaah haji agar
melakukan antisipasi terhadap
gangguan kesehatan.

176
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

d. Pembinaan melalui Posbindu


Jemaah haji dapat mengikuti Posbindu
(Pos Pembinaan Terpadu) yang
dibentuk oleh masyarakat dan dibina
oleh Puskesmas. Jemaah haji
diperlakukan sama dengan masyarakat
lain yang tergabung dalam Pos Bindu.
Petugas akan memberikan pembinaan
kesehatan secara umum dan personal
bila jemaah haji membutuhkan.

PUSTAKA RUJUKAN
1. Pedoman Teknis Pemeriksaan Kes. JEMAAH
HAJI Indonesia.
2. Buku Kesehatan Jemaah haji [BKJH] Cetakan
2005.
3. Modul Pembinaan kesehatan JEMAAH HAJI

177
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Lampiran1. Format Bantu

FORM BANTU PEMERIKSAAN KESEHATAN


CALON JEMAAH HAJI DI PUSKESMAS

I. BIODATA
A. Nama :
_____________________________
B. Pria/ Wanita :
_____________________________
C. Tempat, Tgl Lahir :
_____________________________
D. Pekerjaan :
_____________________________
E. Pekerjaan Terakhir :
_____________________________
F. Status Perkawinan :
_____________________________
G. Alamat :
_____________________________
H. Telepon :
_____________________________
I. Keluarga Terdekat :
a. Di Arab Saudi
 Nama :
_____________________________

178
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

 Alamat :
_____________________________
b. Di Indonesia
 Nama :
_____________________________
 Alamat :
_____________________________

II. PEMERIKSAAN KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
a. _______________________________
b. _______________________________
c. _______________________________
d. _______________________________
e. _______________________________

2. Riwayat Penyakit Dahulu


a. _______________________________
b. _______________________________
c. _______________________________
d. _______________________________
e. _______________________________

3. Riwayat Penyakit Keluarga


a. _______________________________
b. _______________________________

179
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

c. _______________________________
d. _______________________________
e. _______________________________

B. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran :
2. Tanda Vital
a. Tensi :
b. Nadi :
c. Pernapasan :
d. Suhu :
3. Postur
a. Bentuk/habitus:
b. IMT [Indks Massa Tubuh]:
TB : ................... kg BB
: ................ cm
c. Rasio LPP:
 Lingkar Pinggang : ........ cm
 Lingkar Pinggul : ........cm

4. Kulit :
5. Kepala :
a. Inspeksi [bentuk, simetris] :
b. Pem. Syaraf kranial :
c. Mata :
d. Telinga :

180
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

e. Hidung :
f. Tenggorok dan mulut:
6. Leher
7. Kelenjar dan pembuluh getah bening:
8. Dada
a. Umum
 Inspeksi :
 Palpasi :
 Perkusi :
 Auskultasi :
b. Jantung
 Inspeksi :
 Palpasi :
 Perkusi :
 Auskultasi :

c. Paru
 Inspeksi :
 Palpasi :
 Perkusi :
 Auskultasi :
9. Perut
a. Hepar :
b. Lien :
c. Gastro Intestinal:

181
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

10. Ektremitas
11. Rektum dan Urogenital:
 Colok Dubur

C. Pemeriksaan Jiwa
[Lihat Algoritma Pemeriksaan Kesehatan Jiwa]
1. Keluhan somatik tanpa kelainan organik
a. Tidak ada
b. Ada [jelaskan]:
2. Keluhan Psikosomatis
a. Tidak ada
b. Ada [jelaskan]:
3. Keluhan mental emosional
c. Tidak ada
d. Ada [jelaskan]:

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah
1) Pokok
 Hb
 LED
 Lekosit
 Hitung Jenis
 Gol Darah : A / B / O / AB
2) Lanjut : [ 40 th atau atas indikasi]

182
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

3) GDS
4) Cholesterol
b. Urin
1) Pokok
 Makroskopis
 Mikroskopis
2) Lanjut:
3) Tes Kehamilan : Pos / Neg, tgl:
/ /
c. Khusus [atas Indikasi]:
.................................................................
...................
.................................................................
...................
.................................................................
...................

2. EKG [ 40 th atas indikasi]


a. Istirahat:
b. Kerja

3. Radiologi [ 40 th atas indikasi]

4. Barthel Indeks [BAI] untuk  60 th

5. Tes Kebugaran [untuk Pendamping


Jamaah]

183
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

E. Diagnosa
1. .................................................................
Kode : ......................
2. .................................................................
Kode : ......................
3. ..................................................................
Kode : ......................
4. .................................................................
Kode : ......................
5. .................................................................
Kode : ......................

F. Faktor Risiko Jemaah haji


1. ....................................................
2. ....................................................
3. ....................................................
4. ....................................................
5. ....................................................

G. Kesimpulan
1. Kategori : Mandiri /
Observasi / Pengawasan / Tunda
2. Saran/anjuran:
a. ....................................................
b. ....................................................
c. ....................................................

184
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

d. ....................................................

PAS FOTO Dokter Pemeriksa


4X6

Dr. ................................
NIP.

185
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Lampiran 2. Format Pembinaan

FORM PEMBINAAN KESEHATAN CALON JEMAAH


HAJI DI PUSKESMAS

No. Register :
Nama :
Umur :
Alamat :
Diagnosa :
Status Kesehatan :

Pem Pem. Tindakan/ Status


Keteranga
Tgl . Penunjan Pembinaa Kesehata
n
Fisik g n n

186
Modul Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji

Lampiran 2. Algoritma Pembinaan

187

Anda mungkin juga menyukai