Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teater adalah salah satu jenis kesenian berupa pertunjukan drama yang
dipentaskan di atas panggung. Secara spesifik, seni teater adalah sebuah seni drama
yang menampilkan perilaku manusia dengan gerak, tari, dan nyanyian yang disajikan
lengkap dengan dialog dan akting para pemainnya. Kata teater diambil dari bahasa
Yunani, theatron, yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. tetapi dalam pngertian
yang lebih luas, yakni ;proses menentukan ide pemilihan naskah lakon, penafsiran,
penggarapan, penyajian/pementasan/pergelaran/pertunjukan; Drama seperti yang
berkembang saat ini berasal dari zaman Yunani kuno yang kemudian pada
perjalanannya mengalami berbagai macam perubahan dari masa ke masa baik itu dari
segi bentuk, penyajian dan tujuannya. Drama sendiri berasal dari kata draomai dalam
bahasa Yunani, dan menurut Professor Alvin B. Karnan berasal dari kata kerja dran
yang berarti berlaku (to do) atau bertindak (to act). Drama di Indonesia memiliki
perkembangan yang sangat pesat seiring dengan berdirinya kampus seni teater di
Indonesia salah satunya adalah Jurusan Sendratasik konsentrasi drama di Universitas
Negeri Surabaya.

Teater di Indonesia kini berkembang sangat pesat, teater di Indonesia sendiri


berasal dari cerita rakyat nusantara yang kemudian berkembang dan dikemas kedalam
pertunjukan teater dan kini bentuk pertunjukan teater adapun realis dan non realis
dengan segala genre yang berkembang baik teater modern maupun teater tradisional.
Dari segi bentuk pertunjukannya teater realis memiliki karakteristik yang tidak boleh
di perindah atau diperburuk dari keadaan yang sebenarnya dengan kata lain harus se-
realis mungkin atau sesuai dengan kenyataan, apabila pembaca atau penonton tidak
menyetujui ungkapan itu justru merekalah yang harus memperbaiki, visualisasi
realisme menolak gagasan Theophile gautier tentang I’art pour karena visualisasi
seharusnya digunakan untuk menunjukan kepentingan masyarakat, (Yudiaryani, 2002).
Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan teater realisme adalah
Stanislavsky. Stanislavsky memusatkan diri pada pelatihan keaktoran dengan
pencarian laku secara psikologis. Salah satu tulisannya, The Method menjelaskan
bahwa akting realis harus mampu meyakinkan penonton bahwa apa yang dilakukan
aktor adalah akting yang sebenarnya. Stanislavsky menjelaskan bahwa seorang aktor

1
haruslah memiliki keyakinan untuk meyakinkan (to justify) dan membuat penonton
percaya (make believe).

Aktor adalah salah satu unsur penting dalam pementasan teater, aktor bertugas
untuk menyampaikan gagasan sutradara atau penulis lakon kepada penonton. Aktor
mempunyai tugas menjadi seorang tokoh yang ada dalam naskah. Istilah aktor sudah
ada sejak zaman Yunani. Hingga sekarang istilah aktor masih dipakai dalam dunia
pertunjukan teater. Seorang aktor teater diharuskan memakai vokal yang keras, ekspresi
yang tajam, dan juga permainan gestur yang nampak dan jelas. Seorang aktor teater
berbeda dengan aktor film karena porsi dan capaian serta tehnik pelatihannya berbeda.
Dalam pembuatan film terdapat cut dan editting yang memudahkan aktor dan
penggarapan film menjadi sesempurna sesuai dengan yang diharapkan oleh sang
sutradara film tersebut. Sedangkan aktor teater dituntut untuk pentas secara sempurna,
dari awal masuk hingga keluar panggung karena tidak ada editing dalam pementasan
teater berlangsung. Dan yang menjadi topik pembahasan kali ini adalah latar belakang
untuk menjadi seorang aktor teater.

Untuk menjadi seorang aktor tidak semudah apa yang kita bayangkan, harus
melalui pemahaman yang tentunya tidak sebentar, dan suatu proses menjadi tolak ukur
dalam keberhasilan penggarapan suatu pertunjukan. Karena eksistensi seorang pelaku
teater akan terbayar jikalau aktor tersebut benar-benar mampu menunjukkan eksistensi
pada dirinya sendiri yang nantinya orang lain akan menilai dengan objektif, apakah
garis permainan actor tersebut dapat membuat penonton tahu akan maksud dan tujuan
yang disampaikan.

Penulis merupakan salah satu mahasiswa Jurusan Sendratasik konsentrasi


drama yang sedang menempuh mata kuliah Seni Peran 3 (Keaktoran Realis). Penulis
disini juga berperan sebagai Tokoh Raden Lurah Tanpasembada dalam naskah berjudul
“Sindhen” karya terjemahan Heru Kesawa Murti yang di sutradarai oleh Leny Ayu
Martasari. Untuk mempertanggungjawabkan Keaktoran penulis sebagai mahasiswa
yang mengambil mata kuliah seni peran realis. Penulis menggunakan teknik pelatihan
keaktoran W.S Rendra karena penulis merasa teknik keaktoran W.S Rendra sebagai
salah satu teknik keaktoran yang dapat penulis terapkan kedalam latihan penulis, untuk
mencapai hasil yang di inginkan oleh sutradara. Selain itu, peggunaan teknik keaktoran
ini juga sebagai garis pendukung untuk mempertanggungjawabkan konsep keaktoran
penulis dalam Seni Peran 3 (Keaktoran Realis).

2
1.2 Fokus Karya
Dari latar belakang di atas, penulis memerankan Raden Lurah Tanpasembada
dalam naskah berjudul “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti memberi banyak sekali
tantangan yang harus dilakukan oleh penulis, baik itu dalam membangun karakter
seorang laki-laki yang menjadi lurah di suatu desa dan mengasuh seorang sindhen yang
masyhur. Lebih tepatnya bagaimana seorang penulis bisa menjadi tokoh yang
diinginkan oleh sutradara dalam naskah tersebut. Jadi dalam fokus karya yang dikaji
yaitu bagaimana penulis yang menjadi tokoh Raden Lurah Tanpasembada dalam
naskah “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti di sutradarai oleh Leny Ayu Martasari
dengan menggunakan teknik keaktoran W.S Rendra?.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Sebagai ujian akhir pada mata kuliah Seni Peran 3 yang ditempuh
penulis,

1.3.1.2 Sebagai eksistensi mahasiswa Jurusan Sendaratasik Konsentrasi


Drama,

1.3.1.3 Menambah literasi tentang teknik keaktoran.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Sebagai kajian teori untuk teknik keaktoran penulis sebagai tokoh
“Raden Lurah Tanpasembada” dalam proses penggarapan naskah
“Sindhen”

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam teknik keaktoran


realis. Sekaligus menambah pengalaman sebagai seorang aktor

1.4.2 Bagi Jurusan Sendratasik

Sebagai referensi kepustakaan Teknik Keaktoran W.S Rendra dalam


Naskah Sindhen

3
1.4.3 Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan tentang Teknik Keaktoran W.S Rendra dalam


Naskah Sindhen

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Teater
Istilah teater juga berasal dari Yunani (theatron yang diturunkan dari kata
Theomai yang berarti “dengan takjub melihat atau memandang). Istilah teater
mempunyai arti lebih luas dibandingkan istilah drama. Teater dapat berarti
drama, panggung, gedung pertunjukan dan grup pemain drama. (Suparyanta,
2007:01)
Asal usul teater tercipta berasal dari sebuah ritual-ritual pemujaan dewa
yang dilakukan oleh orang-orang yunani kuno di sebuah bukit yang bernama
bukit akropolis, dengan unsur-unsur cerita yang ditambahkan dalam ritual
tersebut. Sehingga berkembang menjadi sebuah pertunjukan, cerita yang
dibawahkan berhubungan dengan perburuan, pahlawan dan kisah-kisah
peperangan.
2.1.2 Drama
Drama yang berkembang saat ini berasal dari zaman Yunani Purba.
Pengetahuan drama yang diketahui diambil dari peninggalan arkeologis dan
catatan-catatan sejarah zaman dulu. Kata “drama” sudah ada sejak Zaman Mesir
kuno (4000-1580 SM), sebelum Zaman Yunani kuno (800-277 SM). Hubungan
kata “teater” dan “drama” bersanding sedemikian erat seiring dengan perlakuan
terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks, naskah,
lakon atau karya sastra. (Bakdi Soemanto, 2001).
Kata “drama” berasal dari kata draomai (kata kerja:dran ) dalam bahasa
Yunani, dan menurut professor Alvin B. Kernan berasal kata kerja dran yang
berarti berlaku (“to do”) atau bertindak (“to Act”). (Abdillah, 2008:1).
Drama berasal dari kata draomai yang berarti bebuat, bertindak, beraksi
dan sebagainya. Jadi, kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau
tindakan. Secara umum drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk
dialog dengan maksud dipertunjukan oleh aktor. Pementasan naskah drama
dikenal dengan istilah teater.
2.1.3 Aktor
Aktor adalah seseorang yang menjadikan akting sebagai modal kerja

5
.seperti juga pada bidang-bidang lain, untuk menjadi aktor yang baik harus
menguasai ilmu-ilmunya.Ilmu bagi seorang aktor adalah penguasaan teknik
akting ditambah dengan pengetahuan watak manusia dengan problemanya dan
pengenalan masyarakat. (Pengantar Bermain Drama. Karya A.Adjib Hamzah)
Aktor adalah orang yang memerankan tokoh tertentu dalam suatu
pertunjukan di panggung, acara televisi, atau film. Semula sebutan ‘aktor’
secara eksklusif diperuntukkan bagi pemeran laki-laki, tapi istilah itu sekarang
dipakai untuk pemeran laki-laki maupun perempuan. Seorang aktor adalah juga
seorang intelektual, harus mempunyai minat besar untuk belajar, membaca,
mendengar, dan bergaul. Intensitas dalam kegiatan menuju tataran sebagai
intelektual itu menyebabkan seseorang mampu mencapai kepekaan dalam
banyak hal. Kepekaan atau sensitivitas inilah yang nantinya menjadi bekal
utama seorang aktor dalam menyikapi dan menafsirkan perannya, sehingga dia
tidak hanya menjadi robot yang digerakkan sutradara. Aktor harus memberi
bentuk lahir pada watak dan emosi pelaku. Watak yang harus diperankan itu
mempunyai tiga bagian yang harus tampak, yaitu: watak tubuh, watak pikiran,
dan watak emosi. Aktor dituntut untuk menciptakan keseluruhan hidup sukma
manusia di atas panggung. Sukma manusia itu harus dapat dilihat dari segala
segi, baik fisik, mental, maupun emosional.
2.1.4 Realisme
Realisme merupakan suatu gerakan drama pada akhir abad sembilan belas
yang pada dasarnya agak kurang ekstrim ketimbang (aliran) naturalisme. Hal itu
diungkapkan oleh Max Arifin dalam buku yang berjudul A Dictionary of the
Theatre (John Russel Taylor, l974:231). Tokoh-tokoh aliran Realisme mencoba
membuang apa yang disebut The Theatre Of Histrionics dalam bidang akting
dan ekses yang terlalu dibuat-buat yang terdapat dalam well-made plays ala
Victorian Sardou (seorang dramatist Prancis) dan menggantikan semuanya
dengan akting-akting yang tampaknya lebih alamiah dengan lakon-lakon yang
disusun dengan hati-hati.

2.2 Metode Pemeranan Umum

Dalam proses pemeranan seorang aktor harus mempunyai cara dan juga teknik
dalam proses keaktorannya. Baik dari cara berdialog dengan lawan main. Dari hal inilah

6
muncul tekik-teknik pemeranan yang diutarakan oleh Konstantin Stanilavsky, W.S
Rendra, Bertold Brecht dan lain sebagainya.

2.2.1 Teknik Pemeranan Constantin Stanislavsky

Tokoh yang dikenal sebagai pelopor pendekatan metode atau pendekatan


kreatif yang mementingkan latihan sukma, memberikan pedoman untuk
mempersiapkan seorang aktor (Stanislavsky, 1980). 15 tahap latihan yang harus
dilalui:

a. Berperan (acting) adalah suatu seni


Dalam berperan, aktor harus menyadari bahwa berperan merupakan
ekspresi seni. Berperan adalah seni, maka harus memenuhi aturan aliran seni
yang diikuti, harus menurut aturan seni teater, dan dimainkan dalam
penghayatan total antara jasmani dan rohani. Keseimbangan yang dituntut
dan dengan begitu over acting dan segala yang over harus ditinggalkan.

b. Motivasi
Motivasi merupakan faktor “dalam” yang harus dimiliki oleh seorang
aktor. Motivasi yang harus dimiliki yaitu motivasi estetis, dimana dirinya
mengabdi pada pentas, bukan demi publisitas dirinya, semua gerak perbuatan
itu selalu mempunyai motivasi, yaitu motivasi dari gerakan sebelumnya dan
motivasi untuk gerakan berikutnya.

c. Imajinasi
Kepekaan imajinasi untuk aktor perlu dilatih. Dengan imajinasi
perasaan dan pengalaman emosional mudah terukir dan tertanam dengan kuat
dalam ingatan visual kita dan dapat dibayangkan setiap saat.

d. Pemusatan Pikiran (Konsentrasi)


Pusat perhatian aktor bukan ditempat penonton, tetapi pada lakon yang
dibawakan. Objek-objek perhatian, harus dipilah-pilah, ada yang merupakan
titik cahaya dalam lingkaran perhatian. Reaksi emosi dan imajinasi dapat
membantu proses konsentrasi ini.

e. Mengendurkan Urat
Urat kita harus fleksibel serta siap diperintah melakukan gerakan dan
acting sesuai dengan peranannya. Gerakan lentur, fleksibel, indah tetapi rapi

7
dan menawan, dapat dicapai melalui berbagai latihan fisik seperti yang
dijelaskan didepan.

f. Satuan dan Sasaran


Ikatan organik dialur lakon, satuan lakon yang merupakan garis besar alur
yang memaparkan juga perkembangan konflik, harus dihayati secara baik,
untuk kemudian diuraiakan dalam detail. Kemudian ditentukan sasaran
akting sang aktor yang seharusnya.
1) Ditujukan kepada lawan main.
2) Merupakan sasaran pribadi yang analog dengan watak yang kita
gambarkan.
3) Kreatif dan artistik.
4) Harus benar sehingga meyakinkan.
5) Menarik dan mengharukan kita
6) Jelas dan tipikal.
7) Harus punya nilai dan isi yang dapat berhubungan dengan sosok
dalam dari permainan kita.
8) Harus aktif, mendorong untuk maju.

g. Keyakinan dan Rasa Kebenaran


Yang kita perlukan adalah kebenaran yang dipindahkan menjadi sebuah
padanan puitis berkat imajinasi kreatif. Semua tindakan harus mempunyai
makna dan dengan begitu ada gerak yakin.

h. Ingatan Emosi
Untuk dapat disampaikan semua emosi dengan baik, aktor harus
berusaha untuk menghayati kembali apa yang pernah dirasakan dalam
kehidupan nyata, sesuai dengan perasaan yang dikehendaki. Jika sulit
menghadirkan kembali emosi yang dikehendaki maka dengan bantuan suara
yang berkesan atas peristiwa dulu, kiranya emosi yang sama akan hadir.
Indera pencium, pengecap, dan penyentuh juga bermanfaat untuk
mempenggaruhi ingatan emosi, seperti halnya indera pendengar dan
penglihat. Aktor harus menggunakan perasaanya sendiri, sehingga jiwanya
sendiri bergetar hidup, manusiawi, hal-hal yang dapat meyakinkan penonton.
Ingatan emosi dapat diolah melalui kreativitas batin, menjadi bentuk
perwujutan acting yang penuh penjiwaan.

8
i. Komunikasi atau Hubungan Batin
Aktor harus menghidupkan komunikasi dengan diri sendiri, dengan
aktor lain, dan juga secara batin dengan penonton. Komunikasi langsung
adalah dengan diri sendiri dan aktor lain, sedang komunikasi tidak langsung
adalah dengan penonton. Aktor juga harus berkomunikasi dengan objek
imajiner atau yang tidak hadir secra nyata (misalnya waktu berdoa secara
keras).

j. Adaptasi
Penyesuaian diri itu dapat dilakukan dengan sadar dan dapat dengan
tidak sadar. Sumber penyesuaian diri adalah alam bawah sadar, yang datang
jika ilham datang. Di panggung penyesuaian diri ini bersifat terus-menerus,
sebab aktor berkomunikasi dan menjadi orang lain terus menerus. Adapun
adaptasi mekanis dan motoris melalui latihan dan penuh kesadaran.

k. Kekuatan
Kekuatan inner motive harus mendapat latihan dalam diri aktor
modalnya adalah kemauan. Kemauan harus dipadu dengan dua unsur
penggerak lain, yaitu pikiran dan perasaan. Pikiran, emosi, dan perasaan ynag
merupakan inner motivation harus dibangkitkan secara alamiah yang juga
dimanfaatkan untuk membangkitkan unsur-unsur kreatif yang lain.

l. Garis yang Tak Terputus-putus


Garis batin tidak boleh terputus, karena garis itulah yang memberikan
nyawa dan gerak pada drama yang dipertunjukkan. Sekuen satu dengan
sekuen lain harus merupakan suatu yang berkesinambungan, dan selalu
menampilkan pusat perhatian.

9
m. Keadaan Kreatif Batiniah
Dalam menghayati watak peran dan melaksanakan tugas acting selama
pementasan berlangsung diperlukan keadaan batin yang kreatif, artinya
selalu mengisi kekosongan yang ada dengan suatu tindakan yang beralasan
(penuh keyakinan)
Aktor harus mampu menangkap dan mengekspresikan sasaran utam dari
dialog da perbuatan yang dilakukan dalam setting yang dibawakan.
Hendaknya aktor mampu mengendalikan tiga ciri penting dalam proses
kreatif, yaitu: (1) pemahaman atau genggaman batin, (2) garis gerak yang
lurus, dan (3) sasaran utama. Aktor harus mengerti apa tujuan kehadirannya
di pentas, apa tugas utamanya terhadap lakon dan tidak melebihi porsi yang
ditentukan, menuju titik sasaran yang mantap, ringan, wajar dan jelas.

n. Diambang Pintu Bawah Sadar


Dalam semua aktivitas kreatif, semua yang maya ini, diberi sentuhan
kenyataan. Jika aktor terbenam luluh dalam dunianya di pentas, terlibat
sepenuhnya (encounter) dengan dunia maya yang dihayati sebagai realitas
baru maka ia akan terlebih memikat penonton. Dengan cara meluluhkan diri
dalam peran, semua yang diucapkan dan diperbuat akan meyakinkan
penonton.

2.2.2 Teknik berperan menurut Bertolt Brecht


Bagi Bertolt Brecht, realitas sosial tidak ditentukan dan tidak juga selalu
dipertahankan, maka ketika Stanilavsky menghasilkan kepatuhan, Brecht akan
mencari bagaimana menciptakan ketidakpatuhan. Penonton Brecht dirangsang
tidak untuk realita situasi yang dihadirkan tetapi untik mengamtinya. Apabila
akibatnya secara umum penonton mulai terbiasa melakukan pelacakan maka
tujuan Brecht terpenuhi. Brecht merasa tidak puas ketika laku “yang lain”
dihasilkan hanya melalui tokoh lain. Konflik eksternal antara konsistensi
“kebenaran” internal yang merupakan kejadian keseharian, tidak aliensi mereka.
Maka Brecht menggunakan teori komunikasi yang dilakukan secara sadar antara
peran yang diperankan.

10
2.2.3 Teknik Pemeranan Menurut Oscar Broket
Oscar Brocket menyebutkan tujuh langkah dalam latihan berakting yaitu
sebagai berikut;
1. Latihan tubuh

Maksudnya adalah latihan ekspresi secara fisik. Kita berusaha agar fisik
kita agar dapat bergerak secara fleksibel, disiplin dan ekspresif. Artinya,
gerak-gerik kita dapat luwes, tetapi berdisiplin terhadap peran kita, dan
ekspresif sesuai watak dan perasaan aktor yang di bawakan. Di beberapa
teater biasanya sering diberikan latihan dasar acting, berupa menari, balet,
senam, bahkan ada yang merasa latihan silat itu dapat juga melatih
kelenturan, kedisiplinan , dan daya ekspresi jasmaniah.

2. Latihan suara

Latihan suara ini dapat di artikan latihan mengucapkan suara secara jelas
dan nyaring (vokal), dapat juga berarti latihan penjiwaan suara. Yang harus
mendapatkan pelatihan seksama, adalah suara itu hendaklah jelas, nyaring,
mudah ditangkap, komunikatif,dan ucapkan sesuai daerah artikulasinya.

3. Observasi dan Imajinasi

Untuk menampilkan watak tokoh yang diperankan, aktor secara


sungguh-sungguh harus berusaha memahami bagaimana
memanifestasikannya secara eksterna. Aktor mulai dengan belajar
mengobservasikan (memahami) setiap watak, tingkah laku dan motivasi
orang-orang yang dijumpainya. Kekuatan imanjinasi berfungsi untuk
mengisi dimensi kejiwaan dalam acting, setelah diadakan observasi
tersebut. Acting bukan sekedar meniru apa yang diperoleh lewat observasi,
tetapi harus menghidupkannya, memberi nilai estetis.

4. Latihan Konsentrasi

Konsentrasi diarahkan untuk melatih aktor dalam kemampuan


membenamkan dirinya sendiri kedalam watak dan pribadi tokoh yang
dibawakan dan ke dalam lakon itu. Konsentrasi haru spula diekspresikan
melalui ucapan, gesture, meovement, dan intonasi ucapannya.

11
5. Latihan Teknik

Latihan teknik di sini adalah latihan masuk, memberi isi, memberi


tekanan, mengembangkan permainan, penonjolan, ritme, timing yang tepat,
dan hal lain yang telah dibicarakan dalam penyutradaraan. Pengaturan
tempat di pentas sesuai dengan karakteristik dan masing-masing bagian
pentas itu, juga merupakan unsur teknis yang harus menadapatkan perhatian
dalam latihan. keseimbangan di dalam pentas merupakan dress stage
(pakain yang dipakai di panggung). Pergeseran aktor lain di sisi berikutnya,
sehingga terjadi keseimbangan, hal itu berhubungan dengan latihan
blocking, dan crossing. Aktor juga harus berusaha mengambil posisi
sedemikian rupa, sehingga ekspresi wajahnhya dan gerak-gerik yang
mengandung makna dapat dihayati oleh penonton. Hal kecil yang perlu
mendapat perhatian juga adalah teknik jalan, teknik loncat, makan, duduk,
mempersilahkan minuum dan sebagainya harus disesuaikan dengan pribadi
yang dibawakan dalam cerita.

6. Latihan sistem akting

Aktor harus berlatih akting, baik dalam hal eksternal maupun internal
melalui pendekatan metode, maupun teknik.

7. Latihan imajinasi

Dalam latihan ini peranan imajinasi sangatlah penting. Dengan


imajinasi, semua latihan yang bersifat seperti menghafal, menjadi lancar
dan tampak seperti kejadian sebenarnya.

Whitting menyatakan, bahwa dalam latihan acting ini ada dua


pendekatan yaitu pendekatan kreaktif dan pendekatan teknis. Pendekatan
kreatif ini sama dengan pendekatan metode yang dikemukakan oleh Wright,
tadi .Latihan teknis meliputi penonjolan, latihan tubuh, latihan suara,
latihan penggunaan pentas secara tepat, latihan penyingkatan eliminasi.

12
2.2.4 Teknik berperan menurut W.S Rendra
Dalam Teori keaktoran Kualitas personal dari pemain harus ditingkatkan
agar permainan dalam pertunjukan bisa meningkat juga. Kualitas aktor akan
meningkat jika :
1. Aktor/Aktris memperhatikan latihan yang berhubungan dengan karakteristik
fisik (penyesuaian kondisi fisik kepada peran apapun atau kesamaan kondisi
fisik)
2. Respon emosional (emosi kita selalu siap merespon apapun dari situasi
lakon)
3. Ciri mental (watak dengan segala ciri psikologis bagaimanapun hendaknya
mampu memerankan).

Teknik yang digunakan W.S Rendra adalah teori dari Stanilavsky yang
kemudian ia kembangkan lagi.Teori ini meunjukkan teknik-teknik dan metode
pelatihan menjadi aktor yang baik dan benar dalam bermain, bagaimana cara
berjalan, cara bicara, gesture tubuh, agar semuanya serba meyakinkan di atas
panggung.

Berikut adalah metode dari WS.Rendra yang paling ditekankan dalam


pelatihan keaktoran ,

1) Teknik Muncul
Teknik muncul (the technique of entrance) menurut Rendra dalam
buku Tentang Bermain Drama (1982), adalah suatu teknik seorang pemeran
dalam memainkan peran untuk pertama kali memasuki sebuah pentas lakon.
Pemunculan pemeran ini harus memberikan gambaran secara keseluruhan
terhadap peran yang dimainkan.
Gambaran itu bisa berupa suasana batin, tingkat emosi, tingkat
intelektual, maupun segi fisik dari peran yang dibawakan. Gambaran inilah
yang akan mempengaruhi kesan, penilaian,dan identifikasi penonton
terhadap peran. Tanpa penggambaran peran yang jelas, penonton akan
kesulitan untuk mengidentifikasi peran tersebut.
Pemunculan pemeran untuk pertama kali ketika memasuki sebuah
pentas lakon harus memberikan hal-hal sebagai berikut :
a. Memberi gambaran fisik karakter yang dimainkan
b. Menunjukkan tingkat emosi karakter yang dimainkan

13
c. Kesinambungan hubungannya dengan jalan cerita yang sedang
berjalan
d. Memberikan atau mencerminkan kerja sama yang baik di antara
sesama pemeran
e. Memberikan suasana baru atau perubahan suasana dan perkembanga
emosidalam suatu adegan yang sedang berjalan (Suryatna Anirun,
1989).

2) Teknik Memberi Isi


Teknik memberi isi adalah teknik untuk member isi pengucapan
dialog-dialog untuk menonjolkan emosi dan pikiran-pikiran yang
terkandung dalam dialog tersebut. Menurut Rendra (1982), teknik memberi
isi adalah cara untuk menonjolkan emosi dan pikiran di balik kalimat-
kalimatyang diucapkan dan di balik perbuatan-perbuatan yang di lakukan
di dalam sandiwara.
Teknik ini bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a. Dengan tekanan dinamik adalah memberi tekanan ucapan pada
salah satu kata pada kalimat. Fungsi dari tekanan ini adalah untuk
membedakan antara kata yang dianggap penting dengan kata yang
kurang penting. Tekanan dinamik ini berguna untuk menjelaskan
isi pikiran dari kata dan kalimat yang kita ucapkan.
b. Dengan tekanan nada adalah pengucapan kalimat atau kata dengan
menggunakan nada atau melodi. Kalimat atau kata yang kita
ucapkan dengan bernada akan mencerminkan perasaan kita ketika
mengucapkan kata atau kalimay tersebut.
c. Dengan tekanan tempo adalah member tekanan terhadap kata
dengan cara memperlambat pengucapan kata tersebut.

3) Teknik pengembangan
Teknik pengembangan hampir sama dengan teknik memeberi isi. Jika
teknik memberi isi bisa dilakukan dengan menekan kata yang menjadi isi
pemikiran, teknik pengembangan bisa dilakukan dengan teknik
pengembangan tingkat posisi jasmani, berpaling, berpindah tempat,
melakukan gerak pengucapan dan teknik pengembangan jasmani.

14
4) Teknik Membina Puncak-Puncak
Teknik membina puncak-puncak adalah teknik yang dilakukan oleh
pemeran terhadap jalannya pementasan lakon. Teknik ini dilakuakn oleh
pemeran untuk menuju klimaks permainan. Teknik ini bisa dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Menahan intensitas emosi,yaitu dengan cara bertahap dalam
menggunakan emosi pemeranan.

b. Menahan reaksi terhadap perkembangan alur yaitu menyesuaikan


tingkat emosi yang terdapat pada alur yang sedang dimainkan.
Misalnya si A memainkan peran yanga sangat ketakutan, dan ketakutan
tersebut harus muncul pada saat klimaks. Maka reaksi ketakutan harus
disesuaikan dengan adegan-adegan yang seadng berlangsungsampai
pada puncak ketakutan pada klimaks.

c. Gabungan, yaitu memadukan antara gerakan dan suara.

d. Kerjasama antara pemain, yaitu suatu kerjasama yang ditempuh oleh


pemeran dipanggung untuk membina puncak permainan.

e. Penempatan pemainyaitu dengan cara memindah-mindahkan di atas


pentas.

5) Teknik Timing
Teknik timing, adalah teknik ketepatan waktu antara aksi tubuh dan
aksi ucapan atau ketepatan antara gerak tubuh dengan dialog yang
diucapkan. Selain ituteknik ini juga bisa digunakan untuk menjelaskan
alasan sebuah aksi pemeranan.
6) Teknik Penonjolan
Teknik penonjolan merupakan teknik memilih bagian-bagian yang
perlu mendapat perhatian untuk ditonjolkan. Teknik ini berfungsi untuk
meyampaikan pesan moral atau visi dan misi penulis lakon.
7) Teknik Pengulangan
Teknik pengulangan adalah teknik pemeranan dengan cara mengulang
–ulang latihan yang sedang dilakukan sampai menemukan suatu teknik
yang pas. Pengualanga bisa dialkukan dengan cara pengulangan emosi,
pengulangan cara bicara, pengulanagan gerakan.

15
8) Teknik Improvisasi
Teknik improvisasi adalah teknik dasar permainan tanpa ada persiapan
atau bersifat spontan. Teknik ini berguna untuk mengasah kepekaan
seorang pemeran untuk mengatasi suatu masalah yang timbul pada saat
pementasan

2.3 Metode Pemeranan Khusus


Banyak sekali teori keaktoran yang dapat dipilih dan dijadikan pedoman atau
tuntunan dalam proses pencarian dan pelatihan untuk menjadi seorang aktor .Tentunya
dalam menentukan tehnik keaktoran harus dilihat porsi atau takaran yang sesuai
dengan kempuan serta kebutuhan dalam mencapai targetan menjadi tokoh yang akan
di perankan. Perlu juga adanya musyawarah atau saran dari sutradara agar terciptanya
tatanan pelatihan yang selaras dan sesuai dengan pelatihan yang akan diberikan
sutradara.
Setelah berdiskusi dan menimbang serta melihat kebutuhan penulis dalam
pencapaian tehnik keaktoran sesuai tokoh yang akan diperankan maka penulis
menerapkan landasan teori tehnik keaktoran WR.Rendra, yaitu sebagai berikut yang
terdapat pada buku Seni Drama Untuk Remaja, 2009 :
1. Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang peran
dalam drama itu.

2. Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan


dengan tindakan-tindakan pokok yang harus dikerjakannya, kemudian ditinjau,
manakah yang harus ditonjolkan sebagai alasan untuk tindakan tersebut.

3. Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus
ditonjolkan.

4. Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna tersirat


untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar.

5. Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap, dan langkah yang dapat


mengekspresikan watak tersebut di atas.

6. Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar gerakan-
gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.

16
7. Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadap ucapan serta
penekanannya, pada watak-watak sanga peran itu

8. Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap


perincian watak-watak itu, diasjikan dalam tangga menuju puncak, dan tindakan
yang terkuat dihubungkan dengan watak yang terkuat pula.

9. Mengusahakan agar perencanaan tersebut tidak berbenturan dengan rencana


(konsep) penyutradaraan.

10. Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran dan
diusahakan dihapaagar menjadi kebiasaan oleh sang peran.

11. Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajnasi dengan jalan pemusatan
perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan.

17
BAB III
METODE PEMERANAN

3.1 Proses Latihan Pribadi


Dalam mata kuliah seni peran 3 penulis mendapatkan sutradara wajib yang akan
berproses bersama selama satu semester ini,dan penulis mendapatkan sutradara Leni
Ayu Martasari yang membawakan sebuah naskah berjudul “Sindhen” karya Heru
Kesawa Murti

Dalam naskah “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti ini penulis mendapatkan
peran menjadi tokoh seorang lurah, tugas pertama penulis adalah menganalisis naskah
beserta penokohan yang didapatkan, penulis dan sutradara sama-sama mencari dan
menganalisis naskah agar memudahkan dalam proses penggarapan dan dapat
memberikan banyak macam penawaran-penawaran yang bervariasi di dalam
penggarapan naskah . Dalam proses latihan tidak selalu bersama-sama dengan
sutradara, penulis juga harus melakukan latihan dan melakukan pencarian-pencarian
sendiri.

Dalam latihan pribadi, penulis melalukan beberapa tahap latihan, yaitu :

1) Menganalisis naskah, penokohan tokoh Raden Lurah Tanpasembada, dan


mencari karakter tokoh yang akan di perankan.

2) Membaca dan memahami naskah setiap hari dalam kesempatan yang ada dan
waktu senggang.

3) Memahami dialog-dialog yang di ucapkan oleh tiap tokoh, baik tokoh yang akan
diperankan maupun dialog lawan main, dan tokoh lainnya.

4) Memahami dialog dan karakter tokoh Raden Lurah Tanpasembada, dengan


membaca naskah berulangkali dari membaca dalam hati sampai membaca
dengan bersuara.

5) Membaca naskah dengan nada mendatar, dengan bernyanyi, dengan membaca


cepat, dengan membaca lambat, dipertegas, lantang, sedih, dan bahagia. Untuk
menghancurkan pola dialog penulis sebelum memasuki dialog sesuai karakter
tokoh.

6) Membaca sesuai intonasi dan diksi yang tepat, sesuai dengan karakter tokoh.

18
7) Melakukan olah vocal terlebih dahulu sebelum memulai latihan dengan
menggumam, mendesis, berbisik keras, mengucapkan huruf vocal a-i-u-e-o
dengan lantang, dengan mimik yang jelas.

8) Melakukan olah rasa, pendalaman dalam setiap dialog, contohnya berdialog


dengan rasa sedih, bahagia, takut, marah dsb.

9) Melakukan olah tubuh, dilakukan untuk pemanasan agar tubuh tidak kaku dalam
bergerak, agar menemukan eksplorasi gerak serta produksi suara dan gesture
yang bagus dan sesuai.

10) Observasi untuk pendalaman karakter tokoh Raden Lurah Tanpasembada.


Bagaimana cara berbicara ,berpakaian , penampilan serta pendekatan-
pendekatan lain dengan mencari satu orang yang dapat diamati tiap harinya,
dimana orang tersebut mendekati karakter tokoh Raden Lurah Tanpasembada
dalam naskah.

11) Menulis ulang setiap dialog tokoh Raden Lurah Tanpasembada dengan bahasa
penulis sendiri tanpa mengurangi atau menghilangkan inti dan maksud dari
dialog yang ada di naskah, guna mempermudah dalam memahami makna dialog
dan memudahkan dalam pencarian intonasi, diksi dan dinamika dialog yang
tepat.

12) Merekam suara/dialog pada saat latihan kemudian mengevaluasi sendiri


intonasi, diksi dan dinamika dialog. Kemudian mengulanginya lagi hingga
berkali-kali

13) Mencatat dan membuat kerangka alur naskah dengan bahasa penulis sendiri,
agar memudahkan dalam proses menghafal alur peradegan.

3.2 Proses Latihan dengan Sutradara


Selain proses latihan pribadi, proses latihan dengan sutradara juga sangat
penting, karena saat proses latihan dengan sutradara dapat memunculkan ide-ide baru
serta dapat mempertemukan penawaran ide oleh seroang aktor dan sutradara dalam
proses penggarapan naskah secara menyeluruh. Peran sutradara sangat sangatlah
sentral, aktor harus mampu melakukan apa yang di inginkan sutradara sesuai denga
tokoh dalam naskah demi terciptanya pertunjukan sesuai konsep garap sutradara.

19
Berikut pelatihan bersama sutradara yang telah dilakukan selama proses
pertunjukan naskah “Sindhen”;

No Tanggal dan Hari Target Latihan

1. 24 September 2018 Pembagian Naskah dan Casting para Aktor


2. 29 September 2018 Bedah naskah bersama para aktor ,serta pengenalan karakter tiap
tokoh
3. 01 Oktober 2018 - Reading Naskah secara bergantian semua aktor dengan
metode penghancuran dialog , agar aktor menemukan logat
dialog dan karakter suara yang baru sesuai tokoh yang akan
diperankan.
- Reading dengan menggunakan pencarian logat Yogyakarta,
sesuai dengan latar daerah dalam naskah yakni logat
Yogyakarta.
4. 06 Oktober 2018 - Reading Naskah sesuai peran tokoh masing-masing
- Reading sesuai karakter dan dialog masing-masing tokoh
5. 08 Oktobwe 2018 - Reading Naskah sesuai peran masing-masing tokoh dengan
jarak berjauhan
- Memainkan gesture agar Gestur tokoh mulai terbiasa
bergerak
6. 13 Oktober 2018 - Pengelompokan peradegan
- Dialog antar lawan main tiap adegan
7. 15 Oktober 2018 Libur “Festival Teater Pelajar”
Aktor Latihan pribadi dan proses penghafalan naskah.

8. 20 Oktober 2018 Libur “Festival Teater Pelajar”


Aktor Latihan pribadi dan proses penghafalan naskah.

9. 23 Oktober 2018 Libur “Festival Teater Pelajar”


Aktor Latihan pribadi dan proses penghafalan naskah.

10. 22 Oktober 2018 Libur “Festival Teater Pelajar”


Aktor Latihan pribadi dan proses penghafalan naskah.

11. 27 Oktober 2018 - Olah Tubuh Beberapa menit untuk melenturkan gestur tubuh
aktor
- Latihan Lepas Naskah
- Latihan Perbabak ,mulai Babak satu sampai babak tiga
- Pendalaman Karakter tiap Tokoh

20
12. 29 Oktober 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit
- Penggarapan Babak 1,pencarian blocking, pendalaman
karakter tokoh, dan pembiasaan dengan setting/properti
- Latihan dan pencarian pada adegan di Babak 2 dan 3 dengan
arahan dari Sutradara

13. 03 November 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit


- Penggarapan Babak 2,pencarian blocking, pendalaman
karakter tokoh, dan pembiasaan dengan setting/properti
- Latihan dan pencarian pada adegan di Babak 3
- Pematangan adegan babab 1sesuai latihan sebelumnya

14. 05 Novermber 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit


- Penggarapan Babak 3,pencarian blocking, pendalaman
karakter tokoh, dan pembiasaan dengan setting/properti
- Pematangan adegan babab 1sesuai latihan sebelumnya
- Pematangan adegan babab 2sesuai latihan sebelumnya

15. 10 November 2018 - Pemanasan beberapa menit (olah vocal,olah tubuh)


- Penggabungan adegan di babak 1 dengan adegan di babak 2
16. 12 November 2018 - Pemanasan olah vocal dan olah tubuh beberapa menit
- Penggabungan Adegan di babak 2 dan adegan babak 3

17. 17 November 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit


- Runing dari adegan babak 1 sampai babak 3
- Penyesuaian blocking dengan setting
18. 19 November 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit
- Runing dari adegan babak 1 sampai babak 3
- Pengulangan adegan/babak yang kurang lancar

19. 24 November 2018 Persiapan menjelang UTS

20. 25 – 28 November UTS


2018

21
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Biografi Penulis Naskah


Heru Kesawa Murti merupakan seorang penulis naskah teater dan pemeran
teater di Indonesia lahir di Jogjakarta, 9 Agustus 1957. Beliau pernah menempuh
pendidikan di Sekolah Menengah Seni Rupa, Akademi Seni Rupa Indonesia
Yogyakarta (tidak tamat), dan Fakultas Filsafat UGM. Namanya dikenal luas di
masyarakat, saat berperan dalam serial sinetron berbahasa Jawa "Mbangun Desa" yang
ditayangkan seminggu sekali di TVRI Yogyakarta dari tahun 1988 sampai 2008. Ia
berperan sebagai sebagai Pak Bina, nama tokoh yang ia perankan tersebut yang
kemudian populer sebagai nama panggilannya.

Bersama dengan Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto dan Saptaria
Handayaningsih beliau ia mendirikan Teater Gandrik pada tahun 1983. Bersama teater
inilah kreativitas keseniannya terwadahi, karena naskah-naskah tulisannya dipentaskan,
dan kekuatan keaktorannya dipertunjukkan. Selain di Teater Gandrik, ia menulis cerita
pendek dan esai budaya yang dimuat di koran daerah dan ibukota. Ia juga menjadi
redaktur majalah pariwisata "Exploring Jogja", selain bermain sebagai aktor di
panggung Teater Gandrik, ketoprak dan sinema elektronik, ia juga main dalam film :
Malioboro, Anak-anak Borobudur, Cewek Saweran, My Friend My Dream, Kontak
Tani, dll.

Naskah naskah karyanya antara lain; Orang-orang terasing, Kucing, Muara


Putih Hati, Pena Tajam, Diam Itu Indah, Gincu, Surat Untuk Wakil Rakyat, serial
mBangun Desa, serial Kompleks, serial Gatotkaca, serial Sirkuit Kemelut, Cinta dan
Pasir, serial Malioboro, serial Cermin, serial Badut Pasti Berlalu, Dua Jaman, dll
(naskah Sinetron). Tuan Residen, Kismet, Meh, Kontrang-Kantring, Pensiunan,
Sinden, Pasar Seret, Isyu, Dhemit, Flu, Proyek, Juragan Abiyasa, Kera-kera, Orde
Tabung, Upeti, Buruk Muka Cermin diJual, Brigade Maling, Departemen Borok,
Parawira Pantene, Mas Tom (adaptasi dari "Tom Jones" - Henry Fielding) Pandol,
Pasar Seret 3, dll (naskah drama pentas).

Bernama asli RM Adrianus Heru Kesawamurti, wafat pada Senin 1 Agustus


2011 pkl 12:00 WIB di rumahnya di bilangan Tegal Senggotan, Tirtonirmolo, Bantul,
Yogyakarta dikarenakan serangan jantung. Almarhum sudah lama menderita sakit

22
jantung koroner. Jenazah dimakamkan Selasa 2 Agustus 2011 pkl 14:00 WIB di makam
keluarga Bagong Kussudiardja di dusun Sembungan, Tamantirto, Kasihan, Bantul.

4.2 Analisis Naskah


4.2.1 Judul
Judul adalah sebuah kata atau kalimat yang digunakan untuk
menyiratkan secara pendek isi atau maksud dari sebuah cerita atau
naskah.Pemberian judul harus dapat menarik perhatian ataupun menibulkan
rasa penasaran bagi pembaca ataupun penonton sehingga membuat si pembaca
tertarik untuk membaca cerita atau naskah tersebut dan si penonton tergerak
untuk menyaksikan pertunjukkan tersebut.

Judul dalam naskah teater memliliki pesan tertentu yang ingin


disampaikan oleh penulis naskah, melalui perantara aktor dan sutradara ke
dalam sebuah pertunjukan yang dikemas sedemikian rupa agar pesan tersebut
benar-benar tersampaikan kepada penonton. Judul naskah “Sindhen” karya
Heru kesawa Murti ,memiliki arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“sindhen” adalah sebutan/julukan/nama dari suatu pekerjaan seorang penyanyi
campursari atau kelompok gamelan jawa.

4.2.2 Sinopsis
Di khayangan para dewa sedang sibuk dengan kegiatannya masing-
masing, tetapi kinerja sang dewa semikin lama semakin menurun, bahkan ada
juga dewa yang melakukan korupsi, memanipulasi ide, sombong kedudukan,
lahap proyek, dan lain-lain. Melihat keadaan yang demikian Sang Hyang Guru
mempunyai gagasan untuk memboyong seorang sinden dari Marcapada ke
Khayangan,untuk dijadikan cermin bagi para dewa. Sang Hyang Dewa
memerintahkan Sang Hyang Narada dan Sang Hyang Yamadipati untuk
menjemput sinden tersebut ke khayangan.

Di Desa Watugundul Panjang sedang sibuk mengurus anak-anaknya,


Panjang adalah suami sang Sinden. Panjang terlihat lelah dan kesal dengan
tingkah anak-anaknya. Sedangkan Semi sedang sibuk mempersiapkan dirinya
sendiri. Sebagai seorang sinden yang berprestasi kehidupan rumah tangga Semi
tidak berjalan dengan lancar, sering terjadi adu mulut dan perdebatan dengan
Panjang sang suami.

23
Melstarikan kebudayaan memang bukan pekerjaan yang mudah, banyak
hal yang harus dikorbankan mulai dari fikiran, tenaga, biaya, dan bahkan
keluarga pun menjadi korban. Hal ini tidak hanya dialami oleh Semi yang selalu
bertengkar dengan Panjang, hal serupa juga dialami oleh Raden Lurah
Tanpasembada dan Bu Lurah. Sudah lama Bu Lurah memendam
kejengkelennya kepada Raden Lurah Tanpasembada, karena berharap Pak
Lurah sadar tentang keadaan yang sedang terjadi. Akhirnya bu Lurah sudah
tidak tahan dan memutuskan untuk meninggalkan Pak Lurah.

Perangkat desa dan seorang wartawan menemui Raden Lurah


Tanpasembada untuk mempeeroleh informasi tentang sinden yang fenomenal,
dan Pak Lurah memberikan informasi tentang sinden dengan penuh semangat.
Di tengah wawancara sang sinden muncul dan sang wartawan pun mengorek
informasi dari sang sinden secara langsung. Ketika sedang wawancara dengan
sinden datanglah warga desa yang protes kepada pak lurah, ada yang protes
karena salah satu keluarganya sinting karena tergila-gila kepada sinden dan ada
anak seorang warga yang ingin menjual semua hartanya. Pak Lurah pun
menghadapi protes warga dengan santai dengan memberikan sogokan tuntutan
warga pun berakhir.

Pak Lurah mengajak wartawan dan Semi untuk berkeliling melihat


kampung yang telah melahirkan seorang sinden yang hebat. Di rumah Raden
Lurah hanya tinggal Genjik dan Sawi yang sedang berbincang-bincang tentang
SPJ. Ditengah percakapan itu datanglah Sang Hyang Narada dan Sang Hyang
Yamadipati yang bermaksud untuk menjemput sang sinden. Tidak lama
kemudian Pak Lurah menemui kedua dewa tersebut, sebenrnya Pak Lurah tidak
setuju jika sinden didikannya itu harus dijemput ke khayangan karena Pak Lurah
sudah mengorbankan segala untuk sang sinden termasuk Bu Lurah. Karena
yang menjemput sinden adalah dewa akhirnya dengan terpaksa Pak Lurah
menyetujuinya.

Bu Lurah memarahi Panjang, keran menurut Bu Lurah Panjang adalah


suami yang tidak becus mengurus keluarga sampai-sampai istrinya menjadi
seorang sinden dan menggoda suami orang. Pada saat itu kemudian Semi datang
dengan tergesa-gesa, Semi hendak meminta izin kepad Panjang untuk ikut
dengan dewa ke khayangan. Melihat Semi dihadapannya Bu Lurah pun

24
memarahi sinden itu juga. Tidak lama kemudian kedua dewa datang ke rumah
sinden, juga hendak meminta izin kepada Panjang. Tetapi panjang tidak
mengizinkan istrinya pergi ke khayangan karena dia masih membutuhkan sang
istri, karena merasa di rendahkan Panjang mencoba bunuh diri dengan
meminum racun. Akhirnya sang dewa bermbuk dan menghasilkan keputusan
Semi tetap di bawa ke khayangan beserta suami dan anak-anaknya. Melihat
kejadian tersebut Bu Lurah akhirnya sadar bahwa Bu Lurah tidak seperti apa
yang disangka.

4.2.3 Tema
Setiap karya seni pastinya harus memiliki tema. Dalam pengertiannya
yang paling sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar
cerita (Sayuti, 2000: 187). Menurut Robert Stanton (1965: 4) tema yang juga
disebut ide pusat merupakan sebuah arti pusat yang terdapat dalam cerita.
Dikatakan Stanton lebih jauh bahwa tema cerita memiliki nilai khusus dan
umum, seperti halnya arti pusat pengalaman manusia.
Tema memberikan kekuatan dan kesatuan kepada peristiwa-peristiwa
yang diterangkan dan menceritakan sesuatu kepada seseorang tentang
kehidupan pada umumnya. Pada umumnya tema dikemukakan secara implisit
oleh pengarang. Pengarang memasukkan tema itu secara bersamasama dengan
kenyataan-kenyataan dan kejadian-kejadian dalam cerita. Pengarang tidak
mungkin menghadirkan tema secara terpisah dengan peristiwa-peristiwa, sebab
ia harus mencampurkan fakta dan tema menjadi sebuah pengalaman yang utuh.
Dengan demikian, tema merupakan suatu unsur yang berfungsi sebagai
pemersatu elemen-elemen cerita yang lain.
Berdasarkan beberapa pokok pikiran di atas dapat diambil kejelasan
bahwa tema adalah dasar cerita yang menjadi ide pusat dari suatu cerita. Naskah
“sindhen” ini memiliki tema yang sangat luas dalam menceritakan kehidupan
sosial sindhen dan sekitarnya.

4.2.4 Struktur Dramatik


4.2.4.1 Plot/Alur
Dalam membangun alur ada dua elemen dasar yaitu ‟konflik‟
dan ‟klimaks‟. Konflik utama selalu bersifat fundamental,

25
membenturkan ‟sifat-sifat‟ dan ‟kekuatan-kekuatan‟ tertentu.
(Stanton, 2007:32).
Dalam naskah drama berjudul “Sindhen” karya Heru Kesawa
Murti ini menggunakan alur linear. Cerita berjalan sesuai dengan
langkah-langkhanya. Dumulai dari perkenalan, konflik awal, puncak
konflik, klimaks, dan penyelesaian. Perkenalan pada naskah ini dimulia
pada babak I yaitu ketika Sang Hyang Guru menyuruh Narada untuk
turun ke marcapada menjemput sinden yang bernama semi. Kemudian
di babak II terjadi konflik awal antara tokoh Semi dengan suaminya
karena persoalan rumah tangganya. Pada awal babak ke III
menjelaskan konflik yang terjadi antara Lurah Tanpasembada dengan
bu Lurah, dan kemudian konflik memuncak ketika para warga datang
mendemo Lurah. Mencapai klimaks dan penyelesaian ketika Narada
dan Yamadipati turun ke marcapada di rumah Raden Lurah
Tanpasembada

4.2.5 Penokohan Tokoh Raden Lurah Tanpasembada


Dalam naskah ini, Raden Lurah Tanpasembada memiliki sifat yang
sombong, licik, kurang bertanggung jawab pada keluarga, semena-mena.
Berikut adalah karakteristik tokoh Raden Lurah Tanpasembada dalam naskah
“Sindhen”
 Fisiologis : Tampan, berpenampilan rapi, berusia sekitar 40 Tahun
 Psikologis : Sombong, licik, kurang bertanggung jawab pada keluarga,
semena-mena, suka menyuap dan mempunyai sifat lelaki hidung belang.
 Sosiologis : Seorang kepala desa Watugundul yang kaya raya dan juga
seseorang yang mengasuh sindhen.

26
4.2.6 Dialog
Suatu pertunjukan yang membangun adalah dialog tokoh. Dramatik juga
terbangun berdasarkan dialog. Tekstur tersebut tercipta karena adanya suara
dan imaji bahasa dalam dialog (Kernodle,1966:355). Selain itu, dialog
dinyatakan pula sebagai sarana primer drama, karena dialog dapat
menggerakkan alur.
Dialog tokog Raden Lurah Tanpasembada ketika sedang bersama bu
Lurah cernderung menanggapi masalahnya dengan santai dan kemudian bisa
menjadi emosi saat bu Lurah minta diceraikan. Sedangkan ketika berdialog
dengan tokoh Sawi, Genjik, dan Wartawan menjadi lebih terlihat sombong
dengan membanggakan dirinya dan sindennya, namun juga agak menutup-
nutupi sesuatu masalahnya dengan bu lurah. Saat berdialog dengan tokoh Semi
menggunakan nada yang halus dan perhatian, karena Raden Lurah
Tanpasembada memiliki perasaan dan hubungan tertentu dengan tokoh Semi.

4.3 Artistik
4.3.1 Setting/Latar
Setting bisa disebut dengan latar cerita dalam naskah. Penentuan setting
meliputi setting tempat, ruang, dan waktu.
Dalam naskah Sindhen terdapat dalam tiga babak dengan setting berbeda.
Pada babak I setting tempatnya berada dikahyangan para dewa-dewa, dengan
suasana yang keresahan yang dirasakan oleh Sang Hyang Adi Guru. Sedangkan
pada babak II setting tempat di rumah tokoh Semi, dalam suasana kekacauan
yang terjadi pada siang hari di daerah Yogjakarta. Pada babak ke III tempat
berpindah di rumah Raden Lurah Tanpasembada.

4.3.2 Setting Panggung dan Properti


Setting yang ada didalam naskah “Sindhen“ karya Heru Kesawa Murti
ini akan dipentaskan dalam panggung prosenium yang mengambil gambaran
latar yang sesuai dengan naskah. Yakni pada babak pertama mengganbarkan
kahyangan dengan singgasana para dewa menggunakan trap level dan juga kain.
Sedangkan pada babak kedua menggambarkan rumah semi dan suaminya yang
pengangguran dengan sebuah lincak. Dan pada babak ketiga setting berubah
menjadi rumah Lurah Tanpasembada dengan menghadirkan ruang tamu dan
ruang kerjanya.

27
Adapun properti yang akan mendukung dan menjadi simbol, serta
menjadikan aktor atau aktris kaya dalam mengeksplorasi dan menghidupkan
properti yang dihadirkan. Untuk itu sutradara memberikan properti yang akan
dihadirkan ke atas pentas.
Berikut adalah properti-properti yang dihadirkan dalam artistiknya
antara lain :
 Meja  Dokumen
 Kursi  Asbak
 Sofa  Toples
 Meja untuk sofa  Tanaman hias
 Surat-surat  Lukisan/foto
 Dokumen  Vas bunga
 Rak buku  Amplop
 Buku-buku  Rokok
 Kalender  Tempat sampah
 Telepon  Gorden

4.3.3 Tata Rias


Pada naskah “Sindhen” ini make up yang digunakan adalah make up
karakter sesuai dengan peran masing-masing untuk mendukung karakter
tokoh yang diperankan oleh aktor. Tokoh Raden Lurah Tanpasembada
dengan make up karakter berusia sekitar 40 tahun, make up tegas untuk
mendukung karakternya.
Bahan–bahan yang digunakan untuk make up karakter, antara lain :
- Milk cleanser dan face tonic - Blush on
- Foundation - Lipstick
- Bedak tabur dan padat - Eye liner
- Pensil alis - Eye shadow

28
Berikut adalah foto tampak depan dan tampak samping make up
karakter Raden Lurah Tanpasembada dalam naskah “Sindhen” :

4.3.4 Tata Busana dan Kostum


Kostum berfungsi untuk membantu dan mendukung aktor dalam
perannya. Diperlukan latihan denagn menggunakan kostum guna untuk
penyesuaian diri dengan rias dan kostum tersebut agar aktor terbiasa dan
dapat menyesuaikan dengan kostumnya dalam pementasan. (Herman J.
Waluyo. Drama Teori dan Pengajarannya. 2001. Hal:134)
Berikut adalah foto kostum Raden Lurah Tanpasembada dalam
naskah “Sindhen”:

29
4.4 Blocking

30
4.5 Tata Musik

Musik berfungsi untuk pendukung suasana dan pembangun emosi tokoh


dalam pertunjukan. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan “Sindhen”
menggunakan satu set gamelan. Berikut adalah gambarnya:

31
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam proses penggarapan suatu pertunjukan drama realis dibutuhkan


persiapan dan pemantapan dalam teori maupun observasi. Literasi serta observasi
merupakan bahan untuk memperkuat dan mempermudah proses penggarapan
nantinya.

Seorang aktor, harus mengetahui banyak teori untuk kemudian diterapkan ke


dalam tokoh yang akan perankan,mana yang lebih cocok dan lebih pas untuk
diterapkan dalam pelatihan keaktoran. Teori keaktoran itulah yang menjadi acuan
dalam semua pelatihan ,mulai dari analisis, pencarian karakter tokoh hingga
penghayatan dan pemeranan. Supaya aktor bisa mendapatkan hasil dari pelatihan
dengan maksimal.

Dari konsep keaktoran (seni peran III) dapat disimpulkan bahwa kerjasama
antara aktor dan sutradara sangatlah dibutuhkan. Pertukaran pikiran serta pencarian
literasi dan observasi yang tinggi haruslah dilakukan agar tercipta suatu karya yang
releven dengan inovasi dan kreatifitas baru. Kerjasama antar pemain dan crew juga
harus dijaga dengan baik karena hakikatnya dalam dunia teater tidaklah bisa berdiri
sendiri, semua saling berhubungan dan saling membutuhkan demi mencapai hasil
yang maksimal sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Serta dapat
memperoleh pengalaman dan pembelajaran untuk kedepannya yang lebih baik.

5.2 Saran
Dalam pembuatan konsep keaktoran seni peran III penulis menyadari bahwa
masih sangat memerlukan banyak literasi dan observasi lagi. Masih banyak
kekurangan atas pembuatan konsep keaktoran ini .Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun dibutuhkan penulis agar dalam pembuatan karya kedepannya bisa
lebih baik lagi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Autar. 2008. Dramaturgi 1. Surabaya: Unesa University Press.

Ahmad, A. Kasim. 1990. Seni Teater. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Aminuddin. 1990. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru.

Anirun, Suyatna. 1998. Menjadi Aktor. Bandung: Studikub Teater Bandung bekerjasama
dengan Taman Budaya Jawa Barat, dan PT Rekamedia Multiprakarsa.

Hamzah, A. Nawir. 2007. Panggung dan Televisi. Jakarta: Win.com

Harymawan. 1998. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Jakob, Sumardjo. 1996, Ikhtisari Sejarah Teater barat. Bandung: Angkasa.

Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata Dan Tehnik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka.

Santosa, Eko. 2008. Seni Teater Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.

Santosa, Eko. 2008. Seni Teater Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.

Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo Bekerja Sama dengan
Yayasan Adikarya IkAPI dan The Ford Fondation

Stanislavski, Constantin. 2008. Membangun Tokoh. Terjemahan: Kepustakaan Populer


Gramedia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Yudiaryani, 2002, Panggung Teater Dunia. Jogjakarta: Pustaka Gondho Suli

33
LAMPIRAN

NASKAH SINDHEN
Karya : Heru Kesawa Murti

Babak Satu

Khayangan pada suatu hari.


Syahdan sang Dewa Guru tengah gelisah, perasaannya tak seperti biasa. Ada sesuatu yang
sedang bergejolak di dalam hatinya, yang kini lebih menyerupai gerak jarum yang lamban.
Dia tak bersantap beberapa hari ini. Seperti hendak kedatangan suatu petaka, wajahnya
cemberut dan berulang kali berjalan mondar-mandir mengelilingi ruangan paseban. Tak
lama, tapi kemudian rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang melegakan, dia duduk di
singgasana dan menyuruh seorang abdi buat memanggil Paman Narada menghadap.
Paman Narada datang tergopoh-gopoh.

NARADA (Terbata bata) Sembah di hadapan Adhi Guru, saya Pamanda Narada datang
menghadap. Titah apa yang hendak Adhi Guru berikan kepada saya ?

GURU (berwibawa) Duduklah yang enak Paman Narada. Saya ingin berbincang-bincang
kepadamu.

NARADA Ho, ho, ho. Ampun junjungan para dewa di khayangan, apakah Adhi Guru selalu
melihat saya selalu mengecewakan paduka ?

GURU (Tertawa kecil) Saya tak pernah melihat Paman Narada tidak menepati janji. Tapi
paman, memang ada sesuatu hal yang ingin sekali hendak saya bicarakan kepada
paman.

NARADA (Menyembah) Dengan senang hati, Adhi Guru.

GURU (Berdiri memandang keluar) Paman……

NARADA Saya, Adhi Guru.

GURU Apakah paman tidak melihat bahwa khayangan ini sudah mulai lagi tak bisa
memberikan sesuatu yang berarti. Para dewa penghuni khayangan sudah kembali lagi
seperti mesin, mereka hanya bisa bekerja bila ada proyek. Dilain pihak, justru di
khayangan inilah terletak tanggung jawab untuk memberikan suri tauladan dalam
melakukan sesuatu yang berarti bagi kehidupan masyarakat di Marcapada. Dan itu
bukan sekedar menunggu proyek, paman. Bukan pula sebuah program atau surat
perintah kerja.

NARADA Aduh, Adhi Guru alangkah tak berartinya saya bila Adhi Guru merasa gelisah
melihat tanda-tanda itu.

GURU (Duduk kembali) Paman, aku takut mereka justru akan berubah menjadi stereotip dan
mekanis. Paman lihat sendiri, mereka sudah mulai mandul, tidak memiliki kreativitas
kerja yang prima. Yang mereka kerjakan cuma meminta tanda tangan saya, menulis

34
acara-acara khayangan dipapan tulis, menumpuk map-map di meja mereka, main-main
mesin tik, sibuk main telpon, dan bahkan ada yang berlomba-lomba membuka pintu
mobil saya setiap saya akan pulang. Kadang-kadang ada yang cuma main catur, mengisi
TTS biar tak ada kesan menganggur sebelum jam kantor habis. Paman, itu sudah
mengkhawatirkan.

NARADA (Mengangguk angguk) Saya mengerti, Adhi Guru.

GURU Saya sampai dibuatnya heran, paman. Mereka ternyata terlalu manja dengan
kedudukannya. Menganggap bahwa khayangan selalu menentukan, selalu memutuskan
tanpa memberikan penghargaan sama sekali pada prestasi orang-orang Marcapada.
Saya berpendapat itu tak ubahnya seperti bebek-bebek yang congkak.

NARADA Saya mengerti, Adhi Guru.

GURU Mental mereka mesthi dirubah paman, sebelum khayangan sendiri ambruk karena
sudah tak sanggup lagi menahan beban para dewa yang korupsi, memanipulasi ide,
sombong kedudukan, lahap pada proyek, program, yesmen.

NARADA Saya mengerti Adhi Guru.

GURU Saya justru merasa bodoh oleh orang-orang Marcapada yang kaya akan kreativitas,
kaya potensi dan memiliki prestasi besar sekalipun mereka tak selalu memperoleh
fasilitas yang baik untuk mengembangkan itu seperti yang di peroleh para dewa-dewa
di khayangan.

NARADA Saya mengerti Adhi Guru.

GURU Dan kita memang harus mengangkat mereka untuk memberikan dan menyumbangkan
kemampuan mereka sebagai cermin buat para dewa.

NARADA Saya mengerti Adhi Guru.

GURU (Heran dan kaget) Lho ! kalau demikian paman-pun juga bebek ?!

NARADA (Tergagap-gagap) E..e..e..e, maksud saya, saya amat setuju dengan apa yang
dipikirkan Adhi Guru.

GURU Na, itulah yang namanya klise !. jawabannya seperti di cetak dan diulang-ulang. Dan
bebekpun seperti itu.

NARADA Mohon ampun Adhi Guru. Tapi kalau Paman Narada ini boleh tahu, rencana apa
yang hendak Adhi Guru bicarakan ?
GURU (Memandang Narada dengan berwibawa) Apakah paman pernah mendengar seorang
sinden bernama nyonya Semi dari Marcapada ?

NARADA (Menyembah) O, paduka junjungan para dewa di khayangan, Paman Narada baru
menduga-duga, mungkin itu yang hendak dibicarakan Adhi Guru.

GURU (Datar) Suaranya ampuh, paman. Hingga bergetar rasanya khayangan mendengarnya.

35
Dia contoh orang yang punya prestasi besar, mencintai pekerjaannya. Yang jelas, saya
tahu apa yang hendak kita lakukan dengan prestasinya yang besar itu.

NARADA (Menyembah) Maksud Adhi Guru ?

GURU Boyong Sindhen itu ke khayangan.

NARADA Tetapi menurut hemat kami, rencana Adhi Guru itu…

GURU (Memotong) Segera akan saya buatkan surat keputusan dan sekaligus surat perintahnya.
Sinden itu memang layak untuk bisa berkembang, tidak hanya untuk Marcapada dan
khayangan, tetapi juga untuk seluruh semesta yang terbatas ini. Biar khayangan yang
akan menggodog lebih matang lagi, Paman Narada.

NARADA Ho, ho, ho, itu memang sebuah prospek yang bagus, Adhi Guru. Sekaligus bisa
mengembangkan lagi nama khayangan.

GURU Dalam pikiran saya, bukan hanya nama semata-mata, Paman Narada. Tetapi juga
sebuah tanggung jawab dan suri tauladan.

NARADA Tetapi khayangan kiblat Marcapada, paduka Adhi Guru.


GURU Paman, tapi saya tak ingin ada kesulitan. Saya tak ingin melihat Paman Narada pulang
dengan tangan hampa.

NARADA Benar, Adhi Guru. Itulah yang ingin saya sampaikan kehadapan paduka. Orang-
orang Marcapada tentu tak akan begitu saja membiarkan Sindhen itu di bawa. Saya
sudah melihat kesulitan-kesulitannya.

GURU (Kepada abdi khayangan) Panggil Yayi Yamadipati kemari. Bilang kepadanya ini
perintah !

Abdi khayangan keluar-

GURU (Tertawa lirih) Kadang-kadang mesin memang ada gunanya, Paman.

NARADA (Ikut tertawa lirih) Adhi Guru memang tidak keliru. Mesin memang harus diberi
pelican.

GURU Paman, maksudmu ini adalah sebuah proyek.

NARADA Tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Guru tertawa. Narada ikut tertawa. Abdi khayangan masuk disertai Yamadipati.

YAMADIPATI (Menyembah) Sembah sujud hamba haturkan kehadapan paduka Guru.

GURU Engkau tentu tahu kenapa kupanggil kemari. Ini ada hubungannya dengan bidang
profesi pekerjaanmu. Yayi Yamadipati, maaf, ini mengganggu kesibukanmu membaca
Koran.

36
YAMADIPATI Titah paduka Guru diatas segala-galanya. Hamba segera akan menjalankan
apa yang hendak paduka berikan tugas kepada hamba.

GURU Kau menyertai Paman Narada turun Marcapada menjemput seorang Sindhen dan
membawanya kemari. Yayi Yamadipati tentu tahu apa yang harus yayi kerjakan.

NARADA Yayi, kudengar kau baru saja mencabut nyawa seseorang.

YAMADIPATI Baru kemarin, kanda Narada. Seorang Marcapada yang hendak mengintip
orang mandi.

GURU Baiklah, paman. Paman Narada dan Yayi Yamadipati segeralah berangkat ke
Marcapada. Surat keputusan dan surat perintahnya segera bisa paman ambil di ruang
sekretaris jendral khayangan. Saya segera mengebel dia. Berangkatlah paman.

Narada dan Yamadipati segera meninggalkan ruang paseban diikuti dengan wajah puas Guru.

37
Babak Dua

Desa Watugundul pada suatu hari yang tenang. Panjang seharian tak berhenti mengawasi
kelima anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka nakal-nakal semua. Yang sulung baru berumur
6 tahun, tapi Panjang tampaknya tak punya pikiran bahwa anak itu harus segera di sekolahkan
di kecamatan. Empat orang anaknya yang lain, hampir seluruhnya berselang satu tahun. Yang
bungsu baru saja bisa merangkakitulah sebabnya Panjang nyaris sepanjang hari tak istirahat.
Maka ketika dia mendapatkan ada sebuah kesempatan untuk mengambil napas, dia segera
menggunakan peluang itu buat mengaso sepuas-puasnya. Panjang kelihatan cemberut,
murung, dan simpang siur.

PANJANG (Keluar-duduk mengipas kipas tubuhnya yang gerah) selagi masih ada kesempatan
seperti ini, sebaiknya memang harusdipergunakan baik-baik.
(Baru saja dia duduk, tiba-tiba anaknya yang sulung meronta-ronta, sepertinya anak
itu jatuh ketimpa sesuatu, kemudian (berdiri lagi-marah-melihat kedalam) Aduh !
kamu itu bagaimana ta Pongge ! kamu itu kan sudah kubilang jangan main-main di
tumpukan ember. Anak sialan ! sana, pergi dari situ. Sudah besar tidak ngrumangsani.
Ayo, jangan disitu !
Baru saja mau duduk kembali, seorang anak yang lain jatuh dan menangis sambil
berteriak-teriak.
(Berdiri lagi-marah) Apa lagi ini !
(Memandang kedalam rumah) Gusti Allah, Kenthos !, Kenthos !, apa kamu itu tidak
mau peduli sama bapakmu, he. Kan sudah kubilang, jangan main-main di kandang
ayam. Ayo, sana. Mandi !
(Duduk lagi) Yang satu ketimpa ember, yang satu lagi dilalap kandang ayam. Anak…
anak, dasar memang susah di urus.
(Belum lagi selesai, anaknya yang lain terdengar berlari-lari sambil berteriak-teriak
takut dikejar seekor anjing. Berdiri lagi melihat keluar)
Ya ampun… kecik. Kamu memang tidak kapok juga, main-main anjing. Jangan lari,
ayo berhenti ! jongkok !, jongkok ! Nah begitu.

Terdengar anjing itu sudah tidak menyalak lagi, mungkin sudah lari. Tapi kecik sudah keburu
takut dia nangis mencari emaknya.

SEMI (Dari dalam) Apa ini ? emak ! emak ! ayo pergi dari sini ! aku sedang repot !. Sana.
Anak itu masih tetap menangis. Sana ! aduh !, dimana gincunya tadi ? pakne gincunya
tadi kamu taruh mana?. Lho, ini lipenstiknya malah kamu injek-injek. O…. sialan kamu
setan cilik !

Dipukulnya anak itu. Kecik meronta-ronta lagi sambil lari terbirit-birit. Semi keluar tergopoh-
gopoh.

SEMI (Keluar dari dalam rumah) Tuh, lihat anak-anakmu sekarang sudah hampir seperti
Genjik semua !

PANJANG Wah ! kamu itu mbok ya ngomongnya jangan seperti itu. Kasar ! tidak pantes !

SEMI Tidak pantes ! tidak pantes ! memangnya kamu sendiri kalau ngomong apa juga pantes
? itu, macam begitu itu jadinya anak-anakmu, itu hasil didikanmu !

38
PANJANG Ya Allah !... kok malah tiba-tiba aku yang kamu marahi?

SEMI Soalnya kamu tidak becus ngurus anak !

PANJANG (sabar) Perkara mengurus anak, itukan juga tugas kita, tugasku dan tugasmu.

SEMI Jagad Dewa Bathara… nyuwun sabar. Kamu itu memang keterlaluan Pakne ! kamu
bisanya cuma enak-enak bikin anak, melek merem rasanya sudah marem. Tapi kamu
ndak pernah merasakan sakitnya aku melahirkan mereka. Sekarang, baru begitu saja
sudah sambat !

PANJANG Aku itu tidak sambat.

SEMI Nyatanya, coba lihat, baru saja ditangisi sama anak-anakmu macam begitu saja sudah
gembeng, apa itu namanya tidak sambat. Laki-laki macam apa itu !

PANJANG (Berdiri) Mbokne, kalau mau ngomong itu mbok ya jangan kebablasen. Itu
namanya tidak urus.

SEMI (Jengkel) Mana yang lebih tidak urus, kamu yang seneng bikin anak, atau tidak becus
ngurus. Atau aku yang sudah susah-susah cari duit untuk makanmu sama anak-anak,
lalu kamu mencoba menyalahkan aku. Mana, mana yang tidak urus ? ayo mana ?

PANJANG Kamu memang tidak salah.

SEMI Lha, gene kamu malah tahu.

PANJANG Tapi kita kan bisa bicara baik-baik, tidak asal terus nyantlap.

SEMI Eh, pak. Sejak dulu aku selalu ngomong baik-baik sama kamu. Kamu jangan ngilang-
ngilangke. Apa kamu tidak ingat, kwajiban mengurus anak itu tidak hanya perempuan
saja, laki-laki macam kamupun mestinya harus bisa ngurus anak. Tidak hanya laki-laki
thok yang bias cari duit. Kalau sekarang kamu menyalahkan aku soal anak-anak, apa
itu namanya bener? Tidak gampang perempuan itu melahirkan. Sekarang, kalau aku
sekarang aku kamu bebani anak-anak, kamu itu maunya apa, he?

PANJANG Iya, tapi kalau kamu tidak ikut memperhatikan anak-anak, terus mau bagaimana?
Aku tiodak melarang kamu nyindhen. Tapi mbpok ya eling, ada masanya untuk
memperhatikan keluarga. Silahkan seminggu kamu tidak pulang. Tapi apa kamu
sesekali tidak punya kesadaran buat dekat dengan anak-anak?

SEMI (Berang) E....... jadi kamu anggap sepele, kamu anggap hina, kamu anggap saru ya aku
nyindhen itu?

PANJANG (Sabar) O, tidak. Sama sekali tidak ! apa aku pernah bilang begitu?

SEMI Buktinya, ngomongmu seperti itu, berarti kamu sudah kepingin bilang bahwa aku tidak
boleh nyindhen ya ta?
(Tertawa sinis) O.... tidak bisa, tidak bisa pakne. Aku tidak goblok untuk kamu rayu
supaya aku ngeloni terus anak-anakmu itu. Kuno! Kolot !

39
PANJANG Lho, tidak. Maksudku....

SEMI (Memotong) Jaman sekarang itu sudah tidak musimnya lagi perempuan mlungker terus
di rumah. Apa..! perempuan itu bukan pitik babon ! bukan cuma disuruh tinggal terus
di dapur! Bukan babu! Ingat, ingat! Jangan kelewatan bodohmu itu !

PANJANG (Marah) Mbokne, kamu bikin aku jadi marah !

SEMI (Menantang) Disangkanya apa aku tidak marah?!

PANJANG Setan ! mentang-mentang kamu ya ?!

SEMI Kalau tidak mentang-mentang sampean mesthi sudah semangkean!

PANJANG Nah, nah, jadi begitu itu perolehannya kamu jadi nyindhen, dicukongi pak Lurah,
terkenal kemana-mana. Sekarang kamu ngenyek sama orang yang pernah mendorong
kamu jadi seperti itu. Apa kamu tidak eling, bahwa dulu kamu gembeng, merengek-
rengek minta dikawini?

SEMI Soal sindhen itu urusanku, soal pak Lurah itu bukan urusanmu. Aku sudah terlalu repot
untuk mengurusi soal gembeng, dan pikiranmu yang selalu cengeng itu.

Tiba-tiba terdengar lagi suara grombyangan.

SEMI Sudah, kamu urus saja itu. Aku mau pergi!

PANJANG Kamu mau kemana. Kamu belum bikin bubur untuk si Tembong.

SEMI (Berkemas-kemas mau pergi) Apa kamu tidak bisa bikin sendiri? Laki-laki macam apa
kamu itu?
(Ribut sendiri) Mana tadi tasku, tas N President. Pakne tasku.

PANJANG (Beranjak) Tas yang mana?

SEMI Tas yang berisi make up, tolol!

Panjang keluar mengambil tas. Semi sibuk berdandan. Panjang masuk sambil membawa tas.

SEMI Taruh sini!

PANJANG Kalau menaruh tas itu mbok ya hati-hati.

SEMI (Beranjak, tapi lupa sesuatu) Aduh, sandalku. Pakne sandal jepitku!

Panjang masuk mengambil sandal jepit istrinya. Dan keluarga lagi menyodorkan sandal itu
dengan wajah bersungut-sungut.

SEMI (Geram) Taruh bawah!

40
Sesudah mengenakan sandal jepit langsung nyonya Semi beranjak keluar dengan muka sebal.
Panjang duduk menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia merasa heran dengan perkembangan
istrinya yang dianggapnya sudah kelewat batas itu.

PANJANG (Setengah klenger) Aduh, nyuwun sabar Pangeran.... Mudah-mudahan sakit


ayanku tidak kumat. Tidak kusangka kalau Semi sekarang jadinya seperti itu. Hh.....
kuwalat aku.
(Kepada penonton) Saudara-saudaraku, dulu saya memang ngeyel dengan almarhumah
Simbok dan mendiang Bapak saya, kenapa saya mesti mengawini Semi. Nah, seperti
inilah wujud kutukannya. Perlahan-lahan tapi pasti. Memang bukan dunia perempuan
yang salah, bukan pula Semi yang jadinya seperti itu. Yang salah adalah saya karena
melanggar pesan almarhum orang tua saya.

Pongge tiba-tiba masuk tergopoh-gopoh. Panjang terhenyak kaget.

PONGGE (Terengah-engah) Cilaka Pak. Cilaka Pak. Aduh, itu….. si, si Kecik, anu.....

PANJANG (Cemas) Si Kecik bagaimana?


PONGGE Anu, Kecik itu...

PANJANG Mbok ya yang jelas kalau ngomong.

PONGGE Kecik kecemplung kakus, Pak.

PANJANG Apa?!

Langsung Panjang lari masuk terburu-buru diikuti Pongge.

PANJANG Tobat, tobat. Yang satu selesai, yang satu nyusul. Edan semua!

41
Babak Tiga

Ruang depan rumah pak Lurah Watugundul.

Raden Lurah Tanpasembada. Bu Lurah duduk dengan gelisah, wajahnya menyiratkan rasa
sebal yang amat sangat. Dia tengah mendongkol, berang dan marah yang selama ini
disimpannya namun tak pernah ada waktu buat di keluarkan. Hari ini dia sudah tak tahan lagi,
seluruh isi dadanya terasa tak mampu lagi di tekan sabar, dia sepertinya hendak meledak. Tapi
Bu Lurah masih bisa mengendalikan diri. Pak Lurah keluar dari dalam. Heran memandang
istrinya. Apa yang dilihatnya itu memang membuat tak mengerti, kenapa sekonyong-konyong
isterinya bersikap seperti itu.

RL TANPASEMBADA Aku bingung melihatmu akhir-akhir ini, bune. Kalau kamu memang
sudah tidak betah di rumah ini, mestinya kamu bisa ngomong.

BU LURAH Memang, dasarnya aku kepingin ngomong.

RL TANPASEMBADA O, silahkan.

BU LURAH Rumah ini sudah edan.

RL TANPASEMBADA Jadi itu yang hendak kamu omongkan?

BU LURAH Banyak. Tidak cuma itu.

RL TANPASEMBADA Apa kepingin kamu rahasiakan lagi?

BU LURAH Tidak. Aku sudah tidak tahan.

RL TANPASEMBADA Boleh, kamu memang boleh tidak tahan.

BU LURAH Sebaiknya kita memang tidak serumah lagi.

RL TANPASEMBADA O, itu. Jadi?

BU LURAH Pak, kamu berat mana. Sindhen itu atau isterimu dan anak-anakmu?

RL TANPASEMBADA (Tertawa) Jadi itu yang bikin kamu bingung?

BU LURAH Kamu bilang apa?

RL TANPASEMBADA Itu perkara mudah, tidak perlu pusing-pusing.

BU LURAH Kamu bilang mudah, kalau orang-orang desa ini mulai banyak ngrasani kamu
gara-gara Sinden itu.

RL TANPASEMBADA Orang yang nganggur memang suka ngrasani, itu biasa.

BU LURAH Kalau sekarang mereka mulai tidak terima karena suami-suami mereka gendeng,
menjual pohon kelapa, menjual perhiasan isterinya, melalaikan kehidupan mereka

42
hanya karena tergila-gila sama Sinden-mu itu, apa itu cuma perkara biasa?. Lalu
bagaimana dengan Simin yang menyia-nyiakan bininya itu, bagaimana dengan Thukul
yang sampai hendak menceraikan isterinya, bagaimana dengan Muji yang sekarang
miring?. Apa itu cuma perkara biasa?

RL TANPASEMBADA Lho, itu kan salah mereka sendiri.

BU LURAH Tapi kamu Lurah. Kamu yang memelihara Sinden itu.

RL TANPASEMBADA Itu hakku. Urusanku.


BU LURAH Urusanmu, hakkmu, memang. Sampai-sampai kamu jual tanah Rejo, kamu jual
kebun Bu Arjo, kamu bujuk mereka supaya mau di jualkan olehmu, lalu duitnya cuma
kamu bagi separoh lantas kemana yang lainnya, kalau tidak kamu pergunakan untuk
memanjakan Sindenmu itu.

RL TANPASEMBADA Soal tanah mereka itu, bukan urusanmu.

BU LURAH Ya, bener. Betul. Kamu bener Pak. Dan kamu memang bener kalau duit hasil
penjualan tanah kamu pergunakan untuk memanjakan Sindenmu. Duit dari mana buat
beli gamelan itu, duit dari mana buat beli seperangkat halo-halo itu? Dari mana?

RL TANPASEMBADA Itu urusan lelaki, urusan perempuan di dapur, di ranjang, bukan


gamelan, bukan halo-halo.

BU LURAH Sampai-sampai kupingmu buntet sama suara-suara orang desa, ya apa tidak?

RL TANPASEMBADA Bune, Sinden itu lahir di desa ini, dia milik desa Watugundul ini. Apa
kamu tidak sadar bila dia sudah merupakan kuwajiban kita buat menghidupkan,
menjaga dan memelihara. Dia milik desa ini satu-satunya.

BU LURAH (Sinis-tertawa) Hingga kamu lupa sama anak isterimu ya kan? Ubyang-ubyung
kesana-kemari sampai kamu tidak ingat rumah, tidak ingat sama orang-orang desa.
Tidak ingat bahwa kamu itu Lurah. Kalau aku sudah merasa malu.

RL TANPASEMBADA Ya, malu-lah. Kalau itu maumu.

BU LURAH Iya, memang aku malu. Disangkanya apa aku terus pasrah begitu saja. O, tidak.
Tidak!

RL TANPASEMBADA Itu memang bagus.

BU LURAH Sekarang, aku ulangi lagi. Sinden itu atau isteri dan anak-anakmu.

RL TANPASEMBADA Aku bukan bocah ingusan !

BU LURAH Baik, kalau kamu memang bukan bocah, aku minta cerai!

RL TANPASEMBADA (Berdiri-congkak) E........... jadi itu ya kamu punya uneg-uneg?

BU LURAH Memang, dan itu sudah kurancang.

43
RL TANPASEMBADA Aku memang juga sudah tahu. Apa kamu kira aku tidak sanggup buat
mbayar tuntutanmu? Jangan dikira ya?

BU LURAH (Sinis) Aku tidak minta kamu bisa bayar tuntutanku.

RL TANPASEMBADA Lantas apa yang kamu maui? Kamu kepingin rumah ini?. Bawa.
Kepingin perhiasan yang di almari itu?. Bawa. Apa lagi?

BU LURAH O....kamu pikir aku gampangan? Memang buntet utekmu, Pak!. Kamu tidak
ngerti, aku punya kemampuan untuk membeberkan kebusukanmu itu sama Pak Camat,
kamu pikir apa aku tidak bisa mengadu sama Pak Bupati, he? Aku bisa bayar wartawan
biar kebrengsekanmu itu di tulis di koran! Jelas ?!

RL TANPASEMBADA (Tertawa terbahak-bahak)Kamu nglantur, Bune. Sudah, kalau kamu


mau nuntut, nuntut saja di pengadilan, tidak di koran, tidak perlu sama Pak Bupati
segala macam.
(Tertawa lagi) Lucu, kamu nglucu, bune.

BU LURAH (Berang) Gusti Allah! Kamu anggap enteng ya?

RL TANPASEMBADA Lha gimana tidak mau nganggap enteng, lha wong ngomongmu saja
seperti orang ngelindur kok.

BU LURAH (Marah) Kamu kepingin bukti pak? Baik, saya pikir sayapun berani. Tunggu saja
!

RL TANPASEMBADA Bune, kalau perlu malah sekaligus ke Pak Gubernur.


(Tertawa) Atau numpang sebentar lewat radio. (Tertawa lagi)

BU LURAH E, e allah ! jadi kamu nantang rupanya. Baik, nanti kalau orang-orang desa ini
ramai-ramai nuntut kamu, jangan keder. Kalau nanti terjadi sesuatu dengan sindenmu,
jangan mengkerut nyalimu!

RL TANPASEMBADA Wo.... ngancam.

BU LURAH Tunggu saja, Pakne. Lihat nanti!

Bu Lurah beranjak masuk. Dari luar datang Genjik (carik desa), Sawi (salah seorang pamong
desa) masuk mengiringi seorang wartawan yang hendak bertemu Pak Lurah.

RL TANPASEMBADA Kamu mau kemana sekarang ?

BU LURAH Terserah aku!

Bu Lurah menghilang, masuk kedalam. Genjik maju.

GENJIK Kulanuwun, pak Lurah.

RL TANPASEMBADA (Kaget) Lho, kamu.

44
(Kepada yang lain)E...sini, sini. Masuk.

GENJIK Kami membawa tamu, pak Lurah. Pak wartawan.

Sawi dan sang wartawan duduk.

RL TANPASEMBADA Waaahh, rupanya saya kedatangan tamu istimewa ini. Wartawan dari
mana, nak?

SANG WARTAWAN Dari ibukota, saya ditugaskan dari mingguan TEMPE untuk sedikit
mendapatkan sesuatu dari pak Lirah tentang Sinden yang membikin geger itu, pak.

RL TANPASEMBADA Kalau begitu, saudara ini datang pada alamat yang tepat. Saya yang
berkompeten soal Sinden itu. (tertawa puas) Dia itu memang hebat kok, nak! Sudah
sepantasnya bila harus dimuat khusus di majalah bonafid saudara itu. Kalau perlu, di
muat untuk satu terbitan istimewa, semua isinya sinden. Begitu ta nak?

SANG WARTAWAN (Mengeluarkan barang-barang keperluannya) Sekarang itu, berita


sudah jadi bisnis. Lumrah ta pak Lurah?

RL TANPASEMBADA (Tertawa)Genjik, saudara ini ternyata peka sekali, tidak eman-eman


orang membayar dia jadi wartawan. Nah, apa yang bisa saya berikan kepada saudara?

SANG WARTAWAN Boleh saya tahu nama bapak?

RL TANPASEMBADA (Tertawa) Saya lupa, kita belum kenalan, tiwas sudah ndrojos. Baik!
Nama birokrasi saya Raden Lurah Tanpasembada, nama ndesanya tidak usah, itu bukan
berita nak. Nah, disamping saya ini adalah carik saya, namanya Genjik. Lha, kalau itu,
yang suka cungar-cungir itu, namanya Sawi, salah seorang pamong saya.

SANG WARTAWAN Pertama tama pak Lurah, berapa luas wilayah desa ini, berapa banyak
penduduknya, berapa orang yang punya radio dan tv, berapa orang yang punya kerbau,
berapa.....

RL TANPASEMBADA Lho, lho. Ini maunya sensus ekonomi apa sensus berita ?

SANG WARTAWAN Ah ! ini yang kode etik jurnalistik. Fakta memang harus diungkap secara
obyektif, meskipun bisa dibikin-bikin, rak iya ta mas ?

RL TANPASEMBADA O... saya pikir mau apa. Genjik, tolong jelaskan pada saudara
wartawan ini soal-soal yang disebutkan itu mengenai desa kita.

GENJIK Nah, mas, tidak usah pakai buku monografi desa ya, lha wong bukunya saja udah
hilang. Tidak harus persis ta, di bikin-bikin saja ya?

Genjik menyebutkan apa yang diketahuinya. Sang wartawan mencatat.

SANG WARTAWAN Ini tentu saja ada pengaruhnya kenapa desa ini tiba-tiba saja melahirkan
sinden besar macam Nyonya Semi itu. Pak Lurah. Bolehkah saya tahu apa yang
menyebabkan bahwa sinden itu bisa menjadi demikian masyhur ?

45
RL TANPASEMBADA (Tertawa sombong) Genjik, tolong jawab pertanyaan saudara itu,
bagaimana aku mengelola Semi. Awas, Genjik, jangan coba-coba dikurangi, kalau
perlu malah berbunga-bunga, biar tampaknya gagah.

GENJIK (Berdehem)Bagai air jatuh di pelimbahan, bak pisau bertemu gagangnya. Desa ini,
mas wartawan, sejak jaman moyang kami tumbuh bersama sinden. Mereka tak bisa
dipisahkan. Begitulah semesta jagad raya mengatur kehidupan.

SANG WARTAWAN (Geleng-geleng kepala) Jadi dalam arti, bahwasannya Watugundul


adalah sinden? Apa tidak keliru penilaian saya? Soalnya begini pak Lurah, hampir sulit
diperoleh bahwa sebuah desa, sebab telah melahirkan seorang sinden besar, dia menjadi
contoh sebuah dunia kecil yang bernama desa itu, dan sederhana pula tetapi bisa
melahirkan prestasi besar. Dan itu langka. Bahkan mengejutkan. Malah terpaksa harus
mengejutkan.

RL TANPASEMBADA Ah, nak, nak. Tulis itu, tulis itu ! Genjik, coba kasih saudara wartawan
ini rokok yang paling mahal. Ehm, nak, lanjutkan lagi penilaianmu itu, jangan rikuh.
Ayo !

SANG WARTAWAN (Setelah menerima rokok) Dalam mendidik seorang sinden, seperti pak
Lurah sudah selayaknya bila harus berkorban materi maupun waktu, sebab itu demi
kebesaran sebuah desa, dus sekaligus demi identitas budaya kita dan nilai serta
semangat nasionalisme kita.

RL TANPASEMBADA Tulis lagi itu, nak. Saya setuju. Pokoknya jangan sampai tercecer
sedikitpun ya ? bagaimana Sawi, kamu mesthi setuju ya? Harus ! dan juga kamu,
Genjik.

GENJIK Memang kok, sudah selayaknya begitu, tetapi......

RL TANPASEMBADA Ingat Genjik ! ini mau masuk koran. Tidak perlu pakai tetapi!

GENJIK He-eh, pokoknya saya setuju, mas. Nanti ditulis ya.

RL TANPASEMBADA Nak, nak. Sebagai seorang wartawan, apa pendapat saudara tentang
ketenaran sinden yang saya asuh itu.

Pak Lurah mengeluarkan notesnya.

SANG WARTAWAN Ehm, begini pak Lurah. Saya berpendapat bahwa apa yang dilakukan
oleh pak Lurah adalah sesuatu yang luhur, sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh
orang seperti bapak. Menurut saya, itu semacam.... panggilan, begitu istilahnya. Jadi
suatu kerja yang penuh pengabdian, tulus, dan tanpa pamrih. E, pak Lurah, pak lurah,
coba tulis itu, tulis ya.

Pak Lurah menulis.

RL TANPASEMBADA (Sesudah menulis) Memang benar, nak. Tiga kali sinden saya itu
menang dalam kejuaraan tingkat kabupaten, dan dua kali tingkan propinsi dan ini yang

46
hendak direncanakan adalah tingkat nasional. Bagaimana menurut pendapatmu, nak?

SANG WARTAWAN Begini.... tulis ya pak Lurah. Saya bisa memastikan pasti menang di
tingkat nasional, sebab sebenarnya tidak menangnya yang penting, tapi justru
bagaimana prestasi sinden itu telah mendapatkan kepercayaan penuh dari warga bangsa
kita. Sudah di tulis ta, awas, jangan sampai tercecer !

SAWI Lho, lho, maaf pak Lurah, lha kok malah wartawannya pak Lurah ? E,,, nuwun sewu.
RL TANPASEMBADA Eh, apa iya?
(Kaget, heran) Oh hiya, tidak terasa. E, e, e, tapi nak, itu kan ndak apa-apa ya, sesekali
wartawan itu di wawancarai, siapa tahu malah jadi bumbu menarik buat beritanya.
Kode etik jurnalistik kok, ya mas ya? Ndak apa-apa.

SAWI O, jadi sekarang wartawan itu malah cari orang supaya diwawancarai. Wah, hebat itu
kang, wartawannya bisa jadi hebat itu.

GENJIK Lho iya, kode etik jurnalistik kok !

RL TANPASEMBADA Mh... maaf saudara wartawan, bawahan saya itu memang suka guyon.
Tidak perlu di tulis ya, itung-itung buat selingan.

Dari luar datang sinden. Pak Lurah berdiri menyambut. Sinden masuk.

RL TANPASEMBADA Nah, ini kebetulan. Perkenalkan nak wartawan, inilah sinden yang
menggemparkan itu. Semi, ini wartawan yang hendak menulis kamu di koran nanti. Itu
artinya kamu memang sudah bonafid, sampai jauh-jauh ada wartawan datang kemari.
Ayo salaman.

Mereka bersalaman.

SANG WARTAWAN Saya Lenthuk, wartawan dari mingguan TEMPE. Saya sudah lima kali
dapat penghargaan. Saya wartawan senior, mbak yu Sinden, eh siapa namanya ?

SEMI Saya Semi.

RL TANPASEMBADA A, a. Sindennya belum, Semi.


SEMI Nama saya Semi, sinden masyhur dari desa Watugundul, asuhan Raden Lurah
Tanpasembada. Delapan kali menang di tingkat kecamatan, tiga kali menang di tingkat
kabupaten, dua kali menang di tingkat propinsi.

RL TANPASEMBADA Begitulah kenyataannya, nak wartawan. Sunber berita yang lengkap,


bukankah begitu Genjik dan Sawi. Ayo, bilang saja ya.

GENJIK dan SAWI (Bersama sama-koor) Ya, pak Lurah. Ya, pak Wartawan.

SANG WARTAWAN (Tertawa kecil) Bagus, bagus. Kepada mbak yu Semi, mbak yu telah
memperoleh nama besar sebagai sinden, dalam hal ini, apa resep mbak yu kok langsung
bisa misuwur ?

RL TANPASEMBADA (Kepada Semi) Semi, kalau ngomong sama wartawan harus konsisten,

47
runtut. Bukankah aku sudah kasih kamu brifing buat menghadapi wartawan ?

SEMI Resep saya, mas, adalah bangun pagi teratur, minum susu, mengunyah kencur, ajeh
pakai pilis,....

RL TANPASEMBADA E, e, e, jangan yang itu njawabnya. Ayo, pakai saja teks yang untuk
latihan dulu itu.

SANG WARTAWAN Maksud pak Lurah ?

SAWI Anu mas, supaya wawancaranya itu lancar dan sistematik, mbak yu sinden itu sudah di
tatar khusus untuk menghadapi wartawan. Wawancara pakai naskah, begitulah.

GENJIK Kode etik jurnalistik kok.


SANG WARTAWAN Kalau begitu apakah ada pertanyaan saya tadi didalam naskah ?

SEMI Soal resep? Ada, begini, resepnya adalah satu, mempunyai kesadaran untuk melestarikan
kekayaan kebudayaan bangsa. Dua, mengabdi sepenuhnya demi kelestarian dan
perkembangan kesenian tradisional. Tiga, memiliki pandangan jauh terhadap usaha
memetri kesenian adiluhung.

RL TANPASEMBADA Sampai tiga saja, Semi.

SANG WARTAWAN (Mengangguk puas) Memang, itu sudah merupakan panggilan buat kita
sebagai warga dari masyarakat suatu bangsa. Mbak yu Semi, tentang bakat, eh, mas
soal bakat apa ada dalam naskah ?

SAWI O, ada. Ada. Pada pasal duabelas, ayat lima. Bagian enam, sub bagian tujuh, paragraf
empat, kalimat kedua dengan daftar pustaka no sepuluh, yak.

SANG WARTAWAN Baiklah, mbak yu Sinden, dalam memupuk bakat mbak yu ini, apakah
pendapat mbak yu tentang keberhasilan bakat yang dimiliki mbak yu Sinden.

SEMI Keberhasilan bakat saya adalah A. Karena hasil tempaan dari orang yang memiliki
kuajiban tinggi menjunjung nilai kebudayaan nasional. B. Hasil dari kesadaran dalam
mengangkat wajah budaya tradisional, C. Hasil dari kesadaran dalam memberikan arti
dalam mengisi makna kemerdekaan dalam bidang seni budaya, D. Hasil proses kreatif
yang secara terus menerus.

SANG WARTAWAN (Tertawa renyah) Ternyata mbak yu Sinden ini memang betul-betul
intens sebagai seorang yang punya prestasi besar. Nah, mbak yu Sinden, sehubungan
dengan hal itu, bagaimana pendapat mbak yu tentang kepekaan pak Lurah dalam
mengangkat begitu mbak yu punya potensi yang mengagumkan itu ?

RL TANPASEMBADA Aha, itu langsung menyangkut aku. Sawi, coba kamu jelaskan
prosesku dalam mengangkat Semi. Meskipun yang ditanyakan itu pendapat Semi. E,
nak wartawan, supaya lebih obyektip, supaya kesannya tidak dipaksakan. Ayo, Sawi.

SAWI Saya bisa langsung membaca pendapat mbak yu Sinden ini, mas. Bahwa menurut saya
dia akan berpendapat pak Lurah itu seorang luhur, di samping memang beliau memiliki

48
pengamatan yang tajam dalam memandang prospek cemerlang mbak yu Sinden.

SANG WARTAWAN Untuk itu, mas Sawi, bagaimana pendapat saudara dan apa saja yang
telah di sumbangkan pak Lurah demi prospek yang cemerlang itu ?

RL TANPASEMBADA (Tertawa) Itu adalah bagianmu Genjik, coba jelaskan untuk nak
wartawan ini.

GENJIK Sebagai pejabat teras desa, mas wartawan, saya bisa langsung menjawab pendapat
saudara Sawi. Begini, pak Lurah itu adalah seorang yang memiliki pengabdian besar
dalam mengembangkan potensi seni budaya yang dimiliki oleh desa ini, termasuk juga
tentang mbak yu Sinden ini. Untuk itu beliau tak sungkan-sungkan untuk
menyumbangkan apa yang beliau miliki. Beliau telah menyumbang seperangkat
gamelan slendro pelog, membangun pendopo, membangun studio modern,
membuatkan sebuah padepokan dan masih banyak lagi yang tak bisa dihitung satu
persatu.
Tiba-tiba dari luar terdengar orang-orang desa berteriak-teriak, mengumpat-umpat pak
Lurah, dan sang Sinden bahwa kedua orang itu telah membuat kacau desa dengan hadirnya
Sinden.

SANG WARTAWAN (Ternganga) Siapa mereka itu, pak Lurah. Kedengarannya kok seperti
tak terkendali.

SAWI O, .... itu memang sudah rutin di desa ini, mas. Itu karena memang membuktikan bahwa
segala sesuatu harus diatur begitu. Semakin orang tidak suka dengan berteriak-teriak
seperti itu, terbukti mbak yu Sinden makin terkenal. Jangan lupa itu sudah diatur.

Dua orang warga desa masuk. Seorang menuntun seorang lagi yang tengah menderita
sinthing.

WARGA DESA I Nah, pak Lurah !, saya tidak terima, abang saya jadi gendeng seperti ini
gara-gara Sinden sialan itu. Dia sudah menjual semua miliknya. Harta bendanya sudah
ludes, keluarganya kocar-kacir lantaran kedanan sinden itu. Saya tidak terima.

RL TANPASEMBADA Lho, lho nanti dulu......

WARGA DESA I Pokoknya pak Lurah mesti tanggung jawab ! pilih salah satu, desa ini atau
Sinden itu !

ORANG SINTING Cihui, Sinden bahenol, bahenol nerkom. Ihik, ihik. Sinden kupeluk, sinden
kukenyut-kenyut, sindennya kenyil-kenyil. Aduh bapa, aduh simbok, hati beta jadi
senut-senut. Duh, Sindenku......

WARGA DESA I Lihat, pak Lurah, lihat !

SAWI He ! Kempo ! Itu tidak ada hubungannya dengan pak Lurah, apa kamu tidak lihat bahwa
ini sedang ada tamu !

WARGA DESA I Tidak ada hubungannya, matamu ! Sinden itu sudah banyak bikin gara-gara
!

49
SAWI Lho itu salah mereka sendiri !

WARGA DESA I Matamu memang merem, kang Sawi. Mulutmu sekarang ngomongnya sudah
lain.

ORANG SINTHING Kepala ayam di plintir-plintir, di goreng dimakan dengan minum dawet,
jaman sekarang tak usah mikir-mikir kalau rasanya memang kebelet.
(Tertawa) Sinden, ayo kubopong, mana kamu Sinden...

WARGA DESA I Lihat ! buka matamu kang Sawi ! siapa yang sinthing ini, lihat !

RL TANPASEMBADA Kempo ! Sudah, aku sudah dengar. Kamu butuh berapa buat
menyembuhkan kakangmu ini ? Eh, Sawi, coba kamu kasih si Kempo ini uang yang
sudah saya siapkan itu.

WARGA DESA I Pak Lurah, itu namanya sudah menyinggung perasaan.

RL TANPASEMBADA Ayo, Sawi, kakangnya Kempo ini memang harus segera di


sembuhkan. Kita wajib menyumbang untuk mereka yang kekurangan.

Sawi maju menyodorkan uang kepada Kempo. Mula-mula Kempo menolak, tapi akhirnya
menerima juga.

RL TANPASEMBADA Sumbanganku punya arti penting untuk proyek kemanusiaan. Uangku


ini cukup untuk membawa kakangmu ke dokter di kota.

WARGA DESA I Em..soalnya tadi anu, kok pak Lurah, saya memang ndak tahu kalau harus
ke dokter. Terimakasih pak Lurah.

Kempo beranjak dari tempat itu menuntun orang sinthing yang terus saja ngomel-ngomel.

SAWI Pak Lurah tidak segan memberikan dana untuk warganya yang miskin, mas wartawan.

RL TANPASEMBADA (Kepada wartawan) Nak, itu jangan kamu tulis. Jiwa sosial tidak perlu
kelewat jelas diperlihatkan. Saya tidak enak.

GENJIK (Kepada wartawan dan Semi) Pak Lurah memang benar. Itu beliau lakukan agar
jangan sampai nanti timbul kesan berlebihan. Bukankah begitu mbak yu Semi ?

SEMI Bagaimanapun juga yang namanya berlebih-lebihan itu kurang sreg bagi kami orang-
orang desa ini, meskipun kami tahu bahwa mas wartawan sesekali justru penasaran
ingin menulis.

RL TANPASEMBADA (Tertawa) Sinden saya tepat sekali, nak. Dia ini contoh yang dalam
memperlakukan seorang wartawan. Nah, saya bisa memberikan buktinya. Sawi, kasih
sang wartawan ini yang sudah saya siapkan sejak kemarin.

Sawi menyodorkan sebuah amplopan. Sang wartawan terheran-heran.

50
RL TANPSEMBADA Jangan kaget, nak. Itu sudah tradisi kami.
SANG WARTAWAN Itu, itu……

RL TANPASEMBADA Harap dimaklumi, nak. Jauh sebelum ada istilah wartawan amplop,
kami sudah lama sekali punya adat istiadat amplop.
(Tertawa ramah) Dan itu harus saudara tulis !

SANG WARTAWAN Lho, kok ………..

RL TANPASEMBADA Jangan cemas dulu, saudara menuliskan bahwa saudara datang ke desa
ini disambut dengan upacara adat istiadat yang meriah.
(Tertawa ramah) Itu maksud saya.

Sang wartawan tampak mengerti, tersenyum-senyum. Sawi menyodorkan lagi amplopnya.


Sang wartawan malu-malu menerima amplop itu. Tiba-tiba dari luar terdengar lagi suara
orang-orang yang memprotes pak Lurah. Seorang tua masuk tergopoh-gopoh.

WARGA DESA II (Marah) Sialan ! Sinden itu memang setan cilik tak tahu diuntung ! Pak
Lurah ! anak saya sudah dibikin celaka sama Sinden itu, dia menggoda anak saya, dan
sekarang anak saya itu mau menjual kebun kelapa saya!

RL TANPASEMBADA Genjik, Genjik, Coba kamu ladeni orang ini. Saya sudah capai
mengurus soal-soal seperti itu.

GENJIK Mengemban titah pak Lurah, saya mau tanya kenapa anakmu itu tidak kamu larang,
kamu kan orang tuanya. Itu soal gampang. Gampang! Sebab kamu bisa menyelesaikan
sendiri. Tanpa harus marah-marah di sini. Pulang saja, ya?

WARGA DESA II Pulang-pulang bagimana. Dia itu mau membunuh saya kalau saya melarang
menjual kebun kelapa itu ! Sinden itu masalahnya sekarang sudah macem- macem.

GENJIK Kamu sudah tua, dan itu bukan urusan kami, pulang saja, ya?

WARGA DESA II Tidak bisa ! Gampang rupanya ngusir orang!

GENJIK Maap, pak. Tangan saya tiba-tiba jadi gatel! Pulang, ya?

WARGA DESA II E . . . . Kamu kira saya tua-tua begini tidak berani, apa kamu tidak mengerti
saya punya aji-aji Sumur Gemuling, he !?

RL TANPASEMBADA Sudah, sudah Genjik. Emh, Sawi, coba kamu kasih bapak ini amplop
yang sudah disediakan untuk perkara seperti ini.

Sawi menyodorkan amplopan kepada warga desa itu.

RL TANPASEMBADA Itu cukup untuk mengganti harga kebun kelapamu. Kasih amplop itu
pada anakmu.

Warga desa itu menerima amplop. Senyum-senyum, sambil bernjak pergi.

51
RL TANPASEMABADA (Kepada sang wartawan) Nah, itu bukti lagi, nak. Bukti bahwa kami
ini kuat sekali percaya kepada adat istiadat kami. Masih tidak percaya ? Baik. Sekarang
saudara bisa melihat-lihat apa yang sedang kami persiapkan selama ini. Mari saya
tunjukkan sesuatu yang lebih penting untuk ditulis di koran saudara. Semi, kamu ikut
aku. Genjik dan Sawi tinggal disini sementara aku dan Semi mengantar nak wartawan.

Pak Lurah dan Semi mengantar sang wartawan. Sawi dan Genjik tinggal. Setelah mereka
pergi.

SAWI Aduh, lega rasanya. Lega sekali.

GENJIK Yang lega apanya kang ?

SAWI Untung tadi pak Lurah tidak langsung tanya soal SPJ.

GENJIK SPJ apa kang?

SAWI Ya, SPJ duit yang sudah dikeluarkan itu. Padahal kuitansinya tidak ada. Aduh, lega aku.

GENJIK Lho iya, tapi kang sawi mestinya kan harus kasih laporan ta?

SAWI Itu masalahnya. Sebenarnya saya mau lapor terus terang, tapi Le, aku ada nak wartawan
itu, jangan-jangan nanti aku masuk koran. Padahal, duit sisanya itu Le, sudah saya
gunakan buat nalangi cicilan Kerbau.

GENJIK Wah, itu namanya sudah gawat, kang !

SAWI Le, apa betul, pak Bupati itu segera mau rawuh ke desa ini buat meresmikan dan
merestui pak Lurah dan Semi untuk mengikuti festival tingkat nasional itu ?

GENJIK Lho, kamu itu bagaimana ta kang. Jadwalnya kan sudah dikasih sama kita?

SAWI Itu artinya, pak Lurah sedang sibuk-sibuknya. Beliau pasti tidak sempat tanya soal SPJ,
ya ta ?

GENJIK Itu tidak baik kang. Kalau kang Sawi tidak lapor. Saya lapor.
SAWI Wah, jangan Le. Jangan.

GENJIK Kalau tidak lapor itu kan namanya tidak disiplin ta kang?

SAWI Untuk kali ini saya mohon dispensasi dari kamu Le, tapi besok tidak sudah, yakin !
Buat kali ini saja !

GENJIK Wah ya tidak bisa. Itu masalah berat, kang! Kamu sudah tidak bisa naik banding lagi.

SAWI Terus. Terus saya mesti bagaimana?

GENJIK Gampang, kang. Saya bisa menutup soal itu, asal……….

52
SAWI Asal apa Le, asal apa?

GENJIK Asal kang Sawi bisa kasih saya berapa persen untuk tutup mulut kalau nanti kang
Sawi ada sisa anggaran.

SAWI Anu, anu Le. Emh . . . . . lima persen saja, bagaimana?

GENJIK Itu pekerjaan sulit dan berat lho kang ! Ingat !

SAWI Sepuluh ?

GENJIK Menurut pengalaman saya, mestinya itu dua puluh persen.

SAWI Tiga puluh persen, bagaimana ?

GENJIK Empat puluh persen !

SAWI Lima puluh !

GENJIK Sudah enam puluh, belum termasuk beli odol, sikat gigi, sabun cuci, sampo, . . .

SAWI (Memotong) Terus bagian saya berapa itu, njik ?!

GENJIK Milih ketahuan atau slamet ?

SAWI Wah, berat, njik !

GENJIK Milih ketahuan atau slamet ?

Tiba-tiba muncul Narada dan Yamadipati, dari atas mereka memandang Genjik dan Sawi.

NARADA Rupanya, kalau tidak keliru kita sudah sampai didesa Watugundul, yayi
Yamadipati. Orang angon bebek disana tadi bilang disini tempatnya. Lho! Yayi, aku
mendengar pembicaraan orang Marcapada, Yayi !

YAMADIPATI Benar, Wa Narada.

NARADA Mbok coba kamu liat disana itu, kelap-kelip itu apa yayi ?

YAMADIPATI Itu yang namanya makhluk marcapada, wa!

NARADA Orang Marcapada ? Emh, coba aku sapanya mereka itu !

GENJIK (Kepada Sawi) Ana ambune, ning ora ketok wujude!

NARADA He ! Orang Marcapada !

GENJIK (Mencari-cari) Nah, itu suaranya. Tapi mana orangnya!

53
NARADA He ! Orang Marcapada apa kamu tahu di mana rumahnya Lurah Watugundul ?!

GENJIK Na, itu dia! He ! makhluk E.T. ! kamu tanya yang sopan. Turun !

NARADA Wella dallah, Orang Marcapada itu tidak urus yayi ! Coba kamu bereskan saja yayi
Yamadipati!

YAMADIPATI Beres, wa!


(Mendekati Genjik dan Sawi) He ! Orang Marcapada jelek ! Saya ini utusan dewa !

GENJIK He ! makhluk E.T yang jelek! Saya ini utusan pak Lurah !

YAMADIPATI Ooo…sudah gendheng kamu! Tak cabut nyawamu !

Yamadipati pasang kuda-kuda hendak nyabut nyawa Sawi dan Genjik. Pak Lurah datang,
heran melihat Sawi dan Genjik meronta-ronta.

RL TANPASEMBADA E…e…e… Njik, Sawi, kamu ada pa ini ?!

GENJIK Itu, itu makhluk E.T. itu E.T !

RL TANPASEMBADA Hah ?! Sang hyang dewa ?! he, njik ! itu dewa !ayo nyembah !

Bertiga mereka nyembah Narada dan Yamadipati.

RL TANPASENMBADA Ampun, paduka, pembantu saya ini memang belum mengenal


paduka. Dan, kedatangan paduka ke Marcapada ini mengejutkan kami.

NARADA Kedatangan kami ini memang mengemban titah sang Hyang Guru di khayangan.
Maka tepatlah kiranya, bila aku bisa langsung berhadapan dengan Lurah desa
Watugundul.

RL TANPASEMBADA Syukur, sang hyang dewa dapat mengunjungi kami dengan titah yang
luar biasa ini. Kalaulah saya boleh tahu, tugas apakah gerangan yang di bebankan sang
hyang dewa?

NARADA Sang Hyang Guru di khayangan member tugas aku untuk menjumpai Sinden
Watugundul ini, yang kabarnya hendak mengikuti kejuaraan festifal tingkat nasional.

RL TANPASEMBADA Kebetulan, kami sedang mempersiapkan tugas suci itu. Saya sangat
berterima kasih bila upaya kami ini mendapat perhatian besar para dewa di khayangan.

NARADA Kalau begitu, bolehkan saya melihat sindenmu itu?

RL TANPASEMBADA Wi, panggil Semi kemari

Sawi memanggil Sinden. Sinden keluar disertai dengan wartawan

RL TANPASEMBADA Inilah Sinden kami itu, sang Hyang dewa. Dan mas yang satu itu

54
adalah seorang wartawan.

NARADA (Kaget) Wartawan?! Kemari Ki LUrah!

Wartawan siap memotret Narada dan Yamadipati

NARADA Usir keluar wartawan itu! Usir!

RL TANPASEMBADA Wi! Njik! Tahu ta tugasmu? Bawa keluar dulu mas wartawan.
Sawi dan Genjik menyeret wartawan keluar. Wartawan meronta, tapi orang itu tak peduli.

NARADA Na,begitu. Aku paling anti kepada wartawan!


(Kepala Semi) Kudengar kamu ini sinden misuwur, kalau aku boleh tahu, siapa
namamu?

SEMI Semi, sinuhun. Saya menghaturkan selamat datang kepada sang hyang dewa, mudah-
mudahan salam saya ini diterima.

NARADA Kuterima, kuterima suratmu yang dulu!


(Kepada Lurah) Nah, ki Lurah, aku kepingin mendengar alunan suara sindenmu ini!

RL TANPASEMBADA Baiklah, sinuhun. Mi, itu artinya kamu disuruh nyinden.

SEMI Baiklah, Pak Lurah.

Semi mulai menyanyikan tembang. Ketika Semi selesai menyayi.

YAMADIPATI Rontok rasanya hatiku demi mendengar alunan tembang sinden ini. Wa…,
sinden ini memang hebat, wa!

RL TANPASEMBADA Demikianlah yang bisa kami persembahkan kepada sinuhun. Kami


rupanya ingin meminta restu sinuhun agar sinden kami bisa menang di festival nanti.

NARADA Kalau cuma restu, kuberi!. Tapi ada sesuatu yang lebih penting lagi, ki Lurah. Sang
Hyang Adi Guru di khayangan memberikan titah padaku dan yayi Yamadipati ini untuk
segera memboyong sindenmu, kubawa ke khayangan.

YAMADIPATI Wa, apa tidak sebaiknya Semi ini tetap saja di Marcapada. Ia orang
Marcapada, hidup di Marcapada, tempatnya di Marcapada. Jangan dibawa ke
khayangan, wa.

NARADA Hush! Jangan mlenca-mlence mulutmu, yayi. Ini bahaya! Baiklah, Ki Lurah, ini
sudah kubawa surat perintah dan surat keputusannya.

RL TANPASEMBADA Tapi saya tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba seperti ini!

NARADA Jangan ngomong panjang Lebar, terima saja ini!

RL Tanpasembada menerima SP dan SK itu.

55
RL TANPASEMBADA Tapi mestinya kami harus berembug dulu dengan Semi, sinuhun.

NARADA Berembuglah sana. Berembug dan berembug itu kerja orang marcapada. Sana
berembug sana!

RL TANPASEMBADA Bagaimana Mi? Ini sudah tidak bisa ditawar lagi, kamu harus ke
khayangan. Artinya aku harus kehilangan kamu. Baiklah, terima saja ini Semi. Dan,
hati-hati saja Mi.

Semi menerima SK dan SP. Lurah pergi. Narada mendekati Semi

NARADA Kami dewa-dewa di khayangan tahu apa yang harus dilakukan untukmu Semi.
Khayangan akan menjadi tempatmu yang baru. Ingatlah, kehormatan orang Marcapada
bisa diboyong ke khayangan.

SEMI Saya takut sinuhun.

NARADA Kenapa takut? Di khayangan kamu bisa mengembangkan kemampuanku yang


hebat itu. Bagaimana Semi?

SEMI Saya bisa memutuskan, asal saya mesti berembug dulu dengan suamiku, sinuhun.

NARADA Berembug lagi? Baiklah, kamu boleh berembug dengan suamimu, tapi ingat, titah
itu sudah keputusan dan tidak perlu kamu berjalan jauh ke rumah, kusebda kamu bisa
langsung sampai di rumah! Alakazam!

Semi tiba-tiba sudah hadir di rumahnya. Panjang heran.

PANJANG Lho Semi, kenapa kamu sudah di rumah lagi ? Kamu urung menyanyi bersama pak
Lurah ?

SEMI Tidak kang. Aku pulang memang membawa kabar penting!

PANJANG Apa lagi?

SEMI Ini kang, tadi ada utusan dari khayangan, bermaksud memboyong saya ke khayangan.
Ini kang surat perintah dan keputusannya.

Panjang membaca. Setelah selesai, ia marah

PANJANG Tidak! Jangan Semi! Tempatmu bukan di khayangan! Tempatmu di sini! Di


khayangan banyak wereng, banyak rayap. Kamu bakal digerogoti, jiwamu rusak. Kamu
cuma bakal dipakai jadi kalangenan. Tidak Semi!

SEMI Tapi di khayangan, aku bakal bisa berkembang lebih baik. Dewa-dewa bakal
menggodogku, kang!

PANJANG Tidak! Kemampuanmu itu justru bakal sirna, oleh penyakit kesombongan
khayangan! Tidak Semi!

56
SEMI Aku mesti berangkat, ini sudah keharusan, kang!

PANJANG Kamu mulai pertengkaran lagi? Edan!

Panjang masuk. Keluar membawa gelas berisi racun dan clurit

PANJANG Sekarang kalau kamu ndak nggugu suamimu, ini, ini, obat nyamuk di tangan
kananku atau clurit di tangan kiriku.

SEMI Aduh, kang! Jangan kang! Aku mohon jangan!

PANJANG Obat nyamuk atau clurit?

SEMI Jangan! Jangan kang!

Narada dan Yamadipati tiba-tiba masuk.

NARADA E… e… e… nanti dulu kisanak, jangan keburu nafsu! Dipikir dulu tindakan tololmu
itu!

PANJANG Ash… pokoknya racun di tangan kananku clurit di tangan kiriku!

NARADA E… nekad kamu ya? Kusebda clurit dan obat nyamuk jatuh! Alakazam!

Racun dan clurit yang dibawa Panjang jatuh.

PANJANG Lho kok jatuh? Ambil lagi!

NARADA Edan, nantang kamu ya?


PANJANG Kamu siapa? Berani-beraninya ikut campur urusanku?

NARADA Saya ini dewa, utusan sang Hyang Guru di khayangan!

PANJANG Dewa kok tidak tahu aturan, tidak tahu sopan santun. Masuk desa tanpa permisi,
masuk rumah tanpa kula nuwun!

NARADA Saya diutus oleh sang hyang adi guru untuk menjemput sindenmu ini!

PANJANG Tidak bisa! Sinden ini isteriku, aku sendiri yang ngurus bukan cuma untuk dewa-
dewa macam kamu! Kelancanganmu ini sudah melanggar tatanan desa! Aku harus
laporkan ini pada pak Lurah!

NARADA E…, nanti dulu kisanak, nanti dulu!

PANJANG Tidak bisa! Aku harus lapor pak Lurah! Ayo Semi, ikut aku!

SEMI Nanti dulu, kang, nanti dulu!

PANJANG (Menyeret istrinya) Assh… pokoknya ikut! Ayoh!

57
NARADA Kisanak, jangan gegabah, nanti dulu!
(Mengejar Semi dan suaminya).

YAMADIPATI (Menahan Narada) Jangan Wa. Biarkan mereka pergi! Itu adalah hak dan
kewajiban mereka. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita kepada orang
Marcapada, mereka bukan dewa seperti kita, Wa. Pulang saja Wa, pulang saja!

NARADA Angger Yamadipati, engkau seorang dewa yang menjadi kiblat orang Marcapada,
tidak selayaknya itu diucapakan, sebab kiblat itu bukan sekedar harapan.

YAMADIPATI Aduh Uwa Narada, kiblat itu sekarang telah menggelisahkan kita, Uwa tahu,
kenapa kita diutus ke Marcapada bila memang khayangan sendiri hendak mencari
kebijakan baru, dari Marcapada ini.

NARADA Angger Yamadipati, hendaklah kamu sabar, kamu ini hanya melihat satu sisi saja,
nilai-nilai luhur kebijakan hidup tak hanya diperoleh dengan sekali melihat kenyataan,
kamu butuh waktu untuk bisa mengerti!

YAMADIPATI Duh, uwa Narada, bagi saya tidak keliru untuk menemukan kebijakan sendiri
untuk mendapat makna hidupku. Saya bukan mesin, diriku sendirilah yang menentukan
kebijakan yang ada dalam sanubariku.

NARADA Sudah jadi hukum di khayangan, bahwa seorang dewa harus merencanakan
keluhurannya. Dia adalah suri tauladan. Puncak harapan orang Marcapada.

YAMADIPATI Suri tauladan, tidak hanya keluar dari kedudukan yang tinggi. Suri tauladan
keluar dari keluhuran hidup setiap orang. Ia tidak ditentukan, tapi keluar sendiri dari
perilaku dan kebesaran jiwa. Marcapada ini lebih ragam untuk mencari kabijakan hidup
dan mendewasakan diri. Sudah Wa, aku tdiak ingin kembali ke khayangan, tidak, aku
tidak akan kembali ke khayangan. Sudah Wa, sudah wa! Sudah wa!.

Yamadipati pergi.

NARADA Tunggu, angger Yamadipati! Edan tenan! Baiklah, akan kuadukan kamu kepada
sang hyang adi guru di khayangan.
(Terbang ke khayangan) Sang Hyang Adi Guru….!

SELESAI

58

Anda mungkin juga menyukai