PENDAHULUAN
1
haruslah memiliki keyakinan untuk meyakinkan (to justify) dan membuat penonton
percaya (make believe).
Aktor adalah salah satu unsur penting dalam pementasan teater, aktor bertugas
untuk menyampaikan gagasan sutradara atau penulis lakon kepada penonton. Aktor
mempunyai tugas menjadi seorang tokoh yang ada dalam naskah. Istilah aktor sudah
ada sejak zaman Yunani. Hingga sekarang istilah aktor masih dipakai dalam dunia
pertunjukan teater. Seorang aktor teater diharuskan memakai vokal yang keras, ekspresi
yang tajam, dan juga permainan gestur yang nampak dan jelas. Seorang aktor teater
berbeda dengan aktor film karena porsi dan capaian serta tehnik pelatihannya berbeda.
Dalam pembuatan film terdapat cut dan editting yang memudahkan aktor dan
penggarapan film menjadi sesempurna sesuai dengan yang diharapkan oleh sang
sutradara film tersebut. Sedangkan aktor teater dituntut untuk pentas secara sempurna,
dari awal masuk hingga keluar panggung karena tidak ada editing dalam pementasan
teater berlangsung. Dan yang menjadi topik pembahasan kali ini adalah latar belakang
untuk menjadi seorang aktor teater.
Untuk menjadi seorang aktor tidak semudah apa yang kita bayangkan, harus
melalui pemahaman yang tentunya tidak sebentar, dan suatu proses menjadi tolak ukur
dalam keberhasilan penggarapan suatu pertunjukan. Karena eksistensi seorang pelaku
teater akan terbayar jikalau aktor tersebut benar-benar mampu menunjukkan eksistensi
pada dirinya sendiri yang nantinya orang lain akan menilai dengan objektif, apakah
garis permainan actor tersebut dapat membuat penonton tahu akan maksud dan tujuan
yang disampaikan.
2
1.2 Fokus Karya
Dari latar belakang di atas, penulis memerankan Raden Lurah Tanpasembada
dalam naskah berjudul “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti memberi banyak sekali
tantangan yang harus dilakukan oleh penulis, baik itu dalam membangun karakter
seorang laki-laki yang menjadi lurah di suatu desa dan mengasuh seorang sindhen yang
masyhur. Lebih tepatnya bagaimana seorang penulis bisa menjadi tokoh yang
diinginkan oleh sutradara dalam naskah tersebut. Jadi dalam fokus karya yang dikaji
yaitu bagaimana penulis yang menjadi tokoh Raden Lurah Tanpasembada dalam
naskah “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti di sutradarai oleh Leny Ayu Martasari
dengan menggunakan teknik keaktoran W.S Rendra?.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Sebagai ujian akhir pada mata kuliah Seni Peran 3 yang ditempuh
penulis,
1.3.2.1 Sebagai kajian teori untuk teknik keaktoran penulis sebagai tokoh
“Raden Lurah Tanpasembada” dalam proses penggarapan naskah
“Sindhen”
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
3
1.4.3 Bagi Masyarakat
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
5
.seperti juga pada bidang-bidang lain, untuk menjadi aktor yang baik harus
menguasai ilmu-ilmunya.Ilmu bagi seorang aktor adalah penguasaan teknik
akting ditambah dengan pengetahuan watak manusia dengan problemanya dan
pengenalan masyarakat. (Pengantar Bermain Drama. Karya A.Adjib Hamzah)
Aktor adalah orang yang memerankan tokoh tertentu dalam suatu
pertunjukan di panggung, acara televisi, atau film. Semula sebutan ‘aktor’
secara eksklusif diperuntukkan bagi pemeran laki-laki, tapi istilah itu sekarang
dipakai untuk pemeran laki-laki maupun perempuan. Seorang aktor adalah juga
seorang intelektual, harus mempunyai minat besar untuk belajar, membaca,
mendengar, dan bergaul. Intensitas dalam kegiatan menuju tataran sebagai
intelektual itu menyebabkan seseorang mampu mencapai kepekaan dalam
banyak hal. Kepekaan atau sensitivitas inilah yang nantinya menjadi bekal
utama seorang aktor dalam menyikapi dan menafsirkan perannya, sehingga dia
tidak hanya menjadi robot yang digerakkan sutradara. Aktor harus memberi
bentuk lahir pada watak dan emosi pelaku. Watak yang harus diperankan itu
mempunyai tiga bagian yang harus tampak, yaitu: watak tubuh, watak pikiran,
dan watak emosi. Aktor dituntut untuk menciptakan keseluruhan hidup sukma
manusia di atas panggung. Sukma manusia itu harus dapat dilihat dari segala
segi, baik fisik, mental, maupun emosional.
2.1.4 Realisme
Realisme merupakan suatu gerakan drama pada akhir abad sembilan belas
yang pada dasarnya agak kurang ekstrim ketimbang (aliran) naturalisme. Hal itu
diungkapkan oleh Max Arifin dalam buku yang berjudul A Dictionary of the
Theatre (John Russel Taylor, l974:231). Tokoh-tokoh aliran Realisme mencoba
membuang apa yang disebut The Theatre Of Histrionics dalam bidang akting
dan ekses yang terlalu dibuat-buat yang terdapat dalam well-made plays ala
Victorian Sardou (seorang dramatist Prancis) dan menggantikan semuanya
dengan akting-akting yang tampaknya lebih alamiah dengan lakon-lakon yang
disusun dengan hati-hati.
Dalam proses pemeranan seorang aktor harus mempunyai cara dan juga teknik
dalam proses keaktorannya. Baik dari cara berdialog dengan lawan main. Dari hal inilah
6
muncul tekik-teknik pemeranan yang diutarakan oleh Konstantin Stanilavsky, W.S
Rendra, Bertold Brecht dan lain sebagainya.
b. Motivasi
Motivasi merupakan faktor “dalam” yang harus dimiliki oleh seorang
aktor. Motivasi yang harus dimiliki yaitu motivasi estetis, dimana dirinya
mengabdi pada pentas, bukan demi publisitas dirinya, semua gerak perbuatan
itu selalu mempunyai motivasi, yaitu motivasi dari gerakan sebelumnya dan
motivasi untuk gerakan berikutnya.
c. Imajinasi
Kepekaan imajinasi untuk aktor perlu dilatih. Dengan imajinasi
perasaan dan pengalaman emosional mudah terukir dan tertanam dengan kuat
dalam ingatan visual kita dan dapat dibayangkan setiap saat.
e. Mengendurkan Urat
Urat kita harus fleksibel serta siap diperintah melakukan gerakan dan
acting sesuai dengan peranannya. Gerakan lentur, fleksibel, indah tetapi rapi
7
dan menawan, dapat dicapai melalui berbagai latihan fisik seperti yang
dijelaskan didepan.
h. Ingatan Emosi
Untuk dapat disampaikan semua emosi dengan baik, aktor harus
berusaha untuk menghayati kembali apa yang pernah dirasakan dalam
kehidupan nyata, sesuai dengan perasaan yang dikehendaki. Jika sulit
menghadirkan kembali emosi yang dikehendaki maka dengan bantuan suara
yang berkesan atas peristiwa dulu, kiranya emosi yang sama akan hadir.
Indera pencium, pengecap, dan penyentuh juga bermanfaat untuk
mempenggaruhi ingatan emosi, seperti halnya indera pendengar dan
penglihat. Aktor harus menggunakan perasaanya sendiri, sehingga jiwanya
sendiri bergetar hidup, manusiawi, hal-hal yang dapat meyakinkan penonton.
Ingatan emosi dapat diolah melalui kreativitas batin, menjadi bentuk
perwujutan acting yang penuh penjiwaan.
8
i. Komunikasi atau Hubungan Batin
Aktor harus menghidupkan komunikasi dengan diri sendiri, dengan
aktor lain, dan juga secara batin dengan penonton. Komunikasi langsung
adalah dengan diri sendiri dan aktor lain, sedang komunikasi tidak langsung
adalah dengan penonton. Aktor juga harus berkomunikasi dengan objek
imajiner atau yang tidak hadir secra nyata (misalnya waktu berdoa secara
keras).
j. Adaptasi
Penyesuaian diri itu dapat dilakukan dengan sadar dan dapat dengan
tidak sadar. Sumber penyesuaian diri adalah alam bawah sadar, yang datang
jika ilham datang. Di panggung penyesuaian diri ini bersifat terus-menerus,
sebab aktor berkomunikasi dan menjadi orang lain terus menerus. Adapun
adaptasi mekanis dan motoris melalui latihan dan penuh kesadaran.
k. Kekuatan
Kekuatan inner motive harus mendapat latihan dalam diri aktor
modalnya adalah kemauan. Kemauan harus dipadu dengan dua unsur
penggerak lain, yaitu pikiran dan perasaan. Pikiran, emosi, dan perasaan ynag
merupakan inner motivation harus dibangkitkan secara alamiah yang juga
dimanfaatkan untuk membangkitkan unsur-unsur kreatif yang lain.
9
m. Keadaan Kreatif Batiniah
Dalam menghayati watak peran dan melaksanakan tugas acting selama
pementasan berlangsung diperlukan keadaan batin yang kreatif, artinya
selalu mengisi kekosongan yang ada dengan suatu tindakan yang beralasan
(penuh keyakinan)
Aktor harus mampu menangkap dan mengekspresikan sasaran utam dari
dialog da perbuatan yang dilakukan dalam setting yang dibawakan.
Hendaknya aktor mampu mengendalikan tiga ciri penting dalam proses
kreatif, yaitu: (1) pemahaman atau genggaman batin, (2) garis gerak yang
lurus, dan (3) sasaran utama. Aktor harus mengerti apa tujuan kehadirannya
di pentas, apa tugas utamanya terhadap lakon dan tidak melebihi porsi yang
ditentukan, menuju titik sasaran yang mantap, ringan, wajar dan jelas.
10
2.2.3 Teknik Pemeranan Menurut Oscar Broket
Oscar Brocket menyebutkan tujuh langkah dalam latihan berakting yaitu
sebagai berikut;
1. Latihan tubuh
Maksudnya adalah latihan ekspresi secara fisik. Kita berusaha agar fisik
kita agar dapat bergerak secara fleksibel, disiplin dan ekspresif. Artinya,
gerak-gerik kita dapat luwes, tetapi berdisiplin terhadap peran kita, dan
ekspresif sesuai watak dan perasaan aktor yang di bawakan. Di beberapa
teater biasanya sering diberikan latihan dasar acting, berupa menari, balet,
senam, bahkan ada yang merasa latihan silat itu dapat juga melatih
kelenturan, kedisiplinan , dan daya ekspresi jasmaniah.
2. Latihan suara
Latihan suara ini dapat di artikan latihan mengucapkan suara secara jelas
dan nyaring (vokal), dapat juga berarti latihan penjiwaan suara. Yang harus
mendapatkan pelatihan seksama, adalah suara itu hendaklah jelas, nyaring,
mudah ditangkap, komunikatif,dan ucapkan sesuai daerah artikulasinya.
4. Latihan Konsentrasi
11
5. Latihan Teknik
Aktor harus berlatih akting, baik dalam hal eksternal maupun internal
melalui pendekatan metode, maupun teknik.
7. Latihan imajinasi
12
2.2.4 Teknik berperan menurut W.S Rendra
Dalam Teori keaktoran Kualitas personal dari pemain harus ditingkatkan
agar permainan dalam pertunjukan bisa meningkat juga. Kualitas aktor akan
meningkat jika :
1. Aktor/Aktris memperhatikan latihan yang berhubungan dengan karakteristik
fisik (penyesuaian kondisi fisik kepada peran apapun atau kesamaan kondisi
fisik)
2. Respon emosional (emosi kita selalu siap merespon apapun dari situasi
lakon)
3. Ciri mental (watak dengan segala ciri psikologis bagaimanapun hendaknya
mampu memerankan).
Teknik yang digunakan W.S Rendra adalah teori dari Stanilavsky yang
kemudian ia kembangkan lagi.Teori ini meunjukkan teknik-teknik dan metode
pelatihan menjadi aktor yang baik dan benar dalam bermain, bagaimana cara
berjalan, cara bicara, gesture tubuh, agar semuanya serba meyakinkan di atas
panggung.
1) Teknik Muncul
Teknik muncul (the technique of entrance) menurut Rendra dalam
buku Tentang Bermain Drama (1982), adalah suatu teknik seorang pemeran
dalam memainkan peran untuk pertama kali memasuki sebuah pentas lakon.
Pemunculan pemeran ini harus memberikan gambaran secara keseluruhan
terhadap peran yang dimainkan.
Gambaran itu bisa berupa suasana batin, tingkat emosi, tingkat
intelektual, maupun segi fisik dari peran yang dibawakan. Gambaran inilah
yang akan mempengaruhi kesan, penilaian,dan identifikasi penonton
terhadap peran. Tanpa penggambaran peran yang jelas, penonton akan
kesulitan untuk mengidentifikasi peran tersebut.
Pemunculan pemeran untuk pertama kali ketika memasuki sebuah
pentas lakon harus memberikan hal-hal sebagai berikut :
a. Memberi gambaran fisik karakter yang dimainkan
b. Menunjukkan tingkat emosi karakter yang dimainkan
13
c. Kesinambungan hubungannya dengan jalan cerita yang sedang
berjalan
d. Memberikan atau mencerminkan kerja sama yang baik di antara
sesama pemeran
e. Memberikan suasana baru atau perubahan suasana dan perkembanga
emosidalam suatu adegan yang sedang berjalan (Suryatna Anirun,
1989).
3) Teknik pengembangan
Teknik pengembangan hampir sama dengan teknik memeberi isi. Jika
teknik memberi isi bisa dilakukan dengan menekan kata yang menjadi isi
pemikiran, teknik pengembangan bisa dilakukan dengan teknik
pengembangan tingkat posisi jasmani, berpaling, berpindah tempat,
melakukan gerak pengucapan dan teknik pengembangan jasmani.
14
4) Teknik Membina Puncak-Puncak
Teknik membina puncak-puncak adalah teknik yang dilakukan oleh
pemeran terhadap jalannya pementasan lakon. Teknik ini dilakuakn oleh
pemeran untuk menuju klimaks permainan. Teknik ini bisa dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Menahan intensitas emosi,yaitu dengan cara bertahap dalam
menggunakan emosi pemeranan.
5) Teknik Timing
Teknik timing, adalah teknik ketepatan waktu antara aksi tubuh dan
aksi ucapan atau ketepatan antara gerak tubuh dengan dialog yang
diucapkan. Selain ituteknik ini juga bisa digunakan untuk menjelaskan
alasan sebuah aksi pemeranan.
6) Teknik Penonjolan
Teknik penonjolan merupakan teknik memilih bagian-bagian yang
perlu mendapat perhatian untuk ditonjolkan. Teknik ini berfungsi untuk
meyampaikan pesan moral atau visi dan misi penulis lakon.
7) Teknik Pengulangan
Teknik pengulangan adalah teknik pemeranan dengan cara mengulang
–ulang latihan yang sedang dilakukan sampai menemukan suatu teknik
yang pas. Pengualanga bisa dialkukan dengan cara pengulangan emosi,
pengulangan cara bicara, pengulanagan gerakan.
15
8) Teknik Improvisasi
Teknik improvisasi adalah teknik dasar permainan tanpa ada persiapan
atau bersifat spontan. Teknik ini berguna untuk mengasah kepekaan
seorang pemeran untuk mengatasi suatu masalah yang timbul pada saat
pementasan
3. Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus
ditonjolkan.
6. Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar gerakan-
gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.
16
7. Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadap ucapan serta
penekanannya, pada watak-watak sanga peran itu
10. Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran dan
diusahakan dihapaagar menjadi kebiasaan oleh sang peran.
11. Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajnasi dengan jalan pemusatan
perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan.
17
BAB III
METODE PEMERANAN
Dalam naskah “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti ini penulis mendapatkan
peran menjadi tokoh seorang lurah, tugas pertama penulis adalah menganalisis naskah
beserta penokohan yang didapatkan, penulis dan sutradara sama-sama mencari dan
menganalisis naskah agar memudahkan dalam proses penggarapan dan dapat
memberikan banyak macam penawaran-penawaran yang bervariasi di dalam
penggarapan naskah . Dalam proses latihan tidak selalu bersama-sama dengan
sutradara, penulis juga harus melakukan latihan dan melakukan pencarian-pencarian
sendiri.
2) Membaca dan memahami naskah setiap hari dalam kesempatan yang ada dan
waktu senggang.
3) Memahami dialog-dialog yang di ucapkan oleh tiap tokoh, baik tokoh yang akan
diperankan maupun dialog lawan main, dan tokoh lainnya.
6) Membaca sesuai intonasi dan diksi yang tepat, sesuai dengan karakter tokoh.
18
7) Melakukan olah vocal terlebih dahulu sebelum memulai latihan dengan
menggumam, mendesis, berbisik keras, mengucapkan huruf vocal a-i-u-e-o
dengan lantang, dengan mimik yang jelas.
9) Melakukan olah tubuh, dilakukan untuk pemanasan agar tubuh tidak kaku dalam
bergerak, agar menemukan eksplorasi gerak serta produksi suara dan gesture
yang bagus dan sesuai.
11) Menulis ulang setiap dialog tokoh Raden Lurah Tanpasembada dengan bahasa
penulis sendiri tanpa mengurangi atau menghilangkan inti dan maksud dari
dialog yang ada di naskah, guna mempermudah dalam memahami makna dialog
dan memudahkan dalam pencarian intonasi, diksi dan dinamika dialog yang
tepat.
13) Mencatat dan membuat kerangka alur naskah dengan bahasa penulis sendiri,
agar memudahkan dalam proses menghafal alur peradegan.
19
Berikut pelatihan bersama sutradara yang telah dilakukan selama proses
pertunjukan naskah “Sindhen”;
11. 27 Oktober 2018 - Olah Tubuh Beberapa menit untuk melenturkan gestur tubuh
aktor
- Latihan Lepas Naskah
- Latihan Perbabak ,mulai Babak satu sampai babak tiga
- Pendalaman Karakter tiap Tokoh
20
12. 29 Oktober 2018 - Pemanasan tubuh dan vocal beberapa menit
- Penggarapan Babak 1,pencarian blocking, pendalaman
karakter tokoh, dan pembiasaan dengan setting/properti
- Latihan dan pencarian pada adegan di Babak 2 dan 3 dengan
arahan dari Sutradara
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Bersama dengan Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto dan Saptaria
Handayaningsih beliau ia mendirikan Teater Gandrik pada tahun 1983. Bersama teater
inilah kreativitas keseniannya terwadahi, karena naskah-naskah tulisannya dipentaskan,
dan kekuatan keaktorannya dipertunjukkan. Selain di Teater Gandrik, ia menulis cerita
pendek dan esai budaya yang dimuat di koran daerah dan ibukota. Ia juga menjadi
redaktur majalah pariwisata "Exploring Jogja", selain bermain sebagai aktor di
panggung Teater Gandrik, ketoprak dan sinema elektronik, ia juga main dalam film :
Malioboro, Anak-anak Borobudur, Cewek Saweran, My Friend My Dream, Kontak
Tani, dll.
22
jantung koroner. Jenazah dimakamkan Selasa 2 Agustus 2011 pkl 14:00 WIB di makam
keluarga Bagong Kussudiardja di dusun Sembungan, Tamantirto, Kasihan, Bantul.
4.2.2 Sinopsis
Di khayangan para dewa sedang sibuk dengan kegiatannya masing-
masing, tetapi kinerja sang dewa semikin lama semakin menurun, bahkan ada
juga dewa yang melakukan korupsi, memanipulasi ide, sombong kedudukan,
lahap proyek, dan lain-lain. Melihat keadaan yang demikian Sang Hyang Guru
mempunyai gagasan untuk memboyong seorang sinden dari Marcapada ke
Khayangan,untuk dijadikan cermin bagi para dewa. Sang Hyang Dewa
memerintahkan Sang Hyang Narada dan Sang Hyang Yamadipati untuk
menjemput sinden tersebut ke khayangan.
23
Melstarikan kebudayaan memang bukan pekerjaan yang mudah, banyak
hal yang harus dikorbankan mulai dari fikiran, tenaga, biaya, dan bahkan
keluarga pun menjadi korban. Hal ini tidak hanya dialami oleh Semi yang selalu
bertengkar dengan Panjang, hal serupa juga dialami oleh Raden Lurah
Tanpasembada dan Bu Lurah. Sudah lama Bu Lurah memendam
kejengkelennya kepada Raden Lurah Tanpasembada, karena berharap Pak
Lurah sadar tentang keadaan yang sedang terjadi. Akhirnya bu Lurah sudah
tidak tahan dan memutuskan untuk meninggalkan Pak Lurah.
24
memarahi sinden itu juga. Tidak lama kemudian kedua dewa datang ke rumah
sinden, juga hendak meminta izin kepada Panjang. Tetapi panjang tidak
mengizinkan istrinya pergi ke khayangan karena dia masih membutuhkan sang
istri, karena merasa di rendahkan Panjang mencoba bunuh diri dengan
meminum racun. Akhirnya sang dewa bermbuk dan menghasilkan keputusan
Semi tetap di bawa ke khayangan beserta suami dan anak-anaknya. Melihat
kejadian tersebut Bu Lurah akhirnya sadar bahwa Bu Lurah tidak seperti apa
yang disangka.
4.2.3 Tema
Setiap karya seni pastinya harus memiliki tema. Dalam pengertiannya
yang paling sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar
cerita (Sayuti, 2000: 187). Menurut Robert Stanton (1965: 4) tema yang juga
disebut ide pusat merupakan sebuah arti pusat yang terdapat dalam cerita.
Dikatakan Stanton lebih jauh bahwa tema cerita memiliki nilai khusus dan
umum, seperti halnya arti pusat pengalaman manusia.
Tema memberikan kekuatan dan kesatuan kepada peristiwa-peristiwa
yang diterangkan dan menceritakan sesuatu kepada seseorang tentang
kehidupan pada umumnya. Pada umumnya tema dikemukakan secara implisit
oleh pengarang. Pengarang memasukkan tema itu secara bersamasama dengan
kenyataan-kenyataan dan kejadian-kejadian dalam cerita. Pengarang tidak
mungkin menghadirkan tema secara terpisah dengan peristiwa-peristiwa, sebab
ia harus mencampurkan fakta dan tema menjadi sebuah pengalaman yang utuh.
Dengan demikian, tema merupakan suatu unsur yang berfungsi sebagai
pemersatu elemen-elemen cerita yang lain.
Berdasarkan beberapa pokok pikiran di atas dapat diambil kejelasan
bahwa tema adalah dasar cerita yang menjadi ide pusat dari suatu cerita. Naskah
“sindhen” ini memiliki tema yang sangat luas dalam menceritakan kehidupan
sosial sindhen dan sekitarnya.
25
membenturkan ‟sifat-sifat‟ dan ‟kekuatan-kekuatan‟ tertentu.
(Stanton, 2007:32).
Dalam naskah drama berjudul “Sindhen” karya Heru Kesawa
Murti ini menggunakan alur linear. Cerita berjalan sesuai dengan
langkah-langkhanya. Dumulai dari perkenalan, konflik awal, puncak
konflik, klimaks, dan penyelesaian. Perkenalan pada naskah ini dimulia
pada babak I yaitu ketika Sang Hyang Guru menyuruh Narada untuk
turun ke marcapada menjemput sinden yang bernama semi. Kemudian
di babak II terjadi konflik awal antara tokoh Semi dengan suaminya
karena persoalan rumah tangganya. Pada awal babak ke III
menjelaskan konflik yang terjadi antara Lurah Tanpasembada dengan
bu Lurah, dan kemudian konflik memuncak ketika para warga datang
mendemo Lurah. Mencapai klimaks dan penyelesaian ketika Narada
dan Yamadipati turun ke marcapada di rumah Raden Lurah
Tanpasembada
26
4.2.6 Dialog
Suatu pertunjukan yang membangun adalah dialog tokoh. Dramatik juga
terbangun berdasarkan dialog. Tekstur tersebut tercipta karena adanya suara
dan imaji bahasa dalam dialog (Kernodle,1966:355). Selain itu, dialog
dinyatakan pula sebagai sarana primer drama, karena dialog dapat
menggerakkan alur.
Dialog tokog Raden Lurah Tanpasembada ketika sedang bersama bu
Lurah cernderung menanggapi masalahnya dengan santai dan kemudian bisa
menjadi emosi saat bu Lurah minta diceraikan. Sedangkan ketika berdialog
dengan tokoh Sawi, Genjik, dan Wartawan menjadi lebih terlihat sombong
dengan membanggakan dirinya dan sindennya, namun juga agak menutup-
nutupi sesuatu masalahnya dengan bu lurah. Saat berdialog dengan tokoh Semi
menggunakan nada yang halus dan perhatian, karena Raden Lurah
Tanpasembada memiliki perasaan dan hubungan tertentu dengan tokoh Semi.
4.3 Artistik
4.3.1 Setting/Latar
Setting bisa disebut dengan latar cerita dalam naskah. Penentuan setting
meliputi setting tempat, ruang, dan waktu.
Dalam naskah Sindhen terdapat dalam tiga babak dengan setting berbeda.
Pada babak I setting tempatnya berada dikahyangan para dewa-dewa, dengan
suasana yang keresahan yang dirasakan oleh Sang Hyang Adi Guru. Sedangkan
pada babak II setting tempat di rumah tokoh Semi, dalam suasana kekacauan
yang terjadi pada siang hari di daerah Yogjakarta. Pada babak ke III tempat
berpindah di rumah Raden Lurah Tanpasembada.
27
Adapun properti yang akan mendukung dan menjadi simbol, serta
menjadikan aktor atau aktris kaya dalam mengeksplorasi dan menghidupkan
properti yang dihadirkan. Untuk itu sutradara memberikan properti yang akan
dihadirkan ke atas pentas.
Berikut adalah properti-properti yang dihadirkan dalam artistiknya
antara lain :
Meja Dokumen
Kursi Asbak
Sofa Toples
Meja untuk sofa Tanaman hias
Surat-surat Lukisan/foto
Dokumen Vas bunga
Rak buku Amplop
Buku-buku Rokok
Kalender Tempat sampah
Telepon Gorden
28
Berikut adalah foto tampak depan dan tampak samping make up
karakter Raden Lurah Tanpasembada dalam naskah “Sindhen” :
29
4.4 Blocking
30
4.5 Tata Musik
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari konsep keaktoran (seni peran III) dapat disimpulkan bahwa kerjasama
antara aktor dan sutradara sangatlah dibutuhkan. Pertukaran pikiran serta pencarian
literasi dan observasi yang tinggi haruslah dilakukan agar tercipta suatu karya yang
releven dengan inovasi dan kreatifitas baru. Kerjasama antar pemain dan crew juga
harus dijaga dengan baik karena hakikatnya dalam dunia teater tidaklah bisa berdiri
sendiri, semua saling berhubungan dan saling membutuhkan demi mencapai hasil
yang maksimal sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Serta dapat
memperoleh pengalaman dan pembelajaran untuk kedepannya yang lebih baik.
5.2 Saran
Dalam pembuatan konsep keaktoran seni peran III penulis menyadari bahwa
masih sangat memerlukan banyak literasi dan observasi lagi. Masih banyak
kekurangan atas pembuatan konsep keaktoran ini .Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun dibutuhkan penulis agar dalam pembuatan karya kedepannya bisa
lebih baik lagi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. Kasim. 1990. Seni Teater. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anirun, Suyatna. 1998. Menjadi Aktor. Bandung: Studikub Teater Bandung bekerjasama
dengan Taman Budaya Jawa Barat, dan PT Rekamedia Multiprakarsa.
Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata Dan Tehnik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka.
Santosa, Eko. 2008. Seni Teater Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Santosa, Eko. 2008. Seni Teater Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo Bekerja Sama dengan
Yayasan Adikarya IkAPI dan The Ford Fondation
33
LAMPIRAN
NASKAH SINDHEN
Karya : Heru Kesawa Murti
Babak Satu
NARADA (Terbata bata) Sembah di hadapan Adhi Guru, saya Pamanda Narada datang
menghadap. Titah apa yang hendak Adhi Guru berikan kepada saya ?
GURU (berwibawa) Duduklah yang enak Paman Narada. Saya ingin berbincang-bincang
kepadamu.
NARADA Ho, ho, ho. Ampun junjungan para dewa di khayangan, apakah Adhi Guru selalu
melihat saya selalu mengecewakan paduka ?
GURU (Tertawa kecil) Saya tak pernah melihat Paman Narada tidak menepati janji. Tapi
paman, memang ada sesuatu hal yang ingin sekali hendak saya bicarakan kepada
paman.
GURU Apakah paman tidak melihat bahwa khayangan ini sudah mulai lagi tak bisa
memberikan sesuatu yang berarti. Para dewa penghuni khayangan sudah kembali lagi
seperti mesin, mereka hanya bisa bekerja bila ada proyek. Dilain pihak, justru di
khayangan inilah terletak tanggung jawab untuk memberikan suri tauladan dalam
melakukan sesuatu yang berarti bagi kehidupan masyarakat di Marcapada. Dan itu
bukan sekedar menunggu proyek, paman. Bukan pula sebuah program atau surat
perintah kerja.
NARADA Aduh, Adhi Guru alangkah tak berartinya saya bila Adhi Guru merasa gelisah
melihat tanda-tanda itu.
GURU (Duduk kembali) Paman, aku takut mereka justru akan berubah menjadi stereotip dan
mekanis. Paman lihat sendiri, mereka sudah mulai mandul, tidak memiliki kreativitas
kerja yang prima. Yang mereka kerjakan cuma meminta tanda tangan saya, menulis
34
acara-acara khayangan dipapan tulis, menumpuk map-map di meja mereka, main-main
mesin tik, sibuk main telpon, dan bahkan ada yang berlomba-lomba membuka pintu
mobil saya setiap saya akan pulang. Kadang-kadang ada yang cuma main catur, mengisi
TTS biar tak ada kesan menganggur sebelum jam kantor habis. Paman, itu sudah
mengkhawatirkan.
GURU Saya sampai dibuatnya heran, paman. Mereka ternyata terlalu manja dengan
kedudukannya. Menganggap bahwa khayangan selalu menentukan, selalu memutuskan
tanpa memberikan penghargaan sama sekali pada prestasi orang-orang Marcapada.
Saya berpendapat itu tak ubahnya seperti bebek-bebek yang congkak.
GURU Mental mereka mesthi dirubah paman, sebelum khayangan sendiri ambruk karena
sudah tak sanggup lagi menahan beban para dewa yang korupsi, memanipulasi ide,
sombong kedudukan, lahap pada proyek, program, yesmen.
GURU Saya justru merasa bodoh oleh orang-orang Marcapada yang kaya akan kreativitas,
kaya potensi dan memiliki prestasi besar sekalipun mereka tak selalu memperoleh
fasilitas yang baik untuk mengembangkan itu seperti yang di peroleh para dewa-dewa
di khayangan.
GURU Dan kita memang harus mengangkat mereka untuk memberikan dan menyumbangkan
kemampuan mereka sebagai cermin buat para dewa.
GURU (Heran dan kaget) Lho ! kalau demikian paman-pun juga bebek ?!
NARADA (Tergagap-gagap) E..e..e..e, maksud saya, saya amat setuju dengan apa yang
dipikirkan Adhi Guru.
GURU Na, itulah yang namanya klise !. jawabannya seperti di cetak dan diulang-ulang. Dan
bebekpun seperti itu.
NARADA Mohon ampun Adhi Guru. Tapi kalau Paman Narada ini boleh tahu, rencana apa
yang hendak Adhi Guru bicarakan ?
GURU (Memandang Narada dengan berwibawa) Apakah paman pernah mendengar seorang
sinden bernama nyonya Semi dari Marcapada ?
NARADA (Menyembah) O, paduka junjungan para dewa di khayangan, Paman Narada baru
menduga-duga, mungkin itu yang hendak dibicarakan Adhi Guru.
GURU (Datar) Suaranya ampuh, paman. Hingga bergetar rasanya khayangan mendengarnya.
35
Dia contoh orang yang punya prestasi besar, mencintai pekerjaannya. Yang jelas, saya
tahu apa yang hendak kita lakukan dengan prestasinya yang besar itu.
GURU (Memotong) Segera akan saya buatkan surat keputusan dan sekaligus surat perintahnya.
Sinden itu memang layak untuk bisa berkembang, tidak hanya untuk Marcapada dan
khayangan, tetapi juga untuk seluruh semesta yang terbatas ini. Biar khayangan yang
akan menggodog lebih matang lagi, Paman Narada.
NARADA Ho, ho, ho, itu memang sebuah prospek yang bagus, Adhi Guru. Sekaligus bisa
mengembangkan lagi nama khayangan.
GURU Dalam pikiran saya, bukan hanya nama semata-mata, Paman Narada. Tetapi juga
sebuah tanggung jawab dan suri tauladan.
NARADA Benar, Adhi Guru. Itulah yang ingin saya sampaikan kehadapan paduka. Orang-
orang Marcapada tentu tak akan begitu saja membiarkan Sindhen itu di bawa. Saya
sudah melihat kesulitan-kesulitannya.
GURU (Kepada abdi khayangan) Panggil Yayi Yamadipati kemari. Bilang kepadanya ini
perintah !
NARADA (Ikut tertawa lirih) Adhi Guru memang tidak keliru. Mesin memang harus diberi
pelican.
Guru tertawa. Narada ikut tertawa. Abdi khayangan masuk disertai Yamadipati.
GURU Engkau tentu tahu kenapa kupanggil kemari. Ini ada hubungannya dengan bidang
profesi pekerjaanmu. Yayi Yamadipati, maaf, ini mengganggu kesibukanmu membaca
Koran.
36
YAMADIPATI Titah paduka Guru diatas segala-galanya. Hamba segera akan menjalankan
apa yang hendak paduka berikan tugas kepada hamba.
GURU Kau menyertai Paman Narada turun Marcapada menjemput seorang Sindhen dan
membawanya kemari. Yayi Yamadipati tentu tahu apa yang harus yayi kerjakan.
YAMADIPATI Baru kemarin, kanda Narada. Seorang Marcapada yang hendak mengintip
orang mandi.
GURU Baiklah, paman. Paman Narada dan Yayi Yamadipati segeralah berangkat ke
Marcapada. Surat keputusan dan surat perintahnya segera bisa paman ambil di ruang
sekretaris jendral khayangan. Saya segera mengebel dia. Berangkatlah paman.
Narada dan Yamadipati segera meninggalkan ruang paseban diikuti dengan wajah puas Guru.
37
Babak Dua
Desa Watugundul pada suatu hari yang tenang. Panjang seharian tak berhenti mengawasi
kelima anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka nakal-nakal semua. Yang sulung baru berumur
6 tahun, tapi Panjang tampaknya tak punya pikiran bahwa anak itu harus segera di sekolahkan
di kecamatan. Empat orang anaknya yang lain, hampir seluruhnya berselang satu tahun. Yang
bungsu baru saja bisa merangkakitulah sebabnya Panjang nyaris sepanjang hari tak istirahat.
Maka ketika dia mendapatkan ada sebuah kesempatan untuk mengambil napas, dia segera
menggunakan peluang itu buat mengaso sepuas-puasnya. Panjang kelihatan cemberut,
murung, dan simpang siur.
PANJANG (Keluar-duduk mengipas kipas tubuhnya yang gerah) selagi masih ada kesempatan
seperti ini, sebaiknya memang harusdipergunakan baik-baik.
(Baru saja dia duduk, tiba-tiba anaknya yang sulung meronta-ronta, sepertinya anak
itu jatuh ketimpa sesuatu, kemudian (berdiri lagi-marah-melihat kedalam) Aduh !
kamu itu bagaimana ta Pongge ! kamu itu kan sudah kubilang jangan main-main di
tumpukan ember. Anak sialan ! sana, pergi dari situ. Sudah besar tidak ngrumangsani.
Ayo, jangan disitu !
Baru saja mau duduk kembali, seorang anak yang lain jatuh dan menangis sambil
berteriak-teriak.
(Berdiri lagi-marah) Apa lagi ini !
(Memandang kedalam rumah) Gusti Allah, Kenthos !, Kenthos !, apa kamu itu tidak
mau peduli sama bapakmu, he. Kan sudah kubilang, jangan main-main di kandang
ayam. Ayo, sana. Mandi !
(Duduk lagi) Yang satu ketimpa ember, yang satu lagi dilalap kandang ayam. Anak…
anak, dasar memang susah di urus.
(Belum lagi selesai, anaknya yang lain terdengar berlari-lari sambil berteriak-teriak
takut dikejar seekor anjing. Berdiri lagi melihat keluar)
Ya ampun… kecik. Kamu memang tidak kapok juga, main-main anjing. Jangan lari,
ayo berhenti ! jongkok !, jongkok ! Nah begitu.
Terdengar anjing itu sudah tidak menyalak lagi, mungkin sudah lari. Tapi kecik sudah keburu
takut dia nangis mencari emaknya.
SEMI (Dari dalam) Apa ini ? emak ! emak ! ayo pergi dari sini ! aku sedang repot !. Sana.
Anak itu masih tetap menangis. Sana ! aduh !, dimana gincunya tadi ? pakne gincunya
tadi kamu taruh mana?. Lho, ini lipenstiknya malah kamu injek-injek. O…. sialan kamu
setan cilik !
Dipukulnya anak itu. Kecik meronta-ronta lagi sambil lari terbirit-birit. Semi keluar tergopoh-
gopoh.
SEMI (Keluar dari dalam rumah) Tuh, lihat anak-anakmu sekarang sudah hampir seperti
Genjik semua !
PANJANG Wah ! kamu itu mbok ya ngomongnya jangan seperti itu. Kasar ! tidak pantes !
SEMI Tidak pantes ! tidak pantes ! memangnya kamu sendiri kalau ngomong apa juga pantes
? itu, macam begitu itu jadinya anak-anakmu, itu hasil didikanmu !
38
PANJANG Ya Allah !... kok malah tiba-tiba aku yang kamu marahi?
PANJANG (sabar) Perkara mengurus anak, itukan juga tugas kita, tugasku dan tugasmu.
SEMI Jagad Dewa Bathara… nyuwun sabar. Kamu itu memang keterlaluan Pakne ! kamu
bisanya cuma enak-enak bikin anak, melek merem rasanya sudah marem. Tapi kamu
ndak pernah merasakan sakitnya aku melahirkan mereka. Sekarang, baru begitu saja
sudah sambat !
SEMI Nyatanya, coba lihat, baru saja ditangisi sama anak-anakmu macam begitu saja sudah
gembeng, apa itu namanya tidak sambat. Laki-laki macam apa itu !
PANJANG (Berdiri) Mbokne, kalau mau ngomong itu mbok ya jangan kebablasen. Itu
namanya tidak urus.
SEMI (Jengkel) Mana yang lebih tidak urus, kamu yang seneng bikin anak, atau tidak becus
ngurus. Atau aku yang sudah susah-susah cari duit untuk makanmu sama anak-anak,
lalu kamu mencoba menyalahkan aku. Mana, mana yang tidak urus ? ayo mana ?
PANJANG Tapi kita kan bisa bicara baik-baik, tidak asal terus nyantlap.
SEMI Eh, pak. Sejak dulu aku selalu ngomong baik-baik sama kamu. Kamu jangan ngilang-
ngilangke. Apa kamu tidak ingat, kwajiban mengurus anak itu tidak hanya perempuan
saja, laki-laki macam kamupun mestinya harus bisa ngurus anak. Tidak hanya laki-laki
thok yang bias cari duit. Kalau sekarang kamu menyalahkan aku soal anak-anak, apa
itu namanya bener? Tidak gampang perempuan itu melahirkan. Sekarang, kalau aku
sekarang aku kamu bebani anak-anak, kamu itu maunya apa, he?
PANJANG Iya, tapi kalau kamu tidak ikut memperhatikan anak-anak, terus mau bagaimana?
Aku tiodak melarang kamu nyindhen. Tapi mbpok ya eling, ada masanya untuk
memperhatikan keluarga. Silahkan seminggu kamu tidak pulang. Tapi apa kamu
sesekali tidak punya kesadaran buat dekat dengan anak-anak?
SEMI (Berang) E....... jadi kamu anggap sepele, kamu anggap hina, kamu anggap saru ya aku
nyindhen itu?
PANJANG (Sabar) O, tidak. Sama sekali tidak ! apa aku pernah bilang begitu?
SEMI Buktinya, ngomongmu seperti itu, berarti kamu sudah kepingin bilang bahwa aku tidak
boleh nyindhen ya ta?
(Tertawa sinis) O.... tidak bisa, tidak bisa pakne. Aku tidak goblok untuk kamu rayu
supaya aku ngeloni terus anak-anakmu itu. Kuno! Kolot !
39
PANJANG Lho, tidak. Maksudku....
SEMI (Memotong) Jaman sekarang itu sudah tidak musimnya lagi perempuan mlungker terus
di rumah. Apa..! perempuan itu bukan pitik babon ! bukan cuma disuruh tinggal terus
di dapur! Bukan babu! Ingat, ingat! Jangan kelewatan bodohmu itu !
PANJANG Nah, nah, jadi begitu itu perolehannya kamu jadi nyindhen, dicukongi pak Lurah,
terkenal kemana-mana. Sekarang kamu ngenyek sama orang yang pernah mendorong
kamu jadi seperti itu. Apa kamu tidak eling, bahwa dulu kamu gembeng, merengek-
rengek minta dikawini?
SEMI Soal sindhen itu urusanku, soal pak Lurah itu bukan urusanmu. Aku sudah terlalu repot
untuk mengurusi soal gembeng, dan pikiranmu yang selalu cengeng itu.
PANJANG Kamu mau kemana. Kamu belum bikin bubur untuk si Tembong.
SEMI (Berkemas-kemas mau pergi) Apa kamu tidak bisa bikin sendiri? Laki-laki macam apa
kamu itu?
(Ribut sendiri) Mana tadi tasku, tas N President. Pakne tasku.
Panjang keluar mengambil tas. Semi sibuk berdandan. Panjang masuk sambil membawa tas.
SEMI (Beranjak, tapi lupa sesuatu) Aduh, sandalku. Pakne sandal jepitku!
Panjang masuk mengambil sandal jepit istrinya. Dan keluarga lagi menyodorkan sandal itu
dengan wajah bersungut-sungut.
40
Sesudah mengenakan sandal jepit langsung nyonya Semi beranjak keluar dengan muka sebal.
Panjang duduk menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia merasa heran dengan perkembangan
istrinya yang dianggapnya sudah kelewat batas itu.
PONGGE (Terengah-engah) Cilaka Pak. Cilaka Pak. Aduh, itu….. si, si Kecik, anu.....
PANJANG Apa?!
PANJANG Tobat, tobat. Yang satu selesai, yang satu nyusul. Edan semua!
41
Babak Tiga
Raden Lurah Tanpasembada. Bu Lurah duduk dengan gelisah, wajahnya menyiratkan rasa
sebal yang amat sangat. Dia tengah mendongkol, berang dan marah yang selama ini
disimpannya namun tak pernah ada waktu buat di keluarkan. Hari ini dia sudah tak tahan lagi,
seluruh isi dadanya terasa tak mampu lagi di tekan sabar, dia sepertinya hendak meledak. Tapi
Bu Lurah masih bisa mengendalikan diri. Pak Lurah keluar dari dalam. Heran memandang
istrinya. Apa yang dilihatnya itu memang membuat tak mengerti, kenapa sekonyong-konyong
isterinya bersikap seperti itu.
RL TANPASEMBADA Aku bingung melihatmu akhir-akhir ini, bune. Kalau kamu memang
sudah tidak betah di rumah ini, mestinya kamu bisa ngomong.
RL TANPASEMBADA O, silahkan.
BU LURAH Pak, kamu berat mana. Sindhen itu atau isterimu dan anak-anakmu?
BU LURAH Kamu bilang mudah, kalau orang-orang desa ini mulai banyak ngrasani kamu
gara-gara Sinden itu.
BU LURAH Kalau sekarang mereka mulai tidak terima karena suami-suami mereka gendeng,
menjual pohon kelapa, menjual perhiasan isterinya, melalaikan kehidupan mereka
42
hanya karena tergila-gila sama Sinden-mu itu, apa itu cuma perkara biasa?. Lalu
bagaimana dengan Simin yang menyia-nyiakan bininya itu, bagaimana dengan Thukul
yang sampai hendak menceraikan isterinya, bagaimana dengan Muji yang sekarang
miring?. Apa itu cuma perkara biasa?
BU LURAH Ya, bener. Betul. Kamu bener Pak. Dan kamu memang bener kalau duit hasil
penjualan tanah kamu pergunakan untuk memanjakan Sindenmu. Duit dari mana buat
beli gamelan itu, duit dari mana buat beli seperangkat halo-halo itu? Dari mana?
BU LURAH Sampai-sampai kupingmu buntet sama suara-suara orang desa, ya apa tidak?
RL TANPASEMBADA Bune, Sinden itu lahir di desa ini, dia milik desa Watugundul ini. Apa
kamu tidak sadar bila dia sudah merupakan kuwajiban kita buat menghidupkan,
menjaga dan memelihara. Dia milik desa ini satu-satunya.
BU LURAH (Sinis-tertawa) Hingga kamu lupa sama anak isterimu ya kan? Ubyang-ubyung
kesana-kemari sampai kamu tidak ingat rumah, tidak ingat sama orang-orang desa.
Tidak ingat bahwa kamu itu Lurah. Kalau aku sudah merasa malu.
BU LURAH Iya, memang aku malu. Disangkanya apa aku terus pasrah begitu saja. O, tidak.
Tidak!
BU LURAH Sekarang, aku ulangi lagi. Sinden itu atau isteri dan anak-anakmu.
BU LURAH Baik, kalau kamu memang bukan bocah, aku minta cerai!
43
RL TANPASEMBADA Aku memang juga sudah tahu. Apa kamu kira aku tidak sanggup buat
mbayar tuntutanmu? Jangan dikira ya?
RL TANPASEMBADA Lantas apa yang kamu maui? Kamu kepingin rumah ini?. Bawa.
Kepingin perhiasan yang di almari itu?. Bawa. Apa lagi?
BU LURAH O....kamu pikir aku gampangan? Memang buntet utekmu, Pak!. Kamu tidak
ngerti, aku punya kemampuan untuk membeberkan kebusukanmu itu sama Pak Camat,
kamu pikir apa aku tidak bisa mengadu sama Pak Bupati, he? Aku bisa bayar wartawan
biar kebrengsekanmu itu di tulis di koran! Jelas ?!
RL TANPASEMBADA Lha gimana tidak mau nganggap enteng, lha wong ngomongmu saja
seperti orang ngelindur kok.
BU LURAH (Marah) Kamu kepingin bukti pak? Baik, saya pikir sayapun berani. Tunggu saja
!
BU LURAH E, e allah ! jadi kamu nantang rupanya. Baik, nanti kalau orang-orang desa ini
ramai-ramai nuntut kamu, jangan keder. Kalau nanti terjadi sesuatu dengan sindenmu,
jangan mengkerut nyalimu!
Bu Lurah beranjak masuk. Dari luar datang Genjik (carik desa), Sawi (salah seorang pamong
desa) masuk mengiringi seorang wartawan yang hendak bertemu Pak Lurah.
44
(Kepada yang lain)E...sini, sini. Masuk.
RL TANPASEMBADA Waaahh, rupanya saya kedatangan tamu istimewa ini. Wartawan dari
mana, nak?
SANG WARTAWAN Dari ibukota, saya ditugaskan dari mingguan TEMPE untuk sedikit
mendapatkan sesuatu dari pak Lirah tentang Sinden yang membikin geger itu, pak.
RL TANPASEMBADA Kalau begitu, saudara ini datang pada alamat yang tepat. Saya yang
berkompeten soal Sinden itu. (tertawa puas) Dia itu memang hebat kok, nak! Sudah
sepantasnya bila harus dimuat khusus di majalah bonafid saudara itu. Kalau perlu, di
muat untuk satu terbitan istimewa, semua isinya sinden. Begitu ta nak?
RL TANPASEMBADA (Tertawa) Saya lupa, kita belum kenalan, tiwas sudah ndrojos. Baik!
Nama birokrasi saya Raden Lurah Tanpasembada, nama ndesanya tidak usah, itu bukan
berita nak. Nah, disamping saya ini adalah carik saya, namanya Genjik. Lha, kalau itu,
yang suka cungar-cungir itu, namanya Sawi, salah seorang pamong saya.
SANG WARTAWAN Pertama tama pak Lurah, berapa luas wilayah desa ini, berapa banyak
penduduknya, berapa orang yang punya radio dan tv, berapa orang yang punya kerbau,
berapa.....
RL TANPASEMBADA Lho, lho. Ini maunya sensus ekonomi apa sensus berita ?
SANG WARTAWAN Ah ! ini yang kode etik jurnalistik. Fakta memang harus diungkap secara
obyektif, meskipun bisa dibikin-bikin, rak iya ta mas ?
RL TANPASEMBADA O... saya pikir mau apa. Genjik, tolong jelaskan pada saudara
wartawan ini soal-soal yang disebutkan itu mengenai desa kita.
GENJIK Nah, mas, tidak usah pakai buku monografi desa ya, lha wong bukunya saja udah
hilang. Tidak harus persis ta, di bikin-bikin saja ya?
SANG WARTAWAN Ini tentu saja ada pengaruhnya kenapa desa ini tiba-tiba saja melahirkan
sinden besar macam Nyonya Semi itu. Pak Lurah. Bolehkah saya tahu apa yang
menyebabkan bahwa sinden itu bisa menjadi demikian masyhur ?
45
RL TANPASEMBADA (Tertawa sombong) Genjik, tolong jawab pertanyaan saudara itu,
bagaimana aku mengelola Semi. Awas, Genjik, jangan coba-coba dikurangi, kalau
perlu malah berbunga-bunga, biar tampaknya gagah.
GENJIK (Berdehem)Bagai air jatuh di pelimbahan, bak pisau bertemu gagangnya. Desa ini,
mas wartawan, sejak jaman moyang kami tumbuh bersama sinden. Mereka tak bisa
dipisahkan. Begitulah semesta jagad raya mengatur kehidupan.
RL TANPASEMBADA Ah, nak, nak. Tulis itu, tulis itu ! Genjik, coba kasih saudara wartawan
ini rokok yang paling mahal. Ehm, nak, lanjutkan lagi penilaianmu itu, jangan rikuh.
Ayo !
SANG WARTAWAN (Setelah menerima rokok) Dalam mendidik seorang sinden, seperti pak
Lurah sudah selayaknya bila harus berkorban materi maupun waktu, sebab itu demi
kebesaran sebuah desa, dus sekaligus demi identitas budaya kita dan nilai serta
semangat nasionalisme kita.
RL TANPASEMBADA Tulis lagi itu, nak. Saya setuju. Pokoknya jangan sampai tercecer
sedikitpun ya ? bagaimana Sawi, kamu mesthi setuju ya? Harus ! dan juga kamu,
Genjik.
RL TANPASEMBADA Ingat Genjik ! ini mau masuk koran. Tidak perlu pakai tetapi!
RL TANPASEMBADA Nak, nak. Sebagai seorang wartawan, apa pendapat saudara tentang
ketenaran sinden yang saya asuh itu.
SANG WARTAWAN Ehm, begini pak Lurah. Saya berpendapat bahwa apa yang dilakukan
oleh pak Lurah adalah sesuatu yang luhur, sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh
orang seperti bapak. Menurut saya, itu semacam.... panggilan, begitu istilahnya. Jadi
suatu kerja yang penuh pengabdian, tulus, dan tanpa pamrih. E, pak Lurah, pak lurah,
coba tulis itu, tulis ya.
RL TANPASEMBADA (Sesudah menulis) Memang benar, nak. Tiga kali sinden saya itu
menang dalam kejuaraan tingkat kabupaten, dan dua kali tingkan propinsi dan ini yang
46
hendak direncanakan adalah tingkat nasional. Bagaimana menurut pendapatmu, nak?
SANG WARTAWAN Begini.... tulis ya pak Lurah. Saya bisa memastikan pasti menang di
tingkat nasional, sebab sebenarnya tidak menangnya yang penting, tapi justru
bagaimana prestasi sinden itu telah mendapatkan kepercayaan penuh dari warga bangsa
kita. Sudah di tulis ta, awas, jangan sampai tercecer !
SAWI Lho, lho, maaf pak Lurah, lha kok malah wartawannya pak Lurah ? E,,, nuwun sewu.
RL TANPASEMBADA Eh, apa iya?
(Kaget, heran) Oh hiya, tidak terasa. E, e, e, tapi nak, itu kan ndak apa-apa ya, sesekali
wartawan itu di wawancarai, siapa tahu malah jadi bumbu menarik buat beritanya.
Kode etik jurnalistik kok, ya mas ya? Ndak apa-apa.
SAWI O, jadi sekarang wartawan itu malah cari orang supaya diwawancarai. Wah, hebat itu
kang, wartawannya bisa jadi hebat itu.
RL TANPASEMBADA Mh... maaf saudara wartawan, bawahan saya itu memang suka guyon.
Tidak perlu di tulis ya, itung-itung buat selingan.
Dari luar datang sinden. Pak Lurah berdiri menyambut. Sinden masuk.
RL TANPASEMBADA Nah, ini kebetulan. Perkenalkan nak wartawan, inilah sinden yang
menggemparkan itu. Semi, ini wartawan yang hendak menulis kamu di koran nanti. Itu
artinya kamu memang sudah bonafid, sampai jauh-jauh ada wartawan datang kemari.
Ayo salaman.
Mereka bersalaman.
SANG WARTAWAN Saya Lenthuk, wartawan dari mingguan TEMPE. Saya sudah lima kali
dapat penghargaan. Saya wartawan senior, mbak yu Sinden, eh siapa namanya ?
GENJIK dan SAWI (Bersama sama-koor) Ya, pak Lurah. Ya, pak Wartawan.
SANG WARTAWAN (Tertawa kecil) Bagus, bagus. Kepada mbak yu Semi, mbak yu telah
memperoleh nama besar sebagai sinden, dalam hal ini, apa resep mbak yu kok langsung
bisa misuwur ?
RL TANPASEMBADA (Kepada Semi) Semi, kalau ngomong sama wartawan harus konsisten,
47
runtut. Bukankah aku sudah kasih kamu brifing buat menghadapi wartawan ?
SEMI Resep saya, mas, adalah bangun pagi teratur, minum susu, mengunyah kencur, ajeh
pakai pilis,....
RL TANPASEMBADA E, e, e, jangan yang itu njawabnya. Ayo, pakai saja teks yang untuk
latihan dulu itu.
SAWI Anu mas, supaya wawancaranya itu lancar dan sistematik, mbak yu sinden itu sudah di
tatar khusus untuk menghadapi wartawan. Wawancara pakai naskah, begitulah.
SEMI Soal resep? Ada, begini, resepnya adalah satu, mempunyai kesadaran untuk melestarikan
kekayaan kebudayaan bangsa. Dua, mengabdi sepenuhnya demi kelestarian dan
perkembangan kesenian tradisional. Tiga, memiliki pandangan jauh terhadap usaha
memetri kesenian adiluhung.
SANG WARTAWAN (Mengangguk puas) Memang, itu sudah merupakan panggilan buat kita
sebagai warga dari masyarakat suatu bangsa. Mbak yu Semi, tentang bakat, eh, mas
soal bakat apa ada dalam naskah ?
SAWI O, ada. Ada. Pada pasal duabelas, ayat lima. Bagian enam, sub bagian tujuh, paragraf
empat, kalimat kedua dengan daftar pustaka no sepuluh, yak.
SANG WARTAWAN Baiklah, mbak yu Sinden, dalam memupuk bakat mbak yu ini, apakah
pendapat mbak yu tentang keberhasilan bakat yang dimiliki mbak yu Sinden.
SEMI Keberhasilan bakat saya adalah A. Karena hasil tempaan dari orang yang memiliki
kuajiban tinggi menjunjung nilai kebudayaan nasional. B. Hasil dari kesadaran dalam
mengangkat wajah budaya tradisional, C. Hasil dari kesadaran dalam memberikan arti
dalam mengisi makna kemerdekaan dalam bidang seni budaya, D. Hasil proses kreatif
yang secara terus menerus.
SANG WARTAWAN (Tertawa renyah) Ternyata mbak yu Sinden ini memang betul-betul
intens sebagai seorang yang punya prestasi besar. Nah, mbak yu Sinden, sehubungan
dengan hal itu, bagaimana pendapat mbak yu tentang kepekaan pak Lurah dalam
mengangkat begitu mbak yu punya potensi yang mengagumkan itu ?
RL TANPASEMBADA Aha, itu langsung menyangkut aku. Sawi, coba kamu jelaskan
prosesku dalam mengangkat Semi. Meskipun yang ditanyakan itu pendapat Semi. E,
nak wartawan, supaya lebih obyektip, supaya kesannya tidak dipaksakan. Ayo, Sawi.
SAWI Saya bisa langsung membaca pendapat mbak yu Sinden ini, mas. Bahwa menurut saya
dia akan berpendapat pak Lurah itu seorang luhur, di samping memang beliau memiliki
48
pengamatan yang tajam dalam memandang prospek cemerlang mbak yu Sinden.
SANG WARTAWAN Untuk itu, mas Sawi, bagaimana pendapat saudara dan apa saja yang
telah di sumbangkan pak Lurah demi prospek yang cemerlang itu ?
RL TANPASEMBADA (Tertawa) Itu adalah bagianmu Genjik, coba jelaskan untuk nak
wartawan ini.
GENJIK Sebagai pejabat teras desa, mas wartawan, saya bisa langsung menjawab pendapat
saudara Sawi. Begini, pak Lurah itu adalah seorang yang memiliki pengabdian besar
dalam mengembangkan potensi seni budaya yang dimiliki oleh desa ini, termasuk juga
tentang mbak yu Sinden ini. Untuk itu beliau tak sungkan-sungkan untuk
menyumbangkan apa yang beliau miliki. Beliau telah menyumbang seperangkat
gamelan slendro pelog, membangun pendopo, membangun studio modern,
membuatkan sebuah padepokan dan masih banyak lagi yang tak bisa dihitung satu
persatu.
Tiba-tiba dari luar terdengar orang-orang desa berteriak-teriak, mengumpat-umpat pak
Lurah, dan sang Sinden bahwa kedua orang itu telah membuat kacau desa dengan hadirnya
Sinden.
SANG WARTAWAN (Ternganga) Siapa mereka itu, pak Lurah. Kedengarannya kok seperti
tak terkendali.
SAWI O, .... itu memang sudah rutin di desa ini, mas. Itu karena memang membuktikan bahwa
segala sesuatu harus diatur begitu. Semakin orang tidak suka dengan berteriak-teriak
seperti itu, terbukti mbak yu Sinden makin terkenal. Jangan lupa itu sudah diatur.
Dua orang warga desa masuk. Seorang menuntun seorang lagi yang tengah menderita
sinthing.
WARGA DESA I Nah, pak Lurah !, saya tidak terima, abang saya jadi gendeng seperti ini
gara-gara Sinden sialan itu. Dia sudah menjual semua miliknya. Harta bendanya sudah
ludes, keluarganya kocar-kacir lantaran kedanan sinden itu. Saya tidak terima.
WARGA DESA I Pokoknya pak Lurah mesti tanggung jawab ! pilih salah satu, desa ini atau
Sinden itu !
ORANG SINTING Cihui, Sinden bahenol, bahenol nerkom. Ihik, ihik. Sinden kupeluk, sinden
kukenyut-kenyut, sindennya kenyil-kenyil. Aduh bapa, aduh simbok, hati beta jadi
senut-senut. Duh, Sindenku......
SAWI He ! Kempo ! Itu tidak ada hubungannya dengan pak Lurah, apa kamu tidak lihat bahwa
ini sedang ada tamu !
WARGA DESA I Tidak ada hubungannya, matamu ! Sinden itu sudah banyak bikin gara-gara
!
49
SAWI Lho itu salah mereka sendiri !
WARGA DESA I Matamu memang merem, kang Sawi. Mulutmu sekarang ngomongnya sudah
lain.
ORANG SINTHING Kepala ayam di plintir-plintir, di goreng dimakan dengan minum dawet,
jaman sekarang tak usah mikir-mikir kalau rasanya memang kebelet.
(Tertawa) Sinden, ayo kubopong, mana kamu Sinden...
WARGA DESA I Lihat ! buka matamu kang Sawi ! siapa yang sinthing ini, lihat !
RL TANPASEMBADA Kempo ! Sudah, aku sudah dengar. Kamu butuh berapa buat
menyembuhkan kakangmu ini ? Eh, Sawi, coba kamu kasih si Kempo ini uang yang
sudah saya siapkan itu.
Sawi maju menyodorkan uang kepada Kempo. Mula-mula Kempo menolak, tapi akhirnya
menerima juga.
WARGA DESA I Em..soalnya tadi anu, kok pak Lurah, saya memang ndak tahu kalau harus
ke dokter. Terimakasih pak Lurah.
Kempo beranjak dari tempat itu menuntun orang sinthing yang terus saja ngomel-ngomel.
SAWI Pak Lurah tidak segan memberikan dana untuk warganya yang miskin, mas wartawan.
RL TANPASEMBADA (Kepada wartawan) Nak, itu jangan kamu tulis. Jiwa sosial tidak perlu
kelewat jelas diperlihatkan. Saya tidak enak.
GENJIK (Kepada wartawan dan Semi) Pak Lurah memang benar. Itu beliau lakukan agar
jangan sampai nanti timbul kesan berlebihan. Bukankah begitu mbak yu Semi ?
SEMI Bagaimanapun juga yang namanya berlebih-lebihan itu kurang sreg bagi kami orang-
orang desa ini, meskipun kami tahu bahwa mas wartawan sesekali justru penasaran
ingin menulis.
RL TANPASEMBADA (Tertawa) Sinden saya tepat sekali, nak. Dia ini contoh yang dalam
memperlakukan seorang wartawan. Nah, saya bisa memberikan buktinya. Sawi, kasih
sang wartawan ini yang sudah saya siapkan sejak kemarin.
50
RL TANPSEMBADA Jangan kaget, nak. Itu sudah tradisi kami.
SANG WARTAWAN Itu, itu……
RL TANPASEMBADA Harap dimaklumi, nak. Jauh sebelum ada istilah wartawan amplop,
kami sudah lama sekali punya adat istiadat amplop.
(Tertawa ramah) Dan itu harus saudara tulis !
RL TANPASEMBADA Jangan cemas dulu, saudara menuliskan bahwa saudara datang ke desa
ini disambut dengan upacara adat istiadat yang meriah.
(Tertawa ramah) Itu maksud saya.
WARGA DESA II (Marah) Sialan ! Sinden itu memang setan cilik tak tahu diuntung ! Pak
Lurah ! anak saya sudah dibikin celaka sama Sinden itu, dia menggoda anak saya, dan
sekarang anak saya itu mau menjual kebun kelapa saya!
RL TANPASEMBADA Genjik, Genjik, Coba kamu ladeni orang ini. Saya sudah capai
mengurus soal-soal seperti itu.
GENJIK Mengemban titah pak Lurah, saya mau tanya kenapa anakmu itu tidak kamu larang,
kamu kan orang tuanya. Itu soal gampang. Gampang! Sebab kamu bisa menyelesaikan
sendiri. Tanpa harus marah-marah di sini. Pulang saja, ya?
WARGA DESA II Pulang-pulang bagimana. Dia itu mau membunuh saya kalau saya melarang
menjual kebun kelapa itu ! Sinden itu masalahnya sekarang sudah macem- macem.
GENJIK Kamu sudah tua, dan itu bukan urusan kami, pulang saja, ya?
GENJIK Maap, pak. Tangan saya tiba-tiba jadi gatel! Pulang, ya?
WARGA DESA II E . . . . Kamu kira saya tua-tua begini tidak berani, apa kamu tidak mengerti
saya punya aji-aji Sumur Gemuling, he !?
RL TANPASEMBADA Sudah, sudah Genjik. Emh, Sawi, coba kamu kasih bapak ini amplop
yang sudah disediakan untuk perkara seperti ini.
RL TANPASEMBADA Itu cukup untuk mengganti harga kebun kelapamu. Kasih amplop itu
pada anakmu.
51
RL TANPASEMABADA (Kepada sang wartawan) Nah, itu bukti lagi, nak. Bukti bahwa kami
ini kuat sekali percaya kepada adat istiadat kami. Masih tidak percaya ? Baik. Sekarang
saudara bisa melihat-lihat apa yang sedang kami persiapkan selama ini. Mari saya
tunjukkan sesuatu yang lebih penting untuk ditulis di koran saudara. Semi, kamu ikut
aku. Genjik dan Sawi tinggal disini sementara aku dan Semi mengantar nak wartawan.
Pak Lurah dan Semi mengantar sang wartawan. Sawi dan Genjik tinggal. Setelah mereka
pergi.
SAWI Untung tadi pak Lurah tidak langsung tanya soal SPJ.
SAWI Ya, SPJ duit yang sudah dikeluarkan itu. Padahal kuitansinya tidak ada. Aduh, lega aku.
GENJIK Lho iya, tapi kang sawi mestinya kan harus kasih laporan ta?
SAWI Itu masalahnya. Sebenarnya saya mau lapor terus terang, tapi Le, aku ada nak wartawan
itu, jangan-jangan nanti aku masuk koran. Padahal, duit sisanya itu Le, sudah saya
gunakan buat nalangi cicilan Kerbau.
SAWI Le, apa betul, pak Bupati itu segera mau rawuh ke desa ini buat meresmikan dan
merestui pak Lurah dan Semi untuk mengikuti festival tingkat nasional itu ?
GENJIK Lho, kamu itu bagaimana ta kang. Jadwalnya kan sudah dikasih sama kita?
SAWI Itu artinya, pak Lurah sedang sibuk-sibuknya. Beliau pasti tidak sempat tanya soal SPJ,
ya ta ?
GENJIK Itu tidak baik kang. Kalau kang Sawi tidak lapor. Saya lapor.
SAWI Wah, jangan Le. Jangan.
GENJIK Kalau tidak lapor itu kan namanya tidak disiplin ta kang?
SAWI Untuk kali ini saya mohon dispensasi dari kamu Le, tapi besok tidak sudah, yakin !
Buat kali ini saja !
GENJIK Wah ya tidak bisa. Itu masalah berat, kang! Kamu sudah tidak bisa naik banding lagi.
52
SAWI Asal apa Le, asal apa?
GENJIK Asal kang Sawi bisa kasih saya berapa persen untuk tutup mulut kalau nanti kang
Sawi ada sisa anggaran.
SAWI Sepuluh ?
GENJIK Sudah enam puluh, belum termasuk beli odol, sikat gigi, sabun cuci, sampo, . . .
Tiba-tiba muncul Narada dan Yamadipati, dari atas mereka memandang Genjik dan Sawi.
NARADA Rupanya, kalau tidak keliru kita sudah sampai didesa Watugundul, yayi
Yamadipati. Orang angon bebek disana tadi bilang disini tempatnya. Lho! Yayi, aku
mendengar pembicaraan orang Marcapada, Yayi !
NARADA Mbok coba kamu liat disana itu, kelap-kelip itu apa yayi ?
53
NARADA He ! Orang Marcapada apa kamu tahu di mana rumahnya Lurah Watugundul ?!
GENJIK Na, itu dia! He ! makhluk E.T. ! kamu tanya yang sopan. Turun !
NARADA Wella dallah, Orang Marcapada itu tidak urus yayi ! Coba kamu bereskan saja yayi
Yamadipati!
GENJIK He ! makhluk E.T yang jelek! Saya ini utusan pak Lurah !
Yamadipati pasang kuda-kuda hendak nyabut nyawa Sawi dan Genjik. Pak Lurah datang,
heran melihat Sawi dan Genjik meronta-ronta.
RL TANPASEMBADA Hah ?! Sang hyang dewa ?! he, njik ! itu dewa !ayo nyembah !
NARADA Kedatangan kami ini memang mengemban titah sang Hyang Guru di khayangan.
Maka tepatlah kiranya, bila aku bisa langsung berhadapan dengan Lurah desa
Watugundul.
RL TANPASEMBADA Syukur, sang hyang dewa dapat mengunjungi kami dengan titah yang
luar biasa ini. Kalaulah saya boleh tahu, tugas apakah gerangan yang di bebankan sang
hyang dewa?
NARADA Sang Hyang Guru di khayangan member tugas aku untuk menjumpai Sinden
Watugundul ini, yang kabarnya hendak mengikuti kejuaraan festifal tingkat nasional.
RL TANPASEMBADA Kebetulan, kami sedang mempersiapkan tugas suci itu. Saya sangat
berterima kasih bila upaya kami ini mendapat perhatian besar para dewa di khayangan.
RL TANPASEMBADA Inilah Sinden kami itu, sang Hyang dewa. Dan mas yang satu itu
54
adalah seorang wartawan.
RL TANPASEMBADA Wi! Njik! Tahu ta tugasmu? Bawa keluar dulu mas wartawan.
Sawi dan Genjik menyeret wartawan keluar. Wartawan meronta, tapi orang itu tak peduli.
SEMI Semi, sinuhun. Saya menghaturkan selamat datang kepada sang hyang dewa, mudah-
mudahan salam saya ini diterima.
YAMADIPATI Rontok rasanya hatiku demi mendengar alunan tembang sinden ini. Wa…,
sinden ini memang hebat, wa!
NARADA Kalau cuma restu, kuberi!. Tapi ada sesuatu yang lebih penting lagi, ki Lurah. Sang
Hyang Adi Guru di khayangan memberikan titah padaku dan yayi Yamadipati ini untuk
segera memboyong sindenmu, kubawa ke khayangan.
YAMADIPATI Wa, apa tidak sebaiknya Semi ini tetap saja di Marcapada. Ia orang
Marcapada, hidup di Marcapada, tempatnya di Marcapada. Jangan dibawa ke
khayangan, wa.
NARADA Hush! Jangan mlenca-mlence mulutmu, yayi. Ini bahaya! Baiklah, Ki Lurah, ini
sudah kubawa surat perintah dan surat keputusannya.
55
RL TANPASEMBADA Tapi mestinya kami harus berembug dulu dengan Semi, sinuhun.
NARADA Berembuglah sana. Berembug dan berembug itu kerja orang marcapada. Sana
berembug sana!
RL TANPASEMBADA Bagaimana Mi? Ini sudah tidak bisa ditawar lagi, kamu harus ke
khayangan. Artinya aku harus kehilangan kamu. Baiklah, terima saja ini Semi. Dan,
hati-hati saja Mi.
NARADA Kami dewa-dewa di khayangan tahu apa yang harus dilakukan untukmu Semi.
Khayangan akan menjadi tempatmu yang baru. Ingatlah, kehormatan orang Marcapada
bisa diboyong ke khayangan.
SEMI Saya bisa memutuskan, asal saya mesti berembug dulu dengan suamiku, sinuhun.
NARADA Berembug lagi? Baiklah, kamu boleh berembug dengan suamimu, tapi ingat, titah
itu sudah keputusan dan tidak perlu kamu berjalan jauh ke rumah, kusebda kamu bisa
langsung sampai di rumah! Alakazam!
PANJANG Lho Semi, kenapa kamu sudah di rumah lagi ? Kamu urung menyanyi bersama pak
Lurah ?
SEMI Ini kang, tadi ada utusan dari khayangan, bermaksud memboyong saya ke khayangan.
Ini kang surat perintah dan keputusannya.
SEMI Tapi di khayangan, aku bakal bisa berkembang lebih baik. Dewa-dewa bakal
menggodogku, kang!
PANJANG Tidak! Kemampuanmu itu justru bakal sirna, oleh penyakit kesombongan
khayangan! Tidak Semi!
56
SEMI Aku mesti berangkat, ini sudah keharusan, kang!
PANJANG Sekarang kalau kamu ndak nggugu suamimu, ini, ini, obat nyamuk di tangan
kananku atau clurit di tangan kiriku.
NARADA E… e… e… nanti dulu kisanak, jangan keburu nafsu! Dipikir dulu tindakan tololmu
itu!
NARADA E… nekad kamu ya? Kusebda clurit dan obat nyamuk jatuh! Alakazam!
PANJANG Dewa kok tidak tahu aturan, tidak tahu sopan santun. Masuk desa tanpa permisi,
masuk rumah tanpa kula nuwun!
NARADA Saya diutus oleh sang hyang adi guru untuk menjemput sindenmu ini!
PANJANG Tidak bisa! Sinden ini isteriku, aku sendiri yang ngurus bukan cuma untuk dewa-
dewa macam kamu! Kelancanganmu ini sudah melanggar tatanan desa! Aku harus
laporkan ini pada pak Lurah!
PANJANG Tidak bisa! Aku harus lapor pak Lurah! Ayo Semi, ikut aku!
57
NARADA Kisanak, jangan gegabah, nanti dulu!
(Mengejar Semi dan suaminya).
YAMADIPATI (Menahan Narada) Jangan Wa. Biarkan mereka pergi! Itu adalah hak dan
kewajiban mereka. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita kepada orang
Marcapada, mereka bukan dewa seperti kita, Wa. Pulang saja Wa, pulang saja!
NARADA Angger Yamadipati, engkau seorang dewa yang menjadi kiblat orang Marcapada,
tidak selayaknya itu diucapakan, sebab kiblat itu bukan sekedar harapan.
YAMADIPATI Aduh Uwa Narada, kiblat itu sekarang telah menggelisahkan kita, Uwa tahu,
kenapa kita diutus ke Marcapada bila memang khayangan sendiri hendak mencari
kebijakan baru, dari Marcapada ini.
NARADA Angger Yamadipati, hendaklah kamu sabar, kamu ini hanya melihat satu sisi saja,
nilai-nilai luhur kebijakan hidup tak hanya diperoleh dengan sekali melihat kenyataan,
kamu butuh waktu untuk bisa mengerti!
YAMADIPATI Duh, uwa Narada, bagi saya tidak keliru untuk menemukan kebijakan sendiri
untuk mendapat makna hidupku. Saya bukan mesin, diriku sendirilah yang menentukan
kebijakan yang ada dalam sanubariku.
NARADA Sudah jadi hukum di khayangan, bahwa seorang dewa harus merencanakan
keluhurannya. Dia adalah suri tauladan. Puncak harapan orang Marcapada.
YAMADIPATI Suri tauladan, tidak hanya keluar dari kedudukan yang tinggi. Suri tauladan
keluar dari keluhuran hidup setiap orang. Ia tidak ditentukan, tapi keluar sendiri dari
perilaku dan kebesaran jiwa. Marcapada ini lebih ragam untuk mencari kabijakan hidup
dan mendewasakan diri. Sudah Wa, aku tdiak ingin kembali ke khayangan, tidak, aku
tidak akan kembali ke khayangan. Sudah Wa, sudah wa! Sudah wa!.
Yamadipati pergi.
NARADA Tunggu, angger Yamadipati! Edan tenan! Baiklah, akan kuadukan kamu kepada
sang hyang adi guru di khayangan.
(Terbang ke khayangan) Sang Hyang Adi Guru….!
SELESAI
58