Anda di halaman 1dari 6

Anatomi

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan

panjang sekitar -6 cm dan berisi 30-60 empedu. Bagian fundus umumnya

menonjol sedikit ke luar tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus

menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup

seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak

terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu

mengalami distensi akibat batbendungan oleh batu, bagian infundibulum

menonjol seperti kantong (kantong hatmann).

Duktus sistkus panjangnya 1-2 cm dengan diameter nya 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katub berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yang

memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandungan empedu, tetapi

menahan aliran keluarnya.

Saluran empedu ekstrahepatik terlatak di dalam ligamentum hepatoduodenale

yang batas atasnya portahepatis, sedangkan batas bawahnya distalpafilafater.

Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil

yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan curahan cekresi empedu

melalui duktus interobaris keduktuslobaris, dan selanjutnya keduktus hepatikus di

hilus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara

duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang doedenum, menembus

jaringan pangkreas dan dinding duodenum, membentuk papilla vater yang terletak

disebelah media dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter

oddi. Yang mengatur aliran empedu kedalam duodenum. Duktus pankreatikus,


umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus koledekus di dalam

papila vater, tetapi dapat juga terpisah.

Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan

pembuluh arteru yang mendarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang

ditemukan dalam bentuk luas ini perlu diperhatikan oleh para ahli bedah untuk

menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus

hepatikus atau duktus koledekus.

Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar

waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan

di sini mengalami pemekatan sekitar 50%.

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga factor, yaitu sekresi empedu diatur

oleh tiga factor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan

tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan

dialirkan ke dalam empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi dan empedu

mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti

disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi

daripada tahanan sfingter.

Klosistokinin (CCK(, hormone sel APUD dari mukosa usus halus,

dikeluarkan atas ransangan makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam

lumen usus. Hormone ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi

kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya

kontraksi kandung empedu setelah makan.


Biokimia

Garam empedu, lesitin, dan kolestrol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.

Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari

kolestrol. Pengaturan produksinya dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik

yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.

Kolelitiasis

Istilah kolelitasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat

ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada

kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di

dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kandung empedu ini

berpindah ke dalam saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder.

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu tetapi

ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun

intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi criteria sebagai

berikut: ada masa asimtomatik setelah kolesistektomi, morfologik cocok dengan

batu empedu primer, tidak ada struktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa

duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan sisa

cacing askariasis atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu

primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur

atau tanah, dan warna coklat muda sampai cokelat gelap.


Insidens

Insidens koletiasis di Negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang

dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan koletitiasis tidak bergejala dan bertanda.

Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di

Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di Negara lain di Asia

Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis

dengan ultrasonografi.

Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu

bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di Negara

barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu pigmen

meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen

disbanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak

1965 makin meningkat. Tiak jelas apakah perubahan angka ini betul-betul oleh

karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya hidup, termasuk

perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunya frekuensi

infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens hepatolitiasis.

Sementara ini, didapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia

lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka

yang terdapat di Negara barat, dan sesuai dengan angka di Negara tetangga seperti

singapura, Malaysia, muangthai dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa factor

infeksi empedu oleh kuman gram negative E. coli ikut berperanan penting dalam

timbulnya batu pigmen. Diwilayah ini insidens batu primer saluran empedu

adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia barat sekitar 5

persen.
Perbedaan lain dengan di Negara barat ialah batu empedu banyak ditemukan

mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata tersering ialah

40-50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insidens baru saluran empedu meningkat.

Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah penderita lelaki.

Meskipun batu empedu terbanyak ditemukan di dalam kandung empedu, sepertiga

dari batu saluran empedu merupakan batu duktus koledokus. Oleh karena itu

kolangitis di Negara barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga

dari jumlah kolesistitis. Batu intrahepatik dan batu primer saluran empedu juga

cukup sering ditemukan.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktu koledokus melalui

duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut

dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga

menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus

sistikus yang sempit dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan

striktur. Kalau baru terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu

besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu

duktus sistikus.

Kolektiasis asimromatik biasanya diketahui secara kebetulan sewaktu

pemeriksaan ultrasonografi pembuatan foto polos perut atau perabaan sewaktu

operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan yang

mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap

makanan berlemak.

Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran atas kanan atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang mungkin baru menghilang

beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada

sepertiga kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau ke puncak

bahu, disertai mual dan muntah.

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang

setelah makan antasid.

Pemeriksaan fisik pada batu kandung empedu.

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistis akut dengan peritonitis local atau umum, hidrops kandung empedu, atau

pancreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di

daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan

bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu

yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

bernafas.

Anda mungkin juga menyukai