Drs. H. Wakidi.
// puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT , Tuhan penguasa jagat raya dan seluruh
isinya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan buku panduan
FISIKA TEKNIK untuk Jenjang Pendidikan Strata Satu ( S1 ) Program Studi Pendidikan Teknik
Mesin ( PTM ) dan Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif ( PTO ) Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang ini dapat diselesaikan.
Penulisan buku panduan ini dimaksudkan untuk melengkapi Satuan Acara Perkuliahan
( SAP ) Mata Kuliah Fisika Teknik yang telah ditetapkan oleh Jurusan Teknik Mesin di Fakultas
Teknik Universitas Negeri Malang.
Buku Panduan ini sekaligus menjadi buku panduan wajib bagi mahasiswa yang
mengambil program mata kuliah Fisika Teknik , disamping buku-buku lain yang terkait dengan
pokok bahasan yang telah ditetapkan di dalam SAP .
Pokok bahasan dalam buku panduan ini meliputi Usaha dan Energi , Impuls dan
Momentum , Elastisitas bahan , Kapasitor dan Kapasitansi , Arus Listrik, Hambatan dan Gaya
Gerak Listrik , Rangkaian Listrik Arus Searah , Arus bolak balik.
Dengan adanya buku panduan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami Mata Kuliah Fisika Teknik, sehingga Proses Belajar Mengajar Mata Kuliah Fisika
Teknik menjadi lebih baik.
Demikian buku Panduan ini disusun, semoga bermanfaat bagi yang membaca dan
khususnya bagi mahasiswa yang memprogram Mata Kuliah Fisika Teknik.
Kritik dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan buku Panduan ini penulis terima
dengan lapang dada dan senang hati.
Penulis,
Drs. H. Wakidi.
DAFTAR ISI
𝑦
𝐹𝑆
v
𝐹
ds
s
𝐹𝑁
F = Gaya resultan
FN = Gaya normal / gaya sentripetal dan arahnya selalu tegak lurus pada v ( kecepatan ).
1
2
𝑑𝑣
Fs = m . 𝑑𝑡
𝑑𝑣 𝑑𝑣 𝑑𝑠 𝑑𝑣 𝑑𝑣
= 𝑑𝑠 . 𝑑𝑡 = v . 𝑑𝑠 , maka persamaan berubah menjadi : Fs = m . v . 𝑑𝑠
𝑑𝑡
𝑠2
W= ∫𝑠1 𝐹𝑠. 𝑑𝑠 ………………………(1-2)
Usaha gaya resultan yang dilakukan terhadap sebuah partikel sama dengan perubahan energy
kinetik partikel tersebut.
Usaha W ( nol ) : Apabila komponen gaya itu tegak lurus terhadap arah
Dari gambar 1 diatas rumus usaha ( W ) seperti pada persamaan (1-2) dapat juga ditulis
dengan bentuk lain.
Apabila sudut 𝜃 adalah sudut antara vector gaya F dan vector perpindahan ds, maka :
Fs = F. Cos. 𝜽
𝑠2 𝑠2
W = ∫𝑠1 𝐹s. ds = ∫𝑠1 𝐹. Cos 𝜃. ds
Dalam hal khusus apabila sudut 𝜃 sama dengan 0 atau 180o , maka persamaan usaha ( W )
menjadi sebagai berikut :
Cos 𝜃 = ± 1
𝑠2 𝑠2 𝑠2
W = ∫𝑠1 𝐹. Cos 𝜃. ds = ∫𝑠1 𝐹. Cos 𝜃. ds = ± 1 ∫𝑠1 𝐹. ds
4
𝑠2 𝑠2
W = ∫𝑠1 𝐹. ds = ∫𝑠1 𝐹. Cos 𝜃. ds
Contoh soal :
𝑃
𝑁
𝜃
𝑃 cos 𝜃
Gambar 3 : Sebuah benda yang bergerak diatas suatu permukaan kasar yang horizontal. Arah
geraknya kekanan dan disebabkan oleh gaya P yang bekerja dengan sudut 𝜃.
Besarnya usaha ( W ) yang terjadi akibat gaya-gaya tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Usaha totalnya W = WP + Ww + WN + Wf
W = P.Cos 𝜃. 𝑆 + 0 + 0 − f.S
W = P.Cos 𝜃. 𝑆 − f.S
W = ( P.Cos 𝜃. – f ) S
Jadi usaha total semua gaya adalah usaha gaya resultan dimana,
Konversi satuan : 1 Nm = 1 J
1 dyn.cm = 1 erg.
1 N = 105 dyn
1 Nm = 107 dyn.cm
1 J = 107 erg.
1 J = 0,7376 lb.ft
1 lb.ft = 1,356 J
6
1 erg = 1 gr.cm2/s2
1 lb.ft = 1 slug.ft2/s2
Contoh soal :
Sebuah benda yang bergerak diatas suatu permukaan kasar yang horizontal ( gambar 3 ) . Arah
geraknya kekanan dan disebabkan oleh gaya P yang bekerja dengan sudut θ.
100
Ek1 = ½ lb.ft-1.s2 .(4)2 (ft.s-1)2
32
100
Ek1 = ½ 16 lb.ft-1.s2.ft2.s-2 = 25 lb.ft
32
F = 50 lb . cos 37 - 15 lb = 50 lb . 0,8 - 15 lb
F = 40 lb – 15 lb = 25 lb.
100
Percepatan ( a ) = 25 lb : lb.ft-1.s2 = 8 ft.s-2
32
8
𝑓𝑡
V22 = v12 + 2.a.S = (4. ⁄𝑠 )2 + 2. 8 ft.s-2.20 ft
𝑃 𝑑𝑠
𝑃
𝑑𝑦
𝜃
𝑦2 𝑦2 𝜙
𝑤 w
w
𝑦
𝑦1 𝑦1
9
Untuk gambar 4 (a)
Usaha gaya gravitasi w diformulakan sbb.:
Wgrav = -w ( y2 - y1 ) = - ( mgy2 - mgy1 )
Usaha gaya gravitasinya adalah -mg(y2 – y1) , tidak peduli benda tersebut bergerak naik /
turun.
Untuk gambar 4(b) dan 4(c).
𝑠2
Wgrav = ∫𝑠1 𝑤. cos 𝜃. 𝑑𝑠
Apabila ∅ merupakan sudut antara ds dan dy maka :
dy = ds.cos ∅ dimana ∅ = 180o - 𝜃
cos ∅ = - cos 𝜃.
dy = ds cos ∅ = ds (- cos 𝜃.) = - ds cos 𝜃.
ds cos 𝜃. = - dy
𝑠2 𝑦2
Wgrav = ∫𝑠1 𝑤. cos 𝜃. 𝑑𝑠 = − ∫𝑦1 𝑤. 𝑑𝑦 = - w ( y2 – y1 )
Wgrav =-( mgy2 - mgy1 )
Jadi disimpulkan bahwa usaha gaya gravitasi hanya bergantung pada ketinggian permulaan
dan ketinggian ahir, dan bukan dipengaruhi oleh bentuk lintasannya.
Apabila titik-titik ini berada pada ketingian yang sama, maka usahanya = nol.
Apabila w’ = usaha gaya-gaya
Maka usaha total = perubahan energy kinetic
Dalam hal kusus, dimana hanya ada gaya gravitasi saja, maka usaha w’ sama dengan nol.
W’ = (½ m.v22 + mgy2) - (½ m.v12 + mgy1 )
0 = (½ m.v22 + mgy2) - (½ m.v12 + mgy1 )
(½ m.v12 + mgy1 ) = (½ m.v22 + mgy2)
Dalam kondisi seperti tersebut diatas, jumlah Energi mekaniknya tetap konstan atau kekal.
Persamaan diatas disebut dengan Asas Kekekalan Energi mekanik.
(a)
𝐹 (𝐹 = 𝑘𝑥)
𝑚 𝑃
(b)
Gambar 5 ( a ) dan ( b ).
11
Gambar 5(a) dan 5(b) tersebut diatas memperlihatkan sebuah benada yang bermassa m
diatas permukaan datar, dikaitkan dengan salah satu ujung pegas, sedang ujung pegas
yang lain diikat tetap pada sebuah bidang. Benda tersebut diberi perlakuan gaya P.
F = k.x
Usaha gaya elastic ( wel ) dalam tiap proses dimana pegas diregangkan dari x1 - x2 :
𝑥2
Wel = ∫ 𝐹. 𝑑𝑠 = ∫𝑥1 𝐹. cos 𝜃.dx
Karena arah F berlawanan dengan arah dx, maka cos 𝜃 = -1, maka :
𝑥2
Wel = − ∫𝑥1 𝑘𝑥.dx = - ( ½k.x22 - ½k.x12 )
Apabila W’ = usaha gaya P yang bekerja pada benda , maka :
` Usaha total nya = Perubahan Energi kinetikbenda.
W’ + Wel = ∆ Ek
W’ - ( ½k.x22 - ½k.x12 ) = (½ m.v22 - ½ m.v12)
W’ = (½ m.v22 - ½ m.v12) + ( ½k.x22 - ½k.x12 )
Besaran : ½k.x22 dan ½k.x12 hanya bergantung pada posisi awal dan posisi ahir benda
dan bukan cara benda itu bergerak.
Apabila Ep (elastic) = Energi potensial elastic
Maka Ep (elastic) = ½k.x2
Persamaan : W’ = (½ m.v22 - ½ m.v12) + ( ½k.x22 - ½k.x12 )
Berubah menjadi : W’ = (½ m.v22 + ½k.x22) - (½ m.v12 + ½k.x12 )
Jumlah Energi kinetik dan Potensial = Energi mekanik.
Usaha semua gaya-gaya yang bekerja pada benda, dengan pengecualian gaya elastik
sama dengan Energi mekanik.
ΔW
𝑃̅ =
Δt
Sedangkan daya sesaat ialah harga limit hasil bagi ini jika Δt mendekati nol.
ΔW 𝑑𝑤
P = lim =
Δt 𝑑𝑡
Δt → 0
Dalam system mks : dw = Usaha ( Joule )
dt = selang waktu ( sekon )
𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒
P = Daya ( 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛 ) atau ( watt ) jadi J.s-1 = watt
Apabila Gaya F dilakukan pada sebuah partikel, dimana partikel itu dalam
bergerak sejauh Δs sepanjang lintasannya. Apabila Fs adalah komponen F yang
menyinggung lintasan, maka usaha gaya F adalah Δw = Fs. Δs
ΔW Δs
Daya rata-rata ( ̅𝑃 ) = = Fs = Fs . 𝑣̅
Δt Δt
Daya sesaat ialah : P = Fs.v dimana v = kecepatan sesaat.
Sebagai contoh :
Diketahui : Sebuah mesin mempunyai gaya ( Fs ) = 3000 lb
Kecepatannya ( V ) = 600 mil per jam = 880 ft.s-1
Ditanyakan : besarnya daya sesaat ( P ) dalam HP
Jawab :
P = Fs.V = 3000 lb x 880 ft.s-1 = 2.640.000 ft.lb.s-1
Gambar 6 .
Gambar 6 tersebut diatas memperlihatkan sebuah partikel yang bergerak pada bidang x-y.
Pada gambar tersebut benda mengalami gaya resultan F yang besar dan arahnya dapat
berubah. Apabila benda tersebut bergerak dengan kecepatan = v , maka :
Menurut hukum II Newton , setiap saat terjadi :
𝑑𝑣
F = m . 𝑑𝑡 , sehingga F.dt = mdv
Apabila v1 = kecepatan saat t = t1
V2 = kecepatan saat t = t2
𝑡2 𝑣2
maka : ∫𝑡1 𝐹. 𝑑𝑡 = ∫𝑣1 𝑚. 𝑑𝑣……………………( 2.1 )
𝑡2
∫𝑡1 𝐹. 𝑑𝑡 = Impuls ( I )
14
15
Asas Impuls –Momentum : Bahwa besar dan arah impuls vector gaya resultan terhadap
sebuah partikel dalam sembarang selang waktu, sama dengan besar dan arah perubahan
vector momentum partikel yang bersangkutn.
Penerapan asas impuls-momentum terutama berguna pada gaya yang bekerja sejenak saja.
Gaya sejenak disebut gaya impuls ( misalnya gaya yang timbul akibat tumbukan / ledakan ).
Satuan impuls ( I )
1 dyne = 1 gr.cm.s-2
Satuan momentum ( p )
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa : satuan momentum dalam suatu system
sama dengan satuan impuls dalam system yang bersangkutan.
𝑡2
Formula seperti : ∫𝑡1 𝐹. 𝑑𝑡 = mv2 - mv1 dapat dikembangkan dalam salib sumbu x-y sebagai
berikut :
𝑡2
∫𝑡1 𝐹𝑥𝑑𝑡 = mvx2 - mvx1
𝑡2
∫𝑡1 𝐹𝑦𝑑𝑡 = mvy2 - mvy1
Berbeda dengan usaha dan energy, yang keduanya adalah besaran scalar, impuls dan
momentum merupakan besaran vector, dan oleh karena itu persamaan (7), seperti halnya setiap
persamaan vector, setara dengan dua persamaan scalar (untuk gaya dan kecepatan dalam bidang
–xy)
𝟐 𝒕
∫𝒕 𝑭𝒙 𝒅𝒕 = 𝒎𝒗𝒙𝟐 − 𝒎𝒗𝒙𝟏 ………………(2-3)
𝟏
𝟐 𝒕
∫𝒕 𝑭𝒚 𝒅𝒕 = 𝒎𝒗𝒚𝟐 − 𝒎𝒗𝒚𝟏 ……………....(2-3)
𝟏
Untuk kejadian yang khusus bagi suatu gaya yang besar dan arahnya konstan, F dapat
kita keluarkan dari tanda integral persamaan (7), dan bila misalnya t1 = 0 dan t2 = t, maka kita
peroleh
Ft = mv2 – mv1…………………..(2-4)
Artinya, impuls suatu gaya konstan sama dengan hasil kali gaya dan selang waktu kerja
gaya itu. Perubahan vector momentum akibat kerja gaya semacam ini, (mv2 – mv1), sama
arahnya dengan arah gaya bersangkutan.
Jika gaya dan kecepatan v1 serta kecepatan v2 sama arahnya, persamaan (2-4) berubah
menjadi persamaan scalar
Ft = mv2 – mv1
17
Luas = impuls
t
𝑡1 𝑡2
F
Gambar 7
Impuls komponen suatu gaya, atau impuls suatu gaya yang arahnya konstan, dapat
dilukiskan secara grafik dengan memplot gaya dalam arah vertical dan waktu dalam arah
horizontal, seperti pada Gambar 7. Luas daerah di bawah garis lengkung yang dibatasi oleh
garis-garis vertical melalui t1 dan t2, sama dengan impuls gaya dalam selang waktu ini.
Jika impuls gaya adalah positif, momentum benda terhadap mana gaya itu bekerja akan
bertambah secara aljabar. Jika impuls negative, momentum akan berkurang. Jika impuls nol,
maka momentum tidak berubah.
Contoh soal
Hitunglah perubahan momentum akibat gaya seperti berikut: (a) Sebuah benda bergerak pada
sumbu –x ke kanan akibat gaya konstan 10 N selama waktu 2 sek. (b) Benda itu mengalami gaya
konstan 10 N ke kanan selama 2 sek dan kemudian mengalami konstan 20 N ke kiri selama 2
sek. (c) Benda itu mengalami gaya konstan 10 N ke kanan selama 2 sek, lalu gaya konstan 20 N
ke kiri selama 1 sek. Ketiga gaya itu diperlihatkan secara grafik pada gambar 8-3.
(a) Impuls gaya itu ialah +10 N x 2 sek = +20 N. Jadi, momentum setiap benda terhadap mana
gaya itu bekerja akan bertambah sebesar 20 kg m sek-1. Perubahan ini akan tetap sama berapa
pun besar massa benda itu dan bagaimana pun besar dan arah kecepatan awalnya.
Andaikan massa benda itu 2 kg dan pada mulanya diam. Maka momentum akhirnya sama
dengan perubahan momentumnya, dan kecepatan akhirnya ialah 10m sek-1 ke kanan. (Silakan
pembaca mengujinya dengan menghitung percepatan).
Sekiranya benda itu sebelumnya sudah bergerak ke kanan dengan kecepatan 5m sek-1,
momentum akhirnya 30kg m sek-1, dan kecepatan akhirnya 15m sek-1 ke kanan.
18
Jika sudah sedang bergerak ke kiri dengan kecepatan 5m sek-1, kecepatan awalnya akan
menjadi -10kg m sek -1, momentum akhirnya +10kg m sek-1 dan kecepatan akhirnya 5m sek-1 ke
kanan. Artinya, gaya konstan 10 N menuju ke kanan mula-mula akan menjadikan benda itu diam
dan kemudian memberi benda itu kecepatan yang arahnya berlawanan dengan kecepatan
awalnya.
(b) Impuls gaya ini ialah (+10 N x 2sek – 20 N x 2sek) = -20 N sek. Momentum setiap benda
terhadap mana gaya itu bekerja akan berkurang sebesar 20kg m sek-1.
(c) Impuls gaya ini ialah (+10 N x 2 sek – 20 N x 1sek) = 0. Jadi, momentum setiap benda
terhadap mana gaya itu bekerja, tidak berubah. Tentu saja momentum benda itu selama 2sek
pertama akan bertambah, tetapi dalam sekon selanjutnya akan berkurang sejumlah yang sama.
Sebagai latihan, jelaskanlah gerak sebuah benda bermassa 2kg, yang mula-mula bergerak ke kiri
dengan kecepatan 5m sek-1, dan mengalami gaya ini. Ada baiknya melukis sebuah grafik
kecepatan lawan waktu.
Apabila antara dua partikel ada gaya interaksi, maka momentum tiap gaya akan berubah
sebagai akibat gaya yang dikerjakan partikel yang satu terhadap yang satu lagi. (Gaya ini bias
saja berupa gaya gravitasi, gaya listrik, gaya magnetik, atau gaya dari suatu sebab lain).
Pasangan gaya aksi-aksi merupakan gaya dakhil sistemnya, dan kita simpulkan bahwa
momentum total suatu system yang terjadi dari sejumlah benda tidak dapat diubah oleh gaya-
gaya dakhil antara benda-benda itu. Jadi, jika gaya yang bekerja terhadap partikel-partikel
sebuah system hanyalah gaya dakhil (artinya, jika tidak ada gaya luar), maka besar dan arah
momentum total sistem itu tetap konstan. Inilah yang disebut atas kekekalan momentum linier:
Apabila tidak ada gaya luar bekerja terhadap suatu sistem, besar dan arah momentum total sistem
itu akan tetap konstan.
𝑣𝐴1 = 2 𝑚 𝑠 −1
𝑣𝐵1 = −2 𝑚 𝑠 −1
A
B
𝑚𝐴 = 5 𝑘𝑔 𝑚𝐴 = 3 𝑘𝑔
Gambar 8.
19
Andaikan vA2 kecepatan A dan vB2 kecepatan B sesudah terjadi tumbukan. Maka
Khusus dalam hal tumbukan tak elastik sempurna antara dua benda A dan B, berdasarkan
definisi tumbukan semacam itu, maka
vA2 = vB2 = v2.
Apabila ini digabungkan dengan asas kekekalan momentum, kita dapatkan
mAvA1 + mBvB1 = (mA + mB) v2 ……………………( 2.6 )
dan kecepatan akhir dapat dihitung jika kecepatan awal dan massa diketahui.
Energi kinetik sistem sebelum tumbukan ialah :
1 1
Ek1 = 2 mAv2A1 + 2 mBv2B1.
Energi kinetik akhir ialah :
1
Ek2 = 2 (mA + mB)𝑣22 .
Untuk kejadian khusus dalam mana benda B mula-mula diam, vB1 = 0 dan perbandingan energi
kinetik akhir terhadap energi kinetik awal ialah :
𝐸𝑘2 (𝑚𝐴 + 𝑚𝐵 )𝑣22
= 2 .
𝐸𝑘1 𝑚𝐴 𝑣𝐴1
Masukkan rumusan untuk v2 dari persamaan (2.6), maka perbandingan ini menjadi :
𝐸𝑘2 𝑚𝐴
=𝑚 .
𝐸𝑘1 𝐴 + 𝑚𝐵
Ruas kanan haruslah lebih kecil daripada satu, sehingga pada tumbukan tak elastik energi kinetik
total berkurang.
20.
Kedua benda A dan B saling menjauh sesuadah terjadi tumbukan dan berbeda
kecepatannya, vA2 dan vB2. Karena energi kinetik dan momentum kekal keduanya, maka
Kekekalan energi kinetik :
1 2 2 1 2 1
2 1
mA𝑣𝐴1 + 2 mB𝑣𝐴1 = 2 mA𝑣𝐴2 + 2 mB𝑣𝐵2 .
2
Kekekalan momentum :
mAvA1 + mBvB1 = mAvA2 + mBvB2 .
Jadi, jika massa dan kecepatan awal diketahui, kita mempunyai dua persamaan yang
masing-masing berdiri sendiri, dan berdasarkan kedua persamaan ini, kecepatan akhir tiap benda
dapat dihitung. Penyelesaian serentak persamaan-persamaan tersebut menghasilkan :
(vB2 – vA2) = - (vB1 – vA1) ……………………………. (2.7)
2 𝑚𝐵 𝑣𝐵1 + 𝑣𝐴1 (𝑚𝐴 − 𝑚𝐵 )
vA2 = ……………………. (2.8)
𝑚𝐴 + 𝑚𝐵
2 𝑚𝐴 𝑣𝐴1 + 𝑣𝐵1 (𝑚𝐴 − 𝑚𝐵 )
vB2 = …………………… (2.9)
𝑚𝐴 + 𝑚𝐵
Selisih (vB2 – vA2) ialah kecepatan B relatif terhadap A setelah tumbukan, sedangkan (vB1
– vA1) ialah kecepatan relatifnya sebelum tumbukan. Jadi, berdasarkan persamaan (2.7),
kecepatan relatif dua partikel pada tumbukan sentral dan elastik sempurna tidak berubah
besarnya, tetapi arahnya membalik.
Khusus untuk kejadian dalam mana benda B sebelum tumbukan dalam keadaan diam,
vB1 = 0 dan persamaan (2.8) serta (2.9) menjadi sederhana :
𝑚 −𝑚 2 𝑚𝐴
vA2 = 𝑚𝐴+ 𝑚𝐵 vA1 , vB2 = 𝑚 vA1 .
𝐴 𝐵 𝐴 + 𝑚𝐵
Jika massa A dan massa B sama, vA2 = 0 dan vB2 = vA1. Artinya, benda pertama akan
terhenti sedangkan benda kedua bergerak menjauhi dengan kecepatan yang sama dengan
kecepatan awal benda pertama. Momentum dan energi kinetik benda pertama berpindah
seluruhnya ke benda keduanya.
Apabila massa tiap benda tidak sama, energi kinetik setelah tumbukan ialah
1 𝑚𝐴 − 𝑚𝐵 2
(Ek2)A = mAv2 = ( ) (Ek1)A
2 𝑚𝐴 + 𝑚𝐵
21 4 𝑚𝐴 𝑚𝐵
(Ek2)A = 2 mB𝑣𝐵2 = (𝑚 2
(Ek1)A
𝐴 + 𝑚𝐵 )
Ada perlunya membuat rumus untuk menentukan berapa bagian berkurangnya energi
kinetik benda A, yaitu perbandingan berkurangnya energi kinetiknya terhadap energi kinetik
awalnya. Karena, pada tumbukan elastik, energi yang hilang dari A sama dengan energi yang
diperoleh B, maka perbandingan tersebut ialah
(𝐸𝑘2 )𝐵 4𝑚𝐴 𝑚𝐵 𝑚 1
= (𝑚 = 4𝑚𝐴 [1+(𝑚
(𝐸𝑘1 )𝐴 𝐴 + 𝑚𝐵 )2 𝐵 𝐴 ⁄𝑚𝐵 )]
2
21.
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
Gambar 9. Bagian energi yang hilang dalam tumbukan lurus elastik sebagai fungsi
perbandingan antara massa benda-benda yang bertumbukan.
B
A 𝑣𝐵
𝑣𝐴
Gambar 10.
Kedua keepatan itu berlawanan tandanya dn besarnya berbanding terbalik dengan massa
masing-masing benda.
Energi kinetik awal sistem juga nol. Energi kinetik akhir ialah
1 1
Ek = 2 mA𝑣𝐴2 + 2 mB𝑣𝐵2
Sumber energi ini ialah energi potensial elastik awal sistem itu perbandingan antara
energi kinetik masing-masing benda ialah
1
𝑚 𝑣2 𝑚 𝑣 2 𝑚
2 𝐴 𝐴
1 = 𝑚𝐴 (𝑣𝐴) = 𝑚𝐵
𝑚 𝑣2 𝐵 𝐵 𝐴
2 𝐵 𝐵
Jadi, walau momentum masing-masing benda sama besarnya, energi kinetik masing-
masingnya berbanding terbalik dengan massa benda yng bersangkutan (maksudnya, benda yang
massanya lebih kecil beroleh bagian lebih besar dari energi potensi awal). Sebabnya ialah karena
perubahan momentum suatu benda sama besar dengan impuls gaya yang bekerja terhadapnya (ʃ
F dt), sedangkan perubahan energi kinetik sama besar dengan usaha gaya itu (ʃ F ds). Gaya
terhadap benda yang satu dan gaya terhadap benda yang lainnya sama besarnya dan bekerja
dalam waktu yang sama lamanya, sehingga perubahan momentum yang timbul sama besarnya
dan berlawanan arahnya. Akan tetpi titik tngkap masing-masing gaya melewati jarak yang bukan
sama jauhnya (kecuali kalau mA = mB), karena percepatan, kecepatan, dan perpindahan benda
yang lebih kecil adalah lebih besar dari yang dipunyai benda yang lebih besar. Dari itu, lebih
besar usaha terlakukan terhadap benda yang lebih kecil massanya.
Yang membuat roket meluncur ialah semuran sebagian massanya ke arah belakang. Gaya
ke depan pada roket itu tidak lain ialah reaksi terhadap gaya mundur pada bahan yang
menyembur itu, dan makin banyak bahan yang menyembur, makin berkuranglah massa roket.
Soal-soal mengenai roket paling baik diselesaikan berdasarkan impuls-momentum. Agar
terhindar dari terlalu banyak faktor yang mempersulit soal, roket itu kita anggap ditembakkan
vertikal ke atas, selain itu faktor gesekan udara dan perbedaan ɡ kita abaikan saja.
23.
𝑣 + 𝑑𝑣 𝑚 − 𝜇 𝑑𝑡
𝑣 𝑚
𝑣′ 𝜇 𝑑𝑡
(a) (b)
Gambar 11. (a) melukiskan sebuah roket pada saat t setelah lepas landas ketika massanya m dan
kecepatan ke atasnya v. Pada bagian (b), pada saat t + dt, kecepatan roket sudah bertambah
menjadi v + dv. Misalkan µ ialh massa yang menyembur per satuan waktu. Maka massa roket
tinggal lagi m - µ dt dan massa bahan yang dilepaskan (segi empat kecil dalam gambar) ialah µ
dt. Andaikan v, ialah kecepatan roket relatif terhadap kecepatan bahan yang menyembur. Maka
kecepatan vt bahan yang dilepaskan ialah
vt = v - vr (2.10)
Gaya luar yang bekerja pada sistem itu hanyalah gaya beratnya mɡ saja. Impuls gaya ini
dalam waktu dt, dengan mengambil arah ke atas sebagai arah positif ialah -mɡ dt, dan
berdasarkan dalil impuls-momentum, impuls ini sama dengan perubahan momentum sistem.
Momentum awal ialah mv. Momentum akhir roket itu ialah (m - µ t) (v + dv), dan momentum
bahan yang tersembur ialah vt µ dt. Maka
Sekarang uraikan ruas kanan persamaan ini, eliminasi vt (berdasarkan persamaan 2.10)
dan abaikan besaran µ dt dv yang relatif kecil. (Oleh karena itu hasil ini hanya berlaku selama m
sangat besar dibandingkan dengan µ dt). Ini menghasilkan persamaan :
Perubahan massa roket dalam waktu dt ialah dm = -µ dt. Oleh karena itu
𝑑𝑚
dv = - vr - g dt
𝑚
yang mengintegrsi menjadi :
v = - vr In m – g.t + C.
Andaikan mo dan vo adalah massa dan kecepatan pada saat t = 0, maka
vo = - vr In mo + C
dan
𝑚𝑜
v = vo – g.t + vr In (2.12)
𝑚
Suku ketiga menyatakan kecepatan kurang lebih di atas kecepatan peluru yang
diluncurkan vertikal ke atas dengan kecepatan awal vo. Sudah terang bahwa supaya mencapai
kecepatan tinggi v, kecepatan relatif vr dan perbandingan massa 𝑚𝑜 ⁄𝑚 haruslah besar.
Soal- Soal.
I = F.t = m.V2 - m.V1 , bila kecepatan awal (V1 ) = 0 dan m = massa benda.
2 Kg . V2 = 20 Kgm.s-1
𝐹 𝐹 𝐹 𝐹
𝐴 𝐹 𝐴
(a) (b)
𝐹1
𝐹𝑛
𝐹 𝐹 𝐹 𝐴𝜃 𝜃
𝐹 𝐹
𝐴′ 𝐴′ 𝐴′
(c)
(d)
Gambar 3-1 (a) Sebuah batang yang tertegang. (b) Tegangan di irisan tegak lurus sama dengan
F/A. (c) dan (d) Tegangan di irisan yang miring dapat diuraikan menjadi tegangan normal Fn/A’
dan tegangan tangensial (singgung) F1/A’.
Gambar 3-1 (a) memperlihatkan sebuah batang yang penampang lintangnya uniform dan
luasnya A. Batang ini pada masing-masing ujungnya mengalami gaya tarik F yang sama
besarnya dan berlawanan arahnya. Dikatakanlah bahwa batang itu dalam keadaan tertegang.
Mari kkita tinjau sebuah irisan tegak lurus pada panjang batang (dalam gambar ditandai dengan
garis putus-putus). Karena masing-masing potongan batang itu dalam kesetimbangan, maka
potongan di sebelah kanan irisan tentu mengerjakan tarikan terhadap potongan di sebelah kiri
dengan gaya F dan sebaliknya. Asal irisan itu tidak terlalu dekat ujung batang, tarikan tersebut
akan terdistribusi merata pada luas penampang lintang A, seperti ditunjukkan oleh beberapa anak
panah pendek dalam Gambar 3-1 (b). Tegangan (ketegangan) di tempat irisan itu didefinisikan
sebagai perbandingan besar gaya F terhadap luas bidang penampang A.
𝐹
Tegangan = 𝐴 ……………………………….. (3-1)
Tegangan semacam ini disebut tegangan akibat tarikan, karena kedua potongan batang itu
saling melakukan tarikan satu sama lain. tegangan itu merupakan pula tegangan normal, sebab
gaya yang terdistribusi tegak lurus pada luas. Satuan tegangan ialah 1 newton
per meter kuadrat (1 N m-2), 1 dyna per sentimeter kuadrat (1 dyne cm-2), dan 1 pound per square
foot (1 lb ft-2). Sering pula dipakai satuan 1 lb in-2.
26.
27.
Kita tinjau sekarang sebuah irisan yang arahnya dibuat sekehendak, seperti dalam
Gambar 3-1 (c). Gaya resultan yang dikerjakan terhadap potongan yang satu oleh potongan yang
satu lagi dan sebaliknya sama besarnya dan berlawanan arah dengan gaya F di ujung irisan.
Tetapi gaya itu sekarang terdistribusi pada bidang A’ yanglebih luas dan arahnya tidak tegak
lurus pada bidang. Bila resultan seluruh gaya yang terdistribusi itu dinyatakan dengan satu vektor
yang besarnya F, seperti dalam Gambar 3-1 (d), vektor ini dapat diuraikan menjadi komponen Fn
yang normal terhadap bidang A’ dan komponen F1 yang tangen terhadapnya. Tangen normalnya
didefinisikan sebagai perbandingan komponen Fn terhadap bidang A’. Perbandingan komponen
F1 terhadap bidang A’ disebut tegangan tangensial pada irisan:
𝐹
Tegangan normal = 𝐴′𝑛
𝐹
Tegangan tangensial (luncur) = 𝐴′1 (3-2)
Tegangan, tidak seperti gaya, bukanlah besaran vektor, karena kita tidak dapat
memberinya arah tertentu. Gaya yang bekerja terhadap potongan benda itu di sisi tertentu suatu
irisan ada mempunyai arah yang tertentu. Tegangan termasuk salah satu besaran fisika yang
disebut tensor.
𝐹 𝐹 𝐹 𝐹
𝐴 𝐹 𝐴
(a) (b)
Sebuah batang yang mengalami dorongan pada ujung-ujungnya, seperti pada Gambar 10-
2, dikatakan berada dalam kompresi. Tegangan pada irisan garis putus-putus, dilukiskan pada
(b), juga merupakan tegangan normal tetapi dalam hal ini disebut tegangan kompresi, karena
potongan yang satu mendorong potongan yang lain. Akan jelas kiranya bahwa jika arahnya
sembarang, irisan itu akan mengalami baik tegangan luncur maupun tegangan normal, tetapi
tegangan normal ini sekarang merupakan tegangan kompresi.
𝐹
𝜃
𝐴
𝐹𝑥
𝐴𝑥
𝐴𝑦 𝜃
𝐹𝑦
28.
Gambar 10-4 Fluida di bawah tekanan hidrostatik. Gaya sembarang arah terhadap sebuah
permukaan adalah normal pada permukaan yang bersangkutan.
Kini kita tinjau pula perihal pluida yang mengalami tekanan. Fluida artinya zat yang
dapat mengalir, jadi istilah ini dapat dipakai untuk zat cair dan gas jika di setiap titik di dalam
fluida ada tegangan singgung, fluida itu akan menghindar ke samping selama tegangan itu ada.
Jadi di dalam fluida yang diam, tegangan singgung di mana-mana nol. Gambar 3-4 melukiskan
fluida di dalam sebuah silinder yang pistonnya terhadap piston ini bekerja gaya arah ke bawah.
Segitiga di dalam gambar merupakan pandangan dari samping atas sebagian fluida yang
berbentuk pasak. Seandainya berat fluida diabaikan, maka gaya yang bekerja terhadap bagian ini
hanyalah gaya yang dikerjakan fluida di sekelilingnya, dan karena tidak punya komponen
tangensial, gaya ini haruslah normal pada permukaan pasak itu. Fx, Fy, dan F ialah gaya-gaya
yang bekerja terhadap ketiga permukaannya. Karena fluida dalam keadaan setimbang, maka
F sin θ = Fx , F cos θ = Fy
Begitu pula
A sin θ = Ax , A cos θ = Ay
Bagilah persamaan-persamaan yang atas dengan yang bawah. Maka kita dapatkan
𝐹 𝐹 𝐹𝑦
= 𝐴𝑥 = 𝐴
𝐴 𝑥 𝑦
Sebab itu gaya per satuan luas adalah sama, bagaimanapun arah irisan, dan selamanya
merupakan kompresi. Setiap perbandingan di atas mendefinisikan tekanan hidrostatik p di dalam
fluida, yaitu
𝐹
P=𝐴, F = pA (3-3)
Satuan tekanan ialah 1 N m-2, 1 dyn cm-2, atau 1 lb ft-2. Seperti halnya dengan jenis
tegangan lainnya, tekanan bukanlah besaran 31ector dan tak dapat ditunjukkan ke mana arahnya.
Gaya terhadap sembarang bidang di dalam (yang membatasi) fluida yang diam dn menderita
tekanan, adalah normal terhadap bidang itu, bagaimanapun arah bidang itu inilah yang dimaksud
dengan ungkapan umum, bahwa “tekanan di dalam suatu fluida sama besar ke semua arah.”
29.
𝑏 𝑐′ 𝑏 𝑏′ 𝑐 𝑐′
𝑐
𝑏′
𝑎′ 𝑑′
𝑑 𝑎, 𝑎′
𝑎 𝑑, 𝑑′
(a) (b)
Gambar 3-6. Perubahan bentuk balok yang menderita tegangan luncur. Regangan
luncurnya ditentukan berdasarkan x/h.
Gambar 3-6 (a) melukiskan sifat perubahan bentuk (deformasi) apabila terhadap permukaan-
permukaan sebuah balok bekerja tegangan tangensial, seperti pada Gambar 3-3. Garis putus-
putus abcd melukiskan balok yang tidak mengalami tegangan, dan garis penuh a’b’c’d’
melukiskan balok yang mengalami tegangan. Regangan semacam ini disebut regangan luncur,
dan didefinisikan sebagai perbandingan perubahan x sudut b terhadap dimensi melintang
(transversal) h :
Seperti halnya jenis regangan lain, regangan luncur dinyatakan dengan bilangan semata-mata.
Regangan yang dihasilkan oleh tekanan hidrostatik, dinamakan regangan volum, yang
didefinisikan sebagai perbandingan perubahan volum ∆V terhadap volum awal V. Regangan
volum juga merupakan bilangan semata-mata.
∆𝑉
Regangan volum = ……………………… (3-6)
𝑉
Hubungan antara setiap jenis tegangan dengan regangan yang bersangkutan penting
perannya dalam cabang fisika yang disebut teori elastisitas, atau pada ilmu kekuatan bahan di
bidang engineering. Apabila suatu jenis tegangan dilukiskan grafiknya terhadap regangannya,
akan ternyata bahwa diagram tegangan-regangan yang kita peroleh berbeda-beda bentuknya
menurut jenis bahannya. Dua bahan yang termasuk jenis bahan yang sangat penting dalam ilmu
dan teknologi dewasa ini ialah logam dan karet yang divulkanisasi.
30.
Batas proporsional
t
e
g
a Sifat plastis
n
g Sifat elastis
a
n Regangan tetap
0 regangan 30%
<1%
Gambar 3-7. Sebuah diagram tegangan-regangan suatu logam kenyal yang menderita tarikan.
t
e
g
a
n
g
a
n
0 regangan 700%
Tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan tertentu bergantung pada
sifat bahan yang menderita tegangan itu. Perbandingan tegangan terhadap regangan, atau
tegangan per satuan regangan, disebut modulus elastik bahan yang bersangkutan. Semakin besar
modulus elastik, semakin besar pula tegangan yang diperlukan untuk regangan tertentu.
Mari kita telaah dulu perihal tegangan (tarik dan kompresi) dan regangan (tarik dan
kompresi) memanjang. Percobaan membuktikan bahwa sampai batas proporsional, tegangan
memanjang menimbulkan regangan yang besarnya sama, tidak peduli apakah tegangan itu atau
karena tegangan akibat tarikan atau akibat kompresi. Karena itu perbandingan tegangan tarik
terhadap regangan tarik, untuk bahan tertentu, sama dengan perbandingan tegangan kompresi
terhadap regangan kompresi. Perbandingan ini disebut modulus regangan, atau modulus Young,
bahan yang bersangkutan dan dilambangkan dengan Y :
𝐹𝑛 ℓ0 𝐹𝑛
= ∆ℓ/ℓ = (3-7)
0 𝐴 ∆ℓ
Karena regangan hanya merupakan bilangan, satuan modulus Young sama seperti satuan
tegangan, yaitu gaya per satuan luas. Dalam tabel, regangan biasanya dinyatakan dalam pound
per inci kuadrat atau dyne per sentimeter kuadrat. Modulus Young beberapa macam bahan
tercantum dalam tabel 3-1.
Bila hubungan antara ketegangan dan regangan tidak linier, maka modulus elastik dapat
didefinisikan lebih umum lagi sebagai perbandingan limit perubahan kecil tegangan terhadap
perubahan regangan yang diakibatkan tegangan itu. Jadi, jika gaya Fn pada Gambar 3-5
bertambah sebesar dFn, dan sebagai akibatnya panjang batang itu bertambah sebesar dℓ,
modulus regangan didefinisikan sebagai
𝑑𝐹𝑛 /𝐴 ℓ 𝑑𝐹𝑛
Y= =𝐴 (3-8)
𝑑ℓ/ℓ 𝑑𝑙
Modulus luncur L suatu bahan, dalam daerah hukum Hooke, didefinisikan sebagai
perbandingan tegangan luncur dengan regangan luncur yang dihasilkannya:
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑛𝑐𝑢𝑟
L = 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑛𝑐𝑢𝑟
𝐹𝑡 /𝐴 ℎ 𝐹𝑡
= =𝐴 (3-9)
𝑥/ℎ 𝑥
Modulus luncur suatu bahan juga dinyatakan sebagai gaya per satuan luas. Untuk
kebanyakan bahan, besar modulus luncur ini setengah sampai sepertiga besar modulus Young.
Modulus luncur disebut juga modulus ketegaran (modulus of rigidity) atau modulus puntiran
(torsion modulus).
Modulus luncur mempunyai arti hanya untuk bahan padat saja. Zat cair dan gas akan
mengalir kalau menderita tegangan luncur dan tidak akan menahannya secara permanen.
Tanda minus dimasukkan dalam definisi B karena bertambahnya tekanan selalu menyebabkan
berkurangnya volum. Artinya, jika dp positif, dV negatif. Dengan memasukkan tanda minus ke
dalam definisi itu, berarti kita membuat modulus bulk itu sendiri suatu besaran positif.
Perubahan volum zat padat atau zat cair akibat tekanan demikian kecilnya, sehingga
volum V dalam persamaan (10-11) dapat dianggap konstan. Asalkan tekanan tidak terlalu besar,
perbandingan dp/dV juga konstan, modulus bulk konstan, dan dp dan dV dapt kita ganti dengan
perubahan tekanan dan volum yang terbatas. Tetapi volum suatu gas jelas sekali berubah akibat
tekanan dan untuk gas haruslahh digunakan definisi umum B.
Jadi, kompresibilitas suatu bahan sama dengan beberapa besar berkurangnya volum,
Satuan modulus bulk sama seperti satuan tekanan, dan satuan kompresibilitas sama
seperti satuan tekanan resiprokal. Jadi, kalau dikatakan bahwa kompresibilitas air (lihat tabel 3-
2) 50 x 10-6 atm-1, berarti volumnya kurang sebesar 50/1.000.000 volum asal untuk setiap
kenaikan 1 atm tekanan. (1 atm = 14,7 lb in-2).
Kompresibilitas, k
Zat Cair -2 -1
(N m ) (lb in-2)-1 atm-1
Karbon disulfida 64 x 10-11 45 x 10-7 66 x 10 -6
Contoh.
Dalam suatu percobaan untuk mengukur modulus Young, sebuah beban 1000 lb yang
digantungkan pada kawat baja yang panjangnya 8 ft dan penampangnya 0,025 in2, ternyata
meregangkan kawat itu sebesar 0,010 ft melebihi panjangnya sebelum diberi beban. Berapa
tegangan, regangan, dan harga modulus Young bahan baja kawat itu?
𝐹 1000 𝑙𝑏
Tegangan = 𝐴𝑛 = 0,025 𝑖𝑛2 = 40.000 lb in-2
∆ℓ 0,010 𝑓𝑡
Regangan = ℓ = = 0,00125
0 8 𝑓𝑡
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 40.000 𝑙𝑏 𝑖𝑛−2
Y = 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = 32 x 106 lb in-2.
0,00125
3.5. Konstanta Gaya
Modulus elastik yang banyak macamnya itu masing-masing merupakan besaran yang
menyatakan sifat elastik sesuatu bahan tertentu dan bukan menunjukkan langsung seberapa jauh
sebuah batang, kabel, atau pegas yang terbuat dari bahan yang bersangkutan mengalami
perubahan akibat pengaruh bahan. Kalau persamaan (10-7) diselesaikan untuk Fn, maka
diperoleh
𝑌𝐴
Fn = ℓ ∆ℓ
0
Atau, bila YA/ℓ0 diganti dengan satu konstanta k dan perpanjangan ∆ℓ kita sebut x, maka
Fn = kx (3-13)
Dengan perkataan lain, besar tambahan panjang sebuah benda yang mengalami tarikan,
dihitung dari panjang awalnya, sebanding dengan besar gaya yang meregangkannya. Hukum
Hooke mulanya diungkapkan dalam bentuk ini, jadi tidak atas dasar pengertian tegangan dan
regangan.
IV. KAPASITOR DAN KAPASITANSI
4.1. Kapasitor
𝑸
C= ………………………. (4-1)
𝑽𝒂𝒃
Maka berdasarkan definisi ini, satuan kapasitansi ialah satu coulomb per volt (1CV-1).
Mikro…… 1 µF = 10-6 F
Nano ……. 1 nF = 10-9 F
Piko……… 1 pF = 10-12 F
35.
36.
Kapasitor tipe paling umum terdiri atas dua pelat paralel yang dipisahkan oleh jarak yang,
bila dibandingkan dengan ukuran linier pelat ini (lihat Gambar 4-1) kecil. Praktis seluruh medan
kapasitor tipe ini terlokasi dalam daerah antara kedua pelatnya, seperti diperlihatkan. Ada sedikit
“perumbaian” (“fringing”) medan di batas luarnya, tetapi perumbaian ini reltif kurang apabila
kedua pelat itu lebih diperdekatkan. Jika keduanya cukup berdekatan, perumbaian tersebut dapat
diabaikan, medan antara kedua pelat merata, dan muatan pada pelat akan terdistribusi merata ke
seluruh permukaannya yang berhadapan. Konduktor-konduktor yaang tata letaknya seperti ini
disebut kapasitor pelat paralel.
𝑉𝑎 𝑉𝑏
+ −
+ −
+ −
+𝑄 + 𝐸
− −𝑄
+ −
+ −
+ −
+ −
Mari kita andaikan bahwa kedua pelat itu mula-mula berada dalam ruang hampa. Telah
dijelaskan, bahwa intensitas listrik ( E ) antara sepasang pelat paralel yang amat berdekatan
dalam ruang hampa dan kerapatan muatan permukaan (σ ) ialah:
𝑸
σ=
𝑨
𝟏 𝟏 𝑸 𝑵
E= σ= dengan satuan ( )
є𝟎 є𝟎 𝑨 𝑪
Di sini A berarti luas tiap pelat dan Q muatan salah satu pelat yang mana saja. karena intensitas
listrik atau gradien potensial antara pelat itu merata, beda potensial antara pelat ialah :
𝟏 𝑸𝓵
Vab = Eℓ =
є𝟎 𝑨
Di sini ℓ adalah jarak antara pelat. Karena itu kapasitansi kapasitor pelat paralel dalam ruang
hampa ialah :
𝑸 𝑨
C= = є𝟎 …………………… (4-2)
𝑽𝒂𝒃 𝓵
є𝒓 = permitivitas relative = k
𝟏
є𝟎 = = 8,85 .10-12 ( F.m-1 ).
𝟒.𝝅𝒌
Karena є0, A, dan ℓ merupakan konstanta untuk suatu kapasitor tertentu, maka
kapasitansi merupakan konstanta yang tak bergantung kepada muatan pada kapasitor, dan
berbanding lurus dengan luas pelat dan berbanding terbalik dengan jarak pemisah antara pelat.
Jika satuan mksc yang dipakai, maka A dinyatakan dalam meter kuadrat dan ℓ dalam meter.
Maka kapasitansi C karena itu dinyatakan dalam farad.
Sebagai contoh,:
Kapasitansi ( C ) = 1 F
Jawab :
𝑨
C = є0 𝓵
𝑪𝓵 𝟏 𝑭 𝒙 𝟏𝟎−𝟑 𝒎
A= = = 1,13 x 108 m2
є𝟎 𝟖,𝟖𝟓 𝒙 𝟏𝟎−𝟏𝟐 𝑪𝟐 𝑵−𝟏 𝒎−𝟐
Luas ini sama dengan luas bujur sangkar yang sisinya 10.600 m ( 34.600 ft
𝟏
atau kira-kira 6 mil).
𝟐
Karena farad itu satuan kapasitansi yang terlalu besar, satuan yang lebih terpakai ialah
mikrofarad (1µF = 10-6 F), dan pikofarad (1 pF = 10-12F). Contohnya, dalam suplai tenaga
pesawat radio biasa terdapat sejumlah kapasitor yang kapasitansinya 10 mikrofarad atau lebih,
sedangkan kapitansi kapasitor untuk penyetelan (tuning) 10 sampai 100 pikofarad.
37.
++++
+𝑄
𝐶1 𝑉𝑎𝑐 = 𝑉1 𝑄
−𝑄 − − − ++++
−
𝑉𝑎𝑏 =𝑉 𝑉 𝐶
++++ − −− −
+𝑄
𝐶2 𝑉𝑏𝑐 = 𝑉2
−𝑄
− −− −
𝑏
(𝑎) (𝑏)
Gambar 4-3 (a) Dua kapasitor dalam seri, dan (b) Ekuivalennya.
dan
𝟏 𝟏
Vab ≡ V = V1 + V2 = Q ( + )
𝑪𝟏 𝑪𝟐
𝑽 𝟏 𝟏
= + …………………. (4-3)
𝑸 𝑪𝟏 𝑪𝟐
Kapasitas ekuivalen C gabungan seri iitu didefinisikan sebagai kapasitansi satu kapasitor
untuk mana muatan Q sama dengan muatan gabungan, kalau beda potensial V tidak berubah.
Untuk kapasitor seperti demikian, seperti diperlihatkan dalam Gambar 4-3 (b).
𝑽 𝟏
Q = CV, = (4-4)
𝑸 𝑪
38.
𝟏 𝟏 𝟏 𝟏
= + + + .................................. (4-5)
𝑪𝒆𝒒 𝑪𝟏 𝑪𝟐 𝑪𝟑
Dalam gambar 4-5 (a), dua kapasitor dihubungkan paralel antara titik a dantitik b. Dalam
hal ini, beda potensial Vab = V adalah sama untuk keduanya, dan muatan Q1 dan Q2 ialah :
𝑎 Q1 = C1V, Q2 = C2V 𝑎
𝑄 = 𝑄1 + 𝑄2
+ + + + + + 𝑄2 + + + ++ +
𝑄1
𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏 𝐶
− − − − 𝐶1 − − 𝐶2 − −− − − −
𝑏 𝑏
(𝑎) (𝑏)
Gambar 4-5 (a) Dua kapasitor dalam paralel dan (b) ekuivalennya.
Q = Q1 + Q2 = V(C1 + C2)
dan
𝑸
= C1 + C2 ……………………….. (4-6)
𝑽
Kapasitansi ekuivalen C gabungan yang paralel ini didefinisikan sebagai kapasitansi ekuivalen
satu kapasitor, diperlihat dalam gambar 27-5 (b), untuk mana muatan total sama seperti dalam
(a). Untuk kapasitor ini
𝑸
=C
𝑽
39.
Dengan cara yang sama, untuk sembarang jumlah kapasitor dalam paralel, maka
Contoh :
Dalam gambar 27-3 dan 27-5, misalkan C1 = 6 µF, C2 = 3 µF, Vab = 18 V.
berdasarkan
1 1 1
= + , C = 2 µF
𝐶 6 µ𝐹 3 µ𝐹
Muatan Q ialah :
Q = CV = 2 µF x 18 V = 36 µC
Beda potensial yang lebih besar timbul melalui kapasitor yang lebih kecil. Kapasitansi ekuivalen
Ceq = C1 + C2 = 9 µF
Muatan Q1 dan muatan Q2 ialah
Q1 = C1V = 6 µF x 18 V = 108 µC
Q2 = C2V = 3 µF x 18 V = 54 µC
dW = v dq = q dq/C
Jumlah total usaha W untuk menaikkan muatan itu dari nol ke harga akhir Q ialah:
𝟏 𝟐 𝟏 𝑸𝟐
W = ∫ 𝒅𝑾 = ∫𝟎 𝒒 𝒅𝒒 =
𝑪 𝟐 𝑪
Beda potensial akhir V antara kedua pelat kapasitor ialah V = Q/C dan kita dapat pula menulis:
𝟏 𝑸𝟐 𝟏 𝟏
W= = CV2 = Q.V………………. (4-8)
𝟐 𝑪 𝟐 𝟐
Usaha dinyatakan dalam joule bila Q dalam Coulomb dan V dalam volt.
Sering ada gunanya energi yang tersimpan itu dianggap terlokasi dalam medan listrik
antara kedua pelat kapasitor. Kapasitor-kapasitor pelat paralel dalam ruang hampa ialah :
𝐴
C = ∈0 ℓ
Medan listrik mengisi ruang antara pelat yang volumnya sama dengan Aℓ, sedangkan
intensitas listrik antara pelat ialah :
𝑉
E=ℓ
Bila sebuah konduktor ditempatkan dalam suatu medan listrik, muatan bebas di dalamnya
akan berpindah karena pengaruh gaya yang dikerjakan medan terhadapnya. Dalam keadaan stabil
akhir, konduktor itu akan mempunyai muatan induksi pada permukaannya, yang terdistribusi
demikian rupa sehingga medan muatan yang terinduksi itu menetralkan medan asal di semua
titik dalam dan intensitaslistrik netto di dalam konduktor turun sampai menjadi nol.
Molekul sebuah dielektrik dapat berupa atau molekul polar atau molekul nonpolar.
Molekul nonpolar adalah molekul dalam mana “pusat-pusat gaya berat” inti positif dan elektron
normalnya berhimpitan, sedangkan pada molekul polar tidaklah berhimpitan. Molekul simetris
seperti H2, N2, dan O2 adalah nonpolar. Semua molekul ini polar, dan masing-masing merupakan
dipol listrik yang sangat kecil. Di bawah pengaruh medan listrik, muatan molekul nonpolar
berpindah, seperti diperlihatkan secara skematris dalam gambar 4.9.
41.
± − +
± − +
± − +
± − + 𝐸
± − +
± − +
(𝑎) (𝑏)
Gambar 4-9. Perilaku molekul nonpolar (a) tak ada medan listrik dan (b) medan listrik ada.
− +
− − +
+ + − +
+ − +
− − − + 𝐸
+
− − +
+ − − +
(𝑎) (𝑏)
Gambar 4-10. Perilaku molekul polar (a) medan listrik tidak ada dan (b) medan listrik ada.
Bila sebuah dielektrik terdiri atas molekul polar atau dipol permanen, orientasi dipol ini
acakan (random) klau tak ada medan listrik, seperti gambar 4-10(a). Bila ada medan listrik,
seperti pada gambar 4-10(b), gaya terhadap sebuah dipol akan menimbulkan sebuah kopel,
seperti diterangkan pada bagian 25-1 yang efeknya membuat arah kopel sama dengan arah
medan itu. Makin kuat medan, makin besar efek yang mengarahkan itu.
Tak peduli appakah molekul sebuah dielektrik polar atau nonpolar, efek netto sebuah
medan luar pada hakekatnya sama. Di dalam daerah antara dua lapisan permukaan yang amat
tipis, yang ditunjukkan oleh garis putus-putus, terdapat muatan lebih, negatif pada lapisan yang
satu dan positif pada lapisan yang lain. lapisan-lapisan muatan inilah yang menimbulkan muatan
induksi pada permukaan dielektrik. Muatan itu bukanlah muatan bebas, tetapi masing-masing
terikat pada molekul yang terletak di bawah atau dekat permukaan. Di bagian selebihnya
dielektrik itu, muatan netto per satuan volum tetap nol.
Muatan yang terinduksi pada permukaan sebuah dielektrik yang berada di dalam suatu
medan luar dapat memberikan penjelasan tentang tertariknya sebuah bola empulur tak bermuatan
atau secarik kertas oleh sebuah batang dari karet atau dari gelas yang bermuatan.
42.
Sampai sejauh mana molekul dielektrik dipolarisasi oleh medan listrik, atau terorientasi
dalam arah medan, diperinci berdasarkan sebuah besaran vektor yang disebut polarisasi P. Jika p
adalah komponen vektor momen dipol tiap molekul dalam arah medan yang ada, dan ada n
molekul per satuan volum, maka polarisasinya ialah :
P = np ……………………………… (4-10)
Karena itu polarisasi tidak lain ialah momen dipol per satuan volum. Vektor polarisasinya
sama arahnya dengan arah momen dipol molekul. Dalam kejadian lain, besarnya itu dapat
berbeda-beda dari titik ke titik dan kuantitas n dan p dengan demikian hanya menyangkut volum
kecil termasuk titik. Satuan mksc untuk P ialah satu coulomb meter per m3, atau satu coulomb
per m2 (1 Cm-2).
Momen dipol sebuah dipol didefinisikan sebagai perkalian salah satu muatan yang
membentuk dipol dengan jarak pemisahan muatan. Maka momen dipol dielektrik sama dengan
Qb1, dan karena volum dielektrik sama dengan perkalian luas penampang A dengan tebal ℓ,
maka momen dipol per satuan volum, atau polarisasi P, ialah :
𝑄𝑏 ℓ 𝑄𝑏
P= = = σbt …………………………… (4-11)
𝐴ℓ 𝐴
Di sini berarti σb berarti rapat permukaan muatan yang terikat. Khusus dalam kejadian
ini, polarisasi sama bilangannya dengan bilangan rapat permukaan muatan sekitarnya. Yang
lebih umum, rapat permukaan muatan yng terikat itu sama dengan komponen P pada permukaan.
Resultan intensitas listrik E di sembarang titik, bila ada muatan terikat, ditimbulkan baik
oleh muatan bebas maupun oleh muatan terikat bentuk umum hukum Gauss untuk E karena itu
ialah :
1
∮ 𝐸 . dA = ∈ (Qf + Qb)
0
Mari kita rumuskan sebuh besaran baru D yang disebut perpindahan (displacement)
sebagai penjumlahan vektor :
D = ∈0 E + P …………………………. (4-15)
43.
∮ 𝐷 . dA = Qf ………………………….. (4-16)
yang tak lain adalah hukum Gauss untuk vektor perpindahan: integral permukaan D atas seluruh
sembarang permukaan tertutup (fluksi D) hanya sama dengan muatan bebas di dalam permukaan
itu.
4.8. Suseptibilitas, Koefisien Dielektrik, dan Permitivitas
Vektor polarisasi P dalam sebuah dielektrik isotopik sama arahnya dengan arah vektor
elektrik resultan E dan besarnya bergantung kepada E dan kepada sifat dielektrik itu. Kita
definisikan sifat dielektrik tersebut sebagai suseptibilitas berdasarkan persamaan.
Makin besar suseptibilitas, makin besar polarisasi pada suatu medan listrik tertentu.
“Suseptibilitas ruang hampa” nol, karena hanya benda yang dapat terpolarisasi. Suseptibilitas
hanyalah sebuah bilangan, karena baik satuan P maupun satuan ∈0E ialah 1 C m-2.
Dalam vakum, K = 1 dan ∈ = ∈0. Karena itu konstanta elektrik ∈0 sering disebut
“permitivitas ruang hmpa” atau “permitivitas ruang bebas”.
Besaran X, K dan ∈ hanyalah tiga macam cara menjelaskan suatu sifat yang itu jug dari
sebuah dielektrik, yaitu, sampai sejauh mana dielektrik iitu terpolarisasi bila berada dalam medan
listrik. Yang mana saja dari besaran yang tiga itu dapat dinyatakan dengan ∈0 dan dengan yang
lainnya. Jadi, sebagai contoh,
44.
∈
x=K–1-∈ -1
0
Dapat dipahami sekarang mengapa beda potensial V, dalam Gambar 4-7, lebih kecil dari beda
potensial V0. Untuk rapat muatan bebas σ yang tertentu pada semua pelat, intensitas listrik E0
antara pelat dalam ruang hampa ialah
𝜎
E0 = Ef = ∈𝑓
0
K
Bahan t, ℃
Ruang hampa (vakum) - 1
Gelas 25 5 - 10
Mika 25 3-6
Karet hevea 27 2,94
Neoprene 24 6,70
Bakelit 27 5,50
57 7,80
88 18,2
Pleksigas 27 3,40
Politilen 23 2,25
Vinilit 20 3,18
47 3,60
76 3,92
96 6,60
110 9,9
Teflon 22 2,1
Germanium 20 16
Stronsium titanat 20 310
Titanium dioksida (rutil) 20 173 (┴), 86 (║)
Air 25 78,54
Gliserin 25 42,5
Ammonia cair -77,7 25
Benzena 20 2,284
Udara (1 atm) 20 1,00059
Udara (100 atm) 20 1,0548
45.
Bila sebuah dielektrik disisipkan, muatan yang terikat menimbulkan sebuah medan Eb
yang berlawanan tanda dengan Ef yang ditentukan oleh:
𝜎
Eb = ∈𝑏
0
E = Ef – xE
𝑓𝐸 𝐸𝑓
E = 1+𝑥 = 𝐾
Dan beda potensial itu berkurang dengan faktor 1/K ketika dielektrik itu disisipkan. Meskipun
dirimuskan untuk ikhwal khusus, persamaan 4--23) berlaku untuk setiap ikhwal dalam mana
sebuah dielektrik isotropik yang homogen mengganti ruanng hampa di semua titik di mana ada
medan listrik, intensitas di sembarang titik ialah intensitas yang oleh muatan bebas ditimbulkan
dalam ruang hampa pada konduktor, dikurangi dengan faktor 1/K.
Kapasitansi sebuah kapasitor dalam ruaang hampa yang muatan pada pelat-pelatnya
adalah Q, ialah :
𝑄𝑓
C0 = 𝑉0
46.
Contoh.
Misalkan pelat dalam gambar 27-7 luasnya 2000 cm2 atau 0,20 m2, dan terpisah oleh jarak 1 cm
atau 10-2m. beda potensial antara kedua pelat itu dalam ruang hampa, V0, 3000 V lalu turun
menjadi 1000V kalau selembar dielektrik yang tebalnya 1 cm disisipkan ke ruang antara pelat.
Hitunglah : (a) permitivitas relatif K dielektrik itu, (b) permitivitasnya ∈, (c)suseptibilitasnya X,
(d) intensitas listrik antara pelat dalam ruang hampa, (e)intensitas listrik resultan dalam
dielektrik, (f) intensitas listrik yang ditimbulkan muatan terikat, dan (g)perbandingan rapat
permukaan muatan terikat, σb, terhadap rapat permukaan muatan bebas, σf.
∈ 𝑉0 3000 𝑉
a. K = ∈ = = 1000 𝑉 = 3
0 𝑉
b. ∈ = K∈0 = 3∈0
c. x = (∈/∈0) – 1 = 2
𝑉0
d. E0 = Ef = = 3 x 105 v m-1
ℓ
𝑉
e. E = ℓ = 105 vm-1
f. Eb = Ef – E = 2 x 105 vm-1
g. σf = ∈0Ef = ∈0E0 = 3 x 105 ∈0 C m-2
σb = ∈0Eb = x∈0E = 2 x 105 ∈0 C m-2
𝜎𝑏 2
=3
𝜎𝑓
5.1. Arus
Gerak muatan dalam proses menyusun diri kembali itu merupakan sebuah arus transien
(arus yang hanya sejenak), dan arus itu tidak ada lagi kalau medan pada konduktor menjadi nol.
Untuk pembahasan sekarang ini, kita andaikan saja bahwa dalam sebuah konduktor selalu ada
medan listrik efektif E, demikian rupa sehingga partikel bermuatan dalam konduktor itu
mengalami gaya F = qE. Kita namakan gaya ini gaya dorong (driving force) terhadap partikel
tersebut.
Arus melalui suatu daerah secara kuantitatif didefinisikan sebagai muatan netto yang
mengalir melalui daerah tersebut per satuan waktu. Jadi jika muatan netto dQ mengalir melalui
𝑑𝑄
𝐼= 𝑑𝑡
……………………………………………….5.1.
Arus merupakan besaran scalar dan satuan arus system mkcs ialah satu coulomb per
detik, disebut satu amper (1 A), untuk menghormati ahli fisika Prancis Andre Marie Ampere
(1775-1836). Arus yang kecil biasanya dinyakatan dalam miliampere (1 mA = 10-3A) atay dalam
mikroamper (1 𝜇A = 10-6A).
Pengurangan muatan negative yang ekuivalen dengan kenaikan muatan positif, sehingga
gerak kedua jenis muatan sama efeknya, yaitu menaikkan muatan positif di sebelah kanan
penampang. Arus total I pada penampang karena itu sama dengan jumlah arus I1, ditambah arus
I2:
I = A (n1q1v1 + n2q2v2)
Umumnya, jika sebuah konduktor mengandung jumlah partikel yang berbeda, memiliki
rapat muatan yang berbeda dan bergerak dengan kecepatan berbeda, maka arusnya ialah
𝐼 = 𝐴Σ𝑛𝑞𝑣 ……………………………………………………………..5.2.
47
48.
Rapat arus J dalam sebuah konduktor bergantung kepada intensitas listrik E dan kepada
sifat alami konduktor itu. Dalam hubungan ini ada suatu sifat konduktor yang disebut daya
hambat jenis, p, yang kita definisikan sebagai perbandingan intensitas listrik terhadap rapat arus.
𝐸
𝑝= 𝐽
……………………………………………………………………….5.4.
Artinya, tahanan jenis ialah intensitas listrik per satuan rapat arus. Makin besar tahanan
jenis, makin besar intensitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan rapat arus tertentu, atau,
makin kecil rapat arus untuk suatu intensitas tertentu.
49.
Tahan jenis semua konduktor logam bertambah apabila temperature naik, seperti ditunjukkan
dalam gambar 28-2(a). dalam daerah temperature yang tidak terlalu besar, tahanan jenis logam
dapat diungkapkan dengan persamaan
Tabel 5.2. Temperatur Koefisien Tahanan Jenis (Harga Kira-kira pada temperature kamar)
Bahan 𝛼℃ ↗1
Alumunium 0,0039
Kuningan 0,0020
Karbon -0,0005
Konstanta (Cu 60, Ni 40) +0,000002
Tembaga (lunak, untuk diperdagangkan) 0,00393
Besi 0,0050
Timah hitam 0,0043
Manganin (Cu 84, Mn 12, Ni 4) 0,000000
Raksa 0,00088
Nikrom 0,0004
Perak 0,0038
Wolfram 0,0045
50.
Teori konduksi logam dikembangkan oleh Paul Drude. Tiap atom pada kisi-kisi kristal
dianggap menyerahkan sejumlah kecil elektron terluarnya dan elektron-elektron ini dianggap
bergerak bebas di sekujur logam, kecuali ketika bertumbukan dengan ion positif.
Sebuah gaya F=eF dikerjakan pada tiap elektron oleh medan, dan dalam arah gaya ini
menimbulkan percepatan a yang besarnya ditentukan berdasarkan
𝐹 𝑒𝐸
𝑎= = ,
𝑚 𝑚
Disini m berarti masa elektron. Misalkan u ialah kecapatan acak rata-rata elektron dan λ lintasan
bebas ra-rata. Waktu rata-rata t antara tumbukan dengan tumbukan berikutnya disebut waktui
bebas rata-rata, ialah
𝜆
𝑡=
𝑢
Rapat arus J di setiap titik pada konduktor yang di dalamnya ada medan listrik resultan E
ditentukan berdasarkan persamaan : E=ρJ
51.
Karena tidak ada alat yang dapat mengukur E dan J secara langsung, untuk mudahnya
persamaan ini diganti dengan bentuk lain, dan karena arus I bagi semua penampang lintang itu
sama besar, maka I dapat dikeluarkan dari benda integral.
Jadi:
𝑏 𝑏𝜌
∫𝑎 𝐸 . 𝑑𝑠 = 𝐼 ∫𝑎 𝐴
𝑑𝑠 …………………………………………………………5.7.
Intergal di sebalah kanan disebut tahanan (daya hambat) R konduktor yang bersangkutan
antara titik a dan b:
𝑏𝜌
𝑅 = ∫𝑎 𝐴
𝑑𝑠 ………………………………………………………………………5.8.
Tahanan sebuah konduktor homogebn yang panjangnya L dan luas penampang lintang
konstan A karena itu ialah
𝜌𝐿
𝑅= 𝐴
……………………………………………………………………………..5.9.
Tahanan berbanding langsung dengan panjang dan berbanding terbalik dengan luas
penampang lintang.
satuan E ialah 1 Vm-1, sehingga satuan sisi kiri persamaan (5-10) ialah 1 V. satuan mks
untuk tahanan karena itu alah satu volt per amper(1VA-1). Tahanan sebesar 1 VA-1 disebut 1 ohm
(1Ω), satuan tahanan jenis karena itu satu ohm meter (1Ωm).
Contoh 1. Luas penampang lintang sebuah kawat tembaga yang dipergunakan untuk
sistem kabel dalam sebuah rumah kediaman kira-kira 3mm2=3x10-6m2. Tahanan kawat seperti
ini bila panjangnya 10m, pada temperatur 200C, ialah
52.
Empat persegi panjang dalam gambar 28-4 menggambarkan secara skematis sebuah alat
perlengkapan seperti baterai, aki, atau generator elektromagnetik. Istilah umum untuk alat
semacam ini ialah sumber. Dalam gambar 28-4 tidak ada lintasan konduktor luar antara terminal
a dan terminal b, dan sumber rangkaian terbuka.
Ada pun asal-usul gaya nonelektrostatik itu, kita dapat menentukan sebuah ekuivalen
medan nonelektrostatik En berdasarkan persamaan
Artinya, gaya nonelektrostatik itu sama seperti seolah-oleh ada medan nonelektrostatik En
disamping medan elektrostaik murni Ee.
Pertama-tama mari kita terapkan persamaan pada kawat. Karena medan pada kawat
seluruhnya elektrostatik, maka seperti telah ditunjukkan, persamaan menjadi.
Vab=IR …………………………………………..5.11.
Selanjutnya, persamaan kita terapkan pada sumber. Dalam merumuskan persamaan ini,
arah integrasi (dari a ke b) dipandang sama dengan arah arus. Di dalam sumber, arah arus dari b
ke a, sehingga kita menulis
53.
𝑎
∫ 𝐸 . 𝑑𝑠 = 𝐼𝑟
𝑏
Disini r ialah tahanan dalam sumber. Tetapi di dalam sumber, medan resultan E sama dengan
jumlah (pertambahan) vektor En dan Ee
E=En+Ee
Setiap konduktor (kecuali superkonduktor) mempunyai tahanan dan karena itu juga
merupakan resistor. Unit-unit resistansi yang dibuat untuk dimasukkan ke dalam suatu rangkaian
yang bertahan besar dibandingkan dengan kawat-kawat penghubung dan kontak-kontak resistor.
Resistor sering dilambangkan dengan
Resistor yang dapat disetel disebut rheostat. Rheostat yang biasa terdiri dari atas sebuah
resistor dengan sebuah kontak yang dapat digeser pada panjangnya dan dilambangkan dengan.
Hubungan dibuat pada salah satu ujung resistor dan pada kontak yang dapat digeser. Lambang
Garis yang lebih panjang bersangkutan dengan terminal +. Dalam contoh berikut
lambang ini diubah menjadi
Gunanya untuk memperlihatkan dengan jelas bahwa sumber mempunyai tahanan dalam.
54.
Penyearah atau dioda adalah elemen rangkaian nonlinier yang daya hambatnya terbatas
bila medan di dalamnya satu arah, dan sangat tinggi daya hambatnya (idealnya daya hambat
takterbatas) bila arah medan ke arah yang berlawanan. Dioda itu berfungsi sebagai katup
pengendali dalam sebuah rangkaian, yakni membuat muatan hanya mengalir ke satu arah.
Lambang untuk dioda ialah
Ujung panah menunjukkan ke arah mana muatan terkonduksi.
Tegangan jepit sebuah sumber dapat dinyatakan sebagai fungsi arus dalam sumber
dengan grafik persamaan
Vab=ε-Ir
Metode ini lebih berguna lagi kalau resistor itu nonlinier, seperti dalam gambar 28-13,
dan pemecahan analititk soalnya sulit atau tak mungkin sama sekali.
55.
Empat persegi panjang dalam gambar 28-14 menggambarkan sebagian rangkaian listrik
yang di dalamnya ada arus I dari a ke b. potensial di terminal a dan di terminal b ialah Va dan Vb.
dalam selang waktu dt, muatan sjumlah dQ=I dt masuk ke bagian rangkaian itu diterminal a dan
muatan sejumlah yang sama meninggalkan terminal b. perubahan dalam energi peotensial
muatan yang beredan itu ialah
dW=dQ(Va- Vb)= VabI dt
Banyaknya pertambahan atau pelepasan energi per satuan waktu, atau daya P, sama
dengan dW/dt. Dan karena itu
P=VabI
Persamaan ini ialah persamaan umum untuk besar masukan daya ke setiap bagian suatu
rangkaian listrik. Satuan Vab ialah satuan Volt, atau 1 joule per coulomb, dan satuan I adalah satu
ampere atau 1 coulomb per detik. Satuan mksc untuk daya karena itu ialah
1 J C-1x1Cs-1=1Js-1=1watt
P= VabI=I2R
Kecepatan hilang energi dapat dipahami dengan mengingat kembali model sederhana
yang diibahas bagian 28-4. Setiap kali sebuah elektron membentur ion kisi-kisi, elektron itu
memberikan energi kinetik Ek yang besarnya
Ek=1/2mvf2
Dimana
Vf=eEλ/mu
56.
Jumlah rata-rata benturan satuan waktu yang dibuat sebuh elektron atau frekuensi
tumbukan Z sama dengan kebalikan waktu bebas rata-rata t.
1 𝑢
𝑧= =
𝑡 𝜆
Dalam sebah konduktor yang panjangnya l, luas penampang A, dan volumenya lA,
jumlah total N elektron adalah
N=nlA
Karena energi total yang diberikan oleh suatu elektron yang mengalami benturan per
satuan waktu, atau daya P yang hilang, dalam resistor ialah
P=NzEk
Arus I ialah
𝑛𝑒 2 𝜆𝐸𝐴
I=JA= 2𝑚𝑢
𝑙 2𝑚𝑢𝑙
𝑅=𝜌 = 2
𝐴 𝑛𝑒 𝜆𝐴
57.
58.
Dan ggl ε dapat dinyatakan sebagai kerja per satuan muatan yang dibuat pada muatan yang
beredar oleh perantara untuk mempertahankan medan elestrostatik.
Empat cara menghubungkan tiga resistor yang dayahambatnya berturut-turut ialah R1, R2,
R3, antara titik a dan titik b. pada (a) resistor itu membentuk hanya satu lintasan antara kedua
titik, dan disebut dihubungkan dalam rangkaian seri antara titik-titik tersebut. Berapapun jumlah
untuks rangkaian seperti resistor, baterai, motor, dan sebagainya, dikatakan dalam seri satu sama
lain antara dua titik, jika dihubungkan seperti pada (a) sehingga hanya ada satu lintasan antara
titik-titik tersebut. Arus adalah sama dalam iap unsure itu.
Kombinasi resistor dalam suatu rangkaian tertentu selalu dapat diganti dengan stu resistor
saja tanpa terjadi perubahan perbedaan potensial antara terminal-terminal kombinasi yang
bersangkutan dengan arus dalam rangkaian selebihnya. Daya hambat resistor yang satu ini
disebut dayahambat ekivalen kombinasi. Jika salah satu yang mana saja jaringan diganti dengan
daya hambat ekuivalen R, kita dapat menuliskan
𝑽𝒂𝒃
Vab = Req . I atau Req = 𝑰
Gambar 6-1 (a) R1 , R2 dan R3 dalam rangkaian seri. Arus listrik pada masing-masing tahanan
besarnya sama, yaitu = I .
𝑅1
𝑅1 𝑥 𝑅2 𝑦 𝑅3 𝑏
𝑎 𝑅2
𝑎 𝑏
𝐼 𝐼 𝑅3
𝐼 𝐼
(a)
(b)
𝑅2 𝑅2 𝑅3
𝑅1 𝑎 𝑏
𝑎 𝑏
𝑅3 𝑅1
𝐼 𝐼 𝐼 𝐼
(c) (d)
59.
60.
Req = R1 + R2 + R3
Jika resistor-resistor dalam pararel seperti pada gambar 6-1 (b), perbedaan potensial
antara terminal-terminal tiap resistor harus sama dengan Vab. Jika arus dalam resistor-resistor itu
dinyatakan dengan I1, I2, dan I3, maka
𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏
𝐼1 = , 𝐼2 = , 𝐼3 =
𝑅1 𝑅2 𝑅3
Muatan diberikan ke titik a oleh arus hantara I, dan diambil dari a oleh arus I1, I2, dan I3.
Karena muatan tidak mengumpul di a, maka
1 1 1
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 = 𝑉𝑎𝑏 ( + + )
𝑅1 𝑅2 𝑅3
Atau
𝐼 1 1 1
= + +
𝑉𝑎𝑏 𝑅1 𝑅2 𝑅3
Tetapi
1 1
=
𝑉𝑎𝑏 𝑅𝑒𝑞
Sehingga
1 1 1 1
= + +
𝑅𝑒𝑞 𝑅1 𝑅2 𝑅3
1 1 1 𝑅2 + 𝑅1
= + =
𝑅𝑒𝑞 𝑅1 𝑅2 𝑅1 𝑅2
Dan
𝑅1 𝑅2
𝑅𝑒𝑞 =
𝑅1 + 𝑅2
61.
Kaidah titik cabang. Hasil penjumlahan aljabar tiap arus yang menuju sembarang titik cabang
sama dengan nol:
Kaidah lintasan tertutup. Hasil penjumlahan aljabar tiap ggl dalam sembarang lintasa tertutup
sama dengan hasil penjumlahan aljabar hasil kali IR dalam lintasan tertutup yang bersangkutan:
Σ𝜀 = Σ𝐼𝑅
Kaidah pertama hanya menyatakan bahwa tak ada muatan yang mengumpul di titik cabang.
Kaidah kedua merupakan generalisasi persamaan rangkaian dan menjadi persamaan ini
jika arus I sama pada semua daya hambat.
Seperti dalam banyak kejadian, kesulitan utama yang dihadapi dalam menerapakan
hukum Kirchoff terletak pada penentuan tanda-tanda aljabar, bukan dalam memahami segi-segi
fisikana, yang sebenarnya sangat elementer. Langkah pertama ialah menerapkan lambang dan
arah untuk tiap arus dan ggl yang tak diketahui, lambang untuk tiap daya hambat yang tak
diketahui pun harus ditetapkan. Semua ini, dan juga besaran-besaran yag diketahui, dibubuhkan
pada diagram setiap arah harus pula diperlihatkan dengan jelas. Penyelesaian soal kemudian
dikerjakan berdasarkan arah-arah yang diasumsikan tersebut. Jika penyelesaian dengan angka
persamaan-persamaannya menghasilkan harga negative untuk arus atau unuk ggl, maka arah
yang betul ialah kebalikan dari arah yang diasumsikan. Bagaimanapun juga, nilai dalam angka
akan diperoleh. Karena itu dengan kaidah-kaidah tersebut ktia dapat mengetahui arah, pun juga
besar arus dan ggl, dan arah-arag arus tidak perlu diketahui lebih dahulu.
62.
ΣI, ΣIR, dan Σε merupakan hasil penjumlahan aljabar. Dalam menerapkan kaidah titik
cabang, arus dianggap positif jika arahnya menuju titik cabang, negative jika menjauhinya.
(Tentu saja dapat ditentukan sebaliknya). Dalam menerapkan kaidah lintasan tertutup, haruslah
dipilih arah yang mana (yang menurut arah jarum jam atau yang berlawanan) sekeliling lintasan
tertutup yang akan diasumsikan sebagai arah positif. Semua arus dan ggl dalam arah ini dianggap
positif, yang sebaliknya negative. Perlu dicatat bahwa arus sekeliling lintasan tertutup yang
bertanda positif menurut kaidah titik cabang dapat bertanda negative dari segi kaidah
lintasantertutup. Juga pelu dicatat bahwa arah sekililing lintasan tertutup yang dinyatakan positif
adalah tidak penting, karena kalau arah yang sebaliknya yang dianggap positif, itu hanya akan
menghasilkan persamaan yang sama dengan tanda-tanda yang berlawanan. Ada kecenderungan
untuk menganggap benar arah yang positif itu ialah arah arus dalam lintasan tertutup, tetapi
umumnya pilihan seperi ini tidaklah mungkin, karena arus dalam beberapa unsur lintasan
tertutup ada yang arahnya menurut arah jarum jam dan ada pula yang arahnya menurut yang
sebaliknya.
Dalam jaringan yang rumit, dalam mana banyak tersangkut besaran yang tak diketahui,
kadang-kadang sukar untuk mengetahui cara merumuskan persamaan yang berdiri sendiri dalam
jumlah yang cukup untuk menentukan besaran-besaran yang tidak diketahui itu. Kiranya aturan-
aturan berikut ini dapat diikuti:
1) Jika ada n titik cabang dalam jaringan, terapkanlah kaidah titik cabang pada titik-titik
sebanyak n-1. Titik yang mana saja boleh dipilih. Penerapan kaidah titik cabang pada titik
yang ke-n titik menghasilkan persamaan yang berdiri sendiri.
2) Bayangan jaringan itu dipisah-pisahkan menjadi sejumlah lintasan tertutup sederhana.
Terapkan kaidah lintasan tertutup pada tiap lintasan tertutup yang sudah terpisah-pisah ini.
6.3. Amperemeter dan voltmeter
Jenis amperemeter dan voltmeter yang paling umum adalah galvanometer kumparan
berputar. Pada galvanometer ini sebuah kumparan kawat berporos yang mengakut arus
dibelokkan (didefleksi) oleh interaksi kemagnetan antara arus ini dengan medan magnet sebuah
magnet permanen. Untuk sementara perhatian kita kepada instrument ini hanya sebagai sebuah
unsur rangkaian. Dayahambat kumparan alat ini (jenis biasa) kira-kira antara 10 sampai 100Ω,
dna arus yang hanya kira-kira beberapa miliampere sudah akan menyebabkan defleksi penuh.
Defleksi ini berbanding dengan (proportional) dengan arus dalam kumparan, tetapi karena
kumparan itu merupakan konduktor linier, maka arus itu berbanding dengan perbedaan potensial
antara terminal kumparan, dan defleksinya juga berbanding dengan perbedaan potensial ini.
63.
Sebagai sebuah contoh dengan bilangan, umpamakan sebuah galvanometer yang
dayahambat kumparan 20, dan mendefleksi penuh kalau ada arus 1 mA dalam kumparannya.
Perbedaan potensial yang bersesuaian ialah
Pertama-tama mari kita bahas galvanometer sebagai amperemeter. Untuk mengukur arus
dalam suatu rangkaian, sebuah amperemeter harus disisipkan dalam seri pada rangkaian itu. Jika
disisipkan dengan cara ini, galvanometer yang kita maksudkan di atas akan mengukur setiap arus
dari 0 sampai 1 mA. Tetapi, dayahambat kumparannya akan memperbesar dayahambat total
rangkaian, sehingga arus, sesudah galvanometer disisipkan, walaupun dtunjukkan dengan tepat
oleh alat ini, mungkin jauh kurang dari arus sebelum galvanometer disisipkan. Jadi, dayahambat
alat itu harus jauh lebih kecil dari dayahambat bagian lain rangkaian, sehingga kalau sudah
disisipkan, alat itu tidak akan mengubah arus yang hendak kita ukur. Amperemeter yang
sempurna haruslah nol dayahamabtnya.
Misalkan kita ingin mengubah galvanometer yang diterangkan di atas untuk dipakai
sebagai amperemeter yang daerah ukurnya antara 0 sampai 10 A. artinya, kumparannya harus
mendefleksi penuh apabila kuat arus I dalam rangkaian pada mana amperemeter itu disisipkan 10
A. arus dalam kumparan Ic karena itu harus 1 mA, sehingga arus Ish dalam shunt 9,999 A.
perbedaan potensial Vab adalah
Karena itu
𝐼 0,001
𝑅𝑠ℎ = 𝑅𝑐 𝐼 𝑐 = 20Ω 9,999 = 0,00200Ω . Dibuat sampai tiga angka penting.
𝑠ℎ
64.
Dengan demikian kita memperoleh sebuah alat berdayahambat rendah yang daerah
ukurannya dari 0 sampai 10 A, seperti dinginkan. Tentu saja jika arus I lebih kecil dari 10 A,
arus dalam kumparan juga lebih kecil menurut perbandingan.
Telah ditunjukkan bahwa bila sebuah sumber berada pada sebuah rangkaian terbuka,
perbedaan potensial antara terminal sama dengan ggl-nya. Karena itu, untuk mengukur ggl itu
tampaknya kita hanya perlu mengukur perbedaan potensial tersebut. Tetapi kalau kedua terminal
sebuah galvanometer dihubungkan pada terminal-terminal sumber itu membentuk sebuah
rangkaian tertutup yang mengandung arus. Perbedaan potensial sesudah galvanometer
dihubungkan, meskipun ditunjukkan dengan tepat oleh alat ini, tidaklah sama dengan ε, tetapi
dengan ε – Ir, dan kurang dari sebelum alat ukur tersebut dihubungkan. Seperti juga
amperemeter, alat ini pun mengubah besarn yang hendak diukur. Jelas kiranya bahwa
dayahambat voltmeter sebaiknya sebesar mungkin, tetapi tidak perlu tak berhingga.
Misalkan kita ingin memodifikasi galvanometer unutk dibagai sebagai voltmeter yang
derah ukurannya antara 0 sampai 10 V. artinya, kumparannya mendefleksi penuh bila antara
kedua terminalnya ada perbedaan potensial sebesar 10 V. dengan kata lain, arus dalam alat itu
haru 1 mA bila perbedaan potensial antara kedua terminalnya 10V.
Vab = I(Rc+Rs)1
𝑉𝑎𝑏 10𝑉
𝑅1 = − 𝑅𝑐 = − 20Ω = 9980Ω
𝐼 0,001𝐴
Dengan cara demikian kita peroleh sebuah alat berdayahambat tinggi yang derah ukurnya berada
antara 0 sampai 10 V.
𝑉𝑎𝑏
𝑅=
𝐼
Dan input daya ke sembarang bagian sebuah rangkaian sama dengan hasilkali perbedaan
potensial yang melewati bagian yang bersangkutan dan arus: P = VabI
Metode yang paling cepat untuk mengukur R atau P karena itu ialah sekaligus mengukur
Vab dan I.
Sekarang kita bicarakan sejumlah rangkaian yang dihubungkan pada sebuah alternator
atau osilator yang antara ujung-ujungnya ada beda potensial bolak-balik sunisoidal
v = V sin ωt
dimana V ialah beda potensial maksimum atau amplitude tegangan, v beda potensial sesaat, dan
ω frekuensi sudut, yang sama dengan 2π kali frekuensi f. untuk singkatnya, alternator atau
osilator itu kita pakai saja sebutan “sumber AC” walaupun sebutan ini kurang sesuai, karena
“AC” adalah singkatan dari “alternating current” (arus bolak-balik). Lambang unutk sumber AC
ialah ~
𝑉𝑎𝑏 𝑉
𝑖= = sin 𝜔𝑡
𝑅 𝑅
Arus maksimum I, atau amplitude arus, sudah terang
𝑉
𝐼=
𝑅
Dan karena itu kita dapa menuliskan
i = I sin ωt
65.
66.
Baik arus maupun tegangan berubah sesuai dengan sin ωt, sehingga arus sefase dengan
tegangan. Arus dan amplitude tegangan berhubungan dengan cara yang sama seperti pada
rangkaian AS.
Rapat arus dalam sebuah kawat yang membawa arus bolak-balik tidaklah merata
dipenampang lintang kawat itu, melainkan lebih besar dekat permukaannya, gejala ini disebut
“efek kulit” (skin effect). Karena itu penampang efektif kawat itu berkurang dan dayahambatnya
lebih besar daripada bila arus konstan. Efek kulit itu tarjadi akibat ggl induksi sendiri yang
ditimbulkan variasi fluksi dalam pada konduktor, dan lebih besar bila frekuensi lebih tinggi.
Tetapi jika frekuensi tidak terlalu tinggi (kira-kira beberapa juta hertz), perubahan dayahambat
itu tidaklah besar, dan kita akan mengasumsikan bahwa dayahambat itu tidak bergantung kepada
frekuensi.
Q = Cvab = CV sin ωt
𝑑𝑞
Dan arus i ialah : 𝑖 = = 𝜔𝐶𝑉 cos 𝜔𝑡
𝑑𝑡
67.
Arus maksimum sudah jelas
I = ωCV,
i = I cos ωt
persamaan untuk arus maksimum dapat dirumuskan dalam bentuk yang sama seperti
persamaan untuk arus dalam sebuah resistor, kita tulis sebagai
𝑉
𝐼=
1/𝜔𝐶
Dan mendefinisikan sebuah besaran, yaitu Xc yang disebut reaktansi kapasitif kapasitor sebagai
1
𝑋𝑐 =
𝜔𝐶
Dan
𝑉
𝐼=
𝑋𝐶
68.
7.3. Rangkaian seri R-L-C
Dalam banyak kejadian, dalam sirkuit AC ada dayahambat reaktansi induktif dan
reaktansi kapasitif. kita akan menganalisa sirkuit itu dengan menggambar diagram rotornya.
Asal frekuensi tidak terlalu tinggi, di seuruh titik sirkuit arus sesaat I akan sama
harganya. Jadi, satu rotor I, yang panjangnya sebanding dengan amplitude arus, cukuplah untuk
menyatakan arus di tiap elemen sirkuit.
Mari kita pakai lambang VR, VL, dan VC berturut-turut untuk tegangan sesaat melalui R,
L, dan C, dan VR, VL dan VC untuk harga maksimumnya. Tegangan sesaat dan maksimum
melalui smber kita nyatakan dengan v dan V. maka v = vab, vR = vac, vL = vcd, dan vc = vab.
Telah ditunjukkan bahwa pada potensial antara ujung-ujung sebuah resistor sefase
dengan arus di dalam resistor dan bahwa harga maksimumnya VR ialah
VR = IR
Jadi rotor VR, yang sefase dengan arus rotor, menyatakan tegangan melalui resistor.
Proyeksinya pada sumbu vertical, pada setiap saat memberikan beda potensial sesaat VR.
Arus dalam sebuah inductor “ketinggalan” tegangan sebesar 900, atau tegangan
mendahului arus sebesar 900. Amplitudo tegangan ialah
VL = IXL
Rotor VL dalam gambar 35-5 (b) menyatakan tegangan melalui inductor, dan proyeksi
setiap saat pada sumbu vertical sama dengan VL.
69.
Arus dalam sebuah kapasitor mendahului tegangan dengan 900, atau tegangan
ketinggalan arus dengan 900. Amplitude tegangan ialah
Vc = IXC
Rotor VC berarti tegangan pada kapasitor dan proyeksinya pada sumbu vertical saat sama
dengan vc.
Untuk memperoleh hasil penjumlahan vector kita mula-mula rotor VL dikurangi dengan
rotor VC (karena keduanya selalu terletak pada garis lurus yang sama), sehingga menghasilkan
rotor VL – VC. Karena rotor ini tegak lurus pada rotor VR, maka besar rotor V ialah
𝑉 = √𝑉𝑅2 + (𝑉𝑡 − 𝑉𝐶 )2
= 𝐼√𝑅 2 + (𝑋𝑡 − 𝑋𝐶 )2
Notasi akan lebih sederhana bila kita mendefinisikan sebuah besar X, yaitu reaktansi
netto rangkaiannya, sebagai
X = X1 - XC
𝑉 = 𝐼 √𝑅 2 + 𝑋 2
Lalu kita definisikan pula sebuah besaran lain, yaitu impedansi Z rangkaiannya, sebagai
𝑍 = √𝑅 2 + 𝑋 2
Satuan impedansi ialah satu volt per ampere (1 V A-1) atau satu Ohm.
70.
Sudut 𝜙, dalam Gambar 35-5(b), adalah sudut fase antara tegangan jalur V dan arus jalus.
Berdasarkan diagram gambar itu jelas kiranya bahwa
𝑉𝑡 − 𝑉𝐶 𝐼(𝑋𝑡 − 𝑋𝐶 ) 𝑋
𝑡𝑎𝑛 𝜙 = = =
𝑉𝑅 𝐼𝑅 𝑅
Karena itu jika tegangan jalur dinyatakan dengan fungsi sinus, yaitu
v = V sin ωt
𝑖 = 𝐼 sin(𝜔𝑡 − 𝜙).
Gambar 35-5 dilukis untuk sebuah rangkaian di mana XL>XC. Jika XL>XC rotor V akan
terletak di tempat yang berhadapan dengan arus rotor I dan arusnya mendahului tegangan. Dalam
hal ini, X = XL – XC merupakan besaran negative dan tan ϕ negative.
Sebagai rangkauman kita dapat mengatakan bahwa pada potensial sesaat dalam rangkaian
seri AC menambah secara aljabar, sama seperti dalam rangkaian DC, sedangkan amplitude
tegangan menambah secara vector.
Penggambaran secara grafik harga rata-rata tersebut berarti seperti berikut. Integral
𝑡2
∫𝑡 𝑓(𝑡)ialah daerah yang berada di bawah sebuah grafik f(t) terhadap t, antara garis vertical di t 1
1
dan t2. Perkalian frr – (t2 – t1) merupakan sebuah empat persegi panjang yang lebarnya tr dan
panjangnya (t2 – t1). Berdasarkan fr luas-luas ini sama.
Mari kita terapkan definisi ini pada suatu besaran yang berubah secara sinusoidal,
misalnya arus yang ditentukan oleh i = I sin ωt
71.
harga rata-rata arus itu untuk setengan daur dari t = 0 sampai t = π/ω ialah
𝜔 𝜋/𝜔 2𝐼
𝐼𝑎𝑣 = ∫ 𝐼 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡 =
𝜋 0 𝜋
Artinya, arus rata-rata iru 2/π (kira-kira 2/3) kali arus maksimum, dan luas di bawah
segiempat panjang dalam gambar 35-6 sama dengan luas di bawah satu lengkungan kurva sinus.
Arus rata-rata untuk satu daur penuh (atau untuk sembarang banyak daur lengkap) ialah
𝜔 2𝜋/𝜔
𝐼𝑎𝑣 = ∫ 𝐼 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡 = 0
2𝜋 0
Karena luas positif di bawah lengkungan itu antara 0 dan π/ω sama dengan luas negative di atas
lengkungan antara π/ω dan 2π/ω. Karena itu bila suatu arus sinusoidal melalui sebuah
galvanometer kumbaran bergerak, jarum galvanometer akan menunjukkan angka no. tetapi
galvanometer ini dapat dipakai pada rangkaian AC, hanya jika dihibungkan ke rangkaian
penyearah (rectifier) arus gelombang penuh.
Harga rata-rata arus yang disearahkan pada sembarang jumlah daur lengkap, sama seperti
arus rata-rata pada setengah daur yang pertama dalam gambar 36-6, atau 2/π kali arus maksimum
I. karena itu jika
72.
menunjukkan defleksi sepenuh skala kalau dilalui arus stabil IC galvanometer akan menyimpang
sepenuhnya pula bila harga rata-rata arus yang disearahkan 2I/π, sama dengan IC, amplitude arus
I, kalau meter menyimpang penuh ialah
𝜋𝐼0
𝐼=
2
7.4. Daya dalam rangkaian AC
Input daya sesaat ke sebuah rangkaian AC ialah
p = vi
disini v berarti beda potensial sesaat antara ujung rangkaian dan i ialah arus sesaat.
73.
Persamaan untuk daya rata-rata diperoleh seperti berikut. Daya sesaat ialah
Harga rata-rata 2ωt ialah nol pada semabrang jumlah daur penuh.
Pada kejadian yang peling sering dijumpai, arus dan tegangan berbeda fase sebesar sudut
𝜙 dan
uraian di atas menunjukkan bahwa ketika v dan i sefase, daya rata-rata sama dengan ½
VI, ketika v dan I berbeda 900m daya rata-rata nol. Karena itu kita dapat memperkirakan bahwa
umumnya, ketika v dan I berbeda sebesar sudut 𝜙 daya rata-rata aka sama dengan ½ V, dikalikan
dengan I cos 𝜙, yaitu komponen I yang adalah sefase dengan V, artinya,
P = ½ VI cos 𝜙
74.
Hal ini dapat diperlihatkan secara analitis sebagai seperti.
harga rata-rata ruas kedua di sebelah kanan nol. Ruas pertama, kecuali untuk factor cos ϕ sama
bentuknya dank arena itu daya rata-rata ialah
Inilah persamaan umum untuk input daya ke sembarang rangkaian AC. Cos ϕ disebut
factor daya rangkaian yang bersangkutan. Untuk resistor semata-mata ϕ = 0, cos ϕ = 1, dan P =
VakrIakr. Untuk kapasitor, ϕ = 900, cos ϕ = 0, dan p = o.
Bila rangkaian pasif, V=IZ dan cos ϕ = R/Z, maka dalam hal ini,
Dan seluruh input daya melepas dalam resistor dan menyebabkan atau temperature naik atau
panas mengalir ke sekeliling. Jika rangkaian tidak pasif tetapi terdiri atas sebuah motor, misalnya
daya tetap ditentukan dengan tepat, tetapi bahwa V=IZ dan cos ϕ = R/Z tidak betul lagi,
sehingga input daya itu tidak seluruhnya melepas.
Perlu dicatat bahwa hasil ini sama dengan frekuensi osilasi sebuah rangkaian L-C.
75.
Jika induktansi L atau kapasitansi C sebuah rangkaian dapat diubah-ubah maka frekuensi
resonansi dapat diubah-ubah juga. Dengan cara inilah kita “menyetel” pesawat penerima radio
atau televise guna dapat menangkap siaran dari stasiun pemancar yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Sears F.W & Zemansky M.W , 1994, Fisika untuk Universitas 1,
Bandung , Penerbit Bina Cipta.
1. Usaha dan Energi : Pengantar , Usaha , Energi kinetic , Energi potensial gravitasi ,
Energi potensial elastic , Hukum kekekalan Energi , Daya , Daya dan Kecepatan.
2. Impuls dan Momentum : Pengertian impuls dan momentum , Satuan impuls dan
momentum , Kekekalan momentum linier , Tumbukan tidak elastic , Tumbukan
elastic ,
5. Sifat termal materi : Persamaan keadaan , Gas sempurna , Permukaan pvT untuk gas
sempurna , Permukaan pvT untuk gas sejati , Titik kritis dan titik triple , Pengaruh zat
larut terhadap titik beku dan titik didih , Kelembaban.
H. Wakidi.
TUGAS – TUGAS FISIKA TEKNIK ( PTMS603 & PTOM603 ) PTM & PTO
SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014
1. Usaha dan Energi : Pengantar , Usaha , Energi kinetic , Energi potensial gravitasi ,
Energi potensial elastic , Hukum kekekalan Energi , Daya , Daya dan Kecepatan.
2. Impuls dan Momentum : Pengertian impuls dan momentum , Satuan impuls dan
momentum , Kekekalan momentum linier , Tumbukan tidak elastic , Tumbukan
elastic ,
5. Sifat termal materi : Persamaan keadaan , Gas sempurna , Permukaan pvT untuk
gas sempurna , Permukaan pvT untuk gas sejati , Titik kritis dan titik triple ,
Pengaruh zat larut terhadap titik beku dan titik didih , Kelembaban.
H. Wakidi.
TUGAS – TUGAS FISIKA TEKNIK ( PTMS603 & PTOM603 ) PTM & PTO
SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014
II. Arus Listrik , Hambatan dan Gaya Gerak Listrik , materi meliputi : Arus Listrik ,
Daya hambat jenis ( Resistivity ), Teori Konduksi Logam , Tahanan ( Resistance ) ,
Gaya Gerak Listrik , Diagram arus dan tegangan , Kerja dan daya pada rangkaian
listrik , Daya hambat murni , Daya yang keluar dari sebuah sumber listrik , contoh
soal. Ref. Fisika untuk Universitas 2 , hal 651 – 678.
III. Rangkaian Listrik Arus Searah, materi meliputi : Resistor dalam seri – parallel –
campuran , Hukum Kirchoff , Ampere meter dan volt meter , Jembatan Wheatstone ,
Ohm meter , Potensiometer , Rangkaian seri R-C ,
Penggantian Arus. Ref. Fisika untuk Universitas 2 , hal 691 – 706.
IV. Arus bolak-balik , materi meliputi : Pendahuluan , rangkaian yang mengandung daya
hambat , Induktansi dan kapasitansi , Rangkaian seri R-L-C , Harga rata-rata dan
harga akar kuadrat rata-rata alat AC , Daya dalam rangkaian AC , Resonansi ,
rangkaian parallel , Transformator. Ref. Fisika untuk Universitas 2 , hal 840 – 861.
H. Wakidi.
TUGAS – TUGAS FISIKA TEKNIK ( PTME603 ) PTM
SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015
2. Usaha dan Energi : Pengantar , Usaha , Energi kinetic , Energi potensial gravitasi ,
Energi potensial elastic , Hukum kekekalan Energi , Daya , Daya dan Kecepatan.
3. Impuls dan Momentum : Pengertian impuls dan momentum , Satuan impuls dan
momentum , Kekekalan momentum linier , Tumbukan tidak elastic , Tumbukan
elastic ,
H. Wakidi.