Hak Dan Kewajiban Tenaga Kerja
Hak Dan Kewajiban Tenaga Kerja
I. Latar Belakang
Di Indonesia, aturan mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja termaktub dalam
sebuah perundang-undangan. Adapun peraturan tersebut secara spesifik dirumuskan
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau yang
lebih sering disingkat UU Ketenagakerjaan. Selain itu disebutkan pula kewajiban dan
hak pekerja dalam UU Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Melalui petunjuk ini,
diharapkan dapat meminimalisasi ketimpangan antara hak dan kewajiban pekerja
yang berpotensi menimbulkan masalah.
Imbalan alias hak yang paling diharapkan oleh setiap tenaga kerja adalah upah. Dalam
pasal 1 ayat 30, UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa upah adalah
“hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk yang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atau
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Namun rupanya, ada banyak jenis hak lain yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja
selain imbalan dalam bentuk materi. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah hak
tenaga kerja secara garis besar yang tertuang dalam UU Ketenagakerjaan.
Hak tenaga kerja untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama diatur
dalam Bab III. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.
Pasal 5
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Pasal 11
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 23
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan
kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
Pasal 31
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di
dalam atau di luar negeri.
Pasal 67
Pasal 76
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 86
Pasal 88
Pasal 100
Pasal 104
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara sah, tertib,
dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal 156
Sebagaimana hak yang diterima, setiap tenaga kerja wajib memenuhi tanggung
jawabnya. Bab XI tentang Hubungan Industrial memaparkan beberapa kewajiban
yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja antara lain sebagai berikut.
Pasal 102
Pasal 126
Pasal 136
Pasal 140
Bila ditinjau dari UU Ketengakerjaan, sepintas terlihat bahwa kewajiban dari seorang
tenaga kerja cenderung lebih sedikit dibandingkan kewajiban yang harus dipenuhi.
Kendati demikian, bukan berarti pekerja dapat bersikap sewenang-wenang. Setiap
pengusaha atau perusahaan pun tentu memiliki aturan khusus dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya. Dengan adanya ini, adalah wajib bagi setiap tenaga kerja
untuk juga menjalankan tugas-tugas tersebut selagi tidak bertentangan dengan aturan
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Selain itu, beberapa hak juga lebih lanjut diperinci oleh Keputusan Menteri (Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan) sebagai berikut.
Status Karyawan
Umumnya, status karyawan terbagi atas dua jenis, yakni PKWT (Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerta Waktu Tidak Tertentu). Namun,
seiring dengan semakin banyaknya pekerja lepas alias freelancer, maka dibutuhkan
adanya sebuah aturan yang secara khusus membahas hal tersebut.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 100 Tahun 2004, pekerja harian
lepas diberlakukan hanya untuk pekerjaan tertentu yang memiliki waktu dan volume
pekerjaan yang berubah-ubah. Di samping itu, upah yang diperoleh biasanya
didasarkan pada waktu, volume pekerjaan, dan kehadiraan pekerja dalam setu hari.
Kebijakan Pengupahan
Upah kerap menjadi isu yang paling sensitif di kalangan pekerja. Lantas, apa saja
yang sebenarnya menjadi komponen dalam pemberian upah atas seorang tenaga
kerja?
1. Upah minimum;
2. Upah kerja lembur;
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
6. Bentuk dan cara pembayaran upah;
7. Denda dan potongan rupiah;
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10. Upah untuk pembayaran pesangon; dan
11. Unpah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Selain gaji setiap bulan, satu lagi momen yang paling ditunggu oleh setiap pekerja
adalah THR. Pemberian tunjangan ini pun telah diatur oleh pemerintah melalui
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya
Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di sebuah perusahaan.
Hal ini juga berkaitan dengan sanksi yang akan diberikan. Sebelumnya, perusahaan
tidak akan dikenakan sanksi apa pun bilamana dia tidak memberikan THR kepada
para pekerja yang berada di bawah nauangannya. Namun ketika aturan ini muncul,
perusahaan pun pada akhirnya harus memberikan THR bagi para tenaga kerja. Bila
tidak, maka ada sanksi sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan kepada
perusahaan.
Masa Kerja
Lamanya masa kerja seorang tenaga kerja sangat memberikan pengaruh terhadap
jumlah THR yang akan diperoleh. Pekerja yang telah minimal bekerja selama 1 bulan
dalam suatu perusahaan telah berhak untuk mendapatkan THR.
Secara garis besar, perhitungan untuk pembagian THR adalah sebagai berikut.
< 12 bulan secara terus menerus (Masa kerja (dalam bulan) x upah 1 bulan) : 12
Adapun yang didefinisikan dari kata ‘upah’ boleh jadi berbeda besarnya antara satu
perusahaan dan yang lainnya sesuai kebijakan masing-masing. Walau begitu, secara
general, besarnya THR yang diberikan boleh jadi hanya berupa gaji pokok atau gaji
pokok dan tunjangan tetap.
Pajak
Tidak semua pekerja harus mengeluarkan pajak atas Tunjangan Hari Raya yang
diberikan. PPh 21 atas THR hanya akan dikenakan pada setiap pekerja yang
memperolah THR di atas PTKP alias Pendapatan Tidak Kena Pajak. Adapun
nominalnya berkisar antara Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun. Oleh
karenanya, bila tenaga kerja mendapatkan THR kurang dari Rp4,5 juta, maka tidak
ada potongan bea pajak yang dikenakan.
Waktu Pemberian
Selain besar nominalnya, hal lain dari THR yang senantiasa dinantikan adalah waktu
pemberiannya. Pemerintah telah menetapkan bahwa perusahaan wajib memberikan
THR kepada setiap tenaga kerjanya paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan
berlangsung.
Hak dan kewajiban pekerja pula disebutkan dalam UU 1/1970 tentang keselamatan
kerja
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
keselamatan kerja; b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. Memenuhi
dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
1. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan
semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
3. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu
Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah
Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut
atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Pasal 18