BAB 1
PENDAHULUAN
1
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
mikrobiologi klinik, imunologi klinik atau bidang lain yang berkaitan dengan
kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnostik
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Laboratorium Patologi
Anatomi berfungsi untuk membantu dokter dalam penegakkan diagnosis, sebagai
standar baku emas/‘gold standard’ dan untuk penatalaksanaan penderita
selanjutnya. Rumah Sakit Suci Paramita belum memiliki Bank darah sehingga
masih bekerjasama dengan PMI Kabupaten Tangerang dan PMI Kota Tangerang
dalam memenuhi kebutuhan darah. Kedudukan laboratorium klinik di rumah sakit
sangat penting karena sesuai dengan fungsinya dalam membantu pengelolaan
pasien rumah sakit.
Dalam melaksanakan kegiatannya, laboratorium klinik harus berlandaskan
pada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Peraturan menteri kesehatan
nomor 441/Menkes/Per/III/2010 tentang laboratorium klinik merupakan salah satu
peraturan pemerintah yang mengatur tentang semua aspek laboratorium klinik dan
dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam menyelenggarakan pelayanan
laboratorium.
Untuk dapat melakukan fungsinya, laboratorium klinik membutuhkan banyak
jenis tenaga dengan kompetensi khusus, berbagai teknologi pemeriksaan dan alat-
alat mulai dari yang paling sederhana sampai yang tercanggih, membutuhkan
berbagai jenis reagensia untuk semua jenis pemeriksaan, bekerjasama dengan
berbagai pihak yang mendukung kegiatan laboratorium seperti perawat, farmasi,
logistik dan distributor alat laboratorium.
Laboratorium klinik mempunyai dua pelanggan utama yaitu pasien sebagai
pelanggan eksternal dan dokter sebagai pelanggan internal. Merupakan kewajiban
bagi setiap laboratorium klinik untuk memberikan pelayanan yang bermutu,
adekuat, teratur, baik dan terus menerus kepada setiap pelanggannya. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat di seluruh
Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang
tepat. Dipimpin dan diarahkan oleh orang-orang yang sesuai kualifikasinya,
berkompeten dan profesional.
Upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan
serangkaian kegiatan yang komprehensif dan integral yang menyangkut struktur,
proses, outcome secara objektif dan sistematik. Sasaran upaya meningkatkan mutu
pelayanan laboratorium di rumah sakit adalah: meningkatkan kepuasan pelanggan
(pasien, dokter dan pemakai jasa laboratorium lainnya), meningkatkan efisiensi
2
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
3
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
4
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
c. Pemeriksaan Imunoserologi
d. Pemeriksaan Kimia Rutin, seperti: urinalisa, analisa feses
e. Pemeriksaan penyaring Hemostasis
f. Pemeriksaan Mikrobiologi sederhana
Ruang lingkup penyediaan darah adalah:
a. Menerima permintaan labu darah
b. Memeriksakan Golongan Darah dan Rhesus
c. Menghubungi pihak PMI terkait persediaan labu darah
d. Membantu mendistribusikan darah
Definisi operasional
1. Laboratorium Klinik
Adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnostik penyakit, penyembuhan penyakit,
dan pemulihan kesehatan.
2. Pemeriksaan Hematologi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan
komponen – komponen yang bertujuan diantaranya mendeteksi kelainan
hematologi dimana diduga ada kelainan jumlah dan fungsi dari sel-sel darah.
5
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
6
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
7
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
8
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
9
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
10
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB III
STANDAR FASILITAS
RUANG
TUNGGU
PASIEN
TOILET
PASIEN RUANG
SAMPLING
11
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Ruangan
12
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
a. Sumber listrik
Untuk dapat memberikan pelayanan laboratorium yang baik diperlukan aliran
listrik yang cukup, dengan tegangan yang konstan dan tidak ada giliran listrik
terputus. Hal tersebut perlu bukan saja supaya pemeriksaan tidak terhenti,
tetapi karena beberapa jenis alat, reagen dan spesimen memerlukan perawatan
dan penyimpanan pada suhu tertentu dan tetap. Mengingat laboratorium
Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan selama 24 jam, maka perlu
disediakan generator dan UPS untuk setiap alat.
b. Sumber air
Pengadaan air bersih yang mengalir secara terus menerus.
c. Peralatan
Perkembangan teknologi dalam dunia kedokteran umumnya dan dibidang
laboratorium klinik khususnya, akhir-akhir ini makin pesat. Produsen peralatan
laboratorium berlombameningkatkan kualitas dan kecanggihan alat untuk
memenuhi kebutuhan/keinginan masyarakat dan pemberi jasa laboratorium.
Namun demikian, penerapan teknologi tanpa penyesuaian dengan situasi dan
kondisi serta kebutuhan akan membawa akibat yang tidak diinginkan, antara
lain membumbungnya biaya pemeriksaan laboratorium. Untuk memberikan
pelayanan laboratorium yang berhasil guna dan berdaya guna, pemilihan jenis
dan jumlah alat laboratorium harus disesuaikan dengan pelayanan medik yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan rutin yang banyak jumlahnya dalam satu hari,
dilakukan otomatisasi pekerjaan.
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih alat laboratorium
adalah :
1. Kemampuan alat
2. Kemudahan penyediaan reagen yang dipakai dengan alat tersebut
3. Kemampuan operasional
4. Ketelitian dan ketepatan
5. Kemudahan pemeliharaan
13
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
risiko kecelakaan dan penyakit akibat hubungan kerja. Area kerja harus bersih
dan terpelihara.
Laboratorium harus dilengkapi dengan peralatan yang dipersyaratkan untuk
pelayanan. Peralatan mempunyai spesifikasi yang relevan dan menunjang
kinerja sasuai dengan yang dipersyaratkan. Peralatan harus dioperasikan oleh
personal yang berwenang, prosedur penggunaan alat harus tersedia dan mudah
ditemukan termasuk prosedur penanganan, pemeliharaan, pemindahan dan
penyimpanan. Peralatan harus terpelihara. Peralatan yang rusak tidak boleh
digunakan dan diberi label “rusak”. Alat yang memerlukan kalibrasi harus
teridentifikasikan dengan jelas. Peralatan termasuk software harus diamankan
dari penyetelan atau pengrusakan yang tidak disediakan oleh personal yang
tidak berwenang.
Ruangan laboratorium dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, yaitu:
kelompok fungsi administrasi, teknis dan penunjang. Karena laboratorium
kesehatan dalam kegiatannya mempunyai risiko ancaman bahaya (biohazard)
yang akan menimbulkan gangguan kesehatan yang merugikan baik bagi
karyawan, petugas dan masyarakat sekitarnya maka ada pembatasan bagi
masyarakat umum (pasien, pengunjung lain) untuk memasuki area
laboratorium. Pembagian ruangan berdasarkan area dan kelompok fungsi dapat
dilihat pada tabel 3.1. Ruangan-ruangan yang berada di area publik boleh
dimasuki oleh pasien dan ruangan yang berada diarea tertutup hanya boleh
dimasuki oleh petugas laboratorium.
Laboratorium Rumah Sakit Suci Paramita Tangerang berlokasi dilantai satu
dan memiliki ruangan yang terpisah antara satu ruangan dengan ruangan
lainnya yang terdiri dari ruangan sampling (phlebotomy), toilet, ruangan teknis
laboratorium (kimia klinik, imunoserologi, hematologi, kimia rutin), dan ruang
reagen, penyimpanan BHP bulanan.
Ruangan laboratorium dibuat dari tembok permanen warna terang,
menggunakan cat yang tidak luntur, permukaan dinding yang rata sehingga
mudah dibersihkan, tidak tembus cairan dan tahan terhadap desinfektan.
Langit-langit, pintu, ukuran dan tinggi jendela, lantai dan meja disesuaikan
dengan standar. Air yang digunakan di laboratorium adalah air kran, mengalir
terus menerus dan bersih, ventilasi, AC, penerangan, listrik tersedia sesuai
standar departemen kesehatan.Tabel 3.1. Ruangan Laboratorium RSSP
Kabupaten Tangerang.
14
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
3.3 Peralatan
Peralatan yang tersedia di laboratorium mengacu kepada buku pedoman
Good Laboratory Practice Departemen Kesehatan RI tahun 2008 dan
mengacu kepada jenis pemeriksaan yang tersedia di laboratorium untuk
menunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien laboratorium.
Peralatan yang terdapat di laboratorium RSSP, terdiri dari:
1. Alat Umum
a. Komputer yang tersambung dengan Hospital Information System
(HIS): 2Unit
b. Printer :1
2. Alat Penunjang Pemeriksaan
a. Kulkas reagen dan sampel :1
b. Freezer :1
c. Mikropipet : 10
d. Mikroskop binokuler :2
e. Sentrifus :2
3. Alat gelas
a. Beaker glass :2
15
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
b. Gelas ukur :1
c. Kamar hitung Improved New Bauer :2
4. Alat analitik
a. Hematologi Analyzer (Sysmex KX-21) :1
b. Hematologi Analyzer (Sysmex XP-100) :1
c. Fotometer (Hera Linear) :1
d. UrineAnalyzer (Uriscan) :1
e. POCT Glukosa :2
16
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
17
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
18
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Oleh karena semua spesimen laboratorium dianggap sebagai bahan infeksius, maka
harus dilakukan pengelolaan spesimen dengan baik dan benar. Ikuti langkah-
langkah berikut:
19
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
dilakukan sentrifus terlebih dahulu dengan kecepatan dan lama sentrifus yang
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
20
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Dokter
Instruksi Pemeriksaan
Perawat Ruangan
Order permintaan
Mengantarkan formulir permintaan dan
spesimen
Petugas laboratorium
Konfirmasi
Menerima spesimen
Mencatat permintaan di buku Register
Petugas laboratorium
Menyerahkan hasil pada pasien
21
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Dokter
Instruksi Pemeriksaan
Pasien
Petugas laboratorium
Masukkan jenis Transaksi dan
Mencatat permintaan di buku Register
Kasir
Billing
22
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Tabel 4.3.1 daftar pemeriksaan laboratorium patologi klinik yang dapat dilakukan di
laboratorium RSSP Kabupaten Tangerang
23
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pelayanan darah
Pelayanan darah di laboratorium RSSP Kabupaten Tangerang hanya bersifat
sementara yaitu pengambilan darah melalui kurir atau sopir ambulance ke PMI
Kabupaten Tangerang atau PMI Kota Tangerang sebelum digunakan/ditransfusikan ke
pasien.
4.5 Pengelolaan limbah
limbah laboratorium adalah bahan bekas pakai dalan pekerjaan di laboratorium yang
dapat berupa limbah cair, padat atau gas. Laboratorium kesehatan dapat menjadi
salah satu sumber penghasilan limbah cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak
ditangani secara benar. Karena itu pengelolaan limbah harus dilakukan dengan
semestinya agar tidak manimbulkan bahaya bagi petugas laboratorium pasien lain
ataupun masyarakat disekitar lingkungan laboratorium Rumah Sakit.
limbah laboratorium klinik dapat dibedakan sifat limbah dan bentuk limbah.
Berdasarkan sifat limbah :
a. limbah infeksius
b. limbah umum
c. limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
24
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
a. limbah cair
pelarut organik bahan kimia untuk pengujian, air bekas cucian alat, sisa
spesimen
b. limbah padat
peralatan habis pakai seperti alat suntik, sarung tangan, kapas, botol
spesimen, kemasan reagen, dll
- Pemisahan limbah
Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang adalah
dengan cara menggunakan kantong berkode (kode warna). Kode warna yang
digunakan untuk kantong limbah klinis adalah sebagai berikut:
a. Hitam
Untuk sampah/limbah rumah tangga biasa. TIDAK digunakan untuk
menyimpan atau mengangkat limbah klinis
b. Kuning
Untuk semua jenis limbah yang akan dibakar. Untuk limbah infeksius
dimasukkan ke kantong berwarna kuning dengan simbol biohazard yang
telah dikenal secara internasional berwarna hitam
25
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
- Limbah padat:
a. Limbah padat harus dikumpulkan dalam kotak yang tutupnya dapat dibuka
dengan kaki dan sebelah dalamnya dilapisi kantong keras atau plastik.
b. Kantong harus diikat sebelum diangkat dari dalam kotaknya.
c. Lakukan insenerasi jika limbah padat dapat dibakar, antara lain kertas
Tabel jenis warna dan label limbah medis padat sesuai kategorinya
26
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Semua hasil pemeriksaan pasien disimpan dalam bentuk softcopy di dalam komputer yang
secara reguler akan di back-up dan disimpan dalam CD jika data dalam komputer sudah
melewati daya simpan memori komputer.
Semua hasil pemeriksaan sebagai data yang tersimpan dalam hard disc komputer
berlaku sebagai arsip. Berkas lembaran permintaan pemeriksaan dikumpulkan perhari
dan digabungkan menjadi bundelan lembaran permintaan perbulan. Catatkan tanggal
dan bulan pada masing-masing bundelan untuk kemudahan diarsipkan dengan cara
disusun serta disimpan didalam kardus arsip sesuai dengan urutan bulan dan tahun
pencatatan. Lama penyimpanan adalah 2 bulan di laboratorium untuk kemudian baru
dipindahkan ke gudang dan disimpan selama 1 tahun. Arsip dapat dimusnahkan dengan
berita acara yang jelas.
Hasil pemeriksaan rujukan disusun dan dibundel perbulan dan disimpan dilemari
arsip selama 1 tahun untuk kemudian dapat dimusnahkan. Demikian juga hasil
pemantapan mutu internal dan eksternal disimpan sesuai urutan bulan dan tahun
pelaksanaan dan berlaku sebagai arsip selama 1 tahun.
27
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Bukti kalibrasi berupa sertifikat disimpan di laboratorium dan dievaluasi hasilnya oleh
kepala instalasi laboratorium.
Salah satu faktor penting yang dikendalikan dalam pengendalian mutu laboratorium
adalah alat atau instrumen analitik yang sering ditujukan sebagai penyebab jika terjadi
28
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
kesalahan pemeriksaan. Hal ini terjadi kerena mutu pemeriksaan sangat tergantung pada
mutu hasil instrumen yang digunakan.
Beberapa kebijakan dan komitmen laboratorium Rumah Sakit Suci Paramita Kabupaten
Tangerang dalam mengelola alat/instrumen analitik yang digunakan diantaranya:
29
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
yang dikeluarkan bisa memenuhi waktu tunggu hasil yang optimal bagi pasien
dan dokter.
30
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB V
LOGISTIK
5.1 Pemeliharaan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
rumah sakit, identifikasi pemilihan pemeriksaan laboratorium, jumlah dan jenis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan pemeriksaan yang sering diminta
dokter, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui jenis dan metode pemeriksaan.
5.2 Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah, dan harga perbekalan
laboratorium yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari
kekosongan reagen dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
Pedoman perencanaan :
a. Data catatan medik
b. Anggaran yang tersedia
c. Penetapan prioritas
d. Siklus penyakit
e. Sisa persediaan
f. Data pemakaian periode yang lalu
g. Rencana pengembangan
5.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui bagian logistik rumah sakit berdasarkan permintaan laboratorium.
Penanggung jawab masing-masing sub bagian setiap awal bulan menyusun daftar
31
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
kebutuhan reagen untuk satu bulan yang disesuaikan dengan sisa stok reagen yang masih
dan kemudian direkap oleh supervisor menjadi daftar kebutuhan semua reagen dan alat
tulis kantor laboratorium. Semua kebutuhan dituliskan pada lembar permintaan reagen
atau barang dan disampaikan ke bagian penunjang medis untuk diadakan oleh
koordinator laboratorium ke bagian farmasi/ Oleh bagian farmasi akan dibuatkan
Purchase Requestion (PR) yang ada di sistem HIS “ HOPE “. Setelah di setujui oleh
direktur maka dibuatkan Purchase Order oleh bagian pembelian yang selanjutnya
dipesan ke distributor. Stok reagensia dan alkes dapat dilihat di sistem HIS “ HOPE” di
menu Quantity On Hand. Setiap minggu dilakukan monitoring prsediaan stok reagensia
dan alat kesehatan dengan melakukan perhitungan jumlah secara langsung serta
dilakukan pencocokan di dalam sistem HIS.
5.4 Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan laboratorium melalui instalasi farmasi.
Pedoman dalam penerimaan reagen/barang laboratorium.
a. Reagen/barang sesuai dengan jenis/merek dan jumlah yang diminta
b. Reagen/barang dalam kondisi baik
Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin perbekalan laboratorium sesuai
kebutuhan.
5.6 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan laboratorium ke masing-masing sub
bagian pemeriksaan. Jumlah dan jenis reagen dalam pendistribusiannya sesuai dengan
kebutuhan di tiap bagian. Logistik laboratorium dapat dibedakan menjadi :
a. Logistik umum
Terdiri dari alat dan bahan non medis seperti tissue, alat tulis kantor, kertas printer
dan lain-lain. Diminta sesuai kebutuhan dalam satu minggu sekali pada hari sabtu
berdasarkan atas kebutuhan logistik umum mingguan.
32
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
b. Logistik medis
Terdiri dari reagen, alat-alat kesehatan seperti tabung vakum, pot urin, dan lain-lain
yang diminta ke instalasi farmasi berdasarkan kebutuhan bulanan sesuai laporan stok
opname yang dilakukan 1 kali seminggu.
1. Reagen
Reagen adalah zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi untuk mendeteksi,
mengukur, memeriksa dan menghasilkan zat lain.
2. Standar
Standar adalah zat-zat yang konsentrasi atau kemurnian diketahui dan diperoleh
dengan cara penimbangan. Ada 2 macam standar yaitu:
1. Standar primer
2. Standar sekunder
3. Bahan kontrol
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau ketepatan suatu
pemeriksaan di laboratorium atau untuk mengawasi kualitas hasil pemeriksaan
sehari-hari. Bahan kontrol dapat dibedakan berdasarkan:
a. Sumber bahan kontrol
Ditinjau dari sumbernya bahan kontrol dapat berasal dari manusia, binatang
atau merupakan bahan kimia murni.
b. Bentuk bahan kontrol
Menurut bentuknya bahan kontrol ada bermacam-macam yaitu bentuk cair,
bentuk padat, bubuk (liofilisat) dan bentuk strip. Bahan kontrol berbentuk
padat, bubuk atau bentuk strip harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum
digunakan.
c. Cara pembuatan
Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli dalam bentuk sudah jadi.
Ada beberapa macam bahan kontrol yang dibuat sendiri yaitu:
- Bahan kontrol yang dibuat dari serum disebut juga serum kumpulan
(pooled sera). Pooled sera merupakan campuran dari bahan sisa serum
33
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
34
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Laboratorium klinik adalah tindakan awal dalam upaya meminimalkan kesalahan
medis dan meningkatkan keselamatan pasien. Pemeriksaan laboratorium digunakan
secara ekstentif dalam pemeriksaan pasien, sehingga kesalahan laboratorium memiliki
dampak yang luar biasa terhadap keselamatan pasien. WHO sebagai badan kesehatan
internasional, memiliki inisiatif untuk menciptakan suatu upaya di berbagai bidang,
termasuk pemberian hasil laboratorium, dan bantuan dalam penafsiran data
laboratorium. Tindakan dan aturan yang harus diterapkan di laboratorium dalam
menangani pasien atau pengunjung yang melakukan pemeriksaan di laboratorium.
B. Tujuan
Agar pasien/pengunjung yang datang ke laboratorium terhindar dari hal-hal yang
membahayakan seperti risiko tertular penyakit infeksi, risiko jatuh atau risiko
mengalami komplikasi saat pengambilan sampel dilakukan.
35
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
- Penggunaan jarum suntik dan benda tajam sesuai standar prosedur operasional yang
berlaku. Selain keselamatan pasien pada saat melakukan pemeriksaan laboratorium,
perlu juga diperhatikan keselamatan pasien pada saat berada di lingkungan rumah
sakit dan di lingkungan laboratorium. Dalam hal ini termasuk tindakan yang harus
dilakukan untuk menghindari pasien dari risiko jatuh. Skrining awal risiko jatuh
dilakukan pada semua pasien. Semua pasien berisiko jatuh menjadi tanggung jawab
semua personal rumah sakit selama pasien tersebut berada di lingkungan rumah sakit.
- Pasien rawat jalan memiliki risiko tinggi untuk jatuh jika memiliki salah satu dari
beberapa faktor risiko jatuh dibawah ini:
a. Usia > 65 tahun
36
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pada pasien rawat jalan dengan risiko jatuh yang tinggi seperti ini harus dilakukan
tindakan sebagai berikut :
Untuk pasien anak, penilaian risiko jatuh dilakukan menggunakan skala humpty
dumpty. Untuk pasien dewasa, penilaian resiko jatuh rawat inap dilakukan
menggunakan skala morse.
Pasien neonatus< 28 hari yang dirawat: tidak perlu dilakukan pengkajian risiko jatuh,
pencegahan risiko jatuh yang standar tetap dilakukan.
37
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
7.1. Definisi
Keselamatan kerja adalah upaya untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan,
kebakaran, bahaya peledakan, penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan yang
pada umumnya menimbulkan kerugian nyawa, waktu, dan harta benda bagi pekerja
dan masyarakat yang berbeda di lingkungannya (UU no 1 tahun 1970, tentang
keselamatan kerja).
Mengingat besarnya risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan yang dapat
terjadi akibat kegiatan laboratorium maka seluruh petugas di laboratorium harus
mengenal berbagai bahaya dan risiko kesehatan di laboratorium sehingga petugas
dapat melakukan tindakan pencegahan dan dapat menangani secara benar jika terjadi
kecelakaan kerja di laboratorium.
7.2. Tujuan
1. Acuan dalam melaksanakan tugas dilaboratorium
2. Meningkatkan pengetahuan petugas terhadap risiko terjadinya kecelakaan
dan gangguan kesehatan akibat kegiatan laboratorium
3. Menjamin mutu pekerjaan laboratorium
7.4. Kegiatan
Pengenalan dari berbagai bahaya dan risiko kesehatan kesehatan ditempat dan
lingkungan kerja biasanya sebagai berikut:
38
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Untuk pencegahan B3 setiap petugas harus memahami buku MSDS Rumah Sakit
dan buku MSDS Laboratorium.
b. Mengenal gangguan kesehatan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
infeksius.
c. Mengenal bahaya stres akibat keadaan ditempat kerja.
d. Mengenal bahaya stres akibat peralatan yang tidak ergonomis.
39
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
7.5. Peralatan
a. Sarung tangan harus dilepaskan jika menerima telepon
b. Penggunaan pipet dengan MULUT tidak diperbolehkan
c. Penyimpanan jas laboratorium tidak boleh dalam satu lemari dengan
pakaian lain yang dipakai diluar laboratorium
d. Diwajibkan memakai sarung tangan plastik karet tipis selama bekerja,
dengan ketentuan pada saat pengambilan sampel, satu sarung tangan untuk
satu pasien
e. Setelah dipakai sarung tangan harus dibuang bersama limbah laboratorium
lainnya, kemudian petugas mencuci tangan sampai bersih
f. Penyimpanan harus sesuai prosedur kerja.
7.7. Petugas
a. Dilarang makan, minum, merokok, menyimpan makanan serta menggunakan
kosmetik didalam ruangan laboratorium
40
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
41
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
2. Biologi
Upaya pencegahan bahaya didasarkan klasifikasi tingkat keamanan biologi
laboratorium yang bersangkutan. Hal-hal umum yang penting diperhatikan
adalah:
a. Lakukan pekerjaan laboratorium dengan menerapkan praktek
laboratorium yang benar (good laboratory practice)
b. Penggunaan desinfektan yang sesuai dengan cara penggunaan yang benar
c. Lakukan sterilisasi dan desinfektan terhadap sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar.
d. Pengelolaan limbah infeksius diterapkan dengan benar.
3. Fisika
Pencegahan terhadap panas dilakukan dengan pemasangan AC, pengaturan
ventilasi
4. Psikososial/stres
a. Menjaga keseragaman jasmani petugas
b. Mengenali stres melalui buku bacaan, seminar
c. Mengadakan kegiatan yang menimbulkan rasa betah dalam bekerja
misalnya makan siang bersama, musik, mengadakan kegiatan piknik
bersama
d. Membudayakan budaya safety, berani menegur atau meningkatkan untuk
memakai alat pelindung diri.
5. Ergonomi
Pemakaian komputer harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jangan terus menerus bekerja dengan komputer
b. Pencegahan kelelahan mata
c. Menghindari hal-hal yang menimbulkan kecelakaan seperti
- Jangan makan minum di dekat komputer dan jagalah komputer tetap
bersih
- Dilarang merokok disetiap unit kerja
42
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
43
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
b. Khusus
Tumpahan dan kebocoran bahan kimia
a. Cucilah mata atau kulit di pancuran air (shower) terdekat bila terkena zat
kimia
b. Ikuti semua petunjuk material safety data sheet (MSDS), tentang proses
netralisasi bahan kimia yang bocor atau tumpahan sebaik-baiknya
c. Bila tumpahan diperkirakan dapat menimbulkan kebakaran dan peledakan,
tinggalkan segera ruangan
d. Semua petugas laboratorium wajib mengetahui bahan B3 yang ada di
laboratorium
e. Staf harus mengetahui buku B3/MSDS
f. Spill kit harus ada diletakkan ditempat yang mudah dijangkau oleh siapa
pun.
3. Bila terminum
Bila terminum segera berkumur-kumur, selanjutnya bawa ke UGD
4. Bila terhirup
Bila terhirup longgarkan pakaian, bawa ketempat yang segar, beri nafas bantuan
(bila perlu)
5. Bila tertumpah (lihat gambar)
44
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan perusahaan, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyrakat luas.
Penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan, kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari
angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerjaan dan kualitas serta keterampilan pekerjaan
45
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang
merupakan bahan toksik korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologis. Selain itu
dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta
alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan.
Oleh karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja hendaknya dilaksanakan
pada semua institusi di sektor kesehatan termasuk laboratorium kesehatan.
A. Fasilitas laboratorium
1. Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang
bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit,
kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan
dan masyarakat.
2. Disain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan
sirkulasi udara yang adekuat
3. Disain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia
yang berbahaya yang dipakai
4. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas
yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
5. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang
aman dari bahaya kebakaran dapat disesuaikan bendung-bendung tajam
46
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
6. Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin
7. Tempat penyimpanan didisain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-
bahan berbahaya dalam jumlah besar.
2. Beban kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan di laboratorium menuntut
adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji
dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerjaan
terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan stres.
47
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
3. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat memengaruhi kesehatan
kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja (occupational accident), penyakit akibat
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja (occupational disease and work related
diseases).
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu keadaan yang tidak aman dari :
a. Mesin, peralatan, bahan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang dapat
terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
1. Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan jatuh adalah bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi dilaboratorium.
Akibatnya: memar (ringan), fraktur, dislokasi, memar otak (berat)
Pencegahan :
a. Pakai sepatu anti slip
48
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pencegahan:
a. Gunakan alat suntik sekali pakai
b. Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi
langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan
destruction clip)
c. Bekerja dibawah pencahayaan yang cukup
4. Risiko terjadinya kebakaran (sumber: bahan kimia) bahan desinfektan yang mungkin
mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur
bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibatnya:
a. Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan
kematian
b. Timbul keracunan akibat kurang hati-hati
Pencegahan :
49
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
D. Penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dilaboratorium kesehatan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik
ataupun asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari suatu agen
penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard ditempat
kerja. Faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab
timbulnya penyakit akibat kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan silikosis, uap
timbal dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor
manusia juga (WHO).
Berbeda dengan penyakit akibat kerja, penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) sangat
luas ruang lingkupnya. Menurut komite ahli WHO (1973), penyakit akibat hubungan
kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut
memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor
biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien), faktor kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent
yang menyebabkan kerusakan hati), faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat
pasien salah), faktor fisika dalam dosis kecil yang terus-menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi, dll), faktor psikologis (ketegangan dikamar penerimaan pasien,
gawat darurat, karantina, dll).
1. Faktor biologis
Lingkungan kerja pada pelayanan kesehatan merupakan tempat bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic,
colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan
sekret (misal HIV dan hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat
50
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
kecelakaan kecil pada pekerjaan. Misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit pelayanan kesehatan cukup tinggi.
Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh
dokter dirumah sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar
dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar
kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
a. Seluruh pekerja harus mendapatkan pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemiologi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam
keadaan sehat, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (good
laboratory practice).
d. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
e. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar.
f. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
g. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
h. Kebersihan diri dari petugas
2. Faktor kimia
Petugas dilaboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotik, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling
karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak,
dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
(trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada
daerah yang terpapar.
Pencegahan:
51
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek jas
laboratorium) yang benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunkan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu teknologi dan seni berupa menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomis bersifat konseptual
dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai to fit the job to
the man and to fit the man to the job.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau pelayanan kesehatan permintaan,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator, peralatan, hal
ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainya
tidak sesuai dengan ukuran pekerja indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam
jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang bawah (low back pain).
4. Faktor fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja,
meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stres dan ketulian.
2. Pencahayaan yang kurang di ruangan kamar pemeriksaan laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
52
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pencegahan:
5. Faktor psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat
menyebabkan stres:
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang, untuk itu pekerja dilaboratorium kesehatan dituntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramah-
tamahan.
2. Pekerja pada unit-unit tertentu yang sangat mononton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal atau pun
informal.
E. Pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja
I. Pengendalian melalui perundang-undangan (kontrol legislatif) antara lain:
a. UU no.14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga
kerja
b. Petugas kesehatan dan non kesehatan 1.UU no. 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja
c. UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
d. Peraturan mentri kesehatan tentang higyene dan sanitasi lingkungan
e. Pengaturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
f. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll
53
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
54
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
55
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pemantapan mutu laboratorium kesehatan adalah semua kegiatan yang ditunjuk unuk
menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium, dilaksanakan melalui
berbagai kegiatan antara lain pemilihan metode yang tepat, pengambilan spesimen yang
benar, pelaksanaan pemeriksaan laboratorium oleh petugas yang memiliki kompetensi dan
pelaksanaan kegiatan pemantapan mutu internal serta pemantapan mutu eksternal.
Mutu laboratorium secara garis besar dapat dibedakan atas mutu pemeriksaan dan
mutu pelayanan. Dalam meningkatkan mutu pemeriksaan, laboratorium Rumah Sakit Suci
Paramita Tangerang wajib melakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu
eksternal untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh laboratorium.
Pelaksanaan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal dikoordinir oleh
koordinator ruangan dan penanggung jawab laboratorium. Adapun pemantapan mutu
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilakukan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar diperoleh hasil
pemeriksaan yang teliti. Pemantapan mutu internal dilaksanakan mulai dari pada
tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua
kelompok yaitu pra-analitik ekstra laboratorium dan pra analitik intra laboratorium.
Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman
spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.
Orang yang terlibat dalam proses pra analitik yaitu pasien, dokter, para medis/
perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium, mereka semua
bagian tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen dan harus memahami
pentingnya tahap pra analitik, serta mengenali kemungkinan penyebab kesalahan dan
konskuensi kesalahan mereka terhadap hasil pemeriksaan.
Pemantapan mutu tahap analitik meliputi kontrol kualitas, pemeliharaan dan
kalibrasi alat, uji kualitas reagen, metode pemeriksaan dan lainnya. Sementara kontrol
mutu pasca analitik meliputi pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan.
56
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
A. Tahap Pra-analitik
Tahap pra analitik adalah tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima
spesimen, memberi identitas spesimen, mengambil spesimen, mengirim spesimen,
menyimpan spesimen sampai dengan menguji kualitas air/reagen/antisera.
Tindakan pemantapan mutu internal yang harus dilaksanakan pada tahap pra
analitik adalah sebagai berikut:
57
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
58
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
59
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
- Aktifitas fisik
Aktifitas fisik dapat menyebabkan antara lain terjadinya:
1. Peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan
meningkatnya kadar gula darah dan perbedaan yang besar antara kadar
gula darah arteri dari vena
2. Perubahan kadar substrat dan enzim
Contoh: konsentrasi gas darah, kadar asam urat, kreatinin, CK,
LDH,LED, Hb, hitung sel darah dan produksi urine.
- Demam
Pada waktu demam, akan terjadi:
60
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
- Trauma
Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain terjadinya
penurunan kadar substrat maupun aktifitas enzim yang diukur termasuk
Hb, hematokrit, dan produksi urine, hal ini disebabkan karena terjadinya
pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah sehingga
mengakibatkan terjadinya pengenceran darah. Pada tingkat lanjut akan
terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin serta enzim-enzim yang
berasal dari otot.
61
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
- Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung
eritrosit dan kadar Hb jauh lebih tinggi pada neonatus daripada dewasa.
Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol LDL akan berubah dengan
pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.
- Ras
Jumlah leukosit orang kulit hitam Amerika lebih rendah dari pada orang
kulit putihnya. Demikian juga dengan aktifitas CK. Keadaan serupa
dijumpai pada ras bangsa lain seperti perbedaan aktifitas amilase kadar
vitamin B12 dan lipoprotein.
- Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada pasien hamil, sewaktu interpretasi hasil
perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada
kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang dimulai pada
minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke-35
kehamilan. Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3.
Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid,
elektrolit, besi feritin, protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase
alkali dan faktor koagulasi serta laju endap darah.
62
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang penting
baik pada saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan,
pendaftaran, pengisian label wadah spesimen maupun pada formulir hasil
pemeriksaan. Pada waktu pemberian identitas ini dapat terjadi kekeliruan,
terutama pada laboratorium dengan jumlah pasien atau spesimen yang banyak.
Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium
sebaiknya memuat secara lengkap:
- Tanggal permintaan
- Tanggal dan jam pengambilan
- Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas
spesimen
- Identitas pengirim (nama, alamat nomor telepon) atau spesimen
- Diagnosis/keterangan klinis
- Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian
- Jenis spesimen
- Lokasi pengambilan spesimen
- Volume spesimen
- Pemeriksaan laboratorium yang diminta
- Nama pengambilan spesimen
- Media transport atau pengawet yang digunakan
63
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
b. Penerimaan spesimen
Bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara spesimen
yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi
spesimen tersebut pada saat diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu, warna,
kekeruhan, bau, konsistensi dan lain-lain. Spesimen yang tidak sesuai atau
tidak memenuhi syarat hendaknya ditolak.
c. Pengambilan spesimen
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Waktu pengambilan
- Volume spesimen
- Cara pengambilan spesimen
- Lokasi pengambilan spesimen
- Peralatan untuk pengambilan spesimen
Antikoagulan
64
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
65
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
66
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
67
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Waktu Pengambilan
68
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
2. Wadah spesimen
Wadah spesimen harus memenuhi syarat :
a. Terbuat dari gelas atau plastik
b. Tidak bocor atau tidak merembes
c. Harus dapat ditutup rapat dengan tutup berulir
d. Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen
e. Bersih
f. Kering
g. Tidak memengaruhi sifat zat dalam spesimen
h. Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau terurai
karena pengaruh sinar matahari, maka perlu digunakan botol berwarna
coklat (aktinis)
i. Untuk pemeriksaan biakan dan zat uji kepekaan kuman, wadah harus
steril
j. Untuk wadah spesimen urin, sputum, tinja sebaiknya menggunakan
wadah yang bermulut lebar
3. Pengawet spesimen
Beberapa spesimen memerlukan bahan tambahan berupa bahan pengawat
atau antikoagulan. Kesalahan dalam pemberin bahan tambahan tersebut
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bahan tambahan yang dipakai
harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengganggu atau mengubah kadar
zat yang akan diperiksa.
69
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
boleh melakukan identifikasi pasien dengan melihat identitas pada bed atau
identitas pada kantong infus.
Pada keadaan KLB, identifikasi pasien dilakukan dengan cara
menanyakan pasien dengan huruf abjad dari A-Z, jika kurang dilanjutkan
menjadi A1-Z1, demikian seterusnya dengan masing-masing nomor rekam
medis. Bila identitas pasien sudah jelas, maka segera dilakukan perbaikan
data sesuai identitas yang benar. Pada saat menempelkan stiker pada tabung
spesimen harus dilakukan cross check antara nama yang ada di tabung
spesimen dengan nama yang ada pada formulir permintaan laboratorium.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda
khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium.
70
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Apabila ada sampel yang akan dirujuk maka perhatikan media transport
terlebih dahulu.
71
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
3. Terjadinya penguapan
4. Pengaruh suhu
5. Terkena paparan sinar matahari
1. Disimpan pada suhu kamar: penyimpanan rectal swab dalam media Carry
Blair untuk pemeriksaan Vibrio cholera, darah EDTA selama 24 jam
2. Disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8oC : serum/plasma selama 7
hari
3. Penyimpanan spesimen lebih dari sehari dalam lemari es dengan suhu -
20oC dapat diberikan bahan pengawet seperti thymol 1g/l untuk urine
4. Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat
B. Tahap analitik
Tahap dimana bahan pemeriksaan siap untuk diproses di laboratorium. Terdapat 4
faktor yang memengaruhi hasil pemeriksaan yaitu:
1. Pemeriksa
- Pemeriksa harus terlatih
- Pemeriksa bekerja harus sesuai standar prosedur pemeriksaan yang telah
ditetapkan laboratorium
- Tidak boleh buta warna
2. Reagen
- Perhatikan tanggal pembuatan, tanggal pemakaian pertama kali dan
kadaluarsa, tanggal pembelian dan penggunaan reagen
- Reagen disimpan pada suhu yang sesuai dengan petunjuk penyimpanan
dari pabrik masing-masing reagen
- Pada saat akan digunakan reagen sesuai jumlah yang dibutuhkan
3. Alat baca
- Untuk mengurangi kesalahan pembacaan hasil pemeriksaan gunakan alat
baca semiotomatik atau full automatic untuk meningkatkan ketelitian,
ketepatan dan hasil yang dikeluarkan lebih cepat.
72
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Jenis bahan kontrol : bahan kontrol abnormal rendah, normal, dan abnormal
tinggi
- Larutankan bahan kontrol dengan air suling (ph 5-7) sebanyak 5,0 mL
- Diamkan selama 30 menit suhu kamar.
- Putar perlahan sampai seluruh isi botol tercampur dengan baik, bahan
kontrol siap digunakan.
- Bagi serum kontrol kedalam cup serum kering dan bersih, masing –
masing diisi sebanyak 100 mikron.
- Simpan bahan kontrol dalam freezer. Apabila akan dipergunakan
keluarkan di suhu ruang selama 20 menit hingga mencair sempurna.
73
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
C. Tahap analitik
Tahap analitik yaitu tahap mulai dari mengelola spesimen, mengkalibrasi
peralatan laboratorium sampai dengan menguji ketelitian ketepatan menggunakan
bahan kontrol. Tindakan pemantapan mutu internal yang harus dilaksanakan pada
tahap analitik adalah sebagai berikut:
1. Tahap pengolahan spesimen
Beberapa jenis pemeriksaan memelukan pengolahan terlebih dahulu.
Pengolahan spesimen antara lain sentrifugasi, destruksi atau homogenisasi
dsb. Pengetahuan mengenai teknik pengolahan harus dikuasai benar, karena
pengolahan yang kurang baik akan memengaruhi kualitas spesimen yang
selanjutnya akan memengaruhi pula hasil pemeriksaan. Seperti untuk
memperoleh serum, darah harus dibiarkan membeku dulu selama 30 menit
baru dapat dilakukan sentrifus untuk memperoleh serum. Jangan langsung
memutar darah yang baru saja diambil. Untuk pemeriksaan sedimen urine,
urine harus diputar pada kecepatan 1500 rpm selama 5 menit, tidak seperti
sentrifus untuk serum yang diputar pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
Untuk memisahkan serum dan plasma harus dalam waktu < 1 jam.
74
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
3. Air bersih
Pemeriksaan air bersih mencakup pemeriksaan kimia, fisik, dan
mikrobiologi sesuai dengan permenkes no
75
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Penyimpanan reagen
Penyimpanan reagen pada dasarnya harus mengikuti ketentuan yang berlaku
untuk tiap jenis reagen antara lain:
76
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pencampuran
Beberapa reagen memerlukan pencampuran satu dengan yang lain atau
pengenceran dengan aquadest sebelum digunakan. Reagen yang belum
dilarutkan sifatnya lebih stabil.
Cara pemakaian
Umumnya setiap reagen komersial dilengkapi petunjuk cara pemakaian yang
dibuat oleh produsen. Cara pemakaian ini biasanya berbeda dari satu
produsen dengan produsen lain dan tidak boleh diubah atau dimodifikasi.
77
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Uji antibodi
1. Uji aglutinasi
2. Uji titrasi
3. Uji dengan berbagai antigen atau larutan NaCl
78
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
a. Hasil kontrol yang sebelumnya dalam level yang sama (accros rum). Jika
hasil kontrol sebelumnya dalam level yang sama berada dalam batas 2SD
maka kita dapat menggunkan instrumen untuk pelayanan pasien. Jika
kontrol harian/run sebelumnya berada diluar batas 2SD, maka kita harus
menyelesaikan masalah tersebut sebelum menggunakannya untuk
pelayanan pasien.
b. Hasil kontrol level lainnya pada saat dikerjakan hasil berbarengan (within
run). Jika kontrol level yang lain berada dalam batas 2SD, maka kita dapat
menggunakan instrumen untuk pelayanan pasien. Jika kontrol level yang
lain berada diluar batas 2SD yang sama (sama-sama 2SD atau sama-sama -
2SD) maka kita harus menyelesaikan masalah tersebut sebelum
menggunakannya.
Terjadi penyimpangan hasil pemeriksaan bahan kontrol sehingga perlu diteliti
lagi prosedur pemeriksaannya tetapi tetap belum perlu dilakukan pemeriksaan
ulang. Kita tidak menggunakan aturan 1-2S sendirian untuk menolak suatu
run. Kita harus mengkombinasikannya dengan aturan lain misalnya 2-2S.
2. Aturan 1-3S
Merupakan PENOLAKAN yaitu 1 (satu) hasil kontrol keluar dari batasan baik
3 SD (diatas) atau -3SD (dibawah). 1-3S merupakan ciri kesalahan acak dan
merupakan awal dari kesalahan sistematik yang besar. Satu saja nilai kontrol
berada di luar batas 3SD kita harus mengevaluasi instrumenkita akan adanya
kesalahan acak. Instrumen tidak boleh digunakan untuk pelayanan sampai
masalah yang mendasari teratasi. Aturan ini dapat diberikan untuk menolak
run, walaupun kita hanya menggunakan 1 level kontrol saja.
3. Aturan 22S
Merupakan PENOLAKAN, menggambarkan kesalahan sistematik yaitu:
2 (dua) hasil kontrol terakhir dari level kontrol yang sama keluar disisi yang
sama baik 2SD diatas atau -2SD di bawah (accros run),2 (dua) hasil kontrol
dari level kontrol yang berada keluar disisi yang sama baik 2 SD diatas atau -
2SD dibawah (within run). Bila hal ini terjadi berturut-turut pada bahan
kontrol dengan level yang sama kemungkinan permasalahan ada pada bahan
kontrol yang dipergunakan.
4. Aturan R4S
Merupakan PENOLAKAN, aturan ini hanya dapat digunakan apabila kita
menggunakan dua level kontrol. Menggambarkan kesalahan random yaitu : 2
(dua) hasil kontrol terakhir dari level kontrol yang sama (accros run) atau
79
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
berbeda (within run) keluar dari 2SD di sisi yang berseberangan sehingga
perbedaan nilainya menjadi 4 SD. Jika 3 level yang dikerjakan dan 2 hasil
diantaranya berbeda 4SD. Bila ditemukan keadaan ini, instrumen tidak boleh
digunakan untuk pelayanan sebelum masalah teratasi.
5. Aturan 41S
Merupakan PENOLAKAN, menggambarkan kesalahan sistematis yaitu : 4
(empat) hasil kontrol terakhir dari level kontrol yang sama (accros run) atau
berbeda (within run) berada pada sisi yang sama di atas nilai 1SD atau
dibawah -1SD. Aturan ini dapat digunakan pada 1 level kontrol saja maupun
pada lebih dari 1 level kontrol saja. Kita dapat tetap menggunakan intrumen
untuk pelayanan namun sebaiknya kita melakukan maintenance terhadap
instrumen atau melakukan kalibrasi kit/instrumen.
6. Aturan 10 (X)
Jika hasil pemeriksaan bahan kontrol didapatkan IN KONTROL. Aturan ini
menyatakan bahwa apabila sepuluh nilai kontrol pada level yang sama
maupun berbeda secara berturut-turut berada disatu sisi yang sama terhadap
rerata, kita perlu melakukan maintenance terhadap instrumen atau melakukan
kalibrasi kit/instrumen. Aturan ini mendeteksi adanya kesalahan sistematik.
Bukan PENOLAKAN namun mengidentifikasikan harus memelihara kinerja
alat dengan maintenance atau kalibrasi instrumen (PERINGATAN). Aturan
ini dapat dimodifikasi menjadi aturan 8x, atau aturan 12x. Modifikasi ini dapat
dipertimbangkan sesuai kondisi yang dihadapi di laboratorium kita.
80
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
81
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Pada pelaporan juga perlu dicantumkan nilai normal, yaitu rentang nilai yang
dianggap merupakan hasil pemeriksaan orang-orang normal. Pada
pencantuman hasil normal perlu dicantumkan metode pemeriksaan serta
kondisi-kondisi lain yang harus diinformasikan seperti batas usia dan jenis
kelamin. Satuan pelaporan juga harus sama antara hasil pemeriksaan dengan
hasil normal
c. Pencantuman keterangan yang penting, misalnya bila pemeriksaan dilakukan
dua kali, keadaan sampel seperti lisis, ikterik atau lipemik atau kondisi lain
yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil dan sebagainya.
d. Penyampaian hasil
Hasil yang boleh dikeluarkan oleh laboratorium adalah hasil yang telah
diverifikasi dan divalidasi koordinator laboratorium atau penanggung jawab
laboratorium, ditandai dengan adanya paraf pada bagian bawah lembaran
hasil. Kecuali apabila analis pelaksana hanya bertugas sendiri maka jika
ditemukan hasil ekstrim tinggi atau rendah wajib dikonsukltasikan ke dokter
penanggungjawab atau koordinator.
Waktu pemeriksaan sangat menentukan manfaat laporan tersebut untuk
kepentingan diagnosis penyakit dan pengobatan pasien, oleh karena itu hasil
pemeriksaan perlu disampaikan secepat mungkin segera setelah pemeriksaan
selesai dilaksanakan.
82
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Setiap hasil tes yang secara signifikan berada diluar batas nilai normal atau
terjadinya perubahan ekstrim dari nilai laboratorium sebelumnya sehingga
memberi indikasi risiko tinggi atau kondisi yang membahayakan kehidupan
pasien harus segera dilaporkan.
Nilai normal untuk setiap tes pemeriksaan harus dicantumkan pada
setiap lembaran hasil tes yang diminta, nilai normal ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan hasil yang dilaporkan dari pemeriksaan
berada dalam batas normal atau diluar batas normal dan dianggap kritis untuk
dapat segera dilaporkan kepada klinisi. Petugas laboratorium yang bertugas
melaporkan hasil kritis kepada dokter penanggung jawab laboratorium untuk
validasi hasil nilai kritis selanjutnya petugas lab melaporkan hasil nilai kritis
tersebut kepada dokter yang meminta tes laboratorium/dokter umum yang
bertugas jaga pada saat itu/ perawat yang sedang berdinas saat itu. Petugas
yang melaporkan adalah analis laboratorium yang jaga pada shift tersebut
dengan berkoordinasi dengan koordinator laboratorrium atau dokter
penanggungjawab. Apabila nilai kritis dilaporkan ke dokter umum atau
perawat yang bertugas pada saat itu, maka dokter tersebut harus
mendokumentasikan hasil pelaporan tersebut dalam rekam medis pasien
dalam catatan terintegrasi pasien. Petugas laboratorium harus mencatat
pelaporan hasil kritis pemeriksaan, mencakup nama petugas laboratorium
yang melaporkan, jam dan tanggal pelaporan, nama dokter yang meminta
laporan dan stempel readback pada formulir pemeriksaan. Petugas
laboratorium yang akan melaporkan nilai kritis kepada dokter yang meminta
pemeriksaan terlebih dahulu harus melakukan verifikasi terhadap hasil
pemeriksaan tersebut antara lain dengan mengecek kelayakan/kondisi sampel,
melihat keterangan klinis pasien, hasil pemeriksaan sebelumnya, pengerjaan in
duplo, konfirmasi manual atau konsultasi dengan dokter penanggung jawab
laboratorium (SpPK). Setelah proses verifikasi selesai dilakukan, maka
petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan wajib melaporkan nilai
kritis tersebut kepada dokter yang meminta atau kepada dokter jaga dalam
waktu segera mungkin (as soon as possible/ASAP) dengan menggunakan
prinsip “SBAR” situation, background, assesment and recommendation.
Pelaporan nilai kritis oleh petugas laboratorium diawali dengan menyebutkan
salam dan menyebutkan identitas diri petugas (nama, jabatan, dari bagian
laboratorium) dan menyebutkan nama tes laboratorium yang akan dilaporkan.
Petugas laboratorium menyebutkan nama pasien, umur, MR, asal/bangsal,
83
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
keterangan klinis pasien yang signifikan secara singkat dan jelas dan
dilanjutkan dengan pembacaan hasil tes, lengkap dengan satuan dan nilai
rujukan. Petugas laboratorium dan dokter atau perawat yang menerima
laporan melaksanakan prosedur read back. Read back yaitu membacakan
kembali hasil kritis laboratorium yang memengaruhi suatu pengobatan.
Lakukan stempel read back yang diisi lengkap dan telah diparaf oleh yang
melakukan read back pada formulir permintaan laboratorium. Petugas
laboratorium wajib mencatat saran atau rekomendasi yang diberikan oleh
dokter yang menerima laporan di formulir permintaan seperti permintaan
pengulangan pemeriksaan dengan sampel baru, pemeriksaan tambahan
sebagai lanjutan hasil pemeriksaan atau permintaan konfirmasi ke
laboratorium rujukan.
PENGERTIAN
Hasil laboratorium dengan nilai kritis adalah hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang nilainya kurang dari
batas bawah atau lebih dari batas atas nilai rujukan.
Kualitatif/ semikuantitatif
1. Tersangka leukemia baru(ditemukan blast pada apus darah tepi)4
2. Ditemukan sickle cell pada apus darah4
3. Ditemukan parasit malaria2,4
Sumber:
1. Torres C, allergo L, Silva Cd, Junior M, Barros S, Villacham R, et al. Imlementation, validation and
review of a critical values list in a cardiac emergency room. J Bras Patol Med Lab. 2014:50(5):332-8
2. Thomas L. Critical Limits of Laboratory Results for Urgent Clinician Notification. J int fed clin chem
lab med. 2002;14(1):1-14
3. Mercy Medical Center- North lowa Laboratory. Critical Limits.1-4
4. Kost GJ. Critical limits for Eergency Clinician Notification at United States Children’s Hospitals.
Pediatrics. 1991;88:597
5. Mangukiya SJ, tailor PB, Patel SM, Patel R, Soni K. Analysis of Laboratory Critical value Reporting
Pattern at clinical biochemistry laboratory of Tertiary health care Center. Int Jof Bio Adv
Res.2015;6(8):617-22
6. Kost G. Critical Limits for Emergency Clinician Notofication at United States Children’s Hospitals.
84
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
PEDIATRICS. 1991;88(3):597-9
7. Gaedeke MK. Laboratory and Diagnostics Test Handbook. Newyork: Addison Wesley Publishing
Company
Daftar nilai kritis diatas adalah hasil rapat bagian laboratorium dengan klinisi (dokter
spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, spesialis saraf, dokter spesialis
kebidanan) dan disertai oleh Direktur Rumah Sakit Suci Paramita Kabupaten Tangerang.
Dokumentasi/arsip
Setiap laboratorium harus mempunyai sistem dokumentasi yang lengkap. Hasil suatu
kegiatan pencatatan dan pelaporan haruslah berupa dokumen yang sifatnya lengkap, jelas
dan mudah dimengerti serta tidak melupakan efisiensi waktu penyimpanan dokumen
tersebut kepada peminta pemeriksaan. Perlu pula disediakan buku ekspedisi di dalam dan
diluar laboratorium. Kasus tertukar dan hilangnya spesimen dapat terjadi baik dalam
transportasi didalam maupun diluar laboratorium sehingga hal ini harus dihindari.
Pemantapan mutu eksternal atau proficiency test (PT) adalah sebuah tipe prosedur QC
dimana laboratorium mendapatkan spesimen secara periodik untuk analisis yang juga
dikirimkan ke seluruh kelompok laboratorium yang ikut berpartisipasi dalam program
proficiency test. Tujuan dari proficiency test adalah untuk mengawasi kualitas tes
dalam sebuah laboratorium, mengidentifikasi masalah dan membuat langkah koreksi
terhadap masalah apapun yang teridentifikasi.
85
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
Beberapa prinsip mengadakan kegiatan PME sendiri untuk menilai kemampuan alat
daalam memberikan hasil yang teliti dan akurat dengan mengirimkan bahan kontrol
secara priodik ke laboratorium-laboratorium yang menggunakan alat tersebut.
Sasaran indikator mutu laboratorium dihitung setiap bulannya dan dievaluasi setiap
tahunnya.
86
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang ini
memuat uraian mengenai aspek-aspek yang harus diperhatikan dan dilaksanakan di
setiap pelayanan laboratorium. Pelaksanaan pelayanan laboratorium secara benar dan
konsisten akan meningkatkan mutu pelayanan dan mutu pemeriksaaan. Peningkatan
mutu pelayanan laboratorium secara langsung akan meningkatkan mutu pelayanan
laboratorium kesehatan. Pedoman pelayanan unit laboratorium Patologi Klinik
Rumah Sakit Suci Paramita Tangerang ini dibuat supaya dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam memberikan pelayanan laboratorium. Pedoman ini sangat penting
artinya karena semua standar dari aspek yang ada di laboratorium yaitu aspek sarana
dan prasarana serta standar mutu. Dengan demikian laboratorium klinik akan dapat
memberikan pelayanan yang lebih efisien, sistematis, dan benar sehingga kualitas
fungsinya yaitu fungsi pelayanan, pendidikan dan pelatihan menjadi optimal.
Optimalisasi fungsi laboratorium klinik sangat erat hubungannya dengan kaputusan
pengguna jasa, kesejahteraan karyawan, pengembangan rumah sakit sehingga tercapai
apa yang dicita-citakan.
87
Pedoman Pelayan Instalasi Laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Dirjen PPM & PL dan Dirgen
Pelayanan Medik 2002
2. Pedoman Praktis Laboratorium Kesehatan yang benar (Good Laboratory
Practice), dirjen Bina Pelayanan Medik tahun 2008
3. Materi Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Diklat tingkat dasar Ppi
tahun 2012
4. Pemantapann Mutu Internal Laboratorium Klinik 2010, Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran UGM
5. Petunjuk Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan Depkes
RI 1997
6. Pedoman Pengelolaan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) Dirjen Bina
Pelayanan Medik Depkes RI 2008
88