Anda di halaman 1dari 5

RM.02.05.05.

1514

Nama Pasien :
Umur/Jenis Kelamin :
No.Rekam Medis :
Kelas/Kamar :
Tgl/Jam :

DOKUMENTASI PEMBERIAN INFORMASI

TINDAKAN APENDEKTOMI
Dokter pelaksana tindakan
Pemberi Informasi
Penerima Informasi/
Pemberi Persetujuan *
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI PARAF
APPENDISITIS (radang usus buntu ) Adalah peradangan usus buntu yg
disebabkan oleh sumbatan usus yang buntu (tidak berujung) yang
mengakibatkan peningkatan jumlah kuman dan menimbulkan
peradangan yang dapat berakibat pecahnya usus buntu tersebut. Usus
buntu yang terinfeksi di terapi dengan cara operasi appendektomi
(pengangkatan usus buntu). untuk mencegah perkembangan lebih
Diagnosis (WD dan lanjut dari penyakit ini berupa usus buntu yag pecah, pembentukan
1 nanah dalam rongga perut , kerusakan organ sekitar usus buntu
DD)
termasuk usus kecil (ileum ) , usus besar (sekum ) dan organ lain yang
terletak disekitar usus buntu termasuk saluran kencing ( ureter kanan).
Perluasan usus buntu yang terinfeksi dapat terjadi 6 jam setelah timbul
gejala nyeri perut di bagian kanan bawah. Atau bisa lebih lama bila usus
buntu terletak di lokasi yang tidak lazim atau perut bagian belakang
(retroperitoneal ).
Diagnosa usus buntu dapat ditegakkan berdasarkan klinis yaitu
anamnesa (wawancara keluhan dan perjalanan penyakit dapat berupa
sakit perut, disertai mual dan muntah, nafsu makan menurun dan
demam) keluhan dapat ditemukan sebagian atau seluruhnya karena
kadar nyeri, mual atau muntah sifatnya subyektif (sangat individual),
pemeriksaan fisik (pasien sakit ditekan diperut bagian kanan bawah)
dan hasil laboratorium yang sering ditemukan peningkatan sel darah
putih (lekositosis) meskipun kadang lekositnya normal.
Dalam keadaan tertentu atau gejala yang belum jelas pemeriksaan
penunjang seperti USG dapat membantu menegakkan diagnosa usus
2 Dasar diagnosis buntu, namun hasil pemeriksaan USG yang normal tidak dapat
menghilangkan diagnosa usus buntu yang meradang (appendisitis)
karena pemeriksaan ini sifatnya menunjang bukan menghilangkan
kemungkinan diagnosa appendisitis selain itu hasil pemeriksaan sangat
tergantung dari operator (dokter yang melakukan pemeriksaan USG).
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu menegakkan
diagnosa appendisitis adalah appendikografi . Appendikografi adalah
pemeriksaan radiologi yang menggunakan zat kontras untuk melihat
keadaan usus buntu. Hasil positif pemeriksaan ini berupa usus buntu
yang tidak terisi zat kontras (non filling appendix) atau gambaran
dinding usus buntu yang tidak rata (irreguler).
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI PARAF
Pengangkatan usus buntu (APPENDEKTOMI). Operasi ini dilakukan
dengan menggunakan anestesi umum ( bila usus buntu sudah pecah
atau usus buntu yang sederhana tetapi pasiennya adalah anak anak )
atau dilakukan anestesi (pembiusan) regional (pasien sadar tetapi tidak
merasakan sakit atau mati rasa dari kaki sampai setinggi umbilikus/ tali
pusat).

Proses operasi dimulai setelah pembiusan berjalan, dengan sayatan di


sebelah kanan bawah (pada appendisitis yang sederhana) atau sayatan
di tengah perut yang memanjang vertikal (pada usus buntu yang sudah
pecah atau keadaan yang dikenal sebagai peritonitis, atau usus buntu
yang sudah mengalami perlengketan dengan organ sekitarnya akibat
perforasi ataupun pecahnya usus buntu tetapi belum menyebar ke
seluruh rongga perut dikenal sebagai appendisitis infiltrat dan atau
abses appendiks).

Setelah dinding perut dibuka maka appendiks atau usus buntu dikenali
dan dipotong untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik (patologi
anatomi), bila memungkinkan puntung usus buntu yang terletak di usus
besar (sekum) di jahit dua lapis, bila tidak memungkinkan karena
peradanag berat maka jahitan satu lapis sudah cukup. Dalam keadaan
tertentu usus buntu sulit dikenali karena peradangan yang berat
3 Tindakan Kedokteran ataupun karena letaknya yang tidak lazim ataupun pada keadaan
mencurigakan pasien menderita TBC usus maka dalam keadaan ini
usus buntu lebih aman tidak diambil mengingat resiko yang dapat
terjadi bila pengangkatan appendix dipaksakan.

Kemudian luka dijahit lapis demi lapis . Jahitan kulit dapat dipilih oleh
dokter bedah dengan jahitan benang yang tidak dicopot atau dengan
benang yang harus di copot tergantung keadaan usus buntu yang
ditemukan saat operasi. Untuk peradangan usus buntu yang lanjut baik
abses appendiks, appendiks infiltrat (perlengketan usus buntu dengan
jaringan sekitar) atau appendiks perforasi (usus buntu pecah dan perut
berisi nanah). maka dalam keadaan ini sayatan dilakukan di tengah
secara memanjang dengan tujuan mengangkat usus buntu dan
membersihkan seluruh rongga perut dari nanah sampai bersih. Karena
dalam keadaan ini nanah mengisi sebagian besar rongga perut yang
tidak mungkin dilakukan hanya dengan sayatan sebelah kanan bawah.

Setelah usus buntu diangkat dan rongga perut dicuci , dinding perut
ditutup dengan lazimnya menggunakan benang yang dicopot atau
menggunakan stappler. Operasi ini dikenal sebagai LAPAROTOMI
(membuka rongga perut dengan sayatan pada garis tengah untuk
pasien dewasa. Untuk pasien anak maka sayatan melintang di bawah
pusat).
Indikasi tindakan appendektomi adalah pasien yang didiagnosa sebagai
appenditis klinis, ataupun radiologis. Indikasi laparotomi adalah abses
4 Indikasi Tindakan
appendiks, appendiks infiltrat ataupun peritonitis yang diakibatkan oleh
appendisitis.
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI PARAF
5 Tata Cara Sesuai SPO Apendektomi
Appendektomi adalah membuaang usus buntu yang meradang. Pada
laparotomi tujuannya adalah mengangkat usus buntu (appendektomi)
6 Tujuan
yang menjadi sumber infeksi serta membersihkan perut dari
kontaminasi nanah akibat usus buntu yang sudah pecah.
Resiko dari appendisitis atau peradangan usus buntu adalah perforasi
7 Risiko (pecah) dan bila pecah ada resiko infeksi menyebar (sepsis).

8 Komplikasi Komplikasi appendektomi sederhana (simple appendectomy).


Kebanyakannya adalah infeksi luka operasi berupa nanah yang keluar
dari luka operasi dapat terjadi beberapa hari setelah operasi ataupun
setelah pasien melakukan rawat jalan.

Resiko ini meningkat bila operasi berlangsung lebih lama atau terjadi
kesulitan operasi karena letak usus buntu yang tidak lazim atau sulit
ditemukan biasanya berada dibelakang lapisan perut (retroperitoneal).

Bila hal ini terjadi maka dilakukan pembukaan beberapa benang jahitan
untuk memudahkan keluarnya nanah. Resiko lain adalah luka yang
susah mengering tampak adanya jaringan berwarna merah ( granuloma
). Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap
benang yang ditanam dalam otot dinding perut. Dan biasanya luka akan
menutup setelah benang dikeluarkan baik secara spontan oleh tubuh
ataupun ditarik oleh pasien setelah tampak dari luar.

Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi dalam jangka panjang


seperti pada semua operasi yang dilakukan secara membuka dinding
perut misalnya sectio cesaria adalah perlengketan usus dikemudian hari
tanpa waktu yang terbatas.

Komplikasi operasi laparotomi. Secara umum resikonya lebih besar dari


pada operasi appendektomi yang sederhana . Hal ini karena sudah
adanya pencemaran rongga perut oleh nanah akibat proses
peradangan yang lanjut ataupun karena adanya perlengketan usus
buntu dengan jaringan sekitarnya. Komplikasi usus buntu yang sudah
pecah bisa terjadi antara lain adalah :
1. Luka operasi yang basah. Luka mengeluarkan nanah. Biasanya
diawali dengan sakit disekitar luka operasi. Dapat disertai demam.
Bila keadaan ini terjadi , biasanya luka operasi dibuka beberapa
jahitan untuk mengeluarkan nanah.
2. Pasien biasanya dipuasakan beberapa hari umumnya 3-5 hari.
Karena seringkali setelah operasi laparotomi usus pasien tidak
berfungsi. Hal ini berhubungan dengan adanya nanah sebelum
operasi dan juga efek obat bius. Fungsi usus yang terganggu ini
mengakibatkan perut yang kembung, flatus/ kentut yang baru terjadi
setelah beberapa hari operasi, selang yang dipasang melalui hidung
(selang NGT = nasogastric tube )masih mengeluarkan cairan
berwarna hijau yang banyak. Pasien baru dicoba intake oral dimulai
dengan minum bertahap setelah dapat flatus, tidak ada kembung
dan selang NGT tidak berproduksi.
3. Kerusakan usus yang terjadi akibat infeksi yang beluas walaupun
usus buntu sudah dibuang dan perut telah dicuci dengan bersih. Hal
ini dapat terjadi karena meskipun rongga perut sudah bersih secara
kasat mata tetapi pada prinsipnya rongga perut belum tentu benar
benar steril (bebas kuman) karena kuman tidak dapat dilihat
menggunakan mata telanjang ahli bedah. Kuman ini bisa
menyebabkan kerusakan usus disekitar usus buntu ataupun
kerusakan terjadi ditemukan secara langsung bersamaan dengan
usus buntu yang sudah busuk. Bila hal ini ditemukan maka dalam
kesempatan pertama ini dokter bedah dapat memutuskan untuk
mengistirahatkan usus yang rusak dengan cara membuat
pembuangan sementara lewat dinding perut (ileostomi = ileum/usus
halus yang dikeluarkan melalui dinding perut) dengan kata lain untuk
sementara pasien buang kotoran lewat perut. Dalam keadaan yg
lebih sering kerusakan ini terjadi beberapa hari setelah operasi 2
atau 3 hari, dimana diketahui melalui dren (selang yang dipasang
dari dalam perut dan dikeluarkan melalui sayatan kecil) keluar cairan
yg berasal dari usus. Bila hal ini terjadi maka dilakukan perawatan
yang lebih lama untuk mengevaluasi produksi dren yang bisa
cenderung berkurang dalam 3 minggu . Bila semakin berkurang dan
berhenti sendiri maka tidak diperlukan operasi ulang. Tetapi bila
produksi tidak berkurang atau bila timbul tanda tanda infeksi rongga
perut (peritonitis sekunder) maka akan dilakukan operasi kedua
(relaparotomi) untuk menjahit usus yang rusak dan mengistirahatkan
usus dengan membuat pembuangan sementara lewat dinding perut
(ileotomi). Biasanya selama kurang lebih 3 bulan, bila keadaan gizi
pasien baik dan memungkinkan dilakukan penutupan pembuangan
untuk mengembalikan pembuangan melalui anus (operasi tutup
ileostomi).
4. Pembentukan nanah yang berulang (kantong abses) yang dapat
terjadi meskipun sudah dilakukan pemebersihan rongga perut
secara adekuat pada operasi pertama. Penjelasan hal ini sama
seperti di atas dimana pada dasarnya pembersihan rongga perut
pada operasi pertama tidak identik dengan sterilitas (bebas kuman)
100 persen karena kuman tidak terlihat dengan mata telanjang.
Gejala adanya kantong nanah adalah pasien pasca operasi selalu
timbul demam kadang disertai kembung berulang bila pasien diberi
intake oral juga bisa dengan atau tanpa adanya luka operasi yang
basah. Dalam keadaan ini pasien harus menjalani operasi
pembersihan ulang mengingat resiko infeksi yang menyebar ke
seluruh tubuh (infeksi sistemik =sepsis) yang dapat berujung dengan
kematian.
5. Perlengketan usus. Seperti pada operasi operasi lain yang
membuka rongga perut baik dengan sayatan kecil atau besar selalu
ada resiko perlengketan usus. Hal ini dapat terjadi seminggu,
sebulan setahun sampai sepanjang hidup resiko ini tetap ada ,
meskipun sebagian besar hal ini tidak terjadi (80 %). Gejalanya
berupa sakit perut melilit, kembung, muntah hijau atau berulang
disertai pasien tidak bisa flatus. Bila hal ini terjadi pasien
dipuasakan, dipasang NGT dan dievaluasi dalam 2 – 3 hari. Bila
dalam waktu ini tidak ada perbaikan klinis maka pasien dilakukan
operasi pembukaan perut (laparotomi) melalui luka sayatan yang
sebelumnya. Perlengketan dilepaskan secara tajam dengan gunting
atau pisau.
6. Pada keadaan dimana usus buntu menyebabkan peradangan
jaringan sekitarnya, bisa terjadi kerusakan atau cedera saluran
kencing ( ureter )sebelah kanan dalam operasi. Bila hal ini terjadi
maka akan dilakukan penjahitan atau repair ureter tersebut oleh ahli
bedah ataupun ahli bedah urologi bila ada ditempat. Kemudian
pasien akan dirawat lebih lama untuk mengantisipasi hasil jahitan
ureter tersebut. Dalam keadaan tertentu operasi pembetulan ureter
ini dilakukan lebih dari satu kali.
7. Kematian. Kematian biasanya terjadi pada kondisi yang lanjut
karena infeksi meluas (sepsis) . Hal seperti ini meskipun jarang tapi
bisa terjadi, karena pada prinsipnya nanah yang berada dalam
rongga perut menyebabkan beredarnya kuman dalam darah pasien.
Pada pasien seperti akan terlihat demam tinggi, kesadaran menurun
dan akhirnya mengganggu fungsi beberapa organ vital seperti paru
paru ( tampak sesak ), ginjal terganggu ( urin sedikit ), akhirnya akan
meninggal pasien seperti ini dianjurkan untuk dirawat di ruang
intensif ( ICU ), meskipun hal ini tidak menjanjikan penyelamatan
hidup 100 persen.
Prediksi kedepan pasien di harapkan baik, meskipun ada beberapa
9 Prognosis
resiko komplikasi seperti disebutkan di atas.
Pada prinsip tidak ada terapi alternatif terapi untuk appendisitis selain
10 Alternatif
operasi appendektomi.
11 Lain-lain
Tanda Tangan Saksi
Dengan ini menyatakan bahwa saya Dokter………………..................................
telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jelas dan memberikan
kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya/keluarga pasien ……………………...........
telah menerima informasi sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf
di kolom kanannya serta telah diberi kesempatan untuk bertanya/berdiskusi,
dan telah memahaminya.
* Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau
keluarga terdekat

Anda mungkin juga menyukai