Dampak “Killing Time” Angkutan Kota Pada Waktu Peak Hour, Kasus Beberapa Ruas Jalan Di Kota Bandung
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No. 3, Desember 2009, hlm 199 - 214
Abstrak
Kota Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki berbagai permasalahan
transportasi yang begitu kompleks. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini kurang
mendapatkan tanggapan adalah permasalahan “killing time” angkutan kota. Akibat dari
permasalahan “killing time” angkutan kota adalah penurunan tingkat pelayanan jalan
sehingga dapat menimbulkan kemacetan. Teridentifikasinya “killing time” angkutan kota
terjadi pada waktu jam-jam tidak sibuk, yaitu pada waktu off peak hour. Studi ini bertujuan
mengidentifikasikan dampak yang dihasilkan oleh ”killing time” angkutan kota terhadap
pengguna jalan. Hasil analisa menyatakan bahwa adanya penurunan kapasitas jalan,
kecepatan perjalanan kendaraan dan tingkat pelayanan jalan. Studi ini juga menganalisa
pola operator angkutan kota (supir angkot) dalam melakukan “killing time”. Hasil analisa
pola tersebut adalah rata-rata supir angkutan kota melakukan ”killing time” dalam jangka
waktu yang cukup lama, sekitar lebih dari 60 menit/kendaraan. Dampak dari penurunan
tingkat pelayanan jalan yang dapat menyebabkan kemacetan adalah menimbulkan kerugian
yang cukup besar bagi pengguna jalan. Kerugian ini didapat dengan menganalisa dari
pendekatan konsumsi bahan bakar.
Abstract
City of Bandung as one of the major cities in Indonesia has a variety of complex
transportation problems. One of the problems which until now have not received a response is
the problem of public transportation "killing time". The result of "killing time" problem is the
reduction of public transportation services that can lead to traffic jam. Identification of
"killing time" public transport occurs in the hours when not busy, ie at off peak hours. This
study aims to identify the impact produced by the "killing time" public transportation to road
users. The results of the analysis states that theres decreases in road capacity, travel speed of
vehicles and road service levels. The study also analyzed the pattern of public transport
operators (public transportation drivers) in doing the "killing time". Results of pattern
analysis is average of public transport drivers to "killing time" in a long enough period of
time, approximately more than 60 minutes / vehicle. The impacts of the decline in the level of
service road that can lead to traffic jams are causing significant losses for road users. Loss is
obtained by analyzing of the fuel consumption approach.
199
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
yang memiliki rute yang tetap dan tempat hambatan samping yang diteliti terdiri dari
pemberhentian tertentu (Baker&Stebbins, pejalan kaki, kendaraan yang keluar-masuk
1960: 180). Pelayanan angkutan umum suatu area dan kendaraan yang berhenti di
merupakan alat bagi tercapainya tujuan lain, pinggir jalan (”killing time” angkutan kota dan
misalnya mengantar orang dari suatu tempat ke kendaraan lain yang memarkirkan
tempat lain, untuk menyediakan pelayanan kendaraannya).
bagi orang yang secara fisik tidak mampu
(miskin, orang tua, cacat, dan lain-lain), untuk Tabel I
mengurangi tingkat kemacetan, dan lain-lain Bobot Hambatan Samping
Kompo- Kelas Hambatan Samping
(Kusbiantoro, 1985). nen
Sangat Sangat
Hambatan Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
Samping
Menurut Vuchic (1979), karakteristik sistem Gerakan
0 1 2 4 7
pejalan kaki
angkutan diklasifikasikan menjadi empat Pemberhent
ian
faktor yaitu: angkutan 0 1 3 6 9
1. Kinerja sistem, yang mengacu pada kota pada
lajur jalan
seluruh elemen yang berpengaruh pada Kendaraan
kinerja; keluar/masu 0 1 3 5 8
k ruas jalan
2. Level of Service (tingkat pelayanan), Sumber: IHCM, 1997
merupakan keseluruhan karakteristik
pelayanan yang mempengaruhi pengguna. Tabel II
Kelas Hambatan Samping Berdasarkan Nilai
Tingkat pelayanan merupakan elemen Total
dasar yang menarik pengguna potensial ke Nilai Total Kelas Hambatan Samping
0-1 Sangat Rendah
dalam sistem. 2-5 Rendah
3. Dampak, merupakan akibat/efek dari 6-11 Sedang
12-18 Tinggi
pelayanan angkutan terhadap seluruh 19-24 Sangat Tinggi
wilayah yang dilayani. Hal ini dapat Sumber: IHCM, 1997
berupa hal positif ataupun negatif;
4. Biaya, biasanya dibagi dalam dua kategori Rasio Volume Lalu Lintas Terhadap
utama, yaitu: biaya investasi (atau biaya Kapasitas Jalan
kapital) dan biaya operasional.
Selain dengan kecepatan, tingkat pelayanan
Hambatan Samping jalan juga dapat diukur dengan rasio volume
lalu lintas terhadap kapasitas jalan. Dalam
Hambatan samping adalah dampak terhadap mengukur rasio ini maka dibutuhkan
kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping perhitungan mengenai kapasitas jalan.
segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan Kapasitas jalan (IHCM, 1997) adalah jumlah
umum atau kendaraan berhenti, kendaraan lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat
keluar masuk.Hambatan samping merupakan ditampung pada ruas jalan selama kondisi
salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas tertentu (desain geometri, lingkungan, dan
jalan di suatu ruas dan kecepatan perjalanan komposisi lalu lintas) yang dapat ditentukan
kendaraan di ruas tersebut.Hambatan samping dalam satuan masa penumpang (smp/jam).
kemungkinan besar terjadi sebagai dampak
dari aktivitas yang terdapat di sepanjang suatu Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas
ruas. Dalam studi ini sesuai dari IHCM (1997), adalah sebagai berikut:
201
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
Keterangan:
Dimana: FV = Kecepatan arus bebas untuk kendaraan
C = Kapasitas (smp/jam) ringan (km/jam)
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam) FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan ringan (km/jam)
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah FVw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-
(hanya untuk jalan tak terbagi) lintas efektif (km/jam)
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi
dan bahu jalan/ kereb FCCS = Faktor hambatan samping
penyesuaian ukuran kota FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
202
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
Berikut ini adalah tabel faktor koreksi dipergunakan sebagai tempat “ngetem” dan
konsumsi bahan bakar dasar kendaraan untuk “killing time” angkutan kota dan juga bus-bus
menentukan kk, kl, kr : besar, sedangkan pada ruas timur-barat sedikit
ditemukan “killing time” angkutan kota lebih
Tabel IV kepada sebagai pangkalan taxi. Panjang antrian
Faktor Koreksi Konsumsi Bahan Bakar Dasar angkutan kota yang melakukan ”killing time”
Kendaraan
Faktor koreksi tidak sebanyak di koridor lain, yaitu berkisar
g <-5% -0.0337
akibat kelandaian
negatif (kk) -5% < g < 0% -0.158
5-8 angkutan kota. Badan jalan yang terambil
Faktor koreksi
0% < g < 5% 0,4
untuk melakukan ”killing time” sebesar 1,5
akibat kelandaian
positif (kk) g > 5% 0,82 meter. Lebar jalan menjadi berkurang dan
Faktor koreksi 0 < NVK < 0,6 0,05 hambatan yang disebabkan oleh angkutan kota
akibat kondisi arus 0,6 < NVK < 0,8 0,185
lalu lintas (kl) NVK > 0,8 0,253 ini dapat menyebabkan penurunan kapasitas
Faktor koreksi < 3 m/km 0,035 dan tingkat pelayanan jalannya. Akibat dari hal
akibat kekasaran
jalan (kr) > 3 m/km 0,085 tersebut menyebabkan kondisi pada koridor ini
g = kelandaian memiliki kapasitas yang tidak sesuai dengan
NVK = nisbah volume per kendaraan yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan
Sumber : LAPI-ITB (1997) jalan sehingga hambatan-hambatan lalu lintas
dapat terjadi dan pada waktu yang kondisional
3. Dampak “Killing Time” Angkutan dapat menyebabkan kemacetan.Dapat dilihat
Kota pada gambar 1.
Kondisi jalan sebagai jalan yang memiliki arus Kondisi jalan arus lalu lintas arah ke Jl. Otista
lalu lintas yang cukup padat membuat koridor lebih terhambat dibandingkan dengan arus lalu
ini dilintasi berbagai macam kendaraan. lintas arah ke ITC Kebon Kalapa disebabkan
Kurangnya kapasitas terminal yang membuat ”killing time” lebih banyak menggunakan lajur
angkutan kota melakukan ”killing time” ruas ini. Pada ruas arah ke ITC Kebon Kalapa
dengan mengambil badan jalan di depan seharusnya tidak diperbolehkan angkutan kota
terminal dekat dengan jembatan melintas, akan tetapi pada kenyataannya tetap
penyeberangan. Tidak tersedianya lahan untuk digunakan sebagai tempat ”killing time”
memarkirkan dan menaikturunkan penumpang angkutan kota.
padahal koridor ini merupakan koridor transit
menyebabkan angkutan kota sering Kondisi sekitar jalan merupakan kondisi yang
menggunakan badan jalan untuk melakukan didominasi sektor jasa perdagangan terutama
kegiatan tersebut. Kondisi sekitar jalan yang pertokoan dengan adanya parkir on street yang
didominasi oleh sektor informal membuat dapat mengurangi kapasitas jalan. Dapat
keadaan wilayah sekitar menjadi semerawut, dikatakan bahwa pada koridor ini arus lebih
padahal sudah dibuat pagar untuk padat pada hari libur dimana ITC Kebon
membatasinya. Ditambah adanya pejalan- Kalapa sebagai bangkitan dan tarikannya.
pejalan kaki yang menggunakan jalan untuk Tidak optimalnya kinerja dari terminal
menyeberang sedangkan persis di depan pintu bayangan Kebon Kalapa pada perempatan ITC
keluar terminal terdapat jembatan Kebon Kalapa menyebabkan beberapa trayek
penyeberangan. angkutan kota menggunakan koridor Jl.
Pungkur sebagai tempat ”killing time”.
b. Karakteristik Kondisi Jalan di Jalan
Pungkur Gambar 2
Pada kedua ruas jalan memiliki trotoar dan Gambar Keadaan “KILLING TIME” Angkutan
Kota Di Koridor JL. Pungkur
drainase. Di ITC Kebon Kalapa-Jl.Otista badan
jalan dipergunakan sebagai tempat “killing
time” angkutan kota. Panjang antrian “killing
time” pun tidak sedikit, berkisar 8-12 angkutan
kota. Pada ruas Jl. Otista-ITC Kebon Kalapa
juga menjadi tempat “killing time”, akan tetapi
tidak sebanyak ruas ITC Kebon Kalapa-Jl.
Otista. Hal ini disebabkan adanya larangan di
persimpangan Jl. Otista bahwa angkutan kota
tidak boleh melintasi ruas ini, sehingga ruas ini
hanya dijadikan sebagai tempat “killing time”
angkutan kota dan tidak ditemukan angkutan
kota yang “ngetem”. Kondisi ini jelas
mempengaruhi kapasitas jalan karena
hambatan samping lain kurang memiliki
pengaruh terhadap penurunan tingkat
pelayanan jalan akibat penurunan kapasitas
jalan yang tidak efektif. Dapat dilihat pada
gambar 2. Sumber: Hasil Analisis, 2008
205
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
c. Karakteristik Kondisi Jalan di Jalan Geger d. Pengaruh Tata Guna Lahan Sekitar
Kalong Hilir Wilayah Studi
Pada kedua ruas jalan memiliki tidak memiliki Terminal Cicaheum dan Pasar Cicaheum di
trotoar dan drainase yang baik. Walaupun pada belakang Terminal Cicaheum mempengaruhi
ruas Jl. Setiabudi-Jl. Geger Kalong Tengah koridor ini sebagai daya tarik banyaknya
memiliki trotoar dan drainase, akan tetapi ruas angkutan kota yang “mangkal” pada ruas-ruas
sebaliknya kondisi trotoar dan drainasenya jalan koridor Depan Terminal Cicaheum.
dapat dikatakan buruk. Kedua ruas menjadi Faktor lain penyebab menurunnya tingkat
pangkalan bayangan “killing time” angkutan pelayanan jalan adalah hambatan samping
kota, dengan kondisi mengambil badan jalan yang cukup besar disebabkan oleh PKL yang
dan trotoar digunakan sebagai lahan parkir terkadang mengambil badan jalan sebagai
“killing time” angkutan kota. Badan jalan yang tempat menjajakan barang dagangannya dan
terambil untuk melakukan ”killing time” turn over serta simpangan masuk ke terminal
angkutan kota berkisar 0,5 – 1,5 meter, dengan serta pejalan kaki yang melintas dengan
banyaknya angkutan kota berkisar 8-15 memakai jalan sebagai tempat penyeberangan,
angkutan kota. Kondisi inilah yang bukannya di jembatan penyeberangan.Tata
menyebabkan terjadinya hambatan yang dapat guna lahan sekitar koridor Depan Terminal
menimbulkan kemacetan pada waktu-waktu Cicaheum didominasi oleh sektor perdagangan
tertentu (gambar 3) dan jasa.
Kondisi jalan koridor ini sebagai jalan Di samping itu, tidak terpenuhinya kebutuhan
perumahan yang berubah fungsi menjadi jalan lahan parkir angkutan kota karena kapasitas
kolektor sekunder karena kebutuhannya, akan terminal untuk pemberhentian angkutan kota
tetapi lebar jalan dan kapasitas jalan sudah tidak dapat mencukupi banyaknya angkutan
tidak sesuai. Dengan adanya ”killing time” kotajuga ikut mempengaruhi timbulnya
angkutan kota menambah beban kapasitas “killing time”.Ditambah pula akibat dari
jalan walaupun arus lalu lintas jalan pada kurang efektifnya manajemen terminal dalam
koridor ini tidak padat tetap terjadi hambatan- menstrategikan pengaturan antrian angkutan
hambatan yang menimbulkan kemacetan kota menyebabkan sopir-sopir angkutan kota
kondisional. lebih memilih untuk menunggu penumpang
dengan memarkirkan kendaraannya
Gambar 3 mengambil badan jalan. Walaupun sudah ada
Keadaan “Killing Time” Angkutan Kota Di polisi-polisi maupun dinas perhubungan yang
Koridor Geger Kalon Hilir
mengatur agar kelancaran lalu lintas dapat
berlangsung, tetap saja tidak menjadikan para
sopir-sopir angkutan kota ini disiplin.
sebagai salah satu tempat pangkalan bayangan akan tetapi tidak sebesar pada komponen
angkutan kota.Faktor tarikan dan bangkitan pemberhentian angkutan kota pada lajur jalan.
dari ITC Kebon Kalapa sangat besar, ditambah Komponen kendaraan keluar / masuk ruas
pula Jl. Pungkur terletak di pusat kota dengan jalan memiliki pengaruh pada koridor Depan
didominasi sektor perdagangan dan jasa. Terminal Cicaheum dan Jl. Geger Kalong
Keadaan tata guna lahan sekitar koridor Geger Hilir, sedangkan pada koridor Jl. Pungkur
Kalong Hilir pada awalnya adalah perumahan. kurang memiliki pengaruh terhadap bobot nilai
Seiring berkembangnya pembangunan di kota total hambatan samping.
Bandung membuat koridor ini adanya
penggeseran tata guna lahan menjadi kawasan Kondisi hambatan samping berdasarkan nilai
perdagangan dan jasa terutama sektor kuliner. total bobot hambatan samping, memiliki kelas
Sebagai pintu masuk jalan utama ke kawasan hambatan samping sangat tinggi pada koridor
perumahan Geger Kalong tentu saja sarana DepanTerminal Cicaheum dan kelas hambatan
angkutan kota dibutuhkan untuk memenuhi samping tinggi pada koridor Jl. Pungkur dan
kebutuhan pengguna kendaraan umum. koridor Jl. Geger Kalong Hilir. Dapat ditarik
Kondisi tidak adanya pangkalan menyebabkan kesimpulan bahwa besarnya hambatan
koridor ini menjadi pangkalan bayangan untuk samping pada ketiga koridor ini dipengaruhi
beberapa trayek angkutan kota. oleh pemberhentian angkutan kota pada lajur
jalan, dalam hal ini “killing time” angkutan
Adanya pangkalan bayangan dengan kondisi kota mempengaruhi banyaknya pemberhentian
dimana angkutan kota yang parkir mengambil angkutan kota pada lajur jalan (dapat dilihat
badan jalan menambah permasalahan pada pada analisis pola operator angkutan kota
koridor ini yang tentu saja berdampak kepada melakukan “killing time”).
penurunan tingkat pelayanan jalan. Walaupun
tidak selalu dalam keadaan macet, akan tetapi Tabel V
akibat hambatan-hambatan yang diakibatkan Bobot Hambatan Samping
Komponen Depan
oleh ketidakdisplinan sopir-sopir angkutan Hambatan Terminal Jl. Pungkur
Jl. Geger
Kalong
kota menyebabkan pada waktu-waktu tertentu Samping Cicaheum
Gerakan pejalan
kemacetan terjadi. Tidak terlepas pada waktu 7 4 4
kaki
off peak hour. Pemberhentian
angkutan kota 9 9 9
pada lajur jalan
Kendaraan
Analisis Hambatan Samping keluar/masuk 5 3 5
ruas jalan
Total 21 16 18
Bobot hambatan samping rata-rata terbesar Sangat
Kelas Hambatan Tinggi Tinggi
Tinggi
pada ketiga wilayah studi adalah
Sumber: Hasil Analisis, 2008
pemberhentian angkutan kota pada lajur jalan.
Dalam hal ini ”killing time” angkutan kota
Analisis Kinerja Jalan
termasuk dalam komponen hambatan samping
ini. Jelas terlihat komponen ini dengan nilai 9
Dalam analisis kinerja jalan, dibagi menjadi
(sembilan) mempengaruhi bobot nilai total
empat analisis, yaitu analisis volume dan
hambatan samping. Gerakan pejalan kaki
komposisi kendaraan, analisis kapasitas jalan,
memiliki pengaruh terutama pada koridor
analisis kecepatan kendaraan, dan analisis
Depan Terminal Cicaheum yang bertepatan
tingkat pelayanan kendaraan.
langsung dengan pintu keluar masuk terminal,
207
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
studi depan Terminal Cicaheum memiliki kecepatan arus bebas sebesar 42,63
volume dan moda kendaraan terbanyak, hal ini km/jam.
disebabkan Jl. Ahmad Yani adalah jalan arteri 3. Pada koridor Jl. Geger Kalong Hilir
sekunder. Banyaknya volume dan moda (pertigaan Jl. Setiabudi-Jl. Geger Kalong
kendaraan yang melintas mempengaruhi Tengah) dengan menggunakan kendaraan
seberapa besar hambatan yang akan dihasilkan. ringan, faktor koreksi kapasitas arus bebas
Tidak terlepas dari faktor hambatan samping lebar jalan total 5 meter, hambatan
terutama ”killing time” angkutan kota samping tinggi, dan ukuran kota jumlah
penduduk Kota Bandung didapatkan hasil
c. Analisis Kecepatan Kendaraan kecepatan arus bebas sebesar 26,91
Dalam analisis kecepatan kendaraan, km/jam.
kecepatan yang digunakan adalah kecepatan
arus bebas dan kecepatan perjalanan. Analisis berikutnya adalah analisis kecepatan
Kecepatan arus bebas adalah kecepatan yang waktu tempuh kendaraan di ketiga koridor
akan dipilih pengemudi tanpa dipengaruhi wilayah studi. Hasil kecepatan ini didapat dari
kendaraan lain. Kecepatan ini didapatkan dari perhitungan hasil traffic counting dengan
hasil perhitungan persamaan perhitungan menghitung waktu tempuh kendaraan di
kecepatan kendaraan yang terdapat pada MKJI sepanjang koridor wilayah studi.
1997.
Pada koridor Depan Terminal Cicaheum
Tabel VI kecepatan waktu tempuh terbesar adalah pada
Kecepatan Arus Bebas Di Ketiga Koridor ruas 2 di waktu hari libur, pukul 11.00-12.00
Wilayah Studi dengan kecepatan sebesar 22,5 km/jam,
Koridor Fvo FVw FFVsf FFVcs FV
sedangkan kecepatan waktu tempuh terkecil
Cicaheum 57 0 0,88 1 50,16
Pungkur 53 -4 0,87 1 42,63 adalah pada ruas 1 di waktu hari libur, pukul
Geger Kalong
Hilir
44 -9,5 0,78 1 26,91 12.00-13.00 dengan kecepatan sebesar 9,29
Sumber: Hasil Analisis, 2008 km/jam. Rata-rata waktu tempuh pada ruas 1
sebesar 10,37 km/jam dan ruas 2 sebesar 18,52
Berdasarkan hasil perhitungan matematis dapat km/jam.
dianalisis kecepatan bebas pada ketiga koridor
wilayah studi adalah sebagai berikut: Pada koridor Jl. Pungkur kecepatan waktu
1. Pada koridor depan terminal Cicaheum tempuh terbesar adalah pada ruas 2 di waktu
dengan menggunakan kendaraan ringan, hari kerja, pukul 12.00-13.00 dengan
faktor koreksi kapasitas arus bebas lebar kecepatan sebesar 18,62 km/jam. Kecepatan
jalan 3,5 meter, hambatan samping sangat waktu tempuh terkecil adalah pada ruas 1 di
tinggi, dan ukuran kota jumlah penduduk waktu hari libur, pukul 12.00-13.00 dengan
kota Bandung didapatkan hasil kecepatan kecepatan sebesar 11,25 km/jam. Rata-rata
arus bebas sebesar 50,16 km/jam; waktu tempuh pada ruas 1 sebesar 12,96
2. Pada koridor Jl. Pungkur (ITC Kebon km/jam dan ruas 2 sebesar 15,83 km/jam.
Kalapa-Jl. Otista) dengan menggunakan
kendaraan ringan, faktor koreksi kapasitas Pada koridor Jl. Geger Kalong Hilirkecepatan
arus bebas lebar jalan 3 meter, hambatan waktu tempuh terbesar adalah pada ruas 2 di
samping tinggi, dan ukuran kota jumlah waktu hari kerja, pukul 11.00-12.00 dengan
penduduk kota Bandung didapatkan hasil kecepatan sebesar 21,18 km/jam. Kecepatan
209
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
waktu tempuh terkecil adalah pada ruas 1 di buruk. Aktivitas samping di koridor ini sangat
waktu hari libur, pukul 11.00-12.00 dengan tinggi, ditambah lagi dengan keberadaan
kecepatan sebesar 13,09 km/jam. Rata-rata Terminal Cicaheum dan Pasar Cicaheum serta
waktu tempuh pada ruas 1 sebesar 15,07 kegiatan perdagangan seperti toko-toko dan
km/jam dan ruas 2 sebesar 17,15 km/jam. PKL yang menghasilkan tarikan dan bangkitan
kendaraan yang cukup besar. Kondisi
Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui hambatan lainnya adalah pejalan kaki yang
bahwa terjadinya penurunan kecepatan waktu menggunakan jalan sebagai tempat
tempuh yang cukup besar dari kecepatan arus penyeberangan, tidak menyeberang di
bebas seharusnya. Hambatan samping terutama jembatan penyeberangan yang telah
faktor “killing time” angkutan kota ditambah disediakan.Kondisi-kondisi tersebut
pula kondisi kapasitas jalan yang tidak sesuai menyebabkan gangguan terhadap pergerakan
dengan perencanaannya menyebabkan kendaraan yang melalui ruas ini dan
penurunan tingkat pelayanan jalan pada ketiga menyebabkan penurunan kecepatan serta
wilayah studi ini. peningkatan kepadatan atau konsentrasi
kendaraan. Jadi apabila dipandang dari sisi
d. Analisis Tingkat Pelayanan kecepatan perjalanan, maka koridor jalan ini
Dilihat dari sisi perbandingan antara volume memiliki tingkat pelayanan jalan yang buruk.
dengan kapasitas (VCR), koridor Depan
Terminal Cicaheum memiliki tingkat Dilihat dari sisi perbandingan antara volume
pelayanan jalan yang cukup baik, yang artinya dengan kapasitas (VCR), koridor jalan Jl.
kapasitas dari ruas jalan ini masih lebih besar Pungkur (ITC Kebon Kalapa-Jl. Otista)
dari volume kendaraan yang melewati ruas memiliki tingkat pelayanan jalan sangat baik,
tersebut. Nilai VCR yang baik ini dapat berarti yang artinya kapasitas dari ruas jalan ini masih
dua kondisi.Pertama dengan adanya aktivitas jauh lebih besar dari volume kendaraan yang
perdagangan dan terminal yang tinggi, melewati ruas tersebut. Nilai VCR yang baik
menimbulkan gangguan samping yang tinggi ini dapat berarti dua kondisi.Pertama dengan
pula sehingga kecepatan perjalanan menjadi adanya aktivitas perdagangan dan terminal
rendah meskipun volume belum melebihi yang tinggi, menimbulkan gangguan samping
kapasitas.Kedua, karena terjadinya kemacetan yang tinggi pula sehingga kecepatan perjalanan
di ruas tersebut maka pada saat melakukan menjadi rendah meskipun volume belum
Traffic Counting tidak semua jumlah melebihi kapasitas.Kedua, karena terjadinya
kendaraan terhitung padahal mungkin volume kemacetan di ruas tersebut maka pada saat
kendaraan hampir mendekati kapasitas atau melakukan Traffic Counting tidak semua
bahkan melebihi. Sehingga setelah jumlah kendaraan terhitung padahal mungkin
menggabungkan antara VCR dan kecepatan volume kendaraan hampir mendekati kapasitas
pada studi ini akan lebih representatif sehingga atau bahkan melebihi. Sehingga setelah
dapat dikatakan bahwa ruas ini memiliki menggabungkan antara VCR dan kecepatan
tingkat pelayanan jalan mendekati buruk. Hal pada studi ini akan lebih representatif sehingga
ini dapat dilihat dari LOS berkisar antara C dapat dikatakan bahwa ruas ini memiliki
sampai dengan E. tingkat pelayanan jalan mendekati cukup
buruk. Hal ini dapat dilihat dari LOS berkisar
Dilihat dari kecepatan rata-rata kendaraannya, antara C sampai dengan D.
koridor ini memiliki tingkat pelayanan yang
210
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
Dilihat dari kecepatan rata-rata kendaraannya, melalui koridor ini dan menyebabkan
koridor ini memiliki tingkat pelayanan yang penurunan kecepatan serta peningkatan
mengarah buruk. Aktifitas samping di koridor kepadatan atau konsentrasi kendaraan.Jadi
ini tinggi, dengan adanya keberadaan ITC apabila dipandang dari sisi kecepatan
Kebon Kalapa dan Terminal Kebon Kalapa yg perjalanan, maka koridor jalan ini memiliki
sudah tidak legal tapi masih dipergunakan tingkat pelayanan jalan yang buruk.
serta kegiatan perdagangan seperti toko-toko
yang mendominasi koridor ini menghasilkan Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga koridor
tarikan dan bangkitan kendaraan yang cukup jalan ini memiliki tingkat pelayanan yang
besar. Kondisi yang paling mempengaruhi buruk berkisar antara C-F.Terutama pada
penurunan tingkat pelayanan jalan ini adalah koridor Jl. Geger Kalong Hilir yang memiliki
“killing time” angkutan kota yang mengambil VCR tertinggi dibandingkan dua koridor
badan jalan dengan antrian parkir angkot lainnya dengan kecepatan rata-rata yang
sepanjang sekitar 5-15 kendaraan. Kondisi- terbilang lambat. Dampak dari “killing time”
kondisi tersebut menyebabkan gangguan ini memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap pergerakan kendaraan yang melalui karena seharusnya pada waktu off peak hour
koridor ini dan menyebabkan penurunan ini dimana arus pergerakan yang tidak
kecepatan serta peningkatan kepadatan atau sebanyak dan sepadat on peak hour memiliki
konsentrasi kendaraan.Jadi apabila dipandang tingkat pelayanan yang baik dengan kecepatan
dari sisi kecepatan perjalanan, maka koridor yang mendekati kecepatan rencana jalan ini.
jalan ini memiliki tingkat pelayanan jalan yang
buruk. Biaya Kerugian Akibat Penurunan Tingkat
Pelayanan Jalan
Dilihat dari sisi perbandingan antara volume
dengan kapasitas (VCR), koridor jalan ini Untuk dapat mengetahui seberapa besar
memiliki tingkat pelayanan jalan mendekati kerugian yang dihasilkan akibat kemacetan,
buruk, yang artinya kapasitas dari koridor jalan dapat dilihat melalui pendekatan dari teori
ini sudah mendekati volume kendaraan yang konsumsi bahan bakar.Dalam studi ini lebih
melewati ruas tersebut.Dilihat dari kecepatan memfokuskan kepada biaya konsumsi bahan
rata-rata kendaraannya, koridor ini memiliki bakar yang merupakan biaya paling penting
tingkat pelayanan yang buruk.Aktifitas untuk menganalisis kerugian yang dihasilkan
samping di koridor ini cukup tinggi, dengan dari penurunan kefektifan jalan. Biaya-biaya
didominasi oleh kegiatan perdagangan seperti seperti biaya pelumas, biaya penggantian ban
toko-toko menghasilkan tarikan dan bangkitan dan biaya perawatan kendaraan agak sukar
kendaraan yang cukup besar.Kondisi dari untuk dianalisis karena nilainya terlalu kecil
pejalan kaki yang berjalan mengambil badan dan kurang memiliki pengaruh yang
jalan dan yang menyeberang juga besar.Perhitungan biaya kerugian masing-
mempengaruhi. Kondisi yang paling masing koridor jalan dapat dilihat pada tabel-
mempengaruhi penurunan tingkat pelayanan tabel berikut.
jalan ini adalah “killing time” angkutan kota
yang mengambil badan jalan dengan antrian
parkir angkot sepanjang 8-15 kendaraan.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan
gangguan terhadap pergerakan kendaraan yang
211
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
212
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009
Harmani, Herdian. 1990. Evaluasi Kinerja Jumlah Kendaraan Penumpang Umum dalam
Angkutan Umum Sudako. Tugas Akhir. Setiap Trayek yang Beroperasi di Kota
Departemen Teknik Planologi, ITB. Bandung.
Bandung, Indonesia. BPS Kota Bandung, 2006. Bandung, Indonesia
Harmila, Safta. 2004. Upaya Pemenuhan Biaya Bang, K.I..Highway Capacity Manual for
Operasional Kendaraan Berdasarkan Indonesian Conditions.Jurnal Teknik Sipil
Pengurangan Juml;ah Armada dan ITB Vol. 3 No. 3.Juli 1996. Mogridge, M C.
Peningkatan Tarif Angkutan Kota di Kota Impact of High ”Para-Transit” Flows on
Bandung. Tugas Akhir. Departemen Teknik Road Capacity, 1983 Grava, Sigurd. Urban
Planologi, ITB. Bandung, Indonesia. Transportation Systems, McGraw-Hill;
Muhammad, Nino. 1999. Identifikasi Tingkat 2002; 236-7
Pelayanan Serta Usulan Pengelolaan Lalu Direktorat Jenderal Bina Marga. Indonesian
Lintas di Jalan Setiabudi. Tugas Akhir. Highway Capacity Manual (IHCM).
Jurusan Teknik Planologi, ITB. Bandung, Departemen Pekerjaan Umum. 1997.
Indonesia. Kusbiantoro, B.S. 2004. Makalah Seminar
Murniasih, Ni Nyoman. 2005. Evaluasi Kinerja Nasional Transportasi, Semarang,
Pelayanan Angkutan Kota Denpasar Universitas Diponegoro
Ditinjau Dari Pihak Operator. Tugas Akhir. Journal of the Eastern Asia Society for
Departemen Teknik Planologi, ITB. Transportation Studies, Vol. 6, pp. 262 -
Bandung, Indonesia. 277, 2005.
Nawangwulan, Gina. 1999. Kajian Penanganan
Kemacetan di Jalan Setiabudi Dengan
Pengelolaan Lalu Lintas. Tugas Akhir.
Departemen Teknik Planologi, ITB.
Bandung, Indonesia.
Retnowati, Devi. 1989, Penentuan Lokasi Tempat
Berhenti Kendaraan Umum Non Bis di
Sepanjang Jalan Ir. H. Juanda. Tugas Akhir.
Departemen Teknik Planologi. ITB,
Bandung, Indonesia.
Ronald, Kokoh. 2008. Studi Pengaruh
Beroperasinya Pusat-Pusat Perbelanjaan
Baru Terhadap Penurunan Tingkat
Pelayanan Jalan Margonda Raya-Kota
Depok.Tugas Akhir. Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah
Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan, ITB. Bandung, Indonesia.
Sriwijaya, Aniek Q. 1999. Simulasi Tundaan
Pergerakan Mobil Pribadi Yang Terjadi
Ketika Angkutan Umum Berhenti. Tugas
Akhir. Departemen Teknik Planologi, ITB.
Bandung, Indonesia.
Yuliana, Rizky N. 2003. Prioritas Perbaikan
Tingkat Pelayanan Angkutan Umum Kota
Bandung Yang Dipengaruhi Oleh Faktor
Pengemudi, Studi Kasus: Bis DAMRI dan
Angkot. Tugas Akhir. Departemen Teknik
Planologi, ITB. Bandung, Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2004 Tentang Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2004 Tentang Jalan.
Keputusan Walikota Bandung No. 551.2/kep.1575
HUK/2002 tentang Penetapan Trayek dan
214