Anda di halaman 1dari 16

Iskandar Yusuf Maharoesman

Dampak “Killing Time” Angkutan Kota Pada Waktu Peak Hour, Kasus Beberapa Ruas Jalan Di Kota Bandung
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No. 3, Desember 2009, hlm 199 - 214

DAMPAK "KILLING TIME" ANGKUTAN KOTA PADA WAKTU PEAK HOUR


KASUS BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA BANDUNG

Iskandar Yusuf Maharoesman

Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota


Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
Labtek IX A, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132
E-mail: iskandarym_dani@yahoo.com

Abstrak

Kota Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki berbagai permasalahan
transportasi yang begitu kompleks. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini kurang
mendapatkan tanggapan adalah permasalahan “killing time” angkutan kota. Akibat dari
permasalahan “killing time” angkutan kota adalah penurunan tingkat pelayanan jalan
sehingga dapat menimbulkan kemacetan. Teridentifikasinya “killing time” angkutan kota
terjadi pada waktu jam-jam tidak sibuk, yaitu pada waktu off peak hour. Studi ini bertujuan
mengidentifikasikan dampak yang dihasilkan oleh ”killing time” angkutan kota terhadap
pengguna jalan. Hasil analisa menyatakan bahwa adanya penurunan kapasitas jalan,
kecepatan perjalanan kendaraan dan tingkat pelayanan jalan. Studi ini juga menganalisa
pola operator angkutan kota (supir angkot) dalam melakukan “killing time”. Hasil analisa
pola tersebut adalah rata-rata supir angkutan kota melakukan ”killing time” dalam jangka
waktu yang cukup lama, sekitar lebih dari 60 menit/kendaraan. Dampak dari penurunan
tingkat pelayanan jalan yang dapat menyebabkan kemacetan adalah menimbulkan kerugian
yang cukup besar bagi pengguna jalan. Kerugian ini didapat dengan menganalisa dari
pendekatan konsumsi bahan bakar.

Kata kunci: killing time, angkutan kota, tingkat pelayanan jalan

Abstract

City of Bandung as one of the major cities in Indonesia has a variety of complex
transportation problems. One of the problems which until now have not received a response is
the problem of public transportation "killing time". The result of "killing time" problem is the
reduction of public transportation services that can lead to traffic jam. Identification of
"killing time" public transport occurs in the hours when not busy, ie at off peak hours. This
study aims to identify the impact produced by the "killing time" public transportation to road
users. The results of the analysis states that theres decreases in road capacity, travel speed of
vehicles and road service levels. The study also analyzed the pattern of public transport
operators (public transportation drivers) in doing the "killing time". Results of pattern
analysis is average of public transport drivers to "killing time" in a long enough period of
time, approximately more than 60 minutes / vehicle. The impacts of the decline in the level of
service road that can lead to traffic jams are causing significant losses for road users. Loss is
obtained by analyzing of the fuel consumption approach.

Keywords: killing time, public transportation, road service levels

199
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

1. Pendahuluan angkutan kota yang mengambil salah satu ruas


lajur jalan, sehingga dapat menyebabkan
Di Indonesia, moda angkutan paratransit kemacetan dan menghambat kelancaran lalu
berupa angkutan kota merupakan moda lintas. Karena kapasitas yang seharusnya 2
angkutan kecil dengan keterisian penumpang ruas lajur jalan menjadi satu ruas lajur jalan
sekitar 6-12 penumpang, memiliki rute yang pada titik-titik dimana sopir angkutan kota
jelas, akan tetapi tidak memiliki jadwal yang tersebut memarkirkan kendaraannya dengan
jelas, memiliki frekuensi yang tinggi, dapat menggunakan satu lajur kiri bahu jalan. Studi
memberhentikan kendaraannya di mana saja ini akan mengidentikasi dari sisi kinerja
tanpa harus di halte-halte ataupun tempat jalannya, sisi lain yang menjadi latar belakang
pemberhentian. Angkutan kota menjadi salah penurunan tingkat pelayanan jalan adalah
satu permasalahan transportasi di kota-kota perilaku dari sopir angkutan kota tersebut.
besar termasuk Kota Bandung.
Perilaku pengendara dan pengguna jalan
Oversupply angkutan kota di Kota Bandung ini khususnya para sopir angkot menjadi batasan
menjadi salah satu kunci timbulnya ”killing permasalahan dalam studi ini.Perilaku mereka
time” angkutan kota pada waktu off peak hour. yang memarkirkan kendaraannya pada waktu
Kondisi oversupply tersebut berdampak besar off peak hour menjadi suatu problematika
terhadap kemacetan karena sebagian besar tersendiri dalam dunia transportasi di kota-kota
jalan dipadati oleh angkutan kota yang besar. Di latar belakangi oleh berlebihnya
melebihi armada optimalnya. Hal ini tidak armada optimal yang menyebabkan oversupply
sejalan dengan yang dijelaskan oleh Warpani angkutan kota dan berbagai alasan sopir
(1990:171) bahwa angkutan umum perkotaan angkutan kota yang lebih memilih untuk
akan berjalan baik apabila tercipta mengistirahatkan tenaga dan kendaraannya
keseimbangan antara ketersediaan dengan untuk tidak beroperasi, memberikan dampak
permintaan. Ketersediaan yang melebihi teridentifikasinya penurunan tingkat pelayanan
permintaan akan angkutan kota tersebut jalan.
menyebabkan banyaknya angkutan kota yang
“killing time”. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi
dampak “killing time” angkutan kota terhadap
”Killing time” angkutan kota berbeda dengan penurunan tingkat pelayanan jalan di beberapa
angkutan kota yang ”ngetem”*, ”killing time” titik koridor jalan di kota Bandung, yakni di
angkutan kota secara lokasi pemberhentian koridor Depan Terminal Cicaheum, Jl.
memiliki tempat-tempat khusus sedangkan Pungkur (ITC Kebon Kelapa – Jl. Otista), Jl.
”ngetem” dapat di setiap tempat di jalan. Geger Kalong Hilir (Jl. Setiabudi – Jl. Geger
Selain itu pula jika dilihat dari waktu lama Kalong Tengah). Diharapkan studi ini dapat
pemberhentiannya juga berbeda, karena dijadikan petunjuk bagi penyelesaian masalah
perbedaan alasan sopir angkutan kota yang serupa di kota-kota dan pedesaan lainnya di
melakukan ”ngetem” dengan yang melakukan Indonesia.
”killing time”.
2. Sistem Angkutan Kota
Terindikasi bahwa dampak yang dihasilkan
oleh keadaan ini adalah menurunnya tingkat Perangkutan umum adalah usaha pelayanan
pelayanan jalan yang diakibatkan oleh pemindahan penumpang dengan suatu moda
200
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

yang memiliki rute yang tetap dan tempat hambatan samping yang diteliti terdiri dari
pemberhentian tertentu (Baker&Stebbins, pejalan kaki, kendaraan yang keluar-masuk
1960: 180). Pelayanan angkutan umum suatu area dan kendaraan yang berhenti di
merupakan alat bagi tercapainya tujuan lain, pinggir jalan (”killing time” angkutan kota dan
misalnya mengantar orang dari suatu tempat ke kendaraan lain yang memarkirkan
tempat lain, untuk menyediakan pelayanan kendaraannya).
bagi orang yang secara fisik tidak mampu
(miskin, orang tua, cacat, dan lain-lain), untuk Tabel I
mengurangi tingkat kemacetan, dan lain-lain Bobot Hambatan Samping
Kompo- Kelas Hambatan Samping
(Kusbiantoro, 1985). nen
Sangat Sangat
Hambatan Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
Samping
Menurut Vuchic (1979), karakteristik sistem Gerakan
0 1 2 4 7
pejalan kaki
angkutan diklasifikasikan menjadi empat Pemberhent
ian
faktor yaitu: angkutan 0 1 3 6 9
1. Kinerja sistem, yang mengacu pada kota pada
lajur jalan
seluruh elemen yang berpengaruh pada Kendaraan
kinerja; keluar/masu 0 1 3 5 8
k ruas jalan
2. Level of Service (tingkat pelayanan), Sumber: IHCM, 1997
merupakan keseluruhan karakteristik
pelayanan yang mempengaruhi pengguna. Tabel II
Kelas Hambatan Samping Berdasarkan Nilai
Tingkat pelayanan merupakan elemen Total
dasar yang menarik pengguna potensial ke Nilai Total Kelas Hambatan Samping
0-1 Sangat Rendah
dalam sistem. 2-5 Rendah
3. Dampak, merupakan akibat/efek dari 6-11 Sedang
12-18 Tinggi
pelayanan angkutan terhadap seluruh 19-24 Sangat Tinggi
wilayah yang dilayani. Hal ini dapat Sumber: IHCM, 1997
berupa hal positif ataupun negatif;
4. Biaya, biasanya dibagi dalam dua kategori Rasio Volume Lalu Lintas Terhadap
utama, yaitu: biaya investasi (atau biaya Kapasitas Jalan
kapital) dan biaya operasional.
Selain dengan kecepatan, tingkat pelayanan
Hambatan Samping jalan juga dapat diukur dengan rasio volume
lalu lintas terhadap kapasitas jalan. Dalam
Hambatan samping adalah dampak terhadap mengukur rasio ini maka dibutuhkan
kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping perhitungan mengenai kapasitas jalan.
segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan Kapasitas jalan (IHCM, 1997) adalah jumlah
umum atau kendaraan berhenti, kendaraan lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat
keluar masuk.Hambatan samping merupakan ditampung pada ruas jalan selama kondisi
salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas tertentu (desain geometri, lingkungan, dan
jalan di suatu ruas dan kecepatan perjalanan komposisi lalu lintas) yang dapat ditentukan
kendaraan di ruas tersebut.Hambatan samping dalam satuan masa penumpang (smp/jam).
kemungkinan besar terjadi sebagai dampak
dari aktivitas yang terdapat di sepanjang suatu Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas
ruas. Dalam studi ini sesuai dari IHCM (1997), adalah sebagai berikut:
201
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Keterangan:
Dimana: FV = Kecepatan arus bebas untuk kendaraan
C = Kapasitas (smp/jam) ringan (km/jam)
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam) FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan ringan (km/jam)
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah FVw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-
(hanya untuk jalan tak terbagi) lintas efektif (km/jam)
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi
dan bahu jalan/ kereb FCCS = Faktor hambatan samping
penyesuaian ukuran kota FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Kecepatan Kendaraan Kecepatan perjalanan adalah kecepatan rata-


rata yang ditempuh oleh kendaraan selama
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam melalui suatu ruas jalan (Suwardjoko,
menggambarkan kualitas dari suatu ruas jalan 1985:33).Faktor yang mempengaruhi waktu
dalam menampung arus lalu lintas adalah tempuh jalan tersebut adalah geometri jalan
kecepatan perjalanan. Kecepatan kendaraan seperti lebar jalan, serta kondisi perkerasan
dalam suatu ruas jalan didefinisikan sebagai jalan tersebut, volume lalu lintas, dan
kecepatan rata-rata yang ditempuh kendaraan komposisi kendaraan.Faktor lainnya yang
selama melalui ruas jalan tersebut. Kecepatan dapat memperpanjang waktu tempuh adalah
kendaraan ditentukan oleh adanya faktor guna lahan pada sepanjang jalan tersebut yang
internal dan faktor eksternal kendaraan. Faktor dapat menimbulkan gangguan terhadap
internal yang mempengaruhi kecepatan kendaraan yang sedang melakukan perjalanan.
kendaraan. Faktor internal yang mempengaruhi Gangguan tersebut adalah seperti, kendaraan
kecepatan kendaraan adalah kondisi yang keluar-masuk jalan dari/menuju kegiatan
kendaraan, sedangkan faktor eksternal yang yang berada di sepanjang jalan, pedagang kaki
mempengaruhi yaitu volume lalu lintas, lima, on street parking, serta pejalan kaki yang
komposisi kendaraan, geometric jalan, serta menggunakan badan jalan. Persamaan
faktor kegiatan samping jalan (road side matematis yang digunakan untuk menghitung
activity). kecepatan perjalanan adalah sebagai berikut
(Suwardjoko, 1985:33):
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai
kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika
mengendarai kendaraan bermotor tanpa
dipengaruhi oleh kendaraan lain (volume = 1).
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
Kecepatan arus bebas ini didapat dari
perhitungan matematik sesuai dengan standar
Tingkat pelayanan jalan atau LOS (Level of
dari IHCM 1997, dengan mempertimbangkan
Service) adalah suatu ukuran yang digunakan
data geometric jalan dan kondisi lingkungan
untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan
jalan. Untuk menghitung kecepatan arus bebas
tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang
ini digunakan persamaan sebagai berikut:
melewatinya. Tingkat pelayanan jalan dilihat
dari perbandingan antara volume lalu lintas

202
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

dengan kapasitas jalan serta kecepatan lalu Tingkat Kecepatan


Pelayanan Rata-Rata V/C Deskripsi Arus
lintas pada ruas jalan tersebut. Salah satu unsur Jalan (km/jam)
melebihi kapasitas,
utama yang menyatakan tingkat pelayanan aliran telah mengalami
adalah waktu tempuh, biaya perjalanan, juga kemacetan).

hal lain seperti kenyamanan, keamanan Sumber: Tamin, 2000


penumpang.
Biaya Operasi Kendaraan (Pendekatan
Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam Khusus Kepada KBB)
skala interval yang terdiri dari 6 tingkatan
(Salter, 1980) yaitu A,B,C,D,E dan F dimana Perhitungan komponen biaya operasi
A merupakan tingkat pelayanan yang paling kendaraan berikut ini dikembangkan oleh
tinggi. Semakin tinggi volume lalu lintas pada LAPI-ITB (1997) bekerja sama dengan KBK
ruas jalan tertentu, akan semakin menurun Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil,
tingkat pelayanan jalan tersebut. ITB melalui proyek kajian “Perhitungan Besar
Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan”yang
Tabel III didanai oleh PT. Jasa Marga. Komponen Biaya
Hubungan Volume Per Kapasitas Dengan Operasi Kendaraan pada model ini terdiri dari
Tingkat Pelayanan Untuk Lalu Lintas Dalam
biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi
Kota
Tingkat Kecepatan minyak pelumas, biaya pemakaian ban, biaya
Pelayanan Rata-Rata V/C Deskripsi Arus
Jalan (km/jam)
pemeliharaan, biayapenyusutan dll.Akan tetapi
Arus bebas bergerak yang menjadi hal terpenting dalam analisis
(aliran lalu lintas
bebas, tanpa biaya operasi kendaraan dengan pendekatan
A >50 ≤ 0,40 hambatan), pengemudi
bebas memilih
pada model perhitungan konsumsi bahan
kecepatan sesuai batas bakar. Hal ini dikarenakan komponen-
yang ditentukan.
Arus stabil, tidak komponen lain tidak terlalu dominan dan
bebas (arus lalu lintas kurang memiliki pengaruh besar karena sesuai
baik, kemungkinan
B >40 ≤ 0,58
terjadi perlambatan), dengan penggunaannya dalam perhitungan
kecepatan operasi
mulai dibatasi, mulai jangka waktu yang panjang. Berikut ini adalah
ada hambatan dari perhitungan matematis untuk mendapatkan
kendaraan lain.
Arus stabil, kecepatan konsumsi bahan baker (KBB):
terbatas (arus lalu
lintas masih baik dan
stabil dengan
C >32 ≤ 0,80 perlambatan yang
dapat diterima), Keterangan:
hambatan dari
kendaraan lain makin KBB dasar kendaraan golongan I = 0,0284 V2
besar.
Arus mulai tidak stabil
- 3.0644 V + 141.68
(mulai dirasakan KBB dasar kendaraan golongan IIA = 2,26533
gangguan dalam
aliran, aliran mulai x (KBB dasar golongan I)
D >27 ≤ 0,90
tidak baik), kecepatan KBB dasar kendaraan golongan IIB = 2,90805
operasi menurun realtif
cepat akibat hambatan x (KBB dasar golongan I)
yang timbul.
Arus yang tidak stabil, kk = faktor koreksi akibat kendaraan
kadang macet (volume kl = faktor koreksi akibat kondisi arus lalu
E >24 ≤ 1,00 pelayanan berada pada
kapasitas, aliran tidak lintas
stabil).
Macet, antrian panjang
kr = faktor koreksi akibat kekasaran jalan
F <24 >1,00
(volume kendaraan V = kecepatan kendaraan (km/jam)
203
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Berikut ini adalah tabel faktor koreksi dipergunakan sebagai tempat “ngetem” dan
konsumsi bahan bakar dasar kendaraan untuk “killing time” angkutan kota dan juga bus-bus
menentukan kk, kl, kr : besar, sedangkan pada ruas timur-barat sedikit
ditemukan “killing time” angkutan kota lebih
Tabel IV kepada sebagai pangkalan taxi. Panjang antrian
Faktor Koreksi Konsumsi Bahan Bakar Dasar angkutan kota yang melakukan ”killing time”
Kendaraan
Faktor koreksi tidak sebanyak di koridor lain, yaitu berkisar
g <-5% -0.0337
akibat kelandaian
negatif (kk) -5% < g < 0% -0.158
5-8 angkutan kota. Badan jalan yang terambil
Faktor koreksi
0% < g < 5% 0,4
untuk melakukan ”killing time” sebesar 1,5
akibat kelandaian
positif (kk) g > 5% 0,82 meter. Lebar jalan menjadi berkurang dan
Faktor koreksi 0 < NVK < 0,6 0,05 hambatan yang disebabkan oleh angkutan kota
akibat kondisi arus 0,6 < NVK < 0,8 0,185
lalu lintas (kl) NVK > 0,8 0,253 ini dapat menyebabkan penurunan kapasitas
Faktor koreksi < 3 m/km 0,035 dan tingkat pelayanan jalannya. Akibat dari hal
akibat kekasaran
jalan (kr) > 3 m/km 0,085 tersebut menyebabkan kondisi pada koridor ini
g = kelandaian memiliki kapasitas yang tidak sesuai dengan
NVK = nisbah volume per kendaraan yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan
Sumber : LAPI-ITB (1997) jalan sehingga hambatan-hambatan lalu lintas
dapat terjadi dan pada waktu yang kondisional
3. Dampak “Killing Time” Angkutan dapat menyebabkan kemacetan.Dapat dilihat
Kota pada gambar 1.

Analisis terkait dengan bahasan studi adalah Gambar 1


analisis permasalahan angkutan kota terhadap Gambar Keadaan “KILLING TIME” Angkutan
Kota Di Koridor Depan Terminal Cicaheum
timbulnya ”killing time” angkutan kota,
analisis kinerja jalan, analisis pola ”killing
time” angkutan kota, dan analisis biaya
kerugian pada koridor titik ”killing time”
angkutan kota.

Analisis Permasalahan Angkutan Kota


Terhadap Timbulnya “Killing Time”
Angkutan Kota

Analisis permasalahan angkutan kota terhadap


timbulnya “killing time” angkutan kota ini
membagi kepada dua analisis yang saling
berkaitan, yaitu analisis karakteristik kondisi
jalan dan analisis pengaruh tata guna lahan
sekitar.

a. Karakteristik Kondisi Jalan Depan


Terminal Cicaheum
Pada kedua ruas jalan memiliki trotoar dan
drainase. Di ruas barat- timur badan jalan Sumber: Hasil Analisis, 2008
204
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Kondisi jalan sebagai jalan yang memiliki arus Kondisi jalan arus lalu lintas arah ke Jl. Otista
lalu lintas yang cukup padat membuat koridor lebih terhambat dibandingkan dengan arus lalu
ini dilintasi berbagai macam kendaraan. lintas arah ke ITC Kebon Kalapa disebabkan
Kurangnya kapasitas terminal yang membuat ”killing time” lebih banyak menggunakan lajur
angkutan kota melakukan ”killing time” ruas ini. Pada ruas arah ke ITC Kebon Kalapa
dengan mengambil badan jalan di depan seharusnya tidak diperbolehkan angkutan kota
terminal dekat dengan jembatan melintas, akan tetapi pada kenyataannya tetap
penyeberangan. Tidak tersedianya lahan untuk digunakan sebagai tempat ”killing time”
memarkirkan dan menaikturunkan penumpang angkutan kota.
padahal koridor ini merupakan koridor transit
menyebabkan angkutan kota sering Kondisi sekitar jalan merupakan kondisi yang
menggunakan badan jalan untuk melakukan didominasi sektor jasa perdagangan terutama
kegiatan tersebut. Kondisi sekitar jalan yang pertokoan dengan adanya parkir on street yang
didominasi oleh sektor informal membuat dapat mengurangi kapasitas jalan. Dapat
keadaan wilayah sekitar menjadi semerawut, dikatakan bahwa pada koridor ini arus lebih
padahal sudah dibuat pagar untuk padat pada hari libur dimana ITC Kebon
membatasinya. Ditambah adanya pejalan- Kalapa sebagai bangkitan dan tarikannya.
pejalan kaki yang menggunakan jalan untuk Tidak optimalnya kinerja dari terminal
menyeberang sedangkan persis di depan pintu bayangan Kebon Kalapa pada perempatan ITC
keluar terminal terdapat jembatan Kebon Kalapa menyebabkan beberapa trayek
penyeberangan. angkutan kota menggunakan koridor Jl.
Pungkur sebagai tempat ”killing time”.
b. Karakteristik Kondisi Jalan di Jalan
Pungkur Gambar 2
Pada kedua ruas jalan memiliki trotoar dan Gambar Keadaan “KILLING TIME” Angkutan
Kota Di Koridor JL. Pungkur
drainase. Di ITC Kebon Kalapa-Jl.Otista badan
jalan dipergunakan sebagai tempat “killing
time” angkutan kota. Panjang antrian “killing
time” pun tidak sedikit, berkisar 8-12 angkutan
kota. Pada ruas Jl. Otista-ITC Kebon Kalapa
juga menjadi tempat “killing time”, akan tetapi
tidak sebanyak ruas ITC Kebon Kalapa-Jl.
Otista. Hal ini disebabkan adanya larangan di
persimpangan Jl. Otista bahwa angkutan kota
tidak boleh melintasi ruas ini, sehingga ruas ini
hanya dijadikan sebagai tempat “killing time”
angkutan kota dan tidak ditemukan angkutan
kota yang “ngetem”. Kondisi ini jelas
mempengaruhi kapasitas jalan karena
hambatan samping lain kurang memiliki
pengaruh terhadap penurunan tingkat
pelayanan jalan akibat penurunan kapasitas
jalan yang tidak efektif. Dapat dilihat pada
gambar 2. Sumber: Hasil Analisis, 2008
205
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

c. Karakteristik Kondisi Jalan di Jalan Geger d. Pengaruh Tata Guna Lahan Sekitar
Kalong Hilir Wilayah Studi
Pada kedua ruas jalan memiliki tidak memiliki Terminal Cicaheum dan Pasar Cicaheum di
trotoar dan drainase yang baik. Walaupun pada belakang Terminal Cicaheum mempengaruhi
ruas Jl. Setiabudi-Jl. Geger Kalong Tengah koridor ini sebagai daya tarik banyaknya
memiliki trotoar dan drainase, akan tetapi ruas angkutan kota yang “mangkal” pada ruas-ruas
sebaliknya kondisi trotoar dan drainasenya jalan koridor Depan Terminal Cicaheum.
dapat dikatakan buruk. Kedua ruas menjadi Faktor lain penyebab menurunnya tingkat
pangkalan bayangan “killing time” angkutan pelayanan jalan adalah hambatan samping
kota, dengan kondisi mengambil badan jalan yang cukup besar disebabkan oleh PKL yang
dan trotoar digunakan sebagai lahan parkir terkadang mengambil badan jalan sebagai
“killing time” angkutan kota. Badan jalan yang tempat menjajakan barang dagangannya dan
terambil untuk melakukan ”killing time” turn over serta simpangan masuk ke terminal
angkutan kota berkisar 0,5 – 1,5 meter, dengan serta pejalan kaki yang melintas dengan
banyaknya angkutan kota berkisar 8-15 memakai jalan sebagai tempat penyeberangan,
angkutan kota. Kondisi inilah yang bukannya di jembatan penyeberangan.Tata
menyebabkan terjadinya hambatan yang dapat guna lahan sekitar koridor Depan Terminal
menimbulkan kemacetan pada waktu-waktu Cicaheum didominasi oleh sektor perdagangan
tertentu (gambar 3) dan jasa.

Kondisi jalan koridor ini sebagai jalan Di samping itu, tidak terpenuhinya kebutuhan
perumahan yang berubah fungsi menjadi jalan lahan parkir angkutan kota karena kapasitas
kolektor sekunder karena kebutuhannya, akan terminal untuk pemberhentian angkutan kota
tetapi lebar jalan dan kapasitas jalan sudah tidak dapat mencukupi banyaknya angkutan
tidak sesuai. Dengan adanya ”killing time” kotajuga ikut mempengaruhi timbulnya
angkutan kota menambah beban kapasitas “killing time”.Ditambah pula akibat dari
jalan walaupun arus lalu lintas jalan pada kurang efektifnya manajemen terminal dalam
koridor ini tidak padat tetap terjadi hambatan- menstrategikan pengaturan antrian angkutan
hambatan yang menimbulkan kemacetan kota menyebabkan sopir-sopir angkutan kota
kondisional. lebih memilih untuk menunggu penumpang
dengan memarkirkan kendaraannya
Gambar 3 mengambil badan jalan. Walaupun sudah ada
Keadaan “Killing Time” Angkutan Kota Di polisi-polisi maupun dinas perhubungan yang
Koridor Geger Kalon Hilir
mengatur agar kelancaran lalu lintas dapat
berlangsung, tetap saja tidak menjadikan para
sopir-sopir angkutan kota ini disiplin.

Koridor Jl. Pungkur merupakan koridor


dengan tata guna lahan sekitar diperuntukkan
sebagai sektor perdagangan dan jasa. Faktor
dari adanya ITC Kebon Kalapa dan akibat dari
tidak diberlakukannya terminal Kebon Kalapa
karena adanya rencana pemindahan terminal,
Sumber: Hasil Analisis, 2008 menyebabkan keadaan di Jl. Pungkur ini
206
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

sebagai salah satu tempat pangkalan bayangan akan tetapi tidak sebesar pada komponen
angkutan kota.Faktor tarikan dan bangkitan pemberhentian angkutan kota pada lajur jalan.
dari ITC Kebon Kalapa sangat besar, ditambah Komponen kendaraan keluar / masuk ruas
pula Jl. Pungkur terletak di pusat kota dengan jalan memiliki pengaruh pada koridor Depan
didominasi sektor perdagangan dan jasa. Terminal Cicaheum dan Jl. Geger Kalong
Keadaan tata guna lahan sekitar koridor Geger Hilir, sedangkan pada koridor Jl. Pungkur
Kalong Hilir pada awalnya adalah perumahan. kurang memiliki pengaruh terhadap bobot nilai
Seiring berkembangnya pembangunan di kota total hambatan samping.
Bandung membuat koridor ini adanya
penggeseran tata guna lahan menjadi kawasan Kondisi hambatan samping berdasarkan nilai
perdagangan dan jasa terutama sektor kuliner. total bobot hambatan samping, memiliki kelas
Sebagai pintu masuk jalan utama ke kawasan hambatan samping sangat tinggi pada koridor
perumahan Geger Kalong tentu saja sarana DepanTerminal Cicaheum dan kelas hambatan
angkutan kota dibutuhkan untuk memenuhi samping tinggi pada koridor Jl. Pungkur dan
kebutuhan pengguna kendaraan umum. koridor Jl. Geger Kalong Hilir. Dapat ditarik
Kondisi tidak adanya pangkalan menyebabkan kesimpulan bahwa besarnya hambatan
koridor ini menjadi pangkalan bayangan untuk samping pada ketiga koridor ini dipengaruhi
beberapa trayek angkutan kota. oleh pemberhentian angkutan kota pada lajur
jalan, dalam hal ini “killing time” angkutan
Adanya pangkalan bayangan dengan kondisi kota mempengaruhi banyaknya pemberhentian
dimana angkutan kota yang parkir mengambil angkutan kota pada lajur jalan (dapat dilihat
badan jalan menambah permasalahan pada pada analisis pola operator angkutan kota
koridor ini yang tentu saja berdampak kepada melakukan “killing time”).
penurunan tingkat pelayanan jalan. Walaupun
tidak selalu dalam keadaan macet, akan tetapi Tabel V
akibat hambatan-hambatan yang diakibatkan Bobot Hambatan Samping
Komponen Depan
oleh ketidakdisplinan sopir-sopir angkutan Hambatan Terminal Jl. Pungkur
Jl. Geger
Kalong
kota menyebabkan pada waktu-waktu tertentu Samping Cicaheum
Gerakan pejalan
kemacetan terjadi. Tidak terlepas pada waktu 7 4 4
kaki
off peak hour. Pemberhentian
angkutan kota 9 9 9
pada lajur jalan
Kendaraan
Analisis Hambatan Samping keluar/masuk 5 3 5
ruas jalan
Total 21 16 18
Bobot hambatan samping rata-rata terbesar Sangat
Kelas Hambatan Tinggi Tinggi
Tinggi
pada ketiga wilayah studi adalah
Sumber: Hasil Analisis, 2008
pemberhentian angkutan kota pada lajur jalan.
Dalam hal ini ”killing time” angkutan kota
Analisis Kinerja Jalan
termasuk dalam komponen hambatan samping
ini. Jelas terlihat komponen ini dengan nilai 9
Dalam analisis kinerja jalan, dibagi menjadi
(sembilan) mempengaruhi bobot nilai total
empat analisis, yaitu analisis volume dan
hambatan samping. Gerakan pejalan kaki
komposisi kendaraan, analisis kapasitas jalan,
memiliki pengaruh terutama pada koridor
analisis kecepatan kendaraan, dan analisis
Depan Terminal Cicaheum yang bertepatan
tingkat pelayanan kendaraan.
langsung dengan pintu keluar masuk terminal,
207
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

a. Analisis Volume dan Komposisi dimasukkan ke dalam volume karena becak-


Kendaraan becak tersebut lebih kepada hambatan samping
Di sepanjang koridor depan terminal Cicaheum jalan ini. Volume pada hari libur rata-rata lebih
yang menjadi objek pengamatan, yaitu ruas 1 kecil dibandingkan pada hari kerja
(barat-timur) dan ruas 2 (timur-barat) pada menunjukkan bahwa kemacetan yang
batasan pertigaan lampu merah Jl. PH. disebabkan oleh ITC Kebon Kalapa di hari
Mustofa dengan Jl. Ahmad Yani sampai libur mempengaruhi volume jalan pada koridor
dengan pertigaan Jl. Antapani. Pada koridor ini ini. Hal ini diperkuat dengan observasi
terjadi pencampuran jenis kendaraan yang lapangan pada hari libur dengan keadaan jalan
melintas, yaitu mulai dari kendaraan sepeda yang padat dan mengarah kepada kemacetan.
motor, kendaraan ringan (light vehicle) seperti Angkutan kota yang melakukan “ngetem” dan
sedan, minibus, jip, angkot dan kendaraan lain “killing time” yang memarkirkan
yang sejenisnya sampai kendaraan berat (heavy kendaraannya dengan mengambil badan jalan
vehicle) seperti bus dan truk. menjadi penyebab utama masalah kemacetan
pada koridor ini.
Berdasarkan hasil survei dan pengolahan data,
diketahui bahwa pada koridordepan Terminal Pada koridor Jl. Geger Kalong Hilir ini volume
Cicaheum didominasi oleh kendaraan ringan kendaraan yang melintasi jalan ini dapat
(LV) dan motor (MC). Volume terbesar adalah dikatakan lebih kecil dibandingkan dua koridor
pada hari libur, pukul 11.00-12.00 dengan hasil lainnya. Koridor ini merupakan koridor jalan
smp sebesar 2.047,6, sedangkan volume lokal yang dalam perencanaannya hirarki
terkecil adalah pada hari kerja, pukul 12.00- jalannya ditingkatkan menjadi kolektor
13.00 dengan hasil 967,6 smp. Volume sekunder. Berdasarkan pengamatan di
kendaraan pada hari libur lebih besar lapangan, pencampuran moda kendaraan juga
dibandingkan pada hari kerja hal ini kurang bervariasi, karena hampir tidak
disebabkan arus kendaraan pada hari kerja ditemukannya kendaraan berat dan kendaraan
lebih banyak dan keadaan pada hari kerja tidak bermotor pun jarang. Rata-rata volume
terutama pukul 12.00-13.00 terjadi hambatan dikoridor ini cenderung stabil dengan rata-rata
yang cukup tinggi. Hambatan ini terjadi sekitar 500 smp.Pada koridor ini tidak
disebabkan oleh angkutan kota yang “ngetem” ditemukannya kendaraan berat (heavy vehicle).
menunggu anak-anak sekolah sekitar wilayah Hal ini disebabkan pada koridor ini merupakan
studi keluar sekolah (jam pulang sekolah jalan lokal berdasarkan klasifikasi hirarki
sekitar jam 13.00). jalan. Didukung pula oleh tata guna lahan
sekitar studi yang merupakan daerah
b. Analisis Kapasitas Jalan pemukiman.Rata-rata volume kendaraan pada
Di sepanjang koridor Jl. Pungkur yang menjadi hari libur lebih kecil sedangkan menurut hasil
objek pengamatan, yaitu ruas 1 (ITC Kebon observasi koridor ini lebih padat pada hari
Kalapa-Jl. Otista) dan ruas 2 (Jl. Otista-ITC libur. Sehingga dapat disimpulkan adanya
Kebon Kalapa). Pada koridor ini terjadi hambatan dan penurunan keefektifan jalan.
pencampuran kendaraan yang melintas, yaitu
kendaraan ringan (LV), motor (MC), dan Berdasarkan hasil analisis di ketiga wilayah
kendaraan berat (HV). Berdasarkan observasi studi tersebut dapat diketahui bahwa moda
lapangan, pada koridor ini terdapat kendaraan kendaraan yang terbanyak pada tiga wilayah
tidak bermotor,yaitu becak, akan tetapi tidak studi ini adalah motor (motorcycle). Wilayah
208
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

studi depan Terminal Cicaheum memiliki kecepatan arus bebas sebesar 42,63
volume dan moda kendaraan terbanyak, hal ini km/jam.
disebabkan Jl. Ahmad Yani adalah jalan arteri 3. Pada koridor Jl. Geger Kalong Hilir
sekunder. Banyaknya volume dan moda (pertigaan Jl. Setiabudi-Jl. Geger Kalong
kendaraan yang melintas mempengaruhi Tengah) dengan menggunakan kendaraan
seberapa besar hambatan yang akan dihasilkan. ringan, faktor koreksi kapasitas arus bebas
Tidak terlepas dari faktor hambatan samping lebar jalan total 5 meter, hambatan
terutama ”killing time” angkutan kota samping tinggi, dan ukuran kota jumlah
penduduk Kota Bandung didapatkan hasil
c. Analisis Kecepatan Kendaraan kecepatan arus bebas sebesar 26,91
Dalam analisis kecepatan kendaraan, km/jam.
kecepatan yang digunakan adalah kecepatan
arus bebas dan kecepatan perjalanan. Analisis berikutnya adalah analisis kecepatan
Kecepatan arus bebas adalah kecepatan yang waktu tempuh kendaraan di ketiga koridor
akan dipilih pengemudi tanpa dipengaruhi wilayah studi. Hasil kecepatan ini didapat dari
kendaraan lain. Kecepatan ini didapatkan dari perhitungan hasil traffic counting dengan
hasil perhitungan persamaan perhitungan menghitung waktu tempuh kendaraan di
kecepatan kendaraan yang terdapat pada MKJI sepanjang koridor wilayah studi.
1997.
Pada koridor Depan Terminal Cicaheum
Tabel VI kecepatan waktu tempuh terbesar adalah pada
Kecepatan Arus Bebas Di Ketiga Koridor ruas 2 di waktu hari libur, pukul 11.00-12.00
Wilayah Studi dengan kecepatan sebesar 22,5 km/jam,
Koridor Fvo FVw FFVsf FFVcs FV
sedangkan kecepatan waktu tempuh terkecil
Cicaheum 57 0 0,88 1 50,16
Pungkur 53 -4 0,87 1 42,63 adalah pada ruas 1 di waktu hari libur, pukul
Geger Kalong
Hilir
44 -9,5 0,78 1 26,91 12.00-13.00 dengan kecepatan sebesar 9,29
Sumber: Hasil Analisis, 2008 km/jam. Rata-rata waktu tempuh pada ruas 1
sebesar 10,37 km/jam dan ruas 2 sebesar 18,52
Berdasarkan hasil perhitungan matematis dapat km/jam.
dianalisis kecepatan bebas pada ketiga koridor
wilayah studi adalah sebagai berikut: Pada koridor Jl. Pungkur kecepatan waktu
1. Pada koridor depan terminal Cicaheum tempuh terbesar adalah pada ruas 2 di waktu
dengan menggunakan kendaraan ringan, hari kerja, pukul 12.00-13.00 dengan
faktor koreksi kapasitas arus bebas lebar kecepatan sebesar 18,62 km/jam. Kecepatan
jalan 3,5 meter, hambatan samping sangat waktu tempuh terkecil adalah pada ruas 1 di
tinggi, dan ukuran kota jumlah penduduk waktu hari libur, pukul 12.00-13.00 dengan
kota Bandung didapatkan hasil kecepatan kecepatan sebesar 11,25 km/jam. Rata-rata
arus bebas sebesar 50,16 km/jam; waktu tempuh pada ruas 1 sebesar 12,96
2. Pada koridor Jl. Pungkur (ITC Kebon km/jam dan ruas 2 sebesar 15,83 km/jam.
Kalapa-Jl. Otista) dengan menggunakan
kendaraan ringan, faktor koreksi kapasitas Pada koridor Jl. Geger Kalong Hilirkecepatan
arus bebas lebar jalan 3 meter, hambatan waktu tempuh terbesar adalah pada ruas 2 di
samping tinggi, dan ukuran kota jumlah waktu hari kerja, pukul 11.00-12.00 dengan
penduduk kota Bandung didapatkan hasil kecepatan sebesar 21,18 km/jam. Kecepatan
209
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

waktu tempuh terkecil adalah pada ruas 1 di buruk. Aktivitas samping di koridor ini sangat
waktu hari libur, pukul 11.00-12.00 dengan tinggi, ditambah lagi dengan keberadaan
kecepatan sebesar 13,09 km/jam. Rata-rata Terminal Cicaheum dan Pasar Cicaheum serta
waktu tempuh pada ruas 1 sebesar 15,07 kegiatan perdagangan seperti toko-toko dan
km/jam dan ruas 2 sebesar 17,15 km/jam. PKL yang menghasilkan tarikan dan bangkitan
kendaraan yang cukup besar. Kondisi
Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui hambatan lainnya adalah pejalan kaki yang
bahwa terjadinya penurunan kecepatan waktu menggunakan jalan sebagai tempat
tempuh yang cukup besar dari kecepatan arus penyeberangan, tidak menyeberang di
bebas seharusnya. Hambatan samping terutama jembatan penyeberangan yang telah
faktor “killing time” angkutan kota ditambah disediakan.Kondisi-kondisi tersebut
pula kondisi kapasitas jalan yang tidak sesuai menyebabkan gangguan terhadap pergerakan
dengan perencanaannya menyebabkan kendaraan yang melalui ruas ini dan
penurunan tingkat pelayanan jalan pada ketiga menyebabkan penurunan kecepatan serta
wilayah studi ini. peningkatan kepadatan atau konsentrasi
kendaraan. Jadi apabila dipandang dari sisi
d. Analisis Tingkat Pelayanan kecepatan perjalanan, maka koridor jalan ini
Dilihat dari sisi perbandingan antara volume memiliki tingkat pelayanan jalan yang buruk.
dengan kapasitas (VCR), koridor Depan
Terminal Cicaheum memiliki tingkat Dilihat dari sisi perbandingan antara volume
pelayanan jalan yang cukup baik, yang artinya dengan kapasitas (VCR), koridor jalan Jl.
kapasitas dari ruas jalan ini masih lebih besar Pungkur (ITC Kebon Kalapa-Jl. Otista)
dari volume kendaraan yang melewati ruas memiliki tingkat pelayanan jalan sangat baik,
tersebut. Nilai VCR yang baik ini dapat berarti yang artinya kapasitas dari ruas jalan ini masih
dua kondisi.Pertama dengan adanya aktivitas jauh lebih besar dari volume kendaraan yang
perdagangan dan terminal yang tinggi, melewati ruas tersebut. Nilai VCR yang baik
menimbulkan gangguan samping yang tinggi ini dapat berarti dua kondisi.Pertama dengan
pula sehingga kecepatan perjalanan menjadi adanya aktivitas perdagangan dan terminal
rendah meskipun volume belum melebihi yang tinggi, menimbulkan gangguan samping
kapasitas.Kedua, karena terjadinya kemacetan yang tinggi pula sehingga kecepatan perjalanan
di ruas tersebut maka pada saat melakukan menjadi rendah meskipun volume belum
Traffic Counting tidak semua jumlah melebihi kapasitas.Kedua, karena terjadinya
kendaraan terhitung padahal mungkin volume kemacetan di ruas tersebut maka pada saat
kendaraan hampir mendekati kapasitas atau melakukan Traffic Counting tidak semua
bahkan melebihi. Sehingga setelah jumlah kendaraan terhitung padahal mungkin
menggabungkan antara VCR dan kecepatan volume kendaraan hampir mendekati kapasitas
pada studi ini akan lebih representatif sehingga atau bahkan melebihi. Sehingga setelah
dapat dikatakan bahwa ruas ini memiliki menggabungkan antara VCR dan kecepatan
tingkat pelayanan jalan mendekati buruk. Hal pada studi ini akan lebih representatif sehingga
ini dapat dilihat dari LOS berkisar antara C dapat dikatakan bahwa ruas ini memiliki
sampai dengan E. tingkat pelayanan jalan mendekati cukup
buruk. Hal ini dapat dilihat dari LOS berkisar
Dilihat dari kecepatan rata-rata kendaraannya, antara C sampai dengan D.
koridor ini memiliki tingkat pelayanan yang
210
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Dilihat dari kecepatan rata-rata kendaraannya, melalui koridor ini dan menyebabkan
koridor ini memiliki tingkat pelayanan yang penurunan kecepatan serta peningkatan
mengarah buruk. Aktifitas samping di koridor kepadatan atau konsentrasi kendaraan.Jadi
ini tinggi, dengan adanya keberadaan ITC apabila dipandang dari sisi kecepatan
Kebon Kalapa dan Terminal Kebon Kalapa yg perjalanan, maka koridor jalan ini memiliki
sudah tidak legal tapi masih dipergunakan tingkat pelayanan jalan yang buruk.
serta kegiatan perdagangan seperti toko-toko
yang mendominasi koridor ini menghasilkan Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga koridor
tarikan dan bangkitan kendaraan yang cukup jalan ini memiliki tingkat pelayanan yang
besar. Kondisi yang paling mempengaruhi buruk berkisar antara C-F.Terutama pada
penurunan tingkat pelayanan jalan ini adalah koridor Jl. Geger Kalong Hilir yang memiliki
“killing time” angkutan kota yang mengambil VCR tertinggi dibandingkan dua koridor
badan jalan dengan antrian parkir angkot lainnya dengan kecepatan rata-rata yang
sepanjang sekitar 5-15 kendaraan. Kondisi- terbilang lambat. Dampak dari “killing time”
kondisi tersebut menyebabkan gangguan ini memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap pergerakan kendaraan yang melalui karena seharusnya pada waktu off peak hour
koridor ini dan menyebabkan penurunan ini dimana arus pergerakan yang tidak
kecepatan serta peningkatan kepadatan atau sebanyak dan sepadat on peak hour memiliki
konsentrasi kendaraan.Jadi apabila dipandang tingkat pelayanan yang baik dengan kecepatan
dari sisi kecepatan perjalanan, maka koridor yang mendekati kecepatan rencana jalan ini.
jalan ini memiliki tingkat pelayanan jalan yang
buruk. Biaya Kerugian Akibat Penurunan Tingkat
Pelayanan Jalan
Dilihat dari sisi perbandingan antara volume
dengan kapasitas (VCR), koridor jalan ini Untuk dapat mengetahui seberapa besar
memiliki tingkat pelayanan jalan mendekati kerugian yang dihasilkan akibat kemacetan,
buruk, yang artinya kapasitas dari koridor jalan dapat dilihat melalui pendekatan dari teori
ini sudah mendekati volume kendaraan yang konsumsi bahan bakar.Dalam studi ini lebih
melewati ruas tersebut.Dilihat dari kecepatan memfokuskan kepada biaya konsumsi bahan
rata-rata kendaraannya, koridor ini memiliki bakar yang merupakan biaya paling penting
tingkat pelayanan yang buruk.Aktifitas untuk menganalisis kerugian yang dihasilkan
samping di koridor ini cukup tinggi, dengan dari penurunan kefektifan jalan. Biaya-biaya
didominasi oleh kegiatan perdagangan seperti seperti biaya pelumas, biaya penggantian ban
toko-toko menghasilkan tarikan dan bangkitan dan biaya perawatan kendaraan agak sukar
kendaraan yang cukup besar.Kondisi dari untuk dianalisis karena nilainya terlalu kecil
pejalan kaki yang berjalan mengambil badan dan kurang memiliki pengaruh yang
jalan dan yang menyeberang juga besar.Perhitungan biaya kerugian masing-
mempengaruhi. Kondisi yang paling masing koridor jalan dapat dilihat pada tabel-
mempengaruhi penurunan tingkat pelayanan tabel berikut.
jalan ini adalah “killing time” angkutan kota
yang mengambil badan jalan dengan antrian
parkir angkot sepanjang 8-15 kendaraan.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan
gangguan terhadap pergerakan kendaraan yang
211
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Tabel VII Pemerintah kota dan daerah di Indonesia perlu


Total Biaya Kerugian Koridor Depan Terminal perhatian khusus dalam mempertimbangkan
Cicaheum
masalah ”killing time” angkutan kota. Hal ini
dikarenakan jika diasumsikan terdapat 500 titik
di kota-kota yang ada di Indonesia yang serupa
dengan karakteristik koridor ”Depan Terminal
Cicaheum” yang merupakan daerah transit
ditambah dengan keadaan adanya pasar
Cicaheum, maka total rata-rata kerugian
Sumber: Hasil Analisis, 2008 kendaraan per tahun berkisar Rp.
17.500.000,00 – Rp. 40.000.000,00 dan total
Tabel VIII biaya kerugian per tahun yang dihasilkan
Total Biaya Kerugian Koridor Jl. Pungkur berkisar Rp. 14.700.000.000,00– Rp.
(ITC Kebon Kalapa-JL. Otista)
53.000.000.000,00. Asumsi untuk 500 titik
yang serupa dengan karakteristik koridor Jl.
Pungkur yang merupakan daerah perdagangan
dan jasa, maka total rata-rata kerugian
kendaraan per tahun berkisar Rp.
15.500.000,00 – 23.500.000,00 dan total biaya
kerugian per tahun yang dihasilkan Rp.
7.000.000.000,00 – Rp. 11.000.000.000,00.
Sumber: Hasil Analisis, 2008
Asumsi untuk 500 titik yang serupa dengan
karakteristik koridor Jl. Geger Kalong Hilir
Tabel IX
Total Biaya Kerugian Koridor JL. Geger yang merupakan daerah permukiman dan
Kalong Hilir (JL. Setiabudi-JL. Geger Kalong sepanjang koridor menjadi daerah pertokoan,
Tengah) maka total rata-rata kerugian kendaraan per
tahun berkisar Rp. 4.500.000,00–Rp.
10.750.00,00 dan total biaya kerugian per
tahun yang dihasilkan berkisar Rp.
2.200.000.000,00 – Rp. 3.650.000.000,00.
Maka perkiraan secara keseluruhan akan total
rata-rata kerugian kendaraan per tahun berkisar
Rp. 37.500.000,00 – Rp. 74.250.000,00 dan
Sumber: Hasil Analisis, 2008 total biaya kerugian per tahun berkisar Rp.
23.900.000.000,00 – Rp. 67.650.000.000,00
Berdasarkan hasil analisis ketiga wilayah Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika
studi ini bahwa terjadinya penurunan disediakannya tempat-tempat yang dapat
tingkat pelayanan jalan menyebabkan digunakan sopir angkutan kota beristirahat dan
melakukan ”killing time”. Pada dasarnya
tingginya kerugian yang dihasilkan.Nilai
mereka mengambil lahan karena tidak adanya
kerugian tertinggi terdapat di koridor
tempat sehingga badan jalan yang menjadi
Terminal Cicaheum, sedangkan terendah tempat mereka melakukan ”killing time”.
pada koridor Geger Kalong Hilir.

212
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

4. Penutup tertinggi dikarenakan pengaruh yang cukup


besar akibat dari “killing time” angkutan kota.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan Pada analisis pola “killing time” angkutan kota
dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak yang pun koridor ini memiliki nilai tertinggi karena
dihasilkan oleh “killing time” angkutan kota banyaknya angkutan kota yang melakukan
memiliki pengaruh yang cukup besar. Koridor ”killing time”.
Depan Terminal Cicaheum sebagai wilayah
studi yangmereprensentasikan keadaan Alasan utama melakukan “killing time” adalah
wilayah transit penumpang (adanya terminal) beristirahat, karena manusia membutuhkan
dan pasar memiliki nilai tertinggi pada istirahat begitu pula dengan kendaraan,
hambatan samping karena faktor-faktor sedangkan hasil analisis mengatakan bahwa
hambatan samping lain memiliki pengaruh dampak yang dihasilkan dengan melakukan
cukup besar. Berbeda dengan koridor Jl. “killing time” mengambil badan jalan cukup
Pungkur dan koridor Jl. Geger Kalong Hilir besar pengaruhnya. Rekomendasi yang tepat
yang memiliki hambatan samping yang paling adalah agar pemerintah daerah setempat dapat
berpengaruh adalah akibat angkutan kota, mempertimbangkan dalam penyediaan lahan
sedangkan faktor hambatan samping lainnya bagi para supir-supir angkutan kota sehingga
tinggi tapi tidak setinggi koridor Depan tidak melakukan “killing time” dengan
Terminal Cicaheum. mengambil badan jalan.
Penurunan kapasitas paling berpengaruh
terdapat di koridor Jl. Geger Kalong Hilir. DAFTAR PUSTAKA
Keadaan jalan yang lebar hanya 8 meter, badan
jalan terambil oleh angkutan kota yang Miro, Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota.
melakukan “killing time” sehingga lebar efektif Bandung, Indonesia: Penerbit Tarsito.
Morlok, Edward K. 1985. Pengantar Teknik dan
hanya 5 meter. Kapasitas jalan untuk koridor Perencanaan Transportasi. Jakarta,
Depan Terminal Cicaheum masih dikatakan Indonesia: Erlangga.
terendah dibandingkan dengan 2 (dua) koridor Pignantaro, L. J. 1973Traffic Engineering: Theory
and Practice, Prentice Hall Inc, New Jersey.
lain pada waktu off peak hour ini, sedangkan Tamin, Ofyar Z. 1997.Perencanaan dan
koridor Jl. Pungkur memiliki nilai rata-rata Permodelan Transportasi. Bandung,
menengah (sedang) diantara ketiga koridor Indonesia: Penerbit ITB
Vuchic, Vucan R. 1981. Urban Public
wilayah studi ini. Transportation System And Technology.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kapasitas yang dikatakan rendah dengan Warpani Suwarjoko P. 1990. Merencanakan Sistem
Perangkutan. ITB. Bandung
volume dan moda kendaraan tertinggi pada Warpani, Suwardjoko. 2002. Pengelolaan Lalu
koridor depan Depan Terminal Cicaheum Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung,
dibandingkan koridor Jl. Pungkur dan Jl. Indonesia: Penerbit ITB.
Adhitama, Suzie. 2003. Kajian Tingkat Pelayanan
Geger Kalong Hilir, ternyata memiliki nilai Terminal Cicaheum – Bandung. Tugas
tertinggi dalam penurunan kecepatan. Akhir. Departemen Teknik Planologi, ITB.
Penurunan kecepatan ini memiliki pengaruh Bandung, Indonesia.
Ambarita, Febri S. 2004. Kajian Penanganan
yang besar terhadap biaya kerugian sehingga Persoalan Lalu Lintas Pada Ruas Jalan
koridor ini memiliki nilai tertinggi. yang Terpengaruhi Oleh Pusat Perbelanjaan
Berdasarkan LOS (Level Of Service) atau biasa ITC Kebon Kalapa. Tugas Akhir.
Departemen Teknik Planologi, ITB.
disebut tingkat pelayanan jalan koridor Jl.
Bandung, Indonesia.
Geger Kalong Hilir memiliki penurunan LOS
213
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.3 Desember 2009

Harmani, Herdian. 1990. Evaluasi Kinerja Jumlah Kendaraan Penumpang Umum dalam
Angkutan Umum Sudako. Tugas Akhir. Setiap Trayek yang Beroperasi di Kota
Departemen Teknik Planologi, ITB. Bandung.
Bandung, Indonesia. BPS Kota Bandung, 2006. Bandung, Indonesia
Harmila, Safta. 2004. Upaya Pemenuhan Biaya Bang, K.I..Highway Capacity Manual for
Operasional Kendaraan Berdasarkan Indonesian Conditions.Jurnal Teknik Sipil
Pengurangan Juml;ah Armada dan ITB Vol. 3 No. 3.Juli 1996. Mogridge, M C.
Peningkatan Tarif Angkutan Kota di Kota Impact of High ”Para-Transit” Flows on
Bandung. Tugas Akhir. Departemen Teknik Road Capacity, 1983 Grava, Sigurd. Urban
Planologi, ITB. Bandung, Indonesia. Transportation Systems, McGraw-Hill;
Muhammad, Nino. 1999. Identifikasi Tingkat 2002; 236-7
Pelayanan Serta Usulan Pengelolaan Lalu Direktorat Jenderal Bina Marga. Indonesian
Lintas di Jalan Setiabudi. Tugas Akhir. Highway Capacity Manual (IHCM).
Jurusan Teknik Planologi, ITB. Bandung, Departemen Pekerjaan Umum. 1997.
Indonesia. Kusbiantoro, B.S. 2004. Makalah Seminar
Murniasih, Ni Nyoman. 2005. Evaluasi Kinerja Nasional Transportasi, Semarang,
Pelayanan Angkutan Kota Denpasar Universitas Diponegoro
Ditinjau Dari Pihak Operator. Tugas Akhir. Journal of the Eastern Asia Society for
Departemen Teknik Planologi, ITB. Transportation Studies, Vol. 6, pp. 262 -
Bandung, Indonesia. 277, 2005.
Nawangwulan, Gina. 1999. Kajian Penanganan
Kemacetan di Jalan Setiabudi Dengan
Pengelolaan Lalu Lintas. Tugas Akhir.
Departemen Teknik Planologi, ITB.
Bandung, Indonesia.
Retnowati, Devi. 1989, Penentuan Lokasi Tempat
Berhenti Kendaraan Umum Non Bis di
Sepanjang Jalan Ir. H. Juanda. Tugas Akhir.
Departemen Teknik Planologi. ITB,
Bandung, Indonesia.
Ronald, Kokoh. 2008. Studi Pengaruh
Beroperasinya Pusat-Pusat Perbelanjaan
Baru Terhadap Penurunan Tingkat
Pelayanan Jalan Margonda Raya-Kota
Depok.Tugas Akhir. Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah
Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan, ITB. Bandung, Indonesia.
Sriwijaya, Aniek Q. 1999. Simulasi Tundaan
Pergerakan Mobil Pribadi Yang Terjadi
Ketika Angkutan Umum Berhenti. Tugas
Akhir. Departemen Teknik Planologi, ITB.
Bandung, Indonesia.
Yuliana, Rizky N. 2003. Prioritas Perbaikan
Tingkat Pelayanan Angkutan Umum Kota
Bandung Yang Dipengaruhi Oleh Faktor
Pengemudi, Studi Kasus: Bis DAMRI dan
Angkot. Tugas Akhir. Departemen Teknik
Planologi, ITB. Bandung, Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2004 Tentang Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2004 Tentang Jalan.
Keputusan Walikota Bandung No. 551.2/kep.1575
HUK/2002 tentang Penetapan Trayek dan
214

Anda mungkin juga menyukai