Anda di halaman 1dari 7

3.3.3.

1 Kriteria Inklusi

a) Didiagnosis status gizi kurang oleh petugas kesehatan berdasarkan


antropometri BB/TB.

b) Balita berusia 6-59 bulan.

c) Orang tua responden bersedia mengikuti penelitian.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a) Memiliki riwayat penyakit kronis seperti Tuberkolusis (TBC).

b) Memiliki kelainan genetik.

4.5 Uji Tabulasi Silang

Tabel . Uji tabulasi silang peningkatan pengetahuan ibu balita dengan kenaikan berat badan

Perubahan Perubahan Nilai pretest dan


Berat Badan posttest Total
P
Sebelum dan Meningkat Menurun
sesudah N % N % N %
Naik 8 88.9 1 11.1 9 100
Turun 0 0 2 100 2 100 0.05
Total 8 21.1 3 78.9 11 100

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang mengalami kenaikan berat
badan dari ibu balita yang memiliki kenaikan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 8
balita (72.7%). Sedangkan balita yang mengalami penurunan berat badan dari ibu balita
yang memiliki peningkatan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 2 balita (18.1%).
Setelah dilakukan pengujian data statistik menggunakan SPSS dengan uji Chi Square
didapatkan nilai expected count <5 maka syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, ini
menunjukan bahwa perlu menggunakan uji alternatif fisher exact dan didapatkan nilai
p = 0.05 yang berarti bahwa (p ≤ 0,05), sehingga bisa dikatakan menolak Ho (tidak
terdapat hubungan antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan
kenaikan berat badan balita) menerima H1 (terdapat hubungan antara peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan berat badan balita). Hal ini
menunjukan bahwa dapat menerima hipotesis yang artinya terdapat hubungan
bermakna antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan
berat badan balita.

4.2.7 Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.7 Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Jumlah (n) %

1) Laki-Laki 4 36.4

2) Perempuan 7 63.6

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat sebanyak 4 balita sampel berjenis


kelamin laki-laki (36.4%) dan 7 balita sampel berjenis kelamin perempuan
(63.6%).

Menurut Kemenkes (2012) Gizi seimbang merupakan makanan yang dikonsumsi dalam satu
hari beragam dan mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur sesuai dengan
kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat kesehatan dan tumbuh kembang
balita yang optimal.

Kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap

anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan

sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Kurang

baiknya pola pengasuhan anak karena pengetahuan ibu

yang kurang, terutama dalam pemberian makanan pada

anak mengakibatkan anak tidak mendapatkan makanan

sesuai kebutuhan
1.

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi,

sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi

sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik

agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan tentang gizi sangat penting. Karena, banyak masyarakat tidak

mengetahui bahwa makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tidak selalu

makanan yang mahal. Masyarakat harus mengetahui bagaimana mereka bisa

memenuhi kebutuhan gizi dengan mengkonsumsi pangan yang sesuai dengan

tingkat pendapatan mereka (Heryati, 2005

a)

Partisipasi tenaga kerja wanita berhubungan langsung dengan reduksi waktu yang
disediakan untuk menyusui anak dan merawat anak sehingga mempunyai konsekwensi negatif
terhadap gizi anak. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun
di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak terutama dalam
menjaga asupan gizi balita (Nerlov, 2007 dalam Asima, 2011)

Memiliki anak terlalu banyak menyebabkan kasih sayang orang tua pada anak terbagi.
Jumlah perhatian yang diterima per anak menjadi berkurang. Kondisi ini akan memburuk jika
status ekonomi keluarga tergolong rendah. Sumber daya yang terbatas, termasuk bahan
makanan harus dibagi rata kepada semua anak dan terjadi persaingan sarana-prasarana,
perbedaan makanan, dan waktu perawatan anak berkurang (Prasetyo, 2008 dalam Nunung
2013). Dengan jumlah anak yang banyak diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata
akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Supadmi (2008) yang
menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan berupa campuran tepung beras, tepung
tempe dan tepung lele yang diberikan selama 90 hari dapat meningkatkan berat badan dan
tinggi badan anak balita KEP, sedangkan pada penelitian ini pemberian PMT pemulihan sudah
dapat meningkatkan berat badan balita karena kandungannya berupa karbohidrat, lemak dan
protein sudah memenuhi kebutuhan balita setiap harinya (7). Menurut Departemen Kesehatan
RI seperti yang dikutip oleh, bahwa prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia
pra sekolah adalah nilai gizi harus berkisar 200 – 300 kalori dan protein 5 –8 gram, PMT berupa
makanan selingan atau makanan lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan makanan
setempat dan diperkaya protein nabati/hewani, dan mengandung 4 sehat 5 sempurna,
mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak aman memenuhi
syarat kebersihan serta kesehatan (8). Pemberian makanan tambahan (PMT) diberikan dari
Kelurahan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100 –160 hari. PMT merupakan
bagian penatalaksanaan balita gizi kurang, PMT ini disebut PMT pemulihan (PMTP). PMT-P
dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi (PPG) di posyandu dan secara terus menerus di rumah
tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari. Efektivitas PMT-P terhadap Kenaikan Berat badan
balita gizi kurang 8 Lamanya pemberian PMTP diberikan setiap hari kepada anak selama 3
bulan (90 hari) (8)

Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab balita belum mengkonsumsi PMT-P sesuai
standar adalah nafsu makan anak yang tidak baik sehingga anak tidak mau menghabiskan
pmt, kebiasaan jajan yang membuat balita kenyang dan tidak mau menghabiskan makanan.

sensitifitas BB/U relatif tinggi terhadap perubahanperubahan kecil yang mendadak dan
mempengaruhi hasil pengukuran berat badan (Fitriyanti F. Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan (PMT-P) terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk di Dinas Kesehatan Kota
Semarang Tahun 2012. Skripsi. Semarang : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro ;
2012

1. Rerata berat badan balita sebelum peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status
gizi dan pemberian makanan tambahan sebesar 11.24±2.18 kilogram.
2. Rerata berat badan bayi sesudah peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status
gizi dan pemberian makanan tambahan sebesar 11.64±2.42 kilogram.
3. Tidak terdapat perbedaan berat badan balita signifikan antara sebelum dan sesudah
dilakukan peningkatan pengetahuan ibu balita mengenai status gizi dan pemberian
makanan tambahan (p=0.147).

Terdapat hubungan signifikan antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi
terhadap kenaikan berat badan (p=0.05).

Karakteristik Ibu balita Jumlah (n) %

Usia Ibu balita

20-35 tahun 8 72.7

>35 tahun 3 27.3

Pekerjaan Ibu Balita

Ibu Rumah Tangga 10 90.9

Buruh 1 9.1

Pendidikan Ibu Balita

SD 8 72.7

SMP 3 27.3

Tempat Tinggal

Kp. Cibodas 2 18.2

Kp. Gandasoli 6 54.5

Kp. Pangkalan 3 27.3

Pendapatan Per Bulan

<1.000.000 4 36.4

1.000.000-2.000.000 6 54.5

>2.000.000 1 9.1
Jumlah Keluarga

3 3 27.3

4 4 36.4

5 2 18.2

6 1 9.1

11 1 9.1

Kategori nilai pretest

Baik (8-10) 6 54.5

Cukup (5-7) 5 45.5

Kurang (0-4) 0 0

Kategori nilai posttest

Baik (8-10) 11 100

Cukup (5-7) 0 0

Kurang (0-4) 0 0

Usia Balita

12-24 bulan 3 27.3

24-59 bulan 8 72.7

Urutan Jumlah Anak

≤2 4 36.4

>2 7 63.6

Perubahan Berat Badan

Naik 8 72.7

Turun 3 27.3
Indeks BB/U

Baik (-2 s.d +2 SD) 1 59.1

Kurang (-2 s.d -3 SD) 6 54.5

Buruk (<-3 SD) 4 36.4

Indeks BB/TB

Normal (-2 s.d +2 SD) 8 72.7

Kurus (-2 s.d -3 SD) 3 27.3

BGM

Ya 4 36.4

Tidak 7 63.6

2T

Ya 2 18.2

Tidak 9 81.8

Anda mungkin juga menyukai