Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama
6 bulan tanpa menambahkan atau mengganti makanan dan minuman lain
kecuali obat, dan vitamin. ASI (Air Susu Ibu) adalah sumber asupan nutrisi bagi
bayi baru lahir, yang mana ASI ini bersifat eksklusif sebab pemberiannya
berlaku pada bayi berusia 0-6 bulan. Dalam fase ini harus diperhatikan dengan
benar mengenai pemberian dan kualitas ASI, supaya tidak mengganggu tahap
perkembangan bayi (Kemenkes Republik Indonesia, 2021).
Menurut World Health Organization (WHO) Pemberian makan bayi dan anak
kecil merupakan bidang utama untuk meningkatkan kelangsungan hidup anak
dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. 2 tahun
pertama kehidupan seorang anak sangat penting, karena nutrisi yang optimal
selama periode ini menurunkan morbiditas dan mortalitas, mengurangi risiko
penyakit kronis, dan mendorong perkembangan yang lebih baik secara
keseluruhan, Pemberian ASI yang optimal sangat penting sehingga dapat
menyelamatkan nyawa lebih dari 820.000 anak di bawah usia 5 tahun setiap
tahun. Namun, banyak bayi dan anak-anak yang tidak mendapatkan makanan
yang optimal. Misalnya, hanya sekitar 44% bayi berusia 0–6 bulan di seluruh
dunia yang disusui secara eksklusif selama periode 2015-2020 (World Health
Organization, 2021).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, cakupan bayi mendapat
ASI eksklusif tahun 2021 yaitu sebesar 56,9%. Angka tersebut sudah
melampaui target program tahun 2021 yaitu 40%. Persentase tertinggi cakupan
angka ASI eksklusif terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Barat (82,4%),
sedangkan persentase terendah terdapat di Provinsi Maluku (13,0%). Terdapat
lima Provinsi yang belum mencapai target program tahun 2021, yaitu Maluku,
Papua, Gorontalo, Papua Barat, dan Sulawesi Utara (Kemenkes Republik
Indonesia, 2021).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Banten, cakupan persentase bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Provinsi Banten pada
tahun 2020 yaitu 4.16%, Kabupaten/Kota dengan persentase pemberian ASI
eksklusif tertinggi Tahun 2020 adalah Kabupaten Lebak dengan nilai 69,97%,
persentase tersebut menurun dibandingkan tahun 2019 dimana Kabupaten
Tangerang memiliki persentase 100% dalam pemberian ASI eksklusif. Kota
Serang sementara itu wilayah di Provinsi Banten dengan persentase bayi usia
kurang dari 6 bulan diberikan ASI eksklusif terendah, hanya 41,13% (Profil
Kesehatan Provinsi Banten 2021).
Menurut peneliti Lia Artika Sari,dkk (2021) dengan judul Pemberian MP-ASI
Pada Bayi 0-6 Bulan dan Faktor- Faktor Yang Berhubungan Hubungan
dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI Berdasarkan hasil penelitian
dapat dilihat bahwa dari 96 responden sebagian besar responden mendapatkan
dukungan keluarga sebesar 57 (59,3%) responden, dan yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga sebesar 39 (40,7%) responden. Dukungan keluarga yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan memberikan MP-ASI pada bayi
0-6 bulan. Karena orang terdekat ibu seperti orang tua atau pun mertua
beranggapan bahwa usia 3 bulan bayi sdah dapat diberikan makanan tambahan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai p-value (0.015) ini menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-
ASI. Penelitian tersebut sejalan dengan Aldriana tahun 2013 tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini di desa 2 dayo
wilayah kerja puskesmas Tandun II Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013,
mengatakan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan dalam pemberian
MP-ASI secara dini. Penelitan ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
(Afriyani, Halisa and Rolina, 2016) mengatakan bahwa dukungan keluarga
mempunyai hubungan secara signifikan terhadap pemberian MP-ASI secara
dini.
Menurut peneliti Rafika Oktova (2017) dengan judul Determinan Yang
Berhubungan Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 92 responden
di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru tentang determinan
yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan
diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
responden dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ginting. D, Sekarwana. N,
Sukandar. H (2012) tentang Pengaruh Karakteristik Faktor Internal Dan
Eksternal Ibu Terhadap Pemberian Mp-Asi Dini Pada Bayi Usia <6 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Barusjahe Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara
diperoleh nilai p<0,001 artinya ada hubungan pengetahuan ibu dengan
pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan.
Menurut Peniliti Rahmalia Afriyani,dkk (2016) dengan judul Faktor - Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pemberian MP-ASI Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di
BPM Nurtila Palembang Pendapatan keluarga hasil penelitian menunjukan
bahwa nilai p-value=0,003<α (0,05), hal ini menunjukkan ada hubungan antara
dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan di
BPM Nurtila Palembang tahun 2016. Nilai OR=3,500, hal ini menunjukkan
bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga dalam pemberian ASI
memiliki kecenderungan sebanyak 42% kali lebih besar memberikan MP- ASI
pada bayi usia 0-6 bulan dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan
keluarga dalam pemberian ASI.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian
MPASI Dini pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Mekarsari Tahun 2023.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI Dini
pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Mekarsari Tahun 2023.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian MPASI dini pada bayi
usia 0-6 bulan di Desa Mekarsari Tahun 2023.
2. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu di Desa Mekarsari
Tahun 2023.
3. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga di Desa
Mekarsari Tahun 2023.
4. Mengetahui distribusi frekuensi pendapatan keluarga di Desa
Mekarsari Tahun 2023.
5. Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian
MPASI dini di Desa Mekarsari Tahun 2023.
6. Mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian
MPASI dini di Kelurahan Kemanisan Kecamatan Mekar
Sari Tahun 2023.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Bayi


Bayi adalah manusia yang lahir mulai dari 0-12 bulan dengan
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, balita adalah individu
atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentan usia
tertentu. Usia balita dapat dikolompokkan menjadi 3 golongan yaitu golongan
usia bayi 0-1 tahun, golongan balita 2-3 tahun dan golongan prasekolah >3-5
tahun (Hasnidar, 2021)
Bayi baru lahir, neonatus, serta bayi termasuk kedalam tahapan masa
bayi. Bayi baru lahir memiliki pengertian yaitu bayi yang baru mengalami
proses kelahiran, berusia 0-24 jam. Neonatus yaitu bayi yang baru mengalami
proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri ke
kehidupan ekstra uteri, berusia 1-28 hari. Sedangkan bayi memiliki
pengertian seorang anak yang sudah terjadi penyesuaian adaptasi ekstra uteri,
berusia 1 bulan – 1 tahun. Keseluruhan tahapan bayi tersebut memerlukan
penyesuaian fisiologis berupa adaptasi (penyesuaian diri dari kehidupan intra
uteri ke kehidupan ekstra uterin) dan toleransi untuk dapat hidup dengan baik
(Ekajayanti, 2022).
2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang Bayi
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu,yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram),
ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolis (retensi, kalsium dan nitrogen tubuh), (Noorbaya, 2020).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses
pematangan. (Noorbaya, 2020)

2.1.2 Tahap-Tahap Tumbuh Kembang


Tahap-tahap tumbuh kembang anak menurut (Noorbaya 2020) antara
lain:
a. Masa prenatal
- Masa mudigah/embrio : konsepsi-8 minggu
- Masa janin/fetus : 9 minggu – lahir
b. Masa Bayi
- Masa neonatus : usia 0-28 hari
- Masa neonatal dini : 0-7 hari
- Masa neonatal lanjut : 8-28 hari
- Masa pascaneonatal : 29 hari-1 tahun
Tumbuh kembang masa pascaneonatal diawali dengan masa neonatus,
yaitu dimana terjadinya kehidupan yang baru. Pada masa ini terjadi
proses adaptasi semua sistem organ tubuh, dimulai dari aktifitas
pernafasan, pertukaran gas dengan frekuensi pernapasan antara 35- 50
kali permenit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160 kali
permenit, perubahan ukuran jantung menjadi lebih besar di
bandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi mulai
meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2.1.3 Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik menurut (Noorbaya 2020) adalah hasil dari
perubahan bentuk dan fungsi dari :
1. Pertumbuhan janin intrauterine
Pertumbuhan pada masa janin merupakan pertumbuhan paling
cepat yang dialami seseorang dalam hidupnya. Pada masa janin,
yaitu pada kehamilan 9-40 minggu, pertumbuhannya berjalan
cepat dan mulai berfungsinya organ-organ. Mortalitas pada masa
janin terjadi akibat gangguan oksigenasi, infeksi trauma, radiasi
bahan kimia, gizi ibu dan imunisasi (Noorbaya, 2020)

2. Pertumbuhan setelah lahir


Pada umur 8 minggu beratnya hanya 1 gram denganpanjangnya
2.5 cm. Pada 12 minggu beratnya 14 gram dan panjangnya 7.5
cm. Jenis kelamin bisa dikenali pada akhir trimester. Pada
kehamilan 16 minggu berat janin 100 gram dan panjangnya 17
cm. Pada umur kehamilan 20 minggu berat janin 500 gram, 28
minggu 1000 gram dan panjangnya 35 cm, 8 bulan beratnya 1500
gram, dan 9 bulan pada waktu dilahirkan rat-rata berat bayi 3200
gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm. Pertumbuhan
janin yang pesat pada trisemester III kehamilan ini adalah sebagai
akibat dari bertambahnya jaringan lemak subkutan dan masa otot
(Noorbaya, 2020).
2.1.4 Perkembangan
1) Perkembangan menurut (Sembring 2019) Perkembangan motorik
halus.
a) Masa Bayi (28 hari – 1 tahun)
1. Usia 1-4 Bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat
melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti
objek dari sisi ke sisi, menyoba memegang dan memasukan
benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang
benda dengan kedua tangan, serta menahan benda ditangan
walaupun hanya sebentar (Sembringin, 2019).
2. Usia 4-8 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah
sudah mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari telunjuk
untuk memegang, mengekplorasi benda yang sedang
dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup,
mampu menahan kedua benda di kedua tangan secara
simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu
kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan yang lain
(Sembringin, 2019)
3. Usia 8-12 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah
mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu
memindahkan mengambil, memegang dengan jari telunjuk
dan ibu jari, membenturkannya serta meletakkan benda atau
kubus ke tempatnya (Sembringin, 2019).
2) Perkembangan motorik kasar
a) Masa bayi
1. Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai
dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba
duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala
tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi
berdiri, kontrol kepala sempurna mengangkat kepala sambil
berbaring terlentang, berguling dari terlentang ke miring, kesisi
lengan dan tungkai kurang fleksi dan berusaha untuk merangkak
(Sembringin, 2019).
2. Usia 4-8 bulan
Usia perkembangan motorik kasar awal bulan ini
dapat dilihat pada pertumbuhan dalam aktivitas, seperti posisi
telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan keempat
sudah mampu memalingkan kepala ke kanan dan kiri, duduk dengan
kepala tegak, membalikan badan, bangkit dengan kepala tegak,
menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun kedepan dan
kebelakang, berguling dari terlentang dan tengkurap, serta duduk
dengan bantuan dalam waktu singkat (Sembringin, 2019).
3. Usia 8-12 bulan. Perkembangan motorik kasar dapat diawali
dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit
lalu berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri (Sembringin, 2019).
3) Perkembangan bahasa
a) Masa bayi (28 hari – 1 tahun)
1. Usia 1-4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya
kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup,
berceloteh, mengucapkan kata “oh/ah”, tertawa dan berteriak,
mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh (Sembringin,
2019).
2. Usia 4-8 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat
menirukan bunyi atau kata-kata, menoleh ke arah suara atau
sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunaka vokalisasi semakin
banyak, serta menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata
dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperi "ba-
ba" (Sembringin, 2019).
3. Usia 8-12 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu
mengucapkan kata "papa" dan "mama" yang belom spesifik,
mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat
mengucapkan satu sampai dua kata (Sembringin, 2019).

2.2 Makanan Pendamping Air Susu Ibu

2.2.1 Pengertian MPASI

MPASI merupakan singkatan dari makanan pendamping ASI, yaitu


makanan tambahan yang diberikan pada bayi selain ASI (Air susu ibu)
ketika ASI saja tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi anak untuk
tumbuh kembang optimal, MPASI juga dikenal dengan sebutan
complementary food, yaitu makanan dan cairan selain ASI (Hanindita,
2019).

MPASI adalah makanan dan minuman yang dilakukan kepada anak


usia 6-24 bulan untuk pemenuhan kebutuhan gizinya. WHO bersama
dengan kementrian kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
telah menegaskan bahwa usia hingga 6 bulan hanya dilakukan ASI ekslusif
saja. Oleh karena itu MPASI baru bisa diperkenalkan kepada bayi ketika
berusia 6 bulan keatas (Arsyad, 2021).

MPASI adalah makanan dan minuman yang mengandung zat gizi


yang diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi
kebutuhan gizi selain dari ASI. MPASI adalah makanan bergizi yang
diberikan untuk mendampingi ASI kepada bayi berusia 6bulan ke atas
sampai bayi berusia 24 bulan untuk mencapai kebutuhan gizinya
(Katmawati, 2021).

2.2.2 Tujuan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Tujuan pemberian MPASI adalah sebagai pelengkap zat gizi pada


ASI yang kurang dibandingkan dengan usia anak yang semakin bertambah
(Arsyad, 2021). Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mencegah
stunting adalah dengan memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MPASI) yang tepat, karena di usia 6 bulan kehidupannya, anak memasuki
fase makan untuk pertama kali. Dalam fase ini, anak akan mengenal
MPASI. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak,
secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya
masalah kurang gizi dan infeksi pada anak, khususnya pada umur dibawah
dua tahun (Arsyad, 2021).

Tujuan MPASI menurut (Hanindita 2019) selain memenuhi


kebutuhan nutrisi bayi demi tumbuh kembang optimal, pemberian MPASI
juga bertujuan untuk melatih kemampuan makan bayi, baik kemampuan
mengunyah dan menelan maupun kemampuan bayi menerima berbagai
rasa dan tekstur makanan. Pemberian MPASI yang optimal dengan tepat
waktu, adekuat, aman dan diberikan secara responsif kepada anak akan:

1) Menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang optimal


2) Mencegah stunting
3) Mencegah obesitas/overweight
4) Menurunkan resiko anemia
5) Menurunkan resiko defisiensi zat mikro
6) Menurunkan resiko terjadinya diare (Hanindita, 2019).
2.2.3 Resiko bila MPASI di berikan pada saat bayi berusia < 6 bulan
1) Mudah Sakit
Daya imunisasi bayi belum sempurna saat usianya belum
mencapai 6 bulan. Hal ini mengundang kuman-kuman untuk masuk
kedalam tubuhnya. Selain itu, sistem pencernaan pun belum bekerja
dengan sempurna sehingga makanan tidak bisa terolah dengan baik.
Akibatnya bayi bisa lebih rentan mengalami gangguan pencernaan,
seperti konstipasi atau timbulnya gas (Rahayu, 2018).
2) Alergi Makanan
Makanan yang mereka konsumsi dapat menimbulkan reaksi
imun karena saluran pencernaan yang belum siap sehingga bisa
menimbulkan alergi (Rahayu, 2018).
3) Obesitas
Pada saat bayi belum berusia 6 bulan, tubuh mereka belum
melakukan pemecahan sari-sari makanan dengan sempurna. Hal ini
bisa memicu terjadinya obesitas pada anak (Rahayu, 2018).
2.2.4 MPASI DINI
Dalam perjalanan menyusui ada bayi yang berat badannya naik
lambat pada saat bulan keempat atau kelima. Hal ini dapat terjadi pada
tongue tie yang tidak di frenotomi atau di frenotomi pada saat produksi
ASI tahap tiga. Sehingga suplai ASI ibu sudah menurun dan pertambahan
berat badan bayi minimal. Pada kondisi seperti ini, WHO (Badan
kesehatan dunia) memperbolehkan diberikannya MPASI dini pada bayi
yang berusia diantaranya 4-6 bulan hanya apabila berat badan bayi tidak
naik baik walaupun terus menyusui dan bayi sering menyusu tapi bayi
masih lapar (Praborini, 2018). Pemberian MPASI sebelum bayi berusia 6
bulan menurut (Hanindita 2019) disebut dengan MPASI dini. Pemberian
MPASI dini dapat membahayakan bayi karena:
1) Sistem pencernaan bayi masih belum siap sehingga dapat
menyebabkan berbagai penyakit saluran pencernaan
2) Bayi masih belum membutuhkan makanan lain selan ASI. Sementara
itu, konsumsi ASI pada bayi yang telah diberi makan pasti akan
berkurang sehingga kebutuhan nutrisinya menjadi tidak terpenuhi.
3) Bayi belum siap dan mampu makan, sehingga makan yang diberikan
umumnya masih sangat encer. Maka seperti ini tentunya tidak dapat
memenuhi kebutuha nutrisi bayi.
4) Bayi mendapat ASI lebih sedikit, sehingga lebih sedikit mendapatkan
zat-zat dalam ASI yang bersifat melindungi bayi dari risiko infeksi.
Risiko terkena infe pun meningkat.
5) Risiko bayi terkena alergi meningkat.
6) Risiko bayi obesitas meningkat

2.2.5 Resiko bila MPASI di berikan pada saat bayi berusia < 6 bulan

1) Mudah Sakit

Daya imunisasi bayi belum sempurna saat usianya belum mencapai 6 bulan. Hal ini
mengundang kuman-kuman untuk masuk kedalam tubuhnya. Selain itu, sistem
pencernaan pun belum bekerja dengan sempurna sehingga makanan tidak bisa
terolah dengan baik. Akibatnya bayi bisa lebih rentan mengalami gangguan
pencernaan, seperti konstipasi atau timbulnya gas (Rahayu, 2018).

2) Alergi Makanan

Makanan yang mereka konsumsi dapat menimbulkan reaksi imun karena saluran
pencernaan yang belum siap sehingga bisa menimbulkan alergi (Rahayu, 2018).
3) Obesitas

Pada saat bayi belum berusia 6 bulan, tubuh mereka belummelakukan pemecahan
sari-sari makanan dengan sempurna. Hal ini bisa memicu terjadinya obesitas pada
anak (Rahayu, 2018).

2.2.6 MPASI yang tepat waktu

MPASI Harus diberikan tepat waktu, yaitu saat ASI ekslusif sudah tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, baik zat gizi makro maupun zat gizi
mikro. Pada umumnya sejak bayi berusia 6 bulan ASI saja sudah tidak
mencukupi kebutuhan zat gizi makro dan zat gizi makro bayi.

Pemberian ASI tetap direkomendasikan meski sudah tidak mencukupi


kebutuhan gizi secara lengkap karena ASI mengandung banyak zat yang tidak
dimiliki susu formula seperti immunoglobulin. Seiring bertambahnya usia
anak akan tumbuh lebih besar dan juga lebih aktif. hal ini membuat kebutuhan
nutrisi anak semakin meningkat.

Pada umumnya kebutuhan energi bayi di usia 0-6 bulan bisa 100%
terpenuhi oleh ASI saja. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan mendorong pertumbuhan anak yang optimal,
memengaruhi perkembangan kognitif, dan mencegah berbagai penyakit
kronis. Organisasi kesehatan anak di Eropa-ESPGHAN (European Society of
Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition) merekomendasikan
pemberian MPASI setelah bayi berusia 17 minggu dan selambat- lambatnya
26 minggu. Organisasi kesehatan anak di Amerika, American Academy of
Pediatrics (AAP), merekomendasikan pemberian MPASI pada usia enam
bulan untuk bayi yang mendapat ASI eksklusif (Hanindita, 2019).
2.2.7 Tanda-Tanda bayi siap menerima MPASI

Tanda-tanda bayi yang siap menerima MPASI menurut (Sudaryanto 2017)


yaitu:

1. Bayi tidak puas hanya dengan diberi ASI saja.

2. Bayi menunjukan ketertarikannya pada makanan yang anda makan.

3. Bayi yang bisa tidur sepanjang malam, kini bangun lagi saat tengah

malam dan menangis karena lapar.

4. Secara fisik, biasanya bayi sudah bisa menahan kepalanya dalam

posisi tegak dengan stabil.

5. Bayi sudah bisa duduk dengan baik sambil bersandar.

Tanda bayi siap makan adalah adanya kontrol kepala sehingga kepala bayi
tetap tegak dan stabil saat duduk, refleks menjulurkan lidah, dan refleks
muntah sudah melemah, serta bayi menunjukan ketertarikan terhadap
makanan dan tetap lapar walau sudah diberi ASI. Walaupun pemberian
MPASI yang tepat disesuaikan dengan kemampuan pencernaan dan
penyerapan serta kemampuan oromotorik bayi yang berhubungan dengan
kemampuan mengunyah atau menelan (Hanindita, 2019).

2.2.8 Tahap pemberian MPASI

Memberikan MPASI sebaiknya dilakukan secara bertahap, baik dilihat dari


jenis makanan, tekstur maupun porsinya (Sudaryanto, 2017).

1. Pada tahap awal, berikan jus atau pure buah tunggal dengan rasa yang
terbatas pada rasa manis seperti pisang, avokad dan melon.

2. Secara bertahap berikan bubur nasi Berdasarkan piramida makanan, porsi


karbohidrat di bagian bawah bisa diberikan dalam porsi lebih banyak
seperti nasi (bubur saring), roti, dan serealia
3. Tahap selanjutnya, bisa diperkenalkan dengan buah dan sayur yang lebih
bervariasi

4. Selanjutnya, boleh mencoba pemberian produk seperti daging, telur, keju,


dan kacang kacangan.

Perhatikan respons dari bayi itu sendiri, apakah bayi menerima makanan yang
diberikan atau tidak, Jika bayi menolak jangan dipaksakan. Biasanya bayi
lebih menyukai makanan yang rasanya manis oleh karena itu. berikan
makanan bayi seperti buah-buahan pada ujung lidah dan sayuran pada bagian
tengah Utamakan pemberian sayuran dibanding buah-buahan karena cita rasa
sayuran cenderung langu dan kurang dinikmati bayi. Apabila bayi terus-
menerus dikenalkan dengan rasa manis, ditakutkan bayi tidak akan menyukai
sayuran (Sudaryanto. 2017)

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian Makanan Pendamping ASI


(MPASI)
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil rasa ingin tahu yang dihasilkan melalui proses
indra khususnya pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan area penting untuk membentuk perilaku terbuka (Astuti, 2020).
Pengetahuan adalah hasil mengetahui yang terjadi setelah orang
mempresepsikan objek tertentu. Persepsi objek terjadi melalui panca indra
manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh malalui mata dan telinga (Astuti, 2020).
Menurut Notoadmodjo dalam (Saadah 2020) pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1) Tahu (know)
2) Memahami (Comprehension)
3) Aplikasi (Aplication)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (Synthesis)
6) Evaluasi (Evaluation)
Penelitian Rogers dalam (Saadah 2020) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulasi
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
5) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Klasifikasi pengetahuan dalam penelitian ini yaitu: 1) Kurang (<56%)
2) Cukup (56%-75%)
3) Baik (>75%-100%)
2.3.2 Pendidikan
Pendidikan adalah proses interaksi antara manusia sebagai individu
/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat,
politik, dan sosial budaya. Pendidikan dalam arti luas juga dapat diartikan
hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup titik segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial
dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir)
(Rustam, 2022).
Tingkat pendidikan sekolah menurut (Saadah 2020) antara lain.
1) Pendidikan dasar
Adalah pendidikan yang berlangsung pada sekolah dasar selama 6 tahun
dan sekolah lanjutan tingkat pertama selama 3 tahun sehingga seluruhnya
menjadi 9 tahun.
2) Pendidikan menengah
Adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar,
serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja
atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah dapat berbentuk Sekolah
Menengah Atas, Madrasah Aliyah dan Sekolah Menengah Kejuruan.
3) Pendidikan tinggi
Adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk menjadi masyarakat yang mempunyai tingkat kemampuan tinggi
yang bersifat akademik atau bersifat professional sehingga dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat manusia.
Notoatmodjo menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pemahamannya, sehingga tingkat
pendidikan sangat berperan dalam penyerapan dan pemahaman terhadap
informasi. Tingkat pendidikan orang tua terutama ibu sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak (Saadah, 2020).
Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor resiko untuk
terjadinya keterlambatan perkembangan anak disebabkan karena ibu
belum tahu cara memberikan stimulasi perkembangan anaknya
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. Ibu dengan
pendidikan tinggi lebih terbuka untuk mendapat informasi dari luar tentang
perkembangan anak, pengasuhan anak pendidikan dan kesehatan anak
(Saadah, 2020). Klasifikasi pendidikan dalam penelitian ini adalah:
1) Pendidikan rendah (Tidak sekolah, SD)
2) Pendidikan menengah (SMP)
3) Pendidikan tinggi (SMA, D3, PT)

2.3.3 Pekerjaan
Pertama, arti kerja secara umum. Dalam pengertian ini kerja dikait-
kan dengan kemampuan fisik baik yang bersifat sementara maupun tetap
dengan tujuan memperoleh penghasilan. Kedua, kerja dalam arti tertentu,
Di sini pekerjaan menekankan kemampuan fisik atau intelektual baik
sementara maupun tetap dengan tujuan pengabdian,Ketiga, arti pekerjaan
secara khusus, yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam bidang tertentu
dengan mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, yang tujuannya
untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan (Sihotang, 2019).
Klasifiksi dalam penelitian ini yaitu:
1. Tidak Bekerja
2. Bekerja

2.3.4 Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan dimana sifat dan jenis dukungannya berbeda-beda dalam
berbagai tahap- tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.
Dukungan bisa berasal dari orang lain (orangtua, anak, suami, istri atau
saudara) yang dekat dengan subjek dimana bentuk dukungan berupa
informasi, tingkah laku tertentu atau materi yang dapat menjadikan
individu merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai (Ayuni, 2020)
Klasifikasi Dukungan Keluarga dalam penelitian ini yaitu:
1. Tidak Mendukung
2. Mendukung

Anda mungkin juga menyukai