Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

“ PENENTUAN HARGA/TARIF PELAYANAN PUBLIK”

KELOMPOK 12

HENDRIK FIDO HUTASOIT (160521096)

MAISYITHA TANIA MUKHTI (180521083)

JUDIKA SION SITORUS (180521141)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN S-1 EKSTENSI MANAJEMEN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya

sehingga tugas ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah

berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Makalah ini dibuat sebagai syarat dalam penilaian dalam mata kuliah

Manajemen Keuangan Daerah dalam semester genap. Karena keterbatasan

pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam

tugas ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 17 Mei 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui
dua sumber, yaitu: Pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai
konsumen jasa publik. Jika pelayanan publik dibiayai dengan Pajak,
maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa memperdulikan apakah dia
menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau tidak. Hal tersebut karena
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal
(kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar
Pajak. Jika pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang
membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayananm publik tersebut,
sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.
Kewajiban aparatur negara yang juga mengikuti kewajiban negara dalam
menyelenggarakan tugas negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan
UU APBN (mardiasmo 2000) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
(public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah
BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujudkan
dalam bentuk retribusi, pajak dan pembebanan tarif jasa langsung kepada
masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for service).
Marginal cost pricing menganut prinsip bahwa tarif yang dipungut
seharusnya sama dengan biaya untuk melayani tambahan konsumen. Marginal
cost pricing memperhatikan biaya operasi variabel, semi variabel overhead cost,
biaya penggantian atas asset modal dan biaya penambahan asset modal yang
digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Namun demikian, konsep
marginal cost pricing juga mengahadapi berbagai kendala. Oleh karena itu perlu
ditemukan metoda terbaik untuk menetapkan harga pelayanan publik.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pelayanan publik yang bisa dijual
2. Untuk mengetahui dasar penentuan harga atau tarif pelayanan
3. Untuk mengetahui metode penentuan harga pelayanan publik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelayanan Publik yang Bisa Dijual


Setiap penyediaan pelayanan publik sebenarnya membutuhkan biaya
pelayanan (cost of service production). Biaya penyediaan pelayanan publik pada
prinsipnya dapat didanai melalui dua sumber, yaitu:
1. Penarikan pajak : jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak,maka setiap
wajib pajak harus membayar tanpa memperdulikan apakah dia menikmati
secara langsung jasa publik tersebut atau tidak.
2. Penjualan pelayanan tersebut kepada masyarakat sebagai pengguna jasa
publik (charging for service).
Terdapat beberapa kriteria dalam menentukan suatu pelayanan yang cocok
dibiayai melalui pajak atau pembebanan langsung ke pengguna pelayanan. Suatu
pelayanan dapat dibiayai melalui penarikan pajak apabila penentuan harga
pelayanan tersebut tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh pelayanan yang
lebih tepat dibiayai melalui pajak adalah pelayanan tahanan dan keamanan,
kepolisian, peradilan, dan sebagainya. Suatu pelayanan publik dapat dijual apabili
terdapat harga publiknya, terdapat beberapa kemudahan dalam pengumpulannya,
terdapat manfaat yang diterima langsung dari pembeli layanan. Beberapa
pelayanan publik yang dapat dijual antara lain:
1. Pelayanan penyediaan air bersih
2. Pelayanan transportasi publik
3. Pelayanan pos
4. Pelayanan telekomunikasi
5. Pelayanan listrik dan energi
6. Pelayanan penyediaan perumahan rakyat
7. Pelayanan tempat rekreasi
8. Pelayanan pendidikan
9. Pelayanan jalan tol
10. Pelayanan irigasi
11. Pelayanan pemadam kebakaran
12. Pelayanan kesehatan
13. Pelayanan pengolahan sampah
14. Pelayanan administrasi kependudukan
15. Pelayanan perizinan
B. Dasar Penentuan Harga/ Tarif Pelayanan
Penentuan harga atau tarif suatu pelayanan tidak dapat dilakukan secara
sembarangan berdasarkan subjektivitas pimpinan saja, melainkan harus memiliki
dasar yang rasional dan objektif. Banyak faktor yang mempengaruhi penentuan
harga jual pelayanan, baik dipandang dari produk pelayanan yang akan dijual,
pasarnya, dan biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Hal-hal yang dapat
dijadikan dasar dalam penentuan harga pelayanan, antara lain:
1. Pendapatan yang diinginkan meliputi:
a. Pendapatan bersih setelah dikurangi biaya (“laba”) yang diinginkan
dari pelayanan tersebut
b. Pendapatan bersih yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah
2. Biaya untuk menghasilkan pelayanan, meliputi:
a. Total biaya untuk menghasilkan pelayanan
b. Komponen-komponen biaya untuk menghasilkan pelayanan
3. Produk pelayanan, meliputi:
a. Harga produk pelayanan yang logis untuk diterapkan
b. Harga pelayanan yang sudah sepadan dengan kualitas pelayanan
c. Adanya diskriminasi produk pelayanan sehingga diperlukan
diskriminasi harga
4. Pasar pelayanan, meliputi:
a. Permintaan terhadap produk pelayanan yang elastis atau inelastis
b. Pelanggan atau pengguna layanan tersebut
c. Keberadaan produk pelayanan dipasar yang homogen atau heterogen
d. Persaingan dalam penyediaan pelayanan tersebut.
C. Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan adalan teori ekonomi yang mengemukakan
kepekaan terhadapt perubahan harga suatu barang atau jasa. Suatu barang atau
jasa dikatakan permintaannya elastis apabila terjadi perubahan harga sedikit saja
akan sangat berpengaruh pada volume permintaan, sedangkan permintaan yang
inelastis adalah apabila terjadi perubahan harga tidak akan begitu banyak
mengubah volume permintaan. Dalam lingkup sektor publik, contoh permintaan
yang elastis adalah permintaan pada barang atau jasa yang merupakan kebutuhan
sekunder, sedangkan permintaan yang inelastis adalah permintaan pada barang
dan jasa yang merupakan kebutuhan primer atau pokok. Elastisitas permintaan
penting dipertimbangkan dalam penentuan harga pelayanan publik.
Elastis Inelastis

D. Biaya Produksi Pelayanan


Biaya produksi adalah akumulasi dari semua biaya-biaya yang dibutuhkan
dalam proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau
barang. Biaya-biaya ini meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya
operasional barang / pabrik, dan lain sebagainya. Biaya produksi ini harus
diakumulasi secara cermat untuk kemudian dihitung dan dibandingkan dengan
laba kotor perusahaan. Selisih pendapatan dikurangi dengan biaya produksi akan
menjadi laba bersih perusahaan atau total keuntungan yang diperoleh. Biaya
produksi ini diperlukan untuk mendukung proses pengolahan bahan baku menjadi
produk jadi yang siap dipasarkan kepada konsumen.
Penentuan harga pelayanan memiliki keterkaitan yang erat dengan
informasi tentang biaya untuk menghasilkan pelayanan. Dalam hal ini perlu
diidentifikasi dan dihitung secara cermat dan akurat mengenai struktur biaya.
Struktur biaya merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan harga
jual. Yang dimaksud struktur biaya adalah komposisi antara biaya tetap dengan
biaya variabel. Pemerintah perlu menekan biaya pelayanan agar mampu
memberikan pelayanan publik yang murah dan berkualitas.
E. Metode Penentuan Harga Pelayanan Publik
Terdapat beberapa metode dalam menentukan harga pelayanan publik,
yaitu:
1. Gross Margin Pricing
Gross Margin, merupakan analisa pendapatan untuk menghitung total
pendapatan dari jumlah produksi yang dihasilkan dan penyesuainnya dengan
harga barang yang dihasilkan per satuan dikurangi dengan biaya-biaya variabel
atau dapat juga dikatakan keuntungan kotor. Metode penentuan harga jual dengan
Gross Margin Pricing pada umumnya digunakan oleh perusahaan dagang yaitu
perusahaan yang tidak membuat sendiri produk yang dijual tetapi hanya membeli
dari pemasok (supplier) kemudian menjualnya kepada pelanggan. Penentuan
harga dengan metode Gross Margin Pricing dilakukan dengan cara menambahkan
persentase tertentu diatas harga pokok produk yang dibeli. Persentase ini disebut
mark up atau margin. Persentase meliputi dua komponen yaitu bagian untuk
menutup biaya operasi dan bagian yang merupakan laba yang dinginkan.
Sebagai contoh harga pokok suatu produk yang dibeli oleh supplier adalah sebesar
Rp 5.000,-. Margin yang ditetapkan sebesar 20%, maka harga jualnya adalah:

Harga Pokok Produk Rp 5000


Margin (20% x Rp 5000) Rp 1000
Harga Jual Rp 6000

2. Full Cost Pricing


Metode full costing adalah metode penentuan harga pokok produk yang
membebankan seluruh biaya produksi kepada produk. Dalam metode full costing,
semua unsur biaya produksi baik biaya tetap maupun biaya variable dihitung
sebagai harga pokok produksi. Metode harga jual dengan metode full costing
adalah penentuan harga jual dengan mempertimbangkan seluruh jenis biaya, baik
biaya tetap maupun biaya variabel, untuk menghasilakn barang atau jasa. Harga
jual ditetapkan dengan cara menghitung semua biaya untuk membuat produk
barang atau jasa (biaya produksi) ditambah persentase keuntungan (margin)
ditambah biaya operasi. Metode full cost pricing dapat diformulasikan sebagai
berikut:

Biaya produksi total + (margin x biaya produksi total) + biaya operasi

3. Direct Cost Pricing


Berbeda dengan metode Full Cost Pricing yang mendasarkan harga jual
dengan memperhitungkan semua biaya (Full Cost) baik biaya variabel maupun
biaya tetap. Metode Direct Cost Pricing menetapkan harga jual hanya dengan
memperhitungkan biaya variabel saja. Oleh karena itu metode Direct Cost Pricing
juga disebut variabel cost pricing. Metode ini pada umumnya diterapkan pada
produk yang diproduksi tetapi melebihi daya serap pasar karena over produksi
atau bisa juga karena memanfaatkan kapasitas yang menganggur. Produk tersebut
kemudian dipasarkan pada pasar yang berbeda namun dengan tidak merusak
pasaran produk dipasaran bebas. Metode ini juga dikenal dengan nama marginal
income pricing karena hanya memperhitungkan biaya-biaya yang berhubungan
secara proporsional dengan volume/penjualan sehingga menghasilkan tambahan
pendapatan.
4. Time and Material Pricing
Pada dasarnya berbagai metode penentuan harga jual hampis semuanya
mempunyai langkah yang sama, pertama menghitung biaya produk, kemudian
menambah persentase tertentu (margin atau mark up) untuk mendapatkan laba.
Selain metode full cost pricing dan Direct Cost Pricing, terdapat pendekatan yang
lain dari penentuan harga jual yang disebut Time and Material Pricing. Metode
Time and Material Pricing banyak digunakan pada perusahaan jasa, seperti
perusahaan servis kendaraan, notaris, percetakan, konsultan, dan sebagainya. Oleh
karena itu, metode ini pada prinsipnya juga bisa diaplikasikan pada pemerintah
daerah yang juga memiliki kemiripan dengan organisasi jasa. Dalam metode ini
harga jual atau tarif pelayanan ditentukan dari upah tenaga kerja langsung dan
biaya bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk menghasilkan
pelayanan ditambah dengan margin tertentu untuk menutup biaya overhead dan
memperoleh laba.
5. Subsidized Cost Pricing
Metode harga jual produk atau pelayanan dengan Subsidized Cost Pricing
adalah penentuan harga jual dengan mempertimbangkan seluruh biaya dikurangi
dengan subsidi yang diberikan. Jika pada metode lain pada umunya dihitung
dengan menambahkan margin atau mark up atas biaya yang terjadi pada
Subsidized Cost Pricing justru dikurangi atau dilakukan mark down terhadap total
biaya produksi barang atau pelayanan. Subsidized Cost Pricing banyak dilakukan
pemerintah misalnya dalam penentuan harga jual pelayanan kesehatan, pelayanan
pendidikan, harga pupuk dan produk pertanian, listrik untuk penduduk miskin,
transportasi kereta api kelas ekonomi, harga bensin, dan sebagainya.
6. Target Pricing
Target pricing adalah penentuan harga barang atau pelayanan publik yang
sudah ditentukan terlebih dahulu, sehingga justru biayanya yang harus ditekan
melalui efisiensi. Target pricing bisa terjadi karena dua sebab, yaitu:
a. Adanya persaingan yang tajam dalam pasar persaingan sempurna sehingga
harga pelayanan ditentukan harga pasar. Satu penyedia layanan tidak dapat
mempengaruhi harga pasar.
b. Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan penyedia layanan publik
menjual harga pelayanan pada tingkat tertentu.
7. Marginal Cost Pricing
Metode marginal cost pricing adalah penentuan harga jual yang
menyatakan bahwa harga jual atau tarif yang dipungut harus sama dengan biaya
untuk melayani tambahan konsumen (marginal cost). marginal cost pricing
memperhatikan biaya operasi variabel dan biaya overhead semi variabel yang
terjadi ditambah dengan biaya penggantian atas aset modal yang sudah usang, dan
biaya penambahan aset modal untuk meningkatkan kapasitas produksi yang
digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan. Dalam praktiknya, metode
penentuan harga dengan marginal cost pricing menemui beberapa kesulitan.
Kesulitan tersebut antara lain disebabkan ketidakmampuan menghitung secara
tepat marginal cost untuk jenis pelayanan tertentu.
F. Prinsip Pemulihan Biaya (Cost Recovery)
Organisasi sektor publik memiliki karakteristik spesifik yang berbeda
dengan sektor bisnis, yaitu tidak adanya motif mengejar laba. Jika pada organisasi
sektor publik salah satu tujuan utamanya memaksimalkan laba perusahaan, maka
disektor publik tujuan utamanya adalah memaksimalkan pelayanan publik dalam
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Namun, untuk memberikan
pelayanan publik yang berkualitas diperlukan biaya. Untuk itu pemerintah dalam
hal tertentu dibenarkan menjual dan memungut tarif atas beberapa jenis pelayanan
kepada masyarakat yang menggunakan pelayana tersebut. Penjualan pelayanan
publik tersebut pada dasarnya bukan untuk mengejar laba, tetapi sekedar untuk
memulihkan biaya penyediaan pelayanan. Prinsip ini disebut cost recovery.
Prinsip cost recovery dalam penetapan harga pelayanan publik juga perlu
mempertimbangkan keadilan dan kemampuan masyarakat untuk membayar.
Jika memang masyrakat tidak mampu untuk membayar, maka tidak harus full cost
recovery, tetapi perlu disubsidi. Tetapi sepanjang masyarakat mampu membayar
dan penetapan harga jual pelayanan tersebut tidak menimbulkan akses ekonomi,
sosial, dan politik yang negatif, maka full cost recovery dapat diterapkan.
G. Differensiasi Harga Pelayanan Publik
Untuk jenis pelayanan publik tertentu, harga pelayanan dapat dibedakan
antara pengguna satu dan yang lain atau dengan kata lain terdapat differensiasi
harga. Mereka yang menikmati pelayanan lebih baik atau lebih banyak dapat
dikenakan harga atau tarif yang lebih tinggi. Sebagai contoh dalam pelayanan
kereta api terdapat tiga kategori pelayanan, yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan
ekonomi. Ketiga kelas tersebut berbeda pelayanan yang dinikmati penggunanya.
Karena perbedaan pelayanan yang dinikmati tersebut, maka dapat diterapkan
diferensiasi harga terhadap tiga jenis kelas tersebut.
Meskipun differensiasi harga pelayanan publik memungkinkan dilakukan,
tetapi tidak pada semua jenis pelayanan publik dapat diterapkan differensiasi
harga. Untuk pelayanan adminsitrasi, seperti pengurusan KTP, SIM, Akte
Kelahiran, Surat Nikah, dan sebagainya. Tidak bisa dilakukan diskriminasi harga,
misalnya yang kaya harus membayar lebih mahal. Hal ini karena pada dasarnya
pelayanan administrasi tersebut sama untuk semua warga negara, tidak ada
diskriminasi pelayanan. Masing-masing menerima pelayanan yang sama dan
kewajiban yang sama pula.

Contoh Kasus Pelayanan Publik


Contoh Masalah Pelayanan Publik dalam proses “PEMBUATAN KARTU
KELUARGA” yaitu: Masalah pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur
pemerintahan menjadi keluhan utama masyarakat. Ini disebabkan karena dalam
proses pelayanan sering kali tidak sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
Padahal standar pelayanan minimal (SPM) dalam setiap instansi pemerintahan
pasti ada. Inilah permasalahan dari implementasi penyelenggara pemerintahan.
Hal-hal yang sering dikeluhkan masyarakat terhadap proses pelayanan publik,
khususnya mengenai masalah pembuatan kartu keluarga, adalah sebagai berikut:
1. Terjadinya Diskriminasi dalam Memberikan Pelayanan
Ini memang bukan rahasia lagi, karena hal ini sudah biasa dan sering
terjadi di lapangan. Banyak masyarakat sudah menjadi korban dari adanya
diskriminasi dalam pelayanan publik. Diskriminasi ini bisa menyangkut hubungan
kekerabatan, pertemanan, keluarga, etnis, status sosial dan lain sebagainya. Bisa
dilihat bagaimana seorang aparatur pemerintahan masih padang bulu dalam
memberikan pelayanan. Misalnya, dalam memberikan pelayanan dalam
pembuatan KK akan berbeda sikap dan tata cara aparatur pemerintahan menerima
orang berdasi dengan orang tidak berdasi. Kalau kepada orang berdasi biasanya
para petugas sangat ramah, tetapi kalau orang biasa raut mukanya bisa berubah
180 derajat.
2. Sering Terjadinya Pungli
Dalam memberikan pelayanan publik biasanya para petugas menawarkan
dua cara kepada masyarakat, yaitu cara cepat dan lambat. Cara cepat inilah yang
kita maksud sebagai proses pungli. Biasanya cara cepat ini membutuhkan biaya
yang tinggi. Dalam hal ini yang menjadi korban adalah masyarakat yang tidak
memiliki uang atau masyarakat miskin. Dalam pembuatan KK biasanya pungli
sering dilakukan. Dengan beribu alasan para petugas menyatakan proses
pembuatan KK membutuhkan waktu yang lama. Padahal pembuatan KK hanya
membutuhan berapa jam saja.
3. Tidak Adanya Kepastian
Dalam memberikan pelayanan publik juga, instansi pemerintahan biasanya
tidak memberikan kepastian, baik itu dari waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Dengan ketidak ada pastian inilah maka aparat pemerintah sering melakukan
KKN. Ini merupakan peluang bagi aparatur pemerintahan untuk
meningkatkan income dengan cara tidak baik. Dalam pembuatan KK biasanya
petugas meminta uang supaya waktu penyelesaiannya cepat. Inilah potret dari
pelayanan publik di negeri ini.
Tiga masalah di ataslah yang menjadi inti dari keluhan masyarakat dalam
proses pelayanan. Tidak hanya terjadi pada proses pebuatan KK, tetapi ini terjadi
di semua proses pelayanan public lainnya.
Solusi Masalah Pelayanan Publik
Dalam memperbaiki pelayanan publik kepada masyarakat, pemerintah
harus segera bisa mengubah paradigma para aparatur dari mau dilayani menjadi
pelayan, karena fungsi utama dari pemerintahan adalah memberikan pelayanan.
Fungsi pelayanan inilah yang sering dilupakan oleh para birokrat. Hal-hal yang
harus dilakukan untuk memperbaiki pelayanan publik, khususnya pembuatan KK,
diantaranya:
1. Memperbaiki Sistem Rekrutmen
Sistem rekrutmen sangat penting, karena inilah awal dari adanya aparatur
pemerintahan. Seleksi aparatur pemerintahan harus diperketat lagi dan tesnya
harus diperbaiki, sehingga mampu menghasilkan pegawai yang professional.
2. Memberikan Sangsi yang Tegas
Dalam proses pelayanan sering kali petugas tidak melakukan apa yang
sudah diatur dalam aturan, sehingga masyarakat tidak mendapatkan kepuasan.
Petugas yang sering melanggar harus diberikan sangsi yang tegas, kalau perlu
dipecat. Dengan adanya sangsi yang tegas ini diharapkan para aparatur
pemerintahan tidak berani melakukan tindakan yang melanggar aturan.
3. Mempermudah Proses
Proses pembuatan KK yang bisa dikatakan berbelit-belit sering
mengundang untuk terjadinya pungli. Jadi dalam pembuatan KK harus
disederhanakan, supaya masyarakat senang mengurus dan membuat KK.
4. Pelatihan dan Pendidikan Berkala
Pemerintah juga harus melakukan pendidikan dan pelatihan secara berkala
bagi aparatur pemerintahan, sehingga memiliki kapabilitas dan profesionalitas
tinggi dalam melayani masyarakat.
Contoh Kasus Tarif Pelayanan Publik
Kota Padang memberlakukan parkir meter (smart parking). Pada tahap
awal, pengoperasiannya dilakukan di tiga titik, yakni jalan Permindo, Niaga dan
Pondok. Kepala dinas Perhubungan Komunikasi dan informatika (dishubkominfo)
Kota Padang . Menuturkan inti penerapan (smart parking) meter, adalah sebagai
sarana penerapan pola simple, modern, akuntabel dan transparan dalam
pengelolaan parkir di Kota Padang sebagai peningkatan PAD. Disebutkannya,
parkir meter diterapkan untuk roda dua dengan tarif Rp 2000 pada 1 jam pertama
dan Rp 1000/Jam berikutnya serta ditambah dengan premi asuransi Rp 300 setiap
kali masuk. Lalu, untuk kendaraan roda empat dengan tarif Rp 3000 pada 1 Jam
pertama dan Rp 1000 Jam berikutnya dengan premi Rp 300 setiap kali masuk .
Nantinya juru parkir akan menuntun penggunaan kartu di lokasi parkir, parkir
meter ini dalam pengoperasiannya tidak menggunakan uang tunai melainkan
smart card atau e-tiket yang berisikan saldo yang akan diedarkan ke masyarakat.
Harga kartu perdana e-tiket sebesar Rp 20 ribu dengan saldo Rp 10 ribu, kartu
perdana harga Rp 30 ribu dengan saldo Rp 20 ribu, dan kartu perdana harga Rp
60 ribu dengan saldo Rp 50 ribu. Kartu tersebut bisa diisi ulang dengan nominal
Rp 10 ribu, Rp 30 ribu dan Rp 50 ribu. Kartu ini hanya dapat digunakan untuk
transaksi di alat parkir meter. Apabila tak digunakan saldo yang ada di dalam
kartu tidak akan hangus dan tidak ada masa kadaluarsa. Untuk mendapatkan kartu
perdana dan isi ulang bisa didapat di ruas jalan yang telah dipasang parkir meter.
Dimana sebagian laba yang diperoleh akan masuk kedalam pendapatan asli daerah
padang yang semuanya akan disusun secara transparan dan akuntabel.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari makalah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Penyediaan pelayanan publik yang berkualitas membutuhkan biaya
pelayanan. Biaya penyediaan pelayanan publik dapat didanai melalui
penarikan pajak atau bisa juga dengan menjual pelayanan tersebut kepada
pengguna jasa publik. Suatu pelayanan dapat dibiayai melalui penarikan
pajak apabila penentuan harga pelayanan tersebut tidak mungkin
dilakukan. Suatu pelayanan publik dapat dijual apabila terdapat harga
publiknya, terdapat kemudahan dalam pengumpulannya, dan terdapat
manfaat yang diterima langsung dari pembeli layanan.
2. Untuk beberapa jenis pelayanan publim tertentu, pemerintah daerah dapat
menarik pungutan atau tarif pelayanan. Namun penentuan harga atau tarif
pelayanan harus memiliki dasar yang rasional dan objektif. Faktor-faktor
yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan harga pelayanan, antara lain
pendapatan yang diinginkan, biaya untuk menghasilkan pelayanan, produk
pelayanan, dan pasar pelayanan.
3. Terdapat beberapa metode dalam menentukan harga pelayanan publik,
antara lain Gross Margin Pricing, Full Cost Pricing, Time and Material
Pricing, Subsidized Cost Pricing, Target Pricing, dan Marginal Cost
Pricing. Sebagian besar metode penentuan harga menggunakan konsep
cost plus pricing atau setidaknya full cost recovery. Namun untuk jenis
pelayanan tertentu pemerintah justru menetapkan harga dibawah biaya
totalnya karena sebagian biaya disubsidi pemerintah.
4. Untuk jenis pelayanan publik tertentu, pemerintah daerah dapat
menerapkan diferensiasi harga pelayanan publik. Diferensiasi harga
tersebut harus memenuhi prinsip bahwa mereka yang menikmati
pelayanan lebih baik atau lebih banyak harus membayar lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai