BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu pelayanan DPPB DKI Jakarta dalam rangka proses PIMB adalah melakukan pengamanan
terhadap perencanaan struktur dan geoteknik bangunan, yang hingga saat ini masih banyak menghadapi
hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut terutama dikarenakan tidak memadainya hasil
perencanaan yang dilakukan oleh perencana struktur dan perencana geoteknik, antara lain sebagai berikut:
a. a. Tidak seragamnya kompetensi perencana struktur dan perencana geoteknik bangunan yang bekerja
di wilayah DKI Jakarta.
b. b. Belum adanya petunjuk teknis perencanaan struktur dan geoteknik bangunan sebagai pedoman
bagi perencana struktur dan perencana geoteknik di DKI Jakarta.
Pedoman Teknis Perencanaan Struktur dan Geoteknik Bangunan untuk Evaluasi TPKB DKI Jakarta ini
diadakan untuk membantu para perencana struktur dan perencana geoteknik bangunan, meningkatkan
kwalitas pengawasan, memperlancar proses Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan (PIMB), dan
meningkatkan pelayanan DPPB DKI Jakarta kepada masyarakat. TPKB adalah bagian dari organ
pengamanan pelaksanaan pembangunan, yang bertugas melakukan evaluasi atas produk perencanaan
struktur dan geoteknik, sebelum bisa dilaksanakan.
Lingkup pedoman teknis ini mencakup syarat administratif dan tata cara perencanaan teknis struktur dan
geoteknik bangunan tinggi dan bangunan khusus, serta bangun-bangunan tinggi dan bangun-bangunan
khusus, dalam rangka PIMB. , baik dari segi teknis maupun administratif. Di dalamnya terkandung
penjelasan mengenai kelengkapan serta materi berkas perencanaan struktur dan geoteknik, batasan-batasan
dalam analisis perencanaan struktur dan geoteknik, metode uji beban dan kriteria penilaian berkas
perencanaan struktur dan geoteknik.
DPPB beranggapan bahwa para Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik menguasai bidangnya,
profesional, dan selalu beritikad baik dalam menjalankan tugasnya. Walaupun telah melalui proses evaluasi
berkas perencanaan struktur dan geoteknik, sebagai bagian dari upaya pengamanan pembangunan, semua
tanggung jawab perencanaan struktur dan geoteknik tetap sepenuhnya berada pada Perencana Struktur dan
Perencana Geoteknik.
.
BAB II
TERMINOLOGI
Terminologi yang ada dalam pedoman teknis ini adalah sebagai berikut :
a. a. Analisis dewatering adalah analisis pemompaan air tanah untuk pelaksanaan bangunan supaya
pemompaan air tanah dapat dilakukan dengan aman dan tidak mengakibatkan gangguan pada
lingkungan sekitarnya.
b. b. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan
manusia.
c. c. Bangun-bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang tidak digunakan untuk kegiatan
manusia.
d. d. Bangunan rendah adalah bangunan yang mempunyai ketinggian 1 (satu) sampai dengan 4(empat)
lapis.
e. e. Bangunan sedang adalah bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari 4(empat) lapis dan
kurang dari 8 (delapan) lapis.
f. f. Bangunan tinggi adalah bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari 8 (delapan) lapis.
g. g. Bangunan khusus adalah bangunan yang mempunyai struktur khusus, yang tidak dibatasi oleh
tingginya bangunan, tetapi tergantung pada bentuk struktur dan sistem struktur.
h. h. Basement adalah ruangan yang merupakan bagian dari suatu bangunan, yang sebagian atau
seluruhnya berada di bawah permukaan tanah.
i. i. Dinas adalah Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (DPPB) Provinsi DKI Jakarta.
j. j. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diberikan untuk
kegiatan membangun.
k. k. Izin Pendahuluan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun, baik
sebagian maupun keseluruhan dari suatu bangunan yang dapat berupa Izin Pendahuluan Persiapan,
Izin Pendahuluan Fondasi, Izin Pendahuluan Struktur Menyeluruh, dan Izin Pendahuluan
Menyeluruh.
l. l. Izin Loading Test adalah izin yang diberikan untuk melakukan uji beban terhadap bagian struktur
dan fondasi bangunan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku.
m. m. Jenis tanah dalam pedoman ini adalah klasifikasi apakah lokasi (site) dari rencana bangunan
gedung tergolong: keras, medium, lunak, atau khusus sesuai SNI-03-1726-2002.
n. n. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (DPPB) Provinsi DKI
Jakarta.
o. o. Kepala Suku Dinas adalah Kepala Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (DPPB)
Provinsi DKI Jakarta di lima wilayah kota DKI Jakarta.
p. p. Laporan Penyelidikan Tanah adalah hasil penyelidikan tanah di lapangan maupun di laboratorium,
yang telah dirangkum dan disajikan secara sistematis disertai rekomendasi geoteknik oleh ahli yang
memiliki sertifikasi terakreditasi, yang diperlukan untuk perencanaan struktur dan fondasi bangunan
dan bangun-bangunan.
q. q. Pengawasan Rencana Bangunan adalah kegiatan pengawasan perencanaan bangunan dari sejak
tahap konsultasi permohonan IMB sampai dengan diterbitkannya IMB.
r. r. Permohonan adalah permohonan untuk mendapatkan IMB.
s. s. Permohonan Izin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat PIMB.
t. t. Pemohon adalah seorang atau badan yang mengajukan PIMB.
u. u. Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik Bangunan adalah ahli dalam bidang struktur dan ahli
bidang geoteknik yang memiliki izin bekerja sebagai perencana di DKI Jakarta.
v. v. Perencanaan struktur dan geoteknik bangunan adalah terapan cara-cara analisis dan desain, serta
penyelidikan dan pengujian yang rasional sesuai prinsip rekayasa struktur dan geoteknik, yang lazim
berlaku untuk struktur dan fondasi bangunan serta bangun-bangunan.
w. w. SIPTB adalah Surat Izin Pelaku Teknis Bangunan, yakni surat ijin bekerja sebagai perencana yang
harus dimiliki perencana struktur dan perencana geoteknik bangunan serta bangun-bangunan.
x. x. Struktur adalah bagian struktur bangunan terhitung mulai di atas fondasi rakit sampai dengan
struktur bangunan paling atas.
y. y. Suku Dinas adalah Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (DPPB) Provinsi DKI Jakarta
di lima wilayah kota DKI Jakarta.
z. z. TPKB adalah Tim Penasehat Konstruksi Bangunan yang merupakan bagian dari Badan Penasehat
Teknis Bangunan yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
aa. å. Jenis tanah dalam pedoman ini adalah klasifikasi apakah lokasi (site) dari rencana bangunan
gedung tergolong: keras, medium, lunak, atau khusus sesuai SNI-1726-2002.
BAB III
U M U M
a. a. Berkas perencanaan struktur dan geoteknik yang akan dibahas bersama oleh TPKB, harus sesuai
dengan gambar Arsitektur yang sudah disetujui TPAK dan disampaikan ke Seksi Konstruksi Sub
Dinas PRB/Sekretariat TPKB selambat-lambatnya hari Jumat jam 12:00 WIB, untuk sidang TPKB
pada hari Rabu berikutnya
b. b. Berkas sebagaimana dimaksud dalam Butir 3.1.a. harus lengkap sebagaimana dijelaskan di dalam
Bab 3.2.
c. c. Berkas perencanaan struktur dan geoteknik sebagaimana dimaksud pada Butir 3.1.b, harus
memenuhi kelengkapan materi perencanaan struktur dan geoteknik sesuai formulir standar/check-list,
yang harus diisi perencana struktur dan perencana geoteknik, dan diperiksa dan disahkan Sekretariat
TPKB.
d. d. Berkas perencanaan struktur dan geoteknik yang tidak memenuhi kelengkapan sebagaimana
dimaksud dalam Butir 3.1.c, tidak akan diterima Sekretariat TPKB dan langsung dikembalikan
kepada pemohon yang mengajukannya.
e. e. Pembahasan berkas perencanaan struktur dan geoteknik bangunan dapat dilaksanakan sekaligus,
yaitu pembahasan perencanaan fondasi bersama-sama dengan pembahasan struktur. Namun berkas
tersebut dapat juga dibahas secara bertahap, yaitu pembahasan berkas perencanaan geoteknik
mendahului pembahasan berkas perencanaan struktur.
f. f. Berkas perencanaan struktur dan geoteknik yang sudah memenuhi ketentuan untuk dibahas di
TPKB, akan dikirimkan kepada anggota TPKB selambat-lambatnya pada hari Jumat jam 13:00 WIB,
sebelum sidang pada hari Rabu berikutnya.
g. g. Anggota TPKB yang memeriksa berkas tersebut dalam Butir 3.1.f. akan menyampaikan hasil
pemeriksaan secara tertulis untuk dibahas pada sidang TPKB, serta kemudian dicatatkan dalam
risalah segera seselesai sidang.
h. h. Bila sidang TPKB belum menyetujui suatu berkas perencanaan struktur dan geoteknik, berkas
tersebut akan disampaikan oleh Sekretariat TPKB kepada Perencana Struktur dan Perencana
Geoteknik selambat-lambatnya hari Jumat setelah sidang. Pertanyaan-pertanyaan yang ada harus
dijawab oleh Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik selambat-lambatnya hari Jumat berikutnya
(1 minggu) untuk disidangkan di TPKB pada hari Rabu berikutnya.
i. i. Apabila perencanaan struktur dan geoteknik sudah disetujui dan PIMB sudah disampaikan kepada
Seksi Konstruksi, IP Fondasi dan IP Struktur Menyeluruh dapat diproses setelah pemohon
menyampaikan surat permohonan kepada Ka. DPPB Provinsi DKI Jakarta.
3.2. Kelengkapan Berkas Pengajuan IP Persiapan, IP Fondasi, dan IP Struktur Menyeluruh yang diperiksa
Dinas bersama TPKB
Berkas perencanaan struktur dan geoteknik dan/atau evaluasi uji pembebanan tiang yang akan disidangkan
TPKB, harus sudah memiliki kelengkapan, kualitas penyajian gambar, serta mengikuti ketentuan
teknis sesuai Perda No. 7 Tahun 1991, tentang Bangunan dalam Wilayah DKI Jakarta, dan sudah
diperiksa oleh Seksi Konstruksi Sub Dinas Penataan Rencana Bangunan.
Berkas tersebut akan diperiksa Sekretariat TPKB mengenai kelengkapan dan kelayakannya untuk
disidangkan.
Kelengkapan berkas pengajuan IP Persiapan, IP Fondasi, dan IP Struktur Menyeluruh :
a. 1). Gambar Arsitektur yang sudah disetujui TPAK sebanyak 3 (tiga) set
b. 2). Laporan Hasil Penyelidikan Tanah yang di tanda tangani pemegang SIPTB Geoteknik
Golongan A sebanyak 3 (tiga) set
c. 3). Perhitungan Struktur dan Geoteknik yang ditanda tangani Perencana Struktur dan
Perencana Geoteknik, masing-masing pemegang SIPTB Golongan A sebanyak 5 (lima) set
d. 4). Gambar-gambar struktur dan fondasi yang ditanda tangani Perencana Struktur dan
Perencana Geoteknik pemegang SIBPTB Golongan A sebanyak 5 (lima) set
e. 5). Fotocopy SIPTB Perencana Struktur dan SIPTB Perencana Geoteknik, yang masih
berlaku sesuai golongannya dan sudah dilegalisir (2 lembar).
f. 6). Laporan Evaluasi Hasil Loading Test (bila disyaratkan) yang di tanda tangani pemegang
SIPTB Geoteknik Golongan A, sebanyak 3 (tiga)
g. 7). Formulir isian dari Sekretariat TPKB
Kelengkapan berkas perencanaan struktur dan geoteknik bangunan harus memenuhi ketentuan Peraturan
Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah DKI Jakarta.
Berkas perencanaan struktur dan geoteknik bangunan harus jelas, teratur, rapi, diberi nomor halaman,
dengan memberikan penjelasan tentang hal-hal utama dari berkas yang disusun. Kriteria design dan
penjelasan langkah perencanaan harus diberikan.
Dalam pengajuan permohonan IP Persiapan, IP Fondasi, dan IP Struktur Menyeluruh, semua informasi
yang bisa memberikan kejelasan tentang desain struktur dan geoteknik, baik gambar rencana maupun
perhitungan, dan kelengkapannya harus disampaikan. Bagian-bagian utama dari perhitungan struktur
atas yang mempengaruhi desain struktur bawah, termasuk yang juga harus disampaikan. Penjelasan
detail tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam perencanaan geoteknik untuk pengajuan IP
Persiapan dan IP Fondasi, tercantum dalam Bab IV dan Bab V.
Perhitungan struktur untuk pengajuan IP Struktur Menyeluruh harus sesuai dengan Bab VI Pedoman ini.
a. Laporan penyelidikan tanah, analisis parameter tanah, dan penetapan parameter tanah untuk desain.
b. Analisis jenis tanah menurut SNI 03-1726-2002.
c. Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansif, tanah
urugan tinggi, dan tanah yang berpotensi likuifaksi.
d. Kriteria desain fondasi.
e. Penjelasan sistem fondasi yang dipergunakan, berikut gambar-gambarnya.
f. Penjelasan tentang elevasi:
- muka tanah yang ada dan yang direncanakan
- lantai dasar
- lantai basement
- muka air tanah
- ujung bawah dan ujung atas tiang fondasi
- elevasi dasar fondasi telapak atau rakit.
g. Analisis fondasi, daya dukung dan deformasi fondasi (telapak, rakit, tiang, tiang-rakit), untuk kondisi
beban aksial dan lateral.
h. Analisis beban aksial tarik dan tekan, lateral dan momen lentur pada masing-masing fondasi tiang
dan/atau telapak dan rakit, untuk pembebanan gravitasi, gempa rencana dan kuat/kapasitas, angin,
tekanan ke atas air tanah, dalam kombinasi yang rasional dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
i. Analisis pengaruh interaksi kelompok tiang terhadap daya dukung dan deformasi aksial dan lateral.
j. Perhitungan penurunan (elastik, konsolidasi dan rangkak) dan beda penurunan bangunan.
k. Methode pelaksanaan fondasi.
l. Analisis sistem pengeringan galian/dewatering (bila ada pekerjaan dewatering), termasuk uji
pemompaan, penetapan sistem pengeringan galian, pemantuan pengaruh, sistem pembuangan air, dan
sistem pengembalian air (recharge).
m. Analisis stabilitas lereng galian terbuka (bila ada pekerjaan galian).
n. Analisis stabilitas lereng dan desain struktur dinding penahan galian (bila ada struktur atau pekerjaan
dinding penahan tanah) seperti diaphragm wall, soldier piles, nailing, dan sistem angker, termasuk
semua tahapan pekerjaan galian dan struktur basement.
o. Desain sistem pengamatan keamanan galian.
p. Analisis heave, blow-in dan piping pada rencana galian.
q. Analisis pengaruh dan dan pelaksanaan fondasi pada bangunan tetangga ataupun lingkungan.
r. Analisis dan perhitungan tekanan lateral statik dan seismik pada dinding basement.
s. Perhitungan konstanta pegas tanah dan/atau tanah-fondasi dan interaksi dengan struktur atas.
t. Analisis dan desain lantai basement.
u. Analisis dan evaluasi pengujian sistem fondasi dalam atau fondasi khusus.
v. Analisis fondasi tapak dan kepala tiang.
w. Analisis elemen pokok fondasi, analisis detail dimensi elemen pokok fondasi;
x. Perhitungan balok-fondasi (tie-beam) :
1. 1). Pembebanan tetap dan sementara
2. 2). Pengaruh beda penurunan
3. 3). Pengaruh beban aksial balok sebesar 10% x beban aksial kolom yang diikatnya.
y. Perhitungan detail struktur dinding basement akibat tekanan lateral tanah statik dan seismik.
3.4. Peraturan-Peraturan
1. a. Perencanaan struktur dan geoteknik bangunan untuk pengajuan PIMB harus mengikuti
peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah teknik yang berlaku.
2. b. Ketentuan-ketentuan teknis sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang
Bangunan Dalam Wilayah DKI Jakarta harus dipatuhi.
3. c. Peraturan-peraturan tentang struktur bangunan yang berlaku dan harus diikuti, antara lain :
2. 1). Standar Nasional Indonesia SNI 03-1726-2002 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Bangunan Gedung
3. 2). Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Bangunan Gedung
4. 3). Standar Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung
5. 4). Pedoman Perncanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung S.K.B.I. – 1.3.53.1987;
UDC: 624.042
6. d. Bila terbit peraturan baru yang bersifat mengganti salah satu atau lebih dari peraturan tersebut
dalam Butir 3.4.c, maka peraturan terbaru yang berlaku.
7. e. Bilamana isi peraturan yang berlaku kurang memadai untuk kenyataan yang ada, atau ada suatu
hal yang belum ada peraturannya di Indonesia; maka Perencana Struktur dan/atau Perencana
Geoteknik bisa menggunakan peraturan dari luar negeri, khususnya dari negara-negara maju yang
mempunyai peraturan tentang hal tersebut. Dalam hal ini,TPKB bisa meminta Perencana untuk
menggunakan suatu peraturan dari luar negeri, khususnya dari negara yang sudah maju dalam bidang
tersebut.
8. f. Hal-hal yang belum ada atau tidak jelas pengaturannya dalam peraturan akan dibahas oleh TPKB
untuk dijadikan suatu Konsensus, untuk selanjutnya menjadi pegangan anggota TPKB dan juga
masyarakat Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik di DKI Jakarta.
3.5. Laporan Perencanaan Struktur dan Geoteknik Bangunan.
a. a. Laporan perhitungan detail harus dalam bahasa Indonesia. Jika diperlukan penggunaan bahasa
asing, harus digunakan bahasa Inggris.
b. b. Ringkasan dan Penjelasan dari laporan perencanaan struktur dan geoteknik harus dalam bahasa
Indonesia. Laporan harus jelas, sistematis dan diberi nomor halaman dan daftar isi, agar mudah
dibaca serta jalan pikiran dan sistematika kerja Perencana mudah diikuti. Ringkasan (summary)
laporan perencanaan harus secara jelas menguraikan langkah-langkah perencanaan dan asumsi yang
digunakan. Dalam penjelasan harus disertakan juga gambar-gambar dasar. Perlu diperhatikan
penjelasan dalam ringkasan harus sesuai dengan isi laporan yang ada.
c. c. Semua hal yang harus diperhatikan atau ditinjau sebagaimana dijelaskan dalam Bab IV mengenai
perencanaan geoteknik, Bab V mengenai uji pembebanan tiang, dan Bab VI mengenai struktur, harus
disertai perhitungan, data, input dan output perhitungan, serta gambar-gambar struktur maupun
fondasi.
d. d. Perencana harus konsisten dalam melakukan perhitungan, harus senantiasa sesuai dengan
penjelasan yang diberikan dalam Ringkasan dan Penjelasan di awal perencanaan struktur dan
geoteknik bangunan.
e. e. Gambar sistem struktur, sistem fondasi, serta dimensi utama harus disertakan pada setiap tahapan
PIMB.
f. f. Gambar kerja struktur dan fondasi, wajib dilengkapi untuk tiap tahap PIMB (IP Persiapan, IP
Fondasi, dan IP Struktur Menyeluruh) yang sedang diajukan. Gambar harus berupa gambar detail
standar untuk bagian-bagian yang umum, sedang untuk bagian-bagian khusus, wajib dilengkapi
gambar kerjanya yang jelas. Gambar harus jelas dan mengikuti norma yang berlaku.
g. g. Untuk elemen-elemen sekunder seperti plat, balok anak dan tangga; sejauh tidak terdapat hal-hal
yang istimewa, cukup ringkasan hasil dan data utama yang disertakan. Untuk elemen sekunder yang
bersifat khusus, Perencana agar menyampaikan laporan perhitungan lengkap.
h. h. Untuk perencanaan perubahan atas desain yang pernah dimasukkan, selain perhitungan baru,
bagian laporan lama yang terkait wajib disertakan, berikut penjelasan secara sistematik mengenai
hal-hal yang berubah dan pertimbangan terkait.
i. i. Untuk perencanaan yang dilakukan oleh konsultan asing, lokal pemegang SIPTB wajib menyusun
penjelasan ringkas (executive summary) dalam bahasa Indonesia. Uraian laporan perencanaan di luar
ringkasan dan penjelasan awal, harus dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
1. a. Untuk perencanaan struktur dan geoteknik bangunan, jenis-jenis pekerjaan berikut harus di bawah
tanggung jawab ahli sebagai berikut:
SIPTB Perencana Geoteknik Golongan A:
1. 1). Penyelidikan tanah dan analisis parameter tanah dan analisis geoteknik untuk dasar
perencanaan struktur bawah/fondasi.
2. 2). Design geoteknik fondasi tiang, fondasi rakit, fondasi telapak, galian tanah,
dinding/sistem penahan tanah, angker tanah, perbaikan tanah dan pengendalian air tanah.
3. 3). Pengujian pompa air tanah.
4. 4). Prosedur dan interpretasi hasil uji pembebanan fondasi
SIPTB Perencana Struktur Golongan A:
1). Desain struktur kepala tiang, plat dan balok rakit, telapak fondasi, dinding/sistem penan tanah, dan
struktur bangunan bawah seperti lantai, balok, kolom, tiang penyangga basement.
2). Desain struktur atas.
Bilamana terdapat keterkaitan yang erat, seperti misalnya dalam hal pengaruh interaksi tanah-struktur
cukup kritis, pada bagian perencanaan struktur dan geoteknik bangunan ini harus ditangani oleh
Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik.
1. b. Selain itu, beberapa pengujian/penyelidikan khusus seperti seismic down-hole atau test seismik
lainnya dan analisis site-specific response harus dilakukan di bawah tanggung jawab seorang ahli
(boleh lain dari Perencana ) yang kompeten dalam bidangnya, sesuai dengan ketentuan yang ada.
1. a. Pemeriksaan TPKB atas berkas perencanaan struktur dan geoteknik bangunan terutama ditujukan
terhadap keamanan bangunan. Aspek ekonomi dan biaya dari disain yang diajukan tidak diperiksa.
Dalam perencanaan struktur dan geoteknik bangunan, semua peraturan teknik yang berlaku atau yang
dianggap berlaku di Indonesia dan khususnya di DKI Jakarta harus dipenuhi, dengan perhatian utama
pada segi pembebanan, kekuatan (kapasitas) dan kekakuan (deformasi).
2. b. Dalam proses pengajuan IMB pada Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan ataupun masalah
umum tentang bangunan di DKI, ketentuan berkas perencanaan struktur dan geotenik yang diperiksa
TPKB antara lain :
3. 1). Gedung/Bangunan 8 lapis atau lebih
4. 2). Bangunan yang mempunyai struktur khusus; antara lain bila menggunakan beton
pratekan, struktur dengan basement dalam, struktur baja dengan bentang besar, bentuk/jenis
struktur yang tidak lazim, struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan
sekitarnya, bangunan dengan basement lebih dari 2 lapis, dll; di mana bangunan-bangunan yang
dikategorikan khusus ini akan ditentukan/diatur oleh pihak sekretariat
5. 3). Bangunan bertingkat dan/atau memiliki basement yang berada di atas kondisi tanah yang:
a. (a) memiliki potensi penurunan yang tinggi atau kapasitas lateral yang sangat rendah (tanah
lunak yang sangat compressible)
b. (b) memiliki potensi likuifaksi atau berada di atas lahan reklamasi
6. 4). Bangunan dengan struktur khusus (shell, space frame, dll.)
7. 5). Bangunan-bangunan (Menara, Tangki air, Bangunan reklame, dll.) dengan ketinggian
lebih dari 40m
8. 6). Hasil dan evaluasi uji pembebanan tiang fondasi (pile loading test)
9. c. Bilamana TPKB dalam pemeriksaan menemukan kondisi bahwa berkas tidak layak untuk
disidangkan karena banyak hal-hal prinsipil yang belum disampaikan, maka TPKB akan meminta
kepada Sekretariat TPKB untuk mengembalikan berkas tersebut kepada Perencana Struktur atau
Perencana Geoteknik yang bersangkutan untuk diperbaiki/dilengkapi.
10. d. Berkas perencanaan struktur atau perencanaan geoteknik yang telah diajukan, akan dibahas dalam
sidang berkala TPKB. Penilaian berkas perencanaan dilakukan dalam sidang penilaian intern TPKB
dengan mengacu kepada buku ini.
11. e. Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik bisa diminta untuk melengkapi laporan dan gambar
untuk diserahkan ke Sekretariat TPKB secara jelas dan lengkap.
12. f. Sidang pemeriksaan oleh TPKB dengan menghadirkan Konsultan Perencana Struktur dan
Perencana Geoteknik hanya diperlukan apabila diperlukan penjelasan dari Konsultan beserta Pemberi
Tugas/Pemilik atau Wakilnya yang dapat membuat keputusan, sebagai tindak lanjut dari sidang TPKB
rutin sebelumnya.
13. g. TPKB dapat membuat koreksi dan pertanyaan baru terhadap penjelasan dan jawaban yang
disampaikan Konsultan Perencana Struktur atau Perencana Geoteknik.
14. h. Apabila TPKB menemukan hal-hal prinsipil yang berkaitan dengan keselamatan bangunan, maka
TPKB bisa menyampaikan pertanyaan baru.
15. i. TPKB juga dapat mengadakan peninjauan ke lapangan pada proyek-proyek yang bersifat khusus,
mempunyai masalah teknis ataupun bermasalah terhadap lingkungan. Hasil peninjauan lapangan suatu
proyek akan dibahas dalam sidang berkala TPKB.
a. a. Sekretariat dapat menolak dokumen / berkas perencanaan struktur dan perencanaan geoteknik jika
tidak lengkap sesuai dengan ketentuan dalam pedoman ini.
b. b. Hasil sidang berkala TPKB dalam membahas berkas perencanaan struktur dan perencanaan
geoteknik yang diajukan untuk pengajuan izin, mempunyai 6 (enam) kategori sbb :
Dinyatakan dapat diterima
Dinyatakan dapat diterima dengan catatan yang harus diperhatikan Perencana Struktur atau Perencana
Geoteknik tanpa harus memasukkan berkas tambahan
Dinyatakan dapat diterima dengan catatan dan harus memasukkan tambahan kelengkapan dokumen
untuk bisa dikeluarkan izinnya.
Dinyatakan belum dapat diterima, perlu perbaikan, tambahan, ataupun perubahan design.
Perlu dipanggil Perencananya untuk dapat berdialog langsung dengan TPKB, karena terdapat
kesimpangsiuran interpretasi materi yang dipertanyakan.
Perlu penjelasan terlebih dahulu dari Perencana untuk proyek yang bersifat khusus
a. c. Konsultan Perencana diberi kesempatan untuk memperbaiki perencanaan struktur atau
perencanaan geoteknik dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah sidang dimana suatu
pertanyaan ataupun permintaan perbaikan dimintakan kepada Perencana, ataupun bila suatu penjelasan
dan jawaban yang diberikannya belum memenuhi persyaratan yang berlaku.
b. d. Apabila suatu berkas perencanaan struktur ataupun perencanaan geoteknik telah disidangkan
sebanyak 5 (lima) kali dan masih terdapat hal-hal penting yang belum dipenuhi atau memenuhi syarat,
maka kepada Perencana Proyek tersebut bisa dilakukan pemanggilan untuk bisa berkomunikasi dalam
sidang atau dengan anggota TPKB yang memeriksa berkas tersebut. Dan bila telah disidangkan
sebanyak 10 (sepuluh) kali hal-hal tersebut diatas masih terjadi, maka kepada Perencana Struktur atau
Perencana Geoteknik tersebut dan bisa dilakukan teguran oleh pihak sekretariat TPKB, dengan
tembusan surat teguran kepada pihak assosiasi profesi yang memberi rekomendasi pemberian SIPTB
kepada Perencana tersebut.
BAB IV
PERENCANAAN FONDASI DAN
ANALISIS GEOTEKNIK
Penyelidikan tanah dan analisis parameter tanah perlu dilakukan untuk dasar perencanaan struktur
bawah/fondasi dan harus dilakukan di bawah tanggungjawab ahli geoteknik. Penyelidikan tanah agar
memperhatikan rencana bangunan gedung yang akan didisain sehingga dapat ditetapkan jumlah dan
kedalaman titik-titik bor serta jenis-jenis dan jumlah test lapangan dan laboratorium yang mencukupi untuk
keperluan design fondasi, galian, dan struktur bawah. Penyelidikan tanah dan analisis perlu memberikan
cakupan dan informasi sebagai berikut:
a. a. Jumlah dan jenis test minimal harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta
No. 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah DKI Jakarta. Namun demikian, TPKB dapat
meminta pengujian khusus dan tambahan apabila dipandang perlu atau bila menghadapi kondisi
geoteknik maupun struktur khusus tertentu.
b. b. Cakupan penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium harus minimal mencakup kedalaman
1.5 x lebar telapak fondasi, atau kedalaman fondasi tiang di tambah minimal 6 m bilamana dijumpai
tanah keras, atau minimal 1.5 x lebar telapak basemen, juga sedikitnya harus ada satu titik bor dengan
kedalaman 1.5x lebar bangunan basement gedung). Pengujian di laboratorium harus mencakup
pengujian CU triaxial bilamana dilakukan penggalian dan uji konsolidasi sampai 200 % tegangan
rencana atas contoh yang diambil sampai kedalaman 1.5 x lebar telapak fondasi, atau 1.5 x lebar
kelompok tiang terbesar, atau 1.5 x lebar terkecil plat basement. Bilamana pengambilan contoh tanah
terganggu tidak dimungkinkan maka perlu dilakukan pengujian pressuremeter dan/atau PCPT.
c. c. Untuk keperluan klasifikasi Jenis Tanah, maka untuk lokasi (site) dengan kondisi setiap profil
dengan tanah kohesif lunak (Su < 25kPa, wn >= 40%, PI> 20) yang ketebalannya lebih dari 3m, maka
disarankan dilakukan test seismik downhole atau test seismik sejenis. Untuk setiap site yang
tergolong Jenis Tanah Khusus menurut SNI-03-1726-2002 (site dengan kondisi tanah pasir lepas
jenuh yang berpotensi mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka harus
dilakukan test seismic downhole atau test seismik sejenis dan selanjutnya dilakukan site-specific
response analysis. Test seismic downhole atau test seismik sejenis ini harus dilakukan sampai
kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan informasi profil
kecepatan rambat gelombang geser (Vs).
d. d. Uji Beban untuk menentukan daya dukung tanah dasar pondasi perlu dilakukan pada alternatif
pondasi Fondasi Plat/Fondasi Rakit. Uji pembebanan yang disyaratkan untuk ini adalah dengan cara
plate bearing test yang harus memenuhi standar ASTM.
e. e. Bilamana diperlukan, sesuai dengan yang ditetapkan Kepala Dinas, penyelidikan tanah juga perlu
mencakup pengujian pompa air tanah (pumping-test) pada lokasi di mana bangunan akan dibangun.
f. f. Pengujian pompa air tanah sebagaimana dimaksud pada bagian 4.1.1(e), perlu memenuhi
persyaratan:
a. 1). Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis
struktur bangunan bawah terkait, dan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik yang
diakui oleh Gubernur
b. 2). Jenis dan detail pengujian pompa air tanah harus sesuai dengan
kebutuhan untuk struktur bangunan bawah terkait.
c. 3). Pengujian dapat memberikan rekomendasi untuk sistem pekerjaan pengeringan air
(dewatering) yang mencakup sifat aquifer, permeabilitas, transmisivitas, dan prakiraan debit dan
head loss untuk kondisi di lokasi bangunan akan dibangun.
a. g. Profil dan analisis parameter tanah
b. h. Profil lapisan-lapisan tanah perlu disiapkan dan analisis parameter tanah perlu dilakukan dalam
perencanaan galian tanah, fondasi, dan struktur bawah. Perencana geoteknik/struktur bawah harus
menunjukkan bahwa parameter-parameter tanah yang digunakan representatif mewakili
lapisan-lapisan tanah yang ada.
c. i. Muka air tanah
d. j. Daya dukung tanah yang mendukung fondasi
e. k. Jenis fondasi yang disarankan
f. l. Daya dukung fondasi yang disarankan
g. m. Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka panjang
h. n. Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi baik undrained maupun
drained.
a. a. Perencana harus menyampaikan perhitungan yang jelas dan tegas mengenai klasifikasi Jenis
Tanah, sesuai SNI-03-1726-2002 berdasarkan sedikitnya 2 parameter dinamik tanah yang didapatkan
dari sedikitnya 2 jenis pengujian tanah yang independen. Perencana harus menyampaikan profil
lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman minimum 30 meter atau jika lebih sampai kedalaman
maksimum pengeboran. Perlu ditunjukkan juga bahwa tidak ada kondisi lapisan tanah di kedalaman
lebih dalam dari 30 meter yang dapat menyebabkan site menjadi masuk klasifikasi site yang lebih
buruk.
b. b. Untuk bangunan gedung dengan jumlah lebih dari 50 lapis dan untuk site yang masuk klasifikasi
Jenis Tanah Khusus menurut SNI-03-1726-2002, maka harus dilakukan test seismic downhole atau
test seismik sejenis dan analisis site-specific response untuk selanjutnya dari hasil analisis ini
direkomendasikan respon spektra disain.
c. c. Untuk suatu site yang dipertimbangkan terklasifikasi antara lunak dan sedang, maka TPKB dapat
mengijinkan untuk dilakukannya analisis site-specific response. Analisis ini harus dilakukan dengan
metodologi yang sudah standar dan dilakukan di bawah tanggungjawab tenaga ahli yang kompeten
dalam bidangnya. Analisis ini perlu mempertimbangkan berbagai kemungkinan karakteristik gerakan
tanah dengan kandungan frekuensi yang berbeda-beda yang dapat datang dari suatu sumber gempa
jauh (far field dari subduksi di Selatan Jawa) ataupun gempa dekat (near field dari strike slips/shallow
crustals). Sejumlah minimal 4 input-motion sesuai SNI-03-1726-2002 perlu digunakan dalam
analisis. Respon spektra disain selanjutnya dapat direkomendasikan dari hasil analisis ini.
1. a. Pada galian basement dalam, harus dilakukan perhitungan terinci mengenai keamanan galian, bila
dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai berikut :
1. b. Untuk dapat melakukan perhitungan keamanan galian, test tanah harus dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. 1). Test triaksial harus dengan cara CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan total dan tegangan
efektif.
2. 2). Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum sebesar 2 (dua)
kali beban maximum yang akan bekerja dan dengan mengakomodasi peninjauan heave
3. 3). Bagian/daerah pengambilan contoh tanah minimal sedalam 1.50 kali lebar terkecil tapak
basement.
4. 4). Bila pengambilan “contoh tanah tak terganggu” tidak memungkinkan, maka perlu
dilakukan pressuremeter test
1. 1). Pada sistem galian terbuka, harus dilakukan analisis perhitungan terhadap kemantapan
lereng dengan anggapan keadaan tanah terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang
mungkin timbul dan Faktor Keamanan (FK) keamanan untuk kemantapan lereng sementara
diambil minimal sebesar = 1.25 (untuk kondisi yang paling buruk) dan permanen sebesar =
2.0. Namun demikian, dalam analisis masalah stabilitas galian tanah, FK ini dapat bervariasi
tergantung tingkat resiko yang ada dan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
• Nilai FK harus mengantisipasi aspek adanya ancaman keselamatan di dalam galian dan
adanya hunian manusia atau bangunan di sekitar galian, kemungkinan perbaikan, biaya
perbaikan, serta tingkat ketelitian dalam menentukan parameter kuat geser, termasuk faktor
pengalaman tenaga ahli bersangkutan
• Parameter tanah terkait yang dipakai dalam analisis stabilitas galian harus didasarkan
pada parameter dari hasil uji triaxial CD atau CU dengan pengukuran tekanan air pori.
1. 2). Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka Nilai Minimum FK Statik Lereng Galian
ditentukan sesuai Tabel 1 di bawah ini; di mana untuk beban gempa, nilai FK tidak boleh lebih
kecil dari 1.10.
Tabel 1. Nilai Minimum Faktor Keamanan Statik Lereng Galian
Catatan : Keandalan yang kurang dapat dikaitkan dengan kondisi tanah yang kompleks dan data yang
didapatkan tidak cukup konsisten serta test laboratorium yang dilakukan kurang memadai untuk
mendapatkan data yang cukup lengkap atas kondisi lapangan. Keandalan yang cukup dapat
diartikan dengan kondisi tanah yang seragam/uniform, data tanah yang konsisten serta didapat
dari test laboratorium yang memadai, serta menggambarkan kondisi lapangan.
Dalam keadaan gempa, FK tidak boleh lebih kecil dari 1.10 pada kondisi yang manapun.
1. e. Untuk sistem galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pile, soldier-pile,
diaphragm-wall, strut, tiebacks, rakers dan lain-lain, maka stabilitas galian harus ditinjau baik
terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya heaving, piping dan perubahan muka air tanah
untuk setiap tahapan pekerjaan galian. Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagian-bagiannya
termasuk strut, raker, atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dan deformasi yang
terjadi. Nilai Minimum FK Galian dengan Sistem Dinding Penahan, dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Galian Dengan Sistem Dinding Penahan
a. 1). Pada galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukan analisis FK
terhadap heave, yaitu sehubungan dengan kemungkinan naiknya dasar galian, akibat
dilampauinya daya dukung tanah pada taraf dasar galian oleh bobot sendiri lajur tanah selebar
0,707 B yang berbatasan dengan tepi lubang, ditambah dengan beban atas (surcharge) dan
dikurangi oleh tahanan geser sepanjang bidang batas lajur tanah, dimana B adalah lebar galian
(lihat Bowles, halaman 537).
b. 2). Berhubung dasar galian hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relatif singkat, jika
parameter drained digunakan dalam perhitungan faktor keamanan, maka FK minimum dapat
diambil sebesar 1.25. Untuk analisis undrained FK minimum adalah tetap sebesar 1.5 sesuai
Tabel 1.
1. g. Analisis “Blow-In” pada Galian
Untuk design galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukam analisis FK
terhadap “blow-in”, yaitu sehubungan dengan kemungkinan terdesaknya keatas sumbat tanah yang
terbentuk diantara dinding-dinding penahan tanah, akibat tekanan hidrostatik yang bekerja ke atas
pada dasar sumbat tanah. Berhubung dasar galian hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relatif
singkat, FK yang tersedia cukup minimum 1.25.
1. h. Untuk galian dengan dinding penahan galian berupa dinding sheetpile, soldier piles, atau
diaphragma wall yang diperkuat dengan ground anchor, maka perlu dilakukan analisis stabilitas dan
kekuatan elemen-elemen ini dengan ketentuan FK minimum dan Uji Pembebanan sesuai Tabel 3
berikut ini:
Tabel 3. Rekomendasi Angka Keamanan Minimum untuk disain angker tunggal
1. i. Sistem fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak diperkenankan mengakibatkan kerusakan
akibat stabilitas dan/atau deformasi tanah di lokasi sekitar bangunan yang akan dibangun, baik selama
masa layanan maupun selama masa pelaksanaan pembuatannya
2. j. Dampak dari system fondasi yang mencakup dampak pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan
tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang, pemasangan dinding penahan tanah beserta
angkur dan elemen penahan lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang
tercakup dalam system fundasi; harus dapat dibatasi sehingga tidak mengakibatkan kegagalan ataupun
deformasi di luar batas yang diijinkan pada fasilitas bangunan di sekitar lokasi.
3. k. Beban yang harus ditinjau pengaruhnya pada stabilitas galian dan penahan lateral, adalah beban
yang berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman galian.
4. l. Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tekanan tanah lateral, pemboran tiang, serta
pekerjaan pengeringan air tanah, tidak dibolehkan mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui
kapasitas semula atau deformasi di luar batas toleransi fasilitas yang ada di sekitar lokasi.
5. m. Bilamana dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bor atau tiang beton
bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban tarik yang mungkin akan timbul
akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat berkurangnya tegangan vertical efektif.
6. n. Bilamana dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya, maka beban
tambahan akibat galian tersebut, harus ditambahkan dalam analisis sistem fondasi terhadap beban
lateral.
a. 3). Perencanaan dewatering tidak diperlukan bila Perencana bisa menyajikan bukti dari
dasar-dasar pertimbangannya dengan memperhatikan hasil penyelidikan tanah dan kondisi
lingkungan.
b. 4). Dewatering yang digunakan tidak diperkenankan mengakibatkan kerusakan akibat
stabilitas dan/atau deformasi tanah dan/atau gangguan ketersediaan air bagi penduduk di lokasi
sekitar bangunan yang akan dibangun. Bilamana air buangan tidak dapat disalurkan dan dapat
mengakibatkan banjir di lokasi sekitar bangunan, harus disediakan penampungan sementara.
c. 5). Pengaruh turunnya muka air akibat dewatering harus ditinjau pada seluruh area yang
berada dalam radius pengaruh yang ditetapkan dari uji pompa air tanah.
1. p. Gambar-gambar perencanaan struktur dinding penahan tanah harus meliputi:
a. 1). Lay-out/denah dan potongan
b. 2). Dimensi-dimensi struktur berikut sambungan batang penopang (struts) atau penopang
miring (inclined bracing), jangkar tanah (ground anchor) dengan struktur penahan tanah
c. 3). Detail-detail yang diperlukan
4.3.1. Cakupan dari perencanaan fondasi yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. a. Semua unsur dan struktur fondasi direncanakan kekuatannya berdasarkan teori kekuatan batas
yang berlaku. Memenuhi prinsip perencanaan kapasitas (capacity design), yaitu dalam segala hal
kapasitas struktur atas (kolom atau dinding geser) tidak boleh lebih dari pada kapasitas sistem
fondasinnya, artinya struktur atas akibat gempa kuat selalu harus mencapai kapasitasnnya lebih dahulu
sebelum sistem fondasinya gagal. Seperti halnya berlaku umum, juga disini momen kapasitas kolom
dan/atau dinding yang membebani fondasi, tidak perlu diambil lebih tinggi dari pada yang dihasilkan
berdasarkan tulangan yang terpasang pada kolom dan/atau dinding untuk memikul gaya dalam akibat
gempa nominal x f2 (sesuai SNI-03-1726-2002).
b. b. Selanjutnya sebagai pedoman, pada saat gempa kuat, kapasitas dari fondasi bisa diambil sebesar
daya dukung ultimate (yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai terminologi ultimate teknik
fondasi) yang diverifikasi dengan hasil percobaaan pembebanan statik.
4.3.3. Pengaruh Gaya Gempa yang Diteruskan oleh Struktur Atas ke Fondasi
Pada prinsipnya struktur fondasi, termasuk basement, harus mempunyai kapasitas lebih besar dari struktur
atas. Dalam memperhitungkan pengaruh beban dari struktur atas ke struktur basement dan fondasi, maka
pengaruh beban dari struktur atas akibat gempa nominal dikalikan f2 (sesuai SNI-03-1726-2002) tidak
boleh melampaui kapasitas ultimate (yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai terminologi ultimate
teknik fondasi) dari sistim fondasi. Untuk menjamin dapat dipenuhinya hal ini, hubungan antara fondasi
tiang dengan pile-cap agar diperhatikan sehingga dapat berperilaku daktail.
Daya dukung ultimate (daya dukung = beban runtuh atau ultimate capacity) dan kapasitas izin fondasi
(kapasitas izin = maximum beban kerja atau allowable working load) dapat ditetapkan secara konservatif
sebagai berikut :
Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan beban gravitasi saja, harus dihitung dengan cara yang rasional
berdasarkan parameter-parameter tanah, yang direkomendasikan dari analisis parameter tanah hasil
suatu penyelidikan tanah, dengan syarat bahwa ketika fondasi itu dibebani dengan 2 kali kapasitas izin
tersebut dalam uji pembebanan, fondasi itu masih menunjukkan sifat-sifat elastik (tidak mencapai
keruntuhan). Kapasitas izin tersebut dapat juga ditentukan berdasarkan hasil uji pembebanan, yaitu
diambil sama dengan setengah dari beban percobaan yang masih menunjukkan perilaku fondasi yang
bersifat elastik (tidak mencapai keruntuhan).
Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa rencana adalah
diperkenankan sebesar 1,5 kali kapasitas izin pada pemikulan beban gravitasi saja.
Kapasitas fondasi pada pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kuat, adalah sebesar
kapasitas ultimate fondasi (sesuai terminologi teknik fondasi).
1. a. Saat ini TPKB-DKI tetap menggunakan prinsip beban kerja dengan Faktor Keamanan (FK),
karena untuk penerapan LRFD akan sangat banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Saat ini para ahli
geoteknik belum sepakat dalam penerapan LRFD secara meluas.
2. b. Besar FK adalah sesuai dengan angka-angka pada Tabel 4 berikut; dan FK ini merupakan FK
untuk mendapatkan kapasitas izin fondasi tiang. Kapasitas izin fondasi tiang didapat dengan membagi
daya dukung ultimate dengan FK. Perlu diingat bahwa FK ini adalah faktor keamanan global.
3. c. Dalam perencanaan harus diperhatikan bahwa kapasitas izin fondasi tiang di atas masih harus
dibandingkan lagi dengan besar kapasitas izin fondasi tiang yang berkaitan dengan settlement
bangunan.
4. d. Perencana boleh mengajukan besaran FK yang berbeda dengan yang dijelaskan di atas, asalkan
jelas disampaikan analisis yang menunjukkan parameter-parameter yang digunakan, baik tingkat
risiko, kondisi pelaksanaan, pengambilan beban, importance factor, umur bangunan, dll; dan bilamana
TPKB-DKI bisa menerima penjelasan dan besaran-besaran yang diajukan, setelah
mempertimbangkan keamanan bangunan, penghuni dan lingkungannya.
5. e. Untuk jangka panjang perlu dievaluasi faktor-faktor risiko yang tercakup dalam besaran angka
keamanan yang sekarang disepakati (umumnya besarnya = 2.50), dan hasil evaluasi tadi diharapkan
bisa menjadi dasar dalam menentukan besar angka keamanan yang harus diterapkan pada
bangunan-bangunan besar/khusus dengan memperhatikan tingkat risiko (apakah 10-3), sifat beban,
tingkat pelaksanaan (workmanships), Importance Factor, dll. Dari evaluasi dan langkah-langkah
tersebut di atas, diharapkan upaya melangkah kepada penerapan LRFD bisa menjadi lebih jelas untuk
diuji coba penggunaannya.
Tabel 4. Faktor Keamanan Untuk Fondasi Tiang
Kapasitas ijin tiang fondasi dalam kelompok fondasi tiang baik untuk beban aksial maupun lateral, harus
direduksi oleh Perencana dengan meninjau kondisi-kondisi :
Jenis tiang fondasi ini harus dikategorikan sebagai tipe Tiang Strauss. Dalam menentukan daya dukung
izin, tiang ini harus menggunakan angka keamanan minimal 4,0. Sedang dalam pelaksanaannya tetap harus
dilakukan uji pembebanan tiang sesuai ketentuan yang berlaku.
1. b. Penggunaan sistim fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan fondasi rakit
diperkenankan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut :
1. 1). Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction pile)
2. 2). 75 % beban yang bekerja pada fondasi harus bisa ditahan oleh daya dukung izin salah
satu sistim dari sistim gabungan tadi baik oleh fondasi tiang atau oleh fondasi rakit
3. 3). Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban yang
dipikulkan pada rakit tidak boleh lebih besar dari 25% dari beban total yang ada, kecuali dapat
didukung atau dibuktikan dengan suatu analisis detail interaksi tanah-tiang-rakit yang rasional.
4. 4). Distribusi gaya-gaya yang masuk ke sistim fondasi tiang dan fondasi rakit harus
dilakukan dengan metoda numerik yang rasional.
5. 5). Pada penggunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang permanen,
maka Perencana harus bisa menunjukkan bahwa pada saat tiang tidak dibutuhkan, tiang tersebut
harus sudah gagal terlebih dahulu.
6. 6). Penurunan bangunan yang menggunakan sistim fondasi tiang-rakit tidak boleh lebih dari
15 cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa struktur bangunan mampu mendukung
penurunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan.
Besaran ini bisa dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negatif pada
bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya.
7. 7). Bilamana dianggap perlu, pada penggunaan sistim fondasi tiang-rakit, DP2B bisa
meminta untuk dilakukan pelaksanaan instrumentasi pada sistim fondasi ini untuk mengamati
perilaku sistem. Instrumentasi ini agar direncanakan oleh Konsultan Perencana dan disampaikan
untuk mendapat persetujuan TPKB-DKI.
1. c. Untuk disain fondasi tiang-rakit, perencana harus melakukan analisis detail menggunakan metoda
numerik yang rasional untuk mendapatkan distribusi gaya-gaya yang masuk ke fondasi tiang dan
fondasi rakit. Metoda numerik dengan pemodelan reaksi tanah dan tiang dengan pegas-pegas yang
representatif yang dapat menunjukkan prilaku tegangan dan deformasi sistem fondasi tiang-rakit
dapat digunakan. Saat ini, dengan tersedianya software yang dapat memodelkan interaksi sistem
soil-tiang-rakit secara lebih rasional dengan menggunakan continuum model tanah nonlinear, maka
analisis dengan menggunakan pendekatan interaksi sitem tanah-tiang-rakit ini dapat digunakan.
Dalam memperhitungkan gaya uplift maximum pada disain sistem fondasi dan basement, Perencana wajib
memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
Perencana harus melakukan analisis/perhitungan penurunan (settlement) bangunan, baik untuk jangka
waktu pendek (penurunan elastik/immediate) maupun jangka waktu panjang (penurunan konsolidasi).
Dalam perhitungan penurunan bangunan, pengaruh dari beban bangunan-bangunan di sampingnya harus
diperhitungkan (interaksi). Sebagai pedoman, penurunan jangka panjang hendaknya dibatasi sampai
maksimum 15 cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa struktur bangunan mampu mendukung
penuruanan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan. Sedangkan
penurunan diferensial antara 2 titik pada denah bangunan hendaknya tidak memberikan sudut lebih dari 1 :
300.
Penggunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau pressuremeter-test atau dari analisis
penurunan (immediate dan konsolidasi) harus dilakukan dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan
dimensi konstruksi fondasi, kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja. Proses analisis harus dilakukan
dengan proses iterasi hingga tercapai konvergensi subgrade modulus yang digunakan dengan subgrade
modulus dari deformasi yang didapat.
Perencana harus menyampaikan perhitungan konstanta pegas dari tanah atau sistem fondasi untuk design
detail, tie-beam, pile-cap, large pile-cap, rakit/tiang-rakit, dan lantai basement. Perhitungan konstanta
pegas ini harus mempertimbangkan besarnya baik total maupun beda settlement (immediate dan
konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan tanah dan sistem fondasi. Perencana juga
harus memperhatikan distribusi nilai konstanta pegas pada areal large pile-cap atau rakit sebagai
konsekuensi dari adanya beda settlement tersebut. Dengan demikian untuk suatu sistem large pile-cap atau
rakit, dishing-effect termodelkan secara representatif. Untuk perhitungan detail struktur large pile-cap, atau
rakit yang menggunakan pegas sebagai reaksi tanah atau sistem tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi
untuk memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan yang didapatkan dari hasil perhitungan penurunan dan
yang didapatkan dari hasil perhitungan struktur dengan pegas-pegas. Dengan tersedianya software yang
dapat memodelkan interaksi sistem tanah-tiang-rakit secara lebih rasional dengan menggunakan continuum
model tanah non-linear, maka analisis dengan menggunakan pendekatan interaksi sitem tanah-tiang-rakit
ini dapat dilakukan untuk dapat memberikan tingkat akurasi yang baik.
Perencana harus menunjukkan perilaku dan kekuatan hubungan pile dengan pile-cap mempunyai daktilitas
yang baik, dimana pada kondisi beban lateral nominal gempa dikalikan f2 (sesuai SNI-03-1726-2002),
gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan tersebut harus mampu ditahan oleh tulangan yang ada.
Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal pada pendukungan suatu
kolom sedapat mungkin dihindarkan. Hal ini dapat dilakukan bila digunakan analisis yang rational dan bisa
dibuktikan dengan teori yang bisa dipertanggung jawabkan serta didukung data-data yang sesuai baik jenis
dan metode pengetestannya. Selain itu kondisi-kondisi ekstrim harus ditinjau, dan untuk mengurangi
pengaruh ketidakpastian maka perlu dilakukan langkah-langkah yang agak konservatif.
a. a. Untuk struktur bangunan yang memiliki sifat khusus seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansif,
tanah urugan tinggi, dan lapisan tanah yang berpotensi mengalamai likuifaksi seperti lahan reklamasi,
maka perencana harus menyampaikan analisis tanah khusus dan analisis potensi likuifaksi dan teknik
perbaikan tanah atau teknik penanggulangannya.
b. b. Bilamana dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan pasir urai jenuh, maka harus
ada analisis potensi likuifaksi serta sistem fondasi harus diperitungkan terhadap beban liquifaksi dan
sebaran lateral (lateral spread).
c. c. Bilamana gedung yang akan dibangun mempunyai periode getar panjang di atas 2 detik, dan
bilamana dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan lempung lunak (Su < 50 kPa)
dengan ketebalan lebih dari 3 m, maka sistem fondasi harus dianalisis terjadinya interaksi
tanah-fondasi dan struktur.
a. a. Analisis serta analisis detail dimensi elemen dan system fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin, dan beban khusus baik dari struktur
atas, maupun terhadap tekanan tanah, beban air banjir, dan beban lain yang dilimpahkan pada
system fondasi tersebut. Hasil analisis harus bisa menunjukkan bahwa daya dukung kapasitas masih
mencukupi dan deformasi tanah tidak melampaui batas yang berlaku.
b. b. Bilamana letak elemen sistem fondasi cukup dekat (jarak horizontal masih satu order of magnitude
dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi tersebut harus diperhitungkan dalam
analisis, dengan mencakup pengaruh non-linearitas serta pengaruh non-elastik.
c. c. Analisis serta analisis detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam praktek dan dilakukan
dibawah tanggung jawab ahli yang memiliki SIPTB.
d. d. Sambungan antara elemen tiang fondasi dan plat, balok, dan kepala tiang, harus memenuhi
persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja pada sambungan tersebut. Secara khusus,
sambungan tersebut harus mampu menahan beban gempa kuat, dan memenuhi persyaratan daktilitas.
e. e. Tiang atau plat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan memperhitungkan factor
korosi.
f. f. Detail penulangan fondasi tiang harus memenuhi persyaratan dalam aturan tentang konstuksi
beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan distribusi beban kerja sepanjang dinding
tiang.
Bila analisis geoteknik untuk disain fondasi, sistem penahan galian, dinding basement, ataupun interaksi
tanah-struktur menggunakan program komputer, maka perlu ada penjelasan yang baik mengenai
program yang digunakan, yang meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan,
parameter-parameter tanah yang digunakan. Program-program yang sudah umum digunakan untuk
analisis fondasi dan geoteknik ini antara lain adalah APILE, LPILE, SHAFT, GROUP, SLOPE/W,
SIGMA/W, SEEP/W, PLAXIS, SETTLE/G, SAFE.
Asumsi ataupun penyederhanaan yang digunakan dalam pemodelan struktur harus dijelaskan
Input komputer perlu disertakan dalam pengajuan ijin. Output hasil perhitungan komputer harus disertakan
dan diberikan penjelasan lengkap mengenai hasil perhitungan komputer tersebut yang dijadikan
sebagai dasar untuk disain.
Gambar-gambar disain fondasi harus disiapkan dan dimasukkan ke TPKB sesuai dengan perhitungannya.
Gambar-gambar disain yang perlu dimasukkan terutaina detail-detail yang penting perlu diperiksa,
misalnya jarak tiang, tulangan pur (pile-cap) dan stek tulangan kolom yang harus sesuai jumlahnya dengan
jumlah tulangan kolom yang dibutuhkan. Gambar-gambar disain fondasi/struktur bawah ini harus meliputi:
5.1 Umum
1. c. Tambahan dari ketentuan tersebut di atas adalah, bahwa uji pembebanan aksial harus dilaksanakan
untuk semua jenis fondasi sebagai berikut, kecuali disain fondasi dengan S.F. min = 4:
N 1000; Ntest = 1,0 % * N
N 3000; Ntest = 0,8 % * N
N 6000; Ntest = 0,5 % * N
N 8000; Ntest = 0,4 % * N
dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40 % test dilakukan pada tahap konstruksi dan 60 % bisa pada
sebelum tahap konstruksi. Untuk semua fondasi tiang yang dijelaskan pada butir 4.6.5 (yang
dilaksanakan dengan wash-boring dan strauss-pile) pelaksanaan uji pembebanan aksial tetap harus
dilakukan walaupun menggunakan S.F. = 4.
1. d. Besar beban percobaan pada pelaksanan uji pembebanan tiang yang bersifat “used pile” (used pile
= tiang yang akan menjadi bagian dari fondasi bangunan) adalah 200 % kali daya dukung rencana
untuk memikul beban gravitasi untuk uji beban aksial, dan 200 % kali daya dukung rencana untuk
memikul beban lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
2. e. Batasan deformasi pada 200 % pembebanan rencana :
• 25 mm utk tiang dengan diameter max 80 cm.
• 4 % diameter utk tiang > 80 cm.
1. f. Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dari pembebanan 200% tidak boleh
melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam pedoman-pedoman yang ada.
2. g. Untuk kondisi-kondisi khusus, misalnya pada tiang bor diameter besar dengan panjang > 30 m, di
mana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK yang tinggi atau ada provisi
penurunan tambahan, maka pelaksanaan instrumented pile test sangat dianjurkan untuk kondisi ini.
3. h. Evaluasi hasil pelaksanaan loading test harus dilakukan dengan minimal 3 cara yang rasionil, di
mana hasil yang digunakan tidak boleh diambil dari hasil yang maximum.
4. i. Bila evaluasi hasil uji pembebanan menunjukkan kapasitas ultimate fondasi kurang dari 250 % *
beban rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan daya dukung ultimate fondasi hasil uji
pembebanan ini. Nilai kapasitas ultimate ini tidak boleh terlampui dari reaksi ke fondasi akibat beban
struktur atas pada saat gempa kuat, sesuai konsep dalam butir 4.2.3. Sedang pile yang dalam loading
test dinyatakan gagal masih bisa digunakan, bila hasil setelah dievaluasi menunjukkan bahwa tiang
tersebut bukan end bearing pile dan jika ternyata kegagalannya bukan pada struktur tiang itu sendiri.
Untuk itu harus dilakukan PIT (Pile Integrity Test) dahulu untuk memastikannya. Hasil pelaksanaan
uji pembebanan (loading test) harus dievaluasi oleh Perencana dengan menggunakan sedikitnya 3
(tiga) cara yang umum digunakan di DKI.
5. j. Jumlah tiang percobaan arah horizontal (lateral) adalah minimal 1 tiang percobaan untuk setiap
tiang yang ukuran penampangnya sama.
Ditentukan jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10 % dari jumlah test total (test aksial dan
lateral) sebagaimana ditentukan dalam Bab penentuan jumlah test aksial tiang; dengan ketentuan
tambahan sebagai berikut :
• Minimum satu lateral test harus dilaksanakan
• Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proportional pada tiap dimensi tiang yang
berbeda.
Test ini harus dilakukan pada bangunan-bangunan yang menggunakan tiang fondasi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. 1). Semua bangunan yang tidak menggunakan basement.
b. 2). Pada bangunan dengan basement dan menggunakan fondasi tiang, di mana tiang-tiang
fondasi digunakan untuk menahan gaya lateral.
c. 3). Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horizontal rencana > V (=
C*I/R) * beban aksial rencana pada fondasi yang bersangkutan. Di mana V, C, I, R, adalah
faktor-faktor koeffisien penentuan besar gaya geser rencana sesuai ketentuan
SNI-03-1726-2002.
d. 4). Bila terdapat basement lebih dari 2 (dua) lapis, dan hasil analisis menunjukkan bahwa
daya dukung lateral keseluruhan sistim fondasi dibagi faktor keamanan masih melebihi beban
lateral yang bekerja, maka tidak diperlukan uji pembebanan lateral.
Prosedur test harus mengikuti :
a. (1). Prosedur standard dari ASTM D-3996-81, total pembebanan 200 % beban izin rencana.
b. (2). Kondisi test adalah dengan free-head
Beban rencana awal harus didasarkan pada perhitungan analitis yang disesuaikan dengan parameter
tanah, sifat dan jenis pile, kekuatan pile, dan formula beserta Faktor Keamanan yang harus digunakan.
Pergeseran maksimum kepala tiang pada pelaksanaan test (kondisi free-head) harus memenuhi
besaran-besaran :
• 10 mm pada beban 100 % beban rencana
• 25 mm pada beban 200 % beban rencana.
Berhasil atau tidaknya suatu uji pembebanan lateral adalah ditentukan dari besaran deformasi lateral.
Bila deformasi lateral lebih kecil dari 10mm pada pembebanan 100 % beban lateral rencana atau lebih
kecil dari 25mm cm pada pembebanan 200 % beban lateral rencana dan tidak terjadi kegagalan
struktural pada tiang fondasi, maka test lateral tersebut dinyatakan berhasil.
Bila pada kondisi beban 200 % beban rencana ternyata deformasi yang disyaratkan tidak terpenuhi,
maka dapat dilakukan penyesuaian dengan menggunakan kurva beban-defleksi, serta syarat-syarat
batas yang ada, sedemikian rupa sehingga deformasi pada beban rencana masih kurang dari 10 mm
dan faktor keamanan minimum yang ada masih memenuhi syarat.
Pada kondisi sesungguhnya, bisa diperkenankan pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan
di atas pada kondisi gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas, dengan catatan tidak terjadi
plastifikasi pada fondasi tiang. Pada peninjauan ini perlu dilakukan analisis detail tiang lateral dengan
seksama dan memasukkan pengaruh-pengaruh kondisi reduksi kelompok dan kondisi fixity
sebenarnya. Pada analisis lateral tiang kelompok ini disarankam menggunakan program komputer
yang telah memperhitungkan sifat nonlinear tanah (seperti menggunakan kurva p-y dan reduksi
kelompok sesuai konfigurasi fondasi tiang yang ada).
1. k. Dalam hal jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dari 4 tiang percobaan, maka maksimal
2 dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk percobaan beban horizontal.
2. l. Percobaan beban arah horizontal harus dilaksanakan pada kepala tiang yang direncanakan (cut-off
level).
3. m. Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya dibenarkan untuk dipakai sebagai
pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada butir 5.2.b dengan jumlah maksimal
25% dari yang disyaratkan. Yang lainnya, yaitu 75%nya, tetap harus mempergunakan sistem
pembebanan statik. Dari antara tiang uji tersebut diatas, harus terdapat tiang yang diuji secara statik
dan PDA.
Hasil PDA harus dikorelasikan dengan hasil uji statik dengan memperhatikan bahwa PDA belum
dapat dianggap sepenuhnya mengganti uji beban statik.
Pada proyek-proyek di mana terdapat jumlah tiang yang sangat besar, sehingga angka jumlah tiang
percobaan sejumlah 1 % dari jumlah tiang pancang (atau 1,33 % untuk jenis tiang bor) menjadi suatu
jumlah yang besar, dalam hal ini dizinkan adanya pengurangan jumlah tiang yang harus ditest, dengan
syarat bahwa ada sejumlah tiang yang ditest rangkap, artinya di samping mengalami uji pembebanan
aksial biasa juga mengalami non-destructive testing lainnya sebagai bahan korelasi. Sehubungan
dengan itu, TPKB mengizinkan dipakainya metoda dengan PDA sebagai metoda testing kedua tadi,
tetapi dengan suatu ketetapan, bahwa PDA ini belum dapat menggantikan sepenuhnya percobaan
beban konvensional. Pada uji pembebanan yang dikombinasikan dengan metoda PDA, maka jumlah
tiang yang harus ditest dapat dikurangi 25 %. Kemudian, dari 75 % yang harus mengalami uji
pembebanan aksial statik ini pada sepertiganya dilakukan testing dengan PDA sebagai bahan
perbandingan. Jadi, jumlah percobaan seluruhnya tetap 1 % dari jumlah tiang pancang (atau 1,33 %
dari jumlah tiang bor) seluruhnya.
1. o. Dalam melakukan percobaan tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan tarik
maupun pembebanan lateral, prosedur pelaksanaan test harus mengikuti ketentuan dalam S.N.I.
mengenai uji pembebanan tiang. Bila terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam S.N.I. ini, maka bisa
digunakan prosedur yang sesuai dari A.S.T.M., dan bila tetap tidak terdapat dalam A.S.T.M., bisa
digunakan prosedur dari British Standard (B.S.).
Percobaan beban pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan pada struktur yang
menggunakan jangkar (ground anchor). Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang
bagian ujung kabel jangkar yang di grouting (bond-length) dan dari jenis tanah di bagian itu. Hasil
percobaan ini harus diperiksa dari segi produser percobaannya dan dari interpretasi hasilnya. Dalam
hal in baik prosedur maupun interpretasi hasilnya, harus mengikuti standar ASTM edisi terakhir atau
standar yang setara misalnya British Standard. Proof test perlu dilakukan untuk setiap ground anchor
sampai level beban tertentu sesuai rekomendasi dalam pedoman ini.
BAB VI
PERENCANAAN STRUKTUR
Pada bagian awal laporan perhitungan struktur, harus disampaikan hal-hal yang menjadi dasar dalam
perencanaan struktur yang disampaikan, dimana terutama yang harus dijelaskan a.l. :
a. a. Ukuran dan tinggi bangunan-bangunan berikut jumlah lapis tiap bangunan dan juga ada atau
tidaknya basement.
b. b. Batasan-batasan hal atau kondisi yang direncanakan, termasuk lingkup perencanaan yang
dilakukan/dilaporkan
c. c. Penggunaan bangunan
d. d. Peraturan-peraturan yang dipergunakan
e. e. Sistem struktur penahan beban gravitasi
f. f. Struktur penahan pengaruh gaya lateral
g. g. Mutu material
h. h. Metode dan asumsi pada perhitungan
i. i. Program computer yang dipergunakan
j. j. Penjelasan mengenai lapisan tanah dan fondasi yang dipergunakan
k. k. Dan lain-lain hal yang dianggap perlu untuk disampaikan agar bisa dimengerti mengenai
perencanaan yang dilakukan
l. l. Perhitungan struktur sekunder (yang mempunyai pengaruh signifikan dan bisa membahayakan
publik)
a. a. Langkah perencanaan yang telah dilakukan agar dijelaskan, baik menyangkut asumsi yang
diambil, penentuan taraf penjepitan lateral, dan hal-hal lain yang dipandang penting untuk diketahui
TPKB.
b. b. Pada perhitungan yang menggunakan program computer agar dijelaskan data input ataupun output
yang disertakan.
c. c. Agar diterangkan secara ringkas mengenai kelengkapan perhitungan detail yang ada
d. d. Asumsi pada perhitungan fondasi dan kelengkapan agar disampaikan ringkasannya
Gambar-gambar denah struktur (structural layout) agar disertakan pada laporan perhitungan struktur baik
untuk pengajuan izin struktur bawah ataupun izin struktur atas.
Pada denah struktur agar jelas menunjukkan jarak-jarak, dimensi elemen struktur, sumbu-sumbu bangunan,
dll.
Semua jenis material yang dipergunakan untuk semua elemen struktur utama agar dijelaskan.
Untuk struktur baja, agar tipe struktur, sambungan, dan asumsi titik-titik hubungan antar batang-batang,
diberikan penjelasannya.
Sistem fondasi agar dijelaskan secara umum saat penyampaian berkas struktur.
6.4. Pembebanan
Agar dijelaskan peraturan beban yang dipakai, terutama beban-beban yang akan berpengaruh besar pada
struktur, dan agar mengacu pada ketentuan dalam Bab 3.4. sebagai suatu besaran minimal.
Kombinasi pembebanan yang harus dihitung/ditinjau harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku
sebagaimana disebutkan pada Bab 3.4.
Besar dan jenis pembebanan vertikal yang menjadi dasar pembebanan pada tiap lantai agar dijelaskan,
begitu juga pengambilan reduksi beban hidup yang digunakan baik untuk portal, kolom dan fondasi,
serta saat peninjauan kondisi gempa.
Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual yang ada di masyarakat
pengguna bangunan dan juga lingkungannya.
Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada Bab 3.4 dan 6.8.
Pengaruh angin selain mengacu kepada bab 3.4. juga agar ditinjau dengan peraturan dari negeri lain yang
pengaruh beban anginnya besar, terutama dalam memperhitungkan pembesaran angin pada
bangunan-bangunan yang tinggi sekali dan juga pada struktur-struktur sekunder yang bisa
membahayakan pengguna bangunan dan masyarakat sekitarnya. Ketentuan pada pasal 6.9 agar
diperhatikan.
Beban tekanan tanah dan tekanan air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam pada perhitungan
struktur agar turut diperhitungkan saat merencanakan struktur, termasuk saat terjadi gempa.
Perencana wajib menyampaikan data-data utama dari perencanaan struktur beton yang ada, meliputi :
Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya
Mutu baja tulangan untuk tiap elemen struktur beton
Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan struktur; agar mengikuti nilai
pada peraturan beton (SNI-03-2847-2002)
Agar dijelaskan asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan, apakah balok
persegi dengan pelat sebagai elemen shell, balok T, atau lainnya
Untuk penggunaan struktur baja, agar dijelaskan tentang :
Mutu material batang-batang (elemen/member)
Mutu alat penyambung, baik baut, las, stud, pelat sambungan, dll
Pada struktur yang menggunakan struktur kayu agar direncanakan dengan mengikuti Peraturan Konstruksi
Kayu Indonesia yang berlaku, dan agar disampaikan data utamanya :
Klas kuat dan klas awet kayu yang dipakai
Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai
Tipe/jenis detail sambungan yang diterapkan
Dalam modelisasi dan analisis struktur baik untuk statik maupun dinamik analisis, elastisitas modulus
beton senantiasa diambil sesuai dengan Pasal 10.5 butir 1 SNI-03-2847-2002. Modulus Elastisitas baja
struktural dapat diambil sesuai Pasal 5.1.3 SNI-03-1729-2002; sedang untuk struktur kayu agar
mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku.
Dalam hal slab lantai searah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok senantiasa dihitung sebagai
balok T atau L, terkecuali bilamana dalam modelisasi dan analisa struktur, elemen slab dimodelkan
dengan elemen cangkang (shell) atau pelat lentur (plate bending) potongan balok dapat dimodelkan
sebagai persegi panjang.
Bila menggunakan program komputer yang belum dikenal secara umum, ataupun program yang
dikembangkan sendiri, maka harus disampaikan penjelasan tentang program tersebut baik mengenai
prinsip yang dipakai, kriteria penggunaan, batasan-batasan, pembuktian dengan program yang bisa
dikatakan sudah baku seperti ETABS, SAP, SAFE, GT-STRUDL, SANS, dll.
Asumsi ataupun penyederhanaan yang digunakan dalam pemodelan struktur harus dijelaskan
Penomoran-penomoran/identifikasi elemen-elemen kolom, bentang/bay, dinding, dll yang menjadi data
input program pada perhitungan struktur utama harus disampaikan
Tampak 3-D dari struktur utama dan plan lay out serta beberapa elevasi keluaran program komputer agar
dilampirkan; juga beberapa data utama dalam bentuk print out agar disampaikan, meliputi penampang
elemen-elemen struktur dll.
Input komputer dengan dilengkapi dengan informasi utamanya seperti pemodelan, pembebanan, dan
lainnya wajib disertakan dalam pengajuan izin. Bila diperlukan, TPKB bisa meminta data input dalam
bentuk data elektronik.
Output hasil perhitungan komputer harus disertakan untuk bagian-bagian yang penting-penting dan
mewakili keseluruhan struktur, dengan diberikan ringkasannya (summary). Untuk elemen-elemen
pokok wajib disampaikan dengan jelas. Untuk elemen-elemen sekunder seperti pelat, balok anak dan
tangga; sejauh tidak terdapat hal-hal yang istimewa cukup resume hasil dan data utama yang
disertakan. Untuk elemen sekunder yang bersifat khusus, Perencana Struktur wajib menyampaikan
laporan perhitungan lengkap.
Reaksi-reaksi pada fondasi akibat pembebanan tetap dan sementara agar disampaikan meliputi reaksi
vertikal, lateral dan momen.
a. a. Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban gravitasi minimal
besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung S.K.B.I. – 1.3.53.1987; UDC: 624.042.
b. b. Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual dan
kebiasaan yang ada di masyarakat pengguna bangunan yang direncanakan, dan juga
lingkungannya.
c. c. Besar dan jenis pembebanan gravitasi yang menjadi dasar pembebanan pada tiap lantai
agar dijelaskan dan dirinci baik beban mati maupun beban hidupnya. Begitu juga agar dijelaskan
pengambilan reduksi beban hidup yang digunakan baik untuk portal, kolom dan fondasi, serta saat
peninjauan kondisi gempa.
6.8. Perhitungan Pengaruh Gempa
Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan agar mengacu pada Peraturan Gempa yang berlaku,
dalam hal ini Standar Nasional Indonesia SNI 03-1726-2002: Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Bangunan Gedung. Ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa,
seperti: wilayah gempa, faktor R (angka reduksi beban gempa), faktor jenis tanah, dan faktor
keutamaan; agar disampaikan. Demikian juga besar berat tiap lantai, geser tingkat, gaya per tingkat,
dan juga peninjauan eksentrisitas tambahan. Simpangan tingkat dan antar tingkat agar diperiksa sesuai
peraturan. Bilamana perlu nilai R harus diperiksa lagi setelah perhitungan pengaruh gaya gempa.
Besarnya beban gempa sangat ditentukan oleh tingkat daktilitas sistem struktur.
Dalam menentukan faktor reduksi gempa, R, agar mengacu kepada peraturan yang ada dimana dapat
ditentukan dengan dua cara:
a. 1). Faktor reduksi gempa R ditentukan oleh tingkat daktilitas dari sistem yang dipilih.
Besarnya R dari sistem tunggal atau ganda senantiasa dapat ditentukan Pasal 4.3
SNI-03-1726-2002 khususnya Tabel 3 tentang daktilitas struktur bangunan, sepanjang tingkat
daktilitas yang dipilih sesuai dengan tingkat pendetailan yang dilakukan sebagaimana diatur
didalam SNI-03-2847-2002 atau SNI-03-1729-2002.
b. 2). Penentuan nilai R representative dari sistem struktur yang terdiri dari beberapa
susbsistem tunggal dalam arah gempa yang ditinjau dapat juga ditentukan dengan cara rata-rata
berbobot sesuai Pasal 4.3.5, persamaan (7). Dengan demikian nilai R representative untuk
struktur 3/D juga ditentukan dengan nilai rata-rata berbobot dari factor reduksi gempa untuk dua
arah sumbu koordinat orthogonal, dengan gaya geser dasar masing-masing arah sebagai besaran
pembobotnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7.1.2, persamaan (29). Tingkat pendetailan
dari setiap subsistem harus sesuai dengan dengan nilai R dari masing-masing subsistem sesuai
Tabel 3 pada SNI 03-1726-2002.
Analisis dinamik harus dilakukan bila struktur termasuk tipe struktur bangunan yang harus dihitung dengan
melakukan analisis dinamik sebagaimana diharuskan oleh Peraturan Gempa yang berlaku, dalam hal
ini Standar Nasional Indonesia SNI 03-1726-2002 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung.
Data-data perhitungan analisis dinamik yang harus disampaikan, a.l. :
a. 1). Faktor-faktor utama dalam penentuan besar gaya gempa, meliputi : wilayah gempa,
faktor R (angka reduksi beban gempa), faktor jenis tanah, dan faktor keutamaan
b. 2). Penentuan massa bangunan
c. 3). Penambahan eksentrisitas rencana pada beban lateral sesuai ketentuan peraturan gempa
d. 4). Kontrol hasil analisis dinamik dimana ragam fundamental tidak dominan dalam rotasi
e. 5). Kontrol waktu getar fundamental
f. 6). Modal mass participation untuk seluruh mode yang ditinjau, nilainya harus lebih besar
dari 90 %.
g. 7). Plot gaya geser tingkat baik hasil penentuan statik, hasil analisis dinamik, geser tingkat
nominal yang digunakan pada perencanaan sebagai tindak lanjut dari analisis dinamik
h. 8). Kontrol simpangan antar tingkat pada kondisi layan dan kondisi ultimate
i. 9). Kontrol nilai R bila diperlukan
Ketentuan dalam Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung mengenai kombinasi gaya
gempa dengan 30 % gaya gempa pada arah tegak lurusnya tetap harus diikuti. Dapat juga
menggunakan cara-cara yang konservatif.
Untuk kondisi khusus dimana bangunan mempunyai denah yang tidak beraturan atau tidak orthogonal,
maka diperkenankan melakukan analisis pengaruh gempa dengan perhitungan 3-Dimensi dimana
dikerjakan gaya gempa dari satu arah saja tanpa kombinasi dari arah tegak lurusnya. Dalam hal ini
harus dilakukan perhitungan pengaruh gempa dengan berbagai arah gaya gempa (di putar-putar) tanpa
perlu meninjau gabungan pengaruh gempa 100 % pada arah yang ditinjau bersamaan dengan 30 % dari
arah tegak lurusnya. Sedang mengenai tambahan exentrisitas tetap harus dilakukan.
Pengaruh gempa pada bangunan-bangunan yang tinggi agar juga memperhatikan pengaruh pada
struktur-struktur sekunder yang bisa membahayakan manusia, antara lain pada kulit bangunan
(cladding, panel pracetak, dll), ataupun elemen non-struktur lain yang bisa membahayakan pengguna
bangunan dan lingkungan sekitarnya.
a. a. Pengaruh angin untuk bangunan-bangunan yang rendah bisa mengacu kepada bab 3.4 pada
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung S.K.B.I. – 1.3.53.1987; UDC: 624.042.
b. b. Disadari bahwa ketentuan yang berlaku tentang pembebanan angin yang ada disusun pada masa
yang lama sekali dimana bangunan tinggi masih sedikit sekali, dan ketentuan yang ada tidak memadai
untuk kondisi-kondisi bangunan-bangunan yang sangat tinggi.
c. c. Untuk bangunan-bangunan yang tinggi pengaruh angin selain mengacu kepada Bab 3.4. juga agar
ditinjau dengan peraturan dari negeri lain yang maju dalam riset mengenai pengaruh beban angin,
seperti UBC, ASCE, BS. Hal-hal utama dalam dalam memperhitungkan pengatuh angin adalah
pembesaran angin pada tiap ketinggian, kondisi medan sekitar bangunan, arah, gust factor, koefisien
tekan/hisap yang sesuai, dll.
d. d. Beban angin dasar pada ketinggian 10 m (basic wind speed) untuk penggunaan peraturan lain tadi
agar diambil minimal 33 m/detik. (fastest 1 mile speed sesuai UBC).
e. e. Pengaruh angin pada bangunan-bangunan yang tinggi terutama agar ditinjau pada perencanaan
kulit bangunan (cladding, panel pracetak, dll).
f. f. Wind Tunnel Test dianjurkan untuk dilakukan pada bangunan-bangunan yang tingginya lebih dari
200 m. Test ini terutama untuk penentuan besar gaya angin, flexibilitas bangunan, tekanan angin untuk
design cladding (kulit bangunan), response pada lantai-lantai atas gedung, dan pengaruh pada
pedestrian disekitar bangunan.
a. a. Perencanaan struktur beton dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas harus
memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002: Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
b. b. Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk bila terjadi
perubahan-perubahannya.
c. c. Penggunaan mutu baja tulangan untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas mutu baja dengan
tegangan leleh 400 MPa khususnya pada penggunaan untuk elemen-elemen yang bisa mengalami
pelelehan pada saat terjadi gempa, sesuai ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI
03-2847-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
d. d. Pada perhitungan elemen-elemen struktur beton bertulang, agar diberikan penjelasan mengenai
langkah/metode yang dipakai. Hasil perhitungan untuk semua kondisi pembebanan yang sesuai
peraturan-peraturan yang ada juga harus disampaikan. Untuk bagian elemen-elemen struktur yang
khusus seperti pur/pile-cap, dinding penahan, dll; skema ataupun gambar dari elemen yang dihitung
agar dijelaskan, termasuk menyampaikan skema dan penjelasan potongan ataupun lainnya yang
ditinjau.
e. e. Untuk struktur utama bangunan tinggi, prinsip-prinsip Kapasiti Design (Capacity Design) harus
digunakan. Hasil perhitungan yang menunjukkan hal tersebut agar disampaikan.
f. f. Perencanaan dinding geser harus memperhatikan kondisi dimana dinding geser tidak hancur
terhadap geser terlebih dahulu dibanding terhadap momen; tapi dalam segala halkuat geser nominal
dinding geser tidak perlu lebih besar dari gaya geser ultimate yang terjadi setelah beban gempa
dikalikan faktor f2 sesuai dalam SNI 03-1729-2002.
g. g. Kontrol pertemuan balok-kolom (beam column joints) untuk kondisi tipikal agar disampaikan.
h. h. Untuk bangunan dengan panjang denah bangunan lebih dari 120 meter pengaruh temperatur harus
diperhitungkan, dan perhitungannya harus disampaikan.
a. a. Perencanaan struktur beton pratekan dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas
harus memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002: Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
b. b. Untuk struktur yang menggunakan sistem pratekan, agar disampaikan penjelasan mencakup
hal-hal pokok, antara lain :
Sistem yang dipakai apakah Bonded/Unbonded, internal ataukah external prestressing
Penggunaan struktur beton pratekan unbonded dalam struktur bangunan diizinkan.
Penentuan besar gaya pratekan, persentase tegangan pada kabel pratekan terhadap tegangan Ultimate
Tensile Stress (UTS), besar gaya pratekan effektif, dan besar gaya pratekan awal (initial)
Tahapan prestressing (Stage of Prestressing) agar dijelaskan berikut perhitungan kontrolnya (bila ada
atau diperlukan)
Kontrol penampang balok/slab pratekan terhadap gaya-gaya yang terjadi, termasuk effek gaya dalam
sekunder akibat pratekan harus disampaikan perhitungannya. Dalam hal struktur menggunakan
balok beton pratekan, maka harus ditinjau kombinasi beban dengan turut meninjau akibat gaya
pratekan dalam bentuk beban pengganti. Struktur balok partekan dan juga kolom kemudian di
cek kekuatannya dengan Loading Combination: 1.2Md +1.6Ml + 1.0Ms; 1.2Md + 1.0 Ml + 1.0
Ms E; 0.9Md + 1.0Ms E, dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya pratekan
Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertikal lainnya harus diperhitungkan,
termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan (stage of prestressing).
Dalam hal digunakan lantai beton pracetak pratekan pada gedung-gedung tinggi maka harus dipasang
cukup tulangan jangkar pada masing-masing tumpuannya untuk memindahkan gaya geser
diaphragm dan harus ada topping (pengecoran beton) dengan tulangan negatif secukupnya di
atasnya.
Gambar untuk pengajuan izin struktur cukup bagian-bagian yang bersifat umum yang bisa mencerminkan
kondisi struktur hasil perencanaan yang ada. Gambar-gambar yang bersifat sangat detail tidak perlu
disampaikan.
Detail-detail penting yang bisa membahayakan struktur harus disampaikan gambar dan perhitungannya,
sebagai contoh a.l. :
a. 1). Pertemuan angkur pada balok beton pratekan dengan kolom beton tepi bangunan
b. 2). Pengangkuran struktur baja yang merupakan struktur yang berat ke fondasi ataupun
elemen struktur beton utama.
c. 3). Lain-lain yang dianggap mempunyai risiko tinggi.
Gambar rencana yang diajukan untuk permohonan izin struktur atas harus jelas, diberi nomor gambar,
mempunyai ukuran gambar yang baik untuk diberlakukan sebagai gambar pelaksanaan, dilengkapi
daftar gambar dan standar detailing yang digunakan.
Skala gambar yang digunakan harus mengikuti norma ataupun standar gambar yang lazim dan memadai
untuk bisa menjelaskan tujuan dari gambar tersebut.
Cara penggambaran struktur harus mengikuti norma ataupun standar penggambaran; sedang
penyederhanaan gambar yang bisa membuat perbedaan interpretasi isi gambar tidak diperkenankan.
Gambar detail yang bersifat umum seperti sambungan struktur baja tipikal, pertemuan struktur baja dan
beton, dan detail khusus yang bisa berpengaruh pada keamanan struktur harus disertakan.
Gambar struktur yang disampaikan harus berupa blueprint dengan dilipat menjadi seukuran folio, kwarto,
atau A4.
6.15. Percobaan beban pada bagian struktur
No. N a m a Lembaga
ITB
1. Prof.DR.Ir. Widiadnyana Merati
2. DR.Ir. F.X. Toha ITB
3. Prof.Dr.Ir. Wiratman Wangsadinata Inkindo
4. Prof.Dr.Ir. Azis Djajaputra, MSCE ITB
5. Ir. H. R. Sidjabat, MPCI HAKI
6. Ir. Hermawan W. Wardhana, MSE HAKI
7. Ir. Syahril A. Rahim, M.Eng UI
8. Ir. Davy Sukamta HAKI
9. Ir. I Wayan Sengara, MSCE, Ph.D ITB
10. DR.Ir. Bigman M. Hutapea, MSc HATTI
11. DR.Ir. Yuskar Lasse UI
12. Ir. Sulastono, M.T. Sekr.Harian TPKB
13. Ir. Dinar Panjaitan Unsur Dinas P2B
14. Ir. Dian Wiwekowati, MT Unsur Dinas Pertambangan
15. Ir. Indrastuty R. Okita, MSc Unsur Dinas PU
16. Ir. Maryanto, MT Unsur KTB dan Gedung
Pemda
17. Ir. Jati Waluyo Unsur Dinas Perumahan