Anda di halaman 1dari 6

TRADISI WEWEHAN DI BULAN RAMADHAN

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat ALLAH, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang disusun
sebagai
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini belum sempurna, sehingga masih
dibutuhkan revisi dari kritik dan saran. Semoga tulisan tugas dapat menambah pengetahuan
dan bermanfaat bagi kita.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah satu bagian yang saling melengkapi.
Manusia merupakan makhluk sosial yang berinteraksi satu sama lain dalam sebuah komunitas
yang disebut masyarakat dan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai aturan-
aturan berdasarkan kesepakatan dan akan menjadi sebuah kebudayaan. Manusia dalam
kesehariannya juga tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia adalah pencipta dan
pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu
kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan
kebudayaan dan bukan merusaknya.
Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan.
Seperti contoh, kebiasaan orang Jawa menggunakan bahasa “kromo” untuk menyapa atau
berbicara dengan orang yang lebih tua. Tradisi wayang kulit, yang digunakan para wali untuk
syiar agama tanpa meninggalkan konsep budaya Jawa dan masih banyak lagi kebudayaan
lainnya. Secara umum, tradisi biasanya dimaksudkan untuk menunjuk kepada suatu norma,
nilai, dan adat kebiasaan tertentu yang berbaur lama dan berlangsung hingga kini masih
diterima dan diikuti, bahkan dipertahankan oleh masyarakat tertentu, begitu pula dengan
keberadaan tradisi Wewehan. Tradisi Wewehan di Desa Denanyar diikuti oleh semua warga
masyarakat dari berbagai kalangan dan lapisan sosial serta dilaksanakan secara bersamaan.
Dalam hal ini penulis akan membahas salah satu budaya di bulan ramadhan yakni tradisi
“wewehan” yang dilaksanakan menjelang hari raya idul fitri.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filosofi Tradisi Wewehan


Masyarakat dan kebudayaan mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi, Hasil
pemikiran, cipta, rasa, dan karsa manusia merupakan wujud terciptanya kebudayaan.
Konsep hasil pemikiran manusia mempengaruhi berkembangnya budaya pada masyarakat.
Pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya akan
menjadi sebuah tradisi, yang akan menimbulkan budaya seperti acara atau upacara adat dari
budaya tertentu. Hal ini sejalan dengan Koentjaraningrat, (2000:146), yang menyatakan
bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi berdasarkan
suatu sistem adat istiadat tertentu yang kontinu dan menimbulkan ikatan rasa identitas yang
sama. Sejalan dengan definisi tersebut, kita banyak sekali melihat muncul dan
berkembangnya budaya atau tradisi di lingkungan masyarakat kita.
Jawa Timur, khususnya di Jombang juga mempunyai budaya yang sangat banyak.
Salah satunya adalah tradisi “wewehan” yang dilaksanakan menjelang hari raya idul fitri.
WEWEHAN berasal dari kata “weh” dalam bahasa Jawa yang artinya memberi. Jadi
WEWEHAN bisa diartikan saling memberi. Jadi pada prinsipnya WEWEHAN itu saling
bertukar makanan. Wewehan merupakan tradisi yang masih berkembang di masyarakat
kaliwungu, dan sudah turun-temurun sampai saat ini. Dalam kegiatan wewehan terkandung
makna mendalam, terutama tentang pentingnya berbagi sesama manusia.

B. Makna Tradisi Wewehan

Secara umum, tradisi adalah kebiasaan turun-temurun berupa nilai, norma sosial,
pola kelakuan, dan adat kebiasaan yang lain yang merupakan wujud dari berbagai aspek
kehidupan (Imam, 1990). Hal ini dimaksudkan untuk menunjuk kepada suatu norma, nilai,
dan adat kebiasaan tertentu yang berbaur lama dan berlangsung hingga kini masih diterima
dan diikuti, bahkan dipertahankan oleh masyarakat tertentu. Menurut Koentjaraningrat
(1994: 187) definisi tradisi adalah konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat
dalam sistem budaya yang menata tindakan manusia dalam sosial budaya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tradisi merupakan warisan budaya yang dilaksanakan secara turun-
temurun oleh masyarakat yang di dalamnya tertanam nilai dan norma sosial bagi kehidupan
masyarakat sebagai salah satu wujud pendidikan humaniora.
Keberadaan tradisi Wewehan di bulan ramadhan diikuti oleh semua warga
masyarakat dari berbagai kalangan dan lapisan sosial serta dilaksanakan secara bersamaan.
Tradisi Wewehan merupakan salah satu wujud kebudayaan berupa aktivitas karya manusia
yang menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Sebagaimana konsep
kebudayaan dari Koentjaraningrat yang lebih menekankan pada kompleks aktivitas.
Serangkaian tahapan pada tradisi Wewehan menggambarkan interaksi masyarakat dalam
mewujudkan kebersamaan, hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat pada serangkaian
tahapan tradisi Wewehan di Desa Denanyar.
Aktivitas dalam pelaksanaan tradisi Wewehan di Desa Denanyar yaitu pada saat
masyarakat berinteraksi menyiapakan segala perlengkapan yang digunakan ketika tradisi
Wewehan berlangsung, dalam mengikuti serangkaian tahapan, masyarakat di Desa Denanyar
mempunyai anggapan bahwa melalui tradisi Wewehan ini masyarakat dapat menumbuhkan
budaya tepo seliro salah satunya terwujudnya kebersamaan. Selain itu makna dari
pelaksanaan tradisi Wewehan yaitu mengajarkan bagi seluruh masyarakat di Desa Denanyar
untuk senantiasa menjaga silaturrahmi dan kebersamaan sebagai salah satu wadah bagi
masyarakat untuk menumbuhkan rasa cinta antar sesama manusia dengan saling memberi.

C. Proses Tradisi Wewehan


Proses tradisi Wewehan adalah tradisi yang dilakukan dengan cara memberi
makanan, sembako, makanan ringan, jajanan pasar dan lain sebagainya. Tradisi ini
dilaksanakan menjelang masuknya bulan Ramadhan atau pada pertengahan menjelang Hari
Raya Idul Fitri, dalam istilah lain dikenal Maleman. Dalam proses waktu pelaksanaannya,
tradisi Wewehan mempunyai tujuan yang berbeda, jika dilaksanakan ketika menjelang bulan
Ramadhan adalah bertujuan untuk memulai awal yang baru dengan menanamkan kebaikan
dengan "Weweh" sebagai bentuk shodaqah masyarakat. Dan jika dilaksanakan ketika
pertengahan Bulan Ramadhan dan mendekat Hari raya Idul Fitri biasa disebut Maleman,
bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas rizki yang diberikan oleh Allah, namun pada
dasarnya tujuan Wewehan adalah sebagai wujud budaya rasa syukur dan dapat dikatakan pula
sebagai zakat dan shodaqah.
Jika dihubungkan tradisi weweh dengan hukum Islam, maka tradisi ini wujud dari
implementasi agama Islam yang menganjurkan untuk umat muslim agar bershodaqah. Dengan
shodaqah tidak akan menjadi miskin bahkan akan menjadikan kita kaya di dunia dan akhirat.
Sebagaimana dalam Qur'an Surat Al- Baqarah ; 245
ِ‫ض مومينبضِس ض‬
‫ط موإذملنيذه ضِتنرمجضِعومن‬ ِ‫ا ضِ مينقذب ض‬ ‫ضاًذعمفضِه ملضِه أم ن‬
‫ضمعاًضفاً مكذثيمرضة مو ل‬ ‫ضاً محمسضناً مفضِي م‬ ‫ض لم‬
‫ا مقنر ض‬ ِ‫ممنن مذاَ اَللذذيِ ضِينقذر ض‬
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan."
Proses tradisi wewehan itu diawali dengan menyiapkan makanan atau bermacam-
macam jajanan pasar di setiap rumah, biasanya dibagikan kepada para tetangga dekat,
biasanya dibagikan pada satu Rukun Warga dan kepada keluarga, kerabat, sanak saudara, dan
tak lupa juga para fakir miskin di daerah tersebut. Kemudian anak-anak sebagai media
pengantar makanan tersebut mengantarkan atau membawakan makanan tersebut di setiap
tetangga dan sanak saudara. Jika suatu rumah atau dalam anggota keluarga yang tidak
memiliki anak, nantinya akan tetap bisa bertukar makanan dengan menunggu datangnya anak-
anak yang berkunjung kerumah. Tradisi ini mempunyai nilai pendidikan yang luhur dimana
tradisi ini mengajarkan ke setiap anak untuk saling memberi sesama dan untuk saling peduli
kepada sesama. Intinya tradisi wewehan tersebut yang muda mendatangi yang lebih tua dan
yang lebih sempat untuk memberikan ke setiap rumah.
Hal menarik dalam tradisi ini adalah jika kita memaknai lebih dalam maka aka nada
proses akulturasi atau penggabungan antara budaya Kejawen dan nilai agama Islam. Hal ini
tidak lepas dari peran para Wali yang memanfaatkan tradisi local untuk kepentingan dakwah
Islam merupakan bentuk dakwah yang sangat halus dengan memasukkan nilai-nilai Islam
melalui wahana tradisi secara simbolis. Meskipun dalam tradisi weweh ini terdapat unsur
kejawen nya, diantara unsur jawa yang ada pada weweh ini adalah dalam weweh yang
dilaksanakan sebelum bulan Ramadhan biasanya memberikan makanan "Apem" dalam
wewehnya. "Apem" memilki filosofi dibalik makanan yang berbahan dari tepung beras dan
sedikit perasa tape di dalamnya berasal dari bahasa Arab yaitu "Afwun" yang berarti maaf,
namun orang jawa menyebutnya "Apem". Dari asal kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa
"Apem" adalah makanan yang memiliki simbol sebagai permintaan maaf kepada sesama, dan
tolak bala.
Selain itu, tradisi ini diberikan oleh keluarga yang telah berkeluarga, maksudnya
adalah masyarakat yang telah berumah tangga. Namun demikian, tradisi ini tidak memandang
banyaknya yang ia berikan dan apa yang diberikan, terdapat nilai rasa syukur diantara
pemberi maupun penerima. Jenis makanan, lauk ataupun sembako pun tidak ada ketentuan
atau syarat yang mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh niat ikhlas dan sodaqoh dari pemberi
wewehan, dan itupun tanpa mengharapkan imbalan atau diwewehi kembali.
BAB III
PENUTUP

Weweh ini merupakan kegiatan yang harus kita pertahankan, karena tradisi ini
merupakan tradisi dari nenek kita dulu. Tradisi weh-wehan ini merupakan tradisi yang meriah
disetiap tahunnya yang di dominasi oleh anak-anak. Tradisi ini mengajarkan kesetiap anak
untuk memliki rasa saling berbagi terhadap sesama dan mengajarkan anak untuk saling
bersilaturrahmi dan mengajarkan anak untuk mempererat tali persaudaraan. Selain itu dengan
silahturahmi kita dengan saudara – saudara kita akan tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, 1990 : 190

Moh. Nur Hakim 2003 : 29

Muhammad Idrus, 2009

LAMPIRAN - LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai