Anda di halaman 1dari 10

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415

Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

KETERDAPATAN DAN TIPE MINERAL PADA BATUBARA


SERTA METODE ANALISISNYA
1 2 3 4
Edy Nursanto ; Arifudin Idrus ; Hendra Amijaya ; Subagyo Pramumijoyo
1
Mahasiswa Program Doktor, Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
2, 3, 4
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Masuk: 28 April 2011, revisi masuk : 3 Juli 2011, diterima: 15 Juli 2011

ABSTRACT
Coal is sediment composed by organic and inorganic materials with organic
contents that more than 50%.The organic matters are derived from the remaining plants
and have been decomposition and changes in physical and chemical properties. Based
on their abundance, then the minerals in coal can be divided into primary minerals (major
minerals), extra minerals minor minerals) and trace minerals. Consist of the major
minerals are clay minerals and quartz while the minor minerals are carbonates, sulfides
and sulfates. Analysis that used for mineral in coal is Microscopic optical, Scanning
Electron Microscopic (SEM), Electron Probe Micro Analyzer (EPMA), and x-ray Diffraction
(XRD).

Keywords: Coal, Minerals, Microscopic Optic, SEM, EPMA, XRD

INTISARI
Batubara adalah sedimen yang terdiri dari bahan organik dan anorganik. Batu-
bara mengandung lebih 50% bahan organik. Bahan organik berasal dari sisa-sisa
tumbuhan yang telah mengalami dekomposisi dan mengalami perubahan sifat-sifat fisik
dan kimianya. Berdasarkan kelimpahan mineral yang terkandung di dalamnya, maka
terdapat mayor elemen, minor elemmen dan mineral jejak. Mineral- mineral mayor antara
lain lempung dan kuarsa, sedangkan mineral minor antara lain karbonat, sulfida dan
sulfat. Alat yang digunakan untuk analisa mineral antara lain mikroskop optik, Scanning
Electron Microscopic (SEM), Electron Probe Micro Analyzer (EPMA) dan X-ray Diffraction
(XRD).

Kata kunci: Batubara, Mineral, Microscopic Optic, SEM, EPMA, XRD

PENDAHULUAN batubara bermanfaat dalam mempelajari


Batubara adalah suatu material genesanya (Finkelman, 1993).
yang tersusun dari bahan organik dan Pembentukan batubara secara
anorganik dengan kandungan organik umum dapat dibagi dalam dua tahap
pada batubara dapat mencapai 50 % dan yaitu: tahap peatification dan atau peng-
bahkan lebih dari 75 %. Bahan organik gambutan (akibat proses biokimia) dan
ini disebut maseral yang berasal dari sisa tahap coalification atau pembatubaraan
tumbuhan dan telah mengalami berbagai (akibat proses geokimia). Tahap peng-
tingkat dekomposisi serta perubahan si- gambutan merupakan tahap awal dari
fat fisik dan kimia baik sebelum ataupun suatu proses pembentukan batubara.
sesudah tertutup oleh lapisan di atasnya, Pada tahap ini diperkirakan sisa tum-
sedangkan bahan anorganiknya disebut buhan yang terakumulasi tersimpan da-
mineral atau mineral matter. Kehadiran lam kondisi reduksi di daerah rawa yang
mineral dalam jumlah tertentu akan selalu tergenang air dengan kedalaman
mempengaruhi kualitas batubara teruta- sekitar 0,5m sampai dengan 10m dari
ma parameter abu, sulfur dan nilai panas permukaan air. Sisa tumbuhan tersebut
sehingga dapat membatasi penggunaan oleh aktivitas bakteri anaerobik dan ja-
batubara. Keterdapatan mineral dalam mur diubah menjadi gambut. Perubahan

1
edynursantoyyk@yahoo.com.au
1
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

ini disebut proses biokimia karena ak- mineral-mineral ini mempunyai ukuran
tivitasnya dilakukan oleh bakteri (Stach, butir lebih kecil dari mineral epigenetic
1982). dan tersebar secara merata pada ba-
Tahap selanjutnya adalah proses tubara.
pembatubaraan yang didominasi oleh Berdasarkan atas dari kelimpah-
proses geokimia. Dalam tahap ini terjadi annya, maka mineral-mineral pada batu-
kenaikan temperatur, tekanan dan waktu bara dapat dibedakan atas: dari mineral
sehingga persentase unsur karbon dalam utama (major minerals), mineral tambah-
bahan asal pembentuk batubara ini cen- an (minor minerals) dan mineral jejak
derung untuk meningkat. Namun sebalik- (trace minerals). Ranton(1982) meng-
nya kandungan dari unsur hidrogen dan golongkan mineral utama jika kadarnya >
oksigen dalam sisa tumbuhan tadi men- 10% berat, mineral tambahan 1-10% dan
jadi berkurang. Karena proses pembatu- mineral jejak , 1% berat. Umumnya yang
baraan ini akan menghasilkan batubara termasuk mineral utama adalah mineral
dengan berbagai peringkat yang sesuai lempung dan kuarsa sedangkan mineral
dengan tingkat kematangan pada bahan minor yang umum adalah karbonat, sul-
organiknya yaitu mulai dari lignit yang fida dan sulfat.
subbituminous, semi antrasit, antarasit
Mineral lempung (Clay) adalah
dan meta antrasit. Adapun Faktor ter-
merupakan kelompok yang paling domi-
penting didalam tahap pembatubaraan
nan dijumpai pada batubara, sekitar 60-
adalah peningkatan secara berangsur
80% dari total mineral matter. Umumnya
angsur dari gradien geotermik, penim-
terdapat sebagai mineral primer yang
bunan (burial) dan waktu (Stach , 1982).
terbentuk akibat adanya aksi air atau
angin yang membawa material detrital ke
METODE
dalam cekungan pengendapan batubara.
Keterdapatan dan tipe mineral
Distribusi mineral lempung dalam batu-
pada batubara adalah merupakan mi-
bara ini dikendalikan oleh kondisi kimia
neral atau mineral matter pada batubara
rawa (Bustin,1989). Spesies mineral lem-
dapat diartikan sebagai mineral-mineral
pung umum terdapat dalam batubara
dan material organik lainnya yang ber-
adalah kaolinite, illite dan montmorilonit.
asosiasi dengan batubara (Ward, 1986).
Kaolinit ini umumnya terdapat dalam ba-
Adapun secara keseluruhan mancakup
tubara secara syngenetic yang terkon-
tiga golongan material yaitu mineral
sentrasi pada bidang perlapisan, tersebar
dalam bentuk partikel diskrit dan kristalin
pada vitrinit sebagai pengisi rekahan dan
pada batubara, unsur atau senyawa dan
lainnya berbentuk speris. Sedangkan
biasanya tidak termasuk unsur nitrogen
illite biasanya lebih banyak terdapat pada
dan sulfur, dan senyawa anorganik yang
batubara dengan lapisan penutup (roof)
larut dalam air pori batubara dan air
batuan sedimen marin.
permukaan
Mineral lempung yang terbentuk
Mineral matter pada batubara da-
pada fase ke dua (secondary), umumnya
pat berasal dari unsur anorganik pada
dihasilkan oleh adanya transformasi dari
tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara
lempung fase pertama. Bila kedalaman
atau disebut inherent mineral serta mi-
penimbunan bertambah, maka proporsi
neral yang berasal dari luar rawa atau
kaolinit berkurang sedangkan illite ber-
endapan kemudian ditransport ke dalam
tambah. Asosiasi mineral lempung pada
cekungan pengendapan batubara melalui
lapisan batubara berupa inklusi halus
air atau angin dan dapat disebut extra-
yang tersebar dan sebagai pita-pita lem-
neous atau adventitious mineral matter
pung (tonstein).
(Speight, 1994). Berdasarkan dari episo-
Kuarsa (SiO2) adalah merupakan
de pembentukannya (Mackowsky,1982)
salah satu mineral oksida yang paling
membagi mineral matter menjadi dua ka-
penting terdapat dalam batubara (Tylor et
tegori yaitu: syngenetic dan epigenetic.
al, 1998). Ada dua tipe dari kuarsa yang
Syngenetic (primary) pada mineral matter
dapat dibedakan berdasarkan daripada
adalah mineral yang terbentuk sebagai
teksturnya yaitu: butiran kuarsa klastik
detrital maupun authigenic. Umumnya
berbentuk bulat jika terendapkan melalui

2
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

media air dan berbentuk menyudut jika Mg) CO3 dan ankerit (CaMgFe) CO3.
melalui media angin. Tipe lainnya adalah Mineral-mineral ini dapat terbentuk baik
kuarsa kristal halus yang terbentuk dari pada fase syngenetic akhir maupun pada
larutan setelah pengendapan batubara. epigenetic (Diessel, 1992). Pada karbo-
Kuarsa dalam batubara ini kebanyakan nat syngenetic umumnya terdapat dalam
merupakan silika yang terlarut dari hasil bentuk konkresi speroidal dan sebagai
pelapukan felspar dan mika. Kuarsa me- pengisi ronga-rongga fusinite dan semifu-
rupakan mineral syngenetic dan jarang sinite. Siderit yang terbentuk dalam kon-
ditemukan sebagai epigenetic (Ranton, disi reduksi dapat dianggap sebagai
1982). karbonat primer, sedangkan kalsit dapat
Karbonat, Terdapat 4 (empat) ini terbentuk baik dalam lingkungan air
spesies mineral karbonat yang biasa tawar maupun lya dolomit merupakan
ditemukan dalam batubara yaitu: kalsit indikasi lingkungan pengendapan laut
(CaCO3), siderite (FeCO3), dolomite (Ca, (Stach, 1982).

Tabel 1. Klasifikasi Mineral Yang Terdapat Pada Batubara Ditinjau Dari Segi
Genetis(Bustin et al, 1989)

Primary (syngenetic) Formation Secondary (Epigenetic) Formation


Jenis Detrital Authigenic Deposited in cleat Tranformation of
mineral fractures & primary minerals
cavities
-Kaolinite Al2Si2O5 (OH)4 Sericite, smectite Illite, chlorite
Clays -Illite KAl2(AlSiO3) O10 -- (from other
(OH)2 Mixed-layer clays clays)
-Siderite -Ankerite
FeCO3 (Mg,Fe,Mn)
-- -Dolomite (CaMg)CO3 CO3 --
Carbonates
-Ankerite,
-Calcite CaCO3
Pyrite FeS2, Pyrite, marcasite, Pyrite
Marcasite FeS2 Sphalerite ZnS, (from siderite)
-- Melnikovite Galena PbS,
Sulphides Chalcopyrite
CuFeS2
Quarzt SiO2
Silicas Quartz-SiO2 Chalcedony -- --
Oxides & Rutile TiO2 Hematite Fe2O3
Hydroxides Limonite -- --
FeO(OH)2H2O
Phosphates Apatite Ca5F(PO4)3 -Phosphorite
-- --
-Apatite
Zircon ZrSiO4
Silicates Felspar
-- -- --
Tourmaline,
Micas
-Hydrated iron
-Sulphate
-Gypsum
-- -- --
Sulphates CaSO42H2O
(oxidation
products)

Sulfida, adalah pirit dan markasit Mineral ini dapat terbentuk baik secara
merupakan mineral sulfida yang paling syngenetik maupun epigenetik dalam
umum terdapat pada batubara. Ke dua berbagai bentuk (Diesel, 1992). Bebera-
spesies mineral ini memiliki komposisi pa bentuk dari mineral pirit yang telah
kimia yang sama (FeS2) hanyan berbeda ditemukan dalam batubara adalah seba-
dalam bentuk kristalnya. Pirit berbentuk gai berikut: a).Kristal pirit berukuran kecil
kubik dan markasit berbentuk ortorombik. dan terdapat sebagai inklusi dalam Vi-

3
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

trinit dan semufusinit dan seringkali ini MM = 1,13 A + 0,5 Spyr + 0,8 CO2 + 2,85
berasosiasi dengan pirit framboidal. b). Sso4 -2,85 Sash + 0,5 Cl (King et
Nodul pirit atau markasit dengan ukuran al, 1936 dalam Ward, 2002)
hingga beberapa centimeter yang umum- Parr formula:
nya terdiri dari kristal-kristal membulat MM= 1,08 A + 0,55 S (Parr, 1928)
atau memanjang. c). Bentuk Fe-Sulfida MM= 1,13 A + 0,47 Spyr + 05 Cl (Given
syngenetic yang paling umum adalah an Yarzab, 1978 dalam Ward, 2002)
kristal pirit dengan ukuran lebih kecil dari Keterangan :
2 mikron, terdapat dalam bentuk speroi- MM = Persen mineral matter dalam batubara
dal atau framboidal dan berasosiasi de- A = Persen abu batubara
ngan vitrinit. d).Tipe konkresi dari kristal CO2 = Persen karbonat dalam bentuk CO2
Spyr = Persen piritik sulfur di batubara
kecil bergabung membentuk lensa-lensa Sso4 = Persen sulfur sulfat di batubara
pipih atau pita-pita yang menunjukkan Sash = Persen sulfur abu batubara
presipitasi pirit Laut (Renton, 1982). Kla- S = Persen total sulfur
sifikasi dari mineral dapat dilihat pada Cl = Persen klorin di batubara
Tabel 1.
Sulfat adalah mineral sulfat yang Metode analisis mineral pada
paling dominan terdapat pada batubara batubara,Scanning Electron Microphrobe
adalah bassanit dan gypsum. Umumnya Partikel-partikel mineral dalam batubara
mineral ini terbentuk dari hasil oksidasi dapat dilihat dengan SEM (Scanning E-
mineral sulfida (pirit) pada batubara ter- lectron Microphrobe). Sampel yang dipa-
utama bila berhubungan dengan udara kai untuk electron microphrobe dapat
luar dalam waktu lama. berupa sayatan poles atau permukaan
pecahan batubara.
PEMBAHASAN Identifikasi mineral-mineral da-
Pemanfaatan dari batubara me- lam batubara dilakukan oleh analisis
merlukan pemahaman mengenai karak- X-ray fluorescence. Elemen-elemen ini
teristik pada mineral yang terkandung di secara dapat otomatis dikumpulkan oleh
dalamnya, akan tetapi kesulitan yang Scanning Electron Microphrobe. Untuk
dihadapi ini dalam studi mineralogi pada melihat distribusi mineral-mineral dalam
batubara disebabkan antara lain adalah batubara juga bisa digunakan CCSEM
ukuran butir mineral sangat halus, ada- (Computer Controlled Scanning Electron
nya asosiasi mineral dengan komponen Microscopy). CCSEM digunakan untuk
organik, dan bentuk dan gabungan mi- menentukan ukuran mineral, asosiasi
neral kompleks mineral, komposisi dan banyaknya mi-
Sejumlah teknik yang kini telah neral dalam batubara. Gambar yang
diterapkan dalam mengidentifikasi dan dihasilkan berbentuk tiga dimensi dengan
mengkuantifikasi mineral pada batubara menampilkan sinyal dari suatu detektor
antara lain adalah: Mikroskop optik, mi- elektron pada layar television atau mo-
croskopis elektron (SEM), Electron Probe nitor komputer. SEM memiliki spektro-
Micro Analyser (EPMA), difraksi sinar-X meter sinar-X, lensa focusing, fasilitas
(XRD). Dalam rencana penelitian ini ha- untuk menyapu berkas dalam raster,
nya digunakan dua metode yaitu micros- pengaturan untuk mendeteksi elektron
kop optik (sinar polarisasi) dan difraksi dan display sistem.
sinar-X.
Penentuan kandungan mineral
matter merupakan Penentuan mineral
matter menggunakan dasar DMMF (Dry
Mineral Matter Free). Perhitungan deng-
an menggunakan rumus Parr (1928) dan
King et.al (1936) dalam Ward, 2002,
untuk rumus King menggunakan formula Gambar 1.Kumpulan elektron sekunder
King-Maries-Crossley, disingkat KMC. dari sampel oleh detektor Grid Bias Po-
KMC formula: sitif (Reed, 2005).

4
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

Pada umumnya digunakan tipe maupun semi kuantitatif. Prinsip yang


secondary electron (SE) yang dapat digunakan oleh alat ini adalah meman-
menampilkan topografi dari sampel. Se- faatkan sinyal-sinyal yang diperoleh dari
dangkan backscattered electron (BSE) ini hasil tumbukan antara elekron yang
digunakan untuk menampilkan variasi mempunyai energi tinggi dengan permu-
komposisi sampel. Ditampilkan pada kaan spesimen untuk mengamati keada-
Gambar 1. Kumpulan elektron sekunder an material spesimen. Kelebihan dari
dari sample. analisis material dengan EPMA adalah :
material dengan ukuran 1mm dapat
Dianalisa dengan cepat dan akurat tan-
pa melakukan perusakan pada material
tersebut. Dengan memanfaatkan spek-
trum X-ray yang dihasilkan, unsur-unsur
penyusun dari material dapat diketahui
(analisis kualitatif). Dengan memanfaat-
kan sifat X-ray yang dihasilkan, distribusi
elemen dalam luas tertentu dari material
yang sedang dianalisa sehingga kompo-
sisi mikro dari suatu material dapat
Gambar 2. Aragonit Terlihat Pada diketahui.
Elektron Sekunder SEM (Reed, 2005) Apabila suatu elektron terjadi
bertumbukan dengan spesiman, maka
antara elektron dengan spesimen akan
berinteraksi yang sifatnya elastis dan ti-
dak elastis. Pada interaksi yang bersifat
elastis, energi yang dimiliki oleh elektron
sebelum dan sesudah bertumbukan
mempunyai nilai yang hampir sama,
sedangkan pada interaksi yang tidak
elastis sebagian dari energi yang dimiliki
oleh elektron sebelum tumbukan akan
dipindahkan pada spesimen dan akibat-
nya akan timbul elektron sekunder, X-
ray, cahaya, panas. Elektron sekunder
merupakan elektron yang dimiliki oleh
spesimen dan ke luar dari spesimen
akibat spesimen tersebut ditumbuk oleh
elektron yang datang dari luar. Besarnya
energi yang dimiliki elektron sekunder
Gambar 3. SEM Backscaterring Image
berkisar 50ev. X-ray terbentuk apabila
suatu unsur ditembak oleh photon yang
Electron Probe Micro Analyser,
mempunyai energi cukup tinggi. Di labo-
adalah penentuan komposisi mineral da-
ratorium X-ray ini dibangkitkan dengan
lam batubara dapat dilakukan dengan
menembak unsur dengan elektron yang
analisis microprobe electron pada sayat-
mempunyai energi yang tinggi sehingga
an poles. Alat ini mempunyai presisi baik.
dihasilkan Primer X-ray atau dengan
Dengan menggunakan X-ray fluorescen-
memberikan radiasi pada unsur dengan
ce synchrotron microprobe dari alat ini
X-ray yang mempunyai energi tinggi se-
digunakan untuk melihat atau menentu-
hingga dihasilkan elektron sekunder atau
kan mineral trace element di vein kar-
X-ray Fluorescence yang mempu-nyai
bonat pada lapisan batubara. Alat EPMA
energi photon rendah.
(Electron Probe Micro Analyzer) merupa-
Sistem elektron optik terdiri dari
kan salah satu instrumen modern yang
elektron gun, lensa kondensor dua tahap,
dapat digunakan untuk melihat struktur
scanning coil, objective aperture dan u-
mikro dari suatu material dan mampu
nit-unit lainnya. Elektron gun merupakan
untuk menganalisis baik secara kualitatif

5
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

sumber elektron yang stabil dan digu- run karena digunakan untuk mengioni-
nakan untuk memproduksi elektron be- sasi atom-atom gas lain. Elektron yang
am. Elektron-elektron ini diperoleh dari dihasilkan kemudian melakukan interak-
elektron gun dengan proses yang disebut si dengan kawat tungsten untuk meng-
Thermionic emission, yaitu proses yang hasilkan pulsa-pulsa. Gas yang diguna-
menggunakan temperatur cukup tinggi kan umumnya adalah campuran argon
untuk mengluarkan sebagian elektron dengan metan (90% argon: 10% metan).
dari sumbernya. Di dalam elektron gun Sistem deteksi sinyal X-ray ter-
terdapat filamen yang berfungsi sebagai diri dari 5 buah kristal yaitu LIF, ADF,
katode. Filamen ini mempunyai bentuk RAF dan PbST. Kristal tersebut mampu
lancip pada ujungnya menyerupai huruf mendeteksi panjang gelombang yang
V dengan diameter antara 5-10cm bahan dihasilkan dari tumbukan antara elektron
yang digunakan untuk filamen biasanya dengan atom-atom yang tedapat dalam
wolfram. Lensa kondensator terdiri dari 2 spesimen. Elektron gun merupakan alat
buah lensa, yangmana lensa objektif untuk menghasilkan elektron beam yang
digunakan untuk memperbesar beam mempunyai energi tinggi dan kemudian
yang telah dibentuk pada cossever, se- difokuskan pada permukaan spesimen
hingga diperoleh ukuran akhir spot pada yang akan dianalisa dan berfungsi se-
sampel sebesar 5-200nm. Dengan cara bagai target. Pada waktu alat EPMA ini
ini besarnya arus beam yang akan me- dioperasikan, filamen lalu dipanaskan
numbuk sampel dapat ditentukan, se- dan diberi tegangan negatif sebesar 1-
dangkan pada scanning coil merupakan 50kV, saat itu elektron akan keluar dari
alat untuk menggerakkan beam. Sistem ujung filamen yang lancip dan gerakan-
pengamatan mikroskop berfungsi seba- nya akan dipercepat oleh perbedaan
gai mikroskop untuk mengamati spesi- potensial yang tinggi antara katoda dan
men, sedangkan stage sistem merupa- anoda (1.000-50.000volt). Di dalam elek-
kan alat untuk menempatkan dan meng- tron gun terdapat wehnett hal ini yang
atur posisi dari sampel dalam peralatan mempunyai bentuk silinder dan diberi
EPMA. potensial antara 0-2.500volt. Fungsi dari
Sistem deteksi sinyal elektron, wehnett adalah memfokuskan elektron
merupakan alat untuk merubah elektron yang ke luar dari filamen, sehingga ter-
yang ke luar dari spesimen menjadi si- bentuk cross over dengan diameter (do)
nyal listrik yang dapat digunakan untuk 10-50μ. Elektron yang terbentuk pada
membuat Scanning Electron Microscope cross over kemudian diperbesar oleh len-
(SEM) image. Vakum sistem merupakan sa kondensator dan untuk selanjutnya
alat untuk mengatur kevakuman dalam dilewatkan pada lensa objektif dan digu-
alat EPMA. Ruang pada pemvakuman nakan untuk menembak spesimen. Pada
awal, alat ini merupakan tempat untuk waktu elemen ditumbukkan dengan spe-
mengeluarkan dan memasukkan spesi- simen, sebagaian dari elektron tersebut
men ke dalam alat EPMA. Dengan mem- dipantulkan oleh permukaan spesimen.
buat sistem vakum lokal, mengeluarkan Elektron yang dipantulkan disebut Back
dan memasukkan spesimen ke dalam Scattered Electron (BSE). BSE yang di-
alat dapat dilakukan tanpa mengganggu hasilkan kemudian ditangkap BSE detek-
sistem vakum secara total. tor dan sinyal yang diperoleh detektor ini
Detektor X-ray yang paling ba- kemudian digunakan untuk memberikan
nyak digunakan untuk sistem spektro- informasi mengenai topography permu-
meter adalah gas proportional control kaan spesimen. Elektron-elektron lain
(Gambar 6). Alat ini terdiri dari tabung yang tidak dipantulkan oleh permukaan
yang dilengkapi dengan kawat tungsten spesimen akan melakukan penetrasi ke
tipis, diisi dengan gas dan diberi poten- bagian dalam spesimen sampai keda-
sial 1-3KV. Pada saat photon X-ray laman 1-2μm dan mengeksitasi elektron
memasuki tabung melalui window, pho- yang terdapat pada atom-atom spesimen
ton tersebut akan di-serap oleh atom- sebagai hasil dari eksitasi elektron ter-
atom gas untuk menghasilkan photoelek- sebut akan dihasilkan X-ray dengan
tron yang kemudian energinya akan tu- panjang gelombang tertentu, tergantung

6
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

pada atomnya. Panjang gelombang X- konstruktif.


ray yang dihasilkan kemudian ditangkap Dasar penggunaan dari difraksi
oleh detektor X-ray, karena panjang sinar X untuk mempelajari kisi kristal
gelombang untuk tiap unsur mempunyai adalah berdasarkan persamaan Bragg :
harga tertentu maka panjang X-ray yang nλ= 2 d sin θ ; n = 1, 2,....dan seterusnya.
terdeteksi dapat digunakan untuk meng- Dengan λ adalah panjang gelombang si-
identifikasi unsur-unsur yang terdapat nar-X yang digunakan, d adalah jarak
dalam suatu spesimen dan analisis unsur antara dua bidang kisi, θ adalah sudut
dengan cara ini disebut sebagai analisa antara sinar datang dengan bidang nor-
kualitatif. mal dan n adalah orde pembiasan. Ber-
Hal yang mesti diperhatikan un- dasarkan dari persamaan Bragg jika
tuk analisis EPMA adalah sifat dari ma- seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel
terial itu sendiri yang akan dianalisis. kristal, maka biand kristal itu akan mem-
Material yang tidak konduktif, penembak- biaskan sinar-X yang memiliki panjang
an spesimen elektron kemungkinan akan gelombang sama dengan jarak antar kisi
menimbulkan penumpukan muatan pada dalam kristal tersebut. Sinar yang dibias-
permukaan spesimen (charge up). Untuk kan dan akan ditangkap oleh detektor
menghindari terjadinya charge up, spes- kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
men tidak konduktif perlu dibuat konduktif puncak difraksi. Makin banyak bidang
dengan cara melapisi permukaan spesi- kristal yang terdapat dalam sampel,
men dengan material yang konduktif makin kuat intensitas pembiasan yang
seperti emas, perak, aluminium atau kar- dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
bon. pada pola XRD mewakili satu bidang
X-ray diffraction analysis adalah kristal yang memiliki orientasi tertentu
metode yang telah banyak digunakan se- dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-pun-
cara luas dalam mengidentifikasi mineral cak yang didapatkan dari data pengukur-
pada batubara (Finkelman et al, 1981). an kemudian dicocokkan dengan standar
Untuk memperoleh hasil yang optimum, difraksi dari sinar-X. Keuntungan utama
contoh batubara dipreparasi sampai u- penggunaan sinar-X dalam karakterisasi
kuran halus. Komponen organik (mase- material adalah kemampuan penetrasi-
ral) dan untuk anorganik (mineral) dapat nya, sebab sinar-X adalah gelombang
dipisahkan dengan cara dipamanaskan elektromagnetik dengan panjang 0,5-
pada kondisi suhu rendah (low tempe- 2,0mikron. Sinar ini dihasilkan dari pe-
rature ashing). Komponen organik akan nembakan logam dengan elektron ber-
teroksidasi sehingga tinggal komponen energi tinggi. Elektron ini mengalami
mineralnya. Residu ini selanjutnya Diana- perlambatan saat masuk ke dalam logam
lisis dengan menggunakan difraktometer. dan menyebabkan elektron pada kulit
Difraktogram yang dihasilkan selanjutnya atom logam tersebut terpental memben-
diintepretasi dengan menggunakan tabel tuk kekosongan. Elektron dengan me-
Hanawalt dan X-ray powder data file mancarkan kelebihan energinya sebagai
(PDF). Mineral-mineral dalam batubara foton sinar-X.
dan di dalam residu Low Temperature Metode sinar-X digunakan untuk
Ashing. Pada umumnya mineral-mineral mengetahui struktur dari lapisan tipis
dalam batubara adalah kuarsa, mineral- yang terbentuk. Sampel diletakkan pada
mineral clay (khususnya kaolinit, illite, sampel holder difraktometer sinar-X. Pro-
dan smetic), felspar, karbonat seperti ses difraksi sinar-X ini dimulai dengan
siderit, kalsit, dolomit dan mineral sulfida menyalakan difraktometer sehingga di-
seperti pirit. Tabel 2. adalah mineral- peroleh hasil difraksi berupa difraktogram
mineral ini yang ada di batubara dan di yang menyatakan hubungan antara su-
residu Low Temperaur Ashing (LTA). dut difraksi 20 dengan intensitas sinar-X
Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan yang dipantulkan.
elastis foton-foton sinar-X oleh atom da- Tabung sinar-X, pada umumnya
lam sebuah kisi periodik. Hamburan sinar diciptakan dengan percepatan arus
monokromatis dari sinar-X dalam fasa listrik atau setara dengan transisi kuan-
tersebut memberikan interferensi yang tum partikel dari satu energi state ke

7
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

lainnya. Ketika elektron menambrak ano- tron-elektron dalam target, karakteristik


da:1). Menambrak atom dengan kece- spektrum sinar-X dihasilkan. Spektrum ini
patan perlahan dan menciptakan radiasi terdiri atas beberapa komponen-kom-
bremstrahlung atau panjang gelombang ponen dan komponen yang paling umum
kontinyu. 2). Secara langsung menabrak adalah Kα dan Kβ. Kα terdiri dari Kα1 dan
atom atau menyebabkan terjadinya tran- Kα2. Kα1 mempunyai panjang gelombang
sisi menghasilkan panjang gelombang sedikit lebih pendek dan mempunyai
garis. Sinar-X merupakan radiasi elektro- intensitas dua kali lebih besar dari inten-
magnetik yang memilki energi tinggi sitas dari Kα2. Panjang gelombang yang
sekitar 200eV sampai 1MeV. Sinar-X di- spesifik merupakan karakteristik dari
hasilkan oleh interaksi antara berkas bahan target (Cu, Fe, Mo, Cr). Disaring
elektron eksternal dengan elektron pada oleh kertas perak atau kristal monochro-
kulit atom. Spektrum sinar-X memiliki meters yang akan menghasilkan sinar-X
panjang gelombang 5-10nm dan berfre- monokromatik yang diperlukan untuk di-
kuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi fraksi. Tembaga adalah bahan sasaran
103-106 eV. Panjang gelombang sinar-X yang paling umum untuk difraksi kristal
memiliki orde yang sama dengan jarak tunggal dengan radiasi Cu Kα = 05418 Å.
anatar atom sehingga dapat digunakan Sinar-X ini bersifat collimated dan meng-
sebagai sumber difraksi kristal. Difraksi arahkan ke sampel. Pada saat sampel
sinar-X merupakan teknik yang diguna- dan detektor diputar, intensitas sinar
kan dalam karakteristik mineral untuk pantul in direkam. Ketika geometri dari
mendapatkan informasi tentang ukuran peristiwa sinar-X memenuhi persamaan
atom dan material kristal maupun non Bragg, interferens konstruktif terjadi dan
kristal. Difraksi tergantung pada struktur suatu puncak di dalam intensitas terjadi.
kristal dan panjang gelombangnya. Jika Detektor akan merekam dan memproses
panjang gelombang jauh lebih dari pada isyarat penyinaran ini dan mengkonversi
ukuran atom atau konstanta kisi kristal itu menjadi suatu arus yang akan di-
maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi. keluarkan pada printer atau layar kom-
Ukuran atom dinyatakan dalam orde puter.
angstrom (Å), supaya terjadi peristiwa Prosedur difraksi sinar-X meru-
difraksi maka panjang gelombang dari pakan percobaan dengan menggunakan
sinar yang melalui kristal harus dalam difraksi sinar-X kebanyakan terbatas pa-
orde angstrom (Å). da zat padat saja. Hasil yang paling baik
Skema tabung sinar-X dihasilkan akan diperoleh apabila digunakan kristal
dari tumbukan antara elektron kecepatan tunggal. Difraksi sinar ini dapat pula
tinggi dengan logam target. Dari prinsip dilakukan dengan menggunakan padatan
dasar ini, maka alat untuk menghasilkan dalam bentuk serbuk yang sebenarnya
sinar-X harus terdiri dari beberapa kom- terdiri dari kristal-kristal yang sangat kecil
ponen utama, yaitu: a. Sumber elektron atau juga dapat menggunakan padatan
(katoda). b. Tegangan tinggi untuk mem- dalam bentuk kumparan yang biasa
percepat elektron. c. Logam target (ano- digunakan untuk menentukan struktur
da). Ketiga komponen tersebut merupa- molekul yang mempunyai ukuran yang
kan komponen utama dari suatu tabung sangat besar. Alat yang digunakan untuk
sinar-X . mengukurdan mempelajari difraksi sinar-
Komponen difraksi sinar-X ada X dinamakan Goniometer.
dua macam yaitu: a. Slit dan film. b.Mo- Pada metode kristal tunggal ini,
nokromator Sinar-X dihasilkan di suatu sebuah kristal yang berkualitas baik, dile-
tabung sinar katode dengan pemanasan takkan sedemikian rupa sehingga dapat
kawat pijar untuk menghasilkan elektron- berotasi pada salah satu sumbu Kristal-
elektron, kemudian elektron-elektron ter- nya. Ketika kristal itu diputar pada salah
sebut dipercepat terhadap suatu target satu sumbu putar, seberkas sinar-X mo-
dengan memberikan suatu voltase dan nokromatik dipancarkan ke arah kristal.
menembak target dengan elektron. Keti- Ketika kristal berputar, perangkat-pe-
ka elektron-elektron mempunyai energi rangkat bidang yang ada dalam kristal
yang cukup untuk mengeluarkan elek- beruntun akan memantulkan berkas si-

8
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

nar-X. Berkas sinar-X yang dipantulkan teknik analisis mineral pada batubara
ini kemudian direkam pada sebuah yang banyak digunakan saat ini adalah
piringan fotografik. Jika yang digunakan dengan memakai mikroskop refleksi baik
piringan datar, akan diperoleh suatu pola dengan sinar biasa maupun fluorescen.
seperti terlihat pada Gambar 9 tetapi Metode ini sangat berguna dalam men-
apa-bila yang digunakan adalah film deskripsi tipe dan keterdapatan mineral
fotografik lengkung berbentuk silinder pada batubara. Informasi yang dapat
dengan kris-tal yang diuji terletak diperoleh dengan cara ini meliputi jenis
ditengah silinder, maka akan diperoleh mineral serta asosiasinya dengan mase-
suatu deretan spot yang berbentuk garis ral. Karaktersitik mikroskopis beberapa
lurus sehingga pengukuran akan menjadi mineral yang sering dijumpai pada batu-
semakin mudah. Mikroskopis optic ( sinar bara dapat dilihat pada Tabel 2.
pantul),

Tabel 2. Sifat-sifat optik beberapa mineral yang umum terdapat pada batubara
(Falcon & Snyman, 1986)

Mineral Intensitas Warna Anisotropism Ciri-ciri khusus


sinar pantul
Kaolinite, Illite,
Tidak ada Kelabu hitam Isotropik Lunak
Mntmorilonite
Calcite, dolomit, Belahan rombik,
Tidak berwarna-
ankerite Anisotropik tinggi, kembaran,
Sedang putih-kuning-
refl.dalam kekerasan
kecoklatan
sedang
Siderite Kompak,
Tinggi Kuning –coklat Intern refl.
nodular, keras
Pyrite Berbutir masif,
Sangat tinggi Kuning perunggu Isotrop
keras
Marcasite Sangat tinggi Kuning perunggu Anisotrop tinggi Tabular, keras
Hematite Anisotropik, Tabular, berbutir
Tinggi Abu-abu
refl.dalam keras
Limonite- Anisotropik lemah, Masif, kompak,
Sedang Abu-abu
Geothite refl.dalam granular
Kuarsa Anisotropik lemah,
Rendah Kelabu-hitam Granular, keras
refl.dalam

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Bahan anorganik dalam batubara Bustin R.M., 1989, Coal Petrology: Its
disebut mineral atau mineral matter. Ke- Principles, Methods, and Applica-
terdapatan mineral dalam batubara ber- tions, Geological Association of
manfaat dalam mempelajari genesa dan Canada, (Reprint Edition).
pemanfaatannya. Umumnya yang Diesel C.F.K., 1992, Coal Bearing De-
termasuk mineral utama dalam batubara positional System, Springer Ver-
adalah mineral lempung dan kuarsa lag, Berlin. P.137-158.
sedangkan mineral minor yang umum Falcon R.M.S. & Snyman, C.P., 1986, An
adalah karbonat, sulfida dan sulfat. Introduction to Coal Petrography,
Teknik analisis yang sesuai dipa-kai Finkelman R.B., 1993, Trace and Minor
untuk mineral dalam batubara adalah : Elements in Coal, In Organic
Mikroskopis optik, mikroskopis elektron Geochemistry (Engel, M.H &
(SEM), Electron Probe Micro Analyser Macko, S.A) Plenum Press, New
(EPMA), difraksi sinar-X (XRD). York, pp. 299-318.
Finkelman, R.B., and Gluskoter, H.J.,
1981, Characterization of Mine-
rals in Coal : problems and pro-

9
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 4 No. 1 Agustus 2011

mises in Fauling and Slagging Stach E., 1982, Coal Petrology, Gebru-
Resulting from impurities in Com- der Borntraeger, Berlin, Stuttgart,
bustion Gases (Bryer, ed), New p.38-43
Hamspire, pp. 299-318. Speight J.G., 1994, The Chemistry and
Mackowsky M.TH, 1982, Minerals and Technology of Coal, Marcel Dek-
Trace Elements Occuring in ker Inc., New York.
Coal, In Stach E. et al : Stach’s Taylor G.H., Chandra D., 1998, Gond-
Texbook of Coal Petrology, Geb wana Coal in Coal Petrologi, Ge-
Borntraeger, Berlin-Stuttgart, bruder Borntraeger, Berlin, Stutt-
p.153-170. gart, p. 191-194.
Ranton J.J., 1982, Mineral matter in coal
Ward C.R., 1986, Review of Mineral
In Meyer
Matter in Coal, Australian Coal
Reed, S.J.B., 2005, Electron Microprobe
Geology, Geol.Soc. of Austra-lia,
Anaysis and Sanning Electron
Vol. 6 pp. 87-107.
Microscopy in Geology, Cam-
bridge University, New York, 190
p.

10

Anda mungkin juga menyukai