Anda di halaman 1dari 27

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

subhedral, tekstur umum


inekuigranular, tekstur
khusur fanero porfiritik.
Ukuran kristal fenokris (1 -
4 mm) dan massa dasar (< 1
mm), tingkat kristalinitas
Qz S, Ser,
Granit holokristalin, bentuk dan Bt, Tpz,Tur, Ms,
Opq, Tpz, Qz S, Ser, Tpz, Qz, Ser, Ms,
447 bertekstur hubungan antar kristal Sme, Kao, Chl Ser, Qz, Ill/mica, Greisen
Ms, Tur, Ms, Tur, Cst Tpz, Tur, Cst
sedang subhedral, tekstur umum Hem
Ep
inekuigranular, tekstur
khusus porfiritik dan
intergrowth.
Ukuran kristal fenokris (1 -
4 mm) dan massa dasar (< 1
mm), tingkat kristalinitas
Granit holokristalin, bentuk dan Feox, Qz S, Ser,
Bt, Tpz, Goe, Qz P, Or, Qz S, Ser, Tpz,
448 bertekstur hubungan antar kristal Kao, Hall Clay, Tpz, Ms, Greisen
Ser, Hem Bt Ms, Cst
sedang subhedral, tekstur umum Cst
inekuigranular, tekstur
khusus porfiritik dan
intergrowth.
Ket: Ab= Albit; Bt=Biotit; Chl= Klorit; Clay= Mineral berukuran lempung; Cst= Kasiterit; Dck= Dickite; Feox= Mineral oksida; Gbs= Gibsit; Goe= Goethit; Hall= Haloisit; Hem= Hematit; Ill= Ilit; K-Fld= K-
Feldspar; Kao WX= Kaolinit well crystalline; Kao Px= Kaolinit poor crystalline; Mont= Montmorilonit; Mrg= Margarit; Ms= Muskovit; MS= Material sedimen; Opq= Mineral opak; Or= Ortoklas;
Phe=Phengit; Pl= Plagiklas; Plg= Paligorskit; Prl= Pirofilit; Py= Pirit; Qz P= Kuarsa primer; Qz S= Kuarsa sekunder; Ser= Serisit; Sme= Smektit; Tpz= Topas; Tur= Turmalin;

780
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

GEOLOGI DAN PERSEBARAN MINERALISASI TIMAH, UNSUR RADIOAKTIF


DAN UNSUR TANAH JARANG DI BLOK LEMBAH JAMBU,
KECAMATAN TEMPILANG, KABUPATEN BANGKA BARAT,
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jalu Bias Firdausi1*
Miftah Mukifin Ali2
Sutanto3
Suprapto4
1*
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
3
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
4
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
*corresponding author : jalubias76@gmail.com

ABSTRAK
Pulau Bangka termasuk kedalam jalur Granit yang membentang sepanjang asia tenggara mulai dari
Thailand sampai Kepulauan Bangka-Belitung. Kondisi tersebut menyebabkan Pulau Bangka kaya
akan sumber daya timah, unsur radioaktif dan unsur tanah jarang. Penelitian ini terletak di daerah IUP
PT. Timah Tbk yaitu Blok Lembah Jambu, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi, pola persebaran alterasi dan mineralisasi
timah, persebaran unsur radioaktif (Uranium dan Thorium) dan persebaran unsur tanah jarang (Y, La,
Ce). Metode yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan dan soil sampling dengan
menggunakan bor auger. Analisa yang dilakukan adalah analisa petrografi, analisa mineragrafi, analisa
ASD (Analytical Spectral Devices), dan Analisa XRF (X-Ray Fluorosence). Berdasarkan hasil
pengamatan lapangan dan analisa petrografi didapatkan 4 satuan batuan diantaranya Satuan Batupasir
Tanjunggenting, Satuan Fine Grain Granit Klabat, Satuan Coarse Grain Granit Klabat dan Satuan
Endapan Alluvial. Berdasarkan himpunan mineral yang ditemukan di lapangan dan analisa ASD,
terdapat 5 zona alterasi yaitu Turmalin + Klorit, Turmalin + Kaolinit ± Phengit, Kaolinit + Kuarsa ±
Illit ± Muskovit, Kaolinit ± Phengit ± Kuarsa dan Kuarsa + Kaolinit ± Palygorskit. Nikai kadar rata-
rata berdasarkan data XRF didapatkan nilai kadar rata- rata unsur Timah (Sn) adalah 569.3 ppm,
Torium (Th) 56.5 ppm, Uranium (U) 17.8 ppm, Yttrium (Y) 31.2 ppm, Lantanum (La) 110.5 ppm,
dan Serium (Ce) 139.5 ppm. Kontrol litologi dan struktur geologi menjadi faktor yang penting dalam
proses terbentuknya alterasi, mineralisasi timah, dan keterdapatan unsur radioaktif dan unsur tanah
jarang.
Kata Kunci : granit klabat, timah, unsur radioaktif, unsur tanah jarang

1. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak sumber daya alam salah satunya
berjenis mineral dan batubara. Sumber daya alam mineral umumnya masih ada keterdapatan
di daerah-daerah yang belum dieksploitasi, keterdapatannya sangat erat dengan proses
magmatisme dan hidrotermal oleh karena itu pemetaan geologi berstudi khusus membahas
endapan mineral harus dilakukan agar mengetahui potensi-potensi daerah yang belum
ditambang.
Pulau Bangka terutama Blok Lembah Jambu, Tempilang merupakan salah satu daerah
yang membentuk tipe endapan greisen yang kaya akan mineralisasi timah. Produksi timah
merupakan komoditas utama dalam eksplorasi endapan mineral logam di Pulau Bangka yang
membuat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil timah terbesar di dunia.
781
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Pembentukan endapan timah yang tersebar di sepanjang Pulau Bangka secara umum berasal
dari pembentukan magma asam akibat proses peleburan kerak benua pada proses kolisi.
Persebaran dan konsentrasi dari suatu zona mineralisasi dapat diketahui dengan
melakukan pemetaan geologi, mengenali daerah ubahan hidrothermal, dan juga pembuatan
zonasi alterasi-mineralisasi pada endapan hidrothermal. Penelitian zonasi dan genesa alterasi-
mineralisasi tersebut dapat memberikan informasi mengenai prospektifitas endapan
hidrothermal sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan kegiatan pertambangan
berikutnya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui genetis serta karakteristik alterasi dan
mineralisasi yang terdapat di wilayah eksplorasi PT. Timah Tbk dengan mengacu pada
rumusan masalah yaitu kondisi geologi, kontrol struktur geologi terhadap alterasi dan
mineralisasi, tipe alterasi dan mineralisasi timah dan asosiasi mineralnya, serta letak
mineralisasi timah primer yang potensial di lokasi penelitian.

2. Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode analisa Petrografi,
Mineragrafi, ASD (Analitycal Spectral Devices) dan XRF (X-Ray Fluorosence). Metode ini
dilakukan dengan analisa berbagai sampel yang terdapat pada lokasi penelitian Blok Lembah
Jambu, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka dan
Belitung (Gambar 1).

3. Data
3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian
Berdasarkan pengambilan data lapangan yang selanjutnya dilakukan analisa laboratorium
pada lokasi penelitian, didapatkan 4 satuan batuan yang menyusun lokasi penelitian. Satuan
batuan yang didapatkan pada lokasi penelitian dari yang berumur tua-muda, yaitu Satuan
Batupasir Tanjunggenting (Trias Awal-Tengah), Satuan Fine Grain Granit Klabat (Trias
Akhir-Jura Awal), Satuan Coarse Grain Granit Klabat (Trias Akhir-Jura Awal) dan Satuan
Endapan Alluvial (Kuater) (Tabel 1). Persebaran litologi penyusun daerah penelitian di
tampilkan dalam peta geologi (Gambar 2).
3.1.1. Batupasir Tanjunggenting
Satuan batuan ini didominasi oleh batupasir yang berukuran pasir halus hingga pasir
kasar yang memiliki warna segar cream dan warna lapuk coklat tua. Satuan ini disusun oleh
litologi yang terdiri dari batupasir perselingan dengan lempung dan hornfels. Satuan ini
didominasi oleh batupasir (Gambar 3).
Pemerian lapangan : warna segar: cream, warna lapuk : abu-abu, ukuran butir : pasir
halus (1/8-1/4 mm)- pasir kasar (1-2 mm), derajat pembundaran : membundar, derajat
pemilahan : terpilah baik, kemas : tertutup, komposisi mineral; fragmen ; kuarsa, feldspar,
matrik ; mineral berukuran lempung, semen ; oksida, struktur sedimen : perlapisan. (Gambar
4).
Berdasarkan analisis petrografi (Gambar 5) dari sampel pada lokasi pengamatan 4
(Gambar 6) didapatkan presentasi komponen mineral terdiri dar mineral primer : horblend
(10%), kuarsa primer (10%), kalium feldspar (10%), litik (5%), mineral sekunder : mineral

782
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
oksida (25%), mineral lempung (20%), kuarsa sekunder (15%), mineral opak (5%). dalam
analisis petrografi bernama Feldspathic Wacke (Berdasarkan Klasifikasi Gilbert, 1954).
3.1.2. Fine Grain Granit Klabat
Satuan batuan ini terdiri oleh intrusi batuan beku plutonik berupa granit dengan ukuran
yang halus (< 1 mm) hingga fanerik sedang (1 - 5 mm). Berdasarkan data dilapangan
singkapan dari Satuan Fine Grain Granit Klabat berada pada lokasi bukaan tambang rakyat
(pit) yang terletak secara setempat (Gambar 7).
Pemerian lapangan : warna segar : merah muda, warna lapuk : merah kecoklatan, tekstur :
masif, derajat kristalisasi : hipokristalin, derajat granularitas : fanerik sedang (1 - 5 mm),
bentuk kristal : subhedral, relasi : inequigranular porfiritik, komposisi mineral : kuarsa
( 15 % ), feldspar ( 35 % ), mineral lempung ( 10% ), mineral oksida ( 40% ) (Gambar 8).
3.1.3. Coarse Grain Granit Klabat
Satuan batuan ini terdiri oleh intrusi batuan beku plutonik berupa granit dengan ukuran
kristal yang sedang hingga kasar yaitu fanerik sedang (1 - 5 mm) – fanerik kasar (5 - 30 mm).
Berdasarkan data dilapangan singkapan dari Satuan Coarse Grain Granit Klabat berada pada
lokasi bukaan tambang rakyat (pit) yang terletak secara luas pada daerah Lembah Jambu
(Gambar 9).
Pemerian lapangan : warna segar : merah muda, warna lapuk : merah kecoklatan, tekstur :
masif, derajat kristalisasi : hipokristalin, derajat granularitas : fanerik sedang (1 - 5 mm) –
fanerik kasar (5 - 30 mm), bentuk kristal : subhedral, relasi : inequigranular porfiritik,
komposisi mineral : kuarsa ( 15 % ), feldspar ( 30 % ), mineral lempung ( 20% ), mineral
oksida ( 35 % ). (Gambar 10).
Berdasarkan analisis petrografi dari sampel pada lokasi pengamatan 42 (Gambar 11)
didapatkan presentasi komponen mineral terdiri dari mineral primer : plagioklas feldspar
(35%), kuarsa primer (5%), mineral sekunder : mineral oksida (35%), mineral lempung (20%),
mineral opaque (5%), dalam analisis petrografi bernama Granit (Berdasarkan Klasifikasi Clan
Williams, 1954).
3.1.4. Endapan Aluvial
Satuan batuan ini terdiri oleh material lepas dengan ukuran lempung (1/256 mm) hingga
bongkah (256 mm). Berdasarkan data di lapangan singkapan dari Endapan Aluvial berada
pada tepian sungai (Gambar 12).
Pemerian lapangan: warna segar : coklat, warna lapuk : coklat tua, tekstur : masif, terdiri
dari endapan sungai hasil dati tailing tambang tersusun atas bongkah, brangkal, krakal, krikil,
pasir, lanau, lempung, batuan beku dan batuan sedimen (Gambar 13).
3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penelitian berupa kedudukan perlapisan
batuan, kekar dalam bentuk sheeted vein (kekar berlembar) dan sesar. Mengacu kepada Katili,
(1967) di Pulau Bangka terdapat tiga kali deformasi tektonik. Berdasarkan data lapangan sesar
yang ada di lokasi penelitian terdiri dari 4 sesar yaitu sesar LP 1, sesar LP 13, sesar LP 14 dan
sesar LP 41. Data-data sesar yang digunakan untuk melakukan analisa stereografis terdiri dari
data shear fracture, gash fracture dan arah breksiasi.
3.2.1. Kedudukan Perlapisan Batuan
Berdasarkan data lapangan ditemukan kedudukan perlapisan batuan yang berada di
Satuan Batupasir Tanjunggenting yaitu pada litologi batupasir dan batulempung. Kedudukan

783
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
perlapisan batuan memiliki kedudukan umum N 029ᴼ E/20ᴼ dengan kemiringan lapisan
kearah tenggara (Gambar 14).
3.2.2. Kekar
Berdasarkan data di lapangan ditemukan kekar yang berupa sheeted vein (kekar
berlembar). Kekar-kekar tersebut tersebut dijumpai pada Satuan Batupasir Tanjunggenting,
Satuan Fine Grain Granit Klabat dan Satuan Coarse Grain Granit Klabat. Setelah dilakukan
analisa streografis, kekar pada lokasi penelitian memiliki tegasan utama N 028ᴼ E (Gambar
15). Kekar-kekar berlembar di lapangan terisi mineral oksida, kuarsa dan mineral lempung.
Kekar-kekar tersebut berperan sebagai celah untuk fluida hidrotermal masuk dan
mengendapkan mineral kasiterit.
3.2.3. Sesar
Berdasarkan data lapangan ditemukan dua jenis sesar yaitu sesar mendatar kiri dan sesar
mendatar kanan. Sesar mendatar kiri di lapangan ditemukan pada sesar LP 1 (Gambar 16) dan
sesar LP 14 (Gambar 17) dengan arah relatif Tenggara – Baratlaut. Sesar mendatar kanan di
lapangan ditemukan pada sesar LP 13 (Gambar 18) dan sesar LP 41 (gambar 19) dengan arah
relatif Baratdaya – Timurlaut. Bidang sesar tidak ditemukan di lokasi penelitian karena
kondisi batuan yang lapuk kuat. Data-data sesar yang digunakan untuk melakukan analisa
streografis terdiri dari data shear fracture, gash fracture dan arah breksiasi.
3.3. Alterasi Daerah Penelitian
Himpunan mineral di lokasi penelitian dibagi menjadi lima zonasi himpunan mineral
(Lampiran MM 05). Berdasarkan temperatur pembentukan dari temperatur tinggi ke rendah,
yaitu Zona Turmalin + Klorit, Zona Turmalin + Kaolinit ± Phengit, Zona Kaolinit + Kuarsa ±
Illit ± Muskovit, Zona Kaolinit ± Phengit ± Kuarsa dan Zona Kuarsa + Kaolinit ± Palygorskit.
Dijumpai pula alterasi oksida yang merupakan hasil dari proses permukaan pada semua
zonasi. Persebaran alterasi daerah penelitian di tampilkan dalam peta alterasi (Gambar 20).
Diperkirakan sumber panas yang membawa fluida hdrotermal berasal dari Bukit Sengiri
yang berada dibagian Baratlaut lokasi penelitian. Hal ini dibuktikan dengan adanya alterasi
yang kuat pada LP 13, LP 14, LP 42 dan LP 43. Fluida hidrotermal ini keluar melewati zona
lemah berupa sesar LP 14 (Sesar Mendatar Kiri), dimana sesar mendatar kiri diperkirakan
memiliki umur yang lebih tua karena terbentuk zona alterasi yang kuat.
3.3.1. Zona Himpunan Turmalin + Klorit
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi pada zona ini memiliki kisaran
temperatur fluida 200˚-300˚C. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sample dari hasil
soil sampling pada lokasi ini secara keseluruhan bewarna kemerahan pada host rock batupasir
dengan terdapat mineral Turmalin dan Klorit. Mineral Oksida seperti Hematit hadir secara
melimpah disertai hadirnya Geothit dan Gibbsit yang terjadi akibat proses supergen. Setelah
dilakukan perhitungan harga Kx dari analisa ASD fluida yang berperan pada proses ini adalah
fluida hidrotermal. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona alterasi Turmalin + Klorit
memiliki kisaran pH 3-6 atau asam netral pada saat pembentukanya.
3.3.2. Zona Himpunan Turmalin + Kaolinit ± Phengit
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi pada zona ini sudah mengalami
penurunan temperatur dengan hadirnya mineral kaolinit, dimana kisaran temperatur fluida
160˚-300˚C. Berdasarkan hasil pengamatan sample dari hasil soil sampling di lapangan secara
keseluruhan berwarna orange hingga kemerahan pada host rock batupasir dan sebagian granit.
Mineral Oksida seperti Hematit hadir melimpah pada zonasi ini. Setelah dilakukan
perhitungan harga Kx dari analisa ASD fluida yang berperan pada proses ini adalah fluida
784
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
hidrotermal. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona alterasi Tourmalin + Kaolinit ±
Phengit memiliki kisaran pH 3-4 atau asam - neur netral pada saat pembentukanya.
3.3.3. Zona Himpunan Kaolinit + Kuarsa ± Illit ± Muskovit
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi pada zona ini kembali mengalami
penurunan temperatur, dimana kisaran temperatur fluida 140˚-300˚C. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan secara keseluruhan berwarna orange hingga kemerahan pada host
rock batupasir dan sebagian granit (Gambar 21). Mineral Oksida seperti Hematit hadir
melimpah pada zonasi ini. Setelah dilakukan perhitungan harga Kx dari analisa ASD fluida
yang berperan pada proses ini adalah fluida hidrotermal. Berdasarkan Corbett dan Leach
(1998), zona alterasi Kaolinit + Kuarsa ± Illit ± Muskovit memiliki kisaran pH 3-4 atau
asam- neur netral pada saat pembentukanya.
3.3.4. Zona Himpunan Kaolinit ± Phengit ± Kuarsa
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi pada zona ini sudah mengalami
penurunan temperatur, dimana kisaran temperatur fluida 140˚-300˚C. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan secara keseluruhan berwarna orange hingga kemerahan pada host
rock batupasir. Mineral Oksida seperti Hematit hadir melimpah pada zonasi ini. Setelah
dilakukan perhitungan harga Kx dari analisa ASD fluida yang berperan pada proses ini adalah
fluida hidrotermal. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona alterasi Kaolinit ± Phengit ±
Kuarsa memiliki kisaran pH 2-4 atau asam- neur netral pada saat pembentukanya.
3.3.5. Zona Himpunan Kuarsa + Kaolinit ± Palygorskit
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi pada zona ini semakain mengalami
penurunan temperatur, dimana kisaran temperatur fluida 40˚-180˚C. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan secara keseluruhan berwarna orange hingga kemerahan pada host
rock batupasir (Gambar 22). Mineral Oksida seperti Ferrihydrit dan Hematit hadir melimpah
serta terdapat sedikit Goethit dan Gibbsit pada zonasi ini. Setelah dilakukan perhitungan
harga Kx dari analisa ASD fluida yang berperan pada proses ini adalah fluida hidrotermal.
Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona alterasi Kuarsa + Kaolinit ± Palygorskit
memiliki kisaran pH 2-3 atau asam- neur netral pada saat pembentukanya.
3.3.6. Zona Himpunan Mineral Oksida
Tahap pembentukan dari himpunan mineral alterasi oksida hadir pada setiap zona
himpunan mineral kisaran temperatur fluida 0˚-360˚C (Gambar 23). Mineralisasi oksida ini
terbentuk pada permukaan dimana proses yang berperan adalah proses pengkayaan supergen.
Proses ini terjadi pada saat mineral yang memiliki unsur logam, karena proses pelapukan dan
pelindian kemudian mineral yang memiliki unsur logam tersebut terlarut menjadi senyawa
sulfat. Senyawa sulfat yang mengandung unsur logam tersebut kemudian masuk bersamaan
dengan air meteorik melalui rekahan sampai menembus muka air tanah hingga proses
oksidasi sudah tidak terjadi dan kemudian terendapkan kembali.

4. Hasil dan Pembahasan


4.1. Kontrol Struktur terhadap Alterasi
Berdasrkan hasil dari analisa struktur geologi berupa sesar, didapatkan sesar mendatar
kiri terdiri dari sesar LP 1 dan sesar LP 14. Kemudian sesar mendatar kanan terdiri dari sesar
LP 13 dan sesar LP 41. Berdasarkan Katili, (1967) sesar mendatar kiri terbentuk terlebih
dahulu dari pada sesar mendatar kanan. Hal ini di lapangan dapat dibuktikan dengan adanya
785
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
alterasi yang kuat dan keterdapatan retas-retas di sepanjang sesar serta pola dari alterasi yang
cenderung mengikuti pola sesar. Sesar mendatar kanan yang terbentuk setelah sesar mendatar
kiri kemudian membuat sesar mendatar kiri menjadi lebih terbuka dan membuat alterasi lebih
yang intens. Dari beberapa hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sesar mendatar kiri dipotong
oleh sesar mendatar kanan.
Hasil data yang ditemukan di lapangan menunjukan bahwa penyebaran alterasi mengikuti
jalur dari zona sesar. Hal ini terjadi dikarenakan dalam bagian zona sesar terdapat bagian yang
mengalami extension dan compression (Gambar 24). Pada bagian extension alterasi terjadi
secara kuat sedangkan pada bagian compression alterasi tetap terjadi tetapi terjadi secara lebih
lemah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa daerah zona sesar khusunya perpotongan dua sesar
merupakan jalur tempat fluida mengalir kemudian mengubah batuan samping yang dilewati
oleh fluida tersebut (Gambar 25). Untuk alterasi yang terjadi bisa bervariasi tergantung pada
kondisi dari pH dan temperaturnya.
4.2. Mineralisasi Daerah Penelitian
Lokasi peneltian merupakan daerah dimana struktur geologi khusunya kekar berkembang
secara kompleks. Kekar-kekar yang kemudian berkembang menjadi urat dengan pengisi
berupa kuarsa, mineral lempung dan mineral oksida. Urat-urat ini memiliki tebal antara 2 mm
– 2 cm dengan jarak rata-rata 8 cm antar urat yang memiliki orientasi yang sama. Melalui
analisa Mineragrafi, terlihat bahwa kasiterit sebagai mineral pembawa timah selalu ditemukan
didalam urat mineral oksida, kuarsa dan mineral lempung (Gambar 26). Berdasarkan hal
tersebut kasiterit di lokasi penelitian dibawa oleh fluida hidrotermal yang juga mengendapkan
mineral oksida, kuarsa dan mineral lempung dalam urat. Dapat dikatakan bahwa di lokasi
penelitian berkembang suatu sistem mineralisasi timah primer yang melibatkan proses
hidrotermal ditandai dengan adanya alterasi-alterasi yang kuat.
Keberadaan kasiterit pada urat mineral oksida, kuarsa dan mineral lempung juga
diperkuat oleh hasil analisis XRF pada urat-urat di lokasi penelitian. Secara megaskopis urat-
urat yang terisi oleh mineral kasiterit berada pada kekar-kekar berlembar (sheeted vein) pada
litologi batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting dan Granit Satuan Coarse Grain Granit
Klabat (Gambar 27B) dan (Gambar 27C). Selain terdapat pada kekar-kekar berlembar
mineralisasi kasiterit selaku pembawa Timah juga terdapat pada lode vein (Gambar 27A).
Berdasarkan sampel lapangan yang kemudian dilakukan analisa XRF (X-Ray
Fluorescence) didapatkan kadar dari Sn yang berbeda-beda pada setiap sampelnya. Satuan
yang digunakan dalam satuan kadar Sn adalah ppm (part per million). Berdasarkan kadar
yang berbeda dibuat Peta Anomali Sn di darah penelitian. Kadar Mineralisasi Sn terdiri dari
kadar paling rendah yaitu 0 ppm dan kadar paling tinggi yaitu 28900 ppm. Kadar dengan nilai
Sn tertinggi terdapat pada urat didaerah zona sesar mendatar kiri LP 14. Persebaran kadar Sn
daerah penelitian ditampilkan dalam peta mineralisasi (Gambar 28).
4.3. Kontrol Litologi Terhadap Mineralisasi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, litologi pada daerah penelitian terdiri dari granit,
batupasir, batulempung dan hornfels. Berdasarkan beberapa litologi tersebut, dijumpai
perbedaan antara litologi dengan berkembangnya kekar dilapangan, Dimana dalam kasus ini
kekar yang nantinya berkembang menjadi urat adalah sebagai media pembawa mineral
kasiterit. Kekar-kekar tersebut berperan sebagai celah untuk fluida hidrotermal masuk dan
mengendapkan timah. Batupasir dari Satuan Batupasir Tanjunggenting di lapangan cenderung
memiliki kekar-kekar berlembar (sheeted veins) yang lebih kompleks dibandingkan litologi
786
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
lainya (Gambar 29). Hal ini desebabkan karena batupasir memiliki sifat getas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan litologi lainya apabila mengalami deformasi.
4.4. Karakteristik Tipe EndapanBerdasarkan karakteristik tipe endapan
pada (Tabel 2), dapat disimpulkan bahwa tipe endapan pada lokasi penelitian mengacu
kepada modifikasi Scherba, (1970); dalam Pirajno, (2009) adalah Tipe Endapan
Greisen dalam Fase Pengendapan Urat (Gambar 30).
4.5. Unsur Radioaktif Daerah Penelitian
Keberadaan unsur radioaktif berupa unsur U (Uranium) dipengaruhi oleh kontrol litologi
dan struktur geologi, sedangkan keberadaan unsur Th (Torium) lebih dipengaruhi oleh
struktur geologi. Pada daerah penelitian berdasarkan grafik (Gambar 31) dibagi beberapa
kelas penggolongan kadar unsur U dengan kelas tertinggi yaitu 25-50 ppm dan unsur Th
dengan kelas tertinggi yaitu 106-232 ppm (Gambar 32). Perebaran unsur U ditampilkan dalam
peta (Gambar 33) dan persebaran unsur Th ditampilkan dalam peta (Gambar 34).
4.6. Unsur Tanah Jarang Daerah Penelitian
Keberadaan unsur tanah jarang berupa unsur Y (Yttrium) dipengaruhi oleh kontrol
litologi dan struktur geologi, sedangkan keberadaan unsur Ce (Serium) dan unsur La
(Lantanum) lebih dipengaruhi oleh struktur geologi. Pada daerah penelitian berdasarkan
grafik (Gambar 35) dibagi beberapa kelas penggolongan kadar unsur Y dengan kelas tertinggi
yaitu 50-92 ppm dan unsur Ce dengan kelas tertinggi yaitu 135-221 ppm (Gambar 36) serta
unsur La dengan kelas tertinggi 125-151 ppm (Gambar 37). Persebaran unsur Y ditampilkan
dalam peta (Gambar 38) dan persebaran unsur Ce ditampilkan dalam peta (Gambar 39) serta
persebaran unsur La ditampilkan dalam peta (Gambar 40).
5. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan geologi hasil dari interpretasi, kemudian dibuktikan dengan
data lapangan dan didukung dengan data laboratorium pada Blok Lembah Jambu, Kecamatan
Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan pengamatan bentuklahan dan didukung oleh data di lapangan, stratigrafi
pada lokasi penelitian terdiri dari 4 satuan batuan, dari tua – muda yaitu Satuan
Batupasir Tanjunggenting (Trias Awal-Tengah), Satuan Fine Grain Granit Klabat
(Trias Akhir-Jura Awal), Satuan Coarse Grain Granit Klabat (Trias AkhirJura Awal),
dan Endapan Alluvial (Kuater).
2. Berdasarkan data di lapnagan, struktur geologi yang berkembang pada lokasi
penelitian terdiri dari kedudukan batuan, kekar dan sesar. Kedudukan perlapisan
batuan memiliki kedudukan umum N 029ᴼ E/20ᴼ SE. Kekar pada lokasi penelitian
memiliki tegasan utama N 028ᴼ E. Kekar-kekar berlembar yang terisi mineral oksida,
kuarsa dan mineral lempung. Kekar-kekar tersebut berperan sebagai celah untuk
fluida hidrotermal masuk dan mengendapkan timah. Sesar pada lokasi penelitian yaitu
sesar mendatar kiri sesar LP 1 dan sesar LP 14 dengan arah baratlaut – tenggara dan
sesar mendatar kanan sesar LP 13 dan sesar LP 41 dengan arah timurlaut – baratdaya.
Sesar mendatar kiri dengan arah baratlaut – tenggara berperan dalam mengontrol
mineralisasi, dimana pada sesar ini dijumpai timah dengan kadar tinggi.
3. Berdasarkan data di lapngan dan didukung dengan analisa ASD, alterasi yang
berkembang diindikasikan sebagai alterasi hidrotermal kemudian dibagi menjadi 5
himpunan mineral, yaitu Turmalin + Klorit ± Smektit, Turmalin + Kaolinit ± Phengit,
Kaolinit + Kuarsa ± Illit ± Muskovit, Kaolinit ± Phengit ± Kuarsa dan Kuarsa +

787
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Kaolinit ± Palygorskit ± Muskovit. Dijumpai pula alterasi oksida yang merupakan
hasil proses permukaan.
4. Tipe mineralisasi timah primer adalah berupa pengisiian pada urat-urat berlembar dan
lode vein. Mineral pembawa timah primer yaitu kasiterit yang terdapat pada urat-urat
berlembar berasosiasi dengan urat kuarsa, urat mineral lempung dan urat mineral
oksida.
5. Berdasarkan karakteristik tipe endapan pada, dapat disimpulkan bahwa Tipe Endapan
pada lokasi penelitian adalah Tipe Endapan Greisen dalam Fase Pengendapan Urat.
6. Keberadaan unsur U (Uranium) dan Y (Yttrium) dipengaruhi oleh kontrol litologi dan
struktur geologi, sedangkan keberadaan unsur Th (Torium),Ce (Serium) dan La
(Lantanum) lebih dipengaruhi oleh struktur geologi.

Acknowledgements
Paper ini merupakan hasil diskusi dengan Bapak Sutanto dan Bapak Suprapto
(Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta). Terimakasih kami ucapkan
kepada PT. Timah Tbk. Dan kepada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta atas terselesaikanya penelitian ini.

Daftar Pustaka
Asikin, Suparka S. (1981). Pemikiran Perkembangan Tektonik Pra Tersier di Sumatera
Bagian Tengah, Riset Geologi dan Pertambangan. Jilid 4 No. 1 1981.
Bateman, A. M. (1981). Deposit Mineral 3rd edition. John Wiley and Sons. New York.
Barber, A.J., Crow, M.J. dan De Smet, M.E.M. (2005). Tectonic Evolution In: Barber, A.J.,
Crow, M.J., Milsom, J.S. (Eds.), Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution.
Geological Society Memoar, 31 pp.54-62.
Bemmelen, R. W. (1949). The Geology of Indonesia. Martinus Nyhof. The Haque.
Bemmelen, R.W. Van. (1949). The Geology of Indonesia. Vol. 1 A. Government Printing
Office, The Hauge. Amsterdam.
Chappel, B. W. And White, A.J.R. (1974). “Two Contrasting Granite Types”.Pacific Geology.
8 p. 173-174, 1974.
Chappel, B.W., White, A.J.R. (2001). ”Two Contrasting Granite Types: 25 years
later”.Australian Journal of Earth Sciences p. 48, 489–499, 2001.
Cobbing, E.J., Mallick, D.I.J., Pitfield, P.E.J., Dan Teoh, L.H. (1986). ”The Granites of the
Southeast Asian Tin Belt“. Journal of the Geological Society p.143, 537-550, 1986.
Corbett, G.J. (2002). Structural controls to Porphyry Cu-Au and Epithermal Au-Ag deposits
in Applied Structural Geology for Mineral Exploration. Australian Institute of
Geoscientists Bulletin 36 p. 32-35.
Daranin, E. A. (1994). Genesa dan Pengenalan Bijih. Departemen Pertambangan dan Energi,
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral.
Darman, H. dan Sidi, F. H. (2000). An outline of the geology of Indonesia coal. Indonesian
association of geologists. Jakarta p. 254.

788
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

John M. Guilbert., Charles F. Park Jr.(1986). Ore Deposit.


Katili, J.A. (1967). Structure And Age of The Indonesian Tin Belt With Special Reference to
Bangka. Tectonophysics Elsevier Publishing Company. Amsterdam.
Katili, J.A. (1980). Geotectonics of Indonesia p. 10.
Lawless, J. V., White, P. J., Bogie, L., Paterson, L. A., Cartwright, A. J. (1998).
Hydrothermal Mineral Deposit in the Arc Setting Exploration Based on
Mineralization Models. Kingston Morrison Ltd.
Lingrend, W. (1933). Mineral Deposit. McGraw-Hill Book Company. Inc. USA.
Mangga, S., Djamal, B. (1994). “Peta Geologi Lembar Bangka Utara dan Bangka Selatan”.
Pusat Penelitian Pengembangan Geologi. 1994. Bandung.
Matthews III,William H. (1967). Geolgy Made Simple, Made Simple Book. Doubleday &
Company. Inc. Garden City. New York.
Metcalfe, I. (2000). The Bentong-Raub Suture Zone, Jurnal Asian Earth Science, vol. 18 p.
691 – 712. 73.
Metcalfe, I. (2011). Tectonic Framework and Phanerozoic Evolution of Sundaland. Jurnal
Gondwana Research, vol. 19 p. 3-21.
Pirajno. (2009). Hydrothermal Processes and Mineral Systems. Springer Science + Bussines
Media B.V.
Pettijohn, F. J. (1957). Sedimentary Rocks. Harper and Brothers.New York.
Schwartz, M.O., Rajah, S.S., Askury, A.K., Putthapiban, P., And Djaswadi, S. (1995). “The
Southeast Asian Tin Belt”. Earth-Science Reviews p.38, 295-293, 1995.
Sosromihardjo, S. P. C. (1988). Structural analysis of the North Sumatra Basin-with emphasis
on Synthetic Aperture Radar data. Indonesian Petroleum Association. Proceedings of
the 17th Annual Convention.Jakarta.
Sutarto. (2001). Buku Petunjuk Praktikum Endapan Mineral Edisi 2. Laboratorium Endapan
Mineral. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.
Tania Dina. (2009). Sebaran Endapan Plaser Timah Daerah Laut Cupat Dan Sekitarnya,
Perairan Bangka Utara, Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 2.
U. Margono, RJB. Supandjono& E. Partoyo. (1995). Peta Geologi Lembar Bangka Selatan.
Pusat Penelitian Pengembangan Geologi. Bandung.
Van Zuidam, R.A. & Van Zuidam-Cancelado, F.I. (1979). Terrain analysis and classification
using aerial photographs. A geomorphological approach. ITC Textbook of Photo-
interpretation. ITC. Enschede.
Verstappen, H.Th. (1983). Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for
Enviromental Development. El sevier. New York
Wikarno, U., Suyama, D.A.D. dan Sukardi. (1988). Granitoids of Sumatera and The Tin
Islands. In: C.S. Hutchison (Editor), Geology of Tin Deposits in Asia and the Pacific;

789
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Mineral Concentrations and Hydrocarbon Accumulations in the ESCAP Region.


Springer. New York, NY 3, 571-589, 1988.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

790
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Penelitian

Gambar 3 Foto Singkapan Kontak antara Batupasir dengan Hornfels dan Intrusi Granit
dengan Arah Kamera N 260O E pada LP 20 (Gambar 3A). Singkapan Perselingan Antara
Batupasir dengan Batulempung dengan Arah Kamera N 040O E pada LP 2 (Gambar 3B) (foto
oleh Syarif).

Gambar 4. Foto Megaskopis Batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting.

Gambar 5. Foto Sayatan Tipis Petrografi LP 4A Daerah Tambang 8.

791
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 6. Foto Singkapan Hornfels dari Batupasir dengan arah kamera N 240O E pada LP
20.

Gambar 7. Foto Intrusi Granit dari Satuan Fine Grain Granit Klabat dimana Terdapat
Xenolith Berupa Batulempung dengan Arah Kamera N 300O E pada LP 57 (Gambar 7A). Foto
Close Up Xenolith Berupa Batulempung dengan Arah Kamera N 338O E pada LP 57 (Gambar
7B) (foto oleh Syarif).

Gambar 8. Foto Megaskopis Granit dari Satuan Fine Grain Granit Klabat pada LP 59.

792
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 9. Foto Singkapan Granit dari Satuan Coarse Grain Granit Klabat dengan Kondisi
Lapuk, Arah Kamera N 019O E pada LP 13 (Gambar 9A). Foto Close Up Singkapan Granit
dengan Arah Kamera N 032O E pada LP 13 (Gambar 9B), Foto Litologi yang Menunjukan
Mineral Kuarsa dalam Bentuk Menyudut serta Terdapat Urat Oksida dan Kasiterit dengan
Arah Kamera N 351O E pada LP 13 (Gambar 9C) (foto oleh Syarif).

Gambar 10. Foto Megaskopis Granit dari Satuan Coarse Grain Granit Klabat pada LP 33
(Gambar 4.23A) dan LP 42 (Gambar 4.23B).

Gambar 11. Foto Sayatan Tipis Petrografi LP 42 Daerah Lembah Jambu.

793
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 12. Foto Kenampakan Material Lepas dari Endapan Aluvial, Arah Kamera N 270O E
pada LP 23 (Gambar 12A). Foto Close Up Endapan Aluvial Yang Terdiri Oleh Bongkah,
Krakal, Krikil dan Pasir dengan Arah Kamera N 310O E pada LP 23 (Gambar 12B) (foto oleh
Syarif).

Gambar 13. Foto Kenampakan Material Lepas yaitu Krakal, Krikil dan Pasir dari Endapan
Alluvial dengan Arah Kamera N 265O E pada LP 22

Gambar 14. Kedudukan Perlapisan Batuan Memiliki Kedudukan Umum N 029ᴼ E/20ᴼ
dengan Kemiringan Lapisan Kearah Tenggara.

794
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 15. Analisa Streografis Kekar dengan Arah Tegasan Utama N 028ᴼ E.

Gambar 16. Analisa Stereografis Sesar LP 1.

795
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 17. Analisa Stereografis Sesar LP 14.

Gambar 18. Analisa Stereografis Sesar LP 13.

796
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 19. Analisa Stereografis Sesar LP 41.

Gambar 20. Peta Alterasi Daerah Penelitian.

797
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 21. Foto Singkapan Teralterasi Kuat Kaolinit + Kuarsa ± Illit ± Muskovit Pada
Litologi Batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting dengan arah kamera N 210O E LP 1

Gambar 22. Foto Singkapan Teralterasi Kuarsa + Kaolinit ± Palygorskit pada Litologi
Batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting dengan arah kamera N 007O E LP 117

798
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 23. Foto Singkapan Teralterasi Mineral Oksida pada Litologi Granit Satuan Coarse
Grain Granit Klabat dengan arah kamera N 135O E LP 34

Gambar 24. Dilational Fracture dalam Orthogonal Convergence (Corbett dan Leach 1998).

Gambar 25. Kontrol Struktur Geologi Berupa Sesar Mendatar Kiri pada LP 1 dengan Arah
Kamera N 210O E dan dengan Arah Kamera N 290O E LP 14.

799
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 26. Foto Sayatan Mineragrafi yang Menunjukan Mineral Kaisterit dalam Urat pada
Sampel Core DC 66 (Gambar 25A), Foto Sayatan Mineragrafi yang Menunjukan Mineral
Kaisterit dalam Urat pada Sampel Core DC 69 (Gambar 525B), Foto Sayatan Mineragrafi
yang Menunjukan Mineral Kaisterit, Geotite dan Hematit dalam Urat pada Litologi Granit
Satuan Coarse Grain Granit Klabat Sampel LP 20A (Gambar 25C), Foto Sayatan Mineragrafi
yang Menunjukan Mineral Kaisterit dan Mangan dalam Urat pada Litologi Granit Satuan
Coarse Grain Granit Klabat Sampel LP 11 (Gambar 25D).

Gambar 27. Foto Lode Vein Sebagai Pembawa Kasiterit dengan Arah Kamera N 290O E
(Gambar 27A), Foto Kekar Berlembar (sheeted vein) pada Litologi Granit Satuan Coarse
Grain Granit Klabat dengan Arah Kamera N 032O E (Gambar 27B), Foto Kekar Berlembar
(sheeted vein) pada Litologi Batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting dengan Arah Kamera
N 020O E (Gambar 27C) (foto oleh Syarif).

800
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 28. Peta Mineralisasi Daerah Penelitian

Gambar 29. Foto Litologi Batupasir Satuan Batupasir Tanjunggenting dengan Kekar
Berlembar (Sheeted Vein) yang lebih berkembang dengan Arah Kamera N 125O E pada LP 1

801
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 30. Penampang Skematik dari Sistem Endapan Greisen (Modifikasi Scherba, 1970;
dalam Pirajno, 2009).

Gambar 31. Grafik Penggolongan Unsur U

Gambar 32. Grafik Penggolongan Unsur Th

802
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 33. Peta Persebaran Unsur U

Gambar 34. Peta Persebaran Unsur Th

803
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 35. Grafik Penggolongan Unsur Y

Gambar 36. Grafik Penggolongan Unsur Ce

Gambar 37. Grafik Penggolongan Unsur La

804
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 38. Peta Persebaran Unsur Y

Gambar 39. Peta Persebaran Unsur Ce

805
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 40. Peta Persebaran Unsur La

806

Anda mungkin juga menyukai