Anda di halaman 1dari 37

TUGAS INDIVIDU RESENSI NOVEL

“LAPORAN RESENSI NOVEL RINDU – TERE LIYE”


‘APALAH ARTI MEMILIKI, KETIKA DIRI KAMI SENDIRI BUKANLAH MILIK KAMI?’

DISUSUN OLEH :

QUR’ ANITA PUTRI HAFID

XII AKUNTANSI 1
SMK NEGERI 7 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga resensi novel dengan judul “Laporan Resensi Novel
Rindu-Tere Liye”ini dapat diselesaikan sesuai rencana.

Karya tulis sederhana ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas akhir Bahasa Indonesia
Semester Genap kelas XII AK 1. Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis memperoleh
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Bunda tercinta


2. Ibu Waroyah Bisri Iskandar selaku guru Bahasa Indonesia SMKN 7 MKS.
3. Teman – teman sekalian

Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan resensi novel ini.Penulis menyadari bahwa
karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta saran yang
membangun dari para pembaca akan penulis terima dengan lapang hati sehingga bisa menjadi
sebuah pelajaran bagi penulis agar kelak penulis dapat membuat dengan lebih baik lagi.

Semoga karya tulis yang berjudul “Laporan Resensi Novel Rindu-Tere Liye” memberikan
manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya serta dapat membantu
meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam membangun bangsa Indonesia tercinta ini.

Makassar, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 4


B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 4
C. TUJUAN .............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN “RESENSI” .............................................................................. 5

A. DATA NOVEL .................................................................................................... 6


B. SINOPSIS NOVEL RINDU ................................................................................ 7
C. STRUKTUR NOVEL RINDU ............................................................................. 7
D. UNSUR INTRINSIK NOVEL RINDU ............................................................... 20
a. TEMA ........................................................................................................ 20
b. PERWATAKAN ATAU PENOKOHAN .................................................. 20
c. ALUR ......................................................................................................... 24
d. SUDUT PANDANG .................................................................................. 24
e. GAYA BAHASA ....................................................................................... 25
f. LATAR ...................................................................................................... 26
g. AMANAT .................................................................................................. 26
E. UNSUR EKSTRINSIK NOVEL RINDU ............................................................. 27
a. BIOGRAFI PENGARANG ....................................................................... 27
b. REALITAS SOSIAL ................................................................................. 28
c. NILAI – NILAI .......................................................................................... 33
d. KOMENTAR ATAU TANGGAPAN PEMBACA ................................... 33
F. MERAIH PENGHARGAAN ............................................................................... 34
G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN NOVEL .................................................. 35

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 36

A. KESIMPULAN .................................................................................................... 36
B. SARAN ................................................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 37

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebuah karya fiksi jadi, merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia
yang sengaja dikreasikan pengarang. Wujud formal fiksi itu sendiri hanya berupa kata, dan
kata-kata. Dari sebuah kata dirangkai dan menjadi sebuah cerita.

Dalam sebuah cerita tersebut ada unsur-unsur pembangun, yakni unsur instrinsik dan unsur
ekstrinsik. Dari kedua unsur inilah, sebuah cerita dibedah oleh para kritikus untuk dikaji
lebih dalam.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa saja unsur intrsik dan ekstrinsik dalam novel Rindu?
b. Bagaimana analisis unsur intrinsik dan ektrinsik dalam novel Rindu?
c. Apa saja kelebihan dan kekurangan novel Rindu?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja unsur dan analisis terhadap unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik
dalam novel Rindu.

4
BAB II

PEMBAHASAN “RESENSI”

Rindu adalah persembahan Tere Liye di tahun 2014 yang betul-betul dirindukan. Rindu
merupakan buku ke-21 karya pengarang produktif tersebut. Semua karya-karyanya memiliki ciri
khas dan cita rasa yang berbeda. Namun bagi saya, Rindu adalah karya yang tak pernah
terbayangkan. Tere Liye menyuguhkan tema yang tidak biasa. Menurut saya, ide penulisan novel
Rindu belum pernah ada di dunia perbukuan Indonesia. Sederhana, tidak muluk-muluk, tapi
segar. Novel ini tentang perjalanan panjang jamaah haji Indonesia tahun 1938 selama 9 bulan.
Tentang kapal uap Blitar Holland. Tentang sejarah nusantara. Dan tentang pertanyaan-
pertanyaan seputar masa lalu, kebencian, takdir, cinta, dan kemunafikan.

Penulis menyuguhkan cerita-cerita lain dalam bentuk dialog, yang berkorelasi pada kisah yang
tengah disajikan. Membuat pembaca mengenal secara utuh racikan cerita di novel ini, sehingga
setting novel yang didominasi aktifitas penumpang di kapal Blitar Holland, tidak terasa
membosankan.

Novel ini dibuka dengan mukadimah yang unik. Tere Liye menukil fakta sejarah nusantara di
tahun 1938. Salah satunya, Indonesia (yang masih bernama Hindia Belanda) mengikuti Piala
Dunia di Prancis untuk pertama kalinya. Seterusnya, sosok kapal uap yang akan menjadi saksi
seluruh cerita di novel setebal 544 ini mulai digambarkan penulis. Untuk kemudian, Tere Liye
menghadirkan satu persatu tokoh-tokoh dalam novel ini.

5
A. DATA NOVEL RINDU

Judul Rindu
Penulis Darwis Tere Liye
Editor Andriyati
Cover Resoluzy
Lay Out Alfian
Jumlah Halaman 544 Halaman
Ukuran Novel 13,5 cm X 20,5 cm
Penerbit Repbulika Penerbit
Data Penerbit Kav. Polri Blok I No. 65
Jagakarsa, Jakarta 12260
Telp. (021) 7819127,7819128
Fax. (021) 7819121
Anggota IKAPI DKI Jakarta

6
B. SINOPSIS NOVEL RINDU

"Apalah arti memiliki,


ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?

Apalah arti kehilangan,


ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan
banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta,


ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin,
kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang
keinginan melupakaan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis
benang saja.

"Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang
yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang
kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.

C. STRUKTUR NOVEL RINDU

ABSTRAKSI Cerita ini bermula di suatu pagi di penghujung tahun 1938. Tepatnya
tanggal 1 Desember 1938, bertepatan dengan 9 syawal 1357 H.
Matahari baru sepenggalah naik ketika pagi itu, sebuah kapal besar
merapat di Pelabuhan Makassar Tidak banyak orang yang menging tapi
tahun 1938 adalah salah satu tahun bersejarah bagi Indonesia. Masih
menggunakan nama Hindia Belanda, Indonesia mengikuti Piala Dunia

7
1938 di Prancis untuk pertama sekali sekalinya sampai kini. Sementara
itu, di belahan Eropa, Hitler menyerang Austria, Benih-benih Perang
Dunia II mulai disemai. Di kawasan Asia Pasifik, Jepang dan China
terlibat perang besar memperebutkan Kanton dan Shanghai. Indonesia
masih dikuasai oleh Belanda masih tujuh tahun lagi 1945, saat
proklamasi kemerdekaan. Tahun 1938, dengan kegagalan Gubernemen
Maluku, Gubernur Jenderal de Jonge, pemimpin pemerintah kolonial
Belanda di Batavia memutuskan membentuk tiga provinsi baru atas
eflandgewest, tanah jajahannya. Pertama, Sumatera dengan ibukota
Medan Kedua Borneo dengan ibukota Kota Baru. Ketiga Timur
Besar(Celebes) dengan ibukota Makassar. (Halaman 1)

ORIENTASI Akan tetapi, kisah ini bukan tentang hal hal besar ini Apalagi tentang
sepakbola, Bukan. Kisah ini lebih sederhana tapi tetap bersejarah-
setidaknya bagi semua orang yang terlibat di dalamnya.

Ini kisah tentang perjalanan. Dan sebagaimana lazim nya sebuah


perjalanan, selalu disertai dengan pertanyaan pertanyaan.

Pagi itu, baru lepas satu minggu hari raya Idul Fitri Sisa-sisa Lebaran
masih terasa hangat meski kue kue kerin telah disimpan kembali dalam
toples kedap udara Baju. baju baru telah dilipat kembali, diletakkan di
tumpukan terbawah lemari. Baru dikeluarkan lagi saat Lebaran Haji
Masih lama sekali Lebaran Haji itu. Masih tiga bulan lagi. Tapi,
kedatangan kapal besar itu membuatnya terasa sudah dekat.

Masa-masa itu, Pelabuhan Makassar sudah terbiasa kedatangan kapal.


Entah itu membawa serdadu Belanda, atau para pedagang beras, gula,
dan terigu. Ada juga yang mengangkut komoditi lokal seperti kopra,
cengkeh, dan rempah-rempah untuk dibawa ke Benua Eropa. Tapi
kapal besar yang satu ini berbeda. Ia datang hanya setahun sekali.

8
Mengangkut penumpang dengan tujuan amat khusus pula.

Saat mulai mendekati dermaga, kapal besar itu me- ngeluarkan suara
melenguh panjang. Suara peluit angin adalah tanda agar kapal-kapal
lainnya menyingkir. menyediakan jalan lewat suara peluitnya terdengar
gagah. seolah merobek pagi yang cerah. Puluhan kelasi terlihat sigap
bekerja di atas dek dengan baju seragam warna putih samar-samar.
Sedangkan di dermaga, puluhan petuga pelabuhan juga sibuk
mempersiapkan penyambutan.
(Halaman 2)

KOMPLIKASI 1. Saat itulah matanya berkhianat. Saat mengambil buku di lemari


pakaian, ia tidak sengaja melihat sepucuk surat yang sengaja ia
sembunyikan di tumpukan terbawah baju. Itulah satu-satunya benda
yang ia bawa saat pergi ari Pare Pare selain pakaian yang dikenakan.
Sepucuk surat yang jadi muasal seluruh masalah. Ia menatap surat
itu. Dan hanya soal waktu, tangannya juga berkhianat.

la benci sekalikenapa tangannya refleks mengambil surat itu. Ia


benci sekali kenapa ia tidak kuasa menghentikannya. Hei, jari-
jarinya malah membuka lipatan kertas itu. Apa yang ia harapkan?
ncang sekali mata dan tangannya anat. la kira kali ini ia lebih
tangguh saat membacanya kembali? Atau jangan-jangan ia malah
berharap isi surat itu telah berubah jadi sebaliknya?

Omong kosong! Semua kesibukan ini, pengalaman baru, tidak


pernah mampu mengusir pergi kenangan itu Jika itu sebuah benteng,
maka benteng itu rapuh, rontok seketika. Jika itu sebuah tameng,
maka tameng itu juga tipis dan ringkih, hancur seketika. Lihatlah ia
justru lamat lagi seluruh isi surat itu. Untuk kemudian lama me
dipukul palu. Menghujam dalam Hatinya seperti sakit sekali. Sama

9
seperti yang ia rasakan saat pertama kali membacanya Hanya bisa
menatap kosong. Lima belas menit di kabin itu. Tidak ada lagi air
mata yang tersisa. Tidak ada.

Ambo Uleng menggeram. Merobek-robek surat itu,


melemparkannya ke tempat sampah di bawah dipan. Kasar
mendorong pintu. Lari di sepanjang lorong. Menaiki anak tangga.
Bahkan, hampir menabrak na, Elsa, dan ibunya yang kembali dari
tukang jahit. Ia tidak peduli. Tidak peduli walaupun gadis kecil
menggemaskan itu riang sekali menyapanya. Ia hanya ingin sendiri
sekarang. Terus berlari hingga dek paling atas. Terus berlari ke
ujung, hingga pagar kapal menjadi batas.
Tidak ada lagi tempat berlari. (Halaman 162-163).

2. Tapi saat itulah, saat rombongan Daeng Andipati mulai menikmati


soto, perempuan dengan bedak tebal di meja soto, perempuan
dengan bedak tebal di meja sambil menoleh. Tatapan perempuan itu
berhenti ketika menatap Bonda Upe. Wajahnya nampak terkejut,
untuk kemudian memasukkan lipstik dan cermin ke dalam tas,
beranjak berdiri.
“Hei Darling, kau mau ke mana?" Teman serdadu muda Belanda
nya bertanya.

Perempuan itu mengabaikan seruan serdadu itu. Terus melangkah


ke meja rombongan Daeng Andipati, menuju kursi Bonda Upe.
“Ling Ling?" Perempuan itu berseru.

Tidak ada yang menoleh, kecuali Bonda Upe.


“Aduh, aku tidak mungkin salah lihat. Ling Ling, kan? Masih
ingat denganku? Aku Asih, kita sempat bekerja di tempat yang
sama.”

10
Wajah Bonda Upe seketika pias, pucat pasi. Ia menggenggam
lengan suaminya. Bonda Upe seperti baru saja melihat hantu masa
lalunya.

"Apa kabarmu, Ling? Lama sekali kita tidak bertemu. Mungkin


enam tujuh tahun lalu. Kau waktu itu adalah kembang paling
terkenal di Macao Po, membuat iri gadis lain. Semua pejabat,
saudagar, hingga perwira tinggi Belanda mengenalmu. Eh, sejak
kapan kau memakai kerudung? Pakaian tertutup?”
Bonda Upe sudah tidak kuat lagi. Napasnya tersengal. Ia bergegas
berdiri, menyenggol mangkuk soto, tumpah. Dan sebelum yang
lain mengerti apa yang sedang masih ikut mendongak, bertanya-
tanya, siapa perempuan dengan dandanan tebal ini? Yang menyapa
Bonda Upe dengan nama lain, Bonda Upe telah berlari
meninggalkan meja makan. (Halaman 219)

3. "Seberapa benci kau pada ayahku?" Daeng Andipati akhirnya


membuka mulut bertanya dengan suara bergetar

Sosok itu memukulkan tangannya yang terikat ke jeruji, membuat


suara kencang Mengagetkan inmua orang Ambo Uleng hampir saja
refleks mer nya agar diam, tapi Kapten Phillips menahan tangan
Ambo.

"Aku kenal siapa kau, Gori, Usiaku belasan lahum saat kau
menjadi tukang pukul nomor satu ayahku.” suara Daeng Andipati
terdengar semakin serak. "SEBERAPA BENCI KAU PADA
AYAHKU, HAH?

Daeng Andipati tiba-tiba berteriak kencang lebih kencang dibanding


pukulan Gori, lagi-lagi membuat kaget ruangan penjara.

11
"SEBERAPA BENCI GORI? Karena lika kau kumpulkan seluruh
kebencian itu kau gabungkan dengan kebencian orang-orang yang
telah disakiti ayahku, maka ketahuilah Gori, kebencianku pada
orang tua itu masih lebih besar KEBENCIANKU masih lebih besar
dibandingkan itu semua!" suara Daeng Andipati bergema di lorong
lorong mesin Matanya menatap nanar ke seberang jerujt.

Gori Penjagal menelan ludah la tidak mengerti apa yang sedang


terjadi. (Halaman 362)

4. Mengira Mbah Putri hanya sedang sujud lama. Tapi tiba-tiba, bruk,
tubuh tua itu ambruk ke sajadah di sebelahnya.

Gemetar tangan Mbah Kakung berusaha membantu Mbah Putri


duduk kembali. Berbisik tentang bangunlahlah ku istriku). Tapi
Mbah Putri tidak bereaksi. Putri sulung mereka berseru, dadanya
tiba-tiba berdebar kencang sekali jangan-jangan. Mbah kakung Ikut
membantu Mbah Putri duduk Tapi badan tua itu sudah dingin.
Napasnya telah pergi.

Mbah Putri meninggal saat shalat Shubuh. Putri sulungnya berlari


keluar kabin hendak mencari pertolongan persis saat jamaah shalat
Shubuh kembali dari masjid. Persis saat Daeng Andipati
mengeluarkan kunci pintu kabinnya.

Daeng Andipati dan orang dewasa lain segera masuk ke kabin


pasangan sepuh itu. Menatap pemandangan yang sangat meng
Mbah Kakung memeluk tubuh kaku. istrinya. Menciumi pipi, dah
mata istrinya. Tak henti berbisik, "Bangun, Mbah. Bangun bojo-
ku. Bangun...."

12
Suara Mbah kakung semakin serak. Karena ia segera tahu, istrinya
tidak akan bangun lagi. Selama-lamanya. (Halaman 428 – 429)

5. Kemunafikan tiada tara yang ia rasakan dalam dirinya yaitu Gurutta.


Rasa pengecut yang membuatnya sebenarnya malu setiap kali
menasehati orang lain. Hari itu kapal BLITAR HOLLAND terjebak
oleh para perompak. Para perompak itu berhasil mengambil alih
kapal. BLITAR HOLLAND membelah lautan menuju Mogadishu.
Seluruh penumpang akan diturunkan disana. Mereka juga
menghalau semua kemungkinan transmisi darurat yang dikirimkan.
Semua sudah pasrah menghadpi perompak itu. Semuanya kecuali
satu orang yaitu Ambo uleng. Dengan cepat satu rencana tersusun di
otaknya dan ia yakin rencana itu bisa menyelamatkan mereka
semua.
Meski serdadu Belanda dan para kelasi bersatu mereka tetap tak kan
bisa mengalahkan para perompak itu karena mereka masih sangat
kalah dalam jumlah. Dan Ambo Uleng memutuskan untuk
menggunakan kekuatan penumpang juga. ada lebih dari seribu
penumpang dan dua per tiganya adalah lelaki dewasa. Bahkan di
antara mereka ada pula yang sudah terlatih dengan pertempuran.
Ambo menyusun strategei penyerangan balik mendadak dan akan
mengirim pesan berantai kepada para penumpang. Para serdadu dan
kelasi lain menyutujui rencana ini namun lain halnya dengan
Gurutta. Menurutnya rencana ini terlalu beresiko. Gurutta tak mau
ada satu orang pun yang akan terluka. Ambo uleng mengerti, saat
itulah pertanyaan ke lima terlontarkan sudah.

Lima kisah yang berisi lima pertanyaan besar dalam perjalanan itu
menghasilkan lima hikmah yang bermakna satu yaitu ikhlas. Ikhlas
menerima masa lalu, ikhlas memaafkan, ikhlas melepaskan, ikhlas
dalam segala hal. (Halaman 532-533)

13
EVALUASI 1. Bonda Upe bertanya kepada Gurutta Ahmad Karaeng "Aku seorang
cabo, Gurutta. Apakah Allah...Allah akan menerimaku di Tanah
Suci? Apakah peremp hina sepertiku berhak menginjak Tanah
Suci? Atau cambuk menghantam punggungku, lutut terhujam ke
bumi Apakah Allah akan menerimak Atau, mengabaikan
perempuan pendosa sepertiku Membiarkan semua kenangan itu
terus menghujam kepalaku. Membuatku bermimpi buruk setiap
malam. Membuatku malu bertemu dengan siapa pun."

Kabin kecil itu lengang sejenak. Pertanyaan itu telah tersampaikan.


(Halaman 310)

2. Daeng Andipati bertanya kepada Gurutta "Sejak melihat Gurutta di


masjid kapal, aku sudah in bertanya. Bagaimana mungkin aku
pergi naik haji membawa kebencian sebesar ini? Apakah Tanah
Suci akan terbuka bagi seorang anak yang membenci ayahnya
sendiri? Bagaimana caranya agar aku bisa memaafkan,
melupakan semua? Bagaimana caranya agar semua ingatan itu
enyah pergi? Aku sudah lelah dengan semua itu, Gurutta Aku lelah
dengan kebencian ini." Daeng Andipati tergugu pelan. Ia sudah tiba
di pertanyaan besar dalam hidupnya. (Halaman 371)

3. Mbah Kakung bertanya pada Gurutta: Mbah kakung diam lagi


sebentar, menatap piring nasi ang membisu. "Sejak kami menikah,
hidupku tak memiliki pertanyaan lagi, Gurutta. Aku sudah memiliki
semua jawaban. Buat apa bertanya. Aku menghabiskan hari
dengan pasti. Aku bahagia, bersyukur atas setiap takdir yang
kuterima. Tapi hari-hari ini aku tidak bisa mencegahnya.
Pertanyaan itu muncul di kepalaku. Kenapa harus terjadi sekarang,
Kenapa harus ketika kami sudah sedikit lagi dari Tanah Kenapa
harus ada di atas lautan ini. Tidak bisakah ditunda satu-dua bulan?

14
Atau, jika tidak bisa selama itu, bisakah hingga kami tiba di Tanah
Suci, sempat bergandengan tangan melihat Masjidil Haram.
Kenapa harus sekarang?" Mbah Kakung bertanya dengan suara
tuanya yang bergetar. (Halaman 469).

4. Ambo Uleng mengajukan hal yang selama ini menyesak-kan hati


nya. "Aku kalah. Aku berlari sejauh mungkin kelahiran kami. Tiba
di Makassar saat kapal dari kota berlabuh. Bertemu dengan Kapten
Phillips, dan sekarang inilah aku, seorang kelasi dapur. Inilah aku,
Gurutta, lari dari seluruh kisah cintaku."

Ambo Uleng sudah tiba di ujung cerita, masih menatap meja di


hadapannya. lalu Gurutta Berkata
"Aku hanya bergurau, Ambo." Gurutta tersenyum, melambaikan
tangan, "Kau tidak perlu menjawabnya." Gurutta memperbaiki
posisi duduknya.
"Ceritamu ini, meski tidak ada sepotong pun pertanyaan di
dalamnya, tapi seluruh cerita adalah pertanyaan itu sendiri. Kalau
boleh kutebak, maka pertanyaan-pertanyaan kau adalah, apakah
itu cinta sejati? kau besok lusa akan berjodoh dengan gadis itu?
Apakah kau masih memiliki kesempatan? (Halaman 490-491)

5. Ini adalah pertanyaan dari Atas apa yang Gurutta resahkan selama
ini datang dari seorang Ambo Uleng yang akan mengajak Gurutta
melawan Perombak.

"Aku tahu, Gurutta tidak mau lagi kehilangan orang orang yang
Gurutta sayangi, tapi kebebasan pantas dibayar dengan nyawa.
Aku membutuhkan Gurutta dalam rencana ini. Pesan itu harus
ditulis oleh Gurutta agar penumpang gagah berani. Mereka akan
memperoleh berlipat kekuatan pesan itu ditulis atas nama Gurutta.

15
Mereka akan jika mematuhi setiap pesan yang Gurutta tuliskan.”

Gurutta menggeleng, "Dan pesan itu akan membawa mereka kepada


kematian, Nak."
Ambo Uleng terdiam.
Gurutta mendon menatap langit-langit ruangan. (Halaman 532)

"Ilmu agamaku dangkal Gurutta. Tapi malam ini, kita tidak bisa
melawan kemungkaran dengan benci dalam hati atau lisan. Kita
tidak bisa menasihati perompak itu dengan ucapan-ucapan lembut.
Kita tidak bisa membebaskan Anna, Elsa, Bonda Upe, Bapak
Soerjaningrat, dan seluruh penumpang dengan benci di dalam hati.
Malam ini kita harus menebaskan pedang. Percayalah Gurutta,
semua akan berjalan baik. Kita bisa melumpuhkan perompak itu.
Aku mohon. Sungguh aku mohon. Rencana ini sia-sia jika Gurutta
tidak bersedia memimpinnya." (Halaman 533)
RESOLUSI Hari demi hari, pelabuhan demi pelabuhan, para penumpang sudah
saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Takdir memberi
jawaban atas pertanyaan besar mereka.

1. “Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi.


Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu.
Buat apa dilawan ? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup
kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam
hidupmu.” (Halaman 312).

Penggalan paragraf diatas adalah jawaban dari pertanyaan pertama yang


muncul dari perempuan yang selama perjalanan lebih memilih menutup
diri. Bonda Upe ternyata bekas seorang Cabo di Batavia. Melalui
nasihat yang diberikan Gurutta kepada Bonda Upe merupakan cara
penulis memberi pemahaman kepada pembaca, bahwasannya, seburuk

16
apapun masa lalumu, jangan pernah larut didalamnya. Semakin kau
hindari, semakin terus kau ingat dia. Terimalah dengan sebaik - baiknya
penerimaan, simpan didalam hatimu dan teruslah memperbaiki diri. Jika
sewaktu - waktu kita merasa diremehkan oleh orang lain atas masa lalu
kita (nggak harus sama persis).
“'Ia memang bekas seorang cabo. Lantas kenapa ? Masalah buat
orang lain ?” (Halaman 323)

2. Bagaimana caranya agar aku bisa memaafkan, melupakan semua


?? Aku sudah lelah dengan semua itu, Gurutta. Aku lelah dengan
kebencian ini'. (Halaman 371)

“Ketauhilah nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu


bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah
orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan ! Kita memutuskan
memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam
hati.” (Halaman 374)
Jawaban atas pertanyaan kedua dari Daeng Andipati.

3. Di pertanyaan ketiga ini Tere Liye mengingatkan pembaca untuk


melihat dari kaca mata lain tentang takdir kematian.

“Jika Kang Mas merasa berhak bertanya kenapa harus sekarang


Mbah Putri meninggal, maka izinkan saya bertanya, kenapa tanggal
12 April 1878, Kang Mas harus berjumpa dengan seorang gadis
cantik di pernikahan saudara. Kenapa pertemuan itu harus terjadi ?
Kenapa di tempat itu padahal ada berjuta tempat lain ? Kenapa
dengan Mbah Putri padahal ada berjuta pula gadis lain ?'”
(Halaman 471)

“Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus

17
bersikeras, bertanya, tidak terima. Lihatlah dari kacamata Mbah
Putri yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia.”
(Halaman 473).

4. “Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak.
Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas
kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat
lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri.
Jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di
dermaga terakhirnya.” (Halaman 284)

“Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia adalah cinta


sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada
saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali,
maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu.” (Halaman 492)

Jawaban dari pertanyaan ketiga ini adalah sindiran untuk kaum remaja
yang sedang dilanda patah hati (Ambo Uleng).

5. Ya Rabbi, anak muda ini, telah memberikan jawaban padanya.


Urusan ini, pertanyaan ini, ia tidak akan pernah bisa menjawabnya
dengan kalimat lisan, dengan tulisan. (Halaman 533)

“Aku akan menulis pesan berantai itu, Nak. Aku akan ikut kau ke
kantin melakukan serangan mendadak. Mari kita hadapi
kemungkaran dengan pedang di tangan. Jika kematian menghampiri
penumpang di kapal, maka semoga syahid menjadi jalan mereka."
(Halaman 533).

Pertanyaan terakhir datang dari seorang ulama mahsyur-yang selalu


menjawab keempat pertanyaan sebelumnya, tapi jawaban dari

18
pertanyaannya sendiri justru didapat dari pemuda pendiam yang bahkan
baru belajar shalat. Pertanyaan terakhir tidak membutuhkan jawaban
berupa pemahaman, melainkan perjuangan.
KODA Keesokan harinya 25 Desember 1938, saat sedang makan malam kapal
dimasuki perompak. Hanya Ambo Uleng dan Chef Lars yang sudah
biasa menghadapi situasi ini sedang menyusun strategi dengan dua
belas orang serdadu Belanda, dan dua puluh orang kelasi mesin.
Mereka sepakat untuk mengirim pesan berantai membalas serangan
dari para perompak saat lampu dipadamkan jam tujuh malam, namun
pesan itu harus berasal dari Gurutta dalam secarik kertas karena
penumpang akan memiliki kekuatan berlipat jika itu pesan dari Gurutta.
Gurutta menolak, takut jika akan banyak korban yang tewas jika
mereka gagal, begitu banyak ketakutan-ketakutannya. Namun seorang
pemuda seperti Ambo Uleng memberikan jawaban atas pertanyaannya.
Ambo Uleng mengulang perkataan Gurutta saat ceramah beberapa
hari lalu, lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tangan,
tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan
dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sunguh
selemah-lemahnya iman.

Itulah pertanyaan terakhir yang menutup seluruh cerita, pertanyaan


yang dijawab bukan dengan lisan dan tulisan tapi dengan perbuatan.

Lima hari kemudian, kapal Blitar Holland merapat di pelabuhan


Jeddah (transit di Aden). Berakhir sudah kisah perjalanan selama 30
hari itu.
Ambo Uleng memutuskan ikut berhaji bersama penumpang lain.
Bonda Upe terisak melihat Masjidil Haram. Adik Anna dan Elsa
juga lahir diatas kapal ketika perjalanan pulang. Mbah Kakung
Slamet juga telah menunaikan perjalanan cintanya. Ia menyebut lirih
nama istrinya didepan ka’bah. Kerinduan mereka telah tersampaikan

19
disini. Mbah Kakung juga meninggal persis di atas lautan tempat
Mbah Putri meninggal. Jasadnya juga dilemparkan kelaut.

Dan untuk kisah cinta Ambo Uleng dengan putri pemilik kapal itu,
Gurutta menyelesaikan semuanya, gadis itu ternyata akan
dijodohkan dengan murid dari Gurutta. Namun hari ini kepada
daeng Yusuf sang pemilik kapal Gurutta menawarkan murid
terbaiknya yaitu Ambo Uleng. Kisah Cinta yang Allah tuliskan
untuk Ambo Uleng yang begitu indah. (Halaman 541-544)

D. UNSUR INTRINSIK NOVEL RINDU

a. Tema
1. Kehidupan di atas kapal.
2. Cerita pilu di masa lalu.
3. Perjalanan panjang menuju tanah suci yang penuh arti.

b. Perwatakan atau Penokohan


1. Daeng Andipati

Daeng Andipati, seorang pedangang di Kota Makassar yang masih muda, kaya raya,
pintar, berkarismatik, terpandang, digambarkan dekat dengan orang-orang Belanda,

20
dan baik hati, serta memiliki keluarga yang begitu sempurna (istri cantik, kedua anak
perempuannya pintar dan lucu). (Halaman 11)

Namun ada satu hal yang tersembunyi di dada Daeng Andipati. Membuat
seluruh
kehidupan Daeng Andipati seolah tidak berarti. Adalah kebencian Daeng Andipati ter
hdap ayahnya.
“…Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu.Kau gabungkan dengan
Orangorang yang disakiti ayahku, maka ketahuilah, Gori. Kebencianku pada orang
tua itu masihlebih besar. Kebencianku masih lebih besar daripada itu semua!”
(Halaman 362)

2. Ibu Anna dan Elsa


Istri Daeng Andipati yang baik hati.

3. Anna
Anak dari Daeng Andipati, bawel, suka bertanya, lucu, menggemaskan, kecil tapi bija
k sekali, dan dapat membuat suasana di Kapal menyenangkan penumpang yang ada.
“Ma, kalau Bonda Upe itu orang China, kenapa dia Islam?” (Halaman 108)

4. Elsa
Kakak Anna yang jahil dan pintar.

5. Kapitein Philipis
Kapten kapal yang akan membawa penumpang menunaikan ibadah haji di Mekah.
Pelaut tangguh asal Wales ini sangat bertanggung jawab terhadap para kelasi dan
penumpangnya,

‘'Diatas kapal ini, entah dia bangsawan atau hamba sahaya, entah dia kaya raya
atau miskin, berkuasa atau tidak, nasibnya sama saja saat badai datang. Tidak ada

21
pengecualian” (Halaman 99)

6. Ambo Uleng
Si kelasi pendiam yang suka berdiam diri menatap jendela bundar di kabin, misterius.
(Halaman 483)
Semangat baru belajar mengaji meski sudah dewasa, tidak masalah meski harus
belajar dengan Anna, si gadis kecil anak dari Daeng Andipati, cerdas dan cakap.
Penjawab pertanyaan Gurutta (Halaman 540)

7. Ahmad Karaeng (Gurutta) (Tokoh Utama)

Seorang ulama Mahsyur dari Makassar (Gurutta) bersahaja, yang rendah hati, dicintai
banyak orang karena tinggi budinya, sikap nya terbuka pada siapapun, menghargai
keberadaan anak-anak, selalu pandai menjawab pertanyaan orang lain, tapi tak pernah
menemukan jawaban untuk pertanyaannya sendiri yang menganggu batin nya.

“Lihatlah ke mari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu punya kata bijak
untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak untuk dirinya sendiri.”
(Halaman 316)

8. Sargeant Lucas
Serdadu Hindia Belanda yang ditugaskan untuk menjaga Blitar Holland. Dia sangat
membenci Ahmad Karaeng, yang katanya seorang inlandeer berbahaya. Tapi Lucas
tak bisa berbuat apa - apa karena Ahmad Karaeng memiliki surat pengantar dari
Jenderal Gubernur Hindia Belanda. (Halaman 79)

9. Bundo Upe

Sosok yang digambarkan dengan sempurna, warga keturunan China dan Muslim,
cantik, berpakaian cerah, guru mengaji anak-anak selama dikapal. Dalam
perjalanannya ke Tanah Suci, Bonda Upe membawa pertanyaan besar. Berkitan
dengan masa lalunya sebagai cabo. Ada pelajaraan penting yang bisa diambil dari

22
kehidupan Bonda Upe. Salah satunya adalah nilai ketulusan seorang Enlai, suami
Bonda Upe
.
“Dia tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu. Padahal, dia tahu persis kau
seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki yang bisa menyayangi bekas seorang cabo. Tapi
Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia bahkan
tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah
berhenti.” (Halaman 312-313)

10. Enlai
Suami Bundo Upe yang baik hati

11. Lars Van den Broecke


Kepala koki yang kalau marah senang memakai kata - kata makian dengan
perumpamaan wajan dan tumis buncis, "Beruntung Kepala Koki itu bekerja di dapur,
jadi meski mulutnya tajam, perumpamaan yang ia pakai hanya sayur-mayur, kuali,
wajan, dan sejenisnya. Celaka sekali kalau ia bekerja di kebun binatang, kosa-kata
makiannya bisa mengerikan" (Halaman 167-168)

12. Bapak Soerjaningrat &


13. Bapak Mangoenkoesomo
Sosok guru yang ideal, cerdas, dan paling mengerti cara mengajar yang disukai murid.
Tere Liye lewat novel ini berpesan kepada guru - guru yang ada di Indonesia melalui
kedua sosok ini, jadilah guru yang langsung mempraktikkan ilmu, bukan guru dengan
gaya ustad, berceramah. “Jika guru - guru di sekolah kalian seperti Anda, besok lusa
bangsa kalian akan menjadi bangsa yang besar dan kuat” (Halaman 348)

14. Ruben si Boatswain


Teman sekamar ambo uleng, banyak bicara yang dengan bangganya menceritakan
kisah cintanya yang indah didepan pemuda yang baru saja patah hatinya, “Astaga,
kenapa aku jadi bercerita banyak sekali. Orang pendiam seperti kau ini kadang

23
berbahaya, Ambo” (Halaman 89)

15. Mbah Kakung Slamet &


16. Mbah Putri Slamet
Mbah Kakung dan Mbah Putri Slamet mencontohkan bahwa cinta sejati adalah yang
lama dalam ber-rumah tangga, bukan pacaran. Mereka pasangan kakek - nenek yang
saling mencintai. Mereka adalah pasangan tua paling romantis yang pernah ada, yang
membuat penumpang terinspirasi akan kisah cintanya. Tapi sebagaimana hak penulis
dalam membuat cerita, mereka pun sama - sama 'dilepas' di tengah - tengah Samudera
Hindia.
“Pendengaranku memang sudah tidak bagus lagi, Nak. Juga mataku sudah rabun.
Tubuh tua ini juga sudah bungkuk. Harus kuakui itu. Tapi aku masih ingat kapan aku
bertemu istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua
anak-anak kami. Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua.”
(Halaman 205)

c. Alur
Dalam cerita ini alur yang digunakan maju mundur. Dimana cerita ini dimulai dengan
suka cita para penumpang kapal pada saat itu. Kemudian kembali pada masa lalu untuk
menjelaskan mengapa Bundo Upe begitu pendiam dan tidak mau menginjakkan kaki di
Batavia ,begitu juga dengan Daeng Andipati yang begitu membenci ayahnya,Ambo yang
kehilangan kekasih hati,Mbah Kakung Slamet yang mengenai cinta sejatinya dan Gurutta
yang merasa bahwa dia seorang yang munafik. Dan akhirnya kembali maju dengan
menceritakan perjalanan mereka setelah di jeda kemudian kembali lagi ke
Indonesia.Begitu juga dengan Ambo yang berjodoh dengan gadis yang ia cintai.

d. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang campuran : “ Aku yakin bukan
karena kau, Lars.” Gurutta menggeleng,” namun terlepas soal itu, yang penting Ambo
Uleng sudah ditemukan. Kondisinya terus membaik. Aku sempat dua kali siang tadi ke
ruang perawatan. Tapi dia tertidur, jadi idak bisa mengajaknya bicara.”
24
e. Gaya Bahasa
 Suara peluitnya gagah, seolah merobek pagi yang cerah (Hiperbola, halaman 2)
 Bentuknya semakin lama, semakin jelas dan besar, seolah ada raksasa hitam
mendekat (Hiperbola, halaman 3)
 Dan bagai seekor angsa, kapal itu merapat dengan anggun ke pelabuhan (Asosiasi/
Perumpamaan, halaman 3)
 Mata Dale sekarang berkaca-kaca, Ia jadi terharu (Hiperbola, hal 17)
 “... Istriku akan senang mendengar kabar ini, tunggu saja saat aku bercerita
padanya, dia pasti menangis karena senang.” (Paradoks, halaman 17)
 “... Hari ini kalau mau jujur, sungguh aku seperti bermimpi ketika Gurutta
masukke tempat cukur yang sederhana ini ...” (Litotes, halaman 17)
 Benarlah kata orang, doa adalah sumber kekuatan yang tidak terbayangkan.
(Metafora, halaman 19)
 Kapten Philips mendongak dari kertas, menatap pemuda di depannya, “Boleh aku
memanggilmu Ambo? Dan apakah caraku menyebut namamu sudah benar?”
(Pleonasme, halaman 27)
 Kepala-kepala itu hilang dari permukaan laut, meluncur mengejar uang logam,
untuk beberapa detik kemudian kembali muncul, menunjukkan koin yang berhasil
mereka tangkap. (Pars pro toto, halaman 44)
 Mungkin laut adalah sahabat sekaligus tempat tinggal terbaiknya, hingga maut
berbaik hati menjemput, untuk kemudian menghapus seluruh perasaan yang
terlanjur tumbuh itu. (Metafora halaman 46)
 “Tidak masalah, Nak. Mata air yag dangkal, tetap saja bermanfaat jika jernih dan
tulus. Tetap segar airnya” (Alegori, halaman 57)
 Gurutta segera tenggelam dalam tulisan --- sambil sesekali meraih termos air
minum atau berdiri memeriksa sumber referensi dari buku-buku yang ia bawa.
(Hiperbola, halaman 66)
 Kapal terus melaju membelah ombak. (Hiperbola, halaman 68)

25
 Anna, Elsa, dan teman-temannya berdiri berpegangan pagar dek, asyik mendongak
memerhatikan sekeliling. (Pleonasme, halaman 115)

f. Latar
Tempat Pelabuhan Makassar, Kapal Blitar Holland, Teluk Makassar, Pelbuhan
Fort Roterdam, Benteng, Dermaga, Tanah Suci, Masjid Katangka, Kabin,
Kapal Lambo Palari, Jarangka, Soppe, Jala, Phinisi, Perkebunan Teh
Malino, Pare-pare, dan lain sebagainya.
Waktu 1 Desember 1938, sepuluh menit berlalu, 5 subuh, 9 bulan, 15 hari, 5
menit berlalu, pagi, siang, sore, malam dan lain sebagainya.
Suasana Menyenangkan, mengharukan dan menegangkan.

g. Amanat
1. Lari dari kenyataan hanya akan menyulitkan diri sendiri.
2. Penilaian orang lain sungguh tidak relevan, hanya kita yang tahu persis setiap
perjalanan hidup yang kita lakukan.
3. Kita tak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia.
4. Teruslah berbuat baik, semoga ada satu perbuatan baik yang kita lakukan yang
mampu mengampuni dosa-dosa kita sebelumnya.
5. Ketika kita membenci orang lain, sebenarnya kita sedang membenci diri sendiri.
Kita berkuasa penuh untuk mengatur hati kita.
6. Memaafkan bukanlah berarti persoalan ia salah dan kita benar. Namun memaafkan
ialah memutuskan berdamai dengan keadaan yang sudah terjadi.

26
E. UNSUR EKSTRINSIK NOVEL RINDU

a. Biografi Pengarang

Tere Liye atau Darwis Tere Liye lahir pada tanggal 21 Mei 1979, ia adalah seorang
penulis novel yang setiap karyanya mampu menarik perhatian pembaca. Tere Liye
dibesarkan dari keluarga yang sederhana, orangtuanya bekerja sebagai petani yang
tinggal di Sumatera Selatan.Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Ia mengawali
pendidikannya di SD Negeri 2 di Kikim Timur, Sumatera Selatan. Selanjutnya ia
melanjutkan pendidikannya di SMP 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian ia
melanjutkan pendidikannya ke SMU Negeri di Bandar Lampung. Setelah
menyelesaikan pendidikannya kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Univeritas
Indonesia dengan mengambil jurusan Fakultas Ekonomi. Ia sudah banyak mengelurkn
hasil karyanya yang bisa dibilang menjadi best seller. Berikut karya yang pernah
ditulis Tere Liye antara lain :
1. Hafalan Shalat Delisa, Publish tahun 2005
2. Kisah Sang Penandai, Publish tahun 2005
3. Moga Bunda Disayang Allah, Publish tahun 2006
4. The Gogons: James & the Incredible Incident, Publish tahun 2006
5. Bidadari Bidadari Surga, Publish tahun 2008
6. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Publish tahun 2009
7. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 2), Publish tahun 2009
8. Pukat (Serial Anak-anak Mamak, Buku 3), Publish tahun 2010
9. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Publish tahun 2010

27
10. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 4), Publish tahun 2011
11. Ayahku (Bukan) Pembohong, Publish tahun 2011
12. Sunset Bersama Rosie, Publish tahun 2011
13. Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah, Publish tahun 2012
14. Berjuta Rasanya, Publish tahun 2012
15. Negeri Para Bedebah, Publish tahun 2012
16. Sepotong Hati Yang Baru, Publish tahun 2012
17. Negeri Di Ujung Tanduk, Publish tahun 2013
18. Amelia, Publish tahun 2013
19. Bumi, Publish tahun 2014
20. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta, Publish tahun 2014
21. Rindu, Publish tahun 2014
22. aboutlove, Publish tahun 2015
23. Bulan, Publish tahun 2015
24. Pulang, Publish tahun 2015
25. Hujan, Publish tahun 2016

b. Realitas Sosial
1. Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (2014: 54), interaksi sosial merupakan kunci dari semua
kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Interaksi sosial ini dilihat dari interaksi antarindividu, antarkelompok,
atau individu dengan kelompok dalam masyarakat. Daeng Andipati, saudagar kaya

28
yang berasal dari Makassar banyak dikenal oleh kalangan kolonial Belanda.
Semasa mudanya, Daeng Andipati pernah bersekolah di Belanda. Hal tersebut
menyebabkan Daeng Andipati fasih berbahasa Belanda dan sudah paham
bagaimana cara bergaul dengan orang Belanda. Kutipan berikut merupakan
penggalan dari peristiwa ketika Daeng Andipati bertemu dengan Kapten Phillips
dan beberapa kelasi senior kapal Blitar Holland. Kapten Phillips adalah nakhoda
kapal Blitar Holland.

Pemimpin rombongan yang disapa Daeng Andipati itu menyapa dalam bahasa
Belanda. Terlibat percakapan beberapa saat, saling melempar pujian. Terlihat sekali
ia amat terdidik dan tahu cara bergaul dengan bangsa Eropa (Liye, 2014: 12).
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Daeng Andipati yang melakukan interaksi
sosial dengan orang Belanda yang pada data disebut dengan bangsa Eropa. Pada
kutipan tersebut digambarkan Daeng Andipati bisa berbahasa Belanda dan tahu
cara bergaul dengan bangsa asing.
2. Nilai dan Norma Sosial
Nilai adalah suatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip
umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Sedangkan norma adalah wujud nyata
dari nilai yang berupa peraturan, kaidah, atau hukuman. Pada saat Gurutta
menggelar pertemuan untuk menentukan kegiatan-kegiatan apa aja yang bisa
dilakukan selama berada di atas kapal. Salah satu ide yang disampaikan Gurutta
adalah kegiatan mengaji untuk anak-anak yang ikut orang tua mereka menunaikan
ibadah haji.

“Saya bersedia, Gurutta.” Akhirnya satu suara jamaah perempuan di belakang


terdengar, “Saya mengajar mengaji anakanak di pesantren Kota Palu. Akan
menyenangkan jika bisa mengajar juga di kapal ini.” (Liye, 2014: 56). Kutipan
pada data di atas menunjukkan nilai sosial yang dimiliki oleh tokoh Bonda Upe.
Dalam pertemuan menentukan agenda kegiatan kapal, salah satunya untuk mengaji
anak-anak, Bonda Upe menawarkan diri untuk menjadi tenaga pengajar dengan
sukarela.

29
3. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial atau lapisan masyarakat adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau secara hierarkis (Soekanto,
2014: 197). Pada saat kapal berlabuh sementara di Pelabuhan Surabaya, masyarakat
kapal Blitar Holland diperbolehkan turun dari kapal. Pasar Turi merupakan salah
satu tempat tujuan penumpang. Selain pasar yang besar dan ramai, pasar ini juga
dipenuhi oleh berbagai kalangan. Kalangan pejabat dan bangsawan terlihat
mengenakan baju rapi, di antara rakyat biasa (Liye, 2014: 127). Pada kutipan di
atas menunjukkan perbedaan strata sosial di Pasar Turi, Surabaya. Perbedaan kelas
sosial terlihat mencolok dari pakaian yang dikenakan kalangan pejabat dan
bangsawan. Kalangan pejabat dan bangsawan terlihat mengenakan baju rapi di
antara rakyat biasa. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang elas antara
kalangan kelas atas dengan kalangan kelas bawah.
4. Status Sosial
Status sosial merupakan keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya)
dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya. Daeng Andipati merupakan
saudagar kaya dan memiliki keluarga yang kaya. Masyarakat memandang
kehidupan yang dimiliki Daeng Andipati adalah kehidupan yang mengagumkan.
Ruben si Boatswain juga menganggap Daeng Andipati sudah mencapai
kebahagiaan sejati. “Aku tidak seperti yang kau bayangkan, Ruben.” Daeng
Andipati menggeleng, “Itu benar, jika kau hanya melihat dari luarnya. Mungkin
aku bahagia, tapi tidak seperti itu.” (Liye, 2014: 333). Pada kutipan di atas, Ruben
bertanya arti kebahagiaan sejati kepada Daeng Andipati. Pertanyaan itu muncul,
karena menurut Ruben dan juga menurut kebanyakan masyarakat kapal, Daeng
Andipati adalah sosok orang yang sangat bahagia dengan keluarganya, dan
berkecukupan dalam kehidupannya.
5. Kebudayaan
Kebudayaan adalah suatu tradisi atau adat istiadat yang sudah ada sejak lama, dan
merupakan hasil karya, cipta dan karsa dalam masyarakat tertentu. Setelah kapal
Blitar Holland sampai di Pelabuhan Padang, budaya yang ada di atas kapal Blitar
Holland semakin beragam. Kantin adalah salah satu tempat di mana para

30
penumpang saling berinteraksi secara lebih akrab.

Penumpang baru segera berbaur saat jadwal makan siang. Saling menyapa,
berkenalan. Langit-langit kantin sekarang dipenuhi aksen Bugis, Jawa, Madura,
Betawi, Lampung, Bengkulu, dan sekarang Padang. Sesekali terdengar mereka
menggunakan bahasa masing-masing, membuat kantin tidak ubahnya Nusantara
dalam versi mungil (Liye, 2014: 335).

Kutipan di atas menunjukkan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia.


Kebudayaan tersebut berupa bahasa daerah yang beragam, seperti bahasa Bugis
Jawa, Madura, Betawi, Lampung, Bengkulu, dan Padang. Data 94 ini terjadi ketika
hampir seluruh jamaah haji di Indonesia menaiki kapal Blitar Holland. Percakapan
dengan aksen daerah masing-masing di kantin menciptakan Nusantara dalam versi
mungil di atas kapal Blitar Holland.
6. Peran Sosial
Kebudayaan adalah suatu tradisi atau adat istiadat yang sudah ada sejak lama, dan
merupakan hasil karya, cipta dan karsa dalam masyarakat tertentu. Setelah kapal
Blitar Holland sampai di Pelabuhan Padang, budaya yang ada di atas kapal Blitar
Holland semakin beragam. Kantin adalah salah satu tempat di mana para
penumpang saling berinteraksi secara lebih akrab.

Penumpang baru segera berbaur saat jadwal makan siang. Saling menyapa,
berkenalan. Langit-langit kantin sekarang dipenuhi aksen Bugis, Jawa, Madura,
Betawi, Lampung, Bengkulu, dan sekarang Padang. Sesekali terdengar mereka
menggunakan bahasa masing-masing, membuat kantin tidak ubahnya Nusantara
dalam versi mungil (Liye, 2014: 335).

Kutipan di atas menunjukkan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia.


Kebudayaan tersebut berupa bahasa daerah yang beragam, seperti bahasa Bugis
Jawa, Madura, Betawi, Lampung, Bengkulu, dan Padang. Data 94 ini terjadi ketika
hampir seluruh jamaah haji di Indonesia menaiki kapal Blitar Holland. Percakapan

31
dengan aksen daerah masing-masing di kantin menciptakan Nusantara dalam versi
mungil di atas kapal Blitar Holland.
7. Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
di dalam suatu masyarakat, yang memperngaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 2014: 259). Pada suatu malam Daeng
Andipati hendak mencari Gurutta di kantin kapal, karena biasanya Gurutta selalu
terlambat makan malam. Tapi, pada malam itu Daeng Andipati tidak bertemu
Gurutta karena ia terlambat sedikit, dan Gurutta sudah kembali ke kabinnya.
Setelah itu, Daeng Andipati memutuskan untuk kembali ke kabin saja. Tapi, dalam
perjalanan Daeng Andipati diserang oleh orang yang ternyata berasal dari
kehidupan masa lalu Daeng Andipati.

“SEBERAPA BENCI GORI? Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu.
Kau gabungkan dengan kebencian orang-orang yang telah disakiti ayahku, maka
ketahuilah, Gori, kebencianku pada orang tua itu masih lebih besar.
KEBENCIANKU masih lebih besar dibandingkan itu semua!” (Liye, 2014: 362).

Kutipan di atas menunjukkan perubahan sosial seorang anak terhadap ayahnya.


Seharusnya seorang anak menyayangi anaknya, akan tetapi pada kutipan tersebut
digambarkan Daeng Andipati yang sangat membenci anaknya. Hasil penelitian ini
bila dikaitkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meli Oktaviani
(2010) mengenai nilai-nilai karya sastra yang ada pada novel Cantik karya Vanny
Chrisma W. Sedangkan penelitian ini membahas tentang realitas sosial yang
terdapat dalam novel Rindu karya Tere Liye. Dari penelitian ini ditemukan 81 data
yang berkaitan dengan realitas sosial.

32
c. Nilai – Nilai
Moral Tidak ada kata terlambat untuk belajar
Budaya Akan banyak orang yang mencintai satu sama lain suku
Sosial Semua tentang hubungan satu sama lain
Agama Bertoleransi dengan agama lain.

d. Komentar atau Tanggapan Pembaca


Menurut https://www.bindoline.com/resensi-novel-rindu-tere-liye/
“Novelnya bagus, tulisan dan bahasanya sederhana dan mudah untuk dipahami.
Penggunaan bahasa Belanda nya juga bisa di mengerti. Novel ini uuga layak untuk
dibaca siapa saja, khususnya para remaja. Novel ini banyak memberikan pelajaran
tentang menjalani kehiupan. Tetapi ada beberapa penulisan kata yang salah contohnya
laik pada halaman 12. Halamannya terlalu banyak sehigga orang agak sedikit ragu
untuk membacanya. Dan dia awal cerita membuat para pembaca menjadi bosan”

Sumber Instagram @nadiraabisha di komentar status @darwis.tereliye


“Novelnya sungguh menginspirasi, pasti sangat mengesankan jika novel ini dijadikan
film”

Sumber Instagram @iamwidyakhan di komentar status @darwis.tereliye


“Hai om darwis … Aku suka banget sama novel novel oom apalagi HUJAN kisah yang
mungkin nggak pernah aku lupakan dan aku selalu berdo’a agar kisahq semenarik
kisah kisah yang oom darwis tulis .. Oom tau novel RINDU aku juga suka …”

33
F. MERAIH PERNGHARGAAN
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu buku terbitan Republika Penerbit yang
berjudul 'Rindu' mendapatkan penghargaan pada ajang Islamic Book Award 2015. Buku
karya penulis kondang Darwis Tere Liye ini mendapatkan penghargaan atas kategori fiksi
dewasa.

Direktur PT. Republika Penerbit, Arys Hilman Nugraha mengatakan, sangat berterima kasih
kepada pembaca buku 'Rindu'. Sebab, sejak awal menerima buku tersebut untuk diterbitkan,
ia menilai buku ketigabelas dari Tere Liye ini termasuk bahan bacaan yang rumit.

''Awalnya saya menilai buku ini cukup rumit. Tapi, alhamdulillah pembaca memberikan
respon yang baik," kata Arys usai menerima penghargaan, Sabtu (28/2).

Arys juga berharap dengan ajang Islamic Book Award ini dapat mendorong penulis-penulis
di Indonesia untuk terus berkarya, terutama bagi penulis buku-buku Islam.

Seperti diketahui ajang Islamic Book Award adalah termasuk di dalam rangkaian ajang
Islamic Book Fair 2015 yang diadakan selama 27 Februari sampai 8 Maret. Acara ini
diadakan di Istora Senayan Jakarta.

Beberapa Penghargaan Buku Islam Terbaik ini dibagi menjadi tujuh kategori. Yaitu fiksi
anak, fiksi dewasa, nonfiksi anak, nonfiksi dewasa, terjemahan, desain sampul terbaik dan
ilustrasi terbaik.

Pemenang dari penghargaan ini mendapatkan hadiah berupa uanh tunai dari penyelenggara
yaitu Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta, dan juga masing-masing satu unit
printer dari salah satu sponsor.

34
G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN NOVEL

KELEBIHAN  Terdapat kata-kata indah yang mampu menjawab beberapa


pertanyaan yang ada dihati kita.
 Terdapat kata-kata yang menggunakan bahasa belanda dan bahasa
Makassar.
 Isi pesan-pesan yang disampaikan sangat baik ditambah dengan
kata-kata yang mudah dipahami.
 Ulasan kisah sejarah dalam cerita juga sangat menarik, membuat
pembaca mengingat lagi sejarah perjuangan Indonesia sebelum
merdeka, karena terdapat juga sejarah Perang Dunia II dan
masalah lainnya.
 Akhir kisah yang Indah tentang sebuah kerinduan.
 Alur yang mudah dipahami
KEKURANGAN  Halaman dan chapter yang terlalu banyak dan terdapat cerita yang
agak sulit di tebak dan diawal cerita membuat para pembaca
bosan.
 Harganya mahal.
 Novel terlalu banyak tentang menceritakan tentang Anna dan Elsa,
sehingga beberapa cerita berulang tentang mereka yang ceritanya
sama dengan sebelumnya perlu di kurangi.
 Di akhir cerita juga tidak lagi dibahas tentang si Tukang Cukur
yang akan didoakan oleh gurutta.

35
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tere Liye mempunyai nama asli Darwis yang lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di Palembang,
Sumatera Selatan. Tere Liye yang telah menerbitkan berbagai karya sastra berupa novel. Tere
Liye memiliki ciri khas seperti, hampir di setiap buku Tere Liye itu ada bagian cerita yang
menceritakan tentang kesedihan dan keharuan. Buku-buku Tere Liye tidak diterbitkan hanya
dari satu penerbit.

Deskripsi nilai moral yang terdapat dalam novel Rindu karya Tere Liye yaitu kejujuran,
kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan
hati. Kejujuran tercermin pada diri Bonda Upe, Gurutta, dan Daeng Andipati. Kesediaan
untuk bertanggung jawab tercermin pada diri kapten Phillips, Gurutta, dan Ambo Uleng.
Kemandirian Moral tertanam pada diri Gurutta. Keberanian moral tertanam salah satunya
tertanam pada diri Ambo Uleng, Daeng Andipati, dan Gurutta. Kerendahan hati tertanam
pada diri Dale si tukang cukur, Bonda Upe, Daeng Andipati, dan Mbah Kakung.

Jadi, Novel ini layak untuk di baca siapa saja, khususnya para remaja. Novel ini memberikan
banyak pelajaran tentang bagaimana menjalani kehidupan yang lebih baik dan mengatasi
masalah yang menimpa kita.

B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya, penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari pembaca sangat diharapkan untuk kebaikan penulis. Semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat kepada pembaca secara umum terlebih bagi penulis sendiri.

36
DAFTAR PUSTAKA

Liye, Tere. 2014. Rindu. Jakarta: Republika Penerbit


https://resensibukurindualejafar.weebly.com/
http://belajarpada.blogspot.com/2014/10/resensi-novel-rindu-tere-liye.html
http://pelajarbahasaindonesia.blogspot.com/2017/03/bedah-struktur-dan-unsur-
intrinsik.html
https://www.bindoline.com/resensi-novel-rindu-tere-liye/
http://eprints.ums.ac.id/41668/1/NASKAH%20PUBLIKAISI.pdf
https://marxismedansastra.wordpress.com/2016/06/29/analisis-novel-rindu-karya-tere-liye/
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEw
jDiY_n0_LgAhURfX0KHa_9D1wQjhx6BAgBEAM&url=http%3A%2F%2Fidwriters.com
%2Fwriters%2Ftere-
liye%2F&psig=AOvVaw3VlraF0Hxy6hE2uenb_ZEh&ust=1552138268125984
https://id.wikipedia.org/wiki/Tere_Liye_(penulis)
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/02/28/nkhb3v-buku-
rindu-tere-liye-raih-islamic-book-award-2015

37

Anda mungkin juga menyukai