Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DAN INSTRUMEN TEKNIK ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXTATION)


PLATE – SCREW DENGAN INDIKASI FRAKTUR ANTEBRACHII
DI IBS RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Oleh :

SEPTYANI NEVY MEGA NURASTAM


NIM . 1401460052

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2018
KONSEP DASAR FRAKTUR ANTEBRACHII

A. ANATOMI EKSTREMITAS ATAS

a. Kerangka Anggota Gerak Atas


Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka badan dengan perantaraan
gelang bahu yang terdiri dari skapula dan klavikula. Tulang-tulang yang membentuk
kerangka lengan antara lain : gelang bahu (skapula dan klavikula), humerus, ulna dan radius,
karpalia, metakarpalia dan falangus. Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan
lengan dengan badan. Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh
karena bagian belakangnya terbuka. Bagian ini di bentuk oleh dua buah tulang yaitu skapula
dan klavikula.
1. Bagian-bagian Tulang Ekstremitas
Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula, klavikula, humerus, radius,
ulna, karpal, metakarpal, dan tulang-tulang phalangs (Pearce, 2009).
1. Tulang Skapula

Skapula (tulang belikat) terdapat di bagian punggung sebelah luar atas,


mempunyai tulang iga I sampai VIII, bentuknya hampir segitiga. Di sebelah atasnya
mempunyai bagian yang di sebut spina skapula. Sebelah atas bawah spina skapula
terdapat dataran melekuk yang di sebut fosa supraskapula dan fosa infraskapula.
Ujung dari spina skapula di bagian bahu membentuk taju yang di sebut akromion
dan berhubungan dengan klavikula dengan perantara persendian. Di sebelah bawah
medial dari akromion terdapat sebuah taju menyerupai paruh burung gagak yang
disebut dengan prosesus korakoid. Di sebelah bawahnya terdapat lekukan tempat
kepala sendi yang di sebut kavum glenoid.
2. Tulang Klavikula

Klavikula adalah tulang yang melengkung membentuk bagian anterior dari gelang
bahu.Untuk keperlua pemeriksaan dibagian atas batang dan dua ujung. Ujung
medial disebut extremitas sternal dan membuat sendi dengan sternum. Ujung lateral
disebut extremitas akrominal, yang bersendi pada proseus akrominal dari scapula.
Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula di sisi lateral dan
dengan manubrium di sisi medial yang berfungsi sebagai penahan skapula yang
mencegah humerus bergeser terlalu jauh.
3. Tulang Humerus

Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang berhubungan dengan
skapula melalui fossa glenoid. Di bagian proksimal, humerus memiliki beberapa
bagian antara lain leher anatomis, leher surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor
dan sulkus intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian
antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear, epicondyle medial
dan fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang ulna akan berartikulasi dengan
humerus di fossa olecranon, membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga
terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid.
Secara anatomis tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Bagian atas humerus/ kaput (ujung atas)
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala yang membuat sendi dengan
rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Di bawahnya
terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Di sebelah luar ujung atas di
bawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas mayor dan di sebelah
depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu tuberositas minor. Di antara tuberositas
terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep.
Di bawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur (Pearce, 2009).
b. Corpus humerus (badan humerus)
Sebelah atas berbentuk silinder tetetapi semakin ke bawah semakin pipih. Di sebelah
lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima
insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis (Pearce, 2009).
c. Bagian bawah humerus/ ujung bawah.
Berbentuk lebar dan agak pipih di mana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang
lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-
benang tempat persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, 2009).
4. Tulang Ulna

Ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung.
Tulang itu adalah tulang sebelah medial dari lengan bawah dan lebih panjang dari
radius. Kepala ulna berada disebelah ujung bawah. Di daerah proksimal, ulna
berartikulasi dengan humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior) dan
melalui prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini berbentuk
sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksi-ekstensi. Ulna juga
berartikulasi dengan radial di sisi lateral. Artikulasi ini berbentuk sendi kisar,
memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali
berartikulasi dengan radial, juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai
prosesus styloid.
5. Tulang Radius

Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah. Merupakan tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek daripada ulna. Di daerah proksimal,
radius berartikulasi dengan ulna, sehingga memungkinkan terjadinya gerak pronasi-
supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area untuk
perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan tulang lunate
6. Tulang Karpal

 Metacarpal
 Falang
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung distal
ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara tulang-
tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid,
lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.
a. Metakarpal

Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan bagian
proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal. Persendian yang
dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan menjadi sangat fleksibel.
Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang karpal dan metakarpal
memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan
dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang metakarpal jari 1
(ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
b. Falang
Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan dua ujung. Batangnya
mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari dan dua
pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan
tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesua. Phalanx terdiri dari
tulang pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk dalam lima bagian tulang
yang saling berhubungan dengan metacarpal (Syaifudin, 2012). Setiap jari memiliki
tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx medial, dan phalanx distal.
1) Phalanx I: terdiri dari 3 bagian yaitu basis (proximal), corpus (medial) dan troclea
(basis distal).
2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx I yaitu basis (proximal), corpus
(medial), dan troclea (basis distal).
3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung dengan ujung distal mempunyai
tonjolan yang sesuai dengan tempat kuku yang disebut tuberositas unguicilaris.
B. PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang atau osteoporosis,
biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan
(Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Price, 2003). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002).
- Fraktur antebrachii
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi di tulang
radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung seperti kecelakaan ataupun
karena penyakit seperti osteoporosis. Pada anak biasanya tampak angulasi anterior dan
kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis
fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna
sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.
1. Klasifikasi Fraktur antebrachii
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008) fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung bawah
radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam keadaan tangan
terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan
terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi). Fraktur ini terjadi
dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur distal mengalami angulasi ke
arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti “sendok makan” (dinner
fork deformity).
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur
melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal
fragmen distal. Fraktur ini yang paling sering ditemukan pada manula, insidennya
yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause,
karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang
terlentang.

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius
distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
5) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
6) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio ulnar
7) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar
8) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal dan
sendi radio ulnar
b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi
ke arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam
keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya
transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal radius bukan ke
dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih jarang terjadi.
C. KLASIFIKASI FRAKTUR

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka digradasi
menjadi:
a) Grade 1 : luka atau laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal
b) Grade 2 : luka atau laserasi > 2 cm, kontosio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
c) Grade 3 : luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti :
a) Hair Line Fraktur ( patah retak rambut )
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat trauma angulasinya.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di sebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2) Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga di
sebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur Patologis: fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang.
h. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
D. TUJUAN PENGOBATAN FRAKTUR
a. Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmen-fragmen ke posisi anatomi.
b. Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen-fragmen
tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union.
c. Penyambungan fraktur (union)
d. mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
- Prinsip Dasar Penanganan Fraktur
a. Revive : yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada
hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar
pernafasan lancar.
b. Review : yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi: look feel, novemert dan
pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgen untuk memastikan adanya
fraktur.
c. Repair : yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif.
Tindakan operatif meliputi: orif, Oref, sedangkan tindakan konservatif berupa
pemasangan gips dan traksi.
d. Refer : yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-
hari, sehingga tidak memperparah luka yang diderita.
e. Rehabilitation : yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif.

E. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun terasa),
deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang normal.
c. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
d. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan dan
perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera
e. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
f. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana
syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan tulang.
h. Pergerakan abnormal
F. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya (Black et al, 1995).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of Surgeons
Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
1) Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri
mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan pendarahan besar
pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin,
pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri.
Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera
ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
2) Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh
rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan
penahan. Kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari
ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan
tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.
Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :
a. Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang
meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena saraf mendapat tekanan dari
luar.
b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau
hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut.
c. Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari luar.
d. Paralysis
e. Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena pembuluh darah
mendapat tekanan dari luar
3) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
4) Mal union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang
berbentuk angulasi pemendekan atau union secara menyilang
5) Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk anggota
gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
6) Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi,
tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat
kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, falank.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien fraktur
diantaranya:
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
1. bayangan jaringan lunak;
2. tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi;
3. trobukulasi ada tidaknya rare fraction;
4. sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
c. Tomografi
Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
d. Myelografi
Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
e. Arthrografi
Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan akan sangat tergantung pada kerusakan dan jenis fraktur yang terjadi.
Kebanyakan klavikula patah sembuh dengan sendiri. Anda mungkin perlu istirahat dan
melakukan latihan khusus untuk membantu menyembuhkanya. Hal ini sangat penting untuk
menjaga lengan Anda dari bergerak untuk memungkinkan klavikula untuk sembuh total atau
perlu salah satu dari tindakan dibawah berikut:
1. Obat-obatan:
Obat-obatan dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Anda juga mungkin perlu
obat antibiotik atau suntikan tetanus jika terdapat luka robek di kulit.
2. Sling atau selempang
Ada beberapa jenis sling yang dapat digunakan untuk mencegah klavikula patah dari
kerusakan lebih lanjut. Sling di ikatkan di lengan dan digantungkan ke leher untuk
kenyamanan dan keamanan.
3. Terapi pendukung
Paket es dapat ditempatkan pada klavikula yang patah untuk mengurangi
pembengkakan, nyeri, dan kemerahan. Latihan yang meningkatkan jangkauan gerak
dapat dilakukan setelah rasa sakit berkurang. Hal ini membantu untuk membawa
kembali kekuatan dan kekuatan bahu dan lengan.
4. Pembedahan
Mungkin memerlukan pembedahan untuk mengembalikan tulang kembali ke posisi
normal jika patah/ fraktur parah. Pembedahan juga mungkin diperlukan untuk
memperbaiki klavikula yang menonjol keluar keluar melalui kulit. Pemasangan Plate
screw / pen dapat digunakan untuk menahan tulang lebih stabil. Masalah lebih lanjut,
seperti cedera pada saraf atau pembuluh darah juga dapat diobati dengan operasi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
b. keluhan utama.
Biasanya keluhannya adalah nyeri. Nyeri itu bisa akut atau kronik tergantung dari
lamanya serangan. Menggunakan PQRST.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Menentukan penyebab fraktur sehingga membantu dalam membuat rencana tindakan pada
klien.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Menemukan adanya penyakit-penyakit yang mempengaruhi penyembuhan tulang seperti
osteo porosis maupun kanker tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.
f. Riwayat penyakit keluarga
Yang berhubungan dengan penyembuhan tulang antara lain diabetes, osteoporosis dan
kanker tulang.
g. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat.
h. Pola fungsi kesehatan
1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Ketidak adekuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulang.
2) Pola nutrisi dan metabolik. Perlunya mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan lainnya untuk membentu proses
penyembuhan tulang.
3) Pola eliminasi. Umumnya tidak terjadi kelainan.
4) Pola istirahat tidur. Kesulitan tidur akibat nyeri dan ketidak nyamanan akibat
pemasangan bidai ataupun alat bantu lainnya.
5) Pola aktivitas. Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, mungkin akan
mengganggu semua aktivitas.
6) Pola hubungan peran. Ganguan peran akbat perawatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri. Timbul ketidak adekuatan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, ketidak nyamanan, ketidak mampuan beraktivitas, dan
gangguan body image.
8) Pola sensori dan kognitif. Kemampuan raba berkurang terutama pada bagian dista dari
bagian yang fraktur.
9) Pola reproduksi seksual. Kehilangan libido ataupun kemampuan akibat kelemahan
fisik maupun ketidak nyamanan akibat nyeri.
10) Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas pada dirinya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan keyakinan.
i. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan fisik umum dan lokalis.
1) Gambaran umum: meliputi
- keadaan umum, kesadaran, nyeri, tanda vital.
- Secara sistemik: kepala sampai kaki.
2) Keadaan lokal. Perlu diperhitungkan keadaan paroksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler å 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan.

j. Pemeriksaan Diagnosis
1) Radiologi.
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) Pemeriksaan lain-lain
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
- Biopsi tulang dan otot.
- Elektromyografi.
- Arthroscopy.
- Indium imaging.
- MRI.

k. Pathway

Trauma/ kompresi pada tulang Perubahan bentuk/ Fungsi


bagian tubuh

Melebihi kemampuan tulang menahan dan


kelenturan tulang kurang pengetahuan

FRAKTUR Ansietas

(Apendicitis)

terputusnya kontinuitas jaringan perubahan persepsi

Reaksi sensitifitas histamin & bradikinin Harga diri rendah

Stimulasi nociseptor Gangguan konsep diri

Hilangnya kemampuan motorik


Nyeri

Intoleransi aktivitas
Gangguan rasa nyaman
Nyeri

PEMBEDAHAN Insisi/ perlukaan

(Apendicitis)
proses pembedahan Terputusnya kontinuitas/ kerusakan jaringan
saraf dan pembuluh darah

kurang pengetahuan
Port dientere kuman

cemas
Pajanan Lingkungan, alat,
tehnik aseptik
Pajanan alat/instrumen, yang tidak tepat
alat-alat elektro
surgical
Resti infeksi

resti cidera
ANASTESI

GA spinal

Depresi SSP penurunn fungsi


Otot/rangka

Penurunan fungsi
sal. Pernapasan Imobilitas ekstremitas
bawah

resti aspirasi
intoleransi aktivitas

bersihan jalan napas


inefektif

2. Diagnosa Keperawatan
a. PREOPERASI
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan dan prognosis.
3) Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh dan
disfungsi tubuh.

b. INTRA OPERASI
1) Resti cidera berhubungan dengan pajanan alat, penggunaan electro surgical.
2) Resti cidera berhubungan dengan pajanan lingkungan, peralatan, penggunaaan tehnik
aseptik yang kurang tepat.

c. POST OPERASI
1) Resiko bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penurunan fungsi saluran
pernapasan.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anastesi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Preoperasi

Nyeri akut berhubungan dengan terputusny kontinuitas jaringan.


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama
2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan
nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri dan
sedatif yang sesuai. sedasi digunakan untuk merelaksasi dan
meningkatkan kenyamanan klien.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang dengan
kriteria:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan.
e. Ekspresi wajah Nampak rileks.
1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan Ansietas berkelanjutan dapat memberikan
marah, kehilangan dan takut dampak serangan jantung
2. Kaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan
Damping pasien dan berikan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah.
pasien menunjukan tindakan merusak.
3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradaptasi dengan tindakan
sesuai jenis operasi. pembedahan yang akan dilalui akan merasa
lebih nyaman.
4. Beri dukungan prabedah Hubungan yang baik antara perawat dengan
pasien akan mempengaruhi penerimaan
pasien akan pembedahan.
5. Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang
nyaman agar pasien bisa beristirahat. tidak diperlukan.
7. Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan pasien,
menekankan pada penghargaan sumber-
sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu relaksasi dan tehnik-
tehnik pengalihan dan memberikan dan
memberikan respon balik yang positif.
8. Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan ansietasnya kehaatiran yang tidak diekspresikan.
10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan
terdekat perasaan, menghilangkan rasa cemas dan
perilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
memenuhi aktivitas pengalih.
11. Kolaborasi: Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya Diazepam

b. Intra operasi
Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga.
Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama
30 menit dengan kriteria:
a. Memastikan indikator steril sudah sesuai.
b. Malakukan tehnik aseptik.
c. Penutupan luka secara steril.
1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses
packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan
menggunakan. alat.
2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien.
3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril.
4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis
5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat.
atau tersentuh benda lain yang tidak steril,
tutup instrumen yang telah ditata dengan
linen steril.
6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang
sesuai. mencegah infeksi.

c. Setelah operasi

Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama
2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan
nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri dan
sedatif yang sesuai. sedasi digunakan untuk merelaksasi dan
meningkatkan kenyamanan klien.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas
kulit yang tidak utuh)
Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. Suhu tubuh normal
b. Tidak ada pus atau nanah pada luka
c. Luka kering
d. Leukosit normal

1. Kaji dan pantau bentuk dan karakteristik Membantudalam menentukan tehnik dan
luka proses penanganan luka yang sesuai.
2. Lakukan perawatan luka secara aseptic Meminimalisir dan mencegah masuknya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi.
3. Ganti pembalut/perban sesuai indikasi Menjaga kebersihan dan kesterilan luka
4. Anjurkan klien untuk makan makanan Protein dan albumin dianjurkan dalam
bergizi. proses penyembuhan luka.
5. Pantau vital sign Memntau perubahan dan tanda infeksi
sedini mungkin.
6. Kolaborasi pemberia antibiotika Antbiotika sebagai anti kuman yang dapat
mencegah perkembangan kuman endogen
dan eksogen yang dapat menyebabkan
infeksi pada luka.
DAFTAR PUSTAKA

Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC).


United States of America : Mosby

Mutaqin,Arif & Sari,Kumala.2013.Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep, Proses


dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika

Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC

Sue Moorhead,dkk.2008 . Nursing Outcome Classification (NOC).


United States of American : Mosby

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.


Edisi 4. Jakarta : EGC
TEHNIK INSTRUMENTASI
ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FICTATION) PLATE – SCREW
PADA OPEN FRAKTUR ANTEBRACHII SINISTRA

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan krepitasi. (Doenges, 2000)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Brunner&Suddarth, 2002)
Fraktur Radius Ulna adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan jenis dan
luasnya terjadi pada tulang Radius dan Ulna.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur
langsung dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup,
logam atau protesa untuk imobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995: 95)
Tindakan plate screw radius ulna adalah prosedur penyatuan fraktur tulang dengan cara
mereposisi fraktur, kemudian memasang plate dan memfiksasi dengan screw sesuai dengan
kondisi tulang dan fraktur yang dilakukan dengan insisi seminimal mungkin.
B. ETIOLOGI
1. Trauma
2. Gerakan puntir mendadak
3. Kontraksi otot ekstrim
4. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
C. PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang. Yang dapat menyebabkan terjadinya patah
pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat
keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar,
membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena
kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat
trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur
spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang
bertugas kemiliteran. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusaka
D. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Hilangnya fungsi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Radius Ulna tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang melengket di
atas dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitus
Saat bagian Radius dan Ulna diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
E. KLASIFIKASI
1) Komplit-tidak komplit
a. Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,
seperti : hairline fracture (patah retak rambut), buckle fracture atau torus fracture
(terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya,
umumnya terjadi pada distal radius anak-anak), greenstick fracture (fraktur tangkai
dahan muda, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada
tulang panjang).
2) Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung
b. Garis patah oblique : trauma angulasi
c. Garis patah spiral : trauma rotasi
d. Fraktur kompresi : trauma axial-fleksi pada tulang spongiosa
e. Fraktur avulasi : trauma tarikan/traksi otot pada tulang, misalnya; fraktur patella.
3) Jumlah garis patah
a. Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua
garis patah disebut pula fraktur bifokal.
b. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
c. Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya; fraktur femur, fraktur cruris, dan fraktur tulang belakang.
4) Bergeser-tidak bergeser
a. Fracture undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser, periosteumnya masih utuh.
b. Fracture displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga
disebut dislokasi fragmen.
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
“overlapping”).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
5) Tertutup-terbuka
a. Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
b. Fraktur tertutup : bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil
keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada
4 R yaitu :
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai
yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan
traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi
tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang
digunakan untuk mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan
pembedahan terbuka dan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang
mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan
cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan
beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,
mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh.
Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri
yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi dapat diberi obat
penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk,
maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu,
fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan
untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu. Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu
4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula. Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut
diperlukan upaya mobilisasi.
G. TUJUAN
1. Mengatur alat secara sistematis di meja mayo,
2. Mempertahankan kesterilan alat – alat sebelum operasi.
3. Memperlancar handling instrument

H. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1. Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, mesin tourniquet, couter, lampu operasi,
meja operasi, meja mayo, meja instrument.
2. Memberi perlak dan duk pada meja operasi.
3. Menyiapkan linen dan instrumen yang akan digunakan
4. Menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau.

I. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


I. Persiapan Alat
1) Instrument operasi
a. Instrument Meja Mayo (Dasar)
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Towel klem (Duk klem) 5

2 Washing & dressing forceps (Desinfeksi klem) 1


3 Tissue forceps (Pinset cirurgis) 2
4 Dissecting forceps (Pinset anatomis) 2
5 Surgical scissor curve (gunting kasar bengkok) 1
6 Metzenbaum scissor (Gunting mebzemboum) 1
7 Handvat/ Scalp blade and handle mess no.3 dan 7 1/1
8 Delicate hemostatic forcep pean curve (Musquito 2
klem)
9 Nissen forceps (Klem pean manis) panjang 1
10 Hemostatic forceps koeher straight (koeher lurus) 2
11 Needle holder 2
12 Gunting benang lurus 1

b. Instrumen tambahan
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Langenbek (Retractor us army) small 2
2 Hak tajam / hak kombinasi 2/2
3 Canule suction small 1
4 Raspatorium (raspotories) small 1
5 Elevator 1
6 Hohmann / bone lever (cobra) small 2
7 Bone holding forcep (bone tang) small 2
8 Knabel tang (bone rongeurs) small 1
9 Bone curretes small 1
10 Verbrugge small 2

c. Instrument penunjang
 Instrumen penunjang steril di meja instrumen
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Set bor listrik 1
2 Mata bor 2,5 mm (drill bit) 1
3 Sleave 3,5 mm 1
4 Pengukur (dept gauge) 1
5 Tapper cortical 3,5 mm 1
6 Screw driver 3,5 mm 1
7 Kotak implant (plate dan screw) diameter 3,5 mm 1 set
8 Plate 1/3 tubuler dan small DCP (dinamik 1 set/1 set
compression plate)
9 Pinset screw 1
10 Handpiece Couter (monopolar) 1
11 EMP (Selang saction) 1
13 Bengkok 1
14 Cucing 1
15 Kom 1
16 Pemegang lampu operasi 2

 Instrumen penunjang on steril


NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Mesin Couter 1
2 Mesin suction 1
3 Mesin tourniquet 1
4 Lampu Operasi 2
5 Meja Operasi + penunjang pengaman 1
6 Meja Instrument 1
7 Meja Mayo 1
8 Troli Waskom 1
9 Tempat handuk basah 1
10 Viewer 1
11 Tempat sampah medis dan non medis 1/1

2) Persiapan linen
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Duk Besar 4
2 Duk Sedang 4
3 Duk Kecil 4
4 Sarung Meja Mayo 1
5 Handuk Tangan 5
6 Scort/ Gaun Operasi 6
3) Persiapan bahan habis pakai
NO NAMA ALAT JUMLAH

1 Handscoon steril biasa no.6.5 /7 /7.5 3/4/4


Handscoon maxitexc no. 7/7,5 4/4 (sesuai keb)
2 Underpad steril / on steril 3/1 buah
3 Mess no 10/15 1/1
4 Kassa kecil 30 buah
5 Deppers 10 buah
6 Spuit 10cc 3
7 Ns twice 1 liter 2
8 Towel 1
9 Hepavix Secukupnya
10 EMP 1 buah
11 Polley catheter cab 2 no16 1
12 Urine bag 1
13 Sufratule 1
14 Povidine iodine10% Secukupnya
15 Sabun antiseptic Secukupnya
16 Softband 10cm / softand 15cm / 1/1/1
tensocrep 10cm
17 Jelly Secukupnya
18 Poli glicolik acid 2-0 / 3-0 (vicryl) 2/2
19 Poli propylene 3-0 (prolene) 2

J. PERSIAPAN PASIEN
1. Serah terima pasien dari premedikasi ke perawat sirkuler
2. Pasien disiapkan dalam kondisi bersih dan memakai pakaian khusus untuk masuk OK
tanpa pakaian dalam.
3. Mengisi dan mengecek kembali lembar chek list yang meliputi :
 Identitas pasien meliputi pasien memakai gelang identitas
 KU pasien : kesadaran, TTV, riwayat penyakit,
 Area yang akan dioperasi
 Puasa kurang lebih 6-8 jam
 Kelengkapan pemeriksaan penunjang (lab, foto, usg ,dll)
 Jenis profilaksis, apabila belum dimasukan skin tes sudah / belum
 Surat persetujuan tindakan operasi dan anastesi
 Pastikan pasien tidak memakai gigi palsu dan perhiasan
 Persiapan persediaan darah apabila memerlukan transfusi darah
4. Sign In

K. TEHNIK INSTRUMENTASI
1. Setelah pasien dilakukan induksi oleh tim anestesi, atur posisi pasien terlentang dengan
posisi tangan yang akan di operasi di taruh lurus ke samping dengan diberi meja
tambahan dan pasang under pad on steril kemudian pasang tourniquet di lengan sinistra
pasien seproximal mungkin yang sudah dibalut dengan softband 15 cm, kemudian pasang
manset sesuai ukuran dan set ukuran tekanan dan waktu pada mesin tourniquet.
2. Selanjutnya operator memasang folley kateter. Berikan deppers, povidine iodine, dan
desinfeksi klem untuk desinfeksi area pemasangan kateter.
3. Setelah pasien terpasang kateter, pasang ground couter pada tungkai kaki.
4. Perawat sirkuler mencuci daerah yang akan dioperasi dengan hibi scrub lalu dikeringkan
dengan duk steril.
5. Perawat instrument melakukan surgical scrub, gowning dan gloving, kemudian
membantu tim bedah lain untuk gowning dan gloving.
6. Berikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi deppers dan povidin iodine 10% ke
asisten untuk desinfeksi area operasi , kemudian berikan underpad steril untuk ditaruh di
bawah daerah yang akan dioperasi.
7. Perawat instrument dan asisten melakukan drapping area operasi dengan 1 doek besar
dibawah tangan, doek kecil di bentuk segitiga di lingkarkan pada lengan fiksasi dengan
doek klem,1 doek besar lagi di taruh di bawah tangan kemudian tangan di turunkan, 1
doek besar lagi di letakkan di atas tangan dan fiksasi kanan dan kiri doek dengan doek
klem agar doek besar yang di bawah dan doek besar yang di atas bisa tertutup rapat, 1
doek besar lagi untuk menutupi badan sampai kaki.
8. Perawat instrument memasang kabel coater, selang suction didekat daerah yang akan
dioperasi. Ikat dengan kasa dan doek klem. Cek kelayakan alat.
9. Pasangkan doble handscoon ke operator dan asisten.
10. Operator dan asisten menentukan daerah insisi, land mark dengan pinset chirurgis,
11. Time out
12. Berikan mess no.10 atau pisau 1 pada operator untuk insisi kulit area radius terlebih
dahulu dan berikan juga mosquito klem dan kassa pada asisten untuk merawat
perdarahan.
13. Berikan pisau 2 untuk insisi area fat, berikan pinset chirurgis pada operator dan asisten.
14. Berikan pisau 2 untuk insisi facia dan berikan gunting jaringan kasar untuk memperlebar
insisi facia.
15. Berikan hak langen back kemudian berikan metzenboum untuk insisi lebih dalam sampai
terlihat jaringan yang melindungi tulang, rawat perdarahan.
16. Berikan langenbeck pada asisten untuk memperluas lapang pandang, berikan pean manis
untuk menghentikan dan melindungi nervus Radialis, Lalu lokasi fraktur diexpose
dengan hak sampai tulang kelihatan, berikan raspat untuk memisahkan otot dengan tulang
kemudian berikan cobra.
17. Berikan bone tang/ reduction (2) untuk memegang fragmen tulang kemudian berikan
bone curret dan knable tang untuk membersihkan tulang. Pada saat dibersihkan semprot
tulang dengan cairan NS menggunakan spuit 10 cc, lalu tulang yang patah dilakukan
reposisi.
18. Berikan plate (small dcp 6 hole) pada operator untuk dipasang, berikan elevator dan pean
/ kokher untuk mempermudah memasukkan plate.
19. Berikan verburgee atau reduction untuk memfiksasi tulang dan plate.
20. Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2,5 mm pada operator dan
berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya saat pengeboran agar fokus
pada daerah yang dibor. Pada saat mengebor semprot dengan cairan NS menggunakan
spuit 10 cc dan suction.
21. Setelah dibor berikan pengukur atau penduga untuk menentukan ukuran screw, lalu
berikan tapper cortical 3.5mm untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai
ukuran kedalaman saat pengukuran dan berikan screw driver. Hal ini diulang sampai
jumlah screw yang diminta terpasang semua.
22. Setelah selesai taruh bengkok dibawah tangan, cuci dengan NS 0,9%, asisten menyedot
dengan suction dan operator membersihkan dengan kassa.
23. Tutup sementara luka dengan kassa untuk melindungi luka karena akan mengerjakan
bagian selanjutnya yaitu ulna.
24. Berikan mess no.10 atau pisau 1 pada operator untuk insisi kulit area ulna dan berikan
juga mosquito klem dan kassa pada asisten untuk merawat perdarahan.
25. Berikan pisau 2 untuk insisis area fat, berikan pinset chirurgis pada operator dan asisten.
26. Berikan hak langen back kemudian berikan metzenboum untuk insisi lebih dalam sampai
terlihat jaringan yang melindungi tulang, rawat perdarahan, suction.
27. Berikan langenbeck pada asisten untuk memperluas lapang pandang, berikan pean manis
untuk menghentikan dan melindungi nervus Radialis, Lalu lokasi fraktur diexpose
dengan hak sampai tulang kelihatan, berikan raspat untuk memisahkan otot dengan tulang
kemudian berikan cobra.
28. Berikan bone tang/ reduction (2) untuk memegang fragmen tulang kemudian berikan
bone curret dan knable tang untuk membersihkan tulang. Pada saat dibersihkan semprot
tulang dengan cairan NS menggunakan spuit 10 cc, lalu tulang yang patah dilakukan
reposisi.
29. Berikan plate (1/3 tubuler 7 hole) pada operator untuk dipasang, berikan elevator dan
pean/ kokher untuk mempermudah memasukkan plate.
30. Berikan verburgge atau reduction untuk memfiksasi tulang dan plate.
31. Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2,5 mm pada operator dan
berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya saat pengeboran agar fokus
pada daerah yang dibor. Pada saat mengebor semprot dengan cairan NS menggunakan
spuit 10 cc dan suction.
32. Setelah dibor berikan pengukur atau penduga untuk menentukan ukuran screw, lalu
berikan tapper cortical 3.5mm untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai
ukuran kedalaman saat pengukuran dan berikan screw driver. Hal ini diulang sampai
jumlah screw yang diminta terpasang semua.
33. Setelah selesai taruh bengkok dibawah tangan, cuci dengan NS 0,9%, asisten menyedot
dengan suction dan operator membersihkan dengan kassa.
34. Sign Out ( hitung jumlah kasa, dan jumlah alat ).
35. Berikan needle holder dan pinset chirurgis serta benang vicryl no 2-0 pada operator untuk
menjahit otot, fasia sampai dengan fat dan kulit dengan premiline 3-0. asisten diberikan
klem pean dan gunting benang.
36. Setelah proses penjahitan selesai bersihkan area operasi dengan kassa yang dibasahi
dengan NS dan keringkan dengan kassa kering.
37. Tutup luka operasi dengan sufratule, kemudian kassa kering, hypafix dan terakhir balut
dengan softban 10 dan tensokrep 10 cm.
38. Lepas doek klem dan hitung jumlah alat dan kassa.
39. Operasi selesai bersihkan pasien, menginventaris alat-alat dan bahan habis pakai
termasuk pemakaian screw dan plate ke buku pemakaian alat, catat bahan habis pakai di
lembar depo. Perawat instrument mencuci alat dengan prosedur: dekontaminasi
menggunakan presep 9 butir : 5L air, larutan zydezime dengan perbandingan 40cc
zydezime : 5L air, bilas dengan air mengalir, keringkan dan menata alat-alat pada
instrumen set.
40. Rapikan kembali ruangan.

Anda mungkin juga menyukai