Anda di halaman 1dari 74

DESAIN MODEL PENANGANAN RISIKO KONTAMINASI

PADA INDUSTRI SUSU PASTEURISASI


(STUDI KASUS di PT. XYZ)

NINDYA MALVINS TRIMADYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Desain Model
Penanganan Risiko Kontaminasi pada Industri Susu Pasteurisasi (Studi Kasus di
PT. XYZ) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2018

Nindya Malvins Trimadya


NIM F351150201

*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian dan kerjasama terkait
RINGKASAN

NINDYA MALVINS TRIMADYA. Desain Model Penanganan Risiko


Kontaminasi pada Industri Susu Pasteurisasi (Studi Kasus di PT. XYZ).
Dibimbing oleh HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan ELISA ANGGRAENI

Ancaman kontaminasi pada pangan dapat terjadi karena tindakan yang


disengaja dalam bentuk risiko food fraud dan food defense. Risiko food fraud
antara lain adanya penambahan adulterant yang bertujuan mendapatkan
keuntungan ekonomi. Risiko food defense dilakukan dengan kontaminasi
disengaja untuk menimbulkan bahaya kesehatan masyarakat atau merusak
reputasi industri pangan tersebut. Penanganan risiko kontaminasi di Indonesia
umumnya dilakukan berkaitan dengan risiko food safety akibat tindakan yang
tidak disengaja. Penanganan risiko kontaminasi akibat tindakan yang disengaja
belum banyak dilakukan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Threat
Assessment Critical Control Point (TACCP). TACCP belum banyak digunakan
industri pangan di Indonesia. Susu merupakan salah satu produk yang pernah
mengalami kejadian kontaminasi disengaja. Kejadian kontaminasi disengaja pada
produk susu memerlukan model penanganan risiko kontaminasi disengaja yang
dapat diterapkan oleh industri.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penanganan risiko
kontaminasi disengaja terkait risiko food fraud dan food defense pada industri
susu pasteurisasi melalui studi kasus di PT. XYZ. Tahapan TACCP terdiri dari
identifikasi aliran produk susu pasteurisasi, penilaian ancaman, penilaian
kerentanan, penilaian risiko, dan penentuan tindakan pengendalian. Analisis
dilakukan secara deskriptif untuk mengkategorikan tindakan pencegahan yang
sudah diterapkan oleh PT. XYZ ke dalam tindakan preventif, deteksi, dan
menghalangi (deterrence). Model penanganan risiko kontaminasi disengaja pada
industri susu pasteurisasi akan disusun berdasarkan hasil TACCP dan kategori
tindakan pencegahan, pengaruh struktur dan manajemen rantai pasok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ancaman kontaminasi disengaja terkait
risiko food fraud pada pemasok terdiri dari pemalsuan susu dan pencurian susu.
Ancaman berpotensi dilakukan oleh pemasok, baik peternak, koperasi, atau
perusahaan peternakan, serta sopir truk susu. Ancaman terkait risiko food defense
memiliki potensi lebih besar dilakukan oleh karyawan saat proses produksi di IPS,
dibandingkan oleh pihak eksternal dan pihak internal di distributor dan pelanggan.
Kerentanan pada tahapan produksi susu pasteurisasi umumnya berkaitan dengan
peralatan yang memiliki akses ke produk seperti tangki yang memiliki manhole
atau akses antara lain pengambilan sampel susu, penyimpanan susu segar,
penyimpanan thermized fresh milk, dumping, mixing dan preheating, dan
penyimpanan susu WIP.
Hasil penilaian risiko menyatakan bahwa ancaman pemalsuan susu
termasuk kategori low risk dan ancaman pencurian susu termasuk kategori
negligible risk. Hasil penilaian risiko menyatakan bahwa ancaman kontaminasi
disengaja pada IPS termasuk kategori moderate risk dan low risk. Ancaman
kontaminasi disengaja pada distributor dan pelanggan dinilai termasuk kategori
low risk.
Model penanganan risiko kontaminasi pada industri susu pasteurisasi
dilakukan dengan penerapan tindakan pencegahan berupa tindakan preventif,
deteksi, dan menghalangi, serta pemilihan struktur dan manajemen rantai pasok.
Tindakan preventif yang dapat diterapkan berdasarkan studi kasus dapat
dikelompokkan menjadi pembinaan kepada pemasok, penerapan standar yang
berkaitan dengan pencegahan risiko food fraud dan food defense, peningkatan
awareness manajemen dan karyawan, penerapan standar yang berkaitan dengan
jaminan kualitas dan keamanan pangan, kemampuan ketertelusuran dan penarikan
produk, pemeriksaan oleh SPG, dan pemeriksaan chiller secara periodik.
Tindakan mendeteksi dapat dikelompokkan menjadi pengujian pada bahan baku
susu segar dan pengujian pada proses produksi susu pasteurisasi. Tindakan
menghalangi (deterrence) dapat dikelompokkan menjadi penerapan prosedur dan
fasilitas keamanan, penggunaan teknologi untuk monitoring (seperti kamera
CCTV, GPS, data logger), penguncian dan pembatasan area atau peralatan yang
memiliki akses terhadap produk, dan penggunaan kemasan produk yang menjaga
produk tetap aman. Peran pemilihan struktur dan manajemen rantai pasok
dikelompokkan ke dalam pemilihan pemasok, distributor, dan pelanggan yang
berkomitmen terhadap kualitas dan keamanan produk, syarat penerimaan susu,
mekanisme penentuan harga susu, mendorong penerapan tindakan pencegahan
terhadap kontaminasi disengaja terkait risiko food defense pada distributor dan
pelanggan. Penerapan tindakan pencegahan pada model dapat menurunkan risiko
kontaminasi disengaja pada rantai pasok susu pasteurisasi dalam kategori low risk.

Kata kunci : food fraud, food defense, TACCP, susu pasteurisasi


SUMMARY

NINDYA MALVINS TRIMADYA. Model design of Risk Treatment of


Contamination in the Pasteurized Milk Industry (Case Study in PT. XYZ).
Supervised by HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and ELISA ANGGRAENI

The threat of contamination on food can occur due to intentional act in the
form of food fraud and food defense risks. Food fraud risks include the addition of
an adulterant aimed at obtaining economic benefits. Food defense risks are made
with deliberate contamination to pose a public health hazard or damage the
reputation of the food industry. Treatment of contamination risk in Indonesia is
generally applied only to food safety risks due to unintentional act. Treatment of
contamination risk due to intentional act has not commonly applied. One of the
method that can be use is Threat Assessment Critical Control Point (TACCP).
TACCP has not been widely used food industry in Indonesia. Milk is product that
has experienced intentional contamination. The incident of intentional
contamination on dairy products requires a model of accidental contamination risk
management that can be applied.
This study aims to develop a model of risk treatment of intentional
contamination related to food fraud and food defense risk in pasteurized milk
industry through case study at PT. XYZ. The TACCP stage consists of
identification of the flow of pasteurized milk products, threat assessment,
vulnerability assessment, risk assessment, and the determination of control
measures. The analysis is done descriptively to categorize the prevention
measures that have been applied by PT. XYZ into preventive, detecting, and
deterrence actions. Model of risk treatment will be developed based on TACCP
results and categories of preventive measures, and influence from supply chain
structure and management.
The results show that the threat of intentional contamination related to food
fraud risks in suppliers consists of milk adulteration and milk theft. Threats are
potentially made by suppliers, either farmer, milk cooperation, or companies, as
well as milk truck drivers. Threats related to food defense risks have a greater
potential to be made by employees during the production process at IPS,
compared to external parties and internal parties in distributors and customers.
Vulnerabilities in pasteurized milk production stage is generally related to
equipment that has access to products such as tanks that have manhole or access
such as milk sampling, fresh milk storage, thermized fresh milk storage, dumping,
mixing and preheating, and storage of WIP milk.
The result of risk assessment stated that the threat of milk adulteration
categorized as low risk and the threat of milk theft categorized as negligible risk.
The result of risk assessment stated that the threat to IPS is categorized as
moderate risk and low risk. The intentional contamination threat on distributors
and customers is considered to be low risk.
The model of risk treatment of contamination in the pasteurized milk
industry is carried out by the application of preventive measures in the form of
preventive, detecting, and blocking actions, as well as the influence of supply
chain structures and management. Preventive actions that can be applied based on
case studies can be grouped into education to suppliers, implementation of
standards relating to the prevention of food fraud and food defense risks,
increasing management and employee awareness, implementation of standards
related to quality assurance and food safety, traceability and product withdrawal ,
inspection by SPG, and chiller examination periodically. Detecting actions can be
grouped into tests on raw milk and testing on pasteurized milk production
processes. Deterrence can be grouped into the application of security procedures
and facilities, the use of monitoring technologies (such as CCTV cameras, GPS,
data loggers), locking and capping of areas or equipment that have access to
products, and the use of product packaging that keeps products safe . The role of
supply chain structure and management is grouped into the selection of suppliers,
distributors and customers committed to product quality and safety, milk
acceptance requirements, milk pricing mechanisms, encouraging the
implementation of preventive measures against intentional contamination of food
defense risks to distributors and customers. The implementation of measures to
the model may reduce the risk of intentional contamination of the pasteurized
milk supply chain to be low risk.

Keywords: food fraud, food defense, TACCP, pasteurized milk


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DESAIN MODEL PENANGANAN RISIKO KONTAMINASI
PADA INDUSTRI SUSU PASTEURISASI
(STUDI KASUS di PT. XYZ)

NINDYA MALVINS TRIMADYA

F351150201

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA
PRAKATA

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT, Tuhan alam semesta, pemilik
segala ilmu dan kekuasaan, yang atas kehendak dan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB
Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang tak
terhingga khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Elisa Anggraeni, S.TP, M.Sc
selaku komisi pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan,arahan,
masukan dengan sabar dan penuh perhatian selama melaksanakanpenelitian
dan penulisan tesis ini.
2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si selaku
penguji dan moderator yang memberikan arahan dan masukan dalam
penulisan tesis ini.
3. Keluarga besar Hari Soekoyo dan Nana Suryana, istriku tercinta Nuni
Novitasari serta ananda Lira Nesya Kamila yang senantiasa memberi
semangat dan mendoakan agar tugas belajar ini dapat selesai.
4. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan
beasiswa.
5. Badan Standardisasi Nasional yang memberi kesempatan penulis untuk
menempuh pendidikan lanjut.
6. Pimpinan di PT XYZ dan koperasi pengolahan susu, yang telah bersedia
memfasilitasi penelitian dan membantu menyelesaikan Tesis.
7. Rekan-rekan S2/S3 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB
Bogor, khususnya angkatan 2015 yang menyertai penulis dalam menjalani
pendidikan dan saling mendukung dan berbagi dalam proses penyelesaian
studi.
8. Semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penyusunan karya tulis ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak
kekurangan dan dengan lapang dada penulis akan menerima segala bentuk
masukan, saran dan kritik dari semua pihak.

Bogor, Januari 2018

Nindya Malvins Trimadya


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Threat Assesment Critical Control Point (TACCP) 3
Kontaminasi Disengaja (Intentional Contamination) 3
Konsep Perlindungan Pangan (Food Protection) 4
Susu Pasteurisasi 5
3 METODE 8
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Pengumpulan Data dan Responden 8
Tahapan Penelitian 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Saluran Tata Niaga Susu 13
Identifikasi Aliran Produk Susu Pasteurisasi di PT. XYZ 14
Penilaian Ancaman 19
Penilaian Kerentanan 23
Penilaian Risiko dan Tindakan Pengendalian 25
Analisis 27
Model Penanganan Risiko Kontaminasi Disengaja pada Industri Susu
Pasteurisasi 34
Implikasi Manajerial 41
Kelebihan dan Kekurangan Penelitian 42
5. SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL

1. Syarat mutu susu segar sesuai SNI 3141.1:2011 6


2 Syarat mutu susu pasteurisasi sesuai SNI 01-3951-1995 6
3 Daftar responden 8
4 Kategori peluang (likelihood) 11
5 Kategori dampak (impact) 11
6 Matriks risiko 12
7 Kategori risiko dan tipe ancaman 12
8 Penilaian ancaman pada pemasok 19
9 Penilaian ancaman pada IPS, distributor, dan pelanggan 22
10 Penilaian kerentanan 23
11 Kategori risiko dan tindakan pengendalian 25
12 Tindakan preventif 28
13 Tindakan deteksi 28
14 Tindakan menghalangi 28
15 Parameter pengujian susu 31
16 Struktur dan manajemen rantai pasok 33
17 Titik kendali kritis produksi susu pasteurisasi 41

DAFTAR GAMBAR
1 Proses TACCP 4
2 Konfigurasi rantai pasok susu 7
3 Tahapan penelitian 9
4 Contoh saluran tata niaga susu 14
5 Aliran produk susu pasteurisasi PT. XYZ 15
6. Tahapan pada koperasi pengumpul susu 15
7 Tahapan proses pengolahan susu di peternak dan koperasi 16
8 Proses produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ 17
9 Tahapan distribusi produk susu pasteurisasi 18
10 Tahapan produk susu pasteurisasi pada pelanggan 19
11 Penilaian kerentanan di PT. XYZ 25
12 Model penanganan risiko kontaminasi disengaja 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panduan wawancara 48
2. Dokumentasi Penelitian 53
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keracunan pangan umumnya terjadi karena adanya kontaminasi oleh


kontaminan pada pangan yang tidak disengaja. Pada perkembangannya, ancaman
kontaminasi pada pangan dapat terjadi karena tindakan yang disengaja. Spink dan
Moyer (2011) menjelaskan bahwa risiko pada pangan akibat tindakan yang
disengaja adalah risiko food fraud dan risiko food defense. Istilah food fraud lebih
dikenal dengan pemalsuan pangan. Food fraud terdiri dari beberapa subtipe, salah
satunya adalah economically motivated adulteration (EMA). Tindakan EMA
umumnya dilakukan dengan penambahan adulterant yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai suatu produk pangan sehingga mendapatkan keuntungan
secara ekonomi. Penambahan adulterant dapat memberikan dampak sekunder
yang membahayakan kesehatan konsumen. Ancaman yang berkaitan dengan
risiko food defense adalah kontaminasi disengaja yang bertujuan menimbulkan
bahaya kesehatan masyarakat atau sebagai tindakan merusak reputasi industri
pangan tersebut. World Health Organization (WHO) mengeluarkan resolusi pada
tahun 2002 mengenai adanya ancaman nyata penyebaran agen kontaminan fisik,
kimia, atau radioaktif melalui makanan yang ditujukan untuk membahayakan
masyarakat. Ancaman tersebut dapat dilakukan oleh teroris, kriminal, atau grup
anti-sosial tertentu (WHO 2002).
Penanganan risiko kontaminasi pada pangan di Indonesia umumnya
dilakukan berkaitan dengan risiko food safety akibat tindakan yang tidak
disengaja. Penanganan risiko kontaminasi akibat tindakan yang disengaja belum
banyak dilakukan oleh industri pangan di Indonesia. Metode penanganan risiko
yang umum diterapkan oleh industri pangan antara lain Hazard Analysis and
Critical Control Points (HACCP) atau ISO 22000:2005 Food safety management
systems - Requirements for any organization in the food chain. Pemerintah
melalui BPOM menyusun Pedoman Program Manajemen Risiko (PMR) yang
bertujuan membantu industri pangan dalam pemantauan faktor-faktor risiko
terkait penyakit karena pangan yang tidak aman. Metode penanganan risiko
tersebut tidak dapat menangani risiko terkait food fraud dan food defense.
Davidson et al. (2017) menyatakan bahwa salah satu metode yang dapat
digunakan dalam menangani risiko kontaminasi disengaja adalah Threat
Assessment Critical Control Point (TACCP). TACCP merupakan manajemen
risiko secara sistematis melalui evaluasi ancaman, identifikasi kerentanan, dan
implementasi tindakan pengendalian (BSI 2014). TACCP belum banyak
digunakan industri pangan di Indonesia dalam menangani risiko terjadinya
ancaman kontaminasi disengaja.
Salah satu produk pangan yang pernah mengalami kejadian kontaminasi
disengaja adalah susu segar. Moore et al. (2012) menyatakan bahwa susu
merupakan salah satu target utama pemalsuan disamping olive oil, madu, dan
saffron berdasarkan penelaahan pustaka pada rentang 1980 sampai dengan 2010.
Jenis kontaminasi yang dilakukan umumnya terkait pemalsuan, antara lain
penambahan air, santan, air kelapa, air cucian beras, dan air tajin (Saleh 2004).
Kejadian di tingkat internasional adalah penambahan melamin pada susu sapi
2

yang menjadi bahan baku susu formula di Tiongkok pada tahun 2008. Identifikasi
lanjutan menemukan bahwa melamin terdapat pada susu cair, yoghurt, frozen
desert, susu bubuk, produk sereal, kembang gula, biskut dan cake, bubuk protein,
dan pangan olahan lainnya (Gossner et al. 2009).
Risiko terjadinya ancaman kontaminasi disengaja pada industri pengolahan
susu (IPS) mendorong diperlukannya model penanganan risiko kontaminasi
disengaja. Model penanganan risiko kontaminasi disengaja akan disusun
berdasarkan TACCP yang meliputi penilaian ancaman, kerentanan, risiko, dan
penerapan tindakan pencegahan. Menurut Spink et al. (2016), pencegahan risiko
food fraud dan food defense dapat dilakukan melalui tindakan preventif
(prevention), deteksi (detection), dan menghalangi (deterrence).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun model penanganan risiko


kontaminasi disengaja terkait risiko food fraud dan food defense pada industri
susu pasteurisasi melalui studi kasus di PT. XYZ dengan melakukan:
1. Penilaian ancaman (threat)
2. Penilaian kerentanan (vulnerability)
3. Penilaian risiko dan penetapan tindakan pengendalian

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat : (1) menjadi pedoman bagi industri susu
pasteurisasi di Indonesia dalam melakukan penanganan risiko untuk mencegah
kontaminasi yang disengaja terkait food fraud dan food defense, (2) mendukung
penerapan Program Manajemen Risiko bagi institusi pemerintah yang berwenang
dalam keamanan pangan, dan (3) menambah pengetahuan yang dapat dijadikan
sumber informasi atau pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya yang
relevan dibidang food fraud dan food defense.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan melalui studi kasus pada industri pengolahan susu


PT. XYZ. Produk yang dipilih adalah susu pasteurisasi yang menggunakan bahan
baku susu segar. Lingkup penelitian ini dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Observasi lapangan dilakukan pada salah satu koperasi pengumpul susu
pemasok ke PT. XYZ dan fasilitas yang berkaitan dengan produksi susu
pasteurisasi di PT. XYZ.
2. Informasi mengenai distributor dan pelanggan didapatkan melalui
responden dari PT. XYZ yang memiliki pemahaman pada tahapan tersebut.
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Threat Assesment Critical Control Point (TACCP)

TACCP adalah manajemen risiko sistematis melalui evaluasi ancaman


(Threat), identifikasi kerentanan (vulnerabilities), dan implementasi pengendalian
material dan produk, pembelian (purchasing), proses, bangunan, distribusi, dan
sistem bisnis. Prinsip kerja TACCP dilakukan dengan mengidentifikasi : 1) Siapa
yang mungkin menyerang?; 2) bagamana cara melakukannya? 3) Dibagian mana
terdapat kerentanan?; dan 4) Bagaimana cara mencegahnya?. TACCP
menggunakan matriks semikuantitatif untuk menentukan titik kritis atau prioritasi
risiko berdasarkan ada atau tidak adanya tindakan pencegahan (Manning dan
Soon 2016).
Ancaman (threat) diidentifikasi berdasarkan motivasi, metode, dan
kemampuan (Bogadi et al. 2016). Jenis-jenis ancaman yang dapat terjadi pada
rantai pasok pangan berdasarkan PAS 96:2014 antara lain meliputi : Pemalsuan
bermotif ekonomi (Economically motivated adulteration/EMA); Kontaminasi
membahayakan (Malicious contamination), Pemerasan (extortion), Spionase
(Espionage), Counterfeiting, dan Cyber crime. Kerentanan diidentifikasi untuk
menilai terdapatnya titik rentan pada suatu tahapan.
Penilaian risiko dilakukan menggunakan skoring pada peluang munculnya
suatu ancaman dan dampak yang dihasilkan bila terjadi. Hasil penilaian peluang
dan dampak akan ditampilkan dalam bentuk matriks risiko. Risiko akan di urutkan
mulai dari risiko sangat tinggi, risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah, dan
risiko sangat rendah (negligible). Tahapan selanjutnya adalah memilih dan
menentukan tindakan pengendalian atau pengamanan yang relevan
diimplementasikan. Rangkaian proses TACCP dapat dilihat pada Gambar 1.

Kontaminasi Disengaja (Intentional Contamination)

Kontaminan adalah segala bahan yang tidak dikehendaki yang ditambahkan


pada makanan yang keberadaannya sebagai hasil dari produksi (termasuk operasi
yang dilakukan pada pertanian, peternakan, dan obat hewan), manufaktur, proses,
persiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, transportasi, atau penanganan
makanan atau sebagai hasil dari kontaminasi lingkungan. Definisi ini tidak
termasuk fragmen insekta, rambut rodensia dan bahan asing lainnya (CAC 1995).
BPOM (2009) mendefinisikan cemaran makanan sebagai bahan yang tidak
dikehendaki ada dalam makanan yang mungkin berasal dari lingkungan atau
sebagai akibat proses produksi makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia
dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia.
Kontaminasi adalah terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi, kimia
atau fisik) yang tidak dikehendaki dari suatu produk atau benda dan peralatan
yang digunakan dalam produksi (BPOM 2012). Terminologi kontaminasi atau
kontaminasi membahayakan (malicious contamination) telah lama digunakan
dalam literatur, namun dalam perkembangannya, khususnya literatur terbitan
Amerika Serikat membedakan antara kontaminasi dan pemalsuan (adulteration).
Terminologi kontaminasi dan pemalsuan (adulteration) memiliki perbedaan
4

terkait penyebabnya. Kontaminasi berkaitan dengan tindakan yang tidak disengaja


dan secara teknis tidak dapat terhindarkan, dapat disebut juga kontaminasi yang
tidak disengaja (unintentional contamination). Pemalsuan (adulteration) berkaitan
dengan penggantian suatu bahan secara disengaja (intentional) karena motivasi
tertentu, misalnya tujuan ekonomi atau ideologi (Manning dan Soon 2016).

Membentuk Tim
TACCP Tentukan dan
Monitor Kaji ulang dan implementasikan
risiko baru revisi tindakan
pengendalian
Kumpulkan
informasi baru

Identifikasi dan Identifikasi personel


Likelihood x Impact
analisa bahaya yang melakukan
= Prioritas
ancaman (Threat) pengendalian
pada organisasi

Identifikasi dan
analisa ancaman Analisa prosedur
(Threat) pada Identifikasi titik
pengendalian yang
operasi kritis pada rantai
ada dapat mendeteksi
pasok
ancaman (Threat)

Pilih produk Tentukan dampak


(impact) dari
ancaman (Threat)
yang teridentifkasi

Identifikasi dan Gambarkan


Identifikasi personel
analisa ancaman diagram alir
kunci dan titik rentan
(Threat) pada rantai pasok
(vulnerable point)
produk produk

Gambar 1 Proses TACCP

Konsep Perlindungan Pangan (Food Protection)

Konsep matrik risiko perlindungan pangan (food protection risk matrix)


yang disusun oleh Spink dan Moyer (2011) membagi elemen risiko menjadi
empat, yaitu : 1) food defense, yaitu pemalsuan yang disengaja (intentional
adulteration) dengan tujuan membahayakan kesehatan masyarakat, ekonomi, atau
teror; 2) food fraud, yaitu pemalsuan yang disengaja (intentional adulteration)
dengan tujuan mendapat keuntungan ekonomi, termasuk didalamnya adalah
pemalsuan bermotif ekonomi (economically motivated adulteration/EMA); 3)
food safety, yaitu mencegah kontaminasi yang tidak disengaja (unintentional
contamination) pada pangan yang dapat membahayakan; dan 4) food quality,
yaitu penyampaian atribut yang berpengaruh pada nilai produk ke konsumen.
Food fraud adalah terminologi kolektif yang meliputi substitusi secara
disengaja (substitution), penambahan (addition), tampering, atau penyajian yang
5

keliru (mispresentation) dari pangan, bahan tambahan pangan, atau kemasan


pangan, informasi menyesatkan mengenai suatu produk, untuk keuntungan
ekonomi. Pemalsuan bermotif ekonomi (economically motivated
adulteration/EMA) merupakan salah satu tipe food fraud. FDA mendefinisikan
pemalsuan bermotif ekonomi (economically motivated adulteration/EMA)
sebagai fraudulent, penggantian atau penambahan bahan yang disengaja pada
produk dengan tujuan meningkatkan nilai produk atau mengurangi biaya
produksi. EMA meliputi pengenceran produk untuk meningkatkan kuantitas
produk, dan penambahan atau substitusi dari bahan pangan untuk menutupi hasil
dilusi. Risiko food fraud pada kesehatan terdiri dari 3 jenis, yaitu : langsung, tidak
langsung, dan teknikal. Risiko langsung muncul ketika konsumen langsung
merasakan efek pada kesehatan. Risiko tidak langsung muncul karena terkena
paparan dalam kurun waktu yang lama. Risiko teknikal sifatnya non materil
(Spink dan Moyer 2011).
US Food and Drug Administration (US FDA) (2014) mendefinisikan food
defense sebagai usaha untuk melindungi kontaminasi yang disengaja (intentional
contamination) pada bahan pangan dari bahaya biologi, kimia, fisika, atau
radioaktif yang seharusnya tidak muncul pada rantai pasok pangan. Food defense
juga dapat diartikan aktivitas yang berhubungan dengan perlindungan rantai pasok
pangan nasional dari tindakan yang disengaja untuk mengkontaminasi atau
sabotase. Definisi ini sudah diperbaharui oleh FDA (2016) menjadi usaha untuk
melindungi pangan dari tindakan pemalsuan yang disengaja (intentional acts of
adulteration) dimana terdapat niat untuk menimbulkan bahaya kesehatan
masyarakat dengan skala luas. Tindakan yang dapat menimbulkan bahaya
kesehatan umum yang dilakukan oleh kelompok individu atau sekelompok
individu/teroris dikategorikan sebagai risiko tinggi (high risk). Tindakan
pemalsuan yang disengaja (intentional acts of adulteration) dapat juga dilakukan
oleh karyawan yang tidak puas (disgruntled employees), kompetitor, atau
konsumen dapat terjadi dan dikategorikan sebagai risiko rendah (low risk) karena
akibatnya pada kesehatan umum relatif kecil dan tujuannya lebih kepada reputasi
perusahaan (FDA 2016).

Susu Pasteurisasi

Menurut SNI 01-3141-1998, Susu murni adalah cairan yang berasal dari
ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan
belum mendapat perlakuan apapun (BSN 1998a). Menurut SNI 3141.1:2011, susu
segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang
diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak
dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun
kecuali pendinginan (BSN 2011). Produk turunan susu segar antara lain susu
pasteurisasi, susu UHT (Ultra High Temperature), susu bubuk, mentega. Syarat
mutu susu segar sesuai SNI 3141.1:2011 dapat dilihat pada Tabel 1.
6

Tabel 1. Syarat mutu susu segar sesuai SNI 3141.1:2011


No. Karakteristik Satuan Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27.5 °C) g/ml 1.0270
minimum
b. Kadar lemak minimum % 3.0
c Kadar bahan kering tanpa lemak % 7.8
minimum
d Kadar protein minimum % 2.8
e Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
f Derajat asam °SH 6.0 – 7.5
g pH - 6.3 – 6.8
h Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif
i Cemaran mikroba,
maksimum:
1. Total Plate Count CFU/ml 1 x 106
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1 x 102
3. Enterobacteriaceae CFU/ml 1 x 103
j Jumlah sel somatis sel/ml 4 x 105
maksimum
k Residu antibiotika (Golongan - Negatif
penisilin,tetrasiklin, aminoglikosida,
makrolida)
l Uji pemalsuan - Negatif
m Titik beku °C -0.520 s.d – 0.560
n Uji peroxidase - Positif
o Cemaran logam berat,
maksimum:
1. Timbal (Pb) µg/ml 0.02
2. Merkuri (Hg) µg/ml 0.03
3. Arsen (As) µg/ml 0.1
Sumber : BSN (2011)

Menurut SNI 01-3951-1995, susu pasteurisasi adalah susu segar, susu


rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada
temperatur 63 °C – 66 °C selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72 °C
selama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan sampai 10 °C,
selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum
4,4 °C (BSN 1995). Menurut SNI 01-3950-1998, Susu UHT (Ultra High
Temperature) adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu
minimal pada suhu 135 °C selama 2 detik, dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, serta dikemas secara
aseptik (BSN, 1998b). Syarat mutu susu pasteurisasi sesuai SNI 01-3951-1995
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu susu pasteurisasi sesuai SNI 01-3951-1995


Karakteristik Syarat Cara pengujian
A B
- Bau khas khas Organoleptik
- Rasa khas khas Organoleptik
- Warna khas khas Organoleptik
- Kadar lemak, % (bobot/bobot) 2.80 1.50 SP-SMP-248- 1980
min.
7

Tabel 2 Syarat mutu susu pasteurisasi sesuai SNI 01-3951-1995 (lanjutan)


Karakteristik Syarat Cara pengujian
A B
- Kadar padatan tanpa lemak, % 7.7 7.5 SP-SMP-249- 1980
(bobot/bobot) min.
- Uji reduktase dengan methylen 0 0 SP-SMP-251- 1980
biru
- Kadar protein, % (bobot/bobot) 2.5 2.5 SP-SMP- 79- 1975
min.
- Uji fosfatase 0 0 SP-SMP-250- 1980
- T.P.C. (Total Plate Count), ml, 3 x 104 3 x 104 SP-SMP- 93- 1975
maks.
- Coliform presumptive 10 10 SP-SMP- 94- 1975
MPH/ml, maks.
- Logam berbahaya :
- As, (ppm) maks. 1 1 SP-SMP-193- 1977
Depkes S.I. 7
- Pb, (ppm) maks. 1 1 SP-SMP-197- 1977
Depkes S.I. 7
- Cu, (ppm) maks. 2 2 SP-SMP-247- 1980
- Zn. (ppm) maks. 5 5 SP-SMP-190- 1977
AOAC 25136-25142
Bahan pengawet Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.
235/Men. Kes/Per/ IV/79
Catatan :
A = Susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa
B = Susu pasteurisasi diberi penyedap cita rasa
Sumber : BSN (1995)

Menurut CAC (2004), proses pasteurisasi umumnya terdiri dari dua, yaitu
LTLT (low temperature, long time) dan HTST (high temperature, short time).
Proses pasteurisasi LTLT dilakukan secara batch pasteurization dengan suhu
minimum 63 °C selama 30 menit. Proses pasteurisasi HTST dilakukan secara
continuous flow pasteurization dengan suhu minimum 72 °C selama 15 detik.
Disamping kedua proses pasteurisasi tersebut, terdapat proses ultrapasteurisasi.
Menurut Schmidt (2008) ultrapasteurisasi adalah pemanasan susu pada suhu yang
tinggi mencapai 138 °C selama 2 detik. Proses ultrapasteurisasi menyebabkan
susu memiliki umur simpan lebih lama (extended shelf life) hingga mencapai
25 – 45 hari dengan penyimpanan dalam suhu refrigerator.
Sistem agroindustri susu meliputi beberapa sub sistem, yaitu kegiatan usaha
peternakan sapi perah yang memproduksi susu segar, koperasi pengumpul susu
yang menerima susu segar peternak untuk dijadikan bahan baku susu dan Industri
Pengolahan Susu (IPS) yang mengolah susu menjadi produk olahan. Konfigurasi
rantai pasok susu dapat dilihat pada Gambar 2 (Septiani dan Djatna, 2015).

Konsumen
Industri Akhir
Peternakan Koperasi
Pengolahan
Sapi Perah pengumpul
Susu (IPS)
Konsumen
Industri

Gambar 2 Konfigurasi rantai pasok susu


8

3 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan studi kasus di PT. XYZ. PT.
XYZ merupakan salah satu Industri Pengolahan Susu (IPS) yang berlokasi di
Jakarta. Observasi lapang dan wawancara dilakukan pada salah satu koperasi
pengumpul susu di Bandung yang memasok ke PT. XYZ. Penelitian dilakukan
pada bulan Mei sampai dengan Juli 2017.

Pengumpulan Data dan Responden

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data


primer diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara dengan responden, dan
Focus Group Discussion (FGD). Data sekunder diperoleh dari pustaka dan
publikasi ilmiah. Metode yang digunakan dalam penentuan responden
menggunakan metode purposive sampling, yaitu memilih pakar yang kompeten
dari PT. XYZ dan koperasi susu yang memahami aliran produk susu pasteurisasi.
Responden yang terlibat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar responden


No Institusi Jabatan Metode
1. Koperasi Pengumpul Susu Peternak dan Observasi lapang,
Supervisor Milk Wawancara
Treatment
2. Dept. Fresh Milk Coordinator Wawancara
Development Services
3. Dept. Produksi Supervisor Observasi lapang,
Wawancara, FGD
4. Dept. Quality & Food Manajer dan Wawancara, FGD
Safety Supervisor
5. Dept. Warehouse Supervisor Observasi lapang,
Wawancara, FGD
6. Dept. Quality Assurance Supervisor FGD
7. PT. XYZ Distribution Manajer Wawancara
8. Div. Cold Chain Manajer Wawancara

Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Threat Assesment


Critical Control Point (TACCP) yang bersumber dari PAS 96:2014 Guide to
protecting and defending food and drink from deliberate attack (BSI, 2014).
Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
9

Mulai

Threat Assessment Critical Control Point (TACCP)

Identifikasi aliran produk susu


pasteurisasi di PT. XYZ

Aliran produk susu


pasteurisasi

Penilaian Ancaman
(Threat Assesment)

Pelaku dan
ancaman

Penilaian Kerentanan
(Vulnerability Assesment)

Kerentanan di IPS

Penilaian Risiko
(Risk Assessment)

Kategori risiko
dn tipe ancaman

Penentuan Tindakan Pengendalian

Kategori risiko
dan tipe ancaman

Analisis

Kategori tindakan
pencegahan

Model Penanganan Risiko Kontaminasi


Disengaja pada industri susu pasteurisasi

Model penanganan
risiko kontaminasi
disengaja

Penyusunan implikasi manajerial

Implikasi
manajerial

Selesai

Gambar 3 Tahapan penelitian

Threat Assesment Critical Control Point (TACCP)

Identifikasi aliran produk susu pasteurisasi

Identifikasi aliran produk susu pasteurisasi di PT. XYZ dilakukan melalui


observasi lapang ke salah satu koperasi pengumpul susu dan area yang terkait
produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ. Wawancara mendalam dilakukan kepada
10

responden untuk mendapatkan data aktor dan aliran produk susu pasteurisasi
PT. XYZ.

Penilaian ancaman (Threat Assesment)

Penilaian ancaman dilakukan untuk mendapatkan tipe pelaku dan ancaman


terkait kontaminasi disengaja. Studi pustaka dan wawancara mendalam dilakukan
untuk mendapatkan tipe pelaku dan ancaman kontaminasi disengaja yang dapat
dilakukan pada produk susu pasteurisasi. Ancaman kontaminasi disengaja
dikategorikan menjadi dua, yaitu ancaman terkait risiko food fraud dan food
defense. Identifikasi pelaku potensial dilakukan untuk mendapatkan daftar pelaku
dari tiap tahapan yang berpotensi melakukan tindakan kontaminasi, baik dari
internal atau eksternal. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk
melakukan penilaian terhadap masing-masing pelaku potensial dan ancaman yang
teridentifikasi. Penilaian dilakukan dengan memberikan pertimbangan terhadap
data historis, motif, kemampuan, dan potensi terjadinya ancaman.

Penilaian kerentanan (Vulnerability Assesment)

Penilaian kerentanan dilakukan untuk mendapatkan tipe kerentanan pada


tiap tahapan produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ. Wawancara dilakukan
dengan responden proses produksi untuk mengidentifikasi adanya kelemahan di
tiap tahapan yang dapat meningkatkan peluang terjadinya ancaman kontaminasi
disengaja. Penilaian tiap tahapan disertai dengan melakukan identifikasi personel
yang memiliki akses, tindakan mitigasi yang sudah diterapkan, jenis adulterant
atau kontaminan yang potensial digunakan, dan peluang terdeteksi oleh metode
QA/QC yang diterapkan. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk
memastikan kesesuaian hasil penilaian kerentanan yang dilakukan.

Penilaian risiko (Risk Assesment)

Pada tahap ini dilakukan penilaian risiko terjadinya ancaman pada tiap
tahapan melalui Focus Group Discussion (FGD). Penilaian risiko dilakukan
dengan memberikan skor peluang (likelihood) dan skor dampak (impact) pada tiap
ancaman yang teridentifikasi di tahap sebelumnya. Skor peluang (likelihood) dan
dampak (impact) disusun berdasarkan skor yang tercantum dalam PAS 96:2014.
Kategori peluang (likelihood) dapat dinilai dari kemungkinan kejadian, frekuensi,
dan pengamanan yang diterapkan sesuai Tabel 4. Kategori dampak (impact) dapat
dinilai dari dampak yang ditimbulkan terhadap orang, operasional, atau reputasi
sesuai Tabel 5. Kategori risiko didapat dengan mengkombinasi skor peluang
(likelihood) dan skor dampak (impact) pada matriks risiko sesuai Tabel 6. Matriks
risiko disusun berdasarkan PAS 96:2014. Hasil dari tahapan ini adalah daftar
kategori risiko dan ancaman sesuai Tabel 7.
11

Tabel 4 Kategori peluang (likelihood)


Skor Kategori Kemungkinan Frekuensi Metode
kejadian Pengamanan
5 Very High Sangat besar ≥ 5 kejadian dalam Tidak ada
Chance kemungkinan terjadi periode 5 tahun metode
pengamanan
4 High Chance Besar kemungkinan 4 kejadian dalam 1 metode
terjadi periode 5 tahun pengamanan
tersedia
3 Some Chance Cukup besar 3 kejadian dalam 2 metode
kemungkinan terjadi periode 5 tahun pengamanan
tersedia
2 May Happen Kecil kemungkinan 2 kejadian dalam 3 metode
terjadi periode 5 tahun pengamanan
tersedia
1 Unlikely to Sangat kecil tidak pernah atau 1 4 metode
happen kemungkinan terjadi kejadian dalam pengamanan
periode 5 tahun tersedia
Sumber : adaptasi PAS 96:2014

Tabel 5 Kategori dampak (impact)


Skor Kategori Orang Operasional Reputasi
5 Catastrophic ≥ 2 orang Tidak Menjadi perhatian
meninggal berproduksi internasional, pemanggilan
oleh pemerintah
Dimuat dalam media
nasional/internasional
Dampak jangka panjang
terhadap "brand".
4 Major 1 orang Gangguan pada Menjadi perhatian publik,
meninggal atau line produksi politik, dan media secara
≥ 3 orang sakit menyebabkan nasional.
ringan atau ≥ 2 produk di reject Operasional dibatasi.
sakit parah
3 Significant 1 orang sakit Gangguan pada Menjadi perhatian secara
parah atau line produksi nasional, Pemeriksaan oleh
perawatan di RS menyebabkan lembaga eksternal. .
atau ≥ 2 sakit produk di hold
ringan
2 Some Sakit yang Gangguan pada Investigasi oleh manajemen
memerlukan line produksi puncak.
penanganan menyebabkan Menjadi perhatian media
medis dan atau produk di lokal.
istirahat bekerja reproses
1 Minor Sakit ringan atau Gangguan pada Pemeriksaan oleh
P3K line produksi manajemen puncak.
namun tidak Menjadi pembicaraan tingkat
berpengaruh lokal.
pada produk
Sumber : adaptasi PAS 96:2014
12

Tabel 6 Matriks risiko


Catastrophic 5 Threat A
Major 4 Threat B
Significant 3 Threat C
Some 2 Threat D
Minor 1 Threat E
1 2 3 4 5
Unlikely May Some High Very
to happen Happen Chance Chance High
Chance
Sumber : adaptasi PAS 96:2014

Tabel 7 Kategori risiko dan tipe ancaman


Kategori Risiko Tipe Ancaman
Very high risk Threat A
High risk Threat B
Moderate risk Threat C
Low risk Threat D
Negligible risk Threat E
Sumber : adaptasi PAS 96:2014

Penentuan tindakan pengendalian

Tindakan pengendalian bertujuan untuk menurunkan peluang terjadinya


ancaman. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk menentukan tindakan
pengendalian bagi masing-masing ancaman dan pelaku di tahap penelitian
sebelumnya. Tindakan pengendalian dapat dipilih terdiri dari tindakan yang sudah
diterapkan apabila dinilai relevan. Tindakan pengendalian baru dapat ditetapkan
apabila belum diterapkan dan dinilai dapat menurunkan peluang terjadinya
ancaman.

Analisis

Tindakan penanganan ancaman kontaminasi disengaja dapat dikelompokkan


menjadi tindakan preventif (prevention), deteksi (detection), dan menghalangi
(deterrence) (Hariyadi 2015; Spink et al. 2016). Analisis deskriptif dilakukan
untuk menganalisis tindakan pencegahan yang sudah dilakukan oleh PT. XYZ dan
mengelompokkan ke dalam kategori tindakan preventif, deteksi, dan menghalangi.
Struktur dan manajemen rantai pasok PT. XYZ dianalisis untuk melihat
pengaruhnya dalam mencegah ancaman kontaminasi disengaja.

Model penanganan risiko kontaminasi disengaja pada industri susu


pasteurisasi

Model penanganan risiko kontaminasi disengaja disusun secara deskriptif


berdasarkan hasil yang didapat dalam studi kasus di PT. XYZ menggunakan
metode TACCP. Model penanganan risiko memuat tipe pelaku, tipe ancaman,
titik kerentanan, kategori risiko, dan tindakan pencegahan.
13

Penyusunan implikasi manajerial

Implikasi manajerial disusun secara deskriptif. Implikasi manajerial


ditujukan bagi koperasi pengumpul susu, home industry, pemerintah, dan industri
pangan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Saluran Tata Niaga Susu

Tawaf et al. (2009) menjelaskan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia


terdiri dari usaha peternakan sapi perah rakyat dan perusahaan peternakan sapi
perah. Peternakan sapi perah rakyat sebagian besar tergabung dalam bentuk
koperasi yang berperan sebagai pengumpul susu. Koperasi pengumpul susu
merupakan pemasok utama bagi IPS yang mencapai 92% dari produksi nasional.
Jumlah sapi yang dikelola sekitar 95% dari populasi sapi dengan rataan 3
ekor/peternak. Perusahaan peternakan sapi perah mengelola sekitar 5% dari
populasi sapi nasional dengan rataan kepemilikan sekitar 28 ekor/perusahaan.
Pada skala kecil, peternak menjual susu ke pedagang perantara. Pedagang
perantara akan menjual susu segar atau susu pasteurisasi dengan kemasan
sederhana ke konsumen di wilayah sekitar peternak. Peternak atau kelompok
peternak akan mengirimkan susu ke koperasi. Koperasi memiliki pusat
pengumpulan susu yang akan melakukan proses pendinginan dan selanjutnya
dikirimkan ke IPS. Koperasi berperan membantu peternak dalam penyediaan
sarana dan prasarana produksi khususnya pakan konsentrat, peralatan produksi,
pelayanan kesehatan ternak dan mengumpulkan serta menjual susu ke IPS.
Beberapa koperasi melakukan pengolahan sebagian susu peternak menjadi produk
olahan susu seperti susu pasteurisasi atau susu UHT, serta menjual susu segar
langsung ke konsumen.
Budiyono (2009) menjelaskan bahwa susu segar yang dihasilkan oleh
peternak sebagian besar ditampung oleh koperasi. Koperasi selanjutnya akan
menjual susu tersebut ke IPS untuk menjadi bahan baku produk olahan susu.
Disamping itu, sebagian kecil peternak menjual susu segar ke pedagang
pengumpul (loper) atau industri rumah tangga. Industri rumah tangga umumnya
mengolah susu segar menjadi susu pasteurisasi yang akan dijual secara langsung
kepada konsumen lokal. Koperasi melakukan pengujian kualitas pada susu segar
yang dikumpulkan dari peternak. Tujuannya untuk mendeteksi adanya pemalsuan
terhadap susu dan menjamin kualitas susu agar memenuhi standar yang ditetapkan
oleh IPS.
Penelitian yang dilakukan oleh IFC (2011) menyatakan bahwa terdapat
lebih dari 30 perusahaan yang bergerak pada pengolahan susu di Indonesia dengan
produksi lebih dari 870.000 ton produk olahan susu pada tahun 2009. Jenis produk
olahan susu yang dibuat adalah susu cair (13 perusahaan), susu kental manis
(4 perusahaan), susu bubuk (12 perusahaan), es krim (4 perusahaan) dan yoghurt
(6 perusahaan). Produk olahan susu umumnya dijual ke ritel modern untuk
mencapai konsumen menengah ke atas. Supermarket atau hipermarket membeli
dari distributor atau langsung ke manufaktur. Sebagian kecil produk dijual di kios
14

atau toko tradisional. Beberapa tipe saluran tata niaga susu dapat dilihat pada
Gambar 4.

Pemasok Manufaktur Distributor Pelanggan

(1) Koperasi Industri Ritel/ Konsumen


Peternak Distributor
Susu Pengolahan Susu food service akhir

Koperasi Pengolahan Susu Ritel/ Konsumen


(2) Peternak Distributor
Susu Koperasi food service akhir

Perusahaan Industri Ritel/ Konsumen


(3) Distributor
Peternakan pengolahan Susu food service akhir

(4) Pedagang Konsumen


Peternak
Pengumpul akhir

(5) Industri Rumah Ritel/ Konsumen


Peternak Distributor
Tangga food service akhir

Sumber
Sumber : :diolah
diolah
dari dari Tawaf
Budiyono et Tawaf
(2009), al. (2009), Budiyono
et al. (2009), (2009), IFC (2011)
IFC (2011)

Gambar 4 Contoh saluran tata niaga susu

Identifikasi Aliran Produk Susu Pasteurisasi di PT. XYZ

PT. XYZ merupakan salah satu industri pengolahan susu di Indonesia yang
berlokasi di Jakarta. Produk yang dihasilkan meliputi susu bubuk, susu cair steril,
susu kental manis, susu UHT, dan susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi diproduksi
menggunakan teknologi ultra pasteurisasi (extended shelf life) dan memiliki masa
simpan hingga 21 hari. Varian rasa yang dihasilkan ada dua, yaitu plain dan rasa
cokelat. Bahan baku yang digunakan adalah susu segar.
PT. XYZ menerapkan dan mendapatkan sertifikasi terkait kualitas dan
keamanan produk, yaitu ISO 9001:2008 sistem manajemen mutu, ISO
22000:2005 sistem manajemen keamanan pangan, FSSC 22000 Food Safety
System Certification, dan sertifikat Halal MUI. Laboratorium dikelola melalui
penerapan ISO 17025:2005 Persyaratan umum untuk kompetensi laboratorium
pengujian dan laboratorium kalibrasi.
Aliran produk susu pasteurisasi dan proses produksi di PT. XYZ dapat
dilihat pada Gambar 5. Aktor yang terlibat dalam aliran produk susu pasteurisasi
di PT. XYZ terdiri dari pemasok, manufaktur, distributor, dan pelanggan.
Pemasok susu segar yang memasok ke PT. XYZ terdiri dari dua jenis, yaitu
Koperasi Pengumpul Susu (KUD dan Koperasi Pertanian) dan perusahaan
peternakan. Jumlah pemasok masing-masing terdiri dari 5 koperasi dan 2
perusahaan peternakan. Susu segar yang dipasok dari koperasi sekitar 95 % dan
perusahaan peternakan sekitar 5%.
15

Pemasok Manufaktur Distributor Pelanggan

Koperasi
Peternak Pengumpul
Susu

 Supermarket
PT. XYZ  Depo
PT. XYZ
Distribution  Food Service
 Institusi

Perusahaan
Peternakan

Gambar 5 Aliran produk susu pasteurisasi PT. XYZ

Berdasarkan observasi lapang dan wawancara ke salah satu koperasi


pemasok PT. XYZ, tahapan yang dilalui susu segar pada koperasi terdiri dari
peternak, tempat pengumpulan koperasi (TPK), dan cooling center atau milk
treatment. TPK berfungsi sebagai tempat pengumpulan susu yang disetor oleh
peternak ke koperasi. Susu yang dikumpulkan di TPK akan dibawa menggunakan
truk susu ke milk treatment. Proses yang dilakukan pada milk treatment adalah
pemeriksaan susu dan pendinginan sebelum dikirim ke IPS atau digunakan oleh
pengolahan susu milik koperasi. Tahapan yang dilakukan pada koperasi susu
dapat dilihat pada Gambar 6.

Tempat
Peternak pengumpulan Milk Treatment
Koperasi (TPK)

Gambar 6. Tahapan pada koperasi pengumpul susu

Jenis kandang sapi umumnya terdiri dari dua, yaitu kandang ikat dan
kandang koloni. Peternak rakyat umumnya menggunakan kandang sapi ikat
dengan jumlah sapi sedikit dan luas kandang relatif kecil. Kandang sapi koloni
memiliki area yang lebih luas dengan jumlah sapi lebih banyak dan sapi dibiarkan
bebas atau tidak diikat. Pemerahan susu umumnya dilakukan menggunakan
tangan. Vaselin atau mentega digunakan untuk memudahkan proses pemerahan
menggunakan tangan. Pemerahan sapi pada kandang sapi koloni umumnya sudah
menggunakan mesin perah dengan sistem vakum. Susu yang diperah akan
dimasukkan ke dalam milk can. Peternak selanjutnya membawa milk can ke TPK.
Proses pemerahan umumnya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore hari.
Pemeriksaan susu yang dilakukan pada TPK meliputi kondisi milk can,
visual, berat jenis, suhu dan uji alkohol. Susu yang tidak memenuhi persyaratan
akan ditolak. Susu yang memenuhi persyaratan akan ditimbang dan dimasukkan
ke dalam tangki truk susu. Proses pemasukan susu ke dalam tangki truk susu
16

melalui penyaringan dengan menggunakan kain saring pada manhole truk susu.
Lama waktu pengumpulan susu di TPK sekitar 30 menit. Susu yang berasal dari
sapi yang diberi antibiotik, atau sapi lemah, atau sapi yang baru melahirkan akan
ditampung dalam tempat terpisah.
Proses penerimaan susu di milk treatment atau cooling center diawali
dengan penerimaan truk susu. Petugas akan mengambil sampel susu dari tangki
untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Uji yang dilakukan antara lain uji
pemalsuan, uji antibiotik, uji kualitas dan mikrobiologi. Susu yang dinyatakan
memenuhi syarat akan ditimbang pada milk reception vat. Penimbangan dilakukan
untuk memeriksa kesesuaian jumlah susu saat di TPK dan di milk treatment.
Proses pendinginan dilakukan dengan melewatkan susu pada plate heat exchanger
dengan suhu target 4 °C. Susu yang sudah didinginkan dapat langsung ditransfer
ke dalam truk atau disimpan sementara dalam tangki cooling unit. Sebagian besar
susu akan dikirim ke IPS. Sebagian kecil susu akan disimpan pada tangki cooling
unit sebelum ditransfer ke pengolahan susu milik koperasi. Susu yang
mengandung antibiotik akan ditempatkan pada tangki terpisah dan
penggunaannya untuk konsumen home industry. Tahapan proses pengolahan susu
di peternak dan koperasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Peternak Tempat Pengumpulan Koperasi Milk Treatment / Cooling Center

Antibiotik, sapi
Mulai lemah, sapi baru
melahirkan
Penerimaan
Penerimaan susu
susu
Pemerahan sapi
Pengambilan
sampel
Tidak
Susu disimpan ke Lulus
Milk Can Pemeriksaan Pemeriksaan
susu susu lanjutan
Lulus Tidak
Pengiriman Susu Lulus Lulus
Penimbangan susu
Penimbangan Pemasukan
ke drum Cooling (PHE) Penyimpanan
(Cooling tank)
Pemasukan ke
Tangki Truk
Penyimpanan
Home
Pengiriman (Cooling Unit)
Tolak Industry
Susu segar
Pengisian ke truk

Pengiriman susu
segar ke IPS

Selesai

Gambar 7 Tahapan proses pengolahan susu di peternak dan koperasi

Tahapan produksi susu pasteurisasi di IPS antara lain penerimaan susu


segar, produksi susu, dan penyimpanan. Penerimaan susu segar diawali dengan
penerimaan truk yang disertai pemeriksaan surat jalan truk susu. Selanjutnya truk
susu akan ditimbang untuk memeriksa kesesuaian jumlah susu. Petugas QC akan
melakukan pengambilan sampel pada tangki truk susu untuk melakukan uji
pemalsuan susu dan uji kualitas sesuai persyaratan yang ditetapkan. Susu yang
17

tidak memenuhi persyaratan uji pemalsuan akan ditolak dan dikembalikan ke


pemasok. Susu yang memenuhi persyaratan akan dipompa ke dalam storage vat.
Susu selanjutnya akan melewati proses termisasi. Termisasi adalah proses
pemanasan awal untuk mengurangi jumlah mikroba. Susu memasuki tahap
preheating dan mixing. Pada susu pasteurisasi plain tidak dilakukan penambahan
material tambahan (pure fresh milk). Susu pasteurisasi rasa cokelat akan diberikan
penambahan raw material cokelat yang akan dimasukkan corong dumping. Susu
selanjutnya melewati proses homogenisasi dan pasteurisasi. Homogenisasi
bertujuan mengecilkan dan menyeragamkan ukuran globula lemak. Proses
pasteurisasi yang digunakan adalah extended shelf life (ESL) atau
ultrapasteurisasi. Susu selanjutnya akan melewati tahap cooling dan disimpan
sementara di storage vat. Proses pengemasan produk susu pasteurisasi dilakukan
melalui tahapan filling dan cartooning. Produk selanjutnya disortir dan disimpan
di cold storage. Proses produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8 Proses produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ

Distributor produk susu pasteurisasi PT. XYZ merupakan perusahaan


distribusi satu grup. PT. XYZ tidak menggunakan distributor luar. Distributor
akan mendistribusikan produk ke gudang distribusi di 7 area, yaitu Jakarta,
Tangerang, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Bali. Pengiriman dari
gudang cold storage PT. XYZ ke area Jakarta dilakukan menggunakan truk
delivery milik perusahaan distributor. Pengiriman ke area lainnya dilakukan
menggunakan truk ekspedisi yang disewa oleh distributor. Produk susu
pasteurisasi yang dapat didistribusikan merupakan produk yang telah memenuhi
persyaratan kualitas yang ditetapkan. Pemeriksaan truk dilakukan untuk menilai
kelayakan kondisi truk dan suhu penyimpanan truk maksimum 4 °C. Truk yang
18

tidak memenuhi persyaratan akan ditolak. Produk akan di masukkan ke dalam


truk dan dilakukan penguncian. Produk yang dikirim ke kota lain dapat disimpan
sementara di gudang distribusi sebelum diantarkan ke masing-masing pelanggan.
Tahapan distribusi produk susu pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Mulai

Pemeriksaan
Tolak
kondisi truk Tidak Lulus

Lulus

Pemuatan Finish Goods


Susu Pasteurisasi

Transportasi ke Gudang
Distribusi

Penyimpanan di
Gudang Distribusi

Pemeriksaan
Tolak
kondisi truk Tidak Lulus

Lulus

Transportasi ke
pelanggan

Selesai

Gambar 9 Tahapan distribusi produk susu pasteurisasi

Pelanggan produk susu pasteurisasi terdiri dari 4 jenis, yaitu supermarket,


depo, food service, dan institusi. Supermarket merupakan toko ritel yang
memasarkan produk ke konsumen akhir. Depo merupakan pihak ketiga yang
ditunjuk untuk memasarkan produk pada area tertentu. Food service akan
menggunakan susu pasteursasi sebagai salah satu bahan baku pada produk yang
dibuat. Food service antara lain yaitu hotel, restoran, katering, café, dan coffee
shop. Pelanggan institusi menggunakan susu pasteurisasi sebagai extra pudding
atau makanan tambahan bagi karyawan perusahaan atau murid sekolah.
Produk susu pasteurisasi yang dikirim ke supermarket umumnya akan
langsung di taruh pada product display. Produk akan ditaruh di gudang cold
storage apabila product display penuh. Depo umumnya berlokasi di area
perumahan. Pihak depo akan melakukan order produk dan pengiriman dilakukan
sehari sesudahnya. Produk yang dikirim ke depo selanjutnya akan disimpan di
chiller. Pengiriman produk dari depo ke konsumen akhir menggunakan sepeda
motor yang dilengkapi cycle box dan diberi ice pack. Order produk yang
dilakukan food service umumnya sesuai kebutuhan. Umumnya stok produk pada
food service cepat habis sehingga penyimpanan produk tidak lama. Produk akan
disimpan di chiller pada food service dan institusi. PT. XYZ juga melakukan
peminjaman chiller pada pelanggan. Tahapan produk susu pasteurisasi pada
pelanggan dapat dilihat pada Gambar 10.
19

Supermarket Depo Food Service Institusi

Mulai Mulai Mulai Mulai

Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan

Penyimpanan
Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan
di gudang
di Chiller di Chiller di Chiller
(Cold Storage)

Penggunaan
Pengiriman ke untuk aplikasi Konsumen
Product display konsumen produk

Selesai Selesai Selesai Selesai

Gambar 10 Tahapan produk susu pasteurisasi pada pelanggan

Penilaian Ancaman

Ancaman adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian atau


membahayakan yang berasal dari niat buruk orang (BSI, 2014). Berdasarkan hasil
studi literatur, wawancara dan FGD, ancaman kontaminasi disengaja pada
pemasok terdiri dari economically motivated adulteration (EMA), yaitu berupa
pemalsuan susu dan pencurian susu yang disertai penambahan air. Penilaian
ancaman pada pemasok dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Penilaian ancaman pada pemasok


No Tipe Ancaman Pelaku Justifikasi
potensial
1 Economically Peternak Data historis perusahaan pernah terjadi
Motivated Motif : menjaga agar kondisi susu tetap dapat
Adulteration Koperasi diterima dan menjaga nilai uang dari susu tersebut.
(EMA) / pemalsuan pengumpul
Kemampuan :
susu berupa susu
penambahan : - Peternak hanya mampu menggunakan adulterant
air, lemak nabati, Perusahaan sederhana dan mudah didapat
pati/tepung, peternakan - Penggunaan adulterant yang lebih kompleks
glukosa, sukrosa, diduga dapat dilakukan oleh koperasi atau
antibiotik, karbonat, perusahaan peternakan, meskipun belum pernah
boraks, peroksida, ditemukan secara langsung
formalin, urea, Trend tindakan pemalsuan susu menurun
melamin atau zat
turunannya Potensi pemalsuan susu menurun dengan
penerapan uji pemalsuan di koperasi dan IPS
20

Tabel 8 Penilaian ancaman pada pemasok (lanjutan)


No Tipe Ancaman Pelaku Justifikasi
potensial
2 Pencurian susu Supir truk Data historis perusahaan pernah terjadi
disertai
Motif mencuri susu segar saat transportasi ke IPS.
penambahan air
Penambahan air dilakukan untuk menutupi volume
susu yang hilang
Kemampuan : Pencurian dilakukan saat berhenti
pada perjalanan dari koperasi ke IPS
Potensi pencurian susu menurun dengan
penggunaan segel khusus pada valve pipa truk susu

Pemalsuan susu dilakukan dengan menambahkan adulterant tertentu pada


susu segar. Data historis IPS menunjukkan bahwa ancaman pemalsuan susu
pernah terjadi pada susu segar yang dipasok ke PT. XYZ. Adulterant yang dapat
dipakai antara lain air, lemak nabati, pati/tepung, glukosa, sukrosa, antibiotik,
karbonat, boraks, peroksida, formalin, urea, melamin atau zat turunannya.
Penambahan air antara lain dilakukan dengan sistem rolasan (12 ℓ susu dan
2 ℓ air) yang dari pengalaman tidak menyebabkan perubahan rasa secara
signifikan. Penambahan air juga dapat dilakukan untuk menggenapkan volume
susu (misal : susu sapi 9.5 ℓ ditambah air 0.5 ℓ).Penambahan lemak nabati dapat
dilakukan dengan penambahan minyak sayur baik ditambahkan secara langsung
tanpa pemanasan atau disertai pemanasan. Penambahan karbonat dapat
menggunakan soda kue. Penambahan air bertujuan untuk menambah volume susu.
Penambahan lemak nabati bertujuan untuk meningkatkan kandungan lemak.
Penambahan perosida, boraks, formalin bertujuan untuk menjaga kandungan
mikroba pada susu. Penambahan urea, melamin atau zat turunannya bertujuan
untuk meningkatkan kadar protein. Penggunaan antibiotik umumnya diberikan
untuk sapi yang sakit dan aplikasinya dilakukan oleh dokter hewan dari bagian
kesehatan hewan (Keswan).
Motif penambahan adulterant pada susu adalah menjaga agar kondisi susu
tetap dapat diterima dan menjaga nilai uang dari susu tersebut. Pemalsuan diduga
menyesuaikan dengan sistem pembayaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil
wawancara, sistem pembayaran yang berlaku umum yaitu berdasarkan : 1)
kandungan lemak dan protein, serta insentif pakan dan insentif TPC, dan 2)
kandungan total solid dan TPC. Pada tingkat koperasi, pembayaran ke peternak
juga dapat dilakukan berdasarkan volume atau berat.
Kemampuan peternak dalam melakukan pemalsuan susu diduga hanya dapat
menggunakan adulterant yang sederhana dan mudah didapat seperti air, lemak
nabati, karbonat, atau tepung. Hal ini diduga berkaitan dengan pengetahuan
peternak dan akses yang terbatas dalam penggunaan adulterant lainnya.
Penggunaan adulterant yang lebih kompleks seperti peroksida, urea, melamin atau
zat turunannya diduga dapat dilakukan oleh koperasi atau perusahaan peternakan.
IPS belum menemukan kejadian penambahan adulterant tersebut secara langsung,
namun hasil pemeriksaan pada saat penerimaan terdeteksi adanya penggunaan
adulterant tersebut.
Trend terjadinya pemalsuan susu dinilai sudah menurun. Peternak dinilai
mulai memperhatikan kualitas susu yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan peternak
21

akan mendapatkan harga susu yang baik bila kualitas susu dinilai baik oleh
koperasi. Hasil uji pemalsuan yang terdeteksi positif di IPS berkurang. Adanya
penerapan uji pemalsuan dan uji kualitas pada saat penerimaan susu baik pada
koperasi dan IPS dapat mendeteksi adanya penambahan adulterant pada susu.
Koperasi tertentu melakukan pengujian kepada peternak atau kelompok
ternak secara acak pada waktu tertentu untuk memonitor kualitas susu yang
dihasilkan. Uji pemalsuan pada tahap koperasi masih terbatas. Pada koperasi
responden, uji pemalsuan hanya mendeteksi karbonat dengan menggunakan uji
kualitatif menggunakan reagen rosalic acid yang akan mengubah warna susu dari
merah jambu menjadi merah tua. Indikasi pemalsuan lainnya dapat dilihat pada
nilai freeze point. PT. XYZ menerapkan uji pemalsuan dengan jumlah adulterant
yang lebih banyak. Pada surat jalan truk, hasil uji parameter kualitas dituliskan,
antara lain berat jenis, temperatur, uji alkohol, lemak, total solid, protein, laktosa,
dan freezing point.
Ancaman lain berkaitan dengan penambahan adulterant adalah pencurian
susu saat pengiriman ke IPS disertai penambahan air. Data historis menunjukkan
bahwa pencurian susu pernah terjadi pada susu yang dipasok ke PT. XYZ.
Penambahan air dilakukan untuk menutupi volume susu yang hilang. Kualitas air
yang digunakan dapat membahayakan karena menggunakan sumber air yang tidak
jelas. Pelaku pencurian susu umumnya adalah supir truk pengirim susu ke IPS
pada saat berhenti. Pencurian dilakukan dengan mengalirkan susu melalui pipa
outlet pada tangki truk. Potensi terjadinya pencurian susu menurun. Hal ini
dikarenakan IPS menggunakan segel khusus dengan nama perusahaan. Segel
dipasang pada valve dan manhole truk tangki susu bagian depan dan belakang.
Apabila valve dibuka maka segel dapat putus. Pada surat jalan truk, nomor segel
dituliskan sehingga dapat diperiksa saat proses penerimaan susu segar di PT.
XYZ.
Berdasarkan hasil studi literatur, wawancara dan FGD, ancaman terkait
risiko food defense adalah kontaminasi disengaja yang dapat membahayakan
kesehatan konsumen produk. Kontaminasi disengaja berpotensi terjadi pada tahap
IPS, distributor, atau pelanggan. Pelaku yang berpotensi melakukan kontaminasi
dapat berasal dari pihak internal atau eksternal organisasi. Penilaian ancaman pada
IPS, distributor, dan pelanggan dapat dilihat pada Tabel 9.
Identifikasi yang dilakukan terhadap pihak internal yang diduga memiliki
potensi untuk melakukan kontaminasi yaitu inspektor QC dan operator produksi
(operator formulasi dan operator proses), supir truk distribusi, karyawan gudang
distributor, dan karyawan pada masing-masing pelanggan. Identifikasi yang
dilakukan terhadap pihak eksternal yaitu teroris, kriminal, kompetitor, tamu
(visitor), atau pihak ketiga.
Kontaminan yang dapat digunakan pada kontaminasi disengaja sangat luas,
baik biologi, kimia, dan radiologi. Beberapa contoh kontaminan yang pernah
digunakan untuk mengkontaminasi secara sengaja antara lain Salmonella
typhimurium yang digunakan pada restoran salad dan Shigella dysenteria type 2.
Bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengkontaminasi pangan antara lain
pestisida, mikotoksin, logam berat dan bahan kimia toksik seperti sianida (WHO
2002). Kontaminan yang diduga dapat digunakan pada area pabrik IPS antara lain
kontaminan fisik seperti kayu, baut, paku, kontaminan kimia seperti bahan kimia
untuk cleaning atau CIP. Kontaminan biologi diduga dapat dilakukan kontaminasi
22

silang disengaja dengan memaparkan benda tidak steril atau hygiene yang
mengandung mikroba ke produk. Kontaminan biologi seperti kultur mikroba
relatif sulit digunakan dikarenakan adanya prosedur pengelolaan laboratorium
melalui penerapan standar ISO 17025.

Tabel 9 Penilaian ancaman pada IPS, distributor, dan pelanggan


No Tipe Pelaku Justifikasi
Ancaman potensial
1 Kontaminasi Karyawan IPS Data historis perusahaan belum pernah terjadi
disengaja Karyawan Keluhan pelanggan terkait kualitas atau akibat
gudang kesalahan penanganan
distributor
Supir Truk Motif : merusak brand image produk PT. XYZ dan
Karyawan di merugikan perusahaan.
pelanggan
Kemampuan :
- menangani produk secara langsung
- operator pada IPS memiliki pengetahuan dan akses
pada proses pembuatan produk, serta akses
terhadap bahan kontaminan di area pabrik.

Potensi saat produk sudah dikemas rendah : sifat


produk susu pasteurisasi mudah rusak bila ada
kebocoran kemasan / segel dan penggunaan GPS dan
data logger saat distribusi.
2 Kontaminasi Teroris Data historis perusahaan belum pernah terjadi
disengaja Kriminal Tidak ada historis ancaman dari teroris pada industri
Kompetitor pangan di Indonesia
Pihak ketiga Keluhan pelanggan terkait kualitas atau akibat
Tamu kesalahan penanganan

Motif : membahayakan kesehatan masyarakat secara


luas atau menciptakan teror

Kemampuan : membutuhkan pengetahuan mengenai


area atau fasilitas pada pabrik, gudang distributor,
dan gudang pada pelanggan

Potensi rendah adanya adanya fasilitas dan prosedur


pengamanan

Data historis perusahaan menunjukkan bahwa kejadian kontaminasi yang


disengaja belum pernah terjadi, baik di tahap IPS, distributor, dan pelanggan.
Kejadian kontaminasi disengaja oleh teroris belum tercatat terjadi di Indonesia.
Keluhan pelanggan terhadap produk susu pasteurisasi PT. XYZ umumnya terkait
kesalahan penanganan dan kualitas. Penanganan yang kurang baik antara lain
unloading dapat menyebabkan kemasan penyok atau bocor. Pada saat delivery ke
supermarket, sopir mematikan mesin truk karena ada larangan menyalakan mesin
sehingga refrigerator pada truk mati. Penanganan produk oleh konsumen, seperti
produk tidak langsung habis dikonsumsi atau produk ditaruh di suhu ruang dalam
waktu lama. Kondisi product display atau chiller pada pelanggan tidak baik
sehingga suhu penyimpanan tinggi. Jumlah komplain terkait kualitas produk
sedikit. Bentuk komplain antara lain volume susu lebih rendah dari yang tertera
23

pada kemasan. Umumnya komplain hanya dari konsumen perseorangan dan tidak
melibatkan produk pada lot yang sama. Komplain ditindaklanjuti dengan
melakukan pemeriksaan terhadap sample retain.
Motif kontaminasi disengaja yaitu bertujuan untuk membahayakan
kesehatan masyarakat secara luas atau menciptakan teror. Motif lainnya adalah
merusak brand image produk PT. XYZ dan merugikan perusahaan. Potensi
dilakukannya tindakan kontaminasi oleh operator pada IPS lebih tinggi
dibandingkan pihak eksternal atau pihak internal di distributor dan pelanggan.
Operator pada IPS memiliki pengetahuan dan akses pada proses pembuatan
produk, serta akses terhadap bahan kontaminan di area pabrik. Tindakan mitigasi
yang dilakukan pada masing-masing tahapan menurunkan potensi terjadinya
kontaminasi disengaja. Pihak eksternal memiliki potensi yang lebih rendah karena
membutuhkan pengetahuan mengenai area atau fasilitas pada pabrik, gudang
distributor, dan gudang pada pelanggan. Prosedur dan fasilitas pengamanan
terhadap visitor, serta pendampingan oleh personel area bagi visitor memperkecil
potensi bagi pihak luar mengakses ke produk. Penguncian terhadap muatan truk,
penggunaan GPS, dan data logger pemantau suhu memberikan hambatan dan
ketertelusuran terhadap usaha tindakan pada saat distribusi.
Produk susu pasteurisasi dikemas menggunakan kemasan karton tetra rex.
Dalam distribusi dan penanganan memerlukan kondisi suhu rendah (cold chain).
Produk susu pasteurisasi mudah mengalami kerusakan apabila terjadi kebocoran
kemasan atau tutup/segel yang rusak. Perubahan kualitas produk susu pasteurisasi
dinilai dapat terdeteksi oleh konsumen seperti perubahan rasa atau kemasan
menjadi kembung. Hal ini menurunkan potensi terjadinya kontaminasi disengaja
pada produk akhir yang sudah dikemas baik oleh kayawan distributor atau
pelanggan.

Penilaian Kerentanan

Penilaian kerentanan dilakukan untuk mengidentifikasi tahapan yang


memiliki kelemahan dan meningkatkan peluang terjadinya kontaminasi disengaja.
Hasil penilaian kerentanan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Penilaian kerentanan


No Tahapan Ancaman Kerentanan Akses Preventif / adulterant / Dampak pada QA/QC
Mitigasi kontaminan proses
1 Penerimaan fresh milk
1.a Penerimaan truk - Tidak ada - - - - -
susu segar kerentanan
1.b Penimbangan - (tertutup) - - - - -
truk
1.c Pengambilan Kontaminasi Manhole Inspektor Pemantauan F: kayu, baut, Fresh milk Terdeteksi
sampel disengaja tangki QC dengan paku tidak sesuai oleh uji kimia
mudah di kamera K: bahan kimia standar atau (pH dan
akses CCTV (ex : cleaning) tidak dapat acidity), dan
B: Kontaminasi digunakan mikrobiologi
silang disengaja fresh milk
1.d Pemeriksaan - - - - - - -
Susu
2 Penyimpanan Kontaminasi Manhole Operator - Pemantauan F: kayu, baut, Fresh milk Terdeteksi
Susu Segar disengaja tangki Produksi dengan paku tidak sesuai oleh uji kimia
(Storage Vat mudah di kamera K: bahan kimia standar atau (pH dan
FM) akses CCTV (ex : cleaning) tidak dapat acidity), dan
B: Kontaminasi digunakan mikrobiologi
silang disengaja fresh milk
24

Tabel 10 Penilaian kerentanan (lanjutan)


No Tahapan Ancaman Kerentanan Akses Preventif / adulterant / Dampak pada QA/QC
Mitigasi kontaminan proses
3 Termisasi Kontaminasi - Supervisi Operator Pemantauan F: kayu, baut, Themized Fresh Terdeteksi
disengaja minimum Produksi suhu SV paku milk tidak oleh uji kimia
- Bekerja K: bahan kimia sesuai standar (pH dan
sendiri (ex : cleaning) atau tidak dapat acidity), dan
B: Kontaminasi digunakan mikrobiologi
silang disengaja fresh milk
4 Penyimpanan Kontaminasi Manhole Operator - Pemantauan F: kayu, baut, Themized Fresh Terdeteksi
Thermized disengaja tangki Produksi dengan paku milk tidak oleh uji kimia
Fresh milk mudah di kamera K: bahan kimia sesuai standar (pH dan
(Storage Vat) akses CCTV (ex : cleaning) atau tidak dapat acidity), dan
B: Kontaminasi digunakan mikrobiologi
silang disengaja fresh milk
5 Pengiriman raw - Tidak ada - - - - -
material dari kerentanan
Warehouse (kemasan
tertutup)
6 Dumping Kontaminasi Material Operator - Pengerjaan F: kayu, baut, WIP Terdeteksi
disengaja terpapar dan Formulasi oleh 1 tim paku terkontaminasi
oleh uji kimia
bercampur Operator K: bahan kimia (pH dan
ke susu Dumping (ex : cleaning) acidity), dan
- terdapat B: Kontaminasi monitoring
filter silang disengaja mikrobiologi
di tahap
mixing
7 Mixing dan Kontaminasi Manhole Operator - Pengerjaan F: kayu, baut, WIP Terdeteksi
preheating disengaja tangki Produksi oleh 1 tim paku terkontaminasi oleh uji kimia
mudah di Operator K: bahan kimia (pH dan
akses Proses (ex : cleaning) acidity), dan
- Pengawasan B: Kontaminasi monitoring
oleh leader silang disengaja mikrobiologi
- Pemantauan di tahap
dengan mixing
CCTV
8 Homogenisasi - Tidak ada - - - - -
9 Pasteurisasi kerentanan - - - - -
ESL (tertutup)
10 Cooling - - - - -
11 Penyimpanan Kontaminasi - Manhole Operator - Pengerjaan F: kayu, baut, WIP Terdeteksi
susu WIP disengaja tangki Produksi oleh 1 tim paku terkontaminasi oleh Uji
(Storage Vat) mudah di Operator K: bahan kimia komposisi
akses Proses (ex : cleaning) (fisika, kimia
- Pengawasan B: Kontaminasi dan
oleh leader silang disengaja mikrobiologi)
- Pemantauan Finish Goods
dengan
CCTV
12 Pengiriman - Tidak ada - -- - - -
bahan kemasan kerentanan
(tertutup)
13 Filling - -- - - -
14 Cartoning - -- - - -
15 Penyortiran -
16 Penyimpanan - -- - - -
Finish Goods
(Cold Storage)

Pada tahapan produksi susu pasteurisasi di PT. XYZ, tahapan yang dilalui
adalah penerimaan truk susu segar, penimbangan truk, pengambilan sampel,
pemeriksaan sampel, penyimpanan susu segar, termisasi, penyimpanan thermized
fresh milk, dumping, mixing dan preheating, homogenisasi, pasteurisasi extended
shelf life, cooling, penyimpanan susu work in process, filling, cartooning,
penyortiran, dan penyimpanan finish goods susu pasteurisasi.
25

Hasil penilaian yang dilakukan terhadap kerentanan di masing-masing


tahapan didapatkan adanya kerentanan pada tahap pengambilan sampel,
penyimpanan susu segar, termisasi, penyimpanan thermized fresh milk, dumping,
mixing dan heating, dan penyimpanan susu work in process. Kerentanan yang
teridentifikasi adalah adanya manhole tangki yang mudah diakses, supervisi
minimum karena operator bekerja sendirian, dan material terpapar karena adanya
proses pembukaan kemasan raw material. Tahapan tersebut dapat diakses oleh
operator produksi dan inspektor QC. Tindakan yang sudah diterapkan antara lain
melalui pemantauan dengan kamera CCTV, pengerjaan oleh 1 tim operator, dan
pengawasan oleh leader. Penilaian kerentanan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Penilaian kerentanan di PT. XYZ

Penilaian Risiko dan Tindakan Pengendalian

Penilaian risiko dilakukan dengan pemberian skor likelihood dan impact


pada masing-masing ancaman menggunakan matriks risiko. Hasil penilaian risiko
dan tindakan pengendalian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kategori risiko dan tindakan pengendalian


No Pelaku Ancaman Tahapan / L I Kategori Tipe Tindakan Pengendalian
Potensial Lokasi Risiko Ancaman
Pemasok
1 Peternak EMA – Kandang 1 4 Low Threat D Uji pemalsuan
penambahan
adulterant
2 Koperasi / EMA – Cooling Center 1 4 Low Threat D Uji pemalsuan
Perusahaan penambahan
Peternakan adulterant
3 Sopir Truk Pencurian susu Transportasi 1 2 Negligible Threat E Segel
dengan Susu ke IPS
penambahan
air
26

Tabel 11 Kategori risiko dan tindakan pengendalian (lanjutan)


No Pelaku Ancaman Tahapan / L I Kategori Tipe Tindakan Pengendalian
Potensial Lokasi Risiko Ancaman
Industri Pengolahan Susu
1 Internal : Kontaminasi Pengambilan 2 4 Moderate Threat C Pemantauan CCTV
Karyawan disengaja sampel
Penyimpanan 2 4 Moderate Threat C Penguncian Manhole
Susu Segar tangki
(SV)
Termisasi 2 4 Moderate Threat C Peningkatan supervisi,
pemantauan CCTV
Penyimpanan 2 4 Moderate Threat C Penguncian Manhole
thermized fresh tangki
milk (SV)
Dumping 2 4 Moderate Threat C Pemantauan CCTV
Mixing dan 1 4 Low Threat D Penguncian Manhole
Heating tangki
Penyimpanan 1 4 Low Threat D Penguncian Manhole
susu WIP (SV) tangki
2 Eksternal : Kontaminasi IPS 1 4 Low Threat D Fasilitas, prosedur
Teroris, disengaja pengamanan, dan
Kriminal, pendampingan visitor
Kompetitor,
Pihak ketiga,
visitor
Distributor
1 Internal : Kontaminasi Truk/Gudang 1 4 Low Threat D GPS, data logger, dan
Karyawan, disengaja penguncian pada truk
Gudang, Sopir
Truk Delivery
2 Eksternal: Kontaminasi Truk/Gudang 1 4 Low Threat D Fasilitas, prosedur
Teroris, disengaja pengamanan, dan
Kriminal, pendampingan visitor,
Kompetitor, GPS, data logger, dan
Sopir Truk penguncian pada truk
Ekspedisi
Pelanggan
1 Internal : Kontaminasi Supermarket 1 4 Low Threat D Pemeriksaan oleh SPG,
Karyawan di disengaja pembatasan akses gudang
Pelanggan bagi orang luar
2 Depo 1 4 Low Threat D Pemeriksaan chiller
3 Eksternal: Food Service 1 4 Low Threat D periodik, pembatasan
4 Teroris, Institusi 1 4 Low Threat D akses gudang bagi orang
Kriminal, luar
Kompetitor

Ancaman EMA berupa pemalsuan susu segar yang dipasok ke PT. XYZ
dinilai termasuk kategori low risk. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya
dinilai sangat kecil namun dampaknya dapat berakibat susu segar ditolak.
Ancaman pencurian susu disertai penambahan air pada truk susu dinilai termasuk
kategori negligible risk. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan segel pada valve
pipa outlet dan manhole tangki susu sehingga sangat kecil kemungkinan dapat
dilakukan pencurian.
Penilaian risiko ancaman kontaminasi disengaja dilakukan terhadap pelaku
internal dan eksternal. Ancaman kontaminasi disengaja berpotensi terjadi di
tahapan produksi susu pasteurisasi pada IPS yang memiliki kerentanan dan
memberi peluang terjadinya tindakan oleh karyawan yang memiliki akses ke
tahapan tersebut. Penilaian menunjukkan bahwa tahapan yang termasuk kategori
moderate risk yaitu tahap pengambilan sampel, penyimpanan susu segar,
termisasi, penyimpanan thermized fresh milk dan dumping. Proses mixing dan
preheating serta penyimpanan susu WIP dinilai termasuk kategori low risk.
Penilaian risiko ancaman kontaminasi disengaja oleh pelaku internal pada tingkat
27

distributor dan pelanggan menunjukkan kategori risiko low risk. Ancaman


kontaminasi disengaja oleh pihak eksternal dinilai termasuk dalam kategori low
risk, baik di tingkat IPS, distributor, dan pelanggan. Perbedaan risiko dikarenakan
adanya perbedaan penilaian tingkat kemungkinan kejadian dengan memperhatikan
pertimbangan pada hasil penilaian ancaman dan tindakan mitigasi yang sudah
dilakukan.
Hasil penentuan tindakan pengendalian menilai bahwa tindakan
pengendalian yang sudah diterapkan efektif dalam menurunkan potensi terjadinya
ancaman. Uji pemalsuan yang sudah diterapkan oleh koperasi pengumpul susu
dan IPS pada tahap penerimaan fresh milk merupakan metode yang efektif dalam
mendeteksi adanya penambahan adulterant pada susu segar. Tindakan
pengendalian terhadap ancaman oleh pelaku eksternal dengan menerapkan
prosedur pengamanan dan pendampingan visitor yang membatasi gerak masuk
dari pelaku eksternal. Tindakan pengendalian pada tahap distribusi yang sudah
diterapkan adalah penggunaan Global Positioning System (GPS) dan data logger
pada truk. GPS dapat memungkinkan dilakukan monitoring pergerakan truk. Data
logger untuk memantau suhu pendingin pada truk yang dapat mengindikasikan
kondisi dan operasionalisasi pendingin. Penguncian boks truk dilakukan untuk
mencegah pihak tidak berkepentingan mengakses produk. Tindakan pengendalian
pada pelanggan lebih kepada pencegahan risiko terkait food safety. Hal ini
berkaitan dengan penyimpanan dan penanganan produk. Tindakan pengendalian
yang dilakukan antara lain pemeriksaan kondisi dan suhu product display oleh
Sales Promotion Girl (SPG) di supermarket, pemeriksaan kondisi chiller secara
regular. Masing-masing pelanggan memiliki prosedur pembatasan akses ke
gudang bagi pihak luar. Tindakan pengendalian ini juga dinilai mencukupi untuk
mengurangi potensi ancaman kontaminasi disengaja.
Tindakan pengendalian tambahan diusulkan untuk diterapkan pada tahapan
produksi yang memiliki akses manhole pada alat produksi berbentuk tangki
berupa penguncian. Pemasangan kamera CCTV diusulkan ditambahkan pada area
produksi yang belum terpasang. Peningkatan supervisi diterapkan untuk area kerja
karyawan yang bekerja sendirian.

Analisis

Usaha-usaha penanganan ancaman kontaminasi disengaja telah dilakukan


oleh PT. XYZ untuk menurunkan risiko terjadinya kejadian tersebut. Tindakan
penanganan ancaman kontaminasi disengaja dapat dikelompokkan menjadi
tindakan preventif (prevention), deteksi (detection), dan menghalangi (deterrence)
(Hariyadi 2015; Spink et al. 2016). Menurut Spink et al. (2016), tindakan
preventif adalah penerapan tindakan pencegahan untuk menurunkan peluang
terjadinya pemalsuan. Tindakan mendeteksi adalah menemukan adulterant
spesifik atau anomali produk. Tindakan menghalangi adalah tindakan pencegahan
untuk menghentikan pelaku. Usaha-usaha penanganan ancaman melalui tindakan
preventif, deteksi, dan menghalangi yang dilakukan oleh PT. XYZ dapat dilihat
pada Tabel 12, Tabel 13, dan tabel 14.
28

Tabel 12 Tindakan preventif


No Tindakan Preventif
1. Pembinaan kepada pemasok yang dilakukan oleh departemen khusus pada
perusahaan
2. Pembinaan oleh koperasi pengumpul susu kepada peternak melalui tenaga
penyuluh atau training.
3. Sertifikasi FSSC 22000 Food Safety System Certification dan penggunaan
Threat Assessment Critical Control Point (TACCP)
4. Peningkatan awareness melalui training dan penyusunan TACCP oleh
masing-masing Departemen
5. Penerapan standar ISO 9001:2008, ISO 22000:2005, dan ISO 17025:2005
6. Pelaksanaan mock recall untuk penarikan produk
7. Pemeriksaan kondisi product display harian

Tabel 13 Tindakan deteksi


No Tindakan Deteksi
1. Pemeriksaan awal di TPK : milk can, visual, berat jenis, suhu, dan uji
alkohol
2. Pengujian di koperasi : uji pemalsuan (karbonat), uji antibiotik, uji
kualitas, dan uji mikroba
3. Uji pemalsuan susu di IPS : lemak nabati, pati/tepung, glukosa, sukrosa,
karbonat, boraks, peroksida, formalin, urea, melamin, dan antibiotik
4. Pengujian pada IPS dilakukan pada beberapa tahapan, yaitu penerimaan
raw material, work in process dan finish goods. Kualitas produk akhir
susu pasteurisasi dipastikan sesuai standar perusahaan atau SNI susu
pasteurisasi

Tabel 14 Tindakan menghalangi


No Tindakan Menghalangi
1. Segel khusus pada pipa dan tutup tangki truk dari pemasok
2. Penggunaan CCTV dan pembatasan akses pada peralatan produksi
3. Penggunaan gembok pada angkutan distribusi dilakukan disertai
pemeriksaan saat keberangkatan dan kedatangan truk
4. Pelaksanaan prosedur penerimaan tamu dan pengamanan
5. Penerapan segregasi area dengan prosedur penggunaan seragam tertentu
6. Izin memasuki area dan pendampingan
7. Penerapan teknologi GPS dan data logger
8. Kemasan produk dengan seal pada tutup kemasan atau sistem sobek
29

Tindakan preventif yang dilakukan PT. XYZ berkaitan dengan risiko food
safety namun meliputi risiko food fraud. Tindakan preventif yang dilakukan
antara lain pembinaan kepada pemasok, baik ke peternak, koperasi pengumpul
susu dan ke perusahaan peternakan yang dilakukan oleh departemen khusus pada
perusahaan. IPS dapat menugaskan tim untuk menelusuri dan menangani bila ada
kasus pada susu segar yang dipasok ke perusahaan. Field service officer akan
dikirim ke pemasok untuk menyaksikan susu yang ditolak tidak dicampur dengan
susu segar yang akan dipasok berikutnya ke IPS serta mencari akar permasalahan
dan solusinya.
Pembinaan oleh koperasi pengumpul susu dilakukan kepada peternak
melalui tenaga penyuluh atau training. Pada peternak responden, adanya
pembinaan meningkatkan pengetahuan peternak tentang mikroba dan cara
pengelolaan ternak yang baik. Pada koperasi responden, tim penyuluh setiap pagi
melihat hasil pengujian susu yang dikeluarkan oleh laboratorium. Penyuluh akan
mendatangi peternak yang memiliki hasil uji susu diluar spesifikasi untuk
mencari penyebab dan memberikan solusi penanggulangannya.
Tindakan preventif lainnya adalah dilakukannya sertifikasi penerapan
standar FSSC 22000 Food Safety System Certification yang diterbitkan oleh
Global Food Safety Initiative (GFSI). Salah satu klausul dari FSSC berkaitan
dengan food fraud prevention dan food defense yang mensyaratkan organisasi
untuk menerapkan dan mendokumentasi prosedur penilaian ancaman dan
penanganan potensi tindakan tersebut. Perusahaan menggunakan Threat
Assessment Critical Control Point (TACCP) untuk memenuhi persyaratan klausul
tersebut. Penyusunan TACCP dikoordinir oleh Departemen Quality dan Food
Safety dan pengerjaannya dilakukan dengan melibatkan masing-masing
Departemen terkait di perusahaan. Training mengenai TACCP dilakukan untuk
memberikan pengetahuan kepada perwakilan masing-masing Departemen.
Masing-masing Departemen akan menyusun TACCP Plan dengan melibatkan
personil internal. Training dan pengerjaan yang melibatkan peran dari personil
dapat mendorong meningkatnya awareness pencegahan ancaman kontaminasi
disengaja bagi manajemen dan karyawan.
Perlindungan produk pangan semakin meningkat dengan penanganan risiko
yang berkaitan dengan food quality, food safety, food fraud, dan food defense.
Penanganan risiko terkait food quality dan food safety telah dilakukan oleh PT.
XYZ dengan penerapan dan sertifikasi standar ISO 9001:2008 mengenai sistem
manajemen mutu, ISO 22000:2005 mengenai sistem manajemen keamanan
pangan, dan ISO 17025:2005 mengenai kompetensi laboratorium. Hal ini
mendorong IPS memiliki infrastruktur dan sistem pengolahan pangan yang baik,
pengendalian bahaya pada pangan, pemantauan kualitas produk, ketertelusuran
produk dan penarikan produk.
Kemampuan penarikan produk dipelihara dengan melakukan mock recall
untuk mensimulasi penarikan produk bila ada permasalahan pada produk di
tingkat pelanggan. Mock recall dilaksanakan setiap 6 bulan. Hal ini turut
mendorong kemampuan perusahaan dalam menangani penarikan produk termasuk
bila terjadi kasus akibat kontaminasi disengaja.
Pada tahapan pelanggan, salah satu tindakan preventif yang berkaitan
dengan risiko food safety adalah dilakukannya pemeriksaan kondisi product
display oleh SPG di supermarket yang dilakukan setiap hari. Hal ini dilakukan
30

untuk memastikan suhu chiller dan produk dalam kondisi baik. SPG akan
melaporkan kepada Divisi Cold Chain melalui email setiap hari. Tindakan ini
memiliki fungsi lain dalam memeriksa adanya kemungkinan kontaminasi
disengaja pada produk akhir sebelum ke konsumen.
Pada studi kasus PT. XYZ, pengujian produk pada pemasok baik dilakukan
oleh koperasi atau IPS memiliki fungsi sebagai parameter penentuan harga dan
penolakan. Pada tempat pengumpulan susu, dilakukan pemeriksaan milk can,
visual, berat jenis, suhu, dan uji alkohol. Kondisi milk can disyaratkan bersih,
bertutup, dan tidak rusak. Susu secara visual terlihat bersih, tidak ada kotoran dan
sudah melalui penyaringan. Berat jenis disyaratkan minimum 1.02. Menurut SNI
3141.1:2011 Susu segar, berat jenis disyaratkan minimum 1.0270 g/ml pada suhu
27.5 °C. Menurut Saleh (2004), uji berat jenis susu dapat mengindikasikan adanya
pemalsuan dengan penambahan air sehingga BJ menjadi turun. Suhu susu
disyaratkan minimum 28 °C. Suhu susu mengindikasikan lamanya waktu susu
dari pemerahan. Uji alkohol disyaratkan negatif. Menurut SNI 01-2782-1998
Metoda pengujian susu segar, uji alkohol berfungsi memeriksa derajat keasaman
susu segar secara cepat. Adanya butiran atau gumpalan susu menunjukkan reaksi
positif (BSN 1998).
Pemeriksaan yang dilakukan di cooling center atau milk treatment koperasi
antara lain organoleptik, uji kualitas, uji mikrobiologi, uji antibiotik, dan uji
emalsuan. Uji kualitas susu menggunakan alat lactoscope yang akan
menghasilkan parameter kualitas seperti lemak, protein, laktosa, total solid, solid
non fat, dan freezing point. Uji pemalsuan menjadi parameter penolakan apabila
hasilnya positif. Prosedur uji pemalsuan yang dilakukan pada koperasi responden
hanya dilakukan terhadap karbonat. Penerapannya dilakukan dengan uji alkohol.
Sampel susu yang lolos uji alkohol akan dilanjutkan ke uji karbonat dengan
menambahkan reagen rosalic acid pada sampel susu. Adanya perubahan dari
warna merah muda menjadi merah tua menunjukkan hasil positif adanya
penambahan karbonat sehingga susu akan ditolak. Nilai freezing point dapat
mengindikasikan adanya pemalsuan. Menurut SNI 01-2782-1998 Metoda
pengujian susu segar, kenaikan titik beku menyatakan adanya indikasi
penambahan air, sedangkan penurunan titik beku menyatakan adanya indikasi
penambahan susu bubuk atau tepung (BSN 1998c). Penyimpangan pada nilai
freezing point akan dikenakan pinalti Rp 300/liter.
Susu yang dihasilkan dari sapi yang diberi antibiotik akan dipisah dengan
susu dari sapi yang sehat. Pemerahan sapi yang diberi antibiotik dilakukan setelah
pemerahan sapi yang sehat. Penambahan antibiotik yang tidak benar apabila
penambahan dilakukan oleh peternak sapi, tidak melapor kepada bagian Keswan,
dan bila susu yang berasal dari sapi yang diberi antibiotik tidak dilaporkan saat
penyerahan di tempat pengumpulan koperasi. Uji antibiotik dilakukan
menggunakan rapid test. Alat yang digunakan disesuaikan dengan jenis antibiotik
yang digunakan oleh bagian kesehatan hewan pada koperasi tersebut. IPS yang
bekerjasama dengan koperasi juga dapat menentukan jenis alat yang dipakai
disesuaikan dengan jenis antibiotik yang ingin dideteksi oleh IPS. Pada koperasi
responden, alat yang digunakan antara lain milk doctor beta, auroflow, dan
delvotest. Hasil uji antibiotik menggunakan milk doctor beta dan auroflow dapat
keluar dalam 3 dan 6 menit, sedangkan delvotest dalam 3 jam. Susu yang diuji
menggunakan alat delvotest akan dikirimkan ke IPS bila hasil uji lainnya sudah
31

lengkap. Apabila hasil uji menggunakan alat delvotest menunjukkan hasil positif
maka truk susu akan dipanggil kembali ke koperasi.
Uji pemalsuan susu segar yang dilakukan di PT. XYZ antara lain
mendeteksi adanya penambahan lemak nabati, pati/tepung, glukosa, sukrosa,
karbonat, boraks, peroksida, formalin, urea, melamin, dan antibiotik. Pemeriksaan
dilakukan saat penerimaan susu segar. Umumnya uji tersebut dilakukan secara
kualitatif atau menggunakan test kit sehingga hasil yang didapat lebih cepat.
Parameter uji pemalsuan yang lebih lengkap dilakukan untuk menjamin susu
segar yang dipasok tidak mengandung adulterant tersebut.
Pengujian lainnya berkaitan dengan kualitas dan keamanan pangan
dilakukan pada beberapa tahapan, yaitu penerimaan raw material, work in process
dan finish goods. Pengujian raw material dilakukan pada susu segar. Pengujian
work in process dilakukan pada susu yang mulai diproduksi menjadi susu
pasteurisasi yaitu pada tahap mixing, homogenisasi, dan filling. Pengujian finish
goods dilakukan pada produk susu pasteurisasi dalam kemasan. Parameter
pengujian dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Parameter pengujian susu


No Parameter Pengujian
1. Fresh Milk :
temperatur, uji alkohol, pH, acidity, protein, fat, total solid, berat jenis,
organoleptik
2. Work in Process :
 Mixing
fat, total solid, pH, berat jenis, acidity, protein, mikrobiologi,
organoleptik
 Homogenisasi
Fat globula
 Filling
fat, total solid, protein, pH, berat jenis, acidity, temperatur,
mikrobiologi, organoleptik

Kualitas produk akhir susu pasteurisasi dipastikan sesuai standar perusahaan


atau SNI susu pasteurisasi melalui uji organoleptik, uji komposisi, kandungan
cemaran mikrobiologi dan logam berat. Pengujian yang dilakukan akan
menurunkan risiko produk yang tidak sesuai standar lolos ke pasar. Pada tahap
distributor, dan pelanggan tidak dilakukan pengujian terhadap produk oleh
masing-masing pihak terkait. Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian surat
jalan dan kondisi kemasan produk.
Tindakan menghalangi (deterrence) dilakukan menghambat pelaku
melakukan tindakan kontaminasi disengaja. Adanya kejadian pencurian susu segar
yang disertai dengan penambahan air mendorong IPS menerapkan segel khusus
pada valve pipa dan tutup tangki truk dari pemasok. Penggunaan segel ini
menurunkan potensi pemasukan kontaminan secara disengaja. Umumnya segel
terbuat dari bahan plastik yang dapat putus bila valve dibuka secara paksa.
Pemeriksaan truk pada penerimaan susu segar di IPS dilakukan untuk melihat
32

nomor dan kondisi segel. Apabila nomor segel tidak sesuai atau kondisi segel
tidak utuh maka truk dapat ditolak.
Salah satu kerentanan pada proses produksi susu pasteurisasi adalah adanya
akses manhole tangki penyimpanan susu pada produksi susu pasteurisasi.
Manhole berfungsi untuk melakukan pemeriksaan terhadap produk di dalam
tangki. Namun di sisi lain, hal ini juga memberikan peluang bagi pelaku yang
ingin mengkontaminasi. Potensi tersebut meningkat apabila kondisi tangki
terletak di area yang tidak terlihat. Penguncian manhole dan pembatasan akses
personel dapat mengurangi potensi tersebut.
Fasilitas keamanan area pabrik antara lain dengan adanya pagar sekeliling
pabrik dengan tinggi tertentu dan gerbang. Tiap gerbang dilakukan penjagaan oleh
petugas keamanan. Pencegahan masuknya pihak luar yang tidak berkepentingan
ke PT. XYZ dilakukan dengan menerapkan prosedur penerimaan tamu, antara lain
penggunaan form tamu yang harus ditandatangani personel yang dituju,
pendampingan oleh personel area saat kunjungan, dan penggunaan tag visitor.
Apabila ada pengerjaan proyek tertentu pada area IPS maka dilakukan
pengawasan oleh petugas keamanan. Dalam melakukan monitoring aktivitas suatu
area telah digunakan kamera CCTV. Kamera CCTV tidak hanya digunakan pada
area sekitar pabrik, namun juga pada beberapa area produksi.
Penerapan segregasi area pada IPS seperti clean, medium hygiene, high
hygiene, dan public area dilakukan untuk mencegah bahaya kontaminasi silang
dari lingkungan. Penerapan tersebut umumnya dilengkapi dengan penggunaan
seragam yang berbeda pada tiap area. Prosedur penggunaan seragam tertentu
tersebut dapat mengidentifikasi adanya orang yang tidak berkepentingan apabila
berada di suatu area tertentu. Dalam memasuki area lain dilakukan dengan seizin
kepada area yang dituju dan dilakukan pendampingan. Menurut Voss dan
Whipple (2009), penggunaan kunci, gerbang/pintu, ID Card, dan pengawasan
menggunakan CCTV untuk membatasi akses ke area yang rentan sangat penting.
Pada tahap distribusi, penguncian dilakukan pada boks truk distribusi atau
delivery melalui penggunaan segel atau gembok. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi potensi adanya pihak yang dapat mengakses produk selama
transportasi. Pemeriksaan kondisi segel atau gembok dilakukan saat
keberangkatan dari gudang IPS dan kedatangan truk ke gudang distributor.
Penerapan teknologi GPS pada truk diharapkan dapat memantau pergerakan truk
yang tidak sesuai. Penggunaan data logger membantu memantau kondisi
pendingin pada truk dan evaluasi waktu truk dalam kondisi mati. Kemasan produk
dengan seal pada tutup kemasan atau sistem sobek dapat memberikan indikasi bila
ada usaha pemasukan kontaminan ke produk. Pada tahap pelanggan, masing-
masing pelanggan memiliki prosedur pengamanan masing-masing yang
membatasi masuknya pihak luar ke dalam area atau ke gudang penyimpanan
produk.
Faktor lain yang berpengaruh adalah struktur dan manajemen rantai pasok
susu pasteurisasi. Chen et al. (2014) menyatakan bahwa kasus melamin pada susu
formula di Tiongkok secara umum disebabkan karena Sanlu Grup selaku industri
pengolahan susu kurang melakukan supervisi dan pengendalian pada rantai
pasoknya seperti kurangnya pelatihan dan monitoring pemasok, peternak dan
pengumpul susu yang bekerjasama tidak mendapat pelatihan pengetahuan dasar
pengendalian mutu pemeriksaan latar belakang, dan pengumpul susu tidak
33

terorganisasi secara baik serta kurangnya dokumentasi. Pengaruh struktur dan


manajemen rantai pasok pada studi kasus PT. XYZ dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Struktur dan manajemen rantai pasok


No Struktur dan manajemen rantai pasok
1. PT. XYZ selaku IPS melakukan kerjasama dengan pemasok yang
berbadan hukum. PT. XYZ tidak melakukan kerjasama dengan peternak
langsung atau pedagang pengumpul
2. IPS dan distributor yang berasal dari grup yang sama
3. Pemasok memiliki organisasi dan sumberdaya untuk memastikan susu
yang dipasok sesuai persyaratan
4. Pemasok terikat kontrak memasok susu sesuai persyaratan yang
ditetapkan oleh IPS dan adanya mekanisme penentuan harga
5. PT. XYZ memberikan bantuan dana dan peralatan serta melakukan
pembinaan
6. Koperasi memperhatikan jarak yang harus ditempuh ke IPS
7. Persyaratan yang ditetapkan pada pelanggan terkait penanganan dan
penyimpanan produk

Struktur rantai pasok susu pasteurisasi PT. XYZ terdiri dari pemasok, IPS,
distributor, dan pelanggan. Pemasok susu segar ke PT. XYZ adalah koperasi
pengumpul susu dan perusahaan peternakan. Kerjasama dengan pemasok
dilakukan oleh PT. XYZ dengan koperasi dan perusahaan yang memiliki badan
hukum. PT. XYZ tidak melakukan kerjasama dengan peternak atau pedagang
pengumpul secara langsung. Hal ini dikarenakan dalam kerjasama yang dilakukan
akan terikat dalam kontrak yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemasaran produk susu pasteurisasi meliputi area pulau Jawa dan Bali.
Pengiriman produk memerlukan distributor untuk mengirimkan produk ke
masing-masing pelanggan. Distributor produk PT. XYZ merupakan perusahaan
yang berasal dari satu grup perusahaan yang sama. Hal ini merupakan kebijakan
dari perusahaan induk yang menaungi. Distributor yang berasal dari grup
perusahaan yang sama memiliki kesamaan komitmen dalam mengjaga kualitas
produk hingga diterima di pelanggan. Pelanggan terdiri dari 4 jenis, yaitu
supermarket, depo, food service, dan konsumen institusi. PT. XYZ tidak
memasarkan produk melalui toko tradisional. Produk susu pasteurisasi memiliki
umur simpan yang pendek dan sifat produk yang mudah rusak. Penanganan
produk memerlukan rantai dingin (cold chain) yang baik dan dapat dicapai dengan
jenis pelanggan yang dipilih.
Koperasi pengumpul susu responden memiliki organisasi dan sumberdaya
untuk memastikan susu yang dipasok sesuai persyaratan. Struktur koperasi
pengumpul susu antara lain memiliki unit pra-budidaya, unit proses budidaya,
pemasaran hasil budidaya, dan unit penunjang usaha. Unit pra-budidaya berkaitan
dengan penyediaan pakan ternak. Unit proses budidaya berkaitan dengan cooling
center atau milk treatment dan penanganan kesehatan hewan. Unit pemasaran
hasil budidaya berkaitan dengan angkutan. Unit penunjang usaha antara lain
berkaitan dengan pembinaan ke peternak.
34

Hubungan antara pemasok dan IPS dilakukan melalui kontrak untuk


memasok susu dalam jumlah tertentu. Mekanisme penentuan harga dilakukan
untuk menentukan harga susu. Parameter kualitas untuk menentukan harga susu.
Insentif harga diberikan oleh IPS apabila memenuhi syarat tertentu seperti jumlah
mikroba atau TPC (Total Plate Count). Faktor penentu harga lainnya yang
diberikan antara lain biaya transportasi dan subsidi pakan. Syarat penolakan susu
ditetapkan antara lain suhu susu dan uji pemalsuan. PT. XYZ memberikan
bantuan dana dan peralatan serta pembinaan untuk meningkatkan kemampuan
pemasok.
Koperasi pengumpul susu memperhatikan jarak yang harus ditempuh dalam
menjalin kerjasama dengan IPS. Bila jarak tempuh jauh dan susu ditolak oleh IPS,
maka susu berpotensi tidak bisa digunakan akibat kenaikan suhu susu selama
transportasi kembali ke koperasi. Persyaratan yang ditetapkan pada pelanggan
lebih kepada penanganan dan penyimpanan produk. Produk susu pasteurisasi
memerlukan penyimpanan pada suhu maks 4 °C. Kondisi product display dan
chiller harus dimonitor untuk mencapai suhu tersebut.

Model Penanganan Risiko Kontaminasi Disengaja pada Industri Susu


Pasteurisasi

Model penanganan risiko kontaminasi disengaja dilakukan melalui penilaian


ancaman dan pelaku yang dapat melakukan tindakan kontaminasi, penilaian
kerentanan pada aliran produk susu pasteurisasi, penilaian risiko, dan penentuan
tindakan pengendalian. Ancaman kontaminasi disengaja secara umum terdiri dari
risiko food fraud dan risiko food defense. Penanganan ancaman kontaminasi
disengaja dapat diterapkan bersamaan dengan penanganan ancaman kontaminasi
tidak disengaja sehingga meningkatkan perlindungan produk susu. Model
penanganan risiko kontaminasi disengaja dapat dilihat pada Gambar 12.
Ancaman kontaminasi disengaja terkait risiko food fraud pada pemasok
terdiri dari pemalsuan susu dan pencurian susu. Pemalsuan susu berpotensi
dilakukan oleh peternak dan diduga dapat dilakukan koperasi pengumpul susu
atau perusahaan peternakan. Ancaman pencurian susu disertai penambahan air
berpotensi dilakukan oleh supir truk susu saat pengiriman ke IPS. Hasil penilaian
risiko menyatakan bahwa ancaman pemalsuan susu termasuk kategori low risk
dan ancaman pencurian susu termasuk kategori negligible risk.
Ancaman kontaminasi disengaja terkait risiko food defense dapat terjadi
pada IPS, distributor, dan pelanggan. Ancaman berpotensi dilakukan oleh pihak
internal dan eksternal dari tiap aktor yang terlibat dalam aliran produk susu
pasteurisasi. Hasil penilaian risiko menyatakan bahwa ancaman pada IPS
termasuk kategori moderate risk dan low risk. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
tingkat peluang terjadinya ancaman akibat dari adanya tindakan pengendalian
yang belum diterapkan seperti penguncian manhole dan pemasangan CCTV. Area
yang telah menerapkan tindakan pengendalian yang mencukupi termasuk kategori
low risk. Penerapan tindakan pengendalian tambahan akan menurunkan peluang
terjadinya ancaman sehingga kategori risiko pada IPS dapat turun menjadi low
risk. Ancaman kontaminasi disengaja pada distributor dan pelanggan dinilai
termasuk kategori low risk. Penilaian risiko kontaminasi disengaja susu
pasteurisasi pada studi kasus PT. XYZ tergolong aman dengan kategori low risk.
Tindakan Pencegahan Struktur & Manajemen Rantai Pasok

Preventif Deteksi Menghalangi  Syarat penerimaan susu


(Deterrence)  Mekanisme penentuan harga susu
 Pemilihan pemasok yang berkomitmen terhadap kualitas dan keamanan
 Pembinaan ke peternak oleh koperasi susu Koperasi : produk
 Pembinaan ke pemasok oleh IPS  Uji pemalsuan susu  Prosedur dan fasilitas keamanan  Pemilihan distributor dan pelanggan yang berkomitmen terhadap
 Penerapan standar terkait food fraud dan food defense  Uji kualitas susu segar  Penerapan teknologi(CCTV dll) kualitas dan keamanan produk
 Peningkatan awareness terkait food fraud dan food defense  Penguncian dan pembatasan area  Mendorong penerapan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi
 Penerapan standar terkait kualitas dan keamanan pangan IPS :  Kemasan produk yang aman disengaja terkait risiko food defense pada distributor dan pelanggan.
 Kemampuan ketertelusuran dan penarikan produk  Uji pemalsuan susu saat penerimaan  GPS, data logger,
 Pemeriksaan oleh SPG,  Uji kualitas produk pada raw material, work in  Segel atau penguncian pada truk
 Pemeriksaan chiller periodik process, dan finish goods  Pembatasan akses gudang bagi orang luar
 Pemutakhiran jenis adulterant dan metode uji

Gambar 12 Model penanganan risiko kontaminasi disengaja

35
36

Tindakan preventif yang dapat diterapkan berdasarkan studi kasus di PT.


XYZ dapat dikelompokkan menjadi pembinaan kepada pemasok, penerapan
standar yang berkaitan dengan pencegahan risiko food fraud dan food defense,
peningkatan awareness manajemen dan karyawan, penerapan standar yang
berkaitan dengan jaminan kualitas dan keamanan pangan, serta kemampuan
ketertelusuran dan penarikan produk. Tindakan preventif yang dapat dilakukan
pada pelanggan antara lain pemeriksaan oleh SPG dan pemeriksaan chiller secara
periodik.
Pembinaan pemasok dapat dilakukan oleh IPS dengan membentuk unit
khusus yang menangani hubungan dengan pemasok susu. Pembinaan dapat
dilakukan melalui training, pemberian bantuan dan peralatan serta adanya tim dari
IPS yang siap diturunkan bila ada kasus pada susu yang dipasok. Pembinaan
kepada peternak perlu dilakukan oleh koperasi pengumpul susu. Ketersediaan tim
penyuluh yang bertugas menindaklanjuti hasil pengujian susu peternak dapat
diadopsi. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran peternak sehingga kualitas susu
dapat meningkat dan mengurangi potensi penolakan oleh IPS. Purwono et al.
(2013) menyatakan bahwa koperasi memiliki peran strategis dalam pembinaan
dan penyuluhan pada anggota. Rendahnya penyuluhan kepada anggota
menyebabkan tingkat kesadaran anggota terhadap higienitas rendah sehingga
menurunkan kualitas susu dan tidak dapat mencapai standar yang ditetapkan oleh
koperasi.
Penerapan standar yang berkaitan dengan penanganan risiko food fraud dan
food defense diperlukan untuk meningkatkan perlindungan produk pangan. Hal ini
memberikan panduan bagi industri dalam melakukan identifikasi ancaman,
prioritasi risiko, dan menetapkan tindakan pengendalian yang sesuai. Standar
berkaitan dengan risiko food fraud atau food defense antara lain FSSC 22000,
PAS 96:2014, atau standar lain yang relevan. FSSC 22000 (Food Safety System
Certification) merupakan skema sertifikasi bagi sistem manajemen keamanan
pangan berdasarkan ISO 22000:2005 dan ISO/TS 22002-1:2009. FSSC
dikembangkan oleh Global Food Safety Initiative (GFSI). (Condrea et al. 2015).
Salah satu klausul dalam FSSC 22000 adalah food defense dan food fraud
prevention sebagai salah satu program persyaratan dasar (pre-requisite
programme/PRP) dari organisasi penerap standar ini. Pemenuhan klausul food
defense mensyaratkan organisasi untuk melakukan penilaian ancaman yang
terdokumentasi melakukan penilaian kerentanan, dan menerapkan prosedur
implementasi. Penilaian ancaman dilakukan dengan mengidentifikasi ancaman
potensial, mengembangkan tindakan pengendalian, dan melakukan prioritasi
terhadap ancaman yang teridentifikasi. Publicly Available Specification (PAS)
96:2014 merupakan dokumen yang memuat metodologi Threat Analysis and
Critical Control Point (TACCP). Wioeniewska (2015) menyatakan bahwa
TACCP bertujuan untuk menurunkan peluang terjadinya serangan yang disengaja,
menurunkan dampak serangan, dan melindungi reputasi perusahaan.
Penerapan standar terkait food defense dan food fraud dapat mendorong
peningkatan awareness tentang ancaman tersebut. Program peningkatan
awareness dapat dilakukan melalui training atau workshop bagi karyawan dan
manajemen. Bogadi et al. (2016) menyatakan bahwa efisiensi implementasi
metode atau sistem baru pada perusahaan bergantung pada tingkat edukasi
karyawannya. Program edukasi sebaiknya mencakup awareness dasar mengenai
37

food defense, implementasi prosedur dan metode penilaian untuk identifikasi dan
mitigasi risiko potensial.
Departemen Quality Assurance atau deprtemen sejenis umumnya memiliki
tugas dalam penyusunan dan implementasi sistem manajemen mutu atau
keamanan pangan dari suatu industri pangan. Penyusunan TACCP Plan atau
manajemen risiko kontaminasi disengaja dapat dilakukan dengan melibatkan
karyawan dari tiap Departemen. Keterlibatan karyawan dari tiap departemen
dalam penyusunan tersebut dapat meningkatkan kesadaran dalam implementasi
sistem baru tersebut.
Konsep perlindungan pangan mendorong organisasi di bidang pangan untuk
menangani risiko terkait tindakan disengaja dan tidak disengaja. Risiko tindakan
tidak disengaja berkaitan dengan risiko food quality dan food safety. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan pangan yang berkualitas
dan aman dikonsumsi.
Trienekens dan Zuurbier (2008) menyatakan bahwa organisasi dapat
menerapkan standar terkait sistem jaminan mutu untuk meningkatkan kualitas dan
keamanan produk dan proses produksi. Sistem jaminan mutu yang paling banyak
digunakan adalah Good Agricultural Practices (GAPs), Hazard Analysis of
Critical Control Points (HACCPs) and International Organisation for
Standardisation (ISO). GAPs berperan sebagai pedoman praktis jaminan mutu di
sektor pertanian. HACCP merupakan pendekatan sistematis untuk
mengidentifikasi, evaluasi, dan mengendalikan tahapan yang kriitis terhadap
keamanan pangan di industri pangan. Standar ISO seri 9000 dan ISO 22000
merupakan dua standar yang digunakan untuk menjamin manajemen mutu dan
manajemen keamanan pangan pada rantai pasok. Penerapan HACCP atau ISO
22000 mensyaratkan implementasi Good Manufacturing Practices (GMP). GMP
adalah persyaratan dasar operasi pengolahan pangan yang dibutuhkan untuk
mencapai kualitas dan keamanan pangan yang konsisten. Dewanti-Hariyadi
(2010) menyatakan bahwa GMP memberikan panduan bagi pemenuhan
persyaratan dasar yang berkaitan dengan karyawan, fasilitas, lingkungan,
peralatan, dan kontrol proses.
Laboratorium merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai kualitas
produk. Laboratorium akan melakukan pengujian terhadap produk sesuai dengan
parameter yang ditetapkan, baik pada raw material, work in process, dan finish
goods. Standar ISO 17025 menetapkan persyaratan umum kompetensi
laboratorium dalam melakukan pengujian dan/atau kalibrasi, termasuk
pengambilan contoh. Pengelolaan pereaksi atau bahan habis pakai dapat
menurunkan potensi penggunaannya sebagai agen kontaminasi disengaja.
Jaminan kualitas produk dapat dicapai dengan menetapkan syarat mutu
produk atau mengacu pada standar yang berlaku. Standar yang berkaitan dengan
produk susu antara lain SNI 3141.1:2011 Susu segar-Bagian 1: Sapi dan SNI 01-
3951-1995 Susu pasteurisasi. SNI susu segar memberikan syarat terkait bahan
baku, sedangkan SNI susu pasteurisasi memberikan syarat terkait produk akhir.
Penerapan standar tersebut menjadikan IPS memiliki infrastruktur dan sistem
pengolahan pangan yang dapat memberikan jaminan kualitas dan keamanan
produk pangan yang dihasilkan.
Sistem ketertelusuran merupakan hal yang penting dalam merespon kejadian
kontaminasi yang diakibatkan oleh tindakan tidak disengaja atau disengaja pada
38

produk di tingkat pelanggan atau konsumen. Bosona dan Gebresenbet (2013)


menyatakan bahwa manfaat dari sistem ketertelusuran adalah meningkatkan
kemampuan manajemen krisis saat terjadi insiden terkait kualitas dan keamanan
produk. Manfaat lain dari sistem ini antara lain mengetahui asal ingredien dan
bahan pangan, mengurangi potensi pemalsuan, dan mengurangi biaya, volume,
frekuensi, serta keparahan saat penarikan produk. ISO 22000:2005 mensyaratkan
organisasi menetapkan dan menerapkan sistem ketertelusuran dan prosedur
penarikan produk. Sistem ketertelusuran harus mampu mengidentifikasi lot
produk dan keterkaitannya dengan batch bahan baku, rekaman proses dan
pengiriman, serta mengidentifikasi bahan yang masuk dari pemasok langsung dan
rantai distribusi produk akhir. Rekaman ketertelusuran harus dipelihara dalam
periode yang ditetapkan untuk asesmen sistem yang memungkinkan dilakukannya
penanganan produk yang tidak aman dan untuk keperluan penarikan produk.
Prosedur penarikan produk bertujuan untuk memudahkan penarikan kembali
seluruh lot produk akhir yang diidentifikasi tidak aman secara tepat waktu. Produk
yang ditarik harus diamankan atau diawasi sampai produk tersebut dimusnahkan,
digunakan untuk maksud lain yang berbeda dengan maksud semula, ditetapkan
aman untuk maksud yang sama, atau diproses ulang dengan cara yang
memastikan produk aman (ISO 2005).
Kemampuan ketertelusuran dan penarikan produk dapat dilatih melalui
pelaksanaan mock recall secara periodik. Kramer et al. (2005) menyatakan bahwa
mock recall dilakukan menggunakan skenario yang mendekati kemungkinan
kejadian sesungguhnya. Mock recall bertujuan untuk mengevaluasi prosedur
penarikan produk berjalan secara efektif. Pelaksanaan mock recall dapat
dilakukan tiap satu tahun. Evaluasi akan digunakan untuk memutakhirkan
prosedur penarikan produk.
Tindakan preventif yang dapat dilakukan pada tahap pelanggan adalah
pemeriksaan chiller dan product display secara periodik. Produk susu pasteurisasi
disimpan pada product display di supermarket. Sales Promotion Girl ditempatkan
pada masing-masing supermarket untuk memonitor dan melaporkan ke
Departemen Sales perusahaan setiap hari. Pemeriksaan chiller pada depo, food
service dan institusi dilakukan secara periodik oleh tim sales. Hal ini dilakukan
untuk memastikan peralatan dapat menyimpan produk pada suhu tertentu
sehingga kualitas produk terjaga. Pemeriksaan chiller dan product display dapat
dilakukan untuk memastikan kondisi kemasan produk dalam keadaan baik dan
tidak dilakukan usaha mengkontaminasi produk secara disengaja.
Tindakan mendeteksi berkaitan dengan pengujian produk. Van Ruth et al.
(2017) menyatakan bahwa sistem monitoring untuk pengendalian incoming
material termasuk rencana sampling sistematis, metode deteksi pemalsuan yang
spesifik dan akurat, dokumentasi dan monitoring pemalsuan yang jelas akan
meningkatkan kemungkinan dalam mendeteksi produk yang dipalsukan.
Ketersediaan atau ketiadaan metode deteksi mempengaruhi kerentanan terhadap
pemalsuan.
Tindakan mendeteksi dapat dikelompokkan menjadi pengujian pada bahan
baku susu segar dan pengujian pada proses produksi susu pasteurisasi. Pengujian
susu dilakukan oleh pemasok susu dan IPS. Pemasok susu melakukan uji
pemalsuan susu dan uji kualitas susu segar untuk memastikan susu yang dipasok
ke IPS sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. IPS melakukan uji pemalsuan
39

susu saat penerimaan serta uji kualitas produk pada raw material, work in process,
dan finish goods. Pengujian untuk memastikan susu yang dipasok dan produk susu
pasteurisasi memenuhi syarat mutu yang ditetapkan dan aman dikonsumsi..
Moore et al. (2012) menyebutkan bahwa adulterant umumnya tidak
menggunakan bahan yang biasa digunakan pada pangan. Kasus melamin
menunjukkan bahwa sebelum tahun 2007 tidak termasuk ke dalam pengujian rutin
pada susu. Oleh karena itu, perkembangan mengenai adulterant yang dapat
dipakai pada susu dan metode ujinya harus selalu diikuti oleh IPS.
Tindakan menghalangi (deterrence) dapat dikelompokkan menjadi
penerapan prosedur dan fasilitas keamanan, penggunaan teknologi untuk
monitoring (seperti kamera CCTV, GPS, data logger), penguncian dan
pembatasan area atau peralatan yang memiliki akses terhadap produk, dan
penggunaan kemasan produk yang menjaga produk tetap aman.
Fasilitas keamanan antara lain dapat dipenuhi melalui penggunaan pagar
yang membatasi dengan area luar, gerbang/pintu masuk ke area dalam yang
terkontrol. Prosedur keamanan dapat diterapkan seperti penggunaan form tamu,
tag visitor, pencatatan tamu, pemeriksaan kendaraan, pendampingan oleh user
area, dan pengawasan saat ada pekerjaan oleh pihak luar. Penggunaan teknologi
dapat dilakukan antara lain dengan kamera CCTV, GPS, dan data logger. Kamera
CCTV umumnya digunakan untuk pengamanan area sekeliling pabrik.
Penggunaan kamera CCTV pada area yang berkaitan dengan proses produksi
dapat menurunkan peluang bila ada karyawan yang ingin melakukan tindakan
ilegal, baik mengkontaminasi produk, merusak produk atau bahan baku, dan
melakukan sabotase pada peralatan.
Penguncian dilakukan pada tahapan yang memiliki akses bagi orang yang
tidak berkepentingan atau mengamankan saat tidak ada pengawasan. Penguncian
dilakukan pada transportasi susu dari pemasok mengunakan segel khusus yang
dapat rusak bila ada usaha mengakses susu yang dikirim. Penguncian dapat
dilakukan pada peralatan produksi yang memiliki akses manhole yang
memberikan peluang untuk dikontaminasi secara disengaja. Penguncian dilakukan
pada truk saat distribusi untuk menghindari adanya usaha mengakses produk saat
truk berhenti. Pembatasan area pada industri pangan merupakan salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dari area kotor ke area yang lebih
bersih.
Adanya pembatasan area dapat membatasi akses masuk dari pihak yang
tidak berkepentingan. Personel dari area lain dapat memasuki area lain atas seizin
dan sepengetahuan dari personel area yang dikunjungi. Adanya pembatasan area
dengan tingkat higienitas yang meningkat mensyaratkan adanya penggunaan
seragam yang berbeda sehingga mempermudah identifikasi bila ada personel yang
tidak berkepentingan.
Produk susu pasteurisasi memerlukan rantai dingin (cold chain) dalam
distribusinya. Produk susu pasteurisasi ESL dikemas dalam kemasan karton tetra
rex. Tutup kemasan dilengkapi segel. Henyon (1999) menyatakan bahwa produk
susu ESL umumnya dikemas secara hermetis pada kemasan yang didisain dan
ditujukan untuk mengamankan produk dari kemungkinan masuknya
mikroorganisme. Penggunaan desain kemasan tersebut juga memiliki fungsi
dalam menjaga produk dari usaha measukkan kontaminan secara disengaja.
40

Peran pemilihan struktur dan manajemen rantai pasok dikelompokkan ke


dalam pemilihan pemasok, distributor, dan pelanggan yang berkomitmen terhadap
kualitas dan keamanan produk, syarat penerimaan susu, mekanisme penentuan
harga susu, mendorong penerapan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi
disengaja terkait risiko food defense pada distributor dan pelanggan.
Pemilihan pemasok yang memiliki komitmen terhadap kualitas dan
keamanan produk dapat dilakukan dengan memilih pemasok yang memiliki
struktur organisasi dan peralatan pengolahan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
adanya unit-unit yang memiliki fungsi yang menangani pra-budidaya, proses
budidaya, pemasaran hasil budidaya, atau unit penunjang usaha lainnya,
ketersediaan cooling center yang memenuhi persyaratan Good Manufacturing
Practices (GMP), sarana laboratorium, dan sumberdaya manusia yang kompeten
baik tenaga lapangan, proses di cooling center, dan personel laboratorium.
Distributor dan pelanggan dapat dipilih dengan melihat kondisi armada truk,
sistem monitoring distribusi, penanganan dan penyimpanan produk. Heyon (1999)
menyatakan bahwa suhu penyimpanan dan distribusi merupakan parameter
penting dalam menjaga kualitas produk.
Syarat penerimaan susu ditentukan oleh IPS terhadap pemasok. Dengan
adanya syarat penerimaan susu maka pemasok akan berusaha untuk memenuhi
syarat yang ditetapkan. Adanya syarat uji pemalsuan mendorong pemasok untuk
melakukan pemeriksaan dan memastikan susu yang dipasok tidak mengandung
adulterant. IPS akan melakukan penolakan apabila susu yang dikirim terdeteksi
adanya pemalsuan. Tim dari IPS akan memastikan bahwa susu yang dipasok
dikembalikan ke pemasok dan tidak dicampur dengan pasokan susu berikutnya ke
IPS. Mekanisme penentuan harga antara lain dilakukan dengan menetapkan
parameter tertentu sebagai dasar penentuan harga jual ke IPS. Bila nilai parameter
tersebut dibawah yang disyaratkan dapat menurunkan nilai jual susu tersebut.
Disamping hal tersebut, terdapat parameter yang akan diberikan insentif apabila
dapat terpenuhi. Pada kasus PT. XYZ, insentif TPC diberikan bila memenuhi nilai
tertentu yang akan menambah harga beli. Adanya insentif dapat mendorong
pemasok untuk menjaga kualitas susu yang dipasok ke IPS.
Susu yang terdeteksi adanya pemalsuan akan dikembalikan dan dipastikan
tidak dicampur ke dalam susu pasokan berikutnya. Praktek yang dilakukan oleh
IPS lain antara lain dapat dilakukan penambahan pewarna pada susu tersebut,
sehingga memastikan susu yang mengandung adulterant tidak digunakan atau
dipasok ke IPS atau industri pengguna lainnya. Ketentuan tersebut dapat diatur
dalam kontrak antara IPS dengan pemasok.
IPS juga dapat mendorong penerapan tindakan pencegahan terhadap
kontaminasi disengaja terkait risiko food defense pada aktor di rantai pasoknya.
Penggunaan CCTV merupakan hal umum yang dilakukan untuk memonitor
keamanan area. Penggunaan CCTV untuk pengamanan produk pada pemasok,
distributor dan pelanggan dapat didorong untuk diterapkan pada area yang
berkaitan dengan produk.
Penanganan ancaman kontaminasi disengaja dapat dilakukan bersamaan
dengan ancaman kontaminasi tidak disengaja. Industri pangan umumnya
menggunakan metode HACCP atau ISO 22000 untuk menentukan titik kendali
kritis. Menurut ISO 22000, titik kendali kritis (Critical Control Point/CCP) adalah
tahapan dimana pengendalian dapat diterapkan dan sangat penting untuk
41

mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengurangi sampai


pada tingkat yang dapat diterima. Batas kritis ditetapkan untuk pemantauan pada
setiap titik kendali kritis. Sistem pemantauan akan ditetapkan untuk setiap titik
kendali kritis agar terkendali.
Titik kendali kritis yang ditetapkan pada produksi susu pasteurisasi di PT.
XYZ adalah tahap pasteurisasi dan penerimaan kemasan primer. Bahaya yang
teridentifikasi pada tahap tersebut adalah bahaya biologi berupa mikroba. Titik
kritis produksi susu pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Titik kendali kritis produksi susu pasteurisasi


No Tahapan Bahaya Titik kritis Pemeriksaan
1 Penerimaan Biologi E.coli negatif atau < Setiap kedatangan
kemasan E. coli 3 APM/g
primer

2 Pasteurisasi Biologi  Suhu pasteurisasi Setiap awal


E. coli tercapai produksi
Salmonella  Flow Diverter
Listeria Valve berfungsi

Implikasi Manajerial

Koperasi pengumpul susu


Ancaman terkait EMA dengan penambahan adulterant pada pemasok
khususnya peternak masih dapat terjadi meski sudah berkurang. Koperasi
pengumpul susu memiliki persyaratan tertentu terkait kualitas dan pemalsuan susu
yang diterima. Disamping itu koperasi umumnya melakukan pembinaan kepada
peternak. Hal ini menurunkan potensi susu segar yang mengandung adulterant
diolah menjadi produk lebih lanjut. Adulterant yang digunakan oleh peternak
umumnya adulterant sederhana sehingga uji pemalsuan dan kualitas yang
diterapkan relatif mencukupi. Apabila peternak memiliki kemampuan
menggunakan adulterant yang lebih kompleks seperti peroksida, urea, melamin
atau turunannya, maka uji yang dilakukan oleh koperasi pengumpul susu tidak
dapat mendeteksi keberadaan adulterant tersebut. Hal ini perlu diperhatikan oleh
koperasi pengumpul susu yang memiliki pengolahan susu mandiri. Koperasi
pengumpul susu dapat melakukan uji pemalsuan dengan parameter lengkap secara
periodik melalui laboratorium independen atau bekerjasama dengan IPS.

Home industry
Home industry merupakan salah satu pengguna susu yang dihasilkan oleh
koperasi pengumpul susu. Susu merupakan salah satu bahan baku yang digunakan
untuk membuat produk masing-masing. Home industry berpotensi mendapatkan
susu tidak lolos uji pemalsuan oleh IPS, susu yang mengandung antibiotik, atau
susu yang berasal dari sapi lemah. Penetapan persyaratan kualitas susu dan harga
dapat digunakan oleh home industry untuk menjamin susu yang dipasok memiliki
kualitas baik.
42

Pemerintah
Beberapa industri pangan yang menerapkan FSSC 22000 mengetahui
adanya persyaratan mengenai food defense dan food fraud prevention. Istilah food
defense belum dikenal secara luas di Indonesia. Penerapan penanganan risiko
kontaminasi disengaja belum dilakukan oleh industri atau pelaku rantai pasok
pangan. Institusi yang berwenang dalam bidang pangan dapat mendorong
penguatan regulasi yang mendukung implementasi food defense dan pencegahan
pemalsuan pangan.
Metode penanganan ancaman kontaminasi disengaja belum banyak dikenal.
Hal ini turut mendorong kurangnya industri pangan melakukan penanganan
ancaman tersebut. Penanganan kualitas dan keamanan produk lebih banyak
menggunakan pendekatan penerapan standar seperti ISO 9001, ISO 22000, atau
SNI produk. Standar ISO 9001 dan ISO 22000 telah diadopsi menjadi SNI ISO
9001:2015 Sistem manajemen mutu – Persyaratan dan SNI ISO 22000:2009
Sistem Manajemen Keamanan pangan –. Persyaratan untuk organisasi dalam
rantai pangan. Salah satu metode yang tersedia dalam penanganan ancaman
kontaminasi disengaja adalah TACCP yang bersumber dari PAS 96:2014 Guide to
Protecting and Defending Food and Drink from Deliberate Attack. Standar ini
berpotensi untuk diadopsi menjadi SNI sehingga tersedia untuk dipelajari dan
diimplementasikan bagi industri pangan di Indonesia.

Industri pangan
Industri pangan umumnya telah menerapkan persyaratan dasar industri
pangan yaitu penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Penanganan
kualitas keamanan pangan dipenuhi dengan penerapan sistem manajemen mutu
melalui ISO 9001 dan sistem manajemen keamanan pangan melalui ISO 22000.
Penerapan standar yang mensyaratkan penanganan food defense dan food fraud
prevention belum banyak dilakukan baik industri skala kecil maupun besar.
Industri pangan memerlukan penerapan standar tersebut sehingga risiko terkait
food quality, food safety, food fraud, dan food defense dapat ditangani. Tingkat
keamanan produk pangan yang dihasilkan akan meningkat.
Ancaman food fraud berupa pemalsuan pangan umumnya terjadi pada
pemasok bahan baku ke industri. Penanganan risiko adanya pemalsuan pada
bahan baku jenis industri pangan lainnya dapat dilakukan dengan audit pemasok
atau penyertaan sertifikat Certificate of Analysis yang berkaitan dengan adulterant
potensial yang digunakan.

Kelebihan dan Kekurangan Penelitian

Kelebihan
 Metode TACCP memiliki kemudahan untuk digunakan pada industri pangan
 Model penanganan risiko kontaminasi disengaja telah diuji dan berfungsi
dalam penanganan ancaman kontaminasi yang disengaja terkait food fraud
dan food defense.
43

Kekurangan
 Penilaian kerentanan pada penelitian ini hanya dilakukan pada proses
produksi susu di IPS dan tidak dilakukan pada tahapan lainnya.
 Studi kasus hanya dilakukan pada satu IPS sehingga informasi terbatas pada
tindakan yang diterapkan pada IPS tersebut.

5. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Ancaman terkait risiko food fraud berpotensi dilakukan oleh pemasok susu,
baik peternak, koperasi pengumpul susu, atau perusahaan peternakan. Peternak
memiliki pengetahuan terbatas dalam pengunaan adulterant. Koperasi pengumpul
susu atau perusahaan peternakan diduga memiliki kemampuan menggunakan
adulterant yang lebih kompleks. Ancaman terkait risiko food defense memiliki
potensi lebih besar dilakukan oleh karyawan dari pihak internal saat proses
produksi susu pasteurisasi di IPS.
Kerentanan pada tahapan produksi susu pasteurisasi umumnya berkaitan
dengan peralatan yang memiliki akses ke produk seperti tangki yang memiliki
manhole atau akses. Titik kerentanan antara lain pengambilan sampel susu,
penyimpanan susu segar, penyimpanan thermized fresh milk, dumping, mixing dan
preheating, dan penyimpanan susu WIP.
Hasil penilaian risiko menyatakan bahwa ancaman pemalsuan susu
termasuk kategori low risk dan ancaman pencurian susu termasuk kategori
negligible risk. Hasil penilaian risiko menyatakan bahwa ancaman pada IPS
termasuk kategori moderate risk dan low risk. Ancaman kontaminasi disengaja
pada distributor dan pelanggan dinilai termasuk kategori low risk.
Model penanganan risiko kontaminasi disengaja disusun dengan penerapan
tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang dapat diterapkan adalah
tindakan preventif, deteksi, dan menghalangi, serta penerapan struktur dan
manajemen rantai pasok. Penerapan tindakan pencegahan dapat menurunkan
risiko kontaminasi disengaja pada rantai pasok susu pasteurisasi dalam kategori
low risk.

Saran

Penelitian lanjutan diperlukan untuk memetakan tahapan pada masing-


masing tahapan sehingga titik kerentanan dapat dipetakan secara lengkap sehingga
penilaian risiko dapat dilakukan pada tiap titik kerentanan. Model penanganan
risiko kontaminasi disengaja disusun berdasarkan studi kasus pada satu IPS.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi kesesuaiannya dengan rantai
pasok pangan lainnya.
44

DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.06.1.52.4011 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran
Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan. Jakarta (ID): BPOM.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206 Tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk
Industri Rumah Tangga. Jakarta (ID): BPOM.
Bogadi NP, Banovic M, Babi I. 2016. Food defence system in food industry:
perspective of the EU countries. Journal of Consumer Protection and
Food Safety 11(3):217–226.
Bosona T, Gebresenbet G. 2013. Food traceability as an integral part of logistics
management in food and agricultural supply chain. Food Control 33:32 –
48.
[BSI] British Standards Institution. 2014. PAS 96:2014 Guide to protecting and
defending food and drink from deliberate attack. London (UK): BSI.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995 Susu pasteurisasi.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998a. SNI 01-3141-1998, Susu murni.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998b. SNI 01-3950-1998, Susu UHT
(Ultra High Temperature). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998c. SNI 01-2782-1998 Metoda
pengujian susu segar. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 3141:2011, susu segar. Jakarta
(ID): BSN.
Budiyono H. 2009. Analisis Daya Simpan Produk Susu Pasteurisasi Berdasarkan
Kualitas Bahan Baku Mutu Susu. Jurnal Paradigma 10(2):198 – 211.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 1995. Codex General Standard For
Contaminants And Toxins In Food And Feed. CODEX STAN 193-1995.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2004. Code of Hygienic Practice for
Milk and Milk Products. CODEX STAN 57-2004.
Chen C, Zhang J, De laurentis T. 2014. Quality control in food supply chain
management : An analytical model and case study of the adulterated milk
incident in China. International Journal Production Economics 152:188–
199
Condrea, E., Constantinescu, G., Stanciu, A.C., Constandache M. 2015.
Particularities of FSSC 22000 – Food safety management system. Journal
of Environmental Protection and Ecology 6(1):274-279
Davidson RK, Antunes W, Madslien EH, Belenguer J, Gerevini M, Perez TT,
Prugger R. 2017. From food defence to food supply chain integrity. British
Food Journal 119(1):52 - 66
Dewanti-Hariyadi R. 2010. Implementation of Food Safety Management at
Industry Level in Developing Countries: is GMP/HACCP Confusing? In
45

Dewanti-Hariyadi R, Nuraida L, Gitapratiwi D, Immaningsih N, Hariyadi


P, editor. Current Issues and Challenges in Food Safety: Science-based
Approach for Food Safety Management; 2009 Dec 2-3; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID). SEAFAST Center - IPB. hlmn 29-39.
[FDA] Food and Drug Administration. 2014. Food Defense Awareness. [diunduh
2017 Aug 1]. Tersedia pada : http://www.accessdata.fda.gov/scripts/
FDTraining/course_01/module_01/lesson_01/FD01_01_01_010.cfm.
[FDA] Food and Drug Administration. 2016. Mitigation Strategies To Protect
Food Against Intentional Adulteration. Federal Register 81(103).
Gossner CME, Schlundt J, Embarek PB, Hird S, Wong DLF, Beltran JJO, Teoh
KN, Tritscher A. 2009. The Melamine Incident: Implications for
International Food and Feed Safety. Environmental Health Perspectives
117(12):1803 – 1808.
Hariyadi P. 2015. Peranan Standar: Dari Keamanan Ke Pertahanan Pangan. SNI
Valuasi 91(2):16-19.
Kramer NM, Coto D, Weidner JD. 2005. The scionce of recalls. Meat Science
71:158-163
[IFC] International Finance Corporation. 2011. Dairy Industry Development in
Indonesia - Final Report - May 2011. Jakarta (ID): IFC.
Manning L, Soon JM. 2016. Food Safety, Food Fraud, and Food Defense: A Fast
Evolving Literature. Journal of Food Science 81(4):R823-R834.
Moore JC, Spink J, Lipp M. 2012. Development and Application of a Database of
Food Ingredient Fraud and Economically Motivated Adulteration from
1980 to 2010. Journal of Food Science 77(4).
Purwono J, Sugyaningsih S, Roseriza A. 2013. Analisis Kinerja Koperasi
Produksi Susu dengan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus:
Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor Jawa Barat). Jurnal NeO-Bis 7(1).
Saleh E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara
(ID): Universitas Sumatera Utara.
Schmidt RH. 2008. Microbiological Considerations Related to Dairy Processing.
Di dalam Chandan RE, Kilara A, Shah NP, editor. Dairy Processing &
Quality Assurance. Iowa (USA): Wiley-Blackwell.
Septiani W, Djatna T. 2015. Rancangan Model Performansi Risiko Rantai Pasok
Agroindustri Susu Dengan Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy.
Jurnal Agritech 35(1).
Spink J, Moyer DC. 2011. Defining the Public Health Threat of Food Fraud.
Journal of Food Science 76(9).
Spink J, Fortin ND, Moyer DC, Miao H, Wu Y. 2016. Food fraud Prevention:
Policy, Strategy, and Decision-Making – Implementation Steps for a
Government Agency or Industry. Chimia 70:320–328.
Tawaf R, Murti TW, Saptati RA. 2009. Kelembagaan dan tataniaga susu. Di
dalam: Santosa KA, Diwyanto K, Toharmat T, penyunting. Profil usaha
peternakan sapi perah di Indonesia. Jakarta (Indonesia): LIPI Press. Hlm
301-346.
Trienekens J, Zuurbier P. 2008. Quality and safety standards in the food industry,
developments and challenges. Int. J. Production Economics 113:107–122.
van Ruth SM, Huisman W, Luning PA. 2017. Food fraud vulnerability and its key
factors. Trends in Food Science & Technology 67:70-75.
46

Voss D, Whipple J, 2009. Food Supply Chain Security: Issuesand Implications.


Di dalam Zsidisin GA, Ritchie B, editor. Supply Chain Risk A Handbook
Of Assessment, Management, And Performance. New York (USA) :
Springer Science Business Media hlm 293 – 305.
Wioeniewska MZ. 2015. HACCP-based food defense systems. Journal of
Management and Finance 13(2).
[WHO] World Health Organization. 2002. Terrorist Threats to Food, Guidance
for Establishing and Strengthening Prevention and Response Systems.
Geneve (Switzerland): WHO.
LAMPIRAN
48

Lampiran 1 Panduan wawancara

PANDUAN WAWANCARA

IDENTIFIKASI TIPE ANCAMAN KONTAMINASI YANG DISENGAJA,


KERENTANAN, DAN TINDAKAN PENGENDALIAN
(STUDI KASUS : SUSU PASTEURISASI)

Nindya Malvins Trimadya


F351150201

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
49

I. INFORMASI PENELITIAN

Manajemen risiko kontaminasi yang disengaja pada rantai pasok pangan


menggunakan metode Threat Assesment Critical Control Point (TACCP) yang
bersumber dari PAS 96:2014 Guide to protecting and defending food and drink
from deliberate attack (The British Standard Institute). Tahapan yang dilakukan
adalah : 1) Identifikasi diagram alir produk; 2) Penilaian ancaman (Threat
Assessment); 3) Penilaian Kerentanan (Vulnerability Assesment), 4) Penilaian
risiko (Risk Assesment), dan 5) Penentuan tindakan pengendalian.
Penilaian ancaman dilakukan untuk mengidentifikasi tipe ancaman terkait
food defense dan food fraud yang memiliki potensi untuk terjadi pada
pelaku/tahapan rantai pasok susu pasteurisasi. Penilaian kerentanan dilakukan
untuk mengidentifikasi titik-titik yang memiliki kemudahan akses bagi pelaku
kontaminasi. Penilaian risiko dilakukan untuk menentukan prioritas risiko
berdasarkan peluang (likelihood) terjadinya ancaman dan dampak (impact) yang
dihasilkan. Penentuan tindakan pengendalian dilakukan dengan memilih alternatif
tindakan yang paling sesuai untuk diterapkan.

II. TUJUAN PELAKSANAAN SURVEY

Tujuan pelaksanaan survey pada tahapan ini adalah untuk mendapatkan diagram
alir produk, tipe-tipe pelaku potensial dan tipe ancaman kontaminasi yang
disengaja potensial, titik kerentanan, dan tindakan pengendalian pada masing-
masing tahapan rantai pasok susu pasteurisasi.

III. KERAHASIAAN SURVEY

Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survey ini dijamin


kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja.

Apabila Bapak/Ibu memiliki pertanyaan mengenai survey ini, dapat


menghubungi:

1. Mahasiswa : Nindya Malvins Trimadya, S.TP


2. Dosen : Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
3. Dosen : Dr. Elisa Anggraeni, STP, MSc

pada HP: 081311451741 atau e-mail : malvins82@gmail.com

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi


kuesioner penelitian ini.

Hormat saya,
Nindya Malvins Trimadya
50

DATA RESPONDEN

Nama Narasumber : ___________________________


Institusi : ___________________________
Jabatan Narasumber : ___________________________
Pendidikan Terakhir : ___________________________
Tanggal Pengisian : ___________________________

PETUNJUK PENGISIAN
1. Jawablah setiap pertanyaan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu.
2. Tulis fomulir ini atau rekam pendapat Bapak dan Ibu dengan kirim via e-mail
yang ada.
3. Pertanyaan ini hanya sebagai panduan atau cek list untuk menggali
permasalahan, jika sudah diungkapkan dalam wawancara tak perlu diulang.

PENDAHULUAN
Food fraud atau pemalsuan pangan adalah terminologi kolektif yang
meliputi substitusi secara disengaja (substitution), penambahan (addition),
tampering, atau penyajian yang keliru (mispresentation) dari pangan, bahan
tambahan pangan, atau kemasan pangan, informasi menyesatkan mengenai suatu
produk, untuk keuntungan ekonomi. Pemalsuan bermotif ekonomi (economically
motivated adulteration/EMA) merupakan salah satu tipe food fraud. FDA
mendefinisikan EMA sebagai fraudulent, penggantian atau penambahan bahan
yang disengaja pada produk dengan tujuan meningkatkan nilai produk atau
mengurangi biaya produksi. EMA meliputi pengenceran produk untuk
meningkatkan kuantitas produk, dan penambahan atau substitusi dari bahan
pangan untuk menutupi hasil dilusi (Spink dan Moyer, 2011). Contoh pemalsuan
pangan yang terjadi pada produk susu antara lain : penambahan air, air santan, air
beras, boraks, serta melamin.
Food defense atau pertahanan pangan adalah usaha untuk mencegah
kontaminasi yang disengaja pada produk pangan dari agen biologis, kimia, fisik,
atau radioaktif yang tidak seharusnya muncul pada rantai pasok pangan (FDA,
2014). Definisi ini sudah diperbaharui oleh FDA (2016) menjadi usaha untuk
melindungi pangan dari tindakan pemalsuan yang disengaja (intentional acts of
adulteration) dimana terdapat niat untuk menimbulkan bahaya kesehatan
masyarakat dengan skala luas. Contoh tindakan yang berkaitan dengan risiko food
defense antara lain : terorisme pangan, pegawai yang tidak puas dengan
perusahaan.
Tindakan kontaminasi yang disengaja dapat dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki motif dan kemampuan untuk melakukannya.
Penggunaan metode TACCP dilakukan untuk menentukan titik-titik kerentanan
dan menentukan tindakan pengendalian yang sesuai.
51

A. Diagram alir produk

1. Jelaskan tahapan aliran produk susu pada lingkup organisasi Bapak/Ibu?

B. Pengetahuan tentang kontaminasi disengaja

1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai tingkat kejadian kontaminasi yang


disengaja pada rantai pasok pangan susu pasteurisasi?

- Konteks food fraud


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

- Konteks food defense


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Adakah kejadian kontaminasi yang disengaja pada masa lalu yang diketahui
terjadi dalam lingkup organisasi Bapak/Ibu?

- Konteks food fraud


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

- Konteks food defense


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

C. Identifikasi Tipe Ancaman Kontaminasi Potensial dan Titik Kerentanan

Tahapan awal dari metode Threat Assesment Critical Control Point (TACCP)
adalah identifikasi ancaman dan kerentanan. Dalam konteks kontaminasi yang
disengaja pada rantai pasok pangan, ancaman yang utama adalah pemalsuan
bermotif ekonomi (economically motivated adulteration/EMA) dan kontaminasi
membahayakan (malicious contamination). Sebutkan jenis-jenis ancaman
potensial dan titik kerentanan yang dapat terjadi pada rantai pasok susu
pasteurisasi di organisasi Bapak/Ibu.
52

1. Pemalsuan bermotif ekonomi (economically motivated adulteration/EMA)


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Kontaminasi membahayakan (malicious contamination)


………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

D. Identifikasi Tindakan Pengendalian yang diperlukan

1. Apakah ada usaha-usaha pencegahan atau pengamanan yang dilakukan oleh


organisasi Bapak/Ibu yang berkaitan dengan ancaman kontaminasi yang
disengaja?

a. Deteksi (Detection)

………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

b. Penghalang (Deterrent)

………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

c. Pencegahan (Prevention)

………………………………………………………………………………..……
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
53

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Kandang sapi koloni

Kandang sapi ikat

Tempat Pengumpulan Koperasi


54

Penimbangan susu di milk treatment

Cooler di milk treatment


55

Contoh segel pada valve truk susu

Contoh segel
56

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 17 Mei 1982 dari ayah hari
Soekoyo dan Ibu Yarminah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi Pangan dan Gizi di Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2005. Penulis melanjutkan program master pada
tahun 2015 di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP). Saat ini penulis bertugas di Pusat Perumusan Standar, Badan
Standardisasi Nasional sejak tahun 2010 sampai sekarang.
Penulis menikah dengan Nuni Novitasari dan telah dikaruniai satu putri.
Berkaitan dengan penelitian ini, artikel dengan judul Sistem Manajemen Risiko
Kontaminasi Pada Rantai Pasok Pangan (Studi Kasus : Susu Pasteurisasi) sedang
menunggu penerbitan di Jurnal Teknologi Industri Pertanian..

Anda mungkin juga menyukai