Abstrak
Percobaan sistem 3 komponen ini betujuan untuk mengetahui komposisi atau jumlah
perilaku fasa sistem 3 komponen yaitu air, etanol, dan n-heksan pada suhu konstan dan
menggambarkan diagram fasa dari 3 komponen tersebut. Metode yang digunakan
adalah metode titrimetri atau titrasi dengan akuades sebagai titran, dan campuran etanol
dengan n-heksan sebagai titratnya, titrasi dihentikan apabila titrat sudah mengalami
kekeruhan akibat pecahnya fasa tunggal menjadi fasa biner. Titrasi pada percobaan ini
dilakukan pada 6 variasi dan secara duplo, variasi perbandingan volume etanol dan n-
heksan yaitu 1ml:9ml, 3ml:7ml, 5ml:5ml, 7ml:3ml, 9ml:1ml, dan 9,5ml:0,5ml.
Kemudian campuran tersebut dititrasi dengan air, hasil pada percobaan sistem 3
komponen ini adalah titran yang dibutuhkan untuk setiap variasi yaitu 1,64ml, 1,79ml,
1,83ml, 1,85ml, 1,91ml, dan 1,94ml. Dari hasil yang diperoleh pada percobaan dapat
disimpulkan bahwa semakin besar jumlah etanol dalam campuran maka semakin
banyak pula jumlah air yang dibutuhkan untuk membuat campuran terpisah menjadi 2
fasa, hal ini disebabkan karena sifat kepolaran dimana air bersifat polar dan etanol
bersifat semipolar. Sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu komponen yang
memiliki sifat kepolaran yang sama akan melarutkan sesamanya.
Abstract
Percobaan sistem tiga komponen ini bertujuan untuk menguji komposisi dan jumlah
perilaku dari 3 komponen yaitu air, etanol, dan n-heksan pada suhu konstan serta
menggambarkan diagram fasa tiga komponen pada suhu tersebut. Sistem adalah suatu zat
yang dapat diisolasikan dari zat-zat lain dalam suatu wadah inert, yang menjadi pusat
perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperature,tekanan serta konsentrasi zat
tersebut. Sedangkan komponen adalah apa yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan
pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam suatu sistem C adalah jumlah
minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada
dalam sistem. Campuran adalah zat yang terbentuk dari beberapa jenis zat dan memiliki
sifat-sifat zat pembentuknya tetap. Campuran suatu larutan menjadi satu fasa bila
kelarutan cairan pertama dalam cairan kedua belum terlampaui. Campuran akan menjadi
dua fasa bila kelarutan salah satu cairan terlampaui dan karenanya akan terjadi bentuk dua
fasa yang masing–masingnya merupakan larutan jenuh. (Nawazir, 2012)
Kepolaran dalam ikatan kimia adalah suatu keadaan dimana distribusi penyebaran
elektron tidak merata atau elektron lebih cenderung terikat pada salah satu atom. Komponen
terdapat di dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Jumlah
komponen adalah bilangan terkecil yang menunjukkan spesi kimia independen yang harus
dispesifikasi agar komponen dalam setiap fasa bisa terdeskripsikan. (Adam, 2011)
Satu fasa membutuhkan dua derajat kebebasan untuk menggambarkan sistem secara
sempurna, dan untuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu derajat kebebasan. Jadi, dapat
digambarkan diagram fasa dalam satu bidang. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem
tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. (Dogra, 2009)
Dalam sistem tiga komponen, varian adalah F = 3 – P + 2 = 5 – P. Jika sistem hanya
mengandung satu fase, dibutuhkan empat variabel untuk menyatakan keadaan sistem, ini
mungkin lebih menguntungkan jika diambil variabel T,p,x1.x2. Pada tekanan dan suhu
konstan, maka varian menjadi F = 3 – P, sehingga sistem memiliki paling tidak 2 varian,
dan dapat dipresentasikan pada bidang datar. Metode Gibbs dan Roozeboom menggunakan
suatu segitiga sama sisi untuk representasi grafis. Titik A, B, C pada titik sudut segitiga
menyatakan 100% A, 100% B, 100%C (Castellan, 1983). Prinsip percobaan terner adalah
like dissolvelike, yaitu suatu senyawa terlarut sempurna pada pelarut yang kepolarannya
cenderung sama, misalnya senyawa polar terlarut pada pelarut polar, ataupun sebaliknya.
Selain itu juga menggunakan prinsip kelarutan tiga komponen menurut aturan fasa Gibbs.
(Alberty, 1983)
Metode
Perbandingan etanol dan n-heksan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu 1:9 mL;
3:7 mL; 5:5 mL; 7:3 mL; 9:1 mL dan 9,5:0,5 mL. Suhu yang dilakukan saat percobaan ini
yaitu 25 oC. Dari hasil titrasi didapatkan volume air yang diperlukan untuk memisahkan
campuran tersebut dengan indikator kekeruhan yaitu 1,64 mL; 1,79 mL; 1,83 mL; 1,85 mL;
1,91 mL; dan 1,94 mL. Data tersebut diperoleh melalui cara titrasi campuran etanol dan n-
heksan dengan air dimana titik akhir titrasi ditentukan dan titrasi dihentikan saat larutan
dalam erlenmeyer berubah menjadi keruh karena terbentuk 2 fasa, terbentuknya 2 fasa ini
disebabkan karena etanol terpisah dari n-heksana dan bergabung dengan air karena air dan
etanol memiliki sifat kepolaran yang hampir sama, sehingga larutan yang awalnya memiiki
satu fasa berubah menjadi dua fasa atau bisa disebut dengan konjugat terner. Sistem terner
merupakan sistem tiga komponen yang membentuk sepasang zat cair yang bercampur
sebagian. Perolehan data pngamatan percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 1
menunjukkan data banyaknya volume air yang dibutuhkan untuk memisahkan campuran
etanol dan n-heksan.
Prinsip fundamental eksperimen ini adalah pemisahan suatu campuran yang terdiri
dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan
dengan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat
melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Teknik pemisahan ini
juga berkaitan dengan kepolaran dari komponen-komponen zat itu, seperti halnya prinsip
like-dissolve-like. Pada percobaan sistem 3 komponen digunakan 3 zat cair yaitu air, etanol,
dan n-heksana yang memiliki perbedaan sifat kepolaran, air bersifat polar, etanol bersifat
semipolar, dan n-heksana bersifat non polar. Ketiga zat ini digunakan pada percobaan
karena hanya akan bercampur sebagian. Saat etanol bercampur dengan n-heksan dalam
erlenmeyer, posisi etanol berada pada bagian atas dan n-heksan berada di bagian bawah
karena massa jenis etanol lebih besar daripada n-heksan. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
bahwa semakin besar perbandingan volume etanol atas n-heksan, maka semakin banyak
pula volume air yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi pada semua variasi.
Kekeruhan yang terjadi saat titik akhir titrasi disebabkan karena etanol dapat larut dengan
air sedangkan n-heksana tidak dapat larut dalam air karena perbedaan sifat kepolaran. Dari
data yang sudah diperoleh kemudian dihitung massa dari etanol, n-heksana dan air pada
masing-masing komposisi dengan mengkalikan massa jenis dengan volume masing-masing
komponen. Jika massa masing-masing komponen sudah didapatkan, selanjutnya dihitung
mol masing-masing komponen sehingga pada akhirnya fraksi mol setiap komponen dapat
dicari. Hasil analisis data mol dan fraksi mol masing-masing komponen untuk setiap variasi
perbandingan dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2, terlihat bahwa dengan meningkatnya volume air yang dibutuhkan
untuk memisahkan etanol dari n-heksan maka semakin tinggi perbandingan volume etanol
semakin besar pula molnya, hal ini terjadi juga dengan mol etanol yang semakin besar
volumenya juga semakin besar molnya, namun berbanding terbalik dengan mol n-heksana
yang semakin kecil volume n-heksana juga akan semakin kecil molnya, hal ini akan
berpengaruh juga pada fraksi mol ketiga komponen tersebut, dimana fraksi mol air dan
etanol mengalami peningkatan dan fraksi mol n-heksana mengalai penurunan. Berdasarkan
data yang diperoleh, hal ini sudah sesuai dengan teori " Campuran adalah zat yang terbentuk
dari beberapa jenis zat dan memiliki sifat-sifat zat pembentuknya tetap. Campuran suatu
larutan menjadi satu fasa bila kelarutan cairan pertama dalam cairan kedua belum
terlampaui. Campuran akan menjadi dua fasa bila kelarutan salah satu cairan terlampaui dan
karenanya akan terjadi bentuk dua fasa yang masing–masingnya merupakan larutan jenuh."
(Nawazir, 2012). Percobaan ini dilakukan dengan metode titrasi dengan air, dan tanpa
menggunakan indikator, titik akhir titrasi ditentukan dan titrasi dihentikan saat larutan sudah
terpisah dan terbentuk 2 fasa ditandai dengan kekeruhan pada campuran larutan di dalam
erlenmeyer. Saat proses titrasi dilakukan, etanol membentuk ikatan hidrogen yang lebih
kuat dengan molekul air pada bagian gugus –OH. Sehingga etanol yang awalnya larut
sebagian dengan n-heksan akan terpisah dan berikatan dengan molekul air. Karena
kemampuan etanol yang dapat larut dengan air dan juga n-heksana, maka etanol dikenal
sebagai pelarut yang bersifat semipolar. Kecepatan kekeruhan yang timbul pada erlenmeyer
di tiap variasi berbeda, tergantung pada kadar etanol ataupun n-heksana yang terkandung
pada masing-masing erlenmeyer. Berdasarkan data perngamatan dan perhitungan, semakin
banyak etanol yang dicampurkan dengan n-heksana maka semakin banyak pula air yang di
butuhkan untuk mencapai titik ekivalen.
Hasil analisis data yang menghasilkan data fraksi mol tiap komponen digunakan
untuk menggambarkan diagram fasa ketiga komponen tersebut, diagram fasa tiga
komponen itu berbentuk segitiga sama sisi atau disebut juga diagram terner yang
mempunyai 3 titik sudut yang tiap titik sudutnya menggambarkan satu komponen murni,
jumlah fasa dalam zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling larut antar zat cair
tersebut. Data yang digunakan untuk menggambarkan diagram fasa bukanlah data asli fraksi
mol masing-masing komponen tetapi data fraksi mol tersebut harus diolah terlebih dulu
dengan cara, titik A menggambarkan fraksi mol air, data yang dimasukkan yaitu Xair /
(Xair + Xn-heksan) begitu juga untuk titik B yang menggambarkan Xn-heksan yaitu Xn-
heksan / (Xetanol + Xn-heksan), dan titik C yaitu Xetanol / (Xetanol + Xair). Data yang
diolah berdasarkan 2 komponen yag saling berhubungan dalam bidang segitiga tersebut
pada sisi-sisinya. Setelah diolah data yang dihasilkan untuk menggambarkan diagram fasa
dapat dilihat pada Tabel 3.
Setelah data fraksi mol dari masing-masing komponen elah dioleh seperti pada
Tabel 3, maka diagram fasanya dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen Air, Etanol, dan N-heksan
Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa setiap sudut merupakan penggambaran satu
komponen murni, dan hasil dari pengolahan data fraksi mol setiap komponen jika
digambarkan dalam diagram terner memiliki bentuk seperti pada Gambar 1, jadi dapat
diketahui bahwa air lebih suka bergabung dengan Etanol daripada n-heksan karena
pengaruh sifat kepolaran dari ketiga komponen tersebut. Air bersifat polar, etanol semipolar
dan n-heksan bersifat non polar berdasarkan indeks polaritasnya. (Cannel, 1998).
Seharusnya diagram fasa yang dihasilkan dari data fraksi mol komponen air, etanol, dan n-
heksan berbentuk bukit, yaitu dari data rendah kemudian meningkat dan menurun kembali,
dalam arti dari 6 variasi tersebut mempunyai satu titik maksium jika digambarkan pada
diagram terner, namun pada hasil yang telah dianalisis pada percbaan ini garis hubung antar
titik pada diagram yang dihasilkan cenderung berbentuk garis lurus, hal ini dapat
disebabkan karena faktor perbedaan penentuan TAT karena tingkat kekeruhan yang
dihasilkan pada saat titrasi tidak dapat ditetapkan atau dengan kata lain tidak ada patokan
khusus seperti apa tingkat kekeruhan yang benar untuk menentukan apakah titrasi masih
harus dilanjutkan atau sudah dihentikan, sehingga penentuan TAT atau tingkat kekeruhan
dari 6 variasi yang digunakan berbeda-beda satu sama lain, hal ini lah yang bisa
menyebabkan hasil penggambaran diagram fasa pada percobaan ini tidak berbentuk bukit
dan hanya berbentuk garsi lurus.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Cannell, 1998. Natural Product Isolation. New Jersey: Humana Press Inc.
Castellan, G., 1983. Physical Chemistry. Usa: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.