Laporan Monev RHL PDF
Laporan Monev RHL PDF
∷
魏醣嚣To鼽 J蠖 ND匮 腱盛L睥 翳N$匿 10LAAN凳 赢$DAN p匿 R碎 u了 戴N盘 N$o$∶ 盘1
⑧莒
陟
∶ 臼
愚
重
备邋廴蟊奄銮冱lGl::Lo匕 盘ANl∶冫
l、 J`9\HA匕 罴
Al∶ 廴 :I吊 l母 11∫
,1:、 :suI、 1GAl醪 凤腱丨睇
l臼
LAPORAN
⒀盘NJARBA腱 V, FEBRUARI2014
DAFTAR ISI
1.4. Pengertian................................................................................... 4
2. Iklim ............................................................................................ 14
3. Topografi ..................................................................................... 16
4. Kelerengan.................................................................................. 16
6. Geomorfologi .............................................................................. 24
7. Hidrologi ...................................................................................... 26
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 iv
1. Jumlah Penduduk ....................................................................... 38
3. Hutan kota......................................................................................52
1. Kabupaten Tabalong......................................................................57
2. Kabupaten Balangan......................................................................58
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 70
LAMPIRAN
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 vi
DAFTAR TABEL
Tengah ........................................................................... 31
10. Tabel 2.10. Sub DAS di DAS Barito provinsi Kalimantan Selatan .... 35
15. Tabel 3.1. Perhitungan luas hasil penilaian/evaluasi hasil RHL ....... 44
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 vii
16. Tabel 4.1. Kegiatan KBR di luar kawasan hutan tahun 2013 .......... 50
17. Tabel 4.2. Kegiatan rehabilitasi pada kawasan hutan tahun 2013 ... 51
18. Tabel 4.3. Kegiatan RHL pada hutan kota tahun 2013 .................... 56
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 viii
DAFTAR GAMBAR
10. Gambar 4.3. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Hulu Sungai
Utara .......................................................................... 60
13. Gambar 4.6. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Barito Kuala .... 64
14. Gambar 4.7. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Tanah Laut ...... 65
15. Gambar 4.8a. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Kotabaru ....... 66
16. Gambar 4.8b. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Kotabaru ....... 67
17. Gambar 4.9. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Barito Utara ..... 68
18. Gambar 4.10. Kegiatan RHL tahun 2013 Kabupaten Barito Timur .. 69
Monitoring Dan Evaluasi Rhl Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013 ix
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
sarana pemantauan tata guna lahan yang baik karena dalam suatu DAS terjadi
Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang
proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari
suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air, sedang kegiatan
Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
2
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang
lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya
berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan
pengelolaan DAS tercapai, seperti: 1) erosi tanah terkendali, 2) hasil air optimal,
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
3
dan internet. Untuk pengolahan dan analisis data secara spatial (keruangan)
dan temporal (waktu) serta penyajian hasil dari monev kinerja DAS maka
ini.
karenanya masih sangat diperlukan upaya rehabilitasi agar sumber daya hutan
dan lahan yang ada dapat dipertahankan sekaligus pada gilirannya nanti dapat
Agar pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat berjalan dengan baik,
Reportable (dapat dilaporkan) and Verifiable (dapat diverifikasi) atau MRV saat
ini menjadi tuntutan bagi kegiatan di bidang kehutanan dalam kaitannya dengan
semua kegiatan dalam pengelolaan DAS tidak terbatas pada aspek penanaman
pohon saja, tetapi selain itu jugan pada identifikasi perencanaan, pelaksanaan
Maksud dari kegiatan Monev RHL Berbasis Spasial (MRV RHL) adalah
RHL. Tujuannya monev ini adalah agar Kegiatan RHL di tiap-tiap lokasi dapat
termonitor.
Monev RHL meliputi kegiatan RHL tahun 2013 lingkup wilayah kerja
BPDAS Barito.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
4
D. Pengertian
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
2. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam
pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau-
2
pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km (200.000
ha).
antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan
kesejahteraan masyarakat
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
5
berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana
pengelolaan DAS.
7. Monitoring pengelolaan DAS adalah proses pengamatan data dan fakta yang
masalah : (1) jalannya kegiatan, (2) penggunaan input, (3) hasil akibat
kegiatan yang dilaksanakan (output), dan (4) faktor luar atau kendala yang
mempengaruhinya.
8. Evaluasi pengelolaan DAS adalah proses pengamatan dan analisis data dan
10. Monev kinerja DAS adalah kegiatan pengamatan dan analisis data dan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
6
kesesuaian penggunaan lahan dan erosi pada suatu DAS/Sub DAS, yang
kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub DAS bersangkutan setelah
kondisi sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi ) di dalam DAS/Sub
15. Air adalah semua air yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan,
16. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individu unsur-unsur hidrologis
yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
7
pengukuran dalam suatu daerah tangkapan air atau DAS secara periodik
dan terus-menerus.
18. Aliran air atau limpasan (runoff) sinonim dengan aliran air sungai (stream
flow), hasil air daerah tangkapan air (catchment yield), yaitu bagian dari air
19. Debit air (water discharge, Q) adalah volume air yang mengalir melalui
m³/detik.
20. Volume debit (Q) adalah total volume aliran (limpasan) yang keluar dari
daerah tangkapan air atau DAS/Sub DAS, dalam satuan mm atau m³.
21. Debit puncak atau debit banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air
22. Debit minimum (Qmin) adalah besarnya volume air minimum yang mengalir
melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu, dalam
satuan m³/detik.
23. Hasil air (water yield) adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran air
(drainage basin) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan akuifer
24. Hujan lebih (rainfall excess) adalah kontribusi curah hujan terhadap
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
8
25. Sistem adalah sekumpulan urutan antar hubungan dari unsur-unsur yang
26. Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya material tanah atau bagian-
bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media alami (air/angin).
gerakan air dan atau diakumulasi sebagai material dasar (bed load).
28. Hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu DAS/Sub
DAS.
30. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu
secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh
alur/palung sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya.
31. Banjir bandang (flash flood) terjadi pada aliran sungai yang kemiringan
32. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
9
35. Nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio, SDR) adalah bilangan
dengan nilai total erosi (ton/ha/th) yang terjadi di daerah tangkapan airnya
36. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga
37. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer
38. Kepedulian individu adalah kegiatan positip konservasi tanah dan air yang
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
10
keluarga.
43. Produktivitas lahan adalah besarnya hasil produksi (kg) dari lahan keluarga
44. Garis kemiskinan adalah besarnya nilai rupiah pengeluaran per kapita
setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non
makanan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap berada pada
pengelolaan DAS.
47. Kegiatan usaha bersama adalah keberadaan kegiatan usaha bersama oleh
48. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
hutan tetap.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
11
49. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
bencana alam.
50. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
pangan.
53. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan,
55. Reboisasi adalah upaya tanam menanam dalam rangka rehabilitasi lahan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
12
lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan tanam menanam dan
dan sebagai media pengatur tata air yang baik, serta upaya
peruntukannya.
57. Dam pengendali adalah bendungan kecil yang dapat menampung air (tidak
lolos air) dengan konstruksi lapisan kedap air, urugan tanah homogen,
beton (tipe busur) untuk pengendalian erosi, sedimentasi, banjir, dan irigasi
serta air minum dan dibangun pada alur sungai/anak sungai dengan tinggi
maksimal 8 meter.
58. Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi
bronjong batu atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur sungai /
(run-off).
59. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam yang
berfungsi untuk menampung air hujan/air limpasan atau air rembesan pada
lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air untuk memenuhi
60. Sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air yang
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
13
A. Keadaan Biofisik
tentang Wilayah Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, bahwa wilayah kerja BPDAS Barito meliputi seluruh Provinsi Kalimantan
Selatan dan Sebagian Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas 81.094,7 km2 atau
8.109.470 ha.
DAS Barito merupakan bagian dari wilayah kerja BPDAS Barito yang terdiri
Berdasarkan pada dominasi luasan wilayah DAS Barito di atas, maka sasaran
penyusunan rencana pengelolaan DAS Barito secara terpadu ialah sebagai berkut:
1. Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan pada bagian hilir DAS Barito yang terdiri
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
14
2. Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah pada bagian hulu dan tengah DAS Barito
Secara geografis DAS Barito terletak antara 113°13’12.9” Bujur Timur (BT)
LSLS. Ditinjau berdasarkan batas topografinya maka DAS Barito disebelah utara
dibatasi oleh pegunungan Muller, dan sebelah Timur dibatasi oleh bukit Puruk
Habatuan dan bukit Karang, Sebelah Barat dibatasi Pegunungan Luang dan sebelah
selatan dibatasi oleh sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan Laut Jawa.
2. Iklim
Tipe iklim di wilayah kerja BPDAS Barito yang meliputi seluruh Provinsi
kabupaten) termasuk tipe B sampai E yang berarti basah sampai dengan agakkering.
Wilayah yang termasuk tipe iklim C (agak basah) meliputi sebagian wilayah
Kabupaten Banjar dan Tapin. Sedangkan Tipe iklim B (basah) hanya meliputi
sebagian kecil wilayah Kabupaten Tapin. Tipe iklim D (sedang) meliputi penyebaran
Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, dan
sebagian wilayah Kabupaten Tapin, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan
Kotabaru.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
15
Temperatur udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya
tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Data temperatur
berkisar antara 33,1°C - 35°C , temperatur udara minimun berkisar antara 22,6°C -
pada bulan April yaitu 75% dan intensitas terendah terjadi pada bulan Desember
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
16
3. Topografi
suatu DAS. Pada daerah dengan topografi berbukit atau bergunung umumnya
termasuk pada kelerengan yang curam dan biasanya potensi kerusakan lahan sangat
tingginya pengikisan permukaan tanah dan rendahnya kesempatan aliran air untuk
wilayah berkaitan erat dengan keadaan kelerengannya. Data kondisi topografi dan
Tabel 2.1 Tofografi DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah
2 Landai 8 – 15 742,793.9
3 Berbukit 15 - 25 664,020.0
4 Bergelombang 25 - 40 395,017.6
4. Kelerengan
semakin besar kemiringan lereng maka semakin besaraliran permukaan yang terjadi
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
17
memperbesarkemungkinan air hujan untuk meresap ke dalam tanah, selain itu aliran
air pada daerah datar, cenderung lebih lambat dibandingkan dengan daerah curam,
Derajat kemiringan lereng akan mempengaruhi besar kecilnya erosi. Selain itu
semakin besar derajat kemiringan dan panjang lereng maka kecepatan aliran
permukaan akan dipercepat, sehingga gaya pengikisan tanah akan bertambah besar.
Tabel 2.2. Kelerengan DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (ha)
Kelas kelerengan
No Kabupaten Luas (Ha)
0-8% 8-15% 15-25% 25-40% >40
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
19
Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar
permukaan bumi yang menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat-sifat sebagai akibat
pengaruh iklim dan jazad-jazad hidup yang bertindak terhadap bahan induk keadaan
relatif tertentu selama jangka waktutertentu pula (Jenny, 1946 dalam Darmawijaya,
1980). Tanah mempunyai 2 (dua) fungsi yang cukup penting yaitu sebagai sumber
unsur hara bagi tanaman dan sebagai matriks tempat pertumbuhan perakaran
tanaman. Produksi optimum suatu tanaman dapat dicapai apabila ada usaha-usaha
perbaikan terhadap sifat fisik dan kimia tanah melalui penerapan kaidah konservasi
tanah.
Data tanah yang digunakan di Kalimantan Selatan bersumber dari Peta Jenis
Tanah skala 1 : 500.000 oleh Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan
Tengah skala 1 : 500.000. Secara rinci penjelasan mengenai jenis tanah dimaksud
a. Aluvial merupakan tanah muda yang berasal dari endapan baru yang berlapis-
lapis yang berkembang di dataran aluvial, delta, bekas danau dan daerah pantai.
Tanah ini biasanya dicirikan dengan bahan organik yang jumlahnya berubah tidak
teratur dengan kedalaman dan hanya terdapat epipedon ochrik, histik atau
sulfurik serta kandungan pasir kurang dari 60 % tanah ini cocok diusahakan
untuk pertanian secara intensif dan di bagian cekungan pada umumnya cocok
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
20
beragam dengan horizon penimbunan liat (horizon argilik), dan kejenuhan basa
c. Kompleks Podsolik Merah Kuning dan Laterik merupakan tanah khas daerah
tropika lembab yang agak tinggi (terutama laterik). Tanah ini mempunyai solum
lebih dari 50 %, tingkat kebasaan cukup tinggi, tanah gembur dan juga solum
tanah yang dalam.Tanah ini penting bagi pertanian, tapi karena unsur haranya
d. Podsolik Merah Kuning-Podsol, jenis tanah ini bersifat gembur dan mempunyai
terhadap pengikisan. Dari segi kimia, jenis tanah ini asam dan miskin, lebih asam
dan lebih miskin dari tanah latosol. Untuk keperluan pertanian, jenis tanah ini
podsolik merah kuning, latosol dan litosol ini dilapangan tidak jelas adanya
merupakan tanah gambut dengan lapisan organik setebal 40 cm atau lebih, pada
umumnya terdapat di dataran rendah dan basah. Tanah ini mempunyai unsur
hara yang kurang, sehingga kurang baik untuk diusahakan pada sektor pertanian.
g. Jenis tanah Latosol pada umumnya mengandung liat lebih dari 60 %, remah
sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
21
kabur, solum tanah dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %,
h. Laterik, Tanah Laterik adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya
akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air
i. Litosol, Klasifikasi jenis tanah ini diberikan kepada tanah-tanah yang berada pada
Tanah, 1993). Tanah ini merupakan tanah-tanah yang baru berkembang sebagai
hasil dari iklim yang lemah (misal terlalu kering), letusan vulkan atau topografi
j. Regosol - Podsol jenis tanah ini terbentuk dari bahan induk abu dan pasir vulkan
tingginya kandungan pasir yaitu lebih besar dari 60 %. Solum tanah bisa
umumnya baik dengan kemampuan tanah meresapkan air yang agak tinggi.
Tekstur tanah ini biasanya kasar, tanpa ada struktur tanah, konsistensi lepas
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
22
Formasi Geologi yang terbentuk di wilayah kerja BPDAS Barito sebagian besar
bertipe Qa (Alluvium) kemudian juga terdapat Tipe Tet (Formasi Tanjung), Tomb
(Formasi Berai), Tomm (Formasi Montalat), Tmw (Formasi Warukin), TQd (Formasi
Dahor), Kak (Formasi Keramaian) dan Kap (Formasi Pudak). Jika dilihat tingkat
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
23
Keterangan :
Qa (Aluvium) = Lumpur kelabu hitam, lempung bersisipan limonit dan gambut, pasir, lanau,
kerikil, kerakal dan bongkahan batuan yang lebih tua. Merupakan hasil
endapan sungai atau dataran banjir, rawa, pantai dan delta. Jika memiliki
kedalaman lapisan kedap dangkal akan menunjukkan permeabilitas rendah.
Formasi Tanjung (Tet) = Bagian bawah perselingan antara batupasir, serpih, batulanau dan
konglomerat aneka bahan, sebagian bersifat gampingan. Komponen
konglomerat antara lain : kuarsa, felspar, granit, sekis, gabro dan basal. Di
dalam batupasir kuarsa dijumpai komponen glaukonit. Bagian atas,
perselingan antara batupasir kuarsa bermika, batulanau, batugamping, dan
batubara. Batuan campuran bertekstur agak kasar dan halus dengan
didominasi tekstur kasar, menunjukkan permeabilitas sedang.
TQd (Dahor) = Batupasir kurang padat sampai lepas, bersisipan batulanau, serpih, lignit dan
limonit, kerakal kuarsa asap dan basal Bagian bawah ditandai oleh lapisan
batubara dan batugamping
Formasi Montalat (Tomm) = Batupasir kursa putih berstruktur silang siur, sebagian
gampingan, bersisipan batulanau/ serpih dan batubara
Formasi Berai (Tomb) = Batugamping berfosil berlapis dengan batulempung, napal dan
batubara, sebagian tersilikan dan mengandung limolit, bintal rijang.
Formasi Warukin (Tmw) = Batupasir kasar-sedang, sebagian konglomeratan, bersisipan
batulanau dan serpih, setengah padat, berlapis dan berstruktur perairan silang-
siur dan lapisan bersusun, batubara dan batugamping. Batupasir dan
batulempung karbonan setempat mengandung konkresi besi.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
24
6. Geomorfologi
pada genesis (asal mula) dan proses-proses yang mengubahnya dalam konteks
penataan ruang wilayah. Bentuk lahan juga dapat digambarkan yaitu bentukan khas
yang menyusun permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara batuan induk dengan
struktur tertentu dengan proses geomorfologi yang mencakup proses eksogenik dan
endogenik.
yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa
bentuk lahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil
interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan
bumi.
pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada
batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuk lahan dicirikan oleh
adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan
bawah, tengah, dan atas dari perbukitan dan pegunungan merupakan hulu DAS,
dataran merupakan tengah DAS, dan rawa belakang (Back Swamp) merupakan hilir.
Pada tahap ini peta bentuk lahan diperlukan untuk penentuan hulu-tengah-hilir DAS.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
25
Jumlah 6,325,064.9 -
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
26
7. Hidrologi
Kondisi hidrologi dalam hal ini tingkat percabangan dan kerapatan alur sungai
pada suatu DAS akan sangat mempengaruhi prilaku hidrologi DAS itu sendiri. Aspek
hidrologi yang dapat menggambarkan kondisi DAS itu sendiri yaitu seberapa panjang
alur sungai dan seberapa luas catchment areanya (DAS). Kedua aspek tersebut
dalam beberapa literatur dinyatakan dalam bentuk kerapatan alur sungai (drainage
density/Dd).
panjang seluruh alur sungai terhadap luas permukaan lahan yang menampung
sungai tersebut. Menurut Lynsley (1949), dikatakan bahwa jika nilai kerapatan aliran
lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2), maka DAS tersebut akan mengalami
penggenangan sedangkan jika lebih besar dari 5 mile/mile2(3,10 km/km2), maka DAS
Secara umum, semakin besar nilai Dd akan semakin baik sistem pengaliran
(drainase) di daerah tersebut, artinya bahwa semakin besar jumlah air larian total
(semakin kecil infiltrasi) akan semakin kecil air tanah yang tersimpan di daerah
tersebut. Dengan demikian, Dd mempunyai korelasi dengan perilaku laju air larian,
jumlah air larian total yang terjadi dan jumlah air tanah yang tersimpan. Klasifikasi
- Dd : 10 – 25 km/km2 : Tinggi
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
27
1. Jika nilai Dd rendah, maka alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras
sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika
dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih
2. Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air.
keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih
besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang
permeabilitasnya besar.
Dengan demikian pada beberapa DAS dan Sub DAS tersebut diperlukan upaya
dalam hal ini keadaan kerapatan sungai (drainage density) pada DAS Barito disajikan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
28
8. Penggunaan Lahan
seperti topografi, ketinggian dari permukaan air laut, geologi, tanah, iklim dan
Indonesia. Kondisi tersebut bersama keadaan geologi dan iklim mendorong timbulnya
Suatu lahan ditinjau secara geografis adalah sebagai suatu wilayah tertentu di
atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua benda penyusun biosfer yang
dapat dianggap bersifat menetap atau berpindah berada di atas dan di bawah
wilayah tersebut, meliputi atmosfer, tanah, dan batuan induk, topografi, air, tumbuh-
tumbuhan dan binatang, serta akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lampau
lahan oleh manusia, pada masa sekarang maupun masa yang akan datang (Vink,
1975).
Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara
dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan
untuk mengacu pemanfaatan lahan masa kini (present land use), karena aktivitas
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
29
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
30
Tabel 2.6. Penutupan Lahan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (Lanjutan)
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
31
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
32
Tabel 2.8. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan 15 Tahun di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
33
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
34
DAS Barito yang terletak di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah terdiri atas beberapa subDAS sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.9. SubDAS di DAS Barito Provinsi Kalimantan Tengah dan Selatan
No SubDAS Kabupaten Luas (ha)
1 Puning Kab. Barito Selatan, Barito Utara (3 kec) 118,091.6
2 Napu Kab. Tabalong, Hulu Sungai Utara, 122,069.8
Barito Selatan, Barito Timur (12 kec)
3 Kab. Tabalong, Barito Selatan, 169,674.5
Karau
Barito Timur (9 kec)
4 Janggi Kab. Barito Selatan,Barito Timur (3 kec) 45,804.5
5 Maliau Kab. Barito Utara, Murung Raya (3 kec) 32,140.8
6 Buntok Barito Selatan, Barito Timur (5 kec) 35,464.7
7 Kalahien Kab. Barito Selatan(2 kec) 25,509.9
8 Bambanen Kab. Barito Selatan, Barito Utara (3 kec) 61,415.1
9 Hiang Kab. Barito Selatan, Barito Timur (4 Kec) 102,954.1
10 Kab. Tabalong, Barito Selatan, Barito Timur,
Ayuh
Barito Utara (8 kec) 158,013.7
11 Malahipua Kab. Barito Selatan (3 kec) 11,393.8
12 Montallat Kab. Barito Utara (3 kec) 72,416.7
13 PanranMaranen Kab. Barito Utara (3 kec) 64,935.5
14 Teweh Kab. Tabalong, Barito Selatan, 326,051.0
Barito Utara (7 kec)
15 Lemo Kab. Barito Utara (1 kec) 61,282.1
16 Pandreh Kab. Barito Utara (2 kec) 73,515.2
17 Lahung Kab. Murung Raya (8 kec) 185,946.0
18 Lahai Kab. Barito Utara, Murung Raya (3 kec) 325,976.2
19 Tuhup Kab. Murung Raya (3 kec) 80,625.5
20 Babuat Kab. Murung Raya (3 kec) 190,475.5
21 Laung Kab. Murung Raya (2 kec) 293,480.5
22 Masau Kab. Murung Raya (1 kec) 71,876.6
23 Busang Kab. Murung Raya (2 kec) 387,182.0
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
35
dirasakan oleh masyarakat yang ada dalam suatu DAS. Kerusakan secara umum
dapat menimbulkan penurunan nilai potensial biologis dari tanah sehubungan dengan
kegiatan manusia.
Kerusakan tanah dapat dicerminkan dengan tingkat kekritisan lahan yang artinya
tanah tersebut telah terjadi penurunan fungsi, baik sebagai perlindungan ataupun
produksi. Hasil updating data spasial lahan kritis pada tahun 2009 ini diketahui
bahwa di DAS Barito, lahan yang termasuk kriteria kritis dan sangat kritis saat ini
seluas 855.148,3 ha. Secara rinci pada tiap kabupaten, luas lahan kritis disajikan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
36
Tabel 2.11. Tingkat Kekritisan Lahan DAS Barito Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
37
1. Jumlah Penduduk
DAS Barito sebanyak 3.795.307 jiwa, dimana 3.396.680 jiwa berada di Provinsi
Selatan rata-rata lebih dari 1 % per tahun, dan di Kalimantan Tengah kurang dari 1
sarana dan prasarana yang lebih memadai serta kemudahan akses dari aspek
Sumber Data: BPS, Kalimantan Selatan Tahun 2007 dan Kalimantan Tengah Dalam Angka tahun 2006.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
39
Kepadatan penduduk diamati dari dua sisi pandang, pertama dari sisi aktivitas
petani dan yang kedua penyebaran penduduk yang belum merata yang disebabkan
2. Kepadatan Penduduk
yang berdomisili di wilayah tersebut dengan luas wilayah dalam satuan jiwa/Km2.
kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan harus dapat ditingkatkan melalui berbagai
DAS Barito secara rinci pada tiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13. Tingkat Kepadatan Penduduk di Provinsi Kalimantan Selatan dan Tengah
yaitu 7.884 jiwa/km2, artinya bahwa pada saat ini jumlah penduduk yang menempati
lahan seluas 1 km2 adalah 8.470 jiwa dan yang terendah terdapat di Kabupaten
pengaruhnya pada sumber daya alam itu sendiri, apabila petani hanya
mengandalkan hidupnya dari lahan itu saja. Jumlah penduduk bekerja dalam suatu
mata pencaharian itu berada. Di Provinsi Kalimantan Selatan jumlah penduduk yang
persawahan dan ladang, dimana lahan yang diusahakan terutama berada di daerah
hilir yaitu Kabupaten Banjar, kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten tanah laut.
Umumnya tanah didaerah tersebut mengandung kadar ke asaman yang cukup tinggi
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
41
A. Prosedur Penilaian/Evaluasi
BPDAS Barito dengan melibatkan unsur Dinas Propinsi dan Dinas Kabupaten/Kota
yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan serta Perguruan
Tinggi setempat.
Acara Hasil Penilaian Tanaman dan Peta yang ditandatangani oleh Tim
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
42
Laporan akhir penilaian/evaluasi tanaman RHL disusun oleh BPDAS Barito dengan
dilampiri Berita Acara Hasil Penilaian/Evaluasi tanaman reboisasi dan peta luas
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
43
C. Metode Penilaian
tanggal 11 Desember 2008 yautu pada lampiran bab IX, sebagaimana disajikan
berikut ini.
dinyatakan dalam luas areal yang ditanam dalam satuan hektar (Ha) dan
disahkan.
RHL menggunakan GPS atau alat ukur lain. Hasil pengukuran luas tanaman
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
44
Luas Tanaman
K Blok/Petak/Unit
No. Realisasi
e (Lokasi tanam) Rencana (Ha)
(Ha) %
t
1 2 3 4 5
P
e
r
P
e
r
dengan metode Systematic Sampling with Random Start, yaitu petak ukur
pertama dibuat secara acak dan petak ukur selanjutnya dibuat secara
ukur seluas 0,1 Ha, berbentuk persegi panjang (40m x 25m). Jarak antar
titik pusat petak ukur adalah 100 m arah Utara – Selatan dan 200 m arah
maksimum 100 m.
Dengan demikian hasil sampling yang didapat akan mampu memenuhi azas
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
45
mewakili 2 Ha. Apabila luas petak kurang dari 2 Ha, dibuat 1 petak ukur.
b) Menentukan pada peta tersebut titik petak ukur pertama secara acak.
c) Membuat garis transek melalui titik petak ukur pertama tersebut, yaitu
garis vertikal dan garis horizontal yang berpotongan pada titik petak
trasek pertama dengan jarak antar garis vertikal 2 cm dan jarak antar
berikut :
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
46
1 cm
2 cm
Gambar. 3.1 Petak Ukur Penilaian tanaman
Keterangan:
Batas areal tanaman
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
47
memilih petak ukur yang memiliki ciri tertentu yang mewakili seluruh
yang ujungnya dicat warna merah dan diberi identitas nomot petak
ukur dan tanggal pengamatan pada semua titik sumbu petak ukur.
dikumpulkan mencakup :
KPH, DAS/Sub DAS, luas dan fungsi kawasan hutan, nama register
b) Data yang dicatat dan diukur pada setiap petak ukur meliputi data
tanaman). Data tanaman yang hidup pada setiap petak ukur dicatat
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
48
D. Pengolahan Data
tanaman yang seharusnya ada didalam suatu petak ukur yang dinilai.
T = (∑ hi / ∑ ni) x 100 %
= (h1 + h2 + .... + hn) / (n1 + n2 + ......... + nn) x 100 %
Dimana :
T = Persen (%) tumbuh tanaman sehat
hi = Jumlah tanaman sehat yang terdapat pada petak ukur ke i
ni = Jumlah tanaman yang seharusnya ada pada petak ukur ke i
Tanaman RHL, persentase tumbuh tanaman hidup (sehat, kurang sehat dan
Dari perhitungan persentase tumbuh tanaman hidup pada setiap petak direkap
penilaian disesuaian dengan perjalanan dinas dan kesiapan hasil RHL untuk
dilakukan penilaian
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
49
kehidupan tetap terjaga. Berdasaskan hala tersebut, maka pada wilayah kerja
BPDAS Barito pada periode tahun 2013 telah dilakukan kegiatan RHL dalam
mengembalikan fungsi lahan. Selain itu penghijauan merupakan salah satu upaya
pemulihan atau perbaikan kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan
melalui kegiatan tanam menanam dan bangunan konservasi tanah agar dapat
berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik,
peruntukannya.
keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan yang diperuntukkan selai untuk
secara optimal melalui penanaman pohon akan meningkatkan fungsi DAS sebagai
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
50
Tabel 4.1. Kegiatan KBR pada di Luar Kawasan Hutan tahun 2013
hutan tetap, selayaknya dilakukan kegiatan RHL dalam bentuk reboisasi sebagai
upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
51
untuk kepentingan ekologis dan ekonomis. Selain itu pada lahan yang telah di
adalahpenggunaan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, antara lain,
Wilayah kerja BPDAS Barito melakukan kegiatan RHL pada kawasan hutan
periode tahun 2013 seluas 1600 ha, sebagaimana disajikan pada Tabel berikut ini.
Berdasarkan data kegiatan RHL tersebut pada Tabel 4.1, maka untuk tahun
kedepan perlu di lakukan kegiatan RHL pada kawasan hutan lebih luas dengan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
52
Berdasarkan pada Tabel 4.2 terlihat bahwa kegiatan RHL pada kawasan
hutan periode tahun 2013 dilakukan pada 4 Kabupaten dengan total luas kegiatan
3. Hutan Kota
Hutan kota merupakan pusat berbagai kegiatan dan tempat bermukim dan
depan bangsa oleh sebab itu, kualitas lingkungan kota harus baik agar dapat
mendukung pola pikir dan prestasi manusia kota. Namun kenyataannya, kualitas
lingkungan kota dari hari ke hari terus menurun bertambah buruk. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan dalam program penataan lingkungan kota adalah
Membangun Hutan Kota yang baik dan benar harus betul-betul diusahakan
dapat terwujud di kota-kota di Indonesia, agar kekuatan dan masa depan bangsa
dapat terbentuk sebagai akibat dari aparat eksekutif, legislatif dan yudikatif
produktifitas kerja yang tinggi. Baik artinya Hutan Kota yang dibangun
Hutan Kota yang dibangun sesuai dengan peraturan yang berlaku hutan
Kota mulai dikenal tahun 60-an dan di Indonesia mulai mendapat perhatian pada
awal tahun 80-an. Beberapa akhli/pakar Ilmu Hutan Kota kini telah mulai banyak
sangat sedikit, masih dapat dihitung dengan jari tangan.PP no. 63 tahun 2002
menyatakan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-
pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
53
negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang
Hutan kota yang terdiri atas “Pepohonan dan hutan di dalam kota dan di
perkotaan oleh tumbuhan dalam hal: ameliorasi iklim, rekreasi, estetika, fisiologi,
Miller (1988) menyatakan: Hutan Kota adalah semua pepohonan dan vegetasi lain
yang berada di dalamnya yang berada di dalam wilayah hunian manusia baik dari
komunitas yang kecil dengan wilayah yang sempit sampai wilayah metropolitan
yang sangat luas. Helms (1998) mengemukakan bahwa perhutanan kota adalah
manfaat ekologis lainnya serta untuk meningkatkan estetika lingkungan kota dan
Hutan Kota tidak memiliki nilai keuntungan ekonomi nyata, sehingga investor
tidak mau berbisnis dan menyediakan Hutan Kota. Oleh sebab itu, kewajikan
pemerintah dalam hal ini PEMDA untuk menyediakan Hutan Kota, agar kualitas
lingkungan kota menjadi baik yang kemudian akan mendatangkan nilai ekonomi
tangible dan intangible yang tidak kecil artinya bagi kemaslahatan umat manusia. •
lokal dan regional. • Analisis manfaat – biaya perlu dimunculkan dan disajikan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
54
membangun Hutan Kota yang baru atau mempertahankan hutan kota yang telah
ada.
Fungsi dan manfaat Hutan Kota sangat banyak, antara lain: a) Penyehatan
lingkungan yang akan menjadikan udara kota menjadi lebih bersih dan sehat
terbebas dari polusi dan kebisingan; b) Pengawetan Plasma Nutfah. Hal ini perlu
Jangan sampai kejadian beberapa plasma nutfah yang kita miliki hilang terdesak
oleh plasma nutfah dari negara lain; c) Estetika. Hutan kota dapat meningkatkan
citra keindahan kota untuk mengurangi kesan kumuh dan kotor; d) Perlindungan.
kualitas lingkungan kota; e) Produksi. Hutan kota dapat menghasilkan air tanah
yang bersih, oksigen untuk pernapasan dan juga kayu, bunga dan buah yang
kota dapat dimanfaatkan untuk mengamankan kota dari hembusan angin yang
kencang, abrasi pantai, intrusi air laut serta berbagai gangguan lainnya; g)
Hutan kota adalah suatu daerah di kota yang banyak ditanami pepohonan
dan ditata secara apik sehingga dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai sarana
rekreasi dan sebagai sarana konservasi. Pengadaan hutan kota dapat dijadikan
dapat dijadikan areal pelestarian alam. Kawasan hutan kota merupakan areal
pelestarian di luar kawasan konservasi karena pada areal itu dapat dilestarikan
flora dan fauna secara ex situ (di luar habitat aslinya). Manfaat lain yang diperoleh
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
55
a) Peredam Kebisingan
di kota. Oleh karena itu jika Anda ingin bersantai sejenak dari kesibukan dan
kebisingan kota, tak usah pergi jauh-jauh ke desa. Cukup datang ke hutan kota
saja :D. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah
Pohon dapat menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen melalui proses
perladangan, dan kebakaran hutan, maka di kota sangat perlu dibangun sebuah
hutan kota. Karena di areal hutan kota banyak ditanami pohon, maka hutan kota
merupakan penyerap CO2 yang cukup tinggi di kota. Selain itu, oksigen yang
dihasilkan membuat udara di kota menjadi lebih sehat. Setidaknya, efek buruk dari
Tanaman dapat menyerap bau secara langsung maupun menahan gerakan angin
yang bergerak dari sumber bau (mis. TPA). Selain itu, beberapa tanaman dapat
tersebut dapat ditanam di hutan kota sehingga udara di sekitar areal tersebut
Udara seringkali dikotori oleh debu baik debu yang dihasilkan oleh proses alami
Adanya debu di udara dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti batuk pilek,
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
56
partikel ringan dan padat tersebut dapat disaring oleh tajuk pohon. Akibatnya,
partikel timbal ke udara. Diperkirakan sekitar 70% dari partikel timbal di udara
dihasilkan dikarenakan adanya penambahan senyawa TEL (tetra ethyl lead) pada
bensin untuk meningkatkan mutunya. Jika senyawa ini dibakar akan menghasilkan
oksida timbal yang dilepaskan ke udara. Timbal merupakan suatu logam beracun
Jumlah 40 64.000
Berdasarkan pada Tabel 4.3 terlihat bahwa kegiatan RHL pada hutan kota
periode tahun 2013 dilakukan pada 3 Kabupaten dengan total luas kegiatan 40 ha
atau 64.000 batang, sehingga diharapkan pada tahun kedepan kegiatan hutan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
57
RHL pada wilayah kerja BPDAS Barito yang terdiri atas 10 Kabupaten di
Kegiatan RHL dilakukan dalam bentuk RHL pada kawasan hutan, KBR, dan hutan
1. Kabupaten Tabalong
terdiri atas KBR seluas 1493,96 ha atau sebanyak 500.000 batang yang terdiri
atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut tersebar pada 20
b. Kecamatan Haruai
c. Kecamatan Jaro
f. Kecamatan Tanjung
g. Kecamatan Upau
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
58
2. Kabupaten Balangan
terdiri atas KBR seluas 416 ha atau sebanyak 150.000 batang yang terdiri atas
kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan tersebar
Paringin Selatan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
59
Utara yang terdiri atas KBR seluas 473 ha atau sebanyak 200.000 batang yang
terdiri atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
Kecamatan Paminggir.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
60
Gambar 4.3. Kegiatan RHL tahun 2013 di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Selatanyang terdiri atas KBR seluas 436 ha atau sebanyak 204.800 batang yang
terdiri atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
61
Gambar 4.4. Kegiatan RHL tahun 2013 di Kabupaten Hulu Sungai Selatan
terdiri atas KBR seluas 251 ha atau sebanyak 98.000 batang yang terdiri atas
kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan tersebar
pada 2 (dua) lokasi pada 1) Kecamatan Landasan Ulin; dan Kecamatan Liang
Anggang.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
62
Kabupaten Banjar kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang terdiri atas
KBR seluas 1.782 ha atau sebanyak 864.300 batang serta kegiatan RHL seluas
730 ha atau sebanyak 809.829 batang yang terdiri atas kegiatan RHL di kawasan
hutan. KBR tersebut dilaksanakan tersebar pada 30 (tiga puluh) lokasi, dan
a. Kecamatan Aluh-Aluh
b. Kecamatan Aranio
c. Kecamatan Gambut
f. Kecamatan Mataraman
g. Kecamatan Paramasan
h. Kecamatan Pengaron
Peta lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang terdiri atas rehabilitasi
di luar kawasan hutan dalam bentuk KBR dan rehabilitasi pada kawasan hutan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
63
Gambar 4.5. Kegiatan RHL tahun 2013 di Kota Banjarbaru Dan Kabupaten Banjar
yang terdiri atas KBR seluas 374 ha atau sebanyak 238.800 batang yang terdiri
atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
tersebar pada 19 (sembilan belas) lokasi, serta kegiatan RHL seluas 470 ha atau
sebanyak 505.235 batang yang terdiri atas kegiatan RHL di kawasan hutan
tersebar 1(satu ) lokasi dan hutan kota seluas 14 ha atau sebanyak 22.400 batang
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
64
yang terdiri atas KBR seluas 502 ha atau sebanyak 324.000 batang yang terdiri
atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
lahan kegiatan RHL seluas 100 ha atau sebanyak 54.586 batang yang terdiri atas
kegiatan RHL di kawasan hutan. dan kegiatan RHL dilaksanakan tersebar pada 1
(enam) lokasi.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
65
8. Kabupaten Kotabaru
yang terdiri penanaman Mangrove seluas 300 ha atau 990 batang tersebar pada 3
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
66
yang dilaksanakan pada pada kawasan hutan disajikan pada Gambar 4.8a dan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
67
yang terdiri atas KBR seluas 813 ha atau sebanyak 375.000 batang yang terdiri
atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
tersebar pada 24 (dua puluh empat) lokasi pada 1) Kecamatan Lahai; Teweh
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
68
yang terdiri atas KBR seluas 141 ha atau sebanyak 200.000 batang yang terdiri
atas kegiatan RHL pada di luar kawasan hutan. KBR tersebut dilaksanakan
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
69
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013
70
Analisis Data Tahun 2013, yang telah disajikan pada bab sebelumnya, maka
kebrhasilan RHL.
A. Kesimpulan
1. Kegiatan RHL pada tahun 2013 lingkup wilayah kerja BPDAS Barito
terdiri atas rehabilitasi luar kawasan hutan terdiri atas KBR seluas 7.651
B. Saran
1. Jumlah lahan kritis masih jauh lebih luas dari pada kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan, sehingga diharapkan pada yang akan datang kegiatan
RHL.
Monitoring Dan Evaluasi RHL Berbasis Spasial (MRV) Analisis Data Tahun 2013