"Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" (Q.S. Al-Baqarah [2]:30)
Para malaikat merasa penasaran. Mungkinkah selama ini Allah kurang
berkenan dengan peribadatan mereka? Oleh karena itu, Allah berkehendak
menciptakan makhluk yang lebih baik. Mereka khawatir kalau Allah
menciptakan Adam itu lantaran kelalaian mereka. Atau ada kesalahan yang
mereka lakukan tanpa disadari. Muncul juga keraguan di kalangan malaikat.
Mampukah manusia mengemban tugas berat itu? Sebab, sebelumnya bumi
pernah dihuni oleh kalangan jin. Ternyata, mereka sering berbuat keonaran.
Banyak terjadi pertumpahan darah, kemaksiatan, dan kerusakan di sana.
Bukan tidak mungkin Adam dan anak cucunya juga akan melakukan hal
sama. Allah menjawab keraguan malaikat dengan firmannya,
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah [2]:30)
Kata Adam berasal dari adim. Adimul Ardli berarti permukaan bumi. Nama
Adam erat kaitannya dengan bahan penciptaan. Adam diciptakan dari tanah
yang ada di permukaan bumi. Setelah mati, Adam dan anak cucunya juga
akan dikuburkan di dalam tanah.
Sifat sombong iblis terlihat dari dua sikap. Pertama, iblis memandang rendah
Adam. Di mata iblis, Adam hanyalah makhluk kemarin sore, sedangkan dia
sudah ada jauh sebelum Adam ada. Lalu, Adam pun diciptakan dari tanah,
sedangkan dia diciptakan dari api. Masa, dia harus hormat kepada makhluk
seperti Adam itu. Kedua, iblis menolak kebenaran. Iblis menolak untuk
bersujud kepad Adam. Padahal, dia tahu bahwa yang memberi perintah itu
adalah Allah.
Maka, karena sudah mendapat laknat, iblis meminta waktu. Dia meminta
umur panjang. Tak tanggung-tanggung, sampai hari kiamat. Umur selama
itu akan dipergunakannya untuk membalas dendam. Iblis tidak ingin
sendirian berada di neraka. Dia ingin membawa Adam dan keturunannya
turut serta masuk ke dalam neraka.
C. Penciptaan Hawa
Suatu saat. Adam sedang tidur lelap, lalu Allah SWT mengambil dari tulang
rusuknya sebelah kiri dan menciptakan pendampingnya Hawa, walaupun
diambil dari tulang rusaknya, Adam tidak merasakan sakit sedikitpun,
Sekiranya merasa sakit, tentu Adam tidak akan sayang kepada Hawa.
karena Allah SWT Maha Mampu melakukan apapun. Allah SWT
menciptakan Hawa sebagai pendamping Adam karena ia merasakan
kesepian.
Setelah Hawa tercipta, para malaikat bertanya, "Adam, siapa yang ada di
samping kau?"
"Seorang perempuan" jawab Adam
"Siapa namanya?" tanya Malaikat
"Hawa" jawab Adam
"Untuk apa Allah menciptakan Hawa?" tanya Malaikat
Adam menjawab "Untuk mendampingi saya, memberi saya kebahagiaan,
dan memenuhi keperluan hidup saya sesuai dengan kehendak Allah."
Akhinya, Hawa tak kuasa menahan diri. Hawa memakan buah pohon
larangan. Hawa pulang dengan perasaan senang. Diceritakannya pengalaman
tadi kepada Adam. Adam begitu tertarik. Ia juga ingin mencicipi. Pohon itu
kemudian didekati. Buahnya dipetik. Dan...Adam memakan buahnya.
Lengkap sudah. Adam dan Hawa melabrak larangan. Tak hanya mendekati
pohon larangan, tetapi juga memakan buahnya. Tak lama kemudian, Adam
dan Hawa merasakan akibatnya. Aurat mereka terbuka. Mereka merasa malu
luar biasa. Mereka berusaha mencari-cari dedaunan. Maksudnya, untuk
menutupi aurat mereka. Namun, pohon-pohon surga menjauh. Untungnya,
ada satu pohon yang merasa kasihan. Pohon Tin mau memberikan daun-
daunnya. Aurat mereka pun bisa tertutupi.
Adam dan Hawa sangat malu. Tak hanya karena aurat mereka terbuka.
Tetapi juga, karena teguran Allah kepada mereka. Adam dan Hawa sangat
menyesal. Mereka telah bebuat kesalahan. Sambil menitikkan air mata,
mereka memanjatkan doa.
"Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami. Sekiranya, Engkau tidak
berkenan mengampuni dan menyayangi kami, niscaya kami termasuk orang-
orang yang merugi." (QS. Al-A’raf : 23)
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tobat Adam dan Hawa
diterima. Kesalahan mereka diampuni. Adam dan Hawa merasa tenang.
Ampunan Allah membuat hati mereka terasa lega. Pengalaman itu menjadi
pelajaran berharga. Adam dan Hawa sadar. Iblis benar-benar musuh. Musuh
yang harus senantiasa diwaspadai. Segala bujuk rayunya mesti dijauhi.
Hidup kekal ternyata muslihat iblis. Akibat terperdaya, kini Adam dan Hawa
harus pindah. Mereka tak bisa lagi tinggal di Surga. Allah menyuruh mereka
turun ke bumi. Sekarang, Adam dan Hawa tinggal di bumi. Mengemban
tugas menjadi khalifah. Namun, perseteruan iblis dan Adam terus berlanjut.
Iblis akan terus berusaha mewujudkan janjinya. Janji untuk menyesatkan
Adam.
Demikian, Adam dan Iblis menjadi musuh bebuyutan. Permusuhan ini juga
berlaku untuk keturunan Adam dan iblis. Permusuhan akan terus
berlangsung sampai hari kiamat. Kenikmatan surga tinggal kenangan. Dulu,
di surga serbaada. Mau makan tinggal makan, mau minum tinggal minum.
Namun di bumi, Adam dan Hawa tak bisa berpangku tangan. Mencari
sesuap nasi menjadi tugas. Mereka harus bekerja keras.
Hari yang ditentukan pun tiba. Qabil bergegas menuju ladang. Ladang
gandumnya sangat lebat. Hasil jerih payahnya selama ini. Timbullah sifat
kikir dalam hati Qabil. Ia memilih-milih gandum yang akan dijadikan
kurban. Ia sengaja memilih gandum yang kurang baik. Setelah karung terisi,
Qabil membawanya ke sebuah bukit. Gandum itu kemudian diletakkan di
atas bukit itu. Di tempat yang berbeda, Habil juga sedang sibuk. Ia berjalan
ke sana kemari. Memilih-milih kambing yang paling baik. kambing yang
paling gemuk dan sehat. Setelah di dapat, Habil membawanya ke bukit yang
sama.
Qabil dan Habil sudah meletakkan kurbannya. Dari tempat yang jauh,
mereka memandangi bukit itu. Mata mereka terus tertuju ke arah bukit.
Anggota keluarga yang lain juga turut menyaksikan. Hati mereka berdebar-
debar. Kurban siapa gerangan yang akan diterima?
Selang beberapa saat, terlihat api besar turun dari langit. Api itu kemudian
menyambar kambing. Habil bersyukur, kurbannya diterima. Dalam tempo
singkat kambing Habil pun lenyap. Si jago merah melalapnya. Sementara
itu, gandum Qabil masih utuh. Sedikit pun tidak berkurang. Walhasil, Habil
menjadi pemenang. Kurbannya diterima. Sesuai dengan kesepakatan, ia
berhak mempersunting si cantik Iklima. Hati Habil berbunga-bunga, Ia
sangat bahagia. Lain halnya dengan sang kakak. Qabil merasa sangat
kecewa. Kurbannya tak diterima, Ia gagal menikahi Iklima.
Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Nasihat Habil sama sekali tak ada
artinya. Yang terjadi malah Qabil semakin marah. Dendam semakin tak
tertahan. Rasanya, ia ingin segera menghabisi nyawa adiknya itu. Iblis tidak
menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia terus-menerus membisikkan kejahatan.
Sebenarnya, Qabil sendiri kebingungan. Tak tahu apa yang harus dilakukan.
Belum terpikirkan bagaimana membunuh habil.
"Bodoh sekali aku ini! Masa aku kalah pintar sama burung gagak itu," ia
bicara pada dirinya sendiri.
Burung gagak telah mengajari Qabil. Hal yang sama kemudian dilakukan
oleh Qabil. Sebuah lubang digali. Setelah cukup dalam, ia memasukkan
mayat Habil ke dalamnya.
Pasti telah terjadi sesuatu, pikir Adam. Tapi, ke mana gerangan harus
mencari Habil? Akhirnya, Adam pun tahu. Habil telah dibunuh. Pelakunya
siapa lagi kalau bukan Qabil. Adam sangat berduka. Terbayang bagaimana
Habil dianiaya. Tega nian sang kakak. Disuruh menjaga, malah membunuh.
Gara-gara dengki, hubungan keluarga jadi rusak. Seorang kakak bahkan tega
membunuh adik kandungnya sendiri. Sungguh menyedihkan. Setan telah
memanfaatkan kesempatan. Adam hanya berserah diri kepada Allah. Semua
ia terima sebagai kehendak-Nya. Kepedihan ia hadapi dengan kesabaran.
Bahkan, ia tetap memohonkan ampunan untuk anaknya, Qabil.
LATIHAN
1. Manusia pertama yang diciptakan Allah adalah ....
a. Nabi Ibrahim AS b. Nabi Adam AS c. Nabi Muhammad SAW
5. Yang mebujuk Nabi Adam dan Hawa melanggar larangan Allah Swt.
adalah ....
a. Iblis b. Jibril b. malaikat
6. Nabi Adam dan Hawa terusir dari ....
a. dunia b. surga c. langit
7. Yang dilakukan Nabi Adam a.s. dan Hawa setelah melanggar larangan
Allah Swt. adalah ....
a. marah b. tertawa c. bertobat
8. Tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa di bumi disebut dengan ….
a. Jabal Rahmah b. Hindustan c. Arafah