TEKNODIK
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Mulai tahun 2016, terbit dua kali setahun, pada bulan Juni dan Desember.
Daftar Isi
Vol. 21, Nomor 1 - Juni 2017
Editorial .............................................................................................................................. ii - iv
*******
i
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Editorial
S idang pembaca yang terhormat, selamat bertemu kembali dengan kami melalui Jurnal
TEKNODIK yang terbit 2 edisi setiap tahunnya. Kami hadir menyajikan 7 (tujuh) artikel yang
terbagi atas hasil penelitian dan kajian. Semoga ketujuh artikel yang kami sajikan melalui Jurnal
TEKNODIK Volume 21 Nomor 1, edisi Juni 2017 ini dapat memberikan manfaat dan keluasan wawasan
kita semua. Kami juga mengharapkan bahwa para pembaca yang budiman berkenan untuk berbagi,
baik pengalaman, hasil-hasil penelitian atau kajian, maupun hasil pengamatan di bidang
pengembangan atau penerapan teknologi pendidikan/pembelajaran untuk diterbitkan melalui Jurnal
TEKNODIK. Sebagai informasi bagi para pembaca sekalian bahwa sejak edisi Juni 2017 ini, Jurnal
TEKNODIK mengalami perkembangan, tidak hanya terbit dalam bentuk cetak tetapi juga dalam bentuk
online melalui laman: http://jurnalteknodik.kemdikbud.go.id
Dewasa ini, salah satu fasilitas pembelajaran yang dapat dimanfaatkan, baik oleh masyarakat
luas pada umumnya, maupun khususnya guru, peserta didik, dan orang tua adalah Portal Rumah
Belajar yang dapat diakses di http://belajar.kemdikbud.go.id. Salah satu fitur yang tersedia pada
Portal Rumah Belajar adalah fitur Kelas Maya. Dalam kaitan ini, Arie Kurniawan melakukan penelitian
mengenai bagaimana persepsi guru terhadap tampilan Kelas Maya ditinjau dari kemudahan
memanfaatkannya, keuntungan memanfaatkannya, hambatan yang dihadapi dalam
memanfaatkannya, dan pengaruhnya pada peningkatan kualitas pembelajaran. Penelitian ini
mengambil responden guru peserta Training of Trainer (TOT) tingkat Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2015. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan melalui
wawancara. Kemudian data dan informasinya dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil analisis
mengungkapkan bahwa Kelas Maya dinilai menarik dari segi tampilan, mudah penggunaan
navigasinya, dan dapat dimanfaatkan kapan saja dan di mana saja sehingga memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Sekalipun demikian, masih ada hambatan yang dihadapi
guru dalam memanfaatkan Kelas Maya, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana yang ada dan
kemampuan guru yang masih relatif rendah di bidang pemanfaatan perangkat teknologi.
Selain Kelas Maya, fitur lain yang terdapat pada Portal Rumah Belajar adalah fitur Bank Soal.
Pengembangan aplikasi Bank Soal dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) yang sudah mulai diterapkan di sekolah dan sekaligus juga sebagai
wadah bagi para guru dalam mengembangkan evaluasi hasil belajar peserta didik secara online.
Dalam kaitan ini, Siti Muthmainah melakukan studi kelayakan tentang keberadaan fitur Bank Soal,
khususnya mengenai kelayakan pengembangan aplikasi Bank Soalnya. Tujuan studi kelayakan adalah
untuk mengetahui apakah: (1) pengguna merasa senang, puas, dan mendapatkan kemudahan ketika
menggunakan aplikasi Bank Soal, dan (2) tampilan aplikasi Bank Soal memiliki daya tarik dan mengikuti
perkembangan teknologi. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui kuesioner kepada 21
orang guru dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK di 21 kabupaten/kota yang sudah memiliki
kemampuan di bidang pengoperasian komputer dan penggunaan internet. Hasil penelitian
mengungkapan bahwa aplikasi Bank Soal memiliki daya tarik yang baik dan alur pembuatan evaluasi
ii
yang cukup jelas; efisien dan praktis; mendukung evaluasi guru; aman untuk diakses siswa; memotivasi
dan menarik minat guru dan siswa untuk melakukan evaluasi secara online; serta merupakan sebuah
inovasi pembelajaran yang mengikuti perkembangan teknologi.
Ririn Widyasari melakukan penelitian tindakan kelas tentang penerapan model pembelajaran
aktif menggunakan teknik Mind Map berbantuan e-learning melalui Edmodo pada mata kuliah
Matematika Diskrit pada tahun akademik 2014/2015 dengan responden 35 mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Jakarta semester 6 kelas A. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa yang mengambil mata kuliah Matematika
Diskrit. Aktivitas mahasiswa dilihat dari memperhatikan materi penyajian yang disampaikan dosen,
bertanya dan menjawab pertanyaan, mempresentasikan hasil Mind Map, dan membuat kesimpulan/
rangkuman. Dari pelaksanaan kegiatan siklus sebanyak dua kali, terlihat adanya peningkatan aktivitas
mahasiswa memperhatikan penjelasan dosen, keberanian mahasiswa mengemukakan pertanyaan,
kemampuan mahasiswa menjawab pertanyaan, keberanian mahasiswa mempresentasikan hasil Mind
Map, dan membuat kesimpulan/rangkuman materi pembelajaran. Selain itu, terdapat juga peningkatan
hasil belajar mahasiswa. Nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa yang sebelum tindakan adalah 65
meningkat menjadi 74 pada siklus I. Nilai tersebut merupakan gabungan dari nilai Mind Map, postest,
dan tes akhir atau ujian akhir semester. Nilai ini juga terlihat meningkat pada siklus II, yaitu menjadi
86. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik Mind Map berbantuan e-learning melalui
Edmodo dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.
Kemudian, Tuti Alawiyah dan Ibnu Hamad melaksanakan penelitian kasus (case study) tentang
penerimaan informasi melalui digital talking book oleh siswa tunanetra. Penerimaan informasi
merupakan aktivitas mengubah pesan ke dalam bentuk yang dapat digunakan untuk memandu perilaku
manusia. Informan yang menjadi sumber data pada studi kasus ini adalah salah satu siswa tunanetra
di Sekolah Inklusi MTsN 19 Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan informasi melalui
Digital Talking Book di kalangan siswa tunanetra mempunyai tantangan tersendiri. Dalam tahapan
penyeleksian informasi, informan menggunakan sumber informasi dari Braille dan Digital Talking
Book secara bergantian sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahapan interpretasi informasi, informan
menafsirkan konten Digital Talking Book dengan bantuan catatan dalam huruf Braille. Dalam tahapan
retensi memori, informan mampu mengingat secara baik informasi yang bersifat sementara, seperti
kata-kata yang berupa istilah, angka-angka, dan penjelasan tentang definisi, namun memiliki
keterbatasan untuk memori jangka panjang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
Kecenderungannya adalah bahwa informan lebih memilih Braille dibandingkan dengan Digital Talking
Book karena dianggap lebih mudah, ekonomis, dan cepat; merasa berinteraksi langsung dengan
tulisan; dan penggunaan indera peraba lebih optimal sehingga mengingat lebih cepat.
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, dan Budi Handoyo melaksanakan penelitian tentang pengaruh
penggunaan pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Earth terhadap keterampilan berpikir
spasial dengan menggunakan desain quasi experiment berupa pretest-posttest nonequivalent control
group design. Responden penelitian adalah Kelas X IPS SMA Negeri 1 Salam Babaris, Kabupaten
Tapin. Instrumen yang digunakan adalah tes untuk mengukur keterampilan berpikir spasial berupa
iii
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
modifikasi dari Spatial Thinking Ability Test (STAT), lembar observasi, angket, dan lembar penilaian
produk. Hasil analisis data yang dilakukan melalui t test dengan menggunakan SPSS 20.0 for Windows
menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Earth berpengaruh signifikan
terhadap keterampilan berpikir spasial siswa. Melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek
berbantuan Google Earth ini, (1) sebagian besar responden menjadi tertantang untuk menyelesaikan
permasalahan nyata melalui kegiatan proyek, (2) semua responden semakin aktif dalam kegiatan
pembelajaran, (3) hampir semua responden berkinerja lebih teratur dalam menyelesaikan proyek,
(4) semua responden merasa lebih leluasa untuk menyelesaikan proyek, (5) hampir semua responden
termotivasi berkompetisi untuk menghasilkan produk yang terbaik, dan (6) sebagian besar responden
mengalami peningkatan keterampilan berpikir spasial.
Artikel selanjutnya adalah hasil kajian Haryono tentang implementasi jabatan fungsional
Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) di sekolah. Kajian dilakukan dalam bentuk studi literatur
dan telaah kritis pada praktik empiris di lapangan untuk mengetahui implementasi jabatan fungsional
PTP dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Hasil kajian menunjukkan bahwa
implementasi jabatan fungsional PTP di sekolah menjadi langkah strategis dalam membangun sistem
pendidikan persekolahan yang berkualitas. Namun sampai sejauh ini, jabatan fungsional PTP yang
memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu pembelajaran belum memiliki formasi penugasan
pada satuan pendidikan (sekolah). Sebagai pelaksana teknis fungsional, pejabat fungsional PTP
yang mempunyai tugas pokok melakukan analisis dan pengkajian, perancangan, produksi, penerapan,
pengendalian, dan evaluasi terhadap sistem/model teknologi pembelajaran akan menjadi mitra guru
dalam mewujudkan pendidikan berkualitas di sekolah. Pengembang Teknologi Pembelajaran di
sekolah dapat berperan sesuai lingkup tugas dan fungsinya untuk melakukan proses penjaminan
mutu pembelajaran, pengembangan dan pengelolaan infrastruktur pembelajaran, serta pengembangan
kapasitas sumber daya pendidikan sekolah.
Raja Jasal Saleh, melakukan penelitian tindakan kelas selama dua siklus mengenai peningkatan
kemampuan menulis mahasiswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan menulis mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw. Responden penelitian adalah 22 mahasiswa UT Pekanbaru Semester VI Tahun Ajaran
2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes untuk memeroleh data kemampuan menulis
mahasiswa dan teknik non-tes untuk memeroleh data observasi. Hasil observasi dianalisis secara
kualitatif dengan mendeskripsikan setiap proses pembelajaran, baik aktivitas dosen maupun aktivitas
mahasiswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa yang dibuktikan dari jumlah mahasiswa
yang tuntas setiap siklus. Pada siklus I, mahasiswa yang berada pada kategori tinggi hanya 4 orang
(18,18%), kategori sedang 18 orang (81,82%), dengan nilai rata-rata kelas mencapai 67,82. Namun,
pada siklus II terjadi peningkatan di mana mahasiswa yang berada pada kategori tinggi meningkat
menjadi 9 orang (40, 90%), kategori sedang meningkat mnejadi 13 orang (59, 10%), dengan nilai rata-
rata kelas mencapai 75,23.(ss)
iv
PERSEPSI GURU PESERTA TOT PROVINSI KEPULAUAN RIAU
TAHUN 2015 TERHADAP KELAS MAYA
Arie Kurniawan
Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan dan Kebudayaan (BPMR),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Jl. Sorowajan Baru Nomor 367, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia.
arie.kurniawan@kemdikbud.go.id
Diterima: 25 Januari 2017 dikembalikan untuk direvisi: 03 Februari 2017, disetujui: 13 Februari 2017
Abstrak: Artikel ini membahas mengenai persepsi guru terhadap salah satu fitur portal Rumah Belajar, yaitu fitur
Kelas Maya (Virtual Class). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi guru terhadap tampilan
Kelas Maya, dilihat dari kemudahan memanfaatkannya, keuntungan memanfaatkannya, hambatan yang dihadapi
dalam memanfaatkannya, dan pengaruhnya pada peningkatan kualitas pembelajaran. Objek penelitian ini adalah
guru peserta Training of Trainer (TOT) tingkat Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan
metode survei dengan instrumen kuesioner serta wawancara. Data yang dihasilkan dianalisis secara deskriptif
kuantitatif. Hasil kajian menyatakan bahwa Kelas Maya menarik dari segi tampilan dan mudah digunakan dari
sisi navigasi. Namun demikian, tampilan perlu dibuat lebih sederhana terutama terkait prosedur ketika akan
membuat materi pembelajaran. Keuntungan memanfaatkan Kelas Maya antara lain adalah bahwa bisa digunakan
kapan saja dan di mana saja. Sedangkan hambatan yang dihadapi responden adalah terbatasnya sarana dan
prasarana serta rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Oleh karena itu, pemanfaatan Kelas Maya ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.
Abstract: This article discusses teachers’ perception on Kelas Maya (Virtual Class), one of the features in
Rumah Belajar website. The focus of this article was the teachers’ perception on Kelas Maya feature, in terms of
ease of using it, benefit of using it, barriers of using it, and its impact on learning quality improvement. The object
of this research was teachers who attended Training of Trainer (TOT) program in Riau Island Province in 2015.
The research applied survey method with questionnaire instrument as well as interview. The data was analized
with quantitative descriptive approach. The result showed that Kelas Maya was attractive in terms of its features
and easy to use in terms of its navigation procedure. However, its features needs to be made simpler, especially
in terms of the procedure when the users are creating learning materials. The barriers faced by the respondents
were limited utilities as well as infrastructure of and low respondents’ capacity in operating Information and
Communication Technology devices. Therefore, utilization of Kelas Maya was very influential to the learning
quality improvement.
Key Words: Perception, Riau Island Province, Rumah Belajar, Virtual class.
v
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Siti Mutmainah
Pustekkom Kemendikbud
Jl. RE. Martadinata, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
siti.mutmainah@kemdikbud.go.id
Diterima: 15 Februari 2017, dikembalikan untuk direvisi: 29 Februari 2017, disetujui: 11 Maret 2017
Abstrak: Ujian berbasis komputer sudah diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia. Untuk
mendukung ujian berbasis komputer, portal Rumah Belajar mengembangkan aplikasi Bank Soal
sebagai wadah bagi guru-guru dalam membuat evaluasi hasil belajar secara online. Oleh karena itu,
perlu dilakukan studi kelayakan atas aplikasi Bank Soal tersebut. Tujuan dari studi ini adalah untuk
mengetahui: (1) apakah pengguna merasa senang, puas, dan mendapatkan kemudahan ketika
menggunakan aplikasi Bank Soal, dan (2) apakah tampilan aplikasi Bank Soal memiliki daya tarik
dan mengikuti perkembangan teknologi. Survei dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 21
orang guru dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK di 21 kabupaten/kota yang sudah memiliki
kemampuan dalam mengoperasikan komputer dan menggunakan internet. Hasil penghitungan rata-
rata pendapat responden dengan UEQ tools dapat diinterpretasikan bahwa aplikasi Bank Soal memiliki
daya tarik yang baik dan alur pembuatan evaluasi yang cukup jelas; efisien dan praktis; mendukung
evaluasi guru; aman untuk diakses siswa; memotivasi dan menarik minat guru dan siswa untuk
melakukan evaluasi secara online; serta merupakan sebuah inovasi pembelajaran yang mengikuti
perkembangan teknologi dalam hal kegiatan evaluasi pembelajaran.
Abstract: Computer-based test has been implemented in some schools in Indonesia. To support the
computer-based test, portal Rumah Belajar develops applications of Bank Soal as a forum for teachers
in making the evaluation of learning outcomes online. Therefore, it is necessary to do a feasibility
study about Bank Soal application. The objective of this study is to know whether: (1) the users are
pleased, satisfied, and facilitated with the application; and (2) the layout of the Bank Soal application
is attractive and in line with the technology development. The survey was carried out through
questionnaire to 21 teachers of elementary schools, junior high schools, and senior high schools as
well as vocational school from 21 districts/cities that already have the ability to operate a computer
and internet. The average calculation of respondents’ opinion with UEQ tools indicates that Bank
Soal application is attractive, efficient, and practical; has clear evaluation creation process; supports
teachers’ evaluation;is safe to be accessed by students; motivates teachers as well as students to
carry on online evaluation; and is an innovation which is in line with technology development especially
in learning evaluation technology.
vi
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA
MENGGUNAKAN MIND MAP BERBANTUAN E-LEARNING
Ririn Widiyasari
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. KH Ahmad Dahlan, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten - Indonesia.
ririn.putri87@gmail.com
Diterima : 15 Maret 2017, dikembalikan untuk direvisi : 30 Maret 2017, disetujui: 14 April 2017
Abstrak:Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa melalui
penerapan model pembelajaran aktif menggunakan teknik Mind Map berbantuan e-learning melalui
Edmodo pada mata kuliah Matematika Diskrit. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas,
yang dilakukan pada tahun akademik 2014/2015 dengan responden 35 mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Jakarta semester 6 kelas A. Aktivitas mahasiswa
dilihat dari memperhatikan yang disampaikan dosen, bertanya dan menjawab pertanyaan,
mempresentasikan hasil Mind Map, dan membuat kesimpulan/rangkuman. Dari pelaksanaan kegiatan
siklus sebanyak dua kali, terlihat adanya peningkatan aktivitas memperhatikan penjelasan dari dosen,
keberanian mahasiswa dalam mengemukakan pertanyaan, kemampuan mahasiswa dalam menjawab
pertanyaan, keberanian mahasiswa dalam mempresentasikan hasil Mind Map, dan membuat
kesimpulan/rangkuman materi pembelajaran. Selain itu, terdapat juga peningkatan hasil belajar
mahasiswa. Nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa sebelum tindakan adalah 65. Pada siklus I, nilai
ini meningkat menjadi 74. Nilai tersebut merupakan gabungan dari nilai Mind Map, post test, dan tes
akhir atau ujian akhir semester. Nilai ini juga terlihat meningkat pada siklus II, yaitu menjadi 86. Dari
hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa teknik Mind Map berbantuan e-learning Edmodo dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.
Abstract: The purpose of this study is to improve the students’ learning activity and achievement
through the application of active learning model of Edmodo e-learning Mind Map for the subject of
Discrete Mathematics. This is a class action research, which was carried out in the academic year of
2014/2015 with 35 students of Mathematics Education Program at Class A of semester 6 at Universitas
Muhammadiyah Jakarta as the respondents. Students’ activities include paying attention to the lecturer’s
explanation, asking and answering questions, presenting their Mind Map result, and making a
conclusion. After two cycles, the students showed some improvement in terms of paying attention to
the lecturer explanation, asking and answering questions, presenting their Mind Map result, and making
a conclusion from the lesson. Besides, students’ learning achievement also improved. The students’
average score before the action was 65. After cycle I, it increased to be 74. It was an integrated score
of their Mind Map score, Post Test score, and Semester Test. It also improved in the cycle II, into 86.
From the result, it can be concluded that Edmodo e-learning Mind Map technique can improve the
students’ learning activity and achievement.
Key Words: Learning activity, Edmodo, e-Learning, learning outcomes, Mind Map.
vii
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Diterima : 21 Maret 2017, dikembalikan untuk direvisi : 28 Maret 2017, disetujui : 12 April 2017
Abstrak: Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana penerimaan informasi melalui media pembelajaran
Digital Talking Book oleh siswa tunanetra. Pada intinya, penerimaan informasi adalah mengubah pesan
ke dalam bentuk yang dapat digunakan untuk memandu perilaku manusia. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode studi kasus. Informan adalah salah satu siswa tunanetra di sekolah inklusi MTsN
19 Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan informasi melalui Digital Talking Book di
kalangan siswa tunanetra mempunyai tantangan tersendiri. Dalam tahapan penyeleksian informasi,
informan menggunakan sumber informasi dari Braille dan Digital Talking Book secara bergantian sesuai
dengan kebutuhan. Dalam tahapan interpretasi informasi, informan menafsirkan konten Digital Talking
Book dengan bantuan catatan dalam huruf Braille. Dalam tahapan retensi memori, informan mampu
mengingat secara baik informasi yang bersifat sementara, seperti kata-kata yang berupa istilah, angka-
angka, dan penjelasan tentang definisi, namun memiliki keterbatasan untuk memori jangka panjang
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Kecenderungannya adalah bahwa informan lebih memilih
Braille dibandingkan dengan Digital Talking Book karena dianggap lebih mudah, ekonomis, dan cepat;
merasa berinteraksi langsung dengan tulisan; dan penggunaan indera perabanya lebih otpimal sehingga
mengingat lebih cepat.
Kata Kunci: Digital Talking Book, tunanetra, seleksi informasi, interpretasi, retensi.
Abstract: This research examines the information reception through learning media of Digital Talking
Book by visually-impaired student. Information reception is basically converting messages into a form that
can be used to guide human behaviour. The study was conducted with case study method. The informant
is a visually impaired student at Inclusive School of State MTs 19 Jakarta.The results show that the
information reception through Digital Talking Book among visually-impaired students has its own challenges.
In the stage of selecting information, the informant uses the source of information from Braille and Digital
Talking Book alternately as needed. In the information interpretation stage, the informant interprets the
content of the Digital Talking Book assisted by notes in Braille. In the memory retention stage, the informant
is able to remember well the temporary information, such as words of terms, numbers, and the explanation
of the definition, but has limitations for long-term memory so that requires longer time. The tendency is that
the informant prefers to use Braille rather than Digital Talking Book because it is considered to be easier,
more economical, and faster; feels like directly interacting with the writings; and his touching sense utilization
is more so optimum that he can remember in longer time.
Key Words: Digital Talking Book, visually-impaired, information selection, interpretation, retention.
viii
PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK BERBANTUAN
GOOGLE EARTH TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR SPASIAL
Diterima: 03 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi:18 Mei 2017, disetujui: 04 Juni 2017
Abstrak: Pembelajaran geografi berguna untuk membekali siswa dengan keterampilan berpikir spasial.
Pembelajaran geografi harus diarahkan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik perlu
memanfaatkan perkembangan teknologi terutama teknologi berbasis geospasial, salah satunya berupa Google
Earth. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran berbasis proyek
berbantuan Google Earth terhadap keterampilan berpikir spasial. Penelitian ini menggunakan desain quasi
experimental berupa pretest-posttest nonequivalent control group design. Penelitian dilakukan pada Kelas
X IPS SMA Negeri 1 Salam Babaris, Kabupaten Tapin. Instrumen yang digunakan adalah tes untuk mengukur
keterampilan berpikir spasial berupa modifikasi dari Spatial Thinking Ability Test (STAT), lembar observasi,
angket, dan lembar penilaian produk. Analisis data melalui t test dengan menggunakan SPSS 20.0 for
windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Earth
berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir spasial siswa. Beberapa kelebihan dari pembelajaran
ini antara lain adalah: (1) 88% siswa menjadi tertantang untuk menyelesaikan permasalahan nyata melalui
kegiatan proyek, (2) 100% siswa semakin aktif dalam pembelajaran, (3) kinerja 96% siswa dalam
menyelesaikan proyek lebih teratur, (4) 100% siswa merasa memiliki keleluasaan lebih untuk menyelesaikan
proyek, (5) 98% siswa termotivasi berkompetisi menghasilkan produk yang terbaik, dan (6) 89% siswa
mengalami peningkatan keterampilan berpikir spasial.
Abstract: Learning geography is useful to equip students with spatial thinking skills. Learning geography
should be directed to use a scientific approach. The scientific approach needs to take advantage of
technological development is mainly based geospatial technologies, one of them is a Google earth. This
study aimed to determine the effect of the use of project-based learning assisted Google earth to spatial
thinking skills. This study uses a quasi-experimental design in the form of a pretest-posttest nonequivalent
control group design. The study was conducted on Class X IPS SMAN 1 Salam Babaris, Tapin Regency. The
instrument used in this study is a test to measure spatial thinking skills in the form of a modification of Spatial
Thinking Ability Test (STAT), observation sheets, questionnaires, and marking sheet products. Analysis of
the data by test using SPSS 20.0 for windows. The results showed that the project-based learning Google
earth aided significantly influence spatial thinking skills of students. In addition, it also found some of the
advantages of project-based learning assisted Google earth, among others: (1) 88% of students be challenged
to solve real problems through project activities, (2) 100% of the students more active in learning, (3)
performance of 96% students in completing the project more organized, (4) 100% of students feel they have
more freedom to complete the project, (5) 98% of the students are motivated to compete to produce the best,
and (6) 89% of students has increased their spatial thinking skills.
ix
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Haryono
Prodi Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Jl. Kelud Utara III, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
fransharyono@mail.unnes.ac.id
Diterima: 6 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi: 19 Mei 2017, disetujui: 27 Mei 2017
Abstrak: Fokus dari kajian ini adalah tentang jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran
yang memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu pembelajaran tetapi belum memiliki formasi
penugasan pada satuan pendidikan (sekolah). Kajian dilakukan untuk menganalisis bagaimana
implementasi jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran dalam sistem penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Kajian dilakukan dalam bentuk studi literatur dan telaah kritis pada praktik empiris
di lapangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa implementasi jabatan fungsional Pengembang Teknologi
Pembelajaran di sekolah menjadi langkah strategis dalam membangun sistem pendidikan persekolahan
yang berkualitas. Pengembang Teknologi Pembelajaran sebagai pelaksana teknis fungsional dengan
tugas pokok melakukan analisis dan pengkajian, perencanaan, produksi, penerapan, pengendalian,
dan evaluasi terhadap sistem/model teknologi pembelajaran akan menjadi mitra guru dalam mewujudkan
pendidikan berkualitas di sekolah. Pengembang Teknologi Pembelajaran di sekolah dapat berperan
sesuai lingkup tugas dan fungsinya untuk melakukan proses penjaminan mutu pembelajaran,
pengembangan dan pengelolaan infrastruktur pembelajaran, serta pengembangan kapasitas sumber
daya pendidikan sekolah.
Abstract: The focus of this study is on functional post of Instructional Developers having strategic
roles in educcation quality improvement but haven’t got assignment formation at schools. This study is
to analyze how functional post of Instructional Developers is implemented in the system of educational
service at schools. It was carried out through literature review and critical questions by empirical practices
in the field. The result shows that the implementation of functional post of Instructional Developers at
schools has become a strategic step in developing quality education system at schools. Instructional
Developers as functional technical actors-having main tasks of analyzing and studying, planning,
producing, implementing, controlling, as well as evaluating the education technological system/model-
will become the teachers’ partners in realizing quality education at schools. At schools, Instructional
Developers can contribute to learning quality guarantee process, learning infrastructure development
as well as management, and school human resource capacity improvement.
x
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MAHASISWA MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Diterima: 03 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi: 13 Mei 2017, disetujui: 25 Mei 2017
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan menulis mahasiswa melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
yang dilaksanakan selama dua siklus. Objek penelitian ini adalah mahasiswa UT Pekanbaru Semester
VI Tahun Ajaran 2015. yang berjumlah 22 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes untuk
memeroleh data kemampuan menulis mahasiswa dan teknik non-tes untuk memeroleh data observasi.
Hasil observasi dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan setiap proses pembelajaran, baik
aktivitas dosen maupun aktivitas mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa dilihat dari
jumlah mahasiswa yang tuntas setiap siklus. Pada siklus I, mahasiswa yang berada pada kategori
tinggi hanya 4 orang (18,18%), kategori sedang 18 orang (81,82%), kategori rendah dan sangat rendah
tidak ada, serta nilai rata-rata kelasnya 67,82. Namun pada siklus II, terjadi peningkatan. Mahasiswa
yang berada pada kategori tinggi meningkat menjadi 9 orang (40,90%), kategori sedang 13 orang
(59,10%), kategori rendah dan sangat rendah tidak ada, dan nilai rata-rata kelasnya mencapai 75,23.
Abstract: This research is aimed to know the students’ writing competency through jigsaw cooperative
learning model. It is a Classroom Action Research carried out in two cycles. Research object is 22 sixth
semester students of Pekanbaru Open University in 2015. academic year. Test is used to get the data
of students’ writing compentency, and non-test is used to get the observation data. Observation data is
analized qualitatively by describing every learning process step by the lecturer as well as the students.
The result shows that the implementation of the jigsaw cooperative learning model has improved the
students’ writing competency. It can can be seen from the number of students’ achievement in the
cycles. In the cylce I, 4 students (18,18%) had high category score, 18 students (81,82%) had middle
category score, no students had low nor very low category scores, and the class average score was
67,82. In the cycle II, there was some increase. Nine students (40,90%) got high category score, 13
students (59,10%) got average category score, no students got low nor very low category score, and
the class average score got to be 75,23.
xi
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
Arie Kurniawan
Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan dan Kebudayaan (BPMR),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Jl. Sorowajan Baru Nomor 367, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia.
arie.kurniawan@kemdikbud.go.id
Diterima: 25 Januari 2017, dikembalikan untuk direvisi: 03 Februari 2017, disetujui: 13 Februari 2017
Abstrak: Artikel ini membahas mengenai persepsi guru terhadap salah satu fitur portal Rumah Belajar, yaitu fitur
Kelas Maya (Virtual Class). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi guru terhadap tampilan
Kelas Maya, dilihat dari kemudahan memanfaatkannya, keuntungan memanfaatkannya, hambatan yang dihadapi
dalam memanfaatkannya, dan pengaruhnya pada peningkatan kualitas pembelajaran. Objek penelitian ini adalah
guru peserta Training of Trainer (TOT) tingkat Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan
metode survei dengan instrumen kuesioner serta wawancara. Data yang dihasilkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
Hasil kajian menyatakan bahwa Kelas Maya menarik dari segi tampilan dan mudah digunakan dari sisi navigasi.
Namun demikian, tampilan perlu dibuat lebih sederhana terutama terkait prosedur ketika akan membuat materi
pembelajaran. Keuntungan memanfaatkan Kelas Maya antara lain adalah bahwa bisa digunakan kapan saja dan di
mana saja. Sedangkan hambatan yang dihadapi responden adalah terbatasnya sarana dan prasarana serta rendahnya
kemampuan guru dalam menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi. Oleh karena itu, pemanfaatan
Kelas Maya ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.
Abstract: This article discusses teachers’ perception on Kelas Maya (Virtual Class), one of the features in Rumah
Belajar website. The focus of this article was the teachers’ perception on Kelas Maya feature, in terms of ease of using
it, benefit of using it, barriers of using it, and its impact on learning quality improvement. The object of this research
was teachers who attended Training of Trainer (TOT) program in Riau Island Province in 2015. The research applied
survey method with questionnaire instrument as well as interview. The data was analized with quantitative descriptive
approach. The result showed that Kelas Maya was attractive in terms of its features and easy to use in terms of its
navigation procedure. However, its features needs to be made simpler, especially in terms of the procedure when the
users are creating learning materials. The barriers faced by the respondents were limited utilities as well as infrastructure
of and low respondents’ capacity in operating Information and Communication Technology devices. Therefore, utilization
of Kelas Maya was very influential to the learning quality improvement.
Key Words: Perception, Riau Island Province, Rumah Belajar, Virtual class.
1
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
1
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
Salah satu bentuk layanan dari Kementerian dibandingkan dengan siswa yang mengikuti
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pembelajaran hanya dengan memanfaatkan
guna mendukung pelaksanaan pembelajaran modul.
berbasis internet adalah melalui penyediaan Permasalahan dalam penelitian ini adalah
koneksi internet untuk sekolah dan kantor dinas bagaimanakah persepsi guru-guru peserta
pendidikan bekerja sama dengan PT Telkom. Training of Trainer (TOT) tingkat Provinsi
Sampai dengan akhir tahun 2014, sebanyak Kepulauan Riau Tahun 2015 terhadap Kelas
23.722 sekolah telah tersambung dengan Maya pada portal Rumah Belajar. Persepsi dalam
internet melalui program Schoolnet (PT. Telkom, penelitian ini dibatasi hanya persepsi terhadap
2014). Sekolah-sekolah ini menggunakan tampilan, navigasi, kemudahan penggunaan,
modem yang didukung dengan teknologi wifi (wifi ketertarikan mereka terhadap Kelas Maya, serta
router) dan adanya layanan pemeliharaan bagaimana implikasinya pada peningkatan
sampai dengan penggantian alat jika terjadi kualitas pembelajaran.
kerusakan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
Selain memfasilitasi sekolah-sekolah dengan informasi tentang persepsi guru-guru peserta
koneksi internet, Kemendikbud melalui Pusat Training of Trainer (TOT) tingkat Provinsi
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Kepulauan Riau Tahun 2015 terhadap Kelas
dan Kebudayaan (Pustekkom) juga Maya, ditinjau dari tampilannya, kemudahan
mengembangkan suatu portal pembelajaran penggunaannya, keuntungan memanfaat-
yang bernama portal Rumah Belajar. Sesuai kannya, dan hambatan yang dihadapi selama
Permendikbud No. 11 Tahun 2015 tentang memanfaatkannya. Manfaat dari hasil penelitian
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ini adalah sebagai masukan bagi Pustekkom-
Pendidikan dan Kebudayaan, Pustekkom Kemendikbud dalam pengembangan dan
mempunyai tugas untuk melaksanakan perbaikan fitur Kelas Maya.
pengembangan dan pendayagunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pendidikan dan KAJIAN LITERATUR
kebudayaan.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Persepsi Guru
Pustekkom membuat sebuah portal pembelajaran Persepsi merupakan suatu hal yang bersifat
yang bernama Portal Rumah Belajar. Portal personal, di mana manusia sebagai makhluk
Rumah Belajar ini merupakan salah satu usaha yang unik mempunyai kepribadian, karakter,
untuk memfasilitasi proses pembelajaran melalui sifat, serta pengalaman yang khas pula. Setiap
media jaringan atau secara online (http:// manusia dengan latar belakang pengalaman dan
edukasi.kompas.com/read/2011/07/15/18332747/ kepribadian masing-masing tersebut
Belajar.Tanpa.Batas.di.Rumah. Belajar). menciptakan kemajemukan dalam menyikapi
Kelas Maya telah dimanfaatkan untuk suatu situasi dan kondisi. Pengertian persepsi
meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
di SMK Negeri Jumo Temanggung, Jawa Tengah adalah suatu tanggapan (penerimaan) langsung
(Rumiyanti, 2014). Hasil penelitian menunjukkan atas sesuatu atau bisa juga diartikan sebagai
bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran suatu proses seseorang mengetahui beberapa
dengan memanfaatkan Kelas Maya memiliki hal melalui pancainderanya (http://kbbi.web.id/
minat dan prestasi belajar lebih tinggi persepsi). Persepsi bisa juga berarti suatu
3
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan semakin besar intensitas rangsangan dari luar,
hanya suatu pencatatan yang benar terhadap semakin besar pula hal-hal yang dapat dipahami,
situasi (Thoha, 2010). (2) ukuran, faktor ini menyatakan bahwa semakin
Persepsi merupakan suatu proses pemberian besar ukuran objek, semakin mudah untuk bisa
makna, interpretasi dari stimulus dan sensasi yang diketahui dan dipahami, (3) keberlawanan atau
diterima oleh individu, disesuaikan dengan kontras, prinsip keberlawanan menyatakan bahwa
karakteristik masing-masing individu tersebut, tindakan yang semakin berlawanan dengan
sehingga setiap individu dengan karakteristik kebiasaan orang banyak akan menarik perhatian,
masing-masing akan mempunyai persepsi yang (4) pengulangan, prinsip ini mengemukakan
mungkin tidak sama terhadap suatu situasi dan bahwa rangsangan dari luar yang diulang akan
kondisi yang sama (Sulastri, 2012). Persepsi memberikan perhatian yang lebih besar
merupakan suatu proses pengorganisasian dan dibandingkan dengan rangsangan satu kali,(5)
penafsiran terhadap stimulus yang diterima oleh gerakan, prinsipnya suatu objek yang bergerak
individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti akan lebih menarik perhatian dan akan
dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam menimbulkan persepsi bagi seseorang,dan (6)
diri individu. Karena merupakan aktivitas yang baru dan familiar, prinsip ini menyatakan bahwa
terintegrasi, maka seluruh apa yang ada dalam sesuatu yang baru dan sering ditemui akan lebih
diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu. menarik perhatian seseorang.
Terjadinya perbedaan persepsi atas sebuah
objek oleh tiap individu tergantung pada Tahap-tahap Pembentukan Persepsi
pengalaman dan pengamatan individu itu sendiri Proses pembentukan persepsi, baik itu
terhadap objek. Apakah mereka telah mempunyai terhadap objek maupun manusia,mempunyai tiga
pengalaman tentang objek tersebut atau belum? langkah berikut ini (Mulyana, 2005). Pertama,
(Solikin, 2013). sensasi penginderaan, yaitu penginderaan melalui
alat-alat indera kita. Persepsi merujuk pada pesan
Prinsip-Prinsip Pemilihan Persepsi yang dikirim ke otak melalui indera untuk
Prinsip-prinsip pemilihan persepsi dipengaruhi ditafsirkan. Kedua, atensi/perhatian, yaitu suatu
oleh faktor perhatian, baik dari dalam maupun dari pemrosesan secara sadar atas sejumlah kecil
luar (Thoha, 2010). Faktor perhatian yang informasi dari sejumlah besar informasi yang
mempengaruhi pemilihan persepsi dari dalam diri tersedia. Proses ini membantu kecepatan reaksi
mencakup: (1) proses belajar, seseorang yang terhadap rangsangan tertentu. Ketiga, interpretasi/
telah mengalami proses belajar mempunyai penafsiran, yaitu proses terpenting dalam persepsi
penilaian tersendiri terhadap suatu gejala karena persepsi merupakan suatu komunikasi
berdasarkan pengetahuannya tersebut, (2) untuk mengorganisasikan informasi, sehingga
keinginan dan motivasi akan merangsang mempunyai arti bagi individu. Ketika melakukan
perhatian dan minat seseorang dalam interpretasi itu, terdapat pengalaman masa lalu
memberikan penilaian, dan (3) kepribadian, dalam dan sistem nilai yang dimilikinya. Sistem nilai di
memutuskan sesuatu hal termasuk persepsi sini dapat diartikan sebagai penilaian individu
kepribadian seseorang menjadi faktor yang selalu terhadap objek, apakah stimulus tersebut akan
diperhatikan. dipersepsi positif atau negatif.
Faktor luar yang mempengaruhi pemilihan Pendapat lain menyatakan bahwa proses
persepsi seseorang mencakup: (1) intensitas, pembentukan persepsi adalah melalui beberapa
4
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
tahapan (Suwito, 2012), yaitu: (1) penerimaan didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar
rangsangan, pada proses ini seseorang menerima (Yaniawati, 2005).
rangsangan dari luar (objek, situasi maupun Salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh
peristiwa) yang diterima oleh inderanya; (2) proses Pustekkom dalam rangka meningkatkan mutu
menyeleksi rangsangan, rangsangan yang pembelajaran adalah fasilitas e-learning berupa
diterima oleh seseorang terkadang begitu banyak portal dengan nama Rumah Belajar (Portal
dan bervariasi sehingga perlu diseleksi Rumbel) yang diluncurkan pada tahun 2011
berdasarkan seberapa menariknya rangsangan (Kompas, 2011).
tersebut untuk diberikan perhatian lebih; (3)
proses pengorganisasian, rangsangan yang
sudah diseleksi kemudian diorganisasikan dalam
bentuk yang mudah dipahami untuk kemudian
dilakukan proses selanjutnya; (4) proses
penafsiran, pada proses ini dilakukan penafsiran
terhadap rangsangan yang sudah diseleksi untuk
mendapatkan arti dan informasi; (5) proses Gambar 1. Tampilan halaman muka portal Rumah Belajar
pengecekan, setelah diperoleh arti atau makna Sumber: www.belajar.kemdikbud.go.id
dari informasi yang ditafsirkan, kemudian Portal Rumah Belajar dirancang dan
dilakukan pengecekan yang intinya adalah dikembangkan dengan memperhatikan
melakukan telaah terhadap kebenaran informasi kebutuhan pengguna. Adapun fitur/fasilitas yang
tersebut; dan (6) proses reaksi, proses ini sudah terdapat pada portal Rumah Belajar adalah
mengarah pada bagaimana seseorang akan sebagai berikut (Nurhayati, dkk, 2014:14-52).
berreaksi terhadap informasi yang diperolehnya. Pertama, Kelas Maya, merupakan suatu
Sesuai dengan teori dan tahapan persepsi, learning management system (LMS) untuk
dapat disimpulkan bahwa pembentukan persepsi memfasilitasi pembelajaran secara virtual kapan
sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan saja dan di mana saja. Pembelajaran dengan
penginderaan terhadap suatu objek yang diamati. menggunakan fasilitas Kelas Maya ini dapat
Dengan demikian, persepsi merupakan proses dilakukan secara synchronous/langsung dengan
transaksi penilaian terhadap suatu objek, situasi, menggunakan video conference, desktop sharing,
atau peristiwa. dan lainnya atau secara asynchronous/tidak
langsung. Untuk dapat memanfaatkan fitur ini,
Fitur Kelas Maya pada Portal Rumah Belajar guru atau siswa harus mendaftar terlebih dahulu
Kemajuan pesat di bidang teknologi saat ini supaya memperoleh user name dan password.
membawa dampak pada banyak sisi kehidupan
manusia, termasuk juga dunia pendidikan. Bukan
merupakan hal yang baru lagi jika saat ini
berkembang suatu layanan pembelajaran
elektronik (e-learning). E-learning secara
sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
pembelajaran yang memanfaatkan jaringan
(internet, LAN, dan WAN) sebagai metode
Gambar 2. Halaman awal fitur Kelas Maya
penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta Sumber:www.belajar.kemdikbud.go.id/KelasMaya
5
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
6
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
kemanfaatan; serta desain tampilan yang Di sisi lain, sekitar 42,10% responden
menarik (https://www.w3.org/WAI/intro/usable). menyatakan bahwa navigasi pada Kelas Maya
Kemudahan dalam menggunakan Kelas Maya sulit digunakan, karena langkah-langkah yang
meliputi navigasi yang baik serta prosedur harus dilakukan dirasa terlalu rumit sehingga
pemanfaatan yang tidak berbelit. menyebabkan kebingungan. Bahkan sekitar
52,26% responden menyatakan bahwa navigasi
Navigasi dalam Kelas Maya dalam Kelas Maya sangat sulit untuk digunakan.
Dalam sebuah web, navigasi mempunyai Mereka beralasan bahwa navigasi dalam Kelas
peran yang penting di mana navigasi yang baik Maya sangat rumit dan terlalu banyak langkah-
akan menjadikan user yang sedang berada di langkah yang harus dilakukan. Artinya, navigasi
dalam halaman tertentu tidak tersesat dan dalam Kelas Maya mudah digunakan bagi
mudah menemukan halaman-halaman lain sebagian responden, namun sebagian
dalam website tersebut. Navigasi itu sendiri responden mengalami kesulitan dengan navigasi
merupakan petunjuk posisi dan arah perjalanan dalam Kelas Maya. Dalam kaitan ini sesama guru
user (http://www.prowebpro.com/articles/ hendaknya saling membelajarkan sehingga
navigasi_ yang_baik_pada_sebuah_website. semua guru merasakan kemudahan dalam
html). memanfaatkan Kelas Maya melalui navigasi
Tabel 3. Navigasi dalam fitur Kelas Maya
yang tersedia.
Aspek Persen
yang Pilihan Jawaban
Responden
tase Tampilan Kelas Maya
yang Memilih
dinilai (%) Menurut Zainal Hakim, sebuah web haruslah
Kemu a. Sangat mudah 1 5,26 mempunyai desain, warna, serta kombinasi
dahan digunakan
antara gambar dan tulisan yang menarik supaya
navigasi b. Mudah digunakan 9 47,36
c. Cukup mudah membuat pengunjung betah berlama-lama dan
dalam
Kelas digunakan 0 0 ingin kembali mengunjungi web tersebut (http://
Maya d. Sulit digunakan 8 42,10
www.zainalhakim. web.id/posting/tampilan-web-
e. Sangat sulit
digunakan 1 5,26 terbaik.html).
Jumlah 19 100
Tabel 4. Tampilan Kelas Maya
Aspek Persen
Berdasarkan Tabel 3 di atas, pendapat Pilihan Jawaban
Responden
tase (%)
yang dinilai yang Memilih
responden mengenai kemudahan navigasi
Tampilan a. Sangat menarik 3 15,78
dalam Kelas Maya cukup berimbang. Sebanyak
Kelas b. Menarik 14 73,68
47,36% responden menyatakan bahwa navigasi Maya c. Cukup menarik 0 0
dalam Kelas Maya mudah digunakan. Bahkan d. Tidak menarik 2 10,52
e. Sangat tidak menarik 0 0
sekitar 5,26% responden menyatakan bahwa
Jumlah 19 100
sangat mudah bagi mereka untuk menggunakan
berbagai fasilitas yang tersedia di kelas maya Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar
melalui navigasi yang tersedia. Mereka responden (89,47 %) menyatakan bahwa Kelas
beralasan navigasi dalam Kelas Maya sudah baik Maya mempunyai tampilan yang menarik.
dari segi letak dan fungsinya sehingga sangat Sebanyak 73,68% responden berpendapat
membantu ketika mereka ingin menemukan bahwa tampilan Kelas Maya secara keseluruhan
halaman tertentu. menarik dan bahkan 15,78% menyatakan bahwa
7
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
tampilan Kelas Maya sangat menarik. Mereka Tabel 5. Kemudahan mendaftar di Kelas Maya
beranggapan bahwa warna yang digunakan Aspek Responden Persen
yang dinilai Pilihan Jawaban yang Memilih tase (%)
mempunyai kombinasi yang tepat sehingga
nyaman dipandang. Selain itu, mereka juga Kemudah a. Sangat mudah 9 47,37
an men- b. Mudah 10 52,63
berpendapat bahwa penempatan menu-menu daftar c. Cukup Mudah 0 0
sudah teratur dan rapi. Tampilan yang sederhana di Kelas d. Sulit 0 0
menjadi nilai lebih dari Kelas Maya sehingga Maya e. Sangat Sulit 0 0
Jumlah 19 100
menjadikan tampilan Kelas Maya secara
keseluruhan nyaman dipandang. Di sisi lain,
Berdasarkan Tabel 5 mengenai kemudahan
sekitar 10,52% responden menyatakan tampilan
dalam mendaftar di Kelas Maya, semua
Kelas Maya tidak menarik dengan alasan bahwa
repsonden (100%) menyatakan bahwa mereka
warna yang digunakan kurang mencolok dan
tidak mengalami kesulitan untuk mendaftar di
tidak menarik, ditambah menu-menu yang
Kelas Maya. Artinya, responden merasa sangat
kurang simpel.
mudah mendaftar di Kelas Maya.Hasil dari
Kemudahan Mendaftar di Kelas Maya kuesioner menunjukkan 52,63% responden
berpendapat bahwa untuk mendaftar di Kelas
Provinsi : DKI Jakarta
Kabupaten : Jakarta Timur Maya itu mudah, dan bahkan 47,37% responden
Jenjang : SD
Sekolah : SDIT AL KHAIRRAT menyatakan bahwa mendaftar di Kelas Maya
Isi Biodatamu 1234567890123456789 sangat mudah. Para responden tidak mengalami
1234567890123456789
1234567890123456789
1234567890123456789
: Panca
Nama Depan 1234567890123456789
Nama Belakang 1234567890123456789
1234567890123456789 kesulitan ketika mendaftar di Kelas Maya
1234567890123456789
: Pertiwi
1234567890123456789
1234567890123456789 dikarenakan prosedur yang harus dilakukan
Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1234567890123456789
1234567890123456789
: 9150761662300063
1234567890123456789
(NUPTK) 1234567890123456789
1234567890123456789
Username
1234567890123456789
: panca.pertiwi
1234567890123456789
sangat sederhana termasuk bagi pengguna
1234567890123456789
1234567890123456789
1234567890123456789
: ................ pemula sekalipun. Hal tersebut diperkuat dengan
1234567890123456789
1234567890123456789
Password 1234567890123456789
1234567890123456789
Konfirmasi Pasword
: ................
1234567890123456789 fakta bahwa tidak ada satupun responden yang
Daftar
merasa kesulitan mendaftar di Kelas Maya.
Sedikit hambatan yang dihadapi adalah ketika
Gambar 3. Formulir isian data diri username yang didaftarkan telah dipakai oleh
(Sumber:www.belajar.kemdikbud.go.id/KelasMaya) orang lain sehingga harus mencari alternatif
username lainnya.
Untuk mendaftar di Kelas Maya, user
diwajibkan mengisi formulir yang meliputi nama,
sekolah asal, Nomor Unik Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (NUPTK), username serta
password yang diinginkan, serta mata pelajaran
yang diampu. Setelah mendaftar, user harus
menunggu sejenak, sementara akunnya
dipersiapkan oleh sistem. Pendaftaran ini bersifat
gratis tanpa dipungut biaya apapun.
8
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
9
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Kelas Maya. Artinya, untuk membuka kelas di keterbatasan pada sarana dan prasarana di
Kelas Maya tidaklah sulit.Sebanyak 63,15% sekolah. Keterbatasan tersebut antara lain belum
responden menyatakan mudah ketika membuka adanya koneksi internet di sekolah, bahkan untuk
kelas pada fitur Kelas Maya dan bahkan sebanyak aliran listrik pun sangat terbatas. Hal ini cukup bisa
15,78% menyatakan sangat mudah. Para dimaklumi karena mayoritas guru peserta TOT ini
responden tersebut berpendapat bahwa aplikasi berasal dari pulau-pulau kecil di wilayah Provinsi
Kelas Maya ini mudah dimengerti sehingga tidak Kepulauan Riau yang memiliki koneksi internet
membutuhkan waktu lama ketika pengguna ingin serta jaringan listrik terbatas.
membuka kelas baru. Namun di sisi lain sebanyak Guna mengatasi masalah tidak adanya
21,05% responden menyatakan sulit ketika koneksi internet di sekolah, mayoritas guru
mereka ingin membuka kelas di Kelas Maya. memanfaatkan bantuan perangkat modem. Selain
Mayoritas user yang mengalami kesulitan hambatan sarana dan prasarana yang tersedia
membuka kelas di Kelas Maya mengeluhkan di sekolah, ada beberapa guru yang belum mahir
lambatnya jaringan internet dan sebagian memanfaatkan aplikasi Kelas Maya ini. Mereka
mengalami kesulitan ketika melakukan ini merupakan guru-guru yang sedang belajar
pengaturan waktu dalam formulir informasi kelas. memanfaatkan TIK untuk pembelajaran.
Mereka merasa perlu adanya penjelasan lebih Sebanyak 31,58% responden yang sudah
lanjut mengenai cara pengaturan waktu ini, memanfaatkan Kelas Maya pada proses
supaya tidak terjadi salah input. Penjelasan yang pembelajarannya. Guru yang sudah
dimaksud berkaitan dengan definisi tanggal memanfaatkan Kelas Maya ini kebanyakan
publikasi, tanggal mulai, dan berakhirnya berasal dari sekolah yang berada di perkotaan,
registrasi, hingga tanggal mulai pelaksanaan. Jika sehingga koneksi internet dan aliran listrik yang
dimungkinkan diberi semacam keterangan kecil dimiliki relatif stabil. Menurut para guru yang sudah
pada menu yang dimaksud, atau bisa juga memanfaatkan Kelas Maya ini, respon dan
menggunakan menu bantuan. motivasi siswa cukup baik ketika mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan Kelas Maya.
Pemanfaatan Kelas Maya pada Proses
Pembelajaran
Kelas Maya untuk Meningkatkan Kualitas
Tabel 8 . Pemanfaatan Kelas Maya dalam Pembelajaran
Pembelajaran
Berdasarkan hasil diskusi, seluruh responden
Aspek Responden Persen
yang dinilai Pilihan Jawaban
penelitian ini sepakat bahwa pemanfaatan Kelas
yang Memilih tase (%)
Meman
Maya mampu meningkatkan kualitas
a. Ya 6 31,58
faatkan pembelajaran, terutama untuk pembelajaran jarak
Kelas
Maya b. Tidak/belum 13 68,42 jauh. Hanya saja untuk penerapannya, beberapa
dalam
Pembe responden masih terhambat/terkendala oleh faktor
lajaran
Jumlah 19 100
sarana dan prasarana. Hal tersebut senada dengan
beberapa hasil penelitian, bahwa siswa yang
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian mengikuti pembelajan secara online cenderung
besar responden (68%) belum memanfaatkan memiliki nilai hasil tes lebih tinggi dibandingkan
Kelas Maya pada proses pembelajaran sehari- siswa kelas konvensional (Kusnohadi, 2014).
hari. Alasan belum memanfaatkan Kelas Maya Peningkatan kualitas pembelajaran melalui
dalam pembelajaran sehari-hari karena adanya penggunaan Kelas Maya tentu saja tidak terlepas
10
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
dari peran guru selaku fasilitator. Guru di sini Senada dengan pendapat Chaeruman
haruslah jeli dalam melihat karakteristik belajar tersebut, hasil wawancara dengan responden
siswa, sehingga mampu mendesain pembelajaran menunjukkan beberapa hambatan yang dihadapi
online yang tepat sesuai dengan gaya belajar ketika memanfaatkan Kelas Maya dalam proses
siswa. pembelajaran. Hambatan tersebut antara lain
Kelas Maya juga terbukti mampu adalah: (1) beberapa Kepala Sekolah selaku
meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pengambil kebijakan tidak mendukung upaya
dalam pembelajaran Fisika di SMK Negeri Jumo, pemanfaatan TIK untuk pembelajaran; (2)
Kabupaten Temanggung (Rumiyanti, 2014). Hasil sebagian kecil responden belum mahir dalam
penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memanfaatkan TIK; dan (3) sebagian besar
mengikuti pembelajaran menggunakan Kelas sekolah berada di daerah kepulauan sehingga
Maya memiliki minat dan prestasi yang lebih tinggi memiliki keterbatasan jaringan listrik dan koneksi
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti internet.
pembelajaran menggunakan modul (bahan
belajar mandiri tercetak). SIMPULAN DAN SARAN
11
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
PUSTAKA ACUAN
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia. 2014. Profil Pengguna Internet Indonesia. Jakarta: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Chaeruman, Uwes Anis. 2005. Integrasi Teknologi Telekomunikasi dan Informasi ke dalam Pembelajaran.
Makalah di dalam bukuTeknologi Pembelajaran: Peningkatan daya saing sumber daya manusia. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Permendikbud No. 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kompas.com. 2011. “Belajar Tanpa Batas di Rumah Belajar”. Sumber: Website: http://edukasi.kompas.com/
read/2011/07/15/18332747/Belajar.Tanpa.Batas.di.Rumah.Belajar (diakses tanggal 16 Februari 2015).
Kusnohadi. 2014. Pendidik Online: Perluasan Tugas dari Kelas Konvensional Menuju Kelas Maya, artikel di
dalam Jurnal Ilmiah TEKNODIK, Vol. 18 No. 3, Desember 2014.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Nurhayati, Ai Sri, dkk. 2014. Teknologi Rumah Belajar. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tangerang Selatan: Pusat Teknologi Informasi
dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan.
Pustekkom. 2013. Kelas Maya: Panduan Pengguna Sistem Guru. Tangerang Selatan: Pusat Teknologi Informasi
dan Komunikasi Pendidikan.
Pustekkom. 2014. Bahan Presentasi Bimbingan Teknis Pengelolaan PPB. Tangerang Selatan: Pusat Teknologi
Informasi dan Komunikasi Pendidikan-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rumiyanti. 2014. Pengaruh Media Interaktif Berbasis Kelas Maya Terhadap Peningkatan Minat dan Prestasi
Belajar Siswa Pada Konsep Getaran Gelombang Bunyi Kelas XI SMK Negeri Jumo Temanggung. Tesis
pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Solikin. 2013. Persepsi Kepala Sekolah, Guru Bidang Studi, dan Siswa Terhadap Pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling. artikel di dalam Jurnal ilmiah pendidikan bimbingan dan konseling Fakultas
ilmu pendidikan IKIP Veteran Semarang Vol. 1, No 1. Semarang. Fakultas ilmu pendidikan IKIP Veteran
Semarang.
Sulastri. 2012. Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemberitaan Terorisme di Televisi. Yogyakarta: Skripsi pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan
KalijagaYogyakarta.
12
Arie Kurniawan: Persepsi Guru Peserta TOT Propinsi Kepulauan Riau tahun 2015 terhadap Kelas Maya
*******
13
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890
Siti Mutmainah
Pustekkom Kemendikbud
Jl. RE. Martadinata, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
siti.mutmainah@kemdikbud.go.id
Diterima: 15 Februari 2017, dikembalikan untuk direvisi: 29 Februari 2017, disetujui: 11 Maret 2017
Abstrak: Ujian berbasis komputer sudah diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia. Untuk mendukung
ujian berbasis komputer, portal Rumah Belajar mengembangkan aplikasi Bank Soal sebagai wadah bagi
guru-guru dalam membuat evaluasi hasil belajar secara online. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi
kelayakan atas aplikasi Bank Soal tersebut. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah
pengguna merasa senang, puas, dan mendapatkan kemudahan ketika menggunakan aplikasi Bank Soal,
dan (2) apakah tampilan aplikasi Bank Soal memiliki daya tarik dan mengikuti perkembangan teknologi.
Survei dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 21 orang guru dari jenjang SD, SMP, SMA, dan
SMK di 21 kabupaten/kota yang sudah memiliki kemampuan dalam mengoperasikan komputer dan
menggunakan internet. Hasil penghitungan rata-rata pendapat responden dengan UEQ tools dapat
diinterpretasikan bahwa aplikasi Bank Soal memiliki daya tarik yang baik dan alur pembuatan evaluasi
yang cukup jelas; efisien dan praktis; mendukung evaluasi guru; aman untuk diakses siswa; memotivasi
dan menarik minat guru dan siswa untuk melakukan evaluasi secara online; serta merupakan sebuah
inovasi pembelajaran yang mengikuti perkembangan teknologi dalam hal kegiatan evaluasi pembelajaran.
Abstract: Computer-based test has been implemented in some schools in Indonesia. To support the
computer-based test, portal Rumah Belajar develops applications of Bank Soal as a forum for teachers in
making the evaluation of learning outcomes online. Therefore, it is necessary to do a feasibility study
about Bank Soal application. The objective of this study is to know whether: (1) the users are pleased,
satisfied, and facilitated with the application; and (2) the layout of the Bank Soal application is attractive
and in line with the technology development. The survey was carried out through questionnaire to 21
teachers of elementary schools, junior high schools, and senior high schools as well as vocational school
from 21 districts/cities that already have the ability to operate a computer and internet. The average
calculation of respondents’ opinion with UEQ tools indicates that Bank Soal application is attractive, efficient,
and practical; has clear evaluation creation process; supports teachers’ evaluation;is safe to be accessed
by students; motivates teachers as well as students to carry on online evaluation; and is an innovation
which is in line with technology development especially in learning evaluation technology.
14
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar
15
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
perlu dievaluasi kelayakannya adalah aplikasi Tes buatan guru juga memiliki kelemahan
Bank Soal. Aplikasi ini dapat digunakan guru yang tidak dapat dipungkiri. Terdapat dua
dalam mengembangkan evaluasi hasil belajar kelemahan mendasar pada tes buatan guru.
berbasis komputer dan web. Berdasarkan Pertama, perangkat tes yang dibuat, setiap kali
permasalahan tersebut, tujuan dari studi ini akan melakukan penilaian tidak teruji secara
adalah untuk mengetahui: (1) apakah pengguna statistik karena tidak melalui ujicoba untuk menguji
merasa senang, tertarik, puas, dan mendapatkan validitas dan reliabilitasnya, termasuk pengujian
kemudahan ketika menggunakan aplikasi Bank daya beda dan efektivitas pengecoh (distractor)
Soal; dan (2) apakah tampilan aplikasi Bank Soal pada tipe soal pilihan ganda. Validitas konstruknya
memiliki daya tarik dan mengikuti perkembangan dapat pula dipertanyakan karena penyusunannya
teknologi. yang seadanya dan kurang terencana. Kedua, jika
pun ingin diperoleh tes yang benar-benar
KAJIAN LITERATUR berkualitas, tentu memerlukan waktu yang tidak
sedikit setiap kali akan melakukan penilaian
Bank Soal untuk Menyusun Tes Hasil Belajar (Sumardyono dan Wiworo, 2011).
Terdapat dua macam tes menurut Keberadaan Bank Soal bermanfaat bagi guru
pembuatannya, yaitu tes yang dibakukan ketika ingin melakukan penilaian. Setiap kali
(standardized test) yang biasanya dibuat oleh mengonstruksi tes untuk penilaian, para guru
pemerintah dan tes buatan guru (Basuki dan tinggal mengambil butir-butir soal yang telah ada
Hariyanto, 2014). Beberapa kegunaan tes buatan di Bank Soal. Selain mempermudah penyusunan
guru adalah untuk: (1) menentukan seberapa instrumen tes, Bank Soal juga menjamin kualitas
baik siswa telah menguasai bahan pelajaran instrumen yang akan dipakai.
yang diberikan dalam waktu tertentu; (2) Bank Soal merupakan sekumpulan butir soal
menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai; terkalibrasi (teruji), baik secara teori maupun
dan (3) memperoleh suatu nilai (Arikunto, 2015). empiris, dan memuat informasi penting sehingga
Agar konstruksi tes buatan guru lebih baik, dapat dengan mudah digunakan dalam
perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: (1) penyusunan sebuah instrumen penilaian (tes).
buatlah soal tes sebelum memulai suatu unit Ada beberapa karakteristik Bank Soal yang
pembelajaran; (2) jaminlah bahwa soal-soal tes perlu dipahami. Pertama, setiap butir soal pada
berkaitan dengan tujuan pembelajaran; (3) Bank Soal merupakan butir soal yang terkalibrasi
buatlah petunjuk yang jelas bagi setiap bagian (teruji). Aspek validitas merupakan aspek yang
tes; (4) susunlah pertanyaan dari yang paling penting dari setiap butir soal pada Bank
memerlukan jawaban sederhana menuju ke Soal. Kedua, setiap butir soal memiliki berbagai
soal yang memerlukan jawaban lebih sukar; (5) informasi yang bermanfaat dalam penyusunan
berikan nilai bagi setiap bagian tes; (6) sebuah instrumen penilaian. Ketiga, basis data
variasikan jenis-jenis pertanyaannya atau jenis (soal-soal) pada sebuah Bank Soal dibangun
tesnya; (7) kelompokkan setiap pertanyaan secara terstruktur. Jadi, semua butir soal pada
yang sejenis; (8) ketik atau cetak soal dengan Bank Soal disusun secara sistematis sedemikian
jelas; (9) jaminlah bahwa soal tes sesuai dengan rupa sehingga antara butir soal yang satu dengan
kemampuan membaca dari peserta tes; dan yang lain memiliki hubungan (link) berdasarkan
(10) berikan waktu yang cukup bagi seluruh komponen spesifikasi yang sama (Sumardyono
siswa untuk menyelesaikan tes. dan Wiworo, 2011). Dengan demikian, misalnya
16
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar
ketika seorang guru menghendaki beberapa butir soal (Sumardyono dan Wiworo, 2011).
soal yang dapat mengukur suatu kompetensi Keuntungan dalam pengembangan Bank
tertentu, penelusuran ke soal-soal tersebut Soal dapat dikelompokkan menjadi empat
mudah dilakukan dari sebuah Bank Soal. kategori, yaitu: (1) kategori ekonomi, di mana
Komponen terpenting dari sebuah Bank Soal Bank Soal memungkinkan adanya penggunaan
adalah butir soal itu sendiri. Baik buruknya sebuah butir-butir soal yang baik secara berulang; (2)
Bank Soal sangat tergantung pada baik buruknya kategori fleksibilitas, panjang tes dapat
soal-soal yang terdapat pada Bank Soal tersebut. disesuaikan dengan kebutuhan; (3) kategori
Oleh karena itu, dalam pengumpulan butir-butir konsistensi, memungkinkan adanya tes yang
soal hendaknya benar-benar diperhatikan kualitas parallel sehingga hasilnya dapat dibandingkan
butir-butir soal tersebut. Setidak-tidaknya ada dua karena kemampuan peserta tes dapat diketahui
cara untuk mendapatkan butir soal yang dengan skala yang sama; (4) kategori alternatif,
terkalibrasi. Pertama, membuat sendiri butir soal memungkinkan pengembang tes untuk membuat
yang teruji. Seperangkat soal (instrumen tes) tes alternatif untuk menjaga kebocoran soal yang
dibuat, lalu dilakukan uji coba untuk mendapatkan tujuannya sangat penting (Suyata, dkk, 2011).
butir-butir soal yang valid, sekaligus mendapatkan Bank Soal memiliki beberapa manfaat.
informasi mengenai keberfungsian pengecoh, Pertama, bank soal mempermudah tugas guru
daya beda, serta tingkat kesukaran butir soal. dalam melakukan penilaian. Selain itu, Bank Soal
Kedua, mengumpulkan butir soal yang telah teruji. juga mendorong peningkatan kemampuan guru
Soal-soal dari instrumen tes yang telah dalam membuat soal. Kedua, siswa
terkalibrasi, misalnya soal-soal tes yang dibuat mendapatkan keadilan dengan diterapkannya
untuk ujian nasional atau tes untuk siswa yang penilaian yang objektif dari Bank Soal. Ketiga,
telah dipercaya dan memiliki bukti validitas dan Bank Soal mempermudah sekolah dalam
reliabilitasnya dapat dikumpulkan ke dalam Bank menyelenggarakan evaluasi belajar tingkat
Soal. sekolah.
Beberapa kegunaan Bank Soal yang layak Selain memiliki beberapa manfaat, Bank Soal
dijadikan pertimbangan untuk membangun juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu
sebuah Bank Soal adalah: (1) memungkinkan diperhatikan dan diantisipasi. Pertama,
penyusunan sebuah instrumen tes secara cepat membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang
dan mudah; (2) memungkinkan penyusunan tidak sedikit untuk mengembangkan dan
sebuah instrumen tes yang berkualitas karena mengelola sebuah Bank Soal. Kedua, sifat Bank
berasal dari butir-butir soal yang terkalibrasi; (3) Soal adalah sebagai kumpulan butir-butir soal,
memungkinkan pengguna (guru) dalam jumlah bukan kumpulan instrumen tes. Dengan
besar yang dapat menggunakan butir-butir soal demikian, sebuah instrumen tes sejatinya belum
dalam bank soal; (4) memungkinkan tersedianya tersedia dalam Bank Soal. Kita harus memilih
soal dengan beragam tingkat kesukaran; (5) secara selektif butir-butir soal dari Bank Soal
memungkinkan review yang intensif untuk untuk mendapatkan sebuah instrumen tes yang
memperbarui butir-butir soal baru, dan (6) berkualitas dan sesuai dengan yang diinginkan.
memungkinkan pencarian butir-butir soal dengan Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah
mudah menggunakan berbagai dasar pencarian apakah kompetensi yang diukur oleh butir-butir
sesuai keperluan, misalnya berdasarkan topik, soal dari Bank Soal tersebut benar-benar telah
kompetensi (SK atau KD), dan tingkat kesukaran dipelajari siswa. Jika tidak, tentu telah terjadi
17
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
kesalahan dalam pemanfaatan Bank Soal. Dalam lingkungan internet, kualitas sistem
Ketiga, dengan adanya Bank Soal, guru hanya dinilai oleh pengguna dari beberapa segi.
menjadi pengguna pasif Bank Soal dan tidak Pertama, ketergunaan (usability). Situs/web
berusaha membantu mengembangkan bank harus memenuhi beberapa syarat untuk
soal. mencapai tingkat usability yang ideal, yaitu:
mudah dipelajari, efisien dalam penggunaan,
Pengembangan Aplikasi Bank Soal mudah untuk diingat, tingkat kesalahan rendah.
Aplikasi adalah penerapan dari rancangan Kedua, sistem navigasi. Syarat navigasi yang
sistem untuk mengolah data yang menggunakan baik adalah mudah dipelajari, konsisten,
aturan atau ketentuan bahasa pemrograman memungkinkan feedback, dan muncul dalam
tertentu (https://en.wikipedia.org/wiki/ISO_9241). konteks. Ketiga, desain visual (realibility).
Aplikasi Bank Soal di Rumah Belajar merupakan Kepuasan subjektif pengguna secara visual
sebuah sistem yang digunakan untuk mengelola melibatkan cara perancang web menata layout,
evaluasi pembelajaran, dimulai dari membuat warna, bentuk, dan tipografi halaman web
soal, membuat evaluasi pembelajaran, dan menjadi indah dan menarik. Keempat, jangka
mengelola laporan hasil evaluasi yang telah waktu respons (loading time). Jangka waktu
dikerjakan siswa. respons ini berkaitan dengan kecepatan sistem
Dalam mengembangkan sebuah aplikasi, website bekerja. Kelima, isi (content). Konten
perlu diperhatikan kualitas media yang yang baik itu relevan, menarik, dan pantas untuk
dikembangkan. Media pembelajaran yang baik pengguna. Keenam, keterjangkauan
harus memenuhi kualitas produk (accessibility). Halaman website harus bisa
pengembangan. Pertama, kualitas isi dan tujuan. terjangkau oleh setiap orang. Ketujuh,
Kualitas isi dan tujuan ini meliputi ketepatan, interaktivitas (interactivity). Sistem ini harus
kepentingan, kesesuaian dengan kondisi siswa, memungkinkan penggunanya berinteraksi
keseimbangan, kelengkapan, dan minat/ dengan situs web (Maslan) www.academia.edu.
perhatian. Kedua, kualitas instruksional. Kualitas Bettina Laugwitz dkk. mengembangkan
instruksional meliputi beberapa aspek, yaitu kuesioner pengalaman pengguna (User Experience
antara lain: (1) pemberian kesempatan pengguna Questionnaire) pada tahun 2005. dengan versi asli
untuk belajar; (2) pemberian petunjuk atau Bahasa Jerman (Laugwitz, Bettina, dkk., 2008).
bantuan untuk pengguna; (3) pemberian motivasi Pengembangan kuesioner UEQ dalam menilai
kepada pengguna; (4) fleksibilitas instruksional; kualitas suatu produk di dasarkan pada (1) ISO 9241-
5) hubungan dengan program pembelajaran yang 10 untuk menilai kualitas produk berdasarkan aspek
lain; (6) kualitas interaksi instruksional; (7) kualitas kegunaan (usability) dan (2) ISO 9241-11 untuk
evaluasi berupa tes dan penilaian; (8) pemberian menilai kualitas produk berdasarkan kriteria
dampak bagi pengguna; dan (9) pemberian keefektifan atau efisiensi.
dampak bagi guru dan pembelajarannya. Ketiga, ISO 9241 merupakan standar internasional
kualitas teknis. Terdapat enam kriteria yang yang meliputi ergonomis dari interaksi manusia-
digolongkan dalam kualitas teknis, yaitu: (1) komputer. ISO 9241-10 terkait prinsip-prinsip
keterbacaan; (2) kemudahan pemakaian; (3) ergonomis yang dirumuskan secara umum dan
kualitas tampilan/tayangan; (4) pemberian respon; disajikan tanpa mengacu pada situasi
(5) kualitas pengelolaan program; dan (6) penggunaan, lingkungan, atau teknologi.
dokumentasi (Febriyana, 2015). Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk digunakan
18
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar
secara khusus, yaitu desain dan evaluasi dialog yang telah dibuat guru dapat diatur, baik sebagai
untuk pekerjaan kantor dengan Visual Display evaluasi tertutup maupun evaluasi terbuka. Pada
Terminal (VDT). ISO 9241-11 terkait dengan evaluasi tertutup, guru dapat melihat laporan
sejauh mana suatu produk dapat digunakan oleh hasil evaluasi yang dikerjakan siswanya. atau
pengguna tertentu untuk mencapai tujuan studi kelayakan prototipe aplikasi yang disebut
tertentu secara efektif (penyelesaian tugas oleh sebagai evaluasi alpha. Evaluasi ini dilakukan
pengguna), efisiensi (dalam waktu), dan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi
kepuasan (tanggapan pengguna dalam hal untuk memperbaiki dan menyempurnakan media
pengalaman) dalam konteks penggunaan pembelajaran atau aplikasi pembelajaran yang
tertentu (pengguna, tugas, peralatan, dan sedang dikembangkan (Kurniawati, 2011).
lingkungan) (Wikipedia). Kuesioner UEQ terdiri dari 6 aspek yang
Alur aplikasi Bank Soal pada portal Rumah meliputi 26 butir pernyataan.
Belajar digambarkan pada Gambar 1. Tampilan Pertama, daya tarik (attractiveness). Aspek
evaluasi yang akan dikerjakan siswa harus ini terkait dengan gambaran umum produk,
dirancang dan dibuat oleh guru, yang dimulai dari apakah pengguna suka atau tidak. Hal ini dinilai
membuat soal-soal sesuai topiknya kemudian berdasarkan dimensi: annoying/enjoyable, good/
membuat evaluasi dengan mengisi soal-soal bad, unlikable/pleasing, unpleasant/pleasant,
yang telah dibuat dan mengisi nama-nama siswa attractive/unattractive, friendly/unfriendly.
yang akan mengerjakan soal tersebut. Evaluasi
19
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
20
dipelajari
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
c. Rumit-Sederhana
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
d. Jelas-Membingungkan.
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
3. Efficiency (efisiensi)123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901
123456789012345678901234567890121234567890123456789
a. Cepat-lambat
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789
b. Efisien-tidak efisien
123456789012345678901234567890121234567890123456789
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar 123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789
c. Praktis-Tidak praktis
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789
123456789012345678901234567890121234567890123456789
d. Terorganisasi-berantakan.
123456789012345678901234567890121234567890123456789
21
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
22
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar
fitur Bank Soal dalam membuat evaluasi hasil berpindah antarmenu atau antarhalaman
belajar secara online. Responden merupakan menjadi lebih cepat. Bagi pengguna baru yang
pengguna yang belum pernah menggunakan belum terbiasa dengan sebuah aplikasi, fitur
aplikasi untuk membuat soal sebelumnya Bank Soal dianggap belum terorganisasi dengan
sehingga dari hasil penelitian ini dapat baik karena urutan dalam membuat evaluasi,
disimpulkan bahwa bagi pengguna baru aplikasi soal, dan melihat laporan tidak seperti yang
Bank Soal cukup ramah. Ini artinya bahwa mereka bayangkan.
aplikasi Bank Soal mudah untuk diikuti. Dari aspek ketepatan (dependability), dengan
Dari aspek kejelasan (perspicuity), dengan rata-rata 1,329, fitur Bank Soal memiliki
rata-rata 0,921, alur yang disajikan dalam aplikasi ketepatan yang cukup baik. Aspek ketepatan
Bank Soal masih dianggap cukup jelas. Aspek dinilai dari empat pernyataan yaitu: tidak dapat
kejelasan dinilai dari empat pernyataan, yaitu: diprediksi-dapat diprediksi (rata-rata skala 0,9);
tidak dapat dipahami-dapat dipahami (rata-rata menghalangi-mendukung (rata-rata skala 1,7);
skala 1,3); mudah dipelajari-sulit dipelajari (rata- aman-tidak aman (rata-rata skala 1,4); dan
rata skala 0,8); rumit-mudah (rata-rata skala-0,2); memenuhi ekspektasi-tidak memenuhi
dan jelas-membingungkan (rata-rata skala 1,0). ekspektasi (rata-rata skala 1,2). Berdasarkan nilai
Berdasarkan nilai rata-rata skala tersebut, rata-rata skala tersebut, dapat disimpulkan
dapat disimpulkan bahwa secara umum fitur bahwa fitur Bank Soal tidak mudah diprediksi dan
Bank Soal cukup dapat dipahami. Namun tanpa cukup memenuhi harapan. Meskipun demikian,
bimbingan dari fasilitator, responden masih aplikasi Bank Soal ini dapat mendukung evaluasi
mengalami kesulitan mempelajari sendiri karena guru dan aman untuk diakses siswa. Dapat
agak rumit dan cenderung membingungkan disimpulkan bahwa pengguna menganggap
ketika mengisi dan membuat soal. Bagi langkah-langkah dalam membuat soal hingga
pengguna baru yang belum pernah membuat evaluasi di aplikasi Bank Soal tidak
menggunakan aplikasi Bank Soal, fitur ini dapat diprediksi dengan mudah.
memiliki alur pembuatan soal yang cukup detail Ketika membuat soal, pengguna, yang belum
sehingga pengguna merasakan kerumitan ketika pernah menggunakan aplikasi Bank Soal, tidak
harus mengulang pengisian formulir yang sama membayangkan bahwa soal dibuat satu per satu.
setiap kali membuat sebuah soal. Pengguna juga tidak mengira bahwa pilihan
Dari aspek efisiensi, dengan rata-rata 0,868, jawaban dibuat dan disimpan di tempat atau
fitur Bank Soal cukup efisien. Aspek efisiensi halaman yang berbeda dengan soal. Tetapi
dinilai dari empat pernyataan, yaitu: cepat-lambat setelah pengguna membuat salah satu jenis
(rata-rata skala –0,1); tidak efisien-efisien (rata- evaluasi dan melakukan uji coba pengerjaan
rata skala 1,5); tidak praktis-praktis (rata-rata evaluasi tersebut, hasilnya sesuai dengan
skala 1,3); terorganisasi-berantakan (rata-rata harapan mereka. Jadi, pengguna menganggap
skala 0,8). Berdasarkan nilai rata-rata skala bahwa aplikasi Bank Soal ini dapat mendukung
tersebut dapat disimpulkan bahwa fitur Bank Soal evaluasi belajar secara online dan guru tidak perlu
cukup efisien dan praktis. Namun dalam hal lagi memeriksa hasil evaluasi karena nilai siswa
waktu peng-akses-an masih lambat dan belum sudah ada dalam laporan guru, lengkap dengan
terorganisasi dengan baik. Bagi pengguna yang soal-soal yang dijawab benar dan yang salah.
baru, aplikasi Bank Soal membutuhkan internet Dari aspek stimulasi (stimulation), dengan
dengan kapasitas yang cukup besar agar proses rata-rata 1,526, fitur Bank Soal memiliki stimulasi
23
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
yang baik. Aspek stimulasi dinilai dari empat Berdasarkan enam pertanyaan terbuka yang
pernyataan yaitu: bermanfaat-kurang bermanfaat diberikan pada awal survai/kuesioner, terdapat
(rata-rata skala 1,5); membosankan- komentar yang beragam. Secara umum, aplikasi
mengasyikkan (rata-rata skala 1,2); tidak Bank Soal sudah dianggap bagus, namun perlu
menarik-menarik (rata-rata skala 1,7); dan diperbaiki dalam beberapa hal, yaitu: (1) tampilan
memotivasi-tidak memotivasi (rata-rata skala awal mungkin ditambahkan icon agar terlihat lebih
1,7). Berdasarkan nilai rata-rata skala tersebut, menarik; (2) perlu ada database agar dapat
dapat disimpulkan bahwa fitur Bank Soal dapat memudahkan user dalam menentukan bidang,
memotivasi dan menarik minat guru dan siswa satuan pendidikan, dan mata pelajaran; (3) tombol
untuk melakukan evaluasi secara online. Selain enroll test; (4) waktu untuk mengakses agar lebih
itu, aplikasi Bank Soal ini juga dianggap cepat; (5) penulisan soal lebih disederhanakan;
bermanfaat dan cukup menarik. (6) navigasi; (7) tombol login mungkin terpisah dari
Bagi pengguna, dalam hal ini guru, fitur Bank menu yang lain supaya terlihat lebih menarik; (8)
Soal dapat memotivasi para siswa dalam pada soal uraian singkat hanya perlu satu jawaban
mengerjakan evaluasi secara online sehingga saja, tidak perlu alternatif jawaban yang lain; (9)
mereka akan terbiasa mengerjakan ujian sekolah perlu ditampilkan tools equation editor seperti
berbasis komputer. Evaluasi yang dibuat pada fitur pada Ms. Word, sehingga tidak perlu pindah ke
Bank Soal ini dapat dikerjakan oleh siswa melalui link atau web lain; dan (10) perlu dibuat statistik
android atau tab. Hal ini dapat menarik siswa dan hasil pencapaian ujian siswa.
membuat siswa merasa asyik, baik untuk Menurut responden, terdapat beberapa fitur/
mengerjakan latihan, ulangan, maupun ujian. menu yang mudah digunakan, yaitu: (1) laporan;
Dari aspek kebaruan/kekinian (novelty), (2) evaluasi; (3) registrasi; (4) login; (5) log out;
dengan rata-rata 1,355, fitur Bank Soal dianggap (6) input soal; dan (7) buat soal baru. Menu-menu
memiliki kekinian atau inovasi yang baik. Aspek tersebut akan mudah digunakan jika koneksi
kebaruan ini dinilai dari empat pernyataan, yaitu: internetnya mendukung.
kreatif-monoton (rata-rata skala 1,1); berdaya Kesulitan-kesulitan yang dialami selama
cipta-konvensional (rata-rata skala 1,6); lazim- menggunakan Bank Soal, antara lain: (1)
terdepan (rata-rata skala 0,8); dan konservatif- responden belum memahami perbedaan antara
inovatif (rata-rata skala 1,8). Berdasarkan nilai soal saya dan Bank Soal, serta kegunaan dari
rata-rata skala tersebut, dapat disimpulkan masing-masing; (2) kesulitan dalam menulis
bahwa fitur Bank Soal merupakan sebuah inovasi naskah soal yang berhubungan dengan simbol
pembelajaran yang mengikuti perkembangan matematika; (3) mengevaluasi hasil belajar siswa
teknologi dalam hal evaluasi secara online. karena ada kesalahan dalam prosedur yang
Fitur Bank Soal ini dikembangkan dalam dilakukan; (4) belum adanya konsistensi pada
rangka mendukung ujian berbasis komputer agar tipe pelajaran dan topik sehingga sering terjadi
guru terbiasa membuat evaluasi hasil belajar penggantian topik secara tiba-tiba; (5) ketika
secara online dan siswa terbiasa mengerjakan input soal, terlalu banyak pilihan mata pelajaran
evaluasi secara online. Meskipun sudah banyak yang sama dan sering berubah sendiri ketika
aplikasi Bank Soal lain, fitur Bank Soal di Portal proses input, sehingga memengaruhi proses
Rumah Belajar masih dianggap memiliki menjadikan soal latihan sebagai soal ulangan;
kreativitas atau tidak monoton, dan inovatif dalam (6) proses menyusun evaluasi dengan
pengembangannya. mengambil soal-soal dari Bank Soal masih
24
Siti Mutmainah: Studi Kelayakan Pengembangan Aplikasi Bank Soal dalam Rumah Belajar
mengalami kendala teknis, karena banyaknya dan mata pelajaran; (3) ketika melakukan unggah
mata pelajaran yang berulang (sama); (7) belum soal karena tombol unggahnya berada di bagian
bisa melakukan unggah soal atau impor soal; (8) bawah tampilan sehingga kurang jelas terlihat; dan
proses dalam meng-input soal baru masih terlalu (4) ketika menuliskan simbol-simbol atau rumus-
lama karena harus diinput data kelas dan mata rumus, karena harus pindah atau link ke tempat
pelajaran berulang kali; (9) masih kesulitan saat lain (website yang menyediakan menu equation
memilih butir soal yang dipublikasikan; (10) ketika editor).
akan menuliskan jawaban, ada baiknya soalnya
muncul dan frame untuk jawaban kiranya dapat SIMPULAN DAN SARAN
diperpendek agar keterbacaan bagian per bagian
jawaban dapat nampak; dan (11) ketika guru Simpulan
mencoba login sebagai siswa, ada beberapa Secara umum, fitur Bank Soal memiliki daya
kendala yang dialami, yaitu antara lain: kesulitan tarik yang baik; alur pembuatan evaluasi yang
dalam memilih kelas ulangan karena not cukup jelas, efisien dan praktis mendukung
responding dan peringatan tentang scribd. evaluasi guru dan aman untuk diakses oleh
Ada beberapa fitur/menu dalam Bank Soal siswa; dapat memotivasi dan menarik minat guru
yang sering membuat pengguna melakukan dan siswa untuk melakukan evaluasi secara
kesalahan,yaitu: online, serta merupakan sebuah inovasi
Pertama, menu evaluasi; terdapat beberapa pembelajaran yang mengikuti perkembangan
kesalahan yang sering dilakukan pengguna saat teknologi dalam hal kegiatan evaluasi
masuk ke menu ini, antara lain adalah: (1) pada pembelajaran. Meskipun demikian, masih ada
saat membuka isi evaluasi seharusnya beberapa kekurangan yang perlu segera
ditambahkan tombol backward agar tidak diperbaiki agar pemanfaatannya lebih optimal
membingungkan untuk kembali ke halaman dan menyeluruh.
sebelumnya; (2) saat mengisi form evaluasi Beberapa kekurangan fitur Bank Soal.
masih belum terpisah antara pilihan jenjang, Pertama, alur yang harus dilakukan ketika guru
kelas, dan mata pelajaran sehingga ketika memilih akan membuat evaluasi masih belum
jenjang SD, mata pelajaran yang muncul bukan terorganisasi sehingga diperlukan buku panduan
hanya untuk jenjang SD tapi juga untuk jenjang atau petunjuk teknis yang runut. Kedua, waktu
yang lain; dan (3) ketika memasukkan Bank Soal untuk mengunggah file media dan proses
pada evaluasi, pilihan topiknya tidak sesuai membuat evaluasi cukup lama karena pengguna
dengan topik saat pembuatan soal. harus mengisi identitas berulang-ulang meskipun
Kedua, menu soal; terdapat beberapa dengan topik yang sama. Ketiga, munculnya
kesalahan yang sering dilakukan pengguna saat beberapa mata pelajaran yang sama pada jenjang
masuk ke menu ini, antara lain: (1) ketika dan kelas yang sama juga menyulitkan pengguna
melakukan input soal sering kali pilihan berubah ketika membuat evaluasi. Karena ketika memilih
sendiri yang mengakibatkan kesalahan ketika mata pelajaran yang sama tapi urutan letaknya
ingin menjadikan soal latihan sebagai soal berbeda, akan muncul topik yang berbeda,
ulangan; (2) ketika memilih jenjang SMA kelas X sehingga pengguna harus melihat kembali ke
Umum dan memilih mata pelajaran IPA, ternyata identitas soal yang akan dimasukkan dalam
topik yang tersedia belum lengkap sehingga harus evaluasi. Untuk mata pelajaran eksakta yang
mengulang kembali dalam memilih jenjang, kelas, membutuhkan rumus-rumus, masih belum
25
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
disediakan menu equation editor langsung, tapi lanjut, di antaranya adalah: penguncian identitas
pengguna diarahkan ke tautan yang menyediakan soal ketika pertama kali membuat soal; menata
tempat untuk menuliskan rumus-rumus tersebut. ulang topik dan mata pelajaran agar tidak muncul
Hal ini dianggap tidak efektif dan membutuhkan mata pelajaran yang sama beberapa kali;
waktu lebih lama dalam membuat soal. panduan atau petunjuk teknis penggunaan fitur
sudah tersedia pada halaman beranda;
Saran disediakan menu equation editor langsung
Berdasarkan masukan dan hasil survai seperti yang tersedia pada aplikasi office. Fitur
terhadap penggunaan fitur Bank Soal, perlu Bank Soal perlu disosialisasikan secara meluas
dilakukan perbaikan dan pengembangan lebih agar dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa,
terutama dalam pengayaan materi pelajaran.
PUSTAKA ACUAN
Arikunto, Suharsimi, 2014, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Basuki, Ismet dan Hariyanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Febriyana, Ikfan. 2015. Pengembangan Aplikasi Bank Soal Matematika Berbasis Web Untuk Mendukung Proses
Evaluasi Dan Belajar Mandiri Siswa Di SMA Negeri 1 Sleman. Universitas Negeri Yogyakarta. http://
eprints.uny.ac.id/26577/7/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 11 Januari 2016.
Kurniawati, Ika. 2011. Modul Pelatihan: Pengujian Prototipa Media Pembelajaran. Jakarta: Pustekkom
Kemdikbud.
Maslan, Andi. Pengukuran Kualitas Layanan Website Pemerintah Kota Batam Menggunakan Metode Webqual
4.0. Universitas Putera Batam. https://www.academia.edu/7939246/PENGUKURAN_KUALITAS_
LAYANAN_WEBSITE_PEMERINTAH_KOTA_BATAM_ MENGGUNAKAN_METODE_WEBQUAL_4.0
diakses pada tanggal 23 Januari 2016.
Mutmainah, Siti. 2014. Modul Pelatihan: Evaluasi Media dan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Pustekkom
Kemdikbud.
Rauschenberger, Maria, dkk. 2013. Efficient Measurement of the User Experience of Interactive Products.
International Journal of Artificial Intelligence and Interactive Multimedia, Vol. 2, No. 1. http://www.ueq-
online.org/wp-content/uploads/Efficient Measurement Of The User Experience Of Interactive Products.pdf.
Diakses tanggal 23 Januari 2016.
Schrepp, Martin. 2015. User Experience Questionnaire Handbook. www.ueq-online.org. diakses pada tanggal
23 Januari 2016.
Sumardyono dan Wiworo. 2011. Program Bermutu: Pengembangan dan Pengelolan Bank Soal Matematika di
KKG/MGMP. PPPPTK Matematika.
Suyata, Pujiati, dkk. 2011. Model Pengembangan Bank Soal Berbasis Guru Dan Mutu Pendidikan. Jurnal
Kependidikan, Volume 41, Nomor 2, November 2011. http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view/2218/
1830. Diakses bulan April 2016.
Website:http://survei.belajar.kemdikbud. go.id/index.php/675982?lang=id
Website:https://en.wikipedia.org/wiki/ ISO_9241 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003.
Wicaksono, Bayu Luhur, Adhi Susanto, dan Wing Wahyu Winarno. 2012. Evaluasi Kualitas Layanan Website
Pusdiklat BPK RI Menggunakan Metode Webqual Modifikasian dan Importance Performance Analysis.
Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vol. 19 No. 1 Maret 2012: 21-34. http://dinus.ac.id/ wbsc/assets/
dokumen/majalah/3._Bayu_Luhur-1_2.pdf. Diakses pada tanggal 14 Desember 2016.
*******
26
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123
Ririn Widiyasari
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. KH Ahmad Dahlan, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten - Indonesia.
ririn.putri87@gmail.com
Diterima : 15 Maret 2017, dikembalikan untuk direvisi : 30 Maret 2017, disetujui: 14 April 2017
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa melalui
penerapan model pembelajaran aktif menggunakan teknik Mind Map berbantuan e-learning melalui
Edmodo pada mata kuliah Matematika Diskrit. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang
dilakukan pada tahun akademik 2014/2015 dengan responden 35 mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas Muhammadiyah Jakarta semester 6 kelas A. Aktivitas mahasiswa dilihat dari
memperhatikan yang disampaikan dosen, bertanya dan menjawab pertanyaan, mempresentasikan hasil
Mind Map, dan membuat kesimpulan/rangkuman. Dari pelaksanaan kegiatan siklus sebanyak dua kali,
terlihat adanya peningkatan aktivitas memperhatikan penjelasan dari dosen, keberanian mahasiswa dalam
mengemukakan pertanyaan, kemampuan mahasiswa dalam menjawab pertanyaan, keberanian
mahasiswa dalam mempresentasikan hasil Mind Map, dan membuat kesimpulan/rangkuman materi
pembelajaran. Selain itu, terdapat juga peningkatan hasil belajar mahasiswa. Nilai rata-rata hasil belajar
mahasiswa sebelum tindakan adalah 65. Pada siklus I, nilai ini meningkat menjadi 74. Nilai tersebut
merupakan gabungan dari nilai Mind Map, post test, dan tes akhir atau ujian akhir semester. Nilai ini juga
terlihat meningkat pada siklus II, yaitu menjadi 86. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
teknik Mind Map berbantuan e-learning Edmodo dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa.
Abstract: The purpose of this study is to improve the students’ learning activity and achievement through
the application of active learning model of Edmodo e-learning Mind Map for the subject of Discrete
Mathematics. This is a class action research, which was carried out in the academic year of 2014/2015
with 35 students of Mathematics Education Program at Class A of semester 6 at Universitas Muhammadiyah
Jakarta as the respondents. Students’ activities include paying attention to the lecturer’s explanation,
asking and answering questions, presenting their Mind Map result, and making a conclusion. After two
cycles, the students showed some improvement in terms of paying attention to the lecturer explanation,
asking and answering questions, presenting their Mind Map result, and making a conclusion from the
lesson. Besides, students’ learning achievement also improved. The students’ average score before the
action was 65. After cycle I, it increased to be 74. It was an integrated score of their Mind Map score, Post
Test score, and Semester Test. It also improved in the cycle II, into 86. From the result, it can be concluded
that Edmodo e-learning Mind Map technique can improve the students’ learning activity and achievement.
Key Words: Learning activity, Edmodo, e-Learning, learning outcomes, Mind Map.
27
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
28
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
Pada proses pembelajaran, mahasiswa khususnya untuk mata kuliah matematika diskrit,
masih malu bertanya dan mengeluarkan rendah. Rata-rata nilai kelas adalah sebesar 5,5
pendapat sehingga keaktifan mahasiswa belum dari skor 1-10. Kalau dijadikan nilai dalam skala
kelihatan. Hal itu dikarenakan pembelajaran 5, rata-rata sebesar 1,75 dengan kategori belum
masih berpusat pada dosen. Interaksi dan mencapai batas minimum kelulusan.
komunikasi antara mahasiswa dengan Dalam menyelenggarakan proses
mahasiswa lainnya maupun dengan dosen pembelajaran, sebaiknya terjadi hubungan timbal
belum terjalin selama proses pembelajaran balik antara dosen dan mahasiswa. Harus ada
karena diskusi kelompok jarang dilakukan. interaksi antara dosen dengan mahasiswa, serta
Dosen seharusnya menggunakan model antara mahasiswa dengan mahasiswa yang
pembelajaran yang mengajak mahasiswa untuk lainnya. Pembelajaran tidak hanya satu arah.
belajar dalam kelompok sehingga mahasiswa Dosen tidak lagi menjadi satu-satunya sumber
menjadi terbiasa aktif bertanya dan berpendapat. informasi yang dominan. Ia merupakan fasilitator,
Penggunaan metode pembelajaran yang motivator, dan dinamisator untuk belajar dan
sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar berpikir matematik. Keengganan mahasiswa
siswa. Dengan metode pembelajaran yang untuk mencari sumber-sumber informasi ilmu
sesuai, siswa dapat mencapai hasil belajar yang pengetahuan dan teknologi hampir terjadi di
tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang semua angkatan dan semua mata kuliah.
tersimpan di dalam dirinya. Salah satu model Keengganan ini dapat disebabkan oleh beberapa
pembelajaran yang mendorong keaktifan, hal, antara lain: pendekatan dosen dalam
kemandirian, dan tanggungjawab dalam diri perkuliahan tidak lagi relevan, sumber-sumber
siswa adalah model pembelajaran aktif informasi sulit didapat, dan iklim akademis yang
menggunakan Mind Map (Widiari, dkk., 2014). kurang mendukung.
Dengan pemahaman yang benar oleh dosen, Pengalaman penulis beberapa tahun terakhir
diharapkan juga dipahami secara benar oleh dalam pembelajaran mata kuliah Matematika
mahasiswa. Hal ini dapat terjadi apabila dosen Diskrit menunjukkan beberapa indikasi yang
dapat mengelola pembelajaran dengan perlu mendapatkan perhatian, yaitu: (1)
memperhatikan karakteristik mahasiswa dan mahasiswa malas menyampaikan pertanyaan
karakteristik materi yang disampaikan. Dalam atau permasalahan dalam perkuliahan; (2)
pembelajaran matematika khususnya kurang adanya interaksi sesama mahasiswa
matematika diskrit, tidak cukup hanya dengan dalam perkuliahan; (3) kurang mampu
membaca, tetapi harus mengerti dan memahami. memahami permasalahan atau mencari
Belajar matematika harus berorientasi pada pemecahannya; dan (4) selalu menerima apa
berpikir matematik. yang diberikan dan tidak pernah mencari. Jika
Berdasarkan pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi disebabkan oleh
perkuliahan yang berjalan beberapa tahun, pendekatan perkuliahan yang kurang tepat, perlu
terlihat bahwa pembelajaran matematika diskrit dicari suatu alternatif pendekatan yang
merupakan masalah tersendiri. Dari hasil memungkinkan mahasiswa mau dan mampu
wawancara kepada mahasiswa, 70% mahasiswa belajar dan berpikir matematik secara baik dan
berpendapat bahwa faktor kesulitan itu terjadi optimal.
karena materi yang sulit dipahami. Hasil belajar Hasil penelitian Masykuri (2013)
mahasiswa dalam kurun waktu tiga semester, menunjukkan bahwa penggunaan metode Mind
29
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
30
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
daya ingat, mudah melihat gambar keseluruhan, bentuk peta atau teknik grafik sehingga dapat
memudahkan penambahan informasi baru, lebih mudah memahaminya.
menggunakan warna, gambar, dan simbol yang Mind Map adalah teknik meringkas bahan
lebih menarik. Definisi Mind Map menurut Saleh yang akan dipelajari dan memproyeksikan
(2008: 68) adalah “gambaran menyeluruh dari masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta
suatu materi pembelajaran yang dibuat dalam atau teknik grafik sehinga lebih mudah
bentuk sederhana”. Lebih lanjut Saleh memahaminya (Buzan, 2009: 5). Mind Map
menjelaskan diagram Mind Map memiliki bentuk bertujuan membuat materi yang diberikan secara
menyerupai neutron pada sel otak manusia. visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu
m e r e k a m ,
memperkuat, dan
mengingat kembali
informasi yang telah
dipelajari. Buzan
(2009:3) menyatakan
bahwa Mind Map
adalah alat pikir
organisasional yang
sangat hebat. Mind
Map adalah cara
termudah untuk
mendapatkan
informasi ke dalam
otak dan mengambil
informasi keluar otak.
Gambar 1 Aplikasi Mind Map
Sumber: www.tonybuzan.com
E-learning
Menurut Tony Buzan (2009: 4), Mind Map Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi
adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan (TIK) telah mendorong terjadinya banyak
secara harfiah akan memetakan pikiran kita. perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan
Lebih lanjut, Buzan menjelaskan bahwa Mind yang melahirkan konsep e-learning. Dengan e-
Map merupakan peta rute yang hebat bagi learning, pembelajaran matematika menjadi lebih
ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan efektif dan efisien. Hasil studi yang dilakukan oleh
pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja ilmuan Amerika sangat mendukung
alami otak terlibat sejak awal. Mind Map dikembangkannya e-learning, yakni: computer-
merupakan cara kreatif guru dalam kegiatan based learning sangat efektif untuk memungkinkan
belajar-mengajar yang baik yang digunakan guru 30% pendidikan lebih baik, 40% waktu lebih
untuk meningkatkan daya hafal siswa dan singkat, dan 30% biaya lebih murah (Uno, 2007).
pemahaman konsep siswa. Ini juga dapat E-learning memungkinkan peserta didik untuk
meningkatkan daya kreativitas melalui aktif dan kreatif dalam mengelola pendidikan agar
kebebasan berimajinasi yang dituangkan dalam bisa mendapatkan banyak manfaat, di antaranya
bentuk ringkasan catatan sederhana, dalam fleksibilitas program dan bahan pembelajaran
31
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
yang menarik. Dalam pembelajaran matematika, bagi guru dan siswa. Edmodo menjadi platform
banyak hal abstrak atau imajinatif yang sulit media sosial yang sering digambarkan seperti
dipikirkan peserta didik dapat dipresentasikan facebook untuk sekolah dan dapat berfungsi lebih
melalui simulasi komputer. Latihan dan percobaan banyak lagi untuk guru dan siswa (Suriadhi, 2014).
eksploratif matematika dapat dilakukan dengan Siswa juga bisa berbagi pemikiran atau ide
menggunakan program sederhana untuk lewat posting-annya di Edmodo semudah update
penanaman dan penguatan konsep, membuat status pada facebook. Lebih tepatnya lagi,
pemodelan matematika, dan menyusun strategi Edmodo disebut juga “Facebook Guru dan Siswa”
dalam memecahkan masalah (Sutinah, 2006). karena fitur yang ditawarkan hampir sama dengan
Sedangkan internet merupakan salah satu facebook. Beberapa hal yang dapat dilakukan
program yang memanfaatkan media komputer. melalui Edmodo misalnya: (1) berkomunikasi,
tidak hanya dengan siswa dan orangtua
Edmodo melainkan dengan sesama guru di berbagai
Edmodo adalah jejaring media sosial belahan dunia; (2) berdiskusi; (3) sharing bahan
microblogging yang dapat digunakan sebagai belajar; (4) memberikan tugas; (5) mengumpulkan
salah satu pilihan pembelajaran berbasis online. tugas; (6) melakukan penilaian, dan lain-lain.
Di samping dapat melibatkan guru dan siswa, Kelebihan dari Edmodo antara lain: membuat
media sosial yang didirikan oleh Nicolas Borg dan pembelajaran tidak bergantung pada waktu dan
Jeff O’Hara ini dapat juga melibatkan orangtua tempat, meringankan tugas guru untuk
siswa untuk saling berkomunikasi. Sekarang memberikan penilaian kepada siswa, memberikan
Edmodo sudah berkembang pesat dan memiliki kesempatan kepada orang tua untuk melihat
sekitar 7 juta akun. aktivitas belajar siswa, membuat kelas lebih
Edmodo memfasilitasi e-learning sehingga dinamis karena memungkinkan interaksi guru dan
pembelajaran dapat dilakukan di berbagai tempat. siswa atau siswa dan siswa, memfasilitasi kerja
Edmodo juga membantu guru yang tidak bisa kelompok yang multi disiplin, dan mendorong
mengajar di kelas dengan memberikan materi lingkungan virtual yang kolaboratif yang membantu
pembelajaran secara online dengan meng-upload pembelajaran berbasis proses (Basori, 2013).
materi belajar. Guru bisa memberikan tugas yang
bisa ditentukan waktu pengumpulannya berikut
menilainya. Tidak hanya dapat dioperasikan
melalui komputer/laptop yang terhubung internet,
Edmodo juga dapat dioperasikan di smartphone,
terutama yang berbasis Android. Anda tinggal
memilih menggunakan tipe mobile ataupun web.
Demikian juga bila tidak mau meng-install piranti
lunaknya, Anda dapat membuka langsung di
www.edmodo.com.
Kelebihan bila menggunakan smartphone
adalah lebih mobile dan dapat mengontrol lalu
lintas di Edmodo kapan dan di mana saja. Edmodo
merupakan aplikasi yang menyerupai facebook
Gambar 2 Tampilan Awal Edmodo
dengan nilai edukasi yang tinggi sehingga menarik Sumber: www.edmodo.com
32
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
Hi, Mrs.
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
Widiyasari
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
Universitas
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
Muhamadiyah
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
1234567890123456789012
Jakarta
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
Gambar 3 Tampilan Penuh Website Edmodo 123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
Sumber: www.edmodo.com GROUPS
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567890
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Teknik Mind Map Berbantuan E-learning 123456789012345678901234567890121234567
Matematika Diskrt
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Melalui Edmodo 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Bahan Materi
123456789012345678901234567890121234567
Pembelajaran yang dilakukan melalui 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Edmodo, kontrol kelas sepenuhnya ada pada 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Matematika Dasar 1
123456789012345678901234567890121234567
pengajar yang membuat grup tersebut. Pengajar 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
yang membuat kelas dan pengajar pula yang 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Evaluasi Pembelajaran
123456789012345678901234567890121234567
bisa memasukkan mahasiswa untuk dapat 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Mat 3
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
bergabung dalam grup. Mahasiswa baru bisa 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Statistika Pendidikan
123456789012345678901234567890121234567
bergabung dengan grup ketika sudah diberikan 123456789012345678901234567890121234567
Kelas PGSD
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
kode grup dan disetujui pengajar untuk 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
bergabung. Pengajar juga dapat meremove 123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
Statistika Pendidikan
123456789012345678901234567890121234567
mahasiswa dalam suatu grup apabila terdapat 123456789012345678901234567890121234567
Kelas Mat 3
123456789012345678901234567890121234567
123456789012345678901234567890121234567
mahasiswa yang bukan berasal dari kelas yang 1234567890123456789012345
1234567890123456789012345
1234567890123456789012345
1234567890123456789012345
diajar. Grup yang sudah memenuhi kuota sesuai Manage Groups
1234567890123456789012345
1234567890123456789012345
1234567890123456789012345
dengan jumlah mahasiswa pada kelas nyata,
pengajar dapat mengunci grup tersebut sehingga
Gambar 4 Bagian Home Sebelah Kiri
tidak ada mahasiswa atau akun lain yang dapat Sumber: www.edmodo.com
masuk ke dalam grup.
Untuk memulai penggunaan Edmodo, Setelah memiliki akun di Edmodo sebagai
tentunya kita harus menyiapkan sarana Teacher, selanjutnya pengajar harus membuat
prasarana agar terhubung dengan Edmodo yaitu kelas terlebih dahulu. Di Edmodo, kelas sama
personal computer/laptop dengan koneksi dengan Grup. Kita harus menciptakan Grup.
Internet, smartphone (tersedia aplikasi Edmodo Waktu menciptakan Grup akan muncul kode.
untuk Android/iPhone), handphone dengan web Kode Grup inilah yang nantinya kita berikan
browser, akun email yang aktif dan foto untuk kepada mahasiswa, agar mereka Sign up dan
profil. Nyalakan PC/Laptop, kemudian buka web masuk pada Grup yang sudah kita buat. Buat/
33
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Create Grup sesuai dengan Kelas yang kita ajar, dilampirkan. Sedangkan untuk fitur Assignment
Mata Kuliah Matematika Diskrit (gwvjfx) dan Quiz, terdapat perbedaan antara kedua fitur
Semester 5 Program Studi Pendidikan ini. Assignment digunakan untuk tugas yang
Matematika, maka kita buat Matematika Diskrit berupa soal-soal uraian yang dapat dilampirkan
seperti terlihat pada Gambar 5. pengajar; sedangkan untuk fitur Quiz, soal yang
12345678901234567 diberikan adalah pilihan ganda dan soal harus
12345678901234567
12345678901234567
123456789012345
123456789012345
12345678901234567
PowerPoint Presentation 123456789012345
Edmodo l Home
dibuat secara langsung, tidak bisa dilampirkan
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
Search posts, groups, users and more
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567 dalam file.
1234567123456789012 12345671234567
1234567123456789012
12345671234567890121234567
12345671234567
1234567
1234567
Note 123456789012
Assigment 1234567
Quiz 1234567
Poll
1234567123456789012 1234567 1234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
Assignment title
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567
123456789012 123456
123456123456
123456
123456789012
123456789012 123456 123456
123456 123456
123456
123456789012
Due date
123456789012 123456
123456123456
11
123456123456
45 PM
123456
1234567890123456789012345678901212
1234567890123456789012345678901212
1234567890123456789012345678901212
Lock this assignment after its due date
1234567890123456789012345678901212
1234567890123456789012345678901212
Add to Gradebook
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456 12345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456 12345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456 12345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456
Assignment Description 12345678901234567890123456
Complete Profile
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456 12345678901234567890123456
12345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456
Send to
34
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
35
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
dari hasil post test. Teknik pengumpulan data HASIL DAN PEMBAHASAN
aktivitas dan kinerja mahasiswa adalah dengan
menggunakan angket dan observasi dalam Aktivitas Belajar Mahasiswa
pembelajaran. Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan
Data aktivitas menggambarkan kegiatan aktivitas belajar mahasiswa pada setiap siklus.
belajar mahasiswa selama proses pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini telah dilaksanakan
Ini meliputi kegiatan memperhatikan dosen, oleh peneliti pada mahasiswa Prodi Pendidikan
kegiatan bertanya dan menanggapi pertanyaan Matematika FIP UMJ semester VI tahun ajaran
atau pendapat teman, kegiatan 2014/2015 yang mengambil mata kuliah
mempresentasikan hasil Mind Map, dan kegiatan Matematika Diskrit dalam dua siklus, di mana
merangkum materi pembelajaran. Kriteria masing-masing siklus terdiri dari 3 pertemuan.
keberhasilan dapat dilihat dari persentase
peningkatan nilai indikator pencapaian, baik Siklus I
indikator aktivitas maupun hasil belajar. Sudjana Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar
(2004: 43) mengungkapkan bahwa untuk data Mahasiswa
hasil pengamatan dipakai ketentuan sebagai Hasil pengamatan aktivitas belajar
berikut: mahasiswa yang dilakukan selama proses
perkuliahan menggunakan Mind Map dapat
dilihat pada Tabel 2.
36
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
Pada siklus I, rata-rata presentase aktivitas Tabel 3. Persentase Aktivitas Belajar Mahasiswa
Pend. Matematika Kelas A Tahun 2014/2015
A.1 yaitu mahasiswa memperhatikan penjelasan Matematika Diskrit pada siklus II
yang disampaikan dosen mendapatkan kategori
Aktivitas Pertemuan Rata-rata Kategori
baik. Sedangkan rata-rata presentase aktivitas
I II III Persen
A.2 yaitu keberanian mahasiswa dalam
tase
mengemukakan pertanyaan mendapatkan
A.1 85 85 88 86 Sangat Baik
kategori kurang. Hal ini disebabkan mahasiswa
A.2 75 80 76 77 Baik
masih belum terbiasa menerapkan teknik Mind
A.3 70 76 75 74 Baik
Map saat mempelajari matematika diskrit
A.4 80 95 90 88 Sangat Baik
sehingga mahasiswa belum berani
A.5 88 95 95 93 Sangat Baik
mengemukakan pertanyaannya. Aktivitas A.3
yaitu kemampuan mahasiswa dalam menjawab
Keterangan:
pertanyaan, nilai rata-rata presentasenya juga A.I.1 = Aktivitas 1 dan siklus II
masih kurang, Mahasiswa masih takut menjawab A.1 = Mahasiswa memperhatikan penjelasan yang
pertanyaan karena takut salah dan malu dengan disampaikan dosen
teman-temannya jika jawaban mereka salah. A.2 = Keberanian mahasiswa dalam
Aktivitas A.4 yaitu keberanian mahasiswa mengemukakan pertanyaan
A.3 = Kemampuan mahasiswa dalam menjawab
dalam menjelaskan Mind Map di depan kelas
pertanyaan
masih kurang. Mahasiswa masih belum terbiasa
A.4 = Keberanian mahasiswa dalam menjelaskan
menggunakan Mind Map. Aktivitas A.5 yaitu Mind Map di depan
kemampuan mahasiswa dalam merangkum A.5 = Mahasiswa dapat merangkum materi
materi pelajaran juga masih kurang di mana pelajaran
mahasiswa masih bingung dalam memilih materi
inti dari matematika diskrit. Dari siklus I Tabel 3 memperlihatkan terjadinya
didapatkan hasil hanya Aktivitas A.1 yang peningkatan pada aktivitas belajar mahasiswa.
memperhatikan penjelasan dosen saja yang rata- Aktivitas A.1 yaitu memperhatikan penjelasan
rata nilai presentasenya baik; sedangkan dosen pada pertemuan I dan II di mana hampir
aktivitas lain masih kurang sehingga perlu semua mahasiswa memperhatikan dosen dan
diadakan siklus yang ke II. hanya sedikit yang tidak memperhatikan dosen,
sehingga rata-rata presentase pada siklus II ini
Siklus II lebih baik daripada siklus I. Aktivitas A.2 dan A.3
Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar yaitu bertanya dan menjawab pertanyaan dosen,
Mahasiswa persentasenya mengalami peningkatan dari yang
Hasil pengamatan tentang aktivitas belajar sebelumnya pada siklus I kurang menjadi baik.
mahasiswa selama perkuliahan berlangsung Terjadi demikian karena mahasiswa sudah
menggunakan teknik Mind Map pada siklus II mempunyai keberanian dan tidak takut lagi untuk
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. mengemukakan pendapatnya walaupun nanti
akan ditertawakan oleh teman-teman mereka.
Mahasiswa juga sudah mulai mengerti
bagaimana cara menerapkan teknik Mind Map
yang benar saat mempelajari Matematika Diskrit.
Aktivitas A.4 yaitu mahasiswa aktif dan berani
37
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
38
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
Siklus II sebesar 88%. Peningkatan ini terjadi Ketiga, memampuan mahasiswa dalam
karena dosen membimbing mahasiswa dalam menjawab pertanyaan. Dari hasil penelitian
membuat Mind Map sehingga mahasiswa diperoleh bahwa aktivitas belajar mahasiswa
merasa termotivasi untuk lebih aktif. Mahasiswa dalam menjawab pertanyaan mengalami
terlibat aktif saat proses pembelajaran sehingga peningkatan, di mana pada Siklus I masih dalam
ada komunikasi yang positif antara dosen dan kategori kurang tetapi pada Siklus II mengalami
mahasiswa. peningkatan menjadi kategori sangat baik.
Peningkatan ini terjadi karena mahasiswa
Hasil Aktivitas Belajar Mahasiswa merasakan manfaat dari memperhatikan
Pertama, memperhatikan penjelasan yang informasi yang disampaikan dosen. Pertanyaan
disampaikan dosen. Dari data yang diperoleh yang disampaikan dosen dapat merangsang
pada penelitian ini, pada Siklus I ke Siklus II mahasiswa untuk lebih termotivasi dalam
dengan menggunakan teknik Mind Map memahami materi pembelajaran.
berbantuan e-learning melalui Edmodo terjadi Dengan mendengarkan penjelasan dan
peningkatan persentase aktivitas belajar terlibat tanya jawab mempermudah mahasiswa
mahasiswa. Peningkatan ini terlihat pada memahami materi dan mengerjakan Mind Map.
aktivitas memperhatikan penjelasan yang Jika ada hal-hal yang belum mereka pahami,
disampaikan dosen, dari 85% pada Siklus I mereka bisa menanyakan langsung. Hal ini juga
menjadi 86% pada Siklus II. Mahasiswa sudah tidak terlepas dari peran dosen dalam
memahami bahwa memperhatikan penjelasan memfasilitasi mahasiswa untuk lebih memahami
yang disampaikan dosen sangat bermanfaat dan materi. Dengan melakukan kegiatan bertanya,
berpengaruh terhadap proses pembelajaran terlihat mahasiswa sudah mulai terbiasa
yang berlangsung hingga selesai. memberikan tanggapan.
Menurut teori belajar Ausubel “Bahan Keempat, keberanian mahasiswa
pembelajaran yang dipelajari haruslah mempresentasikan hasil Mind Map. Aktivitas
bermakna”. Pembelajaran bermakna merupakan mempresentasikan hasil Mind Map mengalami
suatu proses mengaitkan informasi baru pada peningkatan dari Silkus I ke Siklus II. Pada Siklus
konsep-konsep yang relevan yang terdapat I, aktivitas mempresentasikan hasil Mind Map
dalam struktur kognitif seseorang. Struktur termasuk ke dalam kategori kurang karena tidak
kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan ada mahasiswa yang berani mempresentasikan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari hasil Mind Map; sementara pada Siklus II, terjadi
dan diingat mahasiswa. peningkatan dengan kategori baik. Hal ini
Kedua, keberanian mahasiswa dalam disebabkan mahasiswa sudah mulai berani maju
mengemukakan pertanyaan, diamati pada saat di depan kelas untuk mempresentasikan hasil
dosen memberikan informasi tentang materi diskusi. Melalui teknik Mind Map, mahasiswa
yang dipelajari dan pada saat menampilkan Mind lebih berani mengemukakan ide yang ada dalam
Map di depan kelas yang dilakukan mahasiswa. pikirannya karena mereka difasilitasi untuk
Pada Siklus I, mahasiswa masih dalam kategori berperanserta dalam pembelajaran.
kurang pada keberanian mengemukakan Kelima, membuat kesimpulan/rangkuman.
pertanyaan, tetapi pada Siklus II mengalami Aktivitas membuat kesimpulan/rangkuman
peningkatan menjadi kategori sangat baik. mengalami peningkatan dari Siklus I yang masih
kategori kurang dan pada Siklus II mencapai
39
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
termasuk kategori baik. Peningkatan aktivitas ini adanya peningkatan kembali yakni pada siklus
tidak terlepas dari peran dosen yang mewajibkan II mencapai 86. Rincian nilai rata-rata hasil
mahasiswa untuk membuat kesimpulan atau belajar kognitif mahasiswa dapat dilihat pada
rangkuman pada akhir pembelajaran. Terjadinya Tabel 5 berikut ini.
peningkatan ini disebabkan karena mahasiswa
sudah mulai merasa senang belajar Tabel 5 Rata-Rata Nilai Hasil Belajar Kognitif Mahasiswa
40
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
41
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
I, nilai ini meningkat menjadi 74. Nilai tersebut senantiasa melakukan inovasi dan variasi pada
merupakan gabungan dari nilai Mind Map, post perkuliahan sebagai upaya meningkatkan
test, dan tes akhir atau ulangan harian. Jika aktivitas dan hasil belajar mahasiswa. Selain itu,
dibandingkan dengan nilai rata-rata kognitif siswa pembelajaran dengan Mind Map berbantuan e-
pada siklus II, terlihat adanya peningkatan learning Edmodo ini bisa menjadi alternatif untuk
kembali yakni pada siklus II yang mencapai 86. meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
mahasiswa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka
saran yang dapat diajukan adalah agar dosen
PUSTAKA ACUAN
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Basori. 2013. Pemanfaatan Social Learning Network “Edmodo” dalam Membantu Perkuliahan Teori Bodi Otomotif
di Prodi PTM JPTK UNS. JIPTEK. Vol VI, No. 2.
Buzan, T. 2009. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia.
Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Latif, dkk. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbantuan Camtasia pada Pokok Bahasan Lingkaran Melalui
Edmodo untuk Siswa MTs. Jurnal Kreano, Vol.4, No.2.
Maqfiroh, Lailatul. 2012. “Pembelajaran Menggunakan Mind Map Berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Brawijaya Smart School”. Skripsi. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Masykuri, Wildan. 2013. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Bangun Ruang Menggunakan Metode
Mind Map pada Siswa Kelas V SDN Tamanagung 4 Kecamatan Muntilan”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Patahuddin, S. M. 2012. Joyful and Meaningful Learning In Mathema-tics Classroom Through Internet Ac-
tivities. International Symposium on Math Education Innovation, pp. 1-13.
Patahuddin, S. M., & Rokhim, A. F. 2009. Website Permainan Matematika Online untuk Belajar Matematika
Secara Menyenangkan. Jurnal Pendidikan Matematika, pp.103-111.
Riadi, B. 2012. Pengembangan Modus Pembelajaran Berbasis Learning Management System (LMS) pada
Materi Barisan dan Deret untuk Sekolah Menengah Atas. Program Studi Magister Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Sriwijaya: Tidak Dipublikasikan.
Rinaldi, Munir. 2010. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika.
Saleh, A. 2008. Kreatif Mengajar dengan Mind Map. Bandung: Tinta Emas Publishing.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda.
Suriadhi, Gede. 2014. Pengembangan E-learning Berbasis Edmodo pada Mata Pelajaran IPA Kelas VIII di
SMPN 2 Singaraja. Journal Edutech. Vol 2, No.1.
Suryantono, Buang. 2013. Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar IPA Siswa. STKIP
PGRI Bandar Lampug. (Online).
(http://lenterastkippgribl.com/2013/02/pengaruh-model-problem-based-learning.html, diakses pada 14 Maret
2015.
Sutinah, A. 2006. Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia di Sekolah Dasar. www.google.com/pembelajaran/
interaktif/sutinah, diakses 12 Desember 2010).
42
Ririn Widiyasari: Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Menggunakan Mind Map Berbantuan E-Learning
Suyanto. 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. Andi Offset: Yogyakarta.
Tamimuddin, M., & Ekawati, E. 2011. Ekspektasi Pemanfaatan Online Social Network dalam Pembelajaran.
Jurnal Edumat, Vol. 2, pp. 270-277.
Website:http://www.tribunnews.com.Internet”. Diakses tanggal 26 Desember 2012.
Uno, H.B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Widiari, Made., Agung, Gd., & Jampel, I.Nym.,.
2014. Pengaruh Metode Pembelajaran Mind Mapping dan Ekspositori terhadap Hasil Belajar Matematika.
Journal Edutech, Vol. 2, No.1.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa artikel ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada LPPM UMJ dan FIP UMJ. Selain itu, secara khusus kepada
Dewan redaksi jurnal TEKNODIK. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan.
*******
43
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
Diterima : 21 Maret 2017, dikembalikan untuk direvisi : 28 Maret 2017, disetujui : 12 April 2017
Abstrak: Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana penerimaan informasi melalui media pembelajaran
Digital Talking Book oleh siswa tunanetra. Pada intinya, penerimaan informasi adalah mengubah pesan
ke dalam bentuk yang dapat digunakan untuk memandu perilaku manusia. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode studi kasus. Informan adalah salah satu siswa tunanetra di sekolah inklusi MTsN
19 Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan informasi melalui Digital Talking Book di
kalangan siswa tunanetra mempunyai tantangan tersendiri. Dalam tahapan penyeleksian informasi,
informan menggunakan sumber informasi dari Braille dan Digital Talking Book secara bergantian sesuai
dengan kebutuhan. Dalam tahapan interpretasi informasi, informan menafsirkan konten Digital Talking
Book dengan bantuan catatan dalam huruf Braille. Dalam tahapan retensi memori, informan mampu
mengingat secara baik informasi yang bersifat sementara, seperti kata-kata yang berupa istilah, angka-
angka, dan penjelasan tentang definisi, namun memiliki keterbatasan untuk memori jangka panjang
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Kecenderungannya adalah bahwa informan lebih memilih
Braille dibandingkan dengan Digital Talking Book karena dianggap lebih mudah, ekonomis, dan cepat;
merasa berinteraksi langsung dengan tulisan; dan penggunaan indera perabanya lebih otpimal sehingga
mengingat lebih cepat.
Kata Kunci: Digital Talking Book, tunanetra, seleksi informasi, interpretasi, retensi.
Abstract: This research examines the information reception through learning media of Digital Talking
Book by visually-impaired student. Information reception is basically converting messages into a form that
can be used to guide human behaviour. The study was conducted with case study method. The informant
is a visually impaired student at Inclusive School of State MTs 19 Jakarta.The results show that the
information reception through Digital Talking Book among visually-impaired students has its own challenges.
In the stage of selecting information, the informant uses the source of information from Braille and Digital
Talking Book alternately as needed. In the information interpretation stage, the informant interprets the
content of the Digital Talking Book assisted by notes in Braille. In the memory retention stage, the informant
is able to remember well the temporary information, such as words of terms, numbers, and the explanation
of the definition, but has limitations for long-term memory so that requires longer time. The tendency is
that the informant prefers to use Braille rather than Digital Talking Book because it is considered to be
easier, more economical, and faster; feels like directly interacting with the writings; and his touching sense
utilization is more so optimum that he can remember in longer time.
Key Words: Digital Talking Book, visually-impaired, information selection, interpretation, retention.
44
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
45
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
alternatif yang ditempuh adalah optimalisasi tertentu yang dapat dibaca atau dimengerti oleh
penggunaan indera pendengaran, yang salah player.
satu di antaranya adalah media audiobook atau File DTB direkam dengan menggunakan
Digital Talking Book (DTB). software recorder khusus yang diinstal ke dalam
Digital Talking Book adalah buku yang dapat komputer personal. File ini disimpan di dalam
“berbicara” yang merupakan hasil rekaman audio hardisk dan dapat ditransfer ke dalam CD
dari buku-buku pelajaran yang dikemas dalam (Compact Disc) untuk didistribusikan kepada
bentuk CD atau file. Untuk menggunakannya, pengguna. Generasi baru DTB ini akan menjadi
para siswa penyandang tunanetra cukup media alternatif bagi tunanetra dalam mengakses
mendengarkan rekaman audio yang berisi materi berbagai informasi yang mereka butuhkan.
pelajaran. Siswa penyandang tunanetra Kebutuhan untuk teknologi DTB tampaknya
memungkinkan untuk mendengarkan rekaman akan semakin meningkat. Sebagai gambaran
di bab, halaman, atau paragraf tertentu, atau tentang aksesibilitas di sektor e-book, Ken Petri
dapat mengulang sesuai dengan yang (2012) memperkirakan bahwa setidaknya 5
diinginkan. Digital Talking Book sendiri persen, atau mungkin juga sampai 10 persen dari
sebenarnya merupakan penyempurnaan dari semua orang Amerika, memiliki semacam cacat
model perekaman analog yang menggunakan cetak. Meskipun jumlah pengguna DTB sangatlah
pita kaset (talking book). Perekaman dalam potensial, dan didukung oleh kemajuan teknologi
bentuk kaset dianggap sudah tidak di bidang talking book, namun penelitian di area
memungkinkan lagi karena dalam satu judul buku ini masih sangat sedikit. Literatur tentang DTB
misalnya, membutuhkan jumlah kaset yang lebih terutama perhatian dari para pemangku
banyak. kepentingan profesional dan organisasi non-profit
Sebuah konsorsium yang bernama “DAISY sangat terbatas. Seringkali, perspektif yang
Consortium”, dengan anggotanya yang terdiri digunakan adalah perspektif teknologi, bukan
dari para pakar perpustakaan-perpustakaan perspektif pengguna. Kondisi yang demikian inilah
khusus di seluruh dunia dan perusahaan- yang setidaknya merupakan kesan yang diperoleh
perusahaan yang bergerak dalam bidang selama penulisan laporan yang dihasilkan oleh
teknologi, telah berhasil mengembangkan peneliti asal Swedia, Lundh (2013).
teknologi DTB dan membuat standarisasi dalam Penelitian yang dilakukan oleh Fichten dkk.
hal file DTB yang disebut dengan standar DAISY (2009) di Kanada menunjukkan bahwa sejauh
(Digital Audio Based-information System) ini beberapa bentuk e-learning memiliki
www.daisy.org/about_usDAISY Consortium aksesibilitas yang sangat baik, sementara yang
“About Us”,) . lain menimbulkan kekhawatiran serius bagi siswa
Di dalam DTB, informasi audio (file audio penyandang disabilitas yang berbeda. Meskipun
digital) disusun sedemikian rupa secara siswa sangat antusias memanfaatkan e-learning,
bertingkat sesuai dengan levelnya menurut mereka juga menunjukkan bahwa mereka
format/standar DAISY, berdasarkan struktur buku mengalami masalah, yang sebagian besar masih
aslinya. Misalnya, apabila sebuah buku terdiri belum terpecahkan. Misalnya, adanya beberapa
dari bab, sub-bab, dan paragraf, DAISY situs web yang tidak kompatibel dengan
menempatkan bab pada level yang paling tinggi teknologi layar-membaca, situs web yang
dan menempatkan paragraf pada level paling memiliki struktur yang membuat sulit siswa yang
rendah, dengan cara memberikan kode-kode tidak dibekali dengan kemampuan navigasi.
46
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
Berbagai masalah lainnya adalah yang dalam kaitannya dengan hak-hak yang disajikan,
berkaitan dengan warna, ukuran huruf, peta belajar tanggung jawab yang melekat pada hak-
online, dan gambar. Tidak adanya penjelasan hak mereka, dan mencari solusi atau alternatif
tentang apa yang terjadi di klip video jika hak-hak mereka dilanggar.
menyebabkan masalah aksesibilitas bagi siswa Dari penjelasan yang telah dikemukakan,
tunanetra. tampaklah bahwa penerimaan informasi oleh
Memperhatikan potensi DAISY Digital Talking siswa tunanetra, baik yang berupa konten
Book dalam mendukung proses pembelajaran pelajaran maupun ilmu pengetahuan lainnya,
anak penyandang disabilitas, Sorongon dari menjadi hal yang sangat penting. Siswa
Autism Society Philippines (ASP) mengajukan tunanetra mempunyai keterbatasan penglihatan
kegiatan ”Search for Innovative Philippine Human sehingga tidak dapat mempelajari sesuatu
Rights Initiative” pada tahun 2011 yang kemudian secara langsung tetapi mengoptimalkan
dilakukan penyusunan proposal penelitiannya kemampuan sisa indera yang mereka miliki.
oleh Ateneo Human Rights Center, Ateneo Penelitian ini berusaha menjelaskan proses
School of Government, dan the Caucus of penerimaan informasi yang dilakukan siswa
Development NGOs. tunanetra yang melewati tiga tahap, yaitu: (1)
Proposal penelitian yang berjudul “Educating proses seleksi informasi; (2) interpretasi; dan (3)
Children with Disabilities of Their Rights Using retensi informasi. Selain itu, peneliti juga
the Digital Books” muncul sebagai salah satu mengkaji faktor-faktor apa saja yang
pemenang di antara lebih dari 200 proposal yang memengaruhi penerimaan pesan dilihat dari
masuk. Setelah setahun pelaksanaan, 626 anak- aspek pengaruh penerima, pengaruh pesan, dan
anak dengan disabilitas tunanetra, Autism pengaruh sumber informasi.
Spectrum Disorder, Down Syndrome, AD/HD,
Cerebral Palsy, tuli, dan cacat lainnya KAJIAN LITERATUR
memperoleh pengetahuan tentang hak-hak Penelitian ini menggunakan teori penerimaan
mereka, khususnya hak atas pendidikan yang informasi sebagai teori utama untuk menjelaskan
baik, hak untuk bermain, dan hak untuk dilindungi proses penerimaan informasi melalui media
terhadap pelecehan verbal dan fisik. Dua puluh belajar DTB di kalangan siswa disabilitas
tujuh sekolah khusus dan pusat terapi di seluruh tunanetra yang meliputi proses penyeleksian
Filippina setuju untuk menjadi mitra dan informasi, interpretasi, dan retensi memori.
berkomitmen untuk memiliki guru yang akan Penerimaan informasi merupakan proses
mendampingi anak-anak penyandang disabilitas yang mengubah pesan ke dalam bentuk yang
saat melakukan aktivitas belajar. dapat digunakan untuk memandu perilaku
Penelitian yang dilaksanakan manusia. Menurut Ruben dan Stewart (2006),
mengungkapkan bahwa salah satu dampak proses penerimaan informasi mencakup
utama dari aktivitas pembelajaran menggunakan penyeleksian informasi, interpretasi, dan retensi.
DTB adalah dimudahkannya para guru dalam Dalam kehidupan sehari-hari, suatu peristiwa
memotivasi anak penyandang disabilitas untuk bisa saja nampak sederhana, tetapi pada
aktif berpartisipasi selama diskusi dan evaluasi. kenyataannya melibatkan banyak faktor dalam
Selain itu, DTB disediakan bagi anak proses yang aktif.
penyandang disabilitas agar mereka memiliki Penyeleksian informasi. Dalam suatu situasi,
kesempatan untuk berbagi pengalaman pribadi kita akan cenderung memilih satu sumber
47
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
informasi dan mengabaikan yang lainnya. Dalam Memori memainkan peran yang sangat
situasi yang sederhana sekalipun, kita akan diperlukan dalam proses interpretasi. Manusia
cenderung membuat keputusan rumit yang tanpa mampu menyimpan dan menggunakan informasi
kita sadari. Manusia berinteraksi dengan secara aktif dalam jumlah yang luar biasa, di
lingkungan yang penuh dengan sinyal dari samping dapat menemukan dan
berbagai jenis, mulai dalam bentuk isyarat visual, menggunakannya secara efisien.
suara (isyarat pendengaran), sentuhan (isyarat Morton Hunt (1982) memberikan deskripsi
tactile), rasa (isyarat gustatory), atau bau (isyarat yang sangat baik dari proses retensi yang
penciuman). Jumlah isyarat ini sangat tak kompleks ini dengan setiap tindakan berpikir
terbatas. Oleh karena itu,kita perlu memilih dan melibatkan penggunaan gambar, suara, simbol,
menggunakan beberapa isyarat, dan pada saat makna, dan hubungan antara berbagai hal.
yang bersamaan, kita mengabaikan yang Semua hal ini disimpan di dalam memori.
lainnya. Organisasi memori sangat efisien sehingga
Interpretasi informasi. Interpretasi terjadi seringkali kita tidak menyadari harus
pada saat kita memaknai arti yang terjadi di mengerahkan upaya untuk menemukan dan
sekitar kita. Interpretasi memberi makna menggunakan bahan-bahan ini. Kita perlu
terhadap pesan. Setiap kali orang mempertimbangkan rentang jenis informasi yang
memperhatikan pesan apapun, mereka disimpan di dalam memori yang sewaktu-waktu
membuat beberapa interpretasi dasar; mereka dapat dengan mudah dipanggil kembali. Ada juga
memutuskan apakah itu pesan lucu atau informasi yang sulit untuk dipanggil dari memori
mengkhawatirkan, benar atau tidak benar, serius yang diakibatkan oleh berbagai faktor.
atau lucu, baru atau lama, dan bertentangan atau Pada tahap ini, kita sudah mampu
konsisten. menyimpan secara aktif informasi dalam jumlah
Ketika seseorang memutuskan untuk yang banyak, di mana kita dapat mencari dan
menonton sebuah program televisi atau film, menggunakannya secara efisien. Namun
misalnya, dia membuat semua penentuan ini ternyata, tidak semua pesan yang kita terima
sebagai pemirsa, sering tanpa berpikir banyak dapat kita ingat atau tersimpan di dalam memori
tentang proses. Memperhatikan berbagai tanda ingatan kita. Informasi yang akan digunakan
adalah salah satu komponen penerimaan pesan. menjadi bagian dari apa yang disebut dengan
Agar pesan menjadi berguna, pesan pada tanda- memori jangka pendek (short-term memory).
tanda juga harus ditafsirkan. Orang harus tahu Beberapa informasi akan diproses menjadi
persis apa arti kata-kata tersebut. Dalam semua bagian dari memori jangka panjang (long-term
situasi, tindakan masyarakat akhirnya akan memory).
didasarkan pada arti yang melekat pada pesan Short-term memory adalah suatu sistem di
yang telah mereka pilih. Dalam menginterpretasi otak manusia yang berfungsi menyimpan
makna, kita sangat dipengaruhi antara lain oleh informasi yang bersifat sementara, misalnya
pengetahuan, latar belakang, dan cara pandang. pada saat manusia mencoba hal yang baru atau
Retensi memori. Retensi memori memainkan mencoba mengelompokkan informasi yang
peran yang sangat diperlukan dalam melakukan diterima. Kemudian, long-term memory adalah
seleksi dan interpretasi. Kemudahan untuk suatu sistem di otak manusia yang berfungsi
mengingat informasi yang ada seringkali untuk menyimpan informasi secara permanen,
mengabaikan kompleksitas proses yang terlibat. mengatur, dan memanggil kembali informasi
48
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
tersebut pada saat dibutuhkan di masa yang orang lain dalam situasi interpersonal. Oleh
akan datang. karena itu, gaya komunikasi seseorang dapat
Menurut Ruben dan Stewart (2006), banyak memengaruhi proses penerimaan pesan
faktor yang memengaruhi proses pemilihan sehingga dapat membatasi kontribusi dari yang
pesan, interpretasi, dan retensi pesan. Sejauh lain.
mana pengaruh faktor-faktor ini terhadap proses Pengalaman dan kebiasaan (experience and
penerimaan pesan tergantung pada kondisi habit) adalah kekuatan yang besar dalam
individu sebagai penerima pesan di samping penerimaan pesan. Pengalaman belajar yang
tergantung juga pada sifat pesan dan sumber, dimiliki sebelumnya akan memengaruhi pola
media, dan lingkungan. Berikut ini akan diuraikan penerimaan informasi sehingga ada kemungkinan
4 faktor yang memengaruhi penerimaan pesan. individu akan melakukan pengulangan. Oleh
Pengaruh kondisi individu sebagai penerima karena itu, kebiasaan dan perilaku yang dimiliki
pesan (receiver influences). Dalam situasi individu sebelumnya akan menjadi pengaruh yang
apapun, tujuan (goal) memiliki pengaruh yang penting dan prediktor perilaku dalam penerimaan
besar pada penerimaan pesan, baik yang informasi masa depan.
berkaitan dengan tujuan jangka pendek maupun Pengaruh pesan (message/information
jangka panjang, baik yang sifatnya berkaitan influencer). Ruben dan Stewart (2006)
dengan agenda pribadi maupun pekerjaan, menyebutkan dalam banyak situasi bahwa orang
sangat berpengaruh terhadap proses memiliki pilihan untuk menerima dan
penerimaan pesan. menggunakan pesan, baik ada maupun tidak
Kemampuan (capability) individu penerima adanya alternatif pengaruh yang signifikan pada
pesan yang berbeda-beda menyebabkan penerimaan pesan. Pesan-pesan alternatif
perbedaan pada pola penerimaan pesan. Sebagai mungkin lebih mudah atau bahkan mungkin lebih
contoh, misalnya: kemampuan bahasa. sulit untuk diterima, ditafsirkan, dan
Kemungkinan penerimaan pesan dan probabilitas dipertahankan.
dari individu bilingual jauh lebih luas daripada Seseorang yang memiliki preferensi untuk
seseorang yang berbicara hanya satu bahasa. satu pendekatan di atas yang lain dipengaruhi
Untuk alasan yang sama, orang-orang yang oleh gaya pribadi, pengalaman masa lalu, dan
terlatih dalam bidang profesional dan teknis faktor lainnya.
tertentu memiliki akses ke bahan dan dokumen; Pengaruh sumber pesan (source influencer).
sedangkan yang lainnya tidak. Individu yang Ketika sumber dianggap kredibel dan berwibawa,
memiliki kemampuan khusus terhadap pesan pesan mereka cenderung menarik perhatian
tertentu akan turut memengaruhi proses yang lebih dibandingkan dengan pesan-pesan
pemilihan, interpretasi, dan retensi pesan. yang berasal dari orang-orang yang tidak
Gaya komunikasi individu (communication dianggap kredibel atau otoritatif. Karakteristik ini
style) yang berbeda-beda sering menyebabkan juga cenderung memengaruhi interpretasi dan
perbedaan dalam proses penerimaan pesan. retensi pesan. Kadang-kadang, kredibilitas
Umumnya, orang-orang yang memiliki gaya sumber juga dipengaruhi oleh keahlian khusus
komunikasi yang sangat verbal (yaitu, yang yang dimilikinya terkait topik tertentu. Sebagai
berbicara panjang lebar tentang pikiran dan contoh, seorang pialang saham dapat dianggap
pendapat mereka sendiri) cenderung memiliki sebagai sumber informasi yang baik pada industri
paparan informasi yang kurang diproduksi oleh pasar saham. Dalam kasus lain, kredibilitas
49
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
individu mungkin mencakup sejumlah mata Media audio adalah media yang
pelajaran karena kombinasi pendidikannya. penyampaian pesannya hanya dapat diterima
Cara pengemasan dan penyampaian pesan oleh indera pendengaran. Pesan atau informasi
juga memengaruhi proses pemilihan pesan, yang akan disampaikan dituangkan ke dalam
interpretasi, dan retensi. Dalam kasus pesan lambang-lambang auditif berupa kata-kata,
lisan, volume berbicara, pitch, pengucapan, musik, dan sound effect. Alat perekam sendiri
aksen, dan penggunaan jeda dapat merupakan media yang menyajikan pesannya
memengaruhi komunikasi. Isyarat visual seperti melalui proses perekaman; tidak seperti radio
gerak tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata yang menggunakan gelombang elektromagnetik
juga dapat menjadi faktor yang signifikan. sebagai alat pemancarnya.
Kelebihan media alat perekam adalah dapat
Media Pembelajaran diputar berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan
Pada awal sejarah pembelajaran, media siswa, sangat efektif untuk pembelajaran bahasa,
merupakan alat bantu yang digunakan guru dan penggandaan program yang sangat mudah.
untuk menerangkan materi pelajaran. Alat bantu Sementara itu kelemahannya adalah daya
yang mula-mula digunakan adalah alat bantu jangkau yang sangat terbatas.
visual, yaitu berupa sarana yang dapat
memberikan pengalaman visual kepada siswa, METODE PENELITIAN
yang antara lain tujuannya adalah untuk Penelitian ini menggunakan paradigma
meningkatkan motivasi belajar, memperjelas dan postpositivis di mana paradigma ini lahir sebagai
mempermudah konsep yang abstrak, dan koreksi atas kelemahan yang ada dalam
mempertinggi daya serap atau retensi belajar. paradigma positivis. Paradigma postpositivis
Dengan berkembangnya teknologi, menolak gagasan bahwa fenomena sosial dapat
khususnya teknologi audio, pada pertengahan dipelajari melalui cara yang objektif dan bebas
abad ke-20, lahirlah alat bantu audio visual yang nilai. Esensi dari paradigma postpositivis adalah
terutama menggunakan pengalaman yang realisme kritis. Paradigma postpositivis
konkret untuk menghindari verbalisme. Pada mengganggap bahwa peneliti tidak bisa
akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai mendapatkan fakta dari suatu kenyataan jika
memengaruhi penggunaan media sehingga peneliti mempunyai jarak dengan kenyataan itu
fungsi media selain sebagai alat bantu, juga sendiri.
berfungsi sebagai penyalur pesan. Menurut Guba dan Lincoln dalam Denzin dan
Dengan menganalisis media melalui bentuk Lincoln (1994), paradigma postpositivis secara
penyajian dan cara penyajiannya, terdapat tujuh ontologi adalah sebuah realis kritis, di mana
kelompok media menurut Bretz dalam Hujair realitas itu memang ada tetapi tidak dapat
(2009) yaitu: (1) grafis/bahan cetak/gambar dipahami secara sempurna karena mekanisme
diam; (2) media proyeksi diam; (3) media audio; intelektual manusia yang pada dasarnya sulit
(4) media audio visual diam; (5) media gambar dikendalikan oleh fenomena. Secara
hidup/film; (6) media televisi; dan (7) multimedia. epistemologi, paradigma ini merupakan
Digital Talking Book termasuk ke dalam kategori modifikasi objektivis, di mana objektivitas sangat
kelompok ketiga yaitu media audio dengan ideal tetapi pada kenyataannya tidak selalu dapat
spesifiksi media alat perekaman. diterima oleh pikiran orang lain. Secara
metodologi, postpositivis menekankan pada
50
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan Teknik pengumpulan data dalam penelitian
lingkungan yang lebih alami, mengumpulkan ini dilakukan melalui wawancara mendalam (in
informasi yang lebih situasional dan depth interview), observasi, dan studi
mendapatkan temuan sebagai elemen dalam dokumentasi. Di samping itu, peneliti juga
penelitian. menggunakan wawancara semi terstruktur
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan karena peneliti ingin mendalami permasalahan
mendapatkan gambaran proses penerimaan secara lebih terbuka, di mana informan (siswa
informasi yang dilakukan oleh siswa tunanetra disabilitas tunanetra) akan dimintai pendapat,
melalui tiga tahap, yaitu proses seleksi informasi, perasaan, dan pengalamannya selama
interpretasi, dan retensi informasi. Selain itu, mengikuti kegiatan pembelajaran melalui
peneliti juga mencoba mendalami faktor-faktor penggunaan teknologi DTB. Informan yang dipilih
yang memengaruhi penerimaan pesan dilihat sebagai sumber data di dalam penelitian ini
dari aspek pengaruh penerima, pengaruh pesan, adalah seorang siswa tunanetra dari sekolah
dan pengaruh sumber informasi. inklusi MTsN 19 Jakarta. Profil informan adalah
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif berusia 15 tahun, tunanetra sejak lahir, memiliki
untuk menjawab pertanyaan penelitian deskriptif keluarga inti yang semuanya penyandang
tentang bagaimana proses penerimaan informasi tunanetra, dan sebagai anggota perpustakaan
pada siswa tunanetra melalui media belajar DTB khusus untuk tunanetra yang berada di Yayasan
dengan pendekatan teori penerimaan informasi. Mitranetra, Jakarta.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Neuman (1997)
yang mengemukakan bahwa orientasi dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian kualitatif yaitu peneliti memfokuskan
dirinya pada makna subjektif, pendefinisian, Penerimaan Informasi
metapora, dan deskripsi pada kasus-kasus yang Prinsip dari penerimaan informasi adalah
spesifik. Selain itu, sangat dimungkinkan juga mengubah pesan yang masuk ke panca indera
untuk menempuh langkah-langkah penelitian manusia menjadi bentuk yang dapat digunakan
yang non linear, di mana penelitian kualitatif untuk memandu perilaku manusia. Sebelum ada
memberikan ruang bagi peneliti untuk “kembali” DTB sebagai sumber belajar, para penyandang
pada langkah-langkah penelitian yang sudah disabilitas tunanetra menggunakan buku Braille
ditempuhnya dalam menjalani proses penelitian. sebagai media belajar. Keberadaan buku Braille
Strategi yang digunakan untuk penelitian ini sendiri tidak dapat dipisahkan dengan
adalah studi kasus. Strategi ini digunakan karena penggunaan DTB saat ini.
pertanyaan penelitian berkaitan dengan how atau Proses penyeleksian informasi dimulai saat
why. Studi kasus lebih dipahami sebagai informan menjadikan buku Braille sebagai
pendekatan untuk mempelajari dan sumber informasi. Informan menggunakan buku
menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya Braille untuk pertama kalinya adalah pada saat
yang alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak informan bersekolah di Sekolah Dasar Luar
luar. Studi kasus menurut Neuman (2006) dapat Biasa (SDLB). Pada saat itu, buku Braille menjadi
dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi, satu-satunya pilihan sumber belajar karena
kelompok kepentingan, atau unit berdasarkan dianggap berisikan kemampuan dasar bagi
letak geografi. siswa tunanetra untuk belajar. Fokus
pembelajaran adalah pengenalan abjad ABCD
51
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
dan seterusnya, serta tanda baca, seperti: tanda matematika, akan lebih mudah jika
tanya, tanda seru, kurung buka dan kurung tutup, menggunakan Braille karena perabaan itu lebih
titik dua dan titik koma, dan pengenalan huruf bagus dan mempercepat penghafalan; tetapi
Braille Arab untuk membaca Alquran. untuk pelajaran bahasa seperti bahasa Indonesia
Saat pertama kali belajar menggunakan buku atau bahasa Inggris, lebih mudah memahaminya
Braille, informan merasa kesulitan dalam jika dipelajari melalui DTB, dengan catatan
memahami konsep penghafalan dan bahwa pengucapan atau pelafalan harus benar-
pengepasan titik sebagai penanda huruf. benar baik agar dapat membantu pemahaman.
Dibutuhkan pembiasaan untuk teratur belajar Informan membedakan kegiatan belajar melalui
buku Braille. Dalam mempelajari kemampuan buku Braille dengan kegiatan belajar melalui DTB
dasar Braille ini, informan membutuhkan waktu sebagaimana yang disajikan berikut ini.
sekitar satu tahun. Saat informan bersekolah di Belajar melalui buku Braille memakai indera
SDLB, informan menggunakan Braille untuk peraba; tetapi belajar melalui DTB menggunakan
semua mata pelajaran, meski terbatas indera pendengaran. Penggunaan buku Braille
jumlahnya, baik koleksi buku yang kurang lebih nyaman dan lebih efisien karena lebih
lengkap, penempatan buku Braille yang kurang mudah, ekonomis, dan cepat. Dalam
rapi, buku Braille yang hilang, maupun cetakan penggunaan DTB, ada sedikit kesulitan karena
buku Braille yang kadang-kadang datang informan hanya mendengarkan orang bicara
terlambat. tentang materi pelajaran; sedangkan dengan
Informan mengenal konsep DTB sejak duduk buku Braille, informan berinteraksi langsung
di kelas 4 SD yang pada saat itu belum berformat dengan tulisan sehingga kegiatan belajar
seperti DTB, tetapi masih berbentuk pita kaset. dirasakan lebih mengena.
Pada awalnya, informan merasa heran mengapa DTB ada untuk mengatasi keterbatasan buku
kegiatan belajar tidak menggunakan buku Braille Braille. Tidak semua buku ditulis dalam versi
seperti biasanya tetapi justru menggunakan Braille karena butuh proses yang relatif lama
perangkat/alat yang terbilang baru bagi informan. untuk memproduksinya. Tidak demikian halnya
Mengingat informan sudah terbiasa dari sejak dengan pembuatan/produksi DTB.
kecil belajar melalui media kaset audio, informan Ketika masih belajar di TK dan kelas rendah
tidak membutuhkan waktu adaptasi yang lama SD, informan masih berusaha menggunakan
untuk menggunakan DTB. Kelebihan DTB huruf alfabet biasa, dan beberapa materi yang
adalah bahwa siswa dapat dengan mudah bisa dilihat secara terbatas bisa langsung
berpindah ke halaman atau bab tertentu sesuai direkam di otak sehingga daya ingat dapat lebih
dengan keinginannya. Sekalipun kondisi yang cepat. Menurut informan, response audio lebih
demikian ini memudahkan informan belajar lambat dibandingkan dengan response visual.
karena pada saat mencari halaman tertentu Sebagai contoh, pada saat informan mencoba
sangat terbantu, informan tetap saja merasa lebih menghafal Alquran melalui youtube (dengan
aman dan nyaman apabila membaca langsung konsep yang sama seperti DTB, informan
menggunakan buku Braille. menghafal dengan cara mendengarkan orang
Setelah mengenal buku Braille dan DTB, lain membacakan Alquran), informan merasa
informan merasa bahwa penggunaan kedua prosesnya menjadi lebih lambat dibandingkan
jenis media pembelajaran tersebut sangat dengan informan belajar menghafal dengan
bergantung pada situasi. Misalnya saat belajar membaca sendiri Alquran Braille. Informan
52
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
merasa penginderaannya lebih bagus untuk buku Braille dibandingkan dengan DTB karena
perabaan. ada interaksi informan melalui sentuhan
Sebelum ada DTB, informan belajar melalui sehingga dirasakan lebih mengena dan
buku Braille untuk semua materi pelajaran. membuat informan memahami pesan yang
Hampir tidak ada materi pelajaran yang sulit disampaikan.
dipahami jika memakai Braille. Belajar melalui Untuk memahami dan menafsirkan materi
Braille, indera peraba informan justru dapat lebih pelajaran tertentu, informan menghafalnya
optimal digunakan sehingga kemampuan dengan cara membaca Braille atau
mengingatnya juga lebih cepat. Dapat mendengarkan DTB secara berulang. Jika
diumpamakan seperti orang berpenglihatan mempelajari materi pelajaran yang mengandung
normal tetapi mempunyai indera penglihatan banyak rumus, informan akan secara simultan
yang lebih baik untuk mengingat. mencatatnya menggunakan huruf Braille disertai
Diakui bahwa belajar melalui buku Braille harapan untuk dapat mengingat lebih cepat.
mempunyai kelemahan jika digunakan untuk Informan menyukai pelajaran bahasa Indonesia
membaca tulisan yang agak panjang di mana karena dianggap tidak terlalu sulit dan sudah
tangan akan terasa pegal karena harus terus terbiasa mendengarkan cerita novel dan suka
bergerak dan membutuhkan konsentrasi tinggi. menulis.
Dengan demikian, ada batasan waktu tertentu Kesukaan informan dalam membaca dan
bagi informan untuk membaca dengan menulis cerita memengaruhi daya ingatnya
menggunakan buku Braille. sehingga dapat memahami pelajaran bahasa
Materi pelajaran yang spesifik yang hanya Indonesia lebih cepat. Sementara itu, untuk
dapat dipahami dengan menggunakan Braille penggunaan DTB, informan menyukai bahasa
adalah materi pelajaran yang mengandung asing, sejarah, IPS, dan cerita. Ada pengaruh
banyak rumus, seperti yang terdapat pada besar dari keluarga, di mana ibu informan
pelajaran matematika dan fisika. Meskipun seringkali membacakan cerita dan mempunyai
penggunan DTB tetap memungkinkan, hal ini hobi menulis.
memiliki banyak kelemahan. Materi pelajaran Proses retensi (memori) berperan penting
yang dirasakan agak sulit dipahami jika dalam melakukan seleksi dan interpretasi pesan.
menggunakan DTB adalah mata pelajaran Manusia mampu menyimpan informasi dan
bahasa asing karena biasanya pengucapan dan menggunakannya secera aktif di waktu yang tak
penulisannya berbeda. terduga. Di tahap ini, untuk ingatan jangka
Informan lebih memilih buku Braille untuk pendek (short-term memory), informan
belajar materi pelajaran yang banyak mempunyai ingatan yang baik dalam mengingat
menggunakan simbol seperti dalam pelajaran materi pelajaran terutama kata-kata sulit yang
matematika. Misalnya, pembacaan “(2x+3y)” dibaca atau didengarkan melalui DTB. Sekalipun
melalui DTB dirasakan agak membingungkan demikian, dalam mengingat materi pelajaran
dan menyulitkan. Jika hal yang sama disajikan untuk jangka waktu yang lama (long-term
dengan menggunakan huruf Braille, informan memory), informan tidak dapat mengingat jika
akan dapat lebih mudah memahaminya. hanya dengan sekali baca atau sekali dengar.
Dalam tahapan penyeleksian dan pemilihan Dibutuhkan berapa kali pengulangan tergantung
akses terhadap sumber informasi, informan lebih situasi dan mood informan. Rata-rata informan
cenderung memilih untuk tetap menggunakan harus mengulang dua sampai tiga kali.
53
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Jenis mata pelajaran eksak atau non-eksak bersekolah di sekolah inklusidi mana di sekolah
juga berpengaruh. Untuk pelajaran non-eksak, ini, metode pembelajaran berlaku sama untuk
karena materi pelajarannya lebih bersifat umum, semua anak termasuk anak-anak berkebutuhan
lebih mudah untuk dihafal dibandingkan dengan khusus. Kondisi yang demikian ini menjadi
materi pelajaran eksak. Untuk materi pelajaran tantangan tersendiri bagi informan untuk
eksak, meski sudah ada Braille atau DTB, beradaptasi dengan siswa-siswa lain yang
informan tetap saja membutuhkan bantuan guru berpenglihatan normal.
atau teman untuk lebih memperjelas materi Pada umumnya, cara penyampaian
pelajaran karena keterbatasannya pada saat informasi/pesan turut memengaruhi proses
mengonversi catatan di kelas menjadi Braille pemilihan pesan, interpretasi, dan retensi.
yang membutuhkan waktu dan penjelasan. Namun, ternyata informan tidak terlalu
Saat menghadapi ujian atau tes di sekolah, mempermasalahkan cara pengemasan dan
informan lebih suka belajar menggunakan Braille penyampaian pesan. Misalnya, dari jenis suara
jika waktunya berdekatan dengan waktu ujian. yang ada di dalam DTB tidak terlalu berpengaruh
Alasannya adalah karena kebiasaan saja. Jika terhadap pemahaman atau mood dalam belajar
waktu belajar dekat dengan waktu ujian, materi karena informan lebih mementingkan materi
pelajaran yang dipelajari dapat lebih mudah pelajaran yang ada di dalamnya. Informan
diingat. Berbeda dengan belajar melalui DTB di beranggapan bahwa elemen penting dalam
mana informan tidak bisa belajar dalam waktu penyampaian pesan di dalam DTB adalah
yang singkat karena keterbatasan media audio pengucapan yang jelas dari lafal ABCD,
yang membuat informan tidak bisa menangkap pembacaan yang cepat lebih disukai, dan bahasa
materi pelajaran dengan cepat. yang digunakan adalah bahasa baku. Jika yang
Untuk materi pelajaran ilmu-ilmu sosial, digunakan adalah bahasa sehari-hari, ada
informan merasa lebih nyaman dan cepat kemungkinan bisa menimbulkan perbedaan arti.
memahami jika menggunakan DTB. Untuk materi Saat belajar melalui DTB, informan merasa
pelajaran ilmu-ilmu eksak, lebih nyaman lebih santai. Jika pelajaran yang sifatnya
menggunakan Braille karena menggunakan pengulangan, informan bisa belajar sambil
simbol-simbol sehingga lebih mudah diterapkan tiduran, bahkan sambil melakukan sesuatu,
dan dibayangkan oleh informan saat seperti makan. Namun, untuk pelajaran yang
menggunakan Braille. dianggap penting dan harus dicatat, informan
Selanjutnya, di antara berbagai faktor yang harus dalam posisi duduk dan berkonsentrasi.
memengaruhi penerimaan pesan, salah satunya DTB membutuhkan perangkat khusus saat
adalah tujuan yang akan dicapai seseorang digunakan. Namun hal itu hanya dapat dilakukan
sewaktu mengakses infomasi. Informan merasa jika informan menggunakannya di perpustakaan
sudah cukup dengan keberadaan Braille dan Mitranetra. Untuk penggunaan di rumah,
DTB sebagai media pembelajaran. informan menggunakan laptop yang dilengkapi
Penggunaan DTB sangat membantu software khusus pemutar DTB. Sejauh ini,
informan untuk mempercepat pemahaman informan tidak membutuhkan bantuan orang lain
materi pelajaran sehingga sewaktu mengikuti untuk mengoperasikan DTB karena sudah
kegiatan pembelajaran di kelas, informan dapat paham cara penggunaannya dan tidak terlalu
mengejar ketertinggalan dengan teman-teman mengalami hambatan yang berarti.
lainnya yang berpenglihatan normal. Informan
54
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
Informan terlahir sebagai tunanetra low vision Pada tahapan proses seleksi informasi, fakta
dengan tingkat penglihatan yang semakin lama bahwa pengguna akan memilih salah satu
semakin menurun. Informan mempunyai saudara sumber informasi dan mengabaikan yang lain,
laki-laki dan orang tua yang sama-sama tidaklah sepenuhnya berlaku. Siswa tunanetra
tunanetra yang selalu mendukung meski tidak dalam kesehariannya menggunakan sumber
mendampingi belajar secara intens karena informasi dari Braille dan DTB secara bergantian
keterbatasan masing-masing. Sewaktu informan sesuai dengan kebutuhan. Sebelum adanya DTB,
masih kecil, orang tuanya masih mendampingi siswa tunanetra yang dapat menggunakan Braille,
dengan cara membacakan buku-buku cerita dianggap telah memiliki kemampuan dasar untuk
Braille. memperoleh ilmu pengetahuan. Braille digunakan
Dewasa ini, perkembangan teknologi telah untuk semua mata pelajaran di Sekolah Dasar
banyak membantu informan dalam mencari Luar Biasa (SDLB) meskipun dengan
pengetahuan. Misalnya, melalui pemakaian keterbatasan, baik dari sisi jumlah, kondisi,
handphone yang dilengkapi dengan screen maupun pengaturan penyimpanan yang minim.
reader yang berarti informan tidak hanya terpaku Seiring dengan berkembangnya teknologi
dengan Braille saja tetapi justru semuanya saling informasi dan komunikasi (TIK) yang
mengisi dan melengkapi sehingga membuat memengaruhi hampir semua bidang kehidupan
belajar menjadi lebih efektif, mudah, dan optimal. termasuk bidang pendidikan, hadirlah DTB
Penggunaan DTB dan Braille tergantung pada sebagai salah satu solusi. Terlepas dari segala
situasi dan kondisi. Ada kalanya Braille lebih baik keterbatasannya, DTB sudah mulai
daripada DTB tetapi ada kalanya juga DTB justru diperkenalkan kepada siswa-siswa tunanetra
lebih baik daripada Braille. Pada dasarnya, kedua yang hanya mempunyai disabilitas tunggal,
media ini dinilai saling mengisi dan saling artinya tidak dibarengi dengan ketidakmampuan
melengkapi. Untuk saat ini, informan merasa di organ tubuh yang lain.
bahwa jika hanya belajar melalui buku-buku Para siswa yang telah menyelesaikan masa
Braille dan DTB dinilai tidak cukup memadai belajarnya di SDLB melanjutkan pendidikannya
sehingga diperlukan upaya pemutakhirannya ke sekolah inklusi, sekolah yang menerapkan
(updating). Untuk kepentingan ini, informan metode pembelajaran yang sama kepada semua
mencari informasi terbaru melalui mesin pencari anak, tidak terkecuali dengan anak-anak
Google dengan menggunakan handphone yang disabilitas. Artinya, secara kemampuan, siswa-
membawa konsep hampir seperti DTB. siswa tunanetra ditantang untuk mempunyai
Handphone yang digunakan tunanetra memiliki kapabilitas yang sama dalam menerima
screen reader yang memungkinkan untuk pelajaran dengan anak-anak berpenglihatan
membaca apa yang ada di layar sehingga normal.
menjadi hampir menyerupai DTB. Pada sekolah inklusi, perbedaan cara
Keberadaan buku Braille yang pada awalnya mengakses sumber informasi menjadi persoalan
dianggap dapat digantikan dengan teknologi baru tersendiri. Siswa tunanetra yang semula belajar
ternyata tidak sepenuhnya demikian. Hasil melalui buku Braille yang mengandalkan indera
temuan peneliti di lapangan mengungkapkan pendengaran, kemudian dengan model
bahwa pengguna DTB dalam memaparkan komunikasi pesan visual harus mengandalkan
pengalamannya tetap menyertakan Braille indera pendengaran dengan model komunikasi
sebagai sumber belajar lain. pesan auditori karena harus belajar melalui DTB.
55
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Selain itu, siswa tunanetra juga dituntut memiliki kata istilah, angka-angka, dan penjelasan
kemampuan khusus untuk menguasai tombol- tentang definisi. Untuk memori jangka panjang,
tombol navigasi pada alat pemutar DTB. informan ternyata memiliki keterbatasan untuk
Faktor berikutnya yang cukup memengaruhi mengingat informasi yang bersifat permanen,
lambat atau cepatnya seorang tunanetra informan membutuhkan waktu yang lebih lama
beradaptasi dengan teknologi dengar ini adalah untuk memahami konten.
keluarga. Siswa tunanetra yang dari kecil Dalam proses penerimaan informasi melalui
terbiasa mendengarkan cerita dari orang tua atau DTB, pilihan untuk menggunakan Braille tetap
anggota keluarga lainnya mempunyai kecepatan tinggi. Dalam tahapan penyeleksian informasi
beradaptasi yang lebih baik. dan pilihan terhadap sumber informasi, informan
Konten informasi, materi pelajaran yang lebih cenderung memilih menggunakan Braille
dikemas ke dalam DTB tidak sertamerta dibandingkan dengan DTB. Alasannya adalah
membuat semua materi yang tersaji dapat karena penggunaan Braille lebih mudah,
diterima dengan baik oleh siswa tunanetra. Ada ekonomis, dan cepat. Artinya, saat menggunakan
beberapa konten yang justru jika dipelajari DTB, informan hanya mendengarkan orang
dengan menggunakan DTB malah menjadi lebih bicara tentang materi, sementara ketika
sulit. DTB mempunyai ciri khas dan keunggulan menggunakan buku Braille, informan dapat
tersendiri untuk konten yang spesifik, misalnya: berinteraksi langsung dengan tulisan sehingga
bahasa Indonesia, bahasa asing, dan IPS yang dirasakan lebih mengena.
mengandung tulisan yang panjang.
Pada tahapan interpretasi informasi, SIMPULAN DAN SARAN
pengguna harus mampu memperhatikan
berbagai tanda sebagai salah satu komponen Simpulan
penerimaan pesan. Agar pesan-pesan yang Berdasarkan hasil temuan dan pengamatan
dikemas dan disajikan melalui DTB mempunyai selama penelitian, dapat disimpulkan bahwa
arti dalam penafsirannya, informan membuat meskipun proses penerimaan informasi melalui
catatan pendukung yang menguatkan dengan media pembelajaran terlihat sebagai proses yang
menggunakan huruf Braille. sederhana, ternyata hal ini melalui serangkaian
Faktor latar belakang, pengetahuan, dan proses yang cukup kompleks.
minat juga turut memengaruhi seseorang dalam Pada tahapan seleksi informasi, informan
melakukan interpretasi makna. Informan adalah dalam kesehariannya menggunakan sumber
siswa penyandang tunanetra sejak lahir. informasi dari Braille dan DTB secara bergantian
Dilahirkan dari ibu dan ayah yang sama-sama sesuai dengan kebutuhan. Sebelum adanya
tunanetra serta mempunyai adik yang juga DTB, siswa tunanetra menggunakan buku Braille
menyandang tunanetra. Minat orang tua di untuk semua mata pelajaran di Sekolah Dasar
bidang tulis-menulis membuat informan terbiasa Luar Biasa (SDLB).
dari kecil dengan kemampuan membaca dan Pada tahapan interpretasi informasi, informan
mendengarkan cerita. menafsirkan materi pelajaran yang dikemas
Tahapan selanjutnya setelah interpretasi dan disajikan ke dalam DTB, dengan bantuan
adalah tahapan retensi. Dalam memori jangka catatan menggunakan huruf Braille. Interpretasi
pendek, informan mampu mengingat secara baik makna juga sangat dipengaruhi oleh latar
informasi yang bersifat sementara, seperti kata- belakang, pengetahuan, dan minat. Informan
56
Tuti Alawiyah: Penerimaan Informasi melalui Digital Talking Book oleh Siswa Tuna Netra
lahir dari keluarga ibu dan ayah penyandang Braille. Belajar melalui Braille justru membuat
tunanetradengan adik yang juga penyandang informan dapat menggunakan indera perabanya
tunanetra. Minat orang tua di bidang tulis menulis secara optimal sehingga mampu mengingat
membuat informan terbiasa dengan kegiatan materi pelajaran lebih cepat. Kondisi yang
membaca dan menulis cerita sejak kecil demikian ini diumpamakan seperti orang
sehingga berpengaruh terhadap minat informan berpenglihatan normal yang mempunyai indera
terhadap pelajaran bahasa. penglihatan yang lebih baik untuk mengingat.
Pada tahapan retensi memori, informan Belajar melalui Braille mempunyai kelemahan
mampu mengingat secara baik informasi yang apabila digunakan untuk membaca tulisan yang
bersifat sementara, seperti: kata-kata istilah, agak panjang, di mana tangan akan terasa pegal
angka-angka, dan penjelasan tentang definisi. karena harus terus bergerak dan membutuhkan
Untuk memori jangka panjang, informan ternyata konsentrasi tinggi.
memiliki keterbatasan untuk mengingat informasi
yang bersifat permanen. Dalam kaitan ini, Saran
informan membutuhkan waktu yang lebih lama Disarankan untuk melakukan penelitian
untuk memahami konten. eksperimen tentang bagaimana sebenarnya
Dalam proses penerimaan informasi melalui sebuah materi atau informasi/pesan diuji secara
DTB, pilihan untuk terus menggunakan Braille detail dan utuh agar diketahui kelebihan dan
tetap tinggi. Dalam tahapan penyeleksian kekurangan dari kedua sumber informasi ini.
informasi dan pilihan terhadap sumber informasi, Mengingat penemuan Digital Talking Book ini
informan cenderung lebih memilih menggunakan belum sepenuhnya dikenalkan kepada siswa-
Braille dibandingkan dengan DTB. siswa penyandang disabilitas yang bersekolah
Beberapa alasan mengenai kecenderungan di sekolah luar biasa, disarankan untuk
memilih buku Braille daripada DTB adalah melakukan penelitian tentang pemanfaatan
karena dianggap lebih mudah, ekonomis, dan media Digital Talking Book ini, baik di sekolah
cepat. Jika menggunakan DTB, informan hanya luar biasa maupun di sekolah inklusi.
mendengarkan orang bicara tentang materi. Penelitian berikutnya yang disarankan untuk
Berbeda dengan belajar melalui Braille di mana dilakukan adalah pengembangan model
informan berinteraksi langsung dengan tulisan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
sehingga kegiatan belajar dirasakan menjadi komunikasi (TIK) yang sesuai dengan kondisi
lebih mengena. penyandang disabilitas dalam mengikuti kegiatan
Kesimpulan lain adalah bahwa hampir tidak pembelajaran di sekolah inklusi.
ada materi yang sulit dipahami jika memakai
PUSTAKA ACUAN
Fichten, C. S., et al., (2009). ‘Disabilities and E-learning Problems and Solutions: An Exploratory Study’,
Educational Technology and Society, Vol. 12
Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). Competing paradigms in qualitative research. In N. K. Denzin & Y. S.
Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research. Thousand Oaks, CA: Sage.
Hujair AH. Sanaky (2009). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press
Hunt, Morton (1982). The Universe Within; A New Science Explores The Human Mind. New York: Simon &
Schuster
Kartunet (2013). Simpang Siur Populasi Disabilitas di Indonesia. Diambil dari http://www.kartunet.com
57
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Lundh, A.H. (2013). Talking Books and Reading Children: Children Describing Their Use of Talking Books,
Swedish Agency for Accessible Media
Neuman, W.L. (1997). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches (3rd ed). Boston:
Pearson Education, Inc
——————— (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches (6th ed). Boston:
Pearson Education, Inc.
Petri, K. (2012). “Accessibility issues in e-books and e-book readers”, in Polanka, S. (Ed.), Use and Management
of Electronic Books, American Library Association, Chicago.
Ruben, Brent D. & Stewart Lea P. (2006). Communication and Human Behavior (5th edition). Boston: Pearson
Eucation, inc.
Sorongon, Ranil (2013). Digital talking books An Alternative Way of Educating Children With Disabilities of
Their Rights: http://www.unescobkk.org/news/article
Tarsidi, Didi. (2005, March). Higher Education For Student With Visual Impairment In Indonesia. Paper presented
at the 2nd International Conference on Higher Education for Student with Disabilities, Waseda University
Tokyo, Japan.
*******
58
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012
Berpikir Spasial.
Diterima: 03 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi:18 Mei 2017, disetujui: 04 Juni 2017
Abstrak: Pembelajaran geografi berguna untuk membekali siswa dengan keterampilan berpikir spasial. Pembelajaran
geografi harus diarahkan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik perlu memanfaatkan perkembangan
teknologi terutama teknologi berbasis geospasial, salah satunya berupa Google Earth. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Earth terhadap keterampilan
berpikir spasial. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental berupa pretest-posttest nonequivalent control
group design. Penelitian dilakukan pada Kelas X IPS SMA Negeri 1 Salam Babaris, Kabupaten Tapin. Instrumen yang
digunakan adalah tes untuk mengukur keterampilan berpikir spasial berupa modifikasi dari Spatial Thinking Ability Test
(STAT), lembar observasi, angket, dan lembar penilaian produk. Analisis data melalui t test dengan menggunakan
SPSS 20.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Earth
berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir spasial siswa. Beberapa kelebihan dari pembelajaran ini antara
lain adalah: (1) 88% siswa menjadi tertantang untuk menyelesaikan permasalahan nyata melalui kegiatan proyek, (2)
100% siswa semakin aktif dalam pembelajaran, (3) kinerja 96% siswa dalam menyelesaikan proyek lebih teratur, (4)
100% siswa merasa memiliki keleluasaan lebih untuk menyelesaikan proyek, (5) 98% siswa termotivasi berkompetisi
menghasilkan produk yang terbaik, dan (6) 89% siswa mengalami peningkatan keterampilan berpikir spasial.
Abstract: Learning geography is useful to equip students with spatial thinking skills. Learning geography should be directed
to use a scientific approach. The scientific approach needs to take advantage of technological development is mainly
based geospatial technologies, one of them is a Google earth. This study aimed to determine the effect of the use of
project-based learning assisted Google earth to spatial thinking skills. This study uses a quasi-experimental design in the
form of a pretest-posttest nonequivalent control group design. The study was conducted on Class X IPS SMAN 1 Salam
Babaris, Tapin Regency. The instrument used in this study is a test to measure spatial thinking skills in the form of a
modification of Spatial Thinking Ability Test (STAT), observation sheets, questionnaires, and marking sheet products.
Analysis of the data by test using SPSS 20.0 for windows. The results showed that the project-based learning Google
earth aided significantly influence spatial thinking skills of students. In addition, it also found some of the advantages of
project-based learning assisted Google earth, among others: (1) 88% of students be challenged to solve real problems
through project activities, (2) 100% of the students more active in learning, (3) performance of 96% students in completing
the project more organized, (4) 100% of students feel they have more freedom to complete the project, (5) 98% of the
students are motivated to compete to produce the best, and (6) 89% of students has increased their spatial thinking skills.
59
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
60
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
Berpikir Spasial.
Situs berbasis geospasial seperti Google telah banyak bukti empirik yang pernah dilakukan
Earth dapat mempercepat peningkatan melalui penelitian.
kemampuan berpikir spasial dalam bermacam- Pembelajaran berbasis proyek mampu
macam siswa (Bodzin, Anastasio & Kulo, 2009). meningkatkan hasil belajar geografi (Lestari,
Google Earth dapat diakses secara gratis dan Fatchan & Ruja, 2016; Triani, Zulkarnain & Utami,
mudah digunakan sehingga memudahkan dalam 2015). Pembelajaran berbasis proyek mampu
membedakan bentang lahan alamiah dan meningkatkan kemampuan siswa untuk
buatan, membantu belajar memvisualkan, dan mengintepretasi citra penginderaan jauh (Irawan,
memahami proses yang terjadi di permukaan 2014). Pembelajaran berbasis proyek juga dapat
bumi. merangsang kemampuan berpikir spasial
Penelitan mengenai manfaat Google Earth (Bowlick, Bednarz & Goldberg, 2016).
dalam pembelajaran geografi telah banyak Berbagai hasil penelitian tersebut berusaha
dilakukan. Menurut Deutscher, Google Earth mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis
merupakan globe yang disajikan secara virtual proyek terhadap kemampuan geografis siswa
sehingga memudahkan siswa untuk melihat bumi dan ternyata menunjukkan hasil yang baik.
dari berbagai sudut dan berbagai persepsi Pembelajaran berbasis proyek dapat
(Deutscher, 2011). Pemanfaatan Google Earth digunakan untuk meningkatkan kecerdasan
dalam pembelajaran membantu siswa untuk melalui pembelajaran konteks dunia nyata. The
memahami dunia di sekelilingnya secara lebih baik. practical goal of project-based learning is to
Franklin & Thankachan mengemukakan bahwa acquire new skills and develop ‘technical
Google Earth memberikan banyak keuntungan competency’ while applying an example case to
bagi guru dalam membangun pemahaman spasial real-world problems (Mountrakis &
siswa dan menjadi jembatan yang Triantakonstantis, 2012). Pembelajaran berbasis
menghubungkan antara pengetahuan siswa dan proyek juga dapat meningkatkan kecerdasan
pengetahuan guru dalam mempelajari peta (Grant & Branch, 2005). Dalam kecerdasan
interaktif (Thankachan & Franklin, 2013). ganda terdapat delapan kecerdasan, salah
Google Earth juga mendukung siswa dalam satunya adalah kecerdasan spasial (Gardner,
pembelajaran sehingga mampu meningkatkan 2006). Kecerdasan spasial memiliki salah satu
interaksi dan pengalaman siswa. Penggunaan indikator yaitu kemampuan berpikir spasial.
Google Earth dalam pembelajaran menurut Riyadi Berdasarkan latar belakang dan telaah
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek terhadap beberapa hasil penelitian yang telah
afektif, kognitif, dan psikomotorik (Riyadi, 2011). dilakukan, dapat diajukan rumusan masalah
Penggunaan Google Earth dalam pembelajaran penelitian, yaitu apakah ada pengaruh
geografi dinilai Ardyodyantara efektif meningkatkan pembelajaran berbasis proyek berbantuan
hasil belajar geografi (Ardyodyantara, 2014). Google Earth terhadap keterampilan berpikir
Penggunaan media dalam pembelajaran spasial siswa? Tujuan penelitian ini ialah untuk
memerlukan dukungan dari metode mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis
pembelajaran. Metode pembelajaran yang proyek berbantuan Google Earth terhadap
digunakan dalam penelitian ini ialah keterampilan berpikir spasial.
pembelajaran berbasis proyek. Penggunaan Penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bukti
metode ini adalah dikarenakan sesuai dengan ilmiah bahwa pendekatan saintifik, salah satunya
konten materi pembelajaran geografi di samping dengan pembelajaran berbasis proyek dapat
61
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
dimaksimalkan melalui pemanfaatan kemajuan Gabungan dari ketiga unsur berpikir spasial
teknologi geospasial untuk mengembangkan di atas dapat kita gunakan dalam menjelaskan
keterampilan berpikir spasial. sebuah peta. Peta yang tidak mempunyai
hubungan struktur keruangan dapat kita amati,
KAJIAN LITERATUR ingat, kelola dan analisis melalui transformasi
penggunaan harkat/nilai pada objek yang ada di
Kemampuan Berpikir Spasial peta, sehingga akan didapat hubungan
Spatial thinking is essential to knowing and antarobjek. Kita dapat menampilkan hasilnya
applying geography and requires students to use melalui berbagai media (teks, gambar, video, dan
spatial concepts, geographic representations, lain-lain) untuk menjelaskan dan menyampaikan
and critical processes of reasoning in order to gagasan kita mengenai sebuah objek dan
understand the world in which they live, to solve hubungannya dengan objek lain.
problems, and to make decisions (National Assosiation of American Geographiers (AAG)
Council for Geographic Education, 2009). (2006) menyatakan bahwa berpikir spasial
Isikawa dan Kasten menyatakan bahwa berpikir “…enable the geographier to visualize and
spasial meliputi gabungan mengenali, analyze spatial relationships between objects,
memanipulasi, menginterpretasi, memprediksi, such as location, distance, direction, shape, and
dan menggunakan pengetahuan spasial untuk pattern”. Ada delapan kemampuan berpikir
pengetahuan lain (Isikawa dan Kasten, 2005). spasial, yaitu: (1) comparison, (2) aura, (3)
Comitte On The Support For The Thinking region, (4) transition, (5) analogy, (6) hierarchy,
Spatially (2006) menyatakan bahwa berpikir (7) pattern, dan (8) association.
spasial merupakan bagian dari aspek kognitif. Inti Gersmehl & Gersmehl mendefinisikan
dari berpikir spasial adalah gabungan gagasan berpikir spasial sebagai kemampuan yang dapat
dari tiga unsur: konsep keruangan, gambaran, digunakan seorang geographier untuk
dan proses berpikir. Adanya konsep keruangan menganalisis hubungan keruangan di muka bumi
menjadikan berpikir spasial menjadi bagian (Gersmehl & Gersmehl, 2007). Dalam berpikir
khusus dari kecerdasan. Untuk memahami arti spasial, ada 12 cara, yaitu: (1) mendefinisikan
dari keruangan, kita dapat menggunakan bagian sebuah lokasi, (2) mendeskripsikan kondisi
darinya (ukuran, kontinuitas, kedekatan, geografi, (3) menjelaskan koneksi spasial, (4)
pemisahan) sebagai sarana untuk memecahkan membuat perbandingan spasial, (5) pengaruh
masalah, menemukan jawaban, dan spasial, membatasi region, (6) memasukkan
mengungkapkan solusi. Contoh dari konsep sebuah tempat ke dalam tingkatan spasial, (7)
keruangan adalah jarak yang menghubungkan membuat grafik transisi spasial, (8)
antartempat (kilometer dengan mil), perbedaan mengidentifikasi persamaan spasial, (9) melihat
hitungan perjalanan (mil, waktu tempuh, biaya), pola spasial, (10) menaksir gambungan spasil,
sistem koordinat (Cartesian, Polar), ruang (11) membuat dan menggunakan model spasial,
(dimensi dua, dimensi tiga). Contoh dari konsep dan (12) menggambar pengecualian spasial.
gambaran adalah perbedaan proyeksi peta Bednaz & Lee (2011) mengemukakan bahwa
(Mercator dan equatorial), prinsip desain grafis instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir
(visual kontras). Contoh dari proses berpikir spasial adalah Spatial Thinking Ability Test
adalah memilih rute jalan terpendek, memilih jalur (STAT). Aspek-aspek yang menjadi cakupan
pendakian paling landai. STAT adalah: (1) memahami orientasi dan arah,
62
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
Berpikir Spasial.
(2) membandingkan informasi pada peta dengan mengklasifikasi suatu fenomena, apakah dalam
informasi grafik, (3) memilih lokasi terbaik kondisi berkelompok, linier, menyerupai cincin,
berdasarkan faktor-faktor spasial, (4) acak, atau lainnya. Assossiation (korelasi),
membayangkan profil lereng berdasarkan peta kemampuan membaca suatu gejala yang
topografi, (5) mengkorelasikan fenomena berpasangan yang memiliki kecenderungan
distribusi keruangan, (6) menggambar objek tiga terjadi secara bersama-sama di lokasi yang sama
dimensi berdasarkan informasi dua dimensi, (7) (mempunyai pola spasial sama).
melakukan overlay peta, dan (8) memahami
kenampakan geografi berupa titik, garis, dan Pembelajaran Berbasis Proyek
polygon. Pembelajaran berbasis proyek telah lama
Dari berbagai pendapat di atas dapat digunakan dalam dunia pendidikan. Sejarah awal
disimpulkan bahwa berpikir spasial merupakan perkembangan project-based learning pada
kemampuan untuk menemukan makna pada dunia pendidikan dimulai pada tahun 1918 oleh
ukuran, bentuk, orientasi, arah lokasi, atau William H. Kilpatrick (Holm, 2011). Lebih jauh,
lintasan benda, proses atau fenomena, atau Holm mendefinisikan pembelajaran berbasis
posisi relatif dalam ruang beberapa objek, proses proyek sebagai:
atau fenomena. “…student-centered instruction that occurs over
Penelitian yang dilaksanakan ini an extended time period, during which students
menggunakan indikator berpikir spasial menurut select, plan, investigate and produce a product,
AAG. Pertimbangan penggunaan indikator AAG presentation or performance that answers a real-
menurut peneliti adalah karena indikator tersebut world question or responds to an authentic
cocok dengan metode pembelajaran berbasis challenge. Teachers generally serve as
proyek. facilitators, providing scaffolding, guidance and
Comparison (kondisi dan koneksi spasial), strategic instruction as the process unfolds”
kemampuan membandingkan tempat-tempat (Holm, 2011: 1).
yang mempunyai persamaan dan perbedaan. Pendapat Holm di atas dapat diartikan bahwa
Aura, merupakan zona pengaruh suatu objek ke pembelajaran berbasis proyek adalah
sekitarnya sehingga mampu menunjukkan efek pembelajaran yang berpusat pada siswa, di
dari kekhasan suatu daerah terhadap daerah mana siswa dapat memilih, merencanakan,
yang berdekatan. Region, kemampuan menyelidiki, dan membuat proyek sesuai dengan
mengidentifikasi tempat-tempat yang memiliki keinginannya. Kemudian, siswa menyajikan hasil
kesamaan dan mengklasifikasikannya sebagai proyek sebagai jawaban atas pertanyaan
satu kesatuan. Hirarki, kemampuan untuk mendasar dari permasalahan yang terjadi pada
menunjukkan tempat-tempat yang sesuai konteks dunia nyata. Sedangkan peran guru
dengan hirarkhi dalam sekumpulan area. dalam pembelajaran proyek bertindak sebagai
Transition, kemampuan menganalisis fasilitator.
perubahan tempat-tempat apakah terjadi secara Dari uraian yang telah dikemukakan dapatlah
mendadak, gradual, atau tidak teratur. Analogy, diketahui karakteristik pembelajaran berbasis
kemampuan menganalisis apakah tempat- proyek, yaitu (1) pembelajaran yang berpusat
tempat yang berjauhan memiliki lokasi yang sama pada siswa, (2) siswa diberi keleluasaan dalam
sehingga kemungkinan memiliki kondisi dan atau memilih permasalahan yang akan dicarikan
koneksi yang sama. Pattern, kemampuan untuk solusinya, (3) siswa dapat merencanakan dan
63
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
melakukan penyelidikan sesuai dengan tingkat pertanyaan mendasar. Dari pertanyaan tersebut,
kemampuannya, (4) siswa menyajikan hasil akhir siswa diminta melakukan pemecahan masalah
kegiatan pembelajaran, yaitu sebuah proyek menggunakan kaidah ilmiah. Dari kaidah ilmiah,
(produk) yang menjadi jawaban atas siswa diharapkan membuat satu set produk
permasalahan yang mereka pilih, dan (5) guru sebagai jawaban dari pertanyaan mendasar.
bertindak/berperan sebagai fasilitator. Proyek yang dikerjakan siswa bersumber dari
Model pembelajaran berbasis proyek pertanyaan mendasar tentang masalah
mempunyai beberapa keunggulan, yang antara lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup
lain adalah: (1) meningkatkan motivasi siswa tersebut menyangkut efek rumah kaca,
untuk belajar, (2) mendorong kemampuan siswa pemanasan global, dan perubahan iklim. Siswa
melakukan pekerjaan penting, (3) membuat proyek dengan bantuan Google Earth.
mengembangkan kemampuan siswa dalam Siswa mulai mendesain sebuah proyek membuat
memecahkan masalah dan berpikir kritis, (4) maket pemukiman yang layak lingkungan
mengembangkan keterampilan komunikasi, sehingga dapat mengurangi dampak efek rumah
kolaborasi, dan pengelolaan sumber daya, (5) kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim.
memberikan pengalaman kepada siswa
pembelajaran dan praktik dalam METODE PENELITIAN
mengorganisasikan proyek dan membuat alokasi Penelitian ini memilih desain quasi
waktu serta sumber-sumber lain seperti experiment (eksperimen semu) dengan
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas, (6) pertimbangan bahwa penelitian ini mengabaikan
melibatkan siswa untuk belajar mengambil variabel luar yang dapat memengaruhi hasil
informasi dan menunjukkan pengetahuan yang eksperimen. Pertimbangan lainnya adalah: (1)
dimiliki dan kemudian mengimplementasikannya untuk mengidentifikasi perbedaan model
dalam kehidupan sehari-hari, dan (7) membuat pembelajaran berbasis proyek berbantuan
suasana belajar menyenangkan sehingga siswa Google Earth dan pembelajaran konvensional
maupun guru menikmati proses pembelajaran terhadap kemampuan berpikir spasial, dan (2)
(Direktorat Pembina SMA, 2014). pemilihan dan pengelompokan subjek penelitian,
Pembelajaran berbasis proyek memiliki enam baik kelompok eksperimen maupun kelompok
sintak (langkah-langkah selama proses kontrol, tidak dilakukan secara acak.
pembelajaran) yaitu : (1) menentukan pertanyaan Penelitian ini memilih rancangan pretest-
mendasar, (2) mendesain perencanaan proyek, posttest nonequivalent control group design
(3) menyusun jadwal, (4) memonitor kegiatan dan sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1 berikut
perkembangan proyek, (5) menguji hasil proyek, ini.
dan (6) mengevaluasi hasil kegiatan proyek
Tabel 1. Desain Penelitian Eksperimen Semu dengan
(Direktorat Pembina SMA, 2014). Selain sintak Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group
pembelajaran yang harus sesuai, pembelajaran
Pretest Treatment Posttest
berbasis proyek juga harus dijalankan dengan
Experimental O1 X O2
memerhatikan panduan yang telah ditetapkan
Control O3 O4
agar pembelajaran berjalan dengan baik.
Hal penting yang dapat dijadikan panduan Keterangan:
dalam pembelajaran berbasis proyek menurut O1: Pengukuran kemampuan berpikir spasial
Krajcik & Shin (2014: 275) adalah diawali dengan awal (pretest) kelas eksperimen.
64
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
Berpikir Spasial.
65
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
semua responden (100%) menyatakan mereka Earth terhadap keterampilan berpikir spasial siswa
lebih aktif belajar, teratur mengerjakan proyek, diduga karena beberapa hal berikut ini.
dan rutin melakukan konsultasi dengan guru, (3) Pertama, siswa menjadi tertantang untuk
hampir semua responden (96%) menyatakan, menyelesaikan permasalahan nyata melalui
mereka melaksanakan kegiatan pembelajaran kegiatan proyek “Membuat Pemukiman Ramah
dengan baik dan terencana, (4) semua Lingkungan”. Hal ini dibuktikan ketika guru
responden (100%) mengemukakan, mereka memberikan pilihan antara menggunakan
memiliki keleluasaan dalam kegiatan belajarnya, permasalahan lingkungan di sekitar tempat
(5) hampir semua responden (98%) menyatakan, tinggal atau menggunakan masalah yang dapat
mereka berupaya untuk menghasilkan produk ditemukan pada buku. Sebanyak 88% siswa
yang lebih baik dibandingkan dengan teman- memilih menggunakan permasalahan nyata.
teman lainnya, dan (6) sebagian besar Siswa beralasan bahwa menggunakan
responden (89%) memerlihatkan peningkatan permasalahan nyata di lapangan akan lebih
kemampuan berpikir spasial mereka melalui menarik dan menantang karena langsung
produk akhir yang mereja hasilkan. Produk akhir berhubungan dengan kehidupan mereka. Siswa
yang dihasilkan siswa yang dinilai guru melalui merasa tertantang untuk mencari jawaban dari
lembar penilaian memperoleh nilai baik dan permasalahan lingkungan yang ditemukan
sangat baik, tidak ada yang memperoleh nilai melalui proyek yang dikerjakan.
cukup baik atau tidak baik. Kedua, siswa semakin aktif dalam
Selanjutnya, hasil uji hipotesis menunjukkan pembelajaran. Hal ini dibuktikan melalui catatan
bahwa model pembelajaran berbasis proyek observasi selama pembelajaran di mana siswa
berbantuan Google Earth berpengaruh signifikan aktif mengikuti kegiatan proyek dari awal sampai
terhadap keterampilan berpikir spasial siswa. Hal akhir pembelajaran. Di awal pembelajaran, siswa
ini sejalan dengan hasil penelitian Bodzin, terlihat aktif mengidentifikasi masalah lingkungan
Anastasio & Kulo (2009) di mana Google Earth dan menyusun rencana proyek pengembangan
dapat mempercepat peningkatan kemampuan pemukiman ramah lingkungan.
berpikir spasial siswa. Penelitian ini juga sesuai Pada pelaksanaan penelitian di lapangan,
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh siswa terlihat aktif melakukan observasi. Ketika
Bowlick, Bednarz, & Goldberg (2016) yang penulisan hasil dan pembahasan setelah
mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis observasi lapangan, siswa aktif mencari sumber
proyek dapat merangsang kemampuan berpikir teori, baik dari buku di perpustakaan maupun
spasial. browsing internet melalui handphone. Di samping
Hasil penelitian ini juga menguatkan itu, siswa juga aktif melakukan konsultasi kepada
pendapat Grant & Branch (2005) dan Mountrakis guru dan mendapatkan bimbingan langsung
& Triantakonstantis (2012) yang menyatakan untuk melakukan perbaikan proyek yang mereka
bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat kerjakan.
meningkatkan kecerdasan. Kecerdasan yang Ketiga, kinerja siswa selama menyelesaikan
dimaksudkan di sini ialah kecerdasan spasial proyek tampak lebih teratur karena segala
yang ditunjukkan melalui kemampuan berpikir aktivitas yang dilakukan siswa didasarkan atas
spasial. perencanaan atau desain proyek dan jadwal
Pengaruh yang signifikan dari model pelaksanaan proyek yang telah dibuat di awal.
pembelajaran berbasis proyek berbantuan Google Sebelum melaksanakan proyek, siswa
66
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
Berpikir Spasial.
melakukan perencanaan dengan membuat menyimpan data spasial yang ada. Hal ini
desain proyek yang dalam hal ini, siswa memilih didukung hasil penelitian Deutscher (2011) yang
lokasi pemukiman yang akan dijadikan ramah mengemukakan bahwa pemanfaatan Google
lingkungan melalui Google Earth. Setelah siswa Earth dalam pembelajaran membantu siswa
selesai menyusun jadwal pelaksanaan proyek, untuk memahami dunia di sekelilingnya secara
mereka mulai melakukan pengalokasian waktu lebih baik. Pembelajaran berbasis proyek
untuk pembuatan proposal penelitian, membuat siswa melakukan kegiatan nyata
pengumpulan data, sampai pada pembuatan sehingga daya ingat mereka meningkat. Hal ini
maket pemukiman ramah lingkungan dengan sesuai dengan konsep Learning by Doing
batas waktu tertentu. Kondisi yang demikian ini (Dewey, 1997).
memengaruhi pekerjaan siswa dalam Penelitian ini juga menemukan beberapa
melaksanakan proyek menjadi lebih teratur kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu: (1)
sampai proyek selesai. waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
Keempat, siswa lebih memiliki keleluasaan proyek relatif lama. Untuk menghasilkan produk
untuk menyelesaikan proyek karena karya ilmiah geografi, siswa memerlukan waktu
pembelajaran berbasis proyek memberikan selama enam kali pertemuan (tiga minggu). Hal
keleluasaan kepada siswa untuk membuat ini disebabkan karena sebelumnya siswa belum
rencana dan menyusun jadwal penyelesaian pernah melaksanakan pembelajaran berbasis
proyek. Siswa memiliki kebebasan untuk proyek. Selain itu, penyelesaian proyek tidak
mendapatkan bimbingan langsung dari guru cukup hanya di dalam kelas, tetapi juga di
mengenai perkembangan proyek. Demikian pula lapangan untuk pengumpulan data.
kebebasan untuk mencari dan mendapatkan
informasi melalui kajian literatur, observasi, dan SIMPULAN DAN SARAN
browsing di internet untuk mendukung proyek
“Membuat Maket Pemukiman Ramah Simpulan
Lingkungan”. Bertolak dari temuan penelitian dan
Kelima, siswa bersemangat untuk pembahasan, maka beberpa kesimpulan yang
berkompetisi menghasilkan produk yang terbaik. dapat dikemukakan adalah bahwa model
Produk akhir pada pembelajaran berbasis proyek pembelajaran berbasis proyek dengan
merupakan sumber utama penilaian guru berbantuan Google Earth berpengaruh signifikan
terhadap hasil belajar siswa. Hal ini mendorong terhadap keterampilan berpikir spasi siswa.
siswa untuk berkompetisi menghasilkan produk Kelebihan dari model pembelajaran berbasis
yang maksimal. proyek, antara lain adalah: (1) mendorong siswa
Keenam, kelas kontrol mengalami menjadi tertantang untuk menyelesaikan
peningkatan signifikan di bidang keterampilan masalah-masalah nyata melalui kegiatan proyek,
berpikir spasial. Hal ini terjadi karena (2) siswa semakin aktif dalam pembelajaran, (3)
pembelajaran berbasis proyek berbantuan kinerja siswa dalam menyelesaikan proyek lebih
Google Earth membantu siswa memahami teratur, (4) siswa lebih memiliki keleluasaan untuk
aspek-aspek spasial yang ada di lingkungan menyelesaikan proyek, (5) siswa termotivasi
tempat tinggalnya. Dengan Google Earth, siswa berkompetisi menghasilkan produk yang terbaik,
mendapatkan gambaran visual bumi secara 3D dan (6) siswa mengalami peningkatan
sehingga otak mereka merespon dan keterampilan berpikir spasial. Di sisi lain,
67
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
PUSTAKA ACUAN
Ardyodyantoro, Gatty. 2014. Pemanfaatan Google Earth Dalam Pembelajaran Geografi Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Widya Kutoarjo. Yogyakarta: UNY. Skripsi tidak diterbitkan.
Association of American Geographers. 2006. Introducing Spatial Thinking Skills Across The Curriculum.
http://www.aag.org/galleries/tgmg-files/spatial_thinking_history_lesson.pdf diakses pada 5 Januari 2016.
Bodzin, A., Anastasio, D., & Kulo, V. 2009. Designing Google Earth Activities for Learning Earth and Environmental
Science. (in press). In MaKinster, Trautmann, & Barnett (Eds.) Teaching Science and Investigating
Environmental Issues with Geospatial Technology: Designing Effective Professional Development for
Teachers. Dordrecht, Netherlands: Springer.
Bowlick, F.J., Bednarz, S.W., & Goldberg, D.W. 2016. Student Learning in an Introductory GIS Course: Using a
Project-Based Approach. Transactions in GIS, Vol.20, No.2, pp 182–202
Committee on Support for Thinking Spatially. 2006. Learning To Think Spatially. Washington, USA: National
Academies Press.
Deutscher, Rebecca. 2011. Google Earth: How Are Teachers Using This Virtual Globe and How Can They Be
Further Supported?. Orlando, USA: NARST.
Dewey, J. 1997. Experience and Education by John Dewey (1st Touchstone Edition). New York: Simon & Schuster
Inc.
Direktorat Pembina SMA. 2014. Pembelajaran Geografi Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Gardner, H. 2006. Multiple intelligences: New horizons. Basic books.
Gersmehl, Philip J. and Gersmehl, Carol A. 2007. Spatial Thinking by Young Children: Neurologic Evidence for
Early Development and “Educability”. Journal of Geography. Vol. 106, No. 5, pp 181-191.
Grant, M. M., & Branch, R. M. 2005. Project-based learning in a middle school: Tracing abilities through the
artifacts of learning. Journal of Research on Technology in Education, Vol.38, No.1, pp 65–98.
Hadi, Bambang Saeful. 2012. Remote Sensing Implementation In Learning To Develop Students Spatial Thinking
Skills. Disampaiakan pada Seminar Internasiaonal IGI ke-15 pada tanggal 3-4 November 2012 di Surakarta.
Holm, M. (2011). Project-Based Instruction: A Review Of The Literature On Effectiveness In Prekindergarten.
River Academic Journal, Vol.7, No.2, pp 1–13.
Irawan, L. Y. (2014). Pengaruh Model Project Based Learning terhadap Kemampuan Menginterpretasi Citra
Penginderaan Jauh Siswa MA. Disertasi dan Tesis Program Pascasarjana UM, 0(0). Retrieved from http:/
/karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ disertasi/article/view/34235.
Ishikawa,T. & Kastens K.A. 2005. Why students have trouble with maps and other spatial representations.
Journal of Geoscience Education Vol. 53, No. 2, pp 184-187.
Krajcik, J.S., & Shin, N. 2014. Project-Based Learning. Dalam S. Keith (Ed). The Cambridge Handbook of The
Learning Science (hlm.275-297). New York: Cambridge University Press.
68
Dwi Angga Oktavianto, Sumarmi, Budi Handoyo: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Berbantuan Google Earth Terhadap Keterampilan
Berpikir Spasial.
Lee, Jongwon & Bednarz, Robert.2011. Components of spatial thinking: Evidence from a Spatial Thinking
Ability Test. Journal og Geography, vol.3, No.1,pp 15-26.
Lestari, D. P., Fatchan, A., & Ruja, I. N. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Berbasis
Outdoor Study Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, Vol. 1, No.3, pp 475–479. https://doi.org/10.17977/jp. v1i3.6175
Mountrakis, G., & Triantakonstantis, D. 2012. Inquiry-based learning in remote sensing: A space balloon
educational experiment. Journal of Geography in Higher Education, Vol.36, No.3, pp 385–401.
National Council for Geography. 2012. Geography for Life, 2nd Edition. Washington: NCG.
Riyadi, Slamet. 2011. Studi Eksperimen Penggunaan Google Earth sebagai Media Pembelajaran Sejarah
Berbasis E-Learning Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Purwodadi Tahun Ajaran 2011/2012. Semarang: Unnes.
Skripsi tidak diterbitkan.
Thankachan, Briju dan Franklin, Theresa. 2013. Impact of Google Earth on Student Learning. International
Journal of Humanities and Social Science, Vol. 21, No. 3, pp 11-16.
Triani, W., Zulkarnain, Z., & Utami, R. K. S. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning
Terhadap Hasil Belajar GeografI. JPG (Jurnal Penelitian Geografi), Vol.3, No.7. Retrieved from http://
jurnal.fkip.unila.ac.id/ index.php/JPG/article/view/10445
Webster, M.L. 2015. GIS In AP Human Geography: A Means Of Developing Students’ Spatial Thinking? Disertasi
tidak diterbitkan. Texas: University of North Texas.
*******
69
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901
Haryono
Prodi Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Jl. Kelud Utara III, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
fransharyono@mail.unnes.ac.id
Diterima: 6 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi: 19 Mei 2017, disetujui: 27 Mei 2017
Abstrak: Fokus dari kajian ini adalah tentang jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran
yang memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu pembelajaran tetapi belum memiliki formasi
penugasan pada satuan pendidikan (sekolah). Kajian dilakukan untuk menganalisis bagaimana
implementasi jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran dalam sistem penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Kajian dilakukan dalam bentuk studi literatur dan telaah kritis pada praktik empiris
di lapangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa implementasi jabatan fungsional Pengembang Teknologi
Pembelajaran di sekolah menjadi langkah strategis dalam membangun sistem pendidikan persekolahan
yang berkualitas. Pengembang Teknologi Pembelajaran sebagai pelaksana teknis fungsional dengan
tugas pokok melakukan analisis dan pengkajian, perencanaan, produksi, penerapan, pengendalian, dan
evaluasi terhadap sistem/model teknologi pembelajaran akan menjadi mitra guru dalam mewujudkan
pendidikan berkualitas di sekolah. Pengembang Teknologi Pembelajaran di sekolah dapat berperan sesuai
lingkup tugas dan fungsinya untuk melakukan proses penjaminan mutu pembelajaran, pengembangan
dan pengelolaan infrastruktur pembelajaran, serta pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan
sekolah.
Abstract: The focus of this study is on functional post of Instructional Developers having strategic roles in
educcation quality improvement but haven’t got assignment formation at schools. This study is to analyze
how functional post of Instructional Developers is implemented in the system of educational service at
schools. It was carried out through literature review and critical questions by empirical practices in the
field. The result shows that the implementation of functional post of Instructional Developers at schools
has become a strategic step in developing quality education system at schools. Instructional Developers
as functional technical actors-having main tasks of analyzing and studying, planning, producing,
implementing, controlling, as well as evaluating the education technological system/model-will become
the teachers’ partners in realizing quality education at schools. At schools, Instructional Developers can
contribute to learning quality guarantee process, learning infrastructure development as well as
management, and school human resource capacity improvement.
70
Haryono: Implementasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran di Sekolah
71
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
praktik, PTP dapat melakukan praktik-praktik fungsional PTP dapat ditempat-tugaskan dan
secara beretika dalam perancangan dan diberdayakan sebagai mitra kerja guru dalam
produksi berbagai media/model pembelajaran peningkatan mutu pembelajaran dan pendidikan
yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan di sekolah.
kualitas pembelajaran di sekolah dan di berbagai Berkaitan dengan permasalahan di atas,
lembaga Diklat. Penerapan teknologi pendidikan pertanyaan yang menjadi fokus kajian ini adalah
akan meningkatkan keefektifan guru/dosen bagaimana implementasi jabatan fungsional PTP
dalam mendisposisi pengetahuan, meningkatkan pada satuan pendidikan (sekolah). Apa yang
kesiapan guru/dosen dalam melakukan praktik menjadi garapan para profesional PTP di
pembelajaran, dan meningkatkan proses belajar sekolah? Apa yang dapat dilakukan oleh para
sepanjang hayat bagi dirinya (Ansari and Malik, PTP untuk berkarya dan mengembangkan karir
2013). sebagai fungsional PTP tanpa mengooptasi
Dengan kata lain, jabatan PTP dapat diangkat bidang garapan jabatan fungsional lain (terutama
dan berkedudukan di unit kerja/instansi guru)?
Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah yang Pengkajian secara konseptual teoretis yang
memiliki fungsi: (1) pengembangan inovasi/ dipadu dengan telaah kritis terhadap praktik
aktivitas pembelajaran; (2) pendidikan dan empiris dimaksudkan untuk meperoleh
pelatihan; (3) pendidikan dan pembelajaran jarak pemahaman komprehensif sekaligus
jauh; (4) bimbingan teknis di bidang mewacanakan perihal implementasi jabatan
pembelajaran; (5) layanan bantuan fungsional PTP pada satuan pendidikan
pembelajaran; (6) penjaminan mutu/kualitas (sekolah). Dengan pemahaman dan wacana
pembelajaran; (7) peningkatan mutu/kualitas yang terbangun diharapkan para pemerhati
pembelajaran; (8) pengembangan model dan pendidikan dan khususnya penggiat bidang
media pembelajaran; (9) pemanfaatan model dan teknologi pendidikan dan pembelajaran
media pembelajaran; dan (10) pendayagunaan terstimulasi dan terinspirasi untuk
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mengembangkan berbagai gagasan tentang
pembelajaran (Permendikbud No 13 Th 2017 praktik teknologi pendidikan di sekolah. Hal ini
tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional diperlukan untuk membuktikan bahwa teknologi
PTP, lampiran II.B). pendidikan lahir untuk berkontribusi pada
Di sisi lain, untuk menghadapi tantangan ke peningkatan mutu pendidikan di sekolah, bukan
depan, guru dituntut untuk lebih banyak sekedar mimpi dan slogan kosong, tetapi nyata,
mengembangkan model pembelajaran berbasis terukur, dan dirasakan oleh semua komponen
tim, kolaboratif, dan memanfaatkan (TIK) dalam sistem pendidikan di sekolah.
meningkatkan kualitas pembelajarannya. Untuk
itu, perlu dikembangkan suatu model KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
implementasi jabatan fungsional PTP pada
tingkat satuan pendidikan (sekolah) yang selama Urgensi Penempat-tugasan PTP di Sekolah
ini belum ada formasi, meskipun secara empiris Pendidikan berkualitas menjadi sebuah
sangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk keniscayaan guna memenuhi tuntutan
mempertegas peran strategis terapan teknologi perubahan. Pendidikan harus mampu berfungsi
pendidikan dalam peningkatan kualitas sebagai pengembang kapasitas dan daya
pembelajaran di satuan pendidikan. Para manusia untuk dapat berbuat atau melakukan
72
Haryono: Implementasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran di Sekolah
sesuatu (power to), membangun kerjasama bahasa asing, seni, geografi, sains, ilmu-ilmu
(power with), dan mengembangkan kekuatan sosial lainnya (NEA, 2012).
batin dalam diri seseorang (power within) Hasil National Research Council
(Sastrapratedja, 2004). Pendidikan diarahkan menunjukkan bahwa kompetensi kognitif yang
pada pencapaian perkembangan kapasitas berupa pemikiran kritis, analitis, dan pemecahan
manusia sepanjang hayat yang berhak dan masalah yang dulunya cukup menjadi indikator
mampu memilih peran untuk memperoleh kesuksesan, tetapi dengan adanya perubahan
partisipasi sebagai anggota masyarakat, orang ekonomi, teknologi, dan konteks sosial abad 21,
tua, pekerja, maupun konsumen produk tertentu. kompetensi interpersonal dan intrapersonal
Kapasitas manusia menunjuk pada konstelasi menjadi lebih penting. Para pemilik pekerjaan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku (perusahaan) kini lebih memberikan
dalam wujud kemandirian, daya saing, dan daya penghargaan terhadap soft skills seperti kerja tim
tahan terhadap gejolak perubahan. dan kepemimpinan (Pallegrino and Hilton, 2012).
Proses pendidikan di sekolah sejauh ini Untuk menyiapkan peserta didik memperoleh
masih cenderung mengajarkan tentang prinsip peluang partisipasi dalam masyarakat global
dan keterampilan teoretis yang bersifat umum abad 21, guru harus lebih banyak
(tidak selalu transferable), penguasaan materi mengembangkan model pembelajaran berbasis
tuntas secara individual, sementara tugas dalam tim, kolaboratif, dan memanfaatkan TIK (Trilling
dunia kerja menuntut kerjasama dan pembagian and Fadel, 2009). Pengembang Teknologi
tugas secara bertanggung jawab, Pembelajaran (PTP) adalah salah satu jabatan
pengembangan daya pikir kurang memanfaatkan fungsional yang memiliki ruang lingkup tugas,
alat pikir (tool less thought) tetapi lebih pada tanggung jawab, dan wewenang yang diduduki
berpikir simbolik, sementara aktivitas mental oleh ASN dengan hak dan kewajiban yang
dalam kehidupan nyata menuntut keterlibatan diberikan secara penuh oleh pejabat yang
langsung (Semiawan, 1998). Hal ini diperkuat berwenang (PermenPAN No. PER/2/M.PAN/3/
oleh studi yang merekomendasikan bahwa di 2009, pasal 1 ayat 1). Dalam implementasi lebih
sekolah diperlukan strategi pembelajaran yang lanjut, PTP dapat menjadi mitra kerja guru dalam
lebih mampu mendorong peserta didik untuk kerangka peningkatan kualitas pembelajaran dan
belajar sebanyak-banyaknya bukan hanya dari pendidikan di sekolah.
guru, tetapi juga dari sumber-sumber lain seperti Implementasi jabatan fungsional PTP di
buku, media masa, orang yang memiliki sekolah menjadi langkah strategis dalam
kemampuan/keahlian, dan sumber-sumber membangun sistem pendidikan persekolahan
lingkungan (Suryadi dan Budimansyah, 2009). yang berkualitas. Guru sebagai pemegang kunci
Menghadapi tantangan abad 21 yang keberhasilan proses pendidikan di sekolah akan
dicirikan sebagai masa pengetahuan (knowledge memperoleh dukungan sumber daya yang
age), pendidikan persekolahan harus mampu sangat kontributif dalam pencapaian pendidikan
mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi yang berkualitas. PTP di sekolah dapat berperan
masyarakat global. Peserta didik harus memiliki sesuai lingkup tugas dan fungsi, terutama dalam
kompetensi sebagai warga masyarakat global, hal mengembangkan model pembelajaran
kompeten sebagai komunikator, kreator, pemikir inovatif dan media pembelajaran inovatif.
kritis, dan kolaborator, di samping menguasai Model pembelajaran dan media
bidang keilmuan (subject matter area) seperti pembelajaran dapat dikembangkan dengan
73
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
berbasis TIK. Untuk menghindari agar tidak operasional, lebih fungsional sebagai mitra kerja
mengkooptasi tugas dan fungsi guru, lingkup guru dalam mewujudkan layanan pendidikan dan
tugas dan fungsi PTP di sekolah dapat pembelajaran bermutu di sekolah. Seiring
dikembangkan pada fungsi penjaminan mutu perumusan tugas pokok dan fungsi jabatan
pembelajaran, pengembangan dan pengelolaan fungsional PTP di sekolah, juga sekaligus perlu
infrastruktur pembelajaran, serta pengembangan dikembangkan model dan atau sistem
sumber daya pendidikan sekolah. pembinaan dan pengembangan karirnya.
Penempat-tugasan jabatan fungsional di Dengan demikian, PTP yang ditempat-tugaskan
sekolah adalah suatu keniscayaan. di sekolah juga memperoleh jaminan pembinaan
Permasalahan yang tersisa adalah belum dan pengembangan karir seperti PTP di tempat
tersedianya rumusan deskripsi komprehensif lain maupun jabatan fungsional lainnya.
tentang tugas pokok dan fungsi jabatan
fungsional PTP di sekolah, berikut sistem dan Jabatan Fungsional PTP dalam Praktik
mekanisme pembinaan karirnya. Para fungsional Pendidikan di Sekolah
PTP yang bekerja dan membangun karir di Menghadapi tantangan ke depan, guru harus
lembaga-lembaga di luar sekolah, secara empiris lebih banyak mengembangkan model
telah mampu melaksanakan tugas pembelajaran berbasis tim, kolaboratif, dan
profesionalnya sesuai bidang garapan masing- memanfaatkan TIK dalam meningkatkan kualitas
masing. Mereka telah menghasilkan sejumlah pembelajarannya. Untuk itu, pengembangan
produk yang sangat bermanfaat dalam model implementasi jabatan fungsional PTP di
peningkatan mutu pendidikan, penyediaan tingkat satuan pendidikan atau sekolah menjadi
sumber belajar bagi guru dan siswa, fasilitasi dan sesuatu yang harus diwujudnyatakan. Hal ini
perluasan akses pendidikan bagi yang dimaksudkan untuk mempertegas peran
membutuhkan, serta yang lainnya. Tetapi produk strategis terapan teknologi pendidikan dalam
dan capaian yang mereka hasilkan cenderung peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
kurang bersentuhan langsung dengan upaya Para pejabat fungsional PTP dapat diberdayakan
peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah sebagai mitra kerja guru dalam proses
yang diperlukan oleh guru. Capaian karya penjaminan mutu/kualitas pembelajaran,
mereka lebih bersifat produk masal yang banyak pengembangan dan pengelolaan infrastruktur
berperan sebagai suplemen dalam pelaksanaan pembelajaran, pengembangan model dan media
kurikulum pendidikan persekolahan. Oleh karena pembelajaran, pemanfaatan model dan media
itu, apabila bisa diwujudkan suasana di mana pembelajaran, pendayagunaan TIK, serta
guru bermitra dengan PTP, ini merupakan upaya pengembangan kapasitas sumber daya
yang strategis dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Sistem penjaminan mutu/kualitas
Untuk menjawab permasalahan terkait pembelajaran berbasis terapan teknologi
dengan penempat-tugasan jabatan fungsional pendidikan adalah bentuk kontribusi nyata
PTP di sekolah, perlu segera dikembangkan dan bidang teknologi pendidikan dalam peningkatan
dirumuskan deskripsi komprehensif tugas pokok kualitas pembelajaran di sekolah. Hal ini sesuai
dan fungsi jabatan fungsional PTP di sekolah dengan visi dan esensi teknologi pendidikan
yang berbeda dengan tugas pokok dan fungsi yang hadir untuk memfasilitasi belajar dan
guru. Tugas pokok PTP di sekolah harus meningkatkan layanan pembelajaran, melalui
74
Haryono: Implementasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran di Sekolah
75
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
sumber dan teknologi untuk kepentingan fasilitasi sebagai penunjang tugas PTP, seperti pengajar/
belajar dan peningkatan kualitas pembelajaran, instruktur/pelatih/tutor/fasilitator dalam bidang
PTP dapat secara luas dan terbuka untuk teknologi pembelajaran, pembimbing/
berkreasi dan berinovasi menghasilkan aneka pendamping dalam pengembangan teknologi
produk, baik dalam rupa perangkat keras pembelajaran (Permendikbud No. 128 Tahun
maupun perangkat lunak, termasuk di dalamnya 2014). Tetapi lebih dari sekadar sebagai pengajar
model media/aplikasi pembelajaran tertentu atau pembimbing, PTP bisa menjadi
sesuai dengan jenis/jalur/jenjang pendidikan. pengembang model peningkatan kapasitas
Dalam konteks pengelolaan infrastruktur sumber daya sekolah.
pembelajaran, PTP dapat melakukan berbagai PTP dapat berinisiatif melakukan analisis
kegiatan berkenaan dengan pemanfaatan kebutuhan pelatihan, merancang model
berbagai produk model/media/aplikasi berbasis pelatihan, memproduksi bahan belajar pelatihan,
TIK untuk kepentingan pembelajaran. Untuk melaksanakan program pelatihan, melakukan
pemanfaatan produk teknologi, perlu didahului monitoring/pengendalian dan evaluasi, hingga
dengan analisis kebutuhan, studi kelayakan, melaksanakan progran tindak lanjut. Jika
ujicoba, dan baru implementasi secara terbatas. kegiatan ini dilakukan oleh PTP, tidak saja
Hal ini diperlukan untuk meminimalkan melakukan kegiatan sebagai penunjang profesi
kesalahan dan hal-hal lain yang tidak diinginkan. tetapi bisa masuk pada kategori sebagai tugas
Hal penting dalam konteks pengelolaan aneka pokok pengembangan teknologi pembelajaran
sumber belajar adalah mengelola aset sumber di sekolah.
belajar yang telah dimiliki sekolah agar lebih Lingkup tugas dan fungsi PTP di sekolah
fungsional dan berdayaguna untuk peningkatan yang terungkap di atas merupakan hasil analisis
kualitas pembelajaran di sekolah dan pendidikan konseptual teoretis dan rangkuman pengalaman
pada umumnya. praktik mahasiswa Prodi Teknologi Pendidikan
Lingkup tugas pengembangan dan FIP UNNES di sekolah yang didudukkan sebagai
pengelolaan infrastruktur pembelajaran yang pengembang teknolog pendidikan. Ada sejumlah
mendesak untuk ditangani secara profesional program kegiatan yang dapat dikembangkan dan
adalah yang berkaitan dengan TIK. dilakukan oleh para mahasiswa praktikan untuk
Pengembangan dan pengelolaan perangkat melakukan fungsi sebagai PTP di sekolah.
lunak seperti web sekolah ataupun Dalam proses penjaminan mutu
pengembangan dan pemanfaatan e-learning pembelajaran, mahasiswa bersama guru
jelas membutuhkan penanganan secara pamong di bawah koordinasi Wakil Kepala
profesional yang tidak cukup diberikan/ Sekolah Bidang Kurikulum melakukan analisis
dipercayakan kepada guru sebagai tugas kebutuhan penjaminan mutu pembelajaran di
tambahan. Dengan adanya PTP di sekolah, sekolah. Kemudian menetapkan standar mutu
dapat diharapkan bahwa permasalahan pembelajaran yang meliputi perencanaan,
pengembangan dan pengelolaan infrastruktur pelaksanaan proses pembelajaran, monitoring
pembelajaran di sekolah dapat dilakukan secara dan evaluasi pembelajaran. Dalam konteks ini,
lebih terstrutur, terprogram, dan terukur. jajaran manajemen sekolah (Kepala dan Wakil
Bidang garapan PTP dalam pengembangan Kepala Sekolah) sangat besar perannya dalam
kapasitas sumber daya pendidikan di sekolah proses penjaminan mutu pembelajaran (Ndaita,
secara substantif mencakup berbagai kegiatan 2013). Standar mutu perencanaan pembelajaran
76
Haryono: Implementasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran di Sekolah
mencakup penyusunan silabus, penyusunan benar secara konten dan tampilan. Dalam hal
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), ini, mahasiswa juga mampu menghasilkan media
pengembangan bahan (materi) belajar, pemilihan pembelajaran dan model pembelajaran berbasis
dan penggunaan media pembelajaran, jaringan (online). Untuk pengelolaan aneka
pengembangan lembar kerja siswa, dan sumber belajar, mahasiswa praktikan selaku PTP
pengembangan alat ukur keberhasilan belajar di sekolah mampu mengembangkan dan
siswa. mengelola web dan mengisinya dengan berbagai
Standar mutu pelaksanaan pembelajaran konten pendidikan, baik yang berasal dari
mencakup batasan waktu maksimal guru boleh sumbangan guru maupun hasil kreativitas
terlambat masuk kelas pembelajaran, batasan mahasiswa (Budiyono, Haryono, dan Triluqman,
waktu minimal guru boleh mengakhiri jam 2015).
pembelajaran di kelas, tahapan pembelajaran Dalam bidang pengembangan kapasitas
yang harus dilakukan (pendahuluan, inti, sumber daya pendidikan di sekolah, mahassiwa
penutup), penggunaan strategi pembelajaran praktikan selaku PTP telah banyak melakukan
yang menstimulasi proses pembelajaran kegiatan pelatihan bagi guru dan tenaga
berpusat pada siswa, pemilihan dan penggunaan kependidikan. Program pelatihan bagi guru pada
media yang mendukung pencapaian kompetensi umumnya berkenaan dengan peningkatan
siswa, penggunaan berbagai teknik penilaian kemampuan pemanfaatan TIK untuk
untuk mengukur keberhasilan belajar siswa, dan kepentingan pembelajaran, peningkatan
pelaporan hasil belajar siswa. kemampuan dalam pengembangan profesi
Standar mutu pelaksanaan monitoring dan seperti pelatihan penelitian tindakan kelas dan
evaluasi pembelajaran mencakup waktu penulisan artikel ilmiah untuk jurnal ilmiah.
pelaksanaan monitoring dan evaluasi Sedangkan program pelatihan bagi tenaga
pembelajaran di sekolah, mekanisme evaluasi kependidikan umumnya berkenaan dengan
pembelajaran oleh siswa, pelaporan hasil peningkatan keterampilan menggunakan
monitoring dan evaluasi pembelajaran, serta perangkat teknologi informasi (TI) untuk
program tindak lanjut hasil monitoring dan menunjang pelaksanaan tugas pekerjaannya
evaluasi proses pembelajaran. Berdasarkan (Budiyono, Haryono, dan Triluqman, 2015).
standar mutu yang telah ditetapkan, Mencermati bidang garapan dan kegiatan
dikembangkan perangkat pendukung yang dapat dilakukan dan dikembangkan oleh
pencapaian standar seperti Prosedur PTP di sekolah, hal ini dapat diidentifikasi dan
Operasional Standar (POS), instrumen dibedakan dengan bidang garapan dan lingkup
pemantauan (monitoring) standar, pembentukan tugas profesi guru. Meski dalam beberapa aspek
tim pemantau, proses audit mutu, pelaporan hasil masih terjadi persinggungan dengan apa yang
audit, dan pengembangan program tindak lanjut. menjadi bidang garapan dan tugas profesi guru,
Dalam pengembangan dan pengelolaan untuk implementasi secara empiris dipastikan
infrastruktur pembelajaran, mahasiswa praktikan dapat dicarikan solusi terbaik, yaitu melalui
mengembangkan berbagai media pembelajaran penghargaan berupa angka kredit yang dapat
sesuai kebutuhan guru di sekolah. Mahasiswa diatur sesuai proporsi kewenangan dan
lebih banyak memfasilitasi guru-guru dalam partisipasinya dalam menghasilkan suatu karya.
membuat media sebagaimana yang diinginkan Dengan demikian, tidak perlu ada kekhawatiran
tetapi memenuhi standar sebagai media yang yang berlebihan tentang lingkup tugas dan fungsi
77
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
78
Haryono: Implementasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran di Sekolah
Pallegrino, J.W. and Margaret L. Hilton. 2102. Education for Life and Work: Developing Transferable Knowledge
and Skills in the 21st Century. National Research Council. Diunduh Juni 2017 dari http://www.nap.edu/
catalog.php?record_ id=13398.
PermenPAN No. PER/2/M.PAN/3/2009 tentang Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran.
Permendibud No. 128 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi
Pembelajaran dan Angka Kreditnya.
Permendibud No. 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi
Pembelajaran.
Sastrapratedja, M. 2004. “Apa dan Siapakah Manusia” dalam Widiastono, Tonny D. 2004. Pendidikan Manusia
Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Semiawan, Conny R. 1998. Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal
Mungkin. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2009. Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional: Konsep, Teori,
dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Widya Aksara.
Trilling, Bernie and Charles Fadel. 2009. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco:
Jossey-Bass.
*****
79
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234567890121234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
Diterima: 03 Mei 2017, dikembalikan untuk direvisi: 13 Mei 2017, disetujui: 25 Mei 2017
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan menulis mahasiswa melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
dilaksanakan selama dua siklus. Objek penelitian ini adalah mahasiswa UT Pekanbaru Semester VI
Tahun Ajaran 2015. yang berjumlah 22 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes untuk
memeroleh data kemampuan menulis mahasiswa dan teknik non-tes untuk memeroleh data observasi.
Hasil observasi dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan setiap proses pembelajaran, baik
aktivitas dosen maupun aktivitas mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa dilihat dari
jumlah mahasiswa yang tuntas setiap siklus. Pada siklus I, mahasiswa yang berada pada kategori tinggi
hanya 4 orang (18,18%), kategori sedang 18 orang (81,82%), kategori rendah dan sangat rendah tidak
ada, serta nilai rata-rata kelasnya 67,82. Namun pada siklus II, terjadi peningkatan. Mahasiswa yang
berada pada kategori tinggi meningkat menjadi 9 orang (40,90%), kategori sedang 13 orang (59,10%),
kategori rendah dan sangat rendah tidak ada, dan nilai rata-rata kelasnya mencapai 75,23.
Abstract: This research is aimed to know the students’ writing competency through jigsaw cooperative
learning model. It is a Classroom Action Research carried out in two cycles. Research object is 22 sixth
semester students of Pekanbaru Open University in 2015. academic year. Test is used to get the data of
students’ writing compentency, and non-test is used to get the observation data. Observation data is
analized qualitatively by describing every learning process step by the lecturer as well as the students.
The result shows that the implementation of the jigsaw cooperative learning model has improved the
students’ writing competency. It can can be seen from the number of students’ achievement in the cycles.
In the cylce I, 4 students (18,18%) had high category score, 18 students (81,82%) had middle category
score, no students had low nor very low category scores, and the class average score was 67,82. In the
cycle II, there was some increase. Nine students (40,90%) got high category score, 13 students (59,10%)
got average category score, no students got low nor very low category score, and the class average score
got to be 75,23.
80
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
81
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
membahas jenis cara menulis karya ilmiah. mahasiswa?” Dengan demikian, tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu ini adalah untuk mengkaji kemampuan menulis
diadakan perbaikan pembelajaran yang salah mahasiswa UT Pekanbaru melalui penerapan
satunya adalah melalui penelitian tindakan kelas model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
(PTK). PTK adalah jenis penelitian yang sesuai Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: (1)
dengan dosen atau tenaga pendidik karena fungsi mahasiswa, agar dapat meningkatkan
PTK menurut Madya (2008: 5) adalah sebagai kemampuan menulis mahasiswa semester VI UT
alat untuk membantu dosen/guru untuk mengatasi Pekanbaru dan dapat meningkatkan semangat
masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi belajar mahasiswa agar mereka bisa lebih aktif
pembelajaran di kelas dan membekali dosen/guru dan terlibat dalam pembelajaran; (2) dosen/
dengan keterampilan dan metode baru dan peneliti, untuk mengadakan perbaikan cara
mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya dosen/tutor menyampaikan materi sehingga
melalui pengajaran teman sejawat. dosen/tutor akan merasa puas terhadap hasil
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait yang diperolehnya dalam melaksanakan
dengan penelitian ini di antaranya adalah: pembelajaran dan memberikan pengalaman baru
Pertama, penelitian Ika Rahmaeta (2012) bagi dosen dalam menyampaikan pembelajaran;
yang berjudul “Penerapan Pembelajaran (3) UT Pekanbaru, sebagai bahan alternatif
Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan pemecahan masalah yang terjadi di kelompok
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD belajar (pokjar) UT, dengan banyaknya dosen/
Negeri 04 Bulu Pemalang”. Penelitian ini tutor yang melaksanakan penelitian tindakan kelas
menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran ini diharapkan kualitas pendidikan dan khususnya
kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan pembelajaran akan meningkat; dan (4) peneliti
aktivitas dan hasil belajar siswa. lain, agar dapat menjadikan hasil penelitian ini
Kedua, penelitian Syarif Hidayat (2011) yang sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan
berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis penelitian-penelitian sejenis sehingga secara tidak
Karangan Deskripsi dengan Menggunakan langsung model pembelajaran kooperatif tipe
Media Gambar”. Melalui penelitian ini ditemukan Jigsaw yang dihasilkan penelitian ini akan
bahwa penggunaan media gambar dapat tersosialisasikan dengan baik.
meningkatkan kemampuan menulis siswa Kelas
XI SMA Yapisa Nagrak. KAJIAN LITERATUR
Ketiga, penelitian Marsinta Dewi (2013) yang Menurut Wardhani dan Wihardit (2007: 1.4),
berjudul “Penerapan Metode Jigsaw dalam PTK adalah penelitian dalam bidang sosial yang
Pembelajaran Membaca Teks Biografi pada menggunakan refleksi diri sebagai metode utama
Siswa Kelas XI SMA”. Penelitian ini menunjukkan dan dilakukan oleh orang yang terlibat di
bahwa penerapan metode jigsaw II dapat dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan
meningkatkan hasil belajar siswa SMA dan perbaikan dalam bebagai aspek. PTK merupakan
membuat siswa lebih aktif serta meningkat sebuah metode penelitian yang dilakukan di dalam
semangat bekerja sama dengan teman sekelas. kelas. Metode penelitian ini bertujuan untuk
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah menanggulangi masalah yang dialami siswa
dalam penelitian ini dirumuskan menjadi “apakah maupun guru di dalam proses belajar mengajar
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat pada kelas tertentu (Gesarina, 2013: 3). Dari dua
meningkatkan kemampuan menulis pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PTK
82
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
adalah suatu jenis penelitian yang dilakukan guru menulis adalah suatu keterampilan dan setiap
berdasarkan refleksi diri, dilaksanakan di kelasnya orang memiliki potensi untuk menulis.
sendiri, dan bertujuan untuk memperbaiki kinerja Pembelajaran menulis merupakan kemampuan
guru tersebut dalam melaksanakan proses paling sulit untuk dikuasai oleh mahasiswa
pembelajaran sehingga meningkat hasil belajar dibandingkan dengan keterampilan berbahasa
mahasiswa. yang lain (Sulasdi, dkk., 2011:70). Menulis
Pelaksanaan PTK terhadap mahasiswa UT merupakan suatu keterampilan berbahasa terpadu
Pekanbaru memiliki tujuan untuk meningkatkan yang ditujukan untuk menghasilkan tulisan. Sering
kemampuan menulis mereka. Hal ini dijumpai bahwa seorang mahasiswa dalam
dilaksanakan karena berdasarkan data dari penguasaan materi bahasa yang lain sangat baik,
semester-semester sebelumnya, kemampuan tetapi sangat sulit menghasilkan sebuah tulisan
menulis mahasiswa UT secara umum masih yang berkualitas, bahkan hanya sekadar
rendah. Sementara itu, banyak sekali manfaat menghasilkan sebuah tulisan biasa.
yang diperoleh bila seseorang memiliki Kemampuan menulis inilah yang ditingkatkan
kemampuan menulis yang baik, di antaranya melalui model pembelajaran kooperatif Tipe
adalah sarana untuk menemukan sesuatu, Jigsaw. Masriyah (2012: 17) menyatakan bahwa
memunculkan ide baru, melatih kemampuan Tipe Jigsaw adalah model belajar kooperatif yang
mengorganisasi informasi, melatih sikap objektif menitikberatkan pada kerja kelompok siswa
pada diri seseorang, membantu untuk menyerap dalam bentuk kelompok kecil. Mahasiswa tidak
dan memproses informasi, dan melatih berpikir hanya mempelajari materi yang diberikan,
aktif (Khadarsih, 2012: 15). melainkan harus juga siap memberikan dan
Kemampuan menulis dapat mendorong mengajarkan materi tersebut kepada anggota
mahasiswa menemukan suatu topik dan kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
mengembangkan gagasan menjadi suatu mahasiswa saling tergantung satu dengan yang
karangan yang diperlukan dalam kehidupan lain dan harus bekerja sama untuk mempelajari
mereka. Melalui kegiatan menulis, diharapkan materi yang ditugaskan.
terbentuk proses berpikir dan berkreasi yang Materi dalam mata kuliah Keterampilan
berperan dalam mengolah gagasan serta Menulis merupakan bacaan dan kiat-kiat dalam
menjadi alat untuk menyampaikan gagasan menulis sehingga sangat sesuai apabila
(Sutarno, dkk., 2011:78). diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Menulis merupakan suatu proses Hal ini sesuai dengan pendapat Hertiavi, dkk.
penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan (2010:12) yang menyatakan bahwa
pendapat kepada pembaca dengan lambang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sesuai
bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama apabila diterapkan pada materi-materi yang tidak
oleh penulis dan pembaca. Hal ini sejalan dengan banyak memuat rumus atau persamaan tetapi
pemikiran Hidayat (2011:5) yang menyatakan lebih banyak memuat teori.
bahwa menulis merupakan keterampilan Dalam tipe Jigsaw, mahasiswa
seseorang dalam mengekspresikan pikiran dan dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok
perasaan yang disampaikan melalui bahasa tulis kecil (4-6 orang) yang disebut dengan “kelompok
yang realisasinya berupa simbol-simbol grafis asal”. Kemudian, masing-masing mahasiswa
sehingga pembaca mampu memahami pesan yang tergabung dalam kelompok asal tersebut
yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, menyebar dan bergabung dengan kelompok asal
83
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
yang lain dengan materi yang sama. Kelompok Data penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu
yang baru tersebut dinamakan dengan data hasil observasi dan data kemampuan
“kelompok ahli”. Setelah berdiskusi dan menulis mahasiswa UT Pekanbaru pada mata
membahas materi di “kelompok ahli”, mereka kuliah Keterampilan Menulis. Data hasil
kembali ke kelompok asal untuk saling observasi juga terdiri dari dua, yaitu data hasil
mengajarkan apa yang telah mereka bahas pada observasi kegiatan dosen dan data observasi
kelompok ahli. Jadi, sangat jelas bahwa ada terhadap kegiatan mahasiswa. Data hasil
saling ketergantungan positif antar mahasiswa observasi dosen dan mahasiswa dianalisis
di kelompok asal. Terakhir, masing-masing dengan cara mendeskripsikan setiap kegiatan
kelompok asal akan bertugas mempresentasikan dosen dan mahasiswa selama proses belajar-
hasil diskusinya. mengajar berlangsung. Indikator penilaian
terhadap karangan mahasiswa adalah ide/topik
METODE PENELITIAN karangan (20%), isi (40%), EYD (20%), dan
Metode penelitian yang digunakan adalah sistematika penulisan (20%). Setiap item
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan diberikan skor untuk mengetahui ketuntasan
untuk memperbaiki kinerja dosen sehingga mahasiswa secara individu; sedangkan
proses pembelajaran berlangsung lebih efektif. ketuntasan secara klasikal dihitung dengan
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester rumus berikut ini.
VI FKIP PGSD pokjar Sukajadi, Pekanbaru yang
berjumlah 22 orang. Penelitian ini dilaksanakan
di SD Negeri 20 Pekanbaru yang beralamat di
Jalan Kulim, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru. (Sudjana, 2009 dalam Sopandi, 2013: 45)
84
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan Pada tahap perencanaan ini, dosen membaca
tahapan-tahapan PTK. Pemaparan hasil kembali langkah-langkah dalam pelaksanaan
penelitian ini mengacu pada pelaksanaan tipe Jigsaw. Hal ini bertujuan agar dosen benar-
pembelajaran selama empat kali pertemuan benar menguasai model pembelajaran tersebut.
terakhir dengan mahasiswa. Untuk diketahui, Satu hal yang menjadi kekhawatiran adalah pada
materi yang terdapat dalam modul mata kuliah langkah pembagian kelompok ahli, karena
Keterampilan Menulis adalah hakikat menulis, mahasiswa belum terbiasa dengan model
kalimat efektif, paragraf, surat (surat dinas), pembelajaran ini.
paragraf I dan paragraf II. Masing-masing Kedua, tahap pelaksanaan, dibagi menjadi
paragraf I dan II terdiri dari dua kali pertemuan. tiga langkah kegiatan pembelajaran, yaitu:
Pada materi paragraf I dan paragraf II (empat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
pertemuan terakhir) inilah dilaksanakan PTK Kegiatan awal dimulai saat dosen memasuki
dengan model pembelajaran kooperatif tipe ruang kelas sesuai dengan jadwal yang telah
Jigsaw. Pada materi paragraf I dan paragraf II ditentukan. Di dalam kelas, terlihat mahasiswa
dibahas jenis-jenis karangan dan segala sesuatu masih sibuk saling bercengkerama. Kelihatannya
yang terkait dengan karangan. ada sesuatu yang dibicarakan mahasiswa.
Berikut adalah uraian pelaksanaan Semuanya terhenti ketika dosen masuk kelas.
pembelajaran dari masing-masing siklus dan Dosen kemudian menyapa dengan menanyakan
masing-masing pertemuan. kabar mahasiswa. Dengan serentak mahasiswa
merespons pertanyaan dosen. Kemudian dosen
Siklus I memeriksa kehadiran mahasiswa, ternyata
Pertemuan Pertama (Sabtu, 17 Oktober 2015) masih ada dua orang mahasiswa yang belum
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari hadir. Selanjutnya, dosen mulai membuka
Sabtu, 17 Oktober 2015. Materi perkuliahan pada pembelajaran dengan menyampaikan tujuan
pertemuan pertama ini adalah Paragraf I. Muatan pembelajaran yang harus dicapai dan
pada materi ini adalah karangan deskripsi dan memberikan apersepsi terhadap mahasiswa.
narasi. Untuk menerapkan tindakan, dosen Pada kegiatan inti, dosen menjelaskan
mengacu pada empat langkah dalam PTK. tentang tipe Jigsaw yang diterapkan selama
Pertama, pada tahap perencanaan, ada beberapa hari. Dosen menjelaskan langkah-
beberapa hal yang disiapkan oleh dosen, di langkah pembagian kelompok asal dan
antaranya adalah Rencana Perbaikan kelompok ahli. Setelah mahasiswa paham
Pembelajaran (RPP) dan perangkat tentang sistem pembagian kelompok, dosen
pembelajaran lainnya. Untuk menyusun RPP, kemudian masuk pada materi pembelajaran yang
dosen terlebih dahulu berkonsultasi dengan dibahas. Dosen mengawali dengan menjelaskan
teman sejawat agar RPP yang disusun benar- sekilas tentang karangan deskripsi dan narasi,
benar bisa mengatasi pemasalahan yang terjadi mulai dari pengertian, ciri-ciri, dan sebagainya.
di dalam kelas. RPP disusun sesuai dengan Kemudian, dosen mengajak mahasiswa
materi untuk pertemuan pertama, yaitu karangan bertanya jawab tentang kedua jenis karangan
deskripsi dan narasi. tersebut. Ketika diberikan kesempatan untuk
Selain RPP, dosen juga menyiapkan bertanya pada kegiatan pertama ini, tidak ada
beberapa contoh karangan deskripsi dan narasi mahasiswa yang bertanya. Mereka terlihat masih
untuk dijadikan sebagai media pembelajaran. malu-malu untuk mengeluarkan pendapat.
85
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Namun, dosen maklum dengan situasi ini dan Kegiatan akhir, di akhir pembelajaran pada
mencoba untuk terus mengajak mahasiswa pertemuan pertama, dosen dan mahasiswa
berdiskusi. secara bersama-sama merangkum
Selanjutnya, dosen mulai pada langkah tipe pembelajaran. Poin-poin penting yang terkait
Jigsaw. Dosen membagi mahasiswa ke dalam dengan karangan deskripsi dan narasi dijelaskan
empat kelompok yang heterogen. Dua kelompok ulang oleh dosen. Kemudian dosen memberikan
beranggotakan 6 orang dan dua kelompok tugas untuk dikerjakan di rumah. Pada
lainnya beranggotakan 5 orang. Kemudian, pertemuan pertama tidak ada pengambilan nilai
masing-masing anggota kelompok diberikan yang dilakukan di dalam kelas.
materi yang berbeda. Mahasiswa 1 sampai Ketiga, berdasarkan hasil observasi terhadap
mahasiswa 5 atau 6 pada setiap kelompok dosen yang telah dirangkum dalam lembar
memeroleh materi karangan (antara deskripsi observasi dosen, diketahui bahwa dosen tidak
dan narasi), tetapi dengan judul yang berbeda menjelaskan sepenuhnya tentang sistem
dan demikian seterusnya untuk kelompok lain. pembagian kelompok, baik kelompok asal
Setelah mahasiswa mendapatkan materi yang maupun kelompok ahli. Hal ini sangat
berbeda, dosen menginstruksikan untuk membingungkan mahasiswa, apalagi ketika
membentuk kelompok ahli. Mahasiswa yang mereka diminta dosen untuk membentuk
memiliki materi yang sama, bergabung dalam kelompok ahli. Mereka berpikir bahwa mereka
kelompok ahli. Di kelompok ahli, mereka sudah memiliki kelompok. Banyak waktu
berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas yang terbuang pada saat pembagian kelompok ahli
diberikan dosen kepada mereka. Hal-hal yang tersebut, karena mahasiswa tidak begitu
didiskusikan adalah menentukan jenis karangan, mengerti instruksi dari dosen.
menentukan alur cerita, menemukan tokoh-tokoh Hasil observasi terhadap mahasiswa
dalam cerita, dan menjelaskan latar kejadian cerita menunjukkan bahwa mereka kebingungan
(narasi). Tugas yang diberikan untuk mahasiswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan
yang memeroleh materi karangan deskripsi dosen karena di luar kebiasaan yang dilakukan
adalah mencari gambaran objek yang nyata, dosen. Selama ini, dosen hanya berceramah dan
pelukisan terhadap suatu objek, dan keobjektifan mengadakan diskusi dengan mahasiswa. Saat ini,
terhadap benda yang dideskripsikan. dosen sedikit sekali menjelaskan materi, dan
Setelah berdiskusi di kelompok ahli, mereka harus mencari sendiri. Pada saat diskusi
mahasiswa kembali ke kelompok asal. Masing- juga terlihat bahwa banyak mahasiswa yang tidak
masing anggota mempresentasikan hal-hal yang serius sehingga mereka merasa kesulitan ketika
telah dibahasnya di kelompok ahli agar semua mereka harus menceritakan hasil diskusi di
kelompok mendapatkan materi tesebut. Setelah kelompok ahli kepada temannya di kelompok asal.
mahasiswa saling berbagi informasi berdasarkan Keempat, berdasarkan hasil refleksi,
hasil diskusi pada kelompok ahli, semua ditemukan bahwa kelemahan dosen adalah tidak
informasi tersebut digabungkan untuk dijadikan mengadakan pengenalan materi pembelajaran
sebagai presentasi kelompok. Kemudian, pada saat kegiatan awal. Pada saat kegiatan inti,
masing-masing kelompok asal diberikan waktu kesalahan dosen yang paling jelas adalah tidak
untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan menyampaikan teknik pembagian kelompok yang
kelompok lain diberikan kesempatan untuk mengakibatkan kebingungan pada mahasiswa.
menanggapi hasil presentasi temannya. Selain itu, kelemahan yang masih terjadi adalah
86
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
mahasiswa belum serius dalam berdiskusi pada menyapa serta memeriksa kehadiran
kelompok ahli karena mereka belum menyadari mahasiswa. Mahasiswa dengan semangat
bahwa mereka akan menceritakan hasil menjawab salam dosen. Dosen memberikan
pembahasannya di kelompok ahli. apersepsi yang juga dikaitkan dengan materi
perkuliahan. Di bagian akhir kegiatan awal,
Pertemuan Kedua (Sabtu, 24 Oktober 2015) dosen menyampaikan tujuan pembelajaran dan
Pertemuan kedua ini dilaksanakan mengaitkan antara materi yang telah dipelajari
berdasarkan RPP yang dibuat dosen. Materi dengan materi yang akan dipelajari.
untuk pertemuan kedua masih sama dengan Pada kegiatan inti ini, dosen memulai
pertemuan pertama, tetapi dengan jenis pembelajaran dengan memberikan pertanyaan
karangan yang berbeda. Jenis karangan pada tentang karangan argumentasi. Ada dua orang
pertemuan kedua adalah karangan argumentasi. mahasiswa yang mau memberikan komentar
Kelemahan-kelemahan yang masih terjadi pada terkait dengan materi bahasan. Walaupun
pertemuan pertama dicoba diatasi pada dengan jawaban yang kurang tepat, tetapi dosen
pertemuan kedua. Berikut adalah uraian tetap memberikan umpan balik terhadap jawaban
pertemuan kedua berdasarkan langkah-langkah mahasiswa. Selanjutnya, dosen menjelaskan
PTK. pengertian, ciri-ciri, dan lain-lain tentang jenis
Pertama, perencanaan sama dengan pada karangan argumentasi. Mahasiswa terlihat lebih
pertemuan pertama. Pada tahap perencanaan serius menyimak penjelasan dosen sambil
pertemuan kedua, dosen juga menyiapkan sesekali bertanya. Pada tahap penjelasan,
segala sesuatu yang berhubungan dengan mahasiswa sudah lebih terbuka daripada ketika
pembelajaran yang dilaksanakan. Dosen pada pertemuan pertama. Sudah ada sebagian
mempersiapkan RPP yang digunakan sebagai mahasiswa yang memberikan pendapat tentang
acuan dalam melaksanakan pembelajaran. RPP karangan argumentasi ini. Akhirnya diskusi, baik
pada pertemuan kedua ini sesuai dengan materi antara mahasiswa dan dosen maupun sesama
karangan argumentasi. Selain RPP, dosen juga mahasiswa sudah mulai terlihat.
menyiapkan beberapa contoh karangan sebagai Setelah berdiskusi secara singkat, dosen
sumber belajar bagi mahasiswa. Kemudian, menerapkan tipe Jigsaw yang sebelumnya
dosen menjelaskan teknik pembagian kelompok sudah dijelaskan dosen secara lebih rinci.
dalam tipe Jigsaw karena hal inilah yang Mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok asal. Dua
merupakan kelemahan dosen pada pertemuan kelompok beranggotakan 5 orang dan dua
pertama. kelompok lainnya berjumlah 6 orang. Kemudian,
Kedua, pelaksanaan sesuai dengan jadwal. mahasiswa diberikan materi berupa karangan-
Tahap pelaksanaan dibagi ke dalam tiga langkah karangan argumentasi dengan judul yang
kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan awal, berbeda-beda dalam satu kelompok asal.
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal Artinya, ada 5 atau 6 judul karangan argumentasi
dimulai pada saat dosen memasuki kelas untuk satu kelompok. Setelah mendapatkan
bersama-sama dengan teman sejawat. Dosen materi, dosen menginstruksikan untuk
langsung menuju meja di bagian depan dan membentuk kelompok ahli. Dalam waktu yang
teman sejawat menuju meja bagian belakang singkat, semua mahasiswa sudah bergabung di
untuk mengobservasi proses pembelajaran. kelompok ahli dengan materi yang sama.
Kemudian, dosen menyampaikan salam dan Kemudian mereka mendiskusikan materi
87
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
88
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Observasi yang dilakukan terhadap Tabel 2. Hasil Tes Kemampuan Menulis Karangan
Argumentasi Mahasiswa Semester VI UT Pekanbaru
mahasiswa menunjukkan bahwa tidak satu pun
mahasiswa yang membaca materi pelajaran No Nilai Skor Kategori
sebelum perkuliahan dimulai. Hal ini disebabkan 1 2 3 4 5 6
karena mahasiswa belum mendapatkan modul 1 60 73 65 62 66,60 Sedang
ketika perkuliahan pertemuan pertama dimulai.
2 64 60 65 62 62,20 Sedang
Dalam berdisksusi, masih banyak mahasiswa
3 80 82 78 80 80,40 Tinggi
yang tidak serius sehingga menyulitkan mereka
4 80 79 83 70 78,20 Tinggi
untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada
teman di kelompok asal. Dalam bertanya, hanya 5 72 68 64 66 67,60 Sedang
89
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
90
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pertemuan ketiga ini juga berpedoman pada Untuk mengawali kegiatan inti, dosen
langkah-langkah PTK, yaitu: perencanaan, mengadakan tanya jawab singkat dengan
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. mahasiswa tentang karangan eksposisi. Namun,
Pertama, yaitu tahap perencanaan. Dosen mahasiswa kelihatan belum memiliki
menyiapkan RPP untuk menjadi pedoman pada pengetahuan awal tentang materi tersebut.
saat pelaksanaan pembelajaran. RPP yang Sebagian besar mahasiswa hanya diam saat
dibuat sesuai dengan materi yang dipelajari, yaitu dosen mengajukan pertanyaan dan hanya ada
karangan eksposisi. Selain menyiapkan RPP dan dua orang mahasiswa yang berusaha
perangkat pembelajaran lainnya, dosen juga menanggapi. Berdasarkan diskusi tersebut,
menyiapkan beberapa karangan eksposisi dosen mulai memasuki materi dengan
sebagai media pembelajaran yang akan menjelaskan tentang pengertian karangan
digunakan. Lembar observasi, baik terhadap eksposisi, ciri-cirinya, strukturnya, dan aspek-
mahasiswa maupun dosen, yang digunakan aspek lainnya.
pada siklus I dicetak ulang untuk digunakan Setelah penjelasan, mahasiswa dibagi
kembali pada pertemuan ketiga. Agar menjadi 4 kelompok asal seperti pada pertemuan
pembelajaran berjalan dengan baik, dosen sebelumnya. Pada pertemuan ketiga, anggota
kembali menjelaskan karangan eksposisi kepada setiap kelompok diacak dan tidak sama dengan
mahasiswa. Selain itu, dosen juga berulang kali dua pertemuan sebelumnya sehingga mereka
menekankan kembali proses pembentukan memiliki kelompok asal yang baru. Dosen
kelompok dalam tipe Jigsaw. melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan
Kedua, pelaksanaan proses pembelajaran membagikan materi yang berbeda kepada
mengacu pada RPP yang telah disiapkan pada masing-masing anggota kelompok.
tahap perencanaan. Proses pembelajaran dibagi Langkah selanjutnya adalah mahasiswa
ke dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, diinstruksikan untuk bergabung di kelompok ahli.
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Mahasiswa yang mendapatkan materi yang
Sebagai pendahuluan kegiatan awal, dosen sama bergabung dalam kelompok ahli. Di
dan teman sejawat memasuki kelas dengan kelompok ahli, mereka mendiskusikan materi
penuh keyakinan akan dapat mengatasi yang telah dibagikan dan masing-masing
kegagalan dan memperbaiki/menyempurnakan mahasiswa membuat catatan-catatan penting.
beberapa kelemahan yang terjadi pada siklus I. Catatan-catatan tersebut akan dijadikan sebagai
Seperti biasa, dosen langsung menuju mejanya bahan laporan individu. Namun, sebelum
dan teman sejawat duduk di bagian belakang. berdiskusi di kelompok ahli, dosen memberikan
Dosen memberi salam dan menyapa panduan aspek-aspek yang akan didiskusikan.
mahasiswa. Mahasiswa pun menjawab salam Hal ini bertujuan agar diskusi lebih fokus. Aspek-
dosen secara serentak. Kemudian, dosen aspek yang didiskusikan menurut arahan dosen
memberikan motivasi dan menghubungkan adalah mencari kalimat yang menjelaskan
materi bahasan dengan materi bahasan pada tentang sesuatu, kalimat-kalimat yang bersifat
pertemuan sebelumnya. Selanjutnya, dosen informatif, fakta-fakta yang digunakan untuk
mengajukan beberapa pertanyaan apersepsi dan kontribusi, fakta-fakta konkritisasi, dan jawaban
pengenalan materi. Sebagai pembuka kelas, atas pertanyaan, apa, siapa, di mana, kapan,
semuanya tampak berjalan semakin lancar dan mengapa, dan bagaimana.
suasana kelas juga semakin menyenangkan.
91
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
Setelah berdiskusi dan memiliki butir-butir Terkait dengan observasi terhadap aktivitas
penting dan dianggap lengkap, maka mahasiswa mahasiswa, diketahui bahwa masih ada
kembali bergabung ke kelompok asal. Di sebagian kecil mahasiswa yang hanya
kelompok asal, setiap anggota melaporkan mengandalkan catatan-catatan dari temannya
secara singkat hasil diskusi mereka di kelompok ketika mereka berdiskusi pada kelompok ahli.
ahli ke kelompok asal. Kelompok asal Akibatnya mereka kesulitan ketika harus
merangkum semua hasil diskusi anggotanya di melaporkan kepada kelompok asalnya dan
kelompok ahli. Setelah informasi lengkap dari informasi yang disampaikan menjadi tidak
materi-materi yang berbeda dari kelompok ahli, lengkap.
kelompok asal menyusun bahan presentasi Keempat, refleksi dilakukan sesaat
kelompok. Kemudian, setiap kelompok asal pembelajaran usai. Dosen dan teman sejawat
mendapatkan giliran untuk mempresentasikan segera berdiskusi terkait pembelajaran yang
hasil diskusinya. Ketika salah satu kelompok asal telah dilalui. Dari hasil diskusi dengan teman
mempresentasikan bahan presentasinya, sejawat, diketahui bahwa masih terdapat hal-hal
berdiskusi, kelompok lain menanggapi dan yang harus diperbaiki, di antaranya adalah dosen
memberikan masukan. Setelah presentasi tidak memberikan bimbingan yang maksimal
kelompok usai, dosen kemudian memberikan ketika mahasiswa diskusi. Di samping itu, ada
penghargaan terhadap kelompok yang juga mahasiswa yang tidak terlibat langsung
presentasinya paling baik. Dosen juga dalam diskusi karena hanya mengandalkan
memberikan masukan dan saran terhadap catatan-catatan temannya.
semua kelompok agar di pertemuan selanjutnya
mahasiswa melakukan presentasi yang lebih Pertemuan Keempat (Sabtu, 14 November
baik. 2015)
Sebagai penutup pembelajaran, dosen Pertemuan keempat merupakan pertemuan
bersama-sama dengan mahasiswa terakhir siklus II. Pertemuan ini pun dilaksanakan
menyimpulkan pembelajaran. Dosen kembali berdasarkan jadwal terakhir perkuliahan di UT
memberikan penekanan-penekanan terhadap Pekanbaru. Kelemahan-kelemahan yang masih
materi yang dianggap penting. Sebelum kelas terjadi pada pertemuan sebelumnya akan
berakhir, dosen memberikan tugas membuat diperbaiki. Pertemuan keempat juga mengacu
karangan eksposisi untuk dikerjakan di pada tahapan-tahapan dalam pelaksanaan PTK,
rumah. yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
Ketiga, tahap observasi. Berdasarkan refleksi.
catatan-catatan teman sejawat pada lembar Pertama, tahap perencanaan. Seperti
observasinya, diketahui bahwa dosen dalam pembelajaran sebelumnya, pada pertemuan
menyampaikan materi pembelajaran sudah keempat, dosen juga merencanakan
sangat baik. Penjelasannya lengkap dan sangat pembelajaran bersama teman sejawat. Pokok
terstruktur. Langkah-langkah tipe Jigsaw juga bahasan masih sama dengan pertemuan ketiga,
sudah diterapkan sesuai dengan urutan- yaitu Paragraf II, tetapi subpokok bahasan yang
urutannya. Namun, masih terdapat kelemahan, berbeda. Pada pertemuan keempat, pokok
yaitu dosen kurang memberikan bimbingan yang bahasannya adalah karangan persuasi. Jadi,
merata terhadap setiap kelompok pada saat dosen menyiapkan RPP yang sesuai dengan
diskusi. materi tersebut. Selain menyiapkan RPP, dosen
92
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
juga menyediakan enam karangan persuasi memberikan jawaban. Begitu juga ketika
(sesuai dengan jumlah anggota pada kelompok berdiskusi, semua mahasiswa ingin memberikan
asal). Dosen kembali menjelaskan tipe Jigsaw komentar. Dengan situasi seperti ini, kelas lebih
yang akan diterapkan agar tidak ada lagi ribut dari biasanya. Namun, dosen sangat
keraguan dalam pembentukan kelompok. Dosen menikmati karena perhatian mahasiswa sudah
juga menjelaskan ulang materi bahasan tentang terfokus kepada pembelajaran. Tidak ada lagi
karangan persuasi tersebut. mahasiswa yang mengobrol dan sibuk sendiri.
Kedua, tahap pelaksanaan terdiri dari Namun, komentar dan jawaban yang diberikan
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. mahasiswa masih ada yang kurang berdasar.
Saat memasuki kelas, dosen sangat senang dan Walau demikian, dosen tetap senang, setidaknya 123
123
123
123
123
percaya diri melaksanakan kegiatan mahasiswa sudah terfokus pada pembelajaran. 123
123
123
123
123
pembelajaran pada pertemuan keempat dengan Setelah berdiskusi dan mengadakan tanya 123
123
123
123
123
menerapkan tipe Jigsaw. Seperti biasa, dosen jawab, dosen menginstruksikan mahasiswa 123
123
123
123
memeriksa kehadiran mahasiswa, dan ternyata untuk bergabung di kelompok asal yang sama 123
123
123
123
123
semua mahasiswa hadir dan siap menerima dengan kelompok kecil pada pertemuan ketiga. 123
123
123
123
123
perkuliahan. Dosen mengajak mahasiswa Setelah semua mahasiswa berada di kelompok 123
123
123
bertanya jawab dengan tujuan untuk asal, dosen kemudian membagikan materi yang
menghubungkan materi yang dibahas dengan berbeda kepada setiap mahasiswa, yaitu berupa
materi yang telah dibahas sebelumnya. beberapa contoh karangan persuasif.
Kemudian, dosen memotivasi mahasiswa dan Mahasiswa membentuk kelompok ahli dan
memberikan apersepsi agar mahasiswa lebih berdiskusi tentang karangan persuasi sesuai
bersemangat. dengan arahan dosen. Sebelum berdiskusi,
Kegiatan inti merupakan aplikasi dari dosen memberikan arahan tentang hal-hal yang
perencanaan yang disusun dosen dan teman perlu didiskusikan, yaitu kalimat yang berusaha
sejawat. Penyusunan RPP pada pertemuan meyakinkan pembaca tentang topik yang
keempat didasarkan atas kelemahan-kelemahan ditulisnya, mencari kalimat-kalimat ajakan,
pada pertemuan sebelumya dengan tujuan untuk kalimat-kalimat penulis yang berusaha
lebih menyempurnakan proses pembelajaran. menghindari konflik, kalimat penjelasan dan
Mengawali kegiatan inti, dosen mengadakan menarik perhatian serta kepercayaan pembaca,
tanya jawab dan diskusi singkat dengan dan kalimat yang mengandung alasan-alasan
mahasiswa terkait dengan karangan persuasi. yang kuat dan meyakinkan pembaca.
Sebelumnya, mahasiswa sudah diberikan Dengan adanya arahan seperti ini, diskusi
informasi bahwa materi pada pertemuan kelompok ahli yang dilakukan mahasiswa lebih
keempat adalah karangan persuasi. terfokus dan waktu yang diberikan bisa
Hampir semua mahasiswa sudah membaca dimaksimalkan dengan baik. Ketika berdiskusi,
materi karena pada pertemuan sebelumnya mahasiswa menulis beberapa catatan penting
dosen sudah memberikan motivasi kepada terkait dengan materi dan sesuai dengan arahan
mahasiswa agar membaca materi yang akan dosen. Setelah berdiskusi di kelompok ahli,
dibahas di rumah. Dengan demikian, mahasiswa setiap anggota kembali ke kelompok asal. Di
sudah bisa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal kelompok asal, setiap anggota berusaha
ini terlihat ketika dosen mengajukan pertanyaan, memberikan informasi yang lengkap kepada
hampir semua mahasiswa berusaha teman-temannya. Semua informasi dikumpulkan
93
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
untuk disiapkan sebagai bahan presentasi. Di pada pertemuan keempat ini, semua mahasiswa
bagian akhir kegiatan inti, setiap kelompok sudah terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
diberikan kesempatan untuk mempresentasikan Dosen tetap membatasi, mengingat ketersediaan
hasil diskusinya. Ketika satu kelompok waktu, tetapi penggunaan waktu yang diberikan
menyajikan presentasinya, kelompok lain sudah sangat merata. Pada saat pembimbingan
diberikan kesempatan untuk bertanya, diskusi, dosen menghampiri semua kelompok
memberikan masukan, dan memberikan untuk mengontrol diskusi dan memberikan
penguatan terhadap hasil diskusi. arahan serta membantu kesulitan-kesulitan yang
Pada kegiatan akhir, dosen memberikan dihadapi mahasiswa. Setiap kelompok diberikan
komentar terhadap pendapat-pendapat penghargaan berupa feedback dan evaluasi
mahasiswa ketika presentasi kelompok. Dosen terhadap hasil presentasinya. Presenter terbaik
memberikan penghargaan kepada kelompok pada siklus II ini diberikan hadiah berupa pena
yang presentasinya paling bagus dan untuk memotivasi mahasiswa lain agar berani
informasinya paling lengkap. Kemudian, dosen menyampaikan presentasi.
dan mahasiswa merangkum pembelajaran Terkait observasi terhadap mahasiswa pada
bersama. Terakhir, dosen menutup pembelajaran siklus II, baik pertemuan ketiga maupun keempat,
dengan memberikan salam. mahasiswa telah memiliki pengetahuan awal
Ketiga, observasi dari dosen, untuk terhadap materi bahasan sebelum pembelajaran
memeroleh data tentang aktivitas dosen dan dimulai. Hal ini menjadi penekanan dosen agar
mahasiswa, teman sejawat melakukan observasi mahasiswa membaca modul di rumah. Dalam
selama proses pembelajaran berlangsung di berdiskusi, mahasiswa sudah terlihat aktif, saling
siklus II. Observasi terhadap aktivitas dosen bekerja sama, dan saling membantu. Mahasiswa
dilakukan berdasarkan tiga langkah dalam juga terlihat sangat aktif dan fokus terhadap
pembelajaran, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, pembelajaran, baik pada saat dosen
dan kegiatan akhir. Observasi terhadap kegiatan menjelaskan maupun pada saat mereka
dosen pada kegiatan awal menunjukkan bahwa berdiskusi. Mahasiswa juga sudah terlihat sangat
dalam membuka pembelajaran telah dilakukan percaya diri dalam mengerjakan tugas yang
dengan sempurna. Dosen menyampaikan tujuan diberikan pada pertemuan keempat. Saat
pembelajaran yang akan dicapai pada mereka mulai mengerjakan tugas, tidak perlu lagi
pertemuan keempat dengan jelas. Dosen juga bertanya kepada teman sebelah sehingga tidak
telah memberikan motivasi dan apersepsi ada mahasiswa yang merasa terganggu oleh
kepada mahasiswa pada setiap pertemuan dan temannya. Pada pertemuan keempat,
menghubungkan materi sebelumnya dengan mahasiswa ditugasi untuk membuat karangan
materi yang sedang dibahas. persuasi dengan tema pendidikan. Waktu yang
Pada kegiatan inti, dosen sudah menjelaskan diberikan adalah 20 menit dan berikut adalah
secara rinci teknik pembagian kelompok asal dan hasil penilaian terhadap karangan mahasiswa.
kelompok ahli. Materi karangan persuasi
disampaikan dosen dengan sangat jelas dan
rinci. Dosen menjelaskan pengertian dan ciri-ciri
karangan persuasi disertai dengan pemberian
contoh secara efektif. Jika sebelumnya, hanya
sedikit mahasiswa yang mau bertanya, maka
94
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Tabel 3. Hasil Tes Kemampuan Menulis Karangan Persuasi pembelajaran juga sudah berjalan sesuai dengan
Mahasiswa Semester VI UT Pekanbaru
yang direncanakan dosen dan teman sejawat.
No Nilai Skor Kategori Selain itu, pelaksanaan teknik Jigsaw juga sudah
1 2 3 4 5 6 sesuai dengan langkah-langkahnya. Pada saat
1 82 68 78 87 76,6 Tinggi
pembagian kelompok, tidak lagi diperlukan waktu
yang lama seperti pada siklus I. Secara
2 66 64 70 70 66,8 Sedang
keseluruhan nilai rata-rata kelas mencapai 75,23.
3 82 86 78 88 84 Tinggi
Berdasarkan perolehan hasil belajar tersebut
4 78 80 86 80 80,8 Tinggi
dapat dikatakan bahwa penerapan model
5 68 79 83 80 77,8 Tinggi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw telah dapat
6 78 74 72 80 75,6 Sedang meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa
7 70 70 76 77 72,6 Sedang sehingga dosen dan teman sejawat bersepakat
8 78 66 80 76 73,2 Sedang bahwa penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus
9 70 68 78 70 70,8 Sedang
berikutnya.
Keempat, tahap refleksi. Sesaat setelah
10 80 84 70 70 77,6 Tinggi
pertemuan keempat usai, dosen dan teman
11 70 76 80 70 74,4 Sedang
sejawat masih melakukan refleksi terhadap
12 70 73 68 70 70,8 Sedang
pembelajaran meskipun antara dosen dan teman
13 68 82 70 74 75,2 Sedang sejawat sudah bersepakat tidak melanjutkan
14 70 80 76 66 74,4 Sedang penelitian ke siklus berikutnya. Refleksi dilakukan
15 67 68 70 80 70,6 Sedang dengan berdiskusi membahas proses
16 78 70 78 80 75,2 Sedang pembelajaran yang telah dilalui. Berdasarkan
17 80 82 68 68 76 Tinggi
hasil refleksi pertemuan keempat, diketahui
bahwa hampir semua proses pembelajaran
18 70 74 78 68 72,8 Sedang
sudah berjalan sesuai dengan perencanaan.
19 76 78 80 76 77,6 Tinggi
Dosen sangat senang memainkan perannya,
20 78 80 68 70 75,2 Sedang
baik sebagai guru maupun sebagai peneliti.
21 80 84 78 75 80,2 Tinggi Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada
22 76 76 78 78 76,8 Tinggi pertemuan sebelumnya pun sudah bisa diatasi
74,32 75,55 75,59 75,14 75,23 dengan baik. Kebingungan mahasiswa mencari-
Ket: cari topik karangan tidak terjadi lagi karena topik
1 = Tema/Topik Karangan (20%) karangan sudah ditentukan oleh dosen. Terlihat
2 = Isi (40%) bahwa mahasiswa sudah bisa langsung mulai
3 = EYD (20%) menulis sehingga waktu tidak terbuang.
4 = Sistematika Penulisan (20%) Pada diskusi kelompok ahli pun demikian,
semua mahasiswa terlihat lebih serius dan fokus
Tabel 3 mengemukakan bahwa mahasiswa terhadap materi yang didiskusikan. Mereka juga
yang berada pada kategori tinggi sudah telah membagi tugas kepada masing-masing
mencapai 9 orang (40,90%), dan 13 orang anggota kelompok ahli untuk dikerjakan sehingga
lainnya berada pada kategori sedang. Hasil ini tidak ada lagi orang yang mendominasi pada
sudah menggembirakan, karena selain skor hasil kelompok ahli tersebut. Semua anggota
belajar yang mengalami peningkatan, proses kelompok ahli sudah terlibat dalam pembelajaran
95
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
96
Raja Jasal Saleh: Peningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada siklus II, mahasiswa sudah paham kepada rekan-rekannya. Kedua, pemerataan
dengan teknik pembagian kelompok dan tugas materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih
setiap individu pada tipe jigsaw. Pada pertemuan singkat. Ketiga, model pembelajaran tipe jigsaw
ketiga dan keempat, semua mahasiswa sudah dapat melatih untuk menyampaikan pendapat,
mulai terlibat dalam pembelajaran. Mahasiswa baik dengan bahasa tulisan maupun lisan.
mulai menyadari jika tidak serius, mereka tidak
akan bisa menyampaikan hasil diskusi kelompok SIMPULAN DAN SARAN
ahli ke kelompok asalnya masing-masing.
Mahasiswa juga mulai menyadari bahwa ada Simpulan
saling ketergantungan positif dari setiap individu Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
terhadap kelompoknya. Hal ini sesuai dengan terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis
pendapat Sudrajat (2008:1) bahwa pembelajaran mahasiswa UT Pekanbaru yang dapat dilihat dari
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe capaian hasil belajar mereka. Model pembelajaran
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa kooperatif tipe Jigsaw juga terlihat telah dapat
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung membelajarkan mahasiswa secara optimal.
jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan Melalui model ini, mahasiswa saling memiliki
mampu mengajarkan materi tersebut kepada tanggung jawab positif terhadap materi yang
anggota lain dalam kelompoknya. menjadi bagiannya. Dengan demikian,
Menurut pengakuan mahasiswa, mereka mahasiswa harus mencari pengetahuan sendiri
sangat senang dan termotivasi dengan cara melalui diskusi dengan temannya di kelompok ahli
belajar seperti ini. Beberapa dari mahasiswa juga dan setiap mahasiswa harus menguasai materi
mengatakan, mereka harus mencari pengetahuan tersebut. Teknik Jigsaw telah membelajarkan
sendiri melalui diskusi dalam kelompok kecil. mahasiswa secara optimal.
Pada siklus II, seluruh mahasiswa juga terlihat
aktif dan sibuk berusaha memahami materi yang Saran
menjadi bagiannya. Hal ini menunjukkan bahwa Melalui penelitian ini, ada tiga saran yang
pemerataan materi sudah terlaksana dengan baik. ingin disampaikan. Pertama, model
Selain itu, mahasiswa juga lebih berani pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw telah terbukti
menyampaikan pendapat terhadap permasalahan dapat meningkatkan kemampuan menulis
yang dibahas. Hal ini terlihat saat salah satu mahasiswa UT Pekanbaru. Oleh karena itu,
kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi disarankan kepada dosen-dosen dan tenaga
mereka, kelompok lain berusaha menanggapi dan pendidik lainnya untuk menggunakan model
menyampaikan pendapat. Model pembelajaran pembelajaran ini dalam menyampaikan materi-
tipe jigsaw telah dapat membelajarkan mahasiswa materi yang sesuai kepada peserta didiknya.
secara optimal dan mengaktifkan mahasiswa Kedua, kepada pengambil kebijakan agar dapat
dalam belajar. Tastra, dkk. (2013: 4) menyatakan memberikan arahan kepada para dosen/guru/
bahwa secara keseluruhan model pembelajaraan tenaga pendidik untuk melaksanakan
kooperatif tipe jigsaw memiliki keunggulan yang pembelajaran dengan menerapkan metode/
dapat menunjang hasil belajar menjadi lebih baik. model/teknik pembelajaran yang lebih inovatif.
Pertama, dosen berperan sebagai pendamping Ketiga, kepada peneliti lain agar menjadikan hasil
atau penolong dan mengarahkan diskusi pada penelitian ini menjadi acuan untuk melaksanakan
kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi penelitian serupa.
97
Jurnal Teknodik Vol. 21 - Nomor 1, Juni 2017
PUSTAKA ACUAN
Dewi, M. 2013. Penerapan Metode Jigsaw dalam Pembelajaran Membaca Teks Biografi pada Siswa Kelas XI
SMA. ejournal.upi.edu, Vol. 1, No. 1, Juni, pp 25—34.
Gesarina, A. 2013. Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Berita dengan Metode Investigasi Kelompok,
ejournal.upi.edu, Vol. 1, No. 1, Juni, pp 1—8.
Hertiavi M.A., H. Langlang, dan S. Khanafiyah. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
Vol. 6, No.I, pp 53-57.
Hidayat, S. 2011. Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dengan Menggunakan Media Gambar.
Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Khadarsih, A. Laila. 2012. Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Media Gambar
Seri pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IV MI Al – Ihsan Medari Sleman Yogyakarta Tahun
Ajaran 2011/2012. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Sunan Kalijaga.
Madya, Suwarsih. Penelitian Tindakan Kelas, [online]saidnazulfiqar.files.wordpress.com. diakses 8 Oktober
2016.
Masriyah, S. 2012. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas IV pada Pelajaran IPA. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Mills, G.E. 2000. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. Columbus: Merrili, An Imprint of Prentice
Hall.
Pratiwi, Herguhtya Dini. 2009. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Prestasi Belajar Siswa
Kelas VII Di SMP Negeri I Batang Tahun Ajaran 2008/2009 (Studi Pada Mata Pelajaran Geografi Materi
Pokok Bentuk–Bentuk Muka Bumi). Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Rahmaeta, I. 2012. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 04 Bulu Pemalang. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sopandi, W.M. 2013. Pembelajaran Fisika Berbantuan Media CD Pembelajaran Pori untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa SMPN 2 Klari. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses 6 Juni 2017.
Sudrajat, A. 2008. Cooperative Learning-teknik Jigsaw. akhmadsudrajat. wordpress.com. diakses 8 Oktober
2016.
Sulasdi, Risyani, dan Rahayu Pristiwati. 2011. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar.
Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic Education. Vol. Khusus, No. 1, pp 69—76.
Sutarno, Suyanto, dan Titik Indarti. 2011. Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran
Amati Petakan Informasi Kembangkan (APIK). Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic
Education. Vol. Khusus, No. 1, pp 77—84.
Tastra, I Ketut, Marhaeni A.A.I.N, dan Lasmawan I Wayan. 2013. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Menulis Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII SMP
Negeri 4 Mendoyo. e- jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidika Ganesha. Vol. 3 No.1, pp 1—12.
Uno, Hamzah B. dan Nurdi Mohamad. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.
Wardhani IGAK dan Wihardit Kuswaya. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
98
ACUAN PENULISAN
10. Artikel tentang kajian mempunyai struktur dan
sistematika serta persentasenya dari jumlah
1. Naskah belum pernah dimuat/diterbitkan di jurnal
halaman sebagai berikut:
lain.
a. PENDAHULUAN (10%), meliputi latar belakang,
2. Naskah diformat dalam bentuk dua kolom dan spasi
perumusan masalah, dan tujuan penulisan
1. Ukuran kertas yang digunakan A4 (210 mm X
b. KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
297 mm) dengan batas (margin) 2 cm untuk setiap
(70%).
tepi. Naskah ditulis dengan rata kiri-kanan (justified).
c. SIMPULAN DAN SARAN (20%).
Naskah diketik menggunakan jenis huruf Arial (font
d. PUSTAKA ACUAN, pada artikel kajian/
size: 11). Setiap naskah berjumlah 10 sampai
pemikiran/ gagasan minimal berjumlah 25 buah.
dengan 15 halaman.
Sekitar 80% atau lebih Pustaka yang diacu
3. Judul ditulis dalam dua bahasa (bahasa Indonesia
hendaknya bersumber dari hasil-hasil penelitian,
dan bahasa Inggris) dengan huruf kapital (maksimal
gagasan, teori/konsep yang telah diterbitkan di
14 kata) menggunakan kalimat yang spesifik dan
jurnal/majalah ilmiah, disertasi, dan tesis
efektif.
(konposisi sumber acuan dari hasil penelitian
4. Di bawah judul, dicantumkan identitas penulis (nama
lebih banyak daripada sumber yang diacu dari
penulis, asal dan alamat lembaga, dan alamat
buku teks). Hasil penelitian paling lama 10 tahun
email).
terakhir, kecuali Pustaka acuan yang klasik (tua)
5. Abstrak ditulis dalam dua bahasa (bahasa Indonesia
yang memang dimanfaatkan sebagai bahan
dan bahasa Inggris) dengan 200 s.d 250 kata dan
kajian historis.
kata kunci terdiri dari 3-5 kata.
e. UCAPAN TERIMA KASIH, bersifat opsional.
6. Naskah dikirim ke alamat redaksi Pustekkom
11. Artikel buku resensi selain menginformasikan
Kemdikbud Jln RE Martadinata, Ciputat, Tangerang
bagian-bagian penting dari buku yang diresensi juga
Selatan atau dikirim melalui e-mail:
menunjukkan bahasan secara mendalam tentang
jurnal_teknodik@kemdikbud.go.id, atau secara
kelebihan dan kelemahan buku tersebut serta
online menggunakan aplikasi melalui Website: http:/
membandingkan teori/konsep yang ada dalam buku
/jurnalteknodik.kemdikbud.go.id.
tersebut dengan teori/konsep dari sumber-sumber
7. Naskah yang diterima akan melalui proses
lain.
peninjauan (review) oleh Tim Reviewer Ahli
12. Khusus naskah hasil penelitian yang disponsori oleh
sebidang dan naskah juga akan melalui proses
pihak tertentu harus ada pernyataan
revisi bila diperlukan. Redaksi berwenang
(acknowledgement) yang berisi isi sponsor yang
mengambil keputusan menerima, menolak maupun
mendanai dan ucapan terimakasih kepada sponsor
menyarankan pada penulis untuk memperbaiki
tersebut.
naskah. Penulis bersedia melakukan revisi artikel
13. Tabel dan Gambar diberi nomor urut sesuai urutan
jika diperlukan.
pemunculannya. Tabel dan Gambar harus jelas
8. Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi
terbaca dan dapat dicetak dengan baik. Untuk Tabel
tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran,
maupun Gambar grafis dari Microsoft Excel, mohon
kajian, analisis dan atau reviu teori/konsep/
menyertakan file asli (excel atau jpeg, dengan
metodologi, resensi buku baru dan informasi lain
resolusi minimal 150 mp). Mohon diperhatikan,
yang secara substansi berkaitan dengan Teknologi
bahwa naskah akan dicetak dalam format warna
Pendidikan dan Teknologi Informasi dan
hitam putih (grayscale) sehingga untuk gambar
Komunikasi.
grafik mohon diberikan gambar yang asli yang dapat
9. Artikel tentang hasil penelitian mempunyai struktur
dicetak dengan jelas.
dan sistematika serta persentase jumlah halaman
14. Format penulisan pustaka acuan: Nama penulis.
sebagai berikut:
Tahun. Judul (italic). Kota penerbit: Nama Penerbit.
a. PENDAHULUAN (10 %), meliputi latar belakang,
Publikasi dari penulis yang sama dan dalam tahun
perumusan masalah, dan tujuan penelitian.
yang sama ditulis dengan cara menambahkan huruf
b. KAJIAN LITERATUR (10%), mencakup kajian
a, b, atau c dan seterusnya tepat di belakang tahun
teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.
publikasi (baik penulisan dalam pustaka acuan
c. METODE PENELITIAN (10%), berisi rancangan/
maupun sitasi dalam naskah tulisan).
model, sampel dan data, tempat dan waktu, teknik
Contoh:
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi
d. HASIL DAN PEMBAHASAN (50%).
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
e. SIMPULAN DAN SARAN (20%).
Norton, Priscilla dan Apargue, Debra. 2001.
f. PUSTAKA ACUAN, pada artikel hasil penelitian
Technology for Teaching. Boston, USA: Allyn and
minimal berjumlah 10. Dari jumlah tersebut 80%
Bacon.
berasal dari sumber primer yaitu artikel yang
15. Penulisan Pustaka acuan yang bersumber dari
diterbitkan pada jurnal/majalah ilmiah, disertasi,
internet, agar ditulis secara berurutan sebagai
dan tesis terbitan 10 tahun terakhir, kecuali
berikut: Penulis, Judul, Alamat Web, dan Tanggal
pustaka acuan klasik (tua) yang memang
Unduh (download).
dimanfaatkan sebagai bahan kajian historis.
16. Isi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis.
g. UCAPAN TERIMA KASIH, bersifat opsional.
Acuan Penulisan
Jurnal Teknodik
Pustekkom Kemdikbud
Abstrak: Abstrak merupakan gambaran singkat dari keseluruhan KTI, yang isinya meliputi unsur-unsur: 1)
permasalahan pokok yang dibahas, alasan penelitian, tinjauan/ulasan, dan kajian yang dilakukan; 2) bagaimana
penelitian, tinjauan/ulasan, dan kajian yang dilakukan, dan metode yang digunakan; 3) pernyataan singkat tentang
kegiatan yang telah dilakukan atau hasil serta prospeknya. Abstrak ditulis tidak dalam bentuk matematis, pertanyaan,
dan dugaan. Selain itu, abstrak ditulis dalam satu paragraf serta tanpa acuan, tanpa catatan kaki atau kutipan pustaka,
dan tanpa singkatan/akronim serta bersifat mandiri, paling banyak memuat 250 kata dalam bahasa Indonesia.
Kata kunci: 3-5 kata kunci, kata kunci 1, kata kunci kata 2, dst.
Abstract: Abstract contain research aim/purpose, method, and reseach results; written in 1 paragraph, single space
among rows, using past tense sentences. Consist 0f 200 words.
Saran
Saran yang ditululiskan harus mengacu pada
simpulan. Dapat berisi rekomendasi akademik atau
tindak lanjut atas simpulan yang diperoleh. Saran
ditulis dalam bentuk narasi (bukan pointers).
PUSTAKA ACUAN
Contoh penulisan (sumber buku, jurnal, dan
website):
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Norton, Priscilla dan Apargue, Debra. 2001. Technology for Teaching. Boston, USA: Allyn and Bacon.
Fitzgerald, Lynn dan Frank Eijnatten. 1998. Letting Go For Control: The Art of Managing the Chaordic Enterprise,
The International Journal of Business Transformation, Vol. 1, No. 4, April, pp 261-270.
Goldberg, John dan Louis Markoczy. Complex Rhetoric and Simple Games, [online], Cranfield University,
http: //www.Cranfield.ac.za/public/ cc/cc047/ papers/ complex/html/ complex.html, diakses 30 Agustus 2007.
*******