Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH IPA

“SEJARAH TEORI KUANTUM”

OLEH KELOMPOK 3 :

NYOMAN WIDIANA 1613071010

WIWIK DWI ANDRIANI 1613071043

ELSA OCTAVIA SITOHANG 1613071046

KELAS B SEMESTER VI

PRODI S-1 PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun banyak
kekurangan didalamnya, dan juga kami berterima kasih pada teman-teman
kami yang telah mendudukung kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Sejarah Teori
Kuantum”.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Singaraja, 12 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

1.4 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Radiasi Benda Hitam......................................................................... 3

2.2 Efek Fotolistrik.................................................................................. 4

2.3 Panas Jenis Zat Padat........................................................................ 7

2.4 teori atom bohr.................................................................................. 10

2.5 Hamburan Sinar X/Efek Compton.................................................... 15

2.6 Gelombang Materi deBroglie............................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................

3.2 Saran .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori kuantum muncul karena teori fisika klasik tidak mampu memecahkan
permasalahan pada saat itu dalam menjelaskan gejala-gejala fisika yang bersifat
mikroskofis dan bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya.
Masalah utama yang tidak terpecahkan oleh para fisikawan pada massa itu sampai
abad 19 adalah masalah radiasi benda hitam. Para fisikawan sukar menemukan teori
yang cocok untuk menjelaskan lengkung kurve radiasi benda hitam jika
menggunakan hukum-hukum dan kaidah-kaidah fisika klasik yang telah diketahui.
Untuk mendapatkan teori yang sesuai adalah dengan merombak pemikirannya
tentang kosep energi khususnya energi radiasi.
Keyakinan lama tentang energi bernilai malar (kontinu) dirombak menjadi
keyakinan baru yang menyatakan bahwa energi bernilai diskret. inilah pertama
kalinya muncul konsep pengkuantuman energi. Para ilmuwan zaman klasik seperti
Stefan Boltzman,Wien,Rayleigh dan Jeans menyatakan energi itu bernilai bersifat
kontinu. Hal ini tentunya sangat kontroversial dengan pernyataan Planck yang
menyatakan sifat cahaya adalah terkuantisasi atau diskret, artinya energi radiasi
hanya dapat ada dalam bentuk-bentuk paket energi tertentu dimana jumlah energi
dalam setiap paketberbanding lurus dengan frekuensi energi radiasi itu. Berdasarkan
hal yang telah dipaparkan, pada makalah ini akan membahas tentang sejarah teori
kuantum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah yang
didapat yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah radiasi benda hitam dalam sejarah perkembangan teori
kuantum?
2. Bagaimanakah efek fotolistrik dalam sejarah perkembangan teori kuantum?
3. Bagaimanakah panas jenis zat padat dalam sejarah perkembangan teori
kuantum?
4. Bagaimanakah teori atom bohr dalam sejarah perkembangan teori kuantum?
5. Bagaimanakah hamburan sinar x/efek Compton dalam sejarah perkembangan
teori kuantum?

1
6. Bagaimanakah gelombang materi deBroglie dalam sejarah perkembangan
teori kuantum?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan radiasi benda hitam dalam sejarah perkembangan teori
kuantum
2. Menjelaskan efek fotolistrik dalam sejarah perkembangan teori kuantum
3. Menjelaskan panas jenis zat padat dalam sejarah perkembangan teori
kuantum
4. Menjelaskan teori atom bohr dalam sejarah perkembangan teori kuantum
5. Menjelaskan hamburan sinar x/efek Compton dalam sejarah perkembangan
teori kuantum
6. Menjelaskan gelombang materi deBroglie dalam sejarah perkembangan teori
kuantum
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Adapun manfaat yang penulis dapatkan dengan disusunnya makalah
dengan judul “Sejarah Teori Kuantum” yaitu penulis dapat meningkatkan
kemampuan dalam penyusunan dan penulisan makalah yang baik dan benar,
serta penulis memperoleh wawasan lebih tentang penerapan perjalanan
Sejarah Ilmu Pengetahuan
2. Bagi Pembaca
Adapun manfaat yang diperoleh pembaca setelah membaca makalah
ini yaitu pembaca mengetahui dan memahami tentang serta makalah ini dapat
memberikan wawasan yang luas kepada pembaca sebagai salah satu referensi

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 Radiasi Benda Hitam
Munculnya teori kuantum bermula dari gejala yang sudah umum kita kenal,
seperti radiasi yang dipancarkan oleh benda yang panas. Sekeping benda bila
dipanaskan, pada suhu tertentu akan mulai memijar dan tampak kemerahan, dan
pada suhu yang makin tinggi warnanya menjadi makin jingga, kuning, putih, dan
biru. Warna ini tidak bergantung dari keadaan permukaan benda, dan pada benda
yang hitam warna ini hanya bergantung dari suhu benda itu saja. Banyak usaha yang
telah dilakukan untuk menjelaskan gejala ini berdasarkan pada hukum-hukum fisika
yang telah diketahui mengenai radiasi kalor, namun gagal karena menemui beberapa
kesulitan dimana penerapan hukum-hukum yang telah diketahui itu telah menuntun
kepada hasil yang tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan data eksperimen.
Dari hasil berbagai eksperimen telah diketahui bahwa kurva radiasi memiliki ciri
yang sama untuk semua benda (Gambar 1). Makin tinggi suhu benda, luas kurvanya
makin besar tetapi pola kurvanya hampir tetap sama.

Gambar 1. Kurva Radiasi Benda Hitam

A. Hukum Stefan – Boltzman

Secara eksperimen Stefan pada tahun 1879 menemukan bahwa luas kurva
sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya ( W = eσT 4 ), e adalah
emisivitas dan σ konstanta Boltzman. Untuk benda hitam sempurna atau yang
biasa disebut dengan benda hitam saja, emisivitasnya e = 1 sehingga rumus
Stefan menjadi W = σT4. Dalam tahun 1884, Boltzman secara teorik menurunkan
persamaan Stefan tersebut dengan menggunakan hukum termodinamika sehingga
persamaan ini disebut pula dengan hukum Stefan – Boltzman. Namun demikian
secara teoritik mengapa sebaran energi itu mengikuti pola kurva seperti itu belum
bisa terjawabkan

3
B. Hukum Wien

Wien pada tahun 1896 secara eksperimental menemukan bahwa bila suhu
benda itu dinaikkan, ternyata bentuk umum kurva itu tetap serupa, tetapi puncak
kurva bergeser menurut perubahan suhu. Bila suhu semakin naik, maka puncak
kurvanya bergeser ke daerah panjang gelombang pendek. Wien juga menemukan
bahwa gelombang radiasi yang intensitasnya paling kuat berbanding terbalik
dengan suhu mutlaknya (Gambar 2).

Gambar 1. Pergeseran Kurva Wien

Wein, menemukan hubungan empiris sederhana antara panjang gelombang


pada intensitas maksimum (λmaks) sebuah benda dengan suhu mutlaknya (T).

λmaks T = C = 2,898 x 10 -3 Mk

dengan C adalah tetapan pergesaran Wien. Persamaan diatas dikenal sebagai


hukum pergeseran Wien. Untuk lebih jelas melihat pergeseran intensitas benda
kita menyebutnya Pergeseran Wien terhadap panjang gelombang benda.

1) Hukum Wien menyatakan bahwa makin tinggi temperatur suatu benda hitam,
makin pendek panjang gelombangnya.

2) Hal ini dapat digunakan untuk menerangkan gejala bahwa bintang yang
temperaturnya tinggi akan tampak berwarna biru, sedangkan yang
temperaturnya rendah tampak berwarna merah.

3) Energi pancaran tiap panjang gelombang semakin besar, jika suhu semakin
tinggi, sedangkan energi maximalnya bergeser kearah gelombang yang
panjang gelombangnya kecil, atau ke frekwensi besar.

4
C. Teori klasik dan Teori Planck

Masalah besar yang menarik dan belum terpecahkan oleh para fisikawan
ditahun 1890-an adalah penjelasan ilmiah mengenai radiasi benda hitam dan
pergeseran Wien. Teori gelombang elektromagnet yang diberikan Maxwell telah
memperkirakan tentang gelombang elektromagnet yang dihasilkan oleh getaran
muatan listrik. Teori klasik ini memang dapat menjelaskan asal radiasi kalor,
tetapi tidak dapat dengan tepat memprediksi spektrum cahaya yang dipancarkan
sebagaimana yang teramati oleh Wien. Dua teori klasik yang mencoba
menjelaskan radiasi benda hitam dikemukakan oleh Wien (1896) dan Lord
Rayleigh (1900). Teori Rayleigh diperkuat oleh J.Jeans sehingga dikenal dengan
sebagai teori Rayleigh-Jeans. Teori Wien mampu menjelaskan radiasi benda
hitam untuk panjang gelombang pendek, tetapi gagal untuk panjang gelombang
yang panjang. Sebaliknya,teori Rayleig-Jeans berhasil menjelaskan radiasi benda
hitan untuk panjang gelombang panjang, tetapi gagal untuk panjang gelombang
yang pendek. Akhirnya penjelasan memuaskan datang dari Max Planck pada
akhir tahun 1900(lihat gambar) yang mengajukan persamaan empiris yang
ternyata cocok dengan hasil eksperimen. Selanjutnya, Planck mencoba mencari
dasar teori untuk rumus empiris tersebut. Dua bulan kemudian, ia berhasil
memperoleh rumus empiris dengan cara membuat asumsi yang cukup
mengejutkan pada saat itu tentang getaran molekul di permukaan benda hitam

Energi radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekul – molekul benda


bersifat diskrit, yang besarnya En = nhf dengan n adalah bilangan bulat
(1,2,3….dst) yang disebut bilangan kuantum, dan f adalah frekuensi getaran
molekul molekul, sedangkan h merupakan konstanta Planck yang besarnya 6,626
x 10-34 Js. Karena energi radiasi bersifat diskrit, energinya terkuantisasi dan
energi yang diperkenankan dengan n = 1,2,3,….dst disebut tingkat energi.

Molekul-molekul menyerap atau memancarkan energi radiasi cahaya dalam


paket diskrit yang disebut kuantum atau foton. Energi 1 foton adalah hf. Gambar
menunjukkan tingkat-tingkat energi yang dimiliki molekul. Jika molekul
menyerap atau memancarkan 1 foton, tingkat energinya bertambah atau
berkurang sebesar hf. Gagasan Planck ini baru menyangkut permukaan benda
hitam. Kemudian Albert Einstein memperluasnya menjadi fenomena umum dan

5
berdasarkan teori kuantum, cahaya merupakan pancaran dari paket-paket energi
(foton) yang terkuantisasi (diskrit) yang besarnya sesuai dengan persamaan E n =
nhf. Oleh karena itu, teori fisika sebelum tahun 1900 disebut fisika klasik,
sedangkan teori fisika setelah tahun 1900 (diawali oleh teori kuantum Planck)
disebut fisika modern. Akhir tahun 194, George Gamov yang kemudian diikuti
oleh R.Alpher dan Hans Bethe meneliti model big bang yang menjelaskan
pembentukan jagat raya.salah satu akibatnya adalah sisi dari medan radiasi yang
sangat kuat dalam bentuk latar belakang medan radiasi benda hitam. Perhitungan
ketiganya meramalkan bahwa suhu jagat raya seharusnya 25 K (yang ternyata
tidak cocok). Kemudian, Penzias dan Wilson mengukur bahwa pada tahun 1964
derau (noise) termal yang berlebihan. Radiasi termal ini setara dengan radiasi
benda hitam pada suhu 2,7 K. Deteksi radiasi yang sesuai dengan perhitungan
merupakan bukti yang kuat dari model big bang. Pengukuran juga menunjukkan
bahwa kecepatan bumi relatif terhadap medan radiasi pada saat ini kurang dari
300 m/s.

2.2 Efek Fotolistrik


Langkah baru dari penerapan teori Planck ini baru muncul pada tahun 1905.
Berdasarkan hipotesis kuantum yang menyatakan E= nhf, Einstein mengemukakan
bahwa ketika cahaya dipancarkan oleh osilator molekuler, energinya harus berkurang
sebesar hf,2hf,3hf, dan seterusnya dengan demikian, cahaya dipancarkan sebagai
partikel partikel kecil yang disebut foton. Untuk menguji adanya foton, Einstein
melakukan percobaan efek fotolistrik. Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya
elektron – elektron dari permukaan logam (dinamakan fotoelektron, elektronfoto)
ketika logam tersebut disinari dengan cahaya. Gejala efek fotolistrik sebenarnya
telah lama ditemukan secara kebetulan oleh Henrich Hertz dalam tahun 1887. Dalam
upayanya untuk membangkitkan gelombang elektromagnetik yang diramalkan oleh
Maxwell, dia menemukan adanya pelepasan muatan listrik oleh plat elektroda yang
dikenai sinar ultra violet yang dihasilkan dari bunga api listrik. Penemuan Hertz ini
diperkuat secara eksperimental oleh Halwachs. Lebih jauh Lenard dalam
percobaannya memperlihatkan bahwa energi elektron yang dipancarkan dari
permukaan logam yang dikenai cahaya itu, energi elektronnya tidak bergantung dari
intensitas cahaya, tetapi hanya bergantung pada warnanya atau lebih tepatnya pada
panjang gelombang cahaya. Gejala seperti ini tidak dapat dijelaskan dengan teori

6
radiasi klasik. Einstein menjelaskan hasil pengamatan ini dengan menggunakan
hipotesis Planck dengan menyatakan bahwa ‘cahaya terdiri dari kuanta energi’ yang
merambat dalam ruang, oleh Einstein kuanta energi ini disebutnya foton.

Besarnya energi foton ini adalah E = hv

Foton cahaya yang mengenai permukaan logam akan dapat melepaskan


elektron dari permukaan logam itu bila energi foton lebih besar dari energi ikat
elektron pada permukaan logam itu. Energi yang diperlukan untuk melepaskan
elektron dari permukaan logam tersebut dinamakan fungsi usaha ϕ dan sisa energi
foton selebihnya digunakan menjadi energi kinetik elektron Ke

hv = ϕ + Ke

Atau hv =hvo + ½ mv2

vo ini disebut frekuensi ambang. Persamaan diatas dinamakan persamaan efek


fotolistrik Einstein.

2.3 Panas Jenis Zat Padat

Panas jens zat padat, pada teori klasik memberikan harga panas jenis yang tepat
untuk pengamatan pada suhu tinggi, tetapi pada suhu rendah harga ini tidak tepat lagi
karena secara eksperimental harganya turun dengan sangat tajam seperti terlihat pada

grafik berikut. Secara teori klasik energi rerata osilator sehingga energi

untuk satu kilomole (1 kmol)E = 3 No kT = 3 RT.

Cv = = =

Cv =3R (= 6 kkal / kmol.K)

Harga ini cocok untuk suhu kamar dan diatasnya. Tetapi pada suhu rendah
ternyata harganya turun dengan tajam dan mendekati nol (gambar). Hal ini tidak
dapat dijelaskan dengan teori klasik.

7
Einstein dalam tahun 1917 dapat menjelaskan gejala ini dengan menerapkan

teori kuantum Planck, dengan mengambil energi osilator dan dengan

menggunakan distribusi Bose-Einstein, maka didapat energi rerata osilator yang

frekuensinya antara dan adalah

Energi total 1 kilomol zat

E = 3 No 3 No

Cv = = [3 Noh (

Cv= 3R (hv/kT)2

Persamaan inilah yang disebut panas jenis Einstein dan harganya cocok untuk
suhu tinggi maupun pada suhu rendah
2.4 Teori Atom Bohr

Penemuan Becquerel dan Currie tahun 1896serta eksperimennya dalam


radioaktivitas telah menuntun kea rah klarifikasi struktur atom. Demikian pula
penemuan elektron oleh Thomson (1897) serta pengamatan Rutherford pada
interaksi sinar alpha yang menembus materi ini telah menuntun Rutherford pada
interaksi sinar alpha yang dikenal dengan “model atom Rutherford” (1911) yang
menganbil model sistem tata surya. Tetapi teori ini tidak dapat menjelaskan sifat
atom yang sangat stabil, misalnya atom karbon yang meskipun telah mengalami
tumbukan atau berinteraksi dalam ikatan kimia namun strukturnya tidak berubah.
Stabilitas atom ini baru dapat dijelaskan pada tahun 1913 oleh Niels Bohr dengan
menerapkan hipotesis kuantum Planck dengan mengajukan bahwa energi elektron

8
dalam orbitnya juga terkuantisasi dan hanya dapat mengubah energinya dari tingkat
energi yang lebih tinggi Eu = h vu ke tingkat energi yang lebih rendah E1 = h v1 atau
sebaliknya dengan memancarkan atau menyerap energi dalam kuanta energi yang
deskrit.

Eu – E1 = h v

Ini berarti atom hanya bisa berada dalam keadaan tingkat stasioner yang
deskrit. Tingkat stasioner yang paling rendah disebut tingkat normal atau tingkat
dasar atau ground state. Ataom stelah megalami suatu interaksi akan kembali lagi ke
tingkat dasar atau ground state. Disamping itu teori atom Bohr ini juga mendasarkan
pada gabungan teori mekanika klasik mengenai gerak orbit elektron dengan hipotesis
kuantum Planck dengan mengajukan kuantisasi momentum sudut orbit elektron yaitu
dengan memasukkan syarat kuantum atau quantum conditions, yaitu:

mvr = n.h / 2π

Rumusan matematis yang konsisten dengan syarat kuantum itu baru bisa
diberikan oleh Sommerfeld beberapa tahun kemudian (1928). Adanya tingkat
stasioner yang deskrit ini dibuktikan oleh eksperimen Frank-Hertz dan juga
eksperimen Stern-Gerlach. Dengan menerapkan teori kuantum pada model atomnya
ini, Bohr bukan saja dapat menjelaskan stabilitas atom, tetapi juga dapat memberikan
interpretasi teoritik mengenai terjadinya spektrum garis yang dipancarkan oleh atom
setelah tereksitasi karena lucutan listrik atau agitasi kalor. Bahkan dengan teori Bohr
ini dapat dihitung frekuensi atau panjang gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
atom dan hasil pengamatannya sangat sempurna.

2.5 Hamburan Sinar X

Implikasi teori kuantum lagi-lagi diterapkan untuk dapat menjelaskan gejala


hamburan sinar-X yang menembus materi. Dari percobaan sebelumnya pad
interferensi sinar terhambur pada dasarnya dapat dijelaskan bahwa terjadinya
hamburan itu disebabkan gelombang sinar dating membuat elektron dalam berkas itu
bergetar dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang sinar-X tersebut.
Elektron yang berosilasi itu kemudian memancarkan suatu gelombang bola dengan
frekuensi yang sama dan dengan demikian menghasilkan cahaya hamburan.

9
Pada tahun 1923, Compton dalam eksperimennya menemukan bahwa frekuensi
sinar-X yang terhambur setelah melalui zat penghambur, ternyata frekuensinya
berbeda dengan frekuensi sinar dating atau tepatnya panjang gelombang sinar
hamburan λ’ lebih panjang dari panjang gelombang sinar datang λ.

Gambar 3. Efek Compton

Perubahan panjang gelombang ini dapt dipahami dengan memandang bahwa


hamburan itu digambarkan sebagai tumbukan kuantum cahaya dengan elektron. Pada
tumbukan ini energi kuantum cahaya atau foton itu mengalami perubahan. Karena
energi foton adalah E = h v, berarti perubahan energi foton menyebabkan perubahan
dalam frekuensinya v. Bila energi foton awal adalah E = h vdan setelah tumbukan
energinya menjadi E’ = h v’, berarti perubahan energinya ini menandakan adanya
energi foton yang diserap oleh elektron dan tumbukan ini dan berubah menjadi
energi kinetik elektron Ek = ½ mv2. Dengan menggunakan prinsip tumbukan, dimana
momentum perubahan panjang gelombang pada hamburan sinar-X yang disebut efek
Compton.

2.6 Gelombang Materi deBroglie

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah sifat cahaya dualitas cahaya,
deBroglie pada tahun 1924 mencoba mempersoalkan apakah sifat dualitas
gelombang-partikel ini hanya dimiliki oleh cahaya saja, ataukah juga untuk semua
objek material? Dengan mengambil E = h v tampaknya akan mengalami kesukaran
dalam menerapkannya dalam kasus partikel. Namun hal ini dapat diatasi dengan
momentum p = h/λ. Oleh karena itu pada tahun 1924 deBroglie dalam thesis
doktoralnya memperluas sifat dualitas ini yang dikenakan juga pada partikel materi
elementer seperti misalnya pada elektron. deBroglie mengajukan bahwa pada setiap
partikel material yang bergerak dengan momentum p, juga disertai dengan sifat

10
gelombang dengan panjang gelombang λ yang berkaitan dengan momentum partikel
p itu.

λ = h/p

Sifat gelombang ini disebut gelombang materi dan panjang gelombang dari
persamaan λ = h / pini dinamakan panjang gelombang deBroglie. Lebih jauh

deBroglie menyatakan bahwa ‘syarat kuantum’ mvr = n dalam teori atom Bohr

haruslah diartikan sebagai pernyataan gelombang materi. Secara geometris,


gelombang yang mengelilingi inti atom hanya dapat merupakan gelombang stasioner
dimana L = n.λ. Oleh karena itu keliling orbit haruslah merupakan kelipatan bulat
dari panjang gelombang atau 2πr = n λ. Dengan menerapkan panjang gelombang
materi atau panjang gelombang deBroglie ini maka :

2πr = n λ

2πr = nh/ p

2πr = nh/ mv

mvr = n

Persamaan terakhir ini merupakan syarat kuantum Bohr. Ternyata idea syarat
kuantum Bohr ini berkorespondensi dengan idea dualitas gelombang-partikel untuk
partikel elementer, seperti untuk elektron. Formulasi yang tepat untuk teori kuantum
akhirnya muncul dari dua pengembang yang berbeda. Pertama mulai dari prinsip
korespondensi Bohr. Langkah ini dibuat oleh Schrodinger pada tahun 1925 yang
mencoba menurunkan dan menjelaskan aspek gelombang dari dualisme gelombang-
partikel deBroglie disekitar inti atom. deBroglie berhasil menurunkan harga energi
tingkat stasioner atom hidrogen sebagai harga elgen (elgenvalue) dari persamaan
gelombangnya dan mengubah persamaan gerak klasik kedalam persamaan
gelombang dalam ruang banyak dimensi dengan menetapkan gelombang deBroglie
sebagai solusi persamaan gelombangnya. Cara baru ini disebut mekanika gelombang.

11
Schrodinger mendapat dorongan untuk merumuskan mekanika kuantum itu
berasal dari keinginan untuk menurunkan dan menjelaskan aspek gelombang dari
dualisme gelombang partikel, yaitu masalah memberikan ‘hukum’ yang
penyelesaiannya adalah gelombang deBroglie yang cocok dengan bukti
eksperimental mengenai aspek gelombang dari elektron karya Devisson dan Germer
dan G.P. Thomsom. Salah satu keberhasilan yang menarik dari mekanika gelombang
Schrodinger adalah ramalannya mengenai fenomena lanjut dalam kawasan atomic,
khususnya ramalan mengenai hubungan antara garis-garis spektra atomik, seperti
hasil eksperimental spektroskopi sebelumnya. Dalam hal ini mekanika gelombang
Schrodinger persis seperti keberhasilan model atom Bohr, dan berhasil dengan baik
meramalkan ciri-ciri lain dari spektra ini yang tidak ada dalam teorinya Bohr. Untuk
orbit yang besar, frekuensi dan intensitas radiasi yang dipancarkan memberikan
gambaran orbit elektronik yang menyatakan ekspansi Fourier dari orbit tersebut.
Heisenberg, yang tidak menyadari keberhasilan mekanika gelombang Schrodinger,
dalam periode yang sama menemukan cara memaparkan spektra atomik dengan
aturan ‘matrik’ dalam aljabar, oleh karena itu teorinya itu dinamakan ‘mekanika
matrik’. Matrik ini merupakan sesuatu yang mendasar dalam menggunakan aljabar
matrik untuk menyatakan hukum-hukum gejala atomik. Persamaan gerak dalam
mekanika Newton yang diganti dengan persamaan matrik, dan banyak hasil lama
dari mekanika Newton, seperti hukum kekekalan energi, dan yang lainnya, juga
dapat diturunkan dengan cara baru ini.

Heiseberg melalui ‘thought experiment’ menurunkan hubungan ketidakpastian


antara dua besaran fisika yanga berkaitan seperti hubungan momentum dan posisi

suatu partikel dimana didapat dan demikian pula hubungan energi dengan

selang waktu yaitu . Penelitian selanjutnya oleh Borh, Jordan, dan Dirac

membuktikan bahwa matrik yang menyatakan hubungan posisi dan momentum


elektron tidak berubah. Fakta ini jelas menunjukkan beda yang mendasar antara
mekanika kuantum dengan mekanika klasik. Jadi formalisme gelombang
Schrodinger dan formalisme matrik Heisenberg adalah du acara untuk menyatakan
teori yang sama yang secara fisis setara, sehingga dinamakan ‘mekanika kuantum’.
Masing cara membuat ramalan yang berhasil mengenai masalah atomic. Pada

12
periode selanjutnya dari abad ke 20 ini telah dibuat usaha untuk merumuskan secara
matematis untuk melebur mekanika kuantum dengan teori relativitas untuk
menghasilkan suatu hukum tunggal mengenai materi mikro dengan radiasi yang
dilakukan oleh Dirac.
.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori kuantum bermula dari radiasi yang dipancarkan oleh benda yang panas.
Sekeping benda bila dipanaskan, pada suhu tertentu akan mulai memijar dan tampak
kemerahan, dan pada suhu yang makin tinggi warnyanya menjadi makin jingga
kuning putih dan biru. Frekuensi oleh suatu benda hitam panas, Itotal (intensitas
radiasi total), adalah sebanding dengan pangkat empat dari suhu mutlaknya ( I =
eσT4). Hukum Pergeseran Wien didapatkan secara eksperimental oleh Wien. Jika
benda padat dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi, benda akan tampak memijar
dan gelombang elektromegnitik yang dipancarkan berada pada spektrum cahaya
tampak. Rayleigh dan Jeans berhasil menerangkan spektrum radiasi benda hitam
pada panjang gelombang yang besar, namun gagal untuk panjang gelombang yang
kecil.
Stabilitas atom dapat dijelaskan pada tahun 1913 oleh Niels Bohr dengan
menerapkan hipotesis kuantum Planck dengan mengajukan bahwa energi elektron
dalam orbitnya juga terkuantisasi dan hanya dapat mengubah energinya dari tingkat
energi yang lebih tinggi E μ = hvμ.Implikasi teori kuantum diterapkan untuk dapat
menjelaskan gejala hamburan sinar-X yang menembus materi. Dari percobaan
sebelumnya pada interferensi sinar terhambur pada dasarnya dapat dijelaskan bahwa
terjadinya hamburan itu disebabkan gelombang sinar datang membuat elektron
dalam berkas itu bergetar dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang
sinar-X tersebut.

1.2 Saran

Makalah ini berisi mengenai sejarah teori kuantum. Disarankan bagi penulis
yang hendak mengkaji materi tentang sejarah teori kuantum ini supaya dilengkapi
dengan jurnal yang menunjang materi sejarah teori kuantum agar dapat menambah
materi bahwa dalam mempelajarinya perlu dipahami secara mendetail.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suwitra, Nyoman. 2003. Sejarah Fisika. Singaraja : Jurusan Pendidikan Fisika, IKIP
Negeri Singaraja
Budiyanto, Joko. 2009. Fisika Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat
PerbukuanDepartemen Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai