DOSEN PENGAMPU:
Drs. H. M. Arifuddin Jamal, M.Pd
OLEH: KELOMPOK 1
Maria Fatima NMU (1810121220016)
M. Jiddan Mishbahul M (1810121110010)
Siti Rahmah (1810121220028)
Siti Walimah (1810121220020)
Stefany Amabel Putri (1810121120004)
Syafriansyah (1810121210026)
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Kontribusi dan bantuan rekan-rekan satu tim juga
memiliki peran yang berarti dalam proses penyusunan makalah ini karena tanpa adanya kerjasama
dan kesabaran dalam kelompok, mungkin makalah ini tidak akan dapat kami selesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun agar para penulis bisa menambah ilmu pengetahuan serta memenuhi
tugas yang diberikan oleh Bapak Drs. H. M. Arifuddin Jamal, M.Pd dalam mata kuliah
Fisika Modern dengan judul Sifat Partikel dari Gelombang. Makalah ini kami sajikan
dalam berbagai macam sumber yang menurut pendapat kami cukup baik dan bagus untuk
dijadikan bahan materi maupun referensi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang bersifat membangun terhadap penulisan makalah ini diterima dengan tangan terbuka.
Terima Kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir abad ke-19 para fisikawan beranggapan bahwa semua
fenomena alam seluruhnya dapat dijelaskan dengan tiga pilar hukum
fisika yaitu mekanika Newton, teori gelombang elektromagnetik
Maxwell, serta termodinamika. Pilar-pilar fisika klasik tersebut
menjelaskan hampir semua hasil-hasil eksperimen sains pada masanya.
Sementara itu, menjelang awal abad ke-20, ilmuwan dengan
menggunakan peralatan-peralatan baru terus mengembangkan eksperimen
yang hasilnya tidak dapat dijelaskan secara memuaskan oleh hukum-
hukum fisika klasik karena adanya keterbatasan secara teoritis dan empiris.
Hukum-hukum baru yang revolusioner akhirnya dikembangkan dengan
menggiring ranah ilmu fisika menuju era modern melalui pembahasan
berskala mikroskopis. Salah satu pembahasan yang menarik dalam fisika
modern ialah tentang gelombang cahaya dan sifat dualisme gelombang
partikel. Sifat-sifat partikel juga dapat ditemui pada gelombang dan begitu
juga sebaliknya. Selain itu, dari topik tersebut juga dapat dikaitkan dengan
fenomena-fenomena yang mesti kita pelajari seperti radiasi benda hitam,
sinar X, efek Fotolistrik, dan efek Compton. Oleh karena itu, kita perlu
memahaminya lebih lanjut dengan mempelajari makalah ini.
A. Rumusan Masalah
1
dan Planck.
3) Mengetahui sejarah sinar X.
4) Menjelaskan teori kuantum cahaya terkait foton.
5) Menurunkan persamaan efek Fotolistrik dan efek Compton.
BAB II PEMBAHASAN
Gambar 1. (a) Memperlihatkan bagian dalam kotak dicat putih. (b) Kotak ditutup, lubang
kotak tampak gelap (hitam). (c) Kalor radiasi yang memasuki lubang hampir diserap secara
sempurna melalui beberapa kali pemantulan sebelum kalor radiasi itu keluar dari lubang.
Ketika radiasi dari cahaya Matahari memasuki lubang kotak, radiasi dipantulkan berulang-
ulang oleh dinding kotak dan setelah pemantulan ini hampir dapat dikatakan tidak ada
lagi radiasi yang tersisa (semua radiasi telah diserap di dalam kotak). Dengan kata lain,
lubang telah berfungsi menyerap semua radiasi yang datang padanya. Akibatnya, lubang
tampak terlihat hitam.
[ CITATION Mar16 \l 1057 ]
3
1. Hukum Stefan-Boltzmann
Pada tahun 1859 Gustav Kirchoff membuktikan suatu teorema
ketika ia menunjukkan argumen berdasarkan termodinamika, bahwa setiap
benda dalam kesetimbangan termal dengan radiasi daya yang dipancarkan
adalah sebanding dengan daya yang diserapnya. Untuk benda hitam,
teorema Kirchoff dinyatakan oleh persamaan berikut.
Rf = J(f,T)
(1)
Dengan J(f,T) adalah suatu fungsi universal (sama untuk semua
benda). Persamaan ini menunjukan bahwa daya yang dipancarkan per
satuan luas per satuan frekuensi oleh suatu benda hitam bergantung hanya
pada suhu dan frekuensi cahaya dan tidak bergantung pada sifat fisika dan
kimia yang menyusun benda hitam. Perkembangan selanjutnya datang
dari ahli fisika Austria, Josef Stefan pada tahun 1879. Ia mendapatkan
secara eksperimen bahwa daya total persatuan luas yang dipancarkan
pada semua frekuensi oleh suatu benda hitam panas adalah sebanding
dengan pangkat empat dari suhu mutlaknya. Bentuk persamaan empiris
hukum Stefan ditulis sebagai berikut.
4
Itotal = ∫ R f df =σ T
0
(2)
dengan Itotal adalah intensitas radiasi permukaan benda hitam pada semua
frekuensi, R f adalah intensitas radiasi persatuan frekuensi yang
dipancarkan oleh benda hitam, T adalah suhu mutlak benda, dan σ adalah
tetapan Stefan-Boltzmann, yaitu σ = 5,67 × 10-8 W m-2 K-4.
Untuk benda panas yang bukan benda hitam akan mematuhi hukum yang
sama, hanya diberi tambahan koefisien emisivitas (e), yang lebih kecil
daripada 1.
Itotal = eσ T 4
(3)
4
P
Karena Itotal = sehingga persamaan (3) juga dapat ditulis sebagai
A
berikut.
P
Itotal = = eσ T 4 atau P = eσA T 4 (4)
A
5
Gambar 2. Grafik
distribusi gelombang
Dari Hasil penelitiannya
teramati bahwa puncak
intensitas radiasi
bergeser ke arah
Panjang gelombang
yang lebih pendek
ketika temperature
mutlak bendanya semakin tinggi. ini menunjukkan bahwa Panjang
gelombang radiasi saat intensitasnya maksimum berbanding terbalik
dengan suhu mutlak bendanya. Gejala pergeseran puncak intensitas
maksimunm dari hasil percobaan tersebut dapat diformulasikan dengan
Hukum Pergeseran Wien persamaan berikut :
λmax T = C
(5)
dengan λmax adalah panjang gelombang yang berhubungan dengan
intensitas radiasi maksimum benda hitam, T adalah suhu mutlak dari
permukaan benda yang memancarkan radiasi, dan C = 2,90 × 10-3 m K
adalah tetapan pergeseran Wien.
6
Kita telah mengetahui tentang intensitas radiasi per satuan frekuensi,
J(f,T) dari benda hitam. Akan tetapi, lebih memudahkan bagi kita untuk
membahas kerapatan energi (energi per satuan volume) per satuan
frekuensi dari benda, u(f,T). Hubungan antara J(f,T) dan u(f,T) dinyatakan
sebgai berikut.
c
J ( f , T )=u ( f , T ) (6)
4
7
Mari kita bahas teori klasik radiasi benda hitam yang memandang radiasi benda hitam
sebagai gelombang, yaitu hukum radiasi Wien dan hukum Rayleigh-Jeans. Suatu prakiraan
penting terhadap bentuk fungsi universal yang dinyatakan pertama kali pada tahun 1893 oleh
Wien dengan bentuk sebagai berikut
dengan 𝑐1 dan 𝑐2 adalah tetapan yang ditentukan melalui eksperimen. Dari hasil
ch
eksperimen yang telah dilakukan, Wien mendapatkan bahwa 𝑐1 = 8πhc dan 𝑐2 = .
k
Persamaan (7) disebut juga sebagai hukum radiasi Wien. Setahun kemudian, ahli
spektroskopi Jerman, Friedrich Paschen yang bekerja dalam daerah inframerah dengan
kisaran panjang gelombang 1-4 μm dan suhu benda hitam dari 400 sampai 1.600 K,
menemukan bahwa prakiraan Wien tepat bersesuaian dengan titik-titik data
eksperimennya, (gambar )
Gambar 3 . Ketidaksesuaian antara hukum radiasi Wien dan data eksperimen untuk
suatu benda hitam pada 1.500 K
8
dengan k adalah tetapan Boltzmann. Persamaan tersebut dikenal sebagai Hukum Rayleigh-
Jeans. Pada September 1900, pengukuran menunjukkan bahwa di antara 12 μm dan 18 μm
prakiraan Rayleigh-Jeans tepat. Akan tetapi, seperti ditunjukkan pada Gambar 4, hukum
Rayleigh-Jeans secara total tidak layak pada panjang gelombang pendek (atau frekuensi
tinggi). Persamaan (8) menunjuk- kan bahwa ketika λ mendekati nol,
kerapatan energi akan menjadi tak terbatas (u(f,T)
→ ∞) dalam daerah ultraviolet. Hal ini sangat
bertentangan dengan fakta di lapangan sehingga
sering disebut dengan bencana ultraviolet
(ultraviolet catastrophe).
Pada tahun 1900, Max Planck mulai melakukan kerjanya dengan membuat suatu persepsi
baru mengenai sifat dasar dari getaran molekul- molekul dalam dinding-dinding rongga
benda hitam. Persepsi ini sangat radikal dan bertentangan dengan fisika klasik, yaitu :
a) Radiasi yang memancar dari getaran molekul-molekul tidak berkelanjutan, tetapi dalam
paket-paket energi diskret, yang dinamakan kuantum (foton). Besar energi yang
berhubungan dengan tiap foton adalah E = hf sehingga untuk n buah foton, energinya
dinyatakan sebagai berikut.
En = nhf (9)
dengan n = 1, 2, 3, ... (bilangan asli) dan f adalah frekuensi getaran molekul-molekul.
Energi dari molekul-molekul disebut terkuantisasi dan energi yang diterima disebut
tingkat energi. Ini berarti bahwa tingkat energi bisa hf, 2hf, 3hf, ... sedangkan ℎ
9
disebut tetapan Planck (h = 6,626 ×10-34 Js).
b) Molekul-molekul memancarkan atau menyerap energi dalam satuan diskret dari energi
cahaya yang disebut kuantum (foton). Molekul-molekul bekerja dengan cara “melompat”
dari satu tingkat energi ke tingkat energi lainnya. Jika bilangan kuantum n berubah
dengan satu satuan. Persamaan (10) menunjukan bahwa total energi yang terpancar dan
terserap oleh molekul-molekul sama dengan hf. Jadi, beda energi antara dua tingkat
energi yang berdekatan adalah hf. Ketika molekul meningkatkan energinya, maka
molekul tersebut akan memancarkan atau menyerap energi. Sebaliknya, apabila
molekul tetap tinggal dalam satu tingkat energi tertentu maka molekul tidak adan
memancarkan atau menyerap energi.
Gambar 5. Tingkat-tingkat energi yang
diperbolehkan untuk sebuah osilator dengan
frekuensi alami f. Transisi yang
diperkenankan ditunjukkan oleh arah panah
vertikal.
Berdasarkan teori kuantum tersebut, Planck
dapat menyatukan hukum radiasi Wien dan
hukum radiasi Rayleigh-Jeans dan menyatakan
hukum radiasi benda hitamnya akan berlaku
untuk semua panjang gelombang. Hukum Radiasi Planck tersebut adalah sebagai
berikut.
−5
8 πhc λ
u ( λ , T )= (10)
hc
−1
e λkT
Gambar 6. Perbandingan
teori Wien dan teori
Rayleigh-Jeans dengan teori
Planck yang memenuhi data
percobaan
dengan h = 6,626 × 10-34 Js
adalah tetapan Planck, k =
1,38 × 10-23 J/K adalah
tetapan Boltzmann, dan T
adalah suhu mutlak benda
10
hitam. Planck meresmikan persamaan (10) ini pada seminar fisika di Universitas
Berlin. Heinrich Rubens, seorang peserta seminar, membandingkan hasil percobaan
dengan rumus Planck ini. Ia menemukan kecocokan sempurna antara rumus Planck
dengan kurva spektra distribusi energi benda hitam untuk semua panjang gelombang.
Fisik klasik menyatakan bahwa spektra radiasi benda hitam adalah kontinu dan
mereka gagal menjelaskan radiasi benda hitam. Planck justru menyampaikan gagasan
baru yang radikal dan bertentangan dengan fisika klasik dan menyatakan bahwa energi
radiasi benda hitam adalah terkuantisasi (diskret). Pernyataan radikal ini yang
menandai lahirnya teori kuantum. Teori fisika sebelum tahun 1900 disebut fisika
klasik, sedangkan teori fisika sesudah tahun 1900 (diawali oleh teori Planck) disebut
fisika modern.
11
mempunyai energi yang cukup untuk mencapai katoda walaupun muatannya negatif. Arus ini
dapat terukur oleh amperemeter. Ketika potensial perintang V ditambah maka lebih
sedikit elektron berpindah dan arusnya menurun. Ketika V = Vo atau V > Vo maka tidak
ada elektron berpindah dan arus terhenti.
Elektron-elektron dari katoda akan bergerak menuju anoda dan menimbulkan arus
listrik dalam rangkaian yang dapat diamati dengan amperemeter. Energi kinetik elektron
yang terlepas tersebut disebut fotoelektron, diukur dengan memasang tegangan searah (V)
dan peristiwa ini yang kemudian disebut efek fotolistrik.
Energi potensial listrik elektron yang timbul akibat pemasangan tegangan searah (V) ini
sama akan lebih besar dari energi kinetik fotoelektron mula-mula (Ek), aliran elektron dan
juga arus berhenti. Potensial ini disebut potensial penghenti (dopping potensial) = Vp,
merupakan suatu cara menentukan energi kinetik maksimum elektron :
Ekmaks = eVp (11)
Distribusi elektron yang dipancarkan (fotoelektron) tidak bergantung intensitas cahaya.
Berkas cahaya kuat memang menghasilkan lebih banyak fotoelektron daripada berkas cahaya
lemah pada frekuensi yang sama, namun energi rata-ratanya sama. Dan juga dalam batas
ketelitian eksperimen (sekitar 10-9 s), tidak terdapat kelambatan waktu antara datangnya
cahaya ke permukaan logam dan terpancarnya elektron. Hal ini tidak bisa dipahami
menggunakan teori elektromagnetik cahaya.
Jika dipandang dari teori gelombang terdapat fakta bahwa energi fotoelektron
bergantung pada frekuensi cahaya yang dipakai. Pada frekuensi dibawah frekuensi kritis yang
merupakan karakteristrik logam, tidak terjadi pancaran elektron. Diatas ambang frekuensi ini
energi memiliki selang energi 0 hingga maksimum dan harga maksimum bertambah secara
linier terhadap frekuensi.Hasil-hasil eksperimen menunjukkan :
a) Tidak ada waktu tunda antara penyinaran katoda dan terlepasnya fotoelektron (timbulnya
arus).
b) Pada frekuensi cahaya yang tetap (juga λ tetap warna sama) arus i yang timbul
sebanding lurus dengan intensitas cahaya I.
c) Pada frekuensi dan intensitas cahaya yang tetap, arus i yang timbul berkurang dengan
bertambahnya potensial V yang terpasang.
d) Untuk suatu permukaan bahan, nilai potensial penghenti Vp tergantung pada
frekuensi cahaya ν dan bukan pada intensitas cahaya I.
12
Gambar 8. Hasil-hasil eksperimen fotolistrik
Elektron-elektron pada fotokatode yang disinari menyerap foton cahaya, masing-
masing sebesar hν. Sebelum elektron dapat lepas dari permukaan fotokatode, energi yang
telah diserap tersebut harus dapat digunakan elektron untuk melawan energi ikat elektron
pada permukaan fotokatode. Energi yang diperlukan untuk melepaskan ikatan ini disebut
fungsi kerja ɸ fotokatode yang berkaitan dengan potensial fungsi kerja sebesar W = ɸeV.
Energi masih tersisa adalah (hν − W) yang berupa energi kinetik fotoelektron sewaktu
terlepas sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.
K = hν – W (12)
K = energi kinetik
W = hνo = energi ambang elektroda
νo = frekuensi ambang elektroda
[ CITATION Kus93 \l 1033 ]
Gambar 9.Diagram
energi kinetik
maksimum sebagai
fungsi frekuensi
cahaya pada seng
Energi kinetik
maksimum K mak dari
13
yang menghasilkan energi minimum yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron
terdelokalisasi dari permukaan logam. Fungsi kerja ini dirumuskan φ = h f 0 dengan f 0
adalah frekuensi ambang logam. Energi kinetik maksimum dari sebuah elektron yang
terlepas adalah K msk = h (f- f 0)Energi kinetik bernilai positif, maka harus adaf > f 0
sehingga efek fotolistrik bisa muncul.
Pada tahun 1905, Einstein mengusulkan paradoks yang muncul pada efek fotolistrik dengan
pengertian radikal sebagaimana yang pernah diusulkan pada tahun 1900 oleh Max Planck,
bahwa sepotong benda hitam padat yang menimbulkan cahaya tampak sebenarnya memancarkan
panjang gelombang yang terlihat dan “cahaya” yang tak terlihat oleh mata manusia. Benda yang
tidak memerlukan panas yang sangat tinggi untuk memancarkan gelombang elektromagnetik,
dikarenakan semua benda memancarkan energi semacam itu secara kontinu tanpa
memperdulikan temperatur yang dialami benda tersebut. Pada temperatur kamar 200C – 250C,
sebagian besar radiasi gelombang elektromagnetik berada pada rentang inframerah dari
spektrum gelombang elektromagnetik.
Planck menyatakan bahwa adanya rasio kecerahan (rasio kecemerlangan benda berdasar
pada panjang gelombang yang dipancarkan sebagai fungsi temperatur yang dialami benda saat
meradiasi) pada unit yang sangat kecil dan terjadi secara tidak terus-menerus (diskontinu). Satuan
rasio ini disebut kuanta (foton). Kuanta yang terpadu dalam frekuensi tertentu mestinya
memiliki energi E yang berbanding lurus dengan frekuensi cahaya pancaran diskontinu tersebut.
[ CITATION Art89 \l 1057 ]
D. Sinar X
Dengan ditemukannya sinar katoda maka lahirlah penemuan sinar X yang sangat berguna
untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wilhelm Röntgen, pada tanggal 8
November 1895 menemukan sinar X secara tidak sengaja. Waktu itu ia sedang melakukan
percobaan untuk menguji kekasatan kaca (kasat = tidak tembus cahaya) di dalam ruang
gelap. Röntgen membungkus semua kaca pada tabung sinar katoda dengan kertas tebal
berwarna hitam. Ketika sinar katoda ditembakkan, terjadi suatu peristiwa menarik. Röntgen
melihat suatu sinar memancar dari suatu bangku yang terletak pada jarak sekitar 1 meter
dari tempat ia berdiri. Röntgen sangat terkejut karena yang memancarkan cahaya itu adalah
suatu benda terbuat dari Barium platinosianida yang ketika itu ada di atas bangku.
14
Barium platinosianida adalah suatu bahan yang tergolong fluorescent. Ini berarti material ini
akan memancarkan cahaya ketika disinari oleh sinar ultraviolet atau sinar tak tampak lainnya
seperti sinar katoda. Röntgen sangat yakin saat itu tidak ada sumber ultraviolet di sekitarnya
dan ia tahu bahwa sinar katoda tidak mungkin mencapai jarak 1 meter (dalam udara normal,
sinar katoda tidak akan bergerak lebih dari beberapa sentimeter). Dari sini Röntgen
berkesimpulan bahwa pasti ada suatu berkas sinar tak terlihat yang telah menumbuk Barium
platinosianida sehingga memancarkan sinar. Karena tidak tahu asal-usulnya, ia menemukan
sinar ini dengan nama sinar X.
Karena penasaran, hampir 7 minggu Röntgen bekerja meneliti sifat-sifat sinar X. Berikut ini
adalah laporan hasil penelitiannya:
1.) Sinar X berasal dari sinar katoda yang
menumbuk pelat anoda.
2.) Sinar X bergerak dalam garis lurus dan dapat
menghitamkan pelat potret.
3.) Sinar X tidak disimpangkan oleh medan listrik dan
medan magnet.
4.) Sinar X mampu menembus berbagai zat. Sinar ini lebih
mudah melewati material ringan seperti kertas, kayu
dan daging daripada melewati material padat (platina,
timbal dan tulang).
5.) Sinar X dapat digunakan untuk menghasilkan gambar bagian dalam seperti memotret
bayangan tulang dari sebuah tangan (Gambar 10).
[ CITATION Yoh09 \l 1057 ]
Tidak hanya Wilhelm Röntgen saja menemukan sinar X namun ada Joseph John Thomson,
satu atau dua bulan setelah penemuan sinar X oleh Röntgen. Thomson menemukan bahwa sinar
X dapat mengubah suatu gas menjadi suatu konduktor yang mampu menghantarkan listrik.
Menurut Thomson, pada saat melewati gas, sinar X menumbuk elektron- elektron yang
tidak terikat kuat pada atom atau molekul. Elektron-elektron ini kemudian bebas bergerak.
Akibatnya atom serta molekul akan kehilangan elektron dan menjadi ion positif, gas seperti ini
dikatakan terionisasi (menjadi konduktor).
Röntgen dan Thomson melalui percobaan terpisah menemukan bahwa suatu benda
bermuatan akan kehilangan muatannya ketika udara di sekelilingnya dionisasi oleh sinar X.
Laju kehilangan muatan ini bergantung pada intensitas sinar X. Semakin besar intensitas sinar
15
X, semakin banyak muatan benda yang hilang. Dengan mengukur laju kehilangan muatan ini
orang dapat mengetahui intensitas sinar X. Itulah sebabnya cara ini sekarang dimanfaatkan
orang untuk mengukur intensitas sinar X.
Sinar X tidak disimpangkan oleh medan listrik dan medan magnet. Oleh sebab itu
sebagian orang mengatakan bahwa sinar X terdiri dari partikel- partikel netral, namun
sebagian orang lagi mengatakan bahwa sinar X merupakan gelombang elektromagnet.
Orang menganggap bahwa sinar X terdiri dari partikel netral, namun kenyataannya tidak
ada partikel netral yang mempunyai daya tembus seperti sinar X dan juga keberadaan partikel
netral ini sulit dibuktikan. Orang menganggap sinar X adalah gelombang elektromagnet
dikarenakan sinar X memberikan pola-pola difraksi dan interferensi pada kristal yang
disinarinya (interferensi dan difraksi adalah sifat umum gelombang). Pada saat itu, para ilmuwan
meyakini bahwa partikel tidak dapat mengalami difraksi dan interferensi, oleh karena itu
mereka yakin bahwa sinar X adalah gelombang elektromagnet (sekarang diketahui bahwa semua
gelombang dapat mempunyai sifat partikel, contohnya sinar X dapat bertumbukan dengan
elektron dalam efek Compton, dan semua partikel dapat memiliki sifat gelombang,
contohnya yaitu terjadinya difraksi elektron). Berdasarkan penelitian panjang gelombang
sinar X lebih pendek daripada gelombang cahaya, yaitu sekitar 1 Å (10-10 m). Hal inilah
menyebabkan sinar X memiliki daya tembus besar.
[ CITATION Yoh09 \l 1057 ]
Penemuan Sinar X
Gambar di bawah merupakan diagram sebuah tabung sinar X. Plat A dihubungkan ke
positif sumber tegangan disebut anoda, sedangkan plat K ke negative sumber tegangan di
sebut katoda. Dalam hal ini katoda bertindak sebagai bahan target. Filamen pemanas yang
dapat dialiri arus listrik searah berfungsi untuk memanaskan katoda, sehingga dari katoda
selalu memancarkan elektron-elektron secara emisi termionik.
16
Sumber : http://katapengetahuan.wordpress.com
Gambar 11. Diagram tabung sinar-x. Elektron dari katoda dipercepat melalui beda
potensial tinggi V AK . Pada saat elektron menumbuk anoda, maka dari anoda
terpancar foton sinar-x
Beda potensial yang tinggi (VAK) diperlukan antara anoda dan target, agar elektron-
elektron bergerak dengan kecepatan tinggi menuju target. Pada saat elektron menumbuk
target sebahagian besar energi kinetik elektron diserap oleh salah satu atom dalam target,
sehingga atom tersebut mengalami eksitasi. Akibatnya dari permukaan target terpancar
foton sinar-x.
Berarti energi potensial elektron ( E p =V AK e) berubah menjadi energi kinetik elektron
1 hc
( E K = mv2 ). Energi kinetik elektron berubah lagi menjadi energi foton sinar-x (hf = ).
2 λ
Oleh karena itu rumus untuk produksi sinar dapat di tulis sebagai berikut
1 hc
V AK . e= mv2=h f maks=
2 λ min
CITATION Tar 10 ¿ 1057(Tarmizi , 2010)
Difraksi Sinar-X
Sesuai analisis yang diusulkan oleh W.L. Bragg tahun 1913, sebuah kristal terdiri
dari deretan atom yang letaknya teratus, masing-masing atom dapat menghambur
gelombang elegtromagnetik yang datang padanya, sehingga mekanisme hamburan dapat
dijelaskan secara langsung. Sebuah atom dalam medan listrik yang konstan menjadi
terpolarisasi karena elektron dan inti mengalami gaya dalam arah yang berlawanan. Karena
gaya yang dialami relatif kecil dari gaya yang mengikat atom sendiri, sehingga yang terlihat
17
adalah distribusi muatan yang terdistorsi dan setara dengan dua kutub listrik. Jika
polarisasinya berubah bolak-balik dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi medan
elektromagnetik (v). Sehingga terjadi dua kutub listrik berosilasi yang menngambil energi
gelombang datang akibatnya amplitudo berkurang. Kemudian jika polarisasinya menyebar
kesegala arah kecuali sepanjang sumbu dua kutub menyebabkan kontribusi atom individual
rambang. Akibatnya kumpulan atom yang mengalami radiasi atom takterpolarisasi dan
radiasi sekundernya isotropik (sama dalam semua arah).
Untuk interferensi sinar-x yang dihamburkan, berkas sinar-x monokhromatik yang
jatuh pada sebuah kristal akan dihamburkan kesegala arah, tetapi karena keteraturan letak
atom-atom, pada arah tertentu gelombang hambur akan berinterferensi konstruktif
sedangkan yang lain berinterferensi destruktif. Atom-atom dalam kristal dapat dipandang
sebagai unsur yang membentuk keluarga bidang datar atau disebut juga dengan bidang
Bragg.
Adapun syarat yang diperlukan supaya radiasi yang dihamburkan atom kristal
membentuk interferensi konstruktif dapat diperoleh dari diagram seperti dibawah ini.
II
1/ 3
m
Dimana d= ( )
ρ
Kemudian untuk mencari m kita ingat rumus massa M dari senyawa kimia yang merupakan
jumlah massa atomik dari unsur-unsur perbentuknya yang dinyatakan dalam satuan massa
atomik (u), dengan
1u = 1,66 × 10-27 kg
Jika terdapat K atom persatua rumus senyawa, maka m yang dinyatakan dalam kilogram
dapat ditulis sebagai berikut.
19
terhadap arah hamburan sinar X tersebut.
[ CITATION Pet01 \l 1033 ]
Cara lain bagi radiasi untuk berinteraksi dengan materi adalah melalui efek
Compton, dimana radiasi menceraiberaikan ikatan, sehingga elektron bebas. Bagian dari
energi radiasi diberikan kepada elektron sisa energi diradiasikan kembali sebagai radiasi
elektromagnetik. Berdasarkan gambar, radiasi hambur mempunyai energy kurang dari
radiasi datang (perbedaannya menjadi energy kinetik elektron) tetapi mempunyai panjang
gelombang sama. Seperti yang akan kita lihat, konsep foton mengarah ke prediksi yang
sangat berbeda untuk radiasi yang terhambur.
Elektron dalam keadaan diam memiliki energi mula-mula mec2. Setelah terhambur, foton
mempunyai energi E’ = hc/λ’ dan momentum p’ = E’/c, kemudian bergerak miring membentuk
sudut θ terhadap arah foton datang. Elektron mempunyai energi akhir Ee dan momentum pe lalu
bergerak miring membentuk sudut ɸ terhadap arah foton datang. (Untuk memungkinkan
terjadinya foton datang berenergi tinggi memberikan cukup energi elektron hambur, kami
menggunakan kinematika relativistik untuk elektron). Hukum kekekalan energi dan momentum
total untuk relativistik dinyatakan berikut:
20
Px,awal = Px,akhir ; p = pe cos ɸ + p’ cos θ (14b)
Kita memiliki tiga persamaan dengan empat variabel (𝜃, ɸ, Ee, E’, pe, dan p’) tidak
bisa diselesaikan secara unik, tetapi kita dapat menghilangkan dua dari empat variabel
yang ada dengan menyelesaikan persamaan secara bersamaan. Jika kita memilih untuk
mencari energi dan arah foton yang terhambur, kita menghilangkan Ee dan ɸ. Sudut ɸ
dihilangkan dengan terlebih dahulu menulis ulang persamaan momentum:
21
BAB III PENUTUP
Berdasarkan penyajian yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa radiasi benda
hitam berasal dari ketika benda berongga dipanaskan dan kemudian menyerap dan
memantulkan radiasi. Radiasi ini berlangsung terus menerus hingga mencapai keseimbangan termal.
Ada beberapa hukum yang menjelaskan tentang radiasi benda hitam, diantaranya sebagai
berikut. Hukum Stefan-Boltzmann menyatakan bahwa setiap benda hitam yang memancarkan
radiasi memiliki daya radiasi. Daya total persatuan luas yang dipancarkan pada semua
frekuensi oleh suatu benda hitam panas adalah sebanding dengan pangkat empat dari suhu
mutlaknya. Kelemahan hukum ini tidak bisa menjelaskan suhu tinggi akan mengubah
spektrum radiasi. Hukum Wien menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu benda hitam,
semakin pendek panjang gelombangnya dan semakin tinggi frekuensinya pada intensitas
maksimum. Kelemahan hukum ini hanya mampu menjelaskan radiasi energi untuk panjang
gelombang yang kecil dan tidak dapat menjelaskan radiasi pada panjang gelombang yang besar.
Hukum Rayleigh-Jeans menyatakan bahwa muatan-muatan di sekitar dinding benda berongga
yang dihubungkan oleh semacam pegas. Ketika suhu benda dinaikkan, pada muatan timbul
energi kinetik sehingga muatan bergetar, dan getaran tersebut menimbulkan percepatan yang
selanjutnya menimbulkan radiasi. Kelemahan dari hukum ini ketika panjang gelombang
mendekati nol, kerapatan energi menjadi tak terbatas (u(f,T) → ∞) dalam daerah ultraviolet.
Hal ini sangat bertentangan dengan fakta di lapangan sehingga dinamakan bencana ultraviolet.
Hukum Planck mempunyai dua kesimpulan yaitu yang pertama, sebuah osilator tidak memiliki
sembarang harga energi. Sedangkan yang kedua, osilator-osilator tidak meradiasikan energi
secara kontinu, tetapi hanya dalam “loncatan energi” atau kuanta (diskret).
Sinar X secara tidak sengaja ditemukan oleh Wilhelm Röntgen pada sinar katoda.
Mengenai sifatnya yang tidak dapat dibelokkan oleh medan listrik dan medan magnet orang
berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa sinar X terdiri dari partikel-partikel
netral, namun sebagian lainnya mengatakan bahwa sinar X merupakan gelombang
elektromagnet. Orang yang menganggap sinar X terdiri dari partikel netral terpaksa harus
kecewa karena tidak ada partikel netral yang mempunyai daya tembus seperti sinar X dan
juga keberadaan partikel netral ini sukar dibuktikan. Orang menganggap sinar X adalah
gelombang elektromagnet karena sinar X memberikan pola-pola difraksi dan interferensi pada
kristal yang disinarinya. Pada masa tersebut, para ilmuwan yakin bahwa partikel tidak dapat
mengalami difraksi dan interferensi, jadi mereka yakin bahwa sinar X adalah gelombang
elektromagnet.
22
Pada tahun 1905, Einstein menemukan bahwa elektromagnetik yang selama ini dipandang
sebagai gelombang (energi) dapat dipandang juga sebagai unit kecil bak partikel. Namun tidak ada
yang tahu persis apa yang harus dilakukan dari semua itu. Jika cahaya adalah sebuah partikel,
bagaimana kita dapat merekonsiliasikannya dengan sifat gelombang? Fokus pertama teori
kuantum adalah gelombang cahaya. Satu paket kuantum cahaya disebut sebuah foton. Foton
memiliki energi sebesar hasil kali frekuensinya dengan tetapan yang disebut tetapan Planck.
Peristiwa pelepasan elektron dari elektroda oleh radiasi disebut efek Fotolistrik, diamati pertama
kali oleh Hertz (1887). Elektron yang terlepas dari elektroda disebut fotoelektron. Hasil
eksperimen dari percobaan adalah tidak ada waktu tunda antara penyinaran elektroda dan
terlepasnya fotoelektron (timbulnya arus), pada frekuensi cahaya yang tetap (𝜆𝜆 juga tetap
warna sama) arus i yang timbul sebanding dengan intensitas cahaya I, pada frekuensi dan
intensitas cahaya yang tetap, arus i yang timbul berkurang dengan bertambahnya potensial V
yang terpasang, dan untuk suatu permukaan bahan, nilai potensial penghenti Vp tergantung
pada frekuensi cahaya ν dan bukan pada intensitas cahaya I.
Efek Compton adalah peristiwa terhamburnya sinar X (foton) ketika menumbuk
elektron diam. Hasil eksperimen menunjukkan panjang gelombang sinar yang terhambur berbeda
dengan panjang gelombang sinar sebelum terhambur, perubahan panjang gelombang tersebut
ternyata juga bergantung dari sudut hamburan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, A. (1989). Konsep Fisika Modern Edisi Ketiga. Bandung: PT. Gelora Aksara
Pratama
Burns, M. L. (2012). Modern Physics for Science and Engineering, first edition, Physics
Curriculum and Instruction Inc. USA.
24