Anda di halaman 1dari 57

BUKU BACAAN MAHASISWA

HIPERMEDIA FISIKA KUANTUM

Oleh
Dra. Bunga Dara Amin, M.Ed

Program Studi Ilmu Pendidikan


Program Pascarsajana
Universitas Negeri Makassar
2015

i
KATA PENGANTAR

Buku ini ditulis guna memenuhi keperluan akan materi


pelajaran untuk kuliah Fisika Kuantum yang berbasis hipermedia
pada perguruan tinggi. Keperluan ini sangatlah terasa, karena buku
pelajaran untuk kuliah Fisika Kuantum pada perguruan tinggi
kebanyakan berbahasa Inggris, dan jumlahnya pun terbatas.
Dengan penerbitan buku ini, kami berharap kekurangan
tersebut sedikit banyak dapat teratasi. Buku kuliah Fisika kuantum
ini secara ringkas isinya dapatlah diungkapkan sebagai berikut :
Mulai sekali dibahas tentang gejala kuantum. Di sini diperkenalkan
tentang gejala-gejala fisis yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
oleh teori gelombang klasik. Kemudian dilanjutkan dengan teori
gelombang de Broglie yang secara megagumkan mampu
memjelaskan sifat gelombang dari partikel.
Pada bagian selanjutnya dibahas mengenai Persamaan
Gelombang bagi Partikel Schrodinger yang terkenal beserta dengan
penerapan-penerapannya yang disertai dengan operator-operator
umum dalam penyelesaian kasus mekanika kuantum. Dan bab
terakhir membahas tentang penerapan Persamaan Gelombang
Schrodinger untuk atom Hidrogen sederhana, kemudian
dikembangkan kepada konsep yang lebih rumit.
Pembahasan matematika menggunakan kalkulus differensial
orde 1 dan orde 2 dan integral sederhana. Vektor dan berbagai
operasi lainnya digunakan secara luas.
Pengertian atau konsepsi disajikan dengan tujuan agar para
mahasiswa mendapat kesan adanya kesatuan dalam berbagai
pengertian di dalam fisika kuantum, dan pula memberi dasar
pengertian yang berguna dalam mempelajari mekanika kuantum
yang lebih kompleks. Semoga harapan itu terpenuhi.
Sangat disadari akan banyaknya kekurangan dalam buku
Kuliah ini.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan


dosen dan semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan
perdana ini khususnya kepada Ananda Ahmad Swandi yang telah
meluangkan ruang dan waktunya dalam membantu pengetikan dan

i
pengeditan buku kuliah ini. Adalah harapan kami pula untuk
mendapat lebih banyak petunjuk dari berbagai pihak, demi
kesempurnaan buku ini.

Februari 2015,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................. iii


DAFTAR ISI ............................................................... iv

A. RADIASI BENDA HITAM ...................................... 1


a. Pendahuluan .......................................... 1
b. Radiasi Termal ....................................... 1
c. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam . 3
e. Teori Reyleigh – Jeans ........................... 4
f. Teori Max Planck .................................... 5

B. EFEK FOTOLISTRIK ............................................ 11


a. Pendahuluan .......................................... 11
b. Percobaan Fotolistrik .............................. 12

C. EFEK COMPTON .................................................. 17


a. Pendahuluan .......................................... 17
b. Percobaan Compton ............................... 17

D. PARTIKEL DALAM KOTAK .................................... 22


a. Pendahuluan .......................................... 23
b. Persamaan Schrodinger ......................... 24
c. Kotak Potensial Satu Dimensi ................. 46

E. ATOM HIDROGEN ................................................ 47


a. Pendahuluan .......................................... 47
b. Spektrum Atom Hidrogen ....................... 48

Aplikasi Konsep .......................................... 50


Daftar Pustaka ............................................ 53

iii
A. RADIASI BENDA HITAM

a. Pendahuluan

Fisika yang berkembang sampai akhir abad


sembilan belas dikenal sebagai fisika klasik dan
mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika
Newtonian dan teori medan elektromagnetik
Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh kehadiran
partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang.
Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan
sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan
sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena
yang ada dalam mekanika klasik adalah fenomena
Gambar 1. Max Planck tumbukan antara partikel yang memungkinkan
(1858 – 1947). Warga terjadinya transfer momentum dan energi. Sedangkan
Jerman, karyanya dalam medan elektromagnetik dicirikan oleh kuantitas medan
bidang distribusi spectrum dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan
radiasi yang membuka
jalan ke teori kuantum,
tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan
dihargai dengan yang berbeda-beda dan menipis sampai akhirnya benar-
penganugrahan hadiah benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang
Nobel tahun 1918 tanpa medan tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang
common sense dan deterministik. Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori
tersebut ditambah termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate
theory) yang mampu menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara
praktis, teori-teori tersebut telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi,
beberapa fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini
tidak dapat dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa
fisika klasik mengalami krisis !

b. Radiasi Termal

Pertanda pertama yang menunjukkan bahwa gambaran gelombang klasik


tentang radiasi elektromagnet (yang berhasil baik menerangkan percobaan Young
dan Hertz pada abad kesembilan belas dan dapat dianalisis secara tepat dengan
Persamaan Maxwell) tidak seluruhnya benar, tersimpulkan dari kegagalan teori
gelombang untuk menerangkan spektrum radiasi termal yang diamati–jenis radiasi

1
elektromagnet yang dipancarkan
oleh berbagai benda semata-
mata karena suhunya.
Susunan percobaan khasnya
diperlihatkan pada Gambar 1.1
berikut. Sebuah objek
dipertahan-kan pada suhu T1.
Radiasi yang dipancarkan objek
kemudian diamati dengan suatu
peralatan yang peka terhadap
panjang gelombang radiasi.
Gambar 2. Radiasi termal yang dipancarkan suatu Sebagai contoh, zat perantara
benda dispersif (penyebar cahaya)
seperti prisma dapat digunakan
untuk pengamatan ini karena panjang gelombang berbeda yang menembusnya
akan teramati pada sudut  yang berbeda pula. Dengan menggerakkan detektor
radiasi ke sudut  yang berbeda-beda, kita dapat mengukur intensitas radiasi pada
suatu titik geometris (akan sangat tidak efektif !), tetapi mengapit suatu selang
sudut d yang sempit.
Jadi yang sebenarnya yang diukur adalah jumlah radiasi dalam selang d pada .
Besaran ini kita sebut intensitas radiant (radiant intensity), R, sehingga
hasil percobaannya adalah sederetan nilai  berbeda yang dipilih untuk diukur.
Apabila setelah selesai, maka hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 1.2.
Bila percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi,
maka akan diperoleh hasil seperti yang tampak pada Gambar 1.2.

Dengan mengulangi percobaan ini berkali-kali, maka dapat disimpulkan dua


sifat penting dari radiasi termal berikut :
1. Intensitas radiant total terhadap seluruh rentang panjang gelombang sebanding
dengan suhu T berpangkat empat (R ()  T 4) ; karena intensitas total tak lain
adalah luas daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant pada Gambar 1.2,
maka dapat dituliskan :

0
R d   T 4 (1)

di mana telah diperkenalkan sebuah tetapan banding . Persamaan (1.1) ini


dikenal sebagai hukum Stefan dan tetapan banding  dikenal sebagai tetapan
Stefan – Boltzmann. Dari sejumlah percobaan seperti yang dilukiskan pada
Gambar 1.1, nilai tetapan banding  diperoleh sebesar :
 = 5,6703 x 10-8 W/m2.K4

2
2. Panjang gelombang di mana
masing-masing kurva mencapai
nilai maksimumnya, yang disebut
maks. (walau ia bukanlah suatu
panjang gelombang maksimum),
menurun jika suhu pemancar
ditingkatkan, ternyata sebanding
dengan kebalikan suhu, sehingga
maks.  1/T. Dari percobaan
diperoleh bahwa nilai tetapan
bandingnya adalah

maks.  T = 2,898 x 10-3 mK (2)

Hasil ini dikenal sebagai hukum


Gambar 3. Hubungan antara panjang gelombang Pergeseran Wien ; “Pergeseran”
dengan fluks
merujuk kepada kenyataan bahwa
puncak kurva intensitas bergeser
jika suhu berubah.

c. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam

Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu,
tetapi juga pada sifat – sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan
pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau
tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk
menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa,
melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah
benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang
dipantulkan sehingga sifat – sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat
teramati. Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan
persoalan untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan.
Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa –
sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah
lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya,
yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus
lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk
keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam
(lubang) tersebut.

3
d. Teori Rayleigh – Jeans

Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan untuk tiap – tiap
panjang gelombang sekarang terbagi menjadi beberapa tahap perhitungan.

Kotak berisi gelombang – gelombang bediri elektromagnetik. Jika semua


didinding kotak adalah logam, maka radiasi dipantulkan bolak–balik dengan
simpul (node) medan listrik terdapat pada tiap–tiap dinding (medan listrik haruslah
nol di dalam sebuh koduktor).

1. Jumlah gelombang berdiri dengan panjang gelombang antara  dan  + d


adalah :

8 V
N   d  (3)

V adalah volume kotak. Persamaan (1.3) merupakan perluasan gelombang
elektromagnetik tiga dimensi.

2. Tiap – tiap gelombang memberikan saham energi kT bagi radiasi di dalam


kotak. Hasil ini diperoleh dari termodinamika klasik.

3. Untuk memperoleh intensitas radiant dari kerapatan energi (energi pesatuan


waktu), kalikan dengan c/4. Hasil ini juga diperoleh dari teori
elektromagnetik dan termodinamika klasik.
Dengan menggabungkan unsur – unsur di atas, maka intensitas radiant yang kita
perkirakan adalah :
Intensitas radiant = ( jumlah gelombang per satuan volume)
X (energi per gelombang)
X (energi radiant per rapat energi)

8 c
R ,T   kT (4)
 4
4
Hasil ini dikenal sebagai rumus Rayleigh–Jeans. Penurunannya menggunakan
teori klasik elektromagnet dan termodinamika, yang merupakan usaha maksimal
kita dalam menerapkan fisika klasik untuk memahami persoalan radiasi benda
hitam..

4
perbandingan hasil perhitungan intensitas radiasi dengan menggunakan
hukum Rayleigh–Jeans terhadap data hasil percobaan yang telah kita bahas
sebelumnya

Intensitas radiant yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (1.3)


tampak menghampiri data percobaan untuk daerah panjang gelombang yang
panjang, tetapi pada daerah panjang gelombang pendek, teori klasik ternyata gagal
sama sekali.

Kegagalan hukum Rayleigh–Jeans pada daerah panjang gelombang


pendek ini dikenal sebagai bencana ultra violet (ultra violet catastrophe), yang
memperlihatkan suatu permasalahan serius yang dihadapi fisika klasik, mengingat
teori gelombang, teori elektromagnet dan termodinamika, yang mendasari hukum
Rayleigh–Jeans, telah diuji secara seksama dalam berbagai percobaan dan didapati
sangat sesuai dengan hasil pengamatan percobaan. Untuk kasus radiasi benda
hitam ini, tampak bahwa teori klasik tidak berhasil menjelaskannya, sehingga
diperlukan suatu teori fisika yang baru.

d. Teori Max Planck

Untuk mengatasi kesulitan–ksulitan analisis klasik, digunakan fakta


bahwa gelombang elektomagnetik yang merupaka radiasi di dalam rongga (cavity
with a small aperture – sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat
dianalisis sebagai superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap
mode nomal, medan bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode
normal ekivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble
osilator harmonik.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis


radikal sebagai berikut :

1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu


melainkan hanya berubah amplitudenya – taransisi amplitudo besar ke kecil
menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar
dihasilakan dari absorbsi cahaya.

2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi
yang disebut kuanta sebesar h, dengan  adalah frekuensi osilator sedangkan
h adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini
benilai h = 6.625 x 10-34 J.s.

5
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :

E n  n h (5)

Dengan n bilangan bulat (1,2,3,….). Unsur utama dari kuantisasi Persamaan (5),
untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi
dua osilator berurutan adalah :

En  1  En  n  1 h  n h  h (6)

Selanjutnya, kita hitung energi rata – rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk
osilator di dalam kotak bertemperatur T adalah diskrit.

f n  C e  En / k T , (7)

Energi rata – rata osilator adalah :

(8)
Untuk menghitung energi rata – rata di atas, lakukan pemisalan

(9a)
dan
z  ex (9b)

maka penyebut pers. (1.8) dapat diuraikan menjadi

 n h 


n0
e kT
 
n0
z

 1  z  z 2  ...... (10)

6
1

1 z

Sedangkan untuk menghitung pembilang Persamaan (1.8), kita gunakan

Sehingga

(11)

Substitusi Persamaan (1.10) dan (1.11) ke Persamaan (1.8) serta mengingat


pemisalan (1.9a) dan (1.9b), diperoleh

z h
E  h  h / k T (12)
z 1 e 1

Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi  di dalam


kubus L3 per satuan volume

8  2
g    (13)
c3
Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah

u  , T   g   E (14)

Dengan demikian

7
 
8  3  c   8   h c  1 
u  , T   3
1
   4     h c  (15)
4      e  k T  1
hc
c kT
e 1  

8
Contoh soal 1:

Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1500 K. Misalkan pada frekuensi


relatif tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi
rata – rata per osilator !

Penyelesaian :
Pada temperatur 1500 K,
kT = 0,13 eV
Eo

kT
jumlah atom dalam keadaan dasar No sebanding dengan e dengan Eo
adalah energi keadaan dasar osilator. Menurut hipotesis Planck, Eo = 0
Maka

Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi berikutnya E1 = 1 eV


adalah N1,

Dengan cara serupa, jumlah atom dengan energi E2 = 2 eV adalah N2

Dan seterusnya.
Energi rata – rata osilator,

9
Contoh soal 2:

Contoh Soal 2 :
Sebuah rongga pemancar pada 6000 K mempunyai lubang berdiameter 0,1
mm pada dindingnya. Hitunglah daya radiasi melalui lubang tersebut untuk
panjang gelombang 5500 Å sampai dengan 5510 Å.

Penyelesaian :

Diketahui :
 = 5500 Å = 5,5 x 10-7 m
R = d / 2 = 0,1 mm / 2 = 0,05 mm = 0,05 x 10 -3 m
h = 6,63 x 10-34 J.s
k = 1,38 x 10-23 J/K
 
 c   8   h c  1 
U ( )     4    h c
4  
   e  k T  1 

 
16
3,74  10

 
5,0  10 32 77,9 
 9,60  1013 W / m 3

Luas pemancar (A) =  r2


=  (0,05 x 10-3)2 = 7,85 x 10-9 m2.
 = (5510 – 5500) Å = 10 Å = 1,0 x 10-9 m.
Daya pancar :

P = R (5500) A  = 9,60 x 1013 x 7,85 x 10-9 x 10 x 10-9 mW


= 0,00075 mW = 0,75 W.

10
Gambar 4: Hipermedia Radiasi Benda hitam

B. EFEK FOTOLISTRIK

a. Pendahuluan

Efek fotolistrik pertama kali diamati oleh Hertz pada tahun 1887 dan
diselidiki secara detail oleh Hallwachs dan Lenard pada tahun 1886-1900. Dalam
eksperimennya, Hertz mendapati bahwa percikan sinar pada rangkaian terjadi bila
cahaya ultra ungu diarahkan pada salah satu logam. Selanjutnya, ditemukan bahwa
penyebab percikan ini adalah elektron yang terpancar bila frekuensi cahaya cukup
tinggi. Gejala percikan elektron tersebut kemudian dikenal dengan efek fotolistrik.
Analisis yang paling tepat dikembangkan oleh Albert Einstein pada tahun 1905
berdasarkan asumsi Max Planck dengan mengajukan postulat bahwa cahaya terdiri
dari paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton.

11
b. Percobaan Fotolistrik

sebuah material akan keluar


electron akian keluar dari material tersebut
ketika dikenai sebuah foton dengan
frekuensi tertentu
Untuk lebih mengetahui prinsip
percobaan efek fotolistrik maka dilakukan
suatu eksperimen. Di dalam eksperimen
ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta
beda potensial antara kedua pelat diubah-
ubah. Laju elektron diukur sebagai arus
Gambar 5. Pelepasan elektron listrik pada rangkaian luar dengan
menggunakan sebuah ammeter, sedangkan
energi kinetik elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial
penghambat (retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai
energi cukup untuk “memanjati”bukit potensial yang terpasang. Secara
eksperimen, tegangan perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada
ammeter menurun menjadi nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial
henti (stopping–potential) VS. Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat
melewati potensial henti ini, maka pengukuran VS merupakan suatu cara untuk
menentukan energi kinetik maksimum elektron, Kmaks :

Kmaks = e VS (16)

e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.

Dari berbagai percobaan, kita pelajari fakta-fakta terinci efek fotolistrik


sebagai berikut.
1. Laju pemancaran elektron bergantung pada intensitas cahaya.
2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang gelombang cahaya di
bawah suatu panjang gelombang tertentu ; di atas nilai ini, arus secara
berangsur-angsur menurun hingga menjadi nol pada suatu panjang gelombang
ambang (cutoff – wavelength) C. Ini biasanya terdapat pada spektrum daerah
biru dan ultraviolet.

3. Nilai C tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, tetapi hanya


bergantung pada jenis logam yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif.

12
Di bawah C, sebarang
sumber cahaya, selemah
apapun, akan menyebabkan
terjadinya pemancaran
fotoelektron; di atas C,
tidak satu-pun cahaya,
sekuat apapun, yang dapat
menyebabkan terjadinya
pemancaran fotoelektron.
4. Energi kinetik maksimum
elektron yang dipancarkan
tidak bergantung pada
intensitas cahaya, tetapi
hanya ber-gantung pada
frekuensi atau panjang
Gambar 5. Prinsip percobaan efek fotolistrik
gelombangnya; energi
kinetik ini didapati
bertambah secara linier terhadap frekuensi sumber cahaya.
5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus akan segera mengalir (dalam selang
waktu  10-9 s).

Marilah kita perhatikan terlebih dahulu bagaimana analisis teori


gelombang cahaya gagal menjelaskan fakta-fakta efek fotolistrik ini. Menurut teori
gelombang cahaya, sebuah atom akan menyerap energi dari gelombang
elektromagnetik datang yang sebanding dengan luasnya yang menghadap ke
gelombang datang. Sebagai tanggapan terhadap medan listrik gelombang,
elektron-elektron akan bergetar, hingga tercapai cukup energi untuk melepaskan
sebuah elektron dari ikatan dengan atomnya. Penambahan kecerahan (intensitas)
dari sebuah sumber cahaya memperbesar laju penyerapan energi, karena medan
listriknya bertambah, yang sesuai dengan hasil pengamatan percobaan. Tetapi,
penyerapan ini terjadi pada semua panjang gelombang, sehingga keberadaan
panjang gelombang ambang sama sekali bertentangan dengan gambaran
gelombang cahaya. Pada panjang gelombang yang lebih besar dari panjang
gelombang ambang C pun, teori gelombang mengatakan bahwa seharusnya masih
mungkin bagi suatu gelombang elektromagnetik memberikan energi yang cukup
guna melepaskan elektron.
Kita dapat menaksir secara kasar yang diperlukan sebuah atom untuk
menyerap energi secukupnya guna melepaskan sebuah elektron. Sebagai sumber
cahaya kita pilih sebuah laser berintensitas sedang, seperti laser Helium – Neon
yang telah kita kenal di laboratorium. Keluaran daya yang dihasilkan laser jenis
ini, paling tinggi 10-3 W, yang penampang berkasnya terbatasi pada luas sekitar

13
beberapa millimeter persegi (10-5 m2). Diameter khas atom adalah dalam orde 10-10
m, jadi luasnya dalam orde 10-20 m2. Karena itu, fraksi intensitas sinar laser yang
jatuh pada atom adalah sekitar 10-20 m2/10-5 m2  10-15. Jadi, hanya 10-18 W=10-18
J/s  6 eV/s daya yang dapat diserap atom, dan untuk menyerap energi sebanyak
beberapa eV diperlukan waktu sekitar satu detik. Dengan demikian, menurut teori
gelombang cahaya, kita memperkirakan tidak akan melihat fotoelektron
terpancarkan hingga beberapa detik setelah sumber cahaya dinyalakan; dalam
eksperimen diperoleh bahwa berkas fotoelektron pertama dipancarkan dalam
selang waktu 10 -9 s.
Dengan demikian, teori gelombang cahaya gagal meramalkan keberadaan
panjang gelombang ambang dan waktu tunda (delay – time) yang teramati dalam
eksperimen.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada
tahun 1905. Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi,
tetapi ia mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap
bahwa kuantum energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom rongga radiator,
tetapi merupakan sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya
diserap dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam buntelan
diskrit kecil atau kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum.
Energi elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan
Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi  memiliki energi.

E=h (17)

di mana h adalah konstanta Planck. Dengan demikian, foton-foton berfrekuensi


tinggi memiliki energi yang lebih besar– energi foton cahaya biru lebih besar
daripada energi foton cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet
klasik berenergi U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah pula
memiliki momentum, dan sejalan dengan rumusan klasik, momentum sebuah atom
berenergi E adalah:
E
p (18)
c

Dengan menggabungkan Persamaan (1.17) dan Persamaan (1.18)


diperoleh hubungan langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum
foton :
h
p (19)

14
Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik
yang diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam
logam dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work–function).
Logam yang berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk
mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok
energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ;
jika h < W, maka elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang
dipasok berubah menjadi energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks
yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan logam adalah :

K maks  h  W (20)

Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi
yang lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi
kinetik yang lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama
dengan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan
dengan cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang
pancung C. Pada panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa
bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga Persamaan (1.20) dapat disederhanakan
menjadi :
hc
W  h  (21)
C

dan dengan demikian:


hc
C  (22)
W
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak fotoelektron
yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi
kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran fotoelektron
diperkirakan singkat–begitu foton pertama diserap, arus fotolistrik akan mulai
mengalir.

15
Contoh Soal 3 :
Fungsi kerja logam tungsten adalah 4,52 eV. (a) Berapakah panjang gelombang
ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-
elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang
200,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?
Penyelesaian :
(a) Dari Persamaan (1.22) diperoleh
h c 1240 eV  nm
C    274 nm
W 4,53 eV
yang berada dalam daerah ultraviolet.
(b) Pada panjang gelombang yang lebih pendek, berlaku
hc
K maks  h   W  W

 1,68 eV
(c) Potensial hentinya tidak lain adalah tegangan yang berkaitan dengan Kmaks,
K maks 1,68 eV
VS    1,68 V
e e

Gambar 7: Hipermedia Efek Fotolistrik

16
C. EFEK COMPTON

a. Pendahuluan

Tahun 1923 Arthur Holly Compton melakukan


eksperimen untuk menyelidiki hamburan foton oleh
suatu elektron. Proses hamburan ini dianalisis sebagai
suatu interaksi (tumbukan) antara sebuah foton dari
sinar-x dan sebuah elektron yang dianggap diam.
Peristiwa ini disebut efek Compton.
Pada prinsipnya, laboratorium virtual efek
Comptonyang dirancang ini merupakan gambaran
Gambar 8. A. H Compton peristiwa tumbukan antara foton yang berasal dari x-ray
tube dengan elektron bebas pada permukaan logam

b. Efek Compton

Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah melalui efek Compton,
di mana radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada
atomnya. Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari
atom; energi radiasi yang tersisa diradiasikan kembali sebagai radiasi
elektromagnet. Menurut gambaran gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu
lebih kecil daripada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi
kinetik elektron), namun panjang gelombang keduanya tetap sama. Kelak akan
kita lihat bahwa konsep foton meramalkan hal yang berbeda bagi radiasi yang
dihamburkan.
Proses hamburan ini dianalisis sebagai suatu interaksi (“tumbukan”,
dalam pengertian partikel secara klasik) antara sebuah foton dengan sebuah
elektron, yang kita anggap diam. Gambar 1.5 menunjukkan peristiwa tumbukan
ini.
Foton hambur
E’ , p’

Foton datang


E, p
Ee , p e
Elektron hambur

Gambar 9 Geometri hamburan Compton


17
Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang diberikan oleh

hc
E  h  (23)

dan momentumnya adalah

E
p  (24)
c
Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam me c 2. Setelah
hamburan foton memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah
yang membuat sudut  terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total
Ee dan momentum pe dan bergerak pada arah yang membuat sudut  terhadap
foton datang. (agar analisisnya mencakup pula foton datang berenergi–tinggi yang
memberikan energi sangat besar pada elektron yang dihamburkan maka kita
membuat kinematika relativistik bagi elektron). Dalam interaksi ini berlaku
persyaratan kekekalan energi dan momentum, yaitu :

Eawal  Eakhir
E  me c 2  E '  Ee
 p x  awal   p x akhir
p  pe cos   p ' cos 
 p y  awal   p y akhir
0  pe sin   p ' sin  (25)

Kita mempunyai tiga Persamaan dengan empat besaran tidak diketahui,


(,  , Ee, E ‘ ; pe dan p ‘ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan untuk
memperoleh jawaban tunggal. tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua
dari keempat besaran ini dengan memecahkan Persamaannya secara serempak.
Jika kita memilih untuk mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita
menghilangkan Ee dan . Sudut  dihilangkan dengan menggabungkan Persamaan
– Persamaan momentum :

18
p e cos   p  p ' cos 
p e sin   p ' sin 
Kuadratkan dan kemudian jumlahkan, memberikan :

pe2  p 2  2 pp ' cos   p ' 2 (26)

Dengan menggunakan hubungan reltivistik antara energi dan momentum :


Ee2  c 2 pe2  me2 c 4

maka dengan meyisipkan Ee dan pe, kita peroleh

E  m c e
2
 E' 
2
 
 c 2 p 2  2 pp ' cos   p '2  me2 c 4 (27)

dan lewat sedikit aljabar, kita dapati

1 1
 
1
1  cos  (28)
'
E E me c 2

Persamaan (1.28) dapat pula dituliskan sebagai berikut :

'   
h
1  cos  (29)
me c

 adalah panjang gelombang foton datang dan ’ panjang gelombang hambur.


Besaran h / mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang
memiliki nilai 0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu
panjang gelombang dalam arti sebenarnya, melainkan semata – semata suatu
perubahan panjang gelombang.
Persamaan (28) dan (29) memberikan perubahan dalam energi atau
panjang gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan . Karena besaran
di ruas kanan tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton
hambur memiliki energi yang lebih kecil daripada foton datang ; selisih E–E’
adalah energi kinetik yang diberikan kepada elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ’
selalu lebih kecil daripada  -foton hambur memiliki panjang gelombang yang
lebih panjang daripada milik foton datang; perubahan panjang ini merentang dari 0

19
pada  = 00 hingga dua kali panjang gelombang Compton pada  = 1800. Tentu
saja deskripsi foton dalam energi dan panjang gelombang adalah setara, dan
pilihan mengenai mana yang digunakan hanyalah masalah kemudahan belaka.
Pada percobaan ini seberkas sinar–X dijatuhkan pada suatu sasaran
hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. (Meskipun tidak ada sasaran
hamburan yang mengandung elektron yang benar-benar bebas, elektron terluar
atau elektron valensi dalam kebanyakan materi terikat sangat lemah pada atomnya
sehingga berperilaku seperti elektron hampir “bebas”. Energi kinetik elektron ini
dalam atom sangatlah kecil dibandingkan terhadap energi kinetik Ke yang
diperoleh elektron dalam proses hamburan ini). Energi dari sinar–X yang
terhambur diukur dengan sebuah detektor yang dapat berputar pada berbagai sudut
.

Contoh 4 :
Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2400 nm dihamburkan secara Compton
dan berkas hamburnya diamati pada sudut 60,0 0 relatif terhadap arah berkas
datang. Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton
sinar – X hambur, (c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak
elektron hambur.
Penyelesaian :

a. ’ dapat dicari secara langsung dari Persamaan (1.29) :

' 
h
1  cos 
me c

 0,2400 nm  0,00243 nm 1  cos 60 0 
 0,2412 nm
b. Energi E ‘ dapat diperoleh langsung dari  ‘ :

h c 1240 eV  nm
E'    5141 eV
' 0.2412 nm

20
c. Dari Persamaan (1.25a) bagi kekekalan energi, diperoleh

Ee  E  E '  me c 2  K e  me c 2
Ke  E  E '
hc
Energi E dari foton awal adalah :  5167 eV , jadi

K  5167 eV  5141 eV  26 eV
d. Dengan memecahkan Persamaan (1.25b) dan (1.25c) untuk pe cos  dan
pe sin  seperti yang kita lakukan untuk menurunkan Persamaan (1.26),
maka dengan membagi keduanya (bukannya menjumlahkan dan
mengalikan), diperoleh
p ' sin 
tan  
p  p ' cos 

kalikan penyebut dan pembilangnya dengan c, dan mengingat bahwa E = pc


dan E ‘ = p ‘c, diperoleh

tan  
E ' sin 


5141 eV  sin 60 0 
E  E ' cos  5167 eV   5141 eV  cos 60 0  
= 1,715

21
Gambar 10. : Hipermedia Compton

D. PARTIKEL DALAM KOTAK

a. Pendahuluan

Untuk memecahkan persamaan SchrÖdinger,


walaupun dalam bentuk keadaan – stasioner yang
sederhana, biasanya memerlukan teknik matematis
yang cukup rumit. Hal itu yang menyebabkan studi
mekanika kuantum secara tradisional hanya dilakukan
oleh mahasiswa tingkat atas yang telah memiliki
kemampuan matematika yang cukup baik.

Namun, karena mekanika kuantum adalah


suatu struktur teoretis yang hasilnya terdekat dengan
kenyataan eksperimental, kita harus menjejaki metode
Gambar 11. E.Schrodinger
dan penerapannya, supaya menghasilkan pengertian
dalam bidang fisika modern. Seperti yang akan kita
lihat, walaupun dengan latar belakang matematis yang terbatas, sudah cukup bagi
kita untuk mengikuti urutan pemikiran yang telah mengarahkan mekanika
kuantum untuk menghasilkan sesuatu yang besar.
22
Kita boleh memberi spesifikasi pada gerak partikel dengan mengatakan
bahwa gerak itu terbatas pada gerak sepanjang sumbu x antara x = 0 dan x = L
disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak kehilangan
energi ketika partikel tersebut bertumbukan dengan dinding, sehingga energi
totalnya tetap konstan. Dari pandangan formal mekanika kuantum, energi potensial
V dari partikel itu menjadi tak berhingga di kedua sisi kotak, sedangkan V konstan
– katakan sama dengan nol untuk memudahkan, di dalam kotak

b. Persamaan Schrodinger

Seperti yang diterangkan pada pembahasan materi sebelumnya, kuantitas


yang diperlukan dalam mekanika kuantum ialah fungsi gelombang  dari benda
itu, maka pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa Persamaan gelombangnya harus
memenuhi persyaratan dan memiliki banyak solusi. Walaupun  sendiri tidak
mempunyai tafsiran fisis, kuadrat besaran mutlaknya ||2 (atau sama dengan *
jika  kompleks) yang dicari pada suatu tempat tertentu pada suatu saat
berbanding lurus dengan peluang untuk mendapatkan benda itu di tempat itu pada
saat itu. Momentum, momentum sudut dan energi dari benda dapat diperoleh dari
. Persoalan mekanika kuantum adalah untuk menentukan  dari benda itu bila
kebebasan gerak dibatasi oleh aksi gaya eksternal.
Dalam kejadian itu, fungsi gelombang  adalah kompleks, dengan bagian
real maupun imajiner, kerapatan peluang ||2 diberikan oleh hasil kali * dari 
dan Konjugate Kompleks *. Konjugate kompleks dari sembarang fungsi
diperoleh dengan mengganti i (=  1 ) dengan – 1 di manapun konjugate
kompleks tadi tampil dalam fungsi. Setiap fungsi kompleks  dapat ditulis dalam
bentuk

 = A + iB
Dengan A dan B adalah fungsi real. Konjugate kompleks * dari  adalah

* = A – iB
Dengan demikian

* = A2 – i2B2 = A2 + B2

Karena i2 = -1. Jadi * akan selalu berupa kuantitas real positif.
Bahkan, sebelum kita meninjau perhitungan awal dari , kita dapat
membangun persyaratan yang harus dipenuhinya. Karena ||2 berbanding lurus
23
dengan kerapatan peluang P untuk mendapatkan benda yang diperikan
(digambarkan) oleh , integral ||2 ke seluruh ruang harus berhingga – benda
harus didapatkan pada suatu tempat. Jika

 dV  0
2



Partikel itu tidak ada, dan integralnya jelas tidak bisa  dan tetap berarti sesuatu;
||2 tidak bisa negatif atau kompleks karena cara didefinisikannya, sehingga satu-
satunya kemungkinan yang tertinggal ialah suatu kuantitas yang berhingga supaya
 memang memberikan benda real.
Biasanya untuk memudahkan, kita ambil ||2 sama dengan kerapatan
(densitas) peluang P untuk mendapatkan partikel yang digambarkan oleh ,
ketimbang hanya berbanding lurus dengan P. jika ||2 sama dengan P, maka benar
bahwa

 dV 1
2
(31)

Karena

 P dV 1

Ialah suati pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk
setiap saat. Jumlah semua peluang yang mungkin harus tertentu.
Fungsi gelombang yang memenuhi Persamaan (3.1) dinamakan
ternormalisasi. Setiap fungsi gelombang yang bisa dipakai dapat dinormalisasikan
dengan mengalikannya dengan tetapan yang sesuai; kita akan melihat hal ini
dengan segera bagaimana hal ini dilakukan.
Di samping bisa dinormalisasi,  harus berharga tunggal, karena P hanya
berharga tunggal pada tempat dan waktu tertentu, dan kontinu. Peninjauan
momentum memberi syarat bahwa turunan parsial

  
, ,
x y z

Harus berhingga, kontinu dan berharga tunggal. Hanya fungsi gelombang dengan
sifat-sifat tersebut dapat memberikan hasil yang berarti fisis jika dipakai dalam

24
perhitungan, jadi hanya fungsi gelombang yang ”berperilaku baik” yang diizinkan
sebagai representasi matematis dari benda nyata.
Jika kita sudah mempunyai fungsi gelombang  yang ternormalisasi dan
dapat diterima, peluang (kemungkinan) partikel dapat ditemukan pada suatu
daerah tertentu ialah integral kerapatan peluang ||2 dalam daerah itu terhadap
volume. Untuk partikel yang geraknya terbatas pada arah – x, maka peluang untuk
mendapatkan partikel antara x1 dan x2 ialah

x2

Peluang   |  | 2 dx (32)
x1

Persamaan SchrÖdinger yang merupakan Persamaan pokok dalam


mekanika kuantum serupa dengan hukum gerak kedua yang merupakan Persamaan
pokok dalam mekanika Newton, adalah Persamaan gelombang dalam variabel .
Sebelum kita menangani Persamaan SchrÖdinger, terlebih dahulu kita tinjau ulang
Persamaan gelombang.

2 y 1 2 y
 (33)
 x2 v2  t 2

Yang menentukan gelombang dengan kuantitas variabel y yang menjalar dalam


arah x dengan kelajuan v. Dalam kasus gelombang pada tali terbentang, y
menyatakan pergeseran tali dari sumbu x ; dalam kasus gelombang bunyi, y
menyatakan perbedaan tekanan, dalam kasus gelombang cahaya, y menyatakan
besarnya medan listrik atau elektronon. Persamaan gelombang seperti di atas
diturunkan dalam buku mekanika untuk gelombang mekanis dan dalam buku
kelistrikan dan kemagnetan gelombang elektromagnetik.

Contoh 3..

Fungsi gelombang suatu partikel yang bergerak sepanjang sumbu x adalah :

 (x) = Ce - | x | sin  x
a. Tentukan konstanta C jika fungsi gelombang ternormalisasi.
b. Jika  = , hitung kemungkinan untuk mendapatkan partikel berada di
sebelah kanan x = 1.

25
Penyelesaian :
a. Secara eksplisit  (x) diberikan oleh
Tampak bahwa fungsi terakhir adalah fungsi genap, karena itu
  0

 | | e sin  x dx  C e sin 2  x dx
2 x
2
dx  1  C 2 2 2 2x

 0 

 2 C 2  e  2 x sin 2  x dx
0
Untuk menghitung integral terakhir ini, tuliskan fungsi sinus dalam
bentuk eksponensial dan diperoleh

  4 e 
1 ( 2i  2)
1  2C 2  e  ( 2 i   2 )  2 e  2 x dx
0

C 2 e ( 2i  2) x e  ( 2i  ) x 
    e 2x 
2  2i  2 2i  2 0
C2  1 1 
    1
2 2i  2 2i  2 
C 2  4 
   1
2 4   4 
2

Diperoleh konstanta normalisasi C :

C

2 1  2  Sehingga  ( x) 

2 1  2 e  | x|
sin  x
 2
 2

b. Besar kemungkinan partikel berada di x  1



P x  t    | ( x) |
2
dx
1

2 (1   2 )
e sin 2  x dx
2x

 2
1

1  
2
e
 2
 sin 2   cos 2 
2 2

Untuk  = ,

P x  t  
1
 0,068
2e 2

26
Persamaan SchrÖdinger : Bergantung – Waktu
Dalam mekanika kuantum, fungsi gelombang  bersesuaian dengan
variabel gelombang y dalam gerak gelombang umumnya. Namun,  tidak seperti
y, bukanlah suatu kuantitas yang dapat terukur, sehingga dapat berupa kuantitas
kompleks. Karena itulah kita akan menganggap  dalam arah x dinyatakan oleh

  A e  i (t  x / v ) (34)

Jika kita ganti  dalam rumus di atas dengan 2  dan v dengan   , diperoleh

  A e  2i (t  x /  ) (35)


Yang bentuknya menguntungkan, karena kita telah mengetahui hubungan  dan 
dinyatakan dalam energi total E dan momentum p dari partikel yang diperikan
oleh . Karena
h 2 
E  h  2   dan  
p p

Diperoleh
  A e  ( i / ) ( E t  p x ) (36)

Persamaan (3.6) merupakan penggambaran matematis gelombang


ekivalen dari partikel bebas yang berenergi total E dan bermomentum p yang
bergerak dalam arah +x.
Pernyataan fungsi gelombang  yang diberikan dalam Persamaan (3.6)
hanya berlaku untuk partikel yang bergerak bebas, sedangkan kita lebih tertarik
pada situasi dengan gerak partikel yang dipengaruhi berbagai pembatasan. Yang
harus kita lakukan sekarang adalah mendapatkan Persamaan diferensial pokok
untuk , kemudian memecahkan  untuk situasi yang khusus. Persamaan ini,
yang disebut Persamaan SchrÖdinger dapat diperoleh dengan berbagai cara, tetapi
semuanya mengandung kelemahan yang sama : Persamaan itu tidak dapat
diturunkan secara ketat dari prinsip fisis yang ada karena Persamaan itu
menyatakan sesuatu yang baru. Apa yang akan dilakukan di sini adalah
menunjukkan suatu cara untuk memperoleh Persamaan gelombang , kemudian
membahas pentingnya hasil tersebut.

27
Kita mulai dengan mendiferensiasi Persamaan (3.6) dua kali terhadap x
yang menghasilkan

 2 p2
   (37)
 x2 2

dan sekali terhadap t, diperoleh

 iE
  (38)
t 

Untuk kelajuan yang kecil terhadap kelajuan cahaya, energi total partikel E ialah
jumlah dari energi elektrono p2/2m dan energi potensial V, dengan V pada
umumnya merupakan fungsi kedudukan x dan waktu t :

p2
E V (39)
2m

Fungsi V menyatakan pengaruh dari sisa semesta pada partikel. Tentu saja, hanya
sebagian dari semesta yang berinteraksi dengan partikel ; misalnya dalam kasus
elektron dalam atom hidrogen, hanya medan listrik inti yang diperhitung-kan.
Dengan mengalikan kedua suku Persamaan (3.9) dengan fungsi
gelombang , akan menghasilkan :

p2 
E  V (40)
2m

Dari Persamaan (3.7) dan (3.8), dapat dilihat bahwa

 
E   (41)
i t
Dan
2
p 2    2 (42)
 x2

28
dengan mensubstitusikan pernyataan untuk E  dan p 2  dalam Persamaan (3.10)
akan diperoleh
 2  2 
i  V (43)
t 2m  x2

Persamaan terakhir ini adalah Persamaan SchrÖdinger yang Bergantung –


Waktu. Dalam tiga dimensi, Persamaan SchrÖdinger bergantung – waktu
diberikan oleh

 2  2  2  2  
i      V  (44)
t 2m  x
2
 y2  z 2 

Di mana energi potensial partikel V merupakan fungsi dari x, y, z, dan t.


Persamaan gerak kuantum partikel di dalam potensial V (x, t) diberikan oleh

  ( x, t ) 2 2
i    ( x, t )  V  ( x, t ) (45)
t 2m

Setiap pembatasan yang dapat membatasi gerak partikel dapat mempengaruhi


fungsi energi potensial V. Sekali bentuk V diketahui, Persamaan Schrodinger – nya
dapat dipecahkan untuk mendapatkan fungsi gelombang partikel , sehingga
kerapatan peluang ||2 dapat ditentukan untuk x, y, z, dan t tertentu.
Di sini Persamaan SchrÖdinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang
partikel yang bergerak bebas. Perluasan Persamaan SchrÖdinger untuk kasus
khusus partikel bebas (energi potensial V = konstan) ke kasus umum dengan
sebuah partikel yang mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan
waktu [ V = V(x, y, z, t )] merupakan suatu kemungkinan yang bisa ditempuh,
tetapi tidak ada satu cara “a priori” yang membuktikan perluasan itu benar. Yang
bisa kita lakukan hanyalah mengambil postulat bahwa Persamaan SchrÖdinger
berlaku, pecahkan untuk berbagai situasi fisis dan bandingkan hasilnya dengan
hasil eksperimen. Jika hasilnya sesuai, maka postulat yang terkait dalam
Persamaan SchrÖdinger sah ; jika tidak sesuai, postulatnya harus dibuang dan
pendekatan yang lain harus dijejaki. Dengan kata lain, Persamaan SchrÖdinger
tidak bisa diturunkan dari ”prinsip pertama”, tetapi Persamaan itu merupakan
prinsip pertama.
Dalam kenyataannya, Persamaan SchrÖdinger telah menghasilkan
ramalan yang sangat tepat mengenai hasil eksperimen yang diperoleh. Tentu saja,
harus kita ingat bahwa Persamaan (3.14) hanya bisa dipakai untuk persoalan non –

29
relativistik dan rumusan yang lebih memakan pikiran diperlukan jika kelajuan
partikel yang mendekati kecepatan cahaya tertkait. Karena Persamaan itu
bersesuaian dengan eksperimen dalam batas-batas berlakunya, kita harus
mengakui bahwa Persamaan SchrÖdinger menyatakan suatu postulat yang berhasil
mengenai aspek tertentu dari dunia fisis.

Persamaan SchrÖdinger : Keadaan Stasioner (Tunak)

Dalam banyak situasi, energi potensial sebuah partikel tidak bergantung


dari waktu secara eksplisit ; gaya yang beraksi padanya ; jadi V, hanya berubah
terhadap kedudukan partikel. Jika hal itu benar, Persamaan SchrÖdinger dapat
disederhanakan dengan meniadakan kebergantungan terhadap waktu t.
Mula-mula kita perhatikan bahwa fungsi gelombang  satu dimensi
partikel bebas dapat ditulis

  A e  (i / ) ( E t  p x )  A e  (iE / ) t e (ip / ) x   e  (iE / ) t (46)

Ini berarti,  merupakan hasil kali fungsi bergantung – waktu e–(iE/ħ)t dan fungsi
yang bergantung kedudukan . Kenyataannya, perubahan terhadap waktu dari
semua fungsi partikel yang mengalami aksi dari gaya tunak mempunyai bentuk
yang sama seperti partikel bebas. Dengan mensubstitusikan  dari Persamaan
(3.16) ke Persamaan SchrÖdinger yang bergantung – waktu, diperoleh

2  (i E / ) t  2
E e  (iE / ) t   e V e  ( i E / ) t
(47)
2m  x2

Sehingga, jika dibagi dengan faktor eksponensial itu,

 2 2 m
 2 ( E V )  0 (48)
 x2 

Persamaan (3.18) merupakan bentuk keadaan – tunak Persamaan SchrÖdinger.


Dalam tiga dimensi menjadi

 2  2  2 2 m
   2 ( E V )  0 (49)
 x2  y2  z 2 

30
Pada umumnya, Persamaan keadaan – tunak SchrÖdinger dapat dipecahkan hanya
untuk harga E tertentu. Dalam pernyataan itu tidak ditimbulkan oleh kesukaran
matematis yang mungkin ada, tetapi oleh sesuatu yang lebih mendasar
(fundamental). ”Memecahkan” Persamaan SchrÖdinger untuk suatu sistem berarti
memperoleh suatu fungsi gelombang  yang tidak saja memenuhi Persamaan dan
syarat batas yang ada, tetapi juga harus memenuhi syarat bisa diterimanya fungsi
gelombang – yaitu turunannya harus kontinu, berhingga, dan berharga tunggal.
Bila tidak terdapat fungsi gelombang seperti itu, system itu tidak mungkin berada
dalam keadaan tunak.
Jadi kuantisasi energi muncul dalam mekanika gelombang sebagai unsur
wajar dari teori tadi, dan kuantisasi energi dalam dunia fisis dinyatakan sebagai
gejala universal yang merupakan ciri dari semua sistem yang mantap.
Suatu analogi yang sangat dekat dan sudah dikenal bagaimana kuantisasi
energi timbul dalam memecahkan Persamaan SchrÖdinger ialah dalam tali
terpentang yang panjangnya L yang keduanya ujungnya terikat. Dalam hal ini,
sebagai ganti gelombang tunggal yang menjalar terus-menerus dalam satu arah,
gelombang akan menjalar dalam arah +x dan –x secara serentak dengan syarat
bahwa pergeseran y selalu nol pada kedua ujung tali. Suatu fungsi y (x, t) yang
dapat diterima untuk menyatakan pergeseran (simpangan) dengan turunannya,
harus seperti  yang berperilaku baik dengan turunannya, dan lagi harus real
karena y menyatakan suatu kuantitas yang dapat diukur langsung. Satu-satunya
pemecahan Persamaan gelombang

2 y 1 2 y

 x2 v2  t 2

Yang sesuai dengan berbagai pembatasan itu ialah pemecahan yang panjang
gelombangnya memenuhi

2L
n ; n = 0, 1, 2, 3, ….
n 1

31
 = 2L

=L

 = 2/3
L
 = 1/2
L
L
Gambar 12. Gelombang berdiri dalam tali terpentang dengan kedua ujung terikat

Kombinasi Persamaan gelombang dan pembatasan yang merupakan syarat


pemecahannyalah yang mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa y (x, t) hanya
dapat ada untuk panjang gelombang tertentu n.

Contoh
Sebuah partikel bergerak yang memenuhi Persamaan :
 x, t   5,0 e i 30 x  50 t 
Hitunglah energi dan momentum partikel tersebut.

Penyelesaian :

pop  x, t   i 
x

5,0 e i 30 x  50 t  
  30 5,0 e i 30 x  50 t 

  30  x, t   1,055  10 34  30  x, t 


 31,65  10  34  x, t 

Jadi besarnya energi yang dimiliki partikel tersebut adalah : 31,65 x 10 – 34 J.



Eop  x, t    i 
t

A e i k x   t  
  50  x, t   52,75  10  34  x, t 
Jadi momentum dari partikel tersebut adalah : 52,75 x 10 – 34 kg m/s.

32
Harga Ekspektasi, Operator, Fungsi dan Harga Eigen

Sekali lagi, seandainya fungsi gelombang  sudah diperoleh, kita dapat


mengajukan beberapa pertanyaan lagi. Misalnya, di manakah partikel sering
berada atau berapa momentum rata-rata partikel? Jawaban atas pertanyaan ini
diberikan oleh teorema Ehrenfest.
Karena kita tidak dapat lagi berbicara dengan suatu kepastian tentang
kedudukan partikel, maka kita tidak dapat pula menjamin kepastian hasil satu kali
pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada kedudukannya. Namun
demikian, jika kita dapat menghitung probabilitas yang berkaitan dengan setiap
koordinat, maka kita dapat menemukan hasil yang mungkin dari suatu pengukuran
satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. Sebagai
contoh, andaikanlah kita ingin mencari rata-rata kedudukan sebuah partikel dengan
mengukur koordinat x – nya. Dengan melakukan sejumlah besar pengukuran
berkali-kali, kita dapati bahwa dengan mengukur nilai x1 sebanyak n1 kali, x2
sebanyak n2, dan seterusnya, maka dengan cara yang lazim, kita dapat memperoleh
nilai rata-ratanya, yaitu

n1 x1  n2 x 2  .........  ni x i
x 
n1  n2  ..........  ni

Jika kita mempersoalkan sebuah partikel, kita harus mengganti bilangan


ni dari partikel xi dengan peluang Pi bahwa partikel itu bisa didapatkan dalam
selang dx di xi. Besar peluang ini adalah

Pi = | i |2 dx

Dengan i merupakan fungsi gelombang partikel yang diambil pada x = xi.


Dengan substitusi ini dan mengubah jumlah dengan integral, kita lihat bahwa
harga rata-rata kedudukan partikel tunggal ialah

 x|  |
2
dx

x  
(50)

 |  | dx
2



33
Jika  merupakan fungsi gelombang yang ternormalisasi, penyebut dalam
Persamaan (3.20) sama dengan peluang bahwa partikel itu terdapat di suatu tempat
antara x = -  dan x = , sehingga harganya = 1. Dalam kasus ini


x   x|  |
2
dx (51)


Persamaan (3.21) ini menyatakan harga bahwa x terletak pada pusat massa
( elektronon begitu) dari ||2 ; jika ||2 diplot terhadap x pada suatu grafik dan
bidang yang dibatasi kurva dan sumbu x digunting, titik setimbangnya ialah x.
Nilai rata-rata yang dihitung menurut Persamaan (3.21) dikenal sebagai harga
ekspektasi (expectation values).
Prosedur yang sama dengan yang telah dilakukan di atas dapat dipakai
untuk memperoleh harga ekspektasi G(x) dari suatu kuantitas [misalnya, energi
potensial V(x)] yang merupakan fungsi dari kedudukan partikel x yang
digambarkan oleh fungsi gelombang . Hasilnya adalah


G x    G x  |  |
2
dx (52)


Harga ekspektasi momentum p tidak dapat dihitung dengan cara biasa
yang demikian sederhana, karena sesuai dengan prinsip ketidakpastian, tidak ada
fungsi seperti p(x) yang dapat berlaku. Jika kita menentukan x, sehingga dengan
demikian x = 0, kita tidak dapat menentukan p yang bersesuaian karena x p 
h/2. Masalah yang sama terjadi untuk harga ekspektasi energi E.
Pada bagian sebelumnya kita lihat bagaimana harga ekspektasi dapat
diperoleh dari kuantitas yang merupakan fungsi posisi x dari partikel yang
dinyatakan oleh fungsi gelombang . Jadi kita dapat memperoleh harga ekspektasi
pada setiap saat t dari harga x, dan energi potensial partikel V(x), keduanya
merupakan bagian dari pemerian yang lengkap dari keadaan partikel. Kuantitas
dinamis yang lain, seperti momentum p dan energi E, tidak dapat diperlakukan
dengan cara yang sama. Harga Ekspektasi dari p dan E harus dihitung dari :

34
Persamaan ini sangat langsung, sampai kita menyadari bahwa karena 
=  (x, t), harus menyatakan p dan E sebagai fungsi dari x dan t supaya kita dapat
melakukan integrasi, tetapi prinsip ketidakpastian mengakibatkan tidak
terdapatnya fungsi seperti p(x, t) dan E(x, t) ; sekali x, dan t ditentukan, hubungan

berarti bahwa kita tidak dapat, pada prinsipnya, menentukan p dan E secara
eksak.
Dalam fisika klasik tidak terdapat pembatasan seperti itu, karena dalam
dunia makroskopik prinsip ketidakpastian dapat diabaikan. Jika kita terapkan
hukum gerak kedua pada gerak benda yang mengalami berbagai gaya, kita
mengharapkan untuk mendapatkan p(x, t) dan E(x, t) dari solusinya seperti juga
x(t) ; untuk memecahkan persoalan tersebut dalam mekanika klasik pada pokoknya
berarti menentukan tempuhan masa depan gerak benda tersebut. Dalam fisika
kuantum, di pihak lain, semua yang kita dapatkan secara langsung dari Persamaan
SchrÖdinger dari gerak partikel itu ialah fungsi gelombang , dan tempuhan masa
depan gerak partikel itu – seperti juga keadaan awalnya – hanya diketahui
peluangnya, alih-alih sesuatu yang sudah tertentu.
Saran untuk mendapatkan dan dengan cara yang benar ialah
dengan mendiferensiasi fungsi gelombang partikel – bebas  = A e – (i/ħ)(Et – px)
terhadap x dan t. Diperoleh

yang dapat ditulis dengan cara

 
p  (53)
i x

E   i  (54)
t
35
Jelaslah kuantitas dinamis p dalam cara tertentu bersesuaian dengan operator
diferensial  / i   / x dan kuantitas dinamis E bersesuaian dengan operator
diferensial i   /  t (Operator memberikan informasi kepada kita operasi apa
yang harus dilakukan pada kuantitas yang ditulis setelahnya. i   /  t
menginstruksikan kepada kita untuk mengambil turunan yang terdapat setelahnya
terhadap t dan hasilnya dikalikan dengan i  ).
Kita biasa melambangkan operator dengan huruf tebal tegak, sehingga p
merupakan operator yang bersesuaian dengan momentum p dan E ialah operator
yang bersesuaian dengan energi E. Dari Persamaan (3.23) dan Persamaan (3.24)
operator ini ialah

 
p (Operator momentum) (55)
i x

E  i (Operator energi) (56)
t

Walaupun kita hanya menunjukkan persesuaian yang dinyatakan dalam Persamaan


(3.25) dan Persamaan (3.26) berlaku untuk partikel bebas, hubungan itu ternyata
berlaku umum yang kesahannya dengan kesahan Persamaan SchrÖdinger. Untuk
mendukung pernyataan ini, kita dapat mengganti Persamaan E = T + V untuk
energi total partikel dengan Persamaan operator

E=T+V (57)

karena energi kinetik T dinyatakan dengan momentum p menurut hubungan


p2
T 
2m
diperoleh
2
p2 1    2  2
T       (58)
2m 2m  i x 2 m  x2

yang kita sebut “operator energi – kinetik”.


Persamaan (3.27) dapat ditulis sebagai berikut.

36
 2  2
i  V (59)
t 2 m  x2

Sekarang kita kalikan identitas  =  dengan Persamaan (3.29), diperoleh

 2  2 
i   V (60)
t 2 m  x2

yang merupakan Persamaan SchrÖdinger. Mempostulatkan Persamaan (3.23) dan


Persamaan (3.24) setara dengan mempostulatkan Persamaan SchrÖdinger.
Karena p dan E dapat diganti dengan operator yang bersesuaian dalam
Persamaan, kita dapat memakai operator ini untuk mendapatkan harga ekspektasi
dari p dan E. Jadi harga ekspektasi p ialah

       
p  

 * p  dx  

 *    dx 
 i x i 

*
x
dx (61)

dan harga ekspektasi untuk E adalah

      
E  
 * E  dx   
 *  i    dx  i    *
  t    t
dx (62)

keduanya Persamaan (3.31) dan Persamaan (3.32) dapat dihitung untuk fungsi
gelombang yang dapat diterima  (x, t).
Jelaslah bahwa kita perlu menyatakan harga ekspektasi yang
bersangkutan dengan operator dalam bentuk


p   
 * p  dx

Alternatif lain ialah


 
 *   dx    *     0
 

p  *  dx 
i  x i

karena * dan  harus 0 di x =   dan

37
   

 *  p dx 
i 
* 
x
dx

tidak mempunyai arti. Dalam kasus kuantitas aljabar seperti x dan V(x) urutan
faktor dalam integran tidak penting, tetapi jika operator diferensial terlibat, urutan
yang benar dari faktor itu harus diteliti.
Setiap kuantitas yang teramati G yang merupakan karakteristik suatu
elektron fisis dapat dinyatakan dengan operator mekanika – kuantum yang cocok
G. Untuk memperoleh operator ini, kita perlu menyatakan G dalam x dan p dan
 
mengganti p dengan  / i  /  x . Fungsi gelombang  dari sistem diketahui,
maka harga ekspektasi G(x, p) ialah


G x, p     * G  dx (63)


(Harga Ekspektasi Operator)

Hasil ini memperkuat pernyataan yang dibuat sebelumnya bahwa dari 


dapat diperoleh semua informasi mengenai elektron yang diperbolehkan oleh
prinsip ketidakpastian.
Persyaratan bahwa variabel dinamis tertentu G terbatas pada harga diskrit
Gn – dengan kata lain G terkuantisasi – ialah fungsi gelombang n dari elektron
sedemikian sehingga
G n = Gn n (Persamaan Harga – Eigen) (64)
dengan G menyatakan operator yang bersesuaian dengan G dan masing-masing Gn
merupakan bilangan real. Bila Persamaan (3.34) berlaku untuk fungsi gelombang
sebuah elektron, postulat pokok (kenyataannya, satu-satunya postulat pokok)
dari mekanika kuantum bahwa pengukuran G hanya dapat menghasilkan satu
harga Gn. Jika pengukuran G dilakukan pada sejumlah elektron identik semua
berada dalam keadaan yang diperikan oleh fungsi – eigen k, masing-masing
pengukuran menghasilkan harga tunggal Gk.
Operator energi total E dari Persamaan (3.27) biasanya ditulis sebagai,

2  2
H  V (65)
2m  x2

38
dan disebut operator Hamiltonian; kuantitas itu merupakan energi total
elektron dinyatakan dalam koordinat dan momentum. Jelaslah Persamaan
SchrÖdinger keadaan – tunak dapat ditulis sebagai berikut.

Enn = Hn (66)

Harga energi En supaya Persamaan keadaan – tunak Schrodinger dapat


dipecahkan disebut harga – eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian n
disebut fungsi eigen. (Istilah ini berasal dari bahasa Jerman Eigenwert, yang berarti
”harga karakteristik yang sesungguhnya”, dan Eigenfunktion, atau ”fungsi
karakteristik sesungguhnya”).
Tingkat energi diskrit atom hydrogen

m e4  1 
En   2 2 2  2 
n = 1, 2, 3, ……..
32  0   n 

Merupakan contoh sekelompok harga – eigen. Kita akan lihat pada Bab berikutnya
mengapa harga tertentu E yang menghasilkan fungsi gelombang dapat diterima
untuk elektron dalam atom elektronon.
Contoh penting variabel dinamis selain energi total yang didapatkan
terkuantisasikan dalam keadaan mantap ialah momentum sudut. Dalam kasus
atom elektron, kita akan dapatkan bahwa harga–eigen besar momentum sudut di-
tentukan oleh

Li  l (l 1)  l = 0, 1, 2, ……(n – 1)

Tentu saja, suatu variabel dinamis G boleh tidak terkuantisasi. Dalam hal ini
pengukuran G pada sejumlah elektron identik tidak menghasilkan hasil yang
unik melainkan harga yang tersebar yang rata-ratanya merupakan harga ekspektasi


G   G | |
2
dx

Dalam atom elektron, kedudukan elektronon tidak terkuantisasi,
sehingga kita lec membayangkan elektronon berada di sekitar inti dengan
peluang tertentu ||2 per satuan volume tetapi tanpa ada kedudukan tertentu yang
dapat diramalkan atau orbit tertentu menurut pengertian klasik. Pernyataan
peluang ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa eksperimen yang
dilakukan pada atom elektronon selalu menunjukkan bahwa atom itu selalu
39
mengandung satu elektron, bukan 27 persen elektron dalam satu daerah dan 73
persen di daerah lainnya; peluang itu menunjukkan peluang untuk mendapatkan
elektron, dan walaupun peluang ini menyebar dalam ruang, elektronnya sendiri
tidak.

Kotak Potensial Satu Dimensi dan Keadaan Dasar

Kita boleh memberi spesifikasi pada gerak partikel dengan mengatakan


bahwa gerak itu terbatas pada gerak sepanjang sumbu x antara x = 0 dan x = L
disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak kehilangan
energi ketika partikel tersebut bertumbukan dengan dinding, sehingga energi
totalnya tetap konstan. Dari pandangan formal mekanika kuantum, energi potensial
V dari partikel itu menjadi tak berhingga di kedua sisi kotak, sedangkan V konstan
– katakan sama dengan nol untuk memudahkan, di dalam kotak itu seperti pada
Gambar 4.1 berikut

m
V
0 L x
Gambar 13.. Sumur potensial yang bersesuaian dengan sebuah kotak yang
dindingnya keras takberhingga.

Karena partikel tidak bisa memiliki energi tak – berhingga, maka partikel
itu tidak mungkin berada di luar kotak, sehingga fungsi gelombangnya (  ) ialah
nol untuk x  0 dan x  L. Tugas kita sekarang ialah mencari  di dalam kotak.
Di dalam kotak V (x) = 0, maka persamaan SchrÖdinger menjadi

40
d 2 2m
 2 E  0 (69)
dx 2

Persamaan (4.9) mempunyai pemecahan

 (x) = A sin kx + B cos kx


Atau
2m E 2m E
 ( x)  A sin xB x (70)
 

Yang dapat dibuktikan dengan mensubstitusikannya kembali ke Persamaan di


mana A dan B merupakan konstanta yang harus dinormalisasi.
Pemecahan ini dibatasi oleh syarat batas yang penting, yaitu :
a) Syarat batas di x = 0, memberikan hubungan
 (0) = 0 = A sin 0 + B cos 0
Yang berarti suku kedua tidak dapat menggambarkan partikel karena
suku itu tidak nol pada x = 0, yang menghasilkan
B=0

b) Syarat batas di x = L, memberikan hubungan


 (L) = A sin kL + B cos kL = 0

Karena sin 0 = 0, suku sinus selalu menghasilkan  = 0 di x = 0, seperti


yang diperlukan, dan telah kita peroleh bahwa B = 0, maka haruslah berlaku

A sin kL = 0

Sehingga  hanya akan menjadi nol di x = L hanya jika

2m E
L  n , n = 1, 2, 3, ……. (71)

Hasil ini disebabkan oleh harga nol sinus pada sudut , 2, 3,..... ………
Dari Persamaan (4.11) jelas bahwa energi yang dapat dimiliki partikel
mempunyai harga tertentu, yaitu harga – eigen yang telah diterangkan dalam
bagian sebelumya. Harga – eigen ini yang membentuk tingkat energi sistem.

41
Dari hubungan antara E dan k , diperoleh ungkapan tingkat energi partikel
di dalam kotak, yaitu :
n 2  2 2
En  2
 n 2 E1 (72)
2m L
dengan
 2 2
E1  (73)
2 m L2

Yang merupakan tingkat energi dasar (ground state).


Fungsi gelombang sebuah partikel dalam kotak yang berenergi En adalah

2 m En
 n  A sin x (74)

Substitusikan Persamaan (4.12) untuk En menghasilkan

n x
 n  A sin (75)
L
Yang menyatakan fungsi eigen yang bersesuaian dengan harga – eigen En.
Dengan mudah dapat dibuktikan bahwa fungsi – eigen itu memenuhi
semua persyaratan yang telah kita bahas pada bagian sebelumnya : untuk setiap
bilangan kuantum n, n merupakan fungsi berharga tunggal dari x, dan n serta
 n
kontinu. Selanjutnya, integral |n |2 ke seluruh ruang berharga berhingga,
x
seperti kita lihat dengan jalan mengintegrasikan |n |2 dx dari x = 0 sampai x = L
(karena partikel itu menurut hipotesis berada dalam batas-batas itu) :
 L L  n x 

|  n | 2 dx  
0
|  n | 2 dx  A 2  sin 2 
0
 L 
 dx (76)

L
 A2
2
Usaha menormalisasi  kita harus memilih harga A seharga |n |2 dx sama dengan
peluang P dx untuk mendapatkan partikel antara x dan x + dx, alih-alih hanya
berbanding lurus dengan P. Jika |n |2 dx sama dengan P dx, maka harus berlaku

42
 


|  n | 2 dx  1 karna  P dx  1

Merupakan cara matematis untuk menyatakan bahwa partikel itu berada pada
suatu tempat dalam kotak pada setiap saat. Dengan membandingkan Persamaan
(4.16) dan Persamaan (4.17), kita dapatkan bahwa fungsi gelombang sebuah
partikel dalam kotak ternormalisasi jika
2
A (78)
L
Jadi fungsi gelombang yang ternormalisasi untuk partikel ialah
2 n x
n  sin , n = 1, 2, 3, …… (79)
L L
Fungsi gelombang yang ternormalisasi  1,  2 dan  3 bersama dengan kerapatan
peluang | 1 |2, | 2 |2 dan | 3 |2 diplot dalam Gambar 4.2.
Walaupun n dapat berharga positif atau negatif, |2|2 selalu positif, dan
karena n ternormalisasi, harganya untuk suatu harga x tertentu sama dengan
peluang P untuk mendapatkan partikel di tempat tersebut. Dalam setiap kasus
|2|2 = 0 di x = 0 dan x = L yang merupakan batas kotak.

3 |3|2

2 |2|2

1 |1|2

x=0 x=L x=0 x=L


Gambar 14. Fungsi gelombang dan kerapatan peluang sebuah partikel
yang terdapat dalam kotak
dengan dinding tegar.
43
Pada suatu titik tertentu dalam kotak, peluang keberadaan partikel bisa
sangat berbeda untuk bilangan kuantum yang berbeda. Misalnya, |2|2 berharga
L
maksimum untuk yaitu titik di tengah kotak, sedangkan |2|2 = 0, berarti
2
sebuah partkel pada energi terendah dengan n = 1 berpeluang terbesar terdapat di
tengah kotak, sedangkan partikel pada keadaan lebih tinggi berikutnya dengan n =
2 tidak pernah didapatkan di tempat itu! Sedang, fisika klasik menyatakan partikel
berpeluang sama untuk didapatkan pada setiap titik dalam kotak.
Jika partikel berada pada keadaan tereksitasi pertama, 2, maka posisi
rata-rata partikel adalah

2 L  2 x  2 L 1 1  4 x 
x 2 
L 
0
x sin 2 
 L 
 dx 
L 0
x   cos 
2 2  L
 dx

L

2
Dan momentum rata-ratanya

 2 x  
L d   2 x 
p 2 0
 
sin 
 L 
   i   sin 
d x  L 
 dx

4 i  L  2 x   2 x 

L 2 0
sin 
 L 
 cos 
 L 
 dx = 0

Kedua hasil di atas berlaku sama untuk semua n dan dapat diduga dari Gambar
L
4.2. Pertama, peluang partikel berada di sebelah kiri titik tengah dan di
2
sebelah kanannya sama. Karena itu secara rata-rata partikel berada di titik
L
tengah . Kedua, akibat keadaan pertama ini maka kemungkinan partikel
2
bergerak ke kanan – ke kiri adalah sama. Dengan demikian momentum saling
meniadakan atau momentum rata-ratanya sama dengan nol.

44
1. Cari peluang untuk mendapatkan partikel antara 0,45L dan 0,55L untuk
keadaan dasar dan eksitasi pertama bagi partikel, yang terperangkap
dalam kotak yang panjangnya L.
Penyelesaian :

Bagian kotak tersebut adalah 1/10 kali panjang kotak dan berpusat pada
bagian tengah kotak. Secara klasik kita mengharapkan untuk
mendapatkan partikel di daerah itu 10% dari waktunya. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, mekanika kuantum memberi ramalan
teoretis yang sangat berbeda dan hasilnya bergantung pada bilangan
kuantum keadaan partikel. Peluang untuk mendapatkan partikel antara
x1 dan x2 dalam keadaan n adalah
n x
x2 x2
2
Peluang  P   |  n | dx  
2 2
sin dx
x1
L x1
L
x2
x 1 2 n x 
  sin 
 L 2 n L x
1

Dalam hal ini x1 = 0,45L dan x2 = 0,55L. Untuk keadaan dasar, n = 1,


kita dapatkan
Peluang (P) = 0,198 = 19,8 %
Hasil ini adalah sekitar dua kali hasil klasik. Untuk keadaan eksitasi
pertama, n = 2, diperoleh
Peluang (P) = 0,0065 = 0,65 %
Dalam hal ini gambar yang terendah adalah konsisten dengan kerapatan
peluang dari |n|2 = 0 di x = 0,5L.

1. Cari harga ekspektasi (rata-rata) dari kedudukan partikel yang


terperangkap dalam kotak yang panjangnya L.
Penyelesaian :
Dari Persamaan harga ekspektasi diperoleh

n x
L
2
x   x |  | dx  
2
sin 2 dx

L 0
L
L
2  x2 x sin (2 n  x / L ) cos (2 n  x / L ) 
    
L 4 4 n / L 8 (n  / L )  0

Karena sin n = 0, cos 2n = 1 dan cos 0 = 1, untuk semua harga n,


maka harga ekspektasinya ialah

45
2. Sebuah elektron terperangkap di dalam sebuah kotak satu dimensi
dengan panjang 1 Å. Hitung :
a. Energi tingkat dasar elektron tersebut.
b. Besar peluang untuk menemukan elektron di daerah ½ Å < x < ¾
Å.
Penyelesaian :
a. Energi partikel di dalam kotak L diberikan oleh
n2 h2
En 
8 m L2
untuk tingkat dasar, n = 1, maka
12  (6,63 x 10  34 ) 2
E1  joule
8  (9,1 x 10  31 )  (10 10 ) 2
= 6,03 x 10-18 J
= 37,4 eV

b. Dari Gambar 5.2, daerah ½ Å < x < ¾ Å identik dengan daerah L/2
< x < 3L/4, karena itu,
3L / 4
P1  L2  x  34L    1 ( x)
2
dx
L/2

 x 
3L / 4
2 3L / 4

1   2  

L  sin 2 
 L 
 dx L
 x  sin  x  
L/2
L  2  L  L/2

1 1
  = 0,41
4 2

46
Gambar 15. : Partikel Dalam Kotak

E. SPEKTRUM ATOM HIDROGEN

a. Pendahuluan

Niels Bohr (1885 – 1962), warga Denmark. Ia


mengembangkan teori tentang spectrum radiasi atom
Hidrogen yang berhasil dan menyumbangkan gagasan
mengenai keadaan mantap (stasioner) dan asas
melengkapi (complementary) bagi mekanika kuantum.
Ia kemudian mengembangkan pula teori fisi inti. Institut
Fisika Teorinya di Kopenhagen hingga kini tetap
menarik kunjungan para fisikawan seluruh dunia. Atom
hidrogen merupakan atom paling sederhana yang terdiri
Gambar 16. Niels Bohr dari satu proton sebagai inti dan satu elektron yang
mengitarinya.

47
b. Spektrum Atom Hidrogen

Kita akan mempelajari spectrum


yang dipancarkan oleh atom yang paling
sederhana, yaitu hydrogen. Gas hydrogen
ditempatkan dalam sebuah tabung
lucutan gas. Tabung lucutan gas diberi
potensial yang tinggi, sehingga terjadi
lucutan muatan listrik. Gas hydrogen
kemudian bercahaya dan memancarkan
cahaya merah kebiru-biruan. Cahaya ini
dapat dianalisis dengan sebuah
spektograf (untuk meneylidiki spectrum).
Pada plat foto kita amati deretan garis-
Gambar 17. Cahaya yang dihasilkan oleh garis cahaya. Setiap garis menampilkan
sebuah atom sebuah panjang gelombang cahaya yang
diberikan oleh sumber cahaya.
Spectrum garis dalam cahaya tampak terdiri dari empat garis: 410,2 nm, 434,1 nm,
486,2 nm, 656,3 nm. Pada tahun 1884, J.J Balmer seorang guru matematika swiss,
mendapatkan bahwa panjang gelombang ini dapat ditampilkan dengan suatu
rumusan tunggal. Rumus balmer adalah.

n2
 n  364,6nm (80)
n2  2
Tahun 1890, Rydberg menemukan rumus serupa pada unsur-unsur alkali
Li dan Na, K dan Cs. Ia juga mengusulkan bahwa rumus deret dapat dituliskan
sebagai perbedaan antara variable (peubah). Deret balmer bukanlah satu-satunya
spectrum garis yang dihasilkan atom-atom hydrogen, deret-deret lainnya
dipdapatkan dalam daerah ultraungu, dengan batas panjang gelombang 121,6 dan
91,2 nm. Daerah ini disebut deret Lyman, sesuai dengan nama penemunya. Deret-
deret lainya ditemukan dalam daerah inframerah, dinamakan sesuai nama
penemunya, yakni Paschen, Bracket dan Pfund.
Secara umum, rumus derert dapat dinyatakan sebagai berikut:

48
1  1 1 
 R 2  2  (81)
 n m 

Dengan n<m
Untuk deret Lyman, n = 1; Balmer , n = 2; Paschen, n= 3; Bracket, n = 4
dan Pfund n = 5
Dari hitungan kita mengenai deret Balmer seblumnya kita dapatkan
bahwa panjang gelombang terpanjang deret Balmer terjadi jiak m= 3 dan panjang
gelombang terpendek terjadi jika m sama dengan tak terhingga. Secara umum
panjang gelombang terpanjang diperoleh jika m terkecil dan dan panjang
gelombang terpendek jika m terbesar

Gambar 18. : Hipermedia Compton

49
Aplikasi Konsep

1. Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1600 K. Misalkan pada frekuensi


relatif tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi
rata – rata per osilator !
2. Suatu cavity radiator bersuhu 400K mempunyai lubang berdiamter 0.20 mm
di dindingnya. Hitunglah daya pancaran melalui lubang ini dalam selang
panjang gelombang 6600 s.d 6620 A0.
3. 02. Rongga suatu pemancar sempurna hitam berbentuk kubus dengan rusuk 2
cm, suhunya 1600K. Hitunglah jumlah moda vibrasi per satuan volume dalam
rongga itu yang panjang gelombangnya ada dalm selang 6600 s.d 6620 A 0.
4. Suatu bola yang terbuat dari wolfram memiliki jari-jari sebesar 010 cm. Bola
itu digantung dalam ruang hampa udara dan dinding yang bersuhu 400K.
Daya pancar bola itu hanya 45% bila dibandingkan dengan benda sempurna
hitam. Berapa daya yang harus disalurkan ke bola waolfram itu agar suhunya
dapat dipertahankan pada 500K. Abaikanlah energi kalor yang mengalir
melalui kawat penggantungnya.
5. Alam semesta ini dipenuhi radiasi thermal yang memiliki spektrum benda
sempurna hitam bersuhu 8.4 K.
(a). Berapa besar panjang gelombang pada puncak intensitas radian ini ?
(b). Berapa besarkah energi foton untuk panjang gelombang yang dimaksud
dalam butir (a).
(c), Dalam daerah manakah dari spektrum radiasi elektromagnetik panjang
gelombang ini terjadi.
6. Andaikanlah bahwa permukaan matahari bersuhu 8600K. Diameter dan massa
dari matahari tercamtum di bawah ini.
(a). Gunakan hukum Stefan-Bolztmann untuk menghitung daya radiasi thermal
yang dipancar matahari.
(b). Berapa banyakkah matahari kehilangan massa per detik karena pemancaran
ini.
(Diameter matahari = 1.4x109 m, masa = 2.0x1030kg
7. Berangkat dari radiasi spektral RT() tentukanlah kaedah pergeseran Wien.
8. Hitunglah besarnya energi pada eksitasi elektronik dengan periode geraknya
adalah 10-20 s , suatu molekul yang bergetar dengan peride 10 -12s, dan
pendulum dengan periode 2s.
9. Hitunglah energi rata-rata osilator dengan frekuensi : (a) 10 Hz; (b)
1010Hz pada temperatur : (i) 1000K; (ii) 10.000K. Bandingkan
hasilnya dengan nilai prediksi prinsip eqipartisi energi.
10. Suatu bintang memancarkan sianr dengan panjang gelombang seperti pada
table berikut :

50
No Panjang gelombang (nm)
01 40
02 50
03 60
04 30

Berdasarkan dari hasil observasi diatas berapakah temperatur bintang tersebut


dengan menggunakan teori Wien.
11. BerdasArkan hasil perhitungan dari soal no. 10. Berapakah kerapatan energi
bintang tersebut menurut Stefan Boltzmann.
12. Suatu medan magnet transversal yang menyebabkan elektron-elektron foto
akan bergerak dalam suatu lingkaran yang berjari-jari 20 cm. Cahaya yang
digunakan berpanjang gelombang 4000 Å dan emitternya adalah barium
dengan fungsi kerja 2,5 eV. Berapakah kuat medan magnet tersebut ?
13. Fungsi kerja logam tungsten adalah 5,62 eV. (a) Berapakah panjang
gelombang ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik
maksimum elektron-elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi
dengan panjang gelombang 100,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk
kasus ini ?
14. Tunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak akan terjadi seandainya elektronnya
bebas (tidak terikat) !
15. Foton sinar – X yang berenergi 0,3 MeV membuat tumbukan sentral dengan
elektron yang mula-mula diam. Gunakan hukum kekekalan energi dan
momentum untuk menentukan laju elektron setelah tumbukan.
16. Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2500 nm dihambur-kan secara
Compton dan berkas hamburnya diamati pada sudut 45,0 0 relatif terhadap arah
berkas datang. Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi
foton sinar – X hambur, (c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak
elektron hambur.
17. Jika energi maksimum yang diperoleh elektron dalam hamburan Compton
adalah 45 keV, berapa panjang gelombang foton yang datang mula-mula ?
18. Tentukan (dalam angstrom), panjang gelombang yang terpendek dan
terpanjang dari deret-deret Lyman untuk atom hidrogen !
19. Carilah panjang gelombang foton yang dipancarkan ketika atom hidrogen
mengalami transisi n = 5 ke n = 2 !
20. Atom hodrogen mengalami transisi dari suatu keadaan eksitasi ke tingkat
eksitasi 10,19 eV. Dalam proses ini atom hidrogen akan memancarkan foton
sebesar 4890 Å. Hitunglah energi ikat elektron pada tingkat eksitasi mula-
mula !

51
21. Menurut teori Bohr, berapa kali sebuah elektron mengelilingi inti pada tingkat
energi eksitasi pertama dari hidrogen, jika waktu hidup dalam keadaan ini
adalah 10-8 s ?
22. Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 4 ke n2 = 3 dan dari n1 = 5 ke n2
= 3.
23. Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium
terionisasi tiga kali (Z = 5).

52
DAFTAR PUSTAKA

A. Beiser. A. 1983. Konsep Fisika Modern. Terjemahan The Hown


Liong. Erlangga-Jakarta

Kenneth Krane. 1992. Fisika Modern. Terjemahan H. J. Wospakrik.


Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Robert Eisberg, Robert Resnick. 1974. Quantum Physics. John Willey


and Sons, INC, United States of America

S. Gasiorowicz. 1990. Quantum Physics. John Willey and Sons, Inc 605
THIRD AENUE, NEW YORK 108

E. Maggari. 1971. Problem in Quantum Mechanics. John Willey and


Sons. New York.

S.K. Dogra and S. Dogra. 1990. Kimia Fisika dan Soal – Soal. Jakarta, UI
Press

53

Anda mungkin juga menyukai