Dari semua negara Eropa, Bangsa Belanda yang terlama berada di Indonesia.
Mereka mulai masuk dari wilayah Banten dan sedikit demi sedikit menguasai tanah
Indonesia dari Barat sampai ke Timur. Namun, penguasaan tersebut bukan hal yang
mudah. Penjajahan Belanda harus dibayar mahal. Tidak sedikit pengorbanan harta
dan nyawa yang mereka keluarkan. Itu karena rakyat Indonesia tidak mau menyerah
begitu saja terhadap Belanda.
Selama sekitar 3,5 abad menguasai Indonesia, selama itu pula perlawanan terjadi.Di
Banten tempat Belanda pertama kali datang, di Batavia (Jakarta tempo dulu), di
seluruh bagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda termasuk yang terlama. Perlawanan
yang berlangsung beberapa generasi dan membuat Belanda kehabisan semua yang
dimilikinya, sampai akhirnya Aceh benar-benar dikuasai. Untuk mengetahui lebih
dalam tentang perang Aceh, maka artikel kali ini akan membahas tentang latar
belakang Perang Aceh, mengapa sampai terjadi perlawanan di Aceh.
Setahun Perang Aceh dimulai, Jendral Kohler tewas. Tepatnya 14 April 1873.
Tewasnya Jendral Kohler membuat Belanda semakin marah dan melipatgandakan
penyerangan. Serangan terutama ditujukan kepada Kesultanan Aceh yang dianggap
menolak kedatangan Belanda sekaligus menjadi penyebab tewasnya Jendral
Kohler.
Dapat dibayangkan berapa banyak keuntungan didapat dari wilayah yang menjadi
pusat pelayaran dan perdagangan. Tidak hanya keuntungan secara meteri.
Dengan menguasai wilayah pelayaran berarti juga berbagai kemudahan. Ini yang
dipikirkan oleh Bangsa Belanda. Oleh karena itu, timbul niat Bangsa Belanda untuk
meluaskan kekuasaannya sampai Kesultanan Aceh. Pengakuan bangsa-bangsa
dunia atas keberadaannya menjadi sangat penting. Semua rempah dan
perdagangan lain yang dikuasai dapat mudah terangkut jika Kesultanan Aceh
dikuasai.
Namun sayangnya semua rakyat dan pihak Kesultanan Aceh tidak mau
menerimanya. Ini menjadi salah satu latar belakang Perang Aceh secara tidak
langsung.
Padahal wilayah tersebut sejak Sultan Iskandar Muda berkuasa di Aceh menjadi
wilayah kekuasaan Aceh. Dengan demikian kesultanan Aceh menganggap Belanda
telah melanggar Traktat London yang mengatur batas wilayah kedua negara di Asia
Tenggara tersebut dengan garis lintang Singapura. Setiap kapal Belanda yang
melewati perairan Aceh ditenggelamkan kesultanan. Diserahkannya wilayah
terdekat Aceh kepada Belanda oleh Sultan Ismail menjadikan Belanda terus
menyerang Aceh yang wilayahnya sudah terdesak.
Pembentukan Pax inilah yang mendorong Belanda ingin juga menguasai Kesultanan
Aceh dengan seluruh wilayah kerajaannya. Keinginan dan dorongan yang tentu saja
bertentangan dengan keinginan rakyat Aceh yang ingin tetap merdeka. Mereka
pastinya sudah mengetahui kondisi wilayah lain yang berada di bawah jajahan
Belanda. Itu sebabnya ketika Belanda masuk dan datang ke Aceh mereka
menolaknya. Perang Aceh tidak dapat dihindari.
Masuk dan campur tangan Belanda ke dalam wilayah kesultanan juga membawa
budaya mereka yang tidak sesuai dengan adat kebudayaan Timur dan Islam, agama
yang dianut masyarakat Aceh. Ini juga membawa banyak pertentangan. Misalnya
saja Bangsa Belanda berpakaian tidak menutup aurat sempurna, minum arak, dan
berjudi. Ketiga hal yang sangat tidak sesuai dengan masyarakat. Jika seseorang
sudah melakukan ketiganya, maka orang tersebut akan hilang akal. Tidak bisa lagi
berpikir dengan jernih dan mudah terpancing emosinya.
Berdasarkan berbagai hal di atas, Aceh menolak campur tangan Belanda dalam
kesultanan dan masyarakatnya. Campur tangan Belanda tidak akan membantu
menyelesaikan masalah apapun, mungkin akan memperkeruh karena berbeda
pandangan dan adat. Campur tangan Belanda juga akan merusak tatanan
kehidupan masyarakat dan Islam. Selanjutnya, Belanda akan menguasai seluruh
aspek kehidupan. Masyarakat Aceh sangat keras. Penolakan kedatangan Belanda
sangat tegas. Hubungan dengan Belanda diharapkan hanya sebatas perdagangan
dan muamalah saja
Akibatnya perang Aceh pecah. Selama puluhan tahun perang silih berganti dengan
para tokoh yang memimpinnnya. Regenarasi kepemimpinan di Aceh berjalan
sangat efektif, patah tumbuh hilang berganti atau mati satu tumbuh seribu. Tentara
Belanda mengalami kelelahan dalam perang ini.
Rakyat Aceh tidak tinggal diam. Dipimpin Sultan dan beberapa tokoh, seperti
Panglima Polim, mereka menyiapkan ribuan pasukan di Aceh dan wilayah Pidie.
Pos-pos pertahanan juga dibangun. Persiapan yang matang membuat Belanda
tidak mudah menaklukan Aceh.
Berkat bantuan dari dari Dr. Christian Snouck Hurgonye Belanda menjalankan
berbagai taktik perang yang menjadi cikal bakal kekalahan Aceh. Taktik yang
dilakukan antara lain :
Terus menyerang dan menghantam kaum ulama
Tidak berunding dengan pimpinan-pimpinan perang gerilya
Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya yang sudah dikuasai
Mengambil hati rakyat Aceh dengan mendirikan masjid, memperbaiki jalan-jalan
irigasi, dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Banyak tokoh perang Aceh. Beberapa di antaranya mungkin tidak dikenal oleh
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Tetap saja perjuangan semua rakyat akan
dikenang sepanjang masa. Mereka semua tetap pahlawan bagi Bangsa Indonesia.
Di antara tokoh pejuang dan pahlawan Aceh dapat dikenali di bawah ini.
Berkat Snorck Hurgonye, perlawanan rakyat Aceh sedikit demi sedikit dipadamkan.
Teuku Umar gugur lebih dahulu pada tahun 1899. Isterinya menyusul beberapa
tahun kemudian karena penghianatan seorang prajurit.
4. Cut Mutia
Aceh tidak hanya dikenal dengan perlawanan rakyatnya yang paling lama dalam
melawan Belanda. Aceh juga melahirkan banyak pejuang wanita. Yang paling
terkenal Cut Nyak Dien dan Cut Mutia.
Cut Mutia dan suaminya, Teuku Muhammad, melakukan perlawanan di Aceh Utara
dan menjadi bagian perlwanan pada periode terakhir Perang Aceh. Teuku
Muhammad kemudian ditangkap Belanda tahun 1905 dan dihukum mati di Pantai
Lhoksemawe. Setelah itu, Cut Mutia menikah lagi dan ikut meneruskan perjuagan di
bawah komando Tengku Muda Gantang.
Di hari-hari terakhir perlawanan rakyat Aceh, di mana Sultan sudah tertangkap dan
Panglima Polim menyerah, Cut Mutia masih bergerilya dari hutan ke hutan. Ketika
bentrok dengan tentara Belanda di Alue Kurieng yang dipimpin MArechausee, 24
Oktober 1904, Cut Mutia guur.
5. Panglima Polim
Panglima Polim bernama asli Sri Muda Perkasa Muhammad Daud. Gelar Panglima
Polim IX disandang ketika menjadi panglima tentara perang Aceh menggantikan
ayahnya.
Panglima Polim memimpin pasukan melawan Belanda sejak pertama kali Belanda
menyerang. Ketika Sultan mahmud Syah wafat, beliau terus bergerilya. Tokoh adat
dan ulama banyak mendukung perjuangannya. Beliau pernah bertempur bersama
Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Puluhan tahun Perang Aceh dijalaninya tanpa
kenal lelah. Baru setelah mendengar kabar tertangkapnya Sultan terakhir dan
perlawanan Aceh berakhir, beliau menyerah.
Demikian artikel tentang latar belakang Perang Aceh. Dalam sejarah kemerdekaan
Indonesia menjadi sebuah perang perlawanan rakyat Indonesia yang berlangsung
paling lama. Wilayah yang termasuk dikuasai paling akhir oleh Belanda. Oleh
karena itu, banyak hikmah yang dapat diambil dari sini. Sebagai generasi
selanjutnya atau generasi now, hendaknya dapat meneladani sikap rakyat dan
pahlawan Aceh yang berjuang sampai penghabisan dalam mempertahankan haknya
dan membela yang benar. Untuk menghormatinya, kita dapat ikut terus
mengikuti upaya menjaga keutuhan NKRI dalam rangka menyegerakan
terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Tujuan yang hanya dicapai
dengan integrasi nasional, menghindari faktor pendorong disintegrasi bangsa, dan
melaksanakancontoh Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dalam kehidupan
sehari-hari.
Perang Aceh
Perang Aceh–Belanda atau disingkat Perang Aceh adalah perang Kesultanan
Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah
pada januari 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus
berlanjut.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai
melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van
Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah
pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya
Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya
para perwira
Latar belakang
Van Heutsz sedang memperhatikan pasukannya dalam penyerangan ke Batee Iliek.
Perang Samalanga pertama pada tanggal 26 Agustus 1877. Panglima besar Belanda,
Mayor Jenderal Karel van der Heijden kembali ke pasukannya setelah mendapatkan
perawatan pada matanya yang tertembak
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan
Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000
serdadunya dapat dipatahkan, di mana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14
April1873. Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling
besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa
kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada,
sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan
dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.
Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van
Swieten. Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan
dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van
Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku
Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri. Perang
pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, di mana pemerintah masih
berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala
Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan
perang fi sabilillah. Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun
1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama
Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari
pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri
Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.
Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan
dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando
dari pusat pemerintahan Kesultanan.
Siasat Snouck Hurgronje
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman
Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu
dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan
strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh.
Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes
Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang
berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap
menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding
dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara
mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan
sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi
Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje
diangkat sebagai penasihatnya.
Taktik perang
Divisi Marsose pertama pada tahun 1892, Kapten Notten dan Letnan Nolthenius beserta
komandan brigade
Sultan Muhammad Daud Syah ketika menyerahkan diri pada Belanda pada tahun 1903
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek (korte verklaring,
Traktat Pendek) tentang penyerahan yang harus ditandatangani oleh para pemimpin
Aceh yang telah tertangkap dan menyerah. Di mana isi dari surat pendek
penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan
kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yang
ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian
terdahulu yang rumit dan panjang dengan para pemimpin setempat.
Walau demikian, wilayah Aceh tetap tidak bisa dikuasai Belanda seluruhnya,
dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun
dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat). Hal ini berlanjut sampai Belanda
enyah dari Nusantara dan diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang (Nippon).
Tanggapan
Kronologi