Anda di halaman 1dari 16

BIOGRAFI DAN PERANAN TEUKU UMAR

DALAM PERANG SABIL TERHADAP BELANDA


DI WILAYAH ACEH TAHUN 1854-1899 M

Imam Sayuti

IAIN Syekh Nurjati Cirebon (imamsyuti@gmail.com)

Abstrak

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dan usaha Teuku
Umar dalam perjuangan melawan pemerintah kolonial Belanda di Aceh untuk
mencapai kebebasan dari tekanan pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, bertujuan
untuk mengetahui peranan Teuku Umar dalam berjuang melawan Belanda yang
mampu mempertahankan tanah Aceh dari usaha penjajah untuk merebut daerah
tersebut dari tangannya. Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh Teuku Umar, salah
satunya terlibat dalam Perang Sabil yang digagas oleh masyarakat Aceh untuk
melawan Belada.
Maka dalam skripsi ini penulis merumuskan tujuan sebagai berikut yaitu; Pertama,
Bagaimana Biografi Teuku Umar, Kedua, Bagaimanakah Peranan Teuku Umar dalam
Perang Sabil di wilayah Aceh
Penelitian ini menggunakan pendekatan library research dengan metode studi historis
yang melalui empat tahapan. Pertama, pencarian/pengumpulan data (heuristik).
Kedua, verifikasi sumber data yang di dapat. Ketiga, Interpretasi data yang telah ada.
Dan keempat, penulisan data-data (historiografi). Adapun dalam penulisan ini
mengkaji seputar Biografi dan Peranan Teuku Umar Dalam Perang Sabil Melawan
Belanda Di Aceh Tahun 1854-1899 M.
Kesimpulan penelitian tentang Biografi Dan Peranan Teuku Umar Dalam Perang
Sabil Terhadap Belanda Di Wilayah Aceh Tahun 1854-1899 M. Yang dilakukan
penulis yakni sebagai berikut; Pertama, Teuku Umar lahir dari kalangan sederhana
dan bukan dari kalangan ningrat, bahkan beliau sempat menjadi kuli panggul pasar.
Namun karena perilaku penjajah Belanda yang sewenang – wenang terhadap
masyarakat Aceh, maka nuraninya pun terpanggil untuk menjadi sosok pahlawan
yang ingin berkorban jiwa dan raga untuk mengusir penjajah Belanda dari tanah
kelahirannya. Kedua, Peranan Teuku Umar dalam perang Sabil di Aceh yaitu mampu
membangkitkan semangat rakyat Aceh untuk melawan penjajah. Bahkan Teuku Umar
berpura – pura sebagai pengikut setia terhadap kolonial Belanda yang merupakan
setrateginya untuk mendapatkan perlengkapan perang Belanda.

A. Latar Belakang
Sebagaimana yang telah diketahui, Nusantara pernah dijajah oleh bangsa-bangsa
asing terutama bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Pada
awalnya mereka hanya mencari rempah-rempah, tapi karena sikap serakah yang tinggi
menjadikan mereka ingin memonopoli perdagangan di Nusantara pada saat itu, yang
kemudian mereka menginginkan wilayah yang menghasilkan rempah-rempah itu
sendiri.
Salah satu bangsa penjajah dari Eropa yang cukup lama menjajah di Nusantara adalah
Belanda. Dengan kekuatan armada yang kuat dan didukung peralatan senjata yang
canggih, Belanda mampu menghancurkan segala pemberontakan terhadapnya.
Bahkan, meski itu dari bangsa Eropa sendiri Belanda akan melawannya jika
menghalangi tujuan Belanda.
Secara umum pada awalnya orang-orang Belanda termotivasi mencari rempah-
rempah di wilayah lain karena mendengar keberhasilan Spanyol dan Portugis dalam
menemukan wilayah baru, terlebih lagi wilayah tersebut kaya akan sumber daya
alamnya yakni rempah-rempah. Maka Belanda pun melakukan ekspedisi
penjelajahan1 dan berhasil mencapai wilayah Banten untuk pertama kalinya tahun
1596 M.2
Singkatnya Belanda merasa nyaman berada di wilayah Nusantara dan mempunyai
keinginan menguasainya dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya. Demi tujuan tersebut Belanda melakukan berbagai cara meskipun itu
dengan cara tipu muslihat atau mengadu domba orang-orang Nusantara.
Dalam usaha untuk mencapai tujuannya, Belanda pun mulai membuat pemerintahan
di Nusantara dengan berpusat di Batavia,3 agar semuanya berjalan dengan mudah.
Belanda pun segera membentuk gubernur dan aturan-aturan pemerintahannya. Hal ini
dilakukan agar kekuasaan Belanda di Nusantara terkukuhkan. Pemerintahan dan
aturan yang dibuat oleh Belanda cenderung lebih menguntungkan pihak Belanda, di
antaranya orang-orang pribumi dipaksa membayar upeti terhadap Belanda, sumber
daya alam atau hasil pertanian dieksploitasi oleh pihak Belanda. Hal ini
mengakibatkan orang-orang pribumi semakin kesulitan dan tertindas.
Sebagian besar wilayah Nusantara sudah dikuasai oleh Belanda. Ambisi Belanda
tidak cukup di situ, Belanda ingin menguasai semua wilayah di Nusantara. Sikap
1
Untuk sampai ke wilayah Nusantara, Belanda melakukan beberapa kali ekspedisi penjelajahan.
Pertama kali dilakukan tahun 1594 M dipimpin oleh pelayar Barents tapi gagal karena kapal yang terjebak di
bukit es di kutub utara. Setahun kemudian Belanda mencoba kembali dengan menggunakan rute pelayaran yang
digunakan oleh Portugis, ekspedisi yang dipimpin oleh pelaut bernama Cornelis De Houtman dan Piter De
Keyser ini berhasil mencapai wilayah Nusantara tepatnya di wilayah Banten. Lihat. Abdullah dan A. B.
Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), hlm. 77

2
Abdullah dan A. B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012),
hlm. 76
3
Batavia sekarang bernama Jakarta
Belanda semakin buruk terhadap orang-orang pribumi, banyak orang-orang pribumi
yang dibunuh dan dijadikan budak demi kepentingan mereka pribadi.
Dari latar belakang di atas, orang-orang pribumi dan para tokoh mulai melakukan
perlawanan dan pemberontakan terhadap Belanda di berbagai wilayah di Nusantara,
termasuk di wilayah Aceh.
Aceh memiliki kedudukan yang strategis.4 Pada saat itu Aceh menjadi pusat
perdagangan.5 Daerah Aceh yang luas dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil
tambang, serta hasil hutan. Karena sumber daya alam yang melimpah inilah Belanda
ingin menguasai Aceh. Tetapi setiap Belanda menyerang Aceh pasti akan mendapat
perlawanan dari pemerintahan dan masyarakat Aceh.
Perang Aceh dengan Belanda terjadi pertama kali tanggal 26 November tahun 1873
M. Latar belakang perang ini terjadi karena Belanda mengancam dan mengultimatum
agar kesultanan Aceh tunduk di bawah pemerintahan Belanda. Tetapi Aceh tidak
menghiraukan ultimatum tersebut, karena Aceh sendiri menganggap Belanda tidak
punya hak atas Aceh berdasarkan Traktat London.6 Aceh dinilai membangkang
terhadap Belanda. Nieuwenhuijzen sebagai komisaris Belanda mengumumkan perang
terhadap Aceh. Maka terjadilah perang, para pejuang Aceh dipimpin oleh Sultan
Mahmud Syah II.7
Berawal dari sinilah Belanda terus-menerus menyerang Aceh dengan berbagai
peperangan yang berkelanjutan. Tanggal 5 April Tahun 1873 M, agresi (serangan)
pertama Belanda terjadi di bawah pimpinan Jendaral Mayor Kohler terus menyerang
wilayah Aceh. Pasukan Aceh yang dipimpin oleh Teuku Imeum Lueng Bata dan
dibantu oleh para ulebalang, ulama dan rakyat terus melakukan perlawanan terhadap
Belanda. Selanjutnya agresi kedua dilakukan Belanda pada tanggal 9 Desember tahun
1873 M. Serangan ini dipimpin oleh J. Van Swieten. Pertempuraan terjadi di istana

4
Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad Jilid II.(Medan: Harian Waspada, 2007), hlm. 11
5
Aceh menjadi pusat perdagangan dikarenakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan utama pada
saat itu telah dikuasai Portugis tahun 1511. Kebijakan-kebijakan yang dibuat Portugis membuat para pedagang
yang datang ke Malaka dibatasi, termasuk para pedagang muslim. Akhirnya banyak para pedagang yang
menyingkir dari Malaka menuju Aceh. Dengan hal ini Aceh menjadi ramai dan berkembang dengan pesat yang
kemudian menjadikan Aceh sebagai Bandar perdagangan pada tahun 1873. Lihat. Abdullah dan A. B. Lapian,
Indonesia dalam Arus Sejarah, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), hlm. 21
6
Traktat London adalah hasil kesepakatan Inggris dan Belanda yang isinya antara lain bahwa Belanda
setelah mendapatkan kembali tanah jajahannya di kepulauan Nusantara, tidak dibenarkan mengganggu
kedaulatan Aceh. Traktat London ini terjadi pada tanggal 17 Maret 1824.

7
Tabrani Rusyan, Indonesiaku, (Bandung : Angkasa, 2001), hlm. 241
dan Masjid Raya Baiturrahman. Pada pertempuran ini pihak Belanda lebih unggul.8
Tahun 1884 terjadi peristiwa penting yaitu pengangkatan Muhammad Daud Syah
sebagai sultan yang bergelar sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah. Bersamaan
penobatan, para panglima perang Aceh seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim,
Tengku Cik Di Tiro, memproklamirkan ikrar prang sabi (perang sabil).9 Dengan
adanya ikrar tersebut, perlawanan rakyat Aceh semakin meluas. Terlebih lagi seruan
Sultan Muhammad Daud Syah yang menyerukan gerakan amal untuk membiayai
perang.10
Di Aceh bagian Barat tepatnya di Meulaboh tampil tokoh pejuang Teuku Umar
beserta istrinya Cut Nyak Dien, yang melakukan pertempuran. Beberapa pos
pertahanan Belanda berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar. Pertengahan tahun
1886 M, pasukan gerakan Teuku Umar berhasil menyerang dan menyita kapal
Belanda Hok Canton yang sedang berlabuh di pantai Rigaih.11
Teuku Umar adalah seorang pemuda yang memegang peranan baik di bidang politik
maupun bidang lainnya. Ia buktikan dengan perjuangannya masuk barisan depan
menjadi pemimpin perang melawan Belanda. Ia tangkas, tangguh, gigih dalam
memperjuangkan tanah air, bangsa dan agama dari Belanda. Sejak masih kecil orang
tuanya telah memiliki peran penting dalam masyarakat di daerahnya.12
Teuku Umar berperan menjadi penggerak rakyat Aceh yang mengantarkan Teuku
Umar menjadi seorang tokoh pejuang Aceh yang gigih. Dalam menghadapi serangan
musuh, rumahnya di Lampadang dijadikan markas. Pertempuran untuk menghadapi
Belanda, persiapan dilakukan oleh Teuku Nanta, Teuku Cik Ibrahim, Teuku Alang
serta Teuku Bait. Mereka merundingkan strategi yang digunakan untuk menghadapi
musuh dan berusaha memperkuat benteng pertahanan.
Tahun 1889, Belanda mulai menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata.
Diangkatlah gubernur militer yang bernama Van Heutsz menggantikan Van Vliet.
Semua pasukan disiagakan dengan dibekali persenjataan. Van Heutsz segera
8
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium Sampai
Imperium Jilid I, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 387

9
Perang sabil merupakan perang melawan Belanda, perang suci untuk membela agama, perang untuk
mempertahankan tanah air, perang jihad untuk melawan kezaliman.

10
Tabrani Rusyan, Op .Cit, hlm. 253
11
Hazil, Teuku Umar dan Tjut Nyak Din, Sepasang Pahlawan Perang Atjeh, (Jakarta:
Amsterdam,1952), hlm. 56.

12
Rahimsyah, Sejarah Pahlawan-Pahlawan Bangsa, (Surabaya: Amelia, 2003), hlm. 120
melakukan serangan terhadap pos-pos pertahanan para pemimpin perlawanan di
berbagai daerah Aceh.13
Teuku Umar mempersiapkan pasukannya untuk melakukan penyerangan secara besar-
besaran ke arah Meulaboh. Pergerakan pasukan Teuku Umar ini diketahui oleh
Belanda, maka Belanda segera menyerang benteng pertahanan Teuku Umar,
terjadilah pertempuran antara dua belah pihak. Karena kekuatan pasukan Belanda
lebih kuat, pasukan Teuku Umar dapat dikalahkan dan dalam pertempuran ini Teuku
Umar gugur. Perlawanan selanjutnya oleh Cut Nyak Dien dengan pasukannya
memasuki hutan dan mengembangkan perang gerilya.14
Dari latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk lebih mengkaji perjuangan
dan peranan tokoh Aceh Teuku Umar yang mempunyai sikap jiwa nasionalis yang
tinggi dalam berjuang melawan orang-orang Belanda di wilayah Aceh.
B. Perang Aceh
Sebagaimana diketahui bahwa kesultanan Aceh telah berdiri sejak tahun 1507 yang
diperintah oleh seorang sultan yang bernama Sultan Ali al Moghayat Syah, dan
mencapai titik kejayaannya pada saat Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam berkuasa
(1607-1636 M). Sejak itu kesultanan Aceh mengalami kemunduran dengan
pertentangan di antara para pewaris, sehingga menimbulkan kerajaan kecil-kecil di
daerah-daerah. Walau demikian, kesultanan Aceh yang luas itu tidak pernah terjajah
baik oleh Portugis, Inggris maupun Belanda, sampai tahun 1873 M.15
Untuk menjaga kebebasan kesultanan Aceh; Inggris dan Belanda negara kolonial
yang berkuasa di semenanjung Malaysia dan Indonesia, pada tahun 1824 M telah
mengadakan perjanjian di London, yang terkenal dengan nama Traktat London, yang
berisi:
(a) Belanda mengundurkan diri dari Semenanjung Malaysia dengan jalan
menyerahkan Malaka dan Singapura kepada Inggris;
(b) Inggris mengundurkan diri dari Indonesia dengan jalan menyerahkan Bengkulu
dan Nias kepada Belanda;

13
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium Sampai
Imperium Jilid I,(Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 389
14
Muchtaruddin Ibrahim, Cut Nyak Din. (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 64
15
Abdul Qadir Djaelani, Perang Sabil Versus Perang Salib: Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen
Portugis Dan Belanda, (Jakarta: Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-Munawwarah, 1999), hlm. 67
(c) Belanda harus menjamin keamanan di perairan Aceh, tanpa mengganggu
kedaulatan negara itu.16
Kebebasan kesultanan Aceh yang berdaulat, sejak tahun 1863 M secara diam-diam
tidak diakui lagi oleh Belanda. Sebab pada tahun itu, Sultan Deli yang de jure berada
di bawah kekuasaan Aceh telah mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda, di
mana dinyatakan bahwa Deli hanya mematuhi segala ketentuan dari Batavia.
Dengan perjanjian ini, Sultan Mahmud telah memberi konsesi kepada Belanda untuk
membuka perkebunan tembakau secara besar-besaran di Deli dengan syarat-syarat
yang sangat menguntungkan Belanda. Pada tahun 1864 M penguasa kolonial Belanda
telah dapat mengekspor tembakau ke Negeri Belanda dengan keuntungan yang sangat
menggiurkan.17
Untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, pada tahun 1870 M setelah
didirikan satu perusahaan tembakau dengan nama 'Deli Maatschappij', yang kantor
pusatnya berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Pada tahun pertamanya perusahaan
baru itu telah mengeluarkan 200% deviden, pada tahun kedua 330%, pada tahun
ketiga 1300%. Perusahaan Deli Maatschappij telah memberi keuntungan yang luar
biasa kepada penguasa Hindia Belanda.18
Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 M, merubah alur pelayaran dari Eropa ke
Asia Timur tidak lagi melalui selatan, yaitu melalui Selat Sunda, tetapi lewat Aden
dan Kolombo terus ke Selat Malaka. Dengan demikian posisi pulau Sumatera,
khususnya Aceh menjadi sangat strategis.
Aceh yang telah mengetahui rencana pembukaan Terusan Suez dan posisinya di
kemudian hari yang sangat strategis dalam alur pelayaran internasional, serta sangat
mungkin menggiurkan negara-negara kolonial seperti Inggris dan Belanda untuk
mencaploknya, maka pada tahun 1868 M delegasi kesultanan Aceh berlayar menuju
Istambul untuk memohon kepada Sultan Turki agar menjadi pelindung kekhalifahan
kekuasaan tertinggi atas Negara Islam Aceh. Turki yang dalam posisi sangat lemah,
karena menghadapi negara-negara Kristen Eropa, terutama Perancis dan Inggris, tidak

16
Ibid, hlm.67

17
Ibid, hlm.67

18
Ibid, hlm. 68
mampu untuk memberikan payung pengaman kepada Negara Islam Aceh yang
letaknya begitu jauh dari Turki. Dengan demikian misi delegasi Aceh gagal.19
Selain itu keberhasilan penguasa Kolonial Hindia Belanda dalam menumpas
peperangan-peperangan Banten, Jawa, Padri dan Banjarmasin menumbuhkan rasa
superioritas yang angkuh, bahwa seluruh Indonesia bisa menjadi daerah jajahannya
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Satu-satunya daerah di Indonesia yang belum
terjamah oleh Belanda hanyalah Aceh.
Sesuai dengan watak kolonialis Eropa-Kristen, khususnya Belanda, hal-hal tersebut di
atas seperti keuntungan dan terbukanya terusan Suez dan keberhasilan menumpas
perlawanan umat Islam, mereka berbulat hati untuk melakukan ekspansi kekuasaan
kolonialnya ke Aceh.
Rencana untuk mencaplok kesultanan Aceh, dimulai oleh pertemuan Menteri Jajahan
Belanda E. de Waal dengan duta besar Inggris Harris di Denhaag pada tahun 1869.
Hasil dari persekongkolan E.de Waal dan Harris (Belanda dan Inggris) membuahkan
laporan kepada Raja Belanda, di mana de Waal pada bulan Juni 1870 menulis
berdasarkan perundingan-perundingan dengan Inggris, bahwa Aceh demi kepentingan
politik yang mendesak harus dikuasai Belanda.20
Sejalan dengan hasil perundingan ini, maka Inggris meminta pendapat gubernurnya di
Singapura, Sir Harry St, untuk memberikan pertimbangannya. Pada tanggal 9
Desember 1859 M, Sir Harry memberi jawaban bahwa direbutnya Aceh oleh Belanda
akan sangat menguntungkan bagi perdagangan Inggris. Pendapat Sir Harry dipublisir
oleh media massa di Singapura, antara lain "Penang Gazette" tertanggal 10 Nopember
1871 M, di mana berbunyi "Makin cepat ada suatu negara Eropa yang berwenang
campur tangan di Aceh, makin cepat pula daerah-daerah ini yang dahulu begitu subur
dengan hasil-hasil bumi timur akan hidup kembali dan akan pulih dari keruntuhannya
sekarang".21
Pada akhir Nopember 1871 M lahirlah apa yang disebut Traktat Sumatera, dimana
disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan
terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian mana pun di Sumatera. Pembatasan-
pembatasan Traktat London 1824 M mengenai Aceh dibatalkan".
19
Faisal Ardi Gustama,Op. Cit, hlm.237

20
Ibid, hlm. 240

21
Ibid, hlm. 242
Setelah telegram program menyerbu dari Den Haag tertanggal 18 Februari 1873 M
diterima oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, London, maka segera ia
mengangkat Nieuwenhuyzen, ketua Dewan Hindia Belanda dan dalam kedudukan ini
nomor dua dalam Hierarki Hindia; sebagai komisaris pemerintah. Yang menjadi
panglima tertinggi militer ekspedisi dan penyerbuan ke Aceh ialah Mayor Jenderal
J.H.R. Kohler, komandan teritorial Sumatera Barat. Sebab Kohler telah lama
mendapat perintah dari London untuk mengumpulkan keterangan militer tentang
Aceh. Bahkan di atas kertas telah diperhitungkan berapa banyak pasukan yang
diperlukan untuk operasi militer tersebut.22
Kohler dibantu oleh Kolonel E.C. van Daalen, yang menjabat sebagai wakil
komandan operasi. Dengan cepat sekali Kohler dan van Daalen mulai menghimpun
kekuatan pasukan yang terdiri atas tiga batalyon dari kota-kota garnisun di Jawa, di
samping itu juga suatu batalyon 'Barisan Madura', pasukan-pasukan bantuan di bawah
pimpinan perwira-perwira Eropa. Mengingat musim barat biasanya jatuh bersamaan
hujan badai besar di Sumatera Utara pada akhir bulan April, maka dengan alasan itu
operasi militer terhadap Aceh, sekiranya belum selesai, hendaklah sebagian besar
harus telah dilaksanakan.
Tidak mudah menghimpunkan keempat batalyon itu serta menambah artileri dan
kavaleri. Seluruhnya berjumlah tiga ribu orang; sekitar seribu orang tamtama dan
bintara Eropa dan 118 orang perwira. Ditambah seribu orang pekerja paksa sebagai
tukang pikul, narapidana yang harus melakukan kerja paksa di luar pulaunya sendiri.
Juga termasuk dalam ekspedisi ini 220 wanita Indonesia sebagai tenaga kerja dapur
dan teman tidur serdadu-serdadu Jawa dan Ambon; yang menurut ketentuan
tradisional-operasi militer, delapan orang setiap kompi, dan akhirnya tiga ratus orang
pelayan perwira, dua orang bagi setiap perwira dan sisanya personil kantin.23
Mengumpulkan operasi yang demikian pun sudah tidak mudah, lebih sulit adalah
mempersenjatai infantri secara layak. Pasukan Belanda (NIL) tengah beralih dari
penggunaan bedil cara lama yang diisi dari depan menjadi penggunaan bedil
Beaumont modern yang diisi dari belakang, sebenarnya larasnya masih juga panjang--
panjang, dan dengan sangkur terpasang menjadi jauh lebih panjang dari sebagian

22
Ibid, hlm. 247

23
Hazil,Op. Cit, hlm. 65.
besar serdadu. Tetapi setidak-tidaknya bisa digunakan cara yang mirip menembak
cepat; tentunya kalau orang mahir menggunakannya.
Dan inilah justru kekurangan batalyon-batalyon pasukan Belanda di Aceh. Batalyon
ke-XII sedikit banyaknya telah dapat berlatih dengan Beaumont, Batalyon ke-IX
memperoleh bedil-bedil baru itu tidak lama sebelum masuk kapal, Batalyon ke-III
masih harus menggunakan senapan yang diisi dari depan. Memang ada satu batalyon
yang terlatih dengan baik menggunakan bedil-bedil baru itu, tetapi tidak mungkin me-
narik pasukan pilihan dari seluruh Jawa tidak diikut-sertakan. Karena menurut
dugaan, perang Aceh tidak akan sehebat itu.24

C. Biografi Teuku Umar


Teuku Umar Johan Pahlawan lahir pada tahun 1854 M di Meulaboh, tepatnya di
Gampong Masjid, sekarang Gampong Belakang, Kecamatan Johan Pahlawan. Ia
dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Teuku Tjut Mahmud dan ibu Tjut Mohani
di mana pasangan ini dikarunia empat anak yaitu Teuku Musa, Tjut Intan, Teuku
Umar dan Teuku Mansur.25
Teuku Umar seorang Aceh dan memiliki silsilah dengan Teuku Laksamana Muda
Nanta, seorang Laksamana Aceh yang ditugaskan oleh Sultan Iskandar Muda pada
tahun 1635 M sebagai Panglima Angkatan Perang Aceh di Andalas Barat dan
sekaligus ditunjuk menjadi Gubernur Militer Aceh di Tanah Minang.26
Ayahnya, Teuku Achmad Mahmud, adalah seorang uleebalang (kepala daerah).
Sementara ibundanya berasal dari lingkungan istana kerajaan di Meulaboh. Dalam
buku Ensiklopedi Pahlawan Nasional yang disusun Julinar Said dan kawan-kawan
(1995) disebutkan, dari garis ayahnya, Teuku Umar berdarah Minangkabau.27
Antara keluarga Teuku Umar dengan tanah rencong memang terikat terjalin
kedekatan sejak dulu. Umar keturunan Datuk Makhudum Sati orang kepercayaan

24
Ibid, hlm.70

25
Ria Listina, Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa, ( Jakarta: PT. Sarana Bangun Pustaka, 2010),
hlm.22

26
Ibid, hlm. 24
27

Ragil Suwarna Pragolapati, Cut Nya Dien, Volume 1, 1982, hlm. 14


Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), yang diberi wewenang untuk memimpin
wilayah Pariaman di Sumatera Barat sebagai bagian dari Kesultanan Aceh kala itu.28
Pada Tahun 1800 M, anak keturunan Teuku Laksamana Muda Nanta mendapatkan
tekanan dari kaum ulama di tanah Andalas sehingga menyebabkan mereka kembali ke
Aceh lewat jalur laut sebelah barat dan kemudian mereka mendarat di Meulaboh di
mana salah satu pemimpin rombongan tersebut bernama Machdum Sakti Yang
Bergelar Teuku Nanta Teulenbeh yang kemudian diangkat oleh Sultan Aceh sebagai
penjaga Taman Sultan di Kutaraja.29
Teuku Umar yang membangkitkan semangat perlawanan terhadap Belanda. Tercatat
ialah yang melakukan kampanye perang melawan Belanda di wilayah barat dari
Meulaboh sampai dengan Uleelheu sampai Pidie, bahkan ia menekan para uleebalang
untuk ikut perang melawan Belanda.
Pada tahun 1896 M, ia juga mengajak seluruh orang Aceh melawan Belanda secara
massal. Bahkan beliau juga yang terus mendorong Sultan, Panglima Polem serta
Teungku Di Tiro untuk melakukan perlawanan dengan memberikan uang sabil ke
Keumala, tempat sultan mengendalikan perang.
D. Peran Teuku Umar Dalam Perang Sabil Di Wilayah Aceh
Pada tahun 1883 M di Aceh terjadi suatu peristiwa yang sangat menggemparkan,
yaitu berita mengenai Teuku Umar menyerahkan diri dan memihak kepada Belanda.
Rakyat Aceh marah dan banyak yang mengutuk sebagai pengkhianat, diantara mereka
ada pula yang menghendaki agar Teuku Umar dibunuh oleh rakyat sendiri. Sementara
itu, Belanda sangat gembira menerima penyerahan diri Teuku Umar. Dengan
menyerahnya Teuku Umar, Belanda berharap dapat dengan mudah menaklukkan
seluruh rakyat Aceh. Setelah menyerahkan diri, maka Umar mendapat kepercayaan
dari Belanda. Ia diserahi tugas yang penting-penting untuk melaksanakan keinginan
Belanda menumpas perlawanan rakyat Aceh. Pada mulanya tugas yang diberikan
kepada Teuku Umar adalah melatih tentara Belanda bertempur di hutan belantara dan
mengajarkan teknik perang gerilya.30
Teuku Umar melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, tetapi di dalam hatinya ia
memegang teguh siasat perang yang telah ditetapkan bersama dengan para pemimpin
pejuang Aceh beberapa waktu sebelumnya. Selesai melatih perang gerilya di hutan
28
Ibid, hlm. 21
29
Ibid, hlm. 23

30
Anthony Reid, Asal Mula Kunflik Aceh, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm.296
belantara, Teuku Umar ditugaskan memimpin penumpasan perlawanan rakyat Aceh.
Dalam pertempuran itu memang banyak korban jatuh di kedua belah pihak, tetapi
tentara Belanda banyak yang mati dan senjatanya banyak yang berhasil dirampas
tentara Aceh. Tentara Aceh hanya sebentar saja mampu melawan serangan tentara
Belanda dan kemudian mereka mundur meninggalkan benteng pertahanannya.
Apalagi tentara Aceh hanya berpura-pura saja berperang melawan tentara Umar.
Demikian juga sebaliknya Umar juga berpura-pura menyerang Aceh. Karena tidak
tahu siasat Umar, Belanda gembira menyaksikan mundurnya tentara Aceh itu.
Belanda menganggap dengan bantuan Umar, mereka dapat mematahkan seluruh
perlawanan Aceh. Untuk itu, Umar mendapat hadiah besar berupa uang sebesar
66.360 florin, berguna untuk menambah modal perang tentara Aceh yang dikirim
secara rahasia.31
Pada September 1893 M, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur
Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya, setelah mendapat
jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan
Pahlawan Panglima Besar Nederland. Istrinya, Cut Nyak Dien sempat bingung, malu,
dan marah atas keputusan Teuku Umar.32
Teuku Umar menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan.
Setiap pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia
selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubernur Belanda di Kutaraja dan memberikan
laporan yang memuaskan sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari
Gubernur Belanda.33
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan pertemuan rahasia yang
dihadiri para pemimpin pejuang Aceh, membicarakan rencana Teuku Umar untuk
kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan
perang milik Belanda yang dikuasainya. Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar
keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk
senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar. Berita larinya
Teuku Umar menggemparkan Pemerintah Kolonial Belanda. Gubernur Deykerhooff
31
M. Dien Madjid, Catatan pinggir Sejarah Aceh (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2013), hlm. 249

32
Iva Vityana,Biografi Teuku Umar Pahlawan
Indonesia,http://www.biografipedia.com/2015/06/biografi-teuku-umar-pahlawan-indonesia.html diunduh pada
hari Senin, 14 Mei 2018 pukul 11.48

33
Ibid.
dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru segera didatangkan dari
Pulau Jawa. 34
Jenderal Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali
semua senjata yang diambil kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu,
maka pada tanggal 26 April 1896 M Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai
Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda.35
Teuku Umar mengajak Uleebalang-uleebalang36 yang lain untuk memerangi Belanda.
Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimpinan Teuku
Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan
mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali
dalam sejarah perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.37
Pada bulan Februari 1898 M, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama
seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1
April 1898 M, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang
serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada raja Aceh
Sultan Muhammad Daud Syah.38
Walaupun badan Teuku Umar dipihak Belanda, namun otak dan hatinya ada di pihak
Aceh demi membela tanah airnya. Namun pada tanggal 30 Maret 1896 M, Teuku
Umar melayangkan surat yang berisi tentang keputusannya untuk meninggalkan pihak
Belanda. Ia beralasan telah dipermalukan oleh Controler Ulee dan Jaksa Kepala.
Selain itu ia juga mengungkapkan kekecewaanya kepada pihak Belanda yang telah
ingkar janji untuk menghadiahkan bintang jasa, padahal ia telah membantu Belanda
secara sungguh-sungguh.39
Sejak saat itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda.
Teuku Umar menyarankan Raja Teunom supaya jangan sekali-kali mau mengurangi
tuntutannya. Kemudian, berita tersebut sampailah ke gubernur Deijkerhoff, sehingga

34
Ibid

35
M. Dien Madjid, Catatan pinggir Sejarah Aceh (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2013) hal. 250

36
Uleebalang adalah sebutan bagi kepela pemerintah dalam Kesultanan Aceh yang memimpin sebuah
daerah.

37
Iva Vtyana, Op.Cit

38
Op. Cit. M. Dien Madjid, hlm 213

39
Ibid, hlm.250
ia mengirimkan berita ke Batavia sebagai asupan daya dukung baru. Bersamaan
dengan datangnya balabantuan, datang pula Panglima Angkatan Darat Hindia
Belanda, yang telah mempersiapkan penyerangan untuk membombardir Aceh. 40
Pengkhianatan Teuku Umar ini, bagi Belanda bukanlah kondisi yang mengharukan
dalam skala Nasional akan tetapi dalam skala Internasional sehingga dapat dikatakan
bahwa penghianatan Teuku Umar memberikan kesan yang menghancurkan terhadap
negeri Belanda. 41
Setelah kejadian tersebut, Teuku Umar tidak kembali ke kubu Belanda melainkan
pulang ke markas rakyat Aceh yang dipimpin Cut Nyak Dhien. Kepulangan Umar
membawa tambahan persenjataan dan barang-barang berharga yang dirampas dari
kapal Belanda. Ada kemungkinan orang-orang Umar juga menghabisi lawan-
lawannya di kapal itu.
Kembalinya Teuku Umar disambut gembira sekaligus lega oleh Cut Nyak Dhien dan
rakyat Aceh yang dipimpinnya. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 14 Juni 1886 M,
Teuku Umar memimpin pasukannya menyergap kapal Hok Canton yang ternyata juga
milik Inggris. Umar menyerbu kapal tersebut karena dicurigai mengangkut senjata
yang akan dijual secara ilegal. 

E. Penutup
berdasarkan pembahasan secara mendalam tentang biografi dan peran teuku umar
dalam perang sabil tergadap Belanda tahun 1854-1899, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Teuku Umar lahir dari kalangan sederhana dan bukan dari kalangan ningrat,
bahkan beliau sempat menjadi kuli panggul pasar. Namun karena perilaku
penjajah Belanda yang sewenang – wenang terhadap masyarakat Aceh, maka
nuraninya pun terpanggil untuk menjadi sosok pahlawan yang ingin berkorban
jiwa dan raga untuk mengusir penjajah Belanda dari tanah kelahirannya.
2. Peranan Teuku Umar dalam perang Sabil di Aceh yaitu mampu membangkitkan
semangat rakyat Aceh untuk melawan penjajah. Bahkan Teuku Umar berpura –
pura sebagai pengikut setia terhadap kolonial Belanda yang merupakan
setrateginya untuk mendapatkan perlengkapan perang Belanda.

40
Ibid.

41
Ibid.
F. Daftar Pustaka
BENTUK BUKU
Abdullah dan A. B. Lapian.2012.Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jakarta: IchtiarBaru
Van Hoeve.

Abdurrahman, Dudung. 2011.Metodologi Penelitian Sejarah Islam.Yogyakarta:


Ombak.

Alfian, Ibrahim. 1997. Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912.

Algadri, Hamid. 1984. C. Snouck Hugronye: Potitik Belanda Terhadap Islam dan
Arab. Jakarta: Sinar Harapan.

Ardi Gustama,Faisal. 2017. Babon Kerajaan –Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: Brilliant


Book.

Devi, Hendri Tanjung Abrista. 2013. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.Jakarta:


Gramata Publishing.

Djaelani, Abdul Qadir. 1999.Perang Sabil Versus Perang Salib: Ummat Islam
Melawan Penjajah Kristen Portugis Dan Belanda. Jakarta: Yayasan Pengkajian Islam
Madinah Al-Munawwarah.
Hazil.1952. Teuku Umar dan Tjut Nyak Din, Sepasang PahlawanPerang
Atjeh.Jakarta: Amsterdam.
Ibrahim, Muchtaruddin. 2001. Cut Nyak Din. Jakarta: Balai Pustaka.
Kartodirdjo, Sartono. 1987.Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari
Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Gramedia.
Kuntowijoyo.1995.Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Listina, Ria. 2010. Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa.Jakarta: PT. Sarana Bangun
Pustaka.

Madjid, M. Dien Dan Johan Wahyudi. 2013.Ilmu Sejarah.Jakarta: Prenada Media


Group.

Madjid, M. Dien.2013.Catatan pinggir Sejarah Aceh. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Madjid, M. Dien. 2014.Catatan Pinggir Sejarah Aceh: Perdagangan.Diplomasi.dan


Perjuangan Rakyat.Yayasan Obor Indonesia
Musbah, Ma’ruf & Dkk. 1996.Sejarah Kebudayaan Islam.Semarang: Cv.Wicaksana.
Pragolapati, Ragil Suwarna. 1982.Cut Nya Dien. Volume 1. 
Rahimsyah. 2003. Sejarah Pahlawan-Pahlawan Bangsa, Surabaya: Amelia.
Reid, Anthony.2007.Asal Mula Kunflik Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Renier, G. J. 1997. Metode Dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rusyan, Tabrani.2001.Indonesiaku. Bandung : Angkasa.

S.M. Dumadi. 1975. Mengenal Pahlawan Nasional Kita: Teuku Umar.


Safwan, Mardanas. 2007. Teuku Umar. Jakarta.
Said, Mohammad. 2007. Aceh Sepanjang Abad Jilid II. Medan: Harian Waspada.

Sartono Kartodirdjo. 2014. Pengantar Sejarah Indinesia Baru: 1500-1900, dari


Emperium sampai Imperium, jilid 1.Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, Soerjono. 2009.Sosiologi Suatu Pengantar.Edisi Baru. Jakarta: Rajawali


Pers.

Sulaiman, Rusydi. 2014.Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban


Islam.Jakarta: Rajawali Pers.

Syukur,Fatah. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra.

Tim sunrise Pictures.2011.100 Pahlawan Nusantara. Jakarta: Cikal Aksara.

Usman, Hasan. 1986. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Departemen Agama.

Veer, Paul Van' T. 1985. Perang Aceh. Jakarta: Grafitipers.

Yakub, Ismail. 1979. Pahlawan Nasional, Jateng. Semarang, CV. Faizan.

BENTUK SKRIPSI, TESIS, DISERTASI


Chilyatun Nafisah. 2016.Peran Dan Perjuangan Sultan Iskandar Muda (1607-1636
M) Dalam Membangun Kejayaan Kesultanan Aceh.Skripsi. Cirebon: Institut Syekh
Nurjati.
Mohd.Harun.1998.Hikayat Prang Kompeuni Dan Hikayat Prang Sabi: Analisis Isi
Terhadap Partisipasi Dan Kerja Sama Antara Ulama Dan Umara Dalam Perang
Aceh.Tesis.Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.

INTERNET
http://www.acehtrend.com/2016/02/07/14-sifat-kepemimpinan-teuku-umar/.
Diposting tanggal 15 juni 2018.pukul 09.00

Iva Vityana. http://www.biografipedia.com/2015/06/biografi-teuku-umar-pahlawan-


indonesia.html diunduh pada hari Senin. 14 Mei 2018 pukul 11.48
http://www.acehtrend.com/2016/02/07/14-sifat-kepemimpinan-teuku-umar/.
Diposting tanggal 15 juni 2018.pukul 09.00
Fariza calista.http://www.infobiografi.com/biografi-dan-profil-lengkap-teuku-umar-
pahlawan-nasional-indonesia-dari-aceh/.di posting hari senin.16 juli 2018.pukul 09.00
WIB

Anda mungkin juga menyukai