Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

“Perang Aceh dan perang Batak”

OLEH
KELOMPOK VIII
❖ Asyifa Nurlatifah
❖ Ayu Andini
❖ Andi Cidu Dea Dg matarang
❖ Aksal

KELAS XI MIPA 1
SMA NEG. 18 BULUKUMBA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT ,karena dengan rahmat dan


karunianyalah Kami dapat menyusun Makalah ini.
Banyak pihak yang telah membantu menyelesaikan Makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu, kami menyampaikan
terima kasih banyak kepada :
1. Guru mata pelajaran SMA Negeri 18 Bulukumba
2. teman-teman kami semua yang telah turut membantu dalam menyelesaikan
penulisan Makalah ini.

Kami berharap dengan terselesainya Makalah ini semoga siswa-siswi Di


Di SMA Negeri 18 Bulukumba dapat Mengetahui isi makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih banyak


kekurangan dan dibawah kesempurnaan .oleh karena itu,kami mengharap kritik
dan saran yang bermanfaat bagi kami.semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin

Kajang, September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Perang Aceh ................................................................................................2
B. Perang Batak ...............................................................................................6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..............................................................................................13

B. Saran .........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak Belanda mencerngkramkan kekuasaannya di Nusantara, sejak saat itu pula kehidupan
masyarakat Nusantara ditentukan oleh keadaan politik yang terjadi di negeri Belanda dan
Eropa. Berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Belanda, semata-mata semuanya adalah untuk
mencari keuntungan untuk pihak Belanda sendiri, sedangkan rakyat Indonesia yang dikuasai
mengalami penderitaan yang cukup hebat karena harus menanggung kebijakan yang
menyengsarakan tersebut.
Selain melakukan kebijakan yang bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya di
tanah jajahan, Belanda juga melakukan politik Pax Nederlandica dan mendukung kegiatan
kristenisasi yang dilakukan oleh para misionaris. Kedua hal tersebut dilakukan Belanda dalam
rangka melanggenkan kekuasaannya di Nusantara. Maka beragam reaksi perlawan dilakukan
oleh rakyat atas kebijakan Belanda yang menyengsarakan tersebut dan proses kristenisasi yang
dianggap sebagai sebuah hal yang bertentangan bagi rakyat Indonesia yang pada saat itu sudah
mempunyai agama. Perlawanan tersebut biasanya dipimpin oleh para pemimpin lokal yang
kebanyakan khawatir dengan politik Pax Nedelandica yang akan merongrong daerah
kekuasaannya.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah Perang Aceh ?
2. Bagaimanakah Sejarah Perang Batak ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indoesia
2. Untuk mengetahui Sejarah Perang Aceh
3. Untuk mengetahui Sejarah Perang Batak

1
BAB II
PEMBAHASAN

A PERANG ACEH
1.Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak
menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda berambisi untuk
mendudukinya. Sebaliknya, orang-orang Aceh tetap ingin mempertahankan kedaulatannya.
Sampai dengan tahun 1871, Aceh masih mempunyai kebebasan sebagai kerajaan yang
merdeka.

Situasi ini mulai berubah dengan adanya Traktrat Sumatra (yang ditandatangani Inggris
dengan Belanda pada tanggal 2 November 1871). Isi dari Traktrat Sumatra 1871 itu adalah
pemberian kebebasan bagi Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan di Sumatra,
termasuk Aceh. Dengan demikian, Traktrat Sumatra 1871 jelas merupakan ancaman bagi
Aceh.
Karena itu Aceh berusaha untuk memperkuat diri, yakni mengadakan hubungan dengan
Turki, Konsul Italia, bahkan dengan Konsul Amerika Serikat di Singapura. Tindakan Aceh
ini sangat mengkhawatirkan pihak Belanda karena Belanda tidak ingin adanya campur tangan
dari luar. Belanda memberikan ultimatum, namun Aceh tidak menghiraukannya. Selanjutnya,
pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda memaklumkan perang kepada Aceh.

2. Tokoh / Pemimpin Perang


Perang Aceh Pertama [1873-1874]
dipimpin oleh Panglima Polim & Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yg dipimpin
Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada
tanggal 14 April 1873. Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang
paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yg dibantu oleh beberapa
kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu’uk, Peukan Bada, sampai
Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie,
Peusangan, & beberapa wilayah lain. Perang Aceh Pertama ialah ekspedisi Belanda terhadap
Aceh pada tahun 1873 yg bertujuan mengakhiri Perjanjian London 1871, yg menindaklanjuti
traktat dari tahun 1859 [diputuskan oleh Jan van Swieten]. Melalui pengesahan Perjanjian
Sumatera, Belanda berhak mendapatkan pantai utara Sumatera yg di situ banyak terjadi
2
perompakan. Komisaris Pemerintah Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen yg mengatur Aceh
mencoba mengadakan perundingan dengan Sultan Aceh namun tak mendapatkan apa yg
diharapkan sehingga ia menyatakan perang pada Aceh atas saran GubJen James Loudon.
Blokade pesisir tak berjalan sesuai yg diharapkan.
Perang Aceh Kedua
Pada Perang Aceh Kedua [1874-1880], di bawah Jend. Jan van Swieten, Belanda berhasil
menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, & dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda.
31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari
Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh
Tuanku Muhammad Dawood yg dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri.
Perang Aceh Ketiga
Perang ketiga [1881-1896], perang dilanjutkan secara gerilya & dikobarkan perang
fisabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904. Perang
gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim & Sultan. Pada
tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku
Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan
perang gerilya.
Perang Aceh Keempat
Perang keempat [1896-1910] ialah perang gerilya kelompok & perorangan dengan
perlawanan, penyerbuan, penghadangan & pembunuhan tanpa komando dari pusat
pemerintahan Kesultanan.

3 Proses Perlawanan
Sebelum terjadi peperangan, Aceh telah melakukan persiapan-persiapan. Sekitar 3.000 orang
dipersiapkan di sepanjang pantai dan sekitar 4.000 orang pasukan disiapkan di lingkungan
istana. Pada tanggal 5 April 1873, pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Jenderal
J.H.R. Kohler melakukan penyerangan terhadap Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Pada
tanggal 14 April 1873, Masjid Raya Aceh dapat diduduki oleh pihak Belanda dengan disertai
pengorbanan besar, yakni tewasnya Mayor Jenderal Kohler.Setelah Masjid Raya Aceh
berhasil dikuasai oleh pihak Belanda, maka kekuatan pasukan Aceh dipusatkan untuk
mempertahankan istana Sultan Mahmuh Syah. Dengan dikuasainya Masjid Raya Aceh oleh
pihak Belanda, banyak mengundang para tokoh dan rakyat untuk bergabung berjuang
melawan Belanda.

3
Tampilah tokoh-tokoh seperti Panglima Polim, Teuku Imam Lueng Bata, Cut Banta,
Teungku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan isterinya Cut Nyak Dien. Serdadu Belanda kemudian
bergerak untuk menyerang istana kesultanan, dan terjadilah pertempuran di istana kesultanan.
Dengan kekuatan yang besar dan semangat jihad, para pejuang Aceh mampu bertahan,
sehingga Belanda gagal untuk menduduki istana.
Pada akhir tahun 1873, Belanda mengirimkan ekspedisi militernya lagi secara besar-besaran
di bawah pimpinan Letnan Jenderal J. Van Swieten dengan kekutan 8.000 orang tentara.
Pertempuran seru berkobar lagi pada awal tahun 1874 yang akhirnya Belanda berhasil
menduduki istana kesultanan. Sultan beserta para tokoh pejuang yang lain meninggalkan
istana dan terus melakukan perlawanan di luar kota. Pada tanggal 28 Januari 1874, Sultan
Mahmud Syah meninggal, kemudian digantikan oleh putranya yakni Muhammad Daud Syah.
Sementara itu, ketika utusan Aceh yang dikirim ke Turki, yaitu Habib Abdurrachman tiba
kembali di Aceh tahun 1879 maka kegiatan penyerangan ke pos-pos Belanda diperhebat.
Habib Adurrachman bersama Teuku Cik Di Tiro dan Imam Lueng Bata mengatur taktik
penyerangan guna mengacaukan dan memperlemah pos-pos Belanda.
Menyadari betapa sulitnya mematahkan perlawanan rakyat Aceh, pihak Belanda berusaha
mengetahui rahasia kekuatan Aceh, terutama yang menyangkut kehidupan sosial-budayanya.
Oleh karena itu, pemerintah Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronye (seorang ahli tentang
Islam) untuk meneliti soal sosial budaya masyarakat Aceh. Dengan menyamar sebagai
seorang ulama dengan nama Abdul Gafar, ia berhasil masuk Aceh.
Hasil penelitiannya dibukukan dengan judul De Atjehers (Orang Aceh). Dari hasil
penelitiannya dapat diketahui bahwa sultan tidak mempunyai kekuatan tanpa persetujuan
para kepala di bawahnya dan ulama mempunyai pengaruh yang sangat besar di kalangan
rakyat.
Dengan demikian langkah yang ditempuh oleh Belanda ialah melakukan politik "de vide et
impera ( memecah belah dan menguasai). Cara yang ditempuh kaum ulama yang melawan
harus dihadapi dengan kekerasan senjata; kaum bangsawan dan keluarganya diberi
kesempatan untuk masuk korps pamong praja di lingkungan pemerintahan kolonial.
Belanda mulai memikat hati para bangsawan Aceh untuk memihak kepada Belanda. Pada
bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan tunduk kepada pemerintah Belanda dan
kemudian diangkat menjadi panglima militer Belanda. Teuku Umar memimpin 250 orang
pasukan dengan persenjataan lengkap, namun kemudian bersekutu dengan Panglima Polim
menghantam Belanda.

4
Tentara Belanda di bawah pimpinan J.B. Van Heutz berhasil memukul perlawanan Teuku
Umar dan Panglima Polim. Teuku Umar menyingkir ke Aceh Barat dan Panglima Polim
menyingkir ke Aceh Timur. Dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899,
Teuku Umar gugur.
Sementara itu, Panglima Polim dan Sultan Muhammad Daud Syah, masih melakukan
perlawanan di Aceh Timur. Belanda berusaha melakukan penangkapan. Pada tanggal 6
September 1903 Panglima Polim beserta 150 orang parjuritnya menyerah setelah Belanda
melakukan penangkapan terhadap keluarganya. Hal yang sama juga dilakukan terhadap
Sultan Muhammad Daud Syah. Pada tahun 1904, Sultan Aceh dipaksa untuk menandatangani
Plakat Pendek yang isinya sebagai berikut.
1. Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2. Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa lain selain dengan belanda.
3. Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan ini, berarti sejak 1904 Aceh telah berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda.

4. Akhir Perlawanan
Berdasarkan pengalaman Snouch Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal
Van Heutsz untuk mengadakan serangan umum di Aceh Besar, Pidie dan Samalanga.
Serangan umum di Aceh itu dikenal dengan Serangan Sapurata dari pasukan Marchausse
(arsose) dengan anggota pasukannya erdiri dari orang-orang Indonesia yang sudah dilatih
oleh Belanda. Pasukan inilah yang benar-benar telah mematahkan semangat juang para
pejuang Aceh. Dalam serangan itu banyak putra-putra Aceh yang gugur. Sambil memberi
perlawanan yang sengit, rakyat Aceh mundur ke pedalaman. Untuk menyerbu ke pedalaman.
Untuk menyerbu ke pedalaman, Belanda mengirim pasukannya di bawah pimpinan Jendral
Van Daalen. Rakyat Aceh ternyata tidak siap dan kurang perlengkapan sehingga laskar
menjadi kocar-kacir dan terpaksa lari mengundurkan diri dari Medan pertempuran Gerilya.
Dalam waktu singkat Belanda merasa berhasil menguasai Aceh. Kemudian Belanda
membuat Perjanjian Pendek, dimana kerajaan-kerajaan kecil terikat oleh perjanjian ini.
Kerajaan-kerajaan kecil itu tunduk pada Belanda dan seluruh kedudukan politik diatur oleh
Belanda, sehingga masing-masing kerajan daharuskan untuk:
• Mengakui daerahnya sebagai bagian dari kekuasaan Belanda
• Berjanji tidak akan berhubungan dengan suatu pemerintahan asing
• Berjanji akan menaati perintah-perintah yang diberikan oleh pemerintah Belanda

5
Perjanjian pendek juga bertujuan untuk mengikat raja-raja kecil atau mengikat kepala-kepala
daerah. Pemerintahan Belanda juga mengikat raja-raja yang besar kekuasaannya, diantaranya
Deli Serdang, Asahan, langkat, Siak, dan sebagainya dengan suatu perjanjian.
Demikianlah perang yang terjadi di Aceh yang mengorbankan putra-putra tanah Aceh seperti
Teungku Umar, Panglima Polim, eungki Cik di Tiro, Tjut Nyak Dien, Tjut Mutiah, Tuanku
Muhammad Dawodsyah dan rakyat Aceh yang dapat kita anggap sebagai tokoh perjuangan
kemerdekaan Bangsa Indonesia.

B. PERANG BATAK
1. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII adalah sosok yang tidak asing lagi di daftar Nama-Nama Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia dinobatkan sebagai pahlawan nasional tanggal 19 November 1961
berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sisingamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan
Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan
Ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan Boru Situmorang. Ayahnya
wafat pada tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya
di usia yang baru 19 tahun. Gelarnya adalah Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja berasal
dari tiga kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan, ‘singa’ merupakan
bahasa Batak yang berarti bentuk rumah Baka, sedangkan ‘mangaraja’ sama maksudnya
dengan kata ‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak.
Ada dua versi tentang asal-usul Sisingamangaraja dan kerjaan Batak. versi pertama
mengatakan Sisingamanagaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling ke Sumatera Utara untuk
menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820,
Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai
Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat
sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai
awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin
Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada
pemimpin Pagaruyung.
Sedangkan versi kedua berasal dari mitos rakyat yang diceritakan dalam berbagai versi lagi,
namun secara garis besar versi itu menyatakan Manghuntal (Sisingamanagaraja I) adalah
keturunan Bona Ni Onan bermarga Sinambela. Sebelum kelahirannya Sisingamaraja I telah
6
diramalkan bahwa ia adalah titisan dari Batara Guru dan akan menjadi seorang raja besar.
Setelah dewasa Manguntal akhirnya menjadi raja setelah berhasil mencabut keris yang
bernama Piso Gaja Dompak (Pisau Gajah Penangkal). Piso Gaja Dompak dinyakini tidak akan
bisa dicabut dari sarungnya oleh seseorang yang tidak memiliki kesaktian, kecuali oleh orang
yang memiliki kesaktian dan orang yang menjadi titisan Batara Guru (orang yang memang
sudah ditakdirkan menjadi Raja).

Berikut ini adalah silsilah Raja Sisingamangaraja dari urutan 1 sampai ke 12 adalah sebagai
berikut:
1. Raja Manghuntal / Sisingamangaraja I
2. Raja Tinaruan / Sisingamangaraj II
3. Raja Itubungna / Sisingamangaraja III
4. Sori Mangaraja / Sisingamangaraja IV
5. Ampallongos / Sisingamangaraja V
6. Amangulbuk / Sisingamangaraja VI
7. Ompu Tuan Lombut / Sisingamangaraja VII
8. Ompu Sotarunggal / Sisingamangaraja VIII
9. Ompu Sohalompoan / Sisingamangaraja IX
10. Ompu Tuan Na Bolon / Sisingamangaraja X
11. Ompu Sohahuaon / Sisingamangaraja XI
12. Patuan Bosar / Sisingamangaraja XII
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda
di pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus
dadanya, akibat tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Turut
gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian.
Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri
kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah
sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya
kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni
1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga.
2 Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perang Batak
a). Sebab umum.

7
• Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama Batak kuno
(Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Tapanuli.
• Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah
Tapanuli.
• Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri dan pemimpin-
pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.

b). Sebab Khusus.


Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen di daerah Tapanuli.
Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi karena kebijakan Belanda di Nusantara, dan berlaku juga
di Tapanuli, membuat rakyat mengalami penderitaan yang hebat. Banyak para petani yang
kehilangan tanah dan pekerjaannya karena diberlakukannya politik liberal yang membebaskan
kepada para pengusaha Eropa untuk dapat menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam
pelaksanaanya banyak penduduk pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya
dengan harga murah. Untuk itu Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:
1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan sekitarnya
3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.
Sedangkan penyebab khusus perlawanan adalah kemarahan sisingamangaraja atas penempatan
pasukan Belanda di Tarutung.

3 Jalannya Perang Batak


Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah
Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja
Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-
sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang
“terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti
perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada
pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian
pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas
Sisingamangaraja XII di Bangkara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.

8
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil
Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai
penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan.
Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang
kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke
pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin
oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878,
Bangkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei
1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya
dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal
di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada
dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan
secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu
Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial
Belanda.
Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh
dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan
tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut
serta pula dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan,
maka taktik perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik
perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka
dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh
pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan
melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan
Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas
dalam peperangan.
Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda.
Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda
mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada
tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik
mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba
9
di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan
Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak
mundur ke daerah Horion.
Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara.
Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII
menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya
lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga
mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja
XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII
barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII
pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang
Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi
Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta
Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang
Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja
Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun
1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur
sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan
Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan
Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap,
menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon,
di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah
Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel.
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta
putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan,
sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista,
mereka pun ikut menjadi korban perjuangan. Gugurnya Sisingamangaraja XII merupakan
pertanda jatunya tanah Batak ke tangan Belanda.

4. Akhir Perang

10
Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih melakukan perlawana namun tahun
1900 kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga perlawanna tidak dikerahkan
untuk melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari
serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak – Pak Masih setia kepada mereka. Selain
itu Belanda juga melakukan gerakan pembasmi gerakan – gerakan perlawanan yang ada
diSumatera ( Aceh dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari
Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan mebakar kamung – kampung yang
membangkan pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.
Pada saat Belanda sampai di daerah pak – Pak dan Dairi pasukan Si Singa Mangaraja
semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah terputus.
Denga terdesaknya pasukan Si Singa Mangaraja merka terus berpindah – pindah dari satu
tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri. Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan
oleh Belanda terhadap pasukan Si Singa Mangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin
oleh Hans Christoffel.
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak gagal
menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh Belanda. Boru
Situmorang ibu Si Singa Mangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda
sementara itu Si Singa Mangaraja belum juga mneyerahkan diri dan belanda terus
mencari sampai tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada
di Barus maka Wenzel menarahkan pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.
4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Penegen
dan Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh dari
panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang.
Si Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan sementara itu Belanda terus mengejar
melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak penduduk sekitar ditangkap
karena dicurigai bekerjasma dengan Si Singa Mangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan
Belanda tanggal 17 jJuni 1907 Si Singa Mangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon
( derah Dairi ) dalam keadaan lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan
perlawanan. Dalam peristiwa Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu
Si Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuan dan dua
putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu dan putra – putra masih menjadi tawana
perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa Mangaraja maka seluruh daerah Batak
menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja rodi didaerah ini meraja lelah struktur tradisional
masyarakat semaki lama semakin runtuh.
11
5. Dampak Perang
Orang batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam, rumah – rumah
hancur dibakar, agama Keristen saat itu meraja lelah tampa ada halangan dari pihak manapun
sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yag disebakan karena saat bersamaan
Belanda juga menghadapi Aceh yang begitu kuat sehingga didatang pasukan – pasukan dari
luar yang dibayar mahal.
a). Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
b). Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil perkebunannya seperti tembakau.
c). Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang menyebabkan berubahnya
keyakinan masyarakat sebelumnya.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perang Aceh
Latar belakang Perang Aceh, yang utama yaitu Adanya Imperialisme Barat yang
berlomba-lomba menguasai Asia Tenggara, terutama Belanda yang melakukan “Politik Pax
Neerlandica” serta anggapan dunia luar bahwa keamanan pelayaran ada dibawah tanggung
jawab Belanda. Factor inilah yang merupakan latar belakang pokok mengapa Belanda
berkeinginan menguasai Aceh.
Perang Aceh dibagi menjadi tiga periode, Periode Perang I (1873-1880), Periode
Perang II (1880-1890), Periode Perang III (1890-1904). Berakhirnya Perang Aceh ditandai
dengan penandatangan Plakat Pendek oleh Sultan Sigli dan Panglima Polim pada tahun 1904.

2. Perang Batak
Sisingamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara,
Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan Ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu
Sohahuaon) dan Boru Situmorang. Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya
di usia yang baru 19 tahun setelah ayahnya wafat pada tahun 1876.
1. Perang Batak yang terjadi selama 29 tahun yang berawal dari ketidak sukaan Si Singa
Mangaraja terhadap Belanda yang sengaja menyebarkan agama keristen yang mengakibatkan
Si Singa Mangaraja melakukan perlawan karena takut Belanda menguasai daerah tesebut
secara luas lagi sehingga ia takut peranya sebagai pemimpin dapat disingkirkan oleh Belanda
disisi lain Si Singa Mangaraja sebagai pemimpin juga takut Belanda mempengaruhi rakyat dan
bisa berubah struktur kebuadayaan yang ada disana. Perperangan demi perperangan yang
terjadi sangat merugikan bagi rakyat Batak. Perperangan yang berlangsung sangat lama
berhasil dimenangkan oleh Pihak Belanda dengan gugurnya Si Singa Mangaraja di medan
perang. Sehingga Belanda berhasil menduduki daerah Batak keseluruhannya.
2. Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap
Belanda:
a) Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
b) Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan sekitarnya
c) Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.

13
3. Perang ini diawali dengan permintaan bantuan para misionaris di Silindung dan Bahal
Batu kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Dan
berakhir dengan gugurnya Sisingamangaraja XII pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran
dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon.

B. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya
pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa.
Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga
kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-indonesia.html
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta:PT Gramedia
Hanna, Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah Nasional
Jilid VI.Jakarta : balai Pustaka
Dekker,Nyman.1975.Sejarah Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang : Amamater
Sidjabat,Bonar.1982. Ahu Si Singamangaraja. Jakarta : Kintamani Ofset

15

Anda mungkin juga menyukai