Anda di halaman 1dari 27

PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA SEBAGAI

DASAR NEGARA PERUBLIK INDONESIA

Disusun oleh :

Endah Ari Setyani (7101416036)

Pendidikan Administrasi Perkantoran 2016

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2017
A. Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia
Memahami peranan Pancasila di era reformasi, khususnya
dalam konteks sebagai dasar dan ideologi nasional, merupakan
tututan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama, dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap
yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional
selama lebih dari 55 tahun terakhir ini dihadapkan pada situasi
yang tidak kondusif sehingga kredibilitasnya menjadi diragukan,
diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis. Hal
ini diperparah oleh minimal dua hal, ialah: yang pertama,
penerapan Pancasila yang dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar
filosofinya sebagai dasar negara; dan yang kedua, krisis
multidimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 yang
diikuti oleh fenomena disintegrasi bangsa (A. T Soegito dkk,
2016:58). Dengan pertimbangan hal tersebut maka peranan
Pancasila sebagai dasar negera sangatlah penting untuk kita
pahami. Dengan kita memilki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila maka tidak
akan ada lagi perdebatan dan keraguan terhadap Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia. Sebagai bangsa yang baik
seharusnya kita menghargai jasa para pahlawan dengan
mempelajari, menjalankan dan memajukan bangsa Indonesia ini
salah satunya dengan mempelajari dasar negaranya. Dengan
mempelajari, serta mengamalkan sila-sila dari dasar negara ini
maka kita akan hidup damai sebagai bangsa yang hebat.
Seperti yang dikutip dalam buku (A. T Soegito dkk, 2016:61)
bahwa, Prinsip-prinsip dasar filsafati Pancasila sejak awal
kelahirannya diusulkan sebagai Dasar Negara (Philosofiche
grondslaag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian
diberi status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alenia ke
empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesi 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Hal ini mengandung konsekuensi Dasar
Hukum, Dasar Moral, Kaidah Fundamental bagi peri kehidupan
berbangsa di Indonesia dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah
(Notonagoro, tt, Darjidarmodihardjo, tt, Soegioto A.T., 1978:16 ;
Soegito A.T.,1982:4).
Pancasila sebagai dasar hukum, disini sudah jelas bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara
Kesatuan Republikk Indonesia. Semua hukum yang ada di
Indonesia tunduk dan berada di bawah Pancasila. Pancasila
sebagai dasar moral artinya bahwa setiap tindakan kita sebagai
warga negara Indonesia haruslah sesuai atau berpedoman
terhadap sila-sila Pancasila.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti
dimaksud sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD RI 1945 Alenia IV
yang secara jelas menyatakan “Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
(Wahyu Widodo, 2015: 123).
Kata “....berdasar pada...” menunjukan bahwa kalimat
setelahnya yaitu sila-sila Pancasila merupakan dasar Negara
Pepublik Indonesia yang harus dijadika pedoman bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah
yang fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD harus
bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang
fundamental itu (Wahyu Widodo, 2015: 124).
Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk
mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia,
artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua
peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus
bersumber pada Pancasila (Wahyu Widodo, 2015: 124).
Fungsi Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila
digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintah negara. Pancasila menurut Ketetapan MPR No.
III/MPR/2010 merupakan “sumber hukum nasional”. Dalam
kedudukanya sebagai dasar negara, maka Pancasila memilki
fungsi :
a. Sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum)
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakam asas
kerohanian tertib hukum Indonesia. Landasan yuridisnya
termaktub dalam dalam Ketetapan MPR No. V/MPR/1978 dan
ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sumber dari tata tertib hukum di Indonesia. Sedangkan menurut
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa Pancasila
merupakan sumber hukum dasar nasional. Alasan Pancasila
dijadikan sebagai sumber hukum di Indonesia, karena Pancasila
bersifat mengikat dan memaksa, serta merupakan kepribadian
bangsa Indonesia. Setelah itu Pancasila telah disepakati
sebagai norma hukum/pokok kaidah fundamental yang
mempunyai hakekat dan juga kedudukan yang kuat, tetap, dan
tidak berubah.
b. Suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD.
c. Cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
d. Norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang
teguh cita-cita moral negara yang teguh.
e. Sumber semangat bagi UUD RI tahun 1945, penyelenggara
negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No.
XVIIV/MPR/1998 telah mengemblikan kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara RI (Wahyu Widodo, 2015: 124).

B. Kronologi Perumusan dan Pengesahan Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 (Pancasila) dan Undang-Undang Dasar 1945.
Proses perumusan dan pengesahan Pancasila Dasar
Negara tidak dapat dipisahkan dengann proses permusan dan
pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, sebab disamping diciptakan untuk menyongsong
lahirnya negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila merupakan
satu kesatuan yang fundamental. Sehingga keduanya memiliki
hubungan asasi (A.T Soegito dkk, 2016:63).
1. Tanggal 7 September 1944
Proses perumusan Pembukaan UUD 1945 dimulai sejak
Jepang masih menguasai tanah air Indonesia, yaitu di dalam
sidang BPUPKI. Pembentukan BPUPKI tersebut dilatarbelakangi
oleh:
a. Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang telah
menderita kekalahan dan mendapatkan tekanan terus
menerus dari serangan pihak Sekutu. Keadaan ini sangatlah
menggembirakan para pemimpin bangsa Indonesia yang
telah bertahun-tahun memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
b. Adanya tuntutan dan desakan dari para pemimpim bangsa
Indonesia kepada Pemerintah Balatentara Jepang agar
segera memerdekakan Indonesia atau setidaknya diambil
tindakan, langkah dan usaha yang nyata untuk
memepersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah
Balatentara Jepang yang menyadari bahwa kedudukannya
semakin terdesak, tidak dapat menghindarkan diri dari
tuntutandan desakan tersebut. Walaupun Jepang tetap
mengusahakan agar Indonesia yang merdeka itu tetap ada
di dalam lingkungan Asia Timur Raya yang dipimpim oleh
pemerintah pusat Jepang.
Karena peristiwa-peristiwa itu dan untuk menarik simpati
dari bangsa Indonesia, pada tanggal 7 September 1944
Pemerintah Balatentara Jepang mengeluarkan janji
“kemerdekaan Indonesia di kemudian hari” yang menurut
rencana akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945 (A.T
Soegito dkk, 2016:64).

2. Tanggal 29 April 1945


Sebagai relisasi janji politik, pada tanggal 29 April 1945 oleh
Gunseikan (Kepala Pemerintah Balatentara Jepang di Jawa)
dibentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi
Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) (A.T Soegito dkk, 2016:64). Tugas
badan ini adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal
penting yang berhubungan dengan segi-segi polotik, ekonomi,
tata pemerintahan dal lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam
usaha pembentukan negara Indonesia Merdeka (A.M.W.
Pranarka, 1985:25).
3. Tanggal 28 Mei 1945
BPUPKI dilantik oleh Gunseikan dengan susunan sebagai
berikut :
Ketua : Dr. Radjiman Widjodiningrat
Ketua Muda : Raden Panji Soeroso
Ketua Muda : Ichibangase (anggota luar biasa dari Jepang)
Anggota : 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda
(A.T Soegito dkk, 2016:64-65).
Daftar anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Sunoto, 1985:29-31).
Mr. Moh. Yamin B.P.H. Poeroebojo
Dr. R. Koesoemah Atmadja R.A.A Wiranatakoesoemo
R. Abdulrahim Pratalykrama Ir. R. Asharsoededoe
Mundanar
Aris Oie Tiang Tjoei
K.H. Dewantoro Drs. Moh. Hatta
Ki Bagus H. Hadikusumo Oeij Tjang Hauw
B.P.H. Bintoro H. Agus Salim
A.K. Muzakkir M. Soetardjo
Katohadikoesoemo
R.M. Margono K.H. Abdulhalim
K.H. Masjkur R. Soedirman
Prof. Dr. P.A. Djajadiningrat Prof. Dr. Soepomo
Prof. Ir. R. Roesono Mr. R. Panjisinggih
Mr. R. Pandji Singgih Mr. Ny. Maria Ulfah Santosa
R.M.T.A. Soerjo R. Roeslam
Wongsokoesoemo
Mr. R. Soesanto Tirtoprodjo Ny. R.S. Soenarjo
Mangoenpoespito
Dr. R. Boentaran Liem Koen Hian
Martoatmodjo
Mr. R. Latuharhary Mr. R. Hendromartono
R. Soekardjo Wirjopranoto H. Ah. Sanoesi
A.M. Dassad Mr. Tan Ing Hoa
Ir. R.M.P. Soerachman R.A.A. Soemitro Kolopaking
Tjokrodisoerjo
K.R.M.T.H. Woerhaningrat Mr. R. Soebardjo
Prof. Dr. R. Djenal Asikin Abiskoesno Tjokrosoejoso
Widjajakoesoema
Parada Harahap Mr. R.M. Sartono
K.H.M. Mansjur Drs. K.R.M.A.
Sosrodiningrat
Mr. Soewandi K.H.A. Wachid Hasyim
P.F. Dahler Dr. Soekiman
Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro R. Otto Iskandar Dinata
A.Baswedan Abdul Kadir
Dr. Samsi Mr. A.A Maramis
Mr. R. Samsudin Mr. R. Sastronuljono

Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang


dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai
1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di jalan Pejambon 6
Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung
Pancasila (Safrudin Bahar, 1991:63)
4. Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada sidang pertama, Dr. Radjiman Widjodiningrat selaku
ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah
pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk
pada tanggal 29 Mei 1945.
Di dalam sidang umum yang pertama itu para anggota
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia berbicara serta membahas berbagai macam hal yang
ada katannya dengan persiapan Indonesia Merdeka, antara lain
tentang syarat-syarat hukum suatu negara, bentuk negara,
pemerintahan negara dan dasar negara (A.M.W. Pranarka,
1985:26).
Pembicaraan dan pembahasan mengenai dasar negara
merupakan salah satua acara sidang umum yang pertama, oleh
karena masalah dasar negara tersebut dipertanyakan oleh
ketua Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, Radjima Widjodiningrat. Terhadap pertanyaan ketua
ini, banyak anggota merasa keberatan karena khawatir bahwa
pembicaraan akan menjadi perdebatan filosofi yang tidak konkrit,
dan hanya akan menunda-nunda kenyataan Indonesia Merdeka
(Moh. Hatta, 1977:9). Tentang dasar negara itu sekurang-
kurangnya ada tiga anggota yang mengemukakan
pandangannya, yaitu Muh. Yamin, di dalam pidatonya pada
tanggal 29 Mei 1945, Soepomo di dalam pidatonya pada
tanggal 31 Mei 1945, dan Ssoekarno di dalam pidatonya pada 1
Juni 1945 (Muh. Yamin : 61).
a. Usul Muhammad Yamin
Di dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945 Muhammad Yamin (1962c) menulis bahwa ia
pada tanggal 29 Mei mengusulkan dasar negara sebagai
berikut:
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusian
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
Permusyawaratan
Perwakilan
Kebijaksanaan
5) Kesejahteraan Rakyat
6) Keadilan Sosial
(Sunoto, 1985:29-31).
Di dalam pidato itu Moh. Yamin berbicara mengenai dasar
Peri Kebangsaan dan Ketuhanan, dimana antara lain
dikemukakan :
“Negara baru jang akan bentuk, adalah suatu negara
kebangsaan Indonesia atau suatu nasionale staat atau
suatu etat national jang sewadjar dengan peradaban kita
dan menurut susunan dunia sekeluarga diatas dasar
kebangsaan dan ke-Tuhanan”.
Menurut pandangannya, negara Indonesia merdeka harus
didasarkan atas peradaban, Indonesia dan :
“...rakjat Indonesia mesti mendapat dasar negara jang
berasal dari pada peradaban kebangsaan Indonesia; orang
timur pulang kepada kebudajaan timur .
“... kita tidak berniat lalu akan meniru sesuatu-sesuatu tata
negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk jang
beradab dan kebudajaan kita beribu-ribu tahun umurnja.”
Dengan rumusan lebih lanjut Muh. Yamin mengatakan
bahwa “pokok-pokok aturan dasar negara Indonesia
haruslah disusun menurut watak peradaban Indonesia.”
Di dalam pidato yang diucapkan tanggal 29 Mei 1945 itu,
dibicarakan pula tentang peri kemanusiaan, Ketuhanan,
permusyawaratan dan perwakilan, ditegaskan delapan
paham negara Indoensia merdeka, dan disinggung pula
hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan ekonomi. Pada
naskah rancangan Undang-Undang Dasar yang
disampaikan, terdapat lima dasar negar yang dicantumkan,
yaitu:
1) Ke-Tuhanan jang Maha Esa
2) Kebangaan Persatuan Indonesia
3) Rasa kemanusiaa jang adil dan beradab
4) Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan
dalam permusywaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Prof. Mr. Moh. Yamin mengajukan prasaran/usul yang
disiapkan secara tertulis, berjudul : “Azas Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia.” (A.T Soegito dkk,
2016:65).

b. Usul Prof. Dr. Mr. Soepomo


1) Prof. Dr. Mr. Soepomo di ngedung Chuoo In berpidato
dan menguraikan teori negara secara yuridis, berdirinya
negara, bentuk negara dan pemerintahan serta
hubungan antara negara dengan agama.
2) Prof. Dr. Mr. Soepomo berpidato dengan menguraikan
tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia, ditinjau
dari segi yuridis, historis, politis, sosilogis dan geografis
serta secara konstitusional meliputi seluruh Nusantara
Raya.
3) Pada kesempatan ini, berpidato juga P.F. Dahlan yng
menguraikan masalah golongan bangsa Indonesia
peranakan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa yang telah
turun temurun tinggal di Indonesia.
4) Disamping itu, Drs. Moh. Hatta menguraikan maslah
bentuk negar persekutuan, bentuk negara serikat, dan
bentuk negara persatuan. Pada kesempatan yang sama
diuraikan juha maslah hubungan antara negara dengan
agama serta negara Republik atau Monarchi (A.T
Soegito dkk, 2016:65-66).
Di dalam buku naskah Persiapan Undang-Undang Dasar
1945 (Muhammad Yamin 1962 d) menyebutkan tentang
usul Soepomo pad atanggal 31 Mei 1945 sebagai berikut:
Syarat mutlak negara yaitu daerah, rakyat dan
pemerintahan. Mengenai dasar apa negara Indonesia
didirikan, dikemukakan soal:
Persatuan Negara, Negara Serikat, Pesekutuan Negara,
Hubungan Negara dengan Agama
Republik atau Monarchie
Pembicara setuju:
Negara nasional
Menolak negara federal
Kepala negara adalah pemimpin negara dana rakyat
seluruhnya
Negara bersifat kekeluargaan (Sunoto, 1985:32).
Berkenaan dengan dasar negara, Soepomo terlebih dahulu
mengatakan bahwa: Pertanyaan mengenai dasar negara
pada hakikatnya adalah pertanyaan tentang cita-cita
negara (Staatsidee). Negara menurut dasar pengertian
(staatsidee) apa yang akan dianut pleh negara Indonesia
merdeka nanti. Dalam rangka itu kemudian Soepomo
memberikan uraian tentang tiga teori negara: teori
perseorangan, teori golongan, teori integralistik. Dalam
pkerangka pemikiran disebutkan beberapa ciri alam pikiran
kebudayaan Indonesia itu, diantaranya: cita-cita persatuan
hidup, keseimbangan lahir dan batin, pemimpin yang
bersatu jiwa dengan rakyat, musyawarah, suasana
persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan
rakyat yang satu dengan yang lain, dan segala golongan
diliputi oleh semangat gotong royong, serta semangatv
kekeluargaan. Mengenai masalah hubungan antara agama
dan negara, dengan berpegang kepada alam pikiran
Indonesia tersebut, Soepomo, pertama-tama mengadakan
pembedaan antara “Negara Islam” dengann “Negara yang
berdasar atas cita-cita luhur agama Islam.” Dalam akhir
pidatonya, Soepomo juga memberikan pandangan denagn
mengenai bentuk pemerintahan serta perekonomian
negara.
c. Usul Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam pidatonya yang terdiri
dari sekitar 6.480 kata, Soekarno mengemukakan
pendapatnya tentang dasar negara Indonesia Merdeka.
Tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang berpidato pada tanggal
1 Juni 1945 adalah sebagai berikut:
1) Abikoesno Tjokrosoejoso
2) M. Soetarjo Kartohadikoesoemo
3) Ki Bagus Hadi Koesoemo
4) Liem Koen Hian (A.T Soegito dkk, 2016:66).
Rumusan Pancasila yang diusulkan oleh Bung Karno
adalah:
1) Kebangsaan Indonesia atau Nasioanalisme
2) Peri Kemanusiaan atau Internasionalisme
3) Mufakat, perwakilan, permusyawaratan
4) Kesejahteraan sosial atau keadilan sosial
5) Ketuhanan yang berrkebudayaan atau Ketuhanan yang
berbudi pekerti yang luhur atau Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Dasar Negara tersebut oleh Bbung Karno dianakan
Pancasila. Dalam pidatonya antara lain sebagai berikut:
“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan
ini dengan petunjuk seorang temankita ahli bahasa,
namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar
dan diatas kelima dasar itulah mendirikan Negara
Indonesia, kekal dan abadi (tepuk tangan riuh).” (Sunoto,
1985:29-31).
Di dalam bagian akhir dari pidatonya itu, akan tetapi masih
berkaitan dengan pemikiran mengenain dasar negara serta
penamaannya, Soekarno berbicara mengenai Trisla (sosio-
nasinalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan) tenang
Ekasila (gotong royong), sebagai kemungkina lain
berkenaan dengan namanya atau pun isi dasar negara, di
dalam arti menurut yang sudah diuraikannya di muka.
Demikianlah pada tanggal 1 Juni 1945 itu, Soekarno
mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu
nama dari lima dasar negara Indonesia yang diusulkan
berkenaan dengan permasalah di sekitar dasar negra
Indonesia Merdeka. Untuk pertama kalinya, penikiran
tentang Pancasila baiak dalam pengertian nama maupaun
dalam pengertian isinya, secara eksplisit dan terurai
dicetuskan dan tercatat di dalam sejarah.
Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia diakhirnya pada tanggal 1 Juni
1945. Untuk melancarkan pelaksanaan kerja Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia,
dibentuklan satu panitia kecil yang diketuai oelh Soekarno,
dengan tugas mengumpulkan usul-usul para anggota dan
mempelajarinya. (A.M.W. Pranarka, 1985:33).
5. Tanggal 22 Juni 1945
Pada tanggal 22 Juni 1945 bertempat di gedung kantor Besar
Jawa Hookoo Kai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), jam
10.00 diadakan rapat gabungan antara:
1) Panitia Delapan
2) Sejumlah anggota Tyuuoo Sangi In (Badan Penasehat
Pemerintah Pusat Balatentara Jepang di Jakarta), yang
juga merangkap sebagai anggota BPUPK dan
3) Sejumlah anggota BPUPK yang tinggal di Jakarta dan tidak
menjadi anggota Tyuuoo Sang In.
Rapat yang dipimpin oleh ketua panitai delapan membicarakan
“usul-usul dari para anggota tentng prosedur yang harus dilalui
aga upaya kita lekas mencapai Indonesia Merdeka.” Di sini
didengar pendirian tiap-tiap anggota rapat mengenai dasar
negara. Hasil rapat gabungan ini adalah:
1) Supaya selekas-lekasnya Indonesia Merdeka
2) Hukum dasar yang akan dirancang, supaya diberi
semacam preambule (kata pembukaan atau mukadimah)
3) Menerima usul Soekarno agar supaya BPUPK terus
bekerja sampai terwujud satu hukum dasar
4) Membentuk suata panitia kecil penyelidik usul-
usul/perumusan dsar negara yang dituangkan dalam
mukadimah hukum dasar yang beranggotakan sembilan
orang. Kesembilan tokoh nasioanl tersebut adalah: Ir.
Soekarno, Drs. Moh Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikoesno
tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr.
Ahmad Soebardjo, KH Wachid Hasjim, dan Mr. Moh. Yamin.
Pada waktu itu juga diadakan pertemuan Panitia Sembilandi
Pegangsaan Timur No 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00. Dalam
pertemuan itu disetujui agar para anggota segera menyusun
suatu konsep Rancangan, Mukadimah Hukum Dasar yang
akan diajaukan ke sidang BPUPKyang ke dua. Konsep
Preambule hukum dasar inilah yang kemudian terkenal dengan
sebutan Piagam Jakarta, suatu nama yang diusulkan oleh Mr.
Moh Yamin (A.T Soegito dkk, 2016:66-67).

6. Sidang Umum Kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha


Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 10-16 Juli 1945 diadakan sidang BPUPK yang
kedua dengan cara untuk “mempersiapkan Rancangan Hukum
Dasar”, di Jl. Pejambon Jakarta. Ada pun jalannya persidangan
adalah sebagai berikut:
a. Sidang dibuka oleh ketua dan dilanjutkan pengumuman
mengenai pemnambahan anggota baru badan penyelidik
sebanyak 6 orang, yaitu:
1) Abdul Fatah Hasan
2) Asikin Natanegara
3) P. Serjo Hamidjojo
4) Mohammad Noor
5) Besar
6) Abdul Kafar
Sidang umum kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia dibuka tanggal 10 Juli 1945. Acara
dimulai denga laporan Soekarno selaku ketua Panitia Kecil
sebagaiman diketahui salah satu keputusa yang diambil oleh
Ketua Badan tersebut didalam sidan umumnya yang pertama
adalah membentuk satu panitia kecil guna membantu
memperlancar pelaksanaan tugas badan tersebut (A.T Soegito
dkk, 2016:67-68).
b. Laporan Soekarno
Laporan Soekarno terdiri dari dua bagian: bagian
pertama, mengenai hasil inventarisasi usul dan pendapata
para anggota; kedua, mengenai usakah yang dilaksanakan
untuk mencapai modus kompromi antara golongan Islam
dan golongan kebangsaan.
Menurut catatan panitia, sebanyak 40 anggota telah
memasukan usul. Usul tersebut mengenai 32 soal, akan
tetapi persoalan tersebut dapat dikelompokan menjadi
sembilan golongan:
1) Golongan usul yang meminta Indonesia Merdeka
selekasnya
2) Golongan usul yang mengenai dasar negara
3) Golongan usul yang mengenai unifikasi atau federal
4) Golongan usul yang mengenai bentuk negara dan
kepala negara
5) Golongan usul yang mengenai warga negara
6) Golongan usul yang mengenai daerah
7) Golongan usul yang mengenai soal agama dan negara
8) Golongan usul yang mengenai pemebelaan
9) Golongan usul yang mengenai soal keuangan (A.M.W.
Pranarka, 1985:34).
Mengingat banyaknya permintaan yang menginginkan
Indonesia merdeka secepatnya, maka panitia kecil
menyampaikan tiga buah usul kepada ketua badan
penyelidik sebagai berikut:
1) Badan penyelidik ini menentukan bentuk negara dan
menyusun hukum dasar negara
2) Minta lekas dari pemerintah Agung di Tokyo
pengesahan Hukum Dasar itu dan minta agar dengan
seleaks-lekasnya diadakan badan dan persiapan
kemerdekaan, yang kewajibannya ialah sekedar
menyelenggarakan Negara Indonesia Merdeka di atas
hulkum dasar yang ditentukan oleh badan penyelidik,
serta melantik pemerintah nasional
3) Soal tentara kebangsaan dan sola keuangan
Tiga usul tersebut diajukan dalam rangka usaha
mempercepat cara mewujudkan Indonesia Merdeoa
selekas-leakasnya. (A.M.W. Pranarka, 1985:35).
Dilaporkan oleh Soekarno bahwa telah terbentuk Panitia
Kecil yang terdiri dai sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno,
Drs. Moh Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikoesno tjokrosoejoso,
Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Soebardjo,
KH Wachid Hasjim, dan Mr. Moh. Yamin. Panitia ini
diadakan untuk mendapat satu modus, satu pesetujuan
antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Panitia tersebut
berhasil mencapai satu modus persetujuan yang
selanjutnya dicantumkan didalam satu rancangan
pembukaan atau preambule hukum dasar. Rancangan
preambule itu disetujui oleh Panitia Kecil Badan Pemyelidik
Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia. Rancangan ini
kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Rancangna tesebut selanjutnya disampaikan kepada
sidang Badan Pemyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan
Indonesia sebagai usul. (A.M.W. Pranarka, 1985:36).
c. Jalannya sidang umum kedua Badan Pemyelidik Usaha-
Usaha Kemerdekaan Indonesia
Walaupun sudah terdapat usul yang berupa rancangan
pembukaan hukum dasar, ketua badan penyelidik
menyerukan agar para anggota secara merdeka melahirkan
pendapatnya dan menyampaikan pandangan-
pandangannya. Maka sidang membicarakan maslah bentuk
negara, wilayah negara dan kewarganegaraan. Dengan
cara pemungutan suara, sidang menetukanbentuk negara
adalah bentuk republik bukan kerajaan. Karena mengenai
wilayah ada tiga pendapat, maka mengenai hal ini sidang
mengadakan pemungutan suara dengan hasil menghendaki
wilayah Indonesia meliputi, wiayah Hindia Belanda dahulu,
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua Nugini,
Tiomor Portugis dan pulau-pulau sekelilingnya. Sudag juga
mengumpulkan pendapat-pendapat yang berkenaan
dengan penyusunan Undang-Undang Dasar, susunan
pemerintahan, unitasrisme, federalisme. Akhirnya ketua
badan membentuk tiga panitia kerja: pertama, panitia untuk
membentuk Undang-Undang Dasar; kedua, panitia panitia
untuk mempelajari hal pembelaan tanah air; ketiga, panitia
untuk mempelajari hal keuangan dan perekonomian (A.M.W.
Pranarka, 1985:36).
d. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai
oleh Soekarno. Panitia in menagdaka Rapat pada tanggal
11 Juli 1945. Ada tiga hal yang harus dikerjakan oleh
panituia ini: a. Declaration of right (pernyataan
kemerdekaan); b. Preambule; c. Undang-undang Dasar.
Rapat itu juga mengadakan pemungutan suara untuk
menentukan pilihan antara federalisme dan unitarisme.
Suara terbanyak menghendaki unitarisme. Ketua panitia
menugaskan beberapa anggota untuk menyusun rancangan
pernyataan kemerdekaan. (A.M.W. Pranarka, 1985:37).
Tanggal 11 Juli 1945 jam 10.50, setelah sidang
mendengarkan pandangan 20 orang anggota maka
dibentuklah panitia Perancang Hukum dasar yang terdeiri
dari 3 panitia kecil ialah sebagai berikut:
1) Panitia perancang hukum dasar yang diketuai oleh Ir.
Soekarno (merangkap anggota) dengan anggota
sebagai berikut:
a) Otto Iskandardinata
b) RPH Purjaba
c) H. Agus Salim
d) Mr. Achmad Soebardjo
e) Mr. Soepomo
f) Ny. Maria Ulfah Santoso
g) KH. Wachid Hasyim
h) Parada Harahap
i) AA Maramis
j) J. latuharhary
k) Mr. Soesanto Tirtoprojo
l) Mr. Sartono
m) Mr. Wongsonegoro
n) KRTH. Woerjaningrat
o) Mr. RP. Singgih
p) Mr. Tan Ing Hoa
q) Prof Dr. Husein Dj
r) Dr. Soekiman W
2) Panitia Perancang Ekonomi dan Keuangan yang terdiri
24 anggota, diketuai oleh Drs. Moh. Hatta merangkap
anggota
3) Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air yang diketuai
oelh Abikoesno Tjokrosoejoso.
Kecuali itu juga diputuskan mengenai daerah. Dari 66 suara,
19 suara menyetujui bekas Hindia Belanda, 6 suara
menyetujui bekas Hindia Belanda ditambah dengan Malaya,
tetapi dikurangi Irian Barat, dan 39 suara menyetujui bekas
daerah Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara,
Irian Timur, Timor Portugis, dan pulau-pulau disekitarnya
(A.T Soegito dkk, 2016:68-69).
Panitia perancang UUD mengadakan rapat lagi pada
atanggal 13 Juli 1945, Soepomo mengajukan laporan kerja
dan menguraikan dasar rancangan UUD, diantaranya yang
penting adalah:
1) Kedaulatan dilakukan oleh Badan Pemusywaratan
Rakyat yang bersidang sekali dalam 5 tahun
2) Bahwa buat sehari-hari Presidenlah yang merupakan
penjelmaan kedaulatan rakyat
3) Bahwa dalam memerintah negara Presiden dibantu oleh
Wakil Presiden, Meteri-Menteri, yang bertanggung
jawab kepadanya dan oleh Dewan Pertimbangan Agung
4) Bahwa dalam membentuk Undang-undang Presiden
harus mufakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat
5) Bahwa atas dasar UUD, maka hak-hak dasar tidak perlu
dimasukan (A.M.W. Pranarka, 1985:38).
6) Rancangan Hukum Dasar Negara terdiri dari 15 bab, 42
pasal termasuk 5 pasal Aturan Peralihan dan Satu Pasal
Aturan Tambahan
7) Untuk memperbaiki redaksi rancangan hukum dasar
tersebut, dibentuklah Panitia Pengahalus Bahasa yang
terdiri dari: Djajadiningrat, Agus Salim, dan Soepomo
(A.T Soegito dkk, 2016:70).
e. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar
Sidang umum kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia dilajutkan pada tanggal 14 Juli.
Berbicara dalam sidang itu, Soekarno, Radjiman, Hadi
Koesoemo, Moh Yamin, Soerio, Agus Salim, Wiranata dan
Abikoesno. Soekarno memberikan laporan dan penjelasan
mengenai rancangan pernyataan Indonesia Merdeka dan
Rancangan Pembukaan UUD (A.M.W. Pranarka, 1985:40).
Sidang umum dilanjutkan pada tanggal 15 Juli. Sidang ini
secra khusu membahas materi UUD. Sebagai pengantar
Soekarno mengenai dasar, falsafah serta sistem yang dianut
Panitia Perancang UUD. Berpegang pada proses pembicaraan
yang berlangsung dalam sidang umum yang pertama,
sesungguhnya soal dasar, falsafah atau sistem itu adalah
kekeluargaan atau gotong royong (A.M.W. Pranarka, 1985:40).
Pada kesempatan itu ketua panitia perancanghukum
dasar, Ir. Soekarno memnyamapikan konsep rancangan hukum
dasar dan penjelasannya dan disampaikan pula usul Drs. Moh.
Hatta tentang Hak-Hak Asasi Manusia.
Tanggal 16 Juli 1945 seidang dimulai dengan melanjutkan
acara hari sebelumnya. Sidang menyetujui dan menerima
rancangan hukum dasar yang diajukan oleh panitia perancang
hukum dasar
Setelah sidang BPUPK yang kedua ini ditutp maka tugas
BPUPK dianggap selesai dan kemudian dibubarkan. Hasil-hasil
yang dicapai seharusnya segera dilaporkan kepada Pemerintah
Jepang di Tokyo, tetapikarean keadaan dan posisi Jepang
semakin buruk sehingga tidak mungkin dilakukan. Kemudian
untuk melanjukan tugas BPUPK dibentuklah suatu badan yang
diberi nama Dokoritzuu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (A.T Soegito dkk, 2016:70).

7. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Pada tanggal 7 Agustus Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia dibubarkan, karena pada tanggal itu
pemerintah jepang meresmikan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Dibandingkan dengan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan,
keanggotaan panitia ini lebih luas. Adapun Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia itu diketuai oleh Soekarno.
Dalam hubungannya dalam kegiatan panitia itu, pada
tanggal 19 Agustus 1945, Soekarno, Moh. Hatta, dan Radjiman
Widyodiningrat berangkat ke Dhalat di Vietnam, mengadakan
pertemuan dengan Therauchi. Pada kesempatan itu Therauchi
menyatakan bahwa pemerintah jepan telah metuskan untuk
memberikan kemerdekaan pada Indonesia. Kemerdekaan itu
akan diselenggarakan di sekitar tanggal 29 Agustus 1945 dan
untuk itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mengadakan rapat pada 19 Agustus 1945.
Tanggal 14 Agustus 1945 Soekarno bersama dengan Moh.
Hatta dan Radjiman kembali ke Jakarta. Dalam masa itu
pemerintah jepang telah menyatakan menyerah dan
menghentikan peperangan. Berita ini di dengar antara lain oleh
Sultan Sjahrir, yang sekanjutnya mengdakan pertemuan
dengan Moh. Hatta serta mendesak agar proklamasii
kemerdekaan Indonesia dinyatakan lepas dari campur tangan
Jepang. Desakan yang sma disampikan juga olehh golongan
muda. Suasana tegang terjadi. Soekarno dan Moh. Hatta
diculik ke Rengasdengklok pada tangal 16 Agustus 1945.
Tetapi semua peristiwa menuju pada diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pad tanggal 17 Agustus 1945, llepas
dari campur tangan dan rencana campur tangan Jepang
(Sartono Kartodirjo:22).
C. Pengesahan Pembukaan UUD 1945/ Pancasila Dasar Negara
Republik Indonesia
Sidang pleno Paniatia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
tanggal 18Agustus 1945 dimulai jam 11.30 dengan acara pokok
membahas Rancangan Hukum Dasar ( termasuk rancangan
premabule hukum dasar) untuk ditetapkan menjadi Undang-
Undang Dasar (termasuk Pembukaan Undang-Undang Dasar)
suatu negara yang telah diprokalmasikan pada tanggal 17 Agustus
1945.
Sebelum sidang pleno dimulai, atas tanggung jawab Ketua
PPKI, maka badan itu disempurnakan dengn ditambah 6 orang
anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum
terwakili dalam keanggotaan PPKI yang lama. Dengan
ditambahnya keenam anggota PPKI, maka badan ini dianggap
sebagai badan yang mewakili seluruh daerah/rakyat Indonesia.
Sidang pleno mengambil beberapa keputusan sebagai
berikut:
1. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan:
a. Menetapkan Piagam ajakrta dengan beberapa perubahan
menjadi Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia.
b. Menetapkan Rancangan Hukum Dasar dengan beberapa
perubahan menjadi UUD Negara Republik Indonesia, yang
kemudian dikenal dengan UUD 1945.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Repiblik Indonesia
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia, yang kemudian dikenal
sebagai Badan Permusyawarah Darurat.
Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia didahului
dengan pengsahan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
yang dipimpin langsung oleh ketua PPKI. Sebagaimama disebutkan
di atas bahwa Piagam Jakarta denagn beberapa perubahan
ditetapkan menjadi Pembukaan UUD Negara Indonesia.
D. Perkembangan Pancasila sebagai Dasar Negara
Generasi Soekarno-Hatta telah mampu menunjukan
keluasan dan kedalam wawasandan dengan ketajaman
intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan gagasan vital
sebagaimana dicantumkan di dalam pembukaan UUD 1945,
diamana Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu
kesatuan integral dan integratif (Koento Wibisono, 2001:2).
Semnaj ditetapkan sebagai Dasar Negara (oleh PPKI 18
Agustus 1945), Pancasila mengalami perkembangan sesuai
dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia. Koento
Wibisono (2001) memeberikan tahapan perkembangan Pancasila
sebagai dasr negara dalam tiga tahap yaitu: (1) tahap 1945-1968
sebagai tahap politis, (2) tahap 1969-1994 sebgai tahap
pembangunan eknomi (3) tahap 1995-2020 senagai tahap
Repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda
lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan
perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu: (1) 1945-1949 masa
Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, (2) 1949-1950 masa
Konstitusi RIS, (3) 1950-1959 masa UUDS 1945, (4) 1959-1965
masa Orde Lama, (5) 1966-1998 masa Orde Baru dan (6) 1998-
sekarang masa Reformasi (Soegito A.T., 2001). Hal ini patut
dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan yaitu segi politik
dan segi hukum.
1. 1945-1968 merupakan tahap politis, diamana orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada nation and character
building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul
baik dalam maupun luar negeri.
2. 1969-1994 sebagai tahapan pembangunan ekonomi yaitu
uapaya mengisi kemerdekaan melalui progra-program ekonomi.
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang
ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai
ideologi. Pada tahap pembangunan ekonomi menunjukan
keberhasilan secara spektakuler, walupun bersamman dengan
itu muncul gejala ketidak merataan dalam pembagian hasil
pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang
dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu
dilaksanakan oleh pemerintah. Keadaan ini semakin
memprihantinkan setelah adanya gejala KKN dan kronisme
yang nyata bertententangan dengan nilai-nila pancasila itu
sendiri.
3. 1995-2020 merupakan tahap repositioning Pancasila, karena
dunian masa kini sedang dihadapkan gepada gelombang
secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus
globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di
abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang
di lakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak
semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa
urgensinya untuk menjadikan pancasila sebagai dasar negara
dalam rangka mempertahankan jati diri bangsa dan kesatuan
nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikin nasional yang todak
memnetu di era reformasi ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas Koento Wibisono (2001)
menyarankan perlunya reposisi pancasila yaitu reposisi pancasila
sebagai dasar negara yang mengandung makna pancasila harus
diletakkan dalam keutuhannya dalam pembukaan UUD 1945.
Reposisi pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan
pada pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas
pancasila dapat di jadikan dasar dan arah untuk mengatasi krisis
dan disintegrasi. Moralitas pancasila harus di sertai penegakka
hukum (penegakkan spremasi hukum).
DAFTAR PUSTAKA

A.T. Soegito. 2016. Pendidikan Pancasila. Semarang:UNNES Press


Wahyu Widodo. 2015. Pendidikan Pancasila, Hakekat, Penghayatan,dan
Nilai-Nilai dalam Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset
Safrudin Bahar. 1991. Perjuangan Menuju Persatuan dan Kesatuan
Bangsa. Semarang: Mandira Jaya Abadi
Sunoto. 1985. Mengenal Filsafat Pancasila II. Yogyakarta: Hanindita
A.M.W. Pranaka. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila.
Jakarta:Centre of strategic and international studies

Anda mungkin juga menyukai