Anda di halaman 1dari 47

Menikmati Suroboyo

01. Edisi Kuliner Surabaya :


Es Tebu Jl. Prapen, Menikmati Kesegaran Di Pinggir Jalan

Siang hari suhu kota Surabaya terasa panas menyengat tiada ampun. Bagi
manusia yang kebetulan sedang berada di jalanan sekitar jam dua belas ke atas, maka
akan mengalami terik kehausan yang melanda tenggorokan karena pengaruh panasnya
cuaca Kota Pahlawan. Lalu lalang pengemudi kendaraan roda dua dan roda empat
serta selebihnya yang sedang sibuk dilanda kerja, memaksa mereka untuk mencari
tempat perhentian guna meredakan kehausan yang sudah sangat mencekam.
Berikut ini kami akan mencoba menawarkan sebuah alternatif tempat mangkal
yang cocok sebagai pereda kehausan kala anda sedang beredar menyusuri kepadatan
lalu lintas kota Surabaya. Saat kebetulan melaju ke lintasan Surabaya Selatan, cobalah
melewati jl. Jemur Sari menuju arah jl. Prapen. Di sudut jalan kita akan menemui
sebuah tempat penjualan minuman yang bila beranjak siang akan terlihat ramai oleh
pembeli guna menghentikan kehausan yang melanda. Ya, di situ kita akan mendapati
sebuah stand penjualan es tebu, sebuah minuman yang bila tersaji dingin akan terasa
nikmat dan menyegarkan.
Es tebu akhir-akhir ini seakan menjadi minuman khas jalanan kota Surabaya.
Betapa tidak, hampir di setiap sudut jalan kita akan menjumpai penjual minuman es
tebu dengan berbagai variasinya tersedia di kota Surabaya. Berbagai variasi yang
dimaksud di sini adalah adanya yang menjual es tebu dengan rasa yang murni, yaitu
langsung disajikan setelah digiling di tempat saat itu juga. Selain itu ada pula yang
mengemas es tebu dengan ditambah madu sebagai pelengkap selera, sehingga disebut
sebagai es tebu rasa madu.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 1


Menikmati Suroboyo

Es tebu yang berlokasi di jl. Prapen ini menyajikan rasa yang murni karena di
tempat itu juga tersedia gilingan mesin tebu yang siap setiap saat memproduksi kala
stok yang ada di tempat penjualan terlihat menipis. Es tebu ini sangat cocok untuk
mengatasi kehausan yang melanda kala kita sedang berada di jalanan. Rasanya yang
nikmat dan menyegarkan akan membuat kita betah berlama-lama duduk nongkrong
sambil melepas lelah sembari melihat ramainya lalu lintas jalanan Prapen yang
terbentang menjadi dua arah.
Harga ditawarkan yang murah meriah membuat es tebu ini ramai dikunjungi
oleh para penghuni jalan raya. Satu gelas es tebu dihargai dua ribu rupiah, yang bila
kita minta kemasan dibungkus harus menambah lima ratus rupiah. Bukan hanya es
tebu, di tempat itu juga disajikan makanan ringan sebagai teman menikmati minuman
es tebu. Tentu saja yang cocok dan akrab bagi warga kota Surabaya adalah panganan
yang disebut sebagai jajan gorengan.
Aneka kudapan terlihat tersusun rapi di etalase kaca yang menggoda selera
yaitu tahu isi, ote-ote dan tempe goreng (menjes) yang dijual seharga seribu rupiah
saja. Tapi bagi yang punya pantangan tertentu sebaiknya membatasi menikmati
gorengan ini. Hanya saja ketika ditanyakan pada penjualnya tentang batasan
menikmati jajan gorengan, dia akan menjawab bahwa makin banyak kita mengambil,
maka akan berdampak baik pada kesehatan keuangan penjual dan keluarganya. (ya
pastinya begitu ya…hehhee..)
Masih mau makanan yang lebih ringan lagi, cobalah angkat tangan ke atas
maka kita akan menjumpai segerombolan krupuk yang siap untuk diraih dan
dinikmati. Tapi hati-hati jangan terlalu banyak, nanti bisa terbang sehingga makanan
dan minuman yang sudah dinikmati jadinya tidak terbayar...hehehe. Ketika kita duduk
di bawah tenda penjualan es tebu sambil menikmati minuman segar dan makanan
ringan, terpampang pula di hadapan kita serantang sambel petis sebagai penggugah
selera menikmati gorengan yang bila persediaan habis, siap pula untuk ditambah
dengan stok yang masih tersimpan di dalam rombong. Bagi pembeli yang mau
menikmati sajian es tebu dan jajanan ini langsung di lokasi, tersedia tempat duduk
bangku panjang berjajar tiga. Namun jangan harap kita akan mendapatkan kedudukan
yang layak di tempat itu bila situasi sedang ramai oleh pelanggan yang menghampiri.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 2


Menikmati Suroboyo

Tidak terlalu sulit menemui lokasi penjualan es tebu ini, karena letaknya yang
sangat strategis. Bila kebetulan melintas di jl. Prapen arah ke Barata Jaya, kita tentu
akan menjumpai sebuah pertokoan Indogrosir. Nah, es tebu ini tepat berada di
samping pintu masuk pertokoan tersebut. Yang juga berarti berada di seberang SMAN
16 Surabaya dengan sebuah sungai sebagai pemisahnya. Ya, benar sekali dugaan
anda, lokasinya berada sebelum lampu merah perempatan antara panjang jiwo dan
jagir wonokromo.
Nah, kami sudah mereferensi salah satu tempat penjualan minuman dan
makanan ringan yang berada di sudut kota Surabaya. Kalau penasaran, segera saja
datang ke lokasi yang dibuka sekitar pkl. 09.00 hingga menjelang maghrib. Oya, bagi
penderita kencing manis jangan kuatir karena anda bisa memesan es tebu tersebut
tanpa menggunakan gula. ( hehhehe….yang namanya tebu ya jelas bahan bakunya
gula, yo‟opo siihh…).
Demikian yang dapat kami sajikan melalui tulisan ini. mohon maaf bila
terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Selamat menikmati sajian
kuliner di kota Surabaya. Jangan lupa, tetap jaga kesehatan.

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya)

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 3


Menikmati Suroboyo

02. Edisi Kuliner Surabaya :


Gado-Gado Unesa, Sebuah Kenikmatan Tersendiri

Kota Surabaya selain terkenal sebagai kota pahlawan, juga populer dengan
sajian kuliner yang beraneka ragam. Bermacam-macam tempat menikmati panganan
tersedia di berbagai sudut jalan kota metropolitan ini. Bila tengah berada di jalanan
dan perut terasa lapar, tidak ada salahnya berhenti dulu mencari sebuah tempat
alternatif untuk menikmati makan siang. Seperti yang tengah saya alami siang ini tadi.
Setelah menyelesaikan beberapa urusan, saya pulang dengan melintasi
perkampungan Ketintang. Saat itu saya pulang dari sebuah bank cabang yang terletak
di dekat kantor Polda Jawa Timur. Melintasi gedung Graha Pena saya belok ke kiri
arah gedung Pembangkit Listrik Jawa Bali (PJB). Sedikit berputar kampung, saya
melajukan kendaraan biru menuju kampus Unesa. Tujuan saya cuma satu, mencari
alternatif tempat makan siang yang berbeda dari biasanya, mengingat saya juga tidak
setiap hari melewati jalur ini. Sebelum memasuki kawasan kampus Unesa, saya
teringat dengan seorang penjual gado-gado yang dulu pernah saya kunjungi selepas
kuliah.
Ya, penjual gado-gado itu masih bertengger di pojok tikungan jalan.
Mengambil tempat di depan Kantor Telkom Divre V Jawa Timur, stand Gado-gado
ini terkesan Amigos alias Agak Minggir Got Sedikit, hehehe…. Warung gado-gado
ini seringkali menjadi jujukan mahasiswa Unesa yang kebetulan melintas mau pulang
tapi kelaparan. Siang itu rasanya nyaman sekali menikmati gado-gado sembari
ditemani semilir angin dan riuh rendah kendaraan bermotor yang lalu lalang.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 4


Menikmati Suroboyo

Gado-gado yang disajikan rasanya tidak berbeda dengan umumnya gado-gado


lain yang pernah kita jumpai. Bahkan mungkin ada tempat lain di kota ini yang
penyajiannya lebih istimewa dari pada gado-gado yang menghuni deretan warung
kaki lima di jl. Ketintang ini. Namun karena tempatnya yang mendekati kampus
menjadikannya sebagai gado-gado idola para mahasiswa Unesa. Oleh karena dulu
pernah menggelar stand di dalam kantin Unesa, maka warung gado-gado ini diberi
nama Gado-gado Unesa. Mahasiswa yang kebetulan kos di seberang jalan, seringkali
meluangkan waktunya untuk nongkrong atau sekedar membungkus seporsi gado-gado
disertai taburan sambal yang mantab. Bahkan kaum pekerja pun seringkali
menyediakan jam makan siangnya untuk menikmati gado-gado yang disediakan oleh
seorang bapak yang saat ini terlihat makin tua.
Berapakah harganya, saat ini seporsi gado-gado bisa dinikmati dengan
mengganti harga sebesar tujuh ribu lima ratus rupiah saja. Murah meriah, bukan.
Walaupun seingat saya harganya sedikit lebih mahal dari pada ketika saya masih
menjadi mahasiswa sekitar sepuluh atau sebelas tahun yang lalu, rasanya tetap mantab
dan nyaman bagi ukuran mahasiswa. Namun bila hendak membungkus, anda harus
menambah biaya lima ratus rupiah. Sebagai teman pendamping makan, tersedia
krupuk dan emping yang membuat makan siang kita semakin ramai dan nikmat.
Bagaimana bila kehausan, tidak usah kuatir. Memang penjual gado-gado
tersebut tidak menyediakan minuman, namun tepat di sebelah kanan terdapat penjual
minuman es degan atau kelapa muda yang selalu siap sebagai pemadam kehausan
bagi penikmat gado-gado. Sebuah hubungan yang saling menguntungkan terjalin
antara penkjual gado-gado dan penjual es degan. Sebuah simbiosis mutualisme yang
membuat pembeli pun merasa nyaman menikmati makan siang ditemani minuman
segar langsung di tempat itu juga. Tidak perlu bayar mahal, cukup empat ribu rupiah
per gelas maka kita dapat meredakan hausnya tenggorokan yang ditimbulkan oleh
bumbu gado-gado yang kita santap.
Sayang sekali, ada sedikit catatan mengenai tempat penjualan gado-gado ini.
Kita tidak bisa menikmati gado-gado secara leluasa mengingat tempat yang
disediakan cukup sempit dan sesak. Tempat duduk yang disediakan tidak memadai
untuk menampung banyak orang. Malah terkesan seadanya saja mengingat banyak
sekali peminat gado-gado sebagai pereda rasa lapar di siang hari. Dulu semasa masih

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 5


Menikmati Suroboyo

menempati area kantin fakultas ekonomi, stand gado-gado ini masih memiliki lokasi
duduk yang strategis dan nyaman. Kini, bila kita ketinggalan beberapa menit saja
maka bisa kehilangan peluang untuk mendapatkan tempat duduk yang nyaman.

Bagaimana, masih bingung memikirkan di mana besok mau menikmati makan


siang di kota Surabaya ini ? Cobalah sesekali mampir ke warung Gado-gado Unesa
yang buka mulai jam 10.00 hingga menjelang senja pkl. 17.00. Bila sudah menikmati
santap siang gado-gado unesa ini, jangan lupa angkat dua jempolmu tanda kepuasan
tak terkira. Setelah itu, jangan lupa bayar biar ga‟ dipisuhi sama
penjualnya…hehehehe…

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 6


Menikmati Suroboyo

03. Edisi Kuliner Surabaya :


Warung Kuning Kutisari: Enak, Murah dan Mengenyangkan

Tempat makan yang paling banyak dicari orang adalah tempat makan yang
enak, murah sekaligus mengenyangkan. Nah kombinasi itu yang tidak mudah ditemui
di kota sebesar Surabaya ini. Yang murah banyak sekali kleleran di kota ini, tapi
apakah enak juga, belum tentu. Yang enak, nah itu juga mudah dicari asalkan uangnya
tersedia. Apalagi kalau sekedar mengenyangkan, tinggal nambah berkali-kali sudah
pasti kenyang. Nah, bagaimana dengan perpaduan ketiga hal itu bisa didapatkan
sekaligus. Coba simak catatan berikut ini.
Bila bosan dengan kunjungan ke tempat makan yang itu-itu saja, berikut ini
kami akan mencoba menyajikan sebuah alternatif tempat menikmati hidangan.
Surabaya sebagai kota dengan seribu satu kuliner, seakan tidak pernah kehabisan
tempat untuk menyajikan hidangan yang menarik bagi warganya. Supaya mudah
diingat oleh pembeli yang datang silih berganti, maka setiap tempat harus memiliki
ciri khas tertentu.
Tidak terkecuali dengan warung makan yang satu ini. Di sudut jalan Kutisari
Utara tersebutlah nama Warung Kuning yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
sekitar sebagai jujukan untuk mencari makanan. Warung Kuning mengidentifikasikan
diri sebagai warung makan yang memiliki ciri khas khusus. Ciri khas ini dibuat bukan
hanya untuk mempertahankan pelanggan, namun juga sebagai branding untuk
memudahkan mengingat nama tempat makan tersebut. Branding yang diciptakan
sederhana saja, dengan memberi nama warung kuning, maka sebagian besar nuansa
dalam warung tersebut berwarna kuning. Mulai dari cat tembok, tempat duduk, meja
hingga seragam penjual bahkan tempat sampah pun tersaji dalam warna kuning. Hal
ini justru yang membuat warung ini berani tampil beda dan mudah diingat di sela
ribuan nama warung yang tersebar di pelosok kota ini.
Bukan hanya sebagian besar aksesoris warung itu yang membuat beda dari
yang lain, tapi penyajian yang ada juga membuat ketagihan siapa pun yang
berkunjung ke warung ini. Pertama kali kita masuk, kita akan segera disuguhi tulisan
di sebuah dinding yang bertuliskan “nasi ambil sendiri”. Ya itu adalah kelebihan
pertama dari warung ini yaitu kita bisa ambil nasi sesuka hati kita. Langkah berikut,
kita membawa sepiring nasi yang telah kita siapkan lalu memilih sayur yang sudah
tersaji di etalase hidangan. Mau pilih sop ada, sayur bening boleh, sayur balap juga
tidak apa, bahkan kangkung dan lodeh pun siap untuk kita pilih.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 7


Menikmati Suroboyo

Wah siap untuk tantangan berikutnya, mari kita mulai. Setelah memilih sayur,
kita akan dihadapkan pada pilihan selanjutnya yaitu memilih lauk sebagai pelengkap
makan. Apa saja yang tersedia, silakan pilih berikut ini. ayam goreng, empal daging,
telur dadar, rempelo ati dan juga telur asin. Sudah pilih salah satu, eh ada bonus…kita
akan mendapatkan tempe atau tahu goreng sebagai pendamping makanan. Jangan
kuatir, untuk tahu dan tempe goreng ini tidak dihitung bayar kecuali kita mengambil
lebih dari satu biji.
Nah, sudah lengkap makanan yang diambil, sebelum duduk ada satu
pertanyaan yang harus kita jawab. Bukan “siapa namamu atau alamatmu di mana”
tapi “mau minum apa…”. Hmm, jawab saja mau minum es teh biasa, es teh jumbo, es
jeruk, kopi, sari buah atau sekedar air putih juga bisa. Kalau sudah, silakan
mengambil posisi duduk yang nyaman untuk menikmati hidangan yang sudah
dipesan. Kalau terbiasa makan sambil ditemani krupuk, tinggal ambil saja di meja.
Mudah bukan dan yang pasti menyenangkan bin mengenyangkan.
Usai makan, tinggallah kita menuju meja kasir. Tidak semua item yang kita
ambil yang harus dibayar. Kita hanya akan ditanya lauk apa yang kita ambil dan
minuman yang kita pesan. Krupuk yang tadi diambil, jangan lupa disampaikan juga
ya biar ga‟ dimarahi sama penjualnya. Nasi dan sayur yang tadi dipesan dihargai
empat ribu rupiah saja. Sementara lauk yang kita minta tadi harganya menyesuaikan
dengan jenisnya. Tapi kisarannya hanya seharga Rp. 1.000,00 – Rp. 3.000,00 saja.
Tempe dan tahu nya berapa, ya ampuuunnn tadi kan sudah dibilang gratiiissss…..nah
tadi ambil minum yang apa, tinggal bilang. Kalau es teh reguler ya seribuan saja, yang
jumbo dua ribu, mas…
Nah, itu tadi catatan tentang warung kuning, sebuah alternatif lain sajian
kuliner yang enak, murah dan mengenyangkan. Tidak sulit mencarinya, warung
kuning ada di kawasan Surabaya Selatan tepatnya di jl. Kutisari Utara 57 yang
merupakan jalan tembusan menuju lokasi Universitas Petra di jl. Siwalankerto. Sekali
lagi, ternyata menikmati kuliner di kota Surabaya tidak harus mahal asalkan kita bisa
memilih dengan baik.
Demikian yang dapat kami sajikan mengenai tulisan edisi kuliner. Mohon
maaf bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Selamat
menikmati sajian kuliner di kota Surabaya yang murah, meriah namun tetap
mengesankan. Jangan lupa, tetap jaga kesehatan.

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

Nasi ambil sendiri

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 8


Menikmati Suroboyo

04. Edisi Kuliner Surabaya :


Menyenk, Sebuah Cafe Berjalan Dengan Menu Yang Unik

Menikmati makanan dan minuman dengan beraneka ragam rasa dan racikan
ternyata tidak selalu harus berada pada sebuah ruangan yang tertutup dan
berpendingin. Di kota sebesar Surabaya ini segala sesuatunya bisa tersedia, tanpa
terkecuali untuk menikmati makanan dan minuman sekelas café. Di kota yang
terkenal dengan surganya kuliner ini, soal tempat bukanlah sebuah masalah yang sulit.
Rasa dan selera pun bisa menyesuaikan mengikuti tebal tipisnya kondisi kantong. Saat
ini kita akan melihat kembali sebuah lokasi kuliner alternatif yang mudah-mudahan
bisa menjadi rujukan untuk menikmati sajian kuliner yang terjangkau.
Pernahkah anda melintas di jl. Prapen arah SMAN 16 Surabaya, sedikit maju
kita akan menuju perumahan Prapen Indah yang ditandai oleh sebuah sungai sebagai
pembatas. Nah di ujung tikungan jalan menuju perumahan itu kita akan menjumpai
sebuah mobil pick up yang sudah didandani sedemikian rupa. Pada mobil itu
terbentang sebuah layar putih yang bertuliskan “Menyenk Café”. Mobil ini bisa
disebut sebagai café berjalan karena menyediakan berbagai racikan minuman dalam
sebuah mobil yang disajikan secara sederhana.
Menyenk memiliki sajian utama yaitu berupa racikan es yang diolah menjadi
berbagai rasa yang bisa kita pilih sesuai dengan menu yang tersedia. Menyenk
menyajikan es dengan rasa yang dikemas secara unik namun tidak hendak menjadikan
es campur dalam pengolahannya. Pilihan menu es segar yang disajikan akan membuat
mata kita terbelalak bila pertama kali kita mengunjunginya. Betapa tidak, berbagai
nama es yang disajikan disingkat sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah nama
yang terdengar unik dan menggelitik. Di sini terdapat susu, alpukat, melon,
strawberry dan sirsat. Juga soda, es degan, roti, mutiara dan nangka tidak boleh
berdiri sendiri. Semua harus dicampur minimal dua racikan menjadi satu.
Sebagai contoh kita akan melihat rangkaian menu tersebut pada layar kuning
yang terpajang pada sisi samping mobil dengan berbagai singkatan dan arti nama
masing-masing. Tersebutlah nama seperti SURTI yang berarti susu dicampur roti.
Atau SUDA yang artinya susu dirangkai dengan soda. Tertulis juga SULAP yang
artinya susu dicampur alpukat. Mau coba SUFAN juga boleh yaitu susu dan fanta.
Tiap kali ke sana saya lebih suka pesan minuman racikan yang berjudul SUNAT yaitu
susu, nangka dan sirsat. Mau yang lebih sangar lagi ada SUDEG yaitu susu dicampur
badeg (ampasnya ketan hitam). Wah bagaimana rasanya ya, bila dua jenis makanan
yang berbeda kutub itu menjadi satu dalam sebuah gelas minuman….hmmm, asalkan
@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 9
Menikmati Suroboyo

tidak salah memilih pasti kita akan mendapatkan minuman yang segar. Selebihnya,
kita juga berhak mencoba sebagai pengobat rasa penasaran.
Tidak selalu minuman yang diracik mengandung bahan dasar susu. Minuman
yang lain namanya mengerikan. Sebut saja yang bernama DEMIT, NERAKA atau
yang lebih alim ada KETUPAT, SURGA, SUMIL, SUPE. Ada juga singkatan
minuman es yang merupakan akronim nama-nama manusia macam AGUS, DASA,
DIMAS atau SUSAN. Keunikan nama-nama tersebut yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi pembeli yang kebanyakan anak-anak muda. Minuman racikan ini
memang menjadi keunggulan bagi Menyenk dalam menjual produk yang terkesan
mewah tapi murah namun tidak terkesan sembarangan ini.
Tidak hanya minuman es segar yang disajikan. Menyenk café juga
menyediakan beberapa makanan ringan maupun makanan berat bagi pengunjung yang
mampir untuk menikmati hidangan yang ditawarkan. Namun semuanya tetap khas
orang jalanan, murah meriah namun tetap nikmat untuk dinikmati kala senggang.
Tersajikan di situ nasi bungkus dengan berbagai pilihan lauk, yang dikemas berupa
nasi putijh dan nasi kuning. Ada juga nasi ayam yang dibungkus dalam plastik
transparan, yang sepintas mirip lemper besar. Makanan ringan juga berjajar
mengundang selera yaitu sate telur puyuh, sate usus, dan aneka jajan gorengan.
Menyenk café mulai siap beroperasi sekitar pkl. 08.00 dan bubar saat
menjelang maghrib, kala para pekerja mulai berangsur pulang. Menyenk café
membidik kalangan pelajar dan pekerja yang sedang melintas di jalan raya Prapen
yang selalu sibuk setiap harinya. Pada jam istirahat siang, lokasi Menyenk café
dipenuhi oleh para pekerja terutama kalangan sales dan anak-anak pelajar sepulang
sekolah. Memang tidak ada tempat duduk khusus yang tersedia bagi pembeli yang
mampir di situ. Semuanya sama rata nongkrong berjajar di trotoar yang mengelilingi
taman pembatas sungai area perumahan prapen indah.
Nah, mau mencoba hal baru dalam sajian kuliner, silakan menjadikan
menyenk café sebagai sajian alternatif. Sajian es segar yang penuh spekulatif
nampaknya mampu memuaskan pelanggan yang sering mampir sehingga beberapa
kali mengunjungi tempat ini untuk mengulangi menikmati minuman es yang tersedia
atau mencoba ramuan lain yang tersedia begitu banyak. Menyenk café juga tersedia
lokasi yang lebih nyaman yaitu berupa ruangan tertutup di depan Apartemen
Metropolis Tenggilis.
Demikian yang dapat kami sajikan mengenai tulisan edisi kuliner. Mohon
maaf bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang berkenan. Selamat
menikmati sajian kuliner di kota Surabaya yang murah, meriah namun tetap
mengesankan. Jangan lupa, tetap jaga kesehatan.

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 10


Menikmati Suroboyo

05. Edisi Kuliner Unik Surabaya :


Es Campur dan Bakso Pojok Joyoboyo, Eksistensi Sejak 1965

Sabtu siang, sepulang kerja terasa haus sekali menyiksa kerongkongan.


Setelah melintasi jl. Wiyung, menjemput isteri yang bertugas di sekolah swasta
daerah tersebut, sepeda motor segera dilajukan mencari tempat perhentian minum
yang memadai. Setelah melalui berbagai pertimbangan, teringatlah sebuah kompleks
warung es campur dan bakso yang terletak di dekat terminal Joyoboyo Surabaya.
Melintasi hiruk pikuk jl. Gunung Sari, sekitar 15 menit kemudian kami sampai
di kompleks warung tersebut. Saya menyebut kompleks warung karena di sini
terdapat dua pedagang menjadi satu, yaitu pedagang bakso dan pedagang es campur.
Satu tempat, namun tersedia dua sajian yang saling melengkapi. Saya pesan
semangkuk es campur dan isteri mengorder seporsi bakso. Kami sering menjadikan
tempat ini sebagai jujukan makan siang, karena terdapat es campur yang unik. Es
campur ini terasa berbeda dari yang biasa kami temui. Isinya beraneka rupa, terkesan
sederhana namun membuat kenyang. Bayangkan saja, dalam sebuah mangkuk ini
kami mendapati campuran mulai dari kelapa muda, blewah, tape ketan hitam, kolang
kaling, roti hingga dawet. Kalau minum es ini saja rasanya sudah seperti makan nasi
saja. Wuareegg tenan....hehehe
Bakso yang disajikan pun boleh dibilang menggugah selera. Walaupun untuk
ukuran sebuah bakso, penyajiannya terkesan standar bahkan tidak terlalu istimewa.
Namun tempat ini seringkali menjadi tujuan makan siang orang-orang yang berlalu
lalang melintasi terminal Joyoboyo. Warung ini tepatnya berada di seberang sekolah
St. Yoseph dekat terminal Bis Hijau tujuan Mojokerto, depan gang yang dihuni
personel Klanting. Dulu tempat ini juga dipakai sebagai stasiun Trem, kala masih
berjaya di kota Surabaya.
Kami berdua tertarik dengan es campur yang disajikan di warung ini. Es
campur ini rasanya cocok untuk masyarakat ekonomi menengah-ke bawah sebagai
alternatif minuman yang menyegarkan. Selain isi yang terkesan " kampungan " juga
harganya yang relatif murah. Bahkan kami sering sengaja mampir ke tempat ini bukan
mencari baksonya, namun es campurnya. Sehingga bila bakso nya buka namun es
campur tutup maka kami batal membeli makanan di situ. Namun sebaliknya, bila es
campur nya tersedia maka kami juga sekaligus pesan bakso yang berada di sisi kiri
penjual es campur. Harga tujuh ribu rupiah cukup membuat saya merasa lega setelah
menempuh tugas yang melelahkan di hari Sabtu ini. Mau mencoba, tempatnya tidak
terlalu sulit bila sudah menemukan terminal Joyoboyo. Monggo....

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 11


Menikmati Suroboyo

06. Edisi Lokasi Unik Surabaya :


Nambang, Eksistensi Sebuah Transportasi Sungai

Kota Surabaya merupakan kota yang saat ini masuk kategori metropolitan.
Sebagian besar orang beranggapan bahwa kota ini adalah kota terbesar kedua di
Indonesia setelah Jakarta. Di kota sebesar ini ternyata kita masih mudah menjumpai
moda transportasi yang bersifat tradisional dan terkesan udik. Di tengah banyaknya
kendaraan baru yang mengepung kota ini dengan berbagai jenis, tidak jarang kita
masih menemui orang-orang yang bertahan dengan romantisme masa lalunya
termasuk dalam hal transportasi.
Di kota Surabaya ini ragam kendaraan telah patah tumbuh hilang berganti,
seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang mengalami modernitas.
Sekitar tahun „90an kita mengenal Angguna, sebuah kendaraan yang digadang-gadang
sebagai alternatif pengganti taksi dengan harga yang lebih terjangkau, lambat laun
punah dengan sendirinya. Begitu juga ketika bus tingkat masih bercokol di kota ini,
pada akhirnya harus sirna seiring bertambahnya kendaraan roda dua memenuhi jalan
raya. Tak luput pula becak yang dulu masih bebas berkeliaran di beberapa ruas jalan
kota, sekarang harus bersembunyi di pelosok kampung, bila tidak mau dikatakan
langka.
Salah satu yang tidak kehilangan penggemar seiring dengan pesatnya laju kota
ini adalah sebuah jenis transportasi yang dikenal dengan nama nambang. Ya,
nambang merupakan sebuah jenis transportasi sungai yang masih bisa ditemui di
beberapa wilayah kota Surabaya. Alat transportasi ini berbentuk perahu dengan
dinaungi layar penutup sebagai pelindung dari sengatan panas. Perahu ini disebut
nambang karena ditarik oleh sebuah tali berjenis tambang.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 12


Menikmati Suroboyo

Pernahkah anda mencoba menyeberangi sungai di kota Surabaya dengan


perahu nambang ini ? Tidak terlalu mahal, cukup mengeluarkan biaya sebesar Rp.
500,00 anda sudah bisa sampai di ujung berikutnya. Kalaupun anda menyeberangi
sungai dengan membawa sepeda motor, cukup merogoh kantong sebesar seribu
rupiah saja. Tidak terlalu mahal, kan. Dengan biaya yang terkesan sekedarnya itu
anda sudah mampu menghemat waktu sekian menit. Misalkan, anda yang seharusnya
berjalan kaki selama tiga puluh menit bila memutar sungai, maka dengan nambang
anda cukup memerlukan waktu lima menit saja.
Nambang tampaknya hanya eksis berada di kota Surabaya, atau saya masih
kekurangan data keberadaan transportasi ini di kota lain. Namun tampaknya nambang
menjadi sebuah pilihan alternatif yang diminati masyarakat pinggiran untuk
memangkas waktu perjalanan. Adapun beberapa tempat di kota Surabaya yang masih
bisa ditemui keberadaan nambang ini diantaranya adalah di sungai sekitar terminal
joyoboyo atau tepatnya jl. Gunungsari. Lurus sedikit kita akan menjumpai jl. Mastrip
atau kebraon yang menghubungkan sungai rolak menggunakan perahu nambang.
Ketika melintasi area Ngagel menuju jl. Darmokali kita juga mendapati perahu
nambang menyusuri sungai setempat. Kabarnya di daerah jl. Demak pun juga masih
ditemui perahu nambang ini membantu kebutuhan warga sekitar.
Keberadaan perahu nambang ini tidak sepenuhnya merupakan milik penarik
nambang itu. Seringkali penarik nambang menyewa dengan sistem setor harian sesuai
kesepakata dengan pemiliknya. Penghasilan per hari lumayan juga, kadang bisa
mencapai Rp. 150.000,- s/d 200.000,- tergantung banyaknya pelanggan yang
memanfaatkan jasa nambang ini. Walaupun begitu resiko yang harus dihadapi tidak
sedikit. Sesekali sempat pula terdengar kabar berita tergulingnya perahu nambang
oleh karena banyaknya muatan dan gangguan hujan deras yang tidak mudah diatasi
oleh perlengkapan tradisional.
Nambang, merupakan sebuah romantisme transportasi unik di kota sebesar
Surabaya yang tidak akan mudah dilupakan. Keberadaannya yang unik dan primitif
seakan menjadikannya sebagai salah satu ciri khas yang melekat di kota Surabaya ini.
Saat mampir dan berkunjung di kota Surabaya ini, sudahkah anda mencoba
menumpanginya ?

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 13


Menikmati Suroboyo

Demikian yang dapat kami sajikan mengenai tulisan edisi lokasi unik di
Surabaya. Mohon maaf bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang
berkenan. Selamat menjelajah kota Surabaya yang unik, penuh sejarah namun tetap
mengesankan. Jangan lupa, tetap tebarkan senyuman.

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 14


Menikmati Suroboyo

07. Edisi Lokasi Unik Surabaya :


Jl. Wonokromo, Kumpulan Pedagang Seragam Perjuangan

Kota Surabaya merupakan kota yang memiliki sejuta keunikan. Apa pun bisa
kita temui di kota ini. Setiap sudut kota menawarkan sajian produk yang secara tidak
sengaja menjadi ciri khas tersendiri bagi jalan-jalan tersebut. Sebagaimana ketika kita
mencari makanan tertentu di kawasan kota Surabaya ini, maka sejumlah item produk
bisa kita jumpai di tempat-tempat tertentu di kota ini. Catatan kali ini akan menuntun
kita menengok salah satu kekayaan yang sekaligus keunikan kota Surabaya yang kita
cintai.
Pernahkah anda membayangkan di mana mencari seragam tentara namun di
waktu yang bukan bertepatan dengan peringatan hari besar perjuangan. Atau kah
mungkin anda sedang memerlukan mencari gambar presiden dan wakil presiden
dengan harga terjangkau. Bila ada seorang siswa memerlukan atribut sekolah pun
semua menjadi satu kompleks di kawasan ini. Di mana ya kira-kira, bila anda warga
kota Surabaya asli pasti anda mampu menerkanya sendiri. Saya beri kesempatan lima
detik dari sekarang….
Yup, benar sekali tebakan anda. Lokasinya di bawah jembatan Mayangkara
sebelum terminal Joyoboyo. Tepat di atas jembatan pinggir sungai rolak yang
berdekatan dengan jl. Pulo Wonokromo, tampak berjajar stand pakaian perjuangan
beserta segala atribut yang melengkapinya. Di kawasan ini segala kebutuhan pakaian
untuk kelengkapan seragam tampaknya ada. Mulai seragam militer macam milik TNI,
Polisi, Hansip sampai Satpam pun tersedia. Bahkan atribut yang melengkapinya pun
juga tersedia di tempat ini. Tinggal pilih di antara beberapa toko yang berderet maka
kita akan mendapatkan keperluan kita. Peluit, jas hujan, pangkat hingga topi pun
semua bisa dicari di sini.
Seragam kantor seperti Korpri pun tampaknya juga bisa kita temui di tempat
ini. Mau cari kaos doreng untuk keperluan karnaval, silakan saja. Mau bikin name tag
pun boleh saja. Deretan stand toko yang terlokalisir ini memang menyediakan
berbagai kebutuhan yang menyangkut urusan seragam dinas maupun harian. Bahkan
bagi keperluan siswa sekolah di sini kita akan menemui kebutuhan seragam pramuka.
Seperti halnya topi pramuka, dasi, pisau, buku panduan dan tali. Hanya tepuk
pramuka saja yang tidak bisa ditemui di sini..hehehe…
Apabila mencari perlengkapan upacara, kawasan ini juga menyediakan dengan
begitu komplitnya. Mulai dari seragam putih, peci, penutup leher dan berbagai naskah
pendukung upacara. Mau bikin tanda nama di sini pun tersedia dengan berbagai
pilihan.. Di tempat ini pun kita dapat mencari berbagai pilihan pigora foto yang

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 15


Menikmati Suroboyo

harganya menyesuaikan dengan bahan yang kita pilih. Mulai bahan kayu biasa dengan
cat tepi warna hitam hingga yang dilapisi cat warna kuning keemasan. Mau ukuran
besar dan kecil semuanya tersedia dengan komplit. Tinggal bawa fotonya maka pigora
pun akan menyesuaikan dengan pesanan yang kita idamkan.
Hampir sebagian besar kota Surabaya mengenal ciri khas tempat ini sehingga
menjadi jujukan tiap menjelang peringatan hari besar perjuangan. Coba saja melintasi
kawasan ini pada menjelang peringatan hari pahlawan, maka sepanjang jalan akan
dipenuhi oleh sepeda motor yang berjajar parkir menandakan sedang padatnya
pembeli. Saran kami, belilah perlengkapan baju perjuangan itu jauh hari sebelum
bulan Agustus atau November supaya mendapatkan harga murah. Kalau anda
mengunjungi tempat itu mendekati peringatan hari besar perjuangan, bersiaplah untuk
membayar dengan harga yang lebih mahal. Ya wajarlah, mereka pasti menerapkan
hukum ekonomi.
Nah cukup sekian gambaran mengenai salah satu kawasan unik di kota
Surabaya ini. Saya yakin anda yang mengaku sebagai penduduk asli kota Pahlawan
ini pasti pernah melintasi daerah ini. Yakin pasti mudah menemukannya, apalagi
kalau pernah berkunjung ke Kebun Binatang Surabaya, karena jalur ini pasti dilewati
oleh pengendara kendaraan bermotor yang menuju ke sana. Sekarang tinggal
diperiksa, manakah kebutuhan dinas anda yang belum lengkap, silakan mencoba
mencari di tempat ini. Harganya terjangkau dan hasilnya memuaskan.
Demikian yang dapat kami sajikan mengenai tulisan edisi lokasi unik di
Surabaya. Mohon maaf bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kurang
berkenan. Selamat menjelajah kota Surabaya yang unik, penuh sejarah namun tetap
mengesankan. Jangan lupa, tetap tebarkan senyuman.

Sudut jalan di sisi jembatan mayangkara

yang menjual baju perjuangan

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 16


Menikmati Suroboyo

08. Edisi Lokasi Unik Surabaya :

Kios Bendera Jagir Wonokromo, Menyediakan Bendera Setiap Saat

Saat ini masih bulan Februari, tapi kok tiba-tiba ada keperluan mendadak
diharuskan menyediakan bendera merah putih...Wah, bagaimana yaa... Di mana
mencarinya... Coba kalau bulan Agustus tentu lebih mudah di saat ramainya
peringatan kemerdekaan. Namun bagi warga Surabaya masalah ini bukan sebuah
masalah besar. Di sebuah sudut kota Surabaya ada sebuah lokasi yang terkenal
dengan kumpulan stand pedagang bendera. Stand itu terletak di jl. Jagir Wonokromo.

Tepat di atas sungai Jagir, seberang area Kebun Binatang Surabaya kita akan
menjumpai deretan stand penjual bendera merah putih beserta atribut kenegaraan
yang lain. Kita akan dengan mudah menemui bendera dengan berbagai ukuran,
gambar Presiden dan wakil, Pancasila dan berbagai atribut lain yang biasa kita jumpai
di instansi pemerintah maupun kedinasan. Tidak perlu menunggu bulan Agustus,
semua tersedia dengan lengkap di sini. Bahkan dengan harga yang "lumayan miring ",
kita bisa mendapatkan bendera merah putih dengan mudah. Terlebih bila kita berada
pada instansi yang sangat membutuhkan bendera merah putih sebagai operasional
sehari-hari. Terutama untuk Upacara hari Senin. Sehingga bila kita membutuhkan
bendera secara mendadak, tidak terlalu sulit mendapatkannya.

Para pedagang yang ada memang menggantungkan hidupnya dari "penjualan"


sang saka merah putih, sehingga memudahkan warga kota Surabaya yang
membutuhkan ketersediaan bendera. Bendera maupun tiang tersedia dengan berbagai
ukuran, besar kecil, panjang dan pendek semua ada di sini. Jadi sekali lagi, bila butuh
bendera merah putih namun masih jauh dari bulan Agustus dan peringatan hari besar
kenegaraan lain, di Surabaya tersedia stand khusus yang menyediakan. Mau mampir,
monggo....

( Okky T. Rahardjo, Penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 17


Menikmati Suroboyo

09. Edisi Lokasi Unik Surabaya :

Stasiun Wonokromo & Gubeng, Sebuah Pembenahan Berkereta Api

Kota Surabaya yang saat ini mulai mengalami kemajuan dalam berbagai hal
terus membenahi diri dalam sisi transportasi. Salah satu hal yang mengalami
pembenahan dalam pengelolaan transportasi adalah kereta api. Di kota yang menjadi
ibu kota provinsi Jawa Timur ini terdapat tiga stasiun utama kereta api. Yang pertama
menuju jalur selatan yaitu stasiun Wonokromo dan Gubeng. Yang berikutnya yaitu
stasiun Pasar Turi yang mengantarkan penumpang pada jalur utara.
Apakah anda sudah lama tidak berkunjung ke stasiun kereta api di kota ini ?
Nah, pada tulisan kali ini kami akan mencoba memberikan beberapa panduan
mengenai pembelian tiket kereta api. Bagi beberapa orang, tulisan ini mungkin
terkesan basi. Tapi siapa yang menduga bahwa sampai detik ini saya masih
menjumpai beberapa penumpang yang masih bingung dalam memesan tiket kereta
api. Sekedar diketahui, pembelian tiket kereta api saat ini bisa dibilang tidak
sesederhana dulu. Walaupun begitu bisa juga dikatakan bahwa naik kereta api saat ini
sudah lebih nyaman dari saat yang lalu.

Mari kita perhatikan langkah-langkah berikut ini :

1 Pemesanan tiket kereta api untuk jarak sedang dan jauh tidak lagi bisa spontan.
Tidak bisa beli saat ini untuk berangkat hari ini juga. Sebaiknya pesan dulu dan
pemesanan bisa dilakukan untuk keberangkatan 30 ( tiga puluh ) hari alias 3 bulan
ke depan. Bagi yang belum terbiasa, hal ini bisa dikatakan merepotkan. Namun
hal ini mengajarkan kita untuk bisa mengatur perjalanan dengan baik secara
terencana.
2. Saat kita sudah memastikan jadwal keberangkatan, ambillah formulir pembelian
pada petugas yang ada di stasiun. Sekarang ini kalau membeli tiket kereta api,
tidak asal setor muka dan bawa uang, isi dulu formulir yang tersedia. Bila kita
berada di stasiun Wonokromo, mintalah pada petugas keamanan yang ada di pintu
masuk dekat loket. Hal yang sama juga berlaku di stasiun Gubeng dan Pasar Turi.
Selanjutnya silakan antri.
3. Coba diisi sebaik mungkin nama calon penumpang dan jangan lupa siapkan KTP
atau KK masing-masing nama yang akan berangkat. Mengapa demikian, karena
saat mengisi formulir kita akan menuliskan nama dan nomor kartu identitas calon

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 18


Menikmati Suroboyo

penumpang yang akan berangkat. Kalau belum punya KTP ya bisa membawa
kartu keluarga ka nada nomor induknya. Oya, sekarang bayi pun dihitung bayar
kalau naik kereta api. Usia di bawah 3 tahun harus membayar 10 persen dari harga
tiket yang dipesan. Nah, untuk bayi cukup dituliskan usianya saja. Kok anak kecil
pakai bayar juga, ga‟ enak ya…ya itu sudah aturan yang harus diikuti
4. Nah, kalau tujuan keberangkatan kita akan melintasi jalur utara mudah saja tinggal
berangkat melalui stasiun Pasar Turi yang berada di sebelah deretan Kampung
Ilmu dan Pusat Grosir Surabaya. Namun kalau kita akan bepergian melewati jalur
selatan, perhatikan hal berikut. Saat ini tidak semua kereta berangkat dan berhenti
di stasiun Wonokromo. Sehingga bila menuju Jakarta, Solo, Yogyakarta atau yang
sejalur maka kita harus berangkat melalui stasiun Gubeng.
5. Sebelum berangkat ke stasiun Gubeng, periksa kembali tiket kereta apinya. Kalau
kereta api yang akan digunakan jenis bisnis dan eksekutif, maka kita
diperkenankan masuk melalui arah pintu stasiun Gubeng Baru. Lokasinya berada
di jl. Gubeng Masjid yang dekat kantor PDAM Surabaya. Tapi bila tiket kereta api
kita menandakan jenis kereta ekonomi (saat ini disebut ekonomi AC) maka kita
wajib masuk melalui Stasiun Gubeng Lama. Posisinya berada di jl. Gubeng Pojok.
Ya benar, yang arah menuju Grand City Mall. Jangan lupa siapkan KTP atau kartu
identitas yang masih berlaku untuk menyesuaikan nama yang tertera di tiket yang
sudah dibeli.
6. Bagaimana kalau jarak dekat saja, naik dari mana enaknya. Kereta tujuan jarak
pendek sekelas komuter masih bisa ditunggu di stasiun Wonokromo. Beberapa
kereta yang masih bisa ditunggu di stasiun Wonokromo diantaranya adalah : KA
Penataran tujuan Surabaya-Malang-Blitar. KA Rapih Dhoho tujuan Kertosono dan
KA Arjuno tujuan Madiun.
7. Oya, terakhir nih. Perlu diingat sekarang sudah tidak ada tiket Peron. Sehingga
pengantar tidak boleh masuk ke ruang tunggu stasiun. Cukup mengantarkan ke
pintu depan stasiun saja. Dengan demikian, yang bisa masuk ke area ruang tunggu
stasiun hanya calon penumpang saja.
Kelihatannya ribet ya, tapi semua diatur untuk penataan yang lebih baik.
Sehingga tidak lagi ada ceritanya penumpang yang berjubelan di dalam gerbong
kereta bahkan terlihat menghuni kamar mandi kereta demi supaya terangkut oleh
kereta. Biasanya kondisi ini kita temui saat suasana mudik lebaran beberapa tahun
lalu. Bahkan kita juga tidak lagi menjumpai penumpang yang membayar suap kepada
kondektur karena tidak kebagian tiket kereta api. Semua penumpang yang naik ke
dalam kereta api pasti mendapatkan nomor kursi yang tertera pada tiket. Dalam kasus
tujuan jarak dekat, ternyata masih bisa ditemui penumpang yang berdiri.
Beginilah yang dapat kami sampaikan mengenai sejumlah aturan baru yang
terdapat dalam angkutan perkereta apian. Tulisan ini memang tidak menjawab semua
pertanyaan kita tentang angkutan ini. Semisal, mengenai pedagang asongan yang tidak
diperkenankan menjual di dalam gerbong. Wah, itu bukan wewenang kami.

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 19


Menikmati Suroboyo

10. Edisi Profesi Unik Surabaya :

Pedagang Krupuk Samiler, Mengadu Keuntungan Di Bawah Pikulan

Suatu siang sepulang mengajar, saya mampir ke sebuah swalayan waralaba


yang terletak di jl. Kutisari Selatan. Tiada diduga saat tiba, saya mendapati seorang
pedagang krupuk duduk di depan swalayan yang memiliki ciri khas warna biru itu.
Setelah menyelesaikan urusan pembelian sebotol air minum mineral, saya
menghampiri pedagang krupuk tersebut. Singkat cerita, ternyata yang diperdagangkan
adalah krupuk yang dikenal dengan nama Samiler.

Siapa pun yang pernah tinggal di Jawa Timur, pasti tidak asing dengan krupuk
Samiler. Krupuk ini merupakan makanan ringan yang terbuat dari singkong / ketela
pohon. Bila dinikmati akan terasa gurih dan renyah karena olahan singkong dicampur
dengan bahan-bahan lain seperti garam dan daun seledri. Beberapa tahun lalu krupuk
ini masih populer di kalangan anak-anak kecil, baik di pinggiran kota maupun di
pedesaan. Biasanya penjual krupuk ini mengedarkan dagangan dengan cara memikul
krupuk samiler yang ditaruh pada bungkusan plastik besar.
Siang hari yang panas itu, penjual krupuk Samiler ini mengadu nasib di antara
derasnya arus kuliner yang makin beragam di era modern ini. Saat ini harus diakui,
krupuk samiler sudah kurang begitu dinikmati. Anak-anak metropolis sudah kurang
akrab dengan makanan ringan yang terbuat dari bahan-bahan alami ini. Mereka lebih
suka menikmati makanan ringan cepat saji berbahan kimia yang tersedia di berbagai
toko swalayan. Penjual krupuk samiler ini pun saat ini didominasi oleh kalangan tua
yang mencoba untuk bertahan hidup dengan melestarikan makanan khas tradisional
Jawa Timur ini.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 20


Menikmati Suroboyo

Saat itu dengan semangat membantu penjualan makanan ringan ini, saya
mengambil seplastik isi lima krupuk samiler dengan mengganti harga Rp. 2.500,00.
Krupuk yang disajikan terasa gurih dan khas di lidah saya yang sudah terlatih dengan
makanan asli Jawa Timur ini. Ada sebaris kenangan dan kesan terkesan tersendiri saat
menikmati krupuk ini.
Krupuk Samiler, adakah kesan di hati anda ?

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 21


Menikmati Suroboyo

11. Edisi Profesi Unik Surabaya :

Penjual Krupuk Upil, Melintas Kota Menjemput Rejeki

Sore hari sekitar pkl. 16.00, saya dan isteri pulang melintasi terminal
Joyoboyo selepas jembatan Mayangkara. Tak kami sangka, ada penjual krupuk Upil
yang melintasi jalanan menjajakan dagangan makanan ringan khas Surabaya.
Kerupuk upil ini adalah makanan ringan yang disajikan dengan cita rasa khas yang
asin dengan bentuk bulatan kecil. Mengingat rasanya yang asin itulah maka
dinamakan kerupuk upil, kan upil rasanya asin ya...Bagi sebagian warga Surabaya,
tentu bukan hal yang asing lagi terhadap makanan yang satu ini. Selalu nikmat bila
dimakan dengan sajian sambal sebagai pelengkap.

Saat itu kami menjumpai pedagang kerupuk upil ini dengan bentuk dagangan
yang khas sebagaimana yang biasa dibawa oleh pedagang kerupuk upil pria.
Mendorong gerobak biru yang bermuatan seplastik besar kerupuk upil, diselingi es
kelapa muda yang diletakkan tertutup di tengah dan seember kecil sambal petis.
Sangat khas menghiasi jalanan kota Surabaya yang begitu macet dan panas.
Sementara bagi pedagang kerupuk upil perempuan, biasanya dijajakan dengan cara
digendong di punggung.

Hampir di setiap sudut kota Surabaya terdapat penjual makanan ini. Selalu
sama kemasan dagangannya. Bahkan terkadang kerap kali ada yang menjual dengan
cara membunyikan lonceng klintingan. Tidak ada patokan harga yang pasti, berapa
saja anda beli pasti dilayani. Saat itu kami membeli sejumlah tiga ribu rupiah yang
dikemas dalam sebungkus plastik kecil. Terasa enak untuk kami nikmati sepanjang
perjalanan pulang.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 22


Menikmati Suroboyo

Penjual yang satu ini biasa mangkal di lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya,
mulai sore hingga jam sembilan malam beliau "berdinas" di lapangan bersama
pedagang kaki lima yang lain. Tetap tekun menawarkan dagangan sebelum menuju
lapangan, bapak tua ini melintasi kawasan Jagir Wonokromo, Raya Darmo hingga
area depan mall Sutos. Sekali waktu kami mengamati, ternyata peminat kerupuk ini
bukan hanya "warga kampung kelas ekonomi menengah ke bawah", tapi sering juga
penghuni mobil yang tergolong mewah berhenti hanya untuk membeli makanan
murah meriah ini.

Kerupuk upil, pernahkah anda menikmatinya ?

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 23


Menikmati Suroboyo

12. Edisi Profesi Unik Surabaya :


Penjual Bak Mandi, Berpromosi Dengan Cara Yang Tak Biasa

Siang hari di kala orang sedang asyik menikmati istirahat, tiba-tiba terdengar
suara benda yang dibanting secara keras. Namun anehnya, tidak ada yang merasa
marah atau pun dirugikan. Bagi yang penasaran, mungkin cuma melongok keluar
sebentar saja dan segera maklum. Namun apakah yang sebenarnya terjadi ?
Oalah, ternyata yang sedang membanting benda keras tersebut adalah seorang
penjual bak mandi. Sudah sekian tahun ini pedagang bak mandi yang ada di kota
Surabaya ini (mungkin juga ada di kota lain ya..) memiliki strategi yang unik untuk
menawarkan dagangannya. Ya, seperti yang kita ketahui mereka menawarkan dengan
cara membanting salah satu bak mandi yang dibawanya. Sementara salah satu tangan
yang lain memegang beberapa bak mandi lain sembari disunggih di atas kepala. Salah
satu bak mandi yang tadi dibanting-banting itu sebenarnya merupakan strategi untuk
mebuktikan pada konsumen bahwa bak mandi yang dijualnya merupakan bak mandi
tahan banting dan tidak mudah pecah.
Pedagang tersebut kerap masuk keluar kampung mengadu keberuntungan pada
setiap rumah yang dilewati. Dia berharap ada ibu-ibu yang tertarik dengan kualitas
bak mandi yang ditawarkannya lalu membeli minimal satu buah. Di perkampungan
kota Surabaya masih dijumpai fenomena pedagang bak mandi membanting barang
dagangannya ini. Seperti halnya di Kutisari, Bratang Gede, Lidah Wetan dan
Lakarsantri pedagang serupa menawarkan dengan cara yang sama. Entah siapa yang
memulai tapi aksi ini ternyata jitu juga dalam menarik konsumen untuk membeli bak
mandi yang ditawarkan.
Sebuah langkah yang unik, menarik dan strategik dalam menjangkau pembeli
yang tidak mudah untuk diraih hatinya. Sebuah hal yang perlu diingat juga oleh mas –
mas pedagang bak mandi tersebut yaitu bagaimana kalau karena terlalu sering
dibanting, bak mandi yang semula awet lama kelamaan ketika dibanting jadi pecah
dengan sendirinya. Lah lak rugi sampean, mas...Belum lagi ketika masuk kampung,
ketika sejumlah warga enak-enaknya tidur tiba-tiba lewatlah pedagang ini
membanting-banting bak mandi. Iya kalau semua aman terkendali. Bila pas apes, apa
jadinya kalau secara tidak terduga diberondong dengan sejumlah makian oleh warga
yang terganggu...opo ga‟ mlayu sipat kuping sampean, hehehe....

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 24


Menikmati Suroboyo

Demikian yang dapat kami sajikan mengenai salah satu profesi unik di kota
Surabaya ini. Mohon maaf atas setiap rangkaian kata dan kalimat yang kurang
berkenan. Jayalah selalu kota Surabaya !

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 25


Menikmati Suroboyo

13. Edisi Profesi Unik Surabaya :


Penjual Kue Basah Keliling, Sebuah Fenomena Lokal Menentang
Arus Global

Pernahkah kita menjumpai penjual jajanan yang menempatkan dagangannya


di sebuah tempat aluminium berbentuk bulatan ? pada tahun 1990an saya masih
menjumpai penjual jajanan seperti ini di kota Surabaya. Jajanan yang disajikan
biasanya berupa kue basah antara lain yaitu nagasari, lemper, pastel, roti kukus, donat,
roti sus dan sejenisnya. Namun saat memasuki era millennium, di kota Surabaya
sudah jarang dijumpai pedagang seperti ini yang keluar masuk kampung menjajakan
dagangannya.
Menjamurnya minimarket di setiap pelosok kampung, membuat pedagang
keliling tersaingi dan kesulitan menjajakan kue basah sebagaimana biasanya lagi.
Berubahnya trend masyarakat yang mulai memasuki era modernisasi, secara perlahan
meninggalkan kebiasaan membeli kue pada pedagang eceran keliling. Saya dulu
masih menjumpai kebiasaan beberapa warga kampung yang setiap sore menantikan
kedatangan pedagang kue ini melintas di depan rumah mereka. Namun semua telah
berlalu seiring bertambahnya waktu, penduduk kota lebih suka menuju minimarket
untuk mencari jajanan instan.
Tak terduga, ketika saya melintas jl. Walikota Mustajab (Ondomohen) tiba-
tiba menjumpai pedagang kue keliling yang menawarkan dagangannya. Di tengah
arus lalu lintas yang macet dan cuaca kota Surabaya yang panas, ibu ini meletakkan
bulatan aluminium berisi penganan sederhana di atas kepalanya. Dari gang ke gang,
dari jalan ke jalan kue yang masih ada terus dijajakan kepada penghuni kantor yang
terletak di salah satu jalan paling sibuk di kota pahlawan ini.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 26


Menikmati Suroboyo

Kadang ketika mereka lewat di depan rumah, tak jarang kita menolak untuk
membelinya. Kini ketika keberadaannya sudah makin jarang, kita merindukan
hadirnya pedagang kue menjajakan dagangannya melintasi kampung kita.
Pada akhirnya, akankah semua kebiasaan tradisonal kita akan tergerus dengan
alasan modernisasi yang kian hari menggempur kita ? Karena itu ketika menjumpai
ibu-ibu seperti beliau ini menyunggih wadah makanan di atas kepalanya, jangan
tunggu lama segera serbu dan ambil jajanannya. Eits, jangan lupa membayar tidak
usah pakai nawar. Hehehe…

( Okky T. Rahardjo, penikmat kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 27


Menikmati Suroboyo

14. Edisi Profesi Unik Surabaya :


Pedagang Makanan Untuk Berbuka Puasa

Salah satu yang menarik di kota Surabaya kala memasuki bulan Ramadhan
adalah dengan menjamurnya para pedagang makanan sebagai pengantar berbuka
puasa. Mungkin saja di daerah lain juga terdapat pedagang serupa, namun yang saya
temui di kota Surabaya begitu banyak dan hampir bisa ditemui di berbagai sudut
jalan besar maupun perkampungan. Fenomena ini hampir pasti kita temui pada saat
memasuki bulan ramadhan mulai awal puasa hingga berakhirnya menjelang lebaran.
Para pedagang sayuran dan kudapan ini menggelar dagangannya di kala siang
menjelang sore sebelum saat berbuka tiba. Sekitar pkl. 14.00 sebagian besar dari
mereka sudah membuka stand yang hanya berisi satu hingga dua meja ditata rapi di
tepi jalan raya. Beberapa orang menggelar di tepi jalan besar. Sebagian lagi di
komplek perumahan. Tak sedikit pula yang menyiapkan di depan rumah mereka
sendiri.
Entah siapa yang memula tradisi ini, yang pasti sejak memasuki tahun dua
ribuan pedagang musiman ini sudah jamak ditemui. Hal ini jarang kita temui pada era
sembilan puluhan. Sebagian besar memang menggunakan modal sendiri yang bisa
dipastikan besar sekali keuntungan yang didapat per harinya dari berbagai makanan
dan minuman yang dijual. Walaupun tentu saja sebagai pedagang tetap saja harus
mempertaruhkan sebaik mungkin, laku atau tidak dagangannya.
Makanan dan minuman yang dijual oleh ibu-ibu ini tentu bukan makanan yang
termasuk klasifikasi makanan berat. Sebagian besar merupakan makanan yang dalam
kategori sedang. Jarang ditemui yang menjual nasi. Dominasi makanan yang tersedia
adalah sayuran matang semacam sayur asem, sayur bali, lodeh, dan sop. Sementara
untuk lauknya yang kita temui tidak jauh dari makanan khas Jawa Timur. Sebagai
contoh makanan yaitu brengkesan, botok, sate cecek, sate telur puyuh, dadar jagung
dan telur asin. Bagaimana dengan minumannya, tentu yang menyegarkan. Coba kita
tebak, biasanya es kopyor, es garbis, kolak atau es cao. Sebagaimana yang saya temui
di sekitar jalan raya wilayah Surabaya Barat tempat saya sehari-hari melintas.
Makanan dan minuman sebagaimana yang disebutkan di atas bukanlah
makanan yang ribet. Memang tujuannya seperti itu, memudahkan bagi mereka yang
berpuasa untuk mencari santapan berbuka. Tentu dengan asumsi bahwa mereka yang
berpuasa itu sudah menyediakan nasi sendiri di rumah, sehingga ketika sepulang kerja
tinggal membeli makanan tersebut. Soal harga, tidak usah kuatir. Sebab tidak ada
yang masuk kategori mahal. Semuanya dijual dengan harga yang sangat terjangkau di

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 28


Menikmati Suroboyo

kantong kalangan menengah ke bawah. Jadi kalau mau memborong, tidak ada
masalah.

Nah, saat ini apakah anda yang berpuasa sudah menyediakan makanan dan
minuman sebagai pengantar berbuka ? Bila belum, tidak ada salahnya untuk memburu
para penjual makanan musiman ini. Lebih baik dari pada menjadi pria atau
perempuan pemburu takjil yang seringkali tidak kebagian...hehehe. kalau anda
termasuk golongan yang tidak berpuasa pun tidak diharamkan untuk membelinya.
Mungkin saja kedatangan anda ditunggu dengan gembira oleh anak dan isteri karena
membawa makanan dan minuman yang segar bagi mereka.
Demikian tulisan saya mengenai salah satu profesi unik yang ada di kota
Surabaya. Mudah-mudahan mampu menjadi catatan tersendiri bagi siapa pun yang
sedang berkunjung, mampir atau menetap di kota pahlawan ini. Selamat menikmati
kota Surabaya dengan segala keunikannya. Terima kasih atas perhatiannya.

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

Minuman pengantar berbuka puasa

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 29


Menikmati Suroboyo

15. Edisi Seniman Surabaya :


Murry, Drummer Tangguh Dari Genteng Butulan

Kota Surabaya sangat beruntung pernah melahirkan seorang pemain drum


berbakat yang legendaris. Namanya adalah Kasmuri atau yang biasa dikenal dengan
nama Murry. Kalau nama ini sudah disebut, pasti kita akan langsung mengarahkan
ingatan pada grup musik Koes Plus. Benar, Murry adalah salah seorang personel Koes
Plus yang dilahirkan di Surabaya pada 18 Juni 1949.
Pria kelahiran jl. Keraton ini memang terlihat bakat bermain musiknya sejak
usia sekolah menengah pertama. Saat masih menempuh pendidikan di SMP
Muhamadiyah, Murry di bawah asuhan guru keseniannya yaitu bpk Sayuti,
membentuk band bocah untuk mewadahi bakat seninya yang sudah mulai muncul.
Dalam beberapa kali kesempatan, Murry sering unjuk kebolehan dengan beraktraksi
bermain drum dengan mata tertutup. Pendek kata, saat itu Murry merupakan salah
seorang pemain drum yang patut diperhitungkan di kota Surabaya.
Pada tahun 1968, Murry bergabung bersama Tonny Koeswoyo dan Yon
Koeswoyo untuk membentuk sebuah grup musik Koes Plus, sebagai pengganti Koes
Bersaudara. Bersama pemain bass yang juga kelahiran kota Surabaya yaitu Toto AR,
mereka melahirkan rekaman perdana yang bertajuk Dheg-Dheg Plas. Di kemudian
hari, album ini sering disebut sebagai album Koes Plus volume 1.
Murry sebagai musisi termasuk seorang yang terbuka. Karya-karyanya tidak
hanya dinyanyikan oleh personel Koes Plus, namun juga dibawakan oleh artis lain.
Edy Silitonga, Titiek Sandhora, Amy Belinda, Yayuk Suseno dan Nia Zulkarnaen
termasuk yang pernah meraih sukses berkat polesan tangan dingin beliau. Pada tahun

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 30


Menikmati Suroboyo

1977, Murry sempat memisahkan diri dari Koes Plus membentuk Murry‟s Group
bersama personel Yeah-Yeah Boys, grup band yang juga berasal dari kota Surabaya.

Murry ditemani Pius, Uki dan Hari berhasil melahirkan sejumlah hits yang
cukup mewarnai dunia musik Indonesia masa itu. Murry‟s Group menelorkan lagu-
lagu berirama rock „n roll macam Papiku Mamiku, Besi Tua dan Palapa. Bahkan
sebuah lagu yang cukup menyayat hati sebagai tanda perpisahan yaitu Selamat
Tinggal Saudaraku sempat populer di radio-radio masa itu.
Sebagai musisi kelahiran kota Surabaya, Murry juga memiliki kepedulian
dengan kampung halamannya melalui beberapa lagu yang diciptakannya. Pop Jawa
merupakan sarana Murry untuk berekspresi dengan gaya suroboyoan. Bila dalam
album jawa Koes Plus lagu yang beliau hasilkan terkesan hati-hati menggunakan
bahasa yang halus, saat bersama Murrys group gaya Suroboyoannya terasa kental
diucapkan.
Simak saja syair lagu berikut :
“Bulane padhange koyo rino,
yo‟ konco rame-rame suko-suko
Yo‟ podho ndeleng ludruk suroboyo…”
Pada lagu yang berjudul Jula Juli Suroboyo itu Murry memasukkan kidungan
suroboyo yang dimainkan oleh seorang pemain tambahan. Lagu ini mengingatkan
akan kesenian asli masyarakat Surabaya yaitu ludruk. Murry benar-benar memainkan
dirinya sebagai sosok seniman yang tidak lupa akan asalnya. Kacang tidak akan
meninggalkan kulitnya. Beberapa lagu lain yang dinyanyikan oleh Murrys group juga
menunjukkan bahwa mereka solid sebagai seniman asal Surabaya walaupun eksis di
ibu kota. Hal ini bisa dibuktikan ketika kita mendengarkan Konco Becaan, Jo Bowo
Jo Miling, Eh Ya Ya Oh dan Jok Rerasan.
Selain itu nuansa Suroboyoan juga tampak pada lagu yang diberi judul Getuk
Lindri sebagai mana terlihat pada lirik berikut ini :
“Getuk lindri soko mBlauran, sing dodol arek Maspati
Kulo niki pados seduluran, sampun ngantos dadi ati”
Siapa pun warga Surabaya pasti tidak asing lagi dengan kata Blauran yang
terkenal dengan pasar kulinernya. Bahkan pada era 1970an di Pasar Blauran terkenal

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 31


Menikmati Suroboyo

dengan panganan berupa getuk lindri sebagaimana lotong balap yang populer di Pasar
Wonokromo. Maju sedikit dari area jl. Blauran terdapat sebuah kampung bernama
Maspati yang terletak sebelum lokasi monumen Tugu Pahlawan. Sebuah
penggambaran yang serasi mengenai wilayah di Kota Surabaya walaupun hanya
berbentuk sebuah parikan.
Saat ini di tengah arus modernitas yang melanda Kota Surabaya, kita
merindukan sosok seperti Murry yang berani menunjukkan ciri khas lokal walaupun
sudah melangkah sukses di ibu kota Jakarta. Murry adalah sosok seniman yang
membanggakan kota Surabaya dengan sosoknya yang sederhana itu.
Pengagum drummer Fuad Hasan (God Bless) dan Ringo Star (The Beatles)
yang besar di jl. Genteng Butulan itu kini telah meninggalkan kita semua pada hari
Sabtu, 1 Februari 2014. Sosok semangatnya yang merupakan jiwa Arek Suroboyo itu
akan tetap menjadi cermin bagi musisi generasi selanjutnya.
Suwun Cak Murry, karya dan perjuanganmu akan tetap kami kenang.

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 32


Menikmati Suroboyo

16. Edisi Seniman Surabaya :


Mus Mulyadi, Mlaku-mlaku Yang Menginspirasi Kota Surabaya

Mus Mulyadi, siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini ? Apa yang
ada di benak kita bila mendengar nama tersebut ? Mungkin segera kita akan menyebut
dengan seorang penyanyi keroncong, atau penyanyi lagu-lagu Jawa, dia adalah
seorang penyanyi dangdut bersama Ida Laela, sebagian mungkin akan mengenal
beliau sebagai vokalis Favourite‟s Group. Benar sekali beberapa identitas tersebut
sempat disandang oleh Mus Mulyadi pada masa kejayaan beliau pada dekade ‟70 dan
„80an.
Kita mengenal Mus Mulyadi sebagai pendendang tembang hits Angin Malam
kala bersama Favourite‟s Group tahun 1972, Kota Solo dan Dewi Murni yang
berirama keroncong juga merupakan identitas beliau sebagai seorang vokalis, bahkan
sebagian kita tentu masih ingat duet larisnya bersama Ida Laela dengan iringan OM
Awara membawakan Setelah Jumpa Pertama. Tapi dari sekian banyak lagu yang
beliau suarakan, nampaknya Rek Ayo Rek memperkokoh jati dirinya sebagai seorang
yang tangguh dalam dunia tarik suara. Sampai hari ini bila kita mendengar lagu Rek
Ayo Rek kita selalu mengidentikkan dengan Mus Mulyadi, demikian sebaliknya kita
tentu mengenal Mus Mulyadi sebagai penyanyi Rek Ayo Rek. Sedemikian identiknya
dua bagian ini, sampai-sampai sebagian besar dari kita malah melupakan sosok
pembuat lagu tersebut yaitu Is Haryanto.
Mus Mulyadi merupakan sosok seniman asli kota Surabaya. Sempat merantau
di Singapura, Mus Mulyadi pertama kali melejit melalui lagu pertama yang beliau
ciptakan sendiri yaitu Sedetik Dibelai Kasih. Namanya makin melejit kala A. Riyanto
mengajaknya bergabung bersama personel 4 Nada dalam sebuah band yang bernama

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 33


Menikmati Suroboyo

Favourite‟s Group. Angin Malam adalah sebuah lagu abadi yang sampai hari ini kita
kenal melalui suara emasnya yang direkam pada tahun 1972 diproduksi oleh Golden
Hand Record.
Rek Ayo Rek merupakan sebuah tembang yang direkam oleh Mus Mulyadi
dalam sebuah album yang bertajuk Kroncong Jawa volume pertama tahun 1973.
Album yang direkam duet bersama Titiek Sandhora tersebut sempat melejitkan Mus
dan Titiek sebagai duet pop jawa yang sangat laris. Rek Ayo Rek sendiri sebenarnya
terinspirasi kala personel Favourite‟s Group yaitu Is Haryanto, A. Riyanto, Harry
Toos dan Tommy WS serta Mus Mulyadi jalan-jalan di sekitar jalan Tunjungan
Surabaya yang saat itu ramai dan dipadati oleh warga Surabaya yang menikmati
keindahan kota di kala malam hari.
Banyaknya warga Surabaya yang hilir mudik menikmati semaraknya jalan
Tunjungan, menginspirasi Is Haryanto membuat sebuah lirik lagu jawa, secara
kebetulan A. Riyanto mempunyai aransemen musik yang belum ada lirik lagunya.
Sehingga keduanya disatukan menjadi sebuah lagu yang saat ini kita kenal bertajuk
Rek Ayo Rek. Lagu ini selanjutnya direkam Mus Mulyadi dengan iringan Favourite‟s
Group dalam sebuah solo album yang melejitkan namanya sebagai seorang penyanyi
jawa.
Begitu populernya lagu ini sehingga membuat perusahaan rekaman lain
menjajal untuk membuat album pop tradisional. Remaco, sebuah perusahaan rekaman
besar di Jakarta pun pada akhirnya menugaskan Koes Plus untuk membuat album pop
jawa yang kemudian sukses dengan lagu Tul Jaenak. Favourite‟s Group pun yang kala
itu sudah tinggal berempat tanpa Mus Mulyadi pun juga ikut merekam lagu Rek Ayo
Rek dalam album Basa Jawa Dangdut yang dibawakan oleh Is Haryanto dengan gaya
khas yang jenaka.
Mus Mulyadi selama hidup di Surabaya tinggal di jl Kedung Turi gang I
bersama adiknya Mus Mujiono. Saat ini kampung tersebut telah punah menjelma
menjadi tempat parkir hotel JW Marriot. Pengabdian pada dunia seni oleh vokalis
yang memiliki ciri khas berkaca mata hitam ini tidak diragukan lagi, bahkan
keberadaannya seakan menjadi ikon seni kota Surabaya. Saat ini Pemkot Surabaya
mulai berinisiatif untuk menghidupkan kembali kawasan jl. Tunjungan yang

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 34


Menikmati Suroboyo

melegenda itu. Semangatnya sederhana saja, terinspirasi dari sebuah lirik lagu Rek
Ayo Rek yang didendangkan Mus Mulyadi “Mlaku-mlaku nang Tunjungan”.

Ketika Jl. Tunjungan bergeliat lagi dengan adanya acara Surabaya Urban
Culture Festival pada 19 Mei 2013 lalu, kita jadi teringat dengan lagu Rek Ayo Rek.
Kala kita teringat dengan lagu itu, kita teringat juga dengan sosok Mus Mulyadi.

Suwun cak Mus, Mlaku-mlaku sampean sudah menginspirasi kami lagi…

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 35


Menikmati Suroboyo

17. Edisi Seniman Surabaya :


Usman Bersaudara, Band Yang Konsisten Dengan Gaya Suroboyoan

“Suroboyo, rame tenan..Rame tenan kahanane, mobil becak, lan bis kota,
tukang becak ora ketinggalan..” Sebaris kalimat di atas merupakan penggalan dari
syair lagu yang pernah disuarakan oleh sebuah grup musik yang terdiri dari empat
orang bersaudara. Kali ini kita akan melihat sejenak sosok sebuah grup band yang
lahir dari kota Surabaya yaitu Usman Bersaudara. Keempat personel grup ini terdiri
dari Usman, Said, Sofyan dan Mamo Agil. Mereka adalah salah satu contoh figur
keberhasilan perjuangan seorang yang berangkat dari daerah menuju ibu kota, dengan
segala keterbatasan modal serta fasilitas.
Usman Bersaudara mengeluarkan album rekaman mereka pertama kali pada
tahun 1978 dengan tajuk “Omong Kosong”. Album ini direkam di bawah label Indah
Records dengan hits Kasih Mama. Uniknya grup ini terletak pada vokalisnya yaitu
Sofyan yang memainkan alat musik drum. Tidak seperti umumnya grup lain yang
vokalisnya adalah pemain gitar atau keyboard.
Usman Bersaudara menunjukkan jati diri sebagai grup musik yang serius tapi
santai. Sebagian lagunya bernuansa jenaka walaupun sebagian yang lain tetap
merupakan pop Indonesia yang serius. Grup bersaudara ini lahir dari kota Surabaya,
karena itu dalam beberapa lagunya mereka berusaha menampilkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan kampung halaman mereka itu dalam lagu-lagu yang
mereka hasilkan.
Kita dapat melihat nuansa kota Surabaya melalui lagu-lagu jawa yang direkam
oleh Usman Bersaudara. Guyonan, parikan, senggakan dan istilah yang sering
diucapkan oleh anak-anak muda khas Surabaya pada masa itu dilagukan dengan baik
oleh keempat bersaudara yang tumbuh berkembang di jl. Ngagel Mulyo itu. Simak
@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 36
Menikmati Suroboyo

saja pop jawa vol. 1 yang memuat lagu Jaran Teji, Teng Tengan Ciluk, Kulo Nuwun
dan Pak Markeso yang sangat khas Suroboyo banget.
Pada album kedua pop jawa mereka juga masih menampilkan Surabaya dalam
lagu “Motor Mogok” yang sebagian baris lagunya tertulis di atas. Lebih mengena lagi
dalam album kelima yang berjudul Ngombe, Usman Bersaudara menggambarkan
kebiasaan beberapa anak muda yang suka “minum” dengan menyelipkan guyonan
khas. Saat itu digambarkan Usman sedang sakit perut karena banyak “minum”,
bahkan Sofyan mengingatkan kalau ngombe, ojo lali tambule…khas Suroboyoan.
Pada tahun 1983, oleh karena cukup lama meninggalkan kota Surabaya,
Usman bersenandung melalui lagu dangdut berbahasa Jawa judulnya Hallo Surabaya.
Lagu ini terdengar cukup mengharukan dengan untaian kalimat yang mampu
mendeskripsikan kerinduan seseorang pada kampung halamannya. Berikut sebagian
cuplikan syair lagunya.
“ Halo Cak..Halo Cak..Suroboyo, yo‟opo kabare..mergo wis suwe
aku „ra tau mulih..
Halo Cak..Halo Cak, Suroboyo opo tambah rame..krungu, krungu dalane
wis tambah gede…
Mobil, bemo, taksi lan bis kota saiki ono dalane dewe-dewe..
Gedung biskop wis ono, kolam renang wis ono, komplit maneh panganane..”
Sekian tahun berlalu, Usman Bersaudara lama tak terdengar kabar beritanya.
Berkali-kali album mereka rekam namun tak terdengar lagi gaungnya seperti pada
masa kejayaan mereka dulu . Album mereka yang terakhir terhitung rekaman pada
tahun 1994 yaitu Percayalah dan Pop Jawa Marlena Tukang Jamu.
Usman sendiri secara pribadi pernah tampil pada peringatan tujuh belas
agustusan di sebuah panggung sederhana pada tahun 2006 di SDN Ngagel Rejo I
(Balantara). Hal ini mengingatkan pada masa awal mereka merintis karier yang
berkiprah dari satu panggung ke panggung lain pada perayaan kemerdekaan Republik
Indonesia. Setahun berikutnya, Usman Bersaudara secara full team sempat diundang
untuk tampil di gedung balai pemuda menjelang hari ulang tahun kota Surabaya.
Saat ini di kala Surabaya diserbu derasnya arus musik dari mancanegara, kita
merindukan band seperti Usman Bersaudara yang melagukan kota Surabaya dalam
baris syair dan nada mereka. Saat ini musisi asal kota Surabaya memang segudang,

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 37


Menikmati Suroboyo

tapi tidak banyak yang bersuara tentang kota Surabaya. Cak Usman sendiri telah
tiada, meninggalkan kita semua pada bulan Maret 2013 lalu, namun karya-karyanya
akan selalu tetap kita kenang.
Usman Bersaudara, kami merindukanmu…

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 38


Menikmati Suroboyo

18. Edisi Seniman Surabaya :


Markeso, Fenomena Seniman Ludruk Garingan

“le tole kowe takon, takon opo tak sauri

Opo kowe durung kenal, Ki Markeso soko Wetan..”

Siang itu sebuah tape kecil saya tekan tombol play yang posisinya sebelah
tombol merah bertuliskan record. Sebuah nyanyian terdengar merdu diperdengarkan
oleh duet Sofyan dan Said dari Usman Bersaudara. Baris demi baris lagu itu terdengar
menarik dan membawa seuntai kenangan masa silam yang tak terlupakan. Kala saya
melihat judul lagu itu pada cover kaset tertulis Cak Markeso.

Markeso adalah sebuah fenomena seorang seniman ludruk yang legendaris di


kota Surabaya. Mungkin saat ini tidak banyak anak-anak muda yang mengenal nama
ini. Sebagian besar bila ditanyakan mengenai seniman ludruk Surabaya tentu akan
mengaitkan dengan nama Kartolo. Namun bertahun-tahun sebelum Kartolo
melejitkan dirinya sebagai seniman ludruk, Markeso sudah lebih dulu menancapkan
tajinya sebagai pendekar ludruk yang mumpuni di Kota Pahlawan ini.

Markeso sendiri bukanlah seorang seniman ludruk yang memiliki grup ludruk
sebagaimana pelaku kesenian ini lainnya. Bila nama-nama seperti Kartolo, Sapari,
Basman dan Tini berada dalam satu grup ludruk. Demikian juga dengan nama Kancil,
Markuat, Sidik, dan Agus Kuprit pun berada dalam kubu ludruk yang lain. Tidak
demikian dengan Markeso yang memilih berada dalam jalur solo karier. Artinya dia
menekuni dunia ludruk secara sendirian. Tanpa ada teman dalam sebuah grup atau
pengiring yang demikian banyak. Belakangan apa yang digelutinya ini disebut dengan
nama ludruk garingan.

Memang tidak secara langsung Markeso menekuni jalur solo dalam dunia
ludruk ini. Sebelumnya dia sempat tergabung dalam beberapa grup yang berganti-
ganti, sebagaimana para pelaku ludruk lainnya. Namun dia jengah ketika melihat para
pelaku ludruk sering kali terlibat konflik karena merasa tidak adil dalam pembagian

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 39


Menikmati Suroboyo

honor. Darah seninya yang mengalir deras seakan tak terima bila harus ribut hanya
karena masalah keuangan dengan orang lain. Oleh karena itu pula pada tahun 1949,
Markeso memutuskan untuk mengundurkan diri dari grupnya “Ludruk Cinta Massa”
yang saat itu sudah populer. Nama Markeso yang sedang naik daun pun menjadi
jaminan mutu untuk dia melakoni profesi ludruk secara seorang diri. Ludruk garingan
ini sempat dikenal masyarakat luas pada era tahun 1960an.

Saat itu banyak orang dari berbagai kalangan yang nanggap Markeso untuk
bermain ludruk di berbagai tempat hajatan. Bahkan tukang becak pun saat itu yang
penghasilannya memang banyak, sering memakai jasanya untuk menghibur.
Perkawinan, sunatan maupun pesta-pesta keluarga sering memanggil Markesi sebagai
pengisi acara. Bahkan ketika orang-orang berkumpul untuk minum tuak pun juga
kerap nanggap ludruk garingan termasuk Markeso. Saat itu hampir setiap malam
jadwalnya penuh. Masa kejayaan ini dirasakan hingga dasawarsa 70an.

Ludruk garingan sendiri merupakan istilah untuk seorang pelaku ludruk yang
bermain sendirian. Sebagian orang menyebutnya sebagai ludruk tunggal karena hanya
menampilkan seseorang yang menembangkan jula juli dan melontarkan lawakan
secara sendirian. Bagaimana dengan musiknya, gamelan yang terdiri dari berbagai
perangkat itu pun disuarakannya secara monolog melalui satu mulut yang sama.
Urusan pembagian honor pun relatif lebih damai karena tidak perlu ribut membagi
dengan orang lain. Lebih hemat dan ringkas bagi siapa pun yang mengundangnya.
Mungkin kalau untuk ukuran saat ini bisa disamakan dengan orang yang memainkan
musik organ tunggal yang bisa meramu semua musik dari pada mendatangkan sebuah
grup band.

Memasuki dekade 80an, sudah sedikit pelaku ludruk garingan ini. Markeso
yang semula mengawali bentuk baru berkesenian ini, berikutnya harus menjadi satu-
satunya orang yang bertahan menekuninya di tengah kota Surabaya yang saat itu
sudah bersolek menjadi kota metropolitan. Di usianya yang makin renta dia harus
menelusuri kampung ke kampung, masuk gang satu ke gang lainnya. Tujuannya satu,
mencari orang yang memanggilnya untuk ditanggap menghibur dengan ludruk
garingannya. Namun saat itu semua tak mudah dilakoninya seperti puluhan tahun
sebelumnya. Tukang becak pun sudah tidak menggunakan jasanya lagi karena lebih
banyak kalangan mereka yang lebih suka menekuni judi domino untuk menghabiskan
uang. Para pengusaha yang mulai mapan pun sudah mulai memakai peralatan modern
untuk menghibur diri.

Penampilan Markeso dalam mencari order ludrukan mudah sekali dikenali.


Menggunakan kopiah hitam dan jas tanpa lengan menyelubungi batik yang selalu
disandangnya. Pada bagian pinggang Markeso melilitkan sebuah sarung di luar celana
panjang warna terang yang dikenakannya. Sepatu hitam jenis big boss selalu ada di
kakinya mengiringi perjalanan dinasnya setiap siang dan sore hari itu. Tak lupa
sebuah kaca mata rayband pemberian temannya selalu dipakainya untuk menutupi
@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 40
Menikmati Suroboyo

matanya yang juling sebelah itu. pada tahun 90an, penampilan Markeso ini dilengkapi
dengan sebuah tongkat untuk memudahkannya melangkahkan kaki.

Markeso pun pernah pula menjajal dunia rekaman dengan menjadi bintang
tamu pada salah satu album lawakan Kartolo Cs. Saat itu mereka merekam sebuah
lawakan berjudul “Kebo Nusu Gudel”. Yang secara harafiah berarti orang tua berguru
pada yang lebih muda. Saat itu Kartolo sedang mencapai masa kejayaan dan Markeso
pun harus rela mengikuti tawaran beradu lawak dengan tokoh ludruk yang lebih muda
darinya itu.

Materi ludrukannya pun tidak lepas dari situasi konflik yang terjadi di
kalangan masyarakat. Seputar masalah keluarga, tukang becak yang kalah berjudi tapi
takut pulang ke rumah, kisah orang kaya baru, kehidupan bertetangga dan berbagai
kisah kehidupan keseharian lainnya. Tidak sekali pun dia mau mengangkat masalah
politik maupun hal-hal yang menyangkut pribadi orang lain seperti agama dan
kesukuan. Hal inilah yang juga diteladani oleh Kartolo, seniman ludruk generasi
berikutnya yang eksis hingga hari ini.

Salah satu parikan Markeso yang terkenal berbunyi sebagai berikut “Sandale
nilek, klambine ijo Areke esek, pancen gak duwe bojo”. Bahkan Markeso pula yang
melontarkan ucapan khas berbunyi “Kulo niki sinten” yang belakangan digunakan
oleh Usman dalam rekaman lagunya baik dalam grup Usman Bersaudara maupun
bersama No Koes. Keberadaan Markeso boleh disejajarkan dengan nama Cak
Durasim, seorang seiman ludruk legendaris yang dihukum mati karena kritis terhadap
masa pemerintahan penjajah Jepang. Kalangan seniman Surabaya pun sempat
memberikan tambahan Cak untuk melengkapi panggilan pada nama Markeso
sehingga populer menjadi Cak Markeso sebagaimana pelaku ludruk lain yaitu Cak
Sidik, Cak Kancil atau Cak Kartolo.

Pada sekitar tahun 1992, keluarga kami yang saat itu tinggal di jl. Krukah
Timur pun suatu kali pernah nanggap Markeso yang kebetulan sedang melintas di
depan rumah yang terletak di seberang Kalisumo itu. saat itu ketika kakek kami
sedang bersantai di teras rumah, melihat sosok pria tua ini melangkah dengan dipandu
tongkat kayu kesayangannya. Segera saja setelah mengenali pria yang berjalan ini
dipanggilnya dengan berteriak “Markeso..Markeso..” persisi seperti orang yang
memanggil penjual makanan lewat. Markeso pun datang ke rumah kami dan
melakukan tugasnya menghibur melalui ludruk garingannya.

Rumah kami pun kontan saja dipenuhi oleh tetangga-tetangga sekitar untuk
melihat penampilan Markeso, lumayan gratis. Beberapa anak kecil pun duduk
mengelilingi tempat Markeso melantunkan jula-juli dan dagelannya. Saat itu saya
melihat kepiawaian Markeso menjalankan tugasnya sebaga seorang penghibur.
Walaupun sendirian dan tidak berada di atas panggung yang besar, imajinasi kami
seakan dibawa pada suasana panggung yang megah. Tiba-tiba saja dia berkata pada

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 41


Menikmati Suroboyo

beberapa anak yang berada di depannya “Minggir..minggir, ojo ngidek kabel mengko
kesetrum..”. Jelas saja itu hanya sebuah leluconnya, karena saat itu tidak ada satu
kabel pun yang malang melintang di rumah kami mengiringi pementasannya.

Pembawaan Markeso yang khas berupa suara berat seperti bergetar memukau
setiap orang yang menyaksikan penampilannya. Setiap kali dia mengawali
kidungannya selalu membuka dengan sebuah ucapan salam yang dilanjutkan dengan
kata “Muuuu....laaaiiiii” yang diucapkan dengan jenaka, membuat tertawa orang
ayng mendengarnya. Berikutnya tersajilah kidungan demi kidungan dari mulut
rentanya itu. acapkali di sela kidungannya, dia berhenti untuk menyela dan
melontarkan guyonan khas seorang pemain ludruk. “sik..sik sarungku mlorot...” atau
“anake sopo iku kok eleke..” demikian celetukan khasnya di sela kidungan yang
dilagukannya.

Setelah peristiwa nanggap Markeso itu berlalu, jarang sekali saya mendengar
berita tentang beliau. Sampai suatu kali saya melihat sebuah tayangan TVRI Surabaya
yatu Rona-Rona yang diasuh oleh Didit Hape mengulas tentang tokoh Markeso. Saat
itu digambarkan seniman ludruk ini berada di rumahnya dalam suasana yang begitu
prihatin.Dia menghuni sebuah rumah kontrakan yang sudah lama dtinggalinya di jl.
Putat Jaya, hanya menikmati fasilitas seadanya berdua bersama isteri tercintanya. Dia
harus berjuang melawan penyakit tua yang dideranya yang menghambat lajunya
untuk mencari rejeki dengan menjajakan kidungan. Dia pun harus meninggal dalam
kondisi yang jauh dari hingar bingar pemberitaan di rumah yang terletak di komplek
gang dolly itu.

Usman Bersaudara pun sempat mengenang keberadaan Markeso ini melalui


sebuah lagu karyanya yang direkam dalam album Pop Jawa volume 1 yang beredar
pada tahun 1978. Saat itu di tengah lagu dimunculkan suara khas Markeso yang
diucapkan oleh salah seorang personel band asal Surabaya ini. Tatkala lagu ini
diperdengarkan melalui tape lusuh yang saya putar, ingatan saya menerawang
kembali pada sosok Markeso yang pernah hadir memeriahkan jagad hiburan warga
kampung di Kota Surabaya yang saat itu masih belum banyak dicemari oleh
permainan digital seperti saat ini.

Hari ini ketika situasi hiburan di sekitar kita sudah dipenuhi dengan berbagai
fasiliats canggih dan serba komputerisasi, adakah kita masih sempat mengingat walau
sejenak tentang Markeso, sosok seorang pejuang seni yang gigih membela eksistensi
ludruk yang makin tergerus jaman ini. Markeso memang telah meninggalkan kita
semua, namun karya dan semangatnya akan tetap terus kita kenang dan teladani.
Matur nuwun Cak Markeso.

Sayup-sayup lagu berjudul Markeso itu terdengar perlahan mengakhiri


nyanyiannya sebagai berikut : “Sembah nuwun pak, kulo pun kenal..nami sampean
jebule Pak Markeso..”. ( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 42


Menikmati Suroboyo

19. Edisi Seniman Surabaya :


The Gembell’s, Band Pelopor Lagu-Lagu Bersuara Kritik Sosial

Penggemar musik kota Surabaya tentu tidak asing dengan sebuah nama yaitu
The Gembell‟s. Band yang beraliran Afro-funk ini memang tumbuh dan berkembang
di kota Pahlawan. Band yang sebagian besar personelnya merupakan mahasiswa
Universitas Airlangga ini berdiri pada tahun 1969. Terdiri dari Minto (drum), Abu
(bass), Anas Zaman (keyboard), Rudy (gitar) dan Victor Nasution (vokal & gitar).
The Gembell‟s sendiri merupakan akronim dari kata Gemar Belajar. Cukup
unik memang, namun nama ini menjadi familiar di telinga anak-anak muda masa itu.
The Gembell‟s tampaknya mencoba menyajikan sesuatu yang lain dari pada band-
band lain yang saat itu mulai bermunculan. Mereka tidak hanya menyanyikan lagu-
lagu cinta komersil yang memang saat itu laris. Namun masyarakat mengenal The
Gembell‟s sebagai band yang kritis terhadap perkembangan kota Surabaya.
Berbagai lagu yang mereka sajikan sebagai hits, sebenarnya merupakan
bentuk kekaguman sekaligus kritikan terhadap laju perkembangan kota Surabaya yang
saat itu mulai beranjak modern. Semua tentu mengenal karya fenomenal mereka yaitu
Ballada Kalimas. Ketika kita mendengarkan baris demi baris lagu ini, spontan kita
akan mengingat tentang heroiknya kota Surabaya yang sampai hari ini masih kita
rasakan.
“ Dahulu kala, sura dan buaya bertarung berperang memilikimu..
Pernah kau tampung darah pahlawan,
Memerah jembatan, memerah pula airmu….
Kalimas, kalimas, kalimas….

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 43


Menikmati Suroboyo

Wahai mengapa, mengapa kau tetap membisu..


Kau menjadi saksi dalam perang dan damai….
Insan sekitarmu….”

Jujur, sampai hari ini ketika orang membicarakan sungai kalimas, ingatan kita
pasti akan melayang pada lagu Ballada Kalimas ini. Hal itu pula yang membuat Radio
Suzana mengadakan karaoke lagu “Ballada Kalimas” pada tahun 1995. Saat itu
pemerintah Kotamadya Surabaya sedang mengadakan program bersih-bersih Kalimas.
Bahkan personel asli The Gembell‟s juga dihadirkan untuk memeriahkan acara
tersebut.
Cover album perdana The Gembell‟s juga sarat dengan nuansa kota Surabaya
karena mengambil pose di depan Taman Makam Pahlawan yang terletak di jl.
Kusuma Bangsa. Saat itu mereka membuat sebuah lagu yang sangat kritis yaitu
Pahlawan Yang Dilupakan. Ketika Rumah Sakit Simpang masih berdiri dengan
megah di jl. Pemuda, sekelompok anak-anak band ini juga prihatin terhadap perlakuan
beberapa oknum dokter kepada pasien yang berobat di tempat itu. Mereka melihat
sebagian pasien kurang diperhatikan dengan baik. Bahkan terkesan ada diskriminasi
terhadap pasien kurang mampu yang rata-rata merupakan korban kecelakaan
kendaraan bermotor. Hasilnya, personel The Gembell‟s pun dipanggil oleh
perkumpulan dokter untuk menjelaskan maksud dari lagu yang dinyanyikan.
Pengalaman pahit melalui lagu pernah mereka alami juga ketika
mendendangkan lagu Peristiwa Kaki Lima yang menyoroti aparat pamong praja
membongkar lapak-lapak pedagang tanpa memperhitungkan belas kasihan. Hati
mereka sebagai seniman tentu menjerit terhadap hal ini. Tidak bisa hal lain yang
dilakukan kecuali bersenandung dalam lagu. Walaupun sebagai konsekuensi mereka
sempat dicekal oleh pemerintah daerah waktu itu.
Bagaimana mereka memandang pejabat yang bermuka dua ? Simak saja lagu
yang berjudul Si Munafik yang mengisahkan seorang pejabat yang di rumah terlihat
alim luar biasa, namun di luar malah mengunjungi tempat-tempat hiburan malam.
Begitulah gaya The Gembell‟s dalam menyoroti laju pembangunan di kota Surabaya
yang makin tak terkendali, mengikuti gerak menuju kota metropolitan.

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 44


Menikmati Suroboyo

The Gembell‟s berkibar meraih sukses ketika rekaman di bawah label Indra
Record‟s. namun sebagaimana sebagian musisi yang lain, mereka pun tergoda untuk
hijrah ke ibu kota. Band yang selama di Surabaya bermukim di jl. Sulawesi ini
selanjutnya merekam lagu-lagu mereka di Remaco. Mereka sempat juga
menghasilkan album pop melayu, yang harus diakui langkah ini secara perlahan
menyurutkan kebesaran nama mereka di dunia musik.
Saat ini di tengah kota Surabaya yang makin dpenuhi berbagai hingar bingar
warna musik, kita merindukan grup musik sebagaimana The Gembell‟s. Kita
merindukan lagu-lagu macam mereka yang mampu membangkitkan semangat
kepahlawanan, membuka wawasan tentang kota Surabaya sekaligus memberikan
kritik sebagai tanda cinta untuk kota kelahiran kita ini.

Maju terus seniman kota Surabaya !

( Okky T. Rahardjo, Penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 45


Menikmati Suroboyo

20. Edisi Tradisi Surabaya :


Prepekan, Tradisi Belanja Menjelang Lebaran

Menjelang peringatan hari raya Idul Fitri, selalu ada kebiasaan-kebiasaan yang
tumbuh dan berkembang di masing-masing daerah. Kebiasaan tersebut karena selalu
terjadi berulang kali maka menjadi ciri khas masyarakat setempat bahkan bisa disebut
sebagai sebuah tradisi. Kali ini kita akan melihat salah satu tradisi yang mengakar
kuat di kota Surabaya pada setiap momen menjelang hari raya Idul Fitri.

Anda yang tinggal di JawaTimur secara umum, atau di kota Surabaya secara
khusus pasti tidak asing dengan kata Prepekan. Sebuah kebiasaan yang sering terjadi
pada menjelang perayaan hari raya Idul Fitri yang menjadi budaya lokal pada
masyarakat setempat. Prepekan secara mudah bisa diartikan sebagai kebiasaan
berbelanja besar-besaran menjelang jatuhnya hari raya Idul Fitri. Saat itu masyarakat
berbondong-bondong untuk berbelanja di pasar tradisional guna memenuhi kebutuhan
lebaran.

Berbagai kebutuhan yang dibelanjakan diantaranya yaitu makanan ringan dan


kebutuhan pokok yang disiapkan untuk menyambut tamu yang akan berkunjung di
hari raya tersebut. Selain kebutuhan makanan, orang tua pun memberi perhatian untuk
anak-anaknya dengan membelikan pakaian baru untuk dipakai di hari raya Idul Fitri.
Biasanya baju baru yang dibeli tersebut sebagai hadiah karena telah menyelesaikan
puasa dengan baik selama satu bulan. Bagi yang belum berpuasa, baju baru
dimaksudkan untuk dipakai di hari lebaran yang biasanya identik dengan segala
sesuatu yang bersifat baru.

Prepekan sampai saat ini masih berlaku di kalangan masyarakat daerah.


Tradisi ini tidak hanya berlaku d kota Surabaya, namun juga di beberapa daerah lain
di lingkup Pulau Jawa ini. Bisa saja istilahnya lain di tempat yang berbeda, namun
biasanya menjelang pelaksanaan lebaran, orang akan memenuhi pasar tradisional
untuk berbelanja besar-besaran. Prepekan sendiri pada umumnya terjadi pada H-3 dari
jatuhnya hari raya Idul Fitri. Bahkan sering berlangsung sampai H-1.

Di kota Surabaya tradisi Prepegan masih mudah ditemui oleh karena


masyarakat masih belum bisa meninggalkan kebiasaan ini. Sebagai contoh, di Pasar
Wiyung masyarakat akan memenuhi stand penjual Sembako dan kebutuhan makanan
ringan. Sementara di Pasar Benowo, warga banyak yang berbelanja baju baru baik

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 46


Menikmati Suroboyo

untuk dirinya sendiri maupun anak-anak mereka. Saking banyaknya pembeli yang
memenuhi pasar, maka pada H-2 biasanya Pasar Benowo akan memperpanjang jam
tutup pasar sampai sekitar jam 12 atau 01.00 malam.

Lain lagi tradisi yang berlaku di kalangan warga Lakarsantri. Prepekan


seringkali diselenggarakan menyerupai pasar malam atau bazaar. Ketika sore dua hari
menjelang lebaran, pedagang mulai menata barang dagangan yang berupa makanan
ringan. Penjual tahu asin, bubur campur, roti goreng sampai es buah akan mudah
ditemui di depan Pasar lakarsantri. Tidak hanya mereka yang menata dagangan, ada
lagi golongan lain yang ikutan repot. Tampak berjajar di samping penjual makanan
tadi sekelompok orang penawar jasa mainan. Mulai mandi bola, odong-odong, mobil
berputar, pancing ikan plastik hingga penjual balon aneka tokoh kartun.

Prepekan bukan dimaksudkan untuk mengajak orang supaya konsumtif.


Dalam Prepekan tetap mengandung nilai moral tertentu yang tidak boleh dilupakan.
Melalui Prepekan warga diajak untuk bersyukur atas kemudahan dan kelancaran
rejeki yang diterima, sehingga pada bulan Ramadhan masih mampu berbelanja yang
nantinya juga akan digunakan untuk berbagi dengan sanak kerabat dan rekan lain
yang berkunjung. Oleh karena bisa dipastikan banyak warga yang berbelanja, maka
suasana pasar tradisional pun menjadi penuh sesak dan padat.

Ketika berbelanja pun tidak bisa leluasa sebagamana hari-hari biasa. Orang
akan berdesakan karena berhimpit dengan pengunjung yang lain. Walaupun demikian
tidak ada satu pun yang akan saling menyalahkan atau ribut karena saling senggol.
Semua akan menjadi saling memahami dan menyadari kondisi yang terjadi sehingga
tetap senang-senang saja walaupun saling berhimpitan di dalam pasar. Sikap toleransi
inilah yang menjadi dasar nilai sosial dalam keberadaan tradisi Prepekan.

Nah, salah satu budaya lokal dalam masyarakat Surabaya menjelang lebaran
sudah saya perkenalkan berupa Prepekan. Kira-kira kalau di tempat lain namanya apa
ya ?

Demikian tulisan singkat mengenai tradisi menjelang Lebaran. Mohon maaf


bila terdapat rangkaian kata dan kalimat yang kirang berkenan. Suwun yo !

( Okky T. Rahardjo, penikmat Kota Surabaya )

@ Okky T. Rahardjo – DuRa 2014 Page 47

Anda mungkin juga menyukai