Anda di halaman 1dari 5

REVIEW DAN EVALUASI

FORMULARIUM RSUD WANGAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA


KOTA DENPASAR
2014
Pendahuluan

Formularium adalah himpunan obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi
dan Terapi untuk digunakan dirumah sakit dapat direvisi pada setiap batas waktu yang
disepakati. Sistem yang dipakai adalah sistem dimana prosesnya tetap berjalan, dalam arti
bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, dilain pihak PFT mengadakan
evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada dipasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

Review

Formularium merupakan salah satu instrumen yang dijadikan pertimbangan dalam


pengadaan obat-obat yang akan digunakan di RSUD Wangaya Kota Denpasar. Obat-obat
yang tercantum di dalam Formularium RS dipilih melalui proses transparan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan ilmiah (khasiat, safety, mutu), ketersediaan serta
keterjangkauan.

Formularium RSUD Wangaya terakhir disusun tahun 2013 akhir, dan baru bisa
diedarkan ke seluruh SMF sekitar bulan Februari 2014.

Formularium RSUD Wangaya Edisi IX tahun 2014, sudah dilakukan perubahan dari
sisi fisik menjadi lebih lebih kecil dari edisi terdahulu. Sedangkan dari sisi konten dilakukan
perubahan yaitu menampilkan kebijakan-kebijakan terkait penggunaan formularium serta
kriteria-kriteria lain seperti kriteria penghapusan obat, prosedur pengusulan obat, prinsip
penggunaan antibiotik bijak, contoh penulisan resep, tata cara penulisan resep dan lain-lain.
Formularium edisi ini sebagian item obatnya sudah mengacu pada Fornas dan DOEN
yang berlaku saat ini, serta dilengkapi item obat-obat diluar fornas yang diperlukan /
diusulkan oleh masing-masing SMF.

Pada edisi ini terdapat sisipan beberapa obat, dimana item obat yang disisipkan
adalah obat- obatan yang tercantum di fornas / e-catalog, sehingga dapat melengkapi daftar
obat dalam formularium rumah sakit.

Instalasi Farmasi melayani permintaan obat (resep) selama 24 jam. Apabila terjadi
kekosongan obat di Instalasi Farmasi, maka petugas Instalasi Farmasi akan mencarikan obat
yang kosong tersebut ke penyelenggara (provider) pelayanan farmasi lain yang masih ada di
lingkungan rumah sakit. Alternatif jalan keluar yang lain adalah dengan penyampaian
informasi kepada dokter yang meminta obat tersebut dengan menawarkan pilihan alternatif
obat dimaksud.

Peresepan menggunakan lembar resep rumah sakit, dimana untuk pasien rawat inap
lembar resep itu dilampirkan dalam Kartu CPO, sedangkan untuk pasien rawat jalan cukup
lembar resep rumah sakit saja. Penulisan resep dilakukan oleh dokter yang diberi
kewenangan oleh rumah sakit untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Terkait peresepan
yang lengkap dan aman, dilakukan sosialisasi kepada pada dokter oleh Tim PFT yang
disampaikan oleh Ketua PFT sesuai dengan kaedah-kaedah KARS, meliputi peresepan pro re
nata (prn), penulisan kekuatan obat, aturan pakai dan lain sebagainya.

Pemantauan kepatuhan peresepan terhadap Formularium RS telah dilakukan


menggunakan data yang bersumber dari sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS).

Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan penulisan resep


terhadap Formularium seperti melakukan sosialisasi kebijakan terkait Formularium ke
berbagai pihak terkait, seperti dokter, perawat dan staf Instalasi Farmasi.

Evaluasi

Proses penambahan / pengurangan item dalam formularium rumah sakit, dilakukan


sesuai prosedur dengan mengisi formulir usulan sisipan obat untuk bisa masuk formularium
rumah sakit. Dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun, pelayanan obat lebih banyak
mengutamakan pada pengadaan obat generic dan sediaan farmasi yang tertera pada e-
katalog di situs LKPP, mengingat pasien dengan kategori jaminan kesehatan meliputi JKBM
dan JKN mendominasi dimana yang ditanggung adalah umumnya obat generik, kecuali obat
generiknya tidak tersedia, baru diadakan obat dengan nama dagang serta disesuaikan
dengan harga di LKPP untuk obat e-katalog. Sedangkan obat non fornas / non e-katalog
digunakan untuk kebutuhan pasien jaminan umum serta untuk melengkapi item obat yang
belum ada di fornas untuk keperluan terapi pasien sesuai dengan indikasi medis.

Sedangkan evaluasi penggunaan obat generik selama tahun 2014 adalah sebagai
berikut:
No Bulan Pasien Umum Pasien BPJS
1 Januari 23,81 % 79,55 %
2 Februari 10,92 % 82,26 %
3 Maret 32,63 % 86,36 %
4 April 47,50 % 81,94 %
5 Mei 43,59 % 91,18 %
6 Juni 43,59 % 72,04 %
7 Juli 43,5 % 63,67 %
8 Agustus 54,21 % 67,68 %
9 September 58,54 % 77,63 %
10 Oktober 35,94 % 71,11 %
11 November 44,00 % 72,36 %
12 Desember 45,45 % 70,97 %
Rata-rata 40,28 % 76,40 %

Dilihat dari data diatas, persentase pemakaian obat generik untuk pasien dengan jaminan
BPJS masih lebih tinggi dibanding pada pasien umum. Hal ini selain disebabkan oleh masih
dominannya pemakaian obat dengan merek dagang, juga ketersediaan sediaan farmasi
dengan nama generik yang belum bisa mencakup seluruh sediaan farmasi yang tertera di
DOEN dan Fornas.

Dilihat dari data pemakaian antibiotic tahun 2013 dan tahun 2014, diambil dari
beberapa antibiotic.

No Nama antibiotic 2013 2014


1 Meropenem 413 1.081
2 Ceftriaxon 6.907 13.864
3 Cefotaxim 30.039 48.988
4 Cefoperazon +sulbactam 2.208 1.766
5 Ceftazidime 4.149 1.157
Dari data diatas, terjadi peningkatan pemakaian 3 dari 5 antibiotic injeksi yang biasa
digunakan, dimana tentunya hal ini perlu mendapat perhatian dan perlu dievaluasi terkait
sensitivitas / dampak resistensi dari penggunaan antibiotik. Dengan dikeluarkannya
formularium Nasional serta DOEN 2013, dan didukung dengan pedoman umum penggunaan
antibiotic, tentunya pemakaian antibiotic diharapkan semakin terkendali dimana pemakaian
sesuai dengan pedoman yang ada, serta sesuai dengan PPK yang disusun.

Kesimpulan

1. Semakin ditingkatkannya penulisan nama generic di sarana pelayanan kesehatan


pemerintah.
2. Perlu adanya tim multidisiplin yang melakukan pemantauan terkait pengendalian
penggunaan obat di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai