Anda di halaman 1dari 14

Faradita Nadilah Golonda

2017 - 11 - 303
Teori Tambahan Modul 4

Silicon controlled rectifier (SCR) atau thyristor merupakan device semikonduktor yang
mempunyai perilaku cenderung tetap on setelah diaktifkan dan cenderung tetap off setelah
dimatikan (bersifat histeresis) dan biasa digunakan sebagai saklar elektronik, protektor, dan
lain sebagainya. Sebelum kita mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan prinsip kerja
dasar dari Silicon controlled rectifier (SCR), sebaiknya kita tahu terlebih dulu tentang definisi
dari dioda shockley. Karena SCR itu sendiri memang device yang dikembangkan dari sebuah
dioda shockley, yaitu dioda yang terdiri dari empat lapisan bahan semikonduktor, atau yang
juga biasa disebut sebagai dioda PNPN.
Perkembangan dioda shockley menjadi SCR sebenarnya dicapai hanya dengan menambah
suatu tambahan kecil yang tidak lebih dari sambungan kawat ketiga yang diberi nama “gate”
dari struktur PNPN yang telah ada. untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.

Perkembangan dioda shockley menjadi SCR


Berikut ini gambar simbol skematik
dan diagram skematik dari SCR.

Jika sebuah gate dari SCR dibiarkan mengambang atau tidak terhubung (terputus), maka SCR
akan berperilaku sama persis seperti dioda shockley. Seperti halnya dioda shockley, SCR juga
akan aktif dan mengunci (latch) saat diberikan tegangan breakover antara katoda dan anoda.
Untuk mematikan kembali SCR dapat dilakukan dengan cara mengurangi arus sampai salah
satu dari transistor internal tersebut jatuh dan berada dalam mode cutoff , dan perilaku SCR
yang seperti ini juga seperti dioda shockley. Lalu sekarang coba kita bahas tentang kawat atau
terminal gate yang menjadi perbedaan dari kedua perangkat ini. Kita tahu kalau terminal gate
SCR terhubung langsung ke basis transistor yang lebih rendah, itu berarti terminal gate ini
dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengaktifkan SCR (latch up). Dengan memberikan
tegangan yang kecil antara gate dan katoda, transistor yang bawah atau transistor yang lebih
rendah akan dipaksa ON oleh arus basis yang dihasilkan, hal ini akan menyebabkan arus basis
transistor atas mengalir dan transistor atas akan aktif dan menghantarkan arus basis untuk
transistor yang bawah (tidak dibutuhkan lagi pasokan tegangan dari terminal gate), sehingga
kini kedua transistor saling menjaga agar tetap aktif atau saling mengunci (latch). Arus yang
diperlukan gate untuk memulai latch up tentu saja jauh lebih rendah daripada arus yang
melalui SCR dari katoda ke anoda, sehingga SCR tidak perlu mencapai penguatan.
Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)
Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303
Cara yang paling umum digunakan dan dianggap aman untuk mengaktifkan SCR adalah
dengan memberikan tegangan pada terminal gate, dan cara atau metode seperti ini disebut
dengan “memicu” (triggering). Bahkan dalam penggunaannya SCR biasanya sengaja dibuat
atau dipilih dengan tegangan breakover yang jauh lebih besar melampaui tegangan terbesar
yang diperkirakan akan dialami oleh sumber listrik. Sehingga SCR hanya bisa diaktifkan
dengan pulsa tegangan yang diterapkan ke terminal gate, bukan dengan tegangan breakover.
Perlu dikatakan bahwa SCR terkadang bisa dimatikan secara langsung dengan menjumper atau
mengkorsletkan terminal gate dan katoda, yang disebut dengan “reverse triggering”, dimana
gate dengan tegangan negatif (mengacu pada katoda), sehingga transistor yang lebih rendah
atau dibawah dipaksa cutoff. Saya mengatakan ini kadang-kadang karena cara ini mungkin
akan melibatkan semua arus kolektor dari transistor atas yang melewati basis transistor yang
dibawah. Dan arus ini mungkin sangat substansial sehingga membuat triggered shut off dari
SCR begitu sulit. Dan sebuah thyristor Gate-Turn-Off (GTO) yang merupakan variasi dari
SCR yang akan mampu mempermudah tugas ini. akan tetapi bahkan dengan sebuah GTO
sekalipun, arus gate yang dibutuhkan untuk mematikannya mungkin sebanyak 20% dari arus
anoda (beban). Simbol skematik dari GTO ditunjukkan oleh gambar ilustrasi dibawah ini.

thyristor - GTO
SCR dan GTO mempunyai skema yang sama yaitu dua transistor yang terhubung secara
positif-dengan mode feedback atau berbalikan. Satu-satunya perbedaan dari rancangan
konstruksi adalah untuk memberikan transistor NPN sebuah β yang lebih besar dari PNP. Hal
ini memungkinkan arus gate yang lebih kecil (forward atau reverse) untuk mengerahkan
tingkat kontrol yang lebih besar atas konduksi dari katoda ke anoda. Dalam keadaan terkunci
(latch), transistor PNP menjadi lebih tergantung pada NPN bukan sebaliknya. Thyristor Gate-
Turn-Off juga dikenal dengan nama Gate-controlled switch (GCS).
Pengetesan fungsi dasar SCR, atau mengidentifikasi terminal dapat dilakukan dengan
ohmmeter. Karena koneksi internal antara gate dan katoda adalah PN junction tunggal, alat
ukur harus menunjukkkan adanya sambungan atau koneksi antara terminal-terminal ini saat
probe merah dihubungkan ke gate dan probe hitam pada katoda. Seperti gambar dibawah ini.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Dan SCR akan menunjukkan terminal terbuka atau tak terhingga (OL jika pada display
multimeter digital) saat pengukuran dilakukan pada sambungan-sambungan yang lain. Perlu
dipahami bahwa tes ini sangat kasar dan bukan merupakan penilaian yang komprehensif dari
SCR. Hal ini dilakukan untuk memberikan indikasi tahanan SCR masih baik atau sudah rusak.
Dan satu-satunya cara untuk menguji SCR yang lebih mendalam adalah dengan arus beban.
Jika anda menggunakan multimeter yang mempunyai fungsi dioda cheknya, indikasi tegangan
antara sambungan atau persimpangan gate ke katoda mungkin hasilnya tidak akan sesuai
dengan persimpangan PN silikon pada umumnya (yang biasanya sekitar 0,7 volt). Dalam
beberapa kasus, hasil pengukuran tegangan akan jauh lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh
resistor internal yang terhubung antara gate dan katoda yang dimasukkan kedalam beberapa
SCR. Resistor ini ditambahkan untuk mengurangi kerentanan SCR terhadap pemicu (trigger)
palsu, yang berasal dari lonjakan tegangan palsu, dari noise rangkaian, atau dari pelucutan
listrik statis. Dengan kata lain, adanya resistor yang terhubung di persimpangan gate-katoda
mengharuskan sinyal trigger yang kuat (arus yang besar) untuk diterapkan pada gate SCR.
Fitur ini ditemukan pada SCR yang lebih besar bukan SCR yang kecil. Ingatlah bahwa SCR
dengan resistor internal yang terhubung antara gate dan katoda akan menunjukkan kontinuitas
hubungan dalam dua arah antara dua terminal.

Resistor internal pada kaki gate dan katoda SCR


SCR dengan nilai resistor internal yang kecil terkadang juga disebut sebagai SCR gate sensitif,
karena kemampuannya yang dipicu (triggered) oleh sinyal positif gate yang sangat sedikit.
Rangkaian tes untuk SCR berikut ini sangat baik untuk digunakan sebagai alat uji SCR, selain
Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)
Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303
itu juga sangat baik untuk mengetahui dan memahami operasi dasar SCR. Sebuah sumber
tegangan DC yang digunakan sebagai daya dari rangkaian dan dua push button switch yang
digunakan untuk mengaktifkan dan mematikan SCR.

Rangkaian sederhana penguji SCR


Push button NO (tombol on) menghubungkan gate dengan anoda, sehingga arus dari terminal
negatif baterai akan melalui PN junction katoda-gate, kemudian melalui saklar, melalui
resistor beban dan kembali ke baterai. Arus gate inilah yang akan membuat SCR latch on,
sehingga meskipun tombol on dilepas, beban akan tetap mendapat daya listrik. Dengan
menekan push button NC (tombol off), arus yang melalui SCR akan terhenti, sehingga hal
tersebut akan memaksa untul mematikan SCR (Turn off).
Jika SCR tidak bisa atau gagal untuk latch, mungkin masalahnya ada pada beban rangkaian
bukan pada SCR. Arus beban dengan jumlah minimum tertentu diperlukan atau wajib dimiliki
untuk menjaga agar SCR latch on. Tingkat atau level arus minimum ini disebut “holding
current”. Holding current biasanya berkisar antara 1 miliampere sampai 50 miliampere atau
mungkin lebih untuk unit yang lebih besar.
Untuk pengujian sepenuhnya dapat dilakukan dengan menguji trigger dengan tegangan
breakover. Untuk menguji batas tegangan breakover dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan suplai tegangan DC sampai SCR aktif dan mengunci (latch) dengan sendirinya
(tanpa perlu menekan tombol pushbutton). Saat tes tegangan breakover ini perlu kehati-hatian
karena mungkin memerlukan tegangan yang sangat tinggi. Dalam bentuk sederhana, rangkaian
tes SCR bisa cukup sebagai rangkaian kontrol start/stop untuk motor DC, lampu, atau beban-
beban yang praktis lainnya.

Rangkaian kontrol start/stop motor DC

Contoh penggunaan SCR pada sirkuit DC adalah sebagai perangkat atau device crowbar yang

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303
berfungsi untuk memproteksi bila terjadi tegangan lebih (over voltage). Sirkuit crowbar terdiri
dari sebuah SCR yang dihubungkan pararel dengan output dari power supply DC. Rusaknya
SCR dan power supply dapat dicegah dengan pemasangan secara benar dan bijaksana sebuah
fuse atau resistansi seri yang besar setelah SCR untuk membatasi arus hubung singkat dari
rangkaian.

rangkaian power supply DC

Beberapa rangkaian atau perangkat sensor tegangan output akan terhubung ke gate SCR.
Sehingga ketika kondisi overvoltage terjadi, tegangan akan diterapkan di antara gate dan
katoda, yang kemudian memicu atau mentrigger SCR dan memaksa fuse untuk memutus.
Meskipun fakta mengatakan bahwa SCR merupakan perangkat DC (arus searah), namun
sebagian besar aplikasi SCR adalah untuk mengontrol daya AC (arus bolak-balik). Jika
dibutuhkan arus rangkaian dalam dua arah, maka beberapa atau lebih dari satu SCR dapat
digunakan dalam sebuah rangkaian. Dengan begitu SCR akan dapat menangani atau
mengalirkan setiap arah arus dari kedua setengah siklus gelombang AC.

Transformator atau sering disebut dengan istilah Trafo adalah suatu alat listrik yang dapat
mengubah taraf suatu tegangan AC ke taraf yang lain. Maksud dari perubahan taraf tersebut
diantaranya seperti untuk menurunkan Tegangan AC dari 220VAC ke 12 VAC ataupun
menaikkan Tegangan dari 110VAC ke 220 VAC.Transformator atau Trafo ini bekerja
mengikuti prinsip Induksi Elektromagnet dan hanya dapat bekerja pada tegangan yang berarus
bolak balik (AC).Trafo memegang peranan yang sangat penting untuk pendistribusian tenaga
listrik.Trafo menaikan listrik yang berasal dari pembangkit listrik oleh PLN hingga ratusan
kilo Volt untuk di distribusikan, dan kemudian Trafo lainnya menurunkan tegangan listrik
tersebut ke tegangan yang diperlukan untuk setiap rumah tangga maupun perkantoran yang
pada umumnya menggunakan Tegangan AC 220Volt.

Fungsi Transformator
 Distribusi dan Transmisi Listrik
Seperti yang kita ketahui bahwa jarak antara pembangkit listrik dengan beban listrik yang
digunakan oleh pelanggan relatif terlalu jauh. Sehingga akan terjadinya drop tegangan.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303
Untuk itu kita harus menaikkan tegangan sebelum distribusi dan transmisi listrik jarak jauh
agar drop tegangan tidak terlalu besar serta lebih murah karena kabel yang digunakan lebih
kecil (semakin besar tegangan besar maka arus semakin kecil sesuai dengan Hukum kekekalan
energi).

Gambar transformator

Transformator daya yang sering kali digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan

Seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), Tegangan yang di hasilkan oleh pembangkit sebesar
13,8 KV lalu di naikkan menjadi 150 KV lalu diturunkan ke 380 V untuk di distribusikan ke
rumah – rumah.

 Rangkaian Kontrol
Pada peralatan elektronik seperti komputer, charger dan berbagai macam peralatan lainnya,
transformator sering kali digunakan untuk menurunkan tegangan agar dapat digunakan pada
tegangan kontrol (5 Volt, 12 Volt,dsb).Begitu juga rangkaian kontrol motor pada pabrik, Trafo
dipakai untuk mengenergize dan meng dienergize kontaktor yang dipakai untuk menghidupkan
dan mematikan motor induksi.

 Rangkaian Pengatur Frekuensi


Dalam dunia radio frekuensi, transformator juga sering kali digunakan untuk mengatur besaran
frekuensi yang dihasilkan. Hanya saja bentuk dan dimensinya jauh lebih kecil di bandingkan
trafo yang sering kali digunakan pada rangkaian kontrol apalagi transformator atau trafo
transmisi listrik.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Teori Tambahan Modul 5

Pengertian Inverter dan Jenis-jenisnya

Power Inverter atau biasanya disebut dengan Inverter adalah suatu rangkaian atau
perangkat elektronika yang dapat mengubah arus listrik searah (DC) ke arus listrik bolak-balik
(AC) pada tegangan dan frekuensi yang dibutuhkan sesuai dengan perancangan rangkaiannya.
Sumber-sumber arus listrik searah atau arus DC yang merupakan Input dari Power
Inverter tersebut dapat berupa Baterai, Aki maupun Sel Surya (Solar Cell). Inverter ini akan
sangat bermanfaat apabila digunakan di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan pasokan
arus listrik AC. Karena dengan adanya Power Inverter, kita dapat menggunakan Aki ataupun
Sel Surya untuk menggerakan peralatan-peralatan rumah tangga seperti Televisi, Kipas Angin,
Komputer atau bahkan Kulkas dan Mesin Cuci yang pada umumnya memerlukan sumber
listrik AC yang bertegangan 220V ataupun 110V.
Bentuk-bentuk Gelombang yang dapat dihasilkan oleh Power Inverter diantaranya
adalah gelombang persegi (square wave), gelombang sinus (sine wave), gelombang sinus yang
dimodifikasi (modified sine wave) dan gelombang modulasi pulsa lebar (pulse width
modulated wave) tergantung pada desain rangkaian inverter yang bersangkutan. Namun pada
saat ini, bentuk-bentuk gelombang yang paling banyak digunakan adalah bentuk gelombang
sinus (sine wave) dan gelombang sinus yang dimodifikasi (modified sine wave). Sedangkan
Frekuensi arus listrik yang dihasilkan pada umumnya adalah sekitar 50Hz atau 60Hz dengan
Tegangan Output sekitar 120V atau 240V. Output Daya listrik yang paling umum ditemui
untuk produk-produk konsumer adalah sekitar 150 watt hingga 3000 watt.

Prinsip Kerja Inverter


Sederhananya, suatu Power Inverter yang dapat mengubah arus listrik DC ke arus listrik AC
ini hanya terdiri dari rangkaian Osilator, rangkaian Saklar (Switch) dan sebuah Transformator
(trafo) CT seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini.

Sumber daya yang berupa arus listrik DC dengan tegangan rendah (contoh 12V) diberikan ke
Center Tap (CT) Sekunder Transformator sedangkan dua ujung Transformator lainnya (titik A
Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)
Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303
dan titik B) dihubungkan melalui saklar (switch) dua arah ke ground rangkaian. Jika saklar
terhubung pada titik A akan menyebabkan arus listrik jalur 1 mengalir dari terminal positif
baterai ke Center Tap Primer Transformator yang kemudian mengalir ke titik A Transformator
hingga ke ground melalui saklar. Pada saat saklar dipindahkan dari titik A ke titik B, arus
listrik yang mengalir pada jalur 1 akan berhenti dan arus listrik jalur 2 akan mulai mengalir
dari terminal positif baterai ke Center Tap Primer Transformator hingga ke ground melalui
Saklar titik B. Titik A, B dan Jalur 1, 2 dapat dilihat pada gambar diatas,

Peralihan ON dan OFF atau A dan B pada Saklar (Switch) ini dikendalikan oleh sebuah
rangkaian Osilator yang berfungsi sebagai pembangkit frekuensi 50Hz yaitu mengalihkan arus
listrik dari titik A ke titik B dan titik B ke titik A dengan kecepatan 50 kali per detik. Dengan
demikian, arus listrik DC yang mengalir di jalur 1 dan jalur 2 juga bergantian sebanyak 50 kali
per detik juga sehingga ekivalen dengan arus listrik AC yang berfrekuensi 50Hz. Sedangkan
komponen utama yang digunakan sebagai Switch di rangkaian Switch Inverter tersebut pada
umumnya adalah MOSFET ataupun Transistor.

Sekunder Transformator akan menghasilkan Output yang berupa tegangan yang lebih
tinggi (contohnya 120V atau 240V) tergantung pada jumlah lilitan pada kumparan sekunder
Transformator atau rasio lilitan antara Primer dan Sekunder Transformator yang digunakan
pada Inverter tersebut.

Inverter adalah suatu rangkaian elektronika daya yang digunakan untuk mengkonversi
atau mengubah tegangan searah (DC) menjadi tegangan bolak-balik (AC). Inverter merupakan
kebalikan dari converter (adaptor) yang memiliki fungsi mengubah tegangan bolak-balik (AC)
menjadi tegangan searah (DC).
Saat ini terdapat beberapa tipologi inverter, mulai dari inverter yang hanya menghasilkan
tegangan bolak-balik saja (push-pull inverter), sampai dengan inverter yang mampu
menghasilkan tegangan sinus murni tanpa harmonisasi. Selain itu inverter juga bisa
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarnya fasanya, mulai dari satu fasa, tiga fasa,
sampai dengan multifasa.

Fungsi Inverter
Seperti yang telah dikatakan tadi, inverter memiliki fungsi mengubah tegangan searah (DC)
menjadi tegangan bolak-balik (AC). Perubahan tersebut dilakukan dengan mengubah
kecepatan motor AC dengan cara mangubah frekuensi outputnya. Jadi bisa dibilang inverter
ini multifungsi, dapat mengubah arus AC ke DC, lalu mengembalikannya lagi ke AC.
Inverter banyak digunakan pada bidang otomatisasi industri. Pengaplikasian inverter biasanya
terpasang di proses linear (parameter yang bisa diubah-ubah). Linear yang dimaksud memiliki
bentuk seperti grafik sinus, atau untuk sistem axis (servo) yang membutuhkan atau
memerlukan putaran yang presisi.

Cara Kerja Inverter


Cara kerja inverter ini sebenarnya dilakukan dengan cara mengubah input motor listrik AC
menjadi DC, yang kemudian dibuah lagi menjadi AC dengan frekuensi yang dikehendaki,
sehingga motor listrik tersebut dapat dikontrol atau dikendalikan sesuai dengan kecepatan
yang diinginkan.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Inverter adalah salah satu komponen penting catu daya yang berfungsi mengubah
sumber tegangan masukan DC ke bentuk sumber tegangan keluaran AC. Secara definisi,
rangkaian inverter ideal adalah inverter yang tidak menghasilkan riak di sisi masukannya dan
menghasilkan sinyal sinusoidal murni di sisi keluarannya, baik yang terkontrol arus/tegangan,
terkontrol frekuensi, ataupun terkontrol kedua-duanya. Secara umum rangkaian inverter
biasanya digunakan dalam aplikasi pengendali kecepatan motor AC, variable-frequency
drives, UPS/catu-daya AC, pemanas induksi/microvawe, Static VAR Generator, FACTS
(Flexible AC Transmission System), trasnmisi daya HVDC,   ataupun digunakan sebagai

rangkaian rectifier-inverter.
Gambar 1 Aplikasi Inverter : Rangkaian Pengendali Kecepatan Motor AC

Gambar 2 Aplikasi Inverter : Pembangkit Hibrida PV – GD

Ada banyak topologi inverter saat ini bergantung pada jumlah fasa tegangan keluarannya (1-
fasa, 3-fasa, dll), metoda pengaturan sinyal kontrol tegangan keluaran (pulse width
modulation (PWM), pulse amplitude modulation (PAM), gelombang persegi), menurut level
tegangan keluaran, dll. Untuk memudahkan proses penulisan, pada artikel kali dikhususkan
untuk membahas topologi rangkaian inverter 1 fasa. Sedangkan topologi 3 fasa akan dibahas
pada pembahasan selanjutnya.
DASAR TEORI
Cara paling sederhana untuk menghasilkan tegangan AC adalah dengan cara mengatur
keterlambatan sudut penyalaan saklar pada tiap lengan inverter sehingga mampu menghasilkan
level tegangan keluaran positip dan negatif yang berulang dengan frekuensi tertentu, seperti
yang ditunjukan oleh gambar 3, 4, dan 5 secara berurutan. Dari gambar terlihat bahwa dengan
menambah jumlah level tegangan keluaran, bentuk gelombang kotak dapat diubah mendekati
tegangan sinusoidal. Jumlah level tegangan keluaran ini dapat diperoleh dengan teknik
penyaklaran dan topologi inverter capasitor-split, diode-clamped ataupun inverter yang
disusun secara kaskade. Pembahasan tentang ini akan dibahas pada artikel selanjutnya.
Sedangkan gambar 6 menunjukan inverter setengah jembatan (half-bridge) yang dikontrol
dengan teknik penyaklaran PWM. Pembahasan tentang teknik penyaklaran PWM akan
dibahas lebih detail juga pada artikel terpisah.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Gambar 3 Tegangan AC Kotak 2-level


(tegangan keluaran inverter center tap dan
setengah jembatan)

Gambar 4 Tegangan AC Kotak 3-level Gambar 5 Tegangan AC Kotak 6-level

Gambar 6 Tegangan Sinusoidal AC Hasil Teknik Penyaklaran PWM

Jenis – Jenis Inverter DC Ke AC Berdasarkan jumlah fasa output inverter dapat dibedakan
menjadi :

1. Inverter 1 fasa, yaitu inverter dengan output 1 fasa.

2. Inferter 3 fasa, yaitu inverter dengan output 3 fasa.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Inverter juga dapat dibedakan dengan cara pengaturan tegangan-nya, yaitu :

1. Voltage Fed Inverter (VFI) yaitu inverter dengan tegangan input yang diatur konstan.

2. Current Fed Inverter (CFI) yaitu inverter dengan arus input yang diatur konstan.

3. Variable DC Linked Inverter yaitu inverter dengan tegangan input yang dapat diatur.

Berdasarkan bentuk gelombang output-nya inverter dapat dibedakan menjadi:

1. Sine Wave Inverter, yaitu inverter yang memiliki tegangan output dengan bentuk
gelombang sinus murni. Inverter jenis ini dapat memberikan supply tegangan ke beban
(Induktor) atau motor listrik dengan efisiensi daya yang baik.

2. Sine Wave Modified Inverter, yaitu inverter dengan tegangan output berbentuk gelombang
kotak yang dimodifikasi sehingga menyerupai gelombang sinus. Inverter jenis ini memiliki
efisiensi daya yang rendah apabila digunakan untuk men-supply beban induktor atau motor
listrik.

3. Square Wave Inverter, yaitu inverter dengan output berbentuk gelombang kotak, inverter
jenis ini tidak dapat digunakan untuk men-supply tegangan ke beban induktif atau motor
listrik.

Fungsi inverter sebagai perubah tegangan DC ke AC ada dua di pasaran yaitu :

1.Inverter yang Dilengkapi Charger Accu

Inverter yang dilengkapi charger accu biasanya digunakan untuk rumah karena memang
sifat inverter yang tetap membutuhkan listrik PLN untuk charger accu nya.

2. Inverter Tanpa Charger

Inverter tanpa charger ini biasanya digunakan pada mobil dan panel surya, karena dalam
pengisian baterai pada mobil menggunakan alternator dan pada panel surya menggunaka
modul panel surya.

Prinsip Kerja Inverter

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Gambar 2.6. Rangkaian 4 Saklar

Prinsip kerja inverter dapat dijelaskan dengan menggunakan 4 saklar seperti ditunjukkan
pada gambar di atas. Bila saklar S1 dan S2 dalam kondisi on maka akan mengalir aliran arus
DC ke beban R dari arah kiri ke kanan, jika yang hidup adalah saklar S3 dan S4 maka akan
mengalir aliran arus DC ke beban R dari arah kanan ke kiri. Inverter biasanya menggunakan
rangkaian modulasi lebar pulsa (Pulse Width Modulation/PWM) dalam proses konversi
tegangan DC menjadi tegangan AC.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih inverter DC ke AC diantaranya adalah :

1. Kapasitas beban yang akan disuplai oleh inverter dalam Watt, usahakan memilih inverter
yang beban kerjanya mendekati dengan beban yang hendak kita gunakan agar effisiensi
kerjanya maksimal.

2. Sumber tegangan input inverter yang akan digunakan, input DC 12 Volt atau 24 Volt.

3. Bentuk gelombang output inverter, Sine Wave ataupun Square Wave untuk tegangan output
AC inverter. Hal ini berkaitan dengan kesesuain dan efisiensi inverter DC ke AC tersebut.

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

DAFTAR PUSTAKA m 4

https://rumus.co.id/transformator/

http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-
Rectifier.html

DAFTAR PUSTAKA m 5

https://teknikelektronika.com/pengertian-inverter-prinsip-kerja-power-inverter/
https://belajarelektronika.net/pengertian-fungsi-dan-cara-kerja-inverter/
https://indone5ia.wordpress.com/2011/09/23/rangkaian-elektronika-daya-inverter-mengubah-
tegangan-dc-ac/
http://tugaskuliahelektro.blogspot.com/2015/09/inverter.html

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)


Faradita Nadilah Golonda
2017 - 11 - 303

Laboratorium Elektronika Daya | (Halaman)

Anda mungkin juga menyukai