Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM ELEKTRONIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Silicon Controlled Rectifier atau sering disingkat dengan SCR adalah Dioda yang
memiliki fungsi sebagai pengendali. Berbeda dengan Dioda pada umumnya yang hanya
mempunyai 2 kaki terminal, SCR adalah dioda yang memiliki 3 kaki Terminal. Kaki
Terminal ke-3 pada SCR tersebut dinamai dengan Terminal “Gate” atau “Gerbang” yang
berfungsi sebagai pengendali (Control),  sedangkan kaki lainnya sama seperti Dioda pada
umumnya yaitu Terminal “Anoda” dan Terminal “Katoda”.  Silicon Controlled Rectifier
(SCR) merupakan salah satu dari anggota  kelompok komponen Thyristor. Cara yang
paling umum digunakan dan dianggap aman untuk mengaktifkan SCR adalah dengan
memberikan tegangan pada terminal gate, dan cara atau metode seperti ini disebut dengan
“memicu” (triggering). Bahkan dalam penggunaannya SCR biasanya sengaja dibuat atau
dipilih dengan tegangan breakover yang jauh lebih besar melampaui tegangan terbesar
yang diperkirakan akan dialami oleh sumber listrik. Sehingga SCR hanya bisa diaktifkan
dengan pulsa tegangan yang diterapkan ke terminal gate, bukan dengan tegangan
breakover. Perlu dikatakan bahwa SCR terkadang bisa dimatikan secara langsung dengan
menjumper atau mengkorsletkan terminal gate dan katoda, yang disebut dengan “reverse
triggering”, dimana gate dengan tegangan negatif (mengacu pada katoda), sehingga
transistor yang lebih rendah atau dibawah dipaksa cutoff. Saya mengatakan ini kadang-
kadang karena cara ini mungkin akan melibatkan semua arus kolektor dari transistor atas
yang melewati basis transistor yang dibawah. Dan arus ini mungkin sangat substansial
sehingga membuat triggered shut off dari SCR begitu sulit. Dan sebuah thyristor Gate-
Turn-Off (GTO) yang merupakan variasi dari SCR yang akan mampu mempermudah
tugas ini. akan tetapi bahkan dengan sebuah GTO sekalipun, arus gate yang dibutuhkan
untuk mematikannya mungkin sebanyak 20% dari arus anoda (beban). Simbol skematik
dari GTO ditunjukkan oleh gambar ilustrasi dibawah ini. Pengetesan fungsi dasar SCR,
atau mengidentifikasi terminal dapat dilakukan dengan ohmmeter.

1.2 Tujuan percobaan


1. Untuk mengetahui rangkaian switching dengan sensor menggunakan SCR
2. Untuk mengetahui mekanisme sensor
3. Untuk mengetahui prinsip kerja dari SCR
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
BAB II
LANDASAN TEORI

Rangkaian penguat berbasis transistor adalah bagian penting dari banayak instrumen
elektronik modern.Satu aplikasi umumnya adalah dalam telepon seluler, dimana sinyal audio
diletakkan diatas gelombang pembawa berfrekuensi tinggi. Sayangnya, transisitor memiliki
kapasitansi bawaan yang menimbulkan keterbatasan frekuensi pemakaiannya. Hal ini harus
dipertimbangkan ketika kita memilih transistor untuk suatu aplikasi tertentu.Simbol Transistor
mirip dengan diode, tetapi memiliki terminal tambahan yang disebut gerbang. Diode akan
berkonduksi jika dibiaskan secara biasa, yaitu jika anoda lebih positif dari ka- tode;
Sementara tiristor tidak akan berkonduksi bila dibiaskan secara terbalik, dalam hal ini agar
mirip dengan dioda. Namun, tiristor tidak akan berkon- duksi dalam Arah biasa, kecuali jika
ada arus tertentu melewati gerbangnya, Alat itu dapat dikontrol kompilasi berkonduksi. Ini
yang membuat tiristor yang sebenarnya menjadi silikon pengoreksi yang dapat dikontrol /
Silicon Controlled Rectifier (SCR). Anoda Menganggap bahwa sinyal steady-state sinosold
diwakili ekivalen theveinnya, kita tertarik pada rasio tegangan keluaran dan pada tengangan
masukkan. Adanya kapasitansi transistor internal menyebabkan berkurangnya penguatan
seiring dengan ditingkatkannya frekuensi. Hal ini benar-benar membatasi frekuensi tempat
rangkaian beroperasi dengan baik.Karakteristiknya pada saat terbalik mirip dengan diode.
Saat dibiaskan secara normal, tegangannya dapat naik hingga Vo (tegangan batas
pengubah)alat berkonduksi dan karakteristiknya menjadi lebih mirip lagi dengan diode,
kecuali itu y I V (bukan 0,7 V). Arus. pada saat batas berubah pada tingkat yang disebut arus
kancing. Jika arus gerbang ma-suk, Vo berkurang sampai arus masuk yang mencukupi, lalu
karakteristiknya bo-lehujui sama dengan diode. Ketika mengkarakterisasi penguat, frekuesnsi
biasanya di set pada gain nilai maksimumnya 30 dan dikurangi pada ferekuesni 30 MHz. Jadi
teansistorkan pada keadaan bekerja sendiri atau terkancing, arus ger-bang bisa
disingkirkan.Metode untuk Menghidupkan Tiristor (Membakar atau Memacu) Beberapa
metode untuk mengaktifkan Transistor berikut ini dengan Meningkatkan Tegangan Blasa
hingga di Atas. Hal ini dapat dilihat melalui kecepatan dV / dr tiristor. Pengaturan pemacuan
praktis tidak menggunakan cara ini. Kecepatan d V / dr ini menunjukkan kecurangan
maksimum transien pada suplai sebelum pembakaran palsu terbentuk.Dengan menyuplai arus
ke gerbang. Metode ini dilakukan dengan menyuplai tegangan dengan polaritas yang benar,
yaitu positif untuk arus input gerbang, dan lebih dari ukuran minimum untuk waktu yang
lebih banyak minimum kali. Metode ini dilakukan dengan menyuplai tegangan dengan
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
polaritas yang benar, yaitu positif untuk arus input gerbang dan lebih dari ukuran
minimumKapasitor dan induktor kemudian dapat ditentukkan dan digambarkan pada diagram
dimana hubungan selisih fase 90 derajat akn tampak lebih jelas. Jumlah dari ketiga tegangan
ini adalah tegangan sumber, dan untuk rangkaian ini didefinisikan sebagai rangkaian ‘
resinansi’ karena tegangan sumber dan yegangan resistor adalah sama. Metode Mematikan
Tiristor (Komutasi) Seperti yang telah diperlihatkan, tiristor terkancing setelah terpacu. Ka
rasikan pada suplai d.c. tetap ,, menjadikan tiristor tidak dapat dimatikan. Menerimalah
metode berikut ini. 1. Dengan mengurangi arus Arah biasa di bawah ukuran pokoknya, Cara
ini perlu kebutuhan umum. Arus utama lebih kecil dari arus kancing. Kalau arus Arah biasa
dapat diselesaikan di bawah ukuran arus utama tiristor akan kembali ke keadaan nonkonduksi.
Hal ini dapat disetujui dengan memutuskan hubungan suplai ,, akan tetapi, kegunaan tiristor
sebagai sakiar akan hilang karena diperlukan beralih lain untuk mengendalikannya. 2. Dengan
memberikan tegangan Arah terbalik ke tiristor. Tegangan acuan sejauh ini dapat
menjumlahkan untuk mendapatkan arus sumber.Cara ini dapat dilaku- kan dengan
menghubungkan kapasitor komutasi yang terisi ke tiristor. Dari cara ini akan menghasilkan
dua hal pada waktu yang sama transistor, dan turunnya sampai di bawah ukuran pokok.
Tiristor itu mati dan kapa sitor terisi oleh tegangan suplai. Sirkitri komutasi diperlukan lagi
untuk dioperasikan operasikan ini secara otomatis. Kapasitor yang dibutuhkan sangat
dibutuhkan karena digunakan untuk arus yang berat. (William.2005)
Metode kontrol ini digunakan dalam pengontrol sirkit cahaya dan kecepatany dalam
pengoreksi (penyearah) kontrol kontrol suplai daya, dan lain-lain. Keku- rangannya yang
paling ulama adalah salah satu setengah siklus. Setengah siklus yang kedua dapat digunakan
ketika dua buah tiristorisikan oleh para leluhur dengan punggung bertemu kembali, yaitu hu
bungan paralel inversi, dan ditampilkan pada setengah siklus secara bergantian. Triak tercipta
karena masalah hubungan tiristor yang paralel inversi dan dibutuhkannya sinyal pemacu
terpadu. Simbol sirkit menunjukkan bahwa triak itu mirip dengan dua buah teristor yang
bertemu punggung. Akan tetapi, ada perbedaan, yaitu triak dapat dipacu di sebelah manapun,
baik pulsa positif maupun pulsa negatif pada terminal gerbang tunggalnya. Generasi Bentuk
Gelombang. Gelombang sinusoidal biasanya dihasilkan oleh sirkit LC yang disetel atau sirkit
RC berfrekuensi selektif yang disambungkan ke penguat. Susunan ini kemudian terkenal
dengan nama osilator. Gelombang siku-siku dihasilkan oleh osilator multivibrator yang
menggunakan pril-sip rileksasi pasokan dan pengosongan sirkif CR. Gelombang yang lain
terlihat dihasilkan oleh gelombang siku-siku atau sinu- soidal. Sirkit pembentukan gelombang
yang paling umum adalah sirkit integrasi. Jaringan Pembatasan atau Pemotongan Sirkit
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
pembatas digunakan untuk memotong sebagian besar tegangan, di sebelah atas atau di sebelah
bawah (atau seluruh) pada tingkat tertentu. Ini hanya menggunakan dioda dan resistor ..
Tahanannya lebih tinggi dari ta- hanan diode yang berarah biasa. Jaringan ini mungkin terdiri
dari pembatas negatif atau positif. Pembatas positif memenggal gelombang dari sebelah atas,
sedangkan pembatas negatif memenggal dari sebelah bawah. Selain itu, jaringan pembatas
dapat digunakan secara seri atau paralel (shunt). Diode dipilih oleh antara input dan output da
pembatas seri yang tampak pada gambar 9.7 (a). Dalam pembatas paralel yang tampak pada
gambar 9.7 (b) dan (c), diode transisi secara paralel dengan output. Pembatas positif dapat
dengan mudah mengatur terminal positif nya ada pada sambungan R dan anoda diode.
Tegangan pada kolektor segera naik ke +11 V- (tidak ke Voc +12 V) dani te pada gangan
kapasitor dan resistor 3KO segera naik menjadi +3 V. Paspor C sekarang terisi dengan cara
seperti blasanya melalui dua buah resistor . Tegangan pada kapasitor menjadi +12 V setelah 5
CR detik, sehingga tegangan "kolektor juga menjadi +12 V (sambungan C dan resistor 3KO
sekarang menjadi 0 V) Multivibrator Multivibrator membentuk lingkaran sirkit pengubah
elektronis yang juga dikenal sebagai oslator. Operasi transistor-transistornya diputuskan untuk
suatu jangkawaktu tertentu. Gelombang keluaran khusus berbentuk siku siku atau pulsa segi
empat, Multivibrator membutuhkan dua buah transistor (atau katup). Multivibrator astabil.
Jenis ini sering disebut multivibrator yang berfungsi sebagai basis karena tidak memerlukan
sinyal input yang khusus dan menghasilkan deretan gelombang siku-siku yang dikontinyu
pada output-nya. 2. Multivibrator bistabil (dua kestabilan) Jenis ini sering disebut flip-flop
karena memiliki dua kondisi operasi yang stabil diberikan suatu sinyal dalam put, output
berubah dari satu keadaan operasi stabil ke keadaan yang lain. 3. Multivibrator monostabil
(kestabilan tunggal). Jenis ini kadang-kadang disebut multivibrator satu pukulan. Di sini
menjalankan input sinyal menyebabkan out-put berubah ke tempat lain pada hakikatnya
stabil. Output Tetap dalam kondisi seperti itu selama beberapa waktu (tergantung pada ukuran
komponen). Setelah itu output kembali ke keadaan semula. Hidupkan suplai dan gunakan
CRO kurva ganda untuk keperluan bentuk masingmasing dan masing-masing transistor
masing-masing. Gantikan R, dengan tahanan variabel 50KO, lalu berhasillah pengaruhnya
pada bentuk gelombang. Atur ulang hal di atas dengan modifikasi dengan tahanan variabel
50K0ET. (Chitode.2007)
Robot berdasarkan mobilitasnya terbagi dalam dua kelompok.Dioda yang ideal akan
mengalirkan arus sccara bebas kompilasi ais maju dan menahan arus kompilasi berarah
scbaliknya. Dengan demikian model rangkaian dioda dapat disusun sebagai saklar yang akan
mengalirkan arus kompilasi tertutup dan menahan arus kompilasi saklar terbuka. Karakteristik
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
volt-ampere dan model rangkaian thyristor yang mempunya pengaturan kisi gambar. Tlihat di
dacrah 'blok positif tidak ada kenaikan arus, sampai titik tembus dan sudah titik ini thyristor
menghubungkan dacrah penghantar tinggi yang mengaliraya cepat (keadaan nyala).
Perubahan dari padam ke nyala ini dimungkinkan dengan memberikan pulsapenyalaan dari
luar pada kisi. Bila thyristor telah mengaktifkan dacrah penghantar yang tinggi, kisi tidak
dapat iagi mengendalikannya. Cara untuk memadamkannya adalah dengan mengurangi arus
hingga mencapai harga di bawah arus pada dacrah negatif thyristor memiliki karakteristik
yang sama dengan dioda. Penambahan arus kisi mempersempit daerah arus pegang. Untuk
arus kisi yang tinggi, blok daerah positif menjadi tidak ada sehingga karakteristiknya sama
dengan dioda. (Sandy.2007)
Sifat dasar dan aplikasi thyristor Karena SCR adalah anggota keluarga thyristor yang
paling banyak digunakan, analisis yang lebih rinci tentang operasi dan karakteristiknya
diberikan di sini. SCR adalah perangkat empat lapis dengan tiga terminal, yaitu, anoda,
katoda, dan gerbang. Ketika anoda dibuat positif sehubungan dengan katoda, persimpangan J2
dibalik bias dan hanya arus usia kebocoran yang akan mengalir melalui perangkat. SCR
kemudian dikatakan berada dalam kondisi blOcking maju atau off-state. Ketika katoda dibuat
positif berkenaan dengan anoda, persimpangan J1 dan J3 adalah bias terbalik dan arus bocor
balik kecil akan mengalir melalui SCR. Ini adalah kondisi pemblokiran terbalik perangkat.
Ketika tegangan anoda-ke-katoda dinaikkan, persimpangan bias-terbalik J2 akan rusak karena
gradien tegangan besar melintasi lapisan penipisan. Ini adalah longsoran salju longsor. Karena
persimpangan lain dan J3 bias maju, akan ada pergerakan pembawa bebas di ketiga
persimpangan, menghasilkan arus anoda-ke-katoda besar ke depan. Ir. Pada saat penurunan
tegangan VT pada perangkat akan penurunan ohmik di empat lapisan, dan perangkat
kemudian dikatakan berada dalam keadaan konduksi atau dalam kondisi. Jika tegangan
anoda-ke-katoda sekarang berkurang, karena lapisan penipisan asli dan persimpangan bias-
terbalik J2 tidak ada lagi karena pergerakan bebas dari pembawa, perangkat akan terus tetap
menyala. Ketika arus maju turun di bawah tingkat arus pegang 4, daerah penipisan akan mulai
berkembang di sekitar J2 karena berkurangnya jumlah pengangkut, dan alat pengikat akan
menuju ke kondisi pemblokiran. Demikian pula, ketika SCR dinyalakan, arus maju yang
dihasilkan harus lebih dari arus kait. Hal ini diperlukan untuk menjaga jumlah cacat pembawa
yang diperlukan di persimpangan; jika tidak, perangkat akan kembali ke status pemblokiran
segera setelah tegangan anoda ke katoda berkurang. ketika scr terbalik-bias (mis., katoda
positif terhadap anoda), perangkat akan berperilaku dengan cara yang sama seperti dua dioda
yang terhubung secara seri dengan tegangan balik yang diterapkan di atasnya. Dua bagian
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
dalam scr akan secara ringan diolah dibandingkan dengan lapisan luar. Oleh karena itu,
ketebalan lapisan penipisan J2 selama kondisi bias maju akan lebih besar dari total ketebalan
dua lapisan penipisan pada J1 dan J3ketika perangkat dibiaskan terbalik. Oleh karena itu,
tegangan pemutus maju Vbo umumnya akan lebih tinggi. dari tegangan breakover terbalik
Vbr. Arus maju perangkat pada titik breakover dilambangkan oleh Ib. SCR memiliki dua
kondisi operasi yang stabil dan reversibel. Pergantian dari kondisi mati ke kondisi aktif, yang
disebut turn-on, dicapai dengan meningkatkan tegangan maju melampaui Vbo. Transisi balik,
disebut turn-off, dibuat dengan mengurangi arus maju di bawah Ih. Metode yang lebih
nyaman dan berguna untuk menghidupkan perangkat menggunakan drive gerbang. Jika
tegangan maju kurang dari VBo diterapkan di seluruh perangkat, itu dapat dihidupkan dengan
menerapkan tegangan positif antara gerbang dan katoda. Metode ini dikenal sebagai gerbang,
kontrol. (Yohandri.2016)
Thyristor merupakan salah satu komponen semikonduktor yang banyak digunakan
pada rangkaian power electronic (elektronika daya). Thyristor atau silicon controlled rectifier
(SCR) dapat digunakan sebagai penyearah dimana arus bebannya (arus anoda ke katoda)
dapat diatur melalui arus gate atau sudut penyalaan. Thyristor dapat ju-ga digunakan sebagai
pengatur daya dan saklar elektronik (electronic switch). Keuntungan pemakaian SCR sebagai
saklar dibandingkan dengan saklar mekanik:: 1. Tidak menimbulkan busur api. 2. Tidak ada
kontak yang aus karena terbakar. Sifat SCR sama seperti diode biasa yang hanya dapat
melalukan arus dari anoda ke katoda (forward bias) dan tidak dapat melalukan arus pada arah
reverse bias (dari katoda ke anoda). Perbedaannya antara diode dengan SCR adalah SCR
dapat melalukan arus setelah diberi arus gate IG (trigger). 2.2 Prinsip kerja Silicon Controlled
Rectifer (SCR) SCR terbentuk dari empat lapisan bahan semikonduktor yaitu PNPN yang
dapat diekivalenkan dengan dua buah transistor PNP dan NPN, lihat Gambar 3. Thyristor
mempunyai tiga buah elektroda yaitu anoda, katoda dan gate.Bila anoda lebih positip dari
katoda, junction J1 dan J3 dalam keadaan forward bias, sedangkan junction J2 dalam keadaan
reverse bias, sehingga pada saat tersebut hanya ada arus yang sangat kecil (leakage current)
mengalir dari anoda ke katoda. Kondisi ini disebut dengan forward blocking state atau off
state dan arus yang mengalir disebut dengan off state current (ID).
Bila tegangan antara anoda dan katoda dinaikkan sampai batas tertentu, J2 yang dalam
keadaan reverse bias akan mengalami breakdown (tembus) dan tegangan pada saat tersebut
dinamakan forward breakdown voltage (VBO). Karena J1 dan J3 masih dalam keadaan
forward bias, maka akan mengalir arus dari anoda ke katoda yang besar melintasi ketiga-tiga
junction J1, J2 dan J3. Pada saat tersebut SCR dalam keadaan conducting state atau on state
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
(dalam keadan konduksi). Tegangan antara anoda dan katoda menjadi kecil (± 1 Volt), atau
menurun dari tegangan tembus yang cukup besar. Dalam keadaan on state, arus anoda-katoda
tergantung pada arus be-ban (impedansi beban). Arus anoda-katoda harus lebih besar dari
latching current (arus pengunci) IL, untuk menjaga arus tetap mengalir melalui junction, atau
dengan kata lain SCR akan kembali ke blocking state bila tegangan anoda-katoda diturunkan.
Pada saat katoda lebih positip dari anoda, junction J2 dalam keadaan forward bias, J1 dan J3
dalam keadaan reverse bias. Keadaan ini ekivalen dengan dua buah diode yang terhubung seri
dalam keadaan reverse bias. SCR disebut dalam keadaan reverse blocking state dan arus yang
mengalir sangat kecil yang dinamakan reverse current IR.
SCR dapat dibuat konduksi dengan menaikkan tegangan hingga mencapai tegangan
tembus. Hal ini tidak dilakukan karena dapat merusak SCR. Dalam prakteknya SCR dibuat
konduksi di bawah tegangan tembusnya dengan cara memberikan tegangan positip terhadap
katoda pada gate yang disebut arus gate atau arus trigger (IG). SCR akan konduksi dengan
memberikan arus gate. SCR akan tetap konduksi bila SCR diberi sumber DC, walaupun arus
gate dihilangkan. Hal ini dapat dijelaskan dengan ana-lisa SCR dengan menggunakan dua
transistor NPN dan PNP. Untuk mempermudah analisa, SCR dapat diangap sebagai dua buah
transistor PNP dan NPN yang terhubung seperti pada Gambar 5. Misalkan SCR dalam
keadaan forward blocking state. Base dan emiter transistor T1 dalam keadaan forward bias,
kolektor T2 mendapat tegangan po-sitip, sehingga kedua transistor mendapat bias yang sesuai.
Bila gate diberi tegangan positip, akan mengalir arus gate (IG) , yang menjadi arus base
transistor T2 (IB2), akibatnya T2 konduksi dan mengalir arus kolektor T2 yaitu IC2. Arus
kolektor IC2 menjadi arus base transistor T1 yaitu IB1.
Akibatnya transistor T1 konduksi dan menghasilkan arus kolektor transistor T1 yaitu
IC1. Selanjutnya arus IC1 akan menjadi arus base transistor T2 yaitu IB2. Oleh karena itu
walaupun arus gate hanya diberikan sesaat dan kemudian dihilangkan, SCR akan terus dalam
keadaan konduksi. (Zulkifli Bahri,2019)
Secara kuantitatif karakteristik switching trisor grafik respon arus kolektor pada arus
baris dilukiskan pada arus kolektor akan naik bila apabila diberikan arus basis. Dengan
demikian, efek menerapkan tegangan positif antara gerbang dan katoda, ketika perangkat bias
maju, adalah bahwa arus bocor melalui persimpangan J2 meningkat. Ini karena arus gerbang
yang dihasilkan terutama terdiri dari aliran elektron dari katoda ke gerbang (karena lapisan N
bagian bawah sangat diolah dibandingkan dengan lapisan gerbang P. Karena gradien tegangan
yang diterapkan, beberapa elektron ini mencapai wilayah j2 dan menambah konsentrasi
pembawa minoritas dalam lapisan P di dekat persimpangan j2.meningkatkan membalikkan
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
arus bocor, dan akibatnya menyebabkan kerusakan meskipun tegangan maju yang diterapkan
lebih rendah VB0 dan suhu persimpangan normal. Dengan demikian, gerbang menyediakan
metode yang sangat nyaman untuk mengalihkan perangkat dari off-state ke on-state, dengan
rendah tegangan anoda ke katoda. Ketika perangkat dihidupkan, keempat lapisan akan diisi
dengan membawa, dan bahkan jika pasokan gerbang dihapus, perangkat akan terus tetap
karena regenerasi internal. kembali sinyal gerbang hanya diperlukan untuk menghidupkan scr.
untuk scr daya rendah dan menengah, arus gerbang juga berada dalam kisaran miliampere.
Pada thyristor berdaya rendah tertentu, dimungkinkan untuk mematikan perangkat dengan
mengaplikasikan negatif sinyal ke gerbang. (Reka,1999)  
Bila anoda lebih positip dari katoda, junction J1 dan J3 dalam keadaan forward bias,
sedangkan junction J2 dalam keadaan reverse bias, sehingga pada saat tersebut hanya ada arus
yang sangat kecil (leakage current) mengalir dari anoda ke katoda. Kondisi ini disebut dengan
forward blocking state atau off state dan arus yang mengalir disebut dengan off state current
(ID). arus gerbang juga berada dalam kisaran miliampere. Pada thyristor berdaya rendah
tertentu, dimungkinkan untuk mematikan perangkat dengan mengaplikasikan negatif sinyal ke
gerbang. junction J1 dan J3 dalam keadaan forward sedangkan junction J2 dalam keadaan rev.
Bila tegangan antara anoda dan katoda dinaikkan sampai batas tertentu, J2 yang dalam
keadaan reverse bias akan mengalami breakdown (tembus) dan tegangan pada saat tersebut
dinamakan forward breakdown voltage (VBO). Karena J1 dan J3 masih dalam keadaan
forward bias, maka akan mengalir arus dari anoda ke katoda yang besar melintasi ketiga-tiga
junction J1, J2 dan J3. Pada saat tersebut SCR dalam keadaan conducting state atau on state
(dalam keadan kon- duksi). Tegangan antara anoda dan katoda men- jadi kecil (± 1 Volt), atau
menurun dari tegangan tembus yang cukup besar. Dalam keadaan on state, arus anoda-katoda
tergantung pada arus be-ban (impedansi beban). Arus anoda-katoda harus lebih besar dari
latching current (arus pengunci) IL, untuk menjaga arus tetap mengalir melalui junction, atau
dengan kata lain SCR akan kembali ke blocking state bila tegangan anoda-katoda diturunkan.
Pada saat katoda lebih positip dari anoda, junction J2 dalam keadaan forward bias, J1 dan J3
dalam keadaan reverse bias.Untuk mempermudah analisa, SCR dapat diangap sebagai dua
buah transistor PNP dan NPN yang terhubung seperti pada Gambar 5. Misalkan SCR dalam
keadaan forward blocking state. Base dan emiter transistor T1 dalam keadaan forward bias,
kolektor T2 mendapat tegangan po-sitip, sehingga kedua transistor mendapat bias yang sesuai.
Bila gate diberi tegangan positip, akan mengalir arus gate (IG) , yang menjadi arus base
transistor T2 (IB2), akibatnya T2 konduksi dan mengalir arus kolektor T2 yaitu IC2.Arus
kolektor IC2 menjadi arus base transistor T1 yaitu IB1. Akibatnya transistor T1 konduksi dan
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
menghasilkan arus kolektor transistor T1 yaitu IC1. Selanjutnya arus IC1 akan menjadi arus
base transistor T2 yaitu IB2. Oleh karena itu walaupun arus gate hanya diberikan sesaat dan
kemudian dihilangkan. (jurnal.uisu.ac.id › index. )
  Silicon controlled rectifier (SCR) atau thyristor merupakan device semikonduktor
yang mempunyai perilaku cenderung tetap on setelah diaktifkan dan cenderung tetap off
setelah dimatikan (bersifathisteresis) dan biasa digunakan sebagai saklar elektronik, protektor,
dan lain sebagainya. Sebelum kita mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan prinsip
kerja dasar dari Silicon controlled rectifier (SCR), Untuk pengujian sepenuhnya dapat
dilakukan dengan menguji trigger dengan tegangan break over. Untuk menguji batas tegangan
break over dapat dilakukan dengan cara meningkatkan suplai tegangan DC sampai SCR aktif
dan mengunci (latch) dengan sendirinya (tanpa perlu menekan tombol push button). Saat
testegangan break over ini perlukehati-hatian karena mungkin memerlukan tegangan yang
sangat tinggi. Dalam bentuk sederhana, rangkaian tes SCR bias cukup sebagai rangkaian
kontrol start/stop untuk motor DC, lampu, atau beban-beban yang praktis lainnya. Meskipun
fakta mengatakan bahwa SCR merupakan perangkat DC (arus searah), namun sebagian besar
aplikasi SCR adalah untuk mengontrol daya AC (arus bolak-balik). Jika dibutuhkan arus
rangkaian dalam dua arah, maka beberapa atau lebih dari satu SCR dapat digunakan dalam
sebuah rangkaian. Dengan begitu SCR akan dapat menangani atau mengalirkan setia para
harus dari kedua setengah siklus gelombang AC. (Grainys.2015)
Jika sakelar S1 ditutup, pada awal setiap setengah siklus positif, thyristor sepenuhnya
"OFF" tetapi segera setelah itu akan ada tegangan pemicu positif yang cukup dan oleh karena
itu hadir di Gerbang untuk memutar thyristor dan lampu "ON". Thyristor sekarang
terkunci-"ON" selama durasi setengah siklus positif dan secara otomatis akan mematikan
"OFF" ketika setengah siklus positif berakhir dan arus Anoda turun di bawah nilai arus
holding. Selama setengah siklus negatif berikutnya, perangkat sepenuhnya "MATI" sampai
setengah siklus positif berikut ini ketika proses berulang sendiri dan thyristor berjalan lagi
selama sakelar ditutup. Kemudian dalam kondisi ini lampu akan menerima hanya setengah
dari daya yang tersedia dari sumber AC sebagai thyristor bertindak seperti dioda Penyearah,
dan menjalankan arus hanya selama setengah siklus positif ketika forward bias.
Thyristor terus me-supply setengah daya ke lampu sampai sakelar dibuka. Jika
dimungkinkan untuk dengan cepat memutar sakelar S1 ON dan OFF, sehingga thyristor
menerima sinyal Gerbang pada titik "puncak" (90°) dari setiap setengah siklus positif,
perangkat hanya akan berjalan setengah dari positif setengah siklus. Dengan kata lain,
konduksi hanya akan berlangsung selama setengah dari setengah gelombang sinus dan kondisi
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
ini akan menyebabkan lampu menerima "satu-perempat" atau seperempat dari total daya yang
tersedia dari sumber AC. Dengan memvariasikan secara akurat hubungan waktu antara pulsa
Gerbang dan setengah siklus positif, Thyristor dapat dibuat untuk me-supply persentase daya
apa pun yang diinginkan untuk beban, antara 0% dan 50%. Jelas, dengan menggunakan
konfigurasi rangkaian ini, ia tidak dapat me-supply daya lebih dari 50% ke lampu, karena ia
tidak dapat berjalan selama setengah siklus negatif ketika reverse bias.
Kontrol fasa adalah bentuk paling umum dari kontrol daya thyristor arus AC dan
rangkaian kontrol fasa AC dasar dapat dibangun seperti yang ditunjukkan di atas. Di sini
tegangan Gerbang thyristor diturunkan dari rangkaian pengisian RC melalui dioda pemicu,
D1. Selama setengah siklus positif ketika thyristor forward bias, Kapasitor, C mengisi melalui
Resistor R1 mengikuti tegangan supply AC. Gerbang diaktifkan hanya ketika tegangan pada
titik A telah meningkat cukup untuk menyebabkan pemicu Dioda D1, untuk berjalan dan
pembuangan kapasitor ke gerbang thyristor mengubahnya “ON”. Durasi waktu di paruh
positif dari siklus di mana konduksi dimulai dikendalikan oleh waktu RC set konstan dengan
resistor variabel, R1. Peningkatan nilai R1 memiliki efek menunda tegangan pemicu dan arus
yang di-supply ke gerbang thyristor. Pada gilirannya menyebabkan kelambatan (delay) waktu
konduksi perangkat. Akibatnya, fraksi setengah siklus di mana perangkat berjalan dapat
dikontrol antara 0 dan 180°, yang berarti bahwa daya rata-rata yang dihamburkan oleh lampu
dapat disesuaikan. Namun, thyristor adalah perangkat searah sehingga hanya daya maksimum
50% dapat diberikan selama setiap setengah siklus positif. (Tony R. Kuphaldt, 2018)
SCR dirangkai secara back to back sehingga dapat berkerja pada tegangan positif dan
tegangan negatif. Zero crossing detector sebagai pendeteksi perpotongan gelombang
sinuspada tegangan AC dengan membaca titik persilangan nol, sehingga dapat memberikan
sinyal acuan kepada sinyal trigger sebagai pemicu back to back thyristor. Pengontrolan
tegangan AC satu fasa ini akan diaplikasikan pada rangkaian dimmer lampu dengan cara
mengendalikan iluminasi pencahayaan pada sebuah ruangan, sehingga ruangan mendapatkan
pencahayaan yang cukup, tidak berlebihan ataupun kekurangan yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. Pengendalian pencahayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penghematan energi listrik dan waktu operasi sebuah lampu. Ketika thyristor T1 dipicu pada
ωt = α, thyristor T1 akan tersambung dan tegangan masuk akan muncul ke beban. Ketika
tegangan masuk mulai negatif pada ωt = π, anoda thyristor T1 akan negatif terhadap
katodanya dan thyristor T1 dalam keadaan bias mundur sehingga T1 akan padam. Thyristor
merupakan bahan semikonduktor yang digunakan sebagai saklar dengan prinsip kerja hampir
sama seperti dioda, namun dilengkapi dengan gate yang berfungsi untuk mengatur sudut
LABORATORIUM ELEKTRONIKA
penyalaannya seseuai dengan yang dibutuhkan, sehingga tegangan keluaran dapat
divariasikan. Sudut penyalaan (firing angle) adalah waktu setelah tegangan masukan mulai
menjadi positif sampai thyristor dipicu. Thyristor dapat diaplikasikan sebagai pemanas
industri, dimmer lampu, pengontrolan keceptan motor dan pengontrol magnet AC. Thyristor
merupakan bahan semikonduktor yang digunakan sebagai saklar dengan prinsip kerja hampir
sama seperti dioda, namun dilengkapi dengan gate yang berfungsi untuk mengatur sudut
penyalaannya sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga tegangan keluaran dapat divariasikan.
Tegangan keluaran tersebut dapat diaplikasikan pada rangkaian dimmer, dimana rangkaian
tersebut merupakan rangkaian yang berfungsi sebagai pengontrol keredupan lampu. Tipe
thyristor yang digunakan adalah back to back thyristor yang fungsi utamanya sebagai
regulator.
Pada rangkaian thyristor ini digunakan rangkaian zero crossing detector yang
berfungsi sebagai pendeteksi titik persilangan pada nilai nol yang nantinya titik ini menjadi
acuan untuk membangkitkan sinyal trigger. Sinyal trigger merupakan sinyal keluaran dari
rangkaian kontrol yang digunakan sebagai pemicu sudut penyalaan dari thyristor. Berdasarkan
hasil penelitian, terdapat beberapa bentuk regulasi tegangan diantaranya regulasi
elektromekanikal nilai tegangan keluaran yang dihasilkan oleh rangkaian back to back
thyristor dapat dikontrol dengan mengatur sudut penyalaan pada thyristor dari 00 - 1800 .
Nilai tersebut berbanding terbalik dengan nilai tegangan yaitu 220 volt sampai 0 volt. Dari
hasil perhitungan, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai sudut penyalaan, maka nilai
tegangan yang dihasikan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Regulasi tegangan
merupakan pengaturan tegangan AC yang berfungsi mengubah nilai tegangan tanpa merubah
frekuensi. Konverter ini mengontrol tegangan, arus dan dayarata-rata yang dikirim ke beban
AC dari sumber AC. Terdapat beberapa bentuk regulasi tegangan diantaranya regulasi
elektromekanikal, Rheostat, dan regulator aktif. Prinsip dari kontrol sudut fasa untuk
gelombang penuh satu fasa, daya yang mengalir ke beban dikontrol dengan menunda sudut
pemicuan (firing angle) dari thyristor T1 dan sudut pemicuan thyristor T2. Selama setengah
siklus positif dari tegangan masuk, anoda pada thyristor T1 relatif positif terhadap katoda
sehingga thyristor T1 dalam kondisi bias maju. Ketika thyristor T1 dipicu pada ωt = α,
thyristor T1 akan tersambung dan tegangan masuk akan muncul ke beban. Ketika tegangan
masuk mulai negatif pada ωt = π, anoda thyristor T1 akan negatif terhadap katodanya dan
thyristor T1 dalam keadaan bias mundur sehingga T1 akan padam. Selanjutnya pada saat
tegangan masuk mulai negatif pada ωt = π, maka anoda thyristor T2 relatif positif terhadap
katoda. (http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kitektro/article/view/8061)
LABORATORIUM ELEKTRONIKA

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan dan Komponen


1. Dioda 1A atau dioda 2A
Fungsi sebagai penyearah arus listrik, mampu mengubah arus bolak-balik (AC)
menjadi arus yang searah (DC). 
2. FIR3D
Fungsi sebagai pengendali(remote kontrol)/saklar.
3. LDR
Fungsi sebagai menghantarkan arus listrik jika menerima sejumlah intensitas cahaya
(kondisi terang) dan menghambat arus listrik dalam kondisi gelap. 
4. Resistor 1MΩ
Fungsi sebagai  menghambat serta mengatur arus listrik di dalam suatu rangkaian
elektronika.
5. Lampu bohlam 5W
Fungsi sebagai output rangkaian
6. Protoboard
Fungsi sebagai tempat merangkai komponen
7. Kabel
Fungsi penghubung saklar utama ke sumber listrik
8. Steker
Fungsi mengalirkan listrik dari sumber listrik ke tempat yang diinginkan
9. Jumper
Fungsi untuk meghubungkan antara komponen dengan peralatan

3.2 Prosedur Percobaan


1) Dipersiapkan peralatan dan komponen
2) Dirangkai rangkaian seperti pada skema berikut :
LABORATORIUM ELEKTRONIKA

3) Dihubungkan rangkaian dengan supply AC


4) Gelapkan LDR, dan amati perubahan lampu bohlam
5) Terangi LDR, dan amati perubahan lampu bohlam
LABORATORIUM ELEKTRONIKA

DAFTAR PUSTAKA

Audrius Grainys. 2015.” Single Pulse Calibration of Magnetic Field Sensors Using Mobile
43 kJ Facility”. Lituania: Vilnius Gediminas Technical University
 Diakses pada : 14 Oktober 2021
Jam : 15:45
Bahri, Zulkifli. 2019. “Penggunaan SCR Sebagai Alarm Peringatan Dini Pada Saat Terjadi              
Gempa Bumi”. Universitas Medan Area
          Halaman : 102-103
Halim,ST.Sandy.2007.”Merancang Mobile Robot”.Jakarta: Media komputindo
Halaman :5,12,55
Hayt, H.William.2005.”Rangkaian Listrik”.Jakarta:ERLANGGA
Halaman : 334-340
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kitektro/article/view/8061)
Diakses pada : 15 Oktober 2021
Jam : 17.00
jurnal.uisu.ac.id › index.
Diakses pada : 15 Oktober 2021
Jam : 18.10
M.Si.Yohandri.2016."ELEKTRONIKA DASAR 1".Jakarta:PRENADAMEDIA GROUP
Halaman : 30-33
S.Chitode.J.2007.”Power Electronics”.USA: Miste
  Pages : 12– 22
S.Reka Rio.1999."FISIKA DAN TEKNOLOGI SEMIKONDUKTOR".Jakarta:Pradnya
Paramita
Halaman : 133-138
Tony R. Kuphaldt. 2018. “Lessons In Industrial Instrumentation. San Francisco”. California,
94105, USA: under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution 4.0
International Public License Version 2.31 (development)
           Pages: 497 – 502

Anda mungkin juga menyukai